UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334950-T33025-Candra...
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334950-T33025-Candra...
UNIVERSITAS INDONESIA
“PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI TERKAIT
EKSEKUSI GADAI ATAS SAHAM DALAM HAL BERAKHIRNYA
JANGKA WAKTU GADAI SAHAM YANG UTANGNYA BELUM
DILUNASI PEMBERI GADAI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung
RI No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah Agung RI
No. 115 PK/Pdt/2007)“
TESIS
CANDRA KARJASAN
1006827884
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
SALEMBA
Januari 2013
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
i
UNIVERSITAS INDONESIA
“PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI TERKAIT
EKSEKUSI GADAI ATAS SAHAM DALAM HAL BERAKHIRNYA
JANGKA WAKTU GADAI SAHAM YANG UTANGNYA BELUM
DILUNASI PEMBERI GADAI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung
RI No. 240 PK/pdt/20056dan Putusan Mahkamah Agung RI
No. 115 PK/Pdt/2007)“
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam ilmu
hukum
CANDRA KARJASAN
1006827884
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
SALEMBA
Januari 2013
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
i
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat,
karunia dan jawaban dari doa yang didengarnya, sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulisan
tesis ini merupakan salah salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi magister dalam
ilmu hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, penulisan tesis
ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan secara langsung maupun
tidak langsung. Atas segala bantuan yang telah diberikan, penulis menghanturkan penghargaan
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah banyak membantu dan
menolong penulis selama pembuatan tesis ini. Ucapan terima kasih ini khususnya disampaikan
kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Rosa Agustina, SH. MH., selaku Ketua Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia sekaligus dosen pembimbing tesis yang telah meluangkan waktunya,
segala dukungannya dan nasehat untuk membimbing penulis menyelesaikan tesis ini.
2. Seluruh Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang
telah memberikan wawasan pengetahuan dibidang hukum.
3. Keluargaku tercinta khususnya papa dan mama, yang telah memberikan kehidupan kepada
penulis (membesarkan, membimbing, merawat, mencurahkan kasih penulisngnya dan setiap
doa yang selalu mengiringi langkah penulis) hingga saat ini serta kepada kakak-kakakku
yang luar biasa yang selalu memperhatikan dan memberi semangat.
4. Pasangan yang sudah Tuhan sediakan dan berikan kepada penulis, Syona Kania Yoshua yang
tidak pernah henti-hentinya dalam setiap waktu memberikan perhatiannya, dukungan,
semangat dan doa kepada penulis dari awal hingga akhir penyelesaian tesis ini.
5. Rekan-Rekan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, khususnya
kelas ekonomi B sore (mbak Lucky, Grace, Rini, mbak Nana, Ibrahim, Rizki, Axel, mas Ian,
mas Slamet, Jandi, Indra, Ijo, Cornel, Devina, Putri, Yunan) dan semua anak kelas ekonomi
B sore angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan semangat dan mendukung penyusunan tesis ini.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
v
6. Teman-teman persekutuan doa yang antusias dan memberikan dukungan doa kepada penulis
dalam penyelesaian tesis ini (Christian, Tomas, Nael, Indra, Edwin, Pinky, Veni, Shienly,
Janice, Amel, Via, Claudia) serta dari komunitas TOFU (Together for Unity) yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis yang disusun ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat
banyak kekurangan karena segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Salemba, …………………………
Penulis
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
vii UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRAK
Nama : Candra Karjasan
Program Studi : Magister Ilmu Hukum
Judul Tesis :
Terkait dengan parate eksekusi didalam ketentuan eksekusi gadai saham, pelaksanaan gadai
saham pada praktiknya menimbulkan permasalahan hukum, khususnya dalam
pengeksekusiannya. Hal tersebut ditandai dengan adanya penafsiran yang berbeda mengenai
eksekusi gadai saham oleh praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya
Mahkamah Agung Republik Indonesia, terkait dengan pengaturan jangka waktu dalam perjanjian
gadai itu sendiri. Hal ini menggambarkan belum ada kesamaan penafsiran terhadap eksekusi
gadai saham di Indonesia. Tentunya, perbedaan-perbedaan penafsiran inilah yang nantinya dalam
praktik menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya yang terjadi dalam sengketa perjanjian
gadai saham antara PT. BFI Finance, Tbk (PT. BFI) selaku pemegang gadai dengan PT. Ongko
Multicorpora (PT. OM) dan PT. Aryaputra Teguharta (PT. APT) selaku pemberi gadai. PT.APT
dan PT. OM mendalilkan jangka waktu Perjanjian Gadai Saham adalah 12 (dua belas) bulan
terhitung sejak tanggal perjanjian, karena itu tanggal jatuh tempo Akta Gadai Saham adalah 1
Juni 2000 dan akibat hukum berakhirnya jangka waktu gadai adalah objek gadai, yaitu saham-
saham yang digadaikan Pemberi Gadai sudah tidak lagi terikat sebagai jaminan hutang kepada
PT.BFI. oleh karena itu pelaksanaan eksekusi gadai saham oleh PT. BFI dengan menjual saham-
saham milik Pemberi Gadai pada tanggal 9 Februari 2001 dianggap sebagai perbuatan melawan
hukum. Berdasarkan dalil Pemberi Gadai tersebut, Majelis Hakim Agung dalam putusan
Mahkamah Agung No. 240 PK/pdt/2006 mengabulkan gugatan Pemberi Gadai (PT. APT) dan
menyatakan tidak sah pelaksanaan eksekusi atas gadai saham yang dilakukan PT. BFI. Namun
terhadap Putusan Permohonan Peninjauan Kembali No. 240 PK/Pdt/2006 tanggal 20 Februari
2007 ternyata terdapat perbedaan baik didalam pertimbangan dan hasil putusan yang kemudian
diajukan oleh PT. OM dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115
PK/Pdt.2007 dimana pelaksanaan eksekusi gadai saham oleh PT.BFI adalah sah menurut hukum.
Untuk menjawab permasalahan perbedaan penafsiran tersebut, dilakukan penelitian secara
normative terhadap putusan Mahkamah Agung dan peraturan perundang-undangan yang
mendasarinya. Pengolahan data secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan
dengan menggunakan logika deduktif. Dengan metode ini diharapkan kesimpulan yang
disampaikan dalam tesis ini dapat menjawab permasalahan kepastian hukum mengenai
pelaksanaan eksekusi atas gadai saham, dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir
tetapi hutang debitor belum dilunasi seluruhnya.
Kata kunci:
Eksekusi gadai saham, jangka waktu perjanjian gadai.
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI TERKAIT
EKSEKUSI GADAI ATAS SAHAM DALAM HAL
BERAKHIRNYA JANGKA WAKTU GADAI SAHAM YANG
UTANGNYA BELUM DILUNASI PEMBERI GADAI (Studi Kasus
Putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 Putusan
Mahkamah Agung RI No. 115PK/Pdt/2007)
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
vii UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRACT
Nama : Candra Karjasan
Program Studi : Master of Law
Judul Tesis : Legal Protection For Pledgee in The Execution of Pledge of Shares
Related To Period Time in Pledge of Shares Agreement Is Expired
But Pledgor Has Not Fulfilled All of The Payment of Debt (Case
Study of Supreme Court Decision No. 240 PK/Pdt/2006 And
Supreme Court Decision No. 115PK/Pdt/2007)
The implementation of pledge on shares raises legal issues, particularly in the enforcement of
the execution in the provision of pledge on shares. It is characterized by the existence of
different interpretations regarding to legal opinion of the execution on pledge of shares,
related to period time in pledge of shares agreement, by legal practitioners nor the Court,
especially the Supreme Court of the Republic of Indonesia. This illustrates that the execution
of pledge of shares in Indonesia has not yet had similar interpretation in legal framework of
pledge. The differences of this interpretation is what will create legal uncertainty, especially
those that occur in pledge of shares agreement disputes between PT. BFI Finance Tbk (PT
BFI) as "pledgee" with PT. Ongko Multicorpora (PT OM) and PT. Aryaputra Teguharta (PT
APT) as "pledgor". PT.APT and PT. OM postulated that Pledge of Shares Agreement term is
during 12 (twelve) months from the date of the agreement, hence the agreement is ended in
June 1, 2000. The expiry of period time in pledge of shares agreement is that pledge property,
the shares which is guaranteed by pledgor is no longer bound as collateral to PT.BFI as
pledgee. Therefore the execution of pledge of shares by PT. BFI which selling the pledgor
shares on February 9, 2001 is considered as a tort. Based on the pledgor arguments, the
Supreme Council of Judges in judicial review of the Supreme Court decision No. 240
PK/pdt/2006 fulfill pledgor (PT APT) petition and outlawed the execution of the pledged
shares selling by PT. BFI. However, the Petition for Judicial Review Decision of supreme
court No. 240 PK/Pdt/2006 dated February 20, 2007 turned out there is a controversial. It is
because of difference both in judgment and the verdict which was then filed by PT. OM in
judicial review of the Supreme Court decision No. 115 PK/Pdt.2007. Its judge that the
enforcement of execution of pledged shares by PT. BFI was lawful. This Thesis is using a
normative research towards the supreme court verdict and legislation underlying to answer
the legal issues which has proposed above. In addition, it uses Qualitative data processing,
while the conclusions made with deductive logic. With these method are expected
conclusions presented in its can answer the problem of legal certainty regarding the execution
of the pledge on shares, especially in which case the contract period has ended but debtor has
not fulfill the debt.
Key Words:
The Execution of Pledge of Share, Period Time in Pledge of Shares Agreement
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
ix UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………………. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………….. iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………………………..... vi
ABSTRAK ………………………………………………………………………………........... vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..…...... ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………...….. xi
Bab 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………......………….. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1
1.2. Pokok Permasalahan ……………………………………………………………… 9
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………………………. 9
1.4. Metode Penelitian ……………………………………………………………….. 10
1.5. Kerangka Teori ………………………………………………………………….. 12
1.6. Kerangka Konseptual …………………………………………………………… 18
1.7. Sistematika Penulisan …………………………………………………………… 20
Bab 2 TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI SAHAM ……….……………………… 22
2.1. Gadai Sebagai Lembaga Jaminan Kebendaan ……………………………………. 22
2.1.1. Saham Sebagai Objek Gadai……………..……………………………... 27
2.1.2. Inbezitstelling Sebagai Syarat Gadai …………………………………….. 35
2.1.3. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai dan Pemberi Gadai …………….. 37
2.1.4. Larangan Milik Beding ………………………………………………… 41
2.1.5. Pemberian Gadai ……………………………………………………….. 43
2.1.6. Hapusnya Gadai ………………………………………………………... 49
2.2. Gadai dengan Klausul Kuasa untuk Menjual Sendiri …………………………… 53
2.3. Pemberitahuan ……………………………………………….…………………... 57
2.3.1. Perpanjangan Jangka Waktu Gadai ……………………………………. 57
2.3.2. Penjualan Barang Gadai ……………………………………………….. 59
2.4. Eksekusi Gadai ………………………………………………………………….. 60
2.4.1. Timbulnya Hak Pemegang Gadai Melakukan Eksekusi ………………. 60
2.4.2. Tata Cara Eksekusi …………………………………………………….. 62
Bab 3 EKSEKUSI GADAI SAHAM ……………………………………..……………….. 78
3.1. Duduk Perkara …………………………………………………………………... 78
3.2. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan ………………………………………. 84
Bab 4 PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI DALAM EKSEKUSI GADAI
SAHAM …………………………………………………………………………….. 103
4.1. Pemberian Gadai Dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni
1999 Adalah Sah Demi Hukum ……………………………………………….. 103
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
x UNIVERSITAS INDONESIA
4.2. Tentang Perpanjangan Jangka Waktu Dalam Perjanjian Pledges of Shares
Agreement Tanggal 1 juni 1999 ………………………………………………...107
4.3. Tentang Hak PT. BFI Mengeksekusi Gadai Atas Saham Terkait Jangka Waktu
dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni 1999 ………… 116
Bab 5 PENUTUP …………………………………………………………………..……… 128
5.1. Kesimpulan …………………………………………………………………….. 128
5.2. Saran …………………………………………………………………………… 132
DAFTAR REFERENSI
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
xi UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 240 PK/pdt/2006
dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 ......................... 100
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
1 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi
yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya
yang bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi
pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada
setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada
perusahaan tersebut.1 Kehadiran Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu
bentuk badan usaha dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi dapat diabaikan.
Tidak berlebihan dikatakan bahwa kehadiran Perseroan Terbatas sebagai
salah satu sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi sudah menjadi suatu
keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar.2
Dalam pembangunan ekonomi sekarang ini, salah satu masalah pokok
yang dihadapi adalah menjamin kesinambungan pembangunan nasional
yaitu dengan mengusahakan tersediannya dana-dana bagi pembiayaan
pembangunan. Masalah tersebut jelas menyangkut satu hal penting yang
dihadapi oleh pemerintah maupun para pengusaha dalam rangka
meningkatkan dan mengembangkan usahanya yang berupa modal/dana
pembiayaan.3 Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara
dibutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat
dipenuhi dengan memberdayakan secara maksimal sumber-sumber dana
yang tersedia. Sumber-sumber dana tersebut tidak hanya mengandalkan
sumber dana dalam negeri saja, tetapi juga dapat menggunakan sumber-
1 Ahmad yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal.1 2 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009), hal.1 3 Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 45
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
2
UNIVERSITAS INDONESIA
sumber dana dari luar negeri.4 Dana diperoleh dari pemilik perusahaan itu
sendiri maupun dari hutang, atau dapat dikatakan bahwa sumber dana
perusahaan dapat berasal dari intern maupun ekstern.5
Dalam rangka pembangunan ekonomi indonesia bidang hukum yang
meminta perhatian yang serius dalam pembinaan hukumnya di antaranya
ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi dan perdagangan
akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian
fasilitas kredit ini memerlukan jaminan demi keamanan pemberian kredit
tersebut. Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan adalah sebagai
konsekwensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari
pembinaan hukum mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang
perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan
dalam proyek pembangunan. Kegiatan-kegiatan demikian dilakukan oleh
warga negara Indonesia pada umumnya, karena kegiatan-kegiatan tersebut
telah menjadi kebutuhan rakyat pada umumnya. Kegiatan-kegiatan tersebut
diatas yang akhirnya memerlukan fasilitas kredit dalam usahanya,
mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberian kredit tersebut demi
keamanan modal dan kepastian hukum bagi is pemberi modal. Di sinilah arti
pentingnya lembaga jaminan.6
Dibutuhkannya jaminan dan agunan dalam suatu pemberian fasilitas
kredit adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan
kreditor, agar dana yang telah diberikannya kepada debitor dapat
dikembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan. Dengan perkataan lain,
pihak pemilik dana (kreditor), terutama lembaga perbankan atau lembaga
pembiayaan mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberian kredit demi
keamanan dana dan kepastian hukumnya. Jadi jelaslah bahwa tanpa adanya
4 Abdul R. Salmiman, et.al., Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh kasus, (Jakarta: kencana, 2007), hal 17 5 Suharnoko, Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), hal. 44
6 Sri Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 1-2
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
3
UNIVERSITAS INDONESIA
jaminan dari debitor maka tentu pihak kreditor tidak akan memberikan
fasilitas kredit kepadanya. Ini berarti bahwa dalam kegiatan bisnis, jaminan
mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, keberadaan suatu
ketentuan hukum yang mengatur mengenai lembaga jaminan itu sangatlah
diperlukan.7
Menurut ketentuan Pasal 54 ayat (1) UUPT, bahwa saham merupakan
benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.
Artinya, bahwa hak atas saham memberikan kekuasaan langsung atas suatu
benda. Kekuasaan mana dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Sebagai
benda bergerak, saham juga dapat digadaikan sebagai jaminan hutang. Pada
prinsipnya, UUPT memberikan kebebasan kepada pemegang saham untuk
menentukan penggadaian saham yang dimiliki oleh perseroan terbatas
sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UUPT.8 Sifat ini dipertegas dengan
adanya Daftar Pemegang Saham yang merupakan alat bukti bagi perseroan
atas setiap kepemilikan saham dalam perseroan. Ketentuan ini diperkuat
dengan kewajiban untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham
perseroan untuk setiap bentuk pengalihan, baik penjualan maupun bentuk-
bentuk pengalihan lainnya (maupun penjaminan) saham baru akan efektif
bagi perseroan segera setelah pengalihan (atau penjaminan) tersebut
dicatatkan pada perseroan, menurut bentuk-bentuk formalitas yang diakui
dan diterima oleh perseroan.9 Pihak kreditor hendaknya berhati-hati dalam
menerima tawaran debitor untuk mengikat saham-sahamnya sebagai
jaminan pelunasan hutang debitor di kemudian hari. hal yang harus
diketahui kreditor, apakah saham-saham yang ditawarkan debitor untuk
diikat sebagai jaminan gadai guna menjamin pelunasan hutangnya sudah
disetor penuh nilai nominalnya ke kas perseroan terbatas dari mana saham-
saham tersebut berasal. Saham-saham yang telah diikat sebagai jaminan
gadai tetapi harganya belum disetor penuh ke kas perseroan terbatas
7 Salmiman, et.al.,Op.Cit.,hal. 18 8 Rachmadi Usman (a), Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung: P.T. Alumni, 2004), hal. 117 9 Ahmad yani, Gunawan Widjaja,Op.Cit., hal.67
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
4
UNIVERSITAS INDONESIA
merupakan saham-saham yang tidak memiliki nilai ekonomis karena tidak
mungkin ada yang mau membelinya bila dijual guna mendapatkan uang
untuk melunasi hutang debitor pemilik saham kepada kreditor jika debitor
pada akhirnya tidak mampu membayar pinjamannya kepada kreditor. Suatu
barang hanya layak menjadi objek gadai apabila barang tersebut memiliki
nilai ekonomis dan mudah dijual di belakang hari pada saat debitor ingkar
janji untuk mengembalikan pinjamannya kepada kreditor. Barang bernilai
ekonomis dan mudah dijual merupakan dua syarat yang harus dipenuhi
untuk bisa diikat sebagai objek jaminan gadai karena pada akhirnya barang
tersebut hatus dijual dan uang hasil penjualannya untuk melunasi pinjaman
debitor kepada kreditor.10
Menurut pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), segala harta kekayaan seorang debitor, baik yang berupa
benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada
maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi semua
perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan 1131 KUHPerdata itu,
maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian jaminan
oleh seorang kreditor kepada setiap kreditornya atas segala kekayaan debitor
itu.11
Permasalahan timbul apabila terdapat beberapa kreditor dan ternyata
debitor cidera janji terhadap salah satu kreditor atau beberapa kreditor itu.
Atau debitor jatuh pailit dan harta kekayaannya harus dilikuidasi. Sudah
barang tentu masing-masing kreditor merasa mempunyai hak terhadap harta
kekayaan debitor itu sebagai jaminan piutang masing-masing. Menurut
ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata, harta kekayaan debitor itu menjadi
jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberi utang
kepada kreditor yang bersangkutan. Menurut Pasal 1132 KUHPerdata itu,
10 Usman (a), Op.Cit., hal. 118 11 ST. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan : Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), (Bandung: Alumni, 1999), hal. 7
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
5
UNIVERSITAS INDONESIA
hasil dari penjualan benda-benda yang menjadi kekayaan debitor itu dibagi
kepada semua kreditornya secara seimbang atau proporsional menurut
perbandingan besarnya piutang masing-masing. Namun, Pasal 1132
KUHPerdata, memberikan indikasi bahwa diantara para kreditor itu dapat
didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain apabila ada alasan-alasan yang
sah untuk didahulukan itu. Alasan-alasan yang sah yang dimaksud didalam
Pasal 1132 KUHPerdata itu, ialah alasan-alasan yang ditentukan oleh
undang-undang. Dalam hal-hal tertentu, adakalanya seorang kreditor
menginginkan untuk tidak berkedudukan sama dengan kreditor-kreditor
lainnya. Karena kedudukan yang sama dengan kreditor-kreditor lain itu
bearti mendapatkan hak yang berimbang dengan kreditor-kreditor lain dari
hasil penjualan harta kekayaan debitor, apabila debitor cidera janji,
sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1132 dan 1136 KUHperdata.
Kedudukan yang berimbang itu tidak memberikan kepastian akan
terjaminnya pengembalian piutangnya. Pengadaan hak-hak jaminan seperti
hipotik dan gadai, adalah untuk memberikan kedudukan bagi seorang
kreditor tertentu untuk didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain.12
Hukum jaminan yang berlaku pada saat ini mengandung kelemahan,
baik dilihat dari segi perangkat hukumnya maupun pelaksanaannya. Dilihat
dari sistem hukum jaminan, ternyata bahwa hukum jaminan belum berada
dalam sistem yang bulat dan tuntas. Pengaturan hukum jaminan hingga pada
saat ini masih bersifat sporadis dan inkonsisten.13
Dalam hubungan
perutangan dimana ada kewajiban berprestasi dari debitor dan hak atas
prestasi dari kreditur, hubungan hukum akan lancar terlaksana jika masing-
masing pihak memenuhi kewajibannya. Namun hubungan perutangan yang
sudah dapat ditagih (opeisbaar) jika debitor tidak memenuhi prestasi secara
sukarela, kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya
terhadap harta kekayaan debitor yang dipakai sebagai jaminan. Hak
pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara penjualan/mencairkan
12 Ibid., Hal. 8-10 13 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: alumni, 1994), hal. 76
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
6
UNIVERSITAS INDONESIA
benda-benda jaminan dari kreditur dimana hasilnya adalah untuk pemenuhan
hutang debitor. Penjualan benda-benda tersebut dapat terjadi melalui
penjualan di muka umum karena adanya janji/beding lebih dahulu (parate
executie) terhadap benda-benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan.
Kewenangan untuk menjual sendiri pada gadai timbul karena ditetapkan
oleh undang-undang. Dapat disimpulkan bahwa hak untuk menjual atas
kekuasaan sendiri, menguntungkan pemegang gadai dalam dua hal :
1. Tidak membutuhkan titel eksekutorial dalam melaksanakan
haknya/eksekusi.
2. Dapat melaksanakan eksekusi sendiri secara langsung (mandiri) tak
peduli adanya kepailitan dari debitor (diluar pengadilan) karena dia
tergolong separatis.14
Dalam hukum terdapat berbagai prosedur eksekusi jaminan kredit,
mengikuti jenis jaminan dan dokumen yang dipilih. Sayangnya, hampir
semua prosedur tersebut dalam praktek tidak bisa dibilang cepat, murah,
apalagi sederhana. Prosedur paling cepat tentunya apabila kredit dapat
langsung menghaki (mendaku) barang jaminan tanpa harus menjualnya
kepada orang lain. Tapi, hal ini dengan tegas dilarang, baik dalam UU
maupun dalam yurisprudensi. Namun demikian, kadang-kadang dalam
prakteknya upaya ini dilakukan juga dengan berlindung dibawah panji-panji
hukum menjual (oleh debitor) dengan hak membeli kembali. Pranata sale
and lease back dalam hukum leasing adalah salah satu contohnya, dan ini
dibenarkan dalam praktek. Cara eksekusi lainnya berupa menjual jaminan
dibawah tangan langsung kepada pembeli tanpa melalui kantor lelang. Hal
ini “mestinya” dapat saja dilakukan jika ada kuasa khusus untuk itu, yang
disebut kuasa menjual. Sayangnya, walaupun kuasa jual sangat popular
dalam praktek, banyak hakim yang tidak business minded, tidak menyukai
pranata itu dengan alasan yang sulit dicerna. Sekadar untuk menghindari
percekcokan yang merupakan tindak pidana, tentu bantuan polisi dapat
14 Sofwan, Op.Cit., hal 31-33
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
7
UNIVERSITAS INDONESIA
dimintakan. Bahkan, dalam hal-hal tertentu, seperti pada jaminan fidusia,
ikut campurnya pihak kepolisian justru diatur dalam perjanjian. Lebih aman
lagi, jika penjualan tersebut dilakukan di depan umum misalnya dengan
memasang iklan di koran-koran. Atau, menghindari tuduhan debitor tentang
harga yang tidak wajar, bantuan seorang appraiser professional untuk
menaksir harga dapat dimintakan. Cara eksekusi lainnya adalah menjual di
depan umum via kantor lelang tanpa ada campur tangan pengadilan. secara
teoretis hal ini dapat diberlakukan. Tapi sangat disayangkan, terdapat
keengganan kantor lelang untuk melakukan eksekusi tersebut, bahkan
dengan adanya putusan MA No. 3210K/Pdt/1984, secara tidak masuk akal
dilarang bagi kantor lelang untuk melakukan eksekusi, tanpa adanya
penetapan pengadilan untuk itu. 15
Dihubungkan dengan masalah penjualan umum terdapat ketentuan
bahwa pelaksanaan eksekusi dan perjanjian penjaminan berdasarkan
ketentuan yang ada harus melalui penjualan umum/pelelangan umum. Baik
pelaksanaan eksekusi itu melalui prosedur beslag ataupun berdasarkan janji
untuk menjual atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi). Ternyata prosedur
penjualan umum ini tidak dapat berjalan dengan lancar dan banyak
menimbulkan kerugian-kerugian baik bagi si kreditur terlebih-lebih si
debitor, yaitu karena adanya biaya penjualan umum yang cukup tinggi yang
dapat memberatkan bagi pihak debitor maupun kreditur. Juga terjadinya
harga penjualan yang rendah, sehingga merugikan bagi si kreditur sebagai
pihak yang akan meminta pemenuhan piutangnya dan bagi si debitor yang
akan meminta sisa harga penjualannya. Oleh karena itu dalam praktek sering
terjadi bahwa eksekusi itu dilakukan lewat penjualan di bawah tangan, agar
memperoleh harga yang tinggi, yaitu berdasarkan harga tertinggi dari calon
pembeli yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu debitor dan bank.16
Pemegang gadai berhak menjual sendiri benda gadai dalam hal yang
berutang wanprestasi. Dari hasil penjualan, ia berhak mengambil pelunasan
15 Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 168-169 16 Ibid., hal. 35-36
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
8
UNIVERSITAS INDONESIA
utangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan itu. Hak itu
juga berlaku, dalam hal pemberi gadai pailit (pasal 1155 ayat 1
KUHPerdata).17
Untuk melakukan penjualan ini, pemegang gadai harus
terlebih dahulu memberikan peringatan (sommatie) kepada pemberi gadai
supaya utangnya dibayar. Penjualan harus dilakukan di depan umum,
menurut kebiasaan setempat, serta atas syarat yang lazim berlaku (pasal
1150 ayat 1 KUHPerdata). Ketentuan ini bersifat memaksa karena
berhubungan dengan ketertiban umum. Setelah penjualan dilakukan,
pemegang gadai memberikan pertanggungjawaban tentang hasil penjualan
itu kepada pemberi gadai. Jika barang gadai terdiri atas barang-barang
perdagangan atau efek yang dapat diperdagangkan di pasar atau di bursa,
penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut asal dengan
perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang
itu (pasal 1155 ayat 2 KUHPerdata).18
Terkait dengan parate eksekusi didalam ketentuan eksekusi gadai saham,
gadai saham pada praktiknya menimbulkan permasalahan hukum,
khususnya dalam pengeksekusiannya. Hal tersebut ditandai dengan adanya
penafsiran yang berbeda mengenai eksekusi gadai saham oleh praktisi
hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah
Agung Republik Indonesia. Hal ini menggambarkan belum ada kesamaan
penafsiran terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia. Tentunya,
perbedaan-perbedaan penafsiran inilah yang nantinya dalam praktik
menimbulkan ketidakpastian hukum. Apabila ini dibiarkan berlarut-larut,
akan menurunkan tingkat kepastian hukum berinvestasi di Indonesia. 19
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan hal-hal seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya, membuat Penulis ingin memberikan gambaran
mengenai pengaturan serta penyelesaian eksekusi gadai atas saham dengan
judul “PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI TERKAIT
EKSEKUSI GADAI ATAS SAHAM DALAM HAL BERAKHIRNYA
17 Badrulzaman, Op.Cit., hal. 93
18 Ibid., hal. 95-96
19 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 44-45
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
9
UNIVERSITAS INDONESIA
JANGKA WAKTU GADAI SAHAM YANG UTANGNYA BELUM
DILUNASI PEMBERI GADAI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI
No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah Agung RI No.
115PK/Pdt/2007)“.
1.2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan maka yang menjadi
pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Perlindungan hukum Pemegang Gadai dalam mengeksekusi
saham yang digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah
berakhir namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai ?
2. Bagaimana penerapan eksekusi Pemegang Gadai atas saham yang
digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir
namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai dalam Putusan
Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah
Agung RI No. 115PK/Pdt/2007 ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pokok permasalahan yang diuraikan maka tujuan yang
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran mengenai bagaimana
perlindungan hukum pemegang gadai mengeksekusi saham yang
digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir
namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai.
2. Untuk menganalisis penerapan eksekusi Pemegang Gadai atas saham
yang digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir
namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai dalam Putusan
Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah
Agung RI No. 115PK/Pdt/2007.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
10
UNIVERSITAS INDONESIA
1.4. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara peneliti untuk memperoleh data
ilmiah terhadap suatu objek sehingga dapat dicapai kebenaran yang obyektif.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalma penelitian untuk
penulisan tesis ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Deskriptif artinya data hasil
penelitian diolah dan diuraikan untuk memberikan gambaran fakta-fakta
sehubungan dengan eksekusi gadai atas saham yang dilakukan
Pemegang Gadai dalam hal berakhirnya jangka waktu gadai saham yang
utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai. Oleh karena itu, metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif20
yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan penelitian hukum kepustakaan
terhadap asas-asas hukum yang dapat dilakukan pada peraturan
perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai hukum lembaga
jaminan gadai. Tujuannya adalah untuk mempelajari satu atau beberapa
gejala hukum tertentu dengan menganalisanya, juga diadakan
pemeriksaan terhadap fakta hukum tersebut dan kemudian mencari
pemecahan atas permasalahan yang timbul dari gejala yang ada.
2. Sumber Data
Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah data sekunder. Dimana data sekunder tersebut
diperoleh melalui sumber kedua, yaitu melalui studi kepustakaan, yaitu
dari data-data yang sudah tersedia. Data sekunder terdiri dari :
a. Bahan hukum primer21
yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
dan terdiri dari : Norma atau kaedah dasar, yakni Pembukaan UUD
20 Metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal adalah penelitian-penelitian atas hukum yang dikonsepsikan dan dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut dan dikembangkan dalam kajian-kajian hukum. Lihat M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hal. 25. 21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3, (Jakarta: UI Pers, 2006),, Hal. 51.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
11
UNIVERSITAS INDONESIA
1945 dan ketetapan-ketetapan MPR, Peraturan Perundang-undangan,
seperti UU dan peraturan yang setaraf, Keputusan Presiden dan
peraturan yang setaraf, Keputusan Menteri dan peraturan yang
setaraf, Peraturan-Peraturan Daerah, Bahan Hukum yang tidak
dikodifikasikan, Yurisprudensi, Traktat, Bahan Hukum dari zaman
penjajahan yang hingga kini masi berlaku.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Misalnya rancangan
undang-undang, hasil –hasil penelitian, hasil karya dari kalangan
hukum.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
Contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan bahan hukum
primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
hukum jaminan gadai dan putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap untuk mengetahui kasus
tersebut, juga menggunakan bahan hukum sekunder yang berupa hasil
karya ilmiah para penulis sebelumnya, dalam hal ini karya ilmiah yang
berhubungan langsung dengan judul penulis.
3. Cara dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui Metode Kepustakaan / Library
Research yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mencari data baik
dari buku-buku ilmiah maupun peraturan perundang-undangan
khususnya yang mengatur mengenai hukum lembaga jaminan gadai serta
Studi kepustakaan ini dilakukan di beberapa tempat, seperti
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Fakultas Hukum
Universitas Trisakti.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
12
UNIVERSITAS INDONESIA
4. Analisis Data
Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu data
kepustakaan. Keseluruhan data hasil penelitian akan dikemukakan dan
akhirnya yang akan menjawab pokok permasalahan dari penelitian ini.22
5. Cara Penarikan Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode
deduktif23
, yaitu metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian
khusus. Hal-hal umum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dalam hal ini adalah semua aturan hukum yang berkaitan
dengan gadai yang kemudian ditarik pada pernyataan-pernyataan yang
sifatnya khusus dan akhirnya yang akan menjawab pokok permasalahan
dari penelitian ini.
1.5. Kerangka Teori
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law,
zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. Dalam keputusan seminar hukum
jaminan yang diselenggarakan oeh badan pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta
menyimpulkan, bahwa istilah "hukum jaminan" itu meliputi pengertian baik
jaminan kebendaan maupun perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut,
pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian
jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak memberikan perumusan pengertian
hukum jaminan, melainkan jaminan kebendaan dan jaminan perorangan.
Menurut J. Satrio hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang
mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor tetrhadap
22 Ibid., Hal. 264 23 Soentandyo Wignjosoebroto menjelaskan metode penalaran deduktif, yaitu proses bernalar yang bermula dari statemen umum untuk tiba pada suatu kesimpulan yang khusus tentang suatu hal tertentu dalam Sulistyowati Irianto dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum : Konstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,2011), hal. 98.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
13
UNIVERSITAS INDONESIA
seorang debitor. Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum
jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan
pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan diatas
dihubungkan dengan kesimpulan Seminar Hukum Jaminan tahun 1978,
intinya dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur
hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitor) dan penerima jaminan
(kreditor) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan
suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak
hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditor sebagai pihak
pemberi utang saja, melainkan mengatur perlindungan hukum terhadap
debitor sebagai pihak penerima utang. Dengan kata lain, hukum jaminan
tidak hanya mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jaminan
pelunasan utang tertentu, namun sama-sama mengatur hak-hak kreditor dan
hak-hak debitor berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu
tersebut.24
Ditilik dari sistematika KUHPerdata, pada prinsipnya hukum jaminan
merupakan bagian dari hukum kebendaan. Secara rinci materi kandungan
ketentuan-ketentuan hukun jaminan yang termuat dalam Buku II
KUHPerdata tersebut diatur dalam Bab XX Pasal 1150 sampai dengan Pasal
1160 tentang Gadai.25
Pada prinsipnya pengaturan hukum jaminan yang
termuat dalam Buku II KUHPerdata menganut sistem tertutup (clossed
system), dalam arti hak-hak jaminan kebendaan diatur secara limitatif,
dimana seseorang tidak dapat secara bebas menciptakan hak jaminan
kebendaan. Karena Buku II KUHperdata menganut sistem tertutup, maka
ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal Buku II KUHPerdata bersifat
memaksa, artinya harus dipatuhi, dituruti, tidak boleh disimpangi dengan
24 Rachmadi Usman (b), Hukum Jaminan Keperdataan, ed.1.Cet.2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.1-2 25 Ibid., hal. 4
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
14
UNIVERSITAS INDONESIA
mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga adanya kepastian hukum. Sifat absolut dari hak
kebendaan ini merupakan salah satu ciri hak kebendaan, yang mengharuskan
setiap orang untuk menghormati hak tersebut.26
Mariam Darius Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu
tanggungan yang diberikan oleh seorang debitor dan/atau pihak ketiga
kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. Hal
yang sama dikemukan oleh Hartono Hadisaputro, yang menyatakan jaminan
adalah sesuatu yang diberikan debitor kepada kreditor untuk menimbulkan
keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.27
Mariam Darus Badrulzaman
mengemukakan asas-asas hukum jaminan. Asas-asas ini meliputi asas
filosofis, asas konstitusional, asas politis dan asas operasional (konkret)
yang bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem tertutup,
asas absolute, asas mengikuti benda, asas publisitas, asas spesialitet, asas
totalitas, asas assesi perlekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal,
dan asas perlindungan hukum.28
Jeremy bentham menyebutkan bahwa "the aim of law is The Greatest
Happiness for the greatest number".29
Bentham mengemukakan agar
pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga
masyarakat secara indvidu.30
Mengingat bahwa manusia itu sepanjang
hidupnya selalu diancam bahaya sehingga dibutuhkan perlindungan dalam
bentuk hukum, maka tujuan hukum adalah mengatur masyarakat dan
26 lihat juga penjelesan pengaturan hukum jaminan yang termuat dalam Buku II KUHPerdata yang bersifat tertutup dalam H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal.12 27 Usman (b), Op.Cit., hal.69 28 pemaparan asas-asas hukum yang dikemukan oleh Mariam Darus tidak diberikan pengertian dan penjelasan yang lengkap, namun H. Salim HS mencoba menjelaskan dalam bukunya berjudul Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal.10-11 29 H.R. Otje Salman S, Filsafat Hukum Perkembangan dan Dinamika Masalah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), hal.44 30 Ibid., hal.72
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
15
UNIVERSITAS INDONESIA
melindungi kepentingan manusia dan masyarakat. Jadi, tujuan hukum adalah
perlindungan kepentingan dan ketertiban masyarakat. 31
Hukum adalah
kaidah sosial untuk mengatur perilaku manusia atau masyarakat agar
kepentingan-kepentingannya terlindungi. Pelaksanaan hukum dapat terjadi
secara suka rela antarmanusia. Orang membeli sesuatu dengan suka rela
akan membayar harga barangnya. Orang berutang, maka pada saatnya
dengan suka rela ia akan melunasinya. Akan tetapi, kalau hukum itu tidak
dilaksanakan, orang membeli tidak dengan suka rela membayar harga
barang, utang, tidak melunasi utangnya atau terjadi pelanggaran hukum
seperti pencurian, penganiayaan dan sebagainya, maka hukum itu harus
dapat dipaksakan pelaksanaannya. 32
Untuk menanggung atau menjamin
pembayaran atau pelunasan utang tertentu debitor umumnya diwajibkan
menyediakan jaminan berupa agunan (kebendaan tertentu) yang dapat dinilai
dengan uang, berkualitas tinggi, dan mudah dicairkan yang nilainya minimal
sebesar jumlah utang yang diberikan kepadanya. Dalam kaitan ini sudah
semestinya jika pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit (debitor) serta
pihak lainnya yang terlibat di dalamnya mendapatkan perlindungan hukum
yang sama dan seimbang melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan
memberikan kepastian hukum. 33
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa
kebendaan jaminan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan
sekaligus kepastian hukum, baik kepada kreditor maupun kepada debitor.
Bagi kreditor, dengan diikatnya suautu utang dengan kebendaan jaminan,
hal itu akan memberikan kepastian hukum jaminan pelunasan utang debitor
seandainya debitor wanprestasi atau dinyatakana pailit. Kebendaan jaminan
akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan dan
lembaga keuangan lainnya atau perseorangan bahwa utang debitor (piutang
kreditor) beserta dengan bunganya akan tetap kembali dengan cara
menguangkan kebendaan jaminan utang yang bersangkutan. Sebaliknya bagi
debitor, hal ini akan menjamin ketenangan dan kepastian dalam berusaha.
31 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, ed.revisi, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), hal.75 32 Ibid., hal.76 33 Usman (b), Op.Cit., hal.32-33
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
16
UNIVERSITAS INDONESIA
Karena dengan modal yang dimilikinya debitor yang bersangkutan dapat
mengembangkan bisnis atau usahanya lebih lanjut. Seandainya debitor tidak
mampu melunasi utang dan bungannya, maka pihak kreditor dapat
melakukan eksekusi terhadap objek jaminan untuk diuangkan.34
Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan
kepada pemegangnya. Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak
memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap setiap orang.35
Saham adalah bagian pemegang
saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan dengan angka dan bilangan
yang tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh perseoran. Jumlah
yang tertulis pada tiap-tiap lembar surat saham itu disebut nilai nominal
saham. Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk
saham yang dimilikinya. Bukti pemilikan saham atas tunjuk berupa surat
saham, sedangkan bukti kepemilikan saham atas nama, diserahkan kepada
para pihak pemegang saham dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar sesuai
dengan kebutuhan.36
Menurut Achmad Ichsan, Saham merupakan bagian
modal dasar perseroan yang memberikan hak kepada pemiliknya terhadap
kekayaan perseroan terbatas. Saham adalah bukti surat tanda bukti ikut
sertanya dalam perseroan terbatas. Saham itu menunjukkan hak dan
kewajiban serta hubungan hukum antara pemiliknya. Dengan perseroan
terbatas dan pemiliknya mewakili sebanding dengan jumlah besarnya saham
yang dimiliki dalam modal perseroan terbatas itu.37
Saham itu adalah bukti
keikutsertaan pemiliknya dalam Perseroan Terbatas, serta menunjukkan
tentang adanya hak dan kewajiban bagi pemiliknya. Pembagian modal di
dalam perseroan dalam saham diatur biasanya di dalam akte pendirian.38
34 Ibid., hal.70-71 35 C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 3, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1996), hal.42 36 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan: Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undanf di Bidang Usaha, (Bekasi: kesaint Blanc, 2006), hal. 193 37 Usman (b), Op.Cit., hal. 101 38 Ign. Ridwan Widyadharma, Hukum Perseroan Terbatas menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1995, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995), hal. 31
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
17
UNIVERSITAS INDONESIA
Menurut Mariam darius Badrulzaman, parate eksekusi merupakan
wewenang yang diberikan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan
piutang dari kekayaan debitor tanpa memiliki eksekutoriale title. Sedangkan
menurut J.Satrio, pemegang gadai berdasarkan parate eksekusi menjual
barang gadai, seakan-akan seperti menjual barangnya sendiri. Pemegang
gadai dengan hak tersebut mempunyai sarana pengambilan pelunasan yang
dipermudah, disederhanakan.39
Secara khusus dalam pasal 1155 ayat (2)
KUHPerdata diatur mengenai cara eksekusi barang gadai berupa barang-
barang perdagangan atau surat-surat berharga di pasar modal. Pasal 1155
ayat (2) KUHPerdata menyatakanc: " Bila gadai itu terdiri dari barang
dagangan atau dari efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam bursa,
maka penjualannya dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan
perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam bidang itu ". Pasal 1155
ayat (2) KUHPerdata mengatur secara khusus mengenai cara eksekusi
barang gadai yang terdiri atas barang-barang perdangangan dan surat-surat
berharga yang diperjualbelikan di pasar modal, yaitu penjualannya
dilakukan di pasar atau di bursa efek di tempat kreditor pemegang gadainya
bertempat tinggal dengan bantuan perantaraan 2 (dua) orang makelar yang
memang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut.40
1.6. Kerangka Konseptual
Dalam perspektif hukum perbankan, istilah "jaminan" ini dibedakan
dengan istilah "agunan". Dibawah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perbankan, tidak dikenal istilah "agunan", yang ada
istilah “jaminan". Sementara dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, memberikan pengertian tidak sama dengan istilah "jaminan"
menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.
Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi
istilah "agunan" atau "tanggungan", sedangkan jaminan menurut Undang-
39 Usman, Op.Cit., hal. 136-137 40 Ibid., Hal. 140
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
18
UNIVERSITAS INDONESIA
undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain, yaitu "keyakinan atas iktikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”.
Adapun istilah "agunan", ketentuan Pasal 1 angka 23 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998, diartikan sebagai berikut: " Agunan adalah jaminan
tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka
pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.41
Perumusan gadai diberikan dalam pasal 1150 KUHPerdata yang
bunyinya sebagai berikut : "Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh
seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada is berpituang itu untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang
berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah
barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan". Dari
perumusan Pasal 1150 KUHPerdata di atas dapat diketahui, bahwa gadai
merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu
milik debitor atau seseorang lain atas nama debitor untuk dijadikan sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang memberikan hak didahulukan
(voorrang preferensi) kepada pemegang hak gadai atas kreditor lainnya,
setelah terlebih dahulu barang-barang gadai yang diambil dari hasil
penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan.42
Bertalian dengan parate eksekusi pemegang gadai, ketentuan dalam
Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata menyatakan : " Bila oleh pihak-pihak yang
41 Usman (b), Op.Cit., hal. 66-67. Lihat juga penjelasan istilah dan pengertian jaminan dalam H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 21 42 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal.33
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
19
UNIVERSITAS INDONESIA
berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitor atau pemberi gadai tidak
memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan,
atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janji dalam hal tidak
ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk
menjual barang gadainya di hadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan
setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar
jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil
penjualan itu." Pasal diatas menunjukkan kepada kita bahwa ketentuan Pasal
1155 KUHPerdata merupakan ketentuan yang bersifat menambah
(aanvullendrecht), karena para pihak bebas menetapkan lain. Dalam hal para
pihak tidak menyimpang dari ketentuan tersebut, barulah Pasal 1155
KUHPerdata berlaku.43
Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek
Pihak-Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka.44
Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki
sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki
modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.45
1.7. Sistematika Penulisan
Untuk menyusun suatu karya tulis ilmiah diperlukan suatu susunan
rincian pemikiran yang teratur dan berurutan. Tesis ini merupakan suatu
penulisan ilmiah, karena masing-masing bab merupakan kelanjutan dari
tulisan pada bab-bab sebelumnya. Disini penulis terlebih dahulu
mengemukakan sistematika yang dipergunakan agar yang dibahas akan
43 Usman (b), Op.Cit., hal.136 44 Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal, UU No.8 Tahun 1995, LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608, Pasal 1 angka 4 45 Ibid., Pasal 1 angka 22
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
20
UNIVERSITAS INDONESIA
tersusun secara terpadu dan sistematis serta mengarah pada tujuan pokok
permasalahan yang akan dibahas. Oleh karena itu di dalam penyusunan tesis
ini penulis membaginya dalam lima BAB dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Di dalam bab 1 penulis menguraikan mengenai latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, kerangka
teori, kerangka konseptual dan sistematika pembahasan.
BAB 2 TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI SAHAM
Di dalam bab ini akan dibahas mengenai gadai sebagai lembaga
jaminan, saham sebagai objek gadai, inbezitstelling sebagai
syarat gadai, hak dan kewajiban pemberi dan pemegang gadai,
larangan milik beding, pemberian gadai, gadai terkait klausul
kuasa menjual sendiri, pemberitahuan terkait perpanjangan dan
penjualan objek gadai, eksekusi gadai.
BAB 3 EKSEKUSI GADAI SAHAM
Berisi mengenai uraian pokok permasalahan yang menjadi dasar
sengketa, pertimbangan hukum dan putusan Mahkamah Agung
RI No. 240 PK/pdt/2006 dan Putusan Mahkamah Agung RI No.
115PK/Pdt/2007.
BAB 4 PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI DALAM
EKSEKUSI GADAI SAHAM
Berisi mengenai analisis data mengenai perlindungan hukum
terhadap pemegang gadai dalam mengeksekusi saham yang
digadaikan dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah
berakhir namun utangnya belum dilunasi Pemberi Gadai, upaya
penyelesaian berkaitan dengan eksekusi gadai atas saham yang
digadaikan, yang dalam bab ini penulis menganalisa tentang
gugatan perbuatan melawan hukum yang dikaitkan dengan
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
21
UNIVERSITAS INDONESIA
putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan
Mahkamah Agung RI No. 115PK/Pdt/2007.
BAB 5 PENUTUP
Bab ini berisi mengenai kesimpulan dalam bab-bab sebelumnya,
dan memberikan suatu gambaran apa yang telah dikemukakan
dan akhirnya dapat memberikan saran-saran.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
22 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 2
TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI SAHAM
2.1. Gadai Sebagai Lembaga Jaminan Kebendaan
Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang dapat digunakan untuk mengikat
objek jaminan utang yang berupa barang bergerak. Gadai diatur oleh ketentuan-
ketentuan Pasal 1150 – Pasal 1160 KUHPerdata. Beberapa diantara ketentuan
gadai sebagaimana yang tercantum dalam KUHPerdata adalah sebagai berikut:
a. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang lain
atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
orang-orang berpiutang lainnya; dengan mengecualikan biaya untuk melelang
barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya
setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya tersebut harus didahulukan (Pasal
1150 KUHPerdata). 1
Berdasarkan ketentuan diatas, jelaslah bahwa dalam gadai ada kewajiban dari
seseorang debitor untuk menyerahkan barang bergerak yang dimilikinya
sebagai jaminan pelunasan utang, serta memberikan hak kepada si berpiutang
untuk melakukan penjualan atau pelelangan atas barang tersebut apabila
debitor tidak mampu menebus kembali barang dimaksud dalam jangka waktu
yang telah ditentukan. 2 Dari perumusan pasal 1150 KUHPerdata diatas dapat
diketahui, bahwa gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas
kebendaan bergerak tertentu milik debitor atau seseorang lain atas nama
debitor untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang
1 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), Hal 13-14 2 Abdul R. Saliman, et.al., Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2007), hal 38-39
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
23
UNIVERSITAS INDONESIA
memberikan hak didahulukan kepada pemegang gadai atas kreditor lainnnya,
setelah terlebih dahulu didahulukan dari biaya untuk lelang dan biaya
menyelamatkan barang-barang gadai yang diambil dari hasil penjualan
melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan. 3
b. Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat diperbolehkan bagi
pembuktian persetujuan pokok (Pasal 1151 KUHPerdata). Perjanjian gadai
dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa akte autentik atau di bawah tangan.
c. Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bawa diletakkan
dengan membawa barang yang dijadikan objek gadai di bawah kekuasaan si
berpiutang ataupun dibawah kekuasaan seorang pihak ketiga, tentang siapa
telah disetujui oleh kedua belah pihak (Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata). 4
Benda gadai adalah benda bergerak. Oleh karena itu harus ada hubungan yang
nyata antara benda dan pemegang gadai. Benda gadai harus diserahkan oleh
pemberi gadai kepada pemegang gadai. Benda gadai tidak boleh berada dalam
kekuasan pemberi gadai. Rasio dari penguasaan ini ialah sebagai publikasi
untuk umum, bahwa hak kebendaan atas benda bergerak itu ada pada
pemegang gadai. 5
d. Tidak sah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan
si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si
berpiutang (Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata)
e. Hak gadai hapus apabila barang yang dijadikan objek gadai keluar dari
kekuasaan si pemegang gadai. Apabila barang tersebut hilang dari tangan
pemegang gadai atau dicuri darinya, ia berhak menuntutya kembali
sebagaimana disebutkan dalam pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata, sedangkan
3 Rachmadi Usman (a), Hukum Jaminan Keperdataan, ed.1 cetakan kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 105 4 Bahsan, Op.Cit., hal 14 5 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumi, 1994), hal. 93
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
24
UNIVERSITAS INDONESIA
apabila barang tersebut kembali diperolehnya, hak gadai dianggap tidak
pernah hilang (Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata)
f. Hal tidak berkuasanya si pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan barang
yang dijadikan objek gadai tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si
berpiutang yang telah menerima barang tersebut dalam gadai, dengan tidak
mengurangi hak pihak yang kehilangan atau kecurian barang itu, untuk
menuntunya kembali (Pasal 1152 ayat (4) KUHPerdata. Ketentuan yang
mengatur tentang keharusan objek jaminan utang dibawah kekuasaan pihak
pemberi pinjaman perlu dipatuhi karena bila objek jaminan utang uang diikat
dengan gadai tersebut tetap berada pada pihak peminjam, pengikatan melalui
gadai tersebut batal demi hukum. Bila hal seperti demikian terjadi dalam
pemberian kredit perbankan, dapat dikatakan bahwa pemberian kredit yang
bersangkutan adalah tanpa jaminan kredit dan mempunyai akibat terhadap
penilaian tingkat kesehatan bank sebagai pemberi kredit.
g. Apabila si berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-
kewajibannya, maka tidak diperkenankan si berpiutang memiliki barang yang
dijadikan objek gadai (Pasal 1154 ayat (1) KUHPerdata). Segala janji yang
bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal (Pasal 1154 ayat (2)
KUHPerdata. 6
h. Hak gadai bersifat kebendaan dan mengikuti benda gadai (droit de suite)
karenanya pemegang gadai berhak menuntut haknya atas benda yang
digadaikan dalam tangan siapapun benda itu berada dan pemegang gadai
berhak menjual benda yang digadaikan jika debitor cidera janji.
i. Hak Didahulukan
Pemegang gadai berkedudukan “preferen” yang berarti harus didahulukan
diantara para kreditor lainnnya, dan untuk didahulukan dalam pemegangan
pembayaran tagihannya dari hasil penjualan benda dalam pemegangan
6 Bahsan, Op.Cit., hal 13-14
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
25
UNIVERSITAS INDONESIA
pembayaran tagihannya dari hasil penjualan benda yang digadaikan, kecuali
jika ditentukan lain oleh Undang-Undang. Misalnya, pembayaran biaya lelang
dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai, tagihan pajak Negara harus
didahulukan (Pasal 1133 jo. Pasal 1137 jo. 1150 KUHPerdata). 7
Mengenai hak didahulukan ini ditentukan dalam pasal 1151 KUHPerdata,
yang mengatakan bahwa gadai memberikan kekuasaan pada yang berpiutang
untuk mengambil pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan daripada
orang-orang berpiutang lainnya. 8
j. Pemegang gadai berkedudukan sebagai “separatis”, yaitu pemegang gadai
dapat mengeksekusi hak gadainya seolah-olah debitor tidak dinyatakan pailit.
Hak eksekusi tersebut dapat ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90
(Sembilan puluh) hari setelah keputusan kepailitan debitor diucapkan (Pasal
55 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (1) Undnag-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 9
Pemegang gadai berhak menjual sendiri benda gadai dalam hal si berutang
wanprestasi. Dari hasil penjualan, ia berhak mengambil pelunasan piutangnya
beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan itu. Hak itu juga berlaku,
dalam hal pemberi gadai pailit (1155 ayat (1) KUHPerdata). 10
k. Menurut Pasal 1160 KUHPerdata, jika utang yang dijamin dengan gadai
dibayar untuk sebagian, hak gadai tidak hapus untuk sebagian. Setiap hutang
(dan setiap bagian dari hutang) menindih setiap bagian maupun seluruh benda
jaminan sebagai satu kesatuan, bukan sebagai benda berdiri sendiri-sendiri,
sekalipun benda jaminannya dibagi-bagi. 11
Gadai mempunyai sifat tidak
dapat dibagi-bagi, yaitu membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-
barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan
7 Suharnoko, Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), hal.6 8 Badrulzaman, Op.Cit., hal. 94 9 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal.6 10 Badrulzaman, Op.Cit., hal. 94 11 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal.6
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
26
UNIVERSITAS INDONESIA
bahwa apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak
berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan
dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek
kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum
dilunasi (Pasal 1160 KUHPerdata). 12
Karakteristik dari gadai adalah barang yang dijadikan jaminan dilepaskan dari
kekuasan pemberi gadai (debitor) dan harus diserahkan (secara fisik) kepada
pemegang gadai (kreditor). Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata menyatakan bahwa
tidak sah hak gadai atas benda yang dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan
pemberi gadai (debitor), sekalipun kembalinya barang itu kepada debitor atas
kemauan kreditor.
Kreditor dilarang memiliki barang gadai, hal ini untuk melindungi kaum lemah
yang memerlukan pinjaman, dari perbuatan curang pemilik uang yang akan
memberikan pinjaman kepada pemilik barang gadai. Walaupun dalam
pelaksanaannya masih ditemukan cara yang tidak terpuji dari pemilik uang yang
menghendaki barang gadai milik peminjam uang yaitu dengan diperjanjikan
bahwa bila lewat waktu gadai tidak ditebus, maka barang gadai segera “dijual”
untuk melunasi hutang. Kelicikan yang sering terjadi adalah bila telah jatuh
tempo untuk membayar hutang dan harus menebus barang gadai, pemilik yang
sulit dijumpai, sehingga setelah lewat waktu seolah-olah ada kelalaian debitor,
dan pemilik uang “menjual” barang untuk melunasi utang debitor. Barang gadai
“dijual” kepada diri pemilik uang itu sendiri.
Dalam ketentuan yang tercantum pada pasal 1155 KUHPerdata, bila si berutang
cidera janji, maka barang gadai harus dijual di muka umum. Jika barang gadai
berupa saham atau efek maka penjualan dilakukan di bursa atau di pasar dimana
saham atau efek diperjualbelikan, melalui makelar yang ahli. Berbeda dengan 12 Usman (a), Op.Cit., hal. 108
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
27
UNIVERSITAS INDONESIA
gadai atau cekelan dalam hukum adat yang mengizinkan pemegang jaminan
untuk menjadi pemilik dari barang yang jaminan kalau tidak ditembus. Namun ini
juga harus diperjanjikan lebih dahulu. Karena barang gadai berada di tangan
kreditor, maka kreditor pemegang gadai mempunyai kedudukan yang kuat,
terlebih lagi tata cara terjadi hak gadai dan cara pencairannya mudah.
Jaminan gadai bersifat accesoir, adanya gadai tergantung dari perjanjian pinjam
meminjam uang yang dijamin dengan benda bergerak. Maksudnya adalah bahwa
hak gadai ini bergantung pada perjanjian pokok, misal perjanjian kredit. Bila
debitor telah melunasi hutangnya atau telah memenuhi kewajiban menurut
perjanjian pinjam meminjam uang, maka berakhir pula perjanjian gadai dan
barang gadai harus dikembalikan kepada debitor. 13
Berdasarkan Pasal 1150
KUHPerdata, gadai adalah accesoir pada perjanjian utang piutang yang
dijaminnya. Berakhirnya perjanjian utang piutang mengakibatkan berakhirnya
perjanjian gadai yang berkaitan. 14
Pemberi gadai bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
menyerahkan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan
utang seseorang atau dirinya sendiri kepada pemegang gadai. Demikian pula
pemegang gadai, juga bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
menerima penyerahan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi
pelunasan utang yang diberikan kepada pemberi gadai oleh pemegang gadai. 15
2.1.1. Saham Sebagai Objek Gadai
Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan
kepada pemegangnya. Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak
memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat
13 Peter Mahmud Marzuki, et.al., Hukum Jaminan Indonesia (Seri Dasar Hukum Ekonomi 4), (Jakarta: Proyek Elips, 1998), hal 238-239 14 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal.6 15 Usman (a), Op.Cit., hal. 119
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
28
UNIVERSITAS INDONESIA
dipertahankan terhadap setiap orang. Setiap pemegang saham berhak
mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri apabila
dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa
alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, direksi dan komisaris.
Gugatan yang diajukan pada dasarnya berisi permohonan agar perseroan
menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah-
langkah tertentu, baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun
untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari. Gugatan tersebut
diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan perseroan.16
Saham merupakan wujud konkrit dari modal perseroan sebagaimana
dikatakan dalam pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas,
bahwa modal perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. 17
Dengan
demikian, Perseroan Terbatas dikonkretisasikan dalam bentuk saham-
saham yang diberi nilai nominal tertentu. Sebagai bukti kepemilikan saham
yang dikeluarkan oleh perseroan terbatas kepada pemegang saham
diberikan surat saham. Saham adalah bukti surat tanda bukti ikut sertanya
dalam perseroan terbatas. Saham itu menunjukkan hak dan kewajiban serta
hubungan hukum antara pemiliknya dengan perseroan terbatas dan
pemiliknya mewakili sebanding dengan jumlah besarnya saham yang
dimiliki dalam modal perseroan terbatas itu.18
Saham, per definisi yang diberikan dalam pasal 510 KUHPerdata adalah
suatu kebendaan bergerak, demikian pula yang disebutkan dalam pasal 54
ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Selanjutnya oleh Pasal 54
16 I.G. Rai Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2000), hal.200-201 17 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal.55. 18 Rachmadi Usman (b), Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: PT Alumni, 2004), hal.101
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
29
UNIVERSITAS INDONESIA
ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas ditegaskan bahwa saham
memberikan hak milik kebendaan kepada pemegangnya. Artinya bahwa
hak atas saham tersebut memberikan kekuasaan langsung yang dapat
dipertahankan oleh pemiliknya terhadap setiap orang. Sifat ini dipertegas
dengan adanya Daftar Pemegang Saham yang merupakan alat bukti bagi
perseroan atas setiap kepemilikan saham dalam perseroan. Ketentuan ini
diperkuat dengan kewajiban untuk menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham untuk setiap pengalihan, baik penjualan maupun bentuk-
bentuk pengalihan lainnya (serta penjaminan saham oleh pemiliknya),
dimana pengalihan (maupun penjaminan) saham baru akan efektif bagi
perseroan segera setelah pengalihan (atau penjaminan) tersebut dicatatkan
pada perseroan, menurut bentuk-bentuk formalitas yang diakui dan
diterima oleh perseroan. 19
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT 2007)
tentang Perseroan Terbatas, suatu perseroan terbatas yang didirikan
menurut undang-undang yang berlaku di republik Indonesia diperkenankan
mengeluarkan saham atas nama dan saham atas unjuk. Namun, jelas dalam
Pasal 48 UUPT 2007 ditetapkan bahwa saham yang dapat dikeluarkan oleh
perseroan terbatas yang didirikan menurut UUPT 2007 adalah hanya saham
atas nama pemiliknya. Oleh karena itu, logis bahwa dalam Pasal 50 UUPT
2007, perseroan diwajibkan menyelenggarakan dan menyimpan daftar
pemegang saham dan daftar khusus. 20
Menurut ketentuan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas
sebagaimana telah dirubah Pasal 60 ayat (1) UUPT 2007, bahwa saham
merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada
19 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal 67 20 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal. 3
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
30
UNIVERSITAS INDONESIA
pemegangnya. Artinya, bahwa hak atas saham memberikan kekuasaan
langsung atas suatu benda. Sebagai benda bergerak, saham juga dapat
digadaikan sebagai jaminan hutang. Pada prinsipnya, UUPT memberikan
kebebasan kepada pemegang saham untuk menentukan penggadaian saham
yang dimiliki oleh perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 53
UUPT. Penggadaian saham dimaksud tidak hanya untuk saham atas tunjuk,
melainkan juga terhadap saham atas nama. Saham atas tunjuk dapat secara
leluasa digadaikan oleh pemegangnya. Akan tetapi, khusus untuk saham
atas nama hanya dapat digadaikan oleh pemegangnya sepanjang di dalam
anggaran dasar tidak ditentukan lain. Gadai saham tersebut harus dicatat
pula dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus. Hal ini
dimaksudkan agar perseroan terbatas atau pihak lain yang berkepentingan
dapat mengetahui mengenai status saham tersebut.
Pasal 53 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas sebagaimana dirubah
Pasal 60 ayat (4) UUPT 2007 menegaskan bahwa hak suara atas saham
yang digadaikan tetap ada pada pemegang saham. Artinya, pemegang gadai
saham tidak memiliki hak suara atas saham yang digadaikan kepadanya.
Ketentuan ini sejalan dengan doktrin yang menyatakan bahwa saham itu
merupakan suatu unitas perseroan terbatas yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam hukum jaminan, saham atas tunjuk yang digadaikan cukup dengan
menyerahkan sahamnya saja ke dalam penguasaan kreditor selaku
pemegang gadai. Sebagai pemegang gadai, kreditor hanya berhak
menguasai benda objek gadai dan wajib menyimpannya dengan baik.
Namun pemegang gadai tidak dibenarkan menikmati barang gadai. Artinya
deviden yang diperoleh dari saham tersebut tetap menjadi hak pemilik
saham, sama dengan hak suara yang masih tetap ada pada pemilik saham.21
21 Usman (b), Op.Cit.,hal.117-119
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
31
UNIVERSITAS INDONESIA
Saham-saham perseroan terbatas tersebut harus diklasifikasi yang
memberikan hak tertentu kepada pemilik atau pemegangnya. Dalam Pasal
46 ayat (1) UUPT dinyatakan, bahwa anggaran dasar menetapkan satu
klasifikasi saham atau lebih. Menurut Penjelasan Pasal 46 ayat (1) UUPT,
yang dimaksud dengan “klafisikasi saham” adalah kelompok saham yang
satu saham lain mempunyai karakteristik yang sama dan karakteristik mana
membedakannya dengan saham yang merupakan kelompok saham dari
klasifikasi yang berbeda. Walaupun dalam perseroan terbatas
dimungkinkan adanya berbagai klasifikasi saham, salah satu diantaranya
harus ditetapkan sebagai klasifikasi saham biasa. Hal ini dinyatakan dalam
Pasal 46 ayat (3) UUPT bahwa, dalam hal terdapat lebih dari 1(satu)
klasifikasi saham, Anggaran Dasar menetapkan 1(satu) klasifikasi sebagai
saham biasa. Pengaturan ini menurut Pemerintah didasarkan pada
pertimbangan bahwa saham biasa mengandung tiga hak, yaitu income atau
dividen, control dan asset kalau terjadi likuidasi bila masih ada harta lebih
diberikan kepada pemegang saham. 22
Walaupun menurut undang-undang nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas hanya ada saham atas nama, Pasal 53 UUPT 2007
menetapkan bahwa dalam anggaran dasar perseroan dapat ditetapkan lebih
dari satu klasifikasi saham, dan jika ada lebih dari satu klasifikasi saham,
salah satu diantaranya harus ditetapkan sebagai saham biasa. Saham biasa
adalah saham yang memberi hak kepada pemegangnya untuk
mengeluarkan suara dan ikut serta mengambil keputusan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham mengenai segala hal yang berkaitan dengan
pengurusan perseroan, dan berhak menerima dividen yang dibagikan serta
menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. 23
22 Ibid., hal.102-103 23 Suharnoko, Kartini Muljadi, Loc.Cit., hal. 3-4
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
32
UNIVERSITAS INDONESIA
Adapun klasifikasi saham dimaksud diatas antara lain:
a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara. Tentu saja dengan
adanya saham tanpa hak suara agak ganjil, karena hak suara merupakan
salah satu hak pemegang saham. Saham tanpa hak suara merupakan
salah satu hak pemegang saham. Saham tanpa hak suara diberikan
hanya pada keadaan tertentu. Sebagai contoh, saham yang tidak
mempunyai hak suara adalah saham uang dikuasai perseroan karena
pembelian kembali, peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat,
seperti disebut dalam pasal 40 ayat (1) UUPT.
b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris.
c. Saham setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik kembali atau ditukar
dengan klasifikasi saham lain.
d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima
dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas
pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif.
Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih
dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan
perseroan dalam likuidasi.24
Pasal 1153 KUHPerdata menentukan bahwa “Hak gadai atas benda-benda
bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat
bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya kepada
orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh
orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si
pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis. Dalam hubungan ini, perlu
24 H. Man S. Sastrawidjaja, Rai Mantili, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang Jilid 1, (Bandung: PT Alumni, 2010), hal 114
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
33
UNIVERSITAS INDONESIA
diperhatikan Pasal 60 UUPT 2007 yang pada dasarnya berbunyi sebagai
berikut:
1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 UUPT 2007 kepada pemiliknya.
2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang
tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib dicatat
dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 UUPT 2007.
4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan
fidusia tetap berada pada pemegang saham. 25
Ayat (2) dan ayat (3) Pasal 60 UUPT 2007 mengatur tentang Gadai saham.
Ayat (2) Pasal 60 tersebut dengan jelas memungkinkan saham suatu
perseroan diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia, sepanjang tidak
ditentukan lain dalam Anggaran Dasar perseroan. Yang juga perlu
diperhatikan adalah ketentuan ayat (3) Pasal 60 UUPT 2007 yang
menentukan bahwa gadai saham wajib dicatat dalam Daftar Pemegang
Saham dan daftar khusus yang membuat keterangan tentang saham yang
dipegang anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris perseroan beserta
keluarga mereka dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta
tanggal saham itu diperoleh. Menurut Nasional Legal Reform Program
(NLRP) dalam bukunya mengenai penjelasan hukum tentang eksekusi
gadai saham, demi kepastian hukum setelah akta gadai atas saham
ditandatangani, sebaiknya dipastikan agar gadai atas saham tersebut dicatat
dalam DPS, dan jika gadai atas saham itu mengenai saham yang dipegang
25 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 6-7
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
34
UNIVERSITAS INDONESIA
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dan/atau keluarga
mereka, sebaiknya gadai saham itu dicatatkan dalam Daftar Khusus.
Kreditor yang menerima gadai sebaiknya mensyaratkan agar kepadanya
dalam perjanjian gadai diberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh
pemberi gadai dan supaya Direksi perseroan mencatatkan gadai saham
yang bersangkutan dalam DPS dan Daftar Khusus perseroan untuk
memastikan keabsaha gadai saham yang bersangkutan. Lagi pula Kreditor
sebaiknya memperoleh bukti tertulis tentang pencatatan gadai itu dari
Direksi perseroan yang sahamnya digadaikan itu. penting sekali
diperhatikan ketentuan ayat (4) Pasal 60 UUPT 2007 yang berbunyi “hak
suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap
berada pada pemegang saham”. Ketentuan tersebut penting untuk
dibicarakan dan dipikirkan akibatnya karena jika seandainya pemberi gadai
tidak beritikad baik dan ia sendiri menghadiri Rapat Umum Pemegang
Saham dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
serta misalnya, mengusulkan suara untuk membagi dividen yang sangat
besar jumlahnya atau untuk memberi wewenang kepada Direksi perseroan
untuk memindahkan hak atas asset utama perseroan sehingga jika usul-usul
itu disetujui Rapat Umum Pemegang Saham, nilai intrinsik perseroan dapat
berkurang dan tentunya nilai saham juga dapat berkurang. Hal ini dapat
sangat merugikan pemegang gadai. Pada praktiknya dalam perjanjian
gadai, pemberi gadai disyaratkan untuk memberi kuasa kepada pemegang
gadai, untuk atas nama pemberi gadai saham, menghadiri dan
mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham perseroan
berkaitan selama utang belum dibayar lunas. Ini merupakan proteksi bagi
pemegang gadai. 26
26 Ibid., hal. 4-5
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
35
UNIVERSITAS INDONESIA
2.1.2. Inbezitstelling Sebagai Syarat Gadai
Karakteristik dari gadai adalah barang yang dijadikan jaminan dilepaskan
dari kekuasan pemberi gadai (debitor) dan harus diserahkan (secara fisik)
kepada pemegang gadai (kreditor). Pasal 1152 ayat (2) menyatakan bahwa
tidak sah hak gadai atas benda yang dibiarkan tetap berada dalam
kekuasaan, pemberi gadai (debitor), sekalipun kembalinya barang itu
kepada debitor atas kemauan kreditor.
Kreditor dilarang memiliki barang gadai, hal ini untuk melindungi kaum
lemah yang memerlukan pinjaman, dari perbuatan curang pemilik uang
yang akan memberikan pinjaman kepada pemilik barang gadai. Walaupun
dalam pelaksaannya masih ditemukan cara yang tidak terpuji dari pemilik
uang yang menghendaki barang gadai milik peminjam uang yaitu dengan
diperjanjikan bahwa bila lewat waktu gadai tidak ditebus, maka barang
gadai segera “dijual” untuk melunasi hutang. Kelicikan yang sering terjadi
adalah bila telah jatuh tempo untuk membayar hutang dan harus menebus
barang gadai, pemilik yang sulit dijumpai, sehingga setelah lewat waktu
seolah-olah ada kelalaian debitor, dan pemilik uang “menjual” barang
untuk melunasi utang debitor. Barang gadai “dijual” kepada diri pemilik
uang itu sendiri.27
Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu
kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu merupakan
perjanjian utang piutang dan karenanya dikatakan, bahwa perjanjian gadai
mengabdi kepada perjanjian pokoknya atau ia merupakan perjanjian yang
bersifat accesoir. Pada prinsipnya (barang) gadai dapat dipakai untuk
menjamin setiap kewajiban prestasi tertentu. Artinya perjanjian (jaminan)
gadai hanya akan ada bila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya, yaitu
perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang
27 Peter Mahmud Marzuki, et.al., Op.Cit., hal 238-239
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
36
UNIVERSITAS INDONESIA
dijamin pelunasannya dengan kebendaan bergerak, baik kebendaan
bergerak yang berwujud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud.
Tujuan gadai memberikan kepastian hukum yang kuat bagi kreditor-
kreditor dengan menjamin pelunasan piutangnya dari kebendaan yang
digadaikan, jika debitor wanprestasi. 28
Dalam rangka mengamankan piutang kreditor, maka secara khusus oleh
debitor kepada kreditor diserahkan suatu kebendaan bergerak sebagai
jaminan pelunasan utang debitor, yang menimbulkan hak bagi kreditor
untuk menahan kebedaan bergerak yang digadaikan tersebut sampai
dengan pelunasan utang debitor. Dengan demikian pada dasarnya
perjanjian gadai akan terjadi bila barang-barang yang digadaikan berada di
bawah penguasaan kreditor (pemegang gadai) atau atas kesepakatan
bersama ditunjuk seorang piha ketiga untuk mewakilinya. Penguasaan
kebendaan gadai oleh pemegang gadai tersebut merupakan syarat esensial
bagi lahirnya gadai. Persyaratan ini selain ditentukan dalam pasal 1150
KUHPerdata, dalam kata-kata “… yang diserahkan kepadanya oleh
seorang berutang atu oleh seorang lain atas namanya, …”. Selanjutnya
ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1) dan ayat (2) KUHPerdata menyatakan,
sebagai berikut :
(1) Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa
diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan si
berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh
kedua belah pihak.
(2) Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam
kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas
kemauan si berpiutang.
28 Badrulzaman, Op.Cit., hal 105
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
37
UNIVERSITAS INDONESIA
Dari ketentuan Pasal 1152 ayat (1) dan (2) KUHPerdata , untuk terjadinya
hak gadai atau sahnya suatu perjanjian gadai itu didasarkan kepada
penyerahan kebendaan yang digadaikan ke dalam penguasaan kreditor atau
pihak ketiga yang ditunjuk bersama. Kalau kebendaan yang digadaikan
tetap berada di tangan debitor (pemberi gadai) atau dikembalikan oleh
kreditor atas kemauannya, maka hak gadainya tidak sah demi hukum.
Walaupun kebendaan yang digadaikan berada dalam penguasaan kreditor,
namun kreditor (pemegang gadai) tidak boleh menikmati atau
memanfaatkan kebendaan yang digadaikan tadi, karena fungsi gadai
(barang yang digadaikan) hanyalah sebagai jaminan pelunasan utang yang
jika debitornya wanprestasi dapat digunakan sebagai pelunasan utangnya.
Penyerahan barang-barang yang digadaikan kepada kreditor dimaksudkan
bukan merupakan penyerahan yuridis, bukan penyerahan yang
mengakibatkan pemegang gadai menjadi pemilik dan karenanya pemegang
gadai dengan penyerahan tersebut tetap hanya berkedudukan sebagai
pemegang saja, tidak akan pernah berdasarkan penyerahan seperti itu saja
menjadi bezitter dalam arti bezit keperdataan.
Disini keadaan kreditor yang piutangnya dijamin, terhadap perbuatan
debitor terjamin, karena ia menguasai benda jaminannya, sedangkan
kreditor-kreditor lainnya (konkuren) tidak akan terjerumus dalam penilaian
mereka terhadap potensi finasial debitor, karena mereka tidak melihat
benda tersebut dikuasai debitor. 29
2.1.3. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai dan Pemberi Gadai
Di dalam Pasal 1155 KUHPerdata telah diatur tentang hak dan kewajiban
kedua belah pihak. Pemegang gadai mempunyai beberapa hak sebagai
berikut: 29 Ibid., hal.106-107
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
38
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Menjual dengan kekuasan sendiri (parate eksekusi)
Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, si berpiutang
adalah berhak, jika si berutang atau si pemberi gadai cedera janji,
setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau atau jika tidak telah
ditentukan suatu, menjual benda gadai. Yang dimaksud hak melakukan
parate eksekusi, yaitu wewenang yang diberikan kepada kreditor untuk
mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitor, tanpa memiliki
eksekutoriale titel. Jadi hak pemegang gadai ini tidak lahir dari
perjanjian yang secara tegas dinyatakan para pihak, tetapi terjadi demi
hukum, kecuali kalau diperjanjikan lain. Untuk melakukan penjualan
ini, pemegang gadai harus terlebih dahulu memberikan peringatan
(sommatie) kepada pemberi gadai supaya utangnya dibayar. Penjualan
harus dilakukan di depan umum, menurut kebiasaan setempat serta atas
syarat yang lazim berlaku (pasal 1150 ayat 1 KUHPerdata). Ketentuan
ini bersifat memaksa, karena berhubungan dengan ketertiban umum.
Setelah penjualan dilakukan, pemegang gadai memberikan
pertanggungjawaban tentang hasil penjualan itu kepada pemberi gadai.
2. Menjual benda gadai dengan perantaraan hakim
Penjualan benda gadai untuk mengambil pelunasan dapat juga terjadi
jika si berpiutang menuntut dimuka hakim supaya barang gadai dijual
menurut cara yang ditentukan untuk melunasi utang beserta bunga dan
biaya.
3. Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai
Pemegang dapat menuntut agar benda gadai akan tetap berada pada si
pemegang gadai untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam vonis
hingga sebesar utangnya, beserta bunga dan biaya (Pasal 1156 ayat (1)
KUHPerdata).
4. Hak untuk mendapat ganti rugi
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
39
UNIVERSITAS INDONESIA
Pemegang gadai berhak mendapat ganti rugi berupa biaya yang perlu
dan berguna, yang telah dikeluarkan oleh kreditor guna keselamatan
barang gadai (Pasal 1157 ayat (2) KUHPerdata).
5. Hak retensi
Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan
dalam gadai, yang berutang tidak berkuasa menuntut pengembaliannya,
sebelum ia membayar sepenuhnya baik uang pokok maupun bunga dan
biaya utangnya, untuk menjamin barang gadai yang telah dikeluarkan
untuk menyelamatkan barang gadai (Pasal 1159 ayat 1 KUHPerdata).
Ketentuan ini memberikan wewenang kepada pemegang gadai untuk
menahan barang gadai. Tujuannya ialah melindungi pemegang gadai
dari biaya yang perlu dikeluarkannya untuk merawat benda gadai
(Pasal 1159 ayat (2) KUHPerdata), kecuali jika pemegang gadai
menyalahgunakan barang gadai. misalnya, pemegang gadai
mempergunakan barang gadai atau tidak menjaga barang gadai dengan
baik sehingga nilainya merosot.
6. Hak didahulukan
Kreditor (pemegang gadai) mempunyai hak didahulukan terhadap
tagihan-tagihannya, baik terhadap utang pokok, bunga, dan biaya (Pasal
1150 KUHPerdata), hak mana diwujudkan dalam hak kreditor menjual
barang gadai sendiri ataupun melalui bantuan hakim (Pasal 1155 dan
1156 KUHPerdata). Terhadap hak didahulukan ini ada
pengecualiannya, yaitu biaya lelang dan biaya yag telah dikeluarkan
untuk menyelamatkan barang gadai (Pasal 1150 KUHPerdata). 30
7. Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
30 Ibid., hal. 95-96
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
40
UNIVERSITAS INDONESIA
8. Menjual barang gadai, jika pemegang gadai tidak memenuhi
kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan
untuk pemenuhan janjinya. 31
Kewajiban pemegang gadai diatur di dalam Pasal 1154, Pasal 1156 dan
Pasal 1157 KUHPerdata. Kewajiban-kewajiban kreditor pemegang gadai
adalah sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab untuk hilangnya atau merosotnya barang gadai,
sekadar itu telah terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157 ayat (1)
KUHPerdata).
2. Kewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi gadai, jika barang
gadai dijual (Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata).
Kewajiban memberitahukan itu selambat-lambatnya pada hari yang
berikutnya apabila ada sesuatu perhubungan pos harian ataupun suatu
perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian halnya, dengan pos yang
berangkat pertama (Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata). Pemberitahuan
dengan telegraf atau dengan surat tercatat, berlaku sebagai
pemberitahuan yang sah (Pasal 1156 ayat (3) KUHPerdata).
3. Bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai (Pasal 1159
ayat (1) KUHPerdata). 32
4. Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya.
5. Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi
miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154
KUHPerdata).33
Sedangkan hak-hak pemberi gadai adalah sebagai berikut:
1. Menerima uang gadai dari pemegang gadai.
31 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 47 32 Badrulzaman, Op.Cit., hal.200-201 33 Salim, Op.Cit., hal. 48
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
41
UNIVERSITAS INDONESIA
2. Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya
lainnya telah dilunasinya.
3. Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk
melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUHPerdata).
Kewajiban pemberi gadai:
1. Menyerahkan barang gadai kepada pemegang gadai.
2. Membayar pokok dan sewa modal kepada pemegang gadai.
3. Membayar biaya yang dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk
menyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUHPerdata). 34
2.1.4. Larangan Milik Beding
Larangan ini diatur dalam Pasal 1154 KUHPerdata yang menegaskan
kreditor tidak diperkenankan memiliki barang gadai, apabila debitor tidak
memenuhi kewajibannya. Segala janji yang berisi milik beding, batal demi
hukum atau void ab initio. jadi pasal ini berisi peringatan vervalbeding,
yakni janji yang memberi hak kepada pemegang gadai memiliki barang
gadai apabila pemberi gadai (debitor) cedera janji (wanprestasi) adalah
janji batal (vervalbeding). Tujuan ketentuan ini untuk melindungi debitor,
terutama atas keterpaksaan menerima kondisi perjanjian yang
menyesatkan. 35
Bertalian dengan larangan menjanjikan klausul milik beding dalam
perjanjian gadai, ketentuan dalam Pasal 1154 KUHPerdata menyatakan :
(1) Apabila pihak berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-
kewajibannya, maka tidak diperkenankanlah pihak yang berpiutang
memiliki barang yang digadaikan.
34 Ibid., 35 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal 220
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
42
UNIVERSITAS INDONESIA
(2) Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal.
Dari perumusan ketentuan dalam Pasal 1154 KUHPerdata, dapat diketahui
para pihak dilarang atau tidak diperkenankan untuk memperjanjikan
klausul milik beding dalam perjanjiian gadainya. Apabila hal ini sampai
terjadi, dimana pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya,
atau wanprestasi sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian gadainya,
maka klausul milik beding yang demikian batal demi hukum. Ketentuan
yang melarang adanya klausul milik beding ini dalam rangka melindungi
kepentingan debitor dan pemberi gadai, terutama bila nilai kebendaan
bergerak yang digadaikannya melebihi besarnya utang yang dijamin,
sehingga terdapat sisa pembayaran dari hasil penjualan barang gadai
tersebut dapat dikembalikan atau diserahkan kepada debitor dan pemberi
gadai yang bersangkutan. Walaupun demikian tidaklah dilarang bagi
kreditor pemegang gadai untuk ikut serta sebagai pembeli kebendaan yan
digadaikan kepadanya tadi, asalkan diadakan melalui pelelangan umum.36
Logika larangan ini dikarenakan barang yang diserahkan kepada kreditor
sebagai jaminan untuk pelunasan utang, bukan untuk dimiliki atau
dialihkan haknya. Pelunasan utang dilakukan dengan cara melelang barang.
Sekaligus pula melindungi kepentingan para peminjam uang yang pada
umumnya berada dalam posisi yang sangat lemah, sehingga syarat-syarat
yang berat pun sering kali karena keadaan terpaksa harus diterima. Apalagi
kalau tidak ada larang yang demikian, bisa muncul keadaan yang aneh
dimana seorang kreditor pada umumnya mengharapkan agar debitor
memenuhi kewajibannya, bisa muncul yang sebaliknya, malahan kreditor
36 Usman (a), Op.Cit., hal.132
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
43
UNIVERSITAS INDONESIA
mengharapkan agar debitor wanprestasi, karena benda jaminan pada
umumnya mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari piutang kreditor. 37
2.1.5. Pemberian Gadai
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menentukan suatu formalitas
tertentu bagi pemberian gadai. Dengan rumusan Pasal 1151 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa:
Pasal 1151
Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi
pembuktian persetujuan pokoknya.
Dapat diketahui bahwa pemberian gadai harus mengikuti suatu perjanjian
pokok. Dalam hal perjanjian gadai adalah suatu perjanjian yang tidak
memerlukan suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut,
maka berarti gadai juga dapat diberikan dengan cara yang sama, yaitu
menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok tersebut.
Dengan demikian berarti sahnya suatu perjanjian secara umum
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai
syarat sahnya perjanjian. Dengan rumusan yang menyatakan untuk sahnya
perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
37 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993), hal.128
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
44
UNIVERSITAS INDONESIA
Sebagai suatu bentuk perjanjian, maka gadai harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian. Kesepakatan merupakan perwujudan dari kehendak dua
atau lebih pihak mengenai hal-hal yang mereka kehendaki untuk
dilaksanakan, mengenai cara melaksanakannya, mengenai saat
pelaksanaan, dan mengenai pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan
hal-hal yang telah disepakati tersebut. Gadai adalah suatu perjanjian riil,
oleh karena sebagaimana ditentukan dalam pengertian gadai itu sendiri,
gadai hanya ada manakala benda yang akan digadaikan secara fisik telah
dikeluarkan dari kekuasaan pemberi gadai. pengeluaran benda yang
digadaikan dari kekuasaan pemberi gadai ini bersifat mutlak dan tidak
dapat ditawar-tawar. Pengeluaran benda yang digadaikan dari kekuasaan
pemberi gadai ini dapat dilakukan, baik dengan menyerahkan kekuasaan
atas benda yang digadaikan tersebut kepada kreditor atau pihak ketiga,
untuk kepentingan kreditor, sebagai pemegang gadai. Kesepakatan untuk
memberikan gadai tidak dengan begitu saja melahirkan gadai, melainkan
sampai perbuatan pengeluaran benda gadai dari kekuasaan debitor atau
pemberi gadai dilakukan. Perlunya benda yang digadaikan dikeluarkan dari
penguasaan debitor atau pihak ketiga yang memberikan benda tersebut
sebagai jaminan dalam bentuk gadai, adalah karena sifat dari benda
bergerak itu sendiri, yang menurut ketentuan Pasal 1977 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:
Pasal 1977
(1) Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang
yang tidak harus dibayar kepada pembawa, maka barang siapa yang
menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.
Jadi sebagai suatu bentuk perjanjian riil, kesepakatan pemberian gadai lahir
pada saat barang atau benda yang hendak dijaminkan dalam bentuk gadai
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
45
UNIVERSITAS INDONESIA
diserahkan oleh, dengan pengertian dikeluarkan penguasaannya dari
pemilik benda, yang dapat saja merupakan kreditor atau pihak ketiga dan
pemberi gadai. Adanya kesepakatan dibuktikan dengan dikeluarkannya
benda gadai dari penguasaan benda tersebut. 38
Perlu diperhatikan ketentuan gadai saham sebagaimana diatur dalam UU
Perseroan Terbatas Pasal 53 yang pada pokoknya mengatur bahwa baik
saham atas tunjuk (aantoonder) maupun saham atas nama dapat digadaikan.
Gadai saham harus dicatat dalam Daftar Pemegang Saham oleh pihak yang
ditunjuk dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas, yaitu biasanya direksi.
Direksi baru dapat mencatat gadai saham dalam Daftar Pemegang Saham
jika ia telah diberi tahu adanya gadai tersebut. 39
Dalam perjanjian pemberian gadai, seperti telah disebutkan diatas, ada tiga
ketentuan yang mengatur mengenai benda yang menjadi objek gadai, yaitu
yang diatur dalam Pasal 1152, Pasal 1152 bis, dan Pasal 1153 Kitab
undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1152
Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa
diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan
kreditor atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh
kedua belah pihak.
Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam
kekuasaan debitor atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas
kemauan kreditor. Hak gadai hapus, apabila barangnya gadai keluar dari
kekuasaan pemegang gadai. apabila namun itu barang tersebut hilang dari
38 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 74-79 39 Ibid., hal. 81
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
46
UNIVERSITAS INDONESIA
tangan pemegang gadai ini atau dicuri padanya, maka berhaklah ia
menuntutnya kembali, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat
kedua, sedangkan apabila barang gadai didapatnya kembali, hak gadai
dianggap tidak pernah hilang.
Hal tidak berkuasanya pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan
barang gadainya, tidaklah dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditor
yang telah menerima barang tersebut dalam gadai, dengan tak mengurangi
hak yang kehilangan atau kecurian barang itu, untuk menuntutnya
kembali.
Pasal 1152 bis
Untuk meletakkan hak gadai atas surat-surat tunjuk diperlukan, selainnya
endosemennya, penyerahan suratnya.
Pasal 1153
Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-
surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan
perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang
digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal
pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya pemberi gadai dapat
dimintannya suatu bukti tertulis.
Rumusan ketiga pasal tersebut diatas menunjukkan adanya pembedaan
pemberian gadai ke dalam tiga cara pemberian gadai berdasarkan pada sifat
atau wujud dari benda yang digadaikan tersebut. Untuk benda-benda
bergerak dan piutang-piutang kepada pembawa, maka gadai baru terjadi,
jika benda-benda tersebut telah dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai
yang memiliki benda tersebut. Perlunya benda yang digadaikan
dikeluarkan dari penguasaan debitor atau pihak ketiga yang memberikan
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
47
UNIVERSITAS INDONESIA
benda tersebut sebagai jaminan dalam bentuk gadai, adalah karena sifat
dari benda bergerak itu sendiri.
Dengan demikian berarti, selama benda tersebut tidak dikeluarkan dari
penguasaan pemberi gadai, maka pemberi gadai, selaku pemilik dari benda
tersebut, yang menurut ketentuan Pasal 1977 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata jo. Pasal 572 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, dapat setiap saat menjual atau mengalihkan kepemilikan atas
benda yang digadaikan tersebut. Hal ini tentu saja menjadikan gadai
menjadi tidak ada artinya sama sekali. Dengan demikian tepatlah jika
dikatakan bahwa Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang
dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai, ataupun
yang kembali atas kemauan kreditor, dan bahwa hak gadai hapus, apabilia
barangnya gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai. Pemegang gadai
atau pemegang gadai berkewajiban untuk menjaga dengan baik benda yang
digadaikan yang berada dalam penguasaannya. Dalam hal benda gadai
hilang dari penguasaan pemegang gadai, karena kemauan dari pemberi
gadai sendiri, maka sudah selayaknyalah jika gadai tersebut hapus demi
hukum, Dengan tidak menutup kemungkinan pemilik benda yang
menyerahkan benda tersebut sebagai jaminan dalam bentuk gadai untuk
menuntut kerugian yang terjadi.
Ketentuan tersebut menegaskan kembali bahwa pemberian gadai lahir pada
saat barang atau benda yang hendak dijaminkan dalam bentuk gadai
diserahkan oleh pemilik benda, dengan pengertian dikeluarkan
penguasaanya dari pemilik benda tersebut sebagai pemberi gadai, kepada
pemegang gadai, yang dapat saja merupakan kreditor atau pihak ketiga
yang telah disepakati secara bersama oleh kreditor dan pemberi gadai.
Adanya kesepakatan dibuktikan dengan dikeluarkannya benda gadai dari
penguasaan pemilik benda tersebut.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
48
UNIVERSITAS INDONESIA
Sehubungan dengan penguasaan benda gadai oleh pemegang gadai,
ketentuan Pasal 1159 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan
lebih lanjut bahwa:
Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan
dalam gadai, maka debitor tidaklah berkuasa menuntut pengembalian
barangnya, sebelum ia telah membayar sepenuhnya, baik uang pokok
maupun bunga dan biaya utangnya, yang untuk menjamin barang
gadainya telah diberikan, beserta pula segala biaya yang telah dikeluarkan
untuk menyelamatkan barang gadainya.
Rumusan tersebut dalam Pasal 1159 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, secara tegas menyatakan bahwa penguasaan oleh
pemegang gadai tetap dipertahankan hingga dilunasinya seluruh kewajiban
debitor, kecuali pemegang gadai menyalahgunakan benda yang
digadaikan.40
Mengenai utang yang dijamin dengan gadai, seperti telah dikatakan
dimuka, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menyatakan secara
eksplisit sifat accesoir dari gadai terhadap perikatan pokok, namun
demikian dari rumusan gadai yang diberikan dalam Pasal 1150 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa sebagai suatu
bentuk jaminan, yang merupakan ikutan terhadap perjanjian pokok, maka
jelas bahwa gadai adalah juga ikatan terhadap perjanjian pokok. Rumusan
Pasal 1160 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya
menentukan:
40 Ibid., hal. 156-158
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
49
UNIVERSITAS INDONESIA
Pasal 1160
(2) Seorang waris debitor yang telah membayar bagiannya tidaklah dapat
menuntut pengembalian bagiannya dalam barang gadainya, selama
utangnya belum dibayar sepenuhnya.
Dengan demikian jelaslah bahwa selama utang pokok belum dilunasi atau
dibayar semuanya, maka gadai tidak dapat dihapus, dengan pengertian
bahwa kreditor tidak berkewajiban untuk mengembalikan barang yang
digadaikan kepada kreditor. Hal ini adalah konsekuensi logis dari ketentuan
Pasal 1160 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
menentukan:
Pasal 1160
(1) Barang gadai tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun utangnya diantara
para waris debitor atau di antara para ahli warisnya kreditor dapat
dibagi-bagi. 41
2.1.6. Hapusnya Gadai
KUHPerdata tidak mengatur secara khusus mengenai sebab-sebab
hapusnya atau berakhirnya hak gadai. Namum demikian dari bunyi
ketentuan dalam pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur mengenai
lembaga hak jaminan gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150
KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, kita dapat
mengetahui sebab-sebab yang menjadi dasar bagi hapusnya hak gadai,
yaitu:
a. Hapusnya perjanjian pokok atau perjanjian pendahuluan yang dijamin
dengan gadai, hal ini sesuai dengan sifat perjanjian pemberian haminan
yang merupakan perjanjian accesoir. Artinya, ada atau tidaknya hak
gadai itu ditentukan oleh eksistensi perjanjian pokok atau
41 Ibid., hal. 162-164
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
50
UNIVERSITAS INDONESIA
pendahuluannya yang menjadi dasar adanya perjanjian pemberian
jaminan. Ketentuan dalam Pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan
bahwa suaru perjanjian (perikatan) hapus karena alasan-alasan dibawah
ini, yaitu:
1) Pelunasan;
2) Perjumpaan utang (kompensasi);
3) Pembaharuan utang (novasi);
4) Pembebasan utang;
b. Lepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor pemegang
hak gadai, dikarenakan:
1) Terlepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor
(pemegang gadai). sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat
(3) KUHPerdata, hal ini tidak berlaku bila barang gadainya hilang
atau dicuri orang, pemegang gadai masih mempunyai hak untuk
menuntutnya kembali dan bila barang gadai dimaksud didapatnya
kembali, hak gadainya dianggap tidak pernah telah hilang;
2) Dilepaskannya benda yang digadaikan oleh pemegang gadai secara
sukarela.
3) Hapusnya benda yang digadaikan.
c. Terjadinya percampuran, dimana pemegang gadai sekaligus juga
menjadi pemilik barang yang digadaikan tersebut.
d. Terjadinya penyalahgunaan barang gadai oleh kreditor (Pasal 1159
KUHPerdata). 42
Selanjutnya ketentuan mengenai hapusnya gadai dapat ditemukan
dalam ketentuan pasal 1152 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:
42 Usman (a), Op.Cit., hal.144
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
51
UNIVERSITAS INDONESIA
Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bawa
diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan
kreditor atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh
kedua belah pihak.
Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap
dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai, ataupun yang kembali
atas kemauannya sendiri.
Hak gadai hapus, apabila barang gadainya keluar dari kekuasaan
pemegang gadai. apabila namun itu barang tersebut hilang dari tangan
pemegang gadai ini atau dicuri daripadanya, maka berhaklah ia
menuntutnya kembali, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat
kedua, sedangkan apabila barng gadai didapatnya kembali, hak gadai
dianggap tidak pernah hilang.
Hal tidak berkuasanya pemberi kuasa untuk bertindak bebas dengan
barang gadainya, tidaklah dapat dipertanggungjawabkan kepada
kreditor yang telah menerima barang tersebut dalam gadai, dengan tak
mengurangi hak yang kehilangan atau kecurian barnag itu, untuk
menuntutnya kembali.
Dari rumusan tersebut, jelas bahwa bagi benda bergerak yang
berwujud, kembalinya benda gadai ke tangan pemberi gadai
mengakibatkan hapusnya gadai. Hal kedua yang menghapuskan gadai
adalah sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 1159
KUHPerdata, yang berbunyi:
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
52
UNIVERSITAS INDONESIA
Pasal 1159
Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang
diberikan dalam gadai, maka debitor tidaklah berkuasa menuntut
pengembalian barangnya, sebelum ia telah membayar sepenuhnya,
baik uang pokok maupun bunga dan biaya utangny, yang untuk
menjamin barang gadainya.
Jika diantara debitor dan kreditor ada pula suatu utang kedua, yang
dibuatnya sesuadah saat pemberian gadai, dan dapat ditagih sebelum
pembayaran utang pertama atau pada hari pembayaran itu sendiri,
maka kreditor tidaklah diwajibkan melepaskan barnag gadai-nya
sebelum kepadanya dilunasi sepenuhnya kedua utang tersebut,
sekalipun tidak telah diperjanjikan untuk mengikatkan barang
gadainya bagi pembayaran utang keduanya.
Berdasarkan rumusan Pasal 1159 KUHPerdata dapat diketahui bahwa
gadai hapus dan haknya hapus manakala perikatan pokok telah dilunasi
sebelumnya. Ketentuan Pasal 1160 KUHPerdata dapat diketahui bahwa
gadai hapus jika utang pokok telah dilunasi semuanya. Pelunasan
sebagian utang pokok saja, yang karena pewarisan menjadi dapat
dibagi, oleh salah satu ahli waris debitor, tidak menyebabkan hapusnya
gadai.
Demikian pula pemenuhan sebagai utang kepada salah satu ahli waris
kreditor, juga tidak dapat menghapuskan gadai.
Pasal 1160
Barang gadai tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun utangnya di antara
para waris debitor atau di antara para warisnya kreditor dapat dibagi-
bagi.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
53
UNIVERSITAS INDONESIA
Seorang waris debitor yang telah membayar bagiannya, tidaklah dapat
menuntut pengembalian bagiannya dalam barnag gadainya, selama
utangnya belum dibayar sepenuhnya.
Sebaliknya seorang waris kreditor yang telah menerima bagiannya
dalam piutangnya, tidaklah diperkenankan mengembalikan barangnya
gadai bagi kerugiannya para kawan waris, yang belum dibayar.
Disamping itu, sebagai suatu bentuk perjanjian, yang wajib memenuhi
syarat objektif, yang terwujud dalam eksistensi benda yang digadaikan.
Hilangnya atau dicurinya benda gadai dari penguasaan pemegang gadai
atau pemegang gadai mengakibatkan hapusnya gadai, kecuali yang
ditentukan dalam Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata. 43
2.2. Gadai dengan Klausul Kuasa untuk Menjual Sendiri
Salah satu asas yang paling pokok dalam hukum perjanjian adalah kebebasan
berkontrak yang disebut freedom of contract principle. Asas atau prinsip ini
terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menegaskan, semua
persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Bertitik tolak dari prinsip ini, pada dasarnya para pihak bebas
membuat segala jenis persyaratan kontrak yang mereka kehendaki. Demikian
sebagaimana dinyatakan P.S. Atiyah:
… freedom in the sense that in a competition society, everyone has a choice of
persons with whom he could contract, and freedom in the sense that people
could make virtually any kind of contract on any terms they choose.
Akan tetapi, kebebasan itu ada batasnya. Tidak boleh bertentangan dengan
ketertiban umum (contrary to public policy). Perjanjian yang demikian
43 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 196-200
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
54
UNIVERSITAS INDONESIA
dinyatakan tidak efektif (contract to be declared ineffective) dan batal demi
hukum (null and void).
Pembatasan itu pun telah ditegaskan dalam Pasal 1335 KUHPerdata. Suatu
persetujuan tanpa sebab atau karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai kekuatan. Lebih lanjut pada Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan
lagi, suatu sebab adalah terlarang, apabila:
a. Dinyatakan oleh undang-undang; atau
b. Bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
Sehubungan dengan itu, dalam perjanjian gadai pada prinsipnya terdapat
kebebasan berkontrak untuk menyepakati klausul yang mengurangi resiko
(excluded clause) selama hal itu tidak bertentangan dengan ketertiban umum
yang digariskan Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUHPerdata.
Bahkan ada yang memperluas pembatasan prinsip kebebasan berkontrak, yaitu
tidak hanya bertentangan dengan ketertiban umum, tetapi meliputi syarat-syarat
perjanjian yang tidak adil (unfair control terms) maupun perjanjian yang
mengandung ketidaksetaraan kekuatan tawar (inequality of bargaining power).
Dengan demikian, apakah boleh disepakati klausul dalam perjanjian gadai yang
berisi penegasan, kreditor (Pemegang Gadai) diberi kuasa oleh debitor (Pemberi
Gadai) untuk menjual sendiri objek gadai apabila debitor wanprestasi? untuk
menjawab pertanyaan itu, harus diperhatikan ketetuan Pasal 1155 KUHPerdata.
Menurut pasal ini, cara pemenuhan pembayaran utang termasuk bunga dan biaya
apabila debitor (Pemberi Gadai) wanprestasi adalah
a. Apabila objek gadai berbentuk barang, kreditor menyuruh menjual barang
gadai dimuka umum menurut kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat
yang lazim berlaku;
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
55
UNIVERSITAS INDONESIA
b. Jika objek gadai terdiri atas barang perdagangan atau efek (saham) yang
dapat diperdagangkan di pasar atau bursa efek, penjualannya dapat dilakukan
di tempat-tempat tersebut, asal dengan perantaraan dua orang makelar yang
ahli dalam perdagangan barang-barang itu.
Timbul permasalahan, apakah cara penjualan objek barang gadai yang disebut
dalam Pasal 1155 KUHPerdata itu bersifat imperatif atau tidak? Pada umumnya
dipedomani pendapat yang dikemukan bahwa pada dasarnya undang-undang
dalam hal ini Pasal 1155 KUHPerdata memberi wewenang kepada pemegang
gadai untuk menjual barang gadai atas kuasa sendiri (eigenmachtige verkoop)
apabila debitor melakukan wanprestasi. dari hasil penjualan itu, kreditor berhak
mengambil pelunasan utang pokok, bunga, dan biaya-biaya yang timbul.
Memang benar kalimat pertama Pasal 1155 KUHPerdata memberi hak kepada
para pihak untuk menjanjikan pengaturan cara menguangkan barang yang
digadaikan apabila debitor wanprestasi, namun demikian tidak dibenarkan
pemberian wewenang untuk mengambil pelunasan dengan cara penjualan
dibawah tangan. Tentang hal ini, masih dipedomani keputusan hoge raad (1
April 1927) yang menentukan:
Tidak dibenarkan pemberian wewenang untuk mengambil pelunasan dengan
penjualan di bawah tangna, tetapi yang dibolehkan ialah menentukan bahwa si
pemegang gadai hanya akan dapat menempuh cara bertindak sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1155 KUHPerdata.44
Pasal 1154 KUHPerdata berbunyi “jika yang berutang atau pemberi gadai tidak
memenuhi kewajibannya, maka yang berpiutang tidak diperkenankan memliki
barang yang digadaikan. Semua janji yang bertentangan dengan ketentuan ini
adalah batal. Jadi Pasal 1154 KUHPerdata melarang bahwa dalam perjanjian
44 Harahap, Op.Cit., hal. 220-223
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
56
UNIVERSITAS INDONESIA
gadai dicantumkan jika debitor / pemberi gadai cidera janji, kreditor secara
otomatis/ langsung menjadi pemilik benda yang digadaikan itu.
Namun, kreditor tidak dilarang untuk membeli benda yang digadaikan, asal
memlalui prosedur eksekusi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, misalnya baca Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata.
Tentang hubungan ketentuan Pasal 1154 KUHPerdata dengan surat kuasa yang
tidak dapat dicambut kembali yang diberikan oleh Debitor/ pemberi gadai
kepada kreditor/pemegang gadai, untuk menjual benda yang digadaikan dengan
cara apapun dan dengan harga berapapun, telah dikaji oleh Lembaga Kajian
Hukum Perdata Fakultas Universitas Indonesia (selanjutnya disebut “LKHP”).
LKHP menguraikan pendapatnya yang pada pokoknya menyatakan bahwa
naskah surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney yang isinya,
debitor/ pemberi gadai memberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada
kreditor/pemegang gadai untuk menjual saham yang digadaikan, dengan cara
dan harga yang ditentukan oleh kreditor pemegang gadai sendiri, pada dasarnya
tidak dengan sendirinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditor
pemegang gadai sebagaimana dilarang oleh Pasal 1154 KUHPerdata. Akan
tetapi seharusnya surat kuasa tersebut tidak dibuat sebelum debitor/pemberi
gadai melakukan wanprestasi, tetapi seharusnya dibuat setelah debitor/ pemberi
gadai melakukan wanprestasi. Menurut NLRP, surat kuasa yang tidak dapat
ditarik kembali tersebut, tidak mengakibatkan kreditor/pemegang gadai secara
otomatis menjadi pemilik benda yang digadaikan sehingga surat kuasa itu tidak
melanggar Pasal 1154 KUHPerdata. Tetapi perlu diperhatikan juga bahwa pada
waktu mempergunakan surat kuasa tersebut, kreditor/ pemegang gadai tidak
boleh melanggar prosedur eksekusi sebagaimana diatur, antara lain dalam Pasal
1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata. Untuk mendapatkan “Private Sale” suatu
barang gadai, kreditor/pemegang gadai harus terlebih dahulu mengajukan
permohonan kepada hakim untuk memperoleh izin menjual barang gadai itu
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
57
UNIVERSITAS INDONESIA
tanpa melalui lelang, sebagaimana dimkasud dalam Pasal 1156 KUHPerdata.
Jadi tidak cukup hanya dengan menggunakan surat kuasa yang tidak dapat
ditarik kembali sebagaimana dimaksud diatas. 45
2.3. Pemberitahuan
2.3.1. Perpanjangan Jangka Waktu Gadai
Pasal 1153 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut:
“Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali
surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan
pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada siapa hak yang
digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal
pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat
diminta suatu bukti tertulis.”
Dalam Pasal 1153 KUHPerdata, yang dimaksud dengan “orang terhadap
siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan” adalah perseroan
yang mengeluarkan saham yang digadaikan. Jadi berdasarkan Pasal
1153 KUHPerdata, jika debitor belum melunasi utangnya kepada
kreditor, tetapi gadai saham yang diberikan oleh pemberi gadai sudah
berakhir, maka jika debitor/pemberi gadai beritikad baik, debitor
tersebut harus memperpanjang berlakunya perjanjian gadai, dan
perpanjangan berlakunya gadai tersebut juga harus diberitahukan secara
tertulis oleh debitor/pemberi gadai dan/atau kreditor/pemegang gadai
kepada perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan tersebut.
Dalam hal ini, dapat saja terjadi bahwa perseroan minta bukti tertulis
tentang perpanjangan perjanjian gadai ini, dan jika debitor mau bekerja
sama dengan cara menegaskan secara tertulis bahwa benar utangnya
45 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 7-8
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
58
UNIVERSITAS INDONESIA
belum lunas, maka gadai diperpanjang. Jika pemberi gadai tidak
beritikad baik dan tidak setuju memberi konfirmasi bahwa gadai saham
itu diperpanjang berlakunya, maka pihak kreditor menghadapi soal
pelik.
Kalau perseroan menerima pemberitahuan perpanjangan gadai saham
dari kreditor/pemegang gadai, dan kemudian debitor membantah/
menolak perpanjangan gadai saham itu, menurut Nasional Legal Reform
Program dalam bukunya “Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai
Saham”, perseroan kemungkinan besar tidak dapat/tidak mau
mencatatkan perpanjangan gadai saham. Dalam hal ini kreditor dapat
kehilangan jaminan berupa gadai saham.
Jadi pada pokoknya, dalam pembuatan perjanjian gadai saham harus
dihindari kemungkinan berakhirnya gadai saham sebelum utang debitor
dibayar lunas. Perpanjangan perjanjian gadai saham tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan anggaran dasar perseroan yang
mengeluarkan saham yang digadaikan itu, dan selanjutnya harus dicatat
dalam DPS perseroan dan/atau daftar khusus perseroan yang
bersangkutan (Pasal 60 UUPT 2007).
Dalam anggaran dasar perseroan, kadang-kadang terdapat faktor yang
dapat menghambat penjualan saham yang digadaikan. Misalnya,
menurut Pasal 57 ayat (1) UUPT 2007, dalam anggaran dasar dapat
diatur persyaratan pemindahan ha katas saham, yaitu:
a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham
lainnya, dan
b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ
perseroan.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
59
UNIVERSITAS INDONESIA
Seandainya terdapat persyaratan seperti dimaksud dalam Pasal 57 ayat
(1) UUPT 2007, dalam anggaran perseroan yang sahamnya digadaikan,
dan kreditor serta pemberi gadai ingin membuat perjanjian gadai, maka
dalam perjanjian gadai saham, kreditor harus mensyaratkan supaya para
pemegang saham lainnya secara tertulis dengan tegas melepaskan hak
untuk membeli saham yang akan digadaikan itu dan mereka setuju jika
debitor/pemberi gadai cidera janji, pemegang gadai dapat melakukan
penjualan saham yang digadaikan tanpa perlu menawarkan terlebih
dahulu kepada pemegang saham lainnya. Pada praktiknya, dalam
perjanjian gadai kreditor juga mensyaratkan adanya persetujuan tertulis
semua anggota organ perseroan yang persetujuannya disyaratkan oleh
anggaran dasar perseroan, untuk memberi persetujuan kepada pemegang
gadai untuk menjual saham yang digadaikan dan selama utang debitor
belum terbayar lunas, keanggotan organ yang bersangkutan tidak dapat
diubah tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu kreditor/pemegang
gadai.46
LKPH sendiri mengemukakan pendapatnya bahwa sesuai dengan sifat
gadai yang accesoir, selama utang yang dijamin dengan gadai saham
belum dilunasi, untuk memperpanjang gadai saham tidak diperlukan
persetujuan debitor/pemberi gadai, tetapi cukup melalui pemberitahuan
oleh kreditor/pemegang gadai saham kepada debitor/pemberi gadai
saham. 47
2.3.2. Penjualan Barang Gadai
Kewajiban kreditor memberitahukan penjualan barang gadai kepada
debitor, diatur dalam Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata:
46 Ibid., hal. 15-16 47 Ibid., hal. 14
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
60
UNIVERSITAS INDONESIA
1) Pemberitahuan wajib dilakukan kreditor, sehingga sifatnya
imperative;
2) Pemberitahuan selambat-lambatnya pada hari berikutnya dari
tanggal penjualan;
3) Bentuk pemberitahuan:
1) Dengan telegram ; atau
2) Dengan pos atau surat tercatat;
4) Tidak memberitahu atau lalai memberitahu kepada dalam jangka
waktu uang ditentukan Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata:
1) Kreditor dikualifikasi melakukan perbuatan melawan hukum
(PMH);
2) Dengan demikian, cukup alasan bagi debitor menuntut ganti rugi
berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata kepada kreditor (Pemegang
Gadai). 48
2.4. Eksekusi Gadai
2.4.1. Timbulnya Hak Pemegang Gadai Melakukan Eksekusi
Mengenai dasar alasan Pemegang Gadai melakukan eksekusi, diatur
dalam Pasal 1155 KUHPerdata:
a. Debitor cedera janji melaksanakan kewajibannya dalam tenggang
waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau
b. Apabila tenggang waktu pemenuhan kewajiban tidak ditentukan dalam
perjanjian, debitor dianggap melakukan cidera janji memenuhi
kewajiban setelah ada peringatan untuk membayar.
Demikian pedoman menentukan cidera janji yang diatur dalam Pasal
1155 KUHPerdata. Apabila ketentuan ini terpenuhi, barulah timbul hak
Pemegang Gadai melakukan eksekusi. 49
48 Harahap, Op.Cit., hal. 220
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
61
UNIVERSITAS INDONESIA
Dalam hukum perjanjian, kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam
perjanjian menyangkut dua janji, yaitu melakukan sesuatu atau
menyerahkan sesuatu. Janji yang terlaksana adalah dilakukannya sesuatu
atau diserahkan sesuatu yang disebut sebagai “prestasi”. Dalam konteks
perjanjian kredit, “prestasi kreditor adalah menyerahkan dana pinjaman,
sementara “prestasi” debitor adalah menyerahkan jaminan, melaksanakan
pembayaran bunga, dan mengembalikan dana pinjaman secara tepat
waktu. Wanprestasi adalah suatu keadaan bilamana salah satu pihak tidak
dapat memenuhi prestasinya. 50
Seorang debitor dikatakan lalai, apabila ia
tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhi kewajibannya
atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan. Hal
kelalaian atau wanprestasi pada pihak si berhutang ini harus dinyatakan
dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan si berhutang itu,
bahwa si berpiutang menghendaki pembayaran seketika atau dalam
jangka waktu yang pendek. Pokok hutangnya itu harus ditagih dahulu.
Peringatan tidak perlu, jika si berhutang pada suatu ketika sudah dengan
sendirinya dianggap lalai, misalnya dalam hal perjanjian untuk membikin
pakaian mempelai, tetapi pada hari perkawinan pakaian itu ternyata
belum selesai. Dalam hal ini meskipun prestasi itu dilakukan oleh si
berhutang, tetapi karena tidak menurut perjanjian, maka prestasi yang
dilakukan itu dengan sendirinya dapat dianggap suatu kelalaian.
Adakalanya, dalam kontrak itu sendiri sudah ditetapkan, kapan atau
dalam hal-hal mana si berhutang dapat dianggap lalai. Di sini tidak
diperlukan suatu sommatie atau peringatan. 51
Bilamana salah satu pihak
wanprestasi, Pasal 1267 KUHPerdata mengatur tindakan pihak yang
dirugikan dengan wanprestasinya pihak lain, yakni “Pihak yang merasa
49 Ibid., hal. 218 50 Sunu Widi Purwoko, Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan, (Jakarta: Nine Seasons, 2011), hal.120-121 51 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), hal.147
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
62
UNIVERSITAS INDONESIA
perjanjian tidak dipenuhi, boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih
dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lainnya untuk memenuhi
perjanjian, ataukan ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai
biaya, rugi dan bunga.” 52
Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, si berpiutang
adalah berhak, jika si berutang atau si pemberi gadai cedera janji, setelah
tenggang waktu yang ditentukan lampau atau jika tidak telah ditentukan
suatu, menjual benda gadai. Yang dimaksud hak melakukan parate
eksekusi, yaitu wewenang yang diberikan kepada kreditor untuk
mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitor, tanpa memiliki
eksekutoriale titel. Pemegang gadai ini tidak lahir dari perjanjian yang
secara tegas dinyatakan para pihak, tetapi terjadi demi hukum, kecuali
kalau diperjanjikan lain. Untuk melakukan penjualan ini, pemegang gadai
harus terlebih dahulu memberikan peringatan (sommatie) kepada pemberi
gadai supaya utangnya dibayar. Penjualan harus dilakukan di depan
umum, menurut kebiasaan setempat serta atas syarat yang lazim berlaku
(pasal 1150 ayat 1 KUHPerdata). Ketentuan ini bersifat memaksa, karena
berhubungan dengan ketertiban umum. Setelah penjualan dilakukan,
pemegang gadai memberikan pertanggungjawaban tentang hasil
penjualan itu kepada pemberi gadai. 53
2.4.2. Tata Cara Eksekusi
Memperhatikan ketentuan Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata,
pelaksanaan eksekusi atas barang gadai, telah ditentukan secara limitatif
dan imperatif dengan cara dan bentuk tertentu.
a. Menjual Barang Gadai di Muka Umum
52 Purwoko, Op.Cit., hal.126-127
53 Badrulzaman, Op.Cit., hal 168
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
63
UNIVERSITAS INDONESIA
Cara ini merupakan ketentuan dasar atas eksekusi barang gadai:
1) Penjualan di muka umum
2) Cara penjualan, menurut kebiasaan setempat,
3) Sesuai dengan syarat-syarat yang lazim berlaku,
4) Dari hasil penjualan, kreditor mengambil pelunasan meliputi:
a) Jumlah utang pokok,
b) Bunga, dan
c) Biaya yang timbul dari penjualan
Memang benar Pasal 1155 KUHPerdata, secara ipso jure,
memberi parate executie dengan “Hak Menjual atas Kuasa
Sendiri” (rechts vam eigenmachtige verkoop, the right to sale)
objek barang gadai kepada pemegang gadai (kreditor, tanpa hal
itu diperjanjikan dalam perjanjian gadai), namun Pasal 1155 ayat
(1) KUHPerdata mengatur prinsip-prinsip pokok:
5) Penjualan barang gadai harus atau mesti dilakukan di muka umum
melalui penjualan lelang (executoriale verkoop) atau the right to
sale under execution:
6) Ketentuan pokok penjualan barang gadai di muka umum bersifat
“mandat memaksa” (imperatief mandaat) atau mandatory
instruction yang diberikan undang-undang kepada pemegang
gadai/kreditor dalam kedudukan eigenmachtige verkoop
berdasarkan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata. 54
Hak kreditor/ pemegang gadai untuk melelang benda yang digadaikan
atas kekuasaan sendiri (“parate executie”) terjadi demi hukum, yaitu
berdasarkan Undang-Undang dan tidak karena diperjanjikan oleh/
antara kreditor, debitor dan pemberi gadai. Disinilah letak perbedaan
54 Harahap, Op.Cit., hal. 219
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
64
UNIVERSITAS INDONESIA
antara gadai di satu pihak, dan hipotik serta hak tanggungan di pihak
lain. Pasal 1178 kalimat kedua KUHPerdata dan Pasal 11 ayat (2)
huruf e Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan,
pada pokoknya mengatur bahwa dalam Akta Pemberian Hipotik/Hak
Tanggungan dapat diperjanjikan bahwa pemegang Hipotik/Hak
Tanggungan pertama diberi hak untuk menjual atas kewenangannya
sendiri objek agunan, jika debitor/pemberi hipotik/hak tanggungan
cidera janji (beding van eigenmachtig verkoop). Jadi “parate
executie” pada hipotik dan hak tanggungan tidak terjadi demi hukum,
tetapi harus dengan tegas diperjanjikan antara debitor/pemberi agunan
dan pemegang hipotik/hak tanggungan yang pertama.
Menurut Pasal 1155 KUHPerdata, penjualan barang yang digadaikan
dengan “parate executie” harus dilakukan dengan cara lelang. Jika
pemberi gadai dan kreditor menginginkan penjualan dengan cara di
bawah tangan (private sale), harus ditempuh cara yang diatur dalam
Pasal 1156 KUHPerdata. Kreditor/pemegang gadai dapat
melaksanakan eksekusi atas kewenangan sendiri tanpa perantaraan
hakim yang biasanya disebut “parate executie”, dengan cara
melelang barang yang digadaikan itu dengan perantaraan kantor
lelang. Di dalam pedoman teknis administrasi dan teknis peradilan
perdata umum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia, ditentukan tentang cara lelang antara lain sebagai berikut:
1) Pengumuman lelang harus dilakukan di harian yang terbit di kota
atau kota yang berdekatan dengan tempat objek lelang terletak.
2) Lelang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
40/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang dan S.1908 Nomor 189 jo. S.1941 Nomor 3,
antara lain diatur cara penyerahan surat penawaran yang harus
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
65
UNIVERSITAS INDONESIA
ditulis dalam bahasa Indonesia dan harus ditandatangani oleh
penawar. Kemudian surat penawaran setelah memenuhi syarat,
disahkan pejabat kantor lelang.
3) Penawar tidak boleh mengajukan surat penawaran lebih dari satu
kali untuk suatu barang yang sama.
4) Untuk dapat ikut serta dalam pelelangan, para penawar
diwajibkan menyetor uang jaminan yang jumlahnya ditetapkan
oleh pejabat lelang, dan uang jaminan tersebut akan
diperhitungkan dengan harga pembelian jika penawar
bersangkutan ditunjuk sebagai pembeli.
5) Pembeli tidak boleh menguasai barang yang telah dibelinya
sebelum uang pembelian dilunasi sesuai dengan akta pemindahan
hak atas barang yang digadaikan.
Selanjutnya akta pemindahan hak atas saham atau salinannya
disampaikan kepada perseroan yang mengeluarkan saham
berkaitan, dan Direksi perseroan wajib mencatat pemindahan hak
atas saham tersebut dalam DPS/daftar khusus dan
memberitahukan perubahan susunan pemegang saham itu kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak pencatatan pemindahan hak untuk dicatat dalam
Daftar Perseroan Terbatas (Pasal 57 UUPT 2007). 55
Bertalian dengan hak parate eksekusi pemegang gadai, ketentuan
dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata menyatakan:
Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si
berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai
bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau,
55 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 10-11
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
66
UNIVERSITAS INDONESIA
atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah
dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual
barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan
setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud
untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan
biaya dari pendapatan penjualan tersebut.
Pasal di atas menunjukkan kepada kita, bahwa ketentuan Pasal 1155
KUHPerdata merupakan ketentuan yang bersifat menambah
(aanvulledrechts), karena para pihak bebas menetapkan lain. Dalam
hal para pihak tidak menyimpang dari ketentuan tersebut, barulah
Pasal 1155 KUHPerdata berlaku.
Dari ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, pembentuk undang-
undang memberikan wewenang kepada kreditor pemegang gadai
untuk melakukan penjualan kebendaan gadai yang diserahkan
kepadanya dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi) di depan
umum (melalui pelelangan umum) menurut kebiasaan-kebiasaan
setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, bila debitor
pemberi gadai wanprestasi atau tidak menepati janji dan kewajiban-
kewajibannya, guna mengambil pelunasan jumlah piutangnya dari
pendapat penjualan kebendaan yang digadaikan tersebut. Dengan
demikian, hak parate eksekusi atas barang gadai ini akan berlaku bila
debitor pemberi gadai benar-benar telah wanprestasi setelah diberikan
peringatan untuk segera membayar atau melunasi utangnya.
Parate eksekusi merupakan wewenang yang diberikan kepada
kreditor untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitor
tanpa memiliki eksekutoriale titel. Perlu diperhatikan, bahwa
wewenang parate eksekusi atas barang gadai oleh kreditor pemegang
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
67
UNIVERSITAS INDONESIA
gadai terjadi dengan sendirinya demi hukum, tidak harus
diperjanjikan sebelumnya. Parate eksekusi dalam gadai terjadi karena
undang-undang, sehingga di antara debitor dan kreditor tidak
diharuskan untuk memperjanjikannya, namun boleh-boleh saja, untuk
mempertegas adanya wewenang parate eksekusi atas barang gadai
tersebut diperjanjikan pula dalam pemberian gadainya. 56
Kapan debitor wanprestasi, bergantung dari perikatannya. Kalau
perikatannya memakai waktu sebagai batas akhir (verval termijn),
sejak saat lewatnya waktu yang dicantumkan debitor wanprestasi.
Dalam hal tidak ditetapkan suatu tenggang waktu tertentu, tagihan
pada asasnya bisa dibuat matang untuk ditagih dengan men-sommeer
debitor yang bersangkutan. Dalam praktiknya, sekalipun di dalam
perjanjian utang piutangnya disebutkan suatu waktu tertentu, masih
juga ditambahkan klausul yang mengatakan bahwa dengan lewatnya
jangka waktu yang sudah ditetapkan, maka debitor sudah dianggap
wanprestasi, tanpa diperlukan lagi adanya teguran/peringatan melalui
eksploit juru sita atau surat lain semacam itu.
Penjualan barang gadai oleh kreditor pemegang gadai berdasarkan
parate eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 1155 ayat (1)
KUHPerdata, kepada kreditor pemegang gadai diberikan kewenangan
untuk menjual sendiri barang gadai tanpa titel eksekutoriale, sehingga
tidak memerlukan bantuan atau perantaraan pengadilan. Inilah yang
dinamakan dengan parate eksekusi.
Pemegang gadai berdasarkan parate eksekusi menjual barang gadai,
seakan-akan seperti menjual barangnya sendiri. Pemegang gadai
56 Usman (a), Op.Cit., hal.136
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
68
UNIVERSITAS INDONESIA
dengan hak tersebut mempunyai sarana pengambilan pelunasan yang
dipermudah, disederhanakan. 57
b. Terhadap Barang Perdagangan atau Efek Dapat Dijual di Pasar atau di
Bursa
Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata, mengatur kebolehan penjualan
eksekusi atas barang perdagangan atau efek menyimpang dari aturan
pokok penjualan di muka umum;
1) Penjualan barang-barang perdagangan, dapat dilakukan di pasar
(market) tempat di mana barang-barang sejenis itu
diperdagangkan;
2) Penjualan efek yang dapat diperdagangkan di bursa; dapat
dilakukan penjualannya di bursa;
3) Syarat syahnya penjualan; harus dilakukan dengan perantaraan
dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang
tersebut.
Seperti yang disinggung diatas, kebolehan menjual barang gadai atas
barang perdagangan dan saham di pasar atau di bursa:
1) Merupakan pengecualian dari Patokan pokok yakni penjualan di
muka umum, dan
2) Pengecualian itu pun hanya terbatas pada jenis barang
perdagangan dan saham.58
Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata mengatur secara khusus mengenai
cara eksekusi barang gadai yang terdiri atas barang-barang
perdagangan dan surat-surat berharga yang diperjualbelikan di pasar
57 Satrio, Op.Cit., hal.136 58 Harahap, Op.Cit., hal 219
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
69
UNIVERSITAS INDONESIA
modal, yaitu penjualannya dilakukan di pasar atau di bursa efek di
tempat kreditor pemegang gadainya bertempat tinggal dengan
bantuan perantaraan 2(dua) orang makelar yang memang ahli dalam
perdagangan barang-barang tersebut.
Sekalipun pemegang gadai bukan pemilik benda jaminan (surat-surat
berharga) tetapi dalam penjualannya di bursa efek, ia lah yang
menyerahkan hak milik atas benda-benda jaminan tersebut
berdasarkan hak kebendaan yang dipunyainya kepada pembeli. Hal
ini janggal. Bukan pemilik yang menyerahkan hak milik suatu benda
kepada pembeli dan orang tersbeut (pemegang gadai) melakukannya
tanpa kuasa dari pemilik, sedang undang-undang hanya menyatakan
bahwa ia diberikan hak untuk menjual tanpa disinggung mengenai
kewenangan untuk menyerahkan atau mengoperkan hak milik atas
barang tersebut. 59
c. Penjualan Menurut Cara yang Ditentukan Hakim
Cara eksekusi ini diatur dalam Pasal 1156 KUHPerdata yang
mengatakan, apabila Pemberi Gadai atau debitor melakukan cidera
janji:
1) Kreditor dapat menuntut (meminta) kepada hakim supaya barang
gadai dijual menurut cara yang ditentukan hakim; atau
2) Agar hakim mengizinkan supaya barang gadai tetap berada di
tangan kreditor untuk menutup suatu jumlah yang akan ditentukan
hakim dalam putusan sampai meliputi utang pokok, bunga , dan
biaya.
Cara penjualan eksekusi barang gadai menurut cara yang ditentukan
hakim yang digariskan Pasal 1156 KUHPerdata ini pun merupakan 59 Usman (a), Op.Cit., hal 140
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
70
UNIVERSITAS INDONESIA
kebolehan penyimpangan dari ketentuan pokok penjualan lelang di
muka umum yang disebut Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata. Dengan
demikian, sekiranya pemegang gadai/kreditor menghendaki tidak
menempuh ketentuan pokok penjualan barang gadai di muka umum,
atau juga tidak ingin menjual barang gadai di pasar atau di bursa efek,
Pasal 1156 KUHPerdata, memberi hak kepada pemegang
gadai/kreditor mengajukan tuntutan ke pengadilan agar
hakim/pengadilan menjatuhkan putusan penjualan barang gadai
menurut cara yang ditentukan hakim/pengadilan. 60
Kalimat pertama Pasal 1156 KUHPerdata menentukan bahwa dalam
segala hal, jika debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor dapat
menuntut di hadapan pengadilan (in rechten vorderen) agar
1) Benda yang digadaikan dapat dijual menurut cara yang ditentukan
oleh hakim untuk dapat melunasi utang debitor beserta bunga dan
biaya, atau
2) Atas tuntutan kreditor, hakim dapat mengabulkan permohonan
kreditor agar barang yang digadaikan tetap berada pada kreditor,
untuk suatu jumlah yang ditetapkan oleh hakim dalam putusannya
sampai sejumlah utang debitor beserta bunga dan biaya.
Tentang penjualan benda yang digadaikan, kreditor wajib
memberitahukan debitor/pemberi gadai selambatnya pada hari
berikutnya jika ada hubungan pas harian atau telegraf, atau jika tidak,
dengan pos yang berangkat pertama.
Proses di pengadilan yang ditempuh sesuai dengan Pasal 1156
KUHPerdata harus dilakukan dengan cara mengajukan permohonan.
60 Harahap, Op.Cit., hal 219
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
71
UNIVERSITAS INDONESIA
Walaupun diajukan dengan cara mengajukan permohonan (bukan
dengan mengajukan gugatan), karena terdapat kepentingan debitor
dan pemberi gadai, debitor dan pemberi gadai sebagai pihak yang
berkepentingan harus didengar oleh hakim dalam persidangan.
Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata dengan cara mengajukan
permohonan kepada hakim, kreditor/ pemegang gadai dapat mohon
supaya hakim menetapkan bahwa eksekusi gadai dapat dilakukan
melalui penjualan di bawah tangan (private sale), dengan syarat dan
ketentuan yang ditetapkan hakim dengan adil sehingga kreditor tidak
dapat menentukan harga dengan semena-mena, atau hakim juga dapat
menetapkan bahwa benda yang digadaikan itu diperbolehkan tetap
dipegang pemegang gadai, dengan membeli sendiri benda yang
digadaikan itu, dengan harga yang ditetapkan oleh hakim. Jadi
meskipun antara pemberi gadai dan pemegang gadai sudah ada
persetujuan tentang penjualan gadai tidak dengan lelang (private),
penjualan tidak dengan lelang hanya dapat dilakukan setelah ada
penetapan hakim (Pasal 1156 KUHPerdata). 61
Eksekusi gadai dapat ditemukan dalam 2 Pasal, yaitu dalam Pasal
1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:
Pasal 1155
Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka kreditor
adalah berhak jika debitor atau pemberi gadai cedera janji, setelah
tenggang waktu uang ditentukan lampau, atau jika tidak telah
ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suaut
peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di
61 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 12-13
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
72
UNIVERSITAS INDONESIA
muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas
syarat-syarat yang lazim berlak, dengan maksud untuk mengambil
pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari
pendapatan penjualan tersebut.
Jika barang gadainya itu terdiri atas barang-barang perdagangan
atau efek-efek yang dapat diperdagangkan di pasar atau di bursa,
maka penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut, asal
dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam
perdagangan barang-barang itu.
Pasal 1156
Bagaimanapun apabila debitor atau pemberi gadai cedera janji,
kreditor dapat menuntut di muka hakim supaya barang gadainya
dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi
utang beserta bunga dan biaya, ataupun hakim, atas tuntutan
kreditor, dapat mengabulkan bahwa barang gadainya akan tetap
pada kreditor untuk suatu jumlah jumlah yang akan ditetapkan dalam
putusan hingga sebesar utangnya beserta bunga dan biaya.
Tentang hal penjualan barang gadai dalam hal-hal termaksud dalam
pasal ini dan dalam pasal yang lalu, kreditor diwajibkan memberi
tahu pemberi gadai, selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya
apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu
perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian halnya dengan pos
yang berangkat pertama.
Pemberitahuan dengan telegraf atau dengan surat tercatat berlaku
sebagai suatu pemberitahuan yang sah.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
73
UNIVERSITAS INDONESIA
kedua ketentuan yang diatur dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156
KUHPerdata mengatur mengenai eksekusi gadai. Dalam ketentuan
Pasal 1155 KUHPerdata, kreditor diberikan hak untuk menyuruh jual
benda gadai manakala debitor cidera janji. Dalam hal yang demikian,
maka sebelum kreditor menyuruh jual benda yang digadaikan, maka
ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya
tersebut kepada debitor atau pemberi gadai. pemberitahuan tersebut
akan berlaku sah manakala dalam perjanjian pokok dan perjanjian
gadainya telah ditentukan suatu jangka waktu, dan jangka waktu
tersebut telah lampau sedangkan debitor sendiri telah tidak memenuhi
kewajibannya tersebut.
Agak berbeda dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1155
KUHPerdata yang memungkinkan kreditor untuk menyuruh menjual
sendiri benda yang digadaikan dan mengambil pelunasan atas seluruh
utang, bunga, dan biaya yang menjadi haknya, ketentuan Pasal 1156
KUHPerdata memberikan mekanisme penjualan benda gadai
berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam hal yang terakhir ini,
setelah suatu penjualan dilakukan oleh kreditor berdasarkan perintah
pengadilan, maka kreditor berkewajiban untuk segera
memberitahukannya kepada pemberi gadai, yang menurut ketentuan
Pasal 1156 KUHPerdata, dilakukan pada hari yang berikutnya apabila
ada perhubungan pos harian ataupun suatu suatu perhubungan
telegraf, atau jika tidak demikian halnya dengan pos yang berangkat
pertama.62
Kedudukan pemegang gadai sebagai secured creditor berbeda dengan
unsecured creditor. Sebagai unsecured creditor, sebelum
62 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 196-200
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
74
UNIVERSITAS INDONESIA
mengeksekusi benda-benda milik debitor, ia harus mengajukan
gugatan terhadap debitor ke pengadilan. Unsecured creditor yang
menang dalam gugatan tersebut kemudian dapat meminta Ketua
Pengadilan Negeri untuk mengeluarkan surat penetapan eksekusi. Di
pihak lain, Undang-Undang mempermudah secured creditor untuk
mengeksekusi hak-haknya. Sebagai contoh bagi pemegang hipotek,
berdasarkan Pasal 224 HIR dapat mengeksekusi tanpa harus memiliki
putusan pengadilan yang menghukum debitor untuk membayar
hutang tersebut. Dalam hal ini, pemegang hipotek tidak perlu
mengajukan perkaranya ke pengadilan sebagai penggugat dan
menggugat debitor sebagai tergugat. Pemegang hipotek hanya perlu
mengajukan permohonan agar pengadilan mengeluarkan penetapan
eksekusi dan selanjutnya melakukan penjualan melalui lelang. Lebih
lanjut, berdasarkan Pasal 1178 KUHPerdata, pemegang hipotek dapat
membuat perjanjian dengan debitor untuk melakukan penjualan di
depan umum atau lelang tanpa perintah pengadilan. Prosedur yang
sama dapat dilihat dalam Pasal 20 UU Hak Tanggungan bahwa
pemegang hak tanggungan cukup dengan mengajukan permohonan
ke pengadilan untuk mengeluarkan penetapan eksekusi atau sebagai
alternative lain, berdasarkan perjanjian antara pemberi dan pemegang
hak tanggungan dimungkinkan untuk melakukan penjualan di muka
umum atau lelang tanpa perintah/penetapan pengadilan. lebih lanjut
eksekusi dari hak tanggungan dapat dilakukan dengan penjualan
tertutup selama didasarkan pada perjanjian antara pemberi dan
pemegang hak tanggungan untuk memperoleh harga terbaik.
Selanjutnya, Pasal 29 UU Fiducia juga mempermudah prosedur
eksekusi. Kreditor pemegang fiducia dapat mengeksekusi benda yang
dijaminkan hanya dengan mengajukan permohonan meminta
pengadilan untuk mengeluarkan penetapan eksekusi dan untuk
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
75
UNIVERSITAS INDONESIA
melakukan penjualan di muka umum melalui lelang. Pemegang
fiducia juga dapat membuat perjanjian dengan debitor untuk
mengeksekusi benda yang dijaminkan melalui lelang tanpa penetapan
pengadilan. Selain itu, pemegang fiducia juga dimungkinkan untuk
melakukan penjualan tertutup atas benda yang dijaminkan untuk
mendapatkan harga terbaik. 63
Walaupun Pasal 1155 KUHPerdata merupakan pasal yang bersifat
mengatur dan para pihak diberikan kebebasan untuk memperjanjikan
lain, tetapi memperjanjikan cara penjualan yang lain daripada
penjualan di muka umum tidak diperkenankan, yaitu memperjanjikan
seperti pada waktu perjanjian jaminan diberikan. Pembuat undang-
undang membuat kekhawatiran akan kemungkinan timbulnya
kerugian yang terlalu besar bagi debitor melalui persekongkolan
antara penjual dengan calon pembelinya. Namun setelah debitor
wanprestasi, para pihak dapat mengadakan persetujuan untuk menjual
benda jaminan di bawah tangan.
Di dalam praktik kita sering melihat perjanjian gadai yang
mengandung klausul penjualan, baik di muka umum maupun di
bawah tangan. Adanya janji seperti itu sebenarnya tidak dimaksudkan
untuk digunakan oleh kreditor secara semena-mena, tetapi mengingat
bahwa sering kali penjualan di bawah tangan memberikan hasil yang
lebih baik dan ini menguntungkan kedua belah pihak. Biasanya dalam
penjualan di bawah tangan, kreditor pemegang gadai minta
persetujuan dari pemberi gadai. Di samping itu, untuk benda-benda
gadai yang mempunyai nilai yang kecil saja, sungguh tidak praktis
dan efisien untuk melaksanakan penjualan melalui juru lelang. Tidak
63 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 40
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
76
UNIVERSITAS INDONESIA
tertutup kemungkinan, bahwa hasil penjualan bisa lebih kecil dari
biaya lelang.
Adanya janji untuk menjual di bawah tangan tidak perlu harus
menjadikan klausul demikian batal demi hukum, tetapi paling-paling
dapat dibatalkan. Kita lihat dahulu, apakah ada dasar yang patut
untuk mencantumkan klausul seperti itu. kalau tidak ada tuntutan dari
pemberi gadai, maka boleh dianggap perlindungan juga tidak
dibutuhkan.
Dari kata-kata dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, yang antara
lain menyatakan bahwa “apabila oleh para pihak tidak telah
diperjanjikan lain, maka ..”, para pihak dapat menyampingkan hak
kreditor pemegang gadai untuk menjual sendiri barang gadai
berdasarkan parate eksekusi. Apabila hal ini yang terjadi dan debitor
pemberi gadai wanprestasi, hak kreditor pemegang gadai untuk
menjual barang gadai dilaksanakan melalui gugatan perdata di muka
pengadilan, terkecuali kreditor pemegang gadai memegang akta
notariil pengatuan utang yang berbentuk grosse, artinya mengandung
titel eksekutorial, maka pelaksanaan hak kreditor pemegang gadai
untuk menjual barang gadai dilakukan cukup dengan meminta fiat
eksekusi dari ketua pengadilan.
Kreditor yang diikat dengan jaminan kebendaan merupakan kreditor
separatis, yaitu kreditor preferen yang tidak kehilangan hak agunan
atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor yang
dinyatakan pailit dan haknya untuk didahulukan. Kreditor konkuren
saja mempunyai hak untuk melakukan sitaan umum terhadap harta
debitor berdasarkan kepailitan maupun gugatan perdata biasa, apalagi
kreditor pemegang gadai yang merupakan kreditor separatis sudah
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
77
UNIVERSITAS INDONESIA
dipastikan mempunyai hak dan kedudukan yang “terkuat” untuk
didahulukan dalam pelunasan piutangnya. Oleh karena itu, adanya
kepailitan tidak menyebabkan kreditor (pemegang gadai) tidak dapat
mengeksekusi barang gadainya. 64
64 Usman (a), Op.Cit., hal. 138-139
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
78 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 3
EKSEKUSI GADAI SAHAM
Meskipun pengaturan mengenai gadai saham serta tata cara eksekusi gadai
atas saham telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),
Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun dalam peraturan perundang-undangan
lain khususnya terkait dengan saham Perusahaan Terbuka, namun pelaksanaan
eksekusi atas gadai saham oleh Pemegang Gadai dalam prakteknya tidak bisa
dibilang cepat, murah, apalagi sederhana serta masih mengalami hambatan.
Hambatan tersebut terutama karena terdapat penafsiran yang berbeda-beda oleh
praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah
Agung mengenai hak pemegang gadai untuk mengeksekusi gadai atas saham
berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata dan Pasal 1156 KUHPerdata dalam kaitannya
dengan jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir namun hutang belum dilunasi,
seperti pada Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006
tanggal 20 Februari 2007 dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No.
115 PK/Pdt.2007 tanggal19 Juli 2007, yang penulis uraikan di dalam bab ini, sebagai
berikut:
3.1. Duduk Perkara
PT. ARYAPUTRA TEGUHARTA (selanjutnya disebut “PT.APT) dan
PT. ONGKO MULTICORPORA (selanjutnya disebut “PT. OM”) adalah
perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Group Ongko. Beberapa
perusahaan yang terafiliasi dengan Group Ongko, telah memperoleh fasilitas
kredit berdasarkan perjanjian-perjanjian Domestic Resource Factory Agreement
dan Financial Leasing Agreement sejak tahun 1997 dan 1998 dari PT. BFI
FINANCE Tbk dahulu PT. BUNAS FINANCE INDONESIA (selanjutnya
disebut “PT. BFI”). PT. BFI adalah suatu perusahaan pembiayaan keuangan
yang melakukan kegiatan usaha antara lain dalam bidang sewa guna usaha,
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
79
UNIVERSITAS INDONESIA
anjak piutang dan pembiayaan konsumen sejak tahun 1990, berdasarkan izin
usaha dari Menteri Keuangan No. 493/KMK.013/1990 tanggal 23 April 1990
dan terdaftar pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan sesuai Tanda
Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas No.09051833343 tanggal 27 Desember
1996.
Sebagai jaminan atas fasilitas yang diberikan PT. BFI, maka PT. BFI
telah menerima jaminan yang diikat dengan hak gadai sejumlah 210.192.912
(dua ratus sepuluh juta seratus sembilan puluh dua ribu Sembilan ratus dua
belas) lembar saham, yang terdiri dari saham PT.APT berupa 111.804.732
(seratus sebelas juta delapan ratus empat ribu tujuh ratus tiga puluh dua) lembar
saham dan saham PT. OM berupa 98.388.180 (sembilan puluh tiga juta tiga
ratus delapan puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham, dimana
saham-saham tersebut merupakan saham-saham yang ada di PT. BFI. Hal ini
sebagaimana tertuang dalam Pledges of Shares Agreement tanggal 1 Juni 1999
(disebut Perjanjian Gadai Saham) yang ditandatangani oleh PT.APT, PT. OM
dengan PT. BFI. Para pihak kemudian menyepakati untuk menunjuk dan
mengangkat The Chase Manhattan Bank, cabang Jakarta selaku Depository
Agent (agen penyimpan) atas saham-saham yang dijaminkan oleh PT. APT dan
PT.OM yang tertuang dalam Depository Agreement tertanggal 1 Juni 1999.
Terhadap pemberian gadai ini oleh PT. BFI mengeluarkan surat pemberitahuan
pada tanggal 10 Juni 1999 kepada PT. Sirca Datapro Perdana (Biro
Administrasi Efek) untuk didaftarkan gadai saham-saham tersebut pada Daftar
Buku Saham PT. BFI. Kemudian pada tanggal 12 Juni 1999 telah dikonfirmasi
PT. Sirca Datapro Perdana bahwa gadai saham tersebut telah dicatat pada Daftar
Buku Saham PT. BFI. Selanjutnya Perjanjian Gadai Saham telah pernah
diperpanjang, yang pertama tanggal 22 Februari 2000 dan berakhir pada tanggal
1 Desember 2000, yang kedua tanggal 28 Nopember 2000 dan berakhir pada
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
80
UNIVERSITAS INDONESIA
tanggal 1 Desember 2001. Berdasarkan hal ini maka Perjanjian Gadai Saham
berlaku hingga tanggal 1 Desember 2001.
Bahwa pemberian gadai atas seluruh saham PT.APT dan PT. OM di PT.
BFI kepada PT. BFI dilakukan setelah terlebih dahulu disetujui dalam Rapat
Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT. APT dan PT.OM tanggal 31 Mei 1999
dan persetujuan oleh Presiden Komisaris PT.APT dan PT. OM tanggal 1 Juni
1999. Kemudian karena krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang antara
lain ditandai dengan kenaikan yang berlipat-lipat dari nilai tukar mata uang
Dollar Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah telah mempengaruhi
perekonomian nasional dan menimbulkan kesulitan yang besar di kalangan
dunia usaha termasuk PT. BFI, disamping itu PT. BFI mempunyai piutang atau
tagihan yang sangat besar terhadap Ongko Group, oleh karenanya PT. BFI telah
melakukan seluruh upaya maksimal untuk melakukan restrukturisasi utang-
utangnya dengan cara melakukan negosiasi dengan para krediturnya.
Selanjutnya restrukturisasi utang PT. BFI telah disetujui oleh Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa PT. BFI (termasuk persetujuan dari PT.APT dan
PT. OM selaku pemegang saham PT. BFI) yang Berita Acaranya tertuang di
dalam Akta No. 28 tanggal 27 Januari 2000 yang dibuat oleh Lia Muliani, SH.
Pengganti dari Sitjipto, SH. Notaris di Jakarta. Selanjutnya kedua perseroan
juga menandatangani Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal
7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk
menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000. Consent
to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 berbunyi “ ia
(PT. APT dan PT. OM) mengijinkan dan menyetujui eksekusi/penjualan oleh
PT. Bunas Finance Indonesia Tbk atas hak-haknya berdasarkan Perjanjian
Gadai Saham tertanggal 1 Juni 1999. Selanjutnya Irrevocable Power of
Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali)
tertanggal 7 Agustus 2000 mengatur “Kami (PT.APT dan PT.OM)… dengan ini
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
81
UNIVERSITAS INDONESIA
memberikan kuasa dan wewenang yang tidak dapat ditarik kembali kepada PT.
BFI (untuk selanjutnya disebut “Pember Kuasa”), dengan hak substitusi yang
dapat diberikan pada setiap saat dan untnuk memberikan hak substitusi lebih
lanjut sepanjang diperlukan oleh Pemberi Kuasa, pada setiap saat, dari waktu
ke waktu, untuk menjual dan mengalihkan atau sebaliknya menyerahkan :
(a). Saham-saham yang digadaikan sesuai dengan Perjanjian Gadai;
(b). …
Baik melalui bursa efek di Indonesia atau melalui pelelangan umum, atau
penjualan pribadi atau di bawah tangan, dengan harga tersebut dan pada
kondisi tersebut sebagaimana patut oleh Pemberi Kuasa kepada setiap
pihak…”
Lebih lanjut PT. APT dan PT. OM selaku pemegang saham di PT. BFI
memberikan persetujuan kepada PT. BFI untuk mengajukan permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang dan rencana perdamaian kepada
Pengadilan Niaga yang berita acaranya tertuang di dalam Akta No. 51 tanggal
22 Agustus 2000 yang dibuat oleh Lia Muliani, SH. Pengganti dari Sitjipto, SH.
Notaris di Jakarta. Sebagai hasil upaya negosiasi dan restrukturisasi utang
diatas, maka PT. BFI pada tanggal 11 oktober 2000 telah mengajukan rencana
perdamaian agar dapat disetujui oleh para kreditur PT. BFI. Pada tanggal 7
Desember 2000, PT. BFI dan para kreditur PT. BFI akhirnya telah
menandatangani Perjanjian Perdamaian yang kemudian telah
diratifikasi/disahkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No:
04/PKPU/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada tanggal 19 Desember 2000. Karena
PT.APT dan PT. OM tetap belum dapat melunasi hutangnya pada PT. BFI yang
dijamin oleh perjanjian gadai saham, dan sebagai pelaksana putusan
perdamaian, dalam rangka restrukturisasi hutangnya, PT. BFI telah
mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM pada THE
LAW DEBENTURE TRUST CORPORATION P.L.C. (selanjutnya disebut
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
82
UNIVERSITAS INDONESIA
“L.D.T”) berdasarkan share sale and purchase agreement tertanggal 9 Februari
2001. Saham-saham yang digadaikan telah dialihkan kepada L.D.T dengan cara
silang gadai saham di Bursa Efek Jakarta pada tanggal 11 Mei 2001
sebagaimana dalam surat pemberitahuan tanggal 11 Mei 2001 dari PT. BFI
kepada PT. APT dan PT. OM.
Bahwa L.D.T selaku pembeli saham-saham yang digadaikan PT. APT
dan PT. OM pada PT. BFI, kemudian melakukan pengumuman melalui media
massa Harian Bisnis Indonesia tanggal 14 Mei 2001 dimana baik PT. APT
maupun PT. OM tidak pernah melakukan protes terhadap pengumuman yang
dibuat L.D.T. Selain itu PT. BFI juga telah memberi tahu PT. APT dan PT. OM
tentang pelaksanaan Putusan Perdamaian dan Pengalihan Saham-Saham PT.
APT dan PT. OM yang digadaikan pada PT. BFI kepada L.D.T, melalui surat
tanggal 11 Mei 2001 dan disetujui oleh PT. APT dan PT. OM.
Kemudian pada tahun 2003, oleh PT. APT dan PT.OM telah
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yaitu masing-masing
pada tanggal 26 Maret 2003 oleh PT. APT yang terdaftar nomor
123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst dan PT. OM mengajukan gugatan tanggal 11
Desember 2003 yang terdaftar nomor 514/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst, dimana kedua
gugatan tersebut diajukan atas dasar dugaan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh PT. BFI yaitu tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan
PT.APT dan PT. OM, PT. BFI telah menjual Saham-Saham miliknya sebanyak
98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu
seratus delapan puluh) lembar saham saham yang merupakan seluruh saham PT.
OM di PT. BFI bersama-sama dengan 111.804.732 (seratus sebelas juta delapan
ratus empat ribu tujuh ratus tiga puluh dua) lembar saham milik PT.APT pada
PT. BFI, sebagaimana terbukti dari Share Sale And Purchase Agreement
(Transfer to Creditors), Share Sale And Purchase Agreement (Sale to Investor)
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
83
UNIVERSITAS INDONESIA
dan Share Sale And Purchase Agreement (Employee Incentive dan
Remuneration Scheme) (disebut Akta Jual Beli) yang dibuat dan ditanda
tangani PT. BFI sebagai Penjual dan L.D.T sebagai Pembeli
Menurut kedua perseroan yaitu PT.APT dan PT. OM, jangka waktu
Perjanjian Gadai Saham adalah 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal
perjanjian, karena itu tanggal jatuh tempo Akta Gadai Saham adalah 1 Juni
2000. Kemudian kedua perseroan pernah memberikan persetujuan kepada PT.
BFI untuk memperpanjang Perjanjian Gadai Saham dari 12 (dua belas) bulan
menjadi 18 (delapan belas) bulan, sebagaimana tertuang dalam surat tanggal 22
Pebruari 2000 yang ditandatangani oleh PT.APT, PT. OM dan PT. BFI (disebut
Perubahan Akta Gadai Saham) sehingga jatuh tempo Perjanjian Gadai Saham
adalah 1 Desember 2000 dan sejak jatuh tempo Perjanjian Gadai Saham tidak
pernah diperpanjang lagi. Untuk itu, akibat hukum berakhirnya jangka waktu
gadai adalah objek gadai, yaitu saham-saham yang digadaikan sudah tidak lagi
terikat sebagai jaminan hutang kepada PT.BFI dan saham-saham tersebut harus
dikembalikan kepada PT.APT dan PT. OM.
Oleh karena itu, dengan telah jatuh temponya waktu Gadai Saham, maka
segala persetujuan mengalihkan dan kuasa menjual yang pernah diberikan
PT.APT dan PT. OM kepada PT. BFI seketika menjadi berakhir dan dengan
demikian terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000 Consent of Transfer OM dan
Power of Attorney PT.APT dan PT.OM menjadi gugur dan tidak berlaku lagi.
Setelah Perjanjian Gadai Saham jatuh tempo, yaitu tanggal 1 Desember 2000,
PT.APT dan PT.OM tidak pernah memberikan persetujuan apapun kepada PT.
BFI berkaitan dengan saham-saham yang digadaikan, termasuk persetujuan
untuk menjual Saham-Saham kedua perseroan tersebut kepada L.D.T. Bahwa
dengan demikian sesuai kesepakatan dalam Perubahan Akta Gadai Saham,
maka sejak tanggal 1 Desember 2000 saham-saham kedua perseroan sudah
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
84
UNIVERSITAS INDONESIA
tidak terikat sebagai jaminan pada PT. BFI. Dengan demikian tindakan PT. BFI
yang telah menjual saham-saham PT.APT dan PT.OM kepada L.D.T dengan
dalil menjalankan hak-haknya yang timbul berdasarkan Perjanjian Gadai Saham
serta membuat dan menanda tangani Akta Jual Beli dengan menggunakan
Consent to Transfer APT dan Power of Attorney adalah tidak sah dan cacat
hukum.
3.2. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan
Didalam gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh PT.
APT selanjutnya telah diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 14
April 2004 adalah sebagai berikut:
Dalam Konvensi :
Dalam Eksepsi :
- Menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I (PT.BFI), Tergugat
VI, Tergugat VII, Tergugat VIII dan Tergugat IV.
Dalam Provisi :
- Menolak tuntutan provisionil Penggugat (PT.APT).
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat (PT. APT) untuk sebagian.
2. Menyatakan Tergugat I (PT.BFI), Tergugat II (L.D.T), Tergugat III,
Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII
telah melakukan perbuatan melawan hukum.
3. Menyatakan Akta Gadai Saham APT, Perubahan Gadai Saham APT,
Consent to transfer APT dan Power of Attorny APT telah gugur dan tidak
berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000
4. Menyatakan Offshore Trust deed (Sale to investors), Offshore Trust deed
(sale to creditors), Oddshore Trust Deed (employee inventive and
remuneration), share sale and purchase agreement (transfer to creditors) dan
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
85
UNIVERSITAS INDONESIA
share sale and purchase agreement (employee uncentive and remuneration)
berikut seluruh perikatan dan perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan
berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut adalah batal demi hukum dengan
segala akibat hukumnya.
5. Menyatakan Penggugat (PT. APT) sebagai pemilik sah atas saham-saham
APT.
6. Menghukum Tergugat I (PT.BFI), Tergugat II (L.D.T), Tergugat IV,
Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII secara bersama-
sama memerintahkan Tergugat III mengembalikan saham-saham APT
kepada Penggugat terhitung putusan perkara ini mempunyai kekuatan
hukum tetap.
7. Menghukum Tergugat I (PT.BFI), Tergugat II (L.D.T), Tergugat III,
Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII baik
secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menyerahkan saham-
saham APT kepada Penggugat terhitung putusan perkara ini mempunyai
kekuatan hukum tetap.
8. Menghukum Tergugat I (PT. BFI), Tergugat II (L.D.T), Tergugat III,
Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII
untuk membayar kepada Penggugat secara tanggung renteng uang paksa
(dwangsom) atas keterlambatan pengembalian dan penyerahan saham-
saham APT kepada Penggugat sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)
per hari yang dihitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan
hukum tetap.
9. Menghukum Tergugat I (PT. APT), Tergugat II (L.D.T), Tergugat III,
Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat VIII
untuk membayar ganti kerugian secara tanggung renteng kepada Penggugat
sebesar Rp. 149.903.242.253,- (seratus empat puluh sembilan milyar
sembilan ratus tiga juta dua ratus empat puluh dua ribu dua ratus lima puluh
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
86
UNIVERSITAS INDONESIA
tiga rupiah) terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum
tetap.
10. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dilaksanakan oleh jurusita
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 25
April 2003 jo. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.
13/Del/2004/ Pn.Jkt.Sel. tanggal 7 April 2004 sesuai dengan Berita Acara
Sita Jaminan tanggal 8 April 2004.
11. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.
Dalam Rekonvensi :
- Menolak seluruh gugatan Penggugat I (PT. BFI), VI, VII dan VIII
Dalam Konvensi dan Rekonvensi :
- Menghukum Tergugat I (PT.BFI), VI, VII, VIII dalam konvensi/Para
Penggugat dalam Rekonvensi, Tergugat II (L.D.T) dalam Konvensi,
Tergugat III dalam Konvensi, dan Tergugat IV dalam Konvensi untuk
membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 1.079.000,- (satu juta tujuh puluh
sembilan ribu rupiah).
Selanjutnya atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diatas
telah diupayakan hukum banding yang diperiksa, diadili dan diputus dengan
amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 302/Pdt/2004/PT.DKI tanggal
1 September 2004 adalah sebagai berikut:
- Menerima permohonan banding dari Tergugat I (PT. BFI), Terguat VI,
Tergugat VII, Tergugat VIII, Tergugat III, Tergugat V dan Tergugat IV.
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 14 April 2004
No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. yang dimohonkan pemeriksaan dalam
tingkat banding tersebut.
DAN MENGADILI SENDIRI:
Dalam Konvensi :
Dalam Eksepsi :
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
87
UNIVERSITAS INDONESIA
- Menolak seluiruh eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I (PT. BFI), Tergugat
VI, Tergugat VII, Tergugat VIII dan Tergugat IV.
Dalam Provisi :
- Menolak tuntutan provisionil Penggugat (PT. APT).
Dalam Pokok Perkara :
- Menolak gugatan/permohonan penanggungan (vrijwaring) yang diajukan oleh
Tergugat III.
- Menolak gugatan Penggugat (PT. APT) untuk seluruhnya.
- Menyatakan sita jaminan yang dilaksanakan oleh jurusita Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 25 April 2003 jo. .
Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 13/Del/2004/ Pn.Jkt.Sel.
tanggal 7 April 2004 tidak sah dan tidak berharga oleh karenanya
diperintahkan untuk diangkat.
Dalam Rekonvensi :
- Menolak gugatan Penggugat I (PT. BFI), Penggugat VI, Penggugat VII dan
Penggugat VIII dalam Rekonvensi untuk seluruhnya.
Dalam Konvensi dan Rekonvensi :
- Menghukum Penggugat (PT. APT) Konvensi/ Tergugat Rekonvensi untuk
membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat
banding ditetapkan sebesar Rp. 300.000,- (tinga ratus ribu rupiah).
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta oleh PT.APT kemudian diajukan
permohonan kasasi ke Mahkamah Agung RI yang telah diperiksa, diadili dan
diputus dengan amar putusan Mahkamah Agung RI No. 677 K/Pdt/2005 tanggal
20 Juli 2005 adalah sebagai berikut :
- Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi : 1. PT.
ARYAPUTRA TEGUHARTA, 2. THE LAW DEBENTURE TRUST
CORPORATION. L.D.T. tersebut.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
88
UNIVERSITAS INDONESIA
- Menghukum para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
Selanjutnya dalam permohonan Peninjauan Kembali PT.APT, telah
diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan Mahkamah Agung No. 240
PK/pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 adalah sebagai berikut :
- Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali : PT. ARYAPUTRA TEGUHARTA tersebut.
- Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI No. 677 K/Pdt/2005 tanggal 20
Juli 2005 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 302/Pdt/2004/PT.DKI.
tanggal 1 September 2004 jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 14 April 2004. Dan mengadili kembali :
Dalam Konvensi :
Dalam Eksepsi :
- Menolak eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I (PT. BFI), Tergugat VI,
Tergugat VII, Tergugat VIII, dan Tergugat IV.
Dalam Provisi :
- Menolak tuntutan provisionil Penggugat.
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan Tergugat I (PT. BFI), Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat
VIII telah melakukan perbuatan melawan hukum.
3. Menyatakan Akta Gadai Saham APT, Perubahan Gadai Saham-saham APT,
Consent to Transfer APT dan Power of Attorney APT telah gugur dan tidak
berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000.
4. Menyatakan Penggugat adalah pemilik sah atas saham-saham APT.
5. Menghukum Tergugat I (PT.BFI), Tergugat VI, Tergugat VII, dan Tergugat
VIII secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk mengembalikan
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
89
UNIVERSITAS INDONESIA
dan menyerahkan saham-saham APT kepada Penggugat terhitung sejak
putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
6. Menyatakan gugatan Penggugat (PT. APT) terhadap Tergugat II (L.D.T),
III, IV, dan V tidak dapat diterima.
7. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dilakukan untuk itu
oleh jurusita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Penetapan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. tanggal 25
April 2003 jo. Penetapan Pengadilan Jakarta Selatan No.
13/Del/2004/PN.Jkt.Sel. tanggal 7 April 2004 sesuai Berita Acara Sita
Jaminan tanggal 8 April 2004.
8. Menyatakan tuntutan Penggugat agar para Tergugat dihukum untuk
membayar ganti kerugian tidak dapat diterima.
9. Menghukum Tergugat I (PT. BFI), Tergugat VI, Tergugat VII dan Tergugat
VIII secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesarRp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) setiap harinya atas
keterlambatan pengembalian dan penyerahan saham APT kepada Penggugat
terhitung sejak masa peringatan (aanmaning) dilampaui.
10. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan perkara
ini.
11. Menolak gugatan Penggugat (PT. APT) untuk selain dan selebihnya.
Dalam Rekonvensi :
- Menolak gugatan para penggugat seluruhnya.
- Menghukum para Termohon Peninjauan kembali/Tergugat I (PT. BFI), VI,
VII dan VIII/ para Penggugat dalam rekonvensi untuk membayar biaya
perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam pemeriksaan peninjauan
kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
90
UNIVERSITAS INDONESIA
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 240 PK/pdt/2006
tanggal 20 Februari 2007 pada pokoknya diputus dengan didasari pada
pertimbangan hukum sebagai berikut:
1. Bahwa Mahkamah Agung dapat menyetujui pertimbangan hukum
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta yang
menyatakan bahwa jangka waktu gadai saham tersebut berakhir pada
tanggal 1 Desember 2000, tetapi pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta
yang menyatakan pada saat jangka waktu gadai saham tersebut berakhir
hutang belum lunas maka perbuatan PT. BFI mengeksekusi saham-saham
tersebut dapat dibenarkan menurut hukum gadai dan bukan merupakan
perbuatan melawan hukum, menurut pendapat Mahkamah Agung adalah
merupakan kekeliruan nyata oleh karena :
a. Bahwa Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 juni 1999 tersebut merupakan
“Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana diatur dalam
Pasal 1268 KUHPerdata, karena dalam perjanjian tersebut secara pasti
telah ditentukan lama waktu berlakunya perjanjian gadai yaitu
berlangsung selama 12 bulan kemudian diperpanjang menjadi 18 bulan
sejak tanggal 1 juni 1999 sehingga berakhir pada tanggal 1 desember
2000. Bahwa perjanjian dengan ketetapan waktu bersifat memutuskan
ataupun mengakhiri daya kerja suatu perjanjian in casu jangka waktu
perjanjian gadai secara pasti ditentukan berakhir pada tanggal 1
Desember 2000, karenanya barang gadai tersebut hanya terikat sebagai
jaminan hutang sampai dengan tanggal 1 Desember 2000 dan selama itu
penerima gadai berhak menjual barang gadai tersebut di muka umum.
Jangka waktu berakhirnya Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 Desember
2000 yang merupakan syarat dalam perjanjian gadai tersebut oleh kedua
belah pihak dimaksudkan bahwa barang-barang gadai diikat sebagai
jaminan hutang selama jangka waktu gadai saham berlangsung dan
penerima gadai dapat melaksanakan hak parate eksekusi yang
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
91
UNIVERSITAS INDONESIA
dimilikinya yakni menjual barang-barang gadai dimuka umum selama
jangka waktu gadai saham belum berakhir dan bukan dimaksudkan agar
penerima gadai mengeksekusi barang-barang gadai pada saat gadai
saham telah berakhir karena hutang belum dibayar lunas.
b. Bahwa perbuatan PT. BFI yang mengeksekusi barang-barang gadai
setelah masa gadai telah berakhir dengan cara penjualan di bawah
tangan tidak dapat dibenarkan menurut hukum gadai karena
bertentangan dengan Pasal 1155 KUHPerdata yang mengatur tentang
eksekusi barang gadai yang mewajibkan barang gadai dijual di muka
umum atau dengan cara lelang, agar debitor tidak dirugikan.
2. Jangka waktu dan pengakhiran (Term and Termination) masa gadai yang
merupakan persyaratan yang diatur dalam angka 4.1 Perjanjian Gadai
Saham tersebut, ternyata tidak pernah diakhiri lebih awal dari jangka waktu
12 bulan, sedangkan angka 4.2 ditegaskan, bahwa Perjanjian Gadai Saham
ini tunduk dengan pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktu atau
perpanjangan jangka waktu dengan pilihan penerima gadai yang setiap saat
diberitahukan kepada pemberi gadai. Hal ini sesuai dengan alasan
permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
(PT.APT) yang menyatakan bahwa dari bunyi dan terjemahan Pasal 4.2.
Akta Gadai Saham tersebut diatas, sangat jelas dan tidak bisa ditafsirkan
lain merupakan ketentuan yang mengatur mengenai pengakhiran jangka
waktu dan bukan mengenai perpanjangan jangka waktu Akta Gadai Saham,
dengan pengertian bahwa pengakhiran Akta Gadai Saham dapat dilakukan
setiap saat sebelum berakhirnya jangka waktu Akta Gadai Saham atau
pengakhiran tersebut tetap juga dapat dilakukan setiap saat dalam hal Akta
gadai Saham tersebut telah dilakukan perpanjangan masa berlakunya,
dimana pengakhiran Akta Gadai Saham tersebut dapat dilakukan oleh
PT.BFI cukup melalui pemberitahuan saja kepada Pemohon Kasasi. Dengan
demikian sangatlah jelas dan tegas bahwa Pasal 4.2. Akta Gadai Saham
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
92
UNIVERSITAS INDONESIA
hanyalah mengatur mengenai tata cara pengakhiran Akta Gadai Saham saja
dan sama sekali bukan mengatur mengenai perpanjangan Akta Gadai
Saham.
Bahwa Perjanjian Gadai Saham yang semula disepakati jangka waktunya 12
bulan diperpanjang menjadi 18 bulan terhitung sejak tanggal 1 juni 1999
sesuai surat tanggal 22 Februari 2000 yang telah disetujui oleh PT. AT dan
PT.BFI sehingga berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, ternyata tidak
pernah diakhiri atau dinyatakan berakhir diawal sebelum tanggal 1
Desember 2000.
3. Pemberitahuan perpanjangan jangka waktu gadai sampai dengan tanggal 1
Desember 2001 sesuai surat PT.BFI tanggal 28 Desember 2000 selain
merupakan perpanjangan secara sepihak karena tidak pernah disetujui oleh
PT.BFI seperti yang dilakukan dengan surat permintaan perpanjangan gadai
saham tanggal 22 Februari 2000 sebelumnya, sehingga tidak mengikat
PT.AT, juga pemberitahuan tersebut bukan mengenai pengakhiran
perpanjangan jangka waktu sebelum berakhirnya Perjanjian Gadai Saham
pada tanggal 1 Desember 2000.
4. Persetujuan untuk mengalihkan saham dan kuasa menjual masing-masing
tangggal 7 Agustus 2000 karena persetujuan tersebut menunjuk dan tunduk
serta didasarkan pada ketentuan dan syarat-syarat yang diatur dalam
Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 juni 1999 termasuk didalamnya syarat
berakhirnya jangka waktu gadai saham pada tanggal 1 Desember 2000,
sehingga dengan berakhirnya jangka waktu gadai saham pada tanggal 1
Desember 2000 tersebut maka persetujuan pengalihan dan kuasa menjual
saham-saham itu demi hukum berakhir pula.
5. Rangkaian perbuatan PT. BFI yang menjual saham-saham PT. APT pada
tanggal 9 Februari 2001 secara di bawah tangan uang telah berakhir masa
gadainya dan mengalihkan saham-saham tersebut kepada L.D.T. serta
menjadikan sebagai sumber pembayaran hutang-hutangnya kepada para
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
93
UNIVERSITAS INDONESIA
kreditornya meskipun hutang-hutang tersebut tidak dijamin oleh gadai
saham PT. APT, demikian pula Tergugat VI, VII dan VIII yang
menyerahkan saham-saham PT. APT dalam restrukturisasi hutang-hutang
PT. BFI kepada krediturnya dengan membuat kesepakatan yang
memberikan hak-hak kepada dirinya sendiri secara pribadi untuk membeli
saham-saham PT. APT dengan mendapatkan keuntungan untuk dirinya
sendiri, adalah merupakan perbuatan melawan hukum.
Namun terhadap Putusan Permohonan Peninjauan Kembali No. 240
PK/Pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 ternyata terdapat perbedaan baik
didalam pertimbangan dan hasil putusan yang kemudian diajukan oleh PT. OM
dengan dasar gugatan yang sama. Didalam gugatan yang diajukan oleh PT. OM
yang selanjutnya telah diperiksa, diadili dan diputus dengan amar putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST. tanggal 09
Nopember 2004 adalah sebagai berikut:
Dalam Konpensi:
Dalam Eksepsi:
- Menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I (PT. BFI).
Dalam Provisi:
- Menguatkan putusan Provisi tanggal 02 Juni 2004 No.
517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST. tersebut.
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat (PT. OM) untuk sebagian.
2. Menyatakan Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama telah melakukan perbuatan
melawan hukum.
3. Menyatakan Pledge of Share Agreement tertanggal 1 Juni 1999 (Akta Gadai
Saham), Surat tertanggal 22 Februari 2000 (Perubahan Akta Gadai Saham),
Consents to Transfer OM tertanggal 7 Agustus 2000 dan Power of Attorney
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
94
UNIVERSITAS INDONESIA
OM tertanggal 7 Agustus 2000 telah gugur dan tidak berlaku lagi terhitung
sejak tanggal 1 Desember 2000 dan karenanya seluruh perikatan dan
perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan Tergugat I (PT. BFI) dan
Tergugat II (L.D.T) berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut sejak tanggal
1 Desember 2000 adalah batal demi hukum.
4. Menyatakan Share Sale And Purchase Agreement (Trasnfer To Creditors),
Share Sale and Purchase Agreement (Transfer to Investor) dan Share Sale
Purchase Agreement (Employee Incentive And Rumeneration Scheme),
masing-masing tertanggal 9 Februari 2001 berikut seluruh perikatan dan
perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan Tergugat I (PT. BFI) dan
Tergugat II (L.D.T) berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut adalah batal
demi hukum.
5. Menyatakan Penggugat (PT. OM) adalah pemilik sah atas 98.388.180
(Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu seratus
delapan puluh) lembar saham dalam Tergugat I (PT. BFI).
6. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mengmebalikan dan
menyerahkan 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh
delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham Tergugat I (PT. BFI)
kepada Penggugat (PT. OM) terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai
kekuatan hukum tetap.
7. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) secara tanggung
renteng untuk membayar kepada Penggugat (PT. OM) uang paksa atas
keterlambatan pengembalian dan penyerahan kepada Pengguat sebesar Rp.
150.000.000,- (serartus lima puluh juta rupiah) per hari apabila melakukan
pelanggaran terhadap petitum butir 6 diatas terhitung sejak putusan perkara
ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
8. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) untuk tidak menggunakan hak-hak yang
lahir atas 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
95
UNIVERSITAS INDONESIA
delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham Tergugat I (PT. BFI)
yang dimiliki oleh Penggugat (PT. OM) termasuk tapi tidak terbatas pada
menghadiri dan memberi suara dalam rapat umum pemegang saham
Tergugat I (PT. BFI) dan untuk tidak memberikan persetujuan dalam bentuk
apapun kepada Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Tergugat I (PT. BFI)
berkaitaan dengan 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan
puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham Tergugat I (PT.
BFI) yang dimiliki oleh Penggugat (PT. OM) dan karenanya segala tindakan
hukum yang dilakukan oleh Tergugat II (L.D.T) sehubungan dengan hak-
hak yang lahir atas 98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan
puluh delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham yang dimiliki oleh
Penggugat (PT. OM) adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat.
9. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama untuk tidak melakukan
perbuatan-perbuatan hukum apapun termasuk tapi tidak terbatas baik secara
langsung maupun tidak langsung menawarkan, memindahkan, mengalihkan
dan menjaminkan, baik sebagaian maupun seluruhnya dan karenanya segala
tindakan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II
(L.D.T) sehubungan dengan penawaran, pemindahan, dan penjaminan atas
98.388.180 (Sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu
seratus delapan puluh) lembar saham Tergugat I (PT. BFI) yang dimiliki
oleh Penggugat (PT. OM), baik untuk sebagian maupun untuk seluruhnya
adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat.
10. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) secara tanggung
renteng untuk membayar kepada Penggugat (PT.OM) uang paksa atas
keterlambatan pengembalian dan penyerahan kepada Penggugat (PT. OM)
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) per hari apabila melakukan
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
96
UNIVERSITAS INDONESIA
pelanggaran terhadap petitum butir 9 diatas terhitung sejak putusan perkara
ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
11. Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) untuk membayar
gantii kerugian materiil secara tanggung renteng kepada Penggugat (PT.
OM) sebesar Rp. 150.908.880.751,- (seratus lima puluh milyar Sembilan
ratus delapan juta delapan ratus delapan puluh ribu tujuh ratus lima puluh
satu rupiah) terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum
tetap.
12. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan perkara
ini.
13. Menolak gugatan Penggugat (PT. OM) untuk selain dan selebihnya.
Dalam Rekonpensi:
- Menolak seluruh gugatan Penggugat (PT. BFI).
Dalam Konpensi dan Rekonpensi:
- Menghukum Tergugat I (PT. BFI) dalam Konpensi/Penggugat dalam
Rekonpensi (PT. BFI) dan Tergugat II (L.D.T) dalam Konpensi secara
tanggung renteng untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 539.000,-
(lima ratus tiga puluh Sembilan ribu rupiah)
Selanjutnya atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah dilakukan
upaya banding dan diperiksa, diadili serta diputus dengan amar putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta No. 60/PDT/2005/PT.DKI tanggal 23 Maret 2005
adalah sebagai berikut:
- Menerima permohonan banding Tergugat I (PT. BFI)/ Pembanding I (PT.
BFI) dan Tergugat II/ Pembanding II (L.D.T) tersebut.
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 Nopember
2004 Nomor : 517/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst yang dimohonkan pemeriksaan
dalam tingkat banding tersebut.
DAN MENGADILI SENDIRI:
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
97
UNIVERSITAS INDONESIA
Dalam Konpensi:
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat I (PT. BFI), Tergugat II (L.D.T)/Pembanding.
Dalam Provisi:
- Menolak gugatan Provisi Penggugat (PT. OM)/Terbanding seluruhnya.
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat (PT. OM)/Terbanding seluruhnya.
- Menghukum Penggugat (PT. OM)/Terbanding membayar biaya perkara
dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding sebesar Rp.
300.000,- (tiga ratus ribu rupiah).
Dalam Rekonpensi:
- Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi (PT. BFI)/Pembanding seluruhnya.
- Menghukum Penggugat Rekonvensi (PT. BFI) membayar biaya perkara
dalam kedua tingkat peradilan sebesar nihil.
Atas Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 60/PDT/2005/PT.DKI tanggal
23 Maret 2005, diajukan upaya hukum kasasi yang telah diperiksa, diadili dan
diputus dengan amar putusan Mahkamah Agung RI No. 1478 K/Pdt/2005
tanggal 27 Oktober 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah
sebagai berikut:
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. ONGKO
MULTICORPORA tersebut.
- Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat
kasasi ini ditetapkan sebanyak Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
Terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 1478 K/Pdt/2005
tanggal 27 Oktober 2005 telah diajukan upaya permohonan peninjauan kembali
oleh PT. OM dan selanjutnya diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim
Permohonan Peninjauan Kembali. Dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
98
UNIVERSITAS INDONESIA
permohonan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007
tanggal19 Juli 2007, pada pokoknya menyatakan bahwa Judex Factie
(Pengadilan Tinggi) tidak salah menerapkan hukum, dan telah
mempertimbangkan dengan tepat dan benar hal-hal sebagai berikut:
1. Ketentuan butir 4.2 dari Perjanjian Gadai Saham, walaupun berjudul
“jangka waktu dan pengakhiran”, akan tetapi secara jelas dapat disimpulkan
substansinya antara lain adalah mengenai perpanjangan jangka waktu gadai
dan tata cara perpanjangan jangka waktu gadai yang berbunyi : “Perjanjian
gadai ini tunduk pada pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktunya
atau suatu perpanjangan jangka waktu yang dengan ini diadakan atas
pilihan dari Penerima Gadai pada setiap saat setelah disampaikannya
pemberitahuan kepada Pemberi Gadai”. Oleh karena itu penyangkalan PT.
OM atas ketentuan butir 4.2. Perjanjian Gadai Saham adalah tidak berdasar
hukum karena perpanjangan tersebut tidak memerlukan persetujuan PT.OM
selaku pemberi gadai, yang dipersyaratkan dalam pasal 4.2. Perjanjian
Gadai Saham tersebut adalah dengan pemberitahuan mengenai
perpanjangan jangka waktu gadai kepada pemberi gadai (PT. OM) oleh
penerima gadai (PT.BFI).
2. Pasal 1155 KUHPerdata mengatur tentang tata cara eksekusi barang gadai
bilamana pemberi gadai wanprestasi setelah lewatnya jangka waktu gadai
yang pada umumnya dengan menjual di muka umum/lelang, akan tetapi
azas umum tersebut dapat disimpangi berdasarkan kalimat awal dari pasal
1155 KUHPerdata yang berbunyi “Apabila oleh para pihak tidak telah
diperjanjikan lain…”.
3. Agenda RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) tanggal 27
Januari 2000 adalah persetujuan pemegang saham PT. OM atas
restrukturisasi seluruh hutang perseroan PT. OM kepada kreditur termasuk
hutang obligasi, karenanya sudah seharusnya disimpulkan bahwa penjualan
saham PT. OM yang digadaikan adalah untuk menghapuskan piutang
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
99
UNIVERSITAS INDONESIA
PT.OM atas utang grup ongko yang dijamin oleh PT.OM, dengan kata lain
penjualan saham yang digadaikan tersebut adalah untuk melunasi utang
pada Group Ongko kepada PT.BFI.
Dan selanjutnya dalam amar putusan Peninjauan Kembali Mahkamah
Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 tanggal19 Juli 2007 yang telah berkekuatan
hukum tetap adalah sebagai berikut:
- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
: PT. OM (PT. MITRA INVESTINDO MULTICORPORA) tersebut.
- Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara
dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta
lima ratus rupiah).
Berikut ini penulis menyajikan tabel yang membahas perbedaan pada
pokoknya atas pertimbangan hukum dari Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah
Agung RI No. No. 240 PK/pdt/2006 dengan putusan Mahkamah Agung RI No. No.
115 PK/Pdt.2007, sebagai berikut:
Putusan Mahkamah Agung RI No. 240
PK/pdt/2006
Putusan Mahkamah Agung RI No. 115
PK/Pdt.2007
1. Perjanjian Gadai merupakan
perjanjian ketetapan waktu.
Perjanjian Gadai merupakan
Perjanjian dengan ketetapan waktu
bersifat memutuskan ataupun
mengakhiri daya kerja suatu
perjanjian. Karenanya barang
jaminan hanya terikat sebagai
1. Perjanjian Gadai merupakan
perjanjian yang bersifat Accesoir
Hak gadai adalah suatu hak
diperoleh seorang berpiutang atas
suatu benda bergerak yang
diserahkan oleh seorang berutang
atau oleh orang lain atas barnag
pemberi gadai, dan yang
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
100
UNIVERSITAS INDONESIA
jaminan hutang sampai berakhirnya
jangka waktu perjanjian dan
pemegang gadai dapat
melaksanakan hak parate eksekusi
yang dimilikinya yakni menjual
barang-barang gadai dimuka umum
selama jangka waktu gadai saham
belum berakhir, dan bukan
dimaksudkan agar pemegang gadai
mengeksekusi barang-barang gadai
pada saat gadai saham telah
berakhir karena hutang belum
dibayar lunas.
memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang (pemegang gadai) untuk
mengambil pelunasan dari barang
tersebut secara didahulukan
daripada orang berpiutang lainnya,
penerima gadai berhak memegang
barang gadai sampai htang uang
dijamin tersebut dibayar lunas, dan
kalau hutang tidak dibayar sampai
saat perjanjian berakhir, maka
penerima gadai berhak menjual
barang gadai untuk pelunasan
hutang dimaksud.
2. Perpanjangan jangka waktu gadai
dilakukan dengan persetujuan.
a. Perjanjian Gadai Saham dalam
Pasal 4.2. bukan mengatur
mengenai tata cara
perpanjangan jangka waktu
gadai saham, tetapi adalah
tentang pengaturan tata cara
pengakhiran gadai saham.
b. Bahwa perpanjangan jangka
waktu gadai haruslah
berdasarkan persetujuan para
pihak. Hal ini didasarkan pada
surat tanggal 22 Februari 2000
dimana di dalam surat tersebut
2. Perpanjangan jangka waktu gadai
dilakukan dengan pemberitahuan
a. Ketentuan butir 4.2 dari
Perjanjian Gadai Saham,
walaupun berjudul “jangka
waktu dan pengakhiran”, akan
tetapi secara jelas dapat
disimpulkan substansinya antara
lain adalah mengenai
perpanjangan jangka waktu
gadai dan tata cara perpanjangan
jangka waktu gadai yang
berbunyi : “Perjanjian gadai ini
tunduk pada pengakhiran
sebelum berakhirnya jangka
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
101
UNIVERSITAS INDONESIA
PT.BFI meminta tanda tangan
dari PT. APT sebagai tanda
persetujuannya atas
perpanjangan jangka waktu
gadai saham tersebut. Karena
itu, pemberitahuan
perpanjangan gadai sampai
dengan tanggal 1 Desember
20001 sesuai surat PT.BFI
tanggal 28 November 2000
selain merupakan permintaan
perpanjangan secara sepihak
karena tidak pernah disetujui
PT. APT sehingga tidak
mengikat PT. APT.
waktunya atau suatu
perpanjangan jangka waktu
yang dengan ini diadakan atas
pilihan dari Penerima Gadai
pada setiap saat setelah
disampaikannya pemberitahuan
kepada Pemberi Gadai”
b. Perpanjangan jangka waktu
gadai tidak memerlukan
persetujuan PT.OM selaku
pemberi gadai, yang
dipersyaratkan dalam pasal 4.2.
Perjanjian Gadai Saham tersebut
adalah dengan pemberitahuan
mengenai perpanjangan jangka
waktu gadai kepada pemberi
gadai (PT. OM) oleh penerima
gadai (PT.BFI)
3. Eksekusi gadai tidak dapat
dilakukan dengan penjualan di
bawah tangan.
Perbuatan PT. BFI yang
mengeksekusi barang-barang gadai
setelah masa gadai telah berakhir
dengan cara penjualan di bawah
tangan tidak dapat dibenarkan
menurut hukum gadai karena
3. Eksekusi gadai dapat dilakukan
dengan penjualan di bawah tangan.
Pasal 1155 KUHPerdata mengatur
tentang tata cara eksekusi barang
gadai bilamana pemberi gadai
wanprestasi setelah lewatnya jangka
waktu gadai yang pada umumnya
dengan menjual di muka
umum/lelang, akan tetapi azas
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
102
UNIVERSITAS INDONESIA
bertentangan dengan Pasal 1155
KUHPerdata yang mengatur
tentang eksekusi barang gadai yang
mewajibkan barang gadai dijual di
muka umum atau dengan cara
lelang, agar debitor tidak
dirugikan. Bahwa pada gadai
saham cara pelelangannya
dilakukan melalui pasar modal
dengan perantaraan dua orang
makelar yang ahli dalam
perdagangan barang-barang
tersebut.
umum tersebut dapat disimpangi
berdasarkan kalimat awal dari pasal
1155 KUHPerdata yang berbunyi
“Apabila oleh para pihak tidak telah
diperjanjikan lain…”.
Tabel 1. Perbandingan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 240 PK/pdt/2006
dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
103 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 4
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG GADAI DALAM EKSEKUSI
GADAI SAHAM
4.1. Pemberian Gadai Dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni
1999 Adalah Sah Demi Hukum
Bahwa untuk terjadinya hak gadai atau sahnya suatu perjanjian gadai
maka barang yang dijadikan jaminan dilepaskan dari kekuasan pemberi gadai
(debitor) dan harus diserahkan (secara fisik) kepada penerima gadai (kreditor).
Hal ini merupakan karakteristik untuk terjadinya hak gadai. Perlunya benda yang
digadaikan dikeluarkan dari penguasaan debitor atau pihak ketiga yang
memberikan benda tersebut sebagai jaminan dalam bentuk gadai, adalah karena
sifat dari benda bergerak itu sendiri. Pasal 1152 ayat (2) menyatakan bahwa tidak
sah hak gadai atas benda yang dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan, pemberi
gadai (debitor), sekalipun kembalinya barang itu kepada debitor atas kemauan
kreditor.1 Bahwa PT. ARYAPUTRA TEGUHARTA (selanjutnya disebut
“PT.APT) dan PT. ONGKO MULTICORPORA (selanjutnya disebut “PT. OM”)
adalah suatu perusahaan yang terafiliasi dengan Group Ongko. Beberapa
perusahaan yang terafiliasi dengan Group Ongko, telah memperoleh fasilitas
kredit berdasarkan perjanjian-perjanjian Domestic Resource Factory Agreement
dan Financial Leasing Agreement sejak tahun 1997 dan 1998 dari PT. BFI
FINANCE Tbk dahulu PT. BUNAS FINANCE INDONESIA (selanjutnya
disebut “PT. BFI”). Sebagai jaminan atas fasilitas yang diberikan PT. BFI, maka
PT. BFI telah menerima jaminan sejumlah 210.192.912 (dua ratus sepuluh juta
seratus sembilan puluh dua ribu Sembilan ratus dua belas) lembar saham yang
diserahkan oleh PT. APT dan PT.OM dan diikat dengan hak gadai. Jaminan
1 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak Istimewa,Gadai, dan Hipotek, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 156
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
104
UNIVERSITAS INDONESIA
saham tersebut terdiri dari saham PT.APT berupa 111.804.732 (seratus sebelas
juta delapan ratus empat ribu tujuh ratus tiga puluh dua) lembar saham dan saham
PT. OM berupa 98.388.180 (sembilan puluh tiga juta tiga ratus delapan puluh
delapan ribu seratus delapan puluh) lembar saham, dimana saham-saham tersebut
merupakan seluruh saham yang ada di PT. BFI. Hal ini sebagaimana tertuang
dalam Pledges of Shares Agreement tanggal 1 Juni 1999 (disebut Perjanjian
Gadai Saham) yang ditandatangani oleh PT.APT, PT. OM dengan PT. BFI.
Selanjutnya Menurut pasal 1153 KUHPerdata gadai atas benda bergerak
tidak bertubuh, terjadi dengan pemberitahuan (kennisgeving) penggadaiannya,
kepada orang terhadap siapa hak gadai itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini
tentang pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya pemberi gadai, dapat
diminta suatu bukti tertulis. Disini terlihat bahwa terjadinya hak gadai atas benda
tidak bertubuh berbeda dengan benda bergerak, karena untuk benda bergerak hak
gadai terjadi dengan penguasaan yang nyata (inbezitstelling). Dalam hubungan
ini, perlu diperhatikan Pasal 53 ayat (3) UUPT 1995 sebagaimana telah dirubah
dalam Pasal 60 ayat (3) UUPT 2007, menentukan bahwa gadai saham wajib
dicatat dalam Daftar Pemegang Saham dan daftar khusus yang membuat
keterangan tentang saham yang dipegang anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris perseroan beserta keluarga mereka dalam perseroan dan/atau pada
perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.2 Bahwa perihal pemberian gadai
atas seluruh saham PT.APT dan PT. OM di PT. BFI kepada PT. BFI dilakukan
setelah terlebih dahulu disetujui dalam Rapat Umum Luar Biasa Pemegang
Saham PT. APT dan PT.OM tanggal 31 Mei 1999 dan persetujuan oleh Presiden
Komisaris PT.APT dan PT. OM tanggal 1 Juni 1999.
Karena saham yang digadaikan merupakan saham-saham dari Perusahaan
Publik (PT.BFI) yang telah terdaftar di bursa efek, maka berdasarkan persyaratan
2 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 66
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
105
UNIVERSITAS INDONESIA
yang diatur dalam peraturan Bapepam nomor X.K.1, tanggal 17 Januari 1996
dengan memperhatikan keterbukaan informasi yang harus diumumkan kepada
masyarakat bahwa saham perusahaan publik yang akan digadaikan harus
dilaporkan perusahaan tersebut kepada bapepam dan kepada bursa efek dimana
saham tersebut tercatat. Penggadaian saham harus dicatat dalam daftar pemegang
saham perusahaan yang bersangkutan yang disimpan di Biro Administrasi Efek
yang ditunjuk oleh perusahaan. Biro Administrasi Efek akan mendaftar nama
penerima gadai dalam daftar pemegang saham dan nama pemberi saham masih
tetap tercatat dalam daftar pemegang saham sebagai pemegang/pemilik saham
secara yuridis. Bahwa terhadap Perjanjian Gadai Saham tersebut, oleh PT. BFI
mengeluarkan surat pemberitahuan pada tanggal 10 Juni 1999 kepada PT. Sirca
Datapro Perdana (Biro Administrasi Efek) untuk mendaftarkan gadai saham-
saham tersebut pada Daftar Buku Saham PT. BFI. Terhadap pemberitahuan
tersebut, kemudian telah dikonfirmasi PT. Sirca Datapro Perdana pada tanggal 12
Juni 1999 bahwa gadai saham-saham telah dicatat pada Daftar Buku Saham PT.
BFI. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Jasa Kustodian Sentral bab 2 tentang
Administrasi Atas Efek Yang Diagunkan.
Berdasarkan kesepakatan para pihak yang dituangkan ke dalam Perjanjian
Gadai Saham dimana sebagai jaminan atas fasilitas tersebut, PT. BFI telah
menerima jaminan sejumlah 210.192.912 (dua ratus sepuluh juta seratus sembilan
puluh dua ribu Sembilan ratus dua belas) lembar saham milik PT. APT dan PT.
OM yang ada di PT.BFI, serta terlebih dahulu disetujui dalam Rapat Umum Luar
Biasa Pemegang Saham PT. APT dan PT.OM tanggal 31 Mei 1999 dan
persetujuan oleh Presiden Komisaris PT.APT dan PT. OM tanggal 1 Juni 1999,
dan kemudian telah terdaftar perihal penggadaian saham-saham tersebut kepada
PT. Sirca Datapro Perdana (Biro Administrasi Efek), telah membuktikan bahwa
pemberian gadai yang dilakukan oleh para pihak dalam Perjanjian Gadai Saham
adalah sah demi hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi PT. APT, PT.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
106
UNIVERSITAS INDONESIA
OM dan PT.BFI. Akibat hukumnya para pihak wajib tunduk dan taat pada segala
hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat lahirnya hak gadai dalam
Perjanjian Gadai Saham tersebut dalam segala ketentuan hukum yang mengatur
mengenai gadai. Perihal pemberian gadai ini juga telah sesuai dengan ketentuan
Pasal 1151 jo. Pasal 1152 KUHPerdata yang berbunyi:
“Pasal 1151
Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi
pembuktian persetujuan pokoknya.
Pasal 1152
Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan
dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan kreditor atau seorang
pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.”
Dengan lahirnya hak gadai dalam Perjanjian Gadai Saham tersebut, maka
sesuai ketentuan yang berlaku PT. BFI selaku pemegang gadai memiliki hak dan
kewajiban sebagai berikut:
a. Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
b. Menjual saham-saham yang digadaikan, jika debitor tidak memenuhi
kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk
pemenuhan janjinya.
c. Mempunyai hak didahulukan terhadap tagihan-tagihannya, baik terhadap
utang pokok, bunga, dan biaya (Pasal 1150 KUHPerdata), hak mana
diwujudkan dalam hak pemegang gadai untuk menjual barang gadai sendiri
(parate eksekusi) ataupun melalui bantuan hakim (Pasal 1155 dan 1156
KUHPerdata). Terhadap hak didahulukan ini ada pengecualiannya, yaitu
biaya lelang dan biaya yag telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
gadai (Pasal 1150 KUHPerdata).
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
107
UNIVERSITAS INDONESIA
d. Kewenangan untuk menahan saham-saham yang digadaikan selama debitor
belum membayar lunas hutang-hutangnya.
e. berhak mendapat ganti rugi berupa biaya yang perlu dan berguna, yang telah
dikeluarkan oleh kreditor guna keselamatan barang gadai apabila ada(Pasal
1157 ayat (2) KUHPerdata).
f. Wajib untuk memberitahukan kepada pemberi gadai, jika saham-saham yang
digadaikan dijual (Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata).
g. Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya.
h. Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya,
walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUHPerdata).
Sedangkan PT. APT dan PT.OM yang berkedudukan sebagai pemberi
gadai dalam Perjanjian Gadai Saham memiliki hak dan kewajiban sebagai
berikut:
a. Berhak menuntut pengembalian atas saham-saham yang digadaikan, apabila
hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah dilunasinya.
b. Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk
melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUHPerdata).
c. Wajib menyerahkan saham-saham yang digadaikan sebagai jaminan kepada
pemegang gadai selama belum dilunasinya hutang oleh debitor.
d. Membayar biaya yang dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk
menyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUHPerdata).
e. Hak suara atas saham-saham yang digadaikan tetap berada pada pemberi
gadai (Pasal 60 ayat (4) UUPT 2007)
4.2. Tentang Perpanjangan Jangka Waktu Dalam Perjanjian Pledges of Shares
Agreement Tanggal 1 juni 1999.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
108
UNIVERSITAS INDONESIA
Bahwa karakteristik dari Jaminan gadai adalah bersifat accesoir, adanya
gadai tergantung dari perjanjian pinjam meminjam uang yang dijamin dengan
benda bergerak. Maksudnya adalah bahwa hak gadai ini bergantung pada
perjanjian pokok, misal perjanjian kredit. Bila debitor telah melunasi hutangnya
atau telah memenuhi kewajiban menurut perjanjian pinjam meminjam uang, maka
berakhir pula perjanjian gadai dan barang gadai harus dikembalikan kepada
debitor. 3 Berdasarkan Pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah accesoir pada
perjanjian utang piutang yang dijaminnya. Berakhirnya perjanjian utang piutang
mengakibatkan berakhirnya perjanjian gadai yang berkaitan. Dengan demikian,
Perjanjian Gadai Saham yang dibuat oleh PT. APT, PT. OM dengan PT. BFI akan
berlaku terus selama hutang piutang dari PT. APT dan PT. OM belum dilunasi.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lembaga Kajian Hukum Perdata Fakultas
Universitas Indonesia (selanjutnya disebut “LKHP”) yang menyatakan bahwa
sesuai dengan sifat gadai yang accesoir, selama utang yang dijamin dengan gadai
saham belum dilunasi, untuk memperpanjang gadai saham tidak diperlukan
persetujuan debitor/pemberi gadai, tetapi cukup melalui pemberitahuan oleh
kreditor/pemegang gadai saham kepada debitor/pemberi gadai saham. Di dalam
putusan Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 dan putusan Mahkamah
Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 jelas membuktikan bahwa tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa PT. APT maupun PT.OM telah melunasi/ membayar seluruh
utang yang dijamin dengan gadai atas saham-saham mereka di PT.BFI.
Selanjutnya PT. BFI baik di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No.
115 PK/Pdt.2007 maupun putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006
mendalilkan mengenai Perjanjian Gadai Saham telah pernah diperpanjang, yang
pertama tanggal 22 Februari 2000 dan berakhir pada tanggal 1 Desember 2000,
yang kedua tanggal 28 Nopember 2000 dan berakhir pada tanggal 1 Desember
2001. Berdasarkan hal ini maka Perjanjian Gadai Saham berlaku hingga tanggal 1
3 Peter Mahmud Marzuki, et.al., Hukum Jaminan Indonesia (Seri Dasar Hukum Ekonomi 4), (Jakarta: Proyek Elips, 1998), hal 238-239
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
109
UNIVERSITAS INDONESIA
Desember 2001. Perpanjangan Perjanjian Gadai Saham ini dilakukan PT. BFI
dengan bukti berupa pemberitahuan (pertama) surat tanggal 22 Februari 2000, dan
pemberitahuan (kedua) tanggal 28 Nopember 2000. Berdasarkan kesepakatan
dalam Perjanjian Gadai Saham, Pasal 4.2 menyatakan bahwa “Perjanjian Gadai
ini tunduk pada pengakhiran, sebelum berakhirnya jangka waktunya atau suatu
perpanjangan jangka waktu yang dengan ini diadakan atas pilihan Penerima
Gadai pada setiap saat setelah disampaikannya pemberitahuan kepada Pemberi
Gadai.” Jadi berdasarkan ketentuan pasal 4.2 jelas diatur bahwa Pemegang Gadai
yaitu PT. BFI diberikan hak opsi untuk memperpanjangan Perjanjian Gadai
Saham cukup dengan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Gadai
mengenai perpanjangan jangka waktu gadai. Dengan demikian perpanjangan
jangka waktu gadai cukup dilakukan dengan pemberitahuan saja dan tidak
memerlukan persetujuan atau kesepakatan apapun dari Pemberi Gadai dalam hal
ini PT. APT dan PT. OM.
Oleh karena itu, dalil PT. APT maupun PT. OM di dalam putusan
Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 dan putusan Mahkamah Agung
RI No. 240 PK/pdt/2006 yang menyatakan bahwa batas jangka waktu Perjanjian
Gadai Saham yang terakhir setelah perpanjangan adalah 1 Desember 2000 dan
sejak jatuh tempo Perjanjian Gadai Saham tidak pernah diperpanjang lagi. Dan
untuk itu, akibat hukum berakhirnya jangka waktu gadai adalah objek gadai, yaitu
saham-saham yang digadaikan sudah tidak lagi terikat sebagai jaminan hutang
kepada PT.BFI dan saham-saham tersebut harus dikembalikan kepada PT.APT
dan PT. OM adalah tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1150
KUHPerdata oleh karena gadai adalah accesoir pada perjanjian utang piutang
yang dijaminnya. Hal ini sebagaimana diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung
RI No. 115 PK/Pdt.2007.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
110
UNIVERSITAS INDONESIA
Namun Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No.
240 PK/pdt/2006 ternyata memiliki pertimbangan hukum yang berbeda dan jelas
bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007
mengenai tata cara perpanjangan jangka waktu gadai. Majelis Hakim Agung di
dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 berpendapat sama
dengan Majelis Hakim dalam pemeriksaan tingkat pertama Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat No. 123/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST bahwa perpanjangan jangka
waktu gadai haruslah berdasarkan persetujuan para pihak. Hal ini didasarkan pada
surat tanggal 22 Februari 2000 dimana di dalam surat tersebut PT.BFI meminta
tanda tangan dari PT. APT sebagai tanda persetujuannya atas perpanjangan
jangka waktu gadai saham tersebut. Karena itu, pemberitahuan perpanjangan
gadai sampai dengan tanggal 1 Desember 20001 sesuai surat PT.BFI tanggal 28
November 2000 selain merupakan permintaan perpanjangan secara sepihak
karena tidak pernah disetujui PT. APT sehingga tidak mengikat PT. APT.
Menurut Pertimbangan Majelis Hakim Agung di dalam putusan
Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006, Perjanjian Gadai Saham tanggal 1
juni 1999 tersebut merupakan “Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu”
sebagaimana diatur dalam Pasal 1268 KUHPerdata, karena dalam perjanjian
tersebut secara pasti telah ditentukan lama waktu berlakunya perjanjian gadai
yaitu berlangsung selama 12 bulan kemudian diperpanjang menjadi 18 bulan
sejak tanggal 1 juni 1999 sehingga berakhir pada tanggal 1 desember 2000.
Bahwa perjanjian dengan ketetapan waktu bersifat memutuskan ataupun
mengakhiri daya kerja suatu perjanjian in casu jangka waktu perjanjian gadai
secara pasti ditentukan berakhir pada tanggal 1 Desember 2000, karenanya barang
gadai tersebut hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai dengan tanggal 1
Desember 2000 dan selama itu pemegang gadai berhak menjual barang gadai
tersebut di muka umum. Jangka waktu berakhirnya Perjanjian Gadai Saham
tanggal 1 Desember 2000 yang merupakan syarat dalam perjanjian gadai tersebut
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
111
UNIVERSITAS INDONESIA
oleh kedua belah pihak dimaksudkan bahwa barang-barang gadai diikat sebagai
jaminan hutang selama jangka waktu gadai saham berlangsung dan pemegang
gadai dapat melaksanakan hak parate eksekusi yang dimilikinya yakni menjual
barang-barang gadai dimuka umum selama jangka waktu gadai saham belum
berakhir dan bukan dimaksudkan agar pemegang gadai mengeksekusi
barang-barang gadai pada saat gadai saham telah berakhir karena hutang
belum dibayar lunas.
Menurut penulis, apabila Perjanjian Gadai Saham tersebut merupakan
“Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana diatur dalam Pasal 1268
KUHPerdata dalam arti perjanjian dengan ketetapan waktu bersifat memutuskan
ataupun mengakhiri daya kerja suatu perjanjian, karenanya barang jaminan hanya
terikat sebagai jaminan hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian dan
selama itu pemegang gadai berhak menjual barang gadai tersebut di muka umum,
maka tentunya akan bertentangan dan menghilangkan asas-asas penting yang
terkandung dalam hukum jaminan khususnya gadai itu sendiri. Hal ini juga akan
sangat mempengaruhi kepastian pelaksanaan eksekusi jaminan gadai apabila
Perjanjian Gadai Saham tersebut hanya diartikan sebatas yang dimaksud Majelis
Hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006.
Bahwa Kedudukan pemegang gadai sebagai secured creditor adalah
berbeda dengan unsecured creditor. Bahwa secured creditor terhadap utang atau
pinjaman, maka debitor memberi barang jaminan sebagai perlindungan
pemenuhan pembayaran kepada secured creditor. Apabila debitor ingkar atau
lalai memenuhi pembayaran utang sebagaimana mestinya sesuai dengan
perjanjian, pemenuhan dapat dipaksa dengan jalan eksekusi barang jaminan
berdasarkan ketentuan tata cara eksekusi benda jaminan yang berlaku. Dengan
adanya jaminan yang diikat dalam bentuk perjanjian jaminan tertentu akan dapat
mengurangi risiko yang mungkin terjadi apabila penerima kredit wanprestasi atau
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
112
UNIVERSITAS INDONESIA
tidak dapat mengembalikan kredit atau pinjamannya. Dengan demikian jaminan
dalam perjanjian kredit ini bertujuan untuk menjamin bahwa utang debitor (orang
yang meminjam uang atau yang menerima kredit) akan dibayar lunas. 4 Hal ini
sejalan dengan pendapat Prof. Subekti yang menyatakan bahwa orang yang
berhutang dengan memberikan tanggungan gadai sejak semula telah memberikan
izin kalau ia lalai, barang tanggungan boleh dijual oleh si berpiutang untuk
pelunasan hutang dengan hasil penjualan itu.5
Apabila Perjanjian Gadai Saham tersebut hanya diartikan sebatas yang
dimaksud Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240
PK/pdt/2006, maka jelas sangat merugikan debitor dan/atau pemberi gadai serta
kreditor selaku pemegang gadai. Bahwa kreditor tentu tidak mendapatkan
kepastian hukum dalam pengembalian piutangnya karena dalam hal pemberi
gadai tidak beritikad baik dalam pelaksanaan prestasinya, sedangkan pada
umumnya di dalam perjanjian gadai tersebut menentukan bahwa Pemegang Gadai
berhak melakukan eksekusi atas benda jaminan dalam hal debitor ingkar janji di
dalam melaksanakan prestasinya. Lebih lanjut lagi ditentukan bahwa Pemberi
Gadai dinyatakan ingkar janji apabila jangka waktu perjanjian gadai berakhir.
Atas hal-hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena adanya
pertentangan aturan hukum sebagaimana yang dipertimbangkan Majelis Hakim
dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dengan praktek yang
terjadi di dalam Perjanjian Gadai tersebut. Meskipun kemudian di dalam
pengadilan diputuskan debitor telah beritikad tidak baik dalam pelaksanaan
prestasinya, namun tetap kreditor akan mengalami kesulitan di dalam menuntut
pengembalian piutangnya. Apabila mengacu pada perjanjian gadai merupakan
“Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana diatur dalam Pasal 1268
4 Suharnoko, Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), hal. 40 5 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hal. 124
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
113
UNIVERSITAS INDONESIA
KUHPerdata dalam arti terbatas pada barang jaminan hanya terikat sebagai
jaminan hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian, maka dengan
lewatnya jangka waktu perjanjian maka pelunasan hutang debitor akan mengacu
kepada jaminan umum berdasarkan ketentuan Pasal 1131 jo Pasal 1132
KUHPerdata. Hal ini menyebabkan pengikatan jaminan dalam perjanjian gadai
tersebut menjadi sia-sia dan sangat merugikan kreditor.
Sedangkan bagi debitor dan/atau pemberi gadai sendiri, apabila Perjanjian
Gadai diartikan terbatas pada barang jaminan hanya terikat sebagai jaminan
hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian maka ada kemungkinan
terdapat ketidakamanan terhadap benda yang dijadikan jaminan tersebut. Dengan
adanya ketentuan barang jaminan hanya terikat sebagai jaminan hutang sampai
berakhirnya jangka waktu perjanjian, maka Pemegang Gadai tentunya akan
melakukan segala cara untuk mendapatkan pengembalian piutangnya sebelum
berakhirnya jangka waktu perjanjian. Pemegang Gadai akan melakukan segala
usaha supaya Pemegang Gadai dinyatakan telah melakukan ingkar janji. Hal-hal
ini tentu akan menghilangkan arti sebenarnya daripada maksud dan tujuan
jaminan itu sendiri kepada pemberi gadai karena debitor dan/atau pemberi gadai
tidak diberikan kesempatan untuk melunasi hutang-hutangnya. Padahal maksud
dan tujuan diadakannya jangka waktu dalam perjanjian gadai adalah dalam
rangka melindungi kepentingan debitor dan pemberi gadai, terutama bila nilai
kebendaan bergerak yang digadaikannya melebihi besarnya utang yang dijamin,
sehingga terdapat sisa pembayaran dari hasil penjualan barang gadai tersebut
dapat dikembalikan atau diserahkan kepada debitor dan pemberi gadai yang
bersangkutan. Sekaligus pula melindungi kepentingan para peminjam uang yang
pada umumnya berada dalam posisi yang sangat lemah, sehingga syarat-syarat
yang berat pun sering kali karena keadaan terpaksa harus diterima. Apabila
perjanjian gadai diartikan terbatas pada barang jaminan hanya terikat sebagai
jaminan hutang sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian, bisa muncul
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
114
UNIVERSITAS INDONESIA
keadaan yang aneh dimana seorang kreditor pada umumnya mengharapkan agar
debitor memenuhi kewajibannya, bisa muncul yang sebaliknya, malahan kreditor
mengharapkan agar debitor wanprestasi, karena benda jaminan pada umumnya
mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari piutang kreditor.
Bahwa pemberian fasilitas kredit oleh kreditor dengan mensyaratkan
adanya jaminan adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan
kreditor, agar dana yang telah diberikannya kepada debitor dapat dikembalikan
sesuai jangka waktu yang ditentukan. Apabila debitor wanprestasi, jaminan
kebendaan tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan
untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitor kepada
kreditornya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau
menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitor seandainya wanprestasi
sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir. 6
Oleh karena itu
pengaturan jangka waktu di dalam Perjanjian Gadai Saham semestinya dipandang
dan diartikan sebagai batas akhir kesempatan yang diberikan oleh kreditor kepada
Pemberi Gadai untuk melaksanakan prestasinya yaitu melunasi hutang-hutangnya
kepada kreditor.
Menurut penulis, Perjanjian Gadai Saham bukan sebatas merupakan
“Perjanjian dengan suatu ketetapan waktu” sebagaimana yang dimaksud dan
dipertimbangkan Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 240
PK/pdt/2006. Dalam hal jangka waktu dalam Perjanjian Gadai Saham dilampaui
maka barulah lahir hak bagi Pemegang Gadai untuk mengeksekusi benda yang
dijadikan jaminan tersebut sebagai upaya pelunasan hutang dari pemberi gadai.
Hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata yang
menyatakan “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si
6 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, ed.1, cetakan kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 69
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
115
UNIVERSITAS INDONESIA
berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera
janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah
ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk
membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut
kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku,
dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga
dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut. Apabila utang yang dijamin
dengan saham PT. APT dan PT.OM telah dilunasi/dibayar untuk sebagian, maka
hal ini tidak menyebabkan hak gadai atas saham-saham PT. APT dan PT.OM
hapus untuk sebagian. Gadai mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, yaitu
membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan
setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasinya
sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian
kebendaan atau barang-barang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak
gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau barang-barang yang
digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 KUHPerdata).
Menurut penulis, pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan
Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 jelas bertentangan dengan putusan
Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007. Majelis hakim Agung dalam
putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 berpendapat bahwa
Ketentuan butir 4.2 dari Perjanjian Gadai Saham, walaupun berjudul “jangka
waktu dan pengakhiran”, akan tetapi secara jelas dapat disimpulkan substansinya
antara lain adalah mengenai perpanjangan jangka waktu gadai dan tata cara
perpanjangan jangka waktu gadai yang berbunyi : “Perjanjian gadai ini tunduk
pada pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktunya atau suatu
perpanjangan jangka waktu yang dengan ini diadakan atas pilihan dari Penerima
Gadai pada setiap saat setelah disampaikannya pemberitahuan kepada Pemberi
Gadai”. Oleh karena itu penyangkalan PT. OM atas ketentuan butir 4.2.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
116
UNIVERSITAS INDONESIA
Perjanjian Gadai Saham adalah tidak berdasar hukum karena perpanjangan
tersebut tidak memerlukan persetujuan PT.OM selaku pemberi gadai,
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pasal 4.2. Perjanjian Gadai Saham
tersebut adalah dengan pemberitahuan mengenai perpanjangan jangka waktu
gadai kepada pemberi gadai (PT. OM) oleh pemegang gadai (PT.BFI). Oleh
karena itu, menurut penulis pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan
Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 mengenai cara perpanjangan jangka
waktu gadai adalah tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata jo.
Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata jo. Pasal 4.2 Perjanjian Gadai Saham yang
dibuat diantara PT. APT, PT. OM dengan PT. BFI.
Dengan masih berlakunya Perjanjian Gadai Saham hingga jangka waktu
tanggal 1 Desember 2001 berdasarkan surat pemberitahuan kedua tanggal 28
Nopember 2000, mengakibatkan Consent to Transfer (Persetujuan Untuk
Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell
(Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7
Agustus 2000 adalah tetap mengikat dan berlaku bagi PT. APT, PT. OM dan
PT.BFI. Oleh karena itu penyangkalan yang dilakukan oleh PT. APT dan PT. OM
mengenai gugur dan tidak berlakunya Consent to Transfer (Persetujuan Untuk
Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell
(Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7
Agustus 2000 di dalam gugatan, menurut penulis seharusnya ditolak oleh Majelis
Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006.
4.3. Tentang Hak PT. BFI Mengeksekusi Gadai Atas Saham Terkait Jangka Waktu
dalam Perjanjian Pledges of Shares Agreement Tanggal 1 juni 1999.
Dalam hukum perjanjian, kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam
perjanjian menyangkut dua janji, yaitu melakukan sesuatu atau menyerahkan
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
117
UNIVERSITAS INDONESIA
sesuatu. Janji yang terlaksana adalah dilakukannya sesuatu atau diserahkan
sesuatu yang disebut sebagai “prestasi”. Dalam konteks perjanjian kredit,
“prestasi kreditor adalah menyerahkan dana pinjaman, sementara “prestasi”
debitor adalah menyerahkan jaminan, melaksanakan pembayaran bunga, dan
mengembalikan dana pinjaman secara tepat waktu. Wanprestasi adalah suatu
keadaan bilamana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasinya. Seorang
debitor dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat
memenuhi kewajibannya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah
diperjanjikan.7 Dalam kaitannya dengan gadai maka dasar alasan Pemegang
Gadai melakukan eksekusi, diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata:
a. Debitor cedera janji melaksanakan kewajibannya dalam tenggang waktu
yang ditentukan dalam perjanjian, atau
b. Apabila tenggang waktu pemenuhan kewajiban tidak ditentukan dalam
perjanjian, debitor dianggap melakukan cidera janji memenuhi kewajiban
setelah ada peringatan untuk membayar.8
Bahwa sebagai hasil upaya negosiasi dan restrukturisasi utang PT. BFI
kepada kreditur-krediturnya, maka PT. BFI pada tanggal 11 oktober 2000 telah
mengajukan rencana perdamaian agar dapat disetujui oleh para kreditur PT. BFI.
Pada tanggal 7 Desember 2000, PT. BFI dan para kreditur PT. BFI akhirnya telah
menandatangani Perjanjian Perdamaian yang kemudian telah diratifikasi/disahkan
oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No: 04/PKPU/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst.
selanjutnya dalam rangka keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan
kepada publik sesuai ketentuan Peraturan Bapepam Nomor X.K.1, PT. BFI telah
melakukan pengumuman mengenai rencana penggunaan saham-saham yang
7 Sunu Widi Purwoko, Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan, (Jakarta: Nine Seasons, 2011), hal.120-121 8 M. Yahya Harahap (a), Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal 218
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
118
UNIVERSITAS INDONESIA
digadaikan untuk retrukturisasi utang PT. BFI yang dimuat di harian Media
Indonesia tertanggal 29 Desember 1999. Pada tanggal 19 Desember 2000.
Karena utang yang dijamin dengan saham PT.APT dan PT. OM tetap belum
dilunasi kepada PT. BFI di dalam perjanjian Pledges of Shares Agreement, dan
sebagai pelaksana putusan perdamaian, dalam rangka restrukturisasi hutangnya,
PT. BFI telah mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM
kepada THE LAW DEBENTURE TRUST CORPORATION P.L.C. (selanjutnya
disebut “L.D.T”) berdasarkan share sale and purchase agreement tertanggal 9
Februari 2001. Timbulnya hak eksekusi bagi PT. BFI untuk mengeksekusi saham-
saham yang dijaminkan PT.APT dan PT. OM dilakukan berdasarkan Consent to
Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 berbunyi “ ia (PT.
APT dan PT. OM) mengijinkan dan menyetujui eksekusi/penjualan oleh PT.
Bunas Finance Indonesia Tbk atas hak-haknya berdasarkan Perjanjian Gadai
Saham tertanggal 1 Juni 1999. Selanjutnya Irrevocable Power of Attorney to Sell
(Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7
Agustus 2000 mengatur “Kami (PT.APT dan PT.OM)… dengan ini memberikan
kuasa dan wewenang yang tidak dapat ditarik kembali kepada PT. BFI (untuk
selanjutnya disebut “Pember Kuasa”), dengan hak substitusi yang dapat
diberikan pada setiap saat dan untnuk memberikan hak substitusi lebih lanjut
sepanjang diperlukan oleh Pemberi Kuasa, pada setiap saat, dari waktu ke
waktu, untuk menjual dan mengalihkan atau sebaliknya menyerahkan :
(a). Saham-saham yang digadaikan sesuai dengan Perjanjian Gadai;
(b). …
Baik melalui bursa efek di Indonesia atau melalui pelelangan umum, atau
penjualan pribadi atau di bawah tangan, dengan harga tersebut dan pada
kondisi tersebut sebagaimana patut oleh Pemberi Kuasa kepada setiap pihak…”.
Tindakan PT. BFI tersebut diatas adalah juga telah sesuai ketentuan Pasal 1155
ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan “Apabila oleh para pihak tidak telah
diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
119
UNIVERSITAS INDONESIA
pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau,
atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu
peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum
menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim
berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta
bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.
Selanjutnya seorang debitor yamg melakukan perjanjian kredit dengan
jaminan gadai wajib mengembalikan atau membayar pinjamannya tepat pada
waktunya yang dihitung mulai tanggal pinjaman uang atau tanggal dilakukannya
perjanjian pembiayaan dengan jaminan gadai sampai dengan tanggal jatuh tempo.
Setelah selesai membayar hutang, maka penguasaan atas barang yang dijaminkan
harus diserahkan kembali dari kreditor kepada debitor. Namun kenyataannya
tidak semua debitor melunasi hutangnya tepat pada waktunya, sehingga pada
tanggal jatuh tempo tiba hutangnya belum dilunasi. Terhadap debitor yang
demikian itu dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Wanprestasi yang
dilakukan oleh PT. APT dan PT.OM ditandai dengan belum dilunasinya hutang
atau tagihan tepat pada waktu yang telah ditentukan (terbukti dalam persidangan
oleh PT.APT dan PT.OM tidak melakukan bantahan atas dalil hutang yang belum
dilunasi kepada PT. BFI baik dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240
PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007).
Sesuai ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, apabila jangka waktu yang
ditentukan dalam perjanjian Pledges of Shares Agreement dilampaui, berarti
PT.BFI diberikan hak untuk melakukan eksekusi gadai atas saham-saham yang
dijaminkan oleh PT.APT dan PT.OM untuk melunasi hutang debitor. Hal ini juga
sejalan dengan pendapat M. Yahya Harahap bahwa jika lampau waktu kita
kaitkan dengan perjanjian, lampau waktu tadi akan menghasilkan pengertian
membebaskan seseorang dari suatu kewajiban atau bisa juga memberi hak kepada
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
120
UNIVERSITAS INDONESIA
seseorang untuk memperoleh sesuatu hak. Pendeknya dengan menghubungkan
lampau waktu dengan perjanjian, akan memberi dua pengertian:
a. Membebaskan seseorang dari kewajiban setelah lewat waktu tertentu
sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang.
b. Memberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak setelah lewat
jangka waktu tertentu sesuai dengan yang ditetapkan undang-undang. 9
Prof. Subekti juga menyatakan bahwa orang yang berhutang dengan memberikan
tanggungan gadai sejak semula telah memberikan izin kalau ia lalai, barang
tanggungan boleh dijual oleh si berpiutang untuk pelunasan hutang dengan hasil
penjualan itu. 10
Dari ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, pembentuk undang-
undang memberikan wewenang kepada kreditor pemegang gadai untuk
melakukan penjualan kebendaan gadai yang diserahkan kepadanya dengan
kekuasaan sendiri (parate eksekusi) di depan umum (melalui pelelangan umum)
menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim
berlaku, bila debitor pemberi gadai wanprestasi atau tidak menepati janji dan
kewajiban-kewajibannya, guna mengambil pelunasan jumlah piutangnya dari
pendapat penjualan kebendaan yang digadaikan tersebut. Dengan demikian, hak
parate eksekusi atas barang gadai ini akan berlaku bila debitor pemberi gadai
benar-benar telah wanprestasi setelah diberikan peringatan untuk segera
membayar atau melunasi utangnya. Bahwa dengan PT.APT dan PT. OM yang
belum melunasi hutangnya pada PT. BFI, maka berdasarkan Pasal 1155 ayat (1)
tersebut, PT.BFI memiliki hak untuk mengeksekusi saham-saham yang
dijaminkan PT.APT dan PT.OM. Dengan adanya Consent to Transfer
(Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of
9 M.Yahya Harahap (b), Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 166 10 Subekti, Loc.Cit.,
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
121
UNIVERSITAS INDONESIA
Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali)
tertanggal 7 Agustus 2000, maka PT. BFI mengalihkan saham-saham yang
digadaikan PT.APT dan PT. OM tersebut dengan penjualan di bawah tangan
kepada L.D.T sesuai share sale and purchase agreement tertanggal 9 Februari
2001.
Penjualan di bawah tangan atas saham-saham yang digadaikan PT.APT
dan PT. OM tersebut dibenarkan juga oleh Majelis Hakim Agung dalam putusan
Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 yang dalam pertimbangannya
menyatakan bahwa “Pasal 1155 KUHPerdata tentang tata cara eksekusi barang
gadia bilamana pemberi gadai wanprestasi setelah lewatnya jangka waktu gadai
yang pada umumnya dengan menjual dimuka umum/lelang, akan tetapi azas
tersebut dapat disimpangi berdasarkan kalimat awal dari pasal 1155 KUPerdata
yang berbunyi: “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain”. Oleh
karena itu menurut pertimbangan Majelis Hakim tingkat banding yang diperkuat
Majelis Hakim tingkat Kasasi dan tingkat Peninjauan kembali bahwa “Majelis
Hakim tingkat pertama, tidak cermat dalam membaca ketentuan pasal 1155
KUHPerdata, sehingga berkesimpulan bahwa eksekusi gadai saham hanya dapat
dilakukan melalui menjual dimuka umum atau melalui lelang. Sehingga meskipun
telah diperjanjikan oleh PT. OM selaku pemberi gadai dengan PT. BFI
sebagaimana termuat dalam butir 5 dari Perjanjian Gadai Saham, Majelis
Hakim tingkat pertama tidak mempertimbangkannya”. Di dalam butir 5 dari
Perjanjian Gadai Saham diatur : “… penjualan tersebut dapat dilakukan dengan
penjualan di depan umum atau (sejauh yang diijinkan oleh undang-undang)
penjualan secara privat…”
Pendapat Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung RI No.
No. 115 PK/Pdt.2007 ternyata bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung
RI No. 240 PK/pdt/2006. Dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
122
UNIVERSITAS INDONESIA
PK/pdt/2006, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan PT. BFI yang
mengeksekusi barang-barang gadai setelah masa gadai telah berakhir dengan cara
penjualan di bawah tangan tidak dapat dibenarkan menurut hukum gadai karena
bertentangan dengan Pasal 1155 KUHPerdata yang mengatur tentang eksekusi
barang gadai yang mewajibkan barang gadai dijual di muka umum atau dengan
cara lelang, agar debitor tidak dirugikan. Bahwa pada gadai saham cara
pelelangannya dilakukan melalui pasar modal dengan perantaraan dua orang
makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. Menurut penulis,
pertimbangan Majelis Hakim di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240
PK/pdt/2006 adalah keliru.
Bahwa di dalam ketentuan dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata
menyatakan “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si
berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji,
setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan
suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar,
menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-
kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud
untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari
pendapatan penjualan tersebut.”
Selanjutnya Pasal 1155 ayat (2) KUHPerdata mengatur secara khusus
mengenai cara eksekusi barang gadai yang terdiri atas barang-barang perdagangan
dan surat-surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal, yaitu penjualannya
dilakukan di pasar atau di bursa efek di tempat kreditor pemegang gadainya
bertempat tinggal dengan bantuan perantaraan 2(dua) orang makelar yang
memang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. Pasal 1155 ayat (2)
KUHPerdata, mengatur kebolehan penjualan eksekusi atas barang perdagangan
atau efek menyimpang dari aturan pokok penjualan di muka umum.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
123
UNIVERSITAS INDONESIA
Pasal di atas menunjukkan kepada kita, bahwa ketentuan Pasal 1155
KUHPerdata merupakan ketentuan yang bersifat menambah (aanvulledrechts),
karena para pihak bebas menetapkan lain. Dalam hal para pihak tidak
menyimpang dari ketentuan tersebut, barulah Pasal 1155 KUHPerdata berlaku. 11
Jika pemberi gadai dan kreditor menginginkan penjualan dengan cara di bawah
tangan (private sale), harus ditempuh cara yang diatur dalam Pasal 1156
KUHPerdata.12
Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata dengan cara mengajukan
permohonan kepada hakim, kreditor/ pemegang gadai dapat mohon supaya hakim
menetapkan bahwa eksekusi gadai dapat dilakukan melalui penjualan di bawah
tangan (private sale). penjualan tidak dengan lelang hanya dapat dilakukan
setelah ada penetapan hakim (Pasal 1156 KUHPerdata). 13
Dengan demikian, cara
penjualan eksekusi barang gadai menurut cara yang ditentukan hakim yang
digariskan Pasal 1156 KUHPerdata ini merupakan kebolehan penyimpangan dari
ketentuan pokok penjualan lelang di muka umum yang disebut Pasal 1155 ayat
(1) KUHPerdata. Dengan demikian, sekiranya pemegang gadai/kreditor
menghendaki tidak menempuh ketentuan pokok penjualan barang gadai di muka
umum, atau juga tidak ingin menjual barang gadai di pasar atau di bursa efek,
Pasal 1156 KUHPerdata memberi hak kepada pemegang gadai/kreditor
mengajukan tuntutan ke pengadilan agar hakim/pengadilan menjatuhkan putusan
penjualan barang gadai menurut cara yang ditentukan hakim/pengadilan.14
Dalam
hal dilakukannya penjualan dibawah tangan, setelah suatu penjualan dilakukan
oleh kreditor berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditor berkewajiban untuk
segera memberitahukannya kepada pemberi gadai, yang menurut ketentuan Pasal
1156 KUHPerdata, dilakukan pada hari yang berikutnya apabila ada perhubungan
11 Usman, Op.Cit., hal.136 12 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 10-11 13 Suharnoko, Kartini Muljadi, Op.Cit., hal. 12-13 14 Harahap (a), Op.Cit., hal 219
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
124
UNIVERSITAS INDONESIA
pos harian ataupun suatu suatu perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian
halnya dengan pos yang berangkat pertama.15
Sesuai ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata, ternyata para pihak sepakat
telah menetapkan lain mengenai tata cara eksekusi/penjualan saham-saham yang
dijaminkan dalam Perjanjian Gadai Saham. Bahwa di dalam butir 5 Perjanjian
Gadai Saham diatur “… penjualan tersebut dapat dilakukan dengan penjualan di
depan umum atau (sejauh yang diijinkan oleh undang-undang) penjualan secara
privat…”. Selanjutnya sebagai akibat krisis moneter yang terjadi di Indonesia
yang antara lain ditandai dengan kenaikan yang berlipat-lipat dari nilai tukar mata
uang Dollar Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah telah mempengaruhi
perekonomian nasional dan menimbulkan kesulitan yang besar di kalangan dunia
usaha termasuk PT. BFI, maka PT. BFI pada tanggal 11 oktober 2000 telah
mengajukan rencana perdamaian berkenaan dengan Permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Dalam rencana perdamaian ini disertakan saham-saham
PT.APT dan PT.OM sebagai restrukturisasi utang PT. BFI kepada kreditor-
kreditornya.
Sebagai hasil upaya negosiasi dan restrukturisasi utang PT. BFI kepada
kreditur-krediturnya, maka pada tanggal 7 Desember 2000, PT. BFI dan para
kreditur PT. BFI akhirnya telah menandatangani Perjanjian Perdamaian yang
kemudian telah diratifikasi/disahkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No:
04/PKPU/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada tanggal 19 Desember 2000. Karena utang
yang dijamin dengan saham PT.APT dan PT. OM tetap belum dilunasi kepada
PT. BFI dan sebagai pelaksana putusan perdamaian, dalam rangka restrukturisasi
hutangnya, PT. BFI telah mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT
dan PT. OM kepada L.D.T berdasarkan share sale and purchase agreement
tertanggal 9 Februari 2001. Menurut penulis, dengan adanya putusan Pengadilan
15 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 196-200
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
125
UNIVERSITAS INDONESIA
Niaga Jakarta Pusat No: 04/PKPU/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada tanggal 19
Desember 2000 telah membuktikan bahwa tindakan penjualan dibawah tangan
atas saham-saham PT.APT dan PT.OM oleh PT. BFI kepada L.D.T adalah telah
sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 ayat (1) KUHPerdata. Selain daripada itu
sesuai ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata, para pihak juga telah bersepakat untuk
melakukan penjualan di bawah tangan sebagaimana disepakati dalam butir 5
Perjanjian Gadai Saham, serta di dalam Consent to Transfer (Persetujuan Untuk
Menjual) tanggal 7 Agustus 2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell
(Surat Kuasa untuk menjual yang tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7
Agustus 2000 yang dibuat oleh PT. APT, PT.OM dengan PT. BFI.
Namun dengan mempelajari dalil-dalil PT. BFI dalam putusan Mahkamah
Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115
PK/Pdt.2007 ternyata diketahui bahwa Perjanjian Gadai Saham telah
diperpanjang berlaku hingga tanggal 1 Desember 2001 sebagaimana diakui
sendiri oleh PT. BFI berdasarkan alat bukti berupa surat pemberitahuan kedua
tanggal 28 Nopember 2000 dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240
PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007.
Kemudian menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bahwa dengan masih
berlakunya Perjanjian Gadai Saham, apakah PT. BFI selaku pemegang gadai
dapat serta merta atau memiliki kewenangan melakukan eksekusi terhadap
saham-saham yang dijaminkan pemberi gadai in casu PT. APT dan PT. OM.
Menurut penulis, dengan masih berlakunya jangka waktu gadai, maka untuk dapat
mengeksekusi benda gadai yaitu terhadap saham-saham PT. APT dan PT. OM
yang ada di PT. BFI, maka terlebih dahulu PT. BFI harus mendapat persetujuan
dari PT. APT dan PT. OM. Ternyata faktanya bahwa penjualan saham-saham
oleh PT. BFI telah terlebih dahulu diketahui dan mendapatkan persetujuan PT.
APT dan PT. OM. Terbukti baik didalam putusan Mahkamah Agung RI No. 240
PK/pdt/2006 maupun putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007,
telah diakui oleh PT. APT dan PT.OM bahwa dalam rangka restrukturisasi utang
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
126
UNIVERSITAS INDONESIA
PT. BFI, rencana perdamaian yang dibuat dan diajukan PT. BFI kepada
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah disetujui dalam
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. BFI (termasuk persetujuan dari
PT. APT dan PT. OM selaku pemegang saham PT. BFI) yang berita acaranya
tertuang di dalam Akta No.28 tanggal 27 Januari 2000 dimana dalam rapat
tersebut memuat agenda rapat sebagai berikut:
a. Persetujuan untuk melaksanakan gadai saham yang diberikan untuk menjamin
piutang PT. BFI kepada perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dan
selanjutnya menghapus-bukukan piutang PT. BFI kepada perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa.
b. Persetujuan atas restrukturisasi seluruh hutang PT. BFI kepada kreditor,
termasuk hutang kepada pemegang obligasi.
Termasuk persetujuan dari PT. APT dan PT. OM selaku pemegang saham di PT.
BFI untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dan
rencana perdamaian kepada Pengadilan Niaga yang berita acaranya tertuang di
dalam Akta No. 51 tanggal 22 Agustus 2000 dan dihadiri oleh PT.APT dan
PT.OM selaku pemegang saham PT. BFI. Atas persetujuan tersebut, maka
berdasarkan Consent to Transfer (Persetujuan Untuk Menjual) tanggal 7 Agustus
2000 dan Irrevocable Power of Attorney to Sell (Surat Kuasa untuk menjual yang
tidak dapat ditarik kembali) tertanggal 7 Agustus 2000, PT. BFI mengalihkan
saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT. OM kepada L.D.T. Bahwa L.D.T
selaku pembeli saham-saham yang digadaikan PT. APT dan PT. OM pada PT.
BFI kemudian melakukan pengumuman melalui media massa Harian Bisnis
Indonesia tanggal 14 Mei 2001 dimana baik PT. APT maupun PT. OM tidak
pernah melakukan protes terhadap pengumuman yang dibuat L.D.T. Selain itu
PT. BFI juga telah memberi tahu PT. APT dan PT. OM tentang pelaksanaan
Putusan Perdamaian dan Pengalihan Saham-Saham PT. APT dan PT. OM yang
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
127
UNIVERSITAS INDONESIA
digadaikan pada PT. BFI kepada L.D.T, melalui surat tanggal 11 Mei 2001 dan
disetujui oleh PT. APT dan PT. OM. Pengumuman ini adalah telah sesuai dengan
ketentuan Pasal 1156 ayat (1) KUHPerdata mengenai keterbukaan informasi yang
harus disampaikan kreditor mengenai penjualan barang gadai milik pemberi
gadai. Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan di dalam bab ini membuktikan
bahwa pelaksanaan eksekusi gadai atas saham-saham milik PT. APT dan PT. OM
oleh PT. BFI selaku pemegang gadai adalah sudah tepat dan sah demi hukum
serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang mengatur mengenai
hukum gadai.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
128 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan permasalahan dan analisis mengenai
putusan perkara di dalam tesis ini, maka pada bab terakhir (Penutup) ini
penulis mencoba untuk menyimpulkan beberapa permasalahan tersebut dan
juga akan memberikan beberapa saran-saran kepada para pihak terutama
pihak pembaca. Dengan demikian penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan antara lain sebagai berikut:
5.1.1. Terkait dengan jangka waktu di dalam perjanjian gadai, dalam hal
jangka waktu perjanjian telah berakhir namun utang Pemberi Gadai
belum dilunasi, maka Pemegang Gadai diberikan hak untuk
melakukan eksekusi terhadap benda gadai yang dijadikan jaminan. Hal
ini berdasarkan ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata yang mengatur
bahwa “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka
kreditor adalah berhak jika debitor atau pemberi gadai cedera janji,
setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak
telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu
peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di
muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-
syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil
pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari
pendapatan penjualan tersebut.”
Sedangkan terhadap gadai atas saham perusahaan Publik maka di
dalam Pasal 1155 ayat (2) mengatur gadai saham cara pelelangannya
dilakukan melalui pasar modal dengan perantaraan dua orang makelar
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
129
UNIVERSITAS INDONESIA
yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. Namun
pelaksanaan parate eksekusi di depan umum sebagaimana diatur dalam
ayat (1) maupun ayat (2) Pasal 1155 KUHPerdata dapat disimpangi
berdasarkan kalimat awal dari pasal 1155 KUPerdata yang berbunyi:
“Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain”. Artinya
dalam hal para pihak tidak menyimpang dari ketentuan tersebut,
barulah Pasal 1155 KUHPerdata berlaku. Lebih lanjut jika pemberi
gadai dan kreditor menginginkan penjualan dengan cara di bawah
tangan (private sale), harus ditempuh cara yang diatur dalam Pasal
1156 KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata dengan cara
mengajukan permohonan kepada hakim, kreditor/ pemegang gadai
dapat mohon supaya hakim menetapkan bahwa eksekusi gadai dapat
dilakukan melalui penjualan di bawah tangan (private sale).
5.1.2. Penerapan Eksekusi atas gadai saham oleh Pemegang Gadai dalam
prakteknya tidak bisa dibilang cepat, murah, apalagi sederhana serta
masih mengalami hambatan. Hambatan tersebut terutama karena
terdapat penafsiran yang berbeda-beda oleh praktisi hukum maupun
yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah Agung
mengenai hak pemegang gadai untuk mengeksekusi gadai atas saham
berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata dan Pasal 1156 KUHPerdata
dalam kaitannya dengan jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir
namun hutang belum dilunasi, seperti pada Putusan Peninjauan
Kembali Mahkamah Agung No. 240 PK/pdt/2006 tanggal 20 Februari
2007 dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115
PK/Pdt.2007 tanggal19 Juli 2007. Apabila mengikuti dalil PT. APT
dan PT. OM baik di dalam putusan Mahkamah Agung RI No. No. 115
PK/Pdt.2007 dan putusan Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006,
yang menyatakan bahwa batas jangka waktu Perjanjian Gadai Saham
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
130
UNIVERSITAS INDONESIA
yang terakhir setelah perpanjangan adalah 1 Desember 2000 dan sejak
jatuh tempo Perjanjian Gadai Saham tidak pernah diperpanjang lagi,
maka menurut penulis dengan lewatnya jangka waktu Perjanjian Gadai
Saham berdasarkan Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, PT. BFI
memiliki hak untuk mengeksekusi gadai atas saham-saham PT. APT
dan PT. OM yang dijaminkan kepada PT.BFI. Oleh karena itu, lebih
lanjut dalil PT. APT dan PT. OM sebagaimana juga digunakan Majelis
Hakim Agung sebagai pertimbangan dalam putusan Mahkamah Agung
RI No. 240 PK/pdt/2006, yang menyatakan jangka waktu berakhirnya
Perjanjian Gadai Saham tanggal 1 Desember 2000 dimaksudkan
bahwa barang-barang gadai diikat sebagai jaminan hutang selama
jangka waktu gadai saham berlangsung dan pemegang gadai dapat
melaksanakan hak parate eksekusi yang dimilikinya yakni menjual
barang-barang gadai dimuka umum selama jangka waktu gadai saham
belum berakhir dan bukan dimaksudkan agar pemegang gadai
mengeksekusi barang-barang gadai pada saat gadai saham telah
berakhir karena hutang belum dibayar lunas, menurut penulis
adalah keliru. Bahwa pemberian fasilitas kredit oleh kreditor dengan
mensyaratkan adanya jaminan adalah semata-mata berorientasi untuk
melindungi kepentingan kreditor, agar dana yang telah diberikannya
kepada debitor dapat dikembalikan sesuai jangka waktu yang
ditentukan. Oleh karena itu pengaturan jangka waktu di dalam
Perjanjian Gadai Saham semestinya dipandang dan diartikan sebagai
batas akhir kesempatan yang diberikan oleh kreditor kepada Pemberi
Gadai untuk melaksanakan prestasinya yaitu melunasi hutang-
hutangnya kepada kreditor. Dalam hal jangka waktu dalam Perjanjian
Gadai Saham dilampaui maka barulah lahir hak bagi Pemegang Gadai
untuk mengeksekusi benda yang dijadikan jaminan tersebut sebagai
upaya pelunasan hutang dari pemberi gadai.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
131
UNIVERSITAS INDONESIA
Namun dengan mempelajari dalil-dalil PT. BFI dalam putusan
Mahkamah Agung RI No. 240 PK/pdt/2006 dan putusan Mahkamah
Agung RI No. No. 115 PK/Pdt.2007 ternyata diketahui bahwa
Perjanjian Gadai Saham telah diperpanjang berlaku hingga tanggal 1
Desember 2001 sebagaimana diakui sendiri oleh PT. BFI berdasarkan
alat bukti berupa surat pemberitahuan kedua tanggal 28 Nopember
2000. Dengan masih berlakunya jangka waktu Perjanjian Gadai Saham
tersebut, maka ternyata fakta dalam persidangan membuktikan
penjualan saham-saham oleh PT. BFI telah terlebih dahulu diketahui
dan mendapatkan persetujuan PT. APT dan PT. OM. Dalam rangka
restrukturisasi utang PT. BFI, rencana perdamaian yang dibuat dan
diajukan PT. BFI kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa PT. BFI (termasuk persetujuan dari PT. APT dan PT. OM
selaku pemegang saham PT. BFI) yang berita acaranya tertuang di
dalam Akta No.28 tanggal 27 Januari 2000. Atas persetujuan tersebut,
PT. BFI mengalihkan saham-saham yang digadaikan PT.APT dan PT.
OM kepada L.D.T dan kemudian melakukan pengumuman melalui
media massa Harian Bisnis Indonesia tanggal 14 Mei 2001. Selain itu
PT. BFI juga telah memberi tahu PT. APT dan PT. OM tentang
pelaksanaan Putusan Perdamaian dan Pengalihan Saham-Saham PT.
APT dan PT. OM yang digadaikan pada PT. BFI kepada L.D.T,
melalui surat tanggal 11 Mei 2001 dan disetujui oleh PT. APT dan PT.
OM. Pengumuman ini adalah telah sesuai dengan ketentuan Pasal
1156 ayat (1) KUHPerdata mengenai keterbukaan informasi yang
harus disampaikan kreditor mengenai penjualan barang gadai milik
pemberi gadai.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
132
UNIVERSITAS INDONESIA
5.2. Saran
Setelah penulis mengambil beberapa kesimpulan tersebut diatas, maka
pada kesempatan yang terakhir ini penulis memberikan saran. Adapun saran
penulis yang berkaitan dengan permasalahan tersebut diatas antara lain:
5.2.1. Bahwa pengaturan pelaksanaan eksekusi atas gadai saham khususnya
di dalam KUHPerdata, Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun
peraturan terkait lainnya masih menimbulkan permasalahan hukum.
Hal tersebut ditandai dengan adanya penafsiran yang berbeda oleh
praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya
Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai eksekusi gadai
saham dalam hal jangka waktu perjanjian gadai saham berakhir namun
debitor belum melunasi hutangnya. Hal ini menggambarkan belum ada
kesamaan penafsiran terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia.
Apalagi terhadap jaminan berupa gadai saham Perusahaan Publik,
mengingat perkembangan dan kemajuan pasar modal, saham-saham
yang diterbitkan tidak dalam bentuk surat saham atau warkat, namun
berupa saham tanpa warkat atau yang disebut dengan scriptless stock.
Oleh sebab itu, harus ada peraturan yang tegas dan khusus mengatur
gadai saham khususnya mengenai jangka waktu gadai saham serta tata
cara eksekusi gadai atas saham dalam hal ditentukan jangka waktu
dalam perjanjian gadai saham berakhir ataupun masih berlaku. Hal ini
diperlukan untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum bagi
pemegang gadai untuk dapat mengeksekusi benda gadai yang
dijadikan jaminan oleh debitor dan/atau pemberi gadai dalam rangka
pelunasan hutangnya, bila debitor pemberi gadai wanprestasi atau
tidak menepati janji dan kewajiban-kewajibannya.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
133
UNIVERSITAS INDONESIA
5.2.2. Adanya ketidakjelasan pengaturan mengenai hak pemegang gadai
untuk melaksanakan eksekusi atas gadai saham sebagaimana diatur
dalam Pasal 1155 KUHPerdata apakah melalui penjualan umum atau
dapat melalui penjualan di bawah tangan, juga dapat menyebabkan
ketidakpastian hukum bagi pemegang gadai. Oleh karena itu, harus
ada rumusan mengenai tata cara eksekusi gadai yang jelas dan pasti
mengenai bagaimana pemegang gadai melaksanakan hak atas eksekusi
gadai baik dilakukan melalui penjualan umum ataupun melalui
penjualan di bawah tangan.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
I. Buku
Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: alumni, 1994.
_______. Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1991.
Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008.
Fuady, Munir. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 1994.
Harahap, M. Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,
Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
_______. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1986.
HS, H. Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Rajawali
Pers, 2008.
Irianto, Sulistyowati dan Shidarta. Metode Penelitian Hukum : Konstelasi dan
Refleksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek
Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 3. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1996.
Marzuki, Peter Mahmud. Et al. Hukum Jaminan Indonesia (Seri Dasar Hukum
Ekonomi 4). Jakarta: Proyek Elips, 1998.
Mertokusumo, Sudikno. Teori Hukum, ed.revisi. Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka, 2012.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek.
Jakarta: Kencana, 2007.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
Nadapdap, Binoto. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Jala Permata Aksara,
2009.
Purwoko, Sunu Widi. Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan.
Jakarta: Nine Seasons, 2011.
S, H.R. Otje Salman. Filsafat Hukum Perkembangan dan Dinamika Masalah.
Bandung: PT Refika Aditama, 2012.
Salmiman, Abdul R. Et al. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh
kasus. Jakarta: kencana, 2007.
Sastrawidjaja, H. Man S dan Rai Mantili, Perseroan Terbatas Menurut Tiga
Undang-Undang Jilid 1. Bandung: PT Alumni, 2010.
Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 1993.
Sjahdeini, ST. Remy. Hak Tanggungan : Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok
dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai
Undang-Undang Hak Tanggungan). Bandung: Alumni, 1999.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3. Jakarta: UI Pers, 2006.
Sofwan, Sri Masjchoen. Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty, 1980.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa, 2003.
Suharnoko dan Kartini Muljadi. Penjelasan Hukum Tentang Eksekusi Gadai
Saham. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010.
Sumantoro. Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia. Jakarta: ghalia
indonesia, 1990.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013
Syamsudin, M. Operasionalisasi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2007.
Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Perseroan Terbatas. Bandung: P.T. Alumni,
2004.
_______. Hukum Jaminan Keperdataan, ed.1.Cet.2. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Widjaya, I.G. Rai. Hukum Perusahaan : Undang-Undang dan Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undanf di Bidang Usaha. Bekasi: kesaint Blanc, 2006.
Widyadharma, Ign. Ridwan. Hukum Perseroan Terbatas menurut Undang-
undang RI No. 1 Tahun 1995. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 1995.
Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
II. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal, UU Nomor 8 Tahun 1995, LN Nomor
64 Tahun 1995, TLN Nomor 3608.
_______. Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU Nomor 40 Tahun 2007, LN
Nomor 106 Tahun 2007, TLN Nomor 4756.
_______. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. [Burgerlijk Wetboek].
Diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio. Cet. 39. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 2008.
Perlindungan hukum..., Candra Karjasan, FH UI, 2013