UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7...

87
UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA LUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA PARAMEDIS DI RUMKITAL Dr. MIDIYATO S - TANJUNGPINANG TAHUN 2012 TESIS Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Penyusunan Tesis Program Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja JOHAN INTAN NRM 1106040341 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Depok - 2013 Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TERJADINYA LUKA TUSUK JARUM SUNTIK

PADA PARAMEDIS

DI RUMKITAL Dr. MIDIYATO S - TANJUNGPINANG

TAHUN 2012

TESIS

Diajukan

Dalam Rangka Memenuhi Tugas Penyusunan Tesis

Program Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja

JOHAN INTAN

NRM 1106040341

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM MAGISTER

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Depok - 2013

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baikyang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama

NPM

Tanda Tangan

: Johan Intan

:1106040341

Tanggal : 12 Januari2013

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama : Johan IntanNPM : 1106040341Program Studi: Magister Keselamatan dan Kesehatan KerjaJudul Tesis : FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LUKA

TUSUK JARUM SUNTIK PADA PARAMEDIS DI RUMKITALDR. MIDIYATO S - TANJUNGPINANG TAHUN 2012

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagaipersyaratan yang diperlukan untuk memperoleh Gelar Magister Keselamatandan Kesehatan Kerja pada Program Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja,Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing DR. Ir. Sjahrul M Nasri, MSc in Hyg. / ̂

Penguji dalam 1

Penguji dalam 2

: DR. Dr. L. Meily Kurniawidjaya,MSc., SpOk.

DR. Robiana Modjo, SKM, MKes. (

Penguji luar 1 : Djamal Thaib, BSc, SIP, Msc.

Penguji luar 2 Drg. Heny D Mayawati, MKKK

Ditetapkan diTanggal

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Win 7
Typewriter
Win 7
Textbox
ii
Page 4: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

iii

KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini yang diajukan

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan

Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Tesis ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya

dorongan dan kontribusi dari berbagai pihak, oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. DR. Ir. Sjahrul M Nasri, MSc in Hyg, selaku pembimbing

yang telah meluangkan waktu dan kesabarannya dalam

memberikan arahan dan bimbingan hingga akhir penulisan

tesis ini.

2. DR. Dr. L. Meily Kurniawidjaja, MSc, SpOK dan para

penguji yang telah bersedia menjadi penguji mulai dari

seminar proposal, seminar hasil sampai seminar te sis ini.

3. Kolonel Laut (K) Dr. IDG Nalendra DI SpB, SpBTKV (K)

Kepala Rumah Sakit TNI AL Dr. Midiyato S yang telah

mengijinkan dan memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melakukan penelitian di rumah sakit ini.

4. Letkol Laut (K) Dr. Achmad Syaiful HD, SpKJ sebagai

Wakamed RUMKITAL Dr. Midiyato S yang telah banyak

membantu dan memberikan kemudahan akses dalam proses

penelitian.

5. Mayor Laut (K) Deni S, MKep, MARS. sebagai Kasubbag

Rawat Jalan dan Mayor Laut (K) Drg. Slamet Sutomo,

Dipl. CE, SpOrt yang telah banyak membantu dalam proses

penelitian.

6. Dr. Hj. Augustine PA, SpPD selaku ketua IDI Cabang

Tanjungpinang yang telah banyak membantu penulis dalam

mengakses key persons terkait penelitian.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

iv

7. Pimpinan, staf pengajar, dan staf sekretariat Departemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

8. Seluruh staf dan karyawan RSAL Dr.Midiyato S khususnya

yang telah banyak membantu penulis dalam proses

penelitian.

9. Seluruh staf dan karyawan Klinik Intan Medika yang telah

banyak membantu penulis dalam proses penelitian.

10. Ketua grup dan rekan rekan kuliah yang selalu menjalin

kerjasama, komunikasi, dan memberikan motivasi selama

penyusunan tesis ini.

11. Kepada semua pihak yang belum disebutkan dan telah

mendukung penyelesaian tesis ini, saya haturkan terima

kasih yang sebesar-besarnya.

Ucapan terima kasih yang paling mendalam khususnya

penulis sampaikan kepada Lina - istri tercinta, Ray dan Sean –

kedua putra tersayang, yang senantiasa memberikan dorongan,

pengertian, kasih sayang dan pengorbanan selama proses

pendidikan dan penelitian.

Penulis telah berdaya-upaya semaksimal mungkin dalam

penyusunan tesis ini, namun demikian demi mendapatkan hasil

yang lebih baik lagi penulis mengaharapkan kritik dan saran dari

semua pihak.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Depok, 12 Januari 2013

Penulis

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangandibawah ini :

Nama : Johan IntanNPM : 1106040341Departemen : Keselamatan dan Kesehatan KerjaFakultas : Kesehatan MasyarakatJenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk meberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Royalti Bebas Non Ekslusif (Non Exclusive Royalty-Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYALUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA PARAMEDIS DI RUMKITAL Dr.MIDIYATO S - TANJUNGPINANG TAHUN 2012

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Royalti Bebas NonEkslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih-media/memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database). Merawat danmempublikasikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANTERJADINYA LUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA PARAMEDIS DIRUMKITAL Dr. MIDIYATO S - TANJUNGPINANG TAHUN 2012" tugasakhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dansebagai pemilik Flak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : DepokPada Tanggal : 12 Januari 2013Yang Menyatakan

( Johan Intan

IV

UNIVERSITAS INDONESIAFaktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Win 7
Textbox
v
Page 7: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama

NPM

Mahasiswa

Tahun Akademik

:Johan Intan

: 1106040341

: Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Fakultas Kesehatan Masyarakat

:2013

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesissaya yang berjudul :

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYALUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA PARAMEDIS DI RUMKITAL Dr.MIDIYATO S - TANJUNGPINANG TAHUN 2012

Apabila suatu saat terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan menerimasanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

METERAITEMPEL

Depok, 12 Januari 2013

?/"\53308ABF47971430/ \ ^

(Johan Intan)

ENAM RIBU RUFIAH

w

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Win 7
Textbox
vi
Win 7
Textbox
Page 8: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

vi

ABSTRAK

Nama : Johan Intan

Program Studi : Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Judul : FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TERJADINYA LUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA

PARAMEDIS RUMKITAL Dr. MIDIYATO S -

TANJUNGPINANG TAHUN 2012

Paramedis dalam bekerja sehari-hari menghadapi risiko LTJS dan dapat berdampak infeksi. RUMKITAL Dr. Midiyato S berkedudukan di Kota Tanjugpinang Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau yang mempunyai prevalensi HIV tinggi, menggunakan jarum suntik rata rata 200 buah per hari. Kejadian LTJS dan faktor faktor yang mempengaruhinya belum terdata baik.

Telah dilakukan penelitian cross sectional di RUMKITAL Dr. Midiyato S dan didapatkan insiden LTJS pada tahun 2012 sebesar 80% di mana faktor persepsi terhadap risiko LTJS, faktor reinforcing, dan faktor enabling berhubungan signifikan dengan kepatuhan paramedis dalam melakasanakan kewaspadaan universal. Faktor enbaling juga berhubungan signifikan dengan keamanan menyuntik. Kepatuhan dan keamanan menyuntik selanjutnya berhubungan signifikan dengan kejadian LTJS.

Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan secara berurutan adalah faktor reinforcing (p = 0.000; α = 0,05, OR = 99,000), faktor enabling (p= 0,000, α = 0,05, OR =11,160), dan faktor persepsi (p = 0,00; α = 0,05, OR = 4,677).

Faktor yang paling dominan berhubungan dengan LTJS secara berurutan adalah faktor keamanan menyuntik (p = 0,000; α = 0,05, OR = 63,000) dan faktor kepatuhan (p = 0,000; α = 0,05, OR = 42,429).

Kata kunci:

Paramedis - LTJS - persepsi – reinforcing – enabling – kepatuhan –

keamanan menyuntik.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

vii

ABSTRACT

TOPIC : FACTORS CORRELATING WITH NEEDLE STICK

INJURIES ON PARAMEDICS AT DR. MIDIYATO S -

TANJUNGPINANG NAVAL HOSPITAL IN YEAR 2012.

Paramedics on carry out duties are contracting the risk of needle stick injuries (NSI) and possible infections. Dr. Midiyato S Naval Hospital is located in Tanjungpinang The Capital City of Kepulauan Riau Province where high prevalance of HIV infection takes place. Dr. Midiyato S Naval Hospital (DMSNH) utilizes an average of 200 needles per day. Incidence and factors correlating to NSI are unidentified.

A cross sectional study is completed at DMSNH in year 2012. The incidence of NSI was 80%, whereas factors correlated to paramedics’compliance to universal precaution practice are perception, reinforcing factors, and enabling factors. Enabling factors are also correlated to injection safety. Paramedics’ compliance and injection safety are in turn correlated to NSI incidence.

Factors ranging from most correlated to compliance are reinforcing factors (p = 0.000, α = 0,05, OR = 99,000), enabling factors (p = 0,000, α = 0,05, OR =11,160), and perception (p = 0,00, α = 0,05, OR = 4,677).

Factors ranging from most correlated to NSI are injection safety (p value = 0,000; α = 0,05, OR = 63,000) dan paramedics’ compliance (p value = 0,000; α = 0,05, OR = 42,429).

Key words:

Paramedic - NSI – perseption factors – reinforcing factors – enabling

factors – compliance – injection safety.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN KATA PENGANTAR iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v

HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT vi

ABSTRAK vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR BAGAN xv

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Perumusan masalah 2

1.3 Pertanyaan penelitian 2

1.4 Tujuan penelitian 2

1.4.1 Tujuan umum 2

14.2 Tujuan khusus 2

1.5 Manfaat penelitian 3

1.5.1 Manfaat bagi pihak rumah sakit 3

1.5.2 Manfaat bagi keilmuan K3 3

1.5.3 Manfaat bagi mahasiswa 3

1.6 Ruang lingkup penelitian 3

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN KATA PENGANTAR iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v

HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT vi

ABSTRAK vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR BAGAN xv

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Perumusan masalah 2

1.3 Pertanyaan penelitian 2

1.4 Tujuan penelitian 2

1.4.1 Tujuan umum 2

14.2 Tujuan khusus 2

1.5 Manfaat penelitian 3

1.5.1 Manfaat bagi pihak rumah sakit 3

1.5.2 Manfaat bagi keilmuan K3 3

1.5.3 Manfaat bagi mahasiswa 3

1.6 Ruang lingkup penelitian 3

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

x

BAB II 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Definisi luka tusuk jarum suntik (LTJS) 5

2.2 Infeksi patogen darah 6

2.3 Faktor faktor yang melandasi terjadinya LTJS 7

2.3.1 Umur 7

2.3.2 Jenis kelamin 8

2.3.3 Masa kerja 8

2.3.4 Tingkat pendidikan 8

2.3.5 Pelatihan kewaspadaan universal 8

2.3.6 Persepsi terhadap risiko LTJS 8

2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan

kewaspadaan universal 9

2.3.8 Pengawasan pelaksanaan SOP 9

2.3.9 Reward 9

2.3.10 Kebijakan penggunaan jarum suntik safety design 10

2.3.11 Sharps container 10

2.3.12 APD (alat pelindung diri) 10

2.3.13 Kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan universal 11

2.3.14 Tingkat keamanan (safety) menyuntik 11

2.3.15 Kewaspadaan universal 12

2.3.16 Post exposure prophylaxis (PEP) 13

2.4 Hirarki Kontrol 13

2.5 Health belief model (HBM) 14

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

xi

2.6 Green model 15

2.7 Skala Likert 17

BAB III 19

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP,

DAN DEFINISI OPERASIONAL 19

3.1 Kerangka teori 19

3.2 Kerangka konsep 19

3.3 Definisi operasional 21

BAB IV 26

METODE PENELITIAN 26

4.1 Rancangan penelitian 26

4.2 Lokasi dan waktu penelitian 26

4.3 Kriteria inklusi dan eksklusi 26

4.4 Populasi dan sampling 27

4.5 Metode pengumpulan data 28

4.6 Pengelolaan Data 28

4.7 Skala pengukuran 29

4.8 Uji validitas dan realibilitas instrumen 30

4.8.1 Validitas instrumen 30

4.8.2 Realibilitas Instrumen 31

4.9 Analisis Data 32

4.9.1 Analisis distribusi frekuensi 32

4.9.2 Analisis hubungan antara variable independen dan dependen 32

4.9.3 Keterbatasan metodologi penelitian 33

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

xii

BAB V 35

HASIL PENELITIAN 35

5.1 Uji validitas dan reabilitas kuesioner 35

5.1.1 Uji validitas 35

5.1.2 Uji reliabilitas 35

5.2 Distribusi frekuensi 37

5.2.1 Distribusi frekuensi LTJS 37

5.2.2 Distribusi frekuensi LTJS berdasarkan jenis kelamin 37

5.2.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden 38

5.3 Hubungan persepsi, reinforcing, dan enabling dengan kepatuhan 43

5.3.1 Hubungan persepsi dengan kepatuhan 43

5.3.2 Hubungan faktor reinforcing dengan kepatuhan 44

5.3.3 Hubungan faktor enabling dengan kepatuhan 44

5.4 Hubungan faktor enabling dengan keamanan 45

5.4.1 Hubungan faktor enabling dengan keamanan 45

5.5 Hubungan keapatuhan dan keamanan menyuntik dengan kejadian LTJS 46

5.5.1 Hubungan kepatuhan dengan kejadian LTJS 46

5.5.2 Hubungan keamanan menyuntik dengan LTJS 46

5.6 Hubungan indikator indikator kepatuhan dengan kejadian LTJS 47

5.6.1 Hubungan membaca SOP dengan LTJS 47

5.6.2 Hubungan memperlakukan sampel infeksisus dengan LTJS 47

5.6.3 Hubungan konsistensi memakai sarung tangan dengan LTJS 48

5.6.4 Hubungan pengawasan dengan LTJS 48

5.6.5 Hubungan pengawasan reguler dengan LTJS 49

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

xiii

5.6.6 Hubungan mendapat reward dengan LTJS 49

5.6.7 Hubungan mendapat sertifikat dengan LTJS 50

5.7 Hubungan indikator indikator keamanan dengan Kejadian LTJS 50

5.7.1 Hubungan upaya non recapping dengan LTJS 50

5.7.2 Hubungan menampung alat suntik bekas di sharps container

dengan LTJS 51

5.7.3 Hubungan eliminasi jarum suntik dengan LTJS 51

5.7.4 Hubungan penggunaan sistem intravena tanpa jarum dengan LTJS 52

5.7.5 Hubungan penggunaan jarum suntik safety design dengan LTJS 52

BAB VI 53

PEMBAHASAN 53

6.1 Hubungan persepsi, faktor reinforcing, faktor enabling dengan kepatuhan 53

6.5 Hubungan keamanan menyuntik dengan LTJS 54

6.6 Faktor yang paling dominan berhubungan dengan LTJS 54

6.7 Hubungan indikator kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan universal

dengan kejadian LTJS. 54

BAB VII 57

SIMPULAN DAN SARAN 57

7.1 SIMPULAN 57

7.2 SARAN 59

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 62

LAMPIRAN 1: PERMOHONAN PENGISIAN KUESIONER 62

LAMPIRAN 2: LEMBARAN PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER 63

LAMPIRAN 3: KUESIONER 64

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

xiv

LAMPIRAN 4: SURAT PERMOHONAN IJN PENELITIAN 70

LAMPIRAN 5: SURAT IJIN PENELITIAN 71

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi frekuensi LTJS paramedis RDMS tahun 2012 46

Tabel 2. Distribusi frekuensi LTJS berdasarkan jenis kelamin pada paramedis

RDMS tahun 2012 46

Tabel 3. Distribusi frekuensi paramedis RDMS tahun 2012 47

Tabel 4. Distribusi faktor persepsi, faktor reinforcing, faktor enabling, faktor

kepatuhan, dan faktor keamanan menyuntik pada paramedis RDMS

tahun 2012 49

Tabel 5. Distribusi indikator indikator kepatuhan pada paramedis RDMS

tahun 2012 50

Tabel 6. Distribusi indikator indikator keamanan menyuntik pada paramedis

RDMS tahun 2012 51

Tabel 7. Hasil uji chi-square hubungan persepsi dengan kepatuhan paramedis

RDMS tahun 2012 52

Tabel 8. Hasil uji chi-square hubungan reinforcing dengan kepatuhan paramedis

RDMS tahun 2012 53

Tabel 9. Hasil uji chi-square hubungan enabling dengan kepatuhan paramedis

RDMS tahun 2012 53

Tabel 10. Hasil uji chi-square hubungan faktor enabling dengan keamanan

menyuntik pada paramedis RDMS tahun 2012 54

Tabel 11. Hasil uji chi-square hubungan kepatuhan dengan kejadian LTJS pada

paramedis RDMS tahun 2012 55

Tabel 12. Hasil uji chi-square hubungan keamanan menyuntik dengan kejadian

LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012 55

Tabel 13. Hasil uji chi-square hubungan membaca SOP dengan LTJS

paramedis RDMS tahun 2012 56

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

xv

Tabel 14. Hasil uji chi-square hubungan konsistensi memperlakukan sampel

infeksisus dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012 56

Tabel 15. Hasil uji chi-square hubungan memakai sarung tangan dengan

LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012 57

Tabel 16. Hasil uji chi-square hubungan pengawasan dengan LTJS pada

paramedis RDMS tahun 2012 57

Tabel 17. Hasil uji chi-square hubungan pengawasan reguler dengan LTJS

pada paramedis RDMS tahun 2012 58

Tabel 18. Hasil uji chi-square hubungan mendapat reward dengan LTJS

pada paramedis RDMS tahun 2012 58

Tabel 19. Hasil uji chi-square hubungan mendapat sertifikat dengan LTJS

pada paramedis RDMS tahun 2012 59

Tabel 20. Hasil uji chi-square hubungan upaya non recapping dengan LTJS

pada paramedis RDMS tahun 2012 59

Tabel 21. Hasil uji chi-square hubungan menampung alat suntik bekas di

sharps container dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012 60

Tabel 22. Hasil uji chi-square hubungan eliminasi jarum suntik dengan

LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012 60

Tabel 23. Hasil uji chi-square hubungan penggunaan sistem intravena tanpa

jarum dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012 61

Tabel 24. Hasil uji chi-square hubungan penggunaan jarum suntik safety design

tanpa jarum dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012 61

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Modifikasi HBM menurut Champion & Skinner 15

Bagan 2. Model PRECEDE – PROCEED menurut Green 17

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

1

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam bekerja sehari-hari Petugas Pelayanan Kesehatan (PPK)

berhadapan dengan risiko luka tusuk jarum suntik (LTJS) di mana jarum suntik

dapat membawa-serta patogen darah seperti virus hepatitis B (HBV), virus

hepatitis C (HCV), HIV (human immunodeficiency virus), dan dua puluh lebih

patogen lainnya, yang berdampak infeksi di mana peluang terjangkit infeksi

Hepatitis B ~ 30%, Hepatitis C ~ 10%, dan HIV ~ 0.3% (ICN, 2000)

Menurut WHO setiap tahun sebanyak 12 miliar suntikkan dilakukan di

seluruh dunia, dan setiap tahun sebanyak 3 juta orang terkena LTJS (Stoker,

2004). World Health Report 2002 melaporkan bahwa sebanyak 2 juta dari 35 juta

PPK di dunia terpajan infeksi per kutaneus per tahun (WHO, 2002)

Di Amerika Serikat diperkirakan PPK di rumah sakit menderita LTJS dan

luka akibat alat medis tajam lainnya sebanyak 385,000 kasus per tahun atau 1,000

kasus per hari (CDC, 2008). Di Indonesia, dalam Kepmenkes Nomor :

1087/MENKES/SK/VIII/2010 mencantumkan, penelitian dr. Joseph tahun 2005-

2007 mencatat bahwa proporsi LTJS mencapai 38-73% dari total petugas

kesehatan (Rival, 2012).

Faktor faktor yang melatar-belakangi terjadinya LTJS bervariasi di setiap

tempat kerja. Faktor predisposisi, faktor penguat (reinforcing factors), faktor

pemungkin (enabling factors) yang mempengaruhi perilaku seseorang pada model

Green tentang perilaku dan gaya hidup sehat, misalnya kepatuhan dan keamanan

menyuntik, dapat dipakai sebagai dasar untuk menjelaskan kejadian LTJS

(Green, 2012). Paramedis yang bertugas di rumah sakit terpajan risiko LTJS

dengan dampak infeksi yang menjadi kendala keselamatan kerja dan kesehatan

bagi mereka sekaligus tanggung jawab rumah sakit untuk menjamin keselamatan

dan kesehatan kerja paramedis.

RUMKITAL Dr Midiyato S (RDMS) berkedudukan di Tanjungpinang ibu

kota provinsi Kepulauan Riau adalah RUMKITAL Tingkat II milik TNI AL dan

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

2

UNIVERSITAS INDONESIA

merupakan RUMKITAL rujukan untuk wilayah LANTAMAL IV yang melayani

kesehatan anggota TNI AL dan umum. RDMS terakreditasi Kementrian

Kesehatan RI untuk 5 bidang pelayanan, mampu melayani 300 pasien per hari,

berkapasitas 157 tempat tidur, memiliki 14 spesialisasi dengan 16 dokter

spesialis, 12 dokter umum, dan 330 paramedis.

Peneliti tertarik untuk menganalisa faktor faktor apa saja yang

mempengaruhi LTJS di RDMS.

1.2 Perumusan Masalah

RDMS menggunakan jarum suntik sebanyak 73.000 buah per tahun atau

200 buah per hari, namum demikian kejadian luka tusuk jarum suntik belum

terdata.

Prevalensi HIV per Juni 2012 di provinsi Kepulauan Riau sebesar 25.31

per 100.000 atau ranking ke lima secara nasional setelah Papua 171.70, Bali

70.81, DKI Jakarta 53.27, dan Kalimantan Barat 30.89 per 100.000 (Yayasan

Spiritia, 2012).

Faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya LTJS tersebut belum

teridentifikasi.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan pada penelitian ini adalah:

1. Faktor faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian LTJS?

2. Faktor faktor apa saja yang dominan ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian adalah untuk mengetahui atau identifikasi

mengenai factor faktor berhubungan dengan kejadian LTJS pada paramedis di

RMDS.

14.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko berhubungan dengan

kejadian LTJS paramedis di RMDS, yaitu faktor persepsi,

faktor reinforcing, faktor enabling, faktor kepatuhan dan

faktor keamanan.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

3

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Menentukan faktor dominan yang berhubungan dengan

LTJS di RMDS.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat bagi pihak rumah sakit

1. Sebagai masukan atau informasi tentang kejadian LTJS, faktor

faktor yang berhubungan dengannya.

2. Sebagai masukan untuk penyusunan program guna meminimalkan

kejadian LTJS melalui pengendalian faktor faktor yang

berhubungan.

1.5.2 Manfaat bagi keilmuan K3

1. Memperkaya informasi studi tentang kejadian LTJS, faktor faktor

berhubungan dengan kejadian LTJS.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang berhubungan

dengan kejadian LTJS berhubungan dengan kejadian LTJS.

1.5.3 Manfaat bagi mahasiswa

1. Merupakan media pemahaman terhadap LTJS dan faktor faktor

yang berhubungan dengannnya.

2. Sebagai bentuk aplikasi keilmuan K3 khususnya mengenai

kejadian LTJS dan faktor faktor yang berhubungan dengannnya.

1.6 Ruang lingkup penelitian

1. Subyek Studi

Subyek studi ini adalah paramedis RDMS Tanjungpinang.

2. Periode Studi

Penelitian ini dilakukan pada bulan November s/d Desember 2012

3. Lokasi Studi

Penelitian ini dilakukan di RDMS Tanjungpinang pada Instalasi

Gawat Darurat, Rawat Inap, ICU, Kamar Bedah, dan Laboratorium.

4. Aspek Studi

Aspek studi ini meliputi pengkajian faktor faktor yang mendasari

kejadian LTJS guna membantu RMDS dalam upaya meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja paramedis, dan upaya menurunkan

insiden LTJS.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

4

UNIVERSITAS INDONESIA

5. Design Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional .

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi luka tusuk jarum suntik (LTJS)

The Canadian Centre for Occupational Health and Safety (CCOHS)

menyatakan LTJS sebagai luka menembus kulit karena tertusuk jarum suntik

secara tidak sengaja dan dapat menularkan penyakit infeksi terutama virus

patogen darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C (CCOHS, 2005).

The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)

mendefinisikan LTJS sebagai luka yang disebabkan oleh jarum suntik seperti

jarum hipodermik, jarum pengambilan darah, stylet intravena, dan jarum yang

digunakan untuk menghubungkan bagian dari sitem intravena (NIOSH - CDC,

1999).

Pada tahun 2008, CDC (Centre of Dsesase Control and Prevention of

America) memperkirakan PPK di rumah sakit menderita LTJS dan luka akibat

alat medis tajam lainnya sebanyak 385,000 kasus per tahun atau 1,000 kasus per

hari. Kejadian LTJS yang sesungguhnya mungkin lebih tinggi dari perkiraan CDC

karena banyak kasus yang tidak dilaporkan (underreporting), beberapa survei

menyebutkan bahwa > 50% PPK tidak melaporkan LTJS yang terjadi pada diri

mereka (CDC, 2008).

Di Malaysia, Dr. Ng pada tahun 2006 melaporkan dalam penelitiannya

bahwa di rumah sakit pendidikan di Kuala Lumpur insiden LTJS untuk pembantu

perawat sebesar 50 %, perawat 37 %, dan dokter 27.2 % (Ng, 2007).

Di Indonesia, Kepmenkes Nomor 1087/Menkes/Sk/VIII/2010

mencantumkan hasil penelitian dr. Joseph tahun 2005-2007 yang mencatat bahwa

proporsi LTJS mencapai 38-73% dari total petugas kesehatan (Rival, 2012).

LTJS merupakan kecelakaan yang tidak dihendaki dan bila terpajan

patogen darah, misalnya HBV, HCV dan HIV, dapat berdampak infeksi. Oleh

karena itu perlu untuk mengetahui besaran prevalensi dan mengidentifikasi faktor

faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya LTJS guna melakukan

pengendalian dan pencegahan.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

6

UNIVERSITAS INDONESIA

2.2 Infeksi patogen darah

PPK yang terkena LTJS dapat terpajan patogen darah dan berdampak

infeksi. Perawat mengalami insiden LTJS yang tertinggi diantara PPK. Patogen

darah meliputi virus Hepatitis B, virus Hepatitis C, HIV (human

immunodeficiency virus), dan lebih dari 20 jenis patogen darah lainnya. Risiko

terjangkit infeksi Hepatitis B ~ 30%, Hepatitis C ~ 10%, dan HIV ~ 0.3% (ICN,

2000).

Infeksi Hepatitis B merupakan risiko okupasional yang paling sering

terjadi pada PPK. Tingkat risiko seseorang PPK terinfeksi Hepatitis B di tempat

kerja berhubungan dengan tingkat kontak darah dan status e-Antigen Hepatitis B

(HBeAg) darah tersebut (Wilburn & Eijkemans dalam Naphole, 2009).

Sebagaimana diketahui, CDC mencatat bahwa PPK yang terkena LTJ dan

terkontaminasi darah dengan HBsAg positif dan HBeAg negatif mempunyai

risiko hepatitis klinis 1% sd 6% dengan serokonversi 23% sd 37%, sedangkan

kontaminasi darah dengan HBsAg negatif dan HBeAg positif mempunyai risiko

hepatitis klinis 22% sd 33% dengan serokonversi 37% sd 62%. (De Villiers, et all

dalam Naphole). Dalam konteks LTJS, risiko penularan HBV diperkirakan 60 kali

lebih besar jika carrier berstatus HBeAg positif dibanding carrier dengan HBeAg

negatif. Penularan HBV mempunyai risiko 10 kali lebih besar dari penularan HIV.

Risiko hepatitis B kronik bervariasi menurut umur saat terkena infeksi:

sekitar 90% untuk bayi dan 30% untuk balita, 5 – 6% untuk dewasa. Tergantung

tingkat keparahan, sekitar 25% hepatitis B kronik dapat berkembangan menjadi

sirosis hepatis. Hollinger menyatakan bahwa 5% penderita sirosis hepatis akan

berkembang menjadi hepatocellular carcinoma (HCC), sebaliknya 60 sd 90%

penderita dengan HCC positif menderita sirosis. (Hollinger, 2011, 12th Ed)

Insiden serokonversi anti HCV pasca pajanan terhadap sumber penularan

virus hepatitis C (HCV) posotif adalah 1.8%. EPINet (Exposure Prevention

Information Network) pada tahun 2003 menginformasikan bahwa terjadi laju

konversi 0.85% pada LTJS terkontaminasi HCV. Penularan HCV jarang sekali

terjadi pada selaput lendir yang terpajan darah dan juga belum pernah

terdokumentasi pada pajanan kulit yang tidak intak terhadap darah. Gejala klinis

terinfeksi HCV tidak segera terjadi pasca LTJS / NSI. Penelitian CDC

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

7

UNIVERSITAS INDONESIA

menunjukkan bahwa diperlukan waktu bertahun-tahun sampai Hepatitis C

menggejala pada seseorang. Oleh karena itu sesudah 10 – 20 tahun atau lebih

penyakit ini baru terdiagnosis. Sebanyak 80% dari mereka yang terinfeksi HCV

melalui LTJS / NSI berkembang menjadi hepatitis kronik and berisiko terhadap

sirosis hati dan kanker hati; sehingga mungkin memerlukan pencangkokan hati.

Risiko terjangkit HIV pada LTJS terpajan darah HIV positif tidak besar.

Beltrami memperkirakan risiko penularan HIV pasca pajanan melalui luka di kulit

akibat terjanan darah HIV positif skitar 0.3%. The Health Protection Agency

(HPA) di Inggris pada tahun 1993 melaporkan tercatat lima kasus infeksi HIV

pasca pajanan okupasi di sarana pelayanan kesehatan. (Noble & Spink dalam

Naphole, 2009)

2.3 Faktor faktor yang melandasi terjadinya LTJS

Wilburn dan Eijkemans dalam Naphole menyatakan bahwa determinan

LTJS meliputi: injeksi yang berlebihan, ketidak-tersediaan jarum suntik safety

design dan sharps container, kekurangan PPK, recapping pasca suntik,

pengoperan alat suntik, kurang waspada terhadap hazard jarum suntik, kurang

pelatihan (Naphole, 2009).

Ng menyatakan bahwa faktor faktor yang berkontribusi terhadap LTJS

termasuk tingkat pengetahuan tentang penyakit akibat patogen darah dan

kewaspadaan universal, dan persepsi terhadap risiko (Ng, 2007).

Ismail dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor faktor yang

mendasari terjadinya LTJS meliputi persepsi terhadap risiko LTJS, pengetahuan

dan pemberlakuan kewaspadaan universal, prosedur kerja, dan kepatuhan

pelaksanaan kewaspadaan universal (Ismail et all, 2009).

Jagger dalam Foley menyatakan bahwa alat suntik yang lebih aman,

bersama-sama dengan edukasi PPK dan pengendalian cara kerja dapat

mengurangi LTJS sampai > 90%. (Foley, 2003)

2.3.1 Umur

Umur merupakan faktor modifikasi (modifying factor) yang dapat

mempengaruhi persepsi seseorang terhadap bahaya (threat) di mana orang muda

tidak menganggap sesuatu keadaan sebagai berbahaya tapi orang yang lebih

dewasa akan merasakan hal tersebut berbahaya (Redding et all, 2000).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

8

UNIVERSITAS INDONESIA

2.3.2 Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor modifikasi (modifying factor) yang dapat

mempengaruhi persepsi seseorang terhadap bahaya (threat) (Redding et all,

2000).

Laki laki mempunyai pengetahuan dan praktek tentang kewaspadaan

universal lebih baik di banding perempuan (Mary dalam Ismail et all 2009).

2.3.3 Masa kerja

Masa kerja adalah faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi motivasi

individu maupun populasi untuk melakukan untuk mempraktekkan perilaku

sehat. Pekerja baru misalnya, kurang memiliki motivasi untuk berperilaku sehat

(Green, 2012).

PPK yang baru bekerja memiliki nilai persepsi terhadap risiko LTJS lebih

rendah (Ng dalam Ismail et all, 2009).

2.3.4 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi

motivasi individu maupun populasi untuk mempraktekkan perilaku sehat di mana

individu dengan pendidikan lebih tinggi akan mempunyai motivasi yang lebih

kuat untuk berperilaku sehat (Green, 2012).

2.3.5 Pelatihan kewaspadaan universal

Kewaspadaan universal (universal precaution) merupakan konsep di mana

semua darah dan cairan tubuh diperlakukan sebagai infeksius dan dalam bekerja

pemakaian jarum suntik dan benda tajam lainnya di sarana kesehatan harus

mematuhi prosedur baku sebagai panduan umuk mencegah pajanan luka per

kutaneus dan membran mukosa terhadap patogen darah.

PPK yang tidak megikuti pelatihan kewaspadaan universal mempunyai

risiko LTJS yang lebih tinggi dibanding yang mengikuti pelatihan (Tan Siew

Khoon dalam Ismail et all, 2009).

2.3.6 Persepsi terhadap risiko LTJS

Persepsi terhadap risiko merupakan penafsiran subyektif kemungkinan

terjadinya sesuatu kecelakaan dan sejauh mana kita peduli dengan dampak

negatifnya. Dengan demikian, persepsi risiko merupakan kemampuan seseorang

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

9

UNIVERSITAS INDONESIA

untuk mengevaluasi probabilitas sesuatu kejadian yang tidak dikehendaki dan

keparahan konskuensi negatif dari kejadian tersebut.

Persepsi terhadap risiko pada PPK yang tidak mengalamiLTJS lebih tinggi

dari PPK yang mengalami LTJS (Ng, 2007) (Ismail et all, 2009).

2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan

universal

Standard Operating Procedure (SOP) atau prosedur operasi standar

merupakan serangkaian instruksi tertulis berupa dokumentasi aktifvitas rutin atau

repititif sebagai panduan sesuatu organisasi. Pengembangan dan pemakaian SOP

adalah bagian integral dari sistim pengendalian mutu karena menyediakan

informasi untuk bekerja dengan baik, dan mengfasilitasi konsistensi mutu serta

integritas dari sesuatu produk atau hasil akhir.

Dalam menjalankan tugas menyuntik dan mengambil darah, PPK

menghadapi risiko LTJS dan dampak infeksi, oleh karena itu mereka

memerlukan jaminan keselamatan kerja. CDC mengeluarkan panduan

kewaspadaan universal pada tahun 1985, selanjutnya rumah sakit

mengembangkan dan menerapkan kewaspadaan universal dalam SOP (standard

operating procedure) sebagai panduan kerja guna mencegah LTJS dan dampak

infeksi pada PPK.

2.3.8 Pengawasan pelaksanaan SOP

Pengawasan pelaksanan SOP merupakan factor reinforcing yang penting.

SOP walaupun tersedia lengkap dan diberlakukan secara resmi, masih

memerlukan pengawasan dilapangan untuk memastikan bahwa SOP telah

dilakukan dengan sebenarnya. Dalam Kepmenkes Nomor

1087/Menkes/Sk/VIII/2010 disebutkan pengawasan juga penting untuk

pengendalian mutu Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS).

2.3.9 Reward

Green dalam model PRECEDE – PROCEED menyatakan bahwa pemberian

reward penting untuk memotivasi perilaku orang untuk mencapai hasil outcome

yang dihendaki pada program kesehatan masyarakat (Green, 2012).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

10

UNIVERSITAS INDONESIA

2.3.10 Kebijakan penggunaan jarum suntik safety design

OSHA menerbitkan Bloodborne Pathogens Standard pada thun 1991 yang

bertujuan melindungi PPK terhadap pajanan darah melalui hirarki kontrol dan

memberikan perhatian yang lebih besar untuk meniadakan bahaya LTJS melalui

pengembangan dan penerapan engineering control.

Amerika Serikat pada November 2008 mengesahkan Federal Needlestick

Safety And Prevention Act menjadi undang undang yang melindungi PPK

terhadap LTJS/alat medis tajam lain melalui pemanfaatan alat suntik/alat medis

tajam dengan rekayasa safety.

Pada dasarnya jarum suntik aman (safety needle) mempunyai karakteristik

rekayasa sebagau berikut:

1. Alat suntik dilengkapi laras atau retraktor atau mekanisme penumpulan

jarum suntik yang dapat dioperasikan secara manual maupun otomatis.

2. Memanfaatkan sistem menyuntik tanpa jarum pada aplikasi medis

tertentu.

2.3.11 Sharps container

CDC tahun 2008 menyatakan bahwa ketersediaan sharps container

sebagai alat penampung jarum suntik bekas pakai dapat mengurangi insiden

LTJS.

Pada dasarnya sharps container harus dapat tertutup rapat, rigid dan tak

dapat ditembus jarum suntik dan alat medis tajam lainnya. Sharps container

harus diberi label biohazard berwarna dasar kuning dengan tulisan merah, dan

diletakkan di tempat yang mudah dijangkau. Ketersediaan dan kemudahan akses

sharps container mempengaruhi kejadian LTJS (CDC, 2008).

2.3.12 APD (alat pelindung diri)

APD yang diperlukan dalam rangka mencegah risiko LTJS minimal

meliputi sarung tangan lateks tebal, celemek (apron) tahan tusukan jarum suntik

dan sepatu dengan fitur safety yang tidak tertembus oleh jarum suntik yang

terjatuh .

OSHA dan CDC di masa awal menekankan pentingnya penggunaan APD

dalam hal mencegah insiden LTJS, namun pada perkembangannya menerapkan

hirarki kontrol yang lazim digunakan pada praktek higiene industri dan

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

11

UNIVERSITAS INDONESIA

menekankaneliminasi dan reduksi pemakaian jarum suntik sebagai best practice,

dan isolasi pada kondisi eliminasi dan reduksi kurang memungkinkan. APD

dewasa ini diperlakukan sebagai last resources (Hoy, 2009)

2.3.13 Kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan universal

Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak orang yang belum

mengamalkan dengan benar kewaspadaan universal saat menangani pekerjaan

berhubungan alat suntik dan darah atau bahan infeksius lainnya.

OHSA (The Occupational Safety and Health Act) di satu pihak

mengharuskan majikan melakukan upaya keselamatan dan keseshatan kerja bagi

karyawam, di lain pihak mengharuskan karyawan menjaga dan memelihara

keselamatan dan kesehatan diri mereka sendiri dan sesama.

Di Indonesia, Kepmenkes No. 1087/Menkes/SKNIII/2010 tentang standar

kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS) mengharuskan pengelola

rumah sakit maupun SDM rumah sakit mengupayakan keselamatan dan

kesehatan kerja melalui K3RS agar risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja

(PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di rumah sakit dapat dihindari.

2.3.14 Tingkat keamanan (safety) menyuntik

Pada dasarnya upaya pencegahan LTJS meliputi tiga bidang yaitu:

1. Pelatihan dan edukasi

2. Penata-laksanaan kerja yang aman

3. Pemanfaatan alat suntik dengan safety design

Peningkatan pelatihan dan edukasi dan penatalaksanaaan kerja saja tidak

cukup untuk meniadakan LTJS keseluruhan. Pemanfaatan alat suntik dengan

rekayasa safety design diperlukan untuk peningkatan keselamatan menyuntik

guna pencegahan LTJS yang lebih baik (Eucomed, 2001)

OSHA mendefinisikan safety design sebagai atribut fisik yang

ditempahkan pada alat suntik yang digunakan untuk pengambilan cairan tubuh,

mengakses vena atau arteri, atau memasukkan obat atau cairan lain, yang secara

efektif mengurangi risiko pajanan insiden LTJS dengan mekanisme berupa

barrier, penumpulan, pembuangan atau mekanisme efektif lainnya.

Strategi rekayasa alat suntik safety pada umumnya meliputi langkah

langkah sebagai berikut:

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

12

UNIVERSITAS INDONESIA

1. Eliminasi kebutuhan jarum suntik (substitusi)

2. Isolasi jarum suntik agar tidak memliki hazard

3. Menambahkan alat untuk isolasi jarum suntik sesudah dipakai

Kombinasi pelatihan dan edukasi, penatalaksanaan kerja, dan pemanfaatan

alat suntik safety design akan meningkatkan keamanan menyuntik dandiprediksi

akan menurunkan risiko KTJS secara signifikan.

Engeneering control lainnya berupa pemafaatan sharps container untuk

penampungan alat suntik bekas pakai. Alat penampungan ini merupakan strategi

penting dan elemen inti dari upaya pencegahan dan pengendalian LTJS yang

komprehensif.

2.3.15 Kewaspadaan universal

OHSA dan CDC menyatakan bahwa pendekatan kewaspadaan universal

dengan penekanan pentingnya pemakaian APD dan pengendalian tatalaksana

kerja, efektif mencegah pajanan luka dan membran mukosa terhadap patogen

darah (CDC, 2008).

Prosedur baku kewaspadaan universal pada saat bekerja menggunakan

jarum suntik meliputi (Hoy, 2009):

1. Menggunakan APD (alat pelindung diri) berupa sarung tangan,

apron, dan sepatu tahan tembus.

2. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik sesudah menyuntik/

mengambil darah (non recapping).

3. Menampung jarum suntik bekas di sharps container.

4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan.

5. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak klinis dengan pasien.

6. Mencuci tangan sesudah memakai alat suntik.

7. Memeriksakan serologi dasar hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.

8. Immunisasi Hepatitis B untuk petugas pelayanan kesehatan.

9. Memeriksakan kadar antibodi hepatitis B petugas pelayanan

kesehatan.

10. Memeriksakan serologi berkala hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

13

UNIVERSITAS INDONESIA

11. Pemberian PEP hepatitis B berupa HBIG diberikan dalam 72 jam

pasca terpajan.

12. Pemberian PEP HIV berupa kombinasi tablet ARV (anti

retrovirus) diberikan antara satu sampai dengan dua jam pasca

terpajan.

2.3.16 Post Exposure Prophylaxis (PEP)

PEP (post exposure prophylaxes) adalah obat atau terapi yang diberikan

segera sesudah seseorang terpajan darah dan/atau carian tubuh yang dapat

menularkan infeksi, misalnya HBIG yang disuntikkan dalam 72 jam pasca

terpajan hepatitis B dan tablet ARV (anti retrovirus) untuk diminum dalam 1

sampai 2 jam pasca terpajan virus HIV.

2.4 Hirarki Kontrol

Menurut Foley (2003), The American Nurses Association (ANA) pada

tahun 2001 mulai memanfaatkan hirarki kontrol untuk pengendalian LTJS dengan

urutan mulai dari yang paling efektif sebagai berikut:

Hirarki kontrol

Eliminasi hazard, misalnya:

Menggantikan suntikan dengan obat per oral, per inhalasi atau

transdermal

Menggantikan jarum suntik dan spuit dengan jet injector

Menggunakan sisten intravena tanpa jarum.

Kontrol engineering, misalnya:

Menggunakan jarum suntik yang masuk kembali, tertutup laras,

atau menjadi tumpul secara otomatis segera setelah disuntikkan.

Kontrol administratif, misalnya:

Policy yang membatasi panjanan terhadap hazard.

Alokasi sumber daya terkait keselamatan PPK

Pembentukan badan pnecegahan LTJS

Program pengendalian pajanan

Penghapusan alat medis yang tidak aman

Pelatihan pemanfaatan alat medis yang aman.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

14

UNIVERSITAS INDONESIA

Pengendalian cara kerja, misalnya:

Mengupayakan non recapping sesudah menyuntik/mengambil

darah.

Tidak melakukan recapping

Menempatkan sharps container setinggi mata dan sejangkauan

tangan

APD, misalnya:

Menyediakan sarung tangan, celemek (apron) , goggle, dan masker

2.5 Health Belief Model (HBM)

Health Belief Model (HBM) adalah model psikologis yang berupaya

menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan, dan berfokus pada sikap dan

keyakinan individu. HBM pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh

psikolog sosial Hochbaum, Rosenstock dan Kegels yang bertugas di Pelayanan

Kesehatan Masyarakat AS. Model ini dikembangkan dalam menanggapi

kegagalan program skrining kesehatan bebas terhadap tuberculosis (TB). HBM

kemudian diadaptasi untuk mengeksplorasi berbagai perilaku kesehatan jangka

panjang dan jangka pendek, termasuk perilaku seksual berisiko dan penularan

HIV/AIDS. (Utwente.nl)

Menurut HBM, likelyhood seseorang untuk bertindak-cegah terhadap

sesuatu penyakit tergantung pada persepsi dirinya terhadap kerentanan

(susceptibility), keparahan dampak penyakit (seriousness), manfaat-biaya (cost

benefit) dan palang perilaku (barriers) (Redding et all ,2000).

Perceived susceptibility merupakan kajian sesorang terhadap peluang

terkena penya kit. Individu yang percaya bahwa merokok dapat menyebabkan

kanker akan berhenti atau tidak merokok.

Perceived seriousness adalah kajian seseorang akan keparahan dampak

dari sesuatu penyakit. Mereka yang percaya bahwa konsekuensi dari sesuatu

penyakit cukup parah akan berusaha menghindari penyakit tersebut.

Perceived seriousness bersamasama dengan perceived susceptibility akan

membentuk persepsi seseorang terhadap ancaman yang dirasakan (perceived

threat).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

15

UNIVERSITAS INDONESIA

Perceived benefits berupa keuntungan atau manfaat yang dirasakan apabila

seseorang melakukan proteksi. Misalnya orang percaya bahwa vaksinasi hepatitis

B akan melindungi dirinya dari infeksi tersebut.

Perceived Barriers adalah evaluasi seberapa sulitnya dirasakan secara

psikologis atau non psikologis jika berperilaku sehat sesuai advis.

Cues to action merupakan motivasi rangsangan seseorang untuk

berperilaku sehat, Misalnya orang tua yang sakit atau meninggal karena sesuatu

penyakit menjadi cue to action seseorang untuk menghindari penyakit tersebut

(Redding et all, 2000).

Dewasa ini HBM telah banyak dimodifikasi, berikut ini adalah salah satu

model yang sering digunakan:

Bagan 1. Modifikasi HBM menurut Champion & Skinner

Bagan dikutip dan digambar ulang dari The HealthBelief Model (Remocker, 2001)

2.6 Green model

Lawrence W. Green, pada tahun 1970 memperkenalkan model PRECEDE

dan PROCEED yang dapat dimanfaatkan untuk penaganan masalah kesehataan

masyarakat maupun masalah masyarakat lainnya.

PRECEDE merupakan akronim dari Predisposing Reinforcing and Enabling

Constructs in Educational/Environmental Diagnosis and Evaluation. Procede

secara harafiah dapat berarti proses menuju ke sesuatu intervensi. Sedangkan

PROCEED merupakan singkatan dari Policy Regulatory and Organizational

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

16

UNIVERSITAS INDONESIA

Constructs in Educational and Environmental Development, yang juga berarti

meneruskan intervensi tadi. Jadi PRECEDE dan PROCEED dapat bermakna

manajemen menuju sesuatu intervensi masalah kesehatan masyarakat dan seni

menerapkan intervensi tersebut.

Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan faktor yang

mempengaruhi motivasi individu maupun populasi untuk melakukan atau

mempraktekkan perilaku tertentu. Faktor predisposisi meliputi umur, masa kerja,

pendidikan, pengetahuan, sikap, kepercayaan, kegemaran, keterampilan

(pelatihan), and keyakinan diri (self-efficacy) terhadap hasil yang akan dicapai.

Reinforcing factors meliputi faktor faktor misalnya memberi reward untuk

perubahan perilaku yang diharapkan, misalnya bantuan sosial, bantuan ekonomi.

Enabling factors merupakan ketersediaandan kemudahan akses sumber

daya termasuksarana fisik, skill dan layanan yang memudahkan pencapaian

perubahan perilaku untuk membuahkan hasil akhir.

Pada tahun 1990 PROCEED menambahkan faktor kebijakan (policy) dan

peraturan (regulatory) serta faktor ekologi dan lingkungan sebagai determinan

penanganan isu kesehatan masyarakat. Sehubung perkembangan pesat di

bidangnya, pada tahun 2005 genetika ditambahkan ke model PRECEDE – PROCEED

sebagai revisi.

PRECEDEterdiri dari empat tahapan atau fase meliputi:

Fase 1 : Identifikasi hasil akhir (outcome) yang dihendaki.

Fase 2 : Identifikasi dan menetapkan prioritas masalah kesehatan

msayarakat dan determinan perilaku dan lingkungnan atau

kondisi lain yang dapat mencapai hasil akhir tersebut.

Fase 3 : Identifikasi faktor faktor predisposing, enabling, and reinforcing

yang dapat mempengaruhi faktor perilaku, sikap dan lingkungan

pada fase 2.

Fase 4: Identifikasi faktor administrasi dan kebijakan yang dapat

mempengaruhi implementasi program.

Pokok pikiran yang melatar-belakangi siklus PRECEDE-PROCEED bahwa

proses perubahan dimulai dari outcome. Jadi PRECEDE berjalan arah mundur dari

outcome ke administrasi dan kebijakan.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

17

UNIVERSITAS INDONESIA

PROCEEDjuga terdiri dari 4 fase dengan arah menuju ke outcome.

Fase 5 : Implementasi

Fase 6 : Evaluasi proses

Fase 7 : Evaluasi dampak

Fase 8 : Evaluasi hasil / outcome

Model PRECEDE – PROCEED dikembangkan terus oleh ilmuwan dan

praktisi maupun Green sendiri. Sampai sekarang sudah terdapat 1000 lebih model

aplikasi. Model yang dibahas tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2. Model PRECEDE – PROCEED menurut Green

Gambar dikutip dari"Precede-Proceed Model." Encyclopedia of Public Health. Ed.

Lester Breslow. Vol. 3. 2002 (Breslow, 2002)

2.7 SkalaLikert

Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang fenomena sosial dan

kesehatan masyarakat. Fenomena sosial dan kesehatan ini akan digunakan sebagai

variabel dalam penelitian. Variabel dapat diukur berdasarkan indikator variabel

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

18

UNIVERSITAS INDONESIA

sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument berupa pernyataan atau

pertanyaaan (Sugiyono, 2009).

Pada skala Likert, variabel yang akan diukur diuraikan menjadi indikator

variabel. Berdasarkan indikator variabel tersebut disusun item-item instrument

berupa pertanyaan atau pernyataan. Skala Likerttediri dari lima titik skala dengan

titik netral pada posisi tengah. Gradasi jawaban responden mulai dari kategori

paling positif sampai paling negatif, misalnya Sangat Sering (SS), Sering (S),

Kadang-kadang (KK), Jarang (JR), dan TidakPernah (TP). Pernyataan yang

menguntungkan (favorable) diberi skor 5 sampai dengan 1, dan sebaliknya

pernyataan non favorable diberi skor 1 sampai 5.

Guna mempermudah intepretasi dilakukan dikotomisasi terhadap katagori

respon dengan cara menggabung beberapa kategori menjadi satu, sehingga

akhirnya hanya didapatkan dua katagori saja. Kategori dengan skor 5 atau 4 diberi

nilai 1, sedangkan kategori dengan skor 2 atau 1 diberi nilai 0.

Skor respoden sesudah dilakukan dikotomi akhirnya menjadi dua kategori

nilai saja yaitu 0 atau 1. Skor seorang responden merupakan penjumlahan nilai

seluruh penyataan pasca dikotomi.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

19

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI

OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori

3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

20

UNIVERSITAS INDONESIA

Keterangan: Persepsi PPK terhadap risiko LTJS dan dampak infeksi meliputi kesadaran

bahwa :

1. Semua sampel darah dan cairan tubuh harus diperlakukan infeksius

2. Perlunya mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan

3. Perlunya memakai APD berupa sarung tangan 4. Perlunya memakai APD berupa apron 5. Perlunya praktek non recapping sesudah memakai jarun

suntuk 6. Perlunya sharps container untuk menampung limbah alat

suntik. 7. Perlunya sistem intravena tanpa jarum

Faktor reinforcing terhadap PPK meliputi kewaspadaan universal dan hirarki kontrol meliputipemberlakuan:

1. SOP tentang Kewaspadaan Universal dan Higiene Hindustri. 2. Keharusan mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai

sarung tangan. 3. Keharusan memakai APD berupa sarung tangan 4. Keharusan melakukan non recappingsesudah menyuntik 5. Keharusan menampung jarum suntik bekas di sharps

container 6. Keharusanuntuk sedapat mungkin tidak menggunakan alat

suntik (eliminasi). 7. Pemakaian sistem intravena tanpa jarum 8. Pemakaian jarum safety design 9. Melakukan pengawasan

10. Memberikan reward dan penghargaan

Faktor enabling untuk pelaksanaan SOP meliputi indikator ketersediaan sumber daya sebagai berikut:

1. Pengadaan pelatihan kewaspadaan universal dan higiene industri oleh rumah sakit

2. Ketersediaan salinan SOP di tempat kerja 3. Salinan SOP terpampang dan yang mudah di baca 4. Ketersedian sarung tangan (hand glove) untuk menyuntik /

mengambil darah 5. Ketersediaan pedoman non recapping 6. Pedoman non recapping SOP terpampang dan yang mudah

di baca. 7. Ketersediaan sharps container 8. Ketersediaan sistem intravena tanpa jarum 9. Ketersediaan jarum suntik safety design 10. Pemberdayaan supervisor program 11. Pemberdayaan pengawasan reguler

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

21

UNIVERSITAS INDONESIA

12. Memberikan reward 13. Memberikan award

Faktor Kepatuhan pelakasanaan kewaspadaan universal dan higiene industri meliputi::

1. Konsistensi membaca SOP sebelum bekerja 2. Konsistensi memperlakukan semua sampel sebagai bahan

infeksisus 3. Konsistensi memakai sarung tangan 4. Mendapat pengawasan pelaksananan kewaspadaan

universal 5. Konsistensi (regularitas) pengawasan 6. Mendapat reward 7. Mendapat sertifikat

Faktor keamanan menyuntik meliputi indikatorgai berikut:

1. Upaya non recapping dengan LTJS 2. Upaya menampung alat suntik bekas di sharps container 3. Upaya eliminasi jarum suntik dengan LTJS 4. Penggunaan sistem intravena tanpa jarum dengan LTJS 5. Penggunaan jarum suntik safety design dengan LTJS

3.3 Definisi operasional

Definisi operasional dari kerangka konsep di atas adalah sebagai berikut :

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

22

UNIVERSITAS INDONESIA

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

23

UNIVERSITAS INDONESIA

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

24

UNIVERSITAS INDONESIA

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

25

UNIVERSITAS INDONESIA

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

26

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian

Desain penelitian ini merupakan cross sectional study yang bersifat

kuantitatif obervasional, bermaksud untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

LTJS, faktor predisposisi, faktor reinforcing, dan faktor enabling serta korelasi

antara faktor faktor tersebut dengan inseden LTJS pada PPK yang bertugas

di,Instalasi Gawat Darat, Unit Rawat Inap, ICU, Kamar Bedahdan Laboratorium

Klinik di RUMKITAL Dr. Midiyato S Tanjungpinang.

Data penelitian akan disajikan dalam bentuk deskriftif untuk insiden LTJS,

faktor prediposisi, faktor reinforcing, faktor enabling, faktor kepatuhan, faktor

kemananan menyuntik; dan analitik untuk korelasi antar variabel.

4.2. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian meliputi Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, ICU,

Kamar Bedah dan Laboratorium di Rumkital Dr. Midiyato S Tanjungpinang pada

kurun waktu November sd Desember 2012.

4.3 Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi merupakan karaktristik umum yang harus dipenuhi oleh

subyek sehingga dapat diikut-sertakan dalam penelitian. Kriteria inklusi pada

penelitian ini yaitu:

1. Pria dan wanita

2. Berumur 20 sd 50 tahun

3. PPK meliputi paramedis yang bertugas di Instalasi Gawat Darat, Unit

Rawat Inap, ICU, Kamar Bedah dan Laboratorium Klinikdi Rumkital

Dr. Midiyato S Tanjungpinang

4. Masa bekerja minimal 2 tahun

5. Bersedia menjadi subyek pada penelitian dan memberi persetujuan

tertulis.

Kriteria eksklusi adalah hal hal yang menyebabkan bahwa subyek yang

memenuhi kriteria tapi tidak diikut-sertakankan dalam penelitian, yaitu:

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

27

UNIVERSITAS INDONESIA

1. Responden sedang sakit

2. Responden tidak di tempat karena cuti, tugas luar atau pindah.

4.4 Populasi dan sampling

Populasi pada penelitian ini adalah paramedis yang bertugas di Instalasi

Gawat Darat, Unit Rawat Inap, ICU, Kamar Bedah dan Laboratorium Klinik di

Rumkital Dr. Midiyato S Tanjungpinang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik populasi PPK yang dapat mewakili seluruh populasi PPK yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Penarikan sampel menggunakakan random sampling. Populasi PPK yang

akan diteliti terdiri dari perawat dengan jenjang pendidikan berbeda-beda.

Sedangkan penghitungan besaran sampel (sample size) dengan menggunakan

rumus uji beda dua proporsi dua sisi untuk uji hipotesis beda proporsi sebagai

berikut (Ariawan, 1998):

� =� ���

����(� − �) + �������(� − ��) + ��(� − ��)�

(����� )�

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

P = Rata-rata proporsi P1 dan P2

P1 = Proporsi LTJS pada perawat di rumah sakit pendidikan

di Kuala umpur37% (Ng, 2007)

P2 = Proporsi LTJSpada orang awam di Indonesia (15% asumsi)

Z1-α/2 = nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α/2sebesar 95% (1.96)

Z1-β = nilai Z pada kekuatan uji 1-β sebesar 90% (1.282)

Jika P1 sebesar 37% dan P2 sebesar 15%, maka hasil penhitungan nilai n =

97. Dengan demikian besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 97 sampel.

Untuk menghindari penyusutan bila ada sampel yang gugur maka sampel

ditambah 10% menjadi 106.7 dengan pembulatan menjadi 108 sampel.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

28

UNIVERSITAS INDONESIA

4.5 Metode pengumpulan data

Data akan dikumpulkan oleh peneliti sendiri selama penelitian

berlangsung. Langkah langkah pengumpulan data sbb :

1. Setelah mendapat ijin untuk mengadakan penelitian, peneliti

mengidentifikasi calon dan medekati calon responden untuk menjelaskan

tujuan dan manfaat peran serta mereka dan memberi jaminan kerahasiaan

calon responden; kemudian meminta tanda tangan calon yang menyetujui

untuk ikut serta dalam penelitian ini.

2. Mengumpulkan responden yang terpilih dan memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi, untuk menjelaskan tentang informed consent dan cara pengisian

kuesioner, kemudian n membagikan kuesioner untuk diisi.

3. Mengumpulkan kuesioner setelah diisi lengkap.

4.6 Pengelolaan Data

Mengelola data terkumpul dengan cara menggunakan empat tahapan

pengelolaan sebagai berikut:

1. Pengeditan data (Data Editing)

Sesudah kuesioner diisi lengkap oleh responden, dilakukan

pemeriksaan terhadap kelengkapan pengisian, konsistensi jawaban dan

kejelasan hasil pengisian setiap kuesioner tersebut. Pengeditan dilakukann

di lapangan sehingga apabila terjadi kesalahan data dapat degera di

perbaiki.

2. Kodefikasi data (Data coding)

Kodifikasi data adalah kegiatan merubah data alfabet menjadi data

numerik. Kodifikasi ini bermanfaat mempermudah analisis data dan

mempercepat data entry ke program SPSS.

3. Pemasukkan data (data entry)

Data Entry berarti memasukkan data ke program SPSS. SPSS

dapat mengelola dan menyajikan data secara deskriptif maupun analitik.

Data deskriptif misalnya frekuensi distribusi dan data analitik misalnya

korelasi antar variabel pada uji bivariat maupun uji multivariat.

4. Membersihkan data (Data Cleaning)

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

29

UNIVERSITAS INDONESIA

Data Cleaning bermaksuduntuk mencegah kesalahan yang

mungkin terjadi, di mana nilai hilang (missing value) dan data yang di luar

range tidak diikut-sertakan dalam analisis data.

Dengan demikian data siap untuk dianalisis.

4.7 Skala pengukuran

Penelitian ini menggunakan skala Liker 4 titik untuk mengukur indikator

varaibel di mana gradasi jawaban responden mulai dari kategori paling negatif

sampai paling positif, yaitu TidakPernah (TP),Jarang (JR), Sering (S), dan Sangat

Sering (SS). Pernyataan yang diberi skor 1 sampai dengan 4 mulai dari yang non

favorable sampai dengan yang favorabel.

Skor respoden sesudah dilakukan dikotomi menjadi dua kategori nilai saja

yaitu 0 atau 1. Kategori sangat Jarang (SJ) atau Jarang (JR) diberi skor 0, Sering

(S) atau Sangat Sering (SS) diberi skor 1. Skor seorang responden merupakan

penjumlahan nilai seluruh penyataan pasca dikotomi.

Contoh evaluasi kuesioner seorang responden sebagai berikut:

Skoring Likert untuk kuesioner tentang persepsi terdiri dari 7 pertanyaan

sebagai berikut:

Tabel 1 Nilai komposit variabel persepsi pra dan pasca dikotomisasi

Kuesioner Persepsi

Skala Likert 4 titik Dikotomisasi

Nilai mininal Nilai

maksimal Nilai

mininal Nilai

maksimal

KP1 1 4 0 1 KP2 1 4 0 1 KP3 1 4 0 1 KP4 1 4 0 1 KP5 1 4 0 1 KP6 1 4 0 1 KP7 1 4 0 1

Nilai Komposit 7 28 0 7

Variabel persepsi adalah nilai komposit pasca dikotomisasi indikator KP1

s/d KP7, di mana nilai komposit minimal = 0 dan nilai komposit

maksimal = 7.

Dengan nilai cut off 3,5 akan didapatkan 2 kategori:

Nilai persepsi rendah ≤ 3,5

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

30

UNIVERSITAS INDONESIA

Nilai persepsi tinggi > 3,5

Dengan cara yang sama dapat ditetapkan nilai variabel lain sebagai

berikut:

Nilai reinforcing tidak memadai ≤ 5

Nilai reinforcing memadai > 5

Nilai enabling tidak memadai ≤ 6,5

Nilaienabling memadai > 6,5

Nilai tidak patuh ≤ 3,5

Nilai patuh > 3,5

Nilai tidak menyuntik secara aman ≤ 2,5

Nilai menyuntik secara aman > 2.5

4.8 Uji validitas dan realibilitas instrumen

4.8.1 Validitas instrumen

Instrumen yang valid berarti instrumen tepat digunakan untuk memperoleh

data sehingga benar dapat digunakan untuk mengukur sesuatu yang hendak

diukur. Dikenal validilitas internal dan eksternal di mana validitas internal

meliputi validitas konstruk dan validitas isi. Validitas eksternal berupa

pembandingan kriteria pada instrumen dengan fakta fakta empiris di lapangan.

Instrumen mempunayi validitas konstruk yang baik apabila indikator

variabel yang hendak diukur sesuai dan berlandaskan teori dan pendapat ahli yang

kuat; sedangkan instrumen mempunyai validitas isi yang baik apabila alat

penelitian tersebut relevan dengan kemampuan, pengetahuan, pengalaman, dan

latar belakang responden (Sugiyono, 2009) (Prasetyo et all, 2011).

Pada setiap instrumen terdapat butir-butir (item) pertanyaan atau

pernyataan. Untuk menghitung nilai korelasinya digunakan Pearson Product

Moment yang dirumuskan:

Keterangan:

R = koefisien korelasi

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

31

UNIVERSITAS INDONESIA

X = skor butir

Y = skor total butir

N = besar sampel

Nilai korelasi ini digunakan untuk mengukur kekuatan linier antara data

yang memiliki tingkat pengukuran interval/rasio dengan arah hubungan simetrik.

Koefisien yang dihasilkan bernilai antara -1 hingga +1, yang menunjukkan apakah

hubungan linier tersebut positif atau negatif.

Agar penelitian ini lebih teliti, sebuah item sebaiknya memiliki korelasi (r)

dengan skor total masing-masing variabel ≥ 0,25. Item yang mempunyai r hitung <

0,25 akan disingkirkan karena tidak memiliki kontribusi.

Jika hasil uji tidak valid maka pertanyaan atau pernyataan tersebut

dibuang. Pertanyaan-pernyataan yang valid secara bersama diukur reliabilitasnya

dengan membandingkan nilai “r table” dengan nilai “r hitung”

4.8.2 Realibilitas instrumen

Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan berulang

kali untuk mengukur objek yanga sama akan menghasilkan data yang sama. Uji

reabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun intenal. Uji

reliabilitas eksternal dapat dilakukan dengan test-retest,equivalent, dan gabungan

keduanya. Uji reliabilitas internal dilakukan dengan mencoba instrumen hanya

sekali saja di mana hasil yang diperoleh dianalisa dengan teknik Spearman

Brown(split half), rumus KR 20 (Kuder Richardson), KR 21, Anova Hoyt, dan

Alfa Cronbach. Analisa data dikotomis dapat menggunakan uji reliabilitas split

half dari Spearman Brown.Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi

reliabilitas instrumen. (Sugiyono, 2009)

Rumus Spearman Brown (split half) sebagai berikut:

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

32

UNIVERSITAS INDONESIA

Keterangan:

= nilai reliabilitas instrument

= nilai korelasi product moment

Kemudian dilaksanakan uji reliabilitas angket kepada beberapa responden,

memperbaiki angket yang tidak reliabel, menyebarkan angket yang dapat

dipercaya (reliable), mengumpulkan kembali angket, dan pengolahan data hasil

angket yang telah diterima kembali.

4.9 Analisis data

Studi ini mengumpulkan data dengan memggunakan angket kuesioner

yang terstrutur dan pertanyaan bersifat tertutup di mana responden menjawab

pertanyaan sesuai dengan variabel yang diteliti. Penggunaan kuesioner

mempunyai keuntungan karena murah, di samping itu kuesioner dapat digunakan

secara luas dan dalam jumlah besar, dan tidak bias akibat pengaruh pewawancara

(Kothari, 2004).

Untuk menghindari jawaban yang ragu ragu maka peneliti melakukan

modifikasi skala Likert dengan cara meniadakan nilai tengah agar jawaban

menjadi 4 kategori saja yaitu Sangat Jarang (SJ), Jarang (JR), Sering (S), Sangat

sering (SS).

Analisis data pada penelitian ini bermaksud untuk mengolah dan

menyajikan data dalam bentuk yang mudah dibaca dan diintepretasikan. Analisis

data akan dilakukan sebagai berikut:

4.9.1 Analisis distribusi frekuensi

Analisis distribusi frekuensi pada penelitian ini bermaksud untuk

meyajikan gambaran distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian terkait

prevalensi, dan faktor predisposisi, faktor reinforcing, dan faktor enabling sebagai

variabel independen serta insiden LTJS sebagai variabel dependen.

4.9.2 Analisis hubungan antara variable independen dan dependen

Setelah karakteristik distribusi frekuensi tergambarkan maka mengolahan

data dapat dilanjutkan dengan analisis bivariat. Analisis bivariat ini digunakan

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

33

UNIVERSITAS INDONESIA

untuk menguji hipotesis dengan cara menentukan korelasi antara variabel

independen dan variabel dependen melalui uji sebagai berikut:

1. Analisis proporsi untuk membandingkan distribusi silang antar dua

variabel yang berkaitan.

2. Analisis hasil uji (chi-square) untuk menentukan korelasi dan

signifikansi korelasi antara dua variabel.

3. Odds ratio (OR) untuk menganalisis keeratan hubungan antara dua

variabel. Makin besar odds ratio makin kuat hubungan antar variabel

atau sebaliknya.

Penelitian ini menggunakan uji chi square karena variabel variabel yang

akan diuji merupakan data skala kategorik.

Rumus chi-square sebagai beikut:

di mana:

x2 = nilai chi square

O = nilai observasi

E = nilai ekspektasi

Pada tingkat kesalahan α (0.05) dan interval kepercayaan (CI = 95%),

analisis hasilpenelitian sebagai berikut:

1. Jika p value ≤ α (0.05), maka Ho diterima.

Kesimpulan:

Ada perbedaan atau ada hubungan bermakna secara statistik.

2. Jika p value ≥ α (0.05), maka Ho ditolak.

Kesimpulan:

Tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan bermakna secara statistik

(Dahlan, 2011, Edisi 5).

4.9.3 Keterbatasan metodologi penelitian

Keterbatasan dalam metodologi penelitian dapat mempengaruhi hasil

penelitian antara lain karena:

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

34

UNIVERSITAS INDONESIA

1. Penelitian hanya dilakukan pada paramedis di satu rumah sakit saja.

2. Penelitian belum diaplikasikan di rumah sakit lain.

3. Data penelitian diperoleh dengan hanya satu kali penelitian dalam

waktu yang sama melalui kuesioner yang terstruktur dan pertanyaan

yang tertutup.

4. Sehubung keterbatasan waktu, tidak semua aspek diteliti, sehingga

masih diperlukan penelitian lanjutan untuk mengkaji aspek lain yang

mempengaruhi kejadian LTJS di RMDS.

5. Jawaban responden tidak selalu menggambarkan keadaan yang

sebenarnya akibat kemungkinan salah persepsi terhadap kuesioner

yang diberikan; di samping itu kejujuran juga berpengaruh.

6. Dalam mengisi kuesioner sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis

serta mood responden pada penelitian, di mana resapon masih dalam

jam kerja.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

35

BAB V HASIL PENELITIAN

Hasil analisis terdiri dari analisis univariat dengan menyajian frekuensi

distribusi dari faktor predisposisi, faktor reinforecing, faktor enabling, faktor

kepatuhan, dan faktor keamanan menyuntik yang dapat mempengaruhi kejadian

LTJS. Analisis bivariat menggunakan chi-square untuk mengetahui probabilitas

faktor faktor yang berhubungan dengan LTJS.

5.1 Uji validitas dan reabilitas kuesioner

Uji validitas dan uji reliabilitas instrument dilakukan sebelum penelitian

dimulai. Uji validitas adalah uji statistik yang digunakan guna menentukan

seberapa valid suatu item pertanyaan mengukur variabel yang diteliti. Uji

reliabilitas item adalah uji statistik yang digunakan guna menentukan reliabilitas

serangkaian pertanyaan dalam kehandalannya mengukur suatu variabel.

5.1.1 Uji validitas

Uji validitas kuesioner dilakukan terhadap 30 responden. Dalam uji ini,

setiap skor item kuesioner diuji relasinya dengan skor total variabel yang

dikonstruk dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Jika nilai

koefisien korelasi (r) yang diperoleh adalah positif atau r hitung > r tabel, maka

butir kuesioner yang diuji adalah valid.

Validitas item penelitian ini diuji pada taraf kepercayaan (CI) 95%

dengan jumlah responden 15 (N=30) di mana item-item dengan nilai r hitung > r

tabel (0,250) akan digunakan dalam penelitian.

Hasil uji validitas menggunakan software SPSS 20, dari total 64 butir

pertanyaan yang ditanyakan kepada responden, yang valid sebanyak 42 butir

pertanyaan. Butir yang tidak valid sebanyak 22 butir dikeluarkan dari kuesioner.

5.1.2 Uji reliabilitas

Untuk menguji sejauh mana konsistensi responden menjawab instrument

kuesioner yang dinilai digunakan uji Alfa Cronbach dengan rumus sebagai

berikut:

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

36

UNIVERSITAS INDONESIA

keterangan:

Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna

Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi

Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat

Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah (Hilton,

2004)

Penelitian ini menggunakan uji Alfa Cronbach dengan software SPSS 20

dengan nilai hasil uji realibilitas sebesar 0,975 yang berarti kuesioner yang

berjumlah 42 butir pertanyan adalah reliabel dan valid dalam penelitian ini.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

37

UNIVERSITAS INDONESIA

5.2 Distribusi frekuensi

5.2.1 Distribusi frekuensi LTJS

Tabel 1. Distribusi frekuensi LTJS paramedis RDMS tahun 2012

Kategori

N %

Tertusuk 80 80.00 Tidak tertusuk 20 20.00 Total 100 100.00

Responden sebagian besar (80%) mengalami LTJS.

5.2.2 Distribusi frekuensi LTJS berdasarkan jenis kelamin

Tabel 2. Distribusi frekuensi LTJS berdasarkan jenis kelamin

pada paramedis RDMS tahun 2012

LTJS

Jenis kelamin Ya Tidak N (%) N (5) Wanita 66 (80,5%) 16 (19,5%) Pria 14 (77,8%) 4 (22,2)

Responden wanita lebih banyak mengalami LTJS (80,5%).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

38

UNIVERSITAS INDONESIA

5.2.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden

Tabel 3. Distribusi frekuensi paramedis RDMS tahun 2012

Karakteristik Kategori N %

Jenis kelamin Wanita 82 82,00 Pria 18 18,00 Total 100 100.00

Umur (interval) Umur ≤ 25 th 56 56,00 Umur 25 – 35 th 11 11,00 Umur > 35 th 33 33,00 Total 100 100,00

Umur (cut off) Umur ≤ 30 th 57 57,00 Umur> 30 th 43 43,00 Total 100 100,00

Pendidikan SKP & DIII Kep 89 89,00 S1 Kep 11 11,00 Total 100 100,00

Umur < 5 th 56 56,0 Masa kerja Umur 5 - 10 th 11 11,0 (interval) Umur > 10 th 33 33,0 Total 100 100,0 Masa kerja (cut off) Masa Kerja ≤ 10 th 67 67,0

Masa Kerja > 10 th 33 33,0 Total 100 100,0 Pelatihan Jarang 72 72,0

Sering 28 28,0 Total 100 100,0

IGD 17 17,0 Ranap 58 58,0 Unit kerja ICU 10 10,0 Bedah 10 10,0 Labor 5 5,0 Total 100 100,0

1. Jumlah responden dengan jenis kelamin wanita lebih banyak (82%).

2. Berdasarkan kategori interval, jumlah responden berumur < 25 tahun

paling banyak (56%).

3. Berdasarkan kategori cut off, jumlah responden berumur ≤ 30 th

terbanyak (57%).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

39

UNIVERSITAS INDONESIA

4. Responden berpendidikan SKP/DIII Keperawatan terbanyak (89%).

5. Berdasarkan kategori interval, jumlah reponden dengan masa kerja ≤ 5

tahun terbanyak (56%).

6. Berdasarkan kategori cut off, jumlah responden dengan masa kerja

≤ 10 terbanyak (67%).

7. Jumlah responden yang jarang mengikuti pelatihan terbanyak (72%).

8. Jumlah responden yang bertugas di unit rawat inap terbanyak (58%).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

40

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 4. Distribusi faktor persepsi, faktor reinforcing, faktor enabling, faktor kepatuhan, dan faktor keamanan menyuntik

pada paramedis RDMS tahun 2012

Total

N %

Persepsi

Rendah (Nilai ≤ 3.5) 72 72,00

Tinggi (Nilai > 3.5) 28 28,00

Total 100 100

Faktor reinforcing

Tidak memadai (Nilai ≤ 5) 74 74,00

Memadai (Nilai > 5) 26 26,00

Total 100 100

Faktor enabling

Tidak memadai (Nilai ≤ 6.5) 72 72,00

Memadai (Nilai > 6.5) 28 28,00

Total 100 100

Faktor kepatuhan

Tidak patuh (Nilai ≤ 3.5) 68 68,00

Patuh (Nilai > 3.5) 32 32,00

Total 100 100

Faktor keamanan menyuntik

Tidak aman (Nilai ≤ 2.5) 70 70,0

Aman (Nilai > 2.5) 10 10,0

Total 100 100

1. Jumlah responden dengan persepsi rendah terbanyak (72%).

2. Jumlah responden faktor reinforcing tidak memadai terbanyak

(74%).

3. Responden dengan faktor enabling tidak memadai terbanyak

(72%).

4. Jumlah responden yang tidak patuh terbanyak (68%).

5. Jumlah responden yang tidak menyuntik dengan aman terbanyak

(72%).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

41

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 5. Distribusi indikator indikator kepatuhan pada paramedis RDMS tahun 2012

Indikator kepatuhan Total

N %

Membaca SOP Sangat jarang / Jarang 70 70,00

Sering / Sangat sering 30 30,00

Total 100 100 Memperlakukan sampel sebagai bahan infeksius

Sangat jarang / Jarang 30 30,00

Sering / Sangat sering 70 70,00

Total 100 100

Sarung Tangan Sangat jarang / Jarang 30 30,00

Sering / Sangat sering 70 70,00

Total 100 100 Mendapat pengawasan

Sangat jarang / Jarang 76 76,00

Sering / Sangat sering 24 24,00

Total 100 100

Mendapat pengawasan reguler

Sangat jarang / Jarang 76 76,00

Sering / Sangat sering 24 24,00

Total 100 100 Mendapat reward karena patuh

Sangat jarang / Jarang 72 72,00

Sering / Sangat sering 28 28,00

Total 100 100

Mendapat sertifikat karena patuh

Sangat jarang / Jarang 72 72,00

Sering / Sangat sering 28 28,00

Total 100 100

1. Jumlah responden yang sangat jarang / jarang membaca SOP

sebelum bekerja terbanyak (70%).

2. Jumlah responden dengan yang sangat jarang / jarang

memperlakukan sampel sebagai bahan infeksius terbanyak

(30%).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

42

UNIVERSITAS INDONESIA

3. Jumlah responden yang sangat jarang / jarang memakai sarung

tangan terbanyak (30%).

4. Jumlah responden yang sangat jarang / jarangmendapat

pengawasan terbanyak (76%).

5. Jumlah responden yang sangat jarang / jarang mendapat

pengawasan reguler terbanyak (76%).

6. Jumlah responden yang sangat jarang / jarang mendapat reward

terbanyak (72%).

7. Jumlah responden yang sangat jarang / jarang mendapat sertifikat

terbanyak (70%).

Tabel 6. Distribusi indikator indikator keamanan menyuntik

pada paramedis RDMS tahun 2012

Indikator Total Keamanan menyuntik N %

Non recapping

Sangat jarang / jarang 70 70,00 Sering / sangat sering 30 30,00

Total 100 100

Sharps container Sangat jarang / jarang 72 72,00 Sering / sangat sering 28 28,00

Total 100 100

Eliminasi Sangat jarang / jarang 74 74,00

Sering / sangat sering 26 26,00

Total 100 100

Sistem intravena tanpa jarum Sangat jarang / jarang 76 76,00

Sering / sangat sering 24 24,00

Total 100 100

Jarum suntik safety design

Sangat jarang / jarang 76 76,00

Sering / sangat sering 24 24,00

Total 100 100

1. Jumlah responden yang sangat jarang / jarang melakukan non

recapping terbanyak (70%).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

43

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Jumlah responden dengan yang sangat sering / sering tidak

menampung alat suntik bekas pada sharps containerterbanyak

(72%).

3. Jumlah responden yang sangat sering / sering melakukan

eliminasi terbanyak (74%).

4. Jumlah responden yang sangat jarang / jarang menggunakan

sistem intravena tanpa jarum terbanyak (76%).

5. Jumlah responden yang sangat jarang / menggunakan sistem

intravena jarum suntik safety design terbanyak (76%).

5.3 Hubungan persepsi, reinforcing, dan enabling dengan kepatuhan

5.3.1 Hubungan persepsi dengan kepatuhan

Tabel 7. Hasil uji chi-square hubungan persepsi dengan kepatuhan

paramedis RDMS tahun 2012

Kepatuhan

Tidak patuh Patuh Total Nilai p OR

N % N % N %

Persepsi

Rendah (Nilai ≤ 3.5) 56 77,78 16 22,22 72 72,00 0,001 4,667

Tinggi (Nilai > 3.5) 12 42,86 16 57,14 28 28,00

Total

100 100

Responden dengan nilai persepsi rendah dan tidak patuh sebanyak

77,78%.

Nilai p = 0.001 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan signifikan antara persepsi dengan kepatuhan

melaksanakan kewaspadaan universal.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

44

UNIVERSITAS INDONESIA

5.3.2 Hubungan faktor reinforcing dengan kepatuhan

Tabel 8. Hasil uji chi-square hubungan reinforcing dengan kepatuhan

paramedis RDMS tahun 2012

Kepatuhan

Tidak patuh Patuh Total Nilai p OR

N % N % N %

Reinforcing Tidak memadai (Nilai ≤ 5) 66 89,19 8 10,81 74 74,00 0,000 99,000

Memadai (Nilai > 5) 2 7,69 24 92,31 26 26,00

Total 100 100

Responden dengan nilai reinforcing tidak memadai dan tidak patuh

sebanyak 89,19%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan signifikan antara reinforcing dengan kepatuhan

melaksanakan kewaspadaan universal.

5.3.3 Hubungan faktor enabling dengan kepatuhan

Tabel 9. Hasil uji chi-square hubungan enabling dengan kepatuhan

paramedis RDMS tahun 2012

Kepatuhan

Tidak patuh

Patuh Total Nilai p OR

N % N % N %

Faktor enabling Tidak memadai (Nilai ≤ 6.5) 62 86,11 10 13,89 72 72,00 0,000 22,733

Memadai (Nilai > 6.5) 6 21,43 22 78,57 28 28,00

Total 100 100

Responden dengan nilai enabling tidak memadai dan tidak patuh sebanyak

86,11%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan signifikan antara enabling dengan kepatuhan

melaksanakan kewaspadaan universal.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

45

UNIVERSITAS INDONESIA

5.4 Hubungan faktor enabling dengan keamanan

5.4.1 Hubungan faktor enabling dengan keamanan

Tabel 10. Hasil uji chi-square hubungan faktor enabling dengan keamanan menyuntik

pada paramedis RDMS tahun 2012

Keamanan

Tidak aman

Aman Total Nilai p OR

N % N % N %

Enabling Tidak memadai (Nilai ≤ 6.5) 62 86,11 10 13,89 72 72,00 0,000 11,160

Memadai (Nilai > 6.5) 10 35,71 18 64,29 28 28,00

Total 28 100 100

Responden dengan nilai enabling tidak memadai dan tidak menyuntik

secara aman sebanyak 86,11%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan signifikan antara enabling dengan keamanan

menyuntik.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

46

UNIVERSITAS INDONESIA

5.5 Hubungan kepatuhan dan keamanan menyuntik dengan kejadian LTJS

5.5.1 Hubungan kepatuhan dengan kejadian LTJS

Tabel 11. Hasil uji chi-square

hubungan kepatuhan dengan kejadian LTJS

pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka Tusuk Jarum Suntik

Tertusuk

Tidak Tertusuk

Total Nilai p OR

N % N % N % (90% CI)

Kepatuhan

Tidak patuh (Nilai ≤ 3.5) 66 97,06 2 2,94 68 68,00 0,000 42,429 Patuh (Nilai > 3.5) 14 43,75 18 56,25 32 32,00

Total 100 100

Responden tidak patuh dan mengalami LTJS sebanyak 97,06%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara kepatuhan dengan kejadian LTJS.

5.5.2 Hubungan keamanan menyuntik dengan LTJS

Tabel 12. Hasil uji chi-square

hubungan keamanan menyuntik dengan kejadian LTJS

pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka Tusuk Jarum Suntik

Tertusuk

Tidak Tertusuk

Total Nilai p OR

N % N % N % (90% CI)

Keamanan menyuntik

Tidak aman (Nilai ≤ 2.5) 70 97,22 2 2,78 72 72,00 0,000 63,000 Aman (Nilai > 2.5) 10 35,71 18 64,29 28 28,00

Total 100 100

Responden yang tidak menyuntik secara aman dan mengalami LTJS

sebanyak 97,22%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara keamanan menyuntik dengan kejadian LTJS.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

47

UNIVERSITAS INDONESIA

5.6 Hubungan indikator indikator kepatuhan dengan kejadian LTJS

5.6.1 Hubungan membaca SOP dengan LTJS

Tabel 13. Hasil uji chi-square

hubungan membaca SOP dengan LTJS paramedis RDMS tahun 2012

Luka tusuk jarum suntik

Indikator kepatuhan Tertusuk Tidak tertusuk Total Nilai p OR

N % N % N %

Membaca SOP Tidak membaca 68 97,14 2 2,86 70 70,00 0,000 51,000

Membaca 12 40,00 18 60,00 30 30,00 Total 100 100

Responden yang tidak membaca SOP sebelum bekerja dan mengalami LTJS

sebanyak 97,14%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara membaca SOP sebelum bekerja dengan

kejadian LTJS.

5.6.2 Hubungan memperlakukan sampel infeksius dengan LTJS

Tabel 14. Hasil uji chi-square

hubungan konsistensi memperlakukan sampel infeksisus

dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka tusuk jarum suntik

Indikator kepatuhan Tertusuk Tidak tertusuk Total Nilai p OR

N % N % N %

Sampel infeksius Tidak memperlakukan 26 86,67 4 13,33 30 30,00 0,414 1,926

Memperlakukan 54 77,14 16 22,86 70 70,00 Total 100 100

Responden yang tidak konsisten memperlakukan semua sampel sebagai

infeksius dan mengalami LTJS sebanyak 86,67%.

Nilai p = 0.006 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara konsistensi memperlakukan semua sampel

infeksius dengan kejadian LTJS.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

48

UNIVERSITAS INDONESIA

5.6.3 Hubungan konsistensi memakai sarung tangan dengan LTJS

Tabel 15. Hasil uji chi-square

hubungan memakai sarung tangan

dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka tusuk jarum suntik

Indikator kepatuhan Tertusuk Tidak Tertusuk Total Nilai p OR

N % N % N %

Sarung tangan Tidak memakai 26 86,67 4 13,33 30 30,00 0,414 1,926

Memakai 54 77,14 16 22,86 70 70,00 Total 100 100

Responden terbanyak tidak konsisten memakai sarung tangan dan

mengalami LTJS sebanyak 86,67%.

Nilai p = 0.414 (α = 0,05) maka p > α dan Ho ditolak, sehingga dapat

disimpulkan tidak ada hubungan antara memakai sarung tangan dengan kejadian

LTJS.

5.6.4 Hubungan pengawasan dengan LTJS

Tabel 16. Hasil uji chi-square hubungan pengawasan dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka Tusuk Jarum Suntik

Indikator kepatuhan Tertusuk Tidak tertusuk Total Nilai p OR

N % N % N %

Pengawasan Tidak ada 66 86,84 10 13,16 76 76,00 0,006 4,714

Ada 14 58,33 10 41,67 24 24,00 Total 100 100

Responden yang tidak mendapat pengawasan dan mengalami LTJS

sebanyak 86,84% .

Nilai p = 0.006 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara mendapat pengawasan dengan kejadian LTJS.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

49

UNIVERSITAS INDONESIA

5.6.5 Hubungan pengawasan reguler dengan LTJS

Tabel 17. Hasil uji chi-square hubungan pengawasan reguler dengan LTJS

pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka Tusuk Jarum Suntik

Indikator kepatuhan Tertusuk Tidak tertusuk Total Nilai p OR

N % N % N %

Membaca SOP Pengawasan reguler

Tidak ada 66 86,84 10 13,16 76 76,00 0,006 4,714 Ada 14 58,33 10 41,67 24 24,00

Total 100 100

Responden yang tidak mendapat pengawasan reguler dan mengalami LTJS

sebanyak 66 (86,84%).

Nilai p = 0.006 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara mendapat pengawasan reguler dengan kejadian

LTJS.

5.6.6 Hubungan mendapat reward dengan LTJS

Tabel 18. Hasil uji chi-square hubungan mendapat reward dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka Tusuk Jarum Suntik

Indikator kepatuhan Tertusuk Tidak

tertusuk Total Nilai p OR

N % N % N %

Reward Tidak dapat 70 97,22 2 2,78 72 72,00 0,000 63,000

Dapat 10 35,71 18 64,29 28 28,00 Total 100 100

Responden yang tidak mendapat reward dan mengalami LTJS sebanyak 97,22%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara mendapat reward dengan kejadian LTJS.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

50

UNIVERSITAS INDONESIA

5.6.7 Hubungan mendapat sertifikat dengan LTJS

Tabel 19. Hasil uji chi-square hubungan mendapat sertifikat dengan LTJS

pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka Tusuk Jarum Suntik

Indikator kepatuhan Tertusuk Tidak

tertusuk Total Nilai p OR

N % N % N %

Total 100 100 Sertifikat

Tidak dapat 70 97,22 2 2,78 72 72,00 0,000 63,000

Dapat 10 35,71 18 64,29 28 28,00 Total 100 100

Responden yang tidak mendapat sertifikt dan mengalami LTJS sebanyak 97,22%.

Nilai p = 0.00 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima sehingga dapat disimpulkan

ada hubungan antara mendapat sertifikat dengan kejadian LTJS.

5.7 Hubungan indikator indikator keamanan dengan Kejadian LTJS

5.7.1. Hubungan upaya non recapping dengan LTJS

Tabel 20. Hasil uji chi-square hubungan upaya non recapping dengan LTJS pada paramedis RDMS

tahun 2012

Luka Tusuk Jarum Suntik

Indikator Tertusuk Tidak

Tertusuk Total Nilai p OR

Keamanan menyuntik N % N % N %

Non recapping Tidak melakukan 68 97,14 2 2,86 70 70,00 0,000 51,000

Melakukan 12 40,00 18 60,00 30 30,00 Total 100 100

Responden yang tidak melakukan non recapping dan mengalami LTJS

sebanyak 97,14%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara melakukan non recapping dengan kejadian

LTJS.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

51

UNIVERSITAS INDONESIA

5.7.2 Hubungan menampung alat suntik bekas di sharps container dengan

LTJS

Tabel 21. Hasil uji chi-square hubungan menampung alat suntik bekas di sharps container

dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka Tusuk Jarum Suntik

Indikator Tertusuk Tidak

Tertusuk Total Nilai p OR

Keamanan menyuntik N % N % N %

Sharps container Tidak menampungkan 70 97,22 2 2,78 72 72,00 0,000 63,000

Menampungkan 10 35,71 18 64,29 28 28,00 Total 100 100

Responden yang tidak nemampung alat suntik bekas disharps container

dan mengalami LTJS sebanyak 97,22%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara mendapat sertifikat dengan kejadian LTJS.

5.7.3 Hubungan eliminasi jarum suntik dengan LTJS

Tabel 22. Hasil uji chi-square hubungan eliminasi jarum suntik

dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka tusuk jarum suntik

Indikator Tertusuk Tidak tertusuk Total Nilai p OR

Keamanan menyuntik N % N % N %

Eliminasi Tidak melakukan 70 94,59 4 5,41 74 74,00 0,000 28,000

Melakukan 10 38,46 16 61,54 26 26,00 Total 100 100

Responden yang tidak melakukan eliminasi jarum suntikdan mengalami

LTJS sebanyak 94,59%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara eliminasi jarum suntik dengan kejadian LTJS.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

52

UNIVERSITAS INDONESIA

5.7.4 Hubungan penggunaan sistem intravena tanpa jarum dengan LTJS

Tabel 23. Hasil uji chi-square hubungan penggunaan sistem intravena tanpa jarum

dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka tusuk jarum suntik

Indikator Tertusuk Tidak tertusuk Total Nilai p OR

Keamanan menyuntik N % N % N %

Intravena tanpa jarum Tidak menggunakan 66 86,84 10 13,16 76 76,00 0,006 4,714

Menggunakan 14 58,33 10 41,67 24 24,00 Total 100 100

Responden yang tidak menggunakan sistem intravena tanpa jarum dan mengalami

LTJS sebanyak 86,84%.

Nilai p = 0.006 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan antara penggunaaan sistem intravena tanpa jarum

dengan kejadian LTJS.

5.7.5 Hubungan penggunaan jarum suntik safety design dengan LTJS

Tabel 24. Hasil uji chi-square hubungan penggunaan jarum suntik safety design tanpa jarum

dengan LTJS pada paramedis RDMS tahun 2012

Luka tusuk jarum

suntik

Indikator Tertusuk Tidak

tertusuk Total Nilai p OR

Keamanan menyuntik N % N % N %

Jarum suntik safety design Tidak menggunakan 70 92,11 6 7,89 76 76,00 0,000 16,333

Menggunakan 10 41,67 14 58,33 24 24,00 Total 100 100

Responden yang tidak menggunakan jarum suntik safety design dan mengalami

LTJS sebanyak 92,11%.

Nilai p = 0.000 (α = 0,05) maka p < α dan Ho diterima, dan dapat disimpulkan

ada hubungan antara penggunaan sistem intravena tanpa jarum dengan kejadian

LTJS.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

53

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan persepsi, faktor reinforcing, faktor enabling dengankepatuhan

Persepsi tentang risiko LTJS, yang mempunyai hubungan signifikan

dengan kepatuhan melaksanakan kewaspadaan, sesuai model PRECEDE di

mana faktor predisposing berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup sehat

seseorang. (Green, 2012)

Faktor reinforcing, yang mempunyai hubungan signifikan dengan

kepatuhan melaksanakan kewaspadaan universal, sesuai model PRECEDE

yang menyatakan bahwa faktor reinfocing berhubungan dengan perilaku dan

gaya hidup sehat seseorang. (Green, 2012)

Faktor enabling, yang mempunyai hubungan signifikan dengan

kepatuhan melaksanakan kewaspadaan universal, sesuai model PRECEDE

yang menyatakan bahwa ketersediaan dan kemudahan akses sumber daya

berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup sehat seseorang (Green, 2012).

6.2 Hubungan enabling dengan keamanan

Enabling, yang mempunayi hubungan signifikan dengan kemanan

menyuntik, sesuai pernyataan Eucomed bahwa ketersediaan dan pemanfaatan

alat suntik dengan rekayasa safety design diperlukan untuk peningkatan

keamanan menyuntik guna pencegahan LTJS yang lebih baik (Eucomed,

2001)

6.3 Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan

Urutan faktor mulai dari yang paling dominan mempengaruhi

kepatuhan:

1. Reinforcing

2. Enabling

3. Persepsi

6.4 Hubungan kepatuhan dengan kejadian LTJS

Kepatuhan, yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian

LTJS, sesuai dengan pernyataan Ismail dalam penelitiannya bahwa salah satu

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

54

UNIVERSITAS INDONESIA

faktor yang mendasari terjadinya LTJS adalah kepatuhan pelaksanaan

kewaspadaan universal (Ismail et all, 2009).

6.5 Hubungan keamanan menyuntikdengan LTJS

Keamanan, yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian

LTJS, sesuai dengan pernyataan Jagger dalam Foley bahwa alat suntik yang

lebih aman bersama-sama dengan edukasi PPK dan pengendalian cara kerja

dapat mengurangi LTJS (Foley, 2003); dan pernyataan Eucomed bahwa

pemanfaat alat suntik dengan rekayasa safety diperlukan untuk peningkatan

keamanan menyuntik guna mengurangi pencegahan LTJS. (Eucomed, 2001)

6.6 Faktor yang paling dominan berhubungan dengan LTJS

Faktor faktor yang paling dominan berhubung dengan kepatuhan

melaksanakan kewaspadaan universal, mulai dari yang paling dominan:

1. Keamanan

2. Kepatuhan

6.7 Hubungan indikator kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan universal

dengan kejadian LTJS.

Indikator faktor kepatuhan menyuntik meliputi:

1. Konsistensi membaca SOP sebelum bekerja

2. Konsistensi memperlakukan semua sampel infeksius

3. Konsistensi memakai sarung tangan

4. Mendapat pengawasan pelaksananan kewaspadaan universal

5. Konsistensi (regularitas) pengawasan

6. Mendapat reward

7. Mendapat sertifikat

Konsistensi membaca SOP sebelum menyuntik/mengambil

sampel, yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian LTJS, sesuai

hasil penelitian Ismail et all yang menyatakan bahwa kepatuhan pelaksanaan

kewaspadaan universal berhubungan dengan kejadian LTJS.

Konsistensi memperlakukan semua sampel infeksius, yang tidak

mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian LTJS, tidak sesuai dengan

konsep kewaspadaan universal (Hoy, 2009).

Konsistensi memakai sarung tangan, yang tidak mempunyai

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

55

UNIVERSITAS INDONESIA

hubungan signifikan dengan kejadian LTJS, sesuai dengan pernyataan Hoy

bahwa APD (sarung tangan) merupakan last resources dalam upaya

pengendalian LTJS karena kurang efektif (Hoy, 2009).

Faktor mendapat pengawasan sebagai indikator kepatuhan, yang

mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian LTJS, sesuai hasil

penelitian Ismail et all yang menyatakan bahwa kepatuhan pelaksanaan

kewaspadaan universal berhubungan dengan kejadian LTJS (Ismail et all,

2009), dan pernyataan Jagger dalam Hoy bahwa pengendalian cara kerja

dapat mengurangi LTJS.

Mendapat reward maupun sertifikat karena patuh, yang mempunyai

hubungan signifikan dengan kejadian LTJS, sesuai hasil penelitian Ismail et

all yang menyatakan bahwa kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan universal

berhubungan dengan kejadian LTJS (Ismail et all, 2009), dan pernyataan

Jagger dalam Hoy bahwa pengendalian cara kerja dapat mengurangi LTJS.

6.8 Hubungan indikator keamanan menyuntik dengan kejadian LTJS.

Indikator faktor keamanan menyuntik meliputi:

1. Upaya non recappingdengan LTJS

2. Upaya menampung alat suntik bekas di sharps container

3. Upaya eliminasi jarum suntik dengan LTJS

4. Penggunaan sistem intravena tanpa jarum (SITJ) dengan LTJS

5. Penggunaan jarum suntik safety design dengan LTJS

Upaya non recapping sesudah menyuntik, yang mempunyai

hubungan signifikan dengan kejadian LTJS, sesuai dengan pernyataan Jagger

dalam Foley bahwa alat suntik yang lebih aman dan pengendalian cara kerja

dapat mengurangi LTJS (Foley, 2003).

Upaya menampung alat suntik bekas di sharps container, yang

mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian LTJS,sesuai dengan

pernyataan CDC tahun 2008 bahwa ketersediaan sharps container sebagai

alat penampung jarum suntik bekas pakai dapat mengurangi insiden LTJS

(CDC, 2008).

Upaya eliminasi jarum suntik, yang rmempunyai hubungan

signifikan dengan kejadian LTJS, sesuai dengan pernyataan Jagger dalam

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

56

UNIVERSITAS INDONESIA

Foley bahwa alat suntik yang lebih aman dan pengendalian cara kerja dapat

mengurangi LTJS (Foley, 2003), dan pernyataan Eucomed bahwa

pemanfaatan alat suntik dengan rekayasa safety diperlukan untuk

peningkatan keamanan menyuntik guna pencegahan LTJS yang lebih baik

(Eucomed, 2001).

Penggunaan sistem intravena tanpa jarum, yang mempunyai

hubungan signifikan dengan kejadian LTJS, sesuai dengan pernyataan

Jagger dalam Foley bahwa alat suntik yang lebih aman dan pengendalian

cara kerja dapat mengurangi LTJS (Foley, 2003), dan pernyataan Eucomed

bahwa pemanfaatan alat suntik dengan rekayasa safety design diperlukan

untuk peningkatan keamanan menyuntik guna pencegahan LTJS yang lebih

baik (Eucomed, 2001)

Penggunaan jarum suntik safety design, yang rmempunyai

hubungan signifikan dengan kejadian LTJS, sesuai dengan pernyataan

Jagger dalam Foley bahwa alat suntik yang lebih aman dan pengendalian

cara kerja dapat mengurangi LTJS (Foley, 2003), dan pernyataan Eucomed

bahwa pemanfaatan alat suntik dengan rekayasa safety design diperlukan

untuk peningkatan keamanan menyuntik guna pencegahan LTJS yang lebih

baik (Eucomed, 2001)

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

57

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 SIMPULAN

1. Faktor faktor dan hubungannya terhadap kejadian LTJS paramedis di RDMS

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada hubungan signifikan faktor persepsi dengan kepatuhan pelaksanaan

kewaspadaan universal (p = 0,001, α = 0,05, OR = 4,667).

2. Ada hubungan signifikan faktor reinforcing dengan kepatuhan

pelaksanaan kewaspadaan universal (p = 0,000, α = 0,05, OR = 99,000).

3. Ada hubungan signifikan faktor enabling dengan kepatuhan

pelaksanaan kewaspadaan universal (p = 0,000, α = 0,05, OR = 11,160).

4. Ada hubungan signifikan antara faktor enabling dengan keamanan

menyuntik (p = 0,000; α = 0,05, OR = 11,160).

5. Ada hubungan signifikan antara faktor kepatuhan dengan kejadian

LTJS (p = 0,000; α = 0,05, OR = 42,429).

6. Ada hubungan signifikan antara faktor keamanan menyuntik dengan

kejadian LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR = 63,000).

7. Ada hubungan signifikan antara membaca SOP sebelum menyuntik /

mengambil sampel dengan kejadian LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR =

51,000).

8. Tidak ada hubungan antara memperlakukan semua sampel sebagai

bahan infeksius dengan kejadian LTJS (p = 0,414, α = 0,05, OR =

1,926).

9. Tidak ada hubungan antara memakai sarung tangan dengan kejadian

LTJS (p = 0,414, α = 0,05, OR = 1,926).

10. Ada hubungan signifikan antara pengawasan dengan kejadian LTJS (p =

0,006, α = 0,05, OR = 4,714).

11. Ada hubungan signifikan antara pengawasan reguler dengan kejadian

LTJS (p = 0,006, α = 0,05, OR = 4,714).

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

58

UNIVERSITAS INDONESIA

12. Ada hubungan signifikan antara mendapat reward dengan kejadian

LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR = 63,000).

13. Ada hubungan signifikan antara mendapat sertifikat dengan kejadian

LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR = 63,000).

14. Ada hubungan signifikan antara praktek non recapping dengan

kejadian LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR = 51,000).

15. Ada hubungan signifikan antara menampung alat suntik bekas pakai di

sharps container dengan kejadian LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR =

63,000).

16. Ada hubungan signifikan antara eliminasi jarum suntik dengan kejadian

LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR = 28,000).

17. Ada hubungan signifikan antara pemakaian sistem intravena tanpa

jarum dengan kejadian LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR = 4,714).

18. Ada hubungan signifikan antara pemakaian jarum suntik safety design

dengan kejadian LTJS (p = 0,000, α = 0,05, OR = 4,714).

2. Faktor Faktor dominan yang mempengaruhi LTJS paramedis RMDS sebaga

beirkut:

Hubungan terhadap kepatuhan mulai dari yang paling dominan:

1.Faktor reinforcement (p = 0,001, α = 0,05, OR = 99,000)

2. Faktor enabling (p = 0.000, α = 0,05, OR = 11,110)

3. Faktor persepsi ( p = 0,001, α = 0,05, OR = 4,667)

Hubungan terhadap kejadian LTJS mulai dari yang paling dominan:

1. Faktor keamanan menyuntik (p = 0.000, α = 0,05, OR = 63,000)

2. Faktor kepatuhan (p = 0.000, α = 0,05, OR = 42,429)

Hubungan indikator keamanan terhadap kejadian LTJS mulai dari yang paling

dominan:

1.Penggunaan sharps container (p = 0.000, α = 0,05, OR = 63,000)

2. Upaya non recapping (p = 0.000, α = 0,05, OR = 51,000)

3. Upaya eliminasi (p = 0.000, α = 0,05, OR = 28,000)

4. Pemakaian jarum suntik safety design (p = 0.000, α = 0,05, OR =

16,333)

5. Pemakaian sistem intravena tanpa jarum (p = 0.000, α = 0,05, OR =

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

59

UNIVERSITAS INDONESIA

47,104)

Hubungan indikator kepatuhan terhadap kejadian LTJS mulai dari ang paling

signifikan sebagai berikut:

1. Mendapat reward (p = 0.000, α = 0,05, OR = 63,000)

2. Mendapat sertifikat (p = 0.000, α = 0,05, OR = 63,000)

3. Membaca SOP sebelum menyuntik / mengambil darah (p = 0.000; α

= 0,05, OR = 51,000)

4. Mendapat pengawasan regular (p = 0.000, α = 0,05, OR = 4,714)

7.2 SARAN

1. Membuat program pengendalian dan pencegahan LTJS paramedis RDMS

secara komprehensif sesuai hasil penelitian dengan urutan penekanan

pada faktor reinforcing, faktor enabling, faktor persepsi, faktor keamanan

menyuntik, dan kepatuhan melaksanakan SOP yang berpedoman pada

kewaspadaan universal dan hirarki kontrol.

2. Merekomendasikan peningkatan faktor reinforcing pada paramedis guna

meningkatkan kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan universal dengan

urutan penekanan tentang pentingnya rewarding, awarding, membaca

SOP sebelum bekerja dan pengawasan reguler.

3. Merekomendasikan peningkatkan faktor enabling guna meningkatkan

kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan dan meningkatkan kemanan

menyuntik dengan urutan penekanan pentingnya ketersediaan reward,

award, SOP dan pengawasan; serta penyediaan dan penggunaan sharps

container, praktek non recapping, dan eliminasi alat suntik. Jika

pendanaan memungkin, dianjurkan untuk penerapan penggunaan jarum

suntik safety design.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

60

DAFTAR PUSTAKA

Ariawan, I. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Indonesia.

CCOHS. (2005). NeedleStick Injuries. Retrieved December 24, 2012, from

http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/needlestick_injuries.html

CDC. (2008). Workbook for Designing, Implementing and Evaluating a Sharps

Injury Prevention Program. Atlanta - USA: Centers for Disease Control

and Prevention - Department of Health and Human Services .

Dahlan, M. S. (2011, Edisi 5). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Eucomed. (2001). Preventing Sharps Injuries. Retrieved December 24, 2012,

from www.eucomed.org/uploads/.../Eliminating%20sharps%20injuries.pdf

Foley, M. (2003). American Nurses Association – Independent Study Module.

Retrieved December 24th, 2012, from www.who.int/occupational_health/

activities /1anaism.pdf

Green, L. W. (2012). PRECEDE - PROCEED. Retrieved December 24, 2012,

from http://ctb.ku.edu/en/tablecontents/sub_section_main_1008.aspx

Hollinger, F. B. (2011, 12th Ed). Reports on Carcinogens - Hepatitis B Virus -.

National Toxicology Program, Department of Health and Human Services.

Washington - USA: U.S. Department of Health and Human Services.

Hoy, J. (2009). Standard Precautions and Infection Control in Viral Hepatitis and

STIs: A Guide for Primary Care. Darlinghurst NSW - Australia: Paragon

Print.

ICN. (2000). Fact Sheet: ICN on Preventing Needlestick Injuries. Retrieved

December 24, 2012, from www.who.int/occupational_health/activities/

2icnneed.pdf

Ismail et all, N. H. (2009). Needlestick Injury: A Review Of Twelve Theses

Among Healthcare Personnel in Malaysia. Jurnal of Community Health

2009: Vol 15 Number 1, 47 - 56.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

61

Naphoel, L. E. (2009, November). Reported Needlestick Injuries Amongst Health

Care Workers in The Free State Province. Free Sate - South Afrika:

University of The Free State - Faculty of Health Sciences - School of

Nursing.

Ng, Y. (2007). Needlestick Injury Among Medical Personnel in Accident and

Emergency Department of Two Teaching Hospitals. Med J Malaysia Vol

62 No 1 March 2007, 9 - 12.

Redding et all, C. A. (2000). Health Behaviour Model. The International

Electronic Journal of Health Education, 2000; 3 (Special Issue), 180-193.

Rival, A. (2012). STANDAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI

RUMAH SAKIT. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Stoker, R. (2004). Anatomy of a Needlestick Injury. BUSINESS BRIEFING:

GLOBAL HEALTHCARE – ADVANCED MEDICAL TECHNOLOGIES

2004, 34 - 38.

Sugiyono. (2009). Statistik Untuk Peneliitan. Bandung: CV Alpha Beta.

WHO. (2002). Protecting Health Care Workers - Preventing Needlestick Injuries.

Retrieved December 24, 2012, from World Health Organization Web site:

http://www.who.int/occupational_health/topics/needinjuries/en/

Yayasan Spiritia. (2012). Staistik - Laporan Terakhir Kepemenkes. Retrieved

December 24, 2012, from http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

62

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: PERMOHONAN PENGISIAN KUESIONER

Tanjungpinang,

Yth.

Mitra Paramedis

di

Rumkital Dr. Midiyato S Tanjungpinang

Dengan hormat,

Dalam rangka penulisan tesis yang berjudul: FAKTOR FAKTOR YANG

BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA LUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA PARAMEDIS

DI RUMKITAL Dr. MIDIYATO S - TANJUNGPINANG TAHUN 2012.

Dengan segala kerendahan hati, saya:

Johan Intan

Mahasiswa Program Pascasarjana

Magister Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Indonesia

bermaksud mengadakan penelitian tentangFAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN TERJADINYA LUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA PARAMEDIS DI

RUMKITAL Dr. MIDIYATO S - TANJUNGPINANG TAHUN 2012.

Data yang diperoleh akan digunakan sebagai rekomendasi peneliti demi

peningkatan keselamatan kerja paramedik di Rumkital Dr. Midiyato S Tanjungpinang

tempat anda bertugas.

Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif terhadap

perawat maupuninstitusi. Peneliti berjanji akan senantiasa menghargai dan menjunjung

tinggi hak-hak responden dan menjamin kerahasiaan identitas dan data yang diperoleh,

baik dalam pengumpulan, pengolahan, maupun penyajian laporan nanti.

Peneliti memohon kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi

kuesioner ini dengan jujur dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Terima kasih atas kesediaan dan partisipasinya.

Hormat saya,

Peneliti

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

63

LAMPIRAN 2: LEMBARAN PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER

Saya memahami tujuan dan manfaat penelitian setelah membaca penjelasan di atas.

Saya mengerti bahwa peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak saya

sebagai responden, dan bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya

maupun institusi.

Saya sebagai responden memahami bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini

akan besar manfaat bagi peningkatan keselematan kerjaparamedis di Rumkital Dr.Midiyato

S - Tanjungpinang.

Bersama ini saya memberikan persetujuan kepada peneliti dengan sukarela dan

dalam keadaan sadar.

Tanjungpinang,

Peneliti, Responden,

Johan Intan _____________

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

64

LAMPIRAN 3: KUESIONER

Kode

Responden

Tanggal Pengisian:

Petunjuk Pengisian:

1. Kuesioener ini ditujukan kepada perawat / analisis / pembantu perawat di IGD, rawat inap, ICU, kamar bedah, dan laboratorium.

2. Kuesioener ini terdiri dari dua bagian, yaitu: Bagian 1: Karakteristik responden paramedic Bagian 2: Luka tusuk jarum suntik (LTJS) dan faktor-faktor yang Berhubungan dengan LTJS.

3. Silahkan mencoba penjelasan tentang singktan dan istilah teknis pada halaman ini.

4. Bacalah petunjuk pengisian sebelum memberikan jawaban. 5. Periksalah sekali lagi kelengkapan jawaban anda, pastikan tidak ada item

pertanyaan/pertanyaan yang belum dijawab.

Singkatan dan istilah:

LTJS atau luka tusuk jarum suntik adalah luka tertusuk jarum suntik secara tidak sengaja saat bekerja, tidak termasuk jarum jahit luka. Kewaspadaan universal atau universal precaution: adalah standar bahwa bekerja harus mematuhi prosedur pengunaan alat suntik yang aman, penggunaan alat suntik dengan safety design, dan memperlakukan darah dan cariran tubuh sebagai bahan infeksius. Jarum suntik safety design adalah jarum suntik dengan rancangan aman untuk menghindari terjadinya LTJS. APD atau alat pelindung diri meliputi sarung tangan, gaun dan alas kaki saat melakukan suntikan, venopunksi maupun prosedur invasif lainnya. PEP (Post Exposure Prophylaxes) adalah obat atau terapi yang diberikan segera sesudah seseorang terpajan darah dan / atau cairan tubuh yang dapat menularkan infeksi, misalnya HBV, HCV, dan HIV. PEP hepatitis B berupa HBIG untuk HBV dan diberikan dalam 72 jam pasca terpajan. PEP HIV berupa kombinasi tablet ARV (anti retrovirus) diberikan antara satu sd dua jam pasca terpajan.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

65

Format hh/bb/tttt adalah format tanggal misalnya 12/08/1999 yang berarti 12 Agustus 1999

Karakteristik Responden Petunjuk:

Pilihlah jawaban sesuai karakteristik anda

Beri tanda (√) ) pada □ (kotak jawaban) yang tersedia. Isi spasi kosong pada pernyataan lama bekerja. 1.1 Jenis kelamin : □ 2. Pria □ 1. Wanita

1.2 Tanggal lahir : ____________ (format: hh/bb/tttt)

1.3 Masa kerja : Rumkital Dr. Midiyato S tahun bulan

1.4 Tingkat pendidikan : □ 1. SPK atau sederajat

□ 2. DIIIKeperawatan/Kebidanan/Anestesi/Analisis/sederajat

□ 3. S1 Keperawatan atau sederajat

1.5 Unit Kerja : □ 1. IGD □ 2. Rawat Inap □ 3. ICU

□ 4. Kamar Bedah □ 5. Lab

LTJS dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya.

Petunjuk Pengisian:

1. Jawablah pernyataan di bawah ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan berikan tanda (√) di kolom yang telah disediakan

2. Singkatan: SJ = Sangat Jarang, JR = Jarang, SR = Sering, SS = Sangat Sering

I. PERTANYAAN TENTANG FAKTOR PERSONAL, FAKTOR PEKERJAAN, LINGKUNGAN KERJA DAN ASPEK PENDUKUNG

Silahkan centang (√) pada salah satu kolom pilihan yang menurut Anda paling sesuai dengan pendapat Anda.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

66

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

PENELITIAN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

LUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA PARAMEDIS

DI RUMKITAL Dr. MIDIYATO S - TANJUNGPINANG

TAHUN 2012 KUESIONER

No PERNYATAAN

KARAKTERISTIK RESPODEN

1. (KKr1) Jenis Kelamin

2. (KKr2) Umur saya saat ini* 3. (KKr3)

Masa Kerja*

4. (KKr4) Tingkat pendidikan*

5. (KKr6) Unit Kerja*

( *skor KKr1,2,3,4 &6 diisi oleh peneliti )

PELATIHAN KEWASPADAAN UNIVERSAL SJ JR SR SS

6. (KKr5) Saya mengikuti pelatihan kewaspadaan universal

LUKA TUSUK JARUM SUNTIK Ya td

7. (KLt1) Saya terkena LTJS minimal satu kali pada tahun lalu. (01 Januari sd 31 Desember 2011)

PERSEPSI TERHADAP LUKA TUSUK JARUM SUNTIK

SJ JR SR SS

8. (KP1) Setiap sampel darah dan cairan tubuh bersifat infeksius.

9. (KP2) Saya merasa perlu memakai sarung tangan (hand glove) saat menyuntik / mengambil darah.

10. (KP3) Saya merasa perlu melakukan non recapping sesudah menyuntik / mengambil darah.

11. (KP4) Saya merasa perlu menampung jarum suntik di sharps container.

12. (KP5) Saya merasa perlu sedapat mungkin tidak menyuntik (eliminasi).

13. (KP5) Saya merasa perlu menggunakan sistem intravena tanpa jarum

14. (KP7) Saya merasa perlu memakai jarum suntik berancang keamanan (safety design).

FAKTOR REINFORCING SJ JR SR SS

15. (KR1) Rumah sakit kami mempunyai SOP tentang kewaspadaan universal dan higiene hindustri.

16. (KR2) Rumah sakit mengharuskan saya untuk mengenakan sarung tangan (hand glove) saat menyuntik / mengambil darah.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

67

17. (KR3) Rumah sakit mengharuskan saya melakukan non recapping sesudah menyuntik / mengambil darah.

18. (KR4) Rumah sakit mengharuskan saya untuk menampung alat suntik bekas di sharps container.

19. (KR5) Rumah sakit mengharuskan saya untuk sedapat mungkin tidak menggunakan alat suntik (eliminasi).

20. (KR6) Rumah sakit mengharuskan saya menggunakan sistem intravena tanpa jarum.

21. (KR7) Rumah sakit mengharuskan saya untuk menggunakan jarum suntik berancang keamanan (safety design).

22. (KR8) Rumah sakit memberlakukan pengawasan untuk kewaspadaan universal.

23. (KR9) Rumah sakit memberikan hadiah (reward), misalnya bantuan sosial, jika saya melaksanakan dengan baik kewaspadaan universal.

24. (KR10) Rumah sakit memberikan pengukuhan, misalnya sertifikat, jika saya melaksanakan kewaspadaan universal dengan baik.

FAKTOR ENABLING SJ JR SR SS

25. (KE1) Rumah sakit mengadakan pelatihan untuk kewaspadaan universal.

26. (KE2) Rumah sakit menyediakan salinan SOP yang tercetak jelas tentang kewaspadaan universal.

27. (KE3) Rumah sakit memampang salinan SOP yang mudah di baca.

28. (KE4) Rumah sakit menyediakan sarung tangan (hand glove) untuk menyuntik / mengambil darah.

29. (KE5) Rumah sakit menyediakan brosur berisi instruksi dan gambar yang yang jelas tentang tehnik non recapping jarum suntik.

30. (KE6) Rumah sakit memampang brosur berisi tehnik non recapping di tempat yang mudah dibaca.

31. (KE7) Rumah sakit menyediakan sharps container di tempat kerja untuk menampung jarum bekas pakai.

32. (KE8) Rumah sakit menyediakan sistem intravena tanpa jarum.

33. (KE9) Rumah sakit menyediakan jarum suntik berancang keamanan (safety design).

34. (KE10) Rumah sakit mempunyai supervisor untuk pengawasan pelaksanaan kewaspadaan universal.

35. (KE11) Pengawasan secara teratur pelaksanaan kewaspadaan universal dilakukan secara reguler.

36. (KE12) Rumah sakit memberi hadiah (reward), misalnya bantuan sosial, jika saya melaksanakan dengan baik kewaspadaan universal.

37. (KE13) Rumah sakit memberi pengukuhan, misalnya sertifikat, jika saya melaksanakan dengan baik kewaspadaan universal.

FAKTOR KEPATUHAN SJ JR SR SS

38. (KKp1) Saya membaca SOP sebelum bekerja.

39. (KKp2) Saya memperlakukan semua sampel darah dan cairan tubuh sebagai bahan infeksius.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

68

40. (KKp3) Saya mengenakan sarung tangan (hand glove) saat menyuntik / mengambil darah.

41. (KKp4) Saya mendapat pengawasan pelaksanaan kewaspadaan universal secara reguler.

42. (KKp5) Saya mendapat pengawasan pelaksanaan kewaspadaan universal secara reguler.

43. (KKp6) Saya mendapat hadiah karena melaksanakan dengan baik kewaspadaan universal.

44. (KKp7) Saya mendapat sertifikat penghargaan karena saya melaksanakan dengan baik kewaspadaan universal.

FAKTOR KEAMANAN MENYUNTIK SJ JR SR SS

45. (KKa1) Saya melakukan non recapping setelah menyuntik / mengambil darah.

46. (KKa2) Saya menampung jarum suntik bekas di sharps container.

47. (KKa3) Saya sedapat mungkin tidak menggunakan alat suntik (eliminasi).

48. (KKa4) Saya menggunakan sistem intravena tanpa jarum.

49. (KKa5) Saya menggunakan jarum suntik berancangan keamanan (safety design).

Keterangan:

SJ : Sangat Jarang, JR: Jarang

SR : Sering, SS : Sangat Sering

Ya : Tertusuk Td : Tidak tertusuk

Terima kasih atas partisipasi Anda dalam mengisi kuesioner ini.

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

69

LAMPIRAN 4: SURAT PERMOHONAN IJN PENELITIAN

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334011-T32514-Johan Intan.pdf · 2.3.7 Standarisasi dan pelaksanaan SOP berpedomankan kewaspadaan universal 9 2.3.8 Pengawasan

70

LAMPIRAN 5: SURAT IJIN PENELITIAN

Faktor faktor..., Johan Intan, FKM UI, 2013