UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

34
30 UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI Ester Krisnawati, S.Sos., M.I.Kom [email protected] Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, FISKOM, UKSW Abstrak Televisi sebagai salah satu media penyiaran sudah menjadi media massa yang tidak hanya memberikan informasi tapi juga mendidik, menjadi kontrol social dan tentunya memberikan hiburan. Munculnya banyak stasiun televisi baik swasta nasional maupun televise lokal menjadikan pengusaha televisi saling berlomba untuk menyajikan program-program acara yang menarik untuk dapat merebut perhatian pemirsa. Namun, ketatnya persaingan justru menggeser paradigma pihak pengelola stasiun untuk menyajikan program acara yang hanya mementingkan rating. Karena kepentingan rating itulah para pengelola televisi tidak lagi memperhatikan konten acara yang diproduksi. Kebanyakan program acara masih berorientasi pada upaya memanjakan pemirsa dengan totalitas hiburan hingga mengurangi aspek edukasi. Misalnya komedi yang marak pada awal tahun sampai pertengahan 2014 hampir tidak menyisakan pelajaran konstruktif bagi pemirsa, tetapi sekadar gelak tawa. Untuk menciptakan nuansa lucu, beragam cara dilakukan hingga pada tingkat pelecehan nilai kemanusiaan seperti olok-olok dengan kata-kata melecehkan, permainan (gaming) menyakiti dan membahayakan, bahkan mempersamakan manusia dengan hewan. Demikian halnya sinetron, film, dan variety show yang masih menonjolkan unsur kekerasan, pronografi, kata-kata kasar, dan beragam konstruksi nilai budaya yang membahayakan perilaku anak dan remaja. Fenomena ini menjadi studi kasus yang dapat dianalisa untuk memberikan gambaran bagaimana unsur kekerasan sudah sangat kental mewarnai penyiaran program acara di televisi. Beberapa kekerasan terlihat sangat jelas baik kekerasan secara verbal maupun kekerasan fisik. Meskipun dalam serian adegan kekerasan fisik tersebut selalu ada peringatan namun esensi dari pesan yang ditangkap penonton bukan masalah properti yang tidak berbahaya tetapi adegan yang ditampilkan jelas mengandung unsur kekerasan yang tidak patut dipertontonkan.Pada akhirnya bagaimana sikap KPI ataupun KPID dalam kasus tersebut. Kata Kunci : Televisi, Program Acara, Kekerasan, Hiburan A. PENDAHULUAN

Transcript of UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

Page 1: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

30

UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

Ester Krisnawati, S.Sos., M.I.Kom

[email protected]

Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, FISKOM, UKSW

Abstrak

Televisi sebagai salah satu media penyiaran sudah menjadi media massa yang tidak hanya

memberikan informasi tapi juga mendidik, menjadi kontrol social dan tentunya memberikan hiburan.

Munculnya banyak stasiun televisi baik swasta nasional maupun televise lokal menjadikan pengusaha

televisi saling berlomba untuk menyajikan program-program acara yang menarik untuk dapat merebut

perhatian pemirsa. Namun, ketatnya persaingan justru menggeser paradigma pihak pengelola stasiun

untuk menyajikan program acara yang hanya mementingkan rating. Karena kepentingan rating itulah

para pengelola televisi tidak lagi memperhatikan konten acara yang diproduksi. Kebanyakan program

acara masih berorientasi pada upaya memanjakan pemirsa dengan totalitas hiburan hingga mengurangi

aspek edukasi. Misalnya komedi yang marak pada awal tahun sampai pertengahan 2014 hampir tidak

menyisakan pelajaran konstruktif bagi pemirsa, tetapi sekadar gelak tawa. Untuk menciptakan nuansa

lucu, beragam cara dilakukan hingga pada tingkat pelecehan nilai kemanusiaan seperti olok-olok

dengan kata-kata melecehkan, permainan (gaming) menyakiti dan membahayakan, bahkan

mempersamakan manusia dengan hewan. Demikian halnya sinetron, film, dan variety show yang

masih menonjolkan unsur kekerasan, pronografi, kata-kata kasar, dan beragam konstruksi nilai budaya

yang membahayakan perilaku anak dan remaja.

Fenomena ini menjadi studi kasus yang dapat dianalisa untuk memberikan gambaran bagaimana unsur

kekerasan sudah sangat kental mewarnai penyiaran program acara di televisi. Beberapa kekerasan

terlihat sangat jelas baik kekerasan secara verbal maupun kekerasan fisik. Meskipun dalam serian

adegan kekerasan fisik tersebut selalu ada peringatan namun esensi dari pesan yang ditangkap

penonton bukan masalah properti yang tidak berbahaya tetapi adegan yang ditampilkan jelas

mengandung unsur kekerasan yang tidak patut dipertontonkan.Pada akhirnya bagaimana sikap KPI

ataupun KPID dalam kasus tersebut.

Kata Kunci : Televisi, Program Acara, Kekerasan, Hiburan

A. PENDAHULUAN

Page 2: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

31

Televisi bukanlah barang mewah lagi bagi masyarakat di Indonesia, setidaknya

setiap rumah minimal mempunyai satu televisi. Televisi sebagai media penyiaran tidak hanya

mempunyai fungsi untuk menyampaikan informasi kepada khalayak tapi sekaligus berfungsi

untuk mendidik, kontrol sosial dan sekaligus memberikan hiburan. Kelebihan televisi yang

menyajikan gambar visual dan suara menjadikan televisi sebagai media yang diminati

masyarakat dari pada media massa lainnya. Beragam stasiun televisi baik nasional maupun

swasta menyajikan aneka program siaran yang disajikan dengan kualitas gambar dan tata

suara yang baik sehingga menarik perhatian khalayak sebagai penonton.

Penyiaran melalui televisi terlihat lebih kompleks jika dibandingkan dengan

penyiaran melalui radio, namun jika dilihat dari esensi isi program relatif hampir sama antara

siaran televisi dan siaran radio, perbedaannya hanya terletak pada audio visual pada siaran

televisi sedangkan radio bersifat auditif. Siaran televisi memiliki keunggulan yang

menyebabkan masyarakat harus tetap terpaku 4 sampai 6 jam sehari di depan layar kaca

bahkan bisa lebih dari 6 jam. Bagi anak-anak yang sering menonton televisi, memberikan

dampak malas belajar, yaitu sebanyak 53,4% mereka mengakui bahwa waktu belajarnya lebih

sedikit dibandingkan dengan lama waktu menonton televisi (Suprapto, 2006: 1).

Keunggulan televisi sebagai salah satu media yang banyak dikonsumsi oleh kalangan

masyarakat, membuat televisi selalu berinovasi secara terus menurus dalam membuat

Page 3: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

32

program-program baru yang menarik perhatian khalayak. Hal ini semakin diperkuat dengan

munculnya Undang-Undang No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran, sehingga setiap stasiun

televisi mempunyai kebebasan untuk membuat program acaranya sendiri.

Muncul banyaknya stasiun televisi baik televisi swasta nasional maupun televisi

lokal menjadikan para pemiliki stasiun televisi saling berlomba untuk menyiarkan program-

program acara yang menarik untuk dapat merebut perhatian pemirsa. Program acara

merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan stasiun televisi. Namun, dengan

adanya persaingan yang ketat antar stasiun televisi justru menggeser paradigma pihak

pengelola stasiun untuk menyiarkan program acara yang hanya mementingkan rating saja.

Selain menaikkan rating program acara, para pemilik televisi juga berlomba menarik

perhatian pengiklan. Apabila televisi memiliki audiens dalam jumlah besar dan audiens

tersebut memiliki karakteristik yang dicari oleh pemasang iklan maka pendapatan dan

keuntungan akan meningkat juga.

Televisi swasta nasional yang memiliki coverage area dan service area lebih luas

daripada televisi lokal telah mendominasi perolehan iklan dan jumlah penonton televisi di

Indonesia. Menurut data AGB Nielsen bahwa televisi nasional menguasai hampir 97,6% dan

2,4% hanya dikuasai oleh televisi lokal. Jadi pendapatan dan keuntungan stasiun televisi

sangat dipengaruhi oleh program acara. Hal ini berdampak pada usaha penyiaran dan

Page 4: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

33

persaingan antar stasiun televisi. Karena kepentingan rating dan komersial tersebut para

pengelola televisi tidak lagi memperhatikan konten acara yang diproduksi. Kebanyakan

program acara yang disiarkan masih berorientasi pada upaya memanjakan pemirsa dengan

totalitas hiburan sehingga mengurangi aspek edukasi. Akibatnya konten dari setiap program

yang disiarkan oleh televisi saling bersaing secara ketat dan seperti halnya komoditas barang

dagangan maka konten dari siaran televisi semakin mementingkan hiburan semata dan

berpotensi melanggar aturan yang sudah ditetapkan.

Kelebihan secara audio visual dalam penyiaran televisi dalam beberapa hal

menjadikan media televisi mampu mendramatisasi, termasuk kemampuan televisi dalam

memberikan efek dramatis agar tayangan program acara semakin laku dan banyak

penontonnya. Sayangnya program acara yang kerap kali muncul dilayar kaca justru kurang

memperhatikan unsur informasi, pendidikan, sosial budaya, etika dan norma masyarakat.

Ironisnya lagi beberapa program acara yang sifat hiburan semata, ternyata banyak

mengandung unsur kekerasan baik melalui verbal maupun non verbal (fisik). Misalnya saja

adegan-adegan kekerasan fisik dengan cara memukul menggunakan benda (meskipun benda

tersebut berbahan lunak), bantingan, jeweran, menyiran sesuatu seperti tepung atau air,

adegan bertengkar (meskipun hanya berpura-pura) dan juga lontaran kata-kata kasar, hinaan,

Page 5: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

34

sumpah, makian ataupun ejekan. Jadi munculnya kekerasan tidak hanya pada adegan laga

dalam film-film atau sinetron tapi juga muncul dalam program acara komedi.

Fenomena inilah yang terjadi di televisi Indonesia dan tidak mengherankan jika

tayangan kekerasan sudah menjadi sesuatu yang dianggap biasa oleh masyarakat sebagai

penonton. Bahwakan masyarakat tidak berpikir dan tidak mengetahui apakah tayangan

tersebut mempunyai dampak yang berbahaya atau tidak. Bagi pemirsa dalam hal ini

masyarakat, tayangan kekerasan ditelevisi hanyalah sebuah hiburan dan tidak membahayakan,

tapi yang perlu dikawatirkan pemirsa bisa saja mencontoh apa yang dilakukan oleh pelaku-

pelaku kekerasan di televisi. Permasalahan sekarang, masyarakat tidak kritis menanggapi

fenomena ini, bagaimana unsur kekerasa begitu kental mewarnai peyiaran program acara

ditelevisi. Kemudian yang perlu diketahui juga adalah sejauh mana KPI (Komisi Penyiaran

Indonesia) sudah mengatasi permasalahan ini.

B. KAJIAN TEORI

Teori Kultivasi

Gerbner mengatakan, dalam Rasyid (2013: 31) bahwa televisi dimiliki oleh hampir

setiap orang, efeknya menjadi seperti memandang dunia dengan cara yang sama. Gerbner

menyebutnya dengan efek kultivasi, karena televisi dipercaya dapat membuat budaya yang

Page 6: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

35

homogen. Analisis kultivasi membahas masalah totalitas pola yang dikomunikasikan secara

kumulatif oleh televisi dalam waktu terpaan yang panjang, dan bukan oleh suatu isi atau efek

tertentu. George Gerbner memfokuskan penelitiannya beserta rekan-rekannya pada media

televisi. Ia menyatakan bahwa televisi menyajikan kepada penonton suatu cara yang sama

dalam memandang dunia :

Television is centralized system of story-telling. It is part and parcel of our daily

lives. Its dramas, commercials, news, and other programs bring a relatively

coherent world of common image and messages to every home. Television

cultivates from infancy to very predispositions and preferences that used to be

acquired from other primary sources. Transcending historic barriers of literacy

and mobility, television has become the primary common source of socialization

and everyday information (mostly in the form of entertainment) of an otherwise

heterogeneous population. The repetitive pattern of television’s mass-produced

messages and images forms the mainstream of common symbolic environment.

Gerbner menyebut efek televisi ini sebagai kultivasi (cultivation), yang artinya

“penanaman”, istilah yang pertama kali dikemukakan pada tahun 1969. Televisi dengan

segala pesan dan gambar yang disajikannya merupakan proses atau upaya untuk

‘menanamkan’ cara pandang yang sama terhadap realitas dunia kepada khalayak. Teori

kultivasi adalah teori yang memperkirakan dan menjelaskan pembentukan persepsi,

pengertian, dan kepercayaan mengenai dunia sebagai hasil dari mengkonsumsi pesan media

dalam jangka panjang. Televisi dipercaya sebagai instrumen atau agen yang mampu

menjadikan masyarakat dan budaya bersifat homogen (Littlejohn & Foss, 2005:299). Dengan

Page 7: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

36

kata lain, realitas yang khalayak media terima adalah realitas yang diperantarai (mediated

reality). Teori kultivasi tidak membahas efek dari suatu tayangan tertentu (apa yang akan

dilakukan seseorang setelah menonton suatu tayangan), tetapi mengemukakan gagasan

mengenai budaya secara keseluruhan (Morrissan dkk., 2010 : 106-109). Tiga asumi dasar

teori kultivasi :

1) Televisi adalah media yang sangat berbeda.

Televisi merupakan media yang memiliki akses paling besar untuk menjangkau

masyarakat. Televisi mampu menarik perhatian kelompok-kelompok masyarakat

yang berbeda namun sekaligus menunjukkan kesamaannya. Televisi

menggabungkan pesan yang bersifat audio dan visual.

2) Televisi membentuk cara mayarakat berpikir dan berinteraksi.

Asumsi ini masih berkaitan dengan pengaruh tayangan Televisi, pada dasarnya

Televisi tidak membujuk kita untuk benar-benar meyakini apa yang kita lihat di

Televisi, berdasarkan asumsi ini, Teori Kultivasi mensuplay alternative berfikir

tentang tayangan kekerasan di Televisi.

3) Pengaruh Televisi bersifat terbatas.

Page 8: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

37

Berdasarkan observai yang terukur dan independen, pengaruh televisi terhadap

individu dan budaya ternyata relatif kecil. Meski begitu, pengaruh itu etap ada dan

signifikan. Gerbner menyatakan bahwa menonton televisi pada umumnya akan

menghasilkan pengaruh yang berifat kumulatif dan luas dalam hal bagaimana kita

memandang dunia.

Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen sosalisasi dan

menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi

daripada apa yang mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan kawan-kawannya melihat bahwa

film drama yang disajikan di televisi mempunyai sedikit pengaruh tetapi sangat penting di

dalam mengubah sikap, kepercayaan, pandangan penonton yang berhubungan dengan

lingkungan sosialnya. Media massa menanamkan dan memperkuat ide-ide dan nilai-nilai yang

telah terbentuk sebelumnya di dalam masyarakat atau budaya yang telah terbentuk. Media

mempertahankan dan menyebarluaskan nilai-nilai tersebut diantara anggota-anggota

kebudayaan tersebut, dan mengikatnya menjadi sebuah kesatuan.

Kekerasan

1. Kekerasan Fisik

Ketika kita mendengar kata kata kekerasan fisik maka kita akan berpikiran mengenai

tindakan yang dilakukan dengan adanya sentuhan fisik dari pelaku terhadap korban

Page 9: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

38

bagaimanapun caranya. Menurut Sunarto (2009:137) “Kekerasan fisik adalah kekerasan yang

dilakukan oleh pelaku terhadap korban dengan cara memukul, menampar, mencekik,

menendang, melempar barang ketubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau

dengan alat/senjata, menganiaya, menyiksa, membunuh serta perbuatan lain yang relevan”.

Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran dijelaskan mengenai

kekerasan fisik pada pasal yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23

Program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang :

a. Menampilkan secara detail peristwa kekerasan, seperti : tawuran, pengeroyokan,

penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutlasi, terorisme, pengrusakan

barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, atau bunuh diri.

b. Menampilkan manusia atau bagian tubuh yang berdarah-darah, terpotongpotong

atau kondisi yang mengenaskan akibat dari peristwa kekerasan.

c. Menampilkan peristwa dan tndakan sadis terhadap manusia.

d. Menampilkan peristwa dan tindakan sadis terhadap hewan.

e. Menampilkan adegan memakan hewan dengan cara yang tidak lazim.

Kekerasan verbal (verbal violence) diartikan sebagai bentuk kekerasan yang halus

dengan menggunakan kata-kata yang kasar dan jorok dan menghina dan dilakukan secara

Page 10: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

39

lisan. Esensi dari tindakan yang tergolong dalam kekerasan verbal adalah kekerasan yang

dilakukan dengan menggunakan lambang bahasa dan dilakukan secara lisan. (Effendy,

1989:381) sedangkan menurut Waruwu (2010:29) mendefinisikan kekerasan verbal secara

umum berupa penghinaan dengan kata-kata, fitnah, menjelek-jelekkan orang lain, dan

pembunuhan karakter. Sementara, menurut Baryadi dalam Azma (2012:122) kekerasan verbal

adalah perilaku berbahasa kasar seperti memaki, mengancam, mengusir, memfitnah,

memaksa, menghasut, membuat orang malu, menghina dan sebagainya.

Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran dijelaskan mengenai

kekerasan verbal pada pasal 24 yang berbunyi sebgai berikut:

Pasal 24

A. Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara

verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar,

dan/atau menghina agama dan Tuhan.

B. Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas

mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.

Pedoman Perilaku Penyiaran

Page 11: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

40

Pedoman prilaku penyiaran bisadikatan pedoman hidup seseorang yang bekerja di dunia

media massa, khususnya televisi. “Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan

bagi lembaga penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia sebagai panduan

tentang batasan perilaku penyelenggaraan penyiaran dan pengawasan penyiaran nasional”.

(Pasal 1Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (2012: 5). Tujuan dari pedoman

perilaku penyiaran dijelaskan dalam pasal 4 Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku

Penyiaran (2012: 8-9) Pedoman Perilaku Penyiaran memberi arah dan tujuan agar lembaga

penyiaran:

a. Menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan

Republik Indonesia

b. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

c. Menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang

multkultural

d. Menghormati dan menjunjung tinggi etika profesi yang diakui oleh peraturan

perundang-undangan

e. Menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi

f. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia

Page 12: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

41

g. Menghormati dan menjunjung tinggi hak dan kepentingan public

h. Menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja

i. Menghormati dan menjunjung tinggi hak orang dan/atau kelompok masyarakat

tertentu

j. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik

C. PEMBAHASAN

Unsur Kekerasan dan Pelanggaran dalam Program Acara Televisi

Beberapa tahun terakhir, layar pertelevisian di Indonesia diwarnai dengan program

acara yang mayoritas didominasi oleh acara hiburan, sinetron dan variety show. Beberapa

acara sejenis yang memiliki konsep yang sama biasanya mengikuti acara yang telah sukses

sebelumnya kemudian latah mengikuti konsep yang serupa bahkan cast yang sama agar rating

acara tersebut laku ditonton pemirsa. Setiap program acara dikemas dengan menarik, kreatif

dan inovatif agar menarik perhatian pemirsa untuk menontonnya. Akan tetapi kekreatifitasan

dalam memproduksi program acara tersebut mulai diwarnai dengan unsur kekerasan, baik

secara verbal maupun non verbal. Sehingga tayangan kekerasan merupakan tayangan yang

paling sering muncul di televisi. Unsur kekerasan tersebut muncul di berbagai program acara,

Page 13: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

42

tidak hanyak film laga saja, bahkan dalam acara sinetron, reality show, games show, bahkan

acara komedi.

Program acara komedi yang hadir sekarang ini jelas berbeda dengan acara komedi

lima tahun silam. Acara komedi sekarang ini tidak hanya menyajikan adegan-adegan gelak

tawa yang menghibur penontonnya tapi juga banyak mengekspos kekerasan verbal semisal

ejekan yang sengaja ditujukan pada cast yang memiliki kekurangan secara fisik dengan

sebutan yang kasar (misalnya, pesek, tonggos, bokir, dll). Kekerasan lainnya melalui perilaku

non verbal misalnya mendorong cast sampai terjatuh, mengguyur cast dengan tepung, atau

memukul dengan properti lunak atau melakukan hal-hal yang dianggap berlebihan dan dapat

menyakiti orang yang menjadi sasaran kejahilannya tersebut. Semua itu dilakukan dengan

maksud untuk menjadi bahan tertawaan audience.

Program acara lainnya selain komedi, yang juga mengandung unsur kekerasan verbal

dan non verbal adalah sinetron, ftv, ataupun film. Misalnya saja sinetron, kerap kali dalam

sebuah sinetron menonjolkan karakter pemain yang berlebihan seperti terlalu menderita

terlalu jahat, terlalu naïf atau terlalu agresif. Karakter protagonis digambarkan sangat

menderita namun selalu beruntung, karakter antagonis digambarkan terlalu jahat dan licik

sehingga menghalalkan segala cara untuk menjebak si protagonis, karakter naif akan selalu

Page 14: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

43

diolok-olok dan menjadi bahan tertawaan karena kekurangan fisik yang dimiliki dan karakter

agresif tidak jauh berbeda dengan karakter antagonis.

Kekerasan verbal yang terdapat dalam program acara televisi, dapat dikelompokkan

sebagai berikut :

A. Hardikan

Tindakan menghardik yaitu mengata-ngatai dengan kata-kata keras atau membentak.

Bagi anak kecil atau remaja, hardikan dapat menjadi tekanan psikologis yang

mengakibatkan trauma berkepanjangan.

B. Ancaman

Mengancam merupakan maksud untuk melakukan sesuatu yang merugikan,

menyulitkan, menyusahkan atau mencelakakan pihal lain.

C. Umpatan

Mengumpat yaitu memburuk-burukkan orang, mengeluarkan kata-kata keji (kotor)

karena marah (jengkel, kecewa, dsb), mencerca, mencela keras, mengutuk orang

karena merasa diperlakukan kurang baik, atau memaki-maki.

D. Ejekan

Page 15: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

44

Kekerasan verbal yang berupa ejekan bisa menyebabkan orang yang diejek

tersinggung dan membalasnya dengan ejekan lain atau malah terpancing untuk

melakukan tindak kekerasan fisik.

E. Makian

Secara psikologis, orang yang mendapat makian merasakan tekanan psikologis dan

serangan terhadap dirinya.

F. Pelecehan

Pelecehan adalah memandang rendah (tidak berharga), menghinakan, atau

mengabaikan. Pelecehan dapat menyakitkan hati orang yang dilecehkan karena merasa

terhina dan tidak berharga.

G. Tuduhan

Menuduh adalah tindakan menunjuk dan mengatakan bahwa seseorang berbuat kurang

baik, melanggar hukum, atau mendakwa.

H. Paksaan

Paksaan adalah tindakan memaksa orang lain untuk berbuat (melakukan) sesuatu.

Paksaan biasanya diikuti dengan ancaman.

I. Intimidasi

Page 16: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

45

Intimidasi adalah tindakan menakut-nakuti (terutama untuk memaksa orang atau pihak

lain berbuat sesuatu), gertakan, atau ancaman.

J. Hinaan

Kekerasan verbal yang berupa hinaan ini bisa menimbulkan sakit hati bagi orang yang

mendengarnya. Hinaan biasanya berkaitan dengan kekurangan atau kelemahan

seseorang.

Kekerasan non verbal berarti kekerasan yang berupa kekerasan kepada fisik seseorang

melalui perilaku atau sikap. Misalnya seperti mendorong hingga jatuh, memukul (meskipun

dengan benda tumpul atau lunak, mencoret-coret wajah orang lain, dan masiah banyak

lainnya yang berkaitan dengan fisik. Adegan kekerasan tersebut teridentifikasi melakukan

pelanggaran isi siaran. Berikut ini beberapa contoh adegan kekerasan baik dalam program

acara komedi, film, sinetron, variety show atau berita yang dikatakan sebagai pelanggaran :

Jodha Akbar : Program tersebut menayangkan adegan dua orang pria berkelahi

menggunakan pedang, yang dalam perkelahiannya terlihat pedang dan wajah salah

seorang pria tersebut berlumuran darah. Selain perkelahian, juga ada beberapa adegan

pemukulan seperti menampar, memukul dengan senjata, menyeret, menarik rambut.

Sinetron “Aisyah Putri The Series: Jilbab in Love” : Program sinetron tersebut

menayangkan adegan seorang remaja perempuan menyuruh temannya untuk mencium

Page 17: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

46

sandalnya yang telah terkena kotoran kucing, namun karena menolak suruhan itu,

akhirnya kedua remaja perempuan tersebut saling menjambak rambut.

Shafiyah Anak Jamilah : Program tersebut menampilkan adegan dua anak perempuan

(Shafiyah dan Louisa) saling berteriak, kemudian Shafiyah memukul wajah Louisa dan

menjambak rambutnya juga.

Pesbukers : program acara ini banyak menayangkan adegan melempar tepung ke muka

seseorang jika orang tersebut melakukan kesalahan, ada juga adegan memukul dengan

benda lunak.

OVJ (sekarang Kangen OVJ) : sejak mulai tayang di Trans7, OVJ banyak menampilkan

adegan kekerasan, misalnya mendorong seseorang hingga terjatuh diatas sebuah barang

meskipun barang tersebut terbuat dari bahan lunak. Melempar rumput palsu dan juga

tepung ke wajah seseorang. Melempar kue ulang tahun setelah yang bersangkutan

meniup lilin.

Pada program acara komedi terkadang kekerasan fisik sudah direncanakan sebelum

pemain pentas dipanggung, tetapi terkadang juga diluar scenario yang ada. Bagi para pelaku

seni, kekerasan adalah bagian dari cerita atau skenario yang sengaja di buat untuk

memunculkan konflik, hingga pada akhir cerita mencapai sebuah klimaks. Tetapi pada

Page 18: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

47

tayangan komedi kekerasan yang mereka lakukan adalah bentuk improvisasi secara spotanitas

yang dilakukan para pelawak diluar dari naskah atau skenario.

Apapun alasannya menurut penulis kekerasan tidak boleh di jadikan nilai jual dari

sebuah tayangan televisi, karena sangat bertentangan dengan ketentuan Agama dan peraturan

perundang-undangan, akan tetapi hal ini masih kurang diperhatikan oleh pengusaha stasiun

televisi. Perhatian masih tertuju pada keuntungan ekonomi yaitu jika suatu acara manarik

perhatian masyarakat banyak maka akan banyak pula iklan yang akan dipasang oleh para

produsen barang dan atau jasa.

Menurut teori kultivasi yang diungkapkan oleh Gerbner menjelaskan bahwa persepsi

seperti apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan budaya sangat

ditentukan oleh televisi (Nurudin, 2013 : 167). Hal ini berarti penonton belajar tentang dunia,

orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasaannya. Begitu juga apa yang disampaikan

melalui televisi, itu juga yang akan dipelajari dan ditiru oleh penontonnya. Maraknya

tayangan televisi di Indoensia dengan adegan kekerasan yang secara eksplisit dipertontonkan

dalam berbagai acara tentunya akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Jadi, bisa

dikatakan televisi merupakan media yang paling berperan dalam perkembangan tindak

kekerasan.

Page 19: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

48

Telah ditemukan beberapa data mengenai pengaduan terhadap tayangan hiburan televisi

yang makin bobrok dan tidak sehat, mencerminkan adegan kekerasan baik verbal maupun non

verbal (fisik) serta akibat nyata dari tayangan yang ditonton tanpa pengawasan orang dewasa.

Merujuk pada Jurnas.com (2014) dengan judul “Hampir 12 Ribu Aduan Penyiaran Diterima

KPI”, diberitakan bahwa dalam tujuh bulan terakhir, 11.959 aduan diterima Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI), banyak diantaranya yang merupakan acara hiburan.

Terkait dengan kekerasan baik verbal maupun fisik, pada tahun 2014 ada beberapa

sinetron, FTV atau variety show yang teridentifikasi melakukan pelanggaran oleh KPI, yaitu :

1) Pashmina Aisha (RCTI)

Pelanggaran ditemukan pada tayangan 22 April 2014, pukul 20.45 WIB. Program

tersebut menayangkan adegan seorang perempuan dewasa tengah memukul perut dan

kaki temannya dengan menggunakan tongkat baseball.

2) Sinema Keluarga "Antara Ibu dan Istriku" (MNCTV)

Pelanggaran ditemukan pada tayangan 17 April 2014, pukul 08.46 WIB. Program

tersebut menayangkan adegan seorang menantu yang melempari baju kotor kepada ibu

mertuanya dan mendorongnya, memaki kasar dengan sebutan pembantu serta adegan

penamparan oleh ibu mertua.

3) ABG Jadi Manten (SCTV)

Page 20: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

49

Pelanggaran ditemukan pada tayangan 17 April 2014, pukul 17.07 WIB. Program

tersebut menayangkan adegan murid berseragam sekolah tengah memukul kepala

temannya dengan balok kayu

4) Ayah Mengapa Aku Berbeda (RCTI).

Pelanggaran ditemukan pada tayangan 17 April 2014, pukul 18.35 WIB. Program

tersebut menayangkan adegan anak berpakaian seragam sekolah sedang mengintimidasi

salah seorang temannya dengan mengeluarkan kata-kata makian tidak pantas "anak

pembawa celaka, muka tembok, rambut besi, badan batako".

5) Diam-diam Suka (SCTV)

Pelanggaran ditemukan pada tayangan 13 April 2014 pada pukul 18.28 WIB. Program

tersebut menayangkan secara eksplisit adegan perkelahian dan saling pukul antar remaja.

6) FTV Sinema Pagi "Aku Ditinggal Anak Istri Karena Ibu" (Indosiar)

Pelanggaran ditemukan pada tayangan 16 April 2014, pukul 07.57 WIB. Program

tersebut menayangkan adegan anak yang hamil di luar nikah yang menangis sambil

memegang test pack dan ibunya menyuruh anaknya menggugurkan kandungannya.

7) Ganteng-ganteng Serigala (SCTV)

Page 21: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

50

Pelanggaran ditemukan pada tayangan 26 April 2014, pukul 19.20 WIB. Program

tersebut menayangkan secara eksplisit adegan murid berseragam sekolah seolah-olah

tengah memakan kelinci hidup dengan mulut yang berdarah-darah.

8) Yuk Keep Smile (TransTV)

Tayangan yang sempat merajai rating selama akhir 2013 sampai awal 2014 ini cukup

sering mendapat teguran dari KPI, sampai pada puncaknya pada bulan Juni yang lalu,

KPI menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian sementara kepada YKS selama 1 bulan

penuh terkait dugaan pelecehan terhadap seniman betawi Benyamin Sueb. Terkait sanksi

tersebut, akhirnya TRANSTV memutuskan untuk menghentikan tayangan ini karena dari

segi rating juga pada saat itu YKS sangat meredup.

9) Dahsyat (RCTI)

Variety show di pagi hari ini sering mendapat sanksi dari KPI. Diantaranya, sanksi

penghentian tayang selama 3 hari pada Maret 2013 karena dianggap memuat unsur

pelecehan agama. Selain itu, pada Januari 2014 Dahsyat juga mendapat sanksi berupa

pengurangan durasi tayang selama 30 menit per hari selama 3 hari berturut-turut.

10) Pesbukers (ANTV)

Pada Juli 2013, KPI mengeluarkan surat teguran kedua kepada Pesbukers terkait

pelanggaran kode etik penyiaran. Dalam 5 episode saja, KPI menemukan 40 adegan yang

Page 22: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

51

masuk dalam unsur pelanggaran, seperti melecehkan orang dengan kondisi fisik dan

orientasi seks tertentu, melanggar perlindungan anak, dan melanggar norma kesusilaan

dan kesopanan. Pesbukers juga mendapat hukuman berupa pengurangan durasi tayang

selama 30 menit per hari selama 3 hari berturut-turut pada Januari 2014 yang lalu, terkait

adegan berpelukan antara 2 presenter selama 3 menit.

11) D'Terong Show (Indosiar)

Terkait episode 15 Juli 2014, KPI merilis surat teguran karena menemukan pelanggaran

etika. Pada episode tersebut, Irfan Hakim menyebut Rina Nose sebagai janda 7 kali, dan

juga meledek Saipul Jamil dengan julukan duda dibawah umur. Selain itu, KPI juga

mengeluarkan teguran pada September 2014 terkait lagu Belah Duren yang dibawakan

oleh Julia Peres dan Saipul Jamil yang mengandung kata-kata yang tidak santun.

Banyak program acara yang masih suka melakukan pelanggaran atas isi siarannua. Padahal,

didalam aturan Standar Program Siaran (SPS) KPI Tahun 2012 Pasal 24 Ayat (1) dinyatakan

bahwa program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal

maupun nonverbal, atau yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat

manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan. Di

ayat (2) kembali ditegaskan, kata-kata kasar dan makian tersebut mencakup kata-kata dalam

bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing

Page 23: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

52

Kekerasan dalam perspektif Teori Kultivasi

Adanya unsur kekerasan pada banyak program acara di televisi telah memunculkan

kecemasan banyak pihak mulai dari orang tua, guru, bahkan sampai pemerhati media. Tapi

kita sendiri harus tahu sejauh mana sesuatu hal dikatakan sebagai unsur kekerasan. Garbner

membuat kategori kekerasan dengan seperangkat pengukuran yang oyektif dimana Garbner

memilaha mana yang termasuk siaran televisi yang dikatakan ‘bersahabat” dan mana yang

bisa dikatakan sebagai “musuh”. Gerbner merumuskan bahwa kekerasan di media televisi

adalah :

“ekspresi atau tampilan yang nyara dari pamer kekuatan fisik (dengan atau) senjata

termasuk didalamnya menyakiti diri sendiri atau orang lain), adegan-adegan

pemaksaanyang menyebabkan orang lain menderita dan terluka serta bentuk-bentuk

ancaman terhadap orang lian (Griffin 2003 : 381).

Dari kutipan diatas, berarti termasuk dalam kekerasan disini adalah kekerasan fisikal

yang ditampilkan dalam film kartun ataupun film anak, misalnya pada film Tom & Jerry

dimana si Tom yang mengejar dan memukul Jerry hingga gepeng, atau misalnya lagi pada

film Power Rangers dengan adegan mereka menghabisi musih-musihnya yang jahat.

Termasuk juga tayangan-tayangan bencana, kecelakaan, perang, pembunuhan, karena

walaupun setiap adegan tersebut sudah diperhalus sedemikian rupa tapi tetap saja tayangan

tersebut bukan suatu kebetulan, karena penulis naskah dan juga sutradara telah menyisipkan

efek dramatis bahkan traumatis karena ada pemeran atau karakter yang terciderai sampai mati.

Page 24: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

53

Menurut teori ini, media massa khususnya televisi diyakini memiliki pengaruh yang

besar atas sikap dan perilaku penontonnya (behavior effect). Pengaruh tersebut tidak muncul

seketika melainkan bersifat kumulatif dan tidak langsung. Lebih lanjut dapat dikemukakan

bahwa pengaruh yang muncul pada diri penonton merupakan tahap lanjut setelah media itu

terlebih dahulu mengubah dan membentuk keyakinan-keyakinan tertentu pada diri mereka

melalui berbagai acara yang ditayangkan. Satu hal yang perlu dicermati adalah bahwa teori ini

lebih cenderung berbicara pengaruh televisi pada tingkat komunitas atau masyarakat secara

keseluruhan dan bukan pada tingkat individual. Secara implisit teori ini juga berpendapat

bahwa pemirsa televisi bersifat heterogen dan terdiri dari individu-individu yang pasif yang

tidak berinteraksi satu sama lain. Namun mereka memiliki pandangan yang sama terhadap

realitas yang diciptakan media tersebut.

Beberapa program acara televisi, seperti Pesbukers, YKS, Kangen OVJ, sinetron

(misalnya : ganteng-ganteng serigala) tentunya mereka mempunyai target sebagai program

hiburan keluarga. Sebagai program acara keluarga berarti tidak ada batasan umur bagi yang

menontonnya, bahkan usia anak-anak dan remaja juga ikut menonton acara-acara tersebut,

padahal didalam program acara tersebut banyak unsur kekerasan didalamnya baik verbal

maupun non verbal. Dapat dibayangkan akibatnya jika anak-anak maupun remaja secara terus

menerus menyaksikan acara tersebut. Setiap adegan-adegan yang ada jika disaksikan secara

Page 25: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

54

terus menerus pastinya akan memiliki dampak buruk bagi psikis ataupun perilaku

penontonnya.

Menurut Gerbner televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian

sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gambaran tentang adegan kekerasan di

televisi lebih merupakan pesan simbolik, dengan kata lain perilaku kekerasan yang

diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Kekerasan yang

ditayangkan televisi dianggap sebagai kekerasan yang terjadi di dunia ini.

Berdasarkan perspektif kultivasi, penulis mencoba mengkelompokkan tayangan

kekerasan yang ada ditelevisi, yaitu sebagai berikut :

1. Tayangan Kekerasan dalam Bentuk Komedi

2. Tayangan Kekerasan dalam Bentuk Film dan Sinetron

3. Tayangan Kekerasan dalam Bentuk variety atau reality show

4. Tayangan Kekerasan dalam Bentuk Iklan

5. Tayangan Kekerasan dalam Bentuk Berita

Kekerasan sendiri memiliki dimensi estetik mendalam yang membuatnya, sampai batas-

batas tertentu, dapat dikategorikan sebagai seni. Ciri estetik dari kekerasan membuat penonton

yang menyaksikannya merasa terhibur. Aspek menghibur dari adegan kekerasan juga semakin

meningkatkan efek kenikmatan ketika kekerasan itu diramu dalam bentuk humor. Kekerasan

Page 26: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

55

yang dibalut dalam bentuk humor seolah bisa memangkas ciri destruktif dari kekerasan

tersebut, terlebih lagi dengan penayangan yang diulang terus menerus, baik langsung maupun

lewat media, mengakibatkan pemirsa yang menikmati adegan tersebut menjadi tumpul dan

hilang kepekaannya terhadap korban kekerasan di dalamnya dan mungkin pada akhirnya di

dalam realitas sehari-hari. Pada akhirnya kekerasan pun tidak lagi dirasakan sebagai

kekerasan, tetapi sebagai hal yang wajar saja.

Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Sistem Penyiaran Televisi di Indonesia

Keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia atau biasa disingkat KPI adalah bagian dari

wujud peran serta masyarakat dalam hal penyiaran, baik sebagai wadah aspirasi maupun

mewakili kepentingan masyarakat. Hal yang menarik adalah kedudukan lembaga KPI baik

dari sisi Hukum maupun politik, dimana KPI diberi pisisi dan kedudukan sebagai lembaga

kualisi negara atau auxilarry state institution sehingga posisi tersebut menyetarakan posisi

KPI dengan lembaga-lembaga lainnya seperti KPK, Lembaga Arbitrase, BPSK, ataupun

KPPU.

Dalam rangka menjalankan fungsinya KPI memiliki kewenangan menyusun dan

mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran,

pemerintah dan masyarakat. Pengaturan ini mencakup semua proses kegiatan penyiaran,

Page 27: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

56

mulai dari tahap pendirian, operasionalisasi, pertanggungjawaban dan evaluasi. Dalam

melakukan tugasnya tersebut, KPI berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga negara

lainnya, karena spektrum pengaturannya yang saling berkaitan. Ini misalnya terkait dengan

kewenangan yudisial dan yustisial karena terjadinya pelanggaran yang oleh UU Penyiaran

dikategorikan sebagai tindak pidana. Selain itu, KPI juga berhubungan dengan masyarakat

dalam menampung dan menindaklanjuti segenap bentuk apresiasi masyarakat terhadap

lembaga penyiaran maupun terhadap dunia penyiaran pada umumnya.

Dengan demikian KPI berhak mengeluarkan sebuah pengaturan yang berkaitan dengan

kegiatan penyiaran sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Penyiaran bahwa KPI

berhak mengeluarkan Strandar Program Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran.

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran, menegaskan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia mempunyai tugas dan

kewajiban sebagai berikut:

1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan

hak asasi manusia;

2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;

3. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri

terkait;

Page 28: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

57

4. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;

5. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi

masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan

6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin

profesionalitas di bidang penyiaran.

Melihat ketentuan dalam ketentuan tersebut, maka KPI berkewajiban melakukan

pengawasan dan mengontrol program-program dari semua lembaga penyiaran. Disamping itu,

Undang-undang memberikan kebebasan seluas-luas bagi peranan masyarakat untuk

melakukan pemantauan terhadap program-program penyiaran yang ada. Hadirnya KPI

sebagai lembaga independen (bukan pemerintah, atau pelaku penyiaran atau siapapun yang

berkepentingan secara langsung) yang berfungsi sebagai pengatur dunia penyiaran merupakan

langkah maju dalam sistem penyiaran Indonesia. Di berbagai negara, lembaga semacam ini

juga ditemukan untuk mengatur penyiaran. Beberapa lembaga sejenis, diantaranya adalah :

Federal Communications Commision/ FCC (Amerika Serikat), Independent Televisi

Commision (Inggris), Canadian Radio-Televisi and Telecommunications Commision

(Kanada), Australian Broadcasting Athority (Australia), Independent Broadcasting Autority

(Afrika Selatan), Conseil Superieur De L’Aaudio-viseul (Perancis), dan masih banyak lagi.

Page 29: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

58

KPI merupakan wujud dari peran serta masyarakat yang berfungsi untuk mewadahi

aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Sistem penyiaran Indonesia

menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena

frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-

besarnya bagi kepentingan publik. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah

prinsip Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip

keberagaman kepemilikan).

Wewenang KPI adalah (1) Menetapkan standar program siaran; (2). Menyusun

peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran (diusulkan oleh asosiasi atau

masyarakat penyiaran kepada KPI); (3) Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman

perilaku penyiaran serta standar program siaran; (4) Memberikan sanksi terhadap pelanggaran

peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; (5) Melakukan

koordinasi dan atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.

Menyikapi fenomena pelanggaran isi penyiaran televisi, KPI sudah melakukan tugasnya

untuk memberikan teguran, peringatan, bahkan jika tetap diindahkan maka KPI secara tegas

mencabut ijin penyiaran dari program acara yang bermasalah tersebut. Berikut ini contoh

surat teguran yang ditujukan untuk program acara “Jodha Akbar” :

Peringatan Tertulis Untuk Program "Jodha Akbar" ANTV

Rincian

Page 30: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

59

Diterbitkan pada Jum'at, 27 Maret 2015 19:04

Ditulis oleh RG

Dilihat: 550

Tgl Surat 27 Maret 2015

No. Surat /K/KPI/03/15

Status Peringatan

Stasiun TV ANTV

Program Siaran "Jodha Akbar"

Deskripsi

Pelanggaran

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) berdasarkan kewenangan menurut

Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran),

pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis menilai Program Siaran

“Jodha Akbar” yang ditayangkan oleh stasiun ANTV pada tanggal 15 Maret

2015 mulai pukul 12.36 WIB, tidak memperhatikan ketentuan tentang

perlindungan anak-anak dan remaja, pelarangan adegan kekerasan dan

penggolongan program siaran sebagaimana telah diatur dalam Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012.

Program tersebut menayangkan adegan dua orang pria berkelahi menggunakan

pedang, yang dalam perkelahiannya terlihat pedang dan wajah salah seorang pria

tersebut berlumuran darah. KPI Pusat menilai adegan tersebut tidak pantas untuk

tayangkan dan dapat menimbulkan kengerian pada khalayak.

Berdasarkan hal tersebut, KPI Pusat memutuskan untuk memberikan peringatan

agar saudara melakukan evaluasi internal atas program ini dengan tidak lagi

menayangkan adegan serupa baik di program yang sama maupun program

lainnya, karena sesungguhnya pelanggaran terhadap ketentuan pelarangan adegan

kekerasan sebagaimana termuat dalam Pasal 23 SPS KPI Tahun 2012 dapat

berimplikasi pada penghentian sementara mata acara yang bermasalah.

Saudara wajib menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama

dalam penayangan sebuah program siaran. Demikian agar peringatan ini

diperhatikan dan dipatuhi. Terima kasih.

Page 31: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

60

Dalam upaya mengurangi dampak buruk dari penayangan-penayanan program acara

televisi yang kurang mendidik, KPI perlu menguatkan kembali perannya sebagai

penyelenggara ijin dalam penyiaran di Indonesia. Teguran-teguran yang sudah diberikan

seyogyanya terus diikuti dengan kepastian bahwa pelanggaran yang terjadi tidak akan

terulang kembali. Hal ini harus sangat diperhatikan dengan terang dan jelas demi kebaikan

bagi masyarakat Indonesia. Harus ada hubungan timbal balik yang erat dalam mengatasi

masalah ini, baik dari sisi penyiar dan dari mereka yang menikmati tayangan-tayangan

tersebut. Ini adalah tugas kita bersama untuk memastikan tujuan KPI yang sebenar-benarnya

tercapai, dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam dunia penyiaran Indonesia.

D. KESIMPULAN

Dahulu adegan kekerasan hanya menjadi bumbu sebuah program acara, biasanya

hanya terdapat dalam film atau sinetron saja, tapi kita dalam program acara seperti komedi,

variety show bahkan program musikpun ada unsur kekerasan. Kekerasan verbal dan non

verbal (fisik) yang muncul dalam acara televisi akhir-akhir ini nampaknya tidak cukup

sekadar sebagai bumbu, tetapi menjadi menu utama. Padahal, acara-acara ditelevisi tidak

Page 32: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

61

hanya menjadi makanan sehari-hari orang dewasa, anak kecil pun setiap hari menikmatinya.

Lama-kelamaan kekerasan verbal ini menjadi hal yang biasa dan terbawa dalam kehidupan

sehari-hari.

Tatkala masyarakat diterpa oleh pesan kekerasan, masyarakat menganggap realitas

media tidak berbeda dengan realitas nyata. Terkadang pengelola televisi merasa tidak sadar

apa yang dilakukannya kepada masyarakat, demi kepetingan mereka sendiri, Mereka telah

mengabaikan kepentingan pihak lain. Meski Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah

mengeluarkan regulasi atau aturan tentang penyiaran televisi tapi terkadang praktisi televisi

bisa menantang, bahwa peraturan itu berlaku di dataran etis saja. Sebagai aturan etis maka

sanksinya adalah moral. Melanggar aturan etis, ternyata bukan hal yang menakutkan bagi

praktisi televisi. karena aspek moralitas bukanlah faktor yang sangat penting bagi praktisi

media di Indonesia.

Seharusnya regulasi yang dibuat oleh negara mengenai kekerasan jelas dan tidak

simpang siur serta memiliki batas-batas kekerasan yang jelas dalam media massa. Sejauh

mana kekerasan dalam media bisa menyebabkan traumatisme, kekecauan kepribadian, stres,

kegelisahan dan rasa malu (Haryatmoko, 2007:126). Namun program televisi lawakan yang

menghasilkan adegan kekerasan, sangat di gemari oleh masyarakat Indonesia, seharusnya kita

harus lebih teliti untuk mimilih program mana yang sangat layak untuk ditonton dan kita

Page 33: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

62

sebagai masyarakat Indonesia harus lebih kritis terhadap dunia pertelevisian Indonesia demi

kemajuan pertelevisian di negara kita. Sedangkan pertelevisian Indonesia harus kembali jalur

aman untuk memberikan informasi yang fakta dan hiburan yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Morissan, M.A. 2008. Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi.

Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Littlejohn, Stephen W; Karen A.F. 2005. Theories of Human Communication. Thomson.

McQuail, Dennis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Morrisan; Andy C.W & Farid H.U. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor : Ghalia Indonesia.

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala E. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media.

Devito, Joseph A., 1997. Komunikasi Antarmanusia Kuliah Dasar. Jakarta: Professional

Books.

Dominick, Joseph R. 1990. The Dynamick of Mass Communication. New York: Random

House.

Griffin, Emory A. 2004. A First Look At Communication Theory. New York: McGraw-Hill.

Page 34: UNSUR KEKERASAN DALAM PROGRAM ACARA DI TELEVISI

63

Mulyana, Deddy. 2008. Komunikasi Massa (Kontroversi, Teori, dan Aplikasi). Bandung :

Widya Padjajaran.

Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang : Cespur.

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Werner dan James, 2008, Teori Komunikasi. Jakarta : Prenada Media.

Anderson, C.A., Leonard Berkowitz, Edward Donnerstein,Niel M. Malamuth, & Ellen

Wartella.(2003).

KPI. Siaran Pers Tayangan-tayangan yang Bermasalah. www.kpi.go.id diakses pada tanggal

25 Maret 2015 pukul 20:57.

Standar Program Siaran KPI. 2012.

CURRICULUM VITAE

Ester Krisnawati, S.Sos., M.I.Kom., lahir di kota Kudus 26 Mei 1986. Sekarang ini tinggal

dan menetap di Kota Salatiga, Jawa Tengah. Bekerja sebagai staff pengajar di Program Studi

Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Satya

Wacana sejak tahun 2012. Lulus dari Program studi Komunkasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Komunikasi, UKSW tahun 2009 dan Menyelesaikan Studi di Megister Ilmu Komunikasi

jurusan Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas

Sebelas Maret Surakarta tahun 2011. Bidang keahlian yang diminati yaitu bidang Komunikasi

Pemasaran, Manajemen Program Komunikasi, Komunikasi Pariwisata.