UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi...

86
UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel dan Nanotube TiO 2 untuk Aplikasi Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik WIDIA KURNIA ADI 0806455925 PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JANUARI 2012 Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

UNIVERSITAS INDONESIA

Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel dan Nanotube TiO2

untuk Aplikasi Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

WIDIA KURNIA ADI

0806455925

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JANUARI 2012

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

ii

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang

dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Widia Kurnia Adi

NPM : 0806455925

Tanda Tangan :

Tanggal : 14 Januari 2012

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

iii

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Widia Kurnia Adi

NPM : 0806455925

Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

Judul Skripsi : Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel dan Nanotube TiO2

untuk Aplikasi Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material

Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Ir. A. Herman Yuwono, M.Phil.Eng.

Penguji : Prof.Dr. Ir. Anne Zulfia, M.Sc.

Penguji : Dr. M. Chalid, S.Si, M.Sc.Eng (…………………..)

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 20 Januari 2012

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

iv

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah, Atas berkat rahmat dan pertolongan-Nya akhirnya skripsi

ini dapat diselesaikan. Tanpa kehendak dan pertolongan-Nya, mustahil bagi saya

untuk dapat menyelesaikan serangkaian kegiatan dalam penelitian ini dengan

baik. Adapun penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

persyaratan untuk mendapat gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik

Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Ucapan terima

kasih juga saya haturkan kepada berbagai pihak atas bimbingan dan bantuannya

dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan

banyak terima kasih kepada:

1) Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil.Eng, terima kasih atas segala

sumbangsih yang telah diberikan. Baik waktu, pengalaman, moral maupun

materi di dalam penelitian saya ini. Tidak ada ungkapan yang bisa mewakili

betapa saya berhutang kepada bapak selain apa yang Rasulullah Shalallhu

‘alaihi wasalaam ajarkan “ Jazakumullah Khoyron” Semoga Allah membalas

dengan kebaikan. Aamiin.

2) Bapak dan Ibu; atas segala bentuk kasih sayang yang kalian berikan hingga

saat ini. Tak ada satu pun hal yang bisa saya lakukan untuk membalas impas

semua apa yang telah Bapak dan Ibu lakukan. Semoga saya bisa membalas

jasa kalian dengan manjadi anak yang sholeh dan berbakti pada kalian.

Aamiin.

3) Ust. Abdul Aziz Abdul Ro’uf; atas ilmu yang diajarkan dan kesabaran dalam

menerima setoran saya yang masih terbata-bata.

4) Teman-teman santri markaz Al-Qur’an, atas do’a dan dukungannya untuk

penyelesaian skripsi ini. Semoga saya bisa lekas menyusul kalian menjadi

sahabat Qur’an. Aamiin.

5) Segenap karyawan Departemen Teknik Metalurgi dan Material; terima kasih

telah membantu saya dalam hal-hal yang berkaitan dengan penelitian saya

sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

v

Universitas Indonesia

6) Teman-teman metalurgi 2008; terima kasih atas waktu yang menyenangkan

selama masa kuliah perkuliahan ini.

Sebagai penutup ucapan terima kasih saya, hanya do’a yang dapat saya panjatkan

atas sumbangsih dari pihak-pihak yang telah membantu saya dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang membalas setiap kebaikan dengan sebaik-baik balasan. Akhir kata,

semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan amal jariyah

bagi saya. Aamiin.

Depok, 14 Januari 2012

Widia Kurnia Adi

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

vi

Universitas Indonesia

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Widia Kurnia Adi

NPM : 0806455925

Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

Departemen : Metalurgi dan Material

Fakultas : Teknik

Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel dan Nanotube TiO2 untuk Aplikasi Sel

Surya Tersensitasi Zat Pewarna

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 14 Januari 2012

Yang menyatakan

(Widia Kurnia Adi)

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Widia Kurnia Adi

Program Studi : Departemen Metalurgi dan Material

Judul : Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel dan Nanotube TiO2 untuk

Aplikasi Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna

Pada penelitian ini, telah dilakukan sintesis nanopartikel TiO2 melalu proses

sol─gel dengan variasi rasio air terhadap prekursor (Rw) yaitu 0.85, 2.00 dan 3.50

selama proses formulasi yang kemudian diikuti perlakukan termal lanjut berupa

pengeringan, anil dan pasca-hidrotermal. Karakterisasi XRD dilakukan untuk

mengukur besar ukuran kristalit nanopartikel yang dihasilkan. Dari hasil

perhitungan, metode pasca-hidrotermal menghasilkan produk dengan ukuran

kristalit paling tinggi dibandingkan perlakukan anil dan pengeringan. Ukuran

kristalit tertinggi dimiliki sampel Rw = 3.50 cair dengan besar ukuran kristalit

8,566 nm, diikuti Rw = 3.50 gel sebesar 7,614 nm, Rw = 2.00 sebesar 6,853 nm

dan Rw = 0.85 sebesar 6,527 nm. Lebih jauh lagi, nanotube TiO2 difabrikasi

melalui teknik hidrotermal dengan melarutkan nanopartikel TiO2 hasil perlakuan

anil dan serbuk P-25 Degussa ke dalam larutan alkalin sodium hidroksida

berkonsentrasi tinggi di dalam otoklaf tersegel. Detil struktur dan morfologi

sampel diuji dengan SEM. Hasil investigasi menunjukkan bahwa nanopartikel

dengan Rw = 2.00 berhasil dibuat menjadi nanotube dengan diameter 115─269

nm.

Kata kunci: TiO2, ukuran kristalit, nanotube, perlakuan pasca-hidrotermal

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

viii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Widia Kurnia Adi

Major : Metallurgy and Material Engineering

Title : Synthesis and Characterization of TiO2 Nanoparticles and Nanotubes for

Dye Sensitized Solar Cell Application

In this study, TiO2 nanoparticles was synthesized via sol−gel process with various

water to inorganic precursor ratio (Rw) of 0.85, 2.00 and 3.50 upon sol

preparation, followed with subsequent drying, conventional annealing and post-

hydrothermal treatments. The resulting nanoparticles were characterized using

XRD to measure the crystallite size. On the basis of results obtained, the post-

hydrothermal resulted TiO2 samples with largest crystallite size in comparison to

drying and annealing. The largest crystallite size of hydrothermally treated

samples is Rw = 3.50 cair with 8,566 nm, followed by Rw = 3.50 gel with 7,614

nm, Rw = 2.00 with 6,853 nm and Rw = 0.85 with 6,527 nm. Furthermore,

nanotube TiO2 have been fabricated through a hydrothermal technique where

anneal treated nanopartikel TiO2 sol-gel and P-25 Degussa nanopowder was

dissolved in highly concentrated alkaline solution of sodium hydroxide (NaOH) in

a sealed autoclave. The detail of the structure and morphology of the resulting

nanotubes were characterized using SEM. The result of investigation showed that

nanoparticle with Rw = 2.00 can be fabricated became nanotubes with its diameter

155─269 nm.

Keywords: TiO2, crystallite size, nanotube, post-hydrothermal treatment

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..……………………………………………………….……i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Penelitian ................................................................................... 2

1.3 Tujuan penelitian ....................................................................................... 3

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 3

1.5 Hipotesis .................................................................................................... 4

1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna (DSSC) ............................................. 6

2.2 Karakteristik Nanopartikel Titanium dioksida (TiO2) .............................. 8

2.3 Sintesis Nanopartikel TiO2 melalui Metode Sol─Gel ............................. 10

2.3.1. Tahapan Reaksi Proses Sol−Gel ...................................................... 12

2.3.1.1 Hidrolisis .................................................................................. 12

2.3.1.2 Kondensasi ................................................................................ 13

2.3.1.3 Pematangan (Aging) ................................................................. 15

2.3.1.4 Pengeringan (Sintering) ............................................................ 15

2.3.2 Pengaruh Kadar Air dan pH ........................................................... 16

2.4 Prekursor ................................................................................................. 17

2.5 Teknik Hidrotermal ................................................................................. 17

2.6 Sintesis Nanotube TiO2 ........................................................................... 19

2.7 Mekanisme Pembentukan Nanotube TiO2 .............................................. 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 22

3.1 Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 22

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 22

3.3. Prosedur Penelitian .................................................................................. 24

3.3.1 Proses Pembuatan Nanopartikel TiO2 .............................................. 24

3.3.2 Proses Pengeringan, Anil dan Pasca-hidrotermal ............................ 25

3.3.3 Proses Pembuatan Nanotube ............................................................ 27

3.4 Karakterisasi ............................................................................................ 29

3.4.1 XRD (X–ray Diffraction) ................................................................. 29

3.4.2 Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) ............................................. 33

BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 34

4.1. Hasil Uji XRD ......................................................................................... 34

4.2. Hasil Perhitungan Besar Ukuran Kristalit ............................................... 36

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

x

Universitas Indonesia

4.3 Pengaruh Perlakuan Termal Lanjut terhadap Ukuran Kristalit ............... 37

4.4 Pengaruh Variasi Rasio Hidrolisis (Rw) terhadap Ukuran Kristalit ........ 40

4.5 Fabrikasi Nanotubes TiO2 ....................................................................... 45

4.6 Hasil Pencampuran Prekusor .................................................................. 45

4.7 Hasil Hidrotermal .................................................................................... 46

4.8 Hasil Uji SEM ......................................................................................... 48

BAB 5 KESIMPULAN ........................................................................................ 54

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 56

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

xi

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Prekursor yang digunakan untuk fabrikasi nanotube TiO2 .................. 24

Tabel 3.2. Komposisi Bahan untuk sintesis nanopartikel TiO2 ............................. 24

Tabel 3.3. Tabulasi pengolahan nilai boardening (B) dan 2θ ............................... 31

Tabel 4.1. Bidang anatase pada sudut 2θ tertentu .... …………………………….36

Tabel 4.2 Hasil perhitungan besar ukuran kristalit ……………………………...37

Tabel 4.3. Prekursor yang digunakan untuk fabrikasi nanotube TiO2 .... ………..45

Tabel 4.4 Prekursor yang digunakan pada proses fabrikasi nanotube…………… 49

Tabel 4.5. Ukuran kristalit prekursor dan diameter tube yang dihasilkan………53

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Interaksi antara komponen dalam divais DSSC [9]…………… 6

Gambar 2.2. Efek luas permukaan TiO2 terhadap jumlah zat pewarna yang

terserap [10] …………………………………………………… 6

Gambar 2.3. Ilustrasi energi celah pita TiO2………………………………... 7

Gambar 2.4. Ilustrasi pergerakan elektron (a) pada nanopartikel TiO2 (b)

nanotube TiO2 [13]……………………………………………. 8

Gambar 2.5. Proses Sol─gel dan variasi produk yang dihasilkan [18]……… 10

Gambar 2.6. Penambahan nukleofilik pada kation logam oleh atom oksigen

dari molekul air menghasilkan grup hidroksil [18]…………… 13

Gambar 2.7. Diagram skematis keseluruhan proses sol−gel yang melibatkan

tahapan hidrolisis dan kondensasi [18]………………………… 14

Gambar 2.8. Proses pengeringan jaringan hasil proses sol–gel [23]………… 16

Gambar 2.9. Skema mekanisme pembentukan nanotube secara

3D�2D�1D [31] ……………………………………….......... 21

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian………………………………………… 23

Gambar 3.2. Lapisan TiO2 setelah penuangan (Rw = 0.85) dan setelah

pengerikan (Rw = 3.50 cair) ………………………………....... 26

Gambar 3.3. Proses pasca-hidrotermal………………………………………. 26

Gambar 3.4. Campuran larutan NaOH dan nanopartikel hasil sol─gel

setelah pengadukan dihentikan………………………………… 27

Gambar 3.5. Skematis dari bagian-bagian dari autoclave (paling kiri teflon-

lined)…………………………………………………………… 28

Gambar 3.6. Oven Memmert untuk proses anil dan pasca-hidrotermal…….. 28

Gambar 3.7. Contoh penentuan puncak (peak) untuk analisa FWHM pada

suatu sampel…………………………………………………… 30

Gambar 3.8. Ilustrasi nilai FWHW pada suatu puncak……………………… 31

Gambar 3.9. Ilustrasi grafik persamaan linear dari hasil perhitungan Br Cosθ

dan Sin θ…………………………………………………. 32

Gambar 3.10. Mekanisme pembentukan bayangan pada SEM [36]…………. 33

Gambar 4.1. Difraktogram XRD sampel standar TiO2 [37]…………..…….. 34

Gambar 4.2. Difraktogram XRD sampel nanopartikel hasil pengeringan..…. 35

Gambar 4.3. Difraktogram XRD sampel nanopartikel hasil anil………......... 35

Gambar 4.4. Difraktogram XRD sampel nanopartikel hasil pasca-

hidrotermal……………………………………………………... 35

Gambar 4.5. Difraktogram sampel P-25……………………………….......... 36

Gambar 4.6. Grafik peningkatan ukuran kristalit sampel Rw = 0.85……….. 37

Gambar 4.7. Grafik peningkatan ukuran kristalit sampel dengan Rw = 2.00.. 38

Gambar 4.8. Grafik peningkatan ukuran kristalit sampel dengan Rw = 3.50

cair……………………………………………………………... 38

Gambar 4.9. Grafik peningkatan ukuran kristalit sampel dengan Rw = 3.50

gel……………………………………………………………… 39

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

xiii

Universitas Indonesia

Gambar 4.10. Perbandingan ukuran kristalit dengan variasi Rw sampel

pengeringan…………………………………………………….. 40

Gambar 4.11. Kondisi Rw = 3.50 Gel setelah (a) proses striring, (b)

penuangan ke atas cawan petri, (c) ditiriskan dalam suhu

ruang, (d) pengeringan 60 °C 24 jam.................................... 41

Gambar 4.12. Perbandingan ukuran kristalit berbagai variasi Rw setelah

proses anil……………………………………………………… 42

Gambar 4.13. Grafik perbandingan ukuran kristalit berbagai variasi Rw

setelah pasca-hidrotermal……………………………………… 43

Gambar 4.14. Kondisi larutan (a) campuran nanopartikel TiO2 hasil sol─gel

dan larutan NaOH, (b) mengendap setelah di diamkan

beberapa saat…………………………………………………… 46

Gambar 4.15. (a) Teflon-line , (b) autoclave yang telah tersegel……….…….. 47

Gambar 4.16. kondisi hasil proses hidrotermal (a) prekursor nanopartikel

TiO2 sol─gel, (b) serbuk TiO2 P-25……………………...…… 48

Gambar 4.17. Hasil SEM sampel A, B, C dan D dengan perbesaran 500X...... 49

Gambar 4.18. Hasil SEM sampel A, B, C dan D dengan perbesaran 10000X... 50

Gambar 4.19. Hasil SEM sampel A, B, C dan D dengan perbesaran 20000X... 51

Gambar 4.20. Hasil SEM sampel A, B, C dan D dengan perbesaran 45000X.. 51

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

xiv

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan Besar Ukuran Kristalit Sampel

Lampiran 2 Perhitungan Besar Ukuran Kristalit Sampel P-25

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sel surya tersensitasi zat pewarna (dye-sensitized solar cell, DSSC) adalah divais

sel surya yang bekerja dengan menggunakan prinsip elektrokimia, dimana zat

pewarna tersensitasi yang terserap pada permukaan fotoelektroda semikonduktor

akan menangkap energi foton yang berasal dari cahaya kemudian merubah energi

tersebut menjadi energi listrik melalui serangkaian transfer elektron yang sangat

cepat dan siklik [1-2]. Pada umumnya, DSSC terdiri dari beberapa komponen

utama yaitu anoda lapisan semikonduktor oksida, zat pewarna tersensitasi (dye)

dan larutan elektrolit. Proses foto-kimiawi yang berlangsung di dalam DSSC yang

melibatkan mekanisme penyerapan energi foton sangat ditentukan oleh besarnya

energi celah pita dari elektroda yang digunakan dan jumlah zat pewarna yang

terserap pada permukaan elektroda semikonduktor.

Dari berbagai kandidat material, nanopartikel TiO2 telah banyak digunakan

sebagai photo-electrode di dalam DSSC karena memiliki permukaan yang luas

sehingga memungkinkan untuk menyerap molekul zat warna (dye) dalam jumlah

yang banyak [3-5]. Hal ini menjadi alasan kenapa material nano sebagai elektroda

digunakan, dimana jumlah aliran foton yang dihasilkan DSSC sangat bergantung

pada keberadaan zat pewarna yang terserap pada permukaan elektroda TiO2.

Dengan adanya peningkatan luas permukaan dari elektroda nano-TiO2 akan

menyebabkan peningkatan jumlah zat pewarna yang terserap sehingga

memungkinkan untuk meningkatkan jumlah aliran foton yang dihasilkan [6].

Tetapi tingginya energi celah pita yang dimiliki material nano merupakan

konsekuensi yang tidak bisa diabaikan. Upaya untuk menurunkan nilai energi

celah pita pun harus dilakukan, karena semakin rendah energi celah pita dari

struktur nanopartikel semikonduktor oksida, maka dibutuhkan energi foton yang

lebih sedikit untuk mengeksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi [5, 7].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

2

Universitas Indonesia

Selain karena besarnya energi celah pita yang dimiliki nanopartikel TiO2, faktor

yang menghambat performa dari DSSC adalah gerakan elektron yang lambat

karena melalui koneksi antar partikel nano yang terdistribusi secara acak sehingga

diperlukan adanya rekayasa struktur untuk mendapatkan kinerja DSSC yang lebih

baik [4]. Salah satu usaha rekayasa struktur tersebut adalah dengan merubah

nanopartikel menjadi nanotube titania (TNT).

Mempertimbangkan pentingnya hubungan antara struktur dari nanopartikel dan

performa fungsional yang dihasilkan pada aplikasi DSSC, maka diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk menurunkan nilai energi celah pita dari TiO2

nanopartikel melalui proses sintesis dengan metode sol─gel serta pengamatan

lebih lanjut mengenai karakteristik hasil fabrikasi nanotube TiO2 berbahan dasar

nanopartikel TiO2 yang telah diperoleh. Berdasarkan penelitian Yuwono dkk. [5],

karakteristik sifat nanopartikel berusaha dibuat dengan proses sol─gel dengan

variasi rasio mol air terhadap mol prekursor dan variasi perlakuan termal lanjutan.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Li dkk. [4], nanotube TiO2 difabrikasi

dengan bahan dasar serbuk komersial TiO2 P-25 dengan perlakukan hidrotermal

dalam larutan NaOH.

Penelitian ini bertujuan untuk konfirmasi hasil penelitian terdahulu [5], serta

memfabrikasi nanotube titania berbahan dasar nanopartikel TiO2 yang telah

dihasilkan sebagai upaya untuk mengetahui apakah nanotube titania dapat

dihasilkan dengan bahan dasar nanopartikel TiO2 hasil sintesis sol─gel.

1.2 Rumusan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada metode kimiawi basah dengan teknik

sol─gel untuk mensintesis TiO2 nanopartikel yang diikuti perlakukan

lanjut seperti pengeringan, anil dan pasca-hidrotermal. Dalam penelitian

ini akan dilihat apakah perbedaan rasio air terhadap prekursor (Rw) dan

perlakuan selanjutnya berupa pengeringan, anil dan pasca-hidrotermal

terhadap TiO2 nanopartikel memberikan pengaruh yang berarti terhadap

tingkat kristalinitas, besar ukuran kristalit dan nilai energi celah pita dari

nanopartikel TiO2 tersebut. Lebih luas lagi, penelitian ini dimaksudkan

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

3

Universitas Indonesia

untuk mempelajari dan menghubungkan faktor-faktor yang

mempengaruhi sifat nanopartikel TiO2 yang dihasilkan sebagai bahan

dasar untuk fabrikasi nanotube TiO2 dalam upaya untuk meningkatkan

efisiensi konversi energi pada aplikasi DSSC.

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui kelayakan proses pembuatan nanopartikel TiO2

menggunakan metode kimiawi basah sol─gel dengan peralatan

sederhana yang tersedia di Laboratorium Nanomaterial Departemen

Teknik Metalurgi dan Material FTUI.

2. Mempelajari pengaruh parameter-parameter sintesis saat

berlangsungnya proses hidrolisis (variasi Rw) selama sol─gel dan

perlakuan lanjutan (drying, annealing, post-hydrothermal) terhadap

karakteristik nanopartikel TiO2 (ukuran kristalit dan tingkat

kristalinitas) yang dihasilkan.

3. Memfabrikasi material nanotube TiO2 berbahan dasar serbuk nano

TiO2 hasil proses sintesis sol─gel dengan perbedaan Rw hasil

perlakukan lanjutan anil.

4. Menganalisis korelasi antara variasi ukuran nanopartikel TiO2 hasil

síntesis sol─gel dan ukuran nanotube TiO2 yang terbentuk.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terfokus pada sintesis nanopartikel TiO2 melalui teknik

kimiawi basah sol─gel, yang diikuti dengan perlakuan termal lanjut

berupa pengeringan, anil dan pasca-hidrotermal. Parameter-parameter

terkait proses sol−gel (jenis prekursor, rasio air-prekursor, dan tingkat

keasaman larutan), serta perlakuan lanjutan berupa pengeringan, anil dan

pasca-hidrotermal (waktu dan temperatur) akan diamati pengaruhnya

terhadap karakteristik nanopartikel TiO2 (besar ukuran kristalit) yang

dihasilkan. Pengamatan tersebut dilakukan dengan X-ray diffraction

(XRD). Selanjutnya, Nanopartikel TiO2 hasil sol−gel digunakan sebagai

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

4

Universitas Indonesia

bahan baku untuk pembuatan nanotube dengan perlakuan hidrotermal

dalam larutan NaOH dengan tujuan melihat apakah nanotube bisa dibuat

dan adakah korelasi antara besar ukuran nanopartikel dan ukuran

nanotube yang terbentuk sebagai upaya untuk peningkatan efisiensi

kinerja DSSC. Karakterisasi dari nanotube yang dihasilkan dengan

menggunakan scanning electron microscope (SEM).

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah ukuran

kristalit dari nanopartikel dapat direkayasa yakni dengan mengatur rasio

hidrolisis (Rw) saat formulasi dan perlakuan lanjut berupa pengeringan,

anil dan pasca-hidrotermal terhadap partikel hasil sol─gel dan kemudian

dilakukan karakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui rata-rata

ukuran kristalit yang dihasilkan. Hal lain yang ingin dibuktikan adalah

nanopartikel TiO2 hasil proses sintesis sol─gel dapat dibuat menjadi

nanotube titania dengan memberikan perlakuan hidrotermal dalam larutan

NaOH dengan melakukan pengamatan menggunakan SEM.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan

dilakukannya penelitian, batasan masalah, hipotesis, serta sistematika

penulisan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan berkenaan karakteristik nanopartikel TiO2,

metode sintesis sol─gel, nanotube TiO2, teknik hidrotermal, parameter dan

mekanisme pembentukan nanotube.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang diagram alir penelitian, bahan dan peralatan yang

digunakan dalam penelitian serta prosedur penelitian.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

5

Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil pengujian dan pembahasan antara rasio hidrolisis (Rw),

pengeringan, anil dan pasca-hidrotermal dan besar ukuran kristalit

nanopartikel TiO2 yang dihasilkan dan penjelasan berkenaan hasil

fabrikasi nanotube berbahan dasar nanopartikel TiO2 hasil sol─gel.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil analisis.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

6

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna (DSSC)

Sel surya tersensitasi zat pewarna (dye-sensitized solar cell, DSSC) telah banyak

menarik perhatian para peneliti sebagai sel surya generasi selanjutnya karena

biaya produksi yang rendah dan memiliki efisiensi konversi energi yang cukup

bagus, yakni sebesar 11% [6, 8]. DSSC pada umumnya terdiri dari beberapa

komponen utama yaitu elektrolit, elektroda, zat pewarna dan TCO (Transparent

Conductive Oxide) yang merupakan kaca transpara yang konduktif . Beberapa

komponen tersebut harus bekerja secara sinergis untuk memberikan kinerja yang

baik, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2. 1. Interaksi antara komponen dalam divais DSSC [9]

Pada DSSC, absorpsi cahaya dilakukan oleh molekul zat pewarna, sehingga

jumlah zat pewarna yang terserap pada elektroda sangat menentukan jumlah aliran

foton yang terbentuk. Dalam aplikasinya elektroda dibuat dalam skala nano agar

jumlah zat pewarna yang terserap semakin banyak sebagaimana diilustrasikan

pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2. Efek luas permukaan TiO2 terhadap jumlah zat pewarna yang terserap [10]

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

7

Universitas Indonesia

Namun, konsekuensi dari ukuran elektroda berskala nano maka nilai energi celah

pita yang dimiliki cukup tinggi sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.3.

Tingginya energi celah pita mengakibatkan kinerja dari DSSC berkurang karena

eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dari elektroda TiO2 semakin

sulit. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan memodifikasi

lebar celah pita dari nanopartikel TiO2 yang digunakan. Modifikasi tersebut dapat

dilakukan dengan merekayasa struktur nano dari material [5, 11], yaitu dengan

dengan meningkatkan tingkat kristalinitas dan besar ukuran kristalit. Dengan

peningkatan ukuran kristalit diharapkan energi celah pita dari nanopartikel TiO2

akan turun sehingga aplikasinya di dalam DSSC dapat mengakomodasi spektrum

cahaya matahari dengan intensitas energi foton yang lemah sekalipun [5]. Hal ini

karena nilai energi celah pita yang lebih rendah memungkinkan aliran elektron

yang berasal dari zat warna tersensitasi ke pita konduksi dari TiO2 lebih efektif,

sehingga menghasilkan voltase yang lebih besar pada aplikasi DSSC.

Gambar 2. 3. Ilustrasi energi celah pita TiO2

Selain karena besarnya energi celah pita yang dimiliki nanopartikel TiO2, faktor

yang menghambat performa dari DSSC adalah gerakan elektron yang lambat

karena melalui koneksi antar partikel nano yang terdistribusi secara acak [4].

Usaha lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan kinerja DSSC yang lebih baik

Salah satu usaha tersebut adalah dengan merubah nanopartikel menjadi nanotube

titania (TNT). TNT memiliki keunikan struktur dan sifat yang mendorong untuk

digunakan di dalam DSSC [12]. Kecepatan transfer elektron, nilai koefisien difusi

elektron dan luas permukaan yang dimiliki TNT lebih tinggi dari nanopartikel

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

8

Universitas Indonesia

TiO2 merupakan pertimbangan kenapa TNT digunakan. Walaupun demikian,

nanopartikel TiO2 memiliki kestabilan termal yang lebih tinggi dan lebih sedikit

mengalami agregasi dibandingkan nanotube TiO2 [4].

Dalam aplikasi DSSC, stuktur TNT memfasilitasi elektron bergerak lebih baik

dengan mengurangi keacakan fenomena perpindahan (random walk phenomenon)

dan memberikan efek balistik sehingga memungkinkan DSSC bekerja lebih

efisien seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.4.b.

Gambar 2. 4. Ilustrasi pergerakan elektron (a) pada nanopartikel TiO2 (b) nanotube TiO2 [13]

2.2 Karakteristik Nanopartikel Titanium dioksida (TiO2)

Titanium dioksida (titanium dioxide, TiO2) adalah salah satu oksida logam transisi

yang telah diteliti secara luas dan digunakan pada berbagai aplikasi teknologi

terkini. Aplikasi yang sesuai dari TiO2 ini sangat bergantung terhadap morfologi,

dimensi dan bentuk polimorfisme dari TiO2 tersebut. TiO2 memiliki tiga jenis

struktur kristal yaitu anatase, rutile dan brookite. Dari Ketiga jenis struktur

tersebut anatase merupakan fasa yang sering digunakan pada aplikasi DSSC

karena luas permukaan yang dimiliki. Anatase merupakan fasa yang metastabil

dati titania, anatase mengalami perubahan ke fasa rutile saat perlakuan termal

(temperatur) khususnya pada suhu 400-1200 °C [14]. Celah pita dari TiO2

dilaporkan sebesar 3,2 eV untuk anatase dan 3,0 eV untuk rutile [6, 13]. Ukuran,

permukaan, geometri dan fasa kristal dari struktur nano merupakan parameter

penting untuk mengontrol sifat kimiawi, optik dan elektik dari material nano

tersebut [5, 7, 11].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

9

Universitas Indonesia

Dibandingkan dengan material ruahnya, material nano memiliki sifat kimia,

mekanik, optik, elektrik dan magnetik yang jauh berbeda [15-16]. Perbedaan sifat

fungsional dari material nano tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat kristalinitas

dan ukuran dari partikel nano [17]. Pada aplikasi DSSC, dengan semakin dibuat

kecilnya ukuran suatu material dalam skala nanometer maka rasio antara

permukaan terhadap volume (surface to volume ratio) akan semakin besar

sehingga peluang interaksinya dengan lingkungan sekeliling akan semakin tinggi

yang memungkinkan untuk menyerap zat pewarna dalam jumlah yang banyak [5].

Selain karena luas permukaan yang dimiliki, nanopartikel TiO2 menjadi kandidat

utama untuk digunakan sebagai elektroda karena memiliki tingkat efisiensi yang

tinggi, harga murah, kestabilan fisik, keberadaan yang melimpah, sifat non-

korosif [7], tidak beracun, memiliki daya oksidasi yang kuat [13], memiliki

ketahanan terhadap zat kimia dan fotodegradasi karena sifatnya yang inert dan

tidak larut dalam reaksi baik secara biologis maupun kimia.

Selain memiliki kelebihan di atas, nano-TiO2 memiliki keterbatasan antara lain

lebarnya celah pita yang dimiliki dan ketidak stabilan termal [7]. Sehingga

berdampak terhadap berkurangnya efektifitas saat diaplikasikan dalam divais

DSSC. Pada dasarnya nanopartikel TiO2 hanya mampu memanfaatkan 6% dari

total penyinaran matahari pada proses fotokatalis karena lebarnya celah pita yang

dimiliki anatase nano-TiO2 (3,2 eV), kelemahan tersebut dapat diatasi dengan

menurunkan besar energi celah yang dimiliki salah satunya adalah teknik doping

yang bisa menggeser aktifitas fotokatalis dari daerah UV ke daerah sinar tampak

[7]. Selain teknik doping, cara lain untuk menurunkan besar celah pita dapat

dilakukan dengan meningkatkan ukuran kristalit dari partikel [5].

Ketidak stabilan termal yang dimiliki anatase tidak boleh diabaikan, fasa anatase

rentan untuk berubah ke fasa rutile. Parameter seperti ukuran partikel, kotoran

(impurity), kondisi reaksi, tingkat kristalinitas dan sususan dari partikel diketahui

dapat mempengaruhi kestabilan termal dan perubahan fasa dari material. Ukuran

kritis nuklei untuk terjadinya perubahan fasa dipengaruhi oleh volume free energy,

energi permukaan, dan energi regangan, yang akan berbeda-beda pada setiap

sintesis material dan proses yang dilakukan [14].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

10

Universitas Indonesia

2.3 Sintesis Nanopartikel TiO2 melalui Metode Sol─Gel

Ukuran, bentuk dan dimensi dari TiO2 telah banyak disintesis dalam bentuk yang

bermacam-macam seperti spheres, cubes, tubes, wires, rods, sheets, belts, needles,

flowers, flakes, urchins, dan chestnut dengan berbagai metode antara lain sol–gel,

hydrothermal, pemakainan micelle dan inverse micelle, solvothermal, direct

oxidation, electro deposition, chemical/physical vapor deposition, emulsion atau

hydrolysis precipitation, ultrasonic dan microwave approaches [13]. Menanggapi

hal tersebut, titanium dioxide (TiO2) telah banyak menarik perhatian karena

keunikan sifat yang dihasilkan dari setiap bentuk dan metode sintesis yang

digunakan sehingga menjadi pertimbangan ilmuwan untuk diteliti lebih lanjut

[11]. Saat ini, metode sol─gel secara intens dipelajari dan dipraktekkan dalam

aplikasi untuk menjawab kebutuhan keramik lanjut (advanced ceramics) dengan

kemurnian yang tinggi, kontrol homogenitas yang baik, dan pengaturan sifat yang

dihasilkan pada berbagai macam material nanostruktur [5]. Gambar 2.5

mengilustrasikan metode sol─gel dan produk yang dihasilkan.

Gambar 2. 5. Proses Sol─gel dan variasi produk yang dihasilkan [18]

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

11

Universitas Indonesia

Proses sol−gel disukai sebagai proses yang sesuai untuk sintesis nanomaterial

karena ukuran dari partikel, ketebalan film dan porositas dapat dikontrol dengan

menyesuaikan beberapa parameter seperti temperatur hidrotermal, kondisi

sintering dan konsentrasi sol. Pada metode sol─gel juga memungkinkan dilakukan

pencampuran komposisi dan pengaturan struktur mikro dengan pengontrolan

prekursor yang digunakan dan kondisi saat proses berlangsung. Sehingga

menghasilkan homogenitas kimiawi yang tinggi dan kemungkinan mendapatkan

struktur metastabil yang unik pada temperatur reaksi yang rendah [14].

Sol merupakan suatu partikel halus (1 nm─1µm) yang terdispersi dalam suatu fasa

cair membentuk koloid sedangkan gel merupakan padatan yang tersusun dari fasa

cair dan padat dimana kedua fasa ini saling terdispersi dan memiliki struktur

jaringan internal. Proses sol–gel didefinisikan sebagai proses pembentukan

senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah [19].

Pada proses tersebut terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk

fasa cair kontinyu (gel) [19], yang akhirnya akan berubah menjadi padatan

nanostruktur [17]. Pada proses sol─gel prekursor logam yang reaktif seperti metal

alkoksida terhidrolisis dengan air, dan senyawa yang terhidrolisis dibiarkan

mengalami kondensasi satu sama lain untuk membentuk endapan nanopartikel

metaloksida. Endapan tersebut nantinya dibiarkan untuk mengering dan perlu

dilakukan kalsinasi pada temperatur tinggi untuk membentuk nanopartikel metal

oksida yang kristalin [20].

Material yang dihasilkan melalui proses sol─gel memiliki karakteristik yaitu

tingkat stabilitas termal yang baik, luas permukaan yang tinggi, stabilitas mekanik

yang tinggi, daya tahan pelarut yang baik serta memungkinkan dilakukan

modifikasi permukaan dengan berbagai kemungkinan [19].

Proses sol−gel memiliki beberapa kelebihan-kelebihan dibandingkan proses

pembuatan nanopartikel lainnya yaitu konsumsi energi yang rendah karena

rendahnya temperatur proses, kemurnian hasil yang tinggi, keleluasaan

menerapkan proses-proses lain pasca sol−gel [14]. Selain itu, investasi peralatan

untuk proses sintesis dengan metode sol─gel relatif jauh lebih murah

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

12

Universitas Indonesia

dibandingkan teknik deposisi secara fisika seperti sputtering, molecular beam

epitaxy, pulse laser deposition dan sebagainya [21]. Namun sayangnya, dibalik

berbagai kelebihan tersebut, rendahnya kristalinitas dari fasa TiO2 yang dihasilkan

merupakan kelemahan metode ini. Hal ini sebagai konsekuensi dari rendahnya

temperatur proses sol─gel itu sendiri dan kemungkinan akibat terbentuknya

jaringan Ti─O─Ti yang cepat yang selanjutnya menghambat kondensasi dan

pengentalan selama pengeringan [5].

2.3.1. Tahapan Reaksi Proses Sol−Gel

Mekanisme-mekanisme yang terlibat dalam rangkaian proses sol−gel terdiri dari

empat tahapan, yaitu: hidrolisis, kondensasi [18], pematangan dan pengeringan.

Pada proses sol─gel, reaksi hidrolisis dan kondensasi terjadi sangat cepat,

sehingga kemungkinan diperoleh ukuran yang halus dan seragam sangat sulit

[14]. Sebaliknya, hidrolisis yang terjadi lebih lambat dan terkontrol akan

menghasilkan partikel yang lebih kecil, dan sebagai katalis untuk terjadinya

kondensasi yang akan menghasilkan partikel yang lebih halus [20]. Tahapan

secara detil proses sol─gel sebagai berikut:

2.3.1.1 Hidrolisis

Pada tahap pertama proses sol─gel, prekursor berupa alkoksida logam (M(OR)n,)

dilarutkan dalam alkohol dan terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi

asam, netral atau basa menghasilkan sol koloid. Hidrolisis ini dapat terjadi karena

adanya serangan atom oksigen dari molekul air sehingga gugus (−OR) pada

prekursor digantikan dengan gugus hidroksil (−OH) seperti ditunjukkan pada

persamaan reaksi 2.1 berikut [18]:

M (OR) z + H2O → M (OR) (z-1) (OH) + ROH (2.1)

Secara detil reaksi hidrolisi di atas terjadi melalui beberapa tahapan reaksi sebagai

berikut :

1. Kation Mz+

dari prekursor alkoksida atau garam mengalami serangan

nuklofilik oleh atom oksigen dari molekul air.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

13

Universitas Indonesia

2. Selanjutnya, terjadi transfer proton dari molekul air ke grup −OR pada atom

logam dari prekursor.

3. Gugus hidroksil menempel ke atom logam dengan menggantikan gugus pada

prekursor dan diikuti dengan pelepasan molekul R−OH. Reaksi pada kation

logam dapat diilustrasikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6. Penambahan nukleofilik pada kation logam oleh atom oksigen dari molekul air

menghasilkan grup hidroksil [18] .

Secara skematis tahapan reaksi hidrolisis yang terjadi dapat dituliskan dalam

persamaan reaksi 2.1.a-2.1.d sebagai berikut [18]:

M(OR)4 + H2O (HO)M(OR)3 + R−OH (2.1.a)

(OH)M(OR)3 + H2O (HO)2M(OR)2 + R−OH (2.1.b)

(OH)2M(OR)2 + H2O (HO)3M(OR) + R−OH (2.1.c)

(OH)3M(OR) + H2O M(OH)4 + R−OH (2.1d)

2.3.1.2 Kondensasi

Kondensasi terjadi ketika senyawa hidrolisis saling bereaksi satu sama lain dan

melepaskan molekul air atau senyawa yang terhidrolisis bereaksi dengan senyawa

yang tak terhidrolisis dan melepaskan molekul alkohol [20]. Pada tahap

kondensasi, molekul-molekul prekursor alkoksida yang telah terhidrolisis dalam

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

14

Universitas Indonesia

bentuk grup-grup hidroksida (M−OH) akan saling terhubung membentuk

molekul-molekul logam yang lebih besar melalui reaksi berantai. Bentuk molekul-

molekul yang dihasilkan tersebut mirip dengan molekul polimer, sehingga tahap

kondensasi ini sering disebut juga dengan reaksi polimerisasi. Proses kondensasi

dapat berlangsung melalui salah satu sub-reaksi: olation atau oxolation. Perbedaan

kedua sub-reaksi tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan spesies yang terbentuk

di antara dua pusat logam. Pada sub-reaksi olation, sebuah hidroksi atau

“jembatan ol” (−OH−) menghubungkan dua atom logam, sementara pada sub-

reaksi oxolation yang terbentuk adalah “jembatan oxo” (−O−) [18]. Pada tahap

kondensasi, dapat terjadi pelepasan alkohol atau air melalui sub-reaksi oxolation.

Seagaimana ditunjukkan pada persamaan 2.2.a-2.2.b sebagai berikut [22]:

• Kondensasi alkohol:

≡M−OR + HO−M≡ ≡M−O−M≡ + R−OH (2.2.a)

• Kondensasi air:

≡M−OH + HO−M≡ ≡M−O−M≡ + H−OH (2.2.b)

Terjadinya kedua sub-reaksi di atas menunjukkan bahwa tahapan kondensasi

dapat dimulai tanpa harus menunggu tahap hidrolisis pada reaksi 2.1.a − 2.1.d

secara sempurna selesai [18]. Kedua sub-reaksi 2.2.a dan 2.2.b sama-sama akan

menghasilkan jembatan ≡M−O−M≡. Oleh sebab itu, kedua tahapan hidrolisis dan

kondensasi dapat terjadi secara simultan sesaat setelah hidrolisis dimulai dan

menghasilkan ≡M−OR dan ≡M−OH. Keseluruhan reaksi dari hidrolisis dan

kondensasi dapat secara sederhana diilustrasikan oleh Gambar 2.7.

Gambar 2. 7. Diagram skematis keseluruhan proses sol−gel yang melibatkan tahapan hidrolisis

dan kondensasi [18].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

15

Universitas Indonesia

2.3.1.3 Pematangan (Aging)

Pada tahapan pematangan, gel yang telah terbentuk akan menjadi lebih kaku, kuat

dan menyusut di dalam larutan. Proses ini lebih dikenal dengan nama proses

aging.

2.3.1.4 Pengeringan (Sintering)

Tahap pengeringan merupakan tahapan terakhir dari proses sol–gel dimana terjadi

proses penguapan larutan dan cairan yang tidak diinginkan untuk mendapatkan

struktur sol–gel yang memiliki kepadatan yang tinggi sebagaimana diilustrasikan

pada Gambar 2.8.

Gambar 2. 8. Proses pengeringan jaringan hasil proses sol–gel [23]

Mekanisme sintering sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar2.4 meliputi

tahapan-tahapan berikut:

1. Evaporasi–kondensasi dan pemutusan endapan,

2. Difusi volume,

3. Difusi permukaan,

4. Difusi batas butir,

5. Difusi volume dari batas butir,

6. Difusi volume dari dislokasi.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

16

Universitas Indonesia

2.3.2 Pengaruh Kadar Air dan pH

Pada proses sol−gel process, air (H2O) adalah reaktan yang penting. Air

mempengaruhi kinetika dan struktur akhir dari material yang dihasilkan. Jumlah

air yang diberikan selama reaksi sol−gel biasanya dinyatakan sebagai rasio

hidrolisis h atau Rw yang merupakan rasio perbandingan antara mol air terhadap

mol prekursor [18], sebagaimana diperlihatkan pada persamaan 2.3 berikut:

�� =[���]

[���] (2.3)

Pada proses sol─gel, rasio air terhadap prekursor merupakan parameter sintesis

untuk mengontrol kecepatan dari nukleasi dan pertumbuhan kluster [14]. Semakin

tinggi perbandingan air terhadap prekursor pada media reaksi lebih menjamin

terjadinya hidrolisis dari prekursor secara sempurna. Rasio air terhadap prekursor

menentukan keadaan kimiawi dari sol─gel dan karakteristik struktur dari gel yang

terhidrolisis (hydrolyzed gel). Rasio hidrolisis 2, yakni dua mol air yang

ditambahkan terhadap satu mol prekursor alkoksida tetra-fungsional di dalam

proses sol−gel merupkan jumlah yang umum untuk terjadinya reaksi hidrolisis

yang sempurna, dimana seluruh grup –OR dari alkoksida akan digantikan oleh

gugus −OH membentuk M−OH, sebagaimana diilustrasikan oleh persamaan

2.1.d. Sebaliknya, jumlah air yang tidak mencukupi (under-stochiometric) akan

menghasilkan reaksi hidrolisis parsial membentuk M(OR)4-n(OH)n sebagaimana

ditunjukkan oleh persamaan 2.1.a−2.1.c. Konsekuensi perbedaan kadar air ini

akan mempengaruhi struktur akhir nanopartikel yang dihasilkan, dimana hidrolisis

sempurna (dengan rasio hidrolisi 2) menghasilkan struktur jaringan yang padat,

sementara hidrolisis parsial (rasio hidrolisis > 2) akan memberikan struktur yang

cenderung lurus-lurus (linear) [18].

Selain perbandingan rasio air terhadap prekursor, pH larutan juga berpengaruh

terhadap reaksi. Pada kondisi asam, laju reaksi berkurang sehingga gugus alkoksi

yang terhidrolisis lebih lama. Sedangkan pada kondisi basa laju reaksi meningkat

sehingga gugus alkoksi yang terhidrolisis semakin cepat [23].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

17

Universitas Indonesia

2.4 Prekursor

Nanopartikel TiO2 biasanya disintesis menggunakan berbagai macam prekursor

titania seperti titanium tetra-iso-propoxide (TTIP), tetrabutyl titanate (TBOT),

titanium tetrachloride (TiCl4) disamping senyawa titanium lainnya. Metode

sol─gel sangat bergantung dengan penggunaan prekursor koloid sebagai material

awal yang digunakan [17]. Prekursor titanium dioksida yang digunakan akan

mempengaruhi morfologi dari nanopartikel TiO2 yang dihasilkan seperti luas

spesifik permukaan, tingkat kristalinitas, dan ukuran kristalit produk yang akan

sangat berpengaruh terhadap sifat dan kinerja TiO2 dalam aplikasi [7]. Biaya

paling mahal dari proses sol─gel ini adalah harga dari prekursor dan prosedur

penanganannya, karena metal oksida sangat mudah menguap sehingga

memerlukan penanganan pada lingkungan khusus [9].

Pada proses sol─gel, umumnya reaksi hidrolisis dan kondensasi terjadi sangat

cepat, sehingga kemungkinan diperoleh ukuran yang halus dan seragam sangat

sulit [14]. Pada penelitian ini titanium tetra-iso-propoxide (TTIP) digunakan

sebagai prekursor dengan pertimbangan, prekursor yang memiliki gugus alkoksi

yang banyak dan bercabang seperti iso-propoxides akan memperlambat proses

hidrolisis dan kondensasi sehingga memberikan kesempatan pembentukan gugus

koloid yang kecil yang berujung pada terbentuknya partikel nano dengan ukuran

yang lebih seragam [14].

2.5 Teknik Hidrotermal

Partikel hasil proses sol─gel dengan prekursor pada dasarnya besifat amorf [14,

21], sehingga memerlukan perlakuan panas lebih lanjut untuk memicu terjadinya

kristalisasi. Perlakuan panas berupa kalsinasi seringkali menyebabkan

meningkatnya kemungkinan terjadinya penggumpalan (agglomerasi) partikel dan

pertumbuhan butir bahkan terkadang bisa menyebabkan terjadinya perubahan

fasa. Sehingga perlakuan hidrotermal lebih dipilih agar tidak terjadi perubahan

fasa dan penggumpalan [14].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

18

Universitas Indonesia

Pada penelitian Wang dkk. [14], perlakuan hidrotermal yang dilakukan pada suhu

cukup rendah (180°C) mampu menghasilkan 10-nm butir anatase dengan

kestabilan termal yang baik. Hal ini disebabkan selama proses aging saat

hidrotermal, hidro-gel yang amorf secara bertahap berkembang menjadi butiran

kristal titania karena proses hidrolisis dan reaksi kondensasi lebih lanjut serta

mengalamai penyusunan ulang struktur menjadi lebih teratur [10]. Dengan proses

hidrotermal tersebut, Wang dkk. mampu menghasilkan struktur yang lebih rapi

dengan lebih sedikit cacat/kotoran (impurities) pada permukaan jika temperatur

aging dan waktu perlakukan tepat untuk memastikan reaksi sol─gel dan

kristalisasi pada media yang sesuai.

Pada teknik hidrotermal telah diketahui bahwa temperatur, tekanan, dan potensial

kimia adalah variabel-variabel utama untuk memberikan hasil yang diinginkan.

Yuwono dkk. [5], menunjukkan bahwa proses hidrotermal yang dilakukan pada

material logam oksida TiO2 pada rangkaian proses sol─gel dapat menghasilkan

tingkat kristalinitas yang tinggi, dengan tetap mempertahankan ukurannya pada

skala di bawah 10 nm tanpa terjadi agregasi. Teknik hidrotermal memudahkan

fabrikasi bahkan pada material kompleks dengan sifat fisik maupun kimia yang

ekstrim. Metode ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan proses

konvensional lainnya seperti penghematan energi, kesederhanaan proses, efisiensi

biaya, kontrol nukleasi yang lebih baik, bebas polusi (ketika reaksi dilakukan pada

sistem tertutup), dispersi yang lebih tinggi, tingkat reaksi yang tinggi, kemudahan

mengontrol bentuk, dan temperatur operasi yang lebih rendah dengan

menggunakan pelarut yang tepat [22].

Pada perlakukan hidrotermal, ukuran butir, morfologi partikel , fasa kristalin dan

sifat permukaan bisa di kontrol dengan pengaturan variabel proses seperti

komposisi sol dan pH, temperatur reaksi dan tekanan, waktu aging dan sifat dari

bahan pelarut dan aditif yang digunakan [14].

Dengan menggunakan metode hidrotermal ini diharapkan akan didapati struktur

nano dengan tingkat kristalinitas yang lebih baik seperti penelitian yang telah

dilakukan Yuwono dkk. [5] dimana material struktur nano TiO2 yang diberikan

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

19

Universitas Indonesia

perlakuan hidrotermal menunjukkan tingkat kristalinitas dan aktifitas fotonik pada

DSSC yang lebih tinggi. Dalam penelitian tersebut dilaporkan dengan perlakuan

pasca-hidrotermal ini, nanokristalin TiO2 berukuran 10─15 nm dapat dicapai

dengan melalui mekanisme pembelahan (cleavage) jaringan Ti─O─Ti yang kaku

sebagai penyebab tingkat amorfus yang tinggi pada nanopartikel hasil sol─gel,

untuk selanjutnya hasil pemotongan tersebut kemudian melakukan penyusunan

ulang (rearrangement) dan memadat membentuk nanokristalin TiO2 [5].

2.6 Sintesis Nanotube TiO2

Sintesis dan karakterisasi dari material TiO2 berstruktur nano satu dimensi (1D)

seperti nanotube, nanorods, nanowires telah mendapat perhatian yang sangat

besar, hal ini tak lain disebabkan oleh keunikan sifat dan berbagai macam aplikasi

yang bisa diperoleh dari material tersebut seperti photocatalysis, konversi energi

surya, dan sensor [24]. Berbagai macam pendekatan dapat dilakukan untuk

menghasilkan struktur 1D tersebut seperti oksidasi anoda elektro-kimiawi dari

lembar titanium murni [25], template-assisted, reaksi sol–gel dan proses

hidrotermal [26].

Metode sol─gel dan hidrotermal telah dikenal sebagai metode yang efektif dalam

mensintesis nanotubes dan nanorods TiO2 [2]. Metode hidrotermal ini

memberikan kesederhanaan proses, proses murah [27], kristalinitas tinggi dan

kemungkinan mengontrol karakteristik nanotube yang dihasilkan dengan

menetapkan beberapa parameter. Beberapa parameter yang dimaksud meliputi:

konsentrasi pelarut, pH, temperatur operasi, lama waktu perlakuan, post-treatment

(pencucian, proses kalsinasi, dan perlakuan kimia), dan prekursor yang digunakan

(amorphous, crystalline, commercial, self-prepare, anatase, rutile, dan brookite)

[22, 27-28].

Tetapi metode hidrotermal memiliki beberapa kelemahan antara lain; dibutuhkan

waktu reaksi yang lama, memerlukan larutan alkali berkonsentrasi tinggi dan

kesulitan untuk mendapatkan ukuran nanotube yang seragam [27].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

20

Universitas Indonesia

Pada penelitian ini akan digunakan prekursor berupa nanopartikel TiO2 hasil

sintesis sol─gel yang telah mengalami perlakuan anil yang selanjutnya akan

diberikan pelakuan hidrotermal dalam larutan NaOH 10 M untuk dilihat apakah

nanotube TiO2 bisa dihasilkan dari prekursor tersebut.

Teknik fabrikasi nanotube TiO2 ini mengadaptasi proses yang telah dilakukan

Ferreira dkk. [29] dimana mereka melakukan proses hidrotermal terhadap 2 gram

TiO2 (anatase) ke dalam 60ml NaOH 10 M pada temperatur 170°C selama 170

jam. Sedangkan pada penelitian ini, serbuk nano-TiO2 yang digunakan sebanyak 1

gram dan dilaruktan ke dalam30 ml NaOH 10 M dengan teknik hidrotermal pada

temperatur 150°C selama 24 jam. Parameter proses ini sama dengan penelitian

yang telah dilakukan Ferdiansyah sebelumnya [28].

2.7 Mekanisme Pembentukan Nanotube TiO2

Nanotubes berbasis TiO2, dengan luas permukaan spesifik 400 m2g

-1 dan diameter

~8 nm, melalui perlakuan hidrotermal pertama kali dilaporkan oleh Kasuga dkk.

[26], mereka mendapatkan nanotube dalam fasa anatase dengan menggunakan

dopan berupa SiO2. Selanjutnya, penelitian serupa yang dilakukan oleh Yuan dan

Su [30], Kwanchitt [2] melakukan hidrotermal serbuk P-25 (degussa) dan 10 M

NaOH, pada Teflon vessel 120 °C selama 48 jam dan didapati struktur campuran

nanorods dan nanotubes .

Berbagai variasi parameter proses fabrikasi Nanotube TiO2 yang disintesis dengan

perlakukan hidrotermal dalam larutan NaOH tersebut telah memicu penelitian

lebih lanjut, terutama berkenaan mekanisme pembentukan dan struktur kristal dari

nanotube tersebut. Banyak hipotesis yang telah diajukan untuk menentukan

struktur kristal baku dari nanotube dan penjelasan mengenai mekanisme

pembentukan dari morfologi tabung yang dihasilkan [3, 12, 24].

Terlepas dari perbedaaan hipotesis yang ada para peneliti sepakat bahwa setelah

terjadi pemutusan ikatan kimia pada stuktur TiO2 (3D), struktur akan mengalami

pengelupasan kulit membentuk lembaran lamellar (2D), lembaran ini selanjutnya

akan berubah menjadi struktur tube (1D) melalui mekanisme pelipatan lembaran

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

21

Universitas Indonesia

tersebut [12, 22, 28]. Proses terbentuknya nanotube secara skematis ditunjukkan

pada Gambar 2.9. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wang dkk.

[31]. Berikut skema dan penjelasan mekanisme pembentukan nanotube yang

dimaksud.

Gambar 2. 9 Skema mekanisme pembentukan nanotube secara 3D�2D�1D [31]

Tahap 1: Material dasar berupa serbuk TiO2 anatase (3D) direaksikan dengan

NaOH dan membentuk produk lamellar. Perubahan struktur 3D dari prekursor

membentuk lamellar terjadi akibat penyerangan unsur alkalin (NaOH) terhadap

stuktur kristal dari anatase [32-33]. Secara umum telah diakui bahwa selama

perlakuan dengan menggunakan konsentrasi NaOH, beberapa ikatan Ti–O–Ti dari

prekursor TiO2 mengalami pemutusan rantai membentuk struktur lanjutan yang

mengandung Ti–O–Na dan Ti–OH, mengakibatkan pembentukan formasi dari

potongan-potongan lamellar.

Tahap 2: Produk lamellar yang terbentuk tersebut memiliki struktur 2D dimana

pada bagian tepi terdapat banyak atom dengan ikatan teruntai (dangling bonds).

Atom-atom tersebut harus memiliki cukup energi untuk menstabilkan diri dalam

struktur dua dimensi.

Tahap 3: Selanjutnya produk lamellar tersebut mengalami pelengkungan untuk

menstabilkan ikatan atom yang teruntai, mengurangi rasio permukaan terhadap

volume serta mengurangi energi total [34]. Kemudian pelengkungan lebih lanjut

terjadi (penggulungan) sehingga struktur tube (1D) terbentuk.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

22 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Secara umum, tahapan dari penelitian yang akan dilakukan terdiri dari

tahapan sintesis nanopartikel TiO2 dengan menggunakan teknik sol─gel.

Parameter yang terkait pada bagian ini adalah variasi Rw, perlakuan

lanjutan dengan variasi temperatur berupa pengeringan, anil dan pasca-

hidrotermal. Karakterisasi nanopartikel dilakukan dengan teknik

karakterisasi difraksi sinar X (XRD).

Selanjutnya nanopartikel TiO2 hasil síntesis tersebut berusaha dibuat

menjadi nanotube dengan perlakukan hidrotermal dalam larutan NaOH 10

M pada temperatur 150°C selama 24 jam. Pengaruh yang ditimbulkan

dari jenis prekursor, rasio hidrolisis (Rw) dan ukuran kristalit nanopartikel

TiO2 terhadap karakter nanotube yang terbentuk akan diamati dengan

menggunakan scanning electron microscope (SEM). Keseluruhan tahapan

tersebut dapat digambarkan pada Gambar 3.1.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

� Peralatan Sintesis nanopartikel TiO2 dan nanotube TiO2

• Beaker Glass 100 ml • Gelas ukur 25ml dan 5 ml

• Spatula • Magnetic Bar

• Kertas pH indikator/ pH meter • Magnetic Stirrer

• Autoclave, Teflon Lined 45ml • Erlenmeyer 100 ml

• Parafilm • Timbangan digital

• Kertas Saring • Pinset

• Pipet tetes • Cawan Petri

• Oven (Memmert) • Mortar dan pestle

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

23

Universitas Indonesia

� Bahan pembuatan nanopartikel TiO2

• Ti-iP Titanium(IV) Isopropoxide,97% (Aldrich), Mr 284,26 sebagai

prekursor

• Aquades

• HCl Pekat 37%

• Ethanol absolute for analysis (9,9%) (C2H5OH)-(Merck)

• Air suling

Pembuatan nanopartikel TiO2

(teknik sol─gel)

Ti-iP (3.98gr) + EtOH (30ml)+ HCl (7tetes)

Pengeringan

60 º C ,24 jam

Anil

150 º C ,24 jam

150º C, 24 jam

Pasca-hidrotermal

(autoclave) 150 º C, 24jam

Kesimpulan

Analisis

Karakterisasi XRD

Pembuatan nanotube TiO2

(teknik hidrotermal)

Karakterisasi SEM

Pengadukan

magnetic stirrer 5 jam

Titrasi

EtOH (5ml) + Air (Variasi Rw

0.85, 2, 3.5)

Nanopartikel TiO2

1gr Nanopartikel TiO2 + NaOH 10 M, 30ml

1gr Serbuk P-25 TiO2 +

NaOH 10 M, 30ml

Pencampuran & pengadukan

magnetic stirrer, ±1 jam

Hidrotermal

Autoclave, 150 º C ,24 jam

Pendinginan

Temperatur ruang ±3jam

Pengambilan endapan putih

& pencucian

HCl 0,1M + aquades � pH±7

Penyaringan & pengeringan

60 º C, 15 jam

Gambar 3. 1. Diagram alir penelitian

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

24

Universitas Indonesia

� Bahan untuk fabrikasi nanotube TiO2

• Nanopartikel TiO2 hasil perlakuan anil dengan variasi rasio hidrolisis

(Rw) @1 gr dan P-25 Degussa 1 gr sebagaimana diperlihatkan pada

Tabel 3.1.

• NaOH pellet (Merck)

• HCl pekat

Tabel 3. 1. Nanopartikel yang digunakan untuk fabrikasi nanotube TiO2

Sampel Rw

A 0.85 B 2.00 C 3.50 (gel) D P-25

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1 Proses Pembuatan Nanopartikel TiO2

Sebelum sintesis, terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan komposisi bahan-

bahan yang digunakan. Perbandingan mol air terhadap mol Ti-iP merupakan rasio

hidrolisis (Rw) dalam sintesis ini. Untuk pembuatan nanopartikel TiO2 dengan

variasi rasio hidrolisis (Rw) dengan menggunakan prekursor Ti-iP Titanium (IV)

Isopropoxide (Mr 284,26), dengan asumsi akan dibuat larutan 0,4 M dalam 35 ml

etanol maka bahan-bahan yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut:

Tabel 3. 2 Komposisi Bahan untuk sintesis nanopartikel TiO2

Rw mol Ti mol air Volum EtOH [mL] Massa air [gr] Massa Ti-iP[gr]

0.85 0.014 0.012 35 0.214 3.980

2.00 0.014 0.028 35 0.504 3.980

3.50 0.014 0.049 35 0.882 3.980

1. Pertama, mengambil secara presisi etanol proanalisis (99,99%) sebanyak

35 ml dengan gelas ukur selanjutnya etanol dibagi kedalam erlenmeyer

(30ml ) dan beaker glass (5 ml).

2. Erlenmeyer yang berisi etanol 30 ml kemudian di tambahkan HCl pekat

±7 tetes sehingga pH larutan ± 1. Suasana larutan dijaga cukup asam agar

hidrolisis tidak terjadi secara dini sehingga larutan prekursor yang

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

25

Universitas Indonesia

nantinya ditambahkan (diteteskan) tidak berubah putih (indikasi prekursor

sudah berubah dan tidak berukuran nanometer lagi).

3. Selanjutnya larutan tersebut diaduk mengggunakan magnetic stirrer

selama ±10 menit agar HCl yang ditambahkan terdistribusi secara merata

dalam larutan.

4. Setelah dilakukan pengadukan, langkah selanjutnya adalah menambahkan

prekursor titanium isopropoxide (Ti-iP) sebanyak 3,98 gr ke dalam

erlenmeyer. Penambahan Ti-iP dilakukan dengan cara meletakkan

erlenmeyer berisi larutan dan magnetic bar ke atas timbangan digital

dengan skala menunjukkan angka nol (0) dan meneteskan Ti-iP secara

hati-hati sehingga timbangan menunjukkan angka 3,97 gr.

5. Langkah lain yang perlu dilakukan adalah menambahkan air kedalam

beaker glass yang berisi etanol 5 ml. Penambahan air dilakukan dengan

meletakkan beaker glass ke atas timbangan digital pada kondisi nol,

selanjutnya menambahkan air seberat rasio hidrolisis yang diinginkan

seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3.2 di atas. Untuk Rw = 0.85

diperlukan penambahan air 0,214 gr, Rw = 2.00 dibutuhkan air 0,504 gr

dan Rw = 3.50 dibutuhkan air sebanyak 0,882 gr.

6. Langkah selanjutnya adalah meneteskan larutan dari beaker glass tetes

demi tetes ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan dan magnetic bar

sembari terus diaduk di atas magnetic stirrer.

7. Setelah larutan dalam beaker glass habis, erlenmeyer tetap dibiarkan di

atas magnetic stirrer dan terus di aduk selama ± 5 jam.

3.3.2 Proses Pengeringan, Anil dan Pasca-hidrotermal

Setelah dilakukan pengadukan selama ± 5 jam, larutan didiamkan selama 24 jam,

kemudian larutan yang masih berwarna jernih tersebut dituang secara perlahan ke

atas cawan petri secara merata. Penuangan dilakukan setipis mungkin agar

penguapan berlangsung lebih cepat dan lapisan TiO2 yang terbentuk mudah di

kerik. Hasil dari pengerikan tersebut dapat berupa serbuk atau pecahan lapisan

sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.2.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

26

Universitas Indonesia

Gambar 3. 2. Lapisan TiO2 setelah penuangan (Rw = 0.85) dan setelah pengerikan (Rw = 3.50 cair)

Selanjutnya serbuk dan pecahan lapisan tersebut akan dihaluskan terlebih dahulu

baru kemudian dikeringkan pada temperatur 60°C di dalam oven selama 24 jam.

Hasil dari pengeringan tersebut selanjutnya dibagi menjadi dua bagian dengan

perbandingan satu banding dua (1:2). Dua per tiga (2/3) bagian tersebut nantinya

akan dilakukan perlakuan anil pada temperatur 150°C di dalam oven.

Setelah proses anil selesai, serbuk hasil anil dibagi menjadi dua bagian sama rata.

Setengah bagian tersebut akan dilakukan proses pasca-hidrotermal pada

temperatur 150°C selama 24 jam. Pada proses hidrotermal dimana sampel telah

mengalami proses pengeringan dan anil dimasukkan ke dalam autoclave untuk

dipanaskan (dikukus) dengan tujuan memperbaiki kristalinitas dari nanopartikel

TiO2. Proses hidrotermal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 3.3. sebagai

berikut.

Gambar 3. 3. Proses pasca-hidrotermal

Hasil dari ketiga perlakuan tersebut kemudian dilakukan uji karakterisasi dengan

menggunakan XRD untuk dilihat adakah korelasi antara variabel proses yang

dilakukan (Rw, pengeringan, anil dan pasca-hidrotermal) dan sifat karakteristik

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

27

Universitas Indonesia

TiO2 yang dihasilkan. Selanjutnya sampel nanopartikel TiO2 hasil perlakukan anil

dengan variasi Rw akan dibuat menjadi nanotube TiO2 dengan melakukan proses

hidrotermal pada temperatur 150°C selama 24 jam dalam 30 ml larutan NaOH 10

M.

3.3.3 Proses Pembuatan Nanotube

1. Pertama, menimbang secara presisi satu gram serbuk nanopartikel TiO2.

2. Mempersiapkan larutan NaOH 10 M. Berdasarkan perhitungan, untuk

membuat larutan NaOH 30 ml dengan konsentrasi 10 M dibutuhkan

serbuk NaOH sebanyak 12 gram yang kemudian dilarutkan dengan

aquades kedalam beaker glass hingga volumenya mencapai 30 ml.

3. Langkah selanjutnya serbuk nanopartikel TiO2 ditambahkan ke dalam

beaker glass yang berisi larutan NaOH 30 ml 10 M dan dilakukan proses

pengadukan dengan magnetic stirrer selama kurang lebih satu jam. Proses

pencampuran dilakukan agar serbuk nanopartikel tersebar merata dalam

larutan NaOH dan tidak terjadi penggumpalan. Hasil dari pengadukan

tersebut berupa larutan putih susu (milky suspension) untuk sampel P-25

dan larutan putih untuk ketiga sampel lainnya. Untuk sampel anil dengan

variasi Rw, jika pengadukan dihentikan beberapa menit kemudian terjadi

pengendapan di dasar beaker glass seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3. 4. Campuran larutan NaOH dan nanopartikel hasil sol─gel setelah pengadukan

dihentikan

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

28

Universitas Indonesia

4. Hasil campuran berupa larutan putih susu dan larutan putih tersebut

dimasukkan ke dalam Teflon-lined autoclave sebelum dilakukan proses

hidrotermal. Ilustrasi Teflon-lined autoclave yang digunakan dapat

ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3. 5. Skematis dari bagian-bagian dari autoclave (paling kiri teflon-lined)

5. Larutan yang sudah dimasukkan ke dalam autoclave selanjutnya di

masukkan kedalam oven Memmert pada temperatur 150 °C selama 24 jam

seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3. 6. Oven Memmert untuk proses anil dan pasca-hidrotermal

6. Setelah 24 jam, autoclave dikeluarkan dan Teflon–lined autoclave yang

berisi sampel didinginkan pada temperatur ruang selama 2─3 jam.

7. Setelah dilakukan proses hidrotermal, didapati endapan putih berbentuk

sesuai dengan rongga teflon vessel. Endapan putih hasil hidrotermal tersebut

diambil dan dinetralisir dengan dengan menggunakan aquades kemudian

dengan asam yaitu HCl 0.1 M hingga pH mencapai ~ 7. SedangkanProses

pencucian dilakukan dengan melarutkan endapan putih kedalam beaker

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

29

Universitas Indonesia

glass berisi HCl 0,1 M dan diaduk menggunakan magnetic stirrer kemudian

diukur pH larutan hingga mencapai ~ 7.

8. Kemudian dilakukan proses penyaringan larutan seperti untuk mendapatkan

endapan putih yang selanjutnya akan dikeringkan pada temperatur 60°C

selama 15 jam.

9. Setelah dikeringkan, sampel selanjutnya akan dikarakterisasi dengan

menggunakan SEM untuk melihat apakah terbentuk stuktur nanotube yang

diinginkan.

3.4 Karakterisasi

3.4.1 XRD (X–ray Diffraction)

Pengujian XRD ini memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk konfirmasi jenis fasa

dari material nano dan mengetahui besar rata-rata ukuran kristalit yang dihasilkan.

Struktur kristal, fasa dan ukuran kristalit dari nanopartikel TiO2 dapat ditentukan

dari pola difraksi X-ray (XRD) hasil pengujian [6, 24]. Sedangkan untuk

menentukan rata-rata ukuran kristalit dapat dilakukan dengan persamaan Scherrer

[5, 14-15].

Prinsip kerja dari XRD berdasarkan pola difraksi yang disebabkan oleh adanya

hubungan fasa tertentu dengan dua gelombang atau lebih sehingga paduan

gelombang tersebut saling menguatkan atau melemahkan. Atom-atom yang ada

dalam zat padat dapat menghamburkan sinar X. Ketika sinar X jatuh pada kristal

maka akan terjadi hamburan ke segala arah. Hamburan sinar X ini bersifat

koheren sehingga saling menguatkan atau saling melemahkan.

Menurut Bragg, di dalam kristal terdapat atom-atom yang dapat dipandang

sebagai unsur yang dapat membentuk susunan bidang datar. Masing-masing

bidang datar memiliki jarak karakteristik tertentu antar bidang yang disebut

bidang Bragg. Menurut Hukum Bragg,

nλ = 2d sin θ (3.1)

dimana:

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

30

Universitas Indonesia

λ = panjang gelombang berkas sinar X yang tergantung dari tabung anoda dari

generator penghasil sinar X yang digunakan

n = bilangan bulat yang menyatakan fasa dimana fraksi menghasilkan terang

d = lebar celah

θ = sudut difraksi (sudut pengukuran dalam derajat)

Data yang diperoleh dari karakterisasi XRD adalah harga intensitas dan panjang

celah pada sudut 2θ tertentu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7. Setiap

unsur atau senyawa memiliki harga lebar celah (d) dan intensitas yang berbeda

dan spesifik. Dari posisi besar sudut 2θ puncak-puncak yang dihasilkan saat

pengujian XRD dan membandingkannya dengan database yang diperoleh dari

ICDD (International Center for Diffraction Data) bisa ditentukan fasa yang sesuai

dengan sampel nanopartikel TiO2 hasil eksperimen.

Selanjutnya data yang diperoleh dari pengujian XRD akan digunakan untuk

mengestimasi ukuran kristalit nanopartikel TiO2 melalui analisa nilai broadening

atau pelebaran beberapa titik puncak dari tiap sampel dengan menggunakan

perangkat lunak peakfit sehingga diperoleh masing-masing nilai FWHM (full

width at half maximum) dan besar nilai 2θ pada tiap puncak (peak). Penentuan

analisa puncak-puncak sampel dan nilai FWHM dari suatu data hasil pengujian

XRD dapat diilustrasikan pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8.

Gambar 3. 7. Contoh penentuan puncak (peak) untuk analisa FWHM pada suatu sampel

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

31

Universitas Indonesia

Gambar 3. 8. Ilustrasi nilai FWHW pada suatu puncak

Nilai-nilai FWHM dan 2θ yang diperoleh tersebut kemudian dimasukkan ke

dalam tabulasi dan diolah dengan micorsoft excel. Pengolahan dilakukan dengan

tabulasi seperti Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3. 3. Tabulasi pengolahan nilai boardening (B) dan 2θ

Peak 2θ FWHM

(B)

B

(rad) B ins Br

θ

(rad) Cos θ Sin θ

Br

cosƟ

1

2

3

4

5

Pada saat pengolahan data, perlu diperhatikan bahwa nilai FWHM (B) dan 2θ

yang diperoleh dari hasil fitting menggunakan peakfit tersebut terlebih dahulu

harus dirubah ke dalam radian. Nilai Bins (pelebaran dari alat penguji) diketahui

sebesar 0.003578 radian. Nilai Br pada tabel di atas diperoleh dengan perhitungan

sebagai berikut:

Br = ��� − ����� (3.2)

Kedua nilai B dan Bins tersebut harus dalam radian. Untuk perhitungan Sin θ dan

Cos θ dengan cara membagi 2 nilai 2θ setelah dirubah kedalam radian.

Selanjutnya hasil perhitungan pada kolom Sin θ dan Br Cos θ di plot dalam suatu

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

32

Universitas Indonesia

grafik untuk dicari persamaan linearnya yaitu y = mx ± C seperti yang

diilustrasikan pada Gambar 3.9 berikut:

Gambar 3. 9. Ilustrasi grafik persamaan linear dari hasil perhitungan Br Cosθ dan Sin θ

Selanjutnya nilai konstanta (C) dari hasil interpolasi grafik persamaan linear

tesebut akan digunakan untuk menghitung rata-rata besar ukuran kristalit rata-rata.

Besarnya ukuran kristalit diperoleh dengan dari perhitungan t= (kxλ)/C. Dengan t

adalah ukuran kristalit, nilai k = 0,89 dan λ = 0,154x10-9 m dan C adalah konstanta

hasil interpolasi sesuai dengan persamaan Scherrer :

t = kλ / β cos θ (3.3)

dimana t adalah ukuran diameter kristalit; k adalah konstanta proporsionalitas

(=0.89); λ adalah panjang gelombang dari difraksi X-ray yang digunakan (λ =

1.54056 Å); β adalah lebar keseluruhan dari puncak difraksi maksimum (full

width at half maximum, FWHM), dan θ adalah sudut Bragg yang terbaca oleh

mesin XRD. Nilai βcosθ pada persamaan Scherrer di atas sesuai dengan nilai

konstanta (C) hasil interpolasi pada grafik. Perhitungan besar ukuran kristalit

secara detil dapat dilihat pada bagian Lampiran 1.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

33

Universitas Indonesia

3.4.2 Mikroskop Pemindai Elektron (SEM)

Mikroskop pemindai elektron (SEM) digunakan untuk studi detail arsitektur

permukaan obyek yang diamati secara tiga dimensi [35]. Pada SEM, gambar

dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (secondary electrones) atau elektron

pantul (backscattered) yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan

sampel dipindai dengan elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang

terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya

ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray

tube) [22]. Secara skematis, mekanisme pembentukan bayangan pada SEM dapat

dilihat pada Gambar 3.10

Gambar 3. 10. Mekanisme pembentukan bayangan pada SEM [36]

Perlu diperhatikan, saat mengoperasikan SEM, electron-optical column dan

sample chamber harus dalam kondisi vakum agar elektron yang ditembakkan dan

dipantulkan tidak berhamburan karena dapat merusak kualitas gambar yang

dihasilkan [35].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

34

Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas hasil sintesis nanopartikel TiO2 melalui metode sol─gel

dengan variasi Rw dan perlakuan termal lanjut berupa pengeringan (60°C, 24 jam)

anil (150°C, 24 jam) dan pasca-hidrotermal (150°C, 24 jam) serta fabrikasi

nanopartikel TiO2 menjadi nanotubes TiO2 melalui teknik hidrotermal pada

temperatur 150°C selama 24 jam. Hasil karakterisasi sampel diharapkan mampu

menjelaskan pengaruh variable (Rw, pengeringan, anil dan pasca-hidrotermal)

terhadap sifat nanopartikel TiO2 yang terbentuk serta pengaruh perbedaan ukuran

kristalit prekursor hasil anil dengan variasi Rw terhadap ukuran nanotube yang

terbentuk.

4.1. Hasil Uji XRD

Setelah rangkaian proses proses sol-gel dan perlakuan termal selesai dilakukan,

masing-masing sampel dari tiap-tiap variasi Rw pada perlakuan pengeringan, anil

dan pasca-hidrotermal dilakukan karakterisasi dengan menggunakan XRD.

Sampel P-25 yang digunakan pada proses fabrikasi nanotube juga dilakukan

pengujian agar ukuran kristalit dari sampel tersebut dapat diketahui Data yang

diperoleh dari karakterisasi XRD adalah harga intensitas dan panjang celah pada

sudut 2θ tertentu sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 4.2-4.5. Untuk

mengetahui fasa apa yang terbentuk, perlu dicocokkan dengan data difraksi yang

telah ada sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.1

Gambar 4. 1. Difraktogram XRD sampel standar TiO2 [37]

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

35

Universitas Indonesia

Gambar 4. 2. Difraktogram XRD sampel nanopartikel hasil pengeringan

Gambar 4. 3. Difraktogram XRD sampel nanopartikel hasil anil

Gambar 4. 4. Difraktogram XRD sampel nanopartikel hasil pasca-hidrotermal

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

36

Universitas Indonesia

Gambar 4. 5. Difraktogram XRD sampel P-25

Berdasarkan Gambar 4.1, hasil uji XRD pada Gambar 4.2-4.5 dapat ditentukan

bahwa sampel memiliki fasa anatase dengan bidang kristal sebagaimana

ditunjukkan pada tabel 4.1

Tabel 4. 1. Bidang anatase pada sudut 2θ tertentu

Peak 2Ɵ Bidang Kristal

1 ± 25.1533 ( 1 0 1 )

2 ± 37.6074 ( 0 0 4 )

3 ± 47.8289 ( 2 0 0 )

4 ± 54.4041 (1 0 5) dan ( 2 1 1)

5 ± 62.8021 ( 2 0 4 )

Pada Gambar 4.2-4.4, terlihat bahwa puncak-puncak yang terbentuk relatif lebar,

dibandingkan Gambar 4.5 mengindikasikan bahwa ukuran kristalit yang terbentuk

relatif lebih kecil bila dibandingkan pada sampel P-25. Untuk mengetahui secara

detil, perlu dilakukan perhitungan ukuran kristalit dengan menggunakan

perangkat lunak peakfit.

4.2. Hasil Perhitungan Besar Ukuran Kristalit

Setelah hasil uji XRD dari nanopartikel TiO2 diolah dengan perangkat lunak

peakfit, diperoleh nilai FHWM dan 2θ dari beberapa puncak pada sampel.

Selanjutnya nilai tersebut diolah menggunakan kombinasi persamaan Scherrer dan

interpolasi persamaan linear sehingga didapatkan besar ukuran kristalit tiap

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

37

Universitas Indonesia

sampel sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2. Detil pengolahan data dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 4. 2 Hasil perhitungan besar ukuran kristalit

Rw

Perlakuan 0.85 2.00 3.50 gel 3.50 cair

Pengeringan 3.187 nm 4.153 nm 3.916 nm 4.895 nm

Anil 3.916 nm 5.272 nm 4.726 nm 6.853 nm

Pasca-hidrotermal 6.527 nm 6.853 nm 7.614 nm 8.566 nm

Dari Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa perbedaan rasio hidrolisis (Rw) dan

perbedaan perlakukan termal lanjut dapat memberikan hasil ukuran kristalit yang

berbeda-beda. Hasil yang bervariasi tersebut diharapkan dapat menjelaskan

pengaruh dari perbedaan Rw dan perlakukan termal lanjut yang dilakukan terhadap

karakteristik nanopartikel yang dihasilkan dengan metode sol─gel sebagaimana

pembahasan pada bab ini.

4.3 Pengaruh Perlakuan Termal Lanjut terhadap Ukuran Kristalit

Gambar 4.6─4.9 adalah hasil pengolahan data pengukuran besar kristalit dengan

menggunakan persamaan Scherrer dan interpolasi. Berikut data peningkatan rata-

rata besar ukuran kristalit pada masing-masing variasi Rw setelah mengalami

proses pengeringan, anil dan pasca-hidrotermal.

Gambar 4. 6. Grafik peningkatan ukuran kristalit sampel dengan Rw = 0.85

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

38

Universitas Indonesia

Sampel dengan rasio hidrolisis (Rw) 0.85, terjadi peningkatan besar ukuran

kristalit dari 3,187 nm menjadi 3,916 nm setelah proses anil, dan 6,527 nm setelah

pasca-hidrotermal. Dapat dilihat pada grafik telah terjadi peningkatan ukuran

kristalit yang cukup signifikan setelah dilakukan pasca-hidrotermal pada sampel.

Gambar 4. 7. Grafik peningkatan ukuran kristalit sampel dengan Rw = 2.00

Sampel dengan rasio hidrolisis (Rw) 2, terjadi peningkatan besar ukuran kristalit

dari 4,153 nm menjadi 5,272 nm setelah proses anil, dan 6,853 nm setelah pasca-

hidrotermal.

Gambar 4. 8. Grafik peningkatan ukuran kristalit sampel dengan Rw = 3.50 cair

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

39

Universitas Indonesia

Sampel dengan rasio hidrolisis (Rw) 3.50 cair, terjadi peningkatan besar ukuran

kristalit dari 4,895 nm menjadi 6,853 nm setelah proses anil, dan 8,566 nm setelah

pasca-hidrotermal dan peningkatan ukuran kristalit terjadi cukup konstan setelah

ani dan pasca-hidrotermal.

Gambar 4. 9. Grafik peningkatan ukuran kristalit sampel dengan Rw = 3.50 gel

Sampel dengan rasio hidrolisis (Rw) 3.50 gel, terjadi peningkatan besar ukuran

kristalit dari 3,916 nm menjadi 4,726 nm setelah proses anil,dan 7,614 nm setelah

pasca-hidrotermal.

Dari keempat grafik pada Gambar 4.6─4.9 di atas dapat dilihat bahwa perlakukan

termal berupa anil dan pasca hidrotermal yang diberikan pada partikel nano TiO2

mampu memperbesar ukuran kristalit dari masing-masing sampel.

Pada perlakuan anil, peningkatan ukuran kristalit terjadi karena sampel

mengalami pertumbuhan butir [38]. Sebagaimana diketahui untuk partikel, ukuran

kristalit merupakan ukuran butir pada material tersebut. Jika butir mengalami

pertumbuhan, makan ukuran kristalit akan meningkat. Sedangkan pada pasca-

hidrotermal, peningkatan ukuran kristalit terjadi karena pemotongan ikatan

Ti─O─Ti yang kaku kemudian mengalami penyusunan ulang dan memadat

membentuk nanopartikel TiO2 diikuti dengan pengingkatan ukuran kristalit [5,

21].

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

40

Universitas Indonesia

4.4 Pengaruh Variasi Rasio Hidrolisis (Rw) terhadap Ukuran Kristalit

Pada penelitian ini, perbedaan rasio hidrolisis diberikan dengan memvariasikan

perbandingan jumlah mol air yang diberikan terhadap jumlah mol prekursor (Ti-

iP). Hal ini dimaksud untuk dilihat apakah perbedaan rasio hidrolisis memberikan

pengaruh yang cukup berarti terhadap karakteristik (besar ukuran kristalit)

nanopartikel hasil sol─gel tersebut. Dari hasil karakterisasi dan pengolahan data

uji XRD diperoleh bahwa ukuran kristalit dari sampel pengeringan bervariasi

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.10.

Gambar 4. 10. Perbandingan ukuran kristalit dengan variasi Rw sampel pengeringan

Pada sampel pengeringan, didapati perbedaan Rw mempengaruhi rata-rata ukuran

kristalit yang terbentuk. Rw = 2.00 memberikan hasil rata-rata ukuran kristalit

yang lebih tinggi dari pada Rw = 0.85 dan Rw = 3.50 gel. Hasil yang diperoleh ini

sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Yuwono dkk. [5]. Pada penelitian

tersebut telah dibuat material nanopartikel dengan variasi Rw = 0.85, Rw = 2.00

dan Rw = 3.50 gel. Pada sampel Rw = 0.85, rasio jumlah air terhadap prekursor

sangat sedikit sehingga jumlah gugus hidroksil (─OH) yang ada sedikit. Jumlah

gugus hidroksil yang sedikit tersebut mengakibatkan jumlah Ti─OH yang

terbentuk dari proses hidrolisis lebih sedikit. Ti─OH yang ada selanjutnyan akan

saling terhubung membentuk molekul-molekul logam yang lebih besar melalui

proses kondensasi, membentuk ikatan Ti─O─Ti. Karena keterbatasan jumlah

Ti─OH, maka molekul logam yang akan terbentuk pun terbatas. Hal ini

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

41

Universitas Indonesia

menjelaskan kenapa pada Rw = 0.85 ukuran kristalit lebih kecil daripada sampel

dengan Rw = 2.00 dan Rw = 3.50.

Sampel Rw = 3.50 cair pada penelitian ini ada karena didapati bahwa perbedaan

kondisi sampel 3.50 berupa gel dan cair akibat adanya perbedaan tingkat

kerapatan penyegelan dengan parafilm setelah pengadukan (stirring) sehingga

memberi peluang terjadinya evaporasi (penguapan) saat kondensasi. Dimana telah

diketahui bahwa dari proses kondensasi, akan diikuti pelepasan molekul air atau

alkohol. pelepasan molekul alkohol yang terjadi lebih dini tersebut mengakibatkan

pembentukan jaringan Ti─O─Ti berlangsung lebih cepat dan kaku sehingga

terbentuk sampel yang relatif amorf dengan ukuran kristalit yang lebih kecil

daripada Rw = 3.50 cair. Untuk sampel Rw = 3.50 cair, kondisi sampel hampir

serupa dengan kondisi sampel Rw = 0.85 dan Rw = 2.00 seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 3.2. Berbeda dengan kondisi sampel Rw = 3.50 gel yang ditunjukan

pada Gambar 4.11 berikut: .

Gambar 4. 11. Kondisi Rw = 3.50 Gel setelah (a) proses striring, (b) penuangan ke atas cawan

petri, (c) ditiriskan dalam suhu ruang, (d) pengeringan 60 °C 24 jam

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

42

Universitas Indonesia

Pada sampel Rw = 3.50 cair, didapati rata-rata ukuran kristalit yang terbentuk lebih

besar dari ketiga sampel lainnya. Hal ini mungkin terjadi karena proses hidrolisis

dan kondensasi yang berlangsung lebih lambat yang diwakili dengan kondisi

sampel masih berupa cairan. Proses hidrolisis dan kondensasi yang berlangsung

lambat memberikan peluang yang yang lebih lama untuk proses pembentukan

ikatan Ti─O─Ti dan penataan yang lebih teratur.

Pada penelitian sebelumnya [5], didapati bahwa dengan bertambahnya ukuran

kristalit suatu material berbanding terbalik dengan besarnya nilai energi celah

pita. Sehingga dengan peningkatan besar ukuran kristalit diharapkan energi celah

pita dari TiO2 akan berkurang. Berkurangnya energi celah pita dari TiO2 akan

sangat bermanfaat pada aplikasi solar sel tersensitasi zar pewarna (DSSC) dimana

proses injeksi elektron dari zat pewarna ke pita konduksi elektroda TiO2 dan

eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi TiO2 semakin mudah [5].

Kemudahan proses injeksi dan eksitasi elektron tersebut diharapkan akan

mengarah kepada peningkatan efisiensi konversi energi dari divais DSSC. Karena

alasan tersebut maka peningkatan ukuran kristalit secara lebih lanjut perlu

dilakukan. Di antara cara peningkatan ukuran kristalit tersebut yakni dengan

memberikan perlakuan termal lanjutan berupa anil dan pasca-hidrotermal dan

diperoleh hasil sebagaimana ditunjukan pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13:

Gambar 4. 12. Perbandingan ukuran kristalit berbagai variasi Rw setelah proses anil

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

43

Universitas Indonesia

Pada Gambar 4.12, dapat dilihat bahwa sampel hasil anil menunjukkan pola

urutan besar ukuran kristalit yang serupa dengan hasil pengeringan seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 4.11 sebelumnya, berbeda dengan sampel hasil pasca-

hidrotermal yang menunjukkan pola urutan yang berbeda seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 4.13 berikut:

Gambar 4. 13. Grafik perbandingan ukuran kristalit berbagai variasi Rw setelah pasca-hidrotermal

Perubahan pola urutan besar ukuran kristalit setelah perlakuan pasca-hidrotermal

tersebut akibat adanya pengaruh temperatur dan tekanan yang dialami masing-

masing sampel. Pada saat perlakuan pasca-hidrotermal adanya tekanan dari uap

air dan temperatur akan memecah ikatan Ti─O─Ti yang sudah terbentuk yang

selanjutnya akan mengalami penyusunan ulang untuk membentuk ikatan

Ti─O─Ti yang lebih rapi [5]. Hal ini berujung pada meningkatnya kristalinitas

dan rata-rata ukuran kristalit sampel.

Pada sampel Rw = 0.85, rasio jumlah air terhadap prekursor sangat sedikit

sehingga jumlah gugus hidroksil (─OH) yang ada sedikit. Jumlah gugus hidroksil

yang sedikit tersebut mengakibatkan jumlah Ti─OH yang terbentuk dari proses

hidrolisis lebih sedikit. Ti─OH yang ada selanjutnya akan saling terhubung

membentuk molekul-molekul logam yang lebih besar melalui proses kondensasi,

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

44

Universitas Indonesia

membentuk ikatan Ti─O─Ti. Hal ini berujung pada terbentuknya ikatan

Ti─O─Ti yang cenderung pendek diikuti dengan ukuran kristalit yang relatif kecil

serta amorf. Ukuran dan tingkat kristalinitas yang rendah tersebut karena proses

kondensasi belangsung cepat sehingga nuklei tidak dapat menata diri dengan baik.

Keberadaan uap air dan tekananan yang dihasilkan saat perlakuan pasca-

hidrotermal mengakibatkan ikatan Ti─O─Ti yang telah ada mengalami

pemotongan dan disusun ulang menjadi ikatan Ti─O─Ti yang lebih panjang dan

proses penyususan antar nuklei bisa berlangsung lebih lama. Hal ini diindikasikan

dengan peningkatan ukuran kristalit tersebut.

Sedangkan untuk sampel Rw = 3.50 gel, rasio mol air terhadap mol prekursor

sudah cukup tinggi sehingga nuklei yang terbentuk lebih banyak dibandingkan Rw

= 0.85 dan Rw = 2.00. Dengan jumlah nuklei yang lebih banyak, Rw = 3.50 gel

memiliki potensi untuk terjadinya pemecahan ikatan Ti─O─Ti dan penyusunan

ulang nuklei yang lebih baik dibandingkan Rw = 0.85 dan Rw = 2.00 . Hal ini

menjelaskan kenapa setelah dilakukan pasca-hidrotermal besar ukuran kristalit Rw

= 3.50 gel cukup signifikan.

Berdasarkan Gambar 4.13, terlihat bahwa setelah sampel mengalamai perlakuan

pasca-hidrotermal, didapati perubahan perbandingan besar ukuran kristalit dari

bila dibandingkan dengan sampel hasil pengeringan dan anil. Perbandingan besar

ukuran kristalit tersebut berbanding lurus dengan perbandingan rasio hidrolisis

(Rw) yang digunakan dimana didapati Rw = 0.85 memiliki besar ukuran kristalit

6,527 nm, Rw = 2,00 memiliki besar ukuran kristalit 6,853 nm, Rw = 3.50 gel

sebesar 7,614 nm dan Rw = 3.50 cair sebesar 8,566 nm. Terlihat meskipun sampel

Rw = 3.50 gel dan Rw = 3.50 cair memiliki rasio hidrolisis yang sama, kondisi gel

dan cair memberikan variasi ukuran yang berbeda dimana kondisi cair akan

menghasilkan ukuran kristalit yang lebih besar daripada kondisi gel. Hal ini

karena proses kondensasi yang berlangsung lebih lama pada sampel cair

dibandingkan pada sampel gel sehingga memberi waktu lebih lama bagi nuklei

yang telah terbentuk untuk menyusun diri.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

45

Universitas Indonesia

4.5 Fabrikasi Nanotubes TiO2

Pada proses fabrikasi nanotube ini digunakan prekursor berupa nanopartikel TiO2

hasil sintesis metode sol─gel dengan variasi Rw = 0.85, Rw = 2.00 dan Rw = 3.50

gel. Ketiga sampel tersebut telah mengalami perlakuan termal berupa pengeringan

dan anil. Pada fabrikasi ini digunakan serbuk P-25 Degussa (Jerman) sebagai

pembanding. Pemilihan ke-empat sampel yang digunakan dalam fabrikasi

nanotube tersebut karena telah diketahui bahwa rata-rata ukuran kristalit tiap

sampel berbeda satu sama lain sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.3. Detil

perhitungan ukuran kristalit sampel nanopartikel hasil sol-gel yang digunakan

pada fabrikasi nanotube ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk detil

perhitungan ukuran kristalit sampel P-25 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4. 3. Prekursor yang digunakan untuk fabrikasi nanotube TiO2

Rw 0.85 2.00 3.50 (gel) P-25

Ukuran [nm] 3.916 nm 5.272 nm 4.726 nm 22,843 nm

Perlu diingat bahwa ukuran kristalit berbeda dengan ukuran partikel. Partikel

dapat terdiri dari satu kristalit atau lebih. Untuk material serbuk, ukuran kristalit

sering kali serupa dengan ukuran butir kristal [39].

4.6 Hasil Pencampuran Prekusor

Prekursor yang digunakan pada penelitian ini secara garis besar terbagi menjadi 2

yakni nanopartikel TiO2 hasil sintesis sol─gel dan serbuk komersial (P-25).

Perbedaan yang cukup mendasar dari kedua sumber prekursor tersebut membawa

pada perbedaan kondisi (warna, homogenitas) ketika dicampurkan kedalam 30 ml

NaOH 10 M. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena serbuk komersial memiliki

ukuran partikel yang lebih seragam dibandingkan ukuran nanopartikel hasil

sintesis sol─gel yang masih memungkinkan terjadinya ketidak seragaman ukuran

karena mengandalkan kekuatan tangan untuk proses penggerusan serbuk sebelum

proses pencampuran.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

46

Universitas Indonesia

Sampel sol─gel dan serbuk P-25 dilarutkan dalam kedalam beaker glass berisi 30

ml NaOH 10 M kemudian diaduk dengan magnetic strirring selama ±1 jam.

Setelah proses pengadukan, diperoleh larutan kental berwarna putih yang mirip

seperti susu (milky suspension). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Niu dkk. [40], penampakan larutan kental berwarna putih susu yang dihasilkan

dari pencampuran antara nanopartikel TiO2 serbuk P-25 dengan larutan NaOH

mengindikasikan bahwa telah terjadi pencampuran yang merata antara keduanya.

Namun untuk sampel nanopartikel TiO2 sol─gel ketika pengadukan dihentikan

beberapa menit kemudian partikel mengendap, berbeda dengan P-25 yang masih

tetap berwarna putih sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.14.

Gambar 4. 14. Kondisi larutan (a) campuran nanopartikel TiO2 hasil sol─gel dan larutan NaOH,

(b) mengendap setelah di diamkan beberapa saat

4.7 Hasil Hidrotermal

Proses hidrotermal dilakukan pada temperatur 150°C selama 24 jam dengan

menggunakan Teflon–lined autoclave. Larutan berwarna putih susu (milky

suspension) hasil pencampuran nanopartikel TiO2 dan NaOH 10 M tersebut

dituang ke dalam teflon-lined. Selanjutnya teflon-lined yang telah berisi larutan

tersebut dimasukkan kedalam autoclave dan disegel sebagaimana diperlihatkan

pada Gambar 4.15. Setelah autoclave tersegel rapat, selanjutnya dimasukkan ke

dalam oven untuk proses hidrotermal.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

47

Universitas Indonesia

Gambar 4. 15. (a) Teflon-line , (b) autoclave yang telah tersegel

Setelah proses hidrotermal selesai, terlebih dahulu autoclave yang masih tersegel

tersebut dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada temperatur ruang selama ± 2

jam. Sesaat setelah proses hidrotermal selesai, panas dan tekanan yang ada di

dalam autoclave masih cukup tinggi sehingga memberikan tekanan pada segel.

Untuk itu proses pendinginan diperlukan agar tekanan didalam autoclave

berkurang dan memungkinkan untuk membuka segel. Hasil yang diperoleh

setelah proses hidrotermal tidak lagi berupa fasa larutan sebagaimana ketika

pencampuran, akan tetapi berupa material lumpur berwarna putih untuk sampel P-

25, sedangkan sampel nanopartikel sol─gel berupa endapan putih pada dasar

teflon-lined dengan sisa larutan di atas.

Untuk kondisi sampel P-25 yang berupa lumpur berwarna putih, hasil ini serupa

dengan apa yang dipeoleh oleh Ferreira dkk. ketika memfabrikasi nanotubes [29].

Pada penelitian tersebut, mereka. melakukan proses hidrotermal terhadap 2 gram

serbuk TiO2 (anatase) ke dalam 60 mL NaOH 10 M, pada temperatur 170 °C

selama 170 jam. Setelah proses hidrotermal dilakukan, milky suspension yang

dituangkan kedalam teflon-lined didapati telah berubah menjadi lumpur putih

(white mud). Sedangkan untuk sampel nanopartikel hasil sol─gel terbentuk

endapan putih yang lebih padat di dasar teflon─lined. Perbandingan kondisi

sampel sol─gel dan P-25 setelah proses hidrotermal dapat dilihat pada Gambar

4.16.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

48

Universitas Indonesia

Gambar 4.16. kondisi hasil proses hidrotermal (a) prekursor nanopartikel TiO2 sol─gel, (b) serbuk

TiO2 P-25

Berdasarkan Gambar 4.16 di atas, terlihat untuk sampel P-25 terbentuk lumpur

putih yang lebih banyak dari pada sampel nanopartikel sol─gel. Hal ini

merupakan indikasi awal bahwa sampel nanopartikel sol─gel memiliki kerapatan

yang lebih tinggi dibandingkan sampel P-25. Perbedaan kerapatan tersebut

mengindikasikan bahwa sampel P-25 telah memiliki struktur berongga (tube)

lebih banyak dibandingkan endapan sampel nanopartikel hasil sol─gel. Untuk

mengkonfirmasi hal tersebut diperlukan pengujian SEM terhadap ke-empat

sampel. Sebelum melakukan uji SEM endapan putih dan lumpur putih tersebut

perlu dinetralisir terlebih dahulu. Proses netralisir dapat dilakukan dengan

mencuci endapan dengan aquades kemudian dilanjutkan dengan melarutkan

endapan kedalam HCl 0,1 M dan diaduk hingga pH ± 7. Setelah pH ± 7, endapan

kemudian dikeringkan ke dalam oven pada temperatur 60°C selama ± 15 jam.

4.8 Hasil Uji SEM

Untuk membuktikan hipotesis bahwa nanotube TiO2 dapat difabrikasi dengan

bahan dasar nanopartikel TiO2 hasil sintesis metode sol─gel, karakterisasi dengan

menggunakan mikroskop elektron perlu dilakukan. Hal ini bertujuan pula untuk

mengetahui adakah korelasi antara jenis prekursor yang digunakan sesuai Tabel

4.4 dan karakteristik nanotube yang dihasilkan. Hasil SEM ke-empat sampel

ditunjukkan pada Gambar 4.17.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

49

Universitas Indonesia

Gambar 4. 17. Hasil SEM sampel A, B, C dan D dengan perbesaran 500X

Tabel 4. 4 Prekursor yang digunakan pada proses fabrikasi nanotube

Sampel Rw Ukuran Kristalit [nm]

A 0.85 3,916

B 2.00 5,272

C 3.50 (gel) 4,726

D P-25 22,843

Sampel A,B,C merupakan sampel hasil sintesis sol-gel yang telah mengalami

perlakuan anil. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4.17. di atas,hasil SEM

dengan perbesaran 500X untuk ke-empat sampel (A, B, C dan D) menunjukkan

morfologi yang sangat berbeda satu sama lain. Untuk sampel A (Rw = 0.85) tidak

terlihat sama sekali adanya morfologi seperti serabut, justru terlihat jelas masih

berupa gumpalan partikel (agglomerat). Pada sampel C (Rw = 3.50 gel) pada inset

kanan atas terlihat ada morfologi seperti serabut, tetapi jumlahnya terlampau

sedikit. Sedangkan untuk sampel B (Rw = 2.00) dan D (P-25) terlihat jelas adanya

morfologi berserabut, keberadaan morfologi seperti serabut merupakan indikasi

awal keberadaan struktur tube. Untuk mempermudah interpretasi, dilakukan

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

50

Universitas Indonesia

perbesaran lebih lanjut beberapa kali yaitu sebesar 10.000 kali, 20.000 kali dan

45.000 kali sebegimana yang diperlihat pada Gambar 4.18., 4.19. dan 4.20.

Gambar 4. 18. Hasil SEM sampel A, B, C dan D dengan perbesaran 10000X

Dari hasil pengamatan dengan perbesaran 10.000 kali, didapati untuk sampel B

dan D jelas terlihat adanya struktur memanjang yang bisa berupa tube, rod atau

ribbon. Untuk menentukan apakah struktur yang terbentuk berupa tube, maka

pengamatan lebih lanjut perlu dilakukan. Sedangkan untuk sampel A dan C ,

kedua hasil SEM masih belum menunjukkan adanya struktur berserabut.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

51

Universitas Indonesia

Gambar 4. 19. Hasil SEM sampel A, B, C dan D pada perbesaran 20000X

Gambar 4. 20. Hasil SEM sampel A, B, C dan D pada perbesaran 45000X

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

52

Universitas Indonesia

Berdasarkan pengamatan pada Gambar 4.19 dan Gambar 4.20, belum dapat

dipastikan bahwa struktur yang terlihat pada sampel B dan D adalah struktur

berongga. Untuk memastikan hal tersebut pengamatan dengan TEM perlu

dilakukan, namun pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian dengan TEM

karena pertimbangan lamanya waktu pengujian.

Pada sampel A dan C mulai terlihat morfologi seperti kapsul pada perbesaran

45.000 kali. Hal ini mengindikasikan kemungkinan nanotube mulai terbentuk,

tetapi tidak berjalan dengan baik. Kondisi yang terjadi pada sampel A dan C

terjadi kemungkinan akibat tekanan yang diberikan pada saat proses hidrotermal

kurang mencukupi. Sebagaimana diketahui, proses hidrotermal sangat bergantung

terhadap temperatur dan tekanan yang dihasilkan saat proses. Tekanan yang

dihasilkan di dalam autoclave disebabkan oleh uap larutan yang akan mengisi

ruang autoclave, semakin banyak larutan yang menjadi uap, tekanan di dalam

autoclave semakin besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Poudel

dkk. [41], rasio volume larutan yang dituang terhadap volume autoclave (fraksi

pengisian) turut menentukan kristalinitas dari nanotubes yang dihasilkan. Poudel

dkk. menggunakan fraksi pengisian sebesar 50% dan 84% dan didapati bahwa

fraksi pengisian sebesar 84% memberikan kristalinitas yang lebih baik

dibandingkan dengan 50%. Untuk teknik hidrotermal dengan bahan dasar serbuk

berukuran nano maka sebaiknya dilakukan fraksi pengisian lebih dari 90%, hal ini

dikarenakan material berukuran nano membutuhkan tekanan lebih besar

dibandingkan material berukuran mikro untuk terbentuknya nanotube [41]. Pada

penelitian ini, autoclave yang digunakan memiliki volume 45 ml sedangkan

NaOH yang digunakan sebanyak 30 ml. Ini berarti fraksi pengisian yang telah

dilakukan hanya sebesar 66,7%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

Poudel dkk. [41], fraksi pengisian pada proses hidrotermal yang telah dilakukan

belum memadai untuk mendorong terbentuknya nanotube.

Adapun untuk sampel B dan D terlihat telah terbentuk struktur berserabut. Hal ini

terjadi kemungkinan akibat perbedaan ukuran kristalit dari ke-empat prekursor

yang digunakan. Sebagaimana diketahui, material dasar berupa serbuk TiO2

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

53

Universitas Indonesia

anatase ketika direaksikan dengan NaOH akan cenderung membentuk produk

lamellar. Perubahan struktur 3D (partikel) dari prekursor membentuk lamellar

(2D) terjadi akibat adanya serangan unsur alkalin (NaOH) terhadap stuktur kristal

dari anatase [32-33]. Secara umum telah diakui bahwa selama perlakuan dengan

menggunakan konsentrasi NaOH, beberapa ikatan Ti–O–Ti dari prekursor TiO2

mengalami pemutusan rantai membentuk struktur lanjutan yang mengandung Ti–

O–Na dan Ti–OH, mengakibatkan pembentukan formasi dari potongan-potongan

lamellar. Dengan semakin besarnya ukuran kristalit, kecenderungan produk

lamellar yang dihasilkan tentu akan semakin banyak dan lebar yang pada tahap

selanjutnya akan menggulung membentuk nanotube. Hal ini menunjukkan bahwa

untuk ukuran kristalit yang lebih besar memungkinkan terbentuknya struktur tube

dimana keberadaan NaOH pada saat sintesis akan menyerang kisi kristal dari

anatase yang kemudian berubah menjadi lembaran dan akhirnya akan

menggulung. Dengan kata lain, semakin besar ukuran kristalit, lebih

memungkinkan didapati lembaran-lembaran hasil pemotongan ikatan Ti─O─Ti

oleh NaOH dengan ukuran yang lebih luas sehingga mendorong pada proses

terbentuknya sktruktur tube yang lebih mudah dan memungkinkan diperoleh

ukuran tube yang lebih besar. Setelah dilakukan pengukuran diameter dari tube

pada sampel B dan D dan besar ukuran kristalit telah diketahui, diperoleh besar

diameter sampel B dan D seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4. 5. Ukuran kristalit prekursor dan diameter tube yang dihasilkan

Prekursor Ukuran Kristalit [nm] Diameter Tube [nm]

Rw = 2.00 5,272 115─269

P-25 22,843 178─384

Pada Tabel 4.5. di atas besar ukuran kristalit sampel B (Rw = 2.00) 5,272 nm dan

besar diameter tube berkisar antara 115─269 nm, sedangkan sampel D (P-25)

dengan ukuran kristalit 22,843 nm memperlihatkan diameter tube sebesar

178─384 nm. Hal ini memperkuat bahwa besar ukuran kristalit prekursor yang

digunakan digunakan mempengaruhi besar diameter tube yang dihasilkan.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

54 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Variasi Rw berpengaruh terhadap tingkat kristalinitas dan besar ukuran

kristalit yang terbentuk. Variasi Rw hasil pengeringan menunjukkan

ukuran kristalit yang bervariasi pada sampel dengan Rw = 3.50 cair sebesar

4.895 nm, Rw = 2.00 sebesar 4.153 nm, Rw= 3.50 gel sebesar 3.916 nm dan

Rw = 0.85 sebesar 3.187 nm.

2. Perlakuan termal lanjut berupa anil dan pasca-hidrotermal memberikan

pengaruh yang cukup berarti terhadap peningkatan rata-rata ukuran

kristalit semua sampel. Hasil pengujian difraksi sinar–X menunjukkan

bahwa sampel hasil proses pasca-hidrotermal memberikan peningkatan

ukuran kristalit nanopartikel TiO2 yang lebih tinggi dibandingkan sampel

hasil proses anil dan pengeringan dengan nilai besar ukuran kristalit hasil

pasca-hidrotermal pada sampel Rw = 3.50 cair sebesar 8.566 nm, Rw = 2.00

sebesar 6.853 nm nm, Rw = 3.50 gel sebesar 7.614 nm dan Rw = 0.85

sebesar 6.527 nm.

3. Nanopartikel TiO2 hasil anil dengan Rw = 2.00 dapat difabrikasi dengan

baik menjadi nanotube TiO2 berdiameter berkisar antara 115─269 nm

dengan menggunakan teknik hidrotermal pada temperatur 150°C dalam

larutan NaOH 10M selama 24 jam.

4. Variasi penggunaan bahan dasar (prekursor) dan fraksi pengisian

(perbandingan larutan campuran serbuk nano dan NaOH terhadap volume

autoclave) saat pembuatan nanotube memberikan pengaruh yang berarti

terhadap morfologi dan tingkat keberhasilan pembentukan nanotube.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

55

Universitas Indonesia

Adapun saran yang dapat dikemukakan untuk kepentingan penelitian lebih lanjut

antara lain:

1. Sintesis nanotube berbahan dasar nanopartikel TiO2 hasil sol─gel sebaiknya

dengan dilakukan dengan fraksi pengisian larutan campuran NaOH dan

nanopartikel TiO2 terhadap volume autoclave sebesar 100%.

2. Perlu dilakukan karakterisasi TEM untuk memastikan bahwa struktur yang

terbentuk berupa tabung berongga bukan batang (rod) serta untuk mengetahui

diameter dan panjang nanotube yang terbentuk secara lebih seksama.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh

nanostruktural dari nanotube TiO2 dan nanopartikel TiO2 terhadap sifat-sifat

elektronik fundamental berupa energi celah pita dan tingkat absorbsi pada

spektrum cahaya tampak dan ultraviolet sebagai upaya peningkatan efisiensi

kinerja divais DSSC.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

56

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Flores, I.C., et al., Dye-sensitized solar cells based on TiO2 nanotubes and

a solid-state electrolyte. Journal of Photochemistry and Photobiology A:

Chemistry, 2007. 189(2-3): p. 153-160.

2. Wongcharee, K. and V. Meeyoo, Improvement of TiO2 properties for dye-

sensitized solar cell by hydrothermal and sol-gel processes, in Technology

and Innovation for Sustainable Development Conference. 2008: Khon

Kaen University, Thailand. p. 485-488.

3. Kasuga, T., Formation of titanium oxide nanotubes using chemical

treatments and their characteristic properties. Thin Solid Films, 2006.

496(1): p. 141-145.

4. Li, X.D., D. W.Zhang, S.Chen, Z. A.Wang, Z.Sun, X. J.Yin, S. M.Huang,

, Enhancing efficiency of dye-sensitized solar cells by combining use of

TiO2 nanotubes and nanoparticles. Materials Chemistry and Physics,

2010. 124(1): p. 179-183.

5. A. H. Yuwono, Badrul Munir, Alfian Ferdiansyah, Arif Rahman,

Wulandari Handini, Dye Sensitized Solar Cell with Conventionally

Annealed and Post-hydrotermally Treated Nanocrystalline Semiconductor

Oxide TiO2 Derived from Sol-Gel Process. Makara Teknologi, 2010.

14(2): p. 53-60.

6. Ngamsinlapasathian Supachai, S.S., Pavasupree Sorapong, Kitiyanan

Athapol, Sreethawong Thammanoon, Suzuki Yoshikazu, Yoshikawa

Susumu, Highly efficient dye-sensitized solar cell using nanocrystalline

titania containing nanotube structure. Journal of Photochemistry and

Photobiology A: Chemistry, 2004. 164(1-3): p. 145-151.

7. Yong Nian Tan, Chung Leng Wong, Abdul Rahman Mohamed, An

overview on the photocatalytic activity of nano-doped-TiO2 in the

degradation of organic pollutants School of Chemical Engineering,

Engineering Campus, Universiti Sains Malaysia: Pulau Pinang. p. 3-4.

8. Wenjiang Li, T.F., Fei Xie, Shaofeng Yu, Sailing He, The multi-staged

formation process of titanium oxide nanotubes and its thermal stability.

Materials Letters, 2007. 61(3): p. 730-735.

9. R. H. J. Hannink, A. J. Hill, Nanostructure control of materials. 2006,

Woodhead Publishing and Maney Publishing: Cambridge. p. 319.

10. Hardin, B.E., Behind the Scenes of “Sunny Memories". 2010, Stanford

University: San Francisco.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

57

Universitas Indonesia

11. Alivov, Y. and Z.Y. Fan, A TiO 2 nanostructure transformation: from

ordered nanotubes to nanoparticles. Nanotechnology, 2009. 20(40): p.

405610.

12. Tsai, C.-C. and H. Teng, Nanotube Formation from a Sodium Titanate

Powder via Low-Temperature Acid Treatment. Langmuir, 2008. 24(7): p.

3434-3438.

13. Nguyen-Phan, T.-D. and E.W. Shin, Morphological effect of TiO2

catalysts on photocatalytic degradation of methylene blue. Journal of

Industrial and Engineering Chemistry, 2011. 17(3): p. 397-400.

14. Chen-Chi Wang, Jackie Y. Ying, Sol−Gel Synthesis and Hydrothermal

Processing of Anatase and Rutile Titania Nanocrystals. Chemistry of

Materials, 1999. 11(11): p. 3113-3120.

15. Karami, A., Synthesis of TiO2 Nano Powder by the Sol-Gel Method and Its

Use as a Photocatalyst. JOURNAL OF THE Iranian Chemical Society

2010. 7.

16. Hari Singh Nalwa, M.Sc, Ph.D., Nanostructured Materials and

Nanotechnology. 2000, Academic Press California. p. 2.

17. Mingwei Chen, En Ma, and Kevin Hemker Mechanical Behavior of

Nanocrystalline Metals, in Nanomaterials Handbook. 2006, Taylor &

Francis Group.

18. Yuwono, A.H., Teknik Sintesis Bottom-Up: Fabrikasi Nanopartikel

Oksida Inorganik dengan Proses Sol–Gel dan Surfactant Templating, in

Workshop MNI. 2010, Dept.Metalurgi & Material-University of Indonesia.

19. Ferdiansyah, A., Aplikasi Lapisan Tipis Titanium Dioksida (TiO2) sebagai

Agen Pembersih Mandiri pada Panel Kaca Bangunan, in Teknik

Metalurgi dan Material. 2009, Universitas Indonesia: Depok.

20. Skandan, G. and A. Singhal, Perspectives on the Science and Technology

of Nanoparticle Synthesis, in Nanomaterials Handbook. 2006, Taylor &

Francis Group. p. 11.

21. Akhmad Herman Yuwono, N.S.P., Sri Harjanto, Slamet, Wahyu Bambang

Widayatno, Nurul Taufiqu Rochman, Investigasi Pertumbuhan

Nanopartikel TiO2 dalam Proses Sol-Gel dan Perlakukan Lanjutan

Pengeringan-Anil-Pasca Hidrotermal, in Seminar Nasional Metalurgi dan

Material (SENAMM). 2010, Departemen Teknik Metalurgi & Material

FTUI dan Pusat Penelitian Fisika-LIPI: UNTIRTA.

22. Pujianto, T.H., Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida dan

Temperatur Anil terhadap Struktur Nano dan Tingkat Kristalinitas TiO2

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

58

Universitas Indonesia

Nanotubes in Teknik Metalurgi dan Material 2009, Universitas Indonesia:

Depok.

23. Sol-gel methods. 5 Januari 2012; Available from:

http://cheminfo.chemi.muni.cz/materials/InorgMater/sol_gel.pdf.

24. Zhang, D.R., ,Kim, Chang Woo,,Kang, Young Soo, A Study on the

Crystalline Structure of Sodium Titanate Nanobelts Prepared by the

Hydrothermal Method. The Journal of Physical Chemistry C, 2010.

114(18): p. 8294-8301.

25. Maiyalagan, T., B. Viswanathan, and U.V. Varadaraju, Fabrication and

characterization of uniform TiO2 nanotube arrays by sol–gel template

method. Bulletin of Materials Science, 2006. 29(7): p. 705–708.

26. T Kasuga, M.H., Akihiko Hoson, Toru Sekino, Koichi Niihara, Formation

of Titanium Oxide Nanotube. Langmuir, 1998. 14(12): p. 3160-3163.

27. Ou, H.-H. and S.-L. Lo, Review of titania nanotubes synthesized via the

hydrothermal treatment: Fabrication, modification, and application.

Separation and Purification Technology, 2007. 58(1): p. 179-191.

28. Ferdiansyah, A., Fabrikasi Nanotubes TiO2 Dengan Tingkat

Nanokristalinitas Tinggi untuk Aplikasi Sel Surya Tersensitisasi Zat

Pewarna Melalui Teknik Hidrotermal, in Teknik Metalurgi dan Material

FTUI. 2011, Universitas Indonesia: Depok.

29. Ferreira, O.P., et al., Unveiling the structure and composition of titanium

oxide nanotubes through ion exchange chemical reactions and thermal

decomposition processes. Journal of the Brazilian Chemical Society, 2006.

17: p. 393-402.

30. Yuan, Z.-Y. and B.-L. Su, Titanium oxide nanotubes, nanofibers and

nanowires. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering

Aspects, 2004. 241(1-3): p. 173-183.

31. Wang, Y.Q., Hu, G. Q., Duan, X. F., Sun, H. L., Xue, Q. K.,

Microstructure and formation mechanism of titanium dioxide nanotubes.

Chemical Physics Letters, 2002. 365(5-6): p. 427-431.

32. Seo, H.-K., et al., A study on the structure/phase transformation of titanate

nanotubes synthesized at various hydrothermal temperatures. Solar

Energy Materials and Solar Cells, 2008. 92(11): p. 1533-1539.

33. Yao, B.D., et al., Formation mechanism of TiO2 nanotubes. Applied

Physics Letters, 2003. 82(2).

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

59

Universitas Indonesia

34. Wang, W., et al., A study on the growth and structure of titania nanotubes.

Journal of Materials Research, 2004. 19(2): p. 417-422.

35. Jaya, D.M.N., SEM, in Materials Characterization 2. 2005, Departemen

Teknik Metalurgi dan Material: Depok.

36. The Electron Microscope. [cited 2011 26 Desember]; Available from:

http://www.physchem.co.za/.

37. [cited 2012 20 Januari ]; Available from: Arindhapramesti.blogspot.com.

38. Jang-Yul Kim, T.S., Dong Jin Park, Shun-Ichiro Tanaka, Morphology

modification of TiO2 nanotubes by controlling the starting material

crystallite size for chemical synthesis. J Nanopart Res, 2010.

39. Scott A Speakman, P.D., Estimating Crystallite Size Using XRD, MIT

Center for Materials Science and Engineering.

40. Niu, L., et al., Titanate nanotubes: preparation, characterization, and

application in the detection of dopamine. Journal of Materials Science,

2008. 43(5): p. 1510-1514.

41. Poudel, B., et al., Formation of crystallized titania nanotubes and their

transformation into nanowires. Nanotechnology, 2005. 16(9): p. 1935-

1940.

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1

Lampiran 1. Perhitungan Besar Ukuran Kristalit Sampel Hasil Proses Sol-gel

Dari pengolahan data dengan menggunakan peakfit akan diperoleh nilai 2θ dan

FWHM (full width at half maximum) atau boardening (B). Nilai 2θ dan B tersebut

masih berada dalam °(derajat). Untuk perhitungan, kedua hasil tersebut harus

dirubah ke dalam radian. Nilai Bins (pelebaran instrument diketahui 0.003578

(radian). Nilai Br didapat dari ��� − ����� Kemudian hasil perhitungan pada

kolom sin Ɵ dan Br cos Ɵ diplot dalam sebuah grafik untuk dicari persamaan

linear grafik tersebut, yaitu y = m x ± C. Besarnya ukuran kristalit diperoleh dari

perhitungan t= (kxλ)/C. Dengan t adalah ukuran kristalit, nilai k = 0,89 dan λ =

0,154x10-9.

Tabel L1.1. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 0.85 pengeringan

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.039216 0.039053 0.219504279 0.976006 0.217746 0.038116

2 0.042118 0.041966 0.328186603 0.946628 0.322327 0.039726

3 0.041884 0.041731 0.417385853 0.914152 0.405372 0.038149

4 0.051886 0.051762 0.474765142 0.8894 0.45713 0.046037

5 0.034513 0.034327 0.548051527 0.853541 0.521025 0.029299

Gambar L1.1.Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 0.85 pengeringan

Tabel L1. 2. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw= 2.00 pengeringan

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.042093 0.04194 0.221481 0.975573 0.219675 0.040916

2 0.044576 0.044432 0.331088 0.945689 0.325072 0.042019

3 0.043411 0.043264 0.417919 0.913935 0.40586 0.03954

4 0.054423 0.054306 0.47538 0.889119 0.457676 0.048284

5 0.057556 0.057444 0.549963 0.852544 0.522656 0.048974

y = -0.013x + 0.043

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 0.85 Pengeringan

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.2. Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 2.00 pengeringan

Tabel L1.3. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Gel pengeringan

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.039287 0.039124 0.219784928 0.975944 0.21802 0.038183

2 0.035594 0.035413 0.329673299 0.946148 0.323734 0.033506

3 0.046475 0.046337 0.416496467 0.914512 0.404559 0.042375

4 0.051894 0.051771 0.474614799 0.889469 0.456996 0.046049

5 0.041561 0.041406 0.548484752 0.853316 0.521395 0.035333

Gambar L1.3.Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Gel pengeringan

Tabel L1.4. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Cair

pengeringan

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.03755 0.037379 0.217815043 0.976372 0.216097 0.036496

2 0.036387 0.03621 0.327909151 0.946718 0.322064 0.034281

3 0.038785 0.038619 0.414654219 0.915256 0.402873 0.035346

4 0.050625 0.050499 0.473298433 0.89007 0.455825 0.044947

5 0.048589 0.048457 0.545992987 0.854612 0.519267 0.041412

y = 0.027x + 0.033

0

0.02

0.04

0.06

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 2.00 Pengeringan

y = 0.009x + 0.035

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 3.50 Gel Pengeringan

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.4.Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Cair pengeringan

Tabel L1.5. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 0.85 anil

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.036721 0.036546 0.218367455 0.976252 0.216636 0.035678

2 0.047375 0.04724 0.326807953 0.947072 0.321022 0.04474

3 0.041491 0.041336 0.416500095 0.91451 0.404562 0.037802

4 0.043566 0.043419 0.47283943 0.890279 0.455416 0.038655

5 0.050502 0.050375 0.546144694 0.854533 0.519397 0.043047

Gambar L1.5.Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 0.85 anil

Tabel L1.6. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 2.00 anil

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.037056 0.036883 0.221998 0.97546 0.220179 0.035978

2 0.039405 0.039243 0.330667 0.945826 0.324674 0.037117

3 0.043705 0.043558 0.41941 0.913329 0.407221 0.039783

4 0.041348 0.041193 0.476536 0.888589 0.458704 0.036604

5 0.058461 0.058351 0.549324 0.852878 0.52211 0.049767

y = 0.025x + 0.028

0

0.02

0.04

0.06

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 3.50 Cair Pengeringan

y = 0.012x + 0.035

0

0.02

0.04

0.06

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 0.85 Anil

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.6. Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 2.00 anil

Tabel L1.7. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw= 3.50 Gel anil

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.034199 0.034011 0.219411624 0.976026 0.217655 0.033196

2 0.042109 0.041957 0.328930286 0.946388 0.323031 0.039707

3 0.043315 0.043167 0.416791781 0.914392 0.404829 0.039472

4 0.039413 0.03925 0.474204199 0.889656 0.456631 0.034919

5 0.050981 0.050856 0.547362817 0.8539 0.520437 0.043426

Gambar L1.7.Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Gel anil

Tabel L1.8. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw= 3.50 Cair anil

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.03454 0.034354 0.219533872 0.975999 0.217775 0.033529

2 0.036098 0.03592 0.329378713 0.946243 0.323455 0.033989

3 0.040806 0.040649 0.416830327 0.914377 0.404864 0.037169

4 0.048431 0.048299 0.474340161 0.889594 0.456752 0.042967

5 0.056234 0.05612 0.54831114 0.853406 0.521247 0.047893

y = 0.034x + 0.026

0

0.02

0.04

0.06

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 2.00 Anil

y = 0.022x + 0.029

0

0.02

0.04

0.06

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 3.50 Gel Anil

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.8. Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Cair anil

Tabel L1.9. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 0.85 pasca-

hidrotermal

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.029101 0.02888 0.216535235 0.976648 0.214847 0.028206

2 0.037521 0.03735 0.326004336 0.94733 0.32026 0.035383

3 0.032661 0.032465 0.414548031 0.915298 0.402776 0.029715

4 0.039484 0.039322 0.471220289 0.891015 0.453974 0.035036

5 0.047959 0.047825 0.544361127 0.855458 0.517872 0.040912

Gambar L1.9. Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 0.85 pasca-hidrotermal

Tabel L1.10. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 2.00 pasca-

hidrotermal

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.029809 0.029593 0.217019 0.976544 0.21532 0.028899

2 0.041252 0.041097 0.325779 0.947402 0.320047 0.038935

3 0.033444 0.033252 0.414283 0.915405 0.402534 0.030439

4 0.043335 0.043187 0.472598 0.890389 0.455201 0.038453

5 0.052525 0.052403 0.54549 0.854873 0.518837 0.044798

y = 0.048x + 0.020

0

0.02

0.04

0.06

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 3.50 Cair Anil

y = 0.032x + 0.021

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 0.85 Pasca-hidrotermal

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.10. Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 2.00 pasca-hidrotermal

Tabel L1.11. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Gel pasca-

hidrotermal

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.025429 0.025176 0.21903267 0.976108 0.217286 0.024574

2 0.032617 0.03242 0.328779181 0.946437 0.322888 0.030683

3 0.029176 0.028956 0.417364207 0.914161 0.405352 0.02647

4 0.040011 0.039851 0.474032155 0.889735 0.456478 0.035457

5 0.040569 0.040411 0.547483784 0.853837 0.52054 0.034504

Gambar L1.11.Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Gel pasca-

hidrotermal

Tabel L1.12. Hasil fitting dan perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50Cair pasca

hidrotermal

Peak B (rad) Br Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ Br cos Ɵ

1 0.025678 0.025428 0.216965229 0.976555 0.215267 0.024832

2 0.034023 0.033834 0.326475842 0.947178 0.320707 0.032047

3 0.027254 0.027018 0.4155379 0.914899 0.403682 0.024719

4 0.041119 0.040963 0.472310239 0.89052 0.454945 0.036478

5 0.043924 0.043779 0.545484561 0.854876 0.518832 0.037425

y = 0.040x + 0.020

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 2.00 Pasca-hidrotermal

y = 0.032x + 0.018

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 3.50 Gel Pasca-hidrotermal

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.12. Persamaan linear perhitungan besar kristalit sampel Rw = 3.50 Cair pasca-

hidrotermal

Tabel L1.13.Perhitungan besar ukuran kristalit

No Sampel

(Rw-Perlakuan) Persamaan linear C K

λ

[10-9

m]

Ukuran

Kristalit

[nm]

1 0.85-Pengeringan y = -0.013x + 0.043 0.043 0.89 0.154 3.187

2 2.00-pengeringan y = 0.027x + 0.033 0.033 0.89 0.154 4.153

3 3.50 Gel-pengeringan y = 0.009x + 0.035 0.035 0.89 0.154 3.916

4 3.50 Cair-pengeringan y = 0.025x + 0.028 0.028 0.89 0.154 4.895

5 0.85-anil y = 0.012x + 0.035 0.035 0.89 0.154 3.916

6 2.00-anil y = 0.034x + 0.026 0.026 0.89 0.154 5.272

7 3.50 Gel-anil y = 0.022x + 0.029 0.029 0.89 0.154 4.726

8 3.50 Cair-anil y = 0.048x + 0.020 0.02 0.89 0.154 6.853

9 0.85-pasca-hidrotermal y = 0.032x + 0.021 0.021 0.89 0.154 6.527

10 2.00-pasca-hidrotermal y = 0.040x + 0.020 0.02 0.89 0.154 6.853

11 3.50 Gel-pasca-

hidrotermal y = 0.032x + 0.018 0.018 0.89 0.154 7.614

12 3.50 Cair-pasca-

hidrotermal y = 0.037x + 0.016 0.016 0.89 0.154 8.566

Difraktogram XRD masing-masing sampel dapat dilihat pada Gambar L1.13-

L1.24 berikut

y = 0.037x + 0.016

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Br C

osθ

Sin θ

Rw = 3.50 Cair Pasca-hidrotermal

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.13. Difraktogram XRD sampel Rw = 0.85 pengeringan

Gambar L1.14. Difraktogram XRD sampel Rw = 2.00 pengeringan

Gambar L1.15. Difraktogram XRD sampel Rw = 3.50 Gel pengeringan

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.16. Difraktogram XRD sampel Rw = 3.50 Cair pengeringan

Gambar L1.17. Difraktogram XRD sampel Rw = 0.85 anil

Gambar L1.18. Difraktogram XRD sampel Rw = 2.00 anil

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.19. Difraktogram XRD sampel Rw = 3.50 Gel anil

Gambar L1.20. Difraktogram XRD sampel Rw = 3.50 Cair anil

Gambar L1.21. Difraktogram XRD sampel Rw = 0.85 pasca-hidrotermal

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 1 (lanjutan)

Gambar L1.22. Difraktogram XRD sampel Rw = 2.00 pasca-hidrotermal

Gambar L1.23.Difraktogram XRD sampel Rw = 3.50 Gel pasca-hidrotermal

Gambar L1.24. Difraktogram XRD sampel Rw = 3.50 Cair pasca-hidrotermal

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 2

Lampiran 2. Perhitungan Besar Ukuran Kristalit Sampel P-25

Untuk menghitung besar ukuran kristalit, terlebh dahulu perlu mencari nilai 2θ

dan FWHM (full width at half maximum) atau boardening (B) dari hasil Uji XRD

P-25 seperti yang ditunjukkan pada gambar L2. 1. Setelah memperoleh kedua

nilai tersebut, dilakukan pengolahan data dengan tabulasi pada tabel L2.1.

Gambar L2.25. Hasil uji XRD sampel P-25

Tabel L2.14. Tabulasi pengolahan besar ukuran kristalit P-25

Peak 2Ɵ B B (rad) Ɵ (rad) cos Ɵ sin Ɵ B cos Ɵ

1 25.450 0.2264 0.00395 0.22209 0.97544 0.22027 0.00385

2 37.948 0.2081 0.00363 0.33116 0.94567 0.32514 0.00344

3 48.188 0.2364 0.00413 0.42052 0.91288 0.40823 0.00377

4 54.676 0.2597 0.00453 0.47714 0.88831 0.45924 0.00403

5 62.778 0.2504 0.00437 0.54784 0.85365 0.52085 0.00373

6 69.416 0.2764 0.00482 0.60577 0.82206 0.56939 0.00397

7 75.749 0.3540 0.00618 0.66103 0.78936 0.61393 0.00488

8 75.171 0.3264 0.00570 0.65599 0.79244 0.60995 0.00451

Perhitungan di atas dengan mengasumsikan pelebaran yang diakibatkan

instrument (Bins) sebesar nol (0). Dari kolom sin θ dan B cos θ akan diplot dalam

suatu grafik linear untuk dicari konstanta (C) dari persamaan Y= mx ± C.

0

500

1000

1500

2000

2500

0 20 40 60 80 100

Intensitas (arb. unit)

Sudut 2θθθθ / o

TiO2 P-25

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296981-S1869-Widia Kurnia Adi.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel

Lampiran 2 (lanjutan)

Gambar L2.26. Grafik persamaan linear untuk perhitungan besar ukuran kristalit

Dari Grafik di atas diperoleh persamaan linear y = 0.002x + 0.006, sehingga nilai

konstanta (C) sebesar 0.006. Untuk menghitung besar ukuran kristalit digunakan

gabungan persamaan Sherrer dan interpolasi sehingga didapat besarnya ukuran

kristalit diperoleh dari perhitungan t = (kxλ)/C. Dengan t adalah ukuran kristalit,

nilai k = 0,89 dan λ = 0,154x10-9

. Sehingga besar ukuran kristalit dari P-25

diperoleh sebesar 22,843 nm.

y = 0.002x + 0.006

0.00000

0.00100

0.00200

0.00300

0.00400

0.00500

0.00600

0.00000 0.10000 0.20000 0.30000 0.40000 0.50000 0.60000 0.70000

Br C

os θ

Sin θ

Sintesis dan..., Widia Kurnia Adi, FT UI, 2012