unud-1000-1332103995-bab 1,2,3,4.pdf

40
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Bertambahnya sampah erat kaitannya dengan peningkatan aktivitas manusia dan pertambahan penduduk serta keanekaragaman kehidupan manusia. Hal ini berakibat pada menumpuknya sampah yang secara otomatis tidak dapat diuraikan oleh alam, hingga timbul berbagai pencemaran. Dengan demikian, sudah semestinya pada suatu daerah diperlukan sistem pengelolaan sampah tersebut. Begitu pula halnya dengan wilayah Kabupaten Jembrana, dengan bertambahnya jumlah penduduk maka bertambah pula bahan buangan atau sampah yang dihasilkan. Tingginya aktivitas penduduk di Kabupaten Jembrana secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya. Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam mengelola sampah masih dengan cara sederhana yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sampah-sampah domestik, baik dari bahan organik maupun anorganik dibuang begitu saja dalam satu bak/wadah dan tercampur satu sama lain dalam berbagai komposisi, dan kemudian melalui berbagai cara transportasi, sampah berpindah tempat mulai dari

Transcript of unud-1000-1332103995-bab 1,2,3,4.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam

yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008). Bertambahnya

sampah erat kaitannya dengan peningkatan aktivitas manusia dan

pertambahan penduduk serta keanekaragaman kehidupan manusia. Hal ini

berakibat pada menumpuknya sampah yang secara otomatis tidak dapat

diuraikan oleh alam, hingga timbul berbagai pencemaran. Dengan demikian,

sudah semestinya pada suatu daerah diperlukan sistem pengelolaan sampah

tersebut. Begitu pula halnya dengan wilayah Kabupaten Jembrana, dengan

bertambahnya jumlah penduduk maka bertambah pula bahan buangan atau

sampah yang dihasilkan. Tingginya aktivitas penduduk di Kabupaten

Jembrana secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah sampah yang

dihasilkan setiap harinya.

Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam mengelola sampah masih

dengan cara sederhana yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang

ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sampah-sampah domestik, baik dari

bahan organik maupun anorganik dibuang begitu saja dalam satu bak/wadah

dan tercampur satu sama lain dalam berbagai komposisi, dan kemudian

melalui berbagai cara transportasi, sampah berpindah tempat mulai dari

2

tempat sampah di rumah, TPS (Tempat Pembuangan Sementara) sampai ke

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pendekatan ini akan memberatkan beban

TPA dengan lahan yang terbatas. Hal ini disebabkan karena variabel luas

lahan TPA adalah konstan/tetap, sedangkan laju pertumbuhan dan

penyebaran penduduk terus meningkat, yang berdampak juga pada

peningkatan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan. Lahan yang semakin

terbatas tidak mampu mengimbangi peningkatan timbulan sampah yang

terjadi sekarang maupun di masa datang.

Pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana, selama ini telah

ditangani oleh Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan.

Berdasarkan data dari KLHKP tahun 2012 bahwa timbulan sampah di

Kabupaten Jembrana sekitar 684.80 m3. Jumlah sampah yang ditangani

Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan dalam sehari yaitu

sampah organik sejumlah 441,01 m³ dan sampah anorganik 189 m³. TPA

Peh di Kabupaten Jembrana memiliki luas lahan 1 Ha dan sampai saat ini

ketinggian sampah di TPA Peh mencapai 10 meter. Dengan ketinggian

mencapai 10 meter dan luas lahan 1 Ha keadaan ini tentu saja sudah sangat

mengkhawatirkan jika dilihat dari segi teknis suatu TPA. Jika dilihat dari

segi teknis kapasitas dan umur, TPA yang baik dapat menampung sampah

lebih banyak dan lebih lama. Namun untuk lahan di TPA Peh sendiri adalah

konstan, sehingga diperlukanlah upaya pengelolaan sampah yang dapat

memperpanjang umur pakai TPA.

3

Upaya peran serta masyarakat dalam mereduksi sampah disumber

sampah masih belum terlihat, sedangkan kegiatan reduksi yang dilakukan

pemulung di TPS masih sangat kecil, sehingga masih dibutuhkan reduksi

sampah di TPA guna mengurangi sampah yang akan dibuang ke landfill

(area penimbunan). Jika melihat timbulan sampah sebesar 684.80 m3, dan

volume sampah yang setiap harinya terus bertambah, dikhawatirkan akan

terjadi overload dan muncul dampak sosial yang baru seperti kekhawatiran

masyarakat sekitar akan terjadinya longsor dari tumpukan sampah.

Permasalahan inilah yang mendorong diperlukannya perencanaan

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di TPA Peh yang akan

menerima beban penanganan sampah Kabupaten Jembrana.

Konsep Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) ini bertitik tolak

pada aktivitas pengelolaan sampah untuk tujuan pemanfaatan kembali guna

mereduksi sampah, didalamnya terdapat fasilitas untuk merubah sampah

menjadi bentuk yang lebih berguna yang teknik pengolahan sampahnya

seperti pemilahan sampah, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan

dan pemprosesan akhir sampah (Menteri Hukum dan HAM, 2008).

Diharapkan dengan adanya TPST dapat menghemat lahan landfill dan

memperpanjang umur pakai TPA, membuka lapangan kerja baru, serta

memberikan nilai tambah ekonomi dan nilai guna terhadap sampah dari

proses daur ulang.

4

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan

diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu

(TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana dilihat dari

aspek teknis sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA?

2. Berapakah kebutuhan biaya investasi, biaya operasional dan

pemeliharaan serta penerimaan dari daur ulang sampah dalam

Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam

Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana?

3. Bagaimanakah analisis lingkungan di TPA Peh Kabupaten Jembrana,

sehingga diketahui kualitas air tanah di sekitar TPA?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)

dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana dari aspek teknis

sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA.

2. Mengkaji kebutuhan biaya investasi, biaya operasional dan pemeliharaan

serta penerimaan daur ulang sampah dalam Perencanaan Tempat

Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh

Kabupaten Jembrana.

5

3. Mengkaji aspek lingkungan di TPA Peh Kabupaten Jembrana, sehingga

diketahui kualitas air tanah di sekitar TPA.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Hasil kajian terhadap aspek teknis diharapkan dapat digunakan oleh

Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk menerapkan TPST yang sesuai

dengan volume timbulan, komposisi dan potensi ekonomi di TPA Peh

Kabupaten Jembrana sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA.

2. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana

khususnya Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan (LKHP)

dalam pengolahan sampah di TPA Peh Kabupaten Jembrana.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah

Beberapa pengertian mengenai sampah yang dikemukakan beberapa

sumber antara lain :

1 Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam

yang berbentuk padat (Menteri Hukum dan HAM, 2008).

2 Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan

anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi

pembangunan (Badan Standarisasi Nasional, 2002).

3 Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang yang merupakan

hasil aktivitas manusia maupun alam yang sudah diambil unsur atau

fungsi utamanya (Kuncoro, 2009).

2.2 Jenis Sampah

Berdasarkan undang-undang No.18 tahun 2008 jenis sampah yang

dikelola (Menteri Hukum dan HAM. 2008) adalah :

a. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-

hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

7

b. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari

kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,

fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

c. Sampah spesifik adalah

• Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

• Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun.

• Sampah yang timbul akibat bencana.

• Puing bongkaran bangunan.

• Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.

• Sampah yang timbul secara tidak periodik.

Di negara industri, jenis sampah atau yang dianggap sejenis sampah,

dikelompokkan berdasarkan sumbernya (Tchobanoglous et al., 1993):

1. Pemukiman: biasanya berupa rumah atau aparteMenteri Jenis sampah

yang dihasilkan adalah sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil,

kulit, sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga,

limbah berbahaya dan beracun, dan sebagainya.

2. Daerah komersil: meliputi pertokoan, rumah makan, pasar,

perkantoran, hotel dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara

lain kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah

berbahaya dan beracun, dan sebagainya.

3. Institusi yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan, dan

lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah

pada daerah komersil.

8

4. Konstruksi dan pembongkaran bangunan: meliputi pembuatan

konstruksi baru, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang

ditimbulkan antara lain kayu, baja, beton, debu, dan lain-lain.

5. Fasilitas umum: seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat

rekreasi, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain

rubbish, sampah taman, ranting, daun, dan sebagainya.

6. Pengolah limbah domestik seperti instalasi pengolahan air minum,

instalasi pengolahan air buangan dan insinerator. Jenis sampah yang

ditimbulkan antara lain: lumpur hasil pengolahan, debu dan

sebagainya.

7. Kawasan industri: Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa

proses produksi, buangan non industri, dan sebagainya.

8. Pertanian: Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa makanan

busuk sisa pertanian.

Sedangkan berdasarkan sifatnya sampah dapat digolongkan ke dalam

beberapa golongan, (Hadiwiyoto, 1983; dalam Widodo. 2007) yaitu :

a. Sampah organik

Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa

organik yang tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen.

Sampah yang termasuk dalam golongan ini adalah sampah basah, yaitu

daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa makanan ternak, sayur dan

buah yang mudah didegradasi oleh mikroba.

9

b. Sampah anorganik

Sampah anorganik ini terdiri dari kaleng, besi dan logam-logam

lainnya, gelas, mika atau bahan yang tidak tersusun oleh senyawa-senyawa

organik. Sampah ini tidak dapat didegradasi oleh mikroba.

2.3 Kuantitas dan Komposisi Sampah

2.3.1 Kuantitas Sampah

Kuantitas dan komposisi sampah merupakan faktor penting dalam

perencanaan dan operasional pengelolaan sampah. Dalam penelitian ini,

data komposisi sampah diperlukan untuk mengetahui prosentase sampah

menurut jenisnya, sedangkan data kuantitas sampah diperlukan untuk

mengetahui jumlah timbulan sampah kota yang terangkut ke TPA. Metode

perhitungan jumlah timbulan sampah yang direkomendasikan

(Tchobanoglous et al., 1993) adalah :

1. Analisis Perhitungan Beban (Load Count Analysis)

Pada metode ini kuantitas dan komposisi sampah ditentukan dengan

menghitung volume dan komposisi fisik setiap beban sampah dalam

periode waktu tertentu. Total massa dan distribusi setiap komposisi

ditentukan dengan menggunakan rata-rata densitas setiap kategori

sampah. Analisis perhitungan beban akan berpengaruh pada :

• Perkiraan kebutuhan alat berat

• Prosedur operasi

• Perkiraan kebutuhan tanah penutup

10

• Masa pakai lahan pembuangan akhir

Jumlah masing-masing volume sampah yang masuk ke TPA dihitung

dengan mencatat : volume, berat, jenis angkutan, dan sumber sampah,

kemudian dihitung jumlah timbulan sampah kota selama perioda

tertentu.

2. Analisis Berat – Volume (Weight Volume Analysis)

Metode ini hampir sama dengan metode analisis perhitungan beban

dengan penambahan perhitungan massa setiap beban. Jika densitas

sampah tidak dianalisis secara terpisah setiap katagorinya, maka

penentuan distribusi massa berdasarkan komposisi berupa nilai densitas

rata-rata. Analisis massa – volume akan berpengaruh pada :

• Cara penanganan sampah

• Perkiraan reaksi yang terjadi, sehingga akan mempengaruhi sistem

pengolahan lindi dan gas.

• Reaksi dekomposisi yang terjadi akan mempengaruhi tingkat

penurunan (settlement) yang terjadi.

3. Analisis Kesetimbangan Bahan (Material Balance Analysis)

Analisis ini dapat menghasilkan data lebih lengkap untuk analisis

timbulan ditiap sumber sampah. Cara ini sangat diperlukan untuk

perencanaan program pengolahan sampah. Analisis mass balance di

TPA merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui berapa

besar potensi reduksi sampah kota dalam rangka memperpanjang masa

pakai TPA. Data yang diperlukan untuk analisis mass balance ini adalah

11

data mengenai komposisi sampah yang masuk ke TPA. Dari data

komposisi ini dapat dihitung besarnya potensi reduksi yang ada pada

sampah kota.

2.3.2 Komposisi Sampah

Komponen komposisi sampah adalah komponen fisik sampah

seperti sisa-sisa makanan, kertas-karton, kayu, kain-tekstil, karet-kulit,

plastik, logam besi-non besi, kaca dan lain-lain (Badan Standarisasi

Nasional, 1995).

2.4. Pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah

(Menteri Hukum dan HAM, 2008). Pengelolaan sampah didefinisikan

sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan,

pemindahan dan pengangkutan, serta proses dan pembuangan akhir sampah

dimana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk

kesehatan, ekonomi, keteknikan, konservasi, estetika, lingkungan dan juga

terhadap sikap masyarakat (Tchobanoglous et al., 1993). Pengelolaan

sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas

lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya (Menteri Hukum

dan HAM, 2008). Timbulan sampah dari sumber sampah dalam hal ini

masyarakat harus melakukan pewadahan dan pemilahan. Proses selanjutnya

adalah pengumpulan di TPS . Dari TPS sampah diangkut menuju tempat

12

pengolahan baik dengan Sanitary Landfill maupun penerapan 3R

(Reduction, Reuse, Recycle). Secara skematis, keterpaduan antar kegiatan

di dalam unsur-unsur fungsional dalam sistem manajeman persampahan

tersebut seperti Gambar 2.1:

Gambar 2.1. Unsur-unsur fungsional dalam sistem manajeman persampahan (Menteri Hukum dan HAM, 2008)

Pemerintah daerah dapat menerapkan teknologi pengelolaan sampah

sesuai dengan karakteristik sampah dan kemampuan sumber daya daerah

setempat. Pemanfaatan teknologi pengelolaan sampah harus memenuhi

standar teknis dan ramah lingkungan. Beberapa teknologi pengolah sampah

yang berbasis recovery energy (Damanhuri, 2002) adalah sebagai berikut :

(3 R)

13

1. Teknologi termal sejenis insinerator dengan beragam nama :

a. Waste to energy

Waste to energy Insinerator adalah satu teknologi yang menggunakan

panas yang dapat mengubah sampah-ke-energi. Panas yang dihasilkan

bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik.

b. Thermal converter

Thermal converter adalah teknologi insinerator sampah pada suhu

diatas 1000 0C sehingga menghasilkan uap yang dapat menggerakkan

turbin yang pada akhirnya membangkitkan generator listrik.

c. Floating resource recovery facility

Floating resource recovery facility yaitu recovery energi panas yang

merupakan salah satu dari insinerator jenis baru.

2. Teknologi termal sejenis gasifikasi atau pirolisis :

• Gasification adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat

(sampah) secara termo kimia menjadi gas, dimana udara yang

diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses

pembakaran. Media yang paling umum digunakan dalam proses

gasifikasi adalah udara dan uap.

• Energy generation adalah teknologi penghasil energi lain seperti

panas.

3. Teknologi yang terkait dengan proses anaerob, khususnya produksi

gasbio dalam sebuah digester, pupuk padat dan cair, recovery biogas

dari TPA.

14

Pengelolaan sampah termasuk seluruh kegiatan administrasi,

pembiayaan, hukum, perencanaan dan fungsi-fungsi teknis dalam mengatasi

seluruh masalah persampahan. Perkembangan pengelolaan sampah terjadi

karena meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kebersihan

serta keindahan/estetika di suatu daerah/kota. Seluruh subsistem didalam

sistem pengelolaan sampah harus dipandang sebagai suatu sistem yang

memerlukan keterpaduan didalam pelaksanaannya. Timbulan sampah yang

sangat cepat, dilanjutkan dengan penutupan landfill, dan keengganan

masyarakat didirikannya incenerator telah memotivasi berbagai program

daur ulang baik sekala nasional maupun lokal di beberapa negara. Daur

ulang bahan sekarang ini jadi suatu yang penting dalam sistem pengolahan

sampah terpadu (Chang dan Wang, 1994).

2.5. Pengelolaan Sampah Terpadu

Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya

kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang,

pengolahan dan pemprosesan akhir sampah (Menteri Hukum dan HAM,

2008).

Sistem pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste

Management) didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan program

teknologi dan manajemen untuk mencapai performasi sistem yang tinggi,

dengan hirarki sebagai berikut (Tchobanoglous et al., 1993) :

1. Source Reduction, berupa proses untuk mengurangi/minimalisasi sampah

15

sejak dari sumbernya, baik dari segi reduksi kualitas dan kuantitas

timbulan sampah, terutama reduksi sampah yang mengandung B3 (bahan

berbahaya dan beracun).

2. Recycling, proses mendaur ulang yang meliputi :

a. Proses pemilahan dan pengumpulan sampah

b. Persiapan penggunaan kembali.

c. Penggunaan kembali bahan-bahan daur ulang.

3. Waste Transformation, yang meliputi proses perubahan fisik, kimia dan

biologi dari sampah. Perubahan tersebut dapat diaplikasikan untuk :

a. Meningkatkan efisiensi sistem dan operasional pengelolaan sampah.

b. Menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan atau bisa

didaur ulang.

c. Menghasilkan barang lain yang bermanfaat dari sampah seperti

kompos, dan energi dari gas methan.

4. Landfilling, merupakan akhir dari alur pengelolaan sampah, sehingga

diharapkan sampah yang masuk ke tingkatan ini adalah :

a. Sampah yang tidak bisa didaur ulang dan tidak memiliki fungsi lagi.

b. Residu dari sampah yang telah dipisahkan.

c. Residu dari produk yang dihasilkan dari sampah.

16

2.6 Aspek Pembiayaan dalam Pengelolaan Sampah

Aspek pembiayaan dalam sistem pengelolaan persampahan

mempunyai peran penting dalam menjalankan roda operasi dan

pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan. Berbagai masalah

penanganan sampah yang timbul pada umumnya disebabkan oleh adanya

keterbatasan dana sehingga kualitas pelayanan sampah sangat ditentukan

oleh harga satuan per m3 sampah.

Besarnya biaya satuan per m3 sampah dapat dijadikan indikator

tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan sampah di suatu kota. Tanpa

didukung dana yang memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang

bersih dan sehat.

Aspek pembiayaan, dalam banyak hal seringkali menjadi faktor

dominan untuk berjalannya suatu kegiatan. Demikian halnya dengan proses

pengelolaan sampah. Perkiraan perbandingan pembiayaan dari total

pengelolaan sampah yang diatur dalam tata cara pengelolaan sampah

permukiman adalah biaya pengumpulan 20-40%, biaya pengangkutan 40-

60% dan biaya pembuangan akhir 10-30% (Badan Standarisasi Nasional,

1994).

Biaya pengelolaan sampah juga harus dihitung berdasarkan biaya

operasional dan pemeliharaan serta penggantian alat. Melihat tingginya

porsi pembiayaan untuk pengumpulan dan pengangkutan sampah, dapat

disimpulkan bahwa tahapan ini sangat penting dan memerlukan kajian yang

mendasar dalam rangka memperoleh hasil yang optimal dan efisien.

17

Struktur biaya pengelolaan sampah meliputi biaya investasi, operasional dan

pemeliharaan, penggantian peralatan serta retribusi.

Aspek Pembiayaan juga menyangkut dengan retribusi dimana

penentuan tarif retribusi tersebut harus berdasarkan pada (Badan

Standarisasi Nasional, 1994) :

1. Biaya pengelolaan.

2. Kemampuan pemerintah daerah mensubsidi (± 20 %).

3. Kemampuan masyarakat (± 1% dari income).

4. Prinsip cross subsidi.

5. Klasifikasi wajib retribusi.

6. Pembobotan yang memadai.

2.7 Aspek Lingkungan dalam Pengelolaan Sampah

Kondisi lingkungan disekitar lokasi TPA harus cukup aman terhadap

lingkungan pemukiman serta sarananya. Hal ini perlu diperhatikan untuk

mencegah kemungkinan terjadinya gangguan (Kamali,2002) :

a. Bising dan debu akibat lalu lintas kendaraan pengangkutan sampah dan

alat – alat berat yang beroperasi di lokasi TPA.

b. Adanya vektor penyakit seperti lalat dan binatang pengerat.

c. Pencemaran udara oleh bau, gas yang ditimbulkan akibat proses

dekomposisi.

d. Pencemaran air permukaan dan air tanah.

18

e. Dampak sosial yang baru seperti kekhawatiran masyarakat sekitar akan

terjadinya longsor dari tumpukan sampah.

Menurut Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001, pencemaran air

adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau

komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air

turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi

sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan

dan penanggulangan pencemaran air serta upaya pemulihan kualitas air

untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air yang berlaku

(Priambodho, 2005).

Pembuangan sampah secara rutin ke dalam TPA dapat menimbulkan

pencemaran terhadap perairan baik di permukaan maupun di dalam tanah.

Sampah yang bertambah secara terus-menerus akan mempengaruhi tingkat

degradasi dari sampah tersebut (Pohland dan Harper, 1985). Penguraian

sampah organik bisa menghasilkan zat hara, zat-zat kimia yang bersifat

toksik dan bahanbahan organik terlarut. Semua zat tersebut akan

mempengaruhi kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah dan

perubahan tersebut berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia , dan biologi

perairan (Pohland dan Harper, 1985).

19

2.8 Pencemaran Air Tanah

Pembuangan sampah secara rutin setiap hari ke TPA merupakan

bentuk pengisian kembali (recharge), baik secara infiltrasi maupun

perlokasi, sehingga peluang untuk terjadi kontaminasi air, terutama air tanah

dangkal maupun air sumur gali menjadi gejala yang wajar.

Air lindi yang berasal akibat proses degradasi sampah dari TPA,

merupakan sumber utama yang mempengaruhi perubahan sifat-sifat fisik

air, terutama suhu, rasa bau, dan kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari

lindi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air penerima. Hal ini dapat

mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam air, mengurangi kelarutan gas

dalam air, mempercepat pengaruh rasa dan bau (Husin dan Kustaman,

1992). Indikator pencemaran air tanah oleh sampah organik ditandai dengan

tingginya kadar zat organik (BOD, COD), nitrat, deterjen, dan terdapatnya

bakteri coli (Kurniawan, 2006).

Pencemaran air tanah sekunder dapat berasal dari sampah-sampah

industri, dengan indikator meningkatnya kadar logam berat (Hg, Pb, Cd) di

dalam air. Unsur-unsur tersebut termasuk unsur hara mikro, yang

dibutuhkan oleh manusia atau organisme air dalam jumlah sangat sedikit ( <

0,05 ppm ), dan bila melebihi kadar tersebut merupakan racun yang sangat

berbahaya, dapat menyerang ikatanikatan belerang dalam enzim, sehingga

enzim-enzim tersebut bersifat terikat dan tidak aktif (Clark, 1977).

Sesuai PP RI Nomor 82 Tahun 2001 disebutkan bahwa Baku Mutu

Air adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain

20

yang ada atau harus ada dan atau macam unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan

peruntukannya. Sesuai peraturan ini, air yang dimaksud adalah semua air

yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas

permukaan tanah, tidak termasuk air laut dan air bawah tanah. Dalam

Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan

Hidup Dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, ditetapkan

pengkelasan air sesuai dengan peruntukannya, yaitu :

a. Kelas I : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air

minum, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut.

b. Kelas II : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,

peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain

yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

c. Kelas III : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut.

d. Kelas IV : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi

pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut.

21

2.9. Kondisi Eksisting Kabupaten Jembrana

Kabupaten Jembrana yang memiliki luas wilayah mencapai 84.180

hektar tersebut bergelombang dan berbukit di bagian utara, dan landai di

bagian selatan. Rata-rata ketinggian wilayah Kabupaten Jembrana mencapai

306,84 meter di atas permukaan laut dengan titik tertinggi hanya 700 meter.

(Badan Pusat Statistik, 2012).

Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2011 tercatat jumlah

penduduk Kabupaten Jembrana sebanyak 273.918 jiwa yang terdiri dari

137.233 jiwa (49,90%) penduduk laki-laki dan 136.685 jiwa (50,10%)

penduduk perempuan. Jumlah penduduk tahun 2011 ini naik 0,35% dari

tahun sebelumnya. Dengan luas wilayah 841,80 km2 , maka kepadatan

penduduk Kabupaten Jembrana telah mencapai 325 jiwa/km2 (Badan Pusat

Statistik, 2012).

2.10. Kondisi Persampahan Kabupaten Jembrana

Sumber utama timbunan sampah di kawasan perencanaan yaitu

sampah domestik (rumah tangga) dan sampah non domestik meliputi

sampah intitusional (sekolah, kantor, dll), sampah komersial (pasar, toko,

dll), sampah aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dll), sampah

klinik, sampah industri, sampah konstruksi, dan lain sebagainya. Sistem

pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana dikelola langsung oleh

masyarakat secara perorangan atau berkelompok.

22

Untuk kebutuhan pengelolaan sampah, Kantor Lingkungan Hidup

Kebersihan Pertamanan Kabupaten Jembrana memiliki alat berat berupa

buldoser sebanyak 1 (satu) unit, Truck Loader sebanyak 1 (satu) serta

armada truk yang terdiri dari Arm Roll sebanyak 7 (tujuh) unit, Dump Truck

sebanyak 6 (enam) unit dan gerobak sebanyak 16 (enam belas) buah. Jumlah

sampah yang ditangani dalam sehari yaitu sampah organik sejumlah 441,01

m³ dan sampah anorganik 189 m³. Volume total produksi sampah sehari di

TPA berkisar antara 6 - 7 ton (KLHKP, 2012).

Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan merupakan

salah satu unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Jembrana yang memiliki

kewenangan dalam mengelola kebersihan dan keindahan Kabupaten

Jembrana. Ruang Lingkup kebersihan meliputi pemusnahan sampah padat.

Pemusnahan sampah padat dilakukan dari kegiatan penyapuan,

pengumpulan sampah pada transfer depo dan kontainer-kontainer, kegiatan

pengangkutan dan pemusnahan akhir pada Tempat Pembuangan Akhir

(TPA). Kegiatan Operasional Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan dan

Pertamanan dapat dilihat pada tabel 2.1.

23

Tabel 2.1. Kegiatan Operasional Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan dan

Pertamanan

NO KETERANGAN JUMLAH

1 Jumlah Truk yang dimiliki

a). Amroll Truk

b). Dam Truk

6 Unit

5 Unit

2 Jumlah Truk yang rusak

a). Dam Truk

1 Unit

3 Jumlah Pegawai Kebersihan 112 Orang

4 Jumlah Petugas Kebersihan Jalan dan Pasar 95 Orang

(KLHKP, 2012)

Pola pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana hampir

seluruhnya menggunakan pola individual tak langsung, artinya sampah

melalui fase pengumpulan dan pemindahan sebelum diangkut ke TPA.

Sistem Pewadahan sampah merupakan mata rantai awal dari sistem

pengolahan sampah yang berfungsi sebagai sarana tempat penampungan

sampah pada setiap bangunan atau sumber sampah. Sistem pewadahan ini

dapat berlaku secara murni individual pada masing-masing rumah, atau satu

pewadahan besar untuk beberapa rumah sekaligus (komunal).

Sampah dari sumber domestik, pada umumnya ditempatkan pada

wadah plastik/keranjang/bak pasangan bata yang diletakkan di depan

perumahan. Sistem pengumpulan sampah dari rumah ke rumah, di

Kabupaten Jembrana, rata-rata menggunakan gerobak sampah dengan

24

kapasitas tampung sebesar 1 m3 per gerobak. Operasional gerobak tersebut

dilakukan secara manual oleh satu orang petugas. Pengumpulan sampah dari

rumah ke rumah dengan menggunakan gerobak tersebut umumnya berada di

bawah koordinasi Banjar/Lingkungan. Untuk kebutuhan pengelolaan

sampah, Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kabupaten

Jembrana memiliki alat berat berupa buldoser sebanyak 1 (satu) unit, Truck

Loader sebanyak 1 (satu) serta armada truk yang terdiri dari Arm Roll

sebanyak 7 (tujuh) unit, Dump Truck sebanyak 6 (enam) unit dan gerobak

sebanyak 16 (enam belas) buah.

Dump Truck dioperasikan untuk melayani pengangkutan dari TPS ke

TPA yang berbentuk transfer depo. Aktivitas yang terjadi dalam proses

pemindahan sampah dari TPS ke dalam Dump Truck adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas menaikkan sampah ke atas truck umumnya dilakukan oleh

empat orang petugas dimana tiga orang petugas bertugas memasukkan

sampah ke dalam keranjang yang berada di bawah truck. Proses

penaikkan sampah ke atas truk ini memakan waktu yang relatif lama,

karena pemadatan sampah di atas truk dilakukan secara manual.

2. Aktivitas yang berlangsung dsini adalah menaikkan dan mengangkut

sampah ke atas truk dari masing-masing depo. Untuk selanjutnya

diangkut ke TPA.

Arm roll dioperasikan untuk melayani pengangkutan sampah dari TPS

ke TPA yang berbentuk kontainer. Aktivitas yang terjadi dalam proses

25

pemindahan sampah dari TPS/kontainer ke dalam Arm roll adalah sebagai

berikut:

a. Arm roll membawa kontainer kosong dari pool menuju lokasi kontainer

yang sudah penuh berisi sampah.

b. Kontainer kosong diletakkan dan kontainer yang sudah penuh berisi

sampah diangkut ke TPA.

c. Kontainer yang sudah kosong dari TPA diangkut menuju ke lokasi

kontainer yang lain, demikian seterusnya sampai semua sampah di

kontainer terangkut.

Untuk Arm roll tidak begitu banyak membutuhkan tenaga kerja,

karena peletakkan dan pengangkutan kontainer dilakukan secara otomatis

oleh Arm roll.

26

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang yang

merupakan hasil aktivitas manusia maupun alam yang sudah diambil unsur

atau fungsi utamanya (Kuncoro, 2009). Timbulan sampah di Kabupaten

Jembrana cukup besar sekitar 684.80 m3. TPA Peh di Kabupaten Jembrana

memiliki luas lahan 1 Ha dan sampai saat ini ketinggian sampah di TPA

Peh mencapai 10 meter (KLHP, 2012). Pengelolaan sampah didefinisikan

sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan,

pemindahan dan pengangkutan, serta proses dan pembuangan akhir sampah

dimana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk

kesehatan, ekonomi, keteknikan, konservasi, estetika, lingkungan dan juga

terhadap sikap masyarakat (Tchobanoglous et al., 1993). Tempat

pengolahan sampah terpadu (TPST) adalah tempat dilaksanakannya

kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang,

pengolahan dan pemprosesan akhir sampah (Menteri Hukum dan HAM,

2008).

Sistem pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste

Management) didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan program

teknologi dan manajemen untuk mencapai performasi sistem yang tinggi

27

(Tchobanoglous et al., 1993). Pengelolaan sampah termasuk seluruh

kegiatan administrasi, pembiayaan, hukum, perencanaan dan fungsi-fungsi

teknis dalam mengatasi seluruh masalah persampahan. Aspek pembiayaan,

dalam banyak hal seringkali menjadi faktor dominan untuk berjalannya

suatu kegiatan. Demikian halnya dengan proses pengelolaan sampah.

Perkiraan perbandingan pembiayaan dari total pengelolaan sampah yang

diatur dalam tata cara pengelolaan sampah permukiman adalah biaya

pengumpulan 20-40%, biaya pengangkutan 40-60% dan biaya pembuangan

akhir 10-30% (Badan Standarisasi Nasional, 1994). Kondisi lingkungan

disekitar lokasi TPA harus cukup aman terhadap lingkungan pemukiman

serta sarananya. Pembuangan sampah secara rutin ke dalam TPA dapat

menimbulkan pencemaran terhadap perairan baik di permukaan maupun di

dalam tanah. Sampah yang bertambah secara terus-menerus akan

mempengaruhi tingkat degradasi dari sampah tersebut (Pohland dan Harper,

1985).

Maka dalam Perencanaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu

(TPST) sebagai Revitalisasi TPA Peh Kab Jembrana harus menitik beratkan

pada aspek teknis, biaya dan lingkungan.

3.2 Konsep

Dari kerangka berpikir dapat dituangkan dalam kerangka konsep

seperti pada gambar 3.1.

28

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Jumlah sampah yang harus diterima TPA Peh Kab.Jembrana sangat besar. TPA Peh memiliki luas lahan 1 Ha dan ketinggian sampah sampai saat ini mencapai 10 m. TPA Peh sampai saat ini menggunakan sitem Open Dumping. Volume sampah yang setiap harinya terus bertambah, akan terjadi overload dan muncul dampak sosial yang baru

PERMASALAHAN

Sampah adalah suatu bahan buangan hasil aktivitas manusia maupun alam.

Analisis Teknis

Analisis Biaya

Analisis Lingkungan

Aspek teknis pengolahan sampah ditentukan oleh jumlah timbulan sampah, komposisi sampah, dan densitas sampah.

Jumlah timbulan sampah berkaitan dengan jumlah penduduk, semakin bertambah penduduk maka bertambah pula timbulan sampah yang terjadi. Maka diperlukan teknologi dalam mengatasi masalah tersebut.

Aspek pembiayaan pengelolaan sampah ditentukan oleh biaya investasi, biaya operasional, dan pemeliharaan.

Analisis lingkungan khususnya kualitas air tanah sekitar TPA

Standar baku kualitas air berdasarkan Pergub Bali No.8 tahun 2007

1. Timbulan sampah, komposisi sampah dan densitas sampah menentukan aspek teknis.

2. Biaya investasi, biaya operasional dan pemeliharaan menentukan aspek pembiayaan pengelolaan sampah

3. Analisis Lingkungan diperlukan untuk mengetahui kualitas air tanah sekitar TPA.

29

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian diperlukan untuk menentukan tahapan-tahapan

dalam suatu penelitian dengan melihat sistematika yang ada sehingga dapat

dilihat dengan jelas tahapan apa yang memerlukan penekanan perhatian

ataupun kendala-kendala yang mungkin terjadi selama penelitian sampai

dengan penulisan. Langkah-langkah untuk mengantisipasi dapat

dipersiapkan dan strategi untuk mendapatkan solusi yang tepat dapat

ditentukan. Penelitian yang akan dilakukan dituangkan dalam diagram

tahapan penelitian yang tercantum pada Gambar 4.2.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian adalah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Kabupaten Jembrana yang terdapat di Dusun Peh, Desa Kaliakah. dengan

TPA Peh memiliki luas 1 ha. Terletak di dataran tinggi wilayah pertanian

yang jarang penduduk. Sampah yang ada di TPA Peh Kab. Jembrana telah

menumpuk hingga mencapai tinggi 10 meter. Sistem yang digunakan di

TPA Peh sampai saat ini adalah open dumping.

Tempat Pembuangan Akhir sampah di Peh ini sudah bertahun-tahun

digunakan untuk tempat pembuangan akhir. Sebelumnya, sistem yang

30

digunakan adalah mesin pembakar sampah. Lokasi TPA Peh dapat dilihat

dari Gambar 4.1.

Gambar. 4.1 TPA Peh Kabupaten Jembrana

Waktu penelitian ini adalah 3 (tiga) bulan yaitu bulan Juli sampai

dengan September 2013, dengan rincian pengumpulan data primer dan

skunder selama 2 (dua) minggu, serta analisis data yang meliputi analisis

teknis, analisis biaya dan analisis lingkungan selama 2,5 bulan.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibuat untuk menunjukkan batas-batas

bidang yang diteliti. Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Sistem pengelolaan sampah di TPA Peh Kabupaten Jembrana

31

2. Perencanaan TPST dari aspek Tenis, Biaya dan Lingkungan.

3. Sampel yang digunakan adalah Sampah di TPA Peh Kabupaten

Jembrana.

4. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai, observasi,

deskriptif dan analitis.

4.4 Penentuan Sumber Data

Dalam penelitian ini diperlukan data-data yang terbagi dalam data

primer dan data sekunder.

4.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian secara

langsung dengan melakukan pengamatan lapangan maupun pengukuran.

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data primer (Tchobanoglous et

al., 1993) adalah sebagai berikut :

1. Data timbulan sampah, dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

jumlah timbulan sampah yang dihasilkan setiap harinya yang masuk

ke TPA Peh Kabupaten Jembrana.

2. Data komposisi sampah, dilakukan untuk mengetahui persentase

komposisi sampah menurut jenisnya baik sampah basah, sampah

kering, sampah logam dan lainnya. Data komposisi sampah itu juga

digunakan dalam menentukan nilai recovery factor dari masing-

masing jenis timbulan sampah tersebut.

32

3. Data densitas sampah, pengukuran densitas sampah di atas truck

dilakukan dengan mengukur berat sampah di atas kendaraan.

4. Data kualitas air tanah di sekitar TPA Peh Kabupaten Jembrana.

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data primer adalah

sebagai berikut :

a. Pengamatan/observasi lapangan, untuk mengetahui secara langsung

penanganan sampah di TPA dan fasilitas yang tersedia. Pengukuran,

dilakukan dengan mengukur secara langsung terhadap jumlah timbulan

sampah, komposisi sampah, densitas sampah di TPA dan uji kualitas air

tanah di sekitar TPA.

b. Wawancara langsung kepada pihak pengelola sampah (Kantor

Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kabupaten Jembrana).

Wawancara dilakukan untuk mengetahui sistem penanganan sampah

yang telah dilakukan serta data-data lain yang diperlukan baik dari

aspek teknis, pembiayaan, dan lingkungan.

4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yang telah

melakukan penelitian sebelumnya yang diakui secara umum akan

keakuratan datanya atau mewakili populasi yang diteliti. Data sekunder

diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pekerjaan Umum, Biro Pusat

Statistik (BPS), serta laporan hasil penelitian yang berkaitan dengan Tempat

33

Pengolahan Sampah Terpadu dan Tempat Pemprosesan Akhir. Data

sekunder tersebut antara lain meliputi (Permana. 2010):

a. Kondisi Fisik Wilayah (geografi, topografi, kondisi iklim dan luas

wilayah/area studi) serta peta wilayah (lokasi TPA, tata ruang kota, tata

guna lahan, daerah layanan persampahan) yang diperoleh dari instansi

terkait seperti BPS atau Bappeda.

b. Data kependudukan selama 5 tahun terakhir, yaitu data jumlah penduduk,

kepadatan dan tingkat pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari Badan

Pusat Statistik

c. Data mengenai TPA, yang berkaitan dengan luas lahan, sistem

pengelolaan yang telah dilakukan maupun sarana dan prasarana

persampahan dari Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan

Kabupaten Jembrana.

d. Data yang berkaitan dengan aspek finansial seperti APBD untuk

pengelolaan sampah, biaya operasional dan pemeliharaan (BOP) di TPA,

daftar harga satuan upah dan bahan serta data mengenai biaya restribusi

yang dibebankan kepada masyarakat.

e. Data peraturan daerah dan kebijakan tata ruang kota yang diperoleh dari

Dinas Tata Kota dan Bappeda.

34

4.5 Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini dilakukan sesuai standar ataupun

petunjuk-petunjuk yang ada sehingga didapatkan data-data yang

dibutuhkan. Adapun prosedur dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Data timbulan sampah diperoleh dengan melakukan pengukuran

(pencatatan) secara langsung terhadap jumlah sampah yang masuk ke

TPA Peh Kabupaten Jembrana, yaitu berdasarkan ritasi kendaraan

pengangkut sampah yang berjumlah 13 unit yang terdiri dari arm roll

sebanyak 7 unit dan dump truck sebanyak 6 unit serta volume (m3)

masing-masing truck sampah tersebut, pencatatan ini dilakukan setiap

hari berturut-turut selama 1 (satu) minggu (7 hari) (Badan Standarisasi

Nasional, 1995).

2. Data komposisi sampah didapat dengan sampel yang dilakukan

terhadap 2 buah truck pengangkut sampah, dan dipilih secara random

dari 13 unit truck yang masuk ke TPA dan dilakukan selama 7 hari.

Dari setiap truck tersebut diambil sampel sebanyak 100 kg timbulan

sampah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teori perempatan

dimana sampah yang ada di truck dibagi atas 1/4 atau 1/8 atau 1/16

sampai didapatkan berat sampah 100 kg, kemudian dipilah-pilah

untuk setiap jenis sampah dan ditimbang untuk mendapatkan

persentasenya (Badan Standarisasi Nasional, 1995).

3. Data densitas sampah dilakukan dengan sampling terhadap 1 buah

arm roll dan 1 buah dump truck, kedua sampel ditimbang di jembatan

35

timbang milik Dinas Perhubungan Kabupaten Jembrana atau Instansi

lainnya yang memiliki jembatan timbang. Sampel ditimbang baik

dalam keadaan kosong maupun terisi sampah dan dilakukan sebanyak

3 kali (Badan Standarisasi Nasional, 1995).

4. Data kualitas air tanah dilakukan dengan pengambilan sampel air

sumur untuk 3 (tiga) titik pengambilan sampel menggunakan 3 buah

botol plastik ukuran 1 liter. Untuk pengambilan sampel air keperluan

pemeriksaan bakteri, digunakan botol steril berukuran 250 ml. Sampel

air sumur dari sumur pantau TPA dan sumur penduduk yang

bermukim di sekitar TPA (jarak 200 m – 300 m dari TPA).

Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 50 – 10 m

(Kurniawan, 2006).

4.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah diperoleh data primer maupun data

sekunder. Analisis dilakukan untuk mencari jawaban dari permasalahan

yang ada meliputi kajian terhadap aspek teknis, aspek finansial dan aspek

lingkungan.

4.6.1. Analisis Aspek Teknis

Analisis teknis dilakukan untuk mengetahui besarnya volume

timbulan sampah yang harus dikelola di TPA Peh Kabupaten Jembrana,

komposisi sampah yang dihasilkan dan teknik pengolahan sampah yang

36

sesuai dengan potensi ekonomi sampah yang ada. Pada dasarnya dalam

analisis aspek teknis ini dikaji mengenai Perencanaan TPST di TPA Peh

Kabupaten Jembrana sehingga dapat mengatasi masalah persampahan kota.

Adapun analisis teknis (Permana, 2010) yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

a. Analisis proyeksi jumlah penduduk. Perhitungan proyeksi jumlah

penduduk dilakukan untuk mengetahui perkembangan jumlah penduduk

pada beberapa tahun kedepan dengan menggunakan beberapa metoda

perhitungan yang tepat dan sesuai dengan tingkat perkembangan

penduduk tahun-tahun sebelumnya.

b. Analisis proyeksi timbulan sampah. Dalam memproyeksikan timbulan

sampah ini dilakukan dengan mempertimbangkan data timbulan sampah

yang ada dan didasarkan pada proyeksi laju pertumbuhan penduduk.

c. Analisis potensi ekonomi dan potensi reduksi dari sistem pengolahan

terpadu. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui potensi reduksi sampah

yang harus dibuang setelah mengalami proses pemilahan dan pengolahan

sampah yang mempunyai nilai ekonomi dengan mempertimbangkan

faktor-faktor sebagai berikut:

1. Laju timbulan sampah yang masuk ke TPA dan komposisi sampah

yang ada di TPA.

2. Recovery factor sampah yang masuk ke TPA

37

d. Analisis Mass Balance. Analisis ini dilakukan berdasarkan data

komposisi sampah yang masuk ke TPA dan kemudian dilakukan analisis

kesetimbangan massa dengan mempertimbangkan persentase reduksinya.

e. Analisis kebutuhan sarana dan prasarana pada TPST. Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sarana dan prasarana serta tata

letaknya yang sesuai untuk aktivitas yang akan dilaksanakan,

menyesuaikan ketersediaan lahan yang ada untuk melaksanakan

pengolahan sampah dengan sistem terpadu di TPA Peh Kabupaten

Jembrana.

4.6.2. Analisis Aspek Finansial/Pembiayaan

Analisis aspek finansial meliputi analisis terhadap biaya yang

dianggarkan oleh pemerintah Kabupaten Jembrana disektor persampahan,

dan pembiayaan masing–masing kegiatan pengelolaan persampahan. Pada

aspek pembiayaan ini dianalisis besarnya biaya yang dibutuhkan untuk

investasi, operasional dan pemeliharaan (BOP), dan pengolahan di TPST.

Kajian pembiayaan (Kamali, 2002) ini terdiri dari :

1. Biaya investasi, meliputi biaya pengembangan dan pengadaan sarana

prasarana produksi yang diperlukan TPST, misalnya luas lahan, alat berat

dan sebagainya. Sarana dan prasarana yang dikembangkan disesuaikan

dengan sistem pengolahan yang akan dipilih.

2. Biaya operasional dan pemeliharaan, meliputi biaya gaji dan upah

karyawan/pekerja, biaya administrasi, biaya transportasi (bahan bakar,

38

oli, accu/ biaya listrik, biaya air dan sebagainya), termasuk biaya

pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana.

3. Pendapatan, diperoleh dari perhitungan potensi ekonomi pendauran ulang

sampah, berupa penjualan barang-barang yang masih bisa dijadikan

bahan baku untuk daur ulang dan hasil pengolahan sampah seperti

kompos.

4.6.3. Analisis Aspek Lingkungan

Analisis aspek lingkungan khususnya kualitas air tanah dilakukan

dengan uji laboratorium kualitas air pada instansi pemerintah yang

berwenang dan kemudian hasil uji dibandingkan dengan standar baku

kualitas air yang diijinkan sesuai Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun

2007 (Gubernur Bali, 2007).

39

Gambar 4.2 Diagram Tahapan Penelitian

PENGUMPULAN DATA

� Timbulan sampah � Komposisi sampah � Densitas sampah � Recovery Factor � Data kualitas air tanah

DATA PRIMER Pengamatan lapangan dan

pengukuran langsung

KAJIAN PUSTAKA Dasar teori persampahan SNI Persampahan Teori pengelolaan sampah terpadu (TPST) Aspek Pembiayaan Pengelolaan Sampah Aspek Lingkungan

ANALISIS PENGELOLAAN

PERENCANAAN TPST DALAM REVITALISASI TPA PEH

KESIMPULAN DAN SARAN

TUJUAN PENELITIAN

1. Mendapatkan Dokumen Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana dari aspek teknis sehingga dapat memperpanjang umur pakai TPA.

2. Mengkaji kebutuhan biaya investasi, biaya operasional dan pemeliharaan dalam Revitalisasi TPA Peh dengan Perencanaan TPST.

3. Mengkaji aspek lingkungan di TPA Peh Kabupaten Jembrana, sehingga diketahui kualitas air tanah di sekitar TPA.

� Evaluasi teknis pengelolaan sampah meliputi analisis : - Timbulan, Komposisi

(mass balance) - Jenis pengelolaan

� Analisis Potensi ekonomi .

ASPEK TEKNIS

� Kebutuhan investasi � Kebutuhan Biaya Operasional

dan Pemeliharaan ( BOP ) pengolahan

� Analisis pemasukan dari daur ulang dan analisis kelayakan

ASPEK PEMBIAYAAN

� Uji kualitas air tanah � Hasil uji dibandingkan Baku

Mutu Kualitas Air

ASPEK LINGKUNGAN

IDE STUDI

Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam Revitalisasi TPA Peh Kabupaten Jembrana

� Kondisi Fisik Wilayah (Geografis, Topografi, Iklim, Luas Wilayah)

� Peta lokasi TPA & area layanan sampah � Data Kependudukan (Jumlah Penduduk,

Kepadatan & Pertumbuhan Penduduk)

DATA SEKUNDER

38