UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN INOVASI...
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN INOVASI...
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
DALAM
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memenuhi persyaratan beban
studi sesuai dengan kurikulum yang berlaku di Departemen Teknik Industri
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS INDONESIA
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
DALAM VIRTUAL ENVIRONMENT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memenuhi persyaratan beban
studi sesuai dengan kurikulum yang berlaku di Departemen Teknik Industri
FTUI
YUNITA
0706275170
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
JUNI 2011
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memenuhi persyaratan beban
studi sesuai dengan kurikulum yang berlaku di Departemen Teknik Industri
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
DALAM
Diajukan sebagai salah satu
PROGRAM STUDI TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
DALAM VIRTUAL ENVIRONMENT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana T
YUNITA
0706275170
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
JUNI 2011
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Yunita
NPM : 0706275170
Tanda tangan :
Tanggal : 21 Juni 2011
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena hanya dengan kasih karunia-Nya yang berlimpah, penulis dapat
menyelesaikan penelitian hingga sampai pada tahap penyusunan skripsi ini.
Adapun penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Departemen Teknik Industri Fakultas
Teknik Universitas Indonesia (FTUI). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan selama proses penelitian dan penyusunan
skripsi ini, terutama kepada:
(1) Bapak Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel, M.Eng.Sc, selaku kepala Departemen
Teknik Industri FTUI;
(2) Ibu Dr. -Ing. Amalia Suzianti, selaku dosen pembimbing skripsi penulis,
yang telah memberikan banyak dukungan berupa saran dan pengarahan
selama proses pengerjaan skripsi;
(3) Bapak Ir. Boy Nurtjahyo Moch., MSIE dan Ibu Ir. Erlinda Muslim, MEE.,
selaku dosen pembimbing ergonomi, atas bimbingan, pengarahan, dan
motivasi yang sangat berguna bagi penulis;
(4) seluruh staf pengajar Departemen Teknik Industri FTUI, atas ilmu selama 4
tahun kehidupan perkuliahan penulis, yang sangat berguna dalam
penyelesaian skripsi ini.
(5) seluruh karyawan Departemen Teknik Industri, atas kesediaannya
membantu dan memfasilitasi penulis dan teman-teman Teknik Industri
2007.
(6) seluruh responden penelitian, atas waktu dan kerja sama selama proses
pengumpulan data;
(7) Christian Susanto, Dimas Adityamurthi, Edward, Gregorius Edwin
Handoko, Kenfery, Rio Ricardi, dan Yanuarius Alvian Reza, yang telah
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
v
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam proses pengembangan
konsep dan pembuatan desain meja setrika;
(8) Andrea Coudillo, Anggraini Oktavianingrum, Anisha Puti, Astriana Gita,
Bayu Pramudyo, Chandra Satria Muda, Dela Agung, Evariyani Rizki,
Ferdinandus, Fitri Yanthi, Handoyo Handoko, Heny Nopiyanti, Ivan
Gunawan, Junita Rosalina, Komara Jaya, Landra Bakri, Malouna Felissa,
Melissa Kartika, Muhammad Farouk, Raden Yoga, Radita Tanaya, Regina
Prisilia, Satria Utama, Sherly Juanita, dan Valentina Cynthia, sesama rekan
penulis dalam penelitian terkait ergonomi.
(9) seluruh anggota Keluarga Umat Katolik Teknik (KUKTEK), atas rajutan
doa, pengertian, dan perhatian yang tidak pernah putus;
(10) keluarga penulis, atas semangat, doa, dan dukungan yang terus mengalir
selama proses pengerjaan skripsi;
(11) sahabat-sahabat penulis, yang selalu siap dengan untaian kata motivasi
penuh pengharapan, solusi, saran, dan masukan berarti saat penulis
membutuhkannya;
(12) teman-teman penulis pada Departemen Teknik Industri FTUI, atas
semangat saling mendukung selama penyusunan skripsi dan atas
kebersamaan tak tergantikan selama 4 tahun masa perkuliahan; serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang baik secara langsung
maupun tidak langsung, telah membantu penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak yang
membacanya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kritik dan saran yang berkenaan dengan isi
skripsi ini, penulis akan dengan senang hati membuka diri untuk penyempurnaan
lebih lanjut.
Depok, 21 Juni 2011
Penulis
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Yunita
NPM : 0706275170
Program Studi : Teknik Industri
Departemen : Teknik Industri
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Perancangan Inovasi Meja Setrika dalam Virtual Environment
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 21 Juni 2011
Yang menyatakan
(Yunita)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
vii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Yunita
Program Studi : Teknik Industri
Judul : Perancangan Inovasi Meja Setrika dalam Virtual
Environment
Kebutuhan konsumen merupakan aspek penting dalam perancangan produk.
Namun, terkadang hal ini dikorbankan oleh produsen karena tuntutan untuk
menghasilkan produk dengan harga murah. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi suara konsumen terkait desain meja setrika saat ini sehingga
dapat diketahui keluhan-keluhan yang ada untuk diolah menghasilkan desain
inovasi meja setrika yang memenuhi tingkat kepuasan yang diharapkan
konsumen. Hasil penelitian berupa meja setrika yang dilengkapi kursi dan tempat
meletakkan pengharum pakaian, dengan tampilan yang compact dan memiliki
dimensi tinggi meja 80,65 cm, tinggi rak 77,15 cm, dan tinggi kursi 53,85 cm
disesuaikan dengan hasil studi ergonomi menggunakan Posture Evaluation Index
(PEI).
Kata kunci:
Kebutuhan konsumen, perancangan produk, meja setrika, ergonomi, Posture
Evaluation Index (PEI)
ABSTRACT
Name : Yunita
Study Program : Industrial Engineering
Title : Ironing Board Innovation Design in Virtual Environment
Customer needs are important in product development. However, this is often
compromised by producers due to the demand of producing low-price goods. This
research identifies the voice of customer about the design of existing ironing
board in pursue of finding of complaints that are to process so that preferred
ironing board innovation design can be achieved. The result is the compact design
of ironing board equipped with chair and place to put cloth fragrances, which has
dimensions of 80,65 cm table height, 77,15 cm shelf height, and 53,85 cm chair
height that are in accordance with the result of ergonomic analysis using Posture
Evaluation Index (PEI).
Key words:
Customer needs, product development, ironing board, ergonomic, Posture
Evaluation Index (PEI)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Diagram Keterkaitan Masalah ....................................................................... 6
1.3 Rumusan Permasalahan ................................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7
1.6 Metodologi Penelitian ................................................................................... 7
1.7 Sistematika Penulisan .................................................................................. 11
2. LANDASAN TEORI ....................................................................................... 13
2.1 Ergonomi ..................................................................................................... 13
2.2 Antropometri ............................................................................................... 15
2.2.1 Definisi Antropometri ........................................................................... 15
2.2.2 Data Antropometri ................................................................................ 15
2.2.3 Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja ......... 17
2.3 Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSD) ................................... 18
2.4 Pendekatan Ergonomi Dalam Perancangan Stasiun Kerja .......................... 19
2.4.1 Sikap dan Posisi Kerja .......................................................................... 19
2.4.2 Antropometri dan Dimensi Ruang ........................................................ 20
2.4.3 Kondisi Lingkungan Kerja.................................................................... 21
2.4.4 Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja ................ 21
2.4.5 Energi Kerja yang Dikonsumsi ............................................................. 21
2.5 Perancangan Stasiun Kerja yang Ergonomis ............................................... 22
2.5.1 Desain Meja Kerja ................................................................................ 22
2.5.2 Desain Kursi ......................................................................................... 23
2.6 Virtual Environment .................................................................................... 25
2.7 Software Jack 6.1 ......................................................................................... 25
2.7.1 Static Strength Prediction (SSP)........................................................... 27
2.7.2 Low Back Analysis (LBA) .................................................................... 29
2.7.3 Ovako Working Posture Analysis (OWAS) .......................................... 30
2.7.4 Rapid Upper Limb Assessment (RULA) ............................................... 32
2.7.5 Posture Evaluation Index (PEI) ............................................................ 34
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
ix
Universitas Indonesia
2.8 Pengembangan Produk ................................................................................ 38
2.8.1 Quality Function Deployment (QFD) ................................................... 38
2.8.1.1 Definisi QFD ................................................................................. 38
2.8.1.2 Perkembangan QFD ...................................................................... 39
2.8.1.3 Manfaat QFD ................................................................................ 39
2.8.1.4 Proses QFD ................................................................................... 40
2.8.1.5 House of Quality (HOQ) ............................................................... 41
2.8.2 Tahap-tahap Pengembangan Konsep Produk ....................................... 47
2.9 Pengumpulan Data ...................................................................................... 50
2.9.1 Pembuatan Kuesioner ........................................................................... 50
2.9.2 Sampling ............................................................................................... 51
2.9.3 Validitas Data ....................................................................................... 52
2.9.4 Reliabilitas Data .................................................................................... 53
3. PENGUMPULAN DATA ............................................................................... 55
3.1 Interview untuk Mendapatkan Voice of Customer ...................................... 55
3.2 Penyusunan Kuesioner ................................................................................ 56
3.2.1 Kuesioner Bagian I ............................................................................... 56
3.2.2 Kuesioner Bagian II .............................................................................. 57
3.3 Penentuan Jumlah Sampel Minimum dan Penyebaran Kuesioner .............. 58
3.4 Hasil Pengumpulan Data Frekuensi Menyetrika ......................................... 58
3.5 Hasil Pengumpulan Data Terkait Analisis Ergonomi ................................. 59
3.5.1 Data Keluhan Penyetrika ...................................................................... 59
3.5.2 Data Dimensi Meja Setrika Aktual ....................................................... 60
3.5.3 Data Antropometri ................................................................................ 61
3.5.4 Data Aktivitas dan Postur Penyetrika ................................................... 62
3.6 Hasil Pengumpulan Data Terkait Pengembangan Produk Baru .................. 63
3.6.1 Data Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap Kebutuhan ................ 63
3.6.2 Data Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Produk yang Sudah
Ada........................................................................................................ 64
4. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS .................................................... 65
4.1 Studi Ergonomi Kondisi Aktual .................................................................. 65
4.1.1 Membuat Virtual Environment ............................................................. 66
4.1.2 Membuat Virtual Human ...................................................................... 66
4.1.3 Menempatkan Virtual Human pada Virtual Environment .................... 69
4.1.4 Memberikan Tugas pada Virtual Human.............................................. 69
4.1.5 Melakukan Verifikasi dan Validasi Model ........................................... 72
4.1.5.1 Uji Validitas Model Persentil 5 ..................................................... 72
4.1.5.2 Uji Validitas Model Persentil 95 ................................................... 75
4.1.6 Menganalisis Hasil Simulasi dengan Jack Task Analysis Toolkit ....... 77
4.2 Pengembangan Produk dengan Penerapan QFD ......................................... 86
4.2.1 Mengidentifikasi Kebutuhan Konsumen .............................................. 87
4.2.1.1 Menginterpretasi dan Membuat Daftar Kebutuhan Konsumen .... 87
4.2.1.2 Menyusun Kebutuhan ke dalam Hierarki Kebutuhan Konsumen. 88
4.2.1.3 Mengidentifikasi Tingkat Kepentingan Konsumen untuk Tiap
Kebutuhan ..................................................................................... 90
4.2.1.4 Mengidentifikasi Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Produk
yang Sudah Ada ............................................................................ 91
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
x
Universitas Indonesia
4.2.1.5 Menentukan Target untuk Tiap Kebutuhan .................................. 92
4.2.1.6 Menentukan Rasio Perbaikan ........................................................ 94
4.2.1.7 Menentukan Titik Jual (Sales Point) ............................................. 95
4.2.1.8 Menghitung Raw Weight ............................................................... 96
4.2.1.9 Menormalisasi Raw Weight........................................................... 97
4.2.2 Menentukan Spesifikasi Target ............................................................ 99
4.2.2.1 Mengidentifikasi Respon Teknis untuk Memenuhi Kebutuhan.... 99
4.2.2.2 Menentukan Hubungan antara Respon Teknis dengan
Kebutuhan ................................................................................... 104
4.2.2.3 Menghitung Prioritas Respon Teknis .......................................... 107
4.2.2.4 Menentukan Arah Pengembangan Respon Teknis ..................... 111
4.2.2.5 Menentukan Hubungan Antarrespon Teknis .............................. 112
4.2.2.6 Mengumpulkan Informasi Benchmarking yang Kompetitif ....... 113
4.2.2.7 Menetapkan Target Awal untuk Tiap Respon Teknis................. 114
4.2.2.8 Membuat dan Menganalisis HOQ ............................................... 115
4.2.3 Menggenerasi dan Memilih Konsep ................................................... 118
4.2.3.1 Menggenerasi dan Memilih Konsep Lokasi Rak Pakaian .......... 123
4.2.3.2 Menggenerasi dan Memilih Konsep Dimensi Meja Setrika ....... 125
4.2.3.3 Menggenerasi dan Memilih Konsep Material yang Digunakan . 168
5. KESIMPULAN .............................................................................................. 174
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 174
5.2 Saran .......................................................................................................... 176
DAFTAR REFERENSI .................................................................................... 177
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Postur Kerja yang Diusulkan untuk Beberapa Jenis Pekerjaan ......... 19
Tabel 2.2. Rekomendasi Tinggi Meja Kerja Untuk Pekerja dengan Posisi
Berdiri ................................................................................................ 23
Tabel 2.3. Pembobotan Nilai pada OWAS ......................................................... 30
Tabel 2.4. Pembobotan Nilai pada RULA .......................................................... 32
Tabel 3.1. Kebutuhan Konsumen ....................................................................... 56
Tabel 3.2. Rekapitulasi Data Antropometri berdasarkan Persentil ..................... 62
Tabel 4.1. Rincian Hasil Analisis Kapabilitas Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Kondisi Aktual ........................ 78
Tabel 4.2. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Kondisi Aktual ........................ 82
Tabel 4.3. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Kondisi Aktual ......................... 83
Tabel 4.4. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Kondisi Aktual ...................... 84
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan PEI Kondisi Aktual .............................................. 84
Tabel 4.6. Pernyataan Misi Produk..................................................................... 86
Tabel 4.7. Rincian Identifikasi Kebutuhan Konsumen ....................................... 88
Tabel 4.8. Hierarki Kebutuhan Konsumen ......................................................... 88
Tabel 4.9. Tingkat Kepentingan Tiap Kebutuhan .............................................. 90
Tabel 4.10. Tingkat Kepuasan terhadap Produk yang Sudah Ada ....................... 91
Tabel 4.11. Target Tiap Kebutuhan ...................................................................... 93
Tabel 4.12. Rasio Perbaikan Tiap Kebutuhan ...................................................... 94
Tabel 4.13. Titik Jual Tiap Kebutuhan ................................................................. 95
Tabel 4.14. Raw Weight Tiap Kebutuhan ............................................................. 97
Tabel 4.15. Normalized Raw Weight Tiap Kebutuhan ......................................... 98
Tabel 4.16. Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan................................. 105
Tabel 4.17. Prioritas Respon Teknis ................................................................... 108
Tabel 4.18. Arah Pengembangan Respon Teknis ............................................... 111
Tabel 4.19. Hubungan Antarrespon Teknis ........................................................ 112
Tabel 4.20. Informasi Benchmarking ................................................................. 113
Tabel 4.21. Target Respon Teknis ...................................................................... 114
Tabel 4.22. Kelebihan dan Kekurangan Tiap Konsep Lokasi Rak Pakaian ....... 123
Tabel 4.23. Rincian Hasil Analisis Kapabilitas Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Ketinggian Meja .................... 133
Tabel 4.24. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Ketinggian Meja .................... 136
Tabel 4.25. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Ketinggian Meja..................... 137
Tabel 4.26. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Ketinggian Meja .. 139
Tabel 4.27. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Ketinggian Meja .......................... 139
Tabel 4.28. Dimensi Konsep 1 ........................................................................... 144
Tabel 4.29. Rincian Hasil Analisis Kapabilitas Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 1 ................................ 149
Tabel 4.30. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Konsep 1 ............................... 153
Tabel 4.31. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Konsep 1 ................................ 154
Tabel 4.32. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Konsep 1 .............. 155
Tabel 4.33. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Konsep 1 ...................................... 155
Tabel 4.34. Dimensi Konsep 2 ........................................................................... 155
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
xii
Universitas Indonesia
Tabel 4.35. Rincian Hasil Analisis Kapabilitas Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 2 ................................ 160
Tabel 4.36. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Konsep 2 ............................... 163
Tabel 4.37. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Konsep 2 ................................ 164
Tabel 4.38. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Konsep 2 .............. 165
Tabel 4.39. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Konsep 2 ...................................... 165
Tabel 4.40. Kelebihan dan Kekurangan Tiap Konsep Material ......................... 169
Tabel 4.41. Concept Scoring Pemilihan Material Penyangga ............................ 170
Tabel 4.42. Spesifikasi Akhir Produk ................................................................. 172
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Meja Setrika .................................................................................... 2
Gambar 1.2. Tanggapan Responden mengenai Kelelahan dalam Menyetrika .... 3
Gambar 1.3. Tanggapan Kelelahan mengenai Penyebab Kelelahan dalam
Menyetrika ...................................................................................... 4
Gambar 1.4. Diagram Keterkaitan Masalah......................................................... 6
Gambar 1.5. Diagram Alir Metodologi Penelitian ............................................. 10
Gambar 2.1. Antropometri Tubuh Manusia ....................................................... 16
Gambar 2.2. Ketinggian dan Lebar Ideal Bagian Bawah Meja Kerja dalam
Kaitannya dengan Penentuan Tinggi Kursi................................... 23
Gambar 2.3. Contoh Hasil Analisis SSP ............................................................ 29
Gambar 2.4. Contoh Hasil Analisis Metode LBA ............................................. 30
Gambar 2.5. Kode Digit dalam OWAS ............................................................. 31
Gambar 2.6. Contoh Hasil Analisis Metode OWAS ......................................... 32
Gambar 2.7. Pengelompokan Penilaian Metode RULA .................................... 33
Gambar 2.8. Contoh Hasil Analisis Metode RULA .......................................... 34
Gambar 2.9. Diagram Alir Penggunaan Metode PEI ........................................ 35
Gambar 2.10. HOQ .............................................................................................. 42
Gambar 2.11. Tahapan dalam Pengembangan Konsep Produk ........................... 48
Gambar 3.1. Frekuensi Menyetrika Ibu Rumah Tangga .................................... 59
Gambar 3.2. Bagian Tubuh yang Dirasa Lelah .................................................. 60
Gambar 4.1. Tahap Pembuatan Model Simulasi Jack ....................................... 65
Gambar 4.2. Virtual Environment Simulasi Kondisi Aktual ............................. 66
Gambar 4.3. Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) .......... 68
Gambar 4.4. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan)
pada Virtual Environment Simulasi Kondisi Aktual ..................... 69
Gambar 4.5. Animation Window Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 5 .. 70
Gambar 4.6. Animasi Gerakan Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 5 ..... 70
Gambar 4.7. Animation Window Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 95 71
Gambar 4.8. Animasi Gerakan Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 95 ... 71
Gambar 4.9. Penambahan Beban Ekstrem pada Model Persentil 5 ................... 72
Gambar 4.10. Perbandingan Nilai SSP Model Persentil 5 Sebelum (Kiri) dan
Setelah (Kanan) Penambahan Beban ............................................ 73
Gambar 4.11. Perbandingan Nilai LBA Model Persentil 5 Sebelum (Atas) dan
Setelah (Bawah) Penambahan Beban............................................ 74
Gambar 4.12. Penambahan Beban Ekstrem pada Model Persentil 95 ................. 75
Gambar 4.13. Perbandingan Nilai SSP Model Persentil 95 Sebelum (Kiri) dan
Setelah (Kanan) Penambahan Beban ............................................ 75
Gambar 4.14. Perbandingan Nilai LBA Model Persentil 95 Sebelum (Atas)
dan Setelah (Bawah) Penambahan Beban ..................................... 76
Gambar 4.15. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual ........................................ 78
Gambar 4.16. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Kondisi Aktual .................... 79
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
xiv
Universitas Indonesia
Gambar 4.17. Postur Penyetrika Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan)
Saat LBA Maksimum pada Simulasi Kondisi Aktual................... 80
Gambar 4.18. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Kondisi Aktual .................... 81
Gambar 4.19. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan
Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual..................... 83
Gambar 4.20. Posisi Tahap Identifikasi Kebutuhan Konsumen pada Langkah-
langkah Pengembangan Konsep Produk ....................................... 87
Gambar 4.21. Posisi Tahap Penentuan Spesifikasi Target pada Langkah-
langkah Pengembangan Konsep Produk ....................................... 99
Gambar 4.22. Posisi Tahap Penggenerasian dan Pemilihan Konsep pada
Langkah-langkah Pengembangan Konsep Produk...................... 118
Gambar 4.23. Diagram Fungsi Permasalahan .................................................... 119
Gambar 4.24. Diagram Subfungsi Permasalahan .............................................. 120
Gambar 4.25. Alur Proses Penggenerasian dan Pemilihan Konsep ................... 121
Gambar 4.26. Pohon Klasifikasi Konsep ........................................................... 122
Gambar 4.27. Desain Meja Setrika Baru (Belum Dilengkapi Kursi) ................ 126
Gambar 4.28. Ilustrasi Kemiringan Tangan Orang Persentil 95 Saat
Meletakkan Pakaian pada Rak .................................................... 127
Gambar 4.29. Virtual Environment Simulasi Ketinggian Meja ......................... 128
Gambar 4.30. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Virtual Environment Simulasi Ketinggian Meja .. 129
Gambar 4.31. Animation Window Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil
5 ................................................................................................... 129
Gambar 4.32. Animasi Gerakan Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil
5 ................................................................................................... 130
Gambar 4.33. Animation Window Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil
95 ................................................................................................. 131
Gambar 4.34. Animasi Gerakan Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil
95 ................................................................................................. 132
Gambar 4.35. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Simulasi Ketinggian Meja .................................... 133
Gambar 4.36. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Ketinggian Meja ............... 134
Gambar 4.37. Postur Penyetrika Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan)
Saat LBA Maksimum pada Simulasi Ketinggian Meja .............. 135
Gambar 4.38. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Ketinggian Meja ............... 135
Gambar 4.39. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil
95 (Kanan) pada Simulasi Ketinggian Meja ............................... 137
Gambar 4.40. Pertimbangan dalam Penentuan Tinggi Kursi............................. 141
Gambar 4.41. Posisi Paha Penyetrika Persentil 5 Jika Ketinggian Kursi 67,95
cm ................................................................................................ 142
Gambar 4.42. Posisi Paha Penyetrika Persentil 50 Jika Ketinggian Kursi
67,95 cm ...................................................................................... 142
Gambar 4.43. Posisi Paha Penyetrika Persentil 95 Jika Ketinggian Kursi
67,95 cm ...................................................................................... 143
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
xv
Universitas Indonesia
Gambar 4.44. Desain Konsep 1 ......................................................................... 145
Gambar 4.45. Virtual Environment Simulasi Konsep 1..................................... 145
Gambar 4.46. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Virtual Environment Simulasi Konsep 1 .............. 146
Gambar 4.47. Animation Window Simulasi Konsep 1 Model Persentil 5 ......... 146
Gambar 4.48. Animasi Gerakan Simulasi Konsep 1 Model Persentil 5 ............ 147
Gambar 4.49. Animation Window Simulasi Konsep 1 Model Persentil 95 ....... 147
Gambar 4.50. Animasi Gerakan Simulasi Konsep 1 Model Persentil 95 .......... 148
Gambar 4.51. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Simulasi Konsep 1 ................................................ 149
Gambar 4.52. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 1 ........................... 150
Gambar 4.53. Model Persentil 5 saat Meletakkan Setrika pada Simulasi
Konsep 1 ..................................................................................... 151
Gambar 4.54. Model Persentil 95 saat Meletakkan Pakaian pada Rak 1 pada
Simulasi Konsep 1 ...................................................................... 151
Gambar 4.55. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 1 ........................... 152
Gambar 4.56. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan
Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Konsep 1 ............................ 153
Gambar 4.57. Desain Konsep 2 ......................................................................... 156
Gambar 4.58. Virtual Environment Simulasi Konsep 2..................................... 157
Gambar 4.59. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Virtual Environment Simulasi Konsep 2 .............. 157
Gambar 4.60. Animation Window Simulasi Konsep 2 Model Persentil 5 ......... 158
Gambar 4.61. Animasi Gerakan Simulasi Konsep 2 Model Persentil 5 ............ 158
Gambar 4.62. Animation Window Simulasi Konsep 2 Model Persentil 95 ....... 159
Gambar 4.63. Animasi Gerakan Simulasi Konsep 2 Model Persentil 95 .......... 159
Gambar 4.64. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Simulasi Konsep 2 ................................................ 160
Gambar 4.65. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 2 ........................... 161
Gambar 4.66. Postur Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) Saat
Meletakkan Setrika...................................................................... 162
Gambar 4.67. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 2 ........................... 162
Gambar 4.68. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan
Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual................... 164
Gambar 4.69. Rekapitulasi Nilai PEI ................................................................. 166
Gambar 4.70. Mekanisme Pelipatan Desain Akhir Meja Setrika ....................... 173
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
xvi
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Data Meja Setrika
Lampiran 3. Dimensi Meja Setrika Aktual
Lampiran 4. Data Antropometri
Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas Data Antropometri
Lampiran 6. Data Tingkat Kepentingan
Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepentingan
Lampiran 8. Data Tingkat Kepuasan
Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepuasan
Lampiran 10. House of Quality
Lampiran 11. Desain Akhir Produk
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tampil rapi dan menarik di depan orang saat beraktivitas menjadi
kebutuhan mutlak sejak dulu, khususnya bagi orang-orang yang dinamis dengan
banyak aktivitas. Kebutuhan untuk selalu menjaga penampilan tersebut tentu
mengharuskan seseorang untuk senantiasa menjaga kerapian busana yang
dikenakannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini, diciptakanlah suatu alat
yang dengan energi panas yang dihasilkannya mampu merapikan permukaan
bahan yang dilaluinya. Alat tersebut yang dikenal luas selama ini dengan sebutan
setrika.
Setrika menjadi suatu alat bantu yang eksistensinya telah menjadi
kebutuhan mutlak dalam menunjang kebutuhan orang akan pakaian yang rapi.
Sejak diciptakan pada abad ke-17, bentuk dan teknologi yang menyertai
penggunaan alat ini telah mengalami banyak perubahan, mulai dari yang paling
tradisional yang masih menggunakan besi yang dipanaskan (dikenal dengan
sadiron), setrika listrik, setrika uap, hingga yang canggih seperti standing steam
iron dan mesin press. Di Indonesia, penggunaan jenis setrika yang canggih seperti
standing steam iron dan mesin press sendiri masih dapat dikatakan jarang.
Segmen pasar Indonesia yang dituju oleh produsen setrika canggih ini adalah
lebih kepada laundry kelas menengah ke atas dengan jumlah pelanggan yang
besar. Hal ini disebabkan karena harganya yang relatif mahal, terlebih jika
dibandingkan dengan setrika listrik.
Karena harganya yang relatif lebih murah, setrika listrik merajai segmen
pasar setrika di Indonesia dengan menjangkau rumah tangga dan laundry kelas
menengah ke bawah yang frekuensi menyetrikanya lebih jarang dibanding
laundry kelas menengah ke atas yang melayani banyak permintaan jasa pencucian
pakaian dalam waktu singkat. Dalam menunjang kegiatan menyetrika, setrika
listrik membutuhkan meja setrika sebagai alas menyetrika yang secara umum
terdiri dari 3 komponen utama (badan, kaki, dan tempat meletakkan setrika) serta
1 komponen tambahan (rak pakaian). Sebagai ilustrasi, pada gambar 1.1
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
2
Universitas Indonesia
ditampilkan meja setrika standar yang biasa ditemukan dan digunakan sebagai
papan menyetrika.
Gambar 1.1. Meja Setrika
Sumber: LDSFabric.com, n.d.
Penggunaan setrika listrik dan meja setrika ini secara ekonomi masih lebih
murah dibanding penggunaan setrika lain yang lebih canggih. Tuntutan untuk
menghasilkan produk dengan harga yang relatif murah untuk dijangkau terkadang
menyebabkan produsen mengorbankan beberapa aspek dalam perancangan dan
pembuatan produknya. Tidak jarang hal ini mengakibatkan terlontarnya keluhan
dari konsumen akan desain produk yang tidak sesuai dengan harapan. Hal ini juga
berlaku pada meja setrika standar yang ada di pasar saat ini.
Dari hasil penelitian awal melalui interview dengan 30 responden yang
terdiri atas karyawan laundry, ibu rumah tangga, dan pembantu rumah tangga
yang biasa melakukan kegiatan menyetrika, diketahui banyaknya ketidakpuasan
akan desain meja setrika saat ini. Beberapa voice of customer yang berhasil
dikumpulkan adalah sebagai berikut:
• Saya tidak memiliki tempat yang luas untuk menyimpan meja setrika saya.
• Saya ingin menyetrika dalam posisi duduk dan berdiri secara bergantian
sehingga tidak mudah pegal.
• Rak pakaian saya kadangkala tidak saya gunakan karena sempit dan malas
membungkuk.
• Saya merasa lelah karena harus berdiri selama menyetrika.
• Meja setrika saya tidak nyaman; mengharuskan saya membungkuk ketika
menyetrika.
• Meja setrika saya berat sehingga sulit dipindahkan.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
• Saya ingin meja setrika yang tahan lama sehingga tidak perlu membelinya lagi
dalam jangka waktu beberapa tahun.
• Saya seringkali susah menjangkau pengharum pakaian saya yang s
letakkan di tempat lain.
• Harga meja setrika harus sesuai dengan kualitasnya. Murah tetapi tidak kuat
juga tidak akan saya beli.
• Penyangga meja setrika saya mudah berkarat walaupun baru beberapa tahun
dibeli.
Dari seluruh
ketidaknyamanan yang dirasakan selama menyetrika dengan memanfaatkan meja
setrika saat ini sebagai papan setrika merupakan keluhan yang paling sering
diungkapkan oleh responden.
meja setrika seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.1 menyebabkan penyetrika
cepat merasa lelah dalam menyetrika. Dapat dilihat pada gambar 1.2 bahwa 97%
atau sekitar 29 responden mengaku cepat merasa lelah saat menyetrika, sementara
hanya 3% atau sejumlah
Gambar 1.2. Tanggapan Responden mengenai Kelelahan dalam Menyetrika
Dari 29 responden yang merasa cepat lelah,
mengidentifikasi penyebab kelelahan yang biasa dikeluhkan oleh penyet
Dapat dilihat pada gambar 1.3, semua responden yang merasa cepat mengalami
kelelahan dalam menyetrika menyebutkan keluhan berdiri terlalu lama sebagai
penyebab kelelahan dalam menyetrika. Beb
penelitian juga menyebutkan bahwa terkadang waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proses menyetrika semua pakaian mencapai 3
menyetrika. Padahal, menurut
Universitas Indonesia
Saya ingin meja setrika yang tahan lama sehingga tidak perlu membelinya lagi
dalam jangka waktu beberapa tahun.
Saya seringkali susah menjangkau pengharum pakaian saya yang s
letakkan di tempat lain.
Harga meja setrika harus sesuai dengan kualitasnya. Murah tetapi tidak kuat
juga tidak akan saya beli.
Penyangga meja setrika saya mudah berkarat walaupun baru beberapa tahun
Dari seluruh voice of customer yang ada, keluhan akan kelelahan dan
ketidaknyamanan yang dirasakan selama menyetrika dengan memanfaatkan meja
setrika saat ini sebagai papan setrika merupakan keluhan yang paling sering
diungkapkan oleh responden. Berdasarkan hasil penelitian awal
a setrika seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.1 menyebabkan penyetrika
dalam menyetrika. Dapat dilihat pada gambar 1.2 bahwa 97%
atau sekitar 29 responden mengaku cepat merasa lelah saat menyetrika, sementara
hanya 3% atau sejumlah 1 orang yang merasa tidak cepat lelah saat menyetrika.
Tanggapan Responden mengenai Kelelahan dalam Menyetrika
Dari 29 responden yang merasa cepat lelah, peneliti
mengidentifikasi penyebab kelelahan yang biasa dikeluhkan oleh penyet
Dapat dilihat pada gambar 1.3, semua responden yang merasa cepat mengalami
kelelahan dalam menyetrika menyebutkan keluhan berdiri terlalu lama sebagai
penyebab kelelahan dalam menyetrika. Beberapa responden yang menjadi ob
penelitian juga menyebutkan bahwa terkadang waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proses menyetrika semua pakaian mencapai 3-4 jam per kejadian
menyetrika. Padahal, menurut Lafond, Champagne, Descarreaux, Dubois, Prado,
97%
3%
Apakah Anda merasa cepat
lelah dalam menyetrika?
Ya
Tidak
3
Universitas Indonesia
Saya ingin meja setrika yang tahan lama sehingga tidak perlu membelinya lagi
Saya seringkali susah menjangkau pengharum pakaian saya yang saya
Harga meja setrika harus sesuai dengan kualitasnya. Murah tetapi tidak kuat
Penyangga meja setrika saya mudah berkarat walaupun baru beberapa tahun
uhan akan kelelahan dan
ketidaknyamanan yang dirasakan selama menyetrika dengan memanfaatkan meja
setrika saat ini sebagai papan setrika merupakan keluhan yang paling sering
Berdasarkan hasil penelitian awal tersebut, desain
a setrika seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.1 menyebabkan penyetrika
dalam menyetrika. Dapat dilihat pada gambar 1.2 bahwa 97%
atau sekitar 29 responden mengaku cepat merasa lelah saat menyetrika, sementara
1 orang yang merasa tidak cepat lelah saat menyetrika.
Tanggapan Responden mengenai Kelelahan dalam Menyetrika
peneliti kemudian
mengidentifikasi penyebab kelelahan yang biasa dikeluhkan oleh penyetrika.
Dapat dilihat pada gambar 1.3, semua responden yang merasa cepat mengalami
kelelahan dalam menyetrika menyebutkan keluhan berdiri terlalu lama sebagai
erapa responden yang menjadi obyek
penelitian juga menyebutkan bahwa terkadang waktu yang dibutuhkan untuk
4 jam per kejadian
Lafond, Champagne, Descarreaux, Dubois, Prado,
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
4
Universitas Indonesia
& Duarte (2008), Gregory dan Callaghan dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa sekitar 50% orang dalam kondisi sehat akan merasakan ketidaknyamanan
pada area pinggang setelah 2 jam berdiri.
Gambar 1.3. Tanggapan Kelelahan mengenai Penyebab Kelelahan dalam
Menyetrika
Selain itu, dapat dilihat pada gambar 1.3 bahwa penyebab kelelahan lain
yang juga dipilih oleh 26 responden adalah terkait dengan keharusan
membungkuk selama menyetrika karena desain dan dimensi meja setrika yang
tidak sesuai dengan antropometri penyetrika. Keharusan untuk berdiri lama
ditambah dengan postur tubuh yang demikian akan membuat penyetrika merasa
tidak nyaman dan cepat lelah. Demikian pula dengan keluhan akan keharusan
membungkuk untuk meletakkan pakaian hasil setrika pada rak pakaian yang
dipilih oleh 9 responden memberikan implikasi yang sama pada kondisi kesehatan
penyetrika.
Sementara itu, 18 responden mengeluhkan postur tubuh yang statis dalam
menyetrika. Apalagi, kegiatan menyetrika adalah kegiatan yang bersifat repetitif,
di mana penyetrika harus memajumundurkan setrika secara berulang-ulang untuk
menjangkau seluruh bagian pakaian yang disetrika. Postur tubuh yang statis dalam
waktu lama dengan pekerjaan yang repetitif dapat menyebabkan musculoskeletal
disorder pada seseorang (Anghel, Argesanu, Niculescu, & Lungeanu, 2007).
05
101520253035
Berdiri lama Harus
membungkuk
selama
menyetrika
Postur tubuh
statis
Harus
membungkuk
saat
meletakkan
pakaian
Lain-lain
Jum
lah
Pe
mil
ih
Penyebab Kelelahan
Penyebab Kelelahan saat Menyetrika
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
5
Universitas Indonesia
Keluhan-keluhan kecil dapat mengakibatkan efek dengan skala luas.
Gangguan kesehatan berupa ketidaknyamanan pada bagian tubuh seseorang akan
berpengaruh terhadap performa kerjanya. Beberapa produsen mungkin
menganggap hal ini sebagai aspek yang kurang penting dan dapat dikorbankan
sebagai trade-off agar dapat menghasilkan produk dengan harga murah. Terlebih
dengan adanya persepsi bahwa kegiatan menyetrika adalah kegiatan yang
mungkin terlihat sederhana dan sepele. Namun demikian, aspek-aspek yang
diharapkan oleh konsumen, salah satunya terkait aspek kenyamanan dalam
kegiatan ini, juga hendaknya diperhatikan, mengingat kegiatan menyetrika
merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat dekat dengan kebutuhan sandang
manusia. Apalagi, kegiatan menyetrika, walaupun sepele, seringkali dilakukan
dalam jangka waktu yang lama dan repetitif. Berangkat dari latar belakang di atas,
maka penulis bermaksud mengangkat topik inovasi meja setrika pada penelitian
kali ini. Adapun inovasi yang dilakukan akan diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan konsumen sesuai dengan voice of customer yang ada.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
6
Universitas Indonesia
1.2 Diagram Keterkaitan Masalah
Perlunya rancangan meja
setrika yang disesuaikan
dengan kebutuhan
konsumen
Meningkatkan
produktivitas kerja
Penyetrika tidak cepat
lelahPerforma yang
ditunjukkan penyetrika
lebih baik
Penyetrika dapat
menyetrika lebih
banyak pakaian
Ketidakpuasan
konsumen akan desain
meja setrika saat ini
Postur tubuh tidak
nyaman saat menyetrika
Proses menyetrika
mengharuskan
penyetrika berdiri
Lokasi penempatan baju
hasil setrika mengharuskan
penyetrika membungkuk
Penyetrika harus
menundukkan kepala
atau membungkuk
Postur penyetrika statis
saat menyetrika
Rak pakaian sempitSulit dipindahkanButuh banyak space
ketika disimpan
Berat
Meningkatkan
kepercayaan konsumen
Desain meja setrika
yang tidak nyaman bagi
penyetrika
Gambar 1.4. Diagram Keterkaitan Masalah
1.3 Rumusan Permasalahan
Dari diagram keterkaitan masalah yang ditampilkan pada gambar 1.4,
dapat dilihat bahwa terdapat ketidakpuasan konsumen terhadap desain meja
setrika yang ada saat ini. Oleh karena itu, pokok permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah mengenai desain meja setrika yang tidak sesuai
dengan harapan konsumen sehingga perlu dilakukan perancangan meja setrika
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
7
Universitas Indonesia
baru yang inovatif dengan mengutamakan aspek pemenuhan kebutuhan
konsumen.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan usulan rancangan meja
setrika yang inovatif dengan didasarkan pada kebutuhan konsumen. Tujuan
penelitian ini juga diarahkan untuk menghasilkan usulan rancangan yang lebih
ergonomis, tidak hanya nyaman melainkan juga sehat, berdasarkan penilaian
postur dan disesuaikan dengan antropometri penyetrika.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan pada
poin-poin berikut:
• Penelitian dilakukan terhadap ibu rumah tangga di wilayah DKI Jakarta yang
menggunakan meja setrika standar seperti yang ditampilkan pada gambar 1.1.
• Penelitian terkait studi ergonomi dilakukan terhadap responden dengan jenis
kelamin wanita.
• Pemecahan masalah terkait ergonomi dilakukan dengan memanfaatkan
ergonomic tools yang terdapat pada software Jack 6.1.
• Pengembangan konsep produk dibatasi hanya sampai pada tahap pemilihan
konsep.
• Benchmarking hanya dilakukan untuk menganalisis respon teknis 3 jenis meja
setrika yang telah ada.
• Analisis biaya hanya meliputi analisis terhadap biaya material yang
digunakan.
• Pemecahan masalah dibatasi hanya sampai pada tahap usulan rancangan 3D
meja setrika dengan memanfaatkan software Autodesk Inventor 2011.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan penelitian
a. Menentukan topik penelitian.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
8
Universitas Indonesia
b. Mencari dan mempelajari referensi terkait topik penelitian.
c. Melakukan penelitian awal dengan menyebarkan kuesioner kepada
karyawan laundry, ibu rumah tangga, dan pembantu rumah tangga sebagai
objek penelitian untuk mengetahui keluhan awal dalam menyetrika
menggunakan meja setrika biasa.
d. Merumuskan permasalahan.
e. Merumuskan tujuan penelitian dan membatasi permasalahan dalam
lingkup yang disesuaikan tujuan penelitian.
f. Menentukan tools yang akan digunakan dalam pemecahan masalah.
g. Mengidentifikasi data dan variabel yang dibutuhkan untuk melakukan
pengolahan data.
h. Melakukan brainstorming mengenai cara pengumpulan data.
2. Pengumpulan data kondisi meja setrika saat ini
a. Mengukur dimensi meja setrika.
b. Mendata aktivitas yang dilakukan penyetrika dalam kaitannya dengan
kegiatan menyetrika.
c. Mendokumentasikan postur penyetrika dalam setiap elemen kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan menyetrika.
d. Mengumpulkan data antropometri penyetrika.
3. Pengolahan dan analisis data meja setrika saat ini
a. Membuat model meja setrika menggunakan software Autodesk Inventor
2011.
b. Membuat virtual environment meja setrika saat ini pada software Jack.
c. Memasukkan data antropometri dan postur tubuh penyetrika pada software
Jack dan mensimulasikan aktivitas kerjanya.
d. Melakukan perhitungan nilai Posture Evaluation Index (PEI) meja setrika
saat ini.
e. Menganalisis hasil simulasi meja setrika saat ini.
4. Pembuatan rancangan desain meja setrika baru yang ergonomis dan inovatif
a. Mengidentifikasi kebutuhan konsumen akan meja setrika.
b. Menyusun hierarki kebutuhan konsumen.
c. Membuat matriks perencanaan.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
9
Universitas Indonesia
d. Membuat matriks informasi teknis.
e. Membuat dan menganalisis House of Quality (HOQ).
f. Menggenerasikan konsep yang akan dikembangkan.
g. Melakukan pemilihan konsep.
h. Menetapkan spesifikasi meja setrika baru.
5. Pengolahan dan analisis data meja setrika yang baru
a. Membuat virtual environment meja setrika baru pada software Jack 6.1.
b. Mensimulasikan aktivitas kerja menggunakan meja setrika baru.
c. Melakukan perhitungan nilai PEI meja setrika baru.
d. Menganalisis hasil simulasi meja setrika baru.
6. Penarikan kesimpulan
Adapun diagram alir metodologi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.5.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
10
Universitas Indonesia
Gambar 1.5. Diagram Alir Metodologi Penelitian
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
11
Universitas Indonesia
Gambar 1.5. Diagram Alir Metodologi Penelitian (Sambungan)
1.7 Sistematika Penulisan
Secara garis besar, sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam 5 bab
dengan pendahuluan pada bab 1; landasan teori pada bab 2; pengumpulan data
pada bab 3; pengolahan data dan analisis pada bab 4; serta kesimpulan pada bab 5.
Bab 1 merupakan bab yang berisi pendahuluan atau pengantar dari seluruh
rangkaian penelitian yang dilakukan. Pada bab ini dijelaskan mengenai ringkasan
singkat dari proses yang dilakukan dalam penelitian. Adapun isi dari bab
pendahuluan adalah mengenai latar belakang pemilihan topik, diagram keterkaitan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
12
Universitas Indonesia
permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan, ruang lingkup, dan metodologi
penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
Bab 2 menjelaskan landasan teori yang digunakan terkait dengan
penelitian yang dilakukan, yaitu dalam kaitannya dengan studi ergonomi dan
tahap-tahap yang dilalui dalam pengembangan konsep produk.
Bab 3 berisi data-data yang didapat melalui proses pengumpulan data yang
nantinya akan melalui proses pengolahan data menggunakan software Jack 6.1
dan QFD untuk kemudian menjadi acuan dalam mempertimbangkan usulan
perbaikan meja setrika. Data-data yang diambil mencakup dimensi meja setrika
yang telah ada sebelumnya, aktivitas penyetrika, antropometri penyetrika, postur
tubuh penyetrika, voice of customer, tingkat kepentingan terhadap kebutuhan
konsumen, dan tingkat kepuasan terhadap meja setrika yang sudah ada.
Bab 4 menampilkan hasil pengolahan data menggunakan software Jack 6.1
dan analisis hasil pengolahan data tersebut. Hasil pengolahan data ini digunakan
untuk membuktikan secara kuantitatif, asumsi awal mengenai adanya masalah
ketidaknyamanan dalam desain meja setrika. Selain itu, pada bab ini juga dibahas
mengenai proses pengembangan produk meja setrika baru, mulai dari tahap
identifikasi kebutuhan konsumen hingga pemilihan konsep produk yang kemudian
akan diuji kembali menggunakan software Jack 6.1 untuk menguji keergonomisan
meja setrika baru. Hasil yang didapatkan akan menjadi usulan perbaikan bagi
masalah ketidaknyamanan desain meja setrika baru.
Bab 5 menjelaskan kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian yang
dilakukan, serta saran berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
13
Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang merupakan penggabungan dua
kata, yaitu “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti hukum. Ergonomi
merupakan suatu disiplin ilmu yang mengkaji interaksi antara manusia dengan
elemen-elemen lain dalam suatu sistem dengan mengaplikasikan teori, prinsip,
data, dan metode dalam perancangan dalam rangka mengoptimasi manusia dan
performa sistem secara keseluruhan.
Dalam ergonomi, kecelakaan, rendahnya kualitas, tingginya human error,
dan hal-hal lain terkait permasalahan dipandang sebagai permasalahan pada
sistem, bukan pada manusia yang melakukan pekerjaan dalam sistem. Jadi, fokus
perbaikan akan diarahkan pada menciptakan sistem yang fit untuk manusia.
Dalam kaitannya dengan upaya menciptakan sistem yang fit bagi manusia ini,
banyak hal yang perlu diperhatikan dan memegang peranan penting (Dull &
Weerdmeester, 2008), yaitu:
• postur tubuh beserta pergerakannya (duduk, berdiri, mendorong, menarik,
menahan, dan lain-lain);
• faktor lingkungan (kebisingan, vibrasi, iluminasi, iklim, dan lain-lain);
• informasi dan operasi; serta
• organisasi kerja (poin-poin kerja yang cocok, pekerjaan yang menarik, dan
lain-lain).
Implementasi ergonomi pada perancangan suatu sistem akan membuat
sistem bekerja lebih baik dengan mengeliminasi aspek-aspek yang tidak
diharapkan dalam suatu sistem, seperti:
• inefisiensi;
• kelelahan;
• kecelakaan dan kesalahan;
• kesulitan yang dialami manusia dalam melakukan pekerjaannya; serta
• moral yang rendah.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
14
Universitas Indonesia
Sementara itu, secara umum ada 3 faktor terkait manusia yang menjadi
fokus penelitian ergonomi, yaitu:
• anatomi, fisiologi, dan antropometri tubuh manusia;
• psikologi manusia yang berperan penting dalam menentukan tingkah laku
manusia; serta
• kondisi lingkungan kerja.
Ergonomi sering dikaitkan dengan human factors. Namun, pada beberapa
literatur disebutkan bahwa faktor manusia dan ergonomi merupakan satu kesatuan
yang dikenal dengan human factors and ergonomics. McCormick (1993), dalam
bukunya, menggunakan istilah human factors untuk mengistilahkan ergonomi,
dan mengatakan bahwa ergonomi dapat didefinisikan berdasarkan hal-hal di
bawah ini:
• Fokus dari human factors adalah pada interaksi manusia dengan produk,
perlengkapan, fasilitas, prosedur, dan lingkungan yang digunakannya dalam
bekerja dan dalam kehidupan sehari-hari.
• Tujuan dari human factors ada dua, yaitu meningkatkan efektivitas dan
efisiensi di tempat bekerja dan aktivitas lain yang dilakukan, sedangkan tujuan
yang lain adalah meningkatkan keselamatan kerja, kepuasan kerja, serta
kualitas hidup manusia.
• Pendekatan dari human factors adalah pendekatan aplikasi sistematik dari
informasi yang berhubungan dengan kapasitas manusia, batasan, karakteristik,
perilaku, motivasi untuk mendesain benda dan lingkungan yang digunakan
oleh manusia. Hal ini termasuk penelitian investigasi untuk melihat informasi
antara manusia dengan lingkungan dan benda-benda di sekitarnya.
Menurut The International Ergonomics Association (IEA), ergonomi
dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu:
• ergonomi fisik, yaitu jenis ergonomi yang berhubungan dengan respon tubuh
manusia terhadap beban fisik dan psikologis;
• ergonomi kognitif, yaitu jenis ergonomi yang melibatkan proses mental,
seperti persepsi, atensi, kognisi, pengendalian motorik, dan ingatan yang
mempengaruhi interaksi antara manusia dan elemen-elemen sistem; serta
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
15
Universitas Indonesia
• ergonomi organisasi, yaitu jenis ergonomi yang berhubungan dengan optimasi
dari sistem-sistem sosioteknik, meliputi struktur organisasi, kebijakan, dan
proses.
2.2 Antropometri
2.2.1 Definisi Antropometri
Dalam bukunya, Wignjosoebroto (2000) mengemukakan bahwa istilah
antropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang
berarti ukuran. Secara umum definisi antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Data
antropometri ini akan digunakan dalam ergonomi untuk menspesifikkan dimensi
fisik dari tempat kerja, peralatan, pakaian, dan lain-lain.
Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang
tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan
mengoperasikan/ menggunakan produk tersebut. Mengingat banyaknya variasi
ukuran dan proporsi tubuh manusia, menjadi tantangan tersendiri dalam suatu
perancangan produk/ fasilitas kerja untuk dapat menyesuaikan dengan
antropometri pekerjanya. Suatu perancangan harus mampu mengakomodasi
dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil
rancangan tersebut. Secara umum, sekurang-kurangnya 90-95% dari populasi
yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu
menggunakannya dengan selayaknya.
2.2.2 Data Antropometri
Data antropometri yang digunakan sebagai landasan dalam perancangan
suatu sistem kerja umumnya dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu:
• Data struktural, yaitu suatu ukuran dimensi tubuh dari subyek yang sedang
berada dalam posisi statis. Pengukuran dibuat dari satu poin yang jelas ke poin
yang lain, misalnya pengukuran tinggi badan dari lantai hingga ujung kepala,
pengukuran jarak dari lutut ke lantai, dan lain-lain. Data ini dikenal juga
dengan “static anthropometry”.
• Data fungsional, yaitu data antropometri yang dikumpulkan untuk
menjelaskan pergerakan dari bagian tubuh dari suatu titik yang telah
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
16
Universitas Indonesia
ditetapkan. Data jangkauan maksimum tangan ke depan dari posisi berdiri
subjek yang diukur merupakan salah satu contoh data antropometri fungsional.
Data ini dikenal juga dengan “dynamic anthropometry”.
Pada gambar 2.1 akan ditampilkan data antropometri yang dibutuhkan
dalam perancangan suatu sistem kerja.
Gambar 2.1. Antropometri Tubuh Manusia
Sumber: Chuan, T.K., Hartono, M., & Kumar, N. (2010). Anthropometry of the Singaporean and
Indonesian Populations. International Journal of Industrial Ergonomics, 40, 757-766. Telah diolah
kembali
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
17
Universitas Indonesia
2.2.3 Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja
Ada beberapa prinsip yang harus dipahami dalam perancangan fasilitas kerja
berbasis ergonomi dengan menggunakan data antropometri, yaitu:
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrem
Pada prinsip ini, rancangan produk dibuat agar dapat mengakomodasi individu
dengan ukuran tubuh yang ekstrem, baik terlalu kecil maupun terlalu besar.
Namun demikian, rancangan juga diarahkan untuk dapat mengakomodasi
individu dengan ukuran tubuh lain (mayoritas dari populasi yang ada).
Adapun agar sasaran yang ada dapat terpenuhi, maka perlu diperhatikan hal-
hal di bawah ini dalam kaitannya dengan penentuan dimensi:
• Untuk penentuan dimensi minimum dari suatu produk, acuan yang
digunakan didasarkan pada antropometri persentil terbesar, yaitu persentil
90, 95, atau 99. Contoh penerapannya adalah pada penentuan ukuran
minimum dari tinggi pintu.
• Untuk penentuan dimensi maksimum dari suatu produk, acuan yang
digunakan didasarkan pada antropometri persentil terkecil, yaitu persentil
1, 5, atau 10. Contoh penerapannya adalah pada penentuan jangkauan
maksimum pekerja.
2. Prinsip perancangan produk bagi individu yang berada dalam rentang ukuran
tertentu
Pada prinsip ini, rancangan dapat diubah-ubah ukurannya sehingga fleksibel
dioperasikan oleh individu dengan berbagai variasi ukuran tubuh. Contoh
penerapannya adalah pada perancangan kursi mobil yang dapat
dimajumundurkan dengan sudut sandaran yang juga dapat disesuaikan dengan
keinginan pengemudi. Data antropometri yang umum digunakan dalam
perancangan menggunakan prinsip ini berada pada rentang nilai persentil 5
hingga 95.
3. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran rata-rata
Pada prinsip ini, rancangan produk diarahkan untuk mengakomodasi individu
dengan ukuran rata-rata, sedangkan bagi individu dengan ukuran ekstrem,
akan ada rancangan tersendiri menyesuaikan dengan antropometri individu-
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
18
Universitas Indonesia
individu tersebut. Namun demikian, permasalahan yang sering terjadi adalah
sedikitnya jumlah individu yang diklasifikasikan ke dalam ukuran rata-rata.
2.3 Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSD)
WMSD merupakan gangguan pada sistem muskuloskeletal tubuh manusia
yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan. Penyebab terjadinya WMSD
adalah keharusan untuk melakukan kegiatan berulang secara manual dalam posisi
tubuh yang statis dengan pembebanan yang terus-menerus. Secara garis besar,
keluhan pada otot muskuloskeletal dikelompokkan menjadi dua (Bakri, Solichul,
Sudiajeng, & Lilik, 2004), yaitu:
• Keluhan sementara, yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot menerima beban
statis yang akan segera hilang jika pembebanan dihentikan.
• Keluhan menetap, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, di mana rasa sakit
pada otot masih terus berlanjut walaupun pemberian beban kerja telah
dihentikan.
WMSD terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian
beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Keluhan
otot terjadi apabila kontraksi otot melebihi 20% kekuatan otot maksimum
sehingga menyebabkan berkurangnya peredaran darah ke otot. Suplai oksigen
yang menurun menyebabkan proses metabolisme karbohidrat terhambat. Sebagai
akibatnya, terjadi penimbunan asam laktat yang akan menyebabkan timbulnya
rasa nyeri pada otot (Suma’mur, 1982).
Secara umum, penyebab WMSD dapat diklasifikasikan ke dalam 3 faktor,
yaitu:
• Faktor primer, seperti peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang,
dan sikap kerja yang tidak alami.
• Faktor sekunder, seperti tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak,
paparan udara panas dan dingin yang tidak sesuai, serta getaran yang
dilakukan dengan frekuensi tinggi.
• Faktor kombinasi, seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, tingkat
kesegaran jasmani manusia yang berbeda-beda, kekuatan fisik yang
diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan, serta antropometri manusia.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
19
Universitas Indonesia
2.4 Pendekatan Ergonomi Dalam Perancangan Stasiun Kerja
Dengan mengacu pada prinsip ergonomi, perancangan stasiun kerja harus
disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja
yang terlibat, yaitu meliputi manusia, mesin/ peralatan, dan lingkungan fisik kerja.
Peranan manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan
keterbatasannya, terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif,
fisik, ataupun psikologisnya. Demikian juga peranan atau fungsi mesin/ peralatan
seharusnya ikut menunjang manusia dalam melaksanakan tugasnya. Mesin/
peralatan berfungsi menambah kemampuan manusia, tidak menimbulkan stress
tambahan akibat beban kerja, dan membantu melaksanakan kerja tertentu yang
dibutuhkan dengan tetap berada di atas kapasitas manusia. Sementara itu, peranan
dan fungsi dari lingkungan fisik kerja akan berkaitan dengan usaha untuk
menciptakan kondisi kerja yang akan menjamin manusia dan mesin agar dapat
berfungsi pada kapasitas maksimalnya.
Berkaitan dengan perancangan area/ stasiun kerja dalam industri, terdapat
beberapa aspek ergonomi yang harus dipertimbangkan. Adapun aspek-aspek
tersebut akan dibahas secara lebih mendalam pada subbab-subbab di bawah ini.
2.4.1 Sikap dan Posisi Kerja
Postur kerja penting untuk diperhatikan dalam perancangan stasiun kerja
karena postur kerja sering kali menjadi penyebab utama timbulnya sakit atau
keluhan pada beberapa bagian tubuh manusia. Penentuan postur kerja yang paling
baik adalah didasarkan pada pertimbangan mengenai jenis pekerjaan yang
dilakukan. Secara umum, terdapat tiga jenis postur dasar, yaitu duduk, berdiri, dan
duduk berdiri. Dari ketiga postur dasar tersebut, postur kerja yang diusulkan untuk
beberapa tipe pekerjaan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Postur Kerja yang Diusulkan untuk Beberapa Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Postur Kerja yang Diusulkan
Mengangkat beban lebih dari 5 kg Berdiri
Bekerja di bawah tinggi siku Berdiri
Menjangkau horizontal Berdiri
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
20
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Postur Kerja yang Diusulkan untuk Beberapa Jenis Pekerjaan
(Sambungan)
Perakitan ringan dan repetitif Duduk
Pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian dan detail
Duduk
Inspeksi visual dan monitoring Duduk
Bergerak secara rutin Duduk - berdiri
Sumber: Helander, M. (2006). A Guide to Human Factors and Ergonomics. (2nd
ed.). New York:
Taylor and Francis Group
Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang nyaman, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan stasiun kerja, yaitu:
• Meminimalisasi kemungkinan operator untuk bekerja dalam sikap posisi
membungkuk dengan frekuensi kegiatan sering atau jangka waktu lama.
Untuk mengatasi permasalahan ini, maka stasiun kerja harus dirancang dengan
memperhatikan fasilitas kerja seperti meja kerja, kursi, dan lain-lain yang
sesuai dengan data antropometri agar operator dapat menjaga sikap dan posisi
kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama ditekankan jika
pekerjaan harus dilaksanakan pada posisi berdiri.
• Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang
bisa dilakukan.
• Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu
yang lama dengan kepala, leher, dada, atau kaki berada pada posisi miring.
• Operator tidak seharusnya bekerja dalam frekuensi dan periode waktu yang
lama dengan tangan berada dalam posisi di atas level siku yang normal.
2.4.2 Antropometri dan Dimensi Ruang
Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi
dari tubuh manusia termasuk disini ukuran linier, berat volume, ruang gerak, dan
lainnya. Data antropometri ini akan sangat bermanfaat dalam perencanaan
peralatan kerja atau fasilitas kerja. Persyaratan ergonomi mensyaratkan agar
peralatan dan fasilitas kerja disesuaikan dengan penggunanya khususnya yang
menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum atau
minimum biasanya digunakan data antropometri antara persentil 5% dan 95%.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
21
Universitas Indonesia
Dimensi ruang kerja akan dipengaruhi oleh dua hal pokok, yaitu situasi
lingkungan dan situasi kerja yang ada. Dalam menentukan dimensi ruang kerja,
perlu diperhatikan antara lain jarak jangkauan yang bisa dilakukan oleh operator,
batasan-batasan ruang yang cukup memberikan keleluasaan gerak operator dan
kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan-kegiatan tertentu.
2.4.3 Kondisi Lingkungan Kerja
Meskipun operator yang sehat telah diseleksi secara ketat dan diharapkan
dapat beradaptasi dengan situasi dan lingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam
hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan dan lainnya, akan tetapi stress
akibat kondisi lingkungan kerja akan terus berakumulasi dan secara tiba-tiba dapat
menyebabkan hal yang fatal. Adanya lingkungan fisik kerja yang bising, panas,
atau atmosfer yang tercemar menyebabkan performa kerja operator menurun.
Adalah satu hal yang sangat penting untuk mempertimbangkan seluruh aspek
lingkungan fisik kerja yang memiliki potensi bahaya pada saat proses
perancangan stasiun kerja dan sistem pengendaliannya. Dengan demikian,
kondisi-kondisi bahaya tersebut bisa diantisipasi dan diberi tindakan-tindakan
preventif sebelumnya.
2.4.4 Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja
Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur
untuk tercapainya prinsip ekonomis pada gerakan kerja sehingga dapat
memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja. Pertimbangan mengenai
prinsip-prinsip ekonomi gerakan diberikan selama tahap perancangan sistem kerja
dari suatu industri.
2.4.5 Energi Kerja yang Dikonsumsi
Energi kerja yang dikonsumsi saat seseorang melaksanakan kegiatan
merupakan faktor yang kurang begitu diperhatikan karena dianggap tidak penting
jika dikaitkan dengan performa kerja yang ditunjukkan. Namun demikian, tujuan
pokok dari perancangan kerja hendaknya dapat menghemat energi yang harus
dikonsumsi untuk penyelesaian suatu kegiatan. Aplikasi prinsip-prinsip ergonomi
dan ekonomi gerakan dalam tahap perancangan dan pengembangan sistem kerja
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
22
Universitas Indonesia
secara umum akan dapat meminimalkan energi yang harus dikonsumsikan dan
meningkatkan efisiensi output kerja itu sendiri.
2.5 Perancangan Stasiun Kerja yang Ergonomis
Rancangan suatu stasiun kerja mempunyai kaitan yang erat dengan
kesehatan, kenyamanan dan performa kerja pada suatu industri manufaktur.
Stasiun kerja yang ergonomis (workplace ergonomic) harus dapat
mengakomodasi karakteristik dari pekerja dan sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja tersebut, baik dalam posisi duduk maupun berdiri.
2.5.1 Desain Meja Kerja
Faktor yang mempengaruhi kenyamanan dalam melakukan pekerjaan di
atas meja adalah ketinggian meja. Ketinggian permukaan meja kerja harus
disesuaikan dengan antropometri penggunanya, di mana dalam hal ini, posisi
tangan bagian atas tergantung natural dan siku terletak pada posisi 90° sehingga
tangan bagian bawah paralel dengan tanah. Apabila ketinggian permukaan meja
kerja terlalu tinggi, bahu dan lengan atas akan terangkat sehingga menyebabkan
kelelahan dan nyeri otot akibat posisi yang tidak nyaman. Sementara itu, apabila
ketinggian permukaan meja kerja terlalu rendah, leher dan kepala akan tertunduk
sehingga dapat mengakibatkan tulang belakang dan otot menegang.
Beberapa rekomendasi ketinggian meja kerja yang ideal sesuai jenis
pekerjaan untuk standing workstation adalah (Pheasant, 2003):
• 50-100 mm di bawah tinggi siku untuk pekerjaan manipulatif yang melibatkan
gaya dan membutuhkan ketelitian pada tingkat moderat;
• 50-100 mm di atas tinggi siku untuk pekerjaan manipulatif ringan (termasuk
menulis);
• 100-250 mm di bawah tinggi siku untuk pekerjaan manipulatif berat, terutama
jika melibatkan tekanan pada benda kerja;
• antara tinggi buku jari dan tinggi siku untuk pekerjaan menangani dan
memindahkan barang; serta
• di bawah tinggi siku dan tinggi bahu untuk pekerjaan yang dioperasikan
dengan tangan (misalnya switch, tuas, dan lain-lain).
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
23
Universitas Indonesia
Adapun rekomendasi untuk ketinggian meja kerja yang ergonomis bagi
pekerja dalam posisi berdiri dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Rekomendasi Tinggi Meja Kerja Untuk Pekerja dengan Posisi Berdiri
Jenis Pekerjaan Pria Wanita
Precision Work 109 – 119 103 - 113
Light Assembly work 99 – 109 87 - 98
Heavy Work 85 - 101 78 - 94
Sumber: Bridger, R.S. (2003). Introduction to Ergonomics. London: Taylor & Francis.
2.5.2 Desain Kursi
Untuk pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk, maka selain tinggi
meja perlu diperhatikan juga tinggi kursi kerja. Ketinggian kursi kerja biasanya
disesuaikan dengan ketinggian meja kerja. Perhitungan kursi kerja yang ideal
dengan tinggi meja kerja biasanya dilakukan dengan mengurangi tinggi meja kerja
yang didapat dengan tinggi siku saat duduk. Namun demikian, perlu diperhatikan
adanya faktor tinggi benda kerja sehingga siku dalam posisi duduk juga tetap
dapat membentuk sudut 90°. Selain itu, ketinggian kursi juga hendaknya
mempertimbangkan adanya ruang untuk meletakkan kaki dan lutut secara
nyaman.
Gambar 2.2. Ketinggian dan Lebar Ideal Bagian Bawah Meja Kerja dalam
Kaitannya dengan Penentuan Tinggi Kursi
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
24
Universitas Indonesia
Selain ketinggian, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam
membuat desain kursi (Gouvali, M.K., & Boudolos, K., 2005), yaitu:
• Kedalaman kursi
Kedalaman kursi hendaknya dirancang dengan mengacu pada ukuran jarak
pantat dan sisi belakang betis orang persentil 5. Untuk menghitung kedalaman
kursi yang ideal, dapat digunakan formula (2.1).
0,8 PB ≤ SD ≤ 0,99 PB (2.1)
dengan:
PB = popliteal-buttock length (jarak pantat dan sisi belakang betis)
SD = seat depth (kedalaman kursi)
• Lebar kursi
Kursi harus cukup lebar untuk dapat mendukung ischial tuberosities dalam
rangka mencapai stabilitas dan mengizinkan adanya ruang untuk perpindahan
lateral. Untuk itu, lebar kursi harus cukup lebar untuk dapat mengakomodasi
orang dengan lebar pantat terbesar sekalipun. Untuk menghitung lebar kursi
yang ideal, dapat digunakan formula (2.2).
1,1 H ≤ SW ≤ 1,3 H (2.2)
dengan:
H = hip breadth (lebar pantat)
SW = seat width (lebar kursi)
• Tinggi sandaran
Tinggi sandaran dikatakan sesuai jika berada di bawah tulang belikat untuk
memfasilitasi mobilisasi batang tubuh dan lengan. Untuk menghitung tinggi
sandaran yang ideal, dapat digunakan formula (2.3).
0,6 S ≤ B ≤ 0,8 S (2.3)
dengan:
S = shoulder height (tinggi bahu)
B = backrest height (tinggi sandaran)
Untuk pekerjaan dengan dimensi kursi yang tinggi, diperlukan adanya
footrest. Adapun acuan yang digunakan dalam penentuan tinggi footrest adalah
popliteal orang persentil 5.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
25
Universitas Indonesia
2.6 Virtual Environment
Virtual environment merupakan suatu representasi dari sistem fisik yang
dihasilkan oleh komputer yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi
dengan lingkungan sintetis yang memiliki kemiripan dengan lingkungan nyata.
Simulasi dalam lingkungan virtual harus dapat mensimulasikan bagaimana model
manusia berada pada lokasi yang baru, berinteraksi dengan obyek dan lingkungan,
serta mendapat respon balik yang tepat dari obyek yang dimanipulasi.
Virtual environment dapat didefinisikan sebagai simulasi tiga dimensi,
yaitu multisensor, realtime, dan interaktif, yang dapat dibuat oleh user melalui
peralatan input atau output tiga dimensi. Definisi lain menyebutkan virtual
environment sebagai representasi komputer tiga dimensi dari sebuah ruang, di
mana user dapat memindahkan titik pandang dengan bebas secara realtime.
2.7 Software Jack 6.1
Pembuatan lingkungan virtual membutuhkan penggunaan software dan
hardware sehingga lingkungan virtual bergantung pada perkembangan teknologi
informasi. Software Jack 6.1, merupakan salah satu software yang dapat
digunakan dalam pembuatan virtual environment.
Menurut Gironimo, Martorelli, Monacelli, dan Vaudo (2001), Jack adalah
produk ergonomi dan faktor manusia yang memungkinkan penggunanya untuk
memosisikan model biomekanikal manusia secara akurat dalam virtual
environment, memberikan model tersebut sebuah set tugas yang akan dikerjakan,
dan menganalisis kinerja dari pelaksanaan tugas tersebut.
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh software Jack 6.1 dalam
penggunaannya sebagai alat simulasi virtual environment antara lain:
• mengimpor gambar CAD sehingga pengguna dapat mendesain virtual
environment sesuai dengan layout dan kompenen lokasi yang diinginkan;
• membuat model pria dan wanita digital dengan berbagai ukuran
antropometri;
• memosisikan manusia digital dan membuat postur tubuh sesuai dengan
aktivitas dan stasiun kerja yang terlibat;
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
26
Universitas Indonesia
• mengevaluasi apa saja yang dapat dilihat seorang manusia dari sudut pandang
mereka dengan memanfaatkan tampilan dari feature view cone;
• mengevaluasi kemampuan menjangkau dan mengankat maksimum dari
manusia digital; serta
• menganalisis pengaruh postur kerja pada bagian-bagian tubuh manusia
digital.
Untuk melakukan simulasi pada software Jack 6.1, ada beberapa langkah
yang harus dilakukan, yaitu:
1. membuat virtual environment, di mana pembuatan virtual environment
dilakukan dengan mengimpor obyek yang telah dibuat pada software
Autodesk Inventor 2011 ke software Jack 6.1 dan mengatur posisinya sesuai
dengan kondisi aktual;
2. membuat virtual human, yaitu dengan memanfaatkan fasilitas Advanced
Human Scaling pada software Jack 6.1 sehingga dapat dibuat virtual human
dengan ukuran antropometri yang diinginkan;
3. memosisikan virtual human pada virtual environment, di mana virtual human
dimasukkan ke dalam virtual environment dan diposisikan pada virtual
environment sesuai dengan kondisi aktual;
4. memberi tugas pada virtual human, di mana dilakukan pemberian animasi
yang menunjukkan mekanisme gerakan suatu operasi pekerjaan; serta
5. menganalisis hasil simulasi dengan Task Analysis Toolkit (TAT) pada
software Jack 6.1.
Jack TAT merupakan sebuah alat analisis ergonomi yang membantu
penggunanya mendesain area kerja yang lebih baik dan memperbaiki eksekusi
dari suatu operasi pekerjaan. Jack TAT ini mempunyai fungsi utama untuk
memperkirakan risiko cidera yang mungkin terjadi berdasarkan penilaian postur,
penggunaan otot, beban yang diterima, durasi kerja, dan frekuensi.
Ada sembilan alat analisis pada Jack TAT yang dapat digunakan untuk
menganalisis pekerjaan, yaitu:
• Fatigue and Recovery Analysis; digunakan untuk memperkirakan waktu
pemulihan yang diberikan untuk mencegah pekerja mengalami kelelahan.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
27
Universitas Indonesia
• Low Back Compression Analysis (LBA); digunakan untuk mengevaluasi
tekanan pada tulang belakang dalam kualitas postur dan kondisi beban
tertentu.
• Manual Material Handling Limits; digunakan untuk mengevaluasi dan
merancang kegiatan kerja yang berkaitan dengan proses material handling
sehingga tingkat risiko cidera dapat dikurangi.
• Metabolic Energy Expenditure; digunakan untuk memprediksi energi yang
dibutuhkan pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan berdasarkan
karakteristik ekerja dan rangkaian kegiatan yang dilakukan.
• National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) Lifting
Analysis; digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan mengangkat benda dengan
mengacu pada standar NIOSH.
• Ovako Working Posture Analysis (OWAS); digunakan untuk menguji tingkat
kenyamanan suatu operasi kerja.
• Predetermined Time Analysis; digunakan untuk memprediksi waktu yang
dibutuhkan seseorang ketika mengerjakan suatu pekerjaan berdasarkan
method time measurement.
• Rapid Upper Limb Assessment (RULA); digunakan untuk mengevaluasi risiko
yang menyebabkan gangguan pada tubuh bagian atas.
• Static Strength Prediction (SSP); digunakan untuk mengevaluasi persentase
dari suatu populasi pekerja yang memiliki kekuatan untuk melakukan suatu
pekerjaan berdasarkan postur tubuh, jumlah energi yang dibutuhkan, dan
antropometri.
2.7.1 Static Strength Prediction (SSP)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, SSP merupakan salah satu alat
analisis ergonomi yang digunakan untuk mengevaluasi persentase dari populasi
pekerja yang memiliki kekuatan untuk melaksanakan suatu operasi kerja. Analisis
kapabilitas yang dilakukan SSP didasarkan pada pertimbangan postur, tenaga
yang dibutuhkan, dan antropometri. Prinsip dasar SSP adalah (Chaffin, Lawton, &
Johnson, 2003):
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
28
Universitas Indonesia
Perhitungan nilai SSP menggunakan suatu konsep yang disebut dengan
konsep biomekanika. Cara kerja konsep biomekanika tersebut adalah dengan
melihat sistem muskuloskeletal yang memungkinkan tubuh untuk mengungkit
(fungsi tulang) dan bergerak (fungsi otot). Pergerakan otot akan membuat tulang
untuk cenderung berotasi pada setiap persendian yang ada. Besarnya
kecenderungan berotasi ini disebut dengan momen rotasi pada suatu sendi.
Selama terjadi pergerakan, maka akan terjadi usaha saling menyeimbangkan
antara gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot dengan gaya yang dihasilkan oleh
beban pada segmen tubuh dan faktor eksternal lainnya. Secara matematis hal ini
dituliskan dalam persamaan:
Mj = Sj (2.4)
dengan:
Mj = gaya eksternal pada setiap persendian
Sj = gaya maksimum otot pada setiap persendian
Nilai Mj diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
• beban yang dialami tangan (misalnya beban mengangkat, gaya dorong, dan
lain-lain);
• postur kerja ketika seseorang mengeluarkan usaha terbesarnya; dan
• antropometri seseorang.
Analisis terhadap SSP dapat digunakan untuk membantu:
• menganalisis pekerjaan yang berhubungan dengan pengoperasian material
yang meliputi pengangkatan barang, penurunan barang, mendorong, dan
menarik, yang membutuhkan pergerakan pada pinggang, serta gerakan tangan
dan gaya yang kompleks;
• memprediksi persentase pekerja wanita dan pria yang memiliki kekuatan
untuk melaksanakan pekerjaan yang telah ditentukan; serta
• mengidentifikasi postur-postur kerja tertentu yang membutuhkan karakteristik
kekuatan yang melebihi batas beban ideal, maupun melebihi batas
kemampuan pekerja.
Dalam merancang suatu stasiun kerja, sebuah kegiatan kerja hanya dapat
diterima jika persentase pekerja yang mampu melakukannya mencapai 100%.
Dalam praktiknya, hal ini mustahil dilakukan sehingga ditetapkan batas 90%
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
29
Universitas Indonesia
untuk validasi kegiatan. Adapun contoh output hasil analisis SSP dapat dilihat
pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Contoh Hasil Analisis SSP
2.7.2 Low Back Analysis (LBA)
LBA adalah alat analisis untuk mengevaluasi gaya yang diterima oleh
tulang belakang manusia. Metode LBA bertujuan untuk:
• menentukan apabila posisi kerja yang ada telah sesuai dengan batasan beban
yang ideal ataupun menyebabkan pekerja rentan terkena cidera pada tulang
belakang; serta
• mengevaluasi posisi kerja tertentu yang membutuhkan perhatian maupun
perbaikan dari segi ergonomi.
Output dari hasil analisis LBA adalah informasi berupa:
• kompresi dan pergeseran pada L4 dan L5 bagian lumbar tulang belakang dan
perbandingannya dengan standar NIOSH;
• torsi yang terjadi pada bidang axial, sagittal, dan lateral L4 dan L5 bagian
lumbar tulang belakang sebagai hasil representasi efek yang diterima oleh
tubuh bagian atas terhadap berat yang ditopangnya; serta
• aktivitas yang terjadi pada otot tubuh ketika mencoba menyeimbangkan
momen pada tulang belakang.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
30
Universitas Indonesia
Gambar 2.4. Contoh Hasil Analisis Metode LBA
Tekanan yang diizinkan mengacu pada standar NIOSH, yaitu berada di
bawah 3.400 N. Selama masih berada di bawah nilai tersebut, kompresi terhadap
tulang belakang masih dapat dikatakan rendah.
2.7.3 Ovako Working Posture Analysis (OWAS)
OWAS merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat
kenyamanan yang dirasakan oleh manuasia akibat postur kerja dilakukan pada
saat melakukan suatu operasi kerja. Pada metode OWAS, sejumlah observasi dari
berbagai kode postur akan dihitung untuk kemudian digambarkan distribusi
relatifnya. Hasil OWAS menunjukkan persentase distribusi berdasarkan kriteria
observasi yang dikelompokkan ke dalam 4 faktor postur, yaitu punggung (back),
tangan (arm), kaki (leg), dan beban (load/ effort). Nilai dari keempat faktor
tersebut kemuadian diintegrasikan menjadi nilai tunggal yang menunjukkan
tingkat kenyamanan total yang ditimbulkan oleh postur kerja yang dilakukan.
Nilai tunggal yang dihasilkan memiliki jangkauan nilai 1 hingga 4 seperti yang
ditunjukkan oleh tabel 2.3.
Tabel 2.3. Pembobotan Nilai pada OWAS
Skor Keterangan Penjelasan
1 Normal posture Tindakan perbaikan tidak diperlukan
2 Slightly harmful Tindakan perbaikan diperlukan di masa datang
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
31
Universitas Indonesia
Tabel 2.3. Pembobotan Nilai pada OWAS (Sambungan)
3 Distinctly harmful Tindakan perbaikan diperlukan segera
4 Extremely harmful Tindakan perbaikan diperlukan sesegera
mungkin
Sumber: Benchmarking of the Manual Handling Assessment Charts, 2002.
Gambar 2.5. Kode Digit dalam OWAS
Sumber: Helander, M. (2006). A Guide to Human Factors and Ergonomics. (2nd
ed.). New York:
Taylor and Francis Group
Metode OWAS dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mendesain manual kerja dan sebagai pedoman dalam merancang ulang
lingkungan kerja. Metode OWAS juga berfungsi untuk mengidentifikasi skala
prioritas dari postur kerja yang paling membutuhkan modifikasi secara ergonomi.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
32
Universitas Indonesia
Adapun tampilan output analisis OWAS pada software Jack 6.1 dapat dilihat pada
gambar 2.6.
Gambar 2.6. Contoh Hasil Analisis Metode OWAS
2.7.4 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
RULA merupakan metode untuk mengevaluasi tekanan beban kerja
terhadap risiko cidera pada tubuh bagian atas pekerja. Analisis RULA terbagi ke
dalam 2 bagian besar, yaitu:
• kelompok A yang terdiri dari lengan bagian atas dan bawah serta tangan yang
terdiri dari pergelangan tangan dan putaran yang terjadi pada pergelangan
tangan; dan
• kelompok B yang terdiri dari batang tubuh dan leher.
Pendekatan yang dilakukan biasanya menggunakan pembobotan, di mana
semakin tinggi bobot, akan semakin besar risiko pekerjaan tersebut terhadap
kesehatan (Lueder, 1996). Nilai ini mampu mengindikasikan derajat intervensi
yang disyaratkan untuk mengurangi risiko cidera seperti yang ditunjukkan pada
tabel 2.4.
Tabel 2.4. Pembobotan Nilai pada RULA
Skor Keterangan
1 dan 2 Postur diterima
3 dan 4 Investigasi perlu dilanjutkan dan perubahan mungkin diperlukan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
33
Universitas Indonesia
Tabel 2.4. Pembobotan Nilai pada RULA (Sambungan)
5 dan 6 Investigasi dan perubahan perlu dilakukan segera
7 Investigasi dan perubahan perlu dilakukan secepat mungkin
Sumber: Siemens PLM Software Inc., 2008
Gambar 2.7. Pengelompokan Penilaian Metode RULA
Sumber: Helander, M. (2006). A Guide to Human Factors and Ergonomics. (2nd
ed.). New York:
Taylor and Francis Group
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
34
Universitas Indonesia
Metode RULA dapat digunakan untuk empat tujuan, yaitu sebagai sarana
pengidentifikasian secara cepat potensi dari beban kerja yang memungkinkan
terjadinya cidera pada tubuh bagian atas, sebagai panduan desain untuk manual
kerja yang baru atau sebagai pedoman perancangan ulang manual kerja yang telah
ada, serta sebagai bahan identifikasi skala prioritas postur kerja yang paling
membutuhkan perubahan secara ergonomi.
Gambar 2.8. Contoh Hasil Analisis Metode RULA
2.7.5 Posture Evaluation Index (PEI)
Untuk mendapatkan suatu tingkat kenyamanan yang optimal, harus
diminimalisasi terbentuknya critical prosture selama operasi kerja berlangsung.
Critical posture dari setiap rangkaian operasi kerja merupakan postur kerja yang
paling berpotensi menimbulkan WMSD. Sering kali critical posture sulit untuk
dideteksi dengan tepat. Untuk mengatasi hal ini, dikembangkan sebuah tool yang
disebut dengan PEI. PEI adalah tool untuk menilai kualitas dari suatu postur
tunggal dengan mengandalkan TAT pada software Jack 6.1. Dengan
menggunakan metode PEI, kualitas dari suatu postur tunggal dengan
mengandalkan TAT ini dapat dinilai sehingga critical posture juga dapat
dideteksi. Gambar 2.9 menunjukkan alur penggunaan metode PEI.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
35
Universitas Indonesia
Gambar 2.9. Diagram Alir Penggunaan Metode PEI
Sumber: Caputo, F., Girinimo, G.D., & Marzano, A. (2006) Ergonomi Optimization of Work Cell
of Manufacturing Systems in Virtual Environment.
Secara garis besar, terdapat 7 fase yang harus dilalui dalam perhitungan
nilai PEI, yaitu:
1. Analisis lingkungan kerja
Fase ini merupakan tahap menganalisis kondisi lingkungan kerja dan
mempertimbangkan kemungkinan alternatif gerakan kerja operator (seperti
alternatif rute, postur, dan kecepatan kerja). Dalam simulasi model
lingkungan virtual, perlu dilakukan simulasi operasi-operasi kerja dengan
berbagai alternatif gerakan untuk memverifikasi kelayakan tugas yang
dilakukan operator. Parameter lain yang dapat dimodifikasi adalah jarak
dimensi objek-objek kerja yang mempengaruhi postur kerja virtual human.
2. Analisis jangkauan dan aksesibilitas
Perancangan tempat kerja memerlukan studi pendahuluan mengenai
aksesibilitas dari titik-titik kritis (critical points). Permasalahan yang muncul
adalah apakah seluruh metode gerakan yang telah dirancang memungkinkan
untuk dimasukan ke sebuah operasi dan apakah semua titik kritis dapat
dijangkau oleh pekerja. Untuk itu perlu dipastikan bahwa titik kritis jangkauan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
36
Universitas Indonesia
benda-benda kerja dapat terjangkau oleh operator. Konfigurasi tata letak yang
di luar kemampuan kerja dan jangkauan operator pada fase ini tidak akan
dilanjutkan ke fase berikutnya. Jika analisis lingkungan kerja, serta
keterjangkauan dan aksesibilitas konfigurasi telah menunjukkan kondisi-
kondisi yang sesuai dengan kondisi dan limitasi manusia, maka fase
berikutnya dari tahapan PEI baru dapat dilanjutkan.
3. SSP
SSP adalah tools untuk memprediksi persentase populasi pekerja yang dapat
melakukan rangkaian kegiatan yang disimulasikan. Operasi pekerjaan yang
memiliki nilai skor SSP di bawah 90% tidak akan dianalisis lebih lanjut.
4. LBA
LBA merupakan tools yang digunakan untuk mengevaluasi gaya dan tekanan
yang terjadi pada tulang belakang manusia berdasarkan postur dan beban yang
dikenakan saat melakukan suatu operasi kerja. Nilai tekanan yang dihasilkan
kemudian dibandingkan dengan batasan tekanan yang ada pada standar
NIOSH, yaitu sebesar 3.400 N.
5. OWAS
OWAS merupakan metode sederhana untuk mengetahui tingkat kenyamanan
dari suatu postur kerja serta untuk memberikan informasi mengenai tingkat
kepentingan perlunya dilakukan kegiatan perbaikan. Tingkat penilaian ini
didasarkan pada postur dan observasi rangkaian kerja operator yang
disimulasikan. Nilai OWAS yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan
indeks kenyamanan maksimum yang ada pada OWAS, yaitu 4.
6. RULA
RULA adalah tools untuk mengevaluasi postur tubuh bagian atas dan
mengidentifikasi risiko cidera atau gangguan pada tubuh bagian atas. Nilai
RULA yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan indeks maksimum
RULA, yaitu 7.
7. Perhitungan nilai PEI
PEI mengintegrasikan nilai LBA, OWAS, dan RULA yang dihasilkan oleh
software Jack 6.1. PEI mengintegrasikan ketiga nilai ini dengan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
37
Universitas Indonesia
menjumlahkan tiga variabel dimensional I1, I2, dan I3, dengan keterangan
sebagai berikut:
• Variabel I1 merupakan perbandingan antara skor LBA dengan batas aman
kekuatan kompresi yang dapat diterima manusia, yaitu sebesar 3.400 N.
Nilai I1 dapat dihitung menggunakan formula (2.5). Adapun sebelum
dilanjutkan ke perhitungan berikutnya, perlu diyakini bahwa nilai I1 harus
lebih kecil dari 1. I1 > 1 menunjukkan kegiatan kerja dalam simulasi tidak
valid.
I1 � LBA
3.400 (2.5)
• Variabel I2 merupakan perbandingan nilai OWAS dengan nilai
maksimumnya, yaitu 4. Nilai I2 dapat dihitung menggunakan formula
(2.6).
I2 � OWAS
4 (2.6)
• Variabel I3 merupakan perbandingan nilai RULA dengan indeks batas
maksimum tingkat kenyamanan RULA, yaitu 7. Nilai I3 dapat dihitung
menggunakan formula (2.7).
I3 � RULA
7 (2.7)
Setelah didapatkan nilai dari tiap variabel, dapat dihitung nilai PEI dengan
menggunakan formula (2.8).
PEI � I1 � I2 � �I3.mr� (2.8)
dengan:
mr = amplification factor yang bernilai 1,42.
Semakin kecil nilai PEI, semakin tinggi tingkat kenyamanan dan semakin
rendah resiko keluhan kesehatan yang dapat diderita oleh manuasia yang
melakukan postur tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi nilai PEI, semakin
rendah tingkat kenyamanan dan semakin tinggi resiko keluhan kesehatan yang
dapat didertita oleh manusia. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suatu
postur kerja dikatakan optimal jika memiliki nilai PEI paling rendah.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
38
Universitas Indonesia
2.8 Pengembangan Produk
Pengembangan produk (product development) pada dasarnya adalah upaya
perusahaan untuk senantiasa bertahan di pasar dengan menciptakan produk baru,
memperbaiki produk lama atau memodifikasi produk lama, agar selalu dapat
memenuhi tuntutan pasar dan selera konsumen. Fokus pada pengembangan
produk sangat penting dilakukan dan dapat dijadikan sebagai salah satu strategi
bersaing perusahaan.
2.8.1 Quality Function Deployment (QFD)
2.8.1.1 Definisi QFD
Kesesuaian antara spesifikasi produk dengan keinginan konsumen
merupakan pertimbangan penting dalam melakukan pengembangan produk.
Namun, di sisi lain, kemampuan desain dan proses produksi menjadi pembatas
bagi perusahaan untuk menyesuaikan spesifikasi produk yang dibuat dengan
keinginan dan kebutuhan konsumen. QFD muncul sebagai solusi atas
permasalahan tersebut.
QFD adalah metode terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan
dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan
keinginan konsumen, serta mengevaluasi suatu produk dalam memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen (Cohen, 1995). QFD merupakan salah satu
teknik yang digunakan untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen ke dalam
karakteristik produk serta mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhinya. Dengan QFD, perusahaan dimungkinkan untuk memprioritaskan
kebutuhan konsumen, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan
tersebut, dan memperbaiki proses hingga tercapai efektivitas maksimum. Karena
bersifat “customer-driven planning process”, proses-proses yang terjadi dalam
penerapan QFD menyebabkan perusahaan tidak lagi mengembangkan produk atau
jasa yang hanya didasari pada pemahamannya sendiri mengenai apa yang
dibutuhkan oleh konsumen, melainkan benar-benar berdasarkan atas pemahaman
terhadap apa yang dibutuhkan oleh konsumen dari sudut pandang konsumen.
Keinginan konsumen (voice of customer) adalah input dari proses QFD,
sedangkan output-nya adalah berupa serangkaian hal yang menjadi prioritas kunci
dalam rangka memuaskan keinginan konsumen.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
39
Universitas Indonesia
2.8.1.2 Perkembangan QFD
QFD pertama kali diperkenalkan oleh Yoji Akao, seorang Professor of
Management Engineering dari Tagawa University, pada akhir tahun 1960-an.
Namun demikian, penggunaannya mulai dikenal luas sejak pengaplikasiannya
pada tahun 1972 oleh Mitsubishi Heavy Industries di galangan kapal Kobe. Pada
tahun 1986, suatu penelitian yang dilakukan oleh Japanese Union of Scientists
and Engineers (JUSE) menunjukkan bahwa 54% dari 148 perusahaan Jepang
yang diteliti telah menggunakan konsep QFD. Sektor industri yang banyak
menggunakan QFD dalam pengembangan produknya adalah sektor transportasi
(86%), konstruksi (82%), dan elektronik (63%). Penelitian tersebut juga
mengungkapkan bahwa 32% dari seluruh perusahaan jasa yang diteliti telah
menggunakan konsep QFD.
Penggunaan QFD terus menyebar ke negara-negara lain. QFD terus
memberikan inspirasi dan daya tarik yang kuat di seluruh dunia; menciptakan
penggunaan pada bidang yang baru oleh praktisi dan peneliti setiap tahunnya.
Dewasa ini, QFD telah banyak digunakan oleh berbagai perusahaan manufaktur
serta perusahaan jasa, baik yang berorientasi laba, maupun nirlaba.
2.8.1.3 Manfaat QFD
Menurut Cohen (1995), ada beberapa manfaat utama yang diperoleh dari
penerapan QFD, yaitu:
• rancangan produk dan jasa yang baru fokus pada kebutuhan pelanggan karena
kebutuhan pelanggan tersebut sudah lebih dipahami;
• memudahkan perusahaan dalam merancang produk yang fokus pada
konsumen;
• dapat menganalisis kinerja produk/ jasa perusahaan terhadap pesaing
utama dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen;
• lebih fokus dalam mendesain produk untuk memuaskan pelanggan sehingga
dapat mengakselerasi waktu pemasaran produk baru;
• dapat mengurangi frekuensi perubahan suatu desain setelah dikeluarkan
dengan berfokus pada tahap perencanaan sehingga akan mengurangi biaya
untuk memperkenalkan desain baru;
• mendorong terciptanya kerja sama antara departemen; serta
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
40
Universitas Indonesia
• dapat menyediakan cara untuk membuat dokumentasi proses dan dasar
yang kuat untuk pengambilan keputusan.
Suatu penelitian tentang penggunaan QFD dalam kegiatan industri di
Jepang menghasilkan kesimpulan yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa
keuntungan yang didapatkan dari penerapan QFD, yaitu memberi kemungkinan
bagi perusahaan untuk:
• menerjemahkan keinginan konsumen menjadi persyaratan teknikal yang
berarti untuk masing-masing tahapan proses pengembangan dan produksi; dan
• menawarkan metode yang terstruktur dalam proses pengembangan produk
baru dan memfasilitasi kegiatan pengaturan dan pengontrolan.
Keuntungan lain yang dilaporkan oleh perusahaan manufaktur Jepang
antara lain:
• berkurangnya jumlah pergantian teknis;
• terakselerasinya siklus perancangan;
• meningkatnya kepuasan konsumen; dan
• berkurangnya komplain.
Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan dari penerapan QFD
adalah peningkatan kualitas produk/ jasa, pengurangan biaya, efisiensi waktu, dan
beberapa keuntungan pemasaran yang substansial.
2.8.1.4 Proses QFD
Aplikasi penuh dari metode QFD terdiri dari beberapa langkah sebagai
berikut:
1. membangun pemahaman dan prioritas dari tujuan strategis dan segmen pasar
yang akan menghasilkan keuntungan;
2. mengetahui keinginan konsumen, yaitu dengan mendengar voice of customer
dan menyaring serta mengatur data mengenai keinginan konsumen tersebut,
serta menentukan tindakan sampai sejauh mana kebutuhan tersebut telah
terpenuhi;
3. membuat persyaratan teknis, yaitu dengan menerjemahkan keinginan
konsumen ke persyaratan teknis dari produk/ jasa;
4. menentukan desain, yaitu menspesifikasikan bagian-bagian dari produk dan
karakteristik dari bagian yang penting;
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
41
Universitas Indonesia
5. mengidentifikasi proses produksi, yaitu menspesifikasikan proses-proses yang
dibutuhkan untuk menghasilkan bagian-bagian dari produk; serta
6. membuat persyaratan kontrol produksi, yaitu dengan menspesifikasikan
ukuran yang akan digunakan untuk menjaga agar proses tetap dalam batasan
yang ditentukan.
Keenam langkah di atas membentuk model 4 fase dari QFD, dengan
rincian:
1. Fase pertama, yaitu perencanaan konsep produk (product concept planning),
dimulai dengan penelitian terhadap pasar dan pengambilan data-data yang
berasal dari konsumen dan akan menghasilkan rencana produk, baik berupa
ide, sketsa, konsep model, ataupun perencanaan pemasaran.
2. Fase kedua, yaitu perencanaan desain (design planning), dimulai dengan
keberadaan konsep produk yang kemudian dikembangkan menjadi spesifikasi
produk dan komponennya. Pada tahap ini, prototype dari produk dibuat dan
diuji.
3. Fase ketiga, yaitu perencanaan proses (process planning), di mana proses
manufaktur dan peralatan produksi dirancang berdasarkan spesifikasi produk
dan komponennya.
4. Fase keempat, yaitu perencanaan produksi (production planning), bertujuan
untuk menghasilkan perencanaan mengenai pengontrolan proses manufaktur
dan peralatan produksi yang digunakan dalam pembuatan produk.
2.8.1.5 House of Quality (HOQ)
QFD merupakan matriks komprehensif untuk mendokumentasikan
informasi, persepsi, dan keputusan. Matriks ini dikenal dengan nama HOQ dan
sering dianggap sebagai keseluruhan proses dari QFD. HOQ digunakan untuk
menerjemahkan serangkaian customer requirement yang didapat dari penelitian
pasar dan data yang berasal dari proses benchmarking menjadi sejumlah prioritas
target teknis yang dibutuhkan untuk memuaskan customer requirement tersebut.
Terdapat berbagai macam versi HOQ yang tidak jauh berbeda satu sama lainnya.
Kemampuannya untuk diadaptasi berdasarkan kebutuhan dari jenis masalah
tertentu adalah salah satu kelebihan yang dimilikinya. Format umum dari HOQ
terdiri dari 6 komponen utama, yaitu:
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
42
Universitas Indonesia
1. Customer requirements (matriks kebutuhan konsumen) – merupakan
serangkaian atribut dari produk yang dibutuhkan dan diinginkan
keberadaannya oleh konsumen.
2. Planning matrix (matriks perencanaan) – mengilustrasikan persepsi konsumen
terhadap kondisi pasar yang diteliti.
3. Technical responses (matriks karakteristik/ respon teknis) – berisikan daftar
terstruktur mengenai hal-hal teknis yang dapat digunakan untuk memuaskan
keinginan konsumen.
4. Technical priorities, benchmarks, and targets (matriks teknis) – berisikan
informasi deskriptif yang berhubungan dengan respon teknis yang digunakan
untuk mendata prioritas dari respon teknis, mengukur kinerja teknis yang
dihasilkan oleh pesaing, dan mengukur tingkat kesulitan dalam
mengembangkan respon teknis.
5. Interrelationship matrix (matriks hubungan) – mengilustrasikan persepsi
perusahaan terhadap korelasi antara keinginan konsumen dengan respon teknis
yang telah ditetapkan; dilambangkan dengan 3 simbol yang masing-masing
mewakili tingkat hubungan kuat, sedang, dan lemah.
6. Technical correlation matrix (matriks korelasi karakteristik/ respon teknis) –
digunakan untuk mengidentifikasi korelasi antarrespon teknis.
Gambar 2.10. HOQ
Sumber: Tapke, J., Muller, A., Johnson, G., & Sieck, J. (n.d.). Steps in Understanding the House
of Quality.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
43
Universitas Indonesia
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam membuat HOQ adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi suara konsumen (voice of customer)
Voice of customer merupakan masukan utama bagi proses pembuatan HOQ.
Melalui proses identifikasi suara konsumen ini, didapatkan informasi
mengenai kebutuhan yang diinginkan keberadaannya oleh konsumen dalam
suatu produk/ jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Langkah-langkah
mendapatkan voice of customer adalah sebagai berikut:
a. memperoleh suara konsumen melalui wawancara, kuesioner terbuka,
komplain pelanggan, dan lain-lain;
b. menyortir voice of customer ke dalam beberapa kategori (need/ benefit,
dimensi kualitas, dan lain-lain); serta
c. memasukkan hasil interpretasi kebutuhan konsumen ke dalam matriks
kebutuhan konsumen.
2. Membuat matriks perencanaan
Matriks perencanaan adalah bagian horizontal dari matriks HOQ. Matriks
tersebut dapat diselesaikan dengan menyelesaikan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi tingkat kepentingan konsumen untuk tiap kebutuhan.
Penentuan tingkat kepentingan konsumen digunakan untuk mengetahui
sejauh mana konsumen memberikan penilaian terhadap pentingnya suatu
kebutuhan konsumen. Tingkat kepentingan konsumen yang didapat
melalui penyebaran kuesioner dapat dihitung menggunakan formula (2.9)
Tingkat kepentingan � #�$ %&'()*+ ,-($)$+ ./*)* $�
&'()*+ 0-.,123-2 (2.9)
b. Mengidentifikasi tingkat kepuasan konsumen terhadap produk yang sudah
ada.
Pengukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap produk dimaksudkan
untuk mengukur bagaimana tingkat kepuasan konsumen setelah
pemakaian produk yang akan dianalisis. Tingkat kepuasan konsumen
dihitung menggunakan formula (2.10)
Tingkat kepuasan � #�$ %&'()*+ ,-($)$+ ./*)* $�
&'()*+ 0-.,123-2 (2.10)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
44
Universitas Indonesia
c. Menentukan target untuk tiap kebutuhan
Nilai target ini ditentukan oleh pihak perusahaan untuk mewujudkan
tingkat kepuasan yang diinginkan oleh konsumen.
d. Menentukan rasio perbaikan
Rasio perbaikan merupakan perbandingan antara nilai yang diharapkan
pihak perusahaan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu
produk. Perhitungan rasio perbaikan menggunakan formula (2.11)
Rasio perbaikan � 8*09-:
8$29/*: /-,'*.*2 (2.11)
e. Menentukan titik jual (sales point)
Titik jual adalah kontribusi suatu kebutuhan konsumen terhadap daya jual
produk. Penilaian terhadap titik jual terdiri dari:
• 1 = titik jual tidak ada atau rendah
• 1,2 = titik jual menengah
• 1,5 = titik jual kuat
f. Menghitung raw weight
Raw weight merupakan nilai keseluruhan dari data-data yang dimasukkan
dalam matriks perencanaan tiap kebutuhan konsumen untuk proses
perbaikan selanjutnya dalam upaya pengembangan produk. Perhitungan
raw weight dilakukan dengan memanfaatkan formula (2.12)
;<= =>?@AB � tingkat kepentingan % rasio perbaikan % titik jual (2.12)
g. Menormalisasi raw weight
Normalized raw weight merupakan nilai dari raw weight yang dibuat
dalam skala antara 0 – 1 atau dibuat dalam bentuk persentase. Normalized
raw weight dihitung menggunakan formula (2.13)
EFGH<I?J>K G<= =>?@AB � LMN NOPQRS
T LMN NOPQRS (2.13)
3. Membuat matriks informasi teknis
Matriks ini memuat informasi teknis yang merupakan bagian di mana
perusahaan melakukan penerapan metode yang mungkin untuk
direalisasikan dalam usaha memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen.
Dalam hal ini, perusahaan mentranslasikan kebutuhan konsumen menjadi
respon teknis, mengolahnya hingga membentuk matriks karakteristik/ respon
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
45
Universitas Indonesia
teknis, matriks hubungan, matriks teknis, dan matriks korelasi antarrespon
teknis. Matriks informasi teknis dibuat dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi respon teknis untuk memenuhi kebutuhan
Pada tahap ini, perusahaan mengidentifikasi kebutuhan teknis yang sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan konsumen sehingga dihasilkan respon
teknis untuk setiap keinginan dan kebutuhan konsumen. Keadaan ini
menunjukkan bagaimana perusahaan akan memberikan respon terhadap
apa yang diinginkan konsumen.
b. Menentukan hubungan antara respon teknis dengan kebutuhan
Hubungan ini ditentukan oleh perusahaan karena aspek-aspek yang dinilai
tidak dapat dimengerti oleh orang awam. Jenis hubungan yang terdapat
dalam matriks ini adalah:
• Hubungan kuat (●), yaitu hubungan yang terjadi bila respon teknis,
sebagai hal-hal yang dilakukan perusahaan, berhubungan sangat erat
atau sangat mempengaruhi terpenuhinya keinginan konsumen. Dalam
perhitungan bobot, hubungan kuat diberi nilai 9.
• Hubungan sedang (○), yaitu hubungan yang terjadi bila respon teknis
berhubungan erat atau mempengaruhi terpenuhinya keinginan
konsumen. Dalam perhitungan bobot, hubungan sedang diberi nilai 3.
• Hubungan lemah (▲), yaitu hubungan yang terjadi bila respon teknis
tidak begitu mempengaruhi terpenuhinya keinginan konsumen. Dalam
perhitungan bobot, hubungan lemah diberi nilai 1.
c. Menghitung prioritas respon teknis
Penentuan ini menunjukkan prioritas yang akan dikembangkan lebih dulu
berdasarkan kepentingan teknis. Sebelumnya, ditentukan terlebih dahulu
nilai kontribusi tiap respon teknis untuk kemudian diurutkan sehingga
didapatkan urutan prioritas respon teknis yang akan dikembangkan.
Perhitungan nilai kontribusi dilakukan dengan menggunakan formula
(2.14)
Kontribusi � Σ �Bobot keterhubungan % XFGH<I?J>K G<= =>?@AB� (2.14)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
46
Universitas Indonesia
d. Menentukan arah pengembangan respon teknis
Arah pengembangan respon teknis merupakan arah perubahan yang harus
dilakukan perusahaan terhadap respon teknis untuk dapat meningkatkan
kepuasan konsumen. Simbol-simbol yang digunakan pada ruang arah
pengembangan adalah sebagai berikut:
• ↑, di mana pemenuhan kepuasan konsumen akan tercapai jika respon
teknis mencapai nilai yang lebih besar, lebih berat, dan lebih tinggi;
• ↓, di mana pemenuhan kepuasan konsumen akan tercapai jika respon
teknis mencapai nilai yang lebih kecil, lebih ringan, dan lebih pendek;
dan
• O, di mana pemenuhan kepuasan konsumen akan tercapai jika respon
teknis dapat memenuhi target tertentu.
e. Menentukan hubungan antarrespon teknis
Hubungan antarrespon teknis merupakan hubungan dan saling keterkaitan
antar masing-masing aspek respon teknis. Hubungan yang terbentuk
adalah sebagai berikut:
• Hubungan kuat positif (●), yaitu hubungan di mana bila salah satu item
respon teknis mengalami peningkatan atau penurunan, hal tersebut
akan berdampak kuat pada peningkatan atau penurunan item yang
terkait. Hubungan ini merupakan hubungan yang searah, yaitu apabila
salah satu item mengalami peningkatan, maka item lain yang terkait
akan mengalami peningkatan juga.
• Hubungan positif (○), yaitu hubungan searah di mana bila salah satu
item respon teknis mengalami peningkatan atau penurunan, hal
tersebut akan menyebabkan peningkatan atau penurunan pada item lain
yang terkait.
• Hubungan negatif (×), yaitu hubungan yang berlawanan arah di mana
bila salah satu item respon teknis mengalami peningkatan, hal tersebut
akan menyebabkan penurunan pada item lain yang terkait.
• Hubungan kuat negatif (X), yaitu hubungan berlawanan arah yang kuat
dengan dampak akibat peningkatan salah satu item pada respon teknis
sangat kuat pada penurunan item lain yang terkait.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
47
Universitas Indonesia
Tidak seluruh item dari respon teknis akan memiliki keterkaitan atau
memiliki pengaruh terhadap item lainnya sehingga ada kemungkinan
adanya kolom yang kosong. Penentuan hubungan antarrespon teknis ini
juga dilakukan untuk mengidentifikasi adanya trade-off yang mungkin
perlu dilakukan.
f. Mengumpulkan informasi benchmarking yang kompetitif
Pada tahap ini, diuraikan mengenai informasi akan keunggulan
karakteristik pesaing yang dilakukan dengan membandingkan masing-
masing nilai respon teknis yang ada.
g. Menetapkan target awal untuk tiap respon teknis
Dari respon teknis dan evaluasinya, perusahaan selanjutnya menentukan
target yang ingin dicapai, yaitu penentuan sampai sejauh mana respon
teknis dapat memenuhi keinginan konsumen. Target diekspresikan sebagai
ukuran performansi fungsi dari respon teknis, yang selanjutnya akan
menjadi target aktivitas pengembangan. Target ini ditentukan dapat
berdasarkan skala nilai yang sama dengan evaluasi respon teknis, dapat
juga dengan keterangan tindakan yang akan diambil.
h. Membuat dan menganalisis HOQ
2.8.2 Tahap-tahap Pengembangan Konsep Produk
Pembuatan HOQ merupakan langkah awal dalam pengembangan konsep
produk, di mana perusahaan mengumpulkan data dari konsumen,
menerjemahkannya ke dalam kebutuhan konsumen, mengidentifikasi respon
teknis dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumen, dan menentukan prioritas
respon teknis yang akan dikembangkan sesuai dengan target pengembangan
produk yang ditetapkan. Pengembangan konsep produk sendiri melalui suatu
rangkaian proses yang panjang, seperti yang ditampilkan pada gambar 2.11
(Ulrich & Eppinger, 2000).
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
48
Universitas Indonesia
Identifikasi
kebutuhan
konsumen
Menentukan
spesifikasi
target
Menggene-
rasikan
konsep
Memilih
konsep
Menguji
konsep
Menetapkan
spesifikasi
akhir
Merencana-
kan alur
pengemba-
ngan
Melakukan analisis ekonomi
Benchmark produk kompetitif
Membuat dan menguji model dan prototype
Pernyataan
misi
Rencana
pengembangan
Gambar 2.11. Tahapan dalam Pengembangan Konsep Produk
Sumber: Ulrich, K.T., & Eppinger, S.D. (2000). Product Design and Development (2nd
ed.). USA:
McGraw-Hill Higher Education.
Penjelasan untuk masing-masing langkah dalam pengembangan konsep
produk yang divisualisasikan pada gambar 2.11 adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kebutuhan konsumen
Tujuan pelaksanaan tahap ini adalah untuk memahami kebutuhan konsumen
dan secara efektif mengkomunikasikannya dengan tim pengembangan produk.
Output dari tahap ini adalah berupa matriks kebutuhan konsumen, hierarki
kebutuhan konsumen, dan matriks perencanaan yang terkait dengan tiap
kebutuhan konsumen yang ada.
2. Menentukan spesifikasi target
Spesifikasi produk merupakan translasi dari kebutuhan konsumen ke dalam
informasi teknis. Penentuan spesifikasi target dilakukan di awal dengan
membuat matriks informasi teknis, yang kemudian akan dijadikan sebagai
acuan dalam pengembangan konsep produk oleh perusahaan. Output dari
tahap ini adalah berupa daftar spesifikasi target beserta prioritas respon teknis
yang akan dikembangkan oleh perusahaan.
3. Menggenerasikan konsep
Tujuan dari tahap penggenerasian konsep adalah untuk mengeksplorasi
konsep produk yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Output
dari tahap ini adalah berupa sejumlah konsep dengan deskripsi singkat untuk
masing-masing konsep yang dikembangkan.
4. Memilih konsep
Pemilihan konsep merupakan tahap di mana konsep-konsep yang telah
digenerasikan pada tahap sebelumnya dianalisis dan dieliminasi untuk
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
49
Universitas Indonesia
menentukan satu konsep yang paling baik dalam memenuhi kebutuhan
konsumen. Tahap ini biasanya membutuhkan beberapa kali iterasi dan
mungkin melibatkan penggenerasian konsep tambahan di dalamnya.
5. Menguji konsep
Satu atau lebih konsep diuji untuk memverifikasi terpenuhinya kebutuhan
konsumen, menilai potensi pasar terhadap produk yang dikembangkan, dan
mengidentifikasi beberapa hal yang harus diperbaiki pada pengembangan
lebih lanjut. Jika respon dari konsumen tidak bagus, proyek pengembangan
produk mungkin harus diakhiri atau beberapa aktivitas awal dapat diulang jika
dibutuhkan.
6. Menetapkan spesifikasi akhir
Spesifikasi target yang telah ditetapkan di awal kemudian dilihat kembali
setelah konsep dipilih dan diuji. Pada titik ini, tim pengembangan produk
harus berkomitmen untuk menspesifikasikan nilai dari respon teknis yang ada
setelah sebelumnya merefleksikan hambatan-hambatan, batasan-batasan, dan
trade-off yang harus dilakukan.
7. Merencanakan alur pengembangan
Pada aktivitas final dalam pengembangan konsep produk ini, dilakukan
pembuatan jadwal pengembangan secara terperinci, perencanaan strategi
untuk meminimalisasi jangka waktu pengembangan produk, dan
pengidentifikasian sumber daya yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan
penyelesaian proyek.
Setiap tahap pengembangan konsep produk didukung dengan pelaksanaan
aktivitas di bawah ini:
1. Melakukan analisis ekonomi
Analisis ekonomi digunakan untuk menjustifikasi kelanjutan program
pengembangan secara keseluruhan dan memecahkan masalah trade-off terkait
biaya.
2. Melakukan benchmark produk kompetitif
Pemahaman mengenai produk kompetitif sangat penting dalam mewujudkan
positioning produk baru yang sukses. Selain itu, benchmark terhadap produk
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
50
Universitas Indonesia
yang kompetitif juga memungkinkan tersedianya banyak ide untuk
perancangan produk.
3. Membuat dan menguji model dan prototype
Tiap tahap dalam pengembangan konsep produk melibatkan banyak variasi
model dan prototype. Hal ini melibatkan semacam model yang “proof-of
concept” pada awal pengembangan yang dapat membantu tim pengembangan
produk dalam mendemonstrasikan feasibility dari pengembangan produk.
2.9 Pengumpulan Data
2.9.1 Pembuatan Kuesioner
Kuesioner adalah alat yang efektif untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan dari konsumen. Pengumpulan data menggunakan kuesioner sering
dilakukan, mengingat pengumpulan data dengan cara ini tidak membutuhkan
waktu yang lama dan dana yang besar. Selain itu, jumlah informasi yang
didapatkan dalam sekali penyebaran kuesioner juga banyak dan hasilnya dapat
diolah dengan berbagai cara. Namun demikian, kelemahan dari teknik
pengumpulan data ini adalah tingkat pengembaliannya yang rendah.
Dalam pembuatan kuesioner, ada 2 hal penting yang harus diperhatikan,
yaitu:
• Kuesioner harus dibuat sedemikian rupa sehingga meminimalisasi kesalahan
tanggapan responden.
• Kuesioner harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memotivasi
responden untuk mau bekerja sama memberikan jawaban yang sesuai atas
pertanyaan yang diajukan.
Agar kuesioner yang dibuat sesuai dengan kebutuhan penelitian dan
memberikan hasil yang sesuai dengan harapan, dilakukan langkah-langkah
berikut:
1. Menentukan jenis informasi yang dibutuhkan.
2. Menentukan isi pertanyaan, pertanyaan yang diperlukan, dan jumlah
pertanyaan yang akan dibuat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Merancang pertanyaan yang mudah dimengerti oleh responden.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
51
Universitas Indonesia
4. Menentukan struktur kuesioner, yang dalam hal ini terdiri atas pertanyaan
terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka memberi kebebasan pada
responden untuk menyatakan jawaban dengan kata-kata sendiri. Sementara
itu, pertanyaan tertutup mengharuskan responden memilih satu atau beberapa
pernyataan yang disediakan. Ada 3 jenis pertanyaan tertutup, yaitu:
• pilihan ganda;
• dichtomous question (pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban, misalnya ya/
tidak atau setuju/ tidak setuju); dan
• skala Likert (pertanyaan dengan pilihan jawaban berskala), seperti yang
ditampilkan di bawah ini:
(1) (2) (3) (4) (5)
Tidak Kurang Cukup
Penting
Sangat
Penting Penting Penting Penting
5. Menyusun kata-kata yang jelas dan mudah dimengerti.
6. Menyusun pertanyaan dalam urutan yang terstruktur.
7. Menentukan bentuk dan layout kuesioner.
8. Reproduksi dari kuesioner dengan kualitas yang baik.
9. Melakukan pengujian awal kuesioner terhadap sejumlah sampel.
2.9.2 Sampling
Dalam pengumpulan data, perlu dilakukan perencanaan terkait sampling
sebagai berikut:
1. Menentukan target populasi yang akan menjadi responden penelitian.
2. Menentukan ukuran sampel yang akan diteliti. Adapun langkah-langkah
dalam penentuan sampel minimum adalah sebagai berikut:
• Menentukan tingkat kesalahan dari interval estimasi.
• Menentukan tingkat keyakinan (confidence level) terhadap kebenaran
interval estimasi.
• Melakukan perhitungan jumlah sampel minimum. Salah satu formula
perhitungan yang dapat digunakan adalah formula yang dinyatakan oleh
Taro Yamane (1967), seperti yang dinyatakan pada formula (2.15)
n � Y
Z[Y�-�\ (2.15)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
52
Universitas Indonesia
dengan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = level of precision
• Memilih teknik sampling. Dalam hal ini, ada 2 teknik sampling, yaitu:
� Sampling dengan probabilitas (probability sampling), yaitu prosedur
pengambilan sampel di mana setiap elemen populasi memiliki
kemungkinan probabilistik yang tetap untuk menjadi sampel. Jenis
teknik sampel dengan probabilitas ini antara lain simple random
sampling, systematic sampling, stratified sampling, dan cluster
sampling.
� Sampling tanpa probabilitas (nonprobability sampling), yaitu prosedur
pengambilan sampel dengan menggunakan pendapat individu dari
peneliti. Jenis teknik sampel tanpa probabilitas antara lain convenience
sampling, judgement sampling, dan quota sampling.
2.9.3 Validitas Data
Suatu instrumen dianggap valid jika mampu mengukur apa yang ingin
diukur dan pada tingkat tertentu mampu memberikan nilai yang memungkinkan
diambilnya kesimpulan mengenai sekelompok orang dan tujuan tertentu. Suatu
instrumen penelitian yang valid untuk suatu populasi belum tentu valid untuk
populasi lain. Untuk itu, perlu dilakukan uji validitas terhadap instrumen yang
menjadi alat ukur. Terdapat 3 kategori umum dari validitas instrumen, yaitu:
1. Content-related evidence (face validity), di mana ahli dari bidang yang akan
diukur oleh instrumen diminta untuk menilai kelayakan dari item yang
terdapat dalam instrumen.
2. Criterion-related evidence, di mana validitas ditentukan dengan
membandingkan instrumen terhadap kriteria; terdiri atas:
• Predictive validity, dilakukan apabila suatu instrumen digunakan untuk
mengukur performa di masa yang akan datang. Perbandingan harus
dilakukan antara instrumen dengan performa yang terjadi di masa yang
akan datang yang diprediksi oleh instrumen tersebut.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
53
Universitas Indonesia
• Concurrent validity, dilakukan untuk membandingkan nilai yang terukur
oleh suatu instrumen dengan nilai yang didapat dari hasil pengukuran
instrumen lain untuk pengujian pada saat yang akan datang.
3. Construct-related evidence, berhubungan dengan kelogisan konstruksi yang
berhubungan dengan konsep sosial.
2.9.4 Reliabilitas Data
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu instrumen dipakai dua kali
untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif
konsisten, maka instrumen tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas
menunjukkan konsistensi suatu instrumen di dalam mengukur gejala yang sama.
Terdapat 3 kategori umum reliabilitas, yaitu:
1. Test-retest method, yaitu metode yang mengukur konsistensi pengukuran dari
satu waktu ke waktu lain. Instrumen yang sama diberikan kepada sekelompok
orang yang sama sebanyak 2 kali untuk kemudian dicari nilai korelasinya.
Apabila nilai yang dihasilkan pada kedua tes tidak jauh berbeda, maka
instrumen tersebut dapat dikatakan konsisten.
2. Equivalent-form (parallel or alternate-form) method, yaitu metode yang
mengukur konsistensi 2 versi suatu instrumen. Sebagai langkah awal, dibuat 2
versi instrumen yang diasumsikan mengukur obyek yang sama. Subyek yang
sama diminta untuk mengisi instrumen pada waktu yang bersamaan untuk
kemudian dinilai dan dikorelasikan dalam rangka mengetahui konsistensi
antara 2 versi instrumen yang berbeda.
3. Internal-consistency method, yaitu metode yang mengukur konsistensi
antarpertanyaan pada suatu instrumen. Ada 3 metode perhitungan internal
consistency, yaitu:
• Split-Half; digunakan untuk melihat konsistensi serangkaian pertanyaan
yang memberi 2 kemungkinan jawaban.
• Kuder-Richardson Formula 20 (K-R 20) dan Kuder-Richardson Formula
21 (K-R 21); juga digunakan untuk melihat konsistensi serangkaian
pertanyaan yang memberi 2 kemungkinan jawaban.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
54
Universitas Indonesia
• Cronbach’s Alpha; digunakan untuk melihat konsistensi serangkaian
pertanyaan dalam suatu instrumen yang pertanyaannya bukan berupa
dichtomous question. Metode ini biasanya digunakan untuk kuesioner
yang menggunakan skala Likert.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
55
Universitas Indonesia
BAB 3
PENGUMPULAN DATA
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai metodologi pengumpulan data
hingga penjabaran mengenai keseluruhan data yang didapat. Data yang
dikumpulkan untuk kepentingan penelitian ini dibagi ke dalam 2 kelompok besar,
yaitu data terkait analisis ergonomi dan data terkait pengembangan produk. Hal
ini terkait dengan metodologi penelitian yang mengintegrasikan aspek ergonomi
dalam pengembangan produk menggunakan metode QFD. Untuk mendapatkan
kedua kelompok data tersebut, digunakan teknik pengumpulan data primer dengan
melakukan langkah-langkah seperti yang ditampilkan pada bagian pengumpulan
data gambar 1.5. Pada subbab-subbab berikut akan dijelaskan mengenai tahapan-
tahapan utama pada bagian pengumpulan data gambar 1.5 tersebut.
3.1 Interview untuk Mendapatkan Voice of Customer
Sebagai input dari metode QFD, dibutuhkan data voice of customer yang
kemudian akan dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan produk. Hal ini
mengacu pada prinsip dasar QFD yang adalah menangkap apa yang diinginkan
oleh konsumen dan menerjemahkannya menjadi sesuatu yang dihasilkan oleh
perusahaan. Untuk mendapatkan data voice of customer yang akan menjadi input
dalam proses identifikasi kebutuhan konsumen, dilakukan interview secara lisan
kepada 30 orang yang menjadi obyek penelitian awal. Dari hasil interview dengan
30 responden tersebut, didapatkan data voice of customer seperti yang telah
dijabarkan pada subbab 1.1.
Voice of customer ini kemudian diterjemahkan ke dalam kebutuhan
konsumen seperti yang ditampilkan pada tabel 3.1.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
56
Universitas Indonesia
Tabel 3.1. Kebutuhan Konsumen
3.2 Penyusunan Kuesioner
Menyesuaikan dengan output data yang terbagi dalam 2 kelompok besar,
secara umum kuesioner yang disusun untuk kepentingan penelitian ini juga terdiri
atas 2 bagian. Bagian pertama diarahkan untuk mendapatkan informasi mengenai
kondisi umum penyetrika dan keluhan-keluhan yang dirasakan selama
menyetrika, sementara bagian kedua diarahkan untuk mendapat informasi
mengenai tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan yang dirasakan oleh
konsumen mengenai masing-masing kebutuhan yang diterjemahkan dari voice of
customer pada subbab 3.1. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada responden.
3.2.1 Kuesioner Bagian I
Kuesioner bagian pertama diawali dengan pertanyaan terkait frekuensi
menyetrika oleh responden. Pertanyaan ini dijawab dengan memilih hanya 1
pilihan jawaban, yaitu < 3 hari seminggu, 3-5 hari seminggu, dan > 5 hari
seminggu. Adapun tujuan akhir pertanyaan ini diarahkan sebagai pembuktian
bahwa pemilihan populasi ibu rumah tangga sebagai responden cukup
representatif dalam mewakili populasi lain yang juga menggunakan meja setrika
yang menjadi sasaran penelitian ini.
Pada bagian ini juga, responden diberi pertanyaan mengenai keluhan
kelelahan selama menyetrika, bagian tubuh yang dirasa cepat lelah, kenyamanan
meja setrika, dan spesifikasi meja setrika yang dirasa menjadi penyebab kelelahan
dalam menyetrika. Untuk pertanyaan mengenai bagian tubuh yang dirasa cepat
lelah, responden dimungkinkan untuk memilih lebih dari 1 pilihan, yaitu meliputi:
• kaki,
Harga
Meja setrika yang tahan lama
Meja setrika yang tahan karat
Meja setrika dengan harga yang reasonable
Meja setrika yang mudah disimpan
Meja setrika dengan desain yang mendukung fleksibilitas penyetrika untuk duduk dan berdiri
Meja setrika dengan desain yang nyaman digunakan
Meja setrika dilengkapi dengan rak pakaian yang luas dan mudah dijangkau
Meja setrika yang ringan
Meja setrika yang kuat
Meja setrika dilengkapi dengan fasilitas tambahan
Meja setrika yang mudah dipindahkan
Fasilitas
Desain
Karakteristik
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
57
Universitas Indonesia
• punggung,
• pinggang,
• lengan,
• pundak,
• leher,
• pergelangan tangan,
• telapak kaki,
• paha, dan
• lutut.
3.2.2 Kuesioner Bagian II
Kuesioner bagian kedua meliputi pernyataan kebutuhan konsumen yang
akan ditanggapi oleh responden dengan memberikan penilaian bobot kepentingan
dan kepuasan tiap kebutuhan konsumen. Penjelasan lebih lanjut mengenai bentuk
kuesioner bagian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat kepentingan konsumen terhadap kebutuhan yang
diterjemahkan dari voice of customer yang ada, responden diharapkan memilih
1 nilai dari skala Likert berikut yang paling sesuai dengan kondisi responden.
Keterangan untuk masing-masing skala adalah sebagai berikut:
(1) (2) (3) (4) (5)
Tidak Kurang Cukup Penting
Sangat
Penting Penting Penting Penting
2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap kemampuan meja
setrika saat ini dalam memenuhi kebutuhan konsumen, responden juga
diharapkan memilih 1 nilai dari skala Likert berikut yang paling sesuai dengan
kondisi responden. Keterangan untuk masing-masing skala adalah sebagai
berikut:
(1) (2) (3) (4) (5)
Tidak Kurang Biasa Memuaskan
Sangat
Memuaskan Memuaskan Memuaskan
Contoh kuesioner yang disebarkan kepada responden dapat dilihat pada lampiran
1.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
58
Universitas Indonesia
3.3 Penentuan Jumlah Sampel Minimum dan Penyebaran Kuesioner
Karena ada beberapa data yang membutuhkan interaksi dengan responden,
baik yang terkait dengan analisis ergonomi, maupun pengembangan produk,
sebagai langkah awal, peneliti terlebih dahulu menentukan jumlah sampel
minimum yang dibutuhkan sebagai representasi dari populasi yang ada. Penentuan
jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan formula Taro Yamane seperti
yang dinyatakan pada formula (2.15). Level presisi yang digunakan adalah
sebesar 7%, sementara jumlah populasi dalam penelitian ini mengacu pada jumlah
ibu rumah tangga di DKI Jakarta pada tahun 2009, yaitu sejumlah 1.407.887
orang (Badan Pusat Statistik, 2009). Adapun perhitungan jumlah sampel
minimum penelitian ini adalah sebagai berikut:
n = Z.]^_.``_
Z[Z.]^_.``_�^,^_\�
= 204,05
≈ 204 responden
Dengan demikian, agar hasil kuesioner dapat digunakan, diperlukan paling
sedikit 204 sampel yang berasal dari populasi ibu rumah tangga di DKI Jakarta.
Pada penelitian ini, berhasil dikumpulkan kuesioner sebanyak 210 buah. Jumlah
tersebut lebih besar dibanding jumlah perhitungan sampel minimum sehingga
dapat dikatakan bahwa sampel telah memenuhi persyaratan penelitian.
3.4 Hasil Pengumpulan Data Frekuensi Menyetrika
Data yang didapatkan melalui penyebaran kuesioner pada 210 responden
divisualisasikan pada gambar 3.1. Dapat dilihat pada gambar 3.1 bahwa dari 210
responden yang menjadi obyek penelitian, 57% di antaranya tergolong memiliki
frekuensi cukup sering menyetrika (3-5 hari seminggu). Dengan demikian,
diharapkan bahwa populasi ibu rumah tangga yang dipilih dapat mewakili
populasi lain pengguna meja setrika saat ini untuk dijadikan responden penelitian.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Gambar
3.5 Hasil Pengumpulan Data Terkait Analisis Ergonomi
Untuk menjalankan simulasi kegiatan menyetrika pada
dibutuhkan input data berupa dimensi meja setrika aktual, antropometri
penyetrika, serta aktivitas dan postur penyetrika. Namun, sebelum membahas
mengenai data yang akan digunakan sebag
dikumpulkan terlebih dahulu data keluhan penyetrika mengenai bagian tubuh
yang dirasa lelah selama menyetrika. Adapun detail data yang didapatkan akan
dijabarkan pada subbab
3.5.1 Data Keluhan Penyetrika
Data keluhan penyetrika yang didapat melalui kuesioner ditampilkan pada
gambar 3.2. Dari gambar
dirasakan oleh penyetrika selama menyetrika terletak pada bagian kaki. Hal ini
mendukung pernyataan pada pe
mana keluhan utama yang menjadi penyebab kelelahan dalam menyetrika adalah
karena keharusan untuk berdiri dalam jangka waktu lama. Demikian pula, keluhan
pada leher, pundak, dan punggung yang menempati posisi 2
mendukung penyebab kelelahan akibat keharusan untuk membungkuk dan
menundukkan kepala saat menyetrika karena desain tinggi meja setrika yang tidak
sesuai dengan antropometri penyetrika.
Universitas Indonesia
Gambar 3.1. Frekuensi Menyetrika Ibu Rumah Tangga
3.5 Hasil Pengumpulan Data Terkait Analisis Ergonomi
Untuk menjalankan simulasi kegiatan menyetrika pada software
data berupa dimensi meja setrika aktual, antropometri
penyetrika, serta aktivitas dan postur penyetrika. Namun, sebelum membahas
mengenai data yang akan digunakan sebagai input software
dikumpulkan terlebih dahulu data keluhan penyetrika mengenai bagian tubuh
yang dirasa lelah selama menyetrika. Adapun detail data yang didapatkan akan
subbab-subbab berikut.
3.5.1 Data Keluhan Penyetrika
Data keluhan penyetrika yang didapat melalui kuesioner ditampilkan pada
Dari gambar 3.2 tersebut, dapat dilihat bahwa keluhan utama yang
oleh penyetrika selama menyetrika terletak pada bagian kaki. Hal ini
mendukung pernyataan pada penelitian awal yang ditampilkan pada bab 1, di
mana keluhan utama yang menjadi penyebab kelelahan dalam menyetrika adalah
karena keharusan untuk berdiri dalam jangka waktu lama. Demikian pula, keluhan
pada leher, pundak, dan punggung yang menempati posisi 2, 3, dan 4 juga
mendukung penyebab kelelahan akibat keharusan untuk membungkuk dan
menundukkan kepala saat menyetrika karena desain tinggi meja setrika yang tidak
sesuai dengan antropometri penyetrika.
21%
57%
22%
Frekuensi Menyetrika
Ibu Rumah Tangga
< 3 hari seminggu
3-5 hari seminggu
> 5 hari seminggu
59
Universitas Indonesia
Frekuensi Menyetrika Ibu Rumah Tangga
software Jack 6.1,
data berupa dimensi meja setrika aktual, antropometri
penyetrika, serta aktivitas dan postur penyetrika. Namun, sebelum membahas
Jack 6.1, perlu
dikumpulkan terlebih dahulu data keluhan penyetrika mengenai bagian tubuh
yang dirasa lelah selama menyetrika. Adapun detail data yang didapatkan akan
Data keluhan penyetrika yang didapat melalui kuesioner ditampilkan pada
tersebut, dapat dilihat bahwa keluhan utama yang
oleh penyetrika selama menyetrika terletak pada bagian kaki. Hal ini
nelitian awal yang ditampilkan pada bab 1, di
mana keluhan utama yang menjadi penyebab kelelahan dalam menyetrika adalah
karena keharusan untuk berdiri dalam jangka waktu lama. Demikian pula, keluhan
, 3, dan 4 juga
mendukung penyebab kelelahan akibat keharusan untuk membungkuk dan
menundukkan kepala saat menyetrika karena desain tinggi meja setrika yang tidak
< 3 hari seminggu
5 hari seminggu
> 5 hari seminggu
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
60
Universitas Indonesia
Gambar 3.2. Bagian Tubuh yang Dirasa Lelah
Data keluhan ini kemudian akan dipertimbangkan sebagai salah satu acuan
dalam perancangan desain meja setrika yang lebih ergonomis.
3.5.2 Data Dimensi Meja Setrika Aktual
Secara garis besar, komponen penyusun meja setrika terbagi menjadi 3
elemen, yaitu board tempat menyetrika, rak pakaian, dan tempat meletakkan
setrika. Dari 3 elemen tersebut, kemudian ditentukan variabel-variabel utama
yang akan menjadi obyek pengukuran awal. Adapun variabel-variabel utama yang
diukur adalah berupa panjang, lebar, dan tinggi meja setrika; panjang, lebar, dan
tinggi rak pakaian; tebal board; serta panjang dan lebar tempat setrika. Variabel-
variabel tersebut dipilih untuk menjadi obyek pengukuran dengan pertimbangan
bahwa variabel-variabel tersebut merupakan variabel-variabel yang paling
berpengaruh terhadap dimensi keseluruhan meja setrika. Tidak semua variabel
diukur oleh penyetrika pada pengukuran awal mengingat meja setrika memiliki
sangat banyak variasi ukuran.
Pada penelitian ini, berhasil dikumpulkan 31 data dimensi meja setrika
dalam berbagai variasi ukuran dengan melakukan pengukuran langsung
menggunakan alat pengukur berupa meteran. Spesifikasi untuk ke-31 data yang
diambil peneliti dapat dilihat pada lampiran 2 (dinyatakan dalam satuan cm).
163
117
63
42
112120
4936
3
34
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Bagian Tubuh yang Dirasa Lelah
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
61
Universitas Indonesia
Dapat dilihat pada lampiran 2 bahwa terdapat sangat banyak kombinasi
ukuran variabel meja setrika. Namun, dalam penelitian ini digunakan spesifikasi
meja setrika yang ditunjukkan pada nomor 24 lampiran 2 dengan pertimbangan
bahwa variabel yang paling berpengaruh bagi kenyamanan penyetrika adalah
variabel tinggi meja setrika, di mana salah satu keluhan yang dinyatakan oleh
penyetrika adalah berupa keharusan untuk membungkuk selama menyetrika.
Dalam hal ini, dipilih meja setrika dengan variabel tinggi yang paling tinggi, yaitu
94 cm, dengan asumsi bahwa jika meja setrika yang tinggi saja tidak dapat
mengakomodasi sisi ergonomi penyetrika selama menyetrika, apalagi meja setrika
dengan tinggi yang lebih rendah yang mengharuskan penyetrika untuk lebih
membungkuk. Adapun variabel-variabel lain nantinya akan digunakan sebagai
pembanding dalam menentukan dimensi yang tidak dikonfigurasikan untuk meja
setrika baru.
3.5.3 Data Antropometri
Data antropometri yang digunakan adalah data antropometri ibu rumah
tangga DKI Jakarta yang diambil dengan melakukan pengukuran langsung
menggunakan antropometer dan timbangan terhadap sampel sebanyak 210
responden. Dimensi tubuh yang diukur untuk kepentingan penelitian ini meliputi:
• berat badan (weight),
• tinggi badan (stature),
• panjang dari pantat hingga lutut (buttock-knee length),
• panjang dari pantat hingga sisi belakang betis (buttock-popliteal length),
• tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai hingga paha (popliteal
height),
• lebar pantat (hip breadth),
• lebar perut (abdominal depth),
• jarak dari siku hingga ujung jari (elbow-fingertip length),
• tinggi siku dalam posisi berdiri (elbow height),
• tinggi siku dalam posisi duduk (sitting elbow height),
• panjang kaki (foot length), dan
• lebar kaki (foot breadth).
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
62
Universitas Indonesia
Rekapitulasi data antropometri ibu rumah tangga berdasarkan persentilnya
dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Rekapitulasi Data Antropometri berdasarkan Persentil
DIMENSI PERSENTIL
5% 50% 95%
Weight 41.59 50.40 66.87
Stature 142.45 153.30 163.36
Buttock-knee length 44.99 49.70 55.56
Buttock-popliteal length 36.20 40.10 46.36
Popliteal height 34.85 38.90 43.01
Hip breadth 30.30 34.40 39.81
Abdominal depth 15.09 18.80 25.83
Elbow-fingertip length 34.85 37.80 41.51
Elbow height 80.94 90.65 101.67
Sitting elbow height 16.28 22.70 29.22
Foot length 20.60 24.30 26.80
Foot breadth 7.85 10.40 11.80
3.5.4 Data Aktivitas dan Postur Penyetrika
Secara umum, aktivitas penyetrika dalam menyetrika dibagi ke dalam 3
elemen utama, yaitu:
1. Penyetrika mengambil pakaian yang akan disetrika. Postur tubuh penyetrika
disesuaikan dengan posisi pakaian yang akan disetrika. Mengingat lokasi
penempatan pakaian yang akan disetrika berbeda-beda untuk setiap
penyetrika, maka pada analisis ergonomi yang dilakukan pada penelitian ini,
peneliti tidak mengikutsertakan faktor ini.
2. Penyetrika melakukan gerakan memaju-mundurkan tangan yang memegang
setrika sambil melipat pakaian. Postur tubuh penyetrika agak membungkuk
dengan kepala menunduk.
3. Penyetrika mengambil pakaian yang telah disetrika dari atas meja setrika dan
meletakkannya pada rak pakaian di bawah meja setrika. Postur tubuh
membungkuk untuk menjangkau rak pakaian.
Seluruh aktivitas dilakukan dalam posisi berdiri dengan frekuensi aktivitas
yang bersifat repetitif.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
63
Universitas Indonesia
3.6 Hasil Pengumpulan Data Terkait Pengembangan Produk Baru
Dalam pengembangan produk menggunakan metode QFD, dibutuhkan
informasi dari konsumen mengenai tingkat kepentingan konsumen terhadap suatu
jenis kebutuhan. Demikian pula dibutuhkan tingkat kepuasan konsumen terhadap
produk yang telah ada sebelumnya. Melalui pengumpulan data menggunakan
kuesioner, didapatkan 163 data yang dapat diproses ke tahap berikutnya.
Penyusutan jumlah data dari 210 menjadi 163 disebabkan karena pada
pertanyaan-pertanyaan awal, ada 12 responden yang tidak mengeluhkan kelelahan
selama menyetrika, 10 responden yang merasa bahwa meja setrika yang
digunakan telah cukup nyaman untuk menunjang kegiatan menyetrika, serta 25
responden yang memang tidak tertarik dengan ide pengembangan produk meja
setrika yang dilengkapi dengan kursi. Pada subbab di bawah ini akan dijabarkan
mengenai data tingkat kepentingan dan kepuasan yang berhasil dikumpulkan.
3.6.1 Data Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap Kebutuhan
Hasil pendataan jawaban responden untuk tingkat kepentingan masing-
masing kebutuhan ditampilkan pada lampiran 3 Setelah mendata semua jawaban
responden, dilakukan uji reliabilitas terhadap data tersebut. Uji reliabilitas yang
digunakan adalah uji reliabilitas Cronbach’s Alpha dengan menggunakan
software SPSS 16.0. Dari hasil uji reliabilitas data tingkat kepentingan yang
ditampilkan pada lampiran 4, dengan mengacu pada nilai Cronbach’s Alpha yang
≥ 0,7, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut reliabel. Nilai pada kolom
corrected item – total correlation juga telah bernilai ≥ 0,3 sehingga data tingkat
kepentingan ini dapat dikatakan valid dan dapat diolah lebih lanjut.
3.6.2 Data Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Produk yang Sudah Ada
Hasil pendataan jawaban responden untuk tingkat kepuasan terhadap
produk yang sudah ada ditampilkan pada lampiran 5 Sama halnya dengan yang
dilakukan pada data tingkat kepentingan, karena data tingkat kepuasan akan
diolah lebih lanjut seturut proses yang dilakukan pada QFD, maka perlu dilakukan
uji reliabilitas dan validitas terlebih dahulu terhadap hasil pengumpulan data
tingkat kepuasan. Adapun hasil uji reliabilitas dan validitas menggunakan
software SPSS 16.0 ditampilkan pada lampiran 6 Karena nilai Cronbach’s Alpha
yang didapatkan bernilai ≥ 0,7, maka dapat disimpulkan bahwa data tingkat
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
64
Universitas Indonesia
kepuasan yang didapatkan telah reliabel. Demikian pula karena keseluruhan nilai
pada kolom corrected item – total correlation telah bernilai ≥ 0,3, maka dapat
disimpulkan bahwa data tingkat kepuasan yang didapatkan telah valid dan dapat
diproses pada tahap pengolahan data berikutnya.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
65
Universitas Indonesia
BAB 4
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
4.1 Studi Ergonomi Kondisi Aktual
Setelah didapatkan data kondisi aktual berupa dimensi meja setrika aktual,
antropometri, serta aktivitas dan postur penyetrika, dibuat model simulasi Jack
dengan mengikuti tahap-tahap seperti yang ditampilkan pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tahap Pembuatan Model Simulasi Jack
Pembahasan mengenai tahap-tahap yang pembuatan model simulasi Jack
yang dilakukan pada penelitian ini akan dibahas pada subbagian berikut.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
66
Universitas Indonesia
4.1.1 Membuat Virtual Environment
Pembuatan virtual environment adalah langkah awal dalam melakukan
simulasi pada software Jack 6.1, di mana lingkungan aktual akan ditampilkan
dalam bentuk virtual pada interface software Jack 6.1. Untuk membuat virtual
environment ini, sebelumnya harus dibuat terlebih dahulu desain benda kerja yang
diharapkan ada pada virtual environment, yang dalam penelitian ini dilakukan
dengan memanfaatkan software Autodesk Inventor 2011. Desain meja setrika dan
pakaian yang telah dibuat kemudian diimpor ke software Jack 6.1 dan diatur
posisinya dengan penyesuaian dimensi jarak dan posisi aktual. Sementara itu,
pembuatan desain setrika hanya memanfaatkan fitur pembuatan obyek berupa
rectangular solid pada software Jack 6.1. Adapun tampilan virtual environment
kondisi aktual yang terbentuk dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Virtual Environment Simulasi Kondisi Aktual
4.1.2 Membuat Virtual Human
Ada 2 model manusia yang dibuat pada penelitian ini, yaitu model wanita
persentil 5 dan persentil 95 dengan memasukkan data-data antropometri yang
didapat melalui pengukuran langsung. Sementara itu, data antropometri yang
tidak dikumpulkan akan mengikuti penyesuaian yang dilakukan oleh software
Jack 6.1. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi menggunakan model persentil 5
dan 95 untuk melihat apakah desain meja setrika ini telah dapat mengakomodasi
sisi ergonomi orang bertubuh ekstrem. Pembuatan model manusia dengan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
67
Universitas Indonesia
karakteristik data antropometri menggunakan fitur Advance Scalling pada menu
pembuatan model manusia di dalam software Jack 6.1. Tampilan virtual human
untuk orang persentil 5 dan 95 dapat dilihat pada gambar 4.3.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Gambar 4.3. Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan)
Universitas Indonesia 68
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
69
Universitas Indonesia
4.1.3 Menempatkan Virtual Human pada Virtual Environment
Sesuai dengan kondisi aktual, di mana posisi penyetrika adalah berada di
belakang meja setrika, maka dilakukan penempatan virtual human pada virtual
environment seturut kondisi tersebut dengan penyesuaian jarak. Adapun posisi
awal virtual human pada virtual environment pada kondisi aktual dapat dilihat
pada gambar 4.4.
Gambar 4.4. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan)
pada Virtual Environment Simulasi Kondisi Aktual
4.1.4 Memberikan Tugas pada Virtual Human
Pemberian tugas pada virtual human dilakukan dengan membuat animasi
gerakan berdasarkan urutan kerja yang dilakukan oleh penyetrika selama
menyetrika. Pembuatan animasi gerakan ini dilakukan dengan memanfaatkan fitur
animation system pada software Jack 6.1. Tiap gerakan yang dibuat
terdokumentasi dalam kotak dialog Animation Window. Tampilan animation
window untuk simulasi pada model persentil 5 masing-masing dapat dilihat pada
gambar 4.5, sementara tampilan animation window untuk simulasi pada orang
persentil 95 dapat dilihat pada gambar 4.6.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
70
Universitas Indonesia
Gambar 4.5. Animation Window Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 5
Gambar 4.6. Animation Window Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 95
Secara umum, gerakan yang dilakukan oleh orang dengan persentil 5 dan
95 adalah sama. Hanya saja, karena adanya perbedaan antropometri keduanya
yang cukup ekstrem, kadangkala diperlukan tambahan gerakan (seperti misalnya
persentil 95 harus lebih membungkuk) yang menyebabkan adanya perbedaan
tampilan pada animation window simulasi pada kedua persentil tersebut.
4.1.5 Melakukan Verifikasi dan Validasi Model
Suatu model dikatakan telah lolos verifikasi jika model tersebut telah
dijalankan secara independen. Uji verifikasi model pada penelitian ini dilakukan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
71
Universitas Indonesia
dengan melakukan uji analisis unit. Dapat dilihat pada sisi kanan atas kotak dialog
Build Human gambar 4.3 bahwa data antropometri yang digunakan, baik oleh
model persentil 5 maupun 95, telah mengikuti satuan standar ukuran tubuh
manusia, yaitu centimeter. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedua
model simulasi yang dibuat pada penelitian kali ini dapat dipercaya karena telah
menggambarkan keadaan riil dari penyetrika.
Setelah melakukan uji verifikasi model, maka tahapan selanjutnya dalam
pengujian model adalah proses validasi model. Pada penelitian ini, uji validitas
model dilakukan dengan melakukan uji kondisi ekstrem dengan memberikan
beban ekstrem pada kedua model. Penambahan beban ekstrem dilakukan pada jari
tangan kanan yang digunakan untuk menggenggam setrika dari yang pada
awalnya sebesar 1,5 kg menjadi sebesar 50 kg. Dari pengubahan beban tersebut,
kemudian dianalisis perubahan SSP dan LBA yang terjadi.
4.1.5.1 Uji Validitas Model Persentil 5
Gambar 4.7. Penambahan Beban Ekstrem pada Model Persentil 5
Sebelum mendapat penambahan beban, dapat dilihat pada gambar 4.8
bahwa kapabilitas pekerjaan menunjukkan nilai hampir 100% pada semua bagian
tubuh. Namun, setelah adanya penambahan beban ekstrem, kapabilitas berkurang
secara signifikan, khususnya pada bagian siku dan bahu, di mana kapabilitas
mendekati 0%.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
72
Universitas Indonesia
Gambar 4.8. Perbandingan Nilai SSP Model Persentil 5 Sebelum (Kiri) dan
Setelah (Kanan) Penambahan Beban
Demikian pula nilai LBA yang ditampilkan pada gambar 4.9 menunjukkan
angka 778 N sebelum dilakukan penambahan beban, berada jauh di bawah batas
maksimum 3.400 N yang diizinkan. Sementara itu, setelah penambahan beban,
terjadi peningkatan nilai LBA yang cukup ekstrem menjadi 5.965 N.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
73
Universitas Indonesia
Gambar 4.9. Perbandingan Nilai LBA Model Persentil 5 Sebelum (Atas) dan
Setelah (Bawah) Penambahan Beban
Dengan mengacu pada perubahan nilai SSP dan LBA yang terjadi, dapat
disimpulkan bahwa penambahan beban kerja ekstrem pada model persentil 5
menyebabkan perubahan signifikan yang logis pada performa yang dihasilkan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
74
Universitas Indonesia
sehingga dapat dikatakan bahwa model persentil 5 yang digunakan sebagai virtual
human pada penelitian ini telah valid.
4.1.5.2 Uji Validitas Model Persentil 95
Sama halnya dengan yang dilakukan pada model persentil 5, uji validitas
model persentil 95 juga dilakukan dengan melakukan penambahan beban ekstrem
pada jari tangan kanan dari 1,5 kg menjadi 50 kg.
Gambar 4.10. Penambahan Beban Ekstrem pada Model Persentil 95
Nilai SSP yang dihasilkan sebelum dan sesudah penambahan beban juga
ekstrem seperti halnya pada model persentil 5, di mana kapabilitas semua bagian
tubuh berkurang sangat signifikan, ditunjukkan oleh bagian yang berwarna merah
pada gambar 4.11 sebelah kanan.
Gambar 4.11. Perbandingan Nilai SSP Model Persentil 95 Sebelum (Kiri) dan
Setelah (Kanan) Penambahan Beban
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
75
Universitas Indonesia
Sementara itu, dapat dilihat pada gambar 4.12 bahwa nilai LBA model
persentil 95 sebelum dan setelah penambahan beban juga mengalami peningkatan
yang sangat signifikan dari 1.248 N menjadi 5.978 N.
Gambar 4.12. Perbandingan Nilai LBA Model Persentil 95 Sebelum (Atas) dan
Setelah (Bawah) Penambahan Beban
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
76
Universitas Indonesia
Berdasarkan hasil perbandingan nilai SSP dan LBA sebelum dan setelah
penambahan beban ekstrem, sama halnya dengan model persentil 5, model
persentil 95 juga telah dapat dikatakan valid dan dapat digunakan untuk
melakukan studi ergonomi pada penelitian ini.
4.1.6 Menganalisis Hasil Simulasi dengan Jack Task Analysis Toolkit
Setelah melakukan uji verifikasi dan validasi model, simulasi dapat
dijalankan untuk menganalisis ergonomi kondisi meja setrika aktual. Setelah
semua gerakan selesai dibuat, dilakukan analisis terhadap nilai SSP, LBA,
OWAS, dan RULA untuk kemudian dijadikan input dalam perhitungan nilai PEI.
Sebelum melakukan analisis, virtual human diberi beban sesuai dengan kondisi
aktual dengan memasukkan nilai beban pada modul Load and Weight pada
software Jack 6.1. Adapun nilai beban yang dimasukkan adalah sebesar 1,5 kg
yang merepresentasikan berat setrika yang digunakan. Sementara itu, ketika
setrika diletakkan dan virtual human mulai mengambil pakaian yang sudah
disetrika untuk kemudian diletakkan pada rak pakaian, nilai beban diubah menjadi
sebesar 0,5 kg dengan asumsi bahwa nilai beban tersebut mewakili berat jeans
yang diasumsikan merupakan jenis pakaian paling berat.
Sebagai langkah awal, dilakukan analisis terhadap nilai SSP kedua model
dengan melakukan pengecekan nilai kapabilitas yang ditimbulkan oleh postur
kerja terhadap model manusia yang digunakan. Sesuai dengan ketentuan, nilai
SSP harus lebih dari 90% untuk memastikan bahwa kegiatan yang dipraktikkan
pada simulasi dapat dilakukan oleh populasi yang ada. Tampilan dan hasil analisis
SSP yang diproses oleh software Jack 6.1 dapat dilihat pada gambar 4.13.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
77
Universitas Indonesia
Gambar 4.13. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual
Dari gambar 4.13, dapat dilihat bahwa seluruh bagian tubuh memiliki
persentase kapabilitas lebih dari 90%; memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke
tahap analisis berikutnya, yaitu analisis terhadap nilai LBA, OWAS, dan RULA.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
78
Universitas Indonesia
Gambar 4.14. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95
(Bawah) pada Simulasi Kondisi Aktual
Dari gambar 4.14, dapat dilihat bahwa kompresi yang diterima oleh tulang
belakang model persentil 5 adalah sebesar 1.076 N, sementara kompresi yang
diterima oleh model persentil 95 adalah sebesar 1.701 N. Hal ini disebabkan
karena penyetrika harus membungkuk dalam saat meletakkan pakaian yang telah
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
79
Universitas Indonesia
disetrika pada rak pakaian di bawah meja setrika seperti yang diperlihatkan pada
gambar 4.15.
Gambar 4.15. Postur Penyetrika Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) Saat
LBA Maksimum pada Simulasi Kondisi Aktual
Nilai LBA kondisi aktual untuk kedua model ini berada di bawah nilai
3.400 N yang menjadi standar NIOSH Back Compression Action Limit sehingga
dapat disimpulkan bahwa gangguan tulang belakang masih dapat dikatakan
rendah.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
80
Universitas Indonesia
Gambar 4.16. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil
95 (Bawah) pada Simulasi Kondisi Aktual
Dari hasil analisis OWAS, kedua model menunjukkan nilai evaluasi yang
sama, yaitu pada skala 3 yang mengharuskan tindakan perbaikan segera
dilakukan. Adapun nilai OWAS maksimum ini didapat saat postur penyetrika
sama seperti saat LBA maksimum yang ditampilkan pada gambar 4.15. Dari
gambar 4.16, dapat dilihat elemen-elemen nilai OWAS, yaitu seperti yang
ditampilkan pada tabel 4.1.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
81
Universitas Indonesia
Tabel 4.1. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Kondisi Aktual
Persentil Punggung Tangan Kaki Beban Total
5 2 1 4 1 3
95 2 1 4 1 2
Kedua model menunjukkan elemen nilai OWAS yang sama, di mana
elemen OWAS di atas menunjukkan:
1. punggung penyetrika berada dalam kategori 2, yaitu melakukan kegiatan
sambil membungkuk;
2. tangan penyetrika berada dalam kategori 1, di mana kedua tangan berada di
bawah tinggi bahu;
3. kaki penyetrika berada dalam kategori 4, dengan tumpuan pada kedua kaki
dengan kedua lutut menekuk ke depan; serta
4. beban berada dalam kategori 1 yang berarti bahwa berat beban masih di
bawah 10 kg (dalam hal ini berat beban mengacu pada berat pakaian sebesar
0,5 kg karena nilai OWAS maksimum dicapai pada saat penyetrika memegang
pakaian untuk meletakkannya pada rak seperti ditampilkan pada gambar 4.17).
Setelah melakukan analisis nilai LBA dan OWAS, dilakukan analisis nilai
RULA yang dihasilkan. Nilai RULA menunjukkan tingkat kenyamanan dan risiko
fatigue yang dapat dialami oleh secara khusus tubuh bagian atas. Output RULA
terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A (bagian tangan dan lengan) dan
kelompok B (bagian leher dan batang tubuh). Hasil analisis RULA beserta rincian
elemen-elemen penyusunnya dapat dilihat pada gambar 4.17 dan tabel 4.2.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
82
Universitas Indonesia
Gambar 4.17. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil
95 (Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual
Tabel 4.2. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Kondisi Aktual
Kelompok A B
Total Anggota
Tubuh
Upper
Arm
Lower
Arm Wrist
Wrist
Twist Neck Trunk
Nilai
%5 4 3 2 2 1 4 6
%95 5 3 3 2 1 4 7
Nilai RULA model persentil 5 berada pada skala 6, sementara nilai RULA
model persentil 95 berada pada skala 7, yang berarti bahwa tindakan perbaikan
harus dilakukan sesegera mungkin. Hal ini mengacu pada elemen-elemen nilai
RULA yang akan dibahas secara detail sebagai berikut:
1. Lengan atas model persentil 5 berada dalam kategori 4, sementara lengan atas
model persentil 95 berada dalam kategori 5, di mana lengan atas menyimpang
membentuk sudut lebih dari 90°. Perbedaan nilai ini disebabkan karena model
persentil 95 harus lebih membungkuk dibanding model persentil 5 untuk
menjangkau rak di bawah meja setrika.
2. Lengan bawah model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 3, di mana
lengan bawah bekerja melewati garis tengah tubuh atau melakukan
penyimpangan ke arah kiri melewati diameter tubuh.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
83
Universitas Indonesia
3. Pergelangan tangan model persentil 5 berada dalam kategori 2, di mana
pergelangan tangan melakukan gerakan menekuk ke atas atau ke bawah sejauh
15°. Sementara itu, pergelangan tangan model persentil 95 berada dalam
kategori 3, di mana sudut yang terbentuk dari gerakan pergelangan tangan
menekuk lebih dari 15°.
4. Perputaran pergelangan tangan kedua model berada dalam kategori 2, artinya
perputaran yang terjadi sudah berada atau berada dekat dengan rentang
perputaran yang dapat dilakukan oleh pergelangan tangan.
5. Leher model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 1, di mana leher
menunduk sejauh lebih dari 0-10°.
6. Batang tubuh kedua model berada dalam kategori 4, di mana batang tubuh
membungkuk dalam jangkauan lebih dari 60°.
Nilai RULA maksimum ini didapat saat postur penyetrika sama seperti
yang ditampilkan pada gambar 4.15 sebelumnya.
Tabel 4.3. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Kondisi Aktual
Persentil LBA OWAS RULA
5 1.076 3 6
95 1.701 3 7
Tabel 4.3 menunjukkan rekapitulasi nilai LBA, OWAS, dan RULA
kondisi aktual. Ketiga nilai yang telah didapatkan kemudian diolah untuk
menghasilkan PEI dengan menggunakan formula (2.8). Adapun hasil perhitungan
PEI kondisi aktual ini dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan PEI Kondisi Aktual
Persentil I1 I2 I3 mr PEI
5 0,316 0,75 0,857 1,42 2,284
95 0,500 0,75 1 1,42 2,67
Dari hasil simulasi pada model persentil 5 dan 95, dapat dilihat bahwa
terdapat nilai PEI yang cukup besar, yaitu 2,284 untuk model persentil 5 dan 2,67
untuk model persentil 95. Hal ini berarti bahwa desain meja setrika saat ini tidak
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
84
Universitas Indonesia
cukup ergonomis untuk menunjang kegiatan menyetrika; terbukti dari nilai
OWAS dan RULA untuk kedua model yang sama-sama menganjurkan segera
dilakukannya tindakan perbaikan.
Untuk kedua model, tidak terdapat perbedaan nilai OWAS dan RULA.
Namun, terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada nilai LBA keduanya. Hal
ini disebabkan karena perbedaan antropometri tinggi yang cukup signifikan antara
model persentil 5 dengan model persentil 95. Dilihat dari tingginya, meja setrika
aktual ini sebenarnya lebih ergonomis jika digunakan oleh model persentil 95
dibanding model persentil 5. Hal ini disebabkan karena tinggi meja setrika yang
digunakan dalam studi ergonomi kondisi aktual ini adalah sebesar 94 cm; berada
cukup jauh di atas tinggi siku persentil 5 yang adalah sebesar 80,94 cm. Namun
demikian, karena analisis ketiga metode, baik LBA, OWAS, maupun RULA
dilakukan saat ketiga nilai tersebut mencapai nilai maksimum, maka variabel yang
lebih berpengaruh adalah tinggi rak pakaian karena berimplikasi pada sejauh
mana model, baik persentil 5 maupun 95, harus membungkuk untuk meletakkan
pakaian pada rak. Dalam hal ini, model persentil 95 harus lebih membungkuk
ketika meletakkan pakaian pada rak sehingga tekanan pada bagian punggung akan
menjadi semakin besar. Hal ini berimplikasi pada semakin besarnya nilai LBA
yang dihasilkan.
Penggunaan rak pakaian saat ini memang kadang diabaikan oleh
penyetrika. Selain karena faktor luas yang tidak memadai (terbukti dari voice of
customer yang berhasil dikumpulkan), faktor lokasi penempatan rak yang
mengharuskan penyetrika membungkuk ini juga menjadi pemicu tidak
digunakannya fasilitas yang telah disediakan oleh produsen ini. Oleh karena itu,
perlu dilakukan relokasi rak pakaian dengan mempertimbangkan ketinggian yang
tepat sehingga fasilitas yang disediakan oleh produsen ini dapat dioptimalkan
penggunaannya.
Adapun nilai PEI yang didapat akan dijadikan sebagai acuan batas atas
dalam memutuskan tindakan perbaikan. Nilai PEI konfigurasi usulan yang
didapatkan nantinya diharapkan dapat bernilai lebih kecil dibanding nilai PEI
kondisi aktual sehingga tindakan perbaikan dapat sampai pada kesimpulan bahwa
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
85
Universitas Indonesia
meja setrika baru yang dirancang nantinya memiliki aspek ergonomi yang lebih
baik dibanding meja setrika aktual saat ini.
4.2 Pengembangan Produk dengan Penerapan QFD
Sebagai langkah awal dalam pengembangan meja setrika yang dimaksud
pada penelitian ini, dilakukan idea generation dengan mengidentifikasi peluang
yang ada. Dari hasil penelitian awal, terlihat adanya keluhan dari responden
terkait desain meja setrika yang tidak nyaman sehingga berakibat pada kelelahan
selama menyetrika. Menanggapi hal tersebut, peneliti mengidentifikasi adanya
peluang pengembangan meja setrika yang ergonomis, dengan harapan bahwa
meja setrika yang dikembangkan nantinya tidak hanya memberikan aspek
kenyamanan, tetapi juga aspek kesehatan bagi penyetrika. Sebagai jawaban atas
permasalahan utama yang dikemukakan, yaitu mengenai kelelahan akibat berdiri
lama selama menyetrika, maka meja setrika yang akan dikembangkan ini akan
dilengkapi dengan kursi yang terangkai satu kesatuan dengan meja setrika
tersebut. Adapun pernyataan misi produk yang akan dikembangkan ini
ditampilkan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Pernyataan Misi Produk
Pengembangan meja setrika ini mengacu pada preferensi dan kebutuhan
konsumen dengan melalui tahap-tahap pengembangan produk seperti yang terlihat
Uraian Produk
Meja setrika yang dilengkapi dengan kursi, dengan tampilan yang compact
dan memiliki dimensi yang disesuaikan dengan antropometri wanita
Indonesia, serta dilengkapi dengan tools yang disesuaikan dengan
kebutuhan pengguna.
Sasaran Bisnis Utama 25% pangsa pasar dengan meja setrika standar yang sudah ada.
Pasar Utama Rumah tangga kelas menengah ke atas
Pasar KeduaLaundry kelas menengah ke bawah yang masih menggunakan meja setrika
standar.
- Kuat
- Mudah dipindahkan dan digunakan
- Material berkualitas
- Proses produksi mudah
- Rumah tangga
- Bagian produksi
- Distributor
Asumsi-asumsi
Pernyataan Misi:
IRONING BOARD
Penyangga Usaha
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
86
Universitas Indonesia
pada skema gambar 2.11, namun dibatasi hanya sampai pada tahap pemilihan
konsep. Benchmarking hanya dilakukan untuk mengidentifikasi respon teknis 3
jenis meja setrika yang ada di pasar, sementara analisis biaya hanya mencakup
biaya material, tanpa melibatkan biaya perancangan proses dan manajemen
proyek pengembangan produk. Adapun langkah-langkah pengembangan meja
setrika ini secara terperinci akan dibahas pada subbab di bawah ini.
4.2.1 Mengidentifikasi Kebutuhan Konsumen
Gambar 4.18. Posisi Tahap Identifikasi Kebutuhan Konsumen pada Langkah-
langkah Pengembangan Konsep Produk
Identifikasi kebutuhan konsumen merupakan bagian yang paling penting
dalam fase pengembangan konsep produk, khususnya dalam penerapan metode
QFD. Tahap ini diawali dengan upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi
voice of customer. Voice of customer ini kemudian akan diterjemahkan ke dalam
kebutuhan konsumen pada tahap berikutnya untuk kemudian diolah membentuk
matriks informasi pelanggan. Pada subbab di bawah ini akan dibahas mengenai
pengolahan data kuesioner dalam kaitannya dengan pembentukan matriks
perencanaan, mulai dari tahap interpretasi voice of customer menjadi kebutuhan
konsumen hingga normalisasi raw weight tiap kebutuhan.
4.2.1.1 Menginterpretasi dan Membuat Daftar Kebutuhan Konsumen
Voice of customer yang ada diinterpretasikan ke dalam daftar kebutuhan
konsumen seperti yang telah ditampilkan sebelumnya pada tabel 3.1. Adapun
rincian interpretasi tiap voice of customer ke dalam kebutuhan konsumen
divisualisasikan pada tabel 4.6.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
87
Universitas Indonesia
Tabel 4.6. Rincian Identifikasi Kebutuhan Konsumen
Kebutuhan yang telah diidentifikasi diklasifikasikan ke dalam 4 bagian
besar seperti yang diperlihatkan sebelumnya pada tabel 3.1.
4.2.1.2 Menyusun Kebutuhan ke dalam Hierarki Kebutuhan Konsumen
Kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya kemudian
diorganisasikan membentuk hierarki kebutuhan yang terdiri atas kebutuhan primer
dan kebutuhan sekunder dari produk yang akan dikembangkan. Hierarki
kebutuhan konsumen untuk penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hierarki Kebutuhan Konsumen
LEVEL 1 LEVEL 2
Meja setrika yang mudah
disimpan
Dapat dilipat membentuk benda compact
dengan ukuran yang tidak memakan banyak
tempat
Voice of Customer Kebutuhan Konsumen
Saya tidak memiliki tempat yang luas
untuk menyimpan meja setrika saya.Meja setrika mudah disimpan.
Saya ingin menyetrika dalam posisi
duduk dan berdiri secara bergantian
sehingga tidak mudah pegal.
Desain meja setrika mendukung
fleksibilitas penyetrika untuk duduk dan
berdiri.
Rak pakaian saya kadangkala tidak saya
gunakan karena sempit dan malas
membungkuk.
Rak pakaian pada meja setrika luas dan
letaknya mudah dijangkau.
Meja setrika saya tidak nyaman;
mengharuskan saya membungkuk ketika
menyetrika.
Meja setrika memiliki spesifikasi desain
yang memfasilitasi penyetrika dengan
kenyamanan selama menyetrika
Meja setrika ringan.
Meja setrika mudah dipindahkan.
Saya ingin meja setrika yang tahan lama
sehingga tidak perlu membelinya lagi
dalam jangka waktu beberapa tahun.
Meja setrika tahan lama.
Saya seringkali susah menjangkau
pengharum pakaian saya yang saya
letakkan di tempat lain.
Meja setrika dilengkapi dengan fasilitas
tambahan.
Harga meja setrika reasonable .
Meja setrika kuat.
Penyangga meja setrika saya mudah
berkarat walaupun baru beberapa tahun
dibeli.
Meja setrika tahan karat.
Harga meja setrika harus sesuai dengan
kualitasnya. Murah tetapi tidak kuat
juga tidak akan saya beli.
Meja setrika saya berat sehingga sulit
dipindahkan.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
88
Universitas Indonesia
Tabel 4.7. Hierarki Kebutuhan Konsumen (Sambungan)
Meja setrika yang mudah
dipindahkan
Memiliki roda untuk mempermudah
pemindahan meja setrika (dengan
mekanisme pengunci jika sedang
digunakan)
Meja setrika dengan desain yang
mendukung fleksibilitas
penyetrika untuk duduk dan
berdiri
Kursi dapat digeser dengan mudah
Meja setrika dengan desain yang
nyaman digunakan
Memberikan kenyamanan bagi pengguna
(pengguna tidak cepat lelah atau pegal)
Meminimalkan tingkat cidera pengguna
Meja setrika dilengkapi dengan
rak pakaian yang luas dan mudah
dijangkau
Rak pakaian dapat memuat pakaian dengan
kapasitas cukup
Penempatan rak di area yang dapat
dijangkau dengan mudah oleh pengguna
Meja setrika dilengkapi dengan
fasilitas tambahan
Dilengkapi dengan tempat meletakkan
pelengkap kegiatan menyetrika (pengharum
pakaian dan hanger)
Meja setrika yang ringan Memiliki berat kurang dari 10 kg
Meja setrika yang kuat
Penyangga terbuat dari bahan yang kokoh
dan tidak mudah patah
Meja setrika tidak mudah goyah ketika
kegiatan menyetrika berlangsung
Meja setrika yang tahan lama
Terbuat dari bahan berkualitas
Dapat digunakan dalam jangka waktu lebih
dari 15 tahun
Meja setrika yang tahan karat Penyangga terbuat dari material tahan karat
Meja setrika dengan harga yang
reasonable
Dibuat dengan bahan dan proses produksi
yang sesuai ekspektasi konsumen
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
89
Universitas Indonesia
4.2.1.3 Mengidentifikasi Tingkat Kepentingan Konsumen untuk Tiap Kebutuhan
Setelah menyusun hierarki kebutuhan konsumen, perlu ditentukan tingkat
kepentingan konsumen untuk masing-masing kebutuhan. Pendekatan yang
digunakan dalam menentukan kepentingan relatif dari kebutuhan ini adalah
berdasarkan nilai kepentingan yang didapat dari survei terhadap responden.
Perhitungan nilai kepentingan relatif ini didasarkan pada jumlah respon dari
responden untuk setiap kebutuhan. Dengan menggunakan formula (2.9),
didapatkan nilai tingkat kepentingan untuk masing-masing kebutuhan. Contoh
perhitungan tingkat kepentingan untuk kebutuhan akan meja setrika yang mudah
disimpan adalah sebagai berikut:
Tingkat kepentingan � Σ�i % Jumlah pemilih skala i�
Jumlah responden
� �1 % 2� � �2 % 26� � �3 % 92� � �4 % 36� � �5 % 7�
2 � 26 � 92 � 36 � 7
� 3,123
Hasil perhitungan tingkat kepentingan untuk setiap kebutuhan secara
lengkap dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Tingkat Kepentingan Tiap Kebutuhan
Kebutuhan
Jumlah Pemilih Skala
Kepentingan ke- Tingkat
Kepentingan 1 2 3 4 5
Mudah disimpan 2 26 92 36 7 3,123
Mudah dipindahkan 1 10 87 57 8 3,374
Mendukung fleksibilitas
penyetrika untuk duduk dan
berdiri
0 6 77 60 20 3,577
Nyaman digunakan 0 0 4 62 97 4,571
Dilengkapi dengan rak pakaian
yang luas dan mudah
dijangkau
5 9 77 67 5 3,356
Dilengkapi dengan fasilitas
tambahan
7 7 77 61 11 3,380
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
90
Universitas Indonesia
Tabel 4.8. Tingkat Kepentingan Tiap Kebutuhan (Sambungan)
Ringan 5 25 74 51 8 3,196
Kuat 0 0 9 90 64 4,337
Tahan lama 0 0 12 88 63 4,313
Tahan karat 3 28 90 38 4 3,074
Harga reasonable 0 0 6 61 96 4,552
Dari tabel 4.8, terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup
signifikan pada tingkat kepentingan tiap kebutuhan. Sebagian besar kebutuhan
dianggap cukup penting oleh konsumen, sementara kebutuhan yang dirasa sangat
penting meliputi kebutuhan akan kenyamanan saat digunakan dan harga yang
reasonable untuk meja setrika yang diproduksi.
4.2.1.4 Mengidentifikasi Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Produk yang
Sudah Ada
Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk yang sudah ada juga
diidentifikasi menggunakan kuesioner. Formula (2.10) yang pada dasarnya sama
dengan formula perhitungan tingkat kepentingan digunakan pada perhitungan
tingkat kepuasan ini. Sebagai contoh, perhitungan tingkat kepuasan untuk
kebutuhan akan meja setrika yang mudah disimpan adalah sebagai berikut:
Tingkat kepuasan � Σ�i % Jumlah pemilih skala i�
Jumlah responden
� �1 % 1� � �2 % 35� � �3 % 73� � �4 % 51� � �5 % 3�
1 � 35 � 73 � 51 � 3
� 3,123
Hasil perhitungan tingkat kepuasan untuk setiap kebutuhan secara lengkap
dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9. Tingkat Kepuasan terhadap Produk yang Sudah Ada
Kebutuhan
Jumlah Pemilih Skala
Kepuasan ke- Tingkat
Kepuasan 1 2 3 4 5
Mudah disimpan 1 35 73 51 3 3,123
Mudah dipindahkan 1 8 82 54 18 3,491
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
91
Universitas Indonesia
Tabel 4.9. Tingkat Kepuasan terhadap Produk yang Sudah Ada (Sambungan)
Mendukung fleksibilitas
penyetrika untuk duduk dan
berdiri
98 61 4 0 0 1,423
Nyaman digunakan 53 71 37 2 0 1,926
Dilengkapi dengan rak pakaian
yang luas dan mudah
dijangkau
8 89 61 5 0 2,387
Dilengkapi dengan fasilitas
tambahan
84 71 8 0 0 1,534
Ringan 2 28 55 58 20 3,405
Kuat 1 20 50 72 20 3,552
Tahan lama 3 22 54 53 31 3,534
Tahan karat 1 26 48 55 33 3,571
Harga reasonable 2 40 57 38 26 3,282
Dari tabel 4.9, dapat disimpulkan bahwa secara umum, tingkat kepuasan
konsumen akan meja setrika yang sudah ada saat ini belum dapat dikatakan
memuaskan. Banyak kebutuhan yang dirasa penting oleh konsumen belum
terpenuhi secara memuaskan oleh meja setrika yang sudah ada saat ini. Kebutuhan
dengan tingkat kepuasan paling baik sekalipun hanya sampai pada taraf
memuaskan dengan skala 4 (setelah pembulatan), yaitu kebutuhan akan meja
setrika yang kuat, tahan lama, dan tahan karat. Sementara itu, kebutuhan yang
sangat perlu mendapat perhatian adalah kebutuhan akan fleksibilitas untuk duduk
dan berdiri, di mana tingkat kepuasan konsumen akan kebutuhan tersebut hanya
berada pada skala tidak memuaskan. Terlebih lagi, kebutuhan akan fleksibilitas
untuk duduk dan berdiri ini secara kualitatif akan mempengaruhi kebutuhan akan
kenyamanan meja setrika saat digunakan.
4.2.1.5 Menentukan Target untuk Tiap Kebutuhan
Target yang ditetapkan untuk tiap kebutuhan konsumen pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 4.10. Adapun target dinyatakan dalam skala 1 hingga 5,
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
92
Universitas Indonesia
dengan skala 1 merepresentasikan target yang paling rendah, sementara skala 5
merepresentasikan target yang paling tinggi.
Tabel 4.10. Target Tiap Kebutuhan
No. Kebutuhan Target
1 Mudah disimpan 4
2 Mudah dipindahkan 4
3 Mendukung fleksibilitas penyetrika untuk duduk dan berdiri 5
4 Nyaman digunakan 5
5 Dilengkapi dengan rak pakaian yang luas dan mudah dijangkau 4
6 Dilengkapi dengan fasilitas tambahan 5
7 Ringan 4
8 Kuat 4
9 Tahan lama 4
10 Tahan karat 4
11 Harga reasonable 4
Dapat dilihat pada tabel 4.10 bahwa ada 2 kebutuhan dengan target yang
paling tinggi, yaitu kebutuhan akan kenyamanan dalam penggunaan dan
kebutuhan akan adanya fasilitas tambahan. Kebutuhan akan kenyamanan
mendapat poin 5 karena dilihat dari tingkat kepentingannya, kebutuhan akan
kenyamanan merupakan kebutuhan yang dirasa paling penting oleh konsumen,
dengan nilai 4,571, sedangkan tingkat kepuasan yang didapat untuk kebutuhan ini
relatif kecil; hanya berada pada nilai 1,926. Hal ini yang mendasari ditetapkannya
target yang tinggi untuk kebutuhan akan kenyamanan dalam penggunaan.
Sementara itu, kebutuhan akan adanya meja setrika yang mendukung fleksibilitas
untuk duduk dan berdiri serta dilengkapi dengan fasilitas tambahan juga mendapat
poin paling tinggi dengan pertimbangan bahwa kebutuhan tersebut memang tidak
terpenuhi oleh meja setrika saat ini sehingga target yang akan dicapai pada
pengembangan produk meja setrika baru nantinya adalah untuk menjadikannya
ada dari yang pada awalnya tidak ada. Penambahan tools ini dirasa cukup mudah
sehingga target yang ditetapkan juga tinggi.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
93
Universitas Indonesia
4.2.1.6 Menentukan Rasio Perbaikan
Dari tingkat kepuasan dan target yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat
dihitung nilai rasio perbaikan yang membandingkan antara target yang ingin
dicapai dengan tingkat kepuasan konsumen saat ini. Dengan perhitungan
menggunakan formula (2.11), didapatkan rasio perbaikan untuk tiap kebutuhan.
Sebagai contoh, perhitungan rasio perbaikan untuk kebutuhan akan meja setrika
yang mudah disimpan adalah sebagai berikut:
Rasio perbaikan � Target
Tingkat kepuasan
Rasio perbaikan � 4
3,123
Rasio perbaikan � 1,281
Hasil perhitungan rasio perbaikan secara lengkap divisualisasikan pada
tabel 4.11.
Tabel 4.11. Rasio Perbaikan Tiap Kebutuhan
No. Kebutuhan Rasio
Perbaikan
1 Mudah disimpan 1,281
2 Mudah dipindahkan 1,146
3 Mendukung fleksibilitas penyetrika untuk duduk dan berdiri 3,513
4 Nyaman digunakan 2,596
5
Dilengkapi dengan rak pakaian yang luas dan mudah
dijangkau
1,676
6 Dilengkapi dengan fasilitas tambahan 3,260
7 Ringan 1,175
8 Kuat 1,126
9 Tahan lama 1,132
10 Tahan karat 1,120
11 Harga reasonable 1,219
Berdasarkan perhitungan, ada 3 kebutuhan yang memiliki rasio perbaikan
paling tinggi (lebih dari 2), yaitu kebutuhan akan fleksibilitas untuk duduk dan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
94
Universitas Indonesia
berdiri, kebutuhan akan kenyamanan dalam penggunaan, dan kebutuhan akan
adanya fasilitas tambahan. Hal ini mengacu pada besarnya target dibanding
tingkat kepuasan yang relatif kecil sehingga rasio perbaikan yang ditimbulkan
juga semakin besar.
4.2.1.7 Menentukan Titik Jual (Sales Point)
Seperti yang dijelaskan pada subbab 2.8.1.5, ada 3 nilai titik jual, yaitu:
• 1 = titik jual tidak ada atau rendah
• 1,2 = titik jual menengah
• 1,5 = titik jual kuat
Penilaian titik jual masing-masing kebutuhan pada penelitian ini
ditampilkan pada tabel 4.12.
Tabel 4.12. Titik Jual Tiap Kebutuhan
No. Kebutuhan Titik
Jual
1 Mudah disimpan 1,2
2 Mudah dipindahkan 1,2
3 Mendukung fleksibilitas penyetrika untuk duduk dan berdiri 1,5
4 Nyaman digunakan 1,5
5 Dilengkapi dengan rak pakaian yang luas dan mudah dijangkau 1,2
6 Dilengkapi dengan fasilitas tambahan 1,2
7 Ringan 1,2
8 Kuat 1,2
9 Tahan lama 1,5
10 Tahan karat 1
11 Harga reasonable 1,2
Ada 3 kebutuhan yang memiliki titik jual kuat, yaitu kebutuhan akan
fleksibilitas untuk duduk dan berdiri, kebutuhan akan kenyamanan dalam
penggunaan, serta kebutuhan akan meja setrika yang tahan lama. Kebutuhan akan
fleksibilitas untuk duduk dan berdiri berimplikasi pada adanya kursi yang dapat
digeser dengan mudah sehingga dapat mengurangi kemungkinan cepat lelah atau
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
95
Universitas Indonesia
pegalnya penyetrika selama menyetrika. Kebutuhan akan meja setrika yang tahan
lama akan terkait dengan investasi yang ditanamkan sehingga tidak perlu
mengeluarkan uang untuk membeli meja setrika baru dalam jangka waktu
beberapa tahun ke depan. Kedua kebutuhan tersebut memiliki kontribusi paling
besar terhadap daya jual meja setrika, khususnya karena berimplikasi pada
beberapa kebutuhan lain yang juga dirasa penting oleh responden dari hasil
pengumpulan data tingkat kepentingan. Sementara itu, kebutuhan akan
kenyamanan merupakan kebutuhan yang paling penting dilihat dari tingkat
kepentingan yang didapat dari responden sehingga titik jual yang ditetapkan untuk
kebutuhan ini juga paling besar mengingat tujuan penelitian yang juga diarahkan
untuk menciptakan desain meja setrika yang nyaman dan sehat dari sisi ergonomi.
Kebutuhan akan meja setrika yang mudah disimpan, mudah dipindahkan,
dilengkapi dengan rak pakaian yang luas dan mudah dijangkau, dilengkapi dengan
fasilitas tambahan, ringan, kuat, serta dijual dengan harga reasonable mendapat
penilaian titik jual sebesar 1,2. Hal ini mengacu pada tingkat kepuasan akan meja
setrika saat ini yang sebagian besar telah memenuhi kebutuhan konsumen hingga
taraf biasa dan memuaskan sehingga dalam pengembangan meja setrika baru ini,
kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak dianggap sebagai peluang yang besar dalam
pemasaran produk nantinya. Kebutuhan akan fasilitas tambahan dalam hal ini
memang memiliki tingkat kepuasan pada skala kurang memuaskan. Namun,
kebutuhan ini juga dianggap memiliki titik jual menengah karena pemenuhannya
dirasa kurang signifikan dalam mempengaruhi daya jual meja setrika baru ini
karena penambahannya yang bersifat minor.
Kebutuhan akan meja setrika yang tahan karat mendapat penilaian titik
jual sebesar 1. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa meja setrika yang
berkarat tidak berpengaruh besar terhadap efektivitas kerja dan kenyamanan
penyetrika. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kepentingannya yang paling
rendah dibanding tingkat kepentingan kebutuhan-kebutuhan lain.
4.2.1.8 Menghitung Raw Weight
Keseluruhan data yang ada kemudian diolah untuk menghasilkan raw
weight tiap kebutuhan dengan menggunakan formula (2.12). Sebagai contoh,
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
96
Universitas Indonesia
perhitungan raw weight untuk kebutuhan akan meja setrika yang mudah disimpan
adalah sebagai berikut:
;<= =>?@AB � tingkat kepentingan % rasio perbaikan % titik jual
;<= =>?@AB � 3,123 % 1,281 % 1,2
;<= =>?@AB � 4,611
Hasil perhitungan raw weight penelitian ini ditampilkan pada tabel 4.13.
Tabel 4.13. Raw Weight Tiap Kebutuhan
No. Kebutuhan Raw
Weight
1 Mudah disimpan 4,611
2 Mudah dipindahkan 4,125
3 Mendukung fleksibilitas penyetrika untuk duduk dan berdiri 21,078
4 Nyaman digunakan 19,467
5 Dilengkapi dengan rak pakaian yang luas dan mudah dijangkau 6,034
6 Dilengkapi dengan fasilitas tambahan 11,736
7 Ringan 4,229
8 Kuat 5,405
9 Tahan lama 6,792
10 Tahan karat 3,361
11 Harga reasonable 7,312
Kebutuhan yang memiliki nilai raw weight terbesar dan harus ditingkatkan
kualitasnya adalah kebutuhan akan adanya fleksibilitas penyetrika untuk duduk
dan berdiri. Nilai raw weight untuk kebutuhan tersebut berada jauh di atas nilai
raw weight kebutuhan-kebutuhan lain.
4.2.1.9 Menormalisasi Raw Weight
Raw weight yang telah didapat pada perhitungan sebelumnya
dinormalisasi dengan menggunakan formula (2.13). Hasil normalisasi ini nantinya
juga akan berguna dalam penentuan prioritas respon teknis pada tahap-tahap
berikutnya. Sebagai contoh, perhitungan normalized raw weight untuk kebutuhan
akan meja setrika yang mudah disimpan adalah sebagai berikut:
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
97
Universitas Indonesia
EFGH<I?J>K G<= =>?@AB � ;<= =>?@AB
h ;<= =>?@AB
EFGH<I?J>K G<= =>?@AB � 4,611
94,15
EFGH<I?J>K G<= =>?@AB � 0,049
Adapun hasil normalisasi raw weight untuk tiap kebutuhan pada penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 4.14.
Tabel 4.14. Normalized Raw Weight Tiap Kebutuhan
No. Kebutuhan Normalized
Raw Weight
1 Mudah disimpan 0,049
2 Mudah dipindahkan 0,044
3
Mendukung fleksibilitas penyetrika untuk duduk dan
berdiri
0,224
4 Nyaman digunakan 0,207
5
Dilengkapi dengan rak pakaian yang luas dan mudah
dijangkau
0,064
6 Dilengkapi dengan fasilitas tambahan 0,125
7 Ringan 0,045
8 Kuat 0,057
9 Tahan lama 0,072
10 Tahan karat 0,036
11 Harga reasonable 0,078
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
98
Universitas Indonesia
4.2.2 Menentukan Spesifikasi Target
Gambar 4.19. Posisi Tahap Penentuan Spesifikasi Target pada Langkah-langkah
Pengembangan Konsep Produk
Langkah berikutnya setelah melakukan identifikasi kebutuhan konsumen
adalah menentukan spesifikasi target. Spesifikasi target ini akan dijadikan sebagai
acuan awal dalam pengembangan produk dan hanya bersifat sebagai initial
specification sebelum menentukan final specification pada tahap-tahap
berikutnya. Penentuan spesifikasi target dilakukan dengan melalui langkah-
langkah pembuatan matriks informasi teknis. Pada bagian ini, akan dibahas
mengenai langkah-langkah dalam pembuatan matriks informasi teknis untuk meja
setrika yang akan dikembangkan dalam kaitannya dengan penentuan spesifikasi
target, mulai dari tahap identifikasi respon teknis dan diakhiri dengan pembuatan
dan analisis HOQ.
4.2.2.1 Mengidentifikasi Respon Teknis untuk Memenuhi Kebutuhan
Langkah pertama dalam pembuatan matriks informasi teknis adalah
mengidentifikasi dan merumuskan respon teknis sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan konsumen. Daftar respon teknis yang dirumuskan dalam kaitannya
dengan pengembangan meja setrika pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Panjang meja setrika
Penentuan panjang yang tepat untuk meja setrika sangat penting diperhatikan
untuk mengakomodasi pakaian yang panjang sehingga proses menyetrika
dapat dilakukan lebih cepat karena penyetrika tidak harus berulang kali
mengatur posisi pakaian di atas meja setrika sebagai implikasi dari panjang
yang tidak sesuai. Namun demikian, penentuan panjang meja juga harus
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
99
Universitas Indonesia
dipikirkan sedemikian rupa sehingga tetap berada dalam area yang dapat
dijangkau oleh penyetrika, khususnya karena panjang meja setrika ini juga
akan mempengaruhi posisi peletakan setrika yang secara repetitif harus
dijangkau oleh penyetrika selama menyetrika. Penentuan panjang yang tepat
ini juga akan mempengaruhi bentuk meja setrika secara keseluruhan,
khususnya saat dibentuk menjadi compact sehingga akan menentukan mudah
atau tidaknya penyimpanan meja setrika.
2. Lebar meja setrika
Sama halnya dengan dimensi panjang, lebar meja setrika juga penting diatur
secara tepat terkait efisiensi proses menyetrika dan kemudahan penyimpanan.
Dimensi lebar meja setrika yang terlalu kecil akan menurunkan efisiensi.
Namun, di sisi lain, dimensi lebar meja setrika yang terlalu besar akan lebih
sulit untuk disimpan.
3. Tinggi meja setrika
Saat ini, ada berbagai variasi tinggi meja setrika yang diproduksi dengan
tujuan mengakomodasi penyetrika dengan dimensi tinggi badan yang berbeda.
Namun demikian, masih sering terjadi keluhan akan ketinggian meja yang
tidak sesuai sehingga produsen perlu lebih memfokuskan diri pada penentuan
tinggi meja yang dapat mengakomodasi seluruh penyetrika dengan berbagai
variasi tinggi, dengan tetap mempertimbangkan aspek kemudahan
penyimpanan yang diharapkan oleh konsumen.
4. Lebar kursi
Selama ini, belum ada meja setrika yang dilengkapi kursi sehingga atribut ini
tidak menjadi salah satu concern produsen. Namun, dengan adanya
penambahan kursi, perlu dipikirkan lebih lanjut mengenai lebar kursi yang
sesuai sehingga penyetrika merasa nyaman saat duduk. Karena tidak dapat
dilepas dari meja, lebar kursi juga akan mempengaruhi kemudahan
penyimpanan keseluruhan meja setrika.
5. Kedalaman kursi
Kedalaman kursi juga menjadi salah satu aspek dalam pembuatan kursi yang
perlu diperhatikan demi kenyamanan penyetrika saat bekerja dalam posisi
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
100
Universitas Indonesia
duduk. Sama halnya dengan lebar kursi, kedalaman kursi juga akan
mempengaruhi kemudahan penyimpanan meja setrika.
6. Tinggi kursi
Meja setrika yang akan dikembangkan adalah meja setrika yang dilengkapi
dengan kursi yang unattachable sehingga dalam pemenuhan kebutuhan
konsumen, tinggi kursi menjadi aspek kritis yang dimensinya dipengaruhi oleh
aspek-aspek lain, seperti tinggi meja dan antropometri penyetrika karena
secara keseluruhan akan mempengaruhi kenyamanan penyetrika selama
bekerja.
7. Panjang rak
Keluhan akan rak yang sempit menyebabkan tidak optimalnya penggunaan
rak oleh penyetrika. Panjang rak yang ada saat ini seringkali tidak dapat
mengakomodasi seluruh pakaian yang disetrika pada 1 kali proses
penyetrikaan. Sebagai akibatnya, seringkali dibutuhkan space tambahan untuk
meletakkan pakaian yang telah disetrika.
8. Lebar rak
Sama halnya dengan atribut dimensi panjang rak, lebar rak juga
mempengaruhi penggunaan rak oleh penyetrika. Pengaturan lebar rak yang
sesuai menjadi hal yang penting sebagai salah satu respon teknis sehingga
fasilitas berupa rak yang disediakan oleh kebanyakan produsen dapat
dimanfaatkan seoptimal mungkin.
9. Tinggi rak
Selama ini, posisi rak berada pada bagian bawah meja setrika. Namun, seperti
yang ditampilkan pada studi ergonomi kondisi aktual, posisi demikian tidak
ergonomis dan tentunya mempengaruhi kenyamanan penyetrika saat
memanfaatkan fasilitas rak yang disediakan. Pengaturan tinggi rak yang sesuai
sebagai respon dari kebutuhan akan kenyamanan yang ada menjadi salah satu
aspek yang vital dalam pengembangan meja setrika baru ini.
10. Tinggi footrest
Penyetrika dengan dimensi tubuh yang termasuk dalam kategori persentil 5
tentu berbeda dengan penyetrika dengan dimensi tubuh yang termasuk dalam
kategori persentil 95. Kursi dengan ketinggian tertentu yang dirasa nyaman
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
101
Universitas Indonesia
oleh penyetrika dengan persentil 95 akan memiliki tingkat kenyamanan yang
berbeda jika diduduki oleh penyetrika dengan persentil 5, khususnya terkait
dengan kemampuan untuk menapakkan kaki pada lantai. Oleh karena itu,
diperlukan tinggi footrest yang sesuai untuk mengakomodasi perbedaan
antropometri tiap penyetrika.
11. Massa total
Massa total merupakan respon teknis yang dirumuskan untuk menjawab
kebutuhan konsumen akan meja setrika yang ringan. Hal tersebut kemudian
akan berimplikasi pada kebutuhan meja setrika lain, di mana meja setrika yang
ringan akan mempermudah pemindahan meja ke lokasi lain.
12. Kekuatan menahan beban
Beban yang diterima oleh meja setrika selama proses penyetrikaan
berlangsung adalah beban pakaian, setrika, dan tekanan yang diberikan oleh
penyetrika selama menyetrika. Kekuatan menahan beban ini akan
mempengaruhi kekuatan dan ketahanan meja setrika secara keseluruhan
sehingga perlu diperhitungkan, khususnya dalam menganalisis beban
maksimum yang masih dapat diterima oleh meja setrika.
13. Biaya produksi/ unit
Biaya produksi akan mempengaruhi harga jual yang ditawarkan pada pembeli
sehingga harus ditekan seoptimal mungkin tanpa mengorbankan kualitas
produk yang dihasilkan.
14. Lifetime
Lifetime merupakan respon teknis untuk menjawab kebutuhan konsumen akan
meja setrika yang tahan lama. Meja setrika yang tahan lama tentu akan lebih
diminati karena pembeli tidak perlu mengeluarkan uang lagi dalam jangka
waktu singkat setelah pembelian pertama.
15. Diameter kaki meja setrika
Diameter kaki meja setrika merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan dan direncanakan sebaik mungkin mengingat kaki meja akan
menjadi tumpuan utama meja yang menentukan kokoh atau tidaknya meja.
Material penyangga yang kokoh harus disertai dengan perencanaan diameter
yang baik.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
102
Universitas Indonesia
16. Diameter kaki rak
Sama halnya dengan diameter kaki meja setrika, diameter kaki rak juga harus
direncanakan sebaik mungkin dengan adanya perhitungan beban maksimum
pakaian yang dapat diterima.
17. Material penyangga
Material penyangga menjadi respon atas banyak kebutuhan konsumen,
meliputi kebutuhan akan meja setrika yang ringan, kuat, tahan lama, dan tahan
karat. Beberapa kebutuhan memiliki kepentingan yang berbeda sehingga perlu
dilakukan trade-off dalam penentuan material.
18. Fasilitas tambahan
Seperti yang telah dijelaskan pada hierarki kebutuhan konsumen pada tabel
4.8, fasilitas tambahan yang dimaksud dalam hal ini adalah fasilitas berupa
tempat meletakkan pelengkap kegiatan menyetrika, seperti pengharum
pakaian dan hanger. Meja setrika yang ada saat ini tidak memenuhi kebutuhan
laten konsumen akan hal tersebut.
19. Baut dan mur yang kuat
Kekuatan meja setrika dipengaruhi oleh kekuatan material dan sambungan-
sambungan yang menjadi penghubung antarkomponen, seperti board dengan
kaki meja misalnya. Untuk itu, dibutuhkan baut dan mur yang juga kuat untuk
memastikan kekuatan sambungan-sambungan yang ada sehingga menjamin
ketahanan meja setrika terhadap beban yang diberikan, khususnya pada area-
area di sekitar sambungan-sambungan tersebut.
20. Kursi yang mudah digeser
Salah satu kebutuhan yang dinyatakan oleh konsumen adalah kebutuhan akan
adanya fleksibilitas untuk duduk dan berdiri. Untuk itu, perlu dirancang suatu
sistem yang memudahkan pemindahan kursi sehingga dapat dengan mudah
tersedia ketika dibutuhkan dan disingkirkan ketika tidak dibutuhkan. Kursi
yang mudah digeser menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.
21. Meja yang mudah digeser
Kemudahan pemindahan meja setrika tidak hanya dipengaruhi oleh massa
total dari meja setrika. Ada trade-off yang mungkin perlu dilakukan dalam
pemilihan material yang mungkin akan berimplikasi pada massa total yang
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
103
Universitas Indonesia
cukup berat untuk diangkat oleh orang-orang tertentu sehingga diperlukan
meja yang mudah digeser sehingga mempermudah pemindahan.
4.2.2.2 Menentukan Hubungan antara Respon Teknis dengan Kebutuhan
Setelah menentukan respon teknis untuk tiap kebutuhan, langkah
berikutnya adalah menentukan hubungan antara respon teknis tersebut dengan
kebutuhan yang ada, dengan mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan tersebut ke
dalam 3 golongan, yaitu kuat, sedang, dan lemah. Adapun hasil penilaian bobot
hubungan respon teknis dengan kebutuhan ini dapat dilihat pada tabel 4.15.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Tabel 4.16. Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan
No. Kebutuhan Hubungan
Kuat (●) Sedang (○) Lemah (▲)
1 Mudah disimpan
Panjang meja setrika Lebar kursi
Lebar meja setrika Kedalaman kursi
Tinggi meja setrika
2 Mudah dipindahkan Meja yang mudah digeser Massa total
3
Mendukung fleksibilitas
penyetrika untuk duduk
dan berdiri
Kursi yang mudah digeser
4 Nyaman digunakan
Tinggi meja setrika Tinggi footrest Lebar kursi
Tinggi kursi Panjang meja setrika Kedalaman kursi
Tinggi rak Lebar meja setrika
5
Dilengkapi dengan rak
pakaian yang luas dan
mudah dijangkau
Panjang rak
Lebar rak
Tinggi rak
6
Dilengkapi dengan fasilitas
tambahan
Fasilitas tambahan
Universitas Indonesia
104
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Tabel 4.16. Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan (Sambungan)
7 Ringan Material penyangga Massa total
8 Kuat
Kekuatan menahan beban Diameter kaki meja setrika
Material penyangga Diameter kaki rak
Baut dan mur yang kuat
9 Tahan lama Lifetime
Kekuatan menahan beban
Material penyangga
Baut dan mur yang kuat
10 Tahan karat Material penyangga Lifetime
11 Harga reasonable Biaya produksi/ unit
Universitas Indonesia
105
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
106
Universitas Indonesia
4.2.2.3 Menghitung Prioritas Respon Teknis
Penentuan prioritas ini penting dilakukan untuk menentukan respon teknis
yang akan dikembangkan terlebih dahulu; menyesuaikan dengan kontribusinya
dalam pemenuhan kebutuhan. Adapun perhitungan kontribusi dilakukan
menggunakan formula (2.14). Sebagai contoh, perhitungan kontribusi untuk
respon teknis panjang meja setrika adalah sebagai berikut:
Kontribusi � Σ �Bobot keterhubungan % XFGH<I?J>K G<= =>?@AB�
Kontribusi � �9 % 0,049� � �3 % 0,207�
Kontribusi � 1,061
Kontribusi dari tiap respon teknis kemudian diurutkan untuk menghasilkan
prioritas respon teknis. Pada tabel 4.16 akan diperlihatkan nilai kontribusi seluruh
respon teknis, dilengkapi dengan prioritasnya setelah diurutkan.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Tabel 4.17. Prioritas Respon Teknis
No. Respon Teknis Kebutuhan Hubungan Bobot Normalized
Raw Weight Contributions Ranking
1 Panjang meja setrika
Mudah disimpan Kuat 9 0,049 1,061 7
Nyaman digunakan Sedang 3 0,207
2 Lebar meja setrika
Mudah disimpan Kuat 9 0,049 1,061 8
Nyaman digunakan Sedang 3 0,207
3 Tinggi meja setrika
Mudah disimpan Kuat 9 0,049 2,302 2
Nyaman digunakan Kuat 9 0,207
4 Lebar kursi
Mudah disimpan Sedang 3 0,049 0,354 18
Nyaman digunakan Lemah 1 0,207
5 Kedalaman kursi
Mudah disimpan Sedang 3 0,049 0,354 19
Nyaman digunakan Lemah 1 0,207
6 Tinggi kursi Nyaman digunakan Kuat 9 0,207 1,861 4
7 Panjang rak
Dilengkapi dengan rak pakaian
yang luas dan mudah dijangkau
Kuat 9 0,064 0,577 14
8 Lebar rak
Dilengkapi dengan rak pakaian
yang luas dan mudah dijangkau
Kuat 9 0,064 0,577 15
Universitas Indonesia
107
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Tabel 4.17. Prioritas Respon Teknis (Sambungan)
9 Tinggi rak
Nyaman digunakan Kuat 9 0,207
2,438 1 Dilengkapi dengan rak pakaian
yang luas dan mudah dijangkau
Kuat 9 0,064
10 Tinggi footrest Nyaman digunakan Sedang 3 0,207 0,620 13
11 Massa total
Mudah dipindahkan Sedang 3 0,044 0,536 16
Ringan Kuat 9 0,045
12
Kekuatan menahan
beban
Kuat Kuat 9 0,057 0,733 9
Tahan lama Sedang 3 0,072
13 Biaya produksi/ unit Harga reasonable Kuat 9 0,078 0,699 11
14 Lifetime Tahan lama Kuat 9 0,072
0,685 12
Tahan karat Lemah 1 0,036
15
Diameter kaki meja
setrika
Kuat Sedang 3 0,057 0,172 20
16 Diameter kaki rak Kuat Sedang 3 0,057 0,172 21
17 Material penyangga
Ringan Kuat 9 0,045 1,459 5
Kuat Kuat 9 0,057
Universitas Indonesia
108
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Tabel 4.17. Prioritas Respon Teknis (Sambungan)
Tahan lama Sedang 3 0,072
Tahan karat Kuat 9 0,036
18 Fasilitas tambahan
Dilengkapi dengan fasilitas
tambahan
Kuat 9 0,125 1,122 6
19
Baut dan mur yang
kuat
Kuat Kuat 9 0,057
0,733 10
Tahan lama Sedang 3 0,072
20
Kursi yang mudah
digeser
Mendukung fleksibilitas
penyetrika untuk duduk dan
berdiri
Kuat 9 0,224 2,015 3
21
Meja yang mudah
digeser
Mudah dipindahkan Kuat 9 0,044 0,394 17
Universitas Indonesia
109
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
110
Universitas Indonesia
4.2.2.4 Menentukan Arah Pengembangan Respon Teknis
Setelah menentukan prioritas respon teknis, ditentukan arah
pengembangan respon teknis yang akan memberikan peningkatan terhadap
kepuasan konsumen. Arah pengembangan respon teknis pada pengembangan
produk meja setrika ini dapat dilihat pada tabel 4.17.
Tabel 4.17. Arah Pengembangan Respon Teknis
No. Respon Teknis Arah
Pengembangan
1 Panjang meja setrika O
2 Lebar meja setrika O
3 Tinggi meja setrika O
4 Lebar kursi O
5 Kedalaman kursi O
6 Tinggi kursi O
7 Panjang rak O
8 Lebar rak O
9 Tinggi rak O
10 Tinggi footrest O
11 Massa total ↑
12 Kekuatan menahan beban ↑
13 Biaya produksi/ unit ↑
14 Lifetime ↑
15 Diameter kaki meja setrika O
16 Diameter kaki rak O
17 Material penyangga O
18 Fasilitas tambahan O
19 Baut dan mur yang kuat ↑
20 Kursi yang mudah digeser O
21 Meja yang mudah digeser O
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
111
Universitas Indonesia
4.2.2.5 Menentukan Hubungan Antarrespon Teknis
Untuk mengidentifikasi adanya trade-off yang mungkin perlu dilakukan,
ditentukan hubungan antarrespon teknis. Hubungan yang terbentuk
diklasifikasikan ke dalam 4 golongan, yaitu kuat positif, positif, negatif, dan kuat
negatif. Hasil identifikasi hubungan antarrespon teknis dapat dilihat pada tabel
4.18.
Tabel 4.18. Hubungan Antarrespon Teknis
Respon Teknis Respon Teknis Lain Korelasi
Tinggi meja setrika
Tinggi kursi Kuat Positif
Tinggi rak Positif
Tinggi footrest Positif
Tinggi footrest Tinggi kursi Kuat Positif
Lifetime Baut dan mur yang kuat Positif
Kekuatan menahan beban
Diameter kaki meja setrika Positif
Diameter kaki rak Positif
Material penyangga Kuat Positif
Baut dan mur yang kuat Kuat Positif
Lifetime Positif
Material penyangga
Massa total Negatif
Biaya produksi/ unit Negatif
Lifetime Positif
Massa total Meja yang mudah digeser Positif
Dari tabel 4.18, dapat dilihat adanya korelasi yang negatif antara material
penyangga dan massa total dan biaya produksi/ unit. Semakin baik material
penyangga yang digunakan, yang dalam hal ini diasumsikan berupa besi, maka
akan semakin berat massa meja setrika secara keseluruhan. Demikian pula, biaya
produksi/ unit akan meningkat mengingat kualitas material yang memang bagus.
Untuk itu, dalam praktiknya nanti, mungkin perlu dilakukan trade-off.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
112
Universitas Indonesia
4.2.2.6 Mengumpulkan Informasi Benchmarking yang Kompetitif
Informasi benchmarking yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah
informasi terkait respon teknis 3 merek meja setrika, yaitu Waikiki, Silka, dan S
Gold. Adapun data yang berhasil dikumpulkan untuk ketiga merek meja setrika
ini ditampilkan pada tabel 4.19.
Tabel 4.19. Informasi Benchmarking
Respon Teknis Merek Meja Setrika
Satuan Waikiki Silka S Gold
Panjang meja setrika 123 110 123 cm
Lebar meja setrika 36 39 40 cm
Tinggi meja setrika 75 80 76 cm
Lebar kursi - - - cm
Kedalaman kursi - - - cm
Tinggi kursi - - - cm
Panjang rak 44 35 45 cm
Lebar rak 31 33 34 cm
Tinggi rak 35 35 40 cm
Tinggi footrest - - - cm
Massa total 11 6 10 kg
Kekuatan menahan beban ≥ 12 ≥ 11 ≥ 12 N
Biaya produksi/ unit 200000 180000 180000 Rupiah
Lifetime ≥ 15 ≥ 15 ≥ 15 Tahun
Diameter kaki meja setrika 3 2 2 cm
Diameter kaki rak - - - cm
Material penyangga Kayu Oak Kayu Mahoni Aluminium Subj.
Fasilitas tambahan - - - Subj.
Baut dan mur yang kuat ≥ 5 ≥ 5 ≥ 5 N
Kursi yang mudah digeser - - - Subj.
Meja yang mudah digeser Tidak Tidak Tidak Subj.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
113
Universitas Indonesia
4.2.2.7 Menetapkan Target Awal untuk Tiap Respon Teknis
Setelah langkah-langkah pada subbab sebelumnya diselesaikan, langkah
berikutnya adalah menetapkan spesifikasi target awal untuk tiap respon teknis.
Penetapan spesifikasi target awal ini dilakukan melalui proses brainstorming
awal.
Khusus untuk dimensi terkait ergonomi, dibuat asumsi bahwa tinggi meja
setrika yang digunakan menyesuaikan dengan tinggi siku orang persentil 50
dikurangi dengan tinggi setrika. Pemilihan orang persentil 50 sebagai acuan ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa tinggi meja rata-rata juga akan dapat
mengakomodasi kenyamanan orang dengan persentil 5 dan 95. Sementara itu,
tinggi kursi dan tinggi footrest juga menyesuaikan dengan tinggi meja setrika
yang didapat dengan perhitungan secara berantai, di mana tinggi kursi didapat
dengan mengurangkan dimensi tinggi meja dengan tinggi siku orang persentil 50
saat duduk setelah sebelumnya ditambahkan dengan tinggi setrika, sementara
tinggi footrest didapat dengan mengurangkan dimensi tinggi kursi dengan tinggi
popliteal orang persentil 5. Lebar dan kedalaman kursi ditetapkan dengan
mengacu pada batas atas formula (2.1) dan (2.2). Hasil penetapan target awal
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20. Target Respon Teknis
No. Respon Teknis Spesifikasi Satuan
1 Panjang meja setrika 110 cm
2 Lebar meja setrika 40 cm
3 Tinggi meja setrika 80,65 cm
4 Lebar kursi 43,79 cm
5 Kedalaman kursi 35,84 cm
6 Tinggi kursi 67,95 cm
7 Panjang rak 80 cm
8 Lebar rak 33 cm
9 Tinggi rak 77,15 cm
10 Tinggi footrest 19 cm
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
114
Universitas Indonesia
Tabel 4.20. Target Respon Teknis (Sambungan)
11 Massa total 10 Gr
12 Kekuatan menahan beban > 13 N
13 Biaya produksi/ unit 380.000 Rupiah
14 Lifetime > 15 Tahun
15 Diameter kaki meja setrika 6 Cm
16 Diameter kaki rak 4 Cm
17 Material penyangga Aluminium Subj.
18 Fasilitas tambahan
Ada tempat meletakkan
pelengkap menyetrika
Subj.
19 Baut dan mur yang kuat > 5 N
20 Kursi yang mudah digeser Ya Subj.
21 Meja yang mudah digeser Ya Subj.
4.2.2.8 Membuat dan Menganalisis HOQ
Seluruh hasil pengolahan data yang menghasilkan matriks-matriks
kemudian disatukan dalam HOQ. Adapun HOQ dalam perancangan meja setrika
ini dapat dilihat pada lampiran 7.
Setelah membuat HOQ, dilakukan analisis terhadap matriks perencanaan
dan matriks informasi teknis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan dan
respon teknis yang menjadi prioritas dalam pengembangan meja setrika baru.
Dengan demikian, pengembangan meja setrika tersebut dapat diarahkan pada
upaya yang tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan yang diharapkan konsumen.
Dari matriks perencanaan yang diperlihatkan pada HOQ, dapat dilihat pada kolom
tingkat kepentingan bahwa kebutuhan akan kenyamanan dalam penggunaan
merupakan kebutuhan dengan tingkat kepentingan yang paling tinggi dengan nilai
tingkat kepentingan sebesar 4,571. Hal ini berarti bahwa kebutuhan akan
kenyamanan dalam penggunaan merupakan kebutuhan yang paling penting
menurut konsumen.
Setelah menentukan kebutuhan yang paling penting, analisis dilanjutkan
untuk menentukan kekuatan dan kelemahan meja setrika yang telah ada untuk
menemukan peluang yang mungkin diraih pada perancangan meja setrika yang
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
115
Universitas Indonesia
dilengkapi kursi ini. Untuk itu, dilakukan analisis terhadap kolom tingkat
kepuasan pada HOQ. Dari kolom tingkat kepuasan tersebut, dapat dilihat bahwa
ada 4 kebutuhan yang tingkat kepuasannya berada pada kategori kurang
memuaskan dan tidak memuaskan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi:
• kebutuhan akan fleksibilitas untuk duduk dan berdiri;
• kebutuhan akan kenyamanan dalam penggunaan;
• kebutuhan akan rak pakaian yang luas dan mudah dijangkau; serta
• kebutuhan akan fasilitas tambahan.
Karena berada pada skala kurang dan tidak memuaskan, dalam
perancangan meja setrika baru ini keempat kebutuhan tersebut diupayakan untuk
memiliki rasio perbaikan yang paling besar dengan penetapan target yang jauh di
atas tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen. Namun, karena adanya
perbedaan pada penilaian titik jual keempat kebutuhan tersebut, kebutuhan
menurut nilai keseluruhan data (raw weight) yang dihasilkan mengalami
pergeseran urutan prioritas pengembangan. Dari hasil perhitungan raw weight,
dapat disimpulkan bahwa kebutuhan yang mempunyai prioritas tertinggi untuk
dikembangkan adalah kebutuhan akan fleksibilitas untuk duduk dan berdiri
dengan nilai raw weight sebesar 21,078. Adapun urutan kebutuhan mulai dari
prioritas tertinggi hingga terendah adalah sebagai berikut:
1. meja setrika dengan desain yang mendukung fleksibilitas penyetrika untuk
duduk dan berdiri;
2. meja setrika dengan desain yang nyaman digunakan;
3. meja setrika dilengkapi dengan fasilitas tambahan;
4. meja setrika dengan harga yang reasonable;
5. meja setrika yang tahan lama;
6. meja setrika dilengkapi dengan rak pakaian yang luas dan mudah dijangkau;
7. meja setrika yang kuat;
8. meja setrika yang mudah disimpan;
9. meja setrika yang ringan;
10. meja setrika yang mudah dipindahkan; dan
11. meja setrika yang tahan karat.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
116
Universitas Indonesia
Setelah menganalisis matriks perencanaan, langkah berikutnya adalah
melakukan analisis terhadap matriks informasi teknis. Seperti yang telah
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya pada subbab 4.2.2.3, dari normalized
raw weight yang didapatkan, dapat dihitung nilai kontribusi tiap respon teknis
terhadap pemenuhan kebutuhan untuk kemudian diurutkan menghasilkan urutan
prioritas respon teknis yang perlu dikembangkan.
Berdasarkan hasil analisis matriks perencanaan pada pembahasan
sebelumnya, diketahui bahwa kebutuhan yang merupakan prioritas utama dalam
perancangan meja setrika ini adalah kebutuhan akan desain meja setrika yang
mendukung fleksibilitas penyetrika untuk duduk dan berdiri. Namun, dari hasil
perhitungan prioritas respon teknis, ternyata respon teknis yang paling penting
untuk dikembangkan adalah tinggi rak yang tidak berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan akan fleksibilitas untuk duduk dan berdiri. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan akan fleksibilitas untuk duduk dan berdiri hanya memiliki hubungan
kuat dengan respon teknis cara memindahkan kursi. Sementara itu, beberapa
kebutuhan lain memiliki hubungan dengan banyak respon teknis yang ada. Oleh
karena itu, dengan mengacu pada hubungan yang terbentuk antara respon teknis
dengan normalized raw weight tiap kebutuhan, diketahui bahwa tinggi rak
menempati urutan pertama dalam prioritas pengembangan meja setrika ini dengan
nilai kontribusi sebesar 2,438. Adapun urutan respon teknis mulai dari prioritas
tertinggi hingga terendah adalah sebagai berikut:
1. tinggi rak;
2. tinggi meja setrika;
3. kursi yang mudah digeser;
4. tinggi kursi;
5. material penyangga;
6. fasilitas tambahan;
7. panjang meja setrika;
8. lebar meja setrika;
9. kekuatan menahan beban;
10. baut dan mur yang kuat;
11. biaya produksi/ unit;
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
117
Universitas Indonesia
12. lifetime;
13. tinggi footrest;
14. panjang rak;
15. lebar rak;
16. massa total;
17. meja yang mudah digeser;
18. lebar kursi;
19. kedalaman kursi;
20. diameter kaki meja setrika; dan
21. diameter kaki rak.
Pada matriks informasi teknis yang ditampilkan, dapat dilihat adanya
target yang ditetapkan untuk masing-masing respon teknis. Nilai yang tertera
merupakan target awal yang ditetapkan berdasarkan benchmarking dan asumsi
awal terkait dimensi yang ergonomis bagi penyetrika. Pada pembahasan
berikutnya, akan dilihat apakah nilai target awal ini telah cocok ditetapkan sebagai
spesifikasi akhir meja setrika yang akan dikembangkan melalui proses
penggenerasian dan pemilihan konsep untuk kemudian dilakukan penetapan
spesifikasi akhir secara keseluruhan.
4.2.3 Menggenerasi dan Memilih Konsep
Gambar 4.20. Posisi Tahap Penggenerasian dan Pemilihan Konsep pada
Langkah-langkah Pengembangan Konsep Produk
Dengan mengacu pada tingkat kepentingan yang dinyatakan oleh
konsumen terhadap masing-masing kebutuhan, dapat dilihat pada tabel 4.8 bahwa
3 kebutuhan yang dirasa paling penting oleh konsumen adalah kebutuhan akan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
118
Universitas Indonesia
kenyamanan dalam penggunaan, kebutuhan akan harga yang reasonable, dan
kebutuhan akan meja setrika yang kuat. Kebutuhan akan harga yang reasonable
bergantung pada penggunaan material, proses produksi, serta nilai keseluruhan
produk yang dihasilkan sehingga penggenerasian konsep akan lebih difokuskan
pada kebutuhan akan kenyamanan dalam penggunaan dan kebutuhan akan meja
setrika yang kuat sebagai 2 aspek yang turut mempengaruhi harga jual meja
setrika nantinya.
Sebelum konsep digenerasi, masalah yang ada didekomposisi ke dalam
submasalah yang lebih sederhana. Untuk itu, dibuat suatu diagram fungsi yang
merepresentasikan fungsi meja setrika yang akan dikembangkan. Diagram fungsi
penelitian ini ditampilkan pada gambar 4.21.
Gambar 4.21. Diagram Fungsi Permasalahan
Langkah berikutnya adalah membentuk diagram subfungsi dari diagram
fungsi yang ada untuk memetakan permasalahan secara lebih detail dengan
menyertakan deskripsi yang spesifik dari elemen-elemen yang dapat dilakukan
oleh meja setrika yang akan dikembangkan dalam rangka implementasi fungsi
keseluruhan meja setrika tersebut. Adapun diagram subfungsi yang dikembangkan
pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.22.
Input Output
Penyetrika
nyaman saat
Meja setrika
Material yang baik Kekuatan meja
Fleksibilitas Fleksibilitas
DIAGRAM FUNGSI
IRONING
BOARD
menyetrika
Penyetrika merasa
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
119
Universitas Indonesia
Gambar 4.22. Diagram Subfungsi Permasalahan
Konsep yang akan digenerasi terkait pengembangan meja setrika ini ada 3,
yaitu konsep lokasi rak pakaian dan konsep dimensi meja setrika terkait ergonomi
yang akan berpengaruh terhadap kenyamanan, serta konsep material pembentuk
meja setrika yang akan berpengaruh terhadap kekuatan meja setrika. Ketiga
konsep ini, jika diperhatikan lebih lanjut, sebenarnya tidak hanya berhenti pada
aspek kenyamanan penyetrika dan kekuatan meja setrika, tetapi juga berpengaruh
pada kebutuhan-kebutuhan lain yang terkadang membutuhkan trade-off dalam
pemilihannya. Proses penggenerasian dan pemilihan konsep ini berlangsung
secara simultan di mana output dari pemilihan konsep lokasi rak pakaian akan
menjadi input bagi penggenerasian dimensi meja setrika. Demikian pula output
dari pemilihan konsep dimensi meja setrika akan menjadi input bagi
penggenerasian konsep material yang digunakan. Untuk lebih jelasnya, alur dalam
penggenerasian dan pemilihan konsep terkait pengembangan meja setrika ini
dapat dilihat pada gambar 4.23.
Input Output
Penyetrika merasa
Meja setrikaMenarik kursi dari
bawah meja
Mengatur posisi kursi
terhadap meja
nyaman saat
menyetrika
Rak pakaian Memposisikan rak
Material
yang baik
Menggunakan material
yang dapat menahan
banyak beban
Kekuatan meja
Fleksibilitas
Menggeser jika akan/
tidak menggunakan
kursi
Fleksibilitas
DIAGRAM SUBFUNGSI
Menyetrika pakaianPenyetrikaMeletakkan pakaian
pada rak
Fungsi
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Memperjelas
permasalahanMulai
Melakukan
dekomposisi
masalah
Menyiapkan
daftar konsep
yang akan
digenerasikan
Menggali
konsep yang
mungkin
Mendata
kelebihan
tiap konsep
Mendata
kekurangan
tiap konsep
Memilih
konsep
Menentukan
tinggi meja
dan rak
Membuat
desain meja
Studi ergonomi
ketinggian meja
Memfiksasi
dimensi tinggi
meja dan rak
Menentukan
dimensi variabel
kursi yang akan
disimulasikan
PEI lebih kecil
dari aktual?
Membuat
desain kursi
Studi ergonomi
desain meja
dilengkapi kursi
PEI lebih kecil
dari aktual?
Memfiksasi
dimensi
keseluruhan meja
Menggali
konsep yang
mungkin
Mendata
kelebihan
tiap konsep
Mendata
kekurangan
tiap konsep
Melakukan
concept
scoring
Memfiksasi
keseluruhan
konsep
Selesai
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Gambar 4.25. Alur Proses Penggenerasian dan Pemilihan Konsep
Universitas Indonesia
120
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
121
Universitas Indonesia
Langkah persiapan telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya
sehingga pada subbab di bawah ini, pembahasan akan diarahkan pada detail hasil
penggenerasian dan pemilihan masing-masing konsep. Adapun garis besar konsep
yang akan dibahas dapat dilihat pada pohon klasifikasi konsep yang
divisualisasikan pada gambar 4.24.
Gambar 4.24. Pohon Klasifikasi Konsep
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
122
Universitas Indonesia
4.2.3.1 Menggenerasi dan Memilih Konsep Lokasi Rak Pakaian
Ada 4 alternatif konsep lokasi rak pakaian yang dipertimbangkan dalam
penelitian ini, yaitu pada sisi kiri, kanan, depan, dan bawah meja setrika.
Kelebihan dan kekurangan untuk tiap konsep dijabarkan pada tabel 4.21. Khusus
untuk konsep lokasi rak di sisi kiri, kanan, dan depan meja setrika, diasumsikan
bahwa tinggi rak sejajar dengan tinggi siku penyetrika.
Tabel 4.21. Kelebihan dan Kekurangan Tiap Konsep Lokasi Rak Pakaian
Lokasi Kelebihan Kekurangan
Kiri
Mudah dijangkau
Analisis beban harus dilakukan secara matang
mengingat akan tidak seimbangnya sisi kiri dan
kanan meja setrika
Mudah dibentuk
menjadi compact
Jarak tidak boleh terlalu dekat mengingat tangan
kiri akan aktif bergerak memindahkan pakaian
Kanan Mudah dijangkau
Analisis beban harus dilakukan secara matang
mengingat akan tidak seimbangnya sisi kiri dan
kanan meja setrika
Terlalu banyak fitur di sisi kanan (di sisi kanan
telah ada tempat penempatan setrika dan
pelengkap menyetrika)
Pakaian berisiko jatuh jika bersinggungan
dengan tangan kanan yang sedang menyetrika
Depan Mudah dijangkau
Sulit membentuk desain yang compact jika tetap
ingin mempertahankan ukuran rak yang luas
Tidak ada space di depan meja bagi penyetrika
untuk menggeser pakaian ke depan
(kecenderungan penyetrika sebagai implikasi
dari lebar meja yang lebih sempit dibanding
lebar pakaian)
Bawah
Meja setrika lebih
stabil
Tidak ergonomis
Ukuran terbatas
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
123
Universitas Indonesia
Tabel 4.21. Kelebihan dan Kekurangan Tiap Konsep Lokasi Rak Pakaian
(Sambungan)
Sulit dibentuk menjadi compact mengingat akan
ada kursi di bagian bawah meja
Kelebihan dan kekurangan yang ada kemudian dianalisis untuk melihat
kemungkinan eliminasi konsep. Karena kelebihan yang dimiliki oleh 3 konsep
yang ada relatif sama, dilakukan analisis pada kekurangan konsep untuk melihat
peluang untuk mengatasi kekurangan yang ada sehingga konsep yang dipilih
adalah benar-benar konsep yang terbaik.
Eliminasi konsep pertama kali dilakukan pada konsep lokasi rak di bawah
meja setrika. Hal ini mengacu pada tujuan perancangan meja setrika yang adalah
untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan meja setrika yang lebih nyaman
dalam penggunaannya. Telah dibuktikan melalui studi ergonomi kondisi aktual
bahwa lokasi rak di bawah meja setrika seperti yang telah dikembangkan saat ini
tidak cukup ergonomis untuk menunjang kegiatan menyetrika.
Eliminasi berikutnya diarahkan pada konsep lokasi rak di depan meja
setrika. Hal ini mengacu pada kekurangan konsep yang menyatakan bahwa
dengan ditempatkannya rak pada sisi depan meja setrika, tidak akan ada space
bagi penyetrika untuk menggeser pakaian ke sisi depan sehingga penyetrika tidak
dapat menyetrika pakaian pada sisi yang lebih dekat dengannya tanpa membuat
kusut sisi lainnya. Akibatnya, hasil menyetrika menjadi tidak optimal.
Dari dua konsep yang tersisa, dipilih konsep peletakan rak di sisi kiri meja
setrika. Pada dasarnya, baik sisi kiri maupun kanan akan sama-sama mudah
dijangkau oleh penyetrika. Namun, risiko pakaian jatuh akibat bersinggungan
dengan tangan lebih besar jika rak ditempatkan pada sisi kanan meja setrika
mengingat tangan kanan akan terus bergerak ketika menyetrika. Selain itu, dari
sisi kemudahan dalam perancangan, rak di sisi kiri meja setrika lebih mudah
dipikirkan konsepnya. Hal ini disebabkan karena pada sisi kanan telah banyak
fitur yang ditempatkan sehingga kemungkinan akan bertabrakannya rak dengan
fitur-fitur yang ada ketika membuatnya secara compact akan lebih besar.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
124
Universitas Indonesia
4.2.3.2 Menggenerasi dan Memilih Konsep Dimensi Meja Setrika
Konsep dimensi yang akan digenerasi pada penelitian ini hanya dimensi
kursi yang akan dipilih setelah melalui pengujian pada software Jack 6.1. Dalam
menggenerasi konsep dimensi kursi yang terkait ergonomi, perlu ditentukan
terlebih dahulu tinggi meja setrika yang akan digunakan sebagai acuan dalam
penentuan tinggi kursi. Oleh karena itu, sebagai langkah awal dalam proses
penggenerasian konsep dimensi kursi ini, akan dibahas terlebih dahulu mengenai
tinggi meja setrika dan tinggi rak pakaian yang ergonomis untuk digunakan dalam
posisi berdiri.
Ketinggian meja setrika pada penelitian ini tidak dikonfigurasikan,
melainkan langsung ditentukan dari tinggi siku orang persentil 50 dikurangi
dengan tinggi setrika yang diasumsikan adalah setinggi 10. Hal ini mengacu pada
teori yang menyatakan bahwa prinsip utama dalam perancangan ketinggian meja
kerja sebaiknya disesuaikan dengan tinggi siku orang saat melakukan pekerjaan
tersebut. Namun demikian, ketinggian meja kerja juga harus mempertimbangkan
tinggi benda kerja yang dalam hal ini, ketinggian meja harus dikurangi sebesar
tinggi dari benda kerja tersebut. Di sisi lain, seperti yang dijelaskan pada subbab
2.5.1, Pheasant (2003) dalam bukunya yang berjudul “Bodyspace Anthropometry,
Ergonomics and the Design of Work” menyatakan bahwa untuk kegiatan-kegiatan
manipulatif berat yang melibatkan tekanan ke bawah pada benda kerja, tinggi
meja kerja yang direkomendasikan adalah sebesar 10-25 cm di bawah tinggi siku.
Dengan pertimbangan bahwa ketinggian meja 25 cm di bawah tinggi siku akan
berakibat pada terlalu membungkuknya orang dengan persentil 95, maka dipilih
tinggi meja sebesar 10 cm di bawah tinggi siku, di mana 10 cm yang ditetapkan
akan menjadi ruang bagi setrika dengan asumsi tinggi yang sama sehingga dapat
disimpulkan bahwa meja setrika yang digunakan pada penelitian ini memiliki
dimensi tinggi sebesar 90,65 cm dikurangi 10 cm tinggi setrika menjadi 80,65 cm.
Adapun tinggi siku yang digunakan adalah tinggi siku orang dengan persentil 50
dengan maksud untuk mengakomodasi orang dengan persentil 5 dan 95 dengan
kenyamanan selama menyetrika. Jika digunakan tinggi siku orang persentil 5
sebagai acuan, maka orang dengan persentil 95 akan membungkuk lebih dalam,
sementara jika digunakan tinggi siku orang persentil 95, maka orang dengan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
125
Universitas Indonesia
persentil 5 harus mengangkat tangannya untuk mencapai setrika sehingga akan
menyebabkan tangan menjadi lebih cepat pegal.
Variabel lain yang juga diubah namun tidak dikonfigurasikan adalah
variabel tinggi rak. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya,
perlu dilakukan relokasi rak karena lokasi rak saat ini tidak ergonomis bagi
penyetrika karena harus membungkuk cukup dalam untuk mencapainya. Jika
dikaitkan dengan teori yang ada, perancangan tinggi rak juga seharusnya sama
dengan perancangan tinggi meja, yaitu setinggi siku saat berdiri dikurangi dengan
tinggi setrika. Namun demikian, karena adanya penyesuaian dengan desain, di
mana desain meja setrika memungkinkan dapat disimpannya rak pakaian persis di
bagian bawah meja, maka dimensi tinggi rak akan dipengaruhi oleh tebal meja
dan tebal rak itu sendiri.
Gambar 4.25. Desain Meja Setrika Baru (Belum Dilengkapi Kursi)
Gambar 4.25 menampilkan desain meja setrika sebelum dilengkapi kursi. Dapat
dilihat pada gambar di sisi kiri bawah, ada 3 bagian utama pada meja, yaitu:
1. meja utama, yang akan digunakan sebagai alas menyetrika;
1 2
3
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
126
Universitas Indonesia
2. rak pakaian 1, yang dapat diputar ke bagian bawah meja saat disimpan; serta
3. rak pakaian 2, yang mekanismenya seperti laci; dapat ditarik dari bawah rak
pakaian 1.
Dengan desain rak sedemikian rupa, maka tinggi rak pakaian 1 adalah
sebesar 80,65 cm tinggi meja setrika dikurangi dengan 2,5 cm tebal meja setrika
menjadi 78,15 cm. Sementara itu, tinggi rak pakaian 2 adalah sebesar 78,15 cm
tinggi rak pakaian 1 dikurangi dengan 1 cm tebal rak pakaian 1 menjadi 77,15 cm.
Untuk memeriksa apakah nilai ini masih dapat ditoleransi oleh orang khususnya
persentil 95 yang memiliki tinggi siku paling tinggi, dihitung besar sudut yang
terbentuk antara lengan bawah dengan garis horizontal.
lengan
θ
θ
41,51 cm 14 cm
Gambar 4.26. Ilustrasi Kemiringan Tangan Orang Persentil 95 Saat Meletakkan
Pakaian pada Rak
Dari hasil perhitungan, didapat nilai:
i � <Gj sinZ]
]Z,kZ
= 19,71°
Besar sudut 19,71° belum melebihi batas maksimum kenyamanan sebesar 30°
sehingga dapat disimpulkan bahwa tinggi rak pakaian 77,15 cm masih memenuhi
kriteria kenyamanan yang diharapkan.
Untuk membuktikan bahwa desain meja baru yang direkomendasikan
lebih baik dibanding desain meja setrika aktual, maka dilakukan simulasi dengan
software Jack 6.1 untuk mendapatkan nilai PEI. Secara keseluruhan konsep,
desain meja setrika yang akan dikembangkan ini memang dilengkapi dengan
kursi. Namun, karena salah satu kebutuhan yang diminta oleh konsumen adalah
kebutuhan akan fleksibilitas untuk duduk dan berdiri, simulasi pada software Jack
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
127
Universitas Indonesia
6.1 harus dilakukan, baik pada posisi berdiri maupun duduk. Dengan demikian,
diharapkan bahwa meja setrika yang akan dikembangkan ini dapat dikatakan lebih
ergonomis bagi penyetrika, baik saat penyetrika melakukan pekerjaannya sambil
berdiri maupun duduk.
Simulasi menggunakan software Jack 6.1 mengikuti langkah-langkah yang
sama seperti yang dijabarkan pada subbab 4.1. Sebagai langkah awal, dibuat
virtual environment pada software Jack 6.1 seperti yang ditampilkan pada gambar
4.27. Pembuatan virtual environment kemudian dilanjutkan dengan pembuatan
virtual human yang sama seperti yang ditampilkan pada gambar 4.3 sebelumnya.
Virtual human kemudian ditempatkan pada virtual environment seperti yang dapat
dilihat pada gambar 4.28.
Gambar 4.27. Virtual Environment Simulasi Ketinggian Meja
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
128
Universitas Indonesia
Gambar 4.28. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan)
pada Virtual Environment Simulasi Ketinggian Meja
Virtual human kemudian diberikan tugas seperti yang diperlihatkan pada
gambar 4.29 dan 4.30.
Gambar 4.29. Animation Window Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil 5
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
129
Universitas Indonesia
Gambar 4.30. Animation Window Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil 95
Setelah pembuatan animasi selesai dilakukan, langkah berikutnya adalah
melakukan analisis terhadap hasil simulasi kedua model. Analisis yang pertama
kali dilakukan adalah analisis SSP yang hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.31.
Gambar 4.31. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Simulasi Ketinggian Meja
Hasil pengecekan SSP menunjukkan bahwa kapabilitas untuk semua
bagian tubuh pada simulasi semua model usulan bernilai lebih dari 90%. Oleh
karena itu, dapat diyakini bahwa aktivitas dan postur kerja yang dilakukan
feasible untuk dilakukan oleh model manusia digital ukuran antropometri 5% dan
95% dari populasi ibu rumah tangga yang digunakan sebagai model.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
130
Universitas Indonesia
Gambar 4.32. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95
(Bawah) pada Simulasi Ketinggian Meja
Dari gambar 4.32, dapat dilihat bahwa kompresi yang diterima oleh tulang
belakang model persentil 5 adalah sebesar 880 N, sementara kompresi yang
diterima oleh model persentil 95 adalah sebesar 1.215 N. Nilai LBA maksimum
untuk kedua model ini dicapai saat penyetrika meletakkan pakaian pada rak
pakaian 1 seperti yang ditampilkan pada gambar 4.33.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
131
Universitas Indonesia
Gambar 4.33. Postur Penyetrika Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) Saat
LBA Maksimum pada Simulasi Ketinggian Meja
Nilai LBA untuk ketinggian meja yang diusulkan ini lebih rendah
dibandingkan dengan nilai LBA kondisi aktual, baik pada model persentil 5
maupun model persentil 95. Penurunan nilai yang dialami oleh model persentil 5
lebih sedikit dibanding penurunan nilai model persentil 95. Hal ini disebabkan
karena pada kondisi aktual, model persentil 95 memang dituntut untuk
membungkuk lebih dalam dibanding model persentil 5.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
132
Universitas Indonesia
Gambar 4.34. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil
95 (Bawah) pada Simulasi Ketinggian Meja
Dari hasil analisis OWAS, kedua model menunjukkan nilai evaluasi yang
sama, yaitu 2. Nilai evaluasi ini ditunjukkan pada setiap aktivitas dan postur
penyetrika selama simulasi berjalan. Nilai ini menunjukkan bahwa desain meja
setrika yang diusulkan telah cukup ergonomis, namun perubahan dan investigasi
lebih lanjut terkait desain yang ada masih perlu dilakukan di masa yang akan
datang mengingat kegiatan menyetrika adalah kegiatan yang dilakukan secara
repetitif. Dari gambar 4.34, dapat dilihat elemen-elemen nilai OWAS, yaitu
seperti yang ditampilkan pada tabel 4.22.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
133
Universitas Indonesia
Tabel 4.22. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Ketinggian Meja
Persentil Punggung Tangan Kaki Beban Total
5 2 1 2 1 2
95 2 1 2 1 2
Masing-masing elemen OWAS di atas menunjukkan:
1. punggung penyetrika berada dalam kategori 2, yaitu melakukan kegiatan
sambil membungkuk;
2. tangan penyetrika berada dalam kategori 1, di mana kedua tangan berada di
bawah tinggi bahu;
3. kaki penyetrika berada dalam kategori 2, dengan tumpuan pada kedua kaki;
serta
4. beban berada dalam kategori 1 yang berarti bahwa berat beban masih di
bawah 10 kg.
Setelah melakukan analisis nilai LBA dan OWAS, dilakukan analisis nilai
RULA yang dihasilkan. Hasil analisis RULA beserta rincian elemen-elemen
penyusunnya dapat dilihat pada gambar 4.35 dan tabel 4.23.
Gambar 4.35. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil
95 (Kanan) pada Simulasi Ketinggian Meja
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
134
Universitas Indonesia
Tabel 4.23. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Ketinggian Meja
Kelompok A B
Total Anggota
Tubuh
Upper
Arm
Lower
Arm Wrist
Wrist
Twist Neck Trunk
Nilai
%5 4 3 2 2 2 3 6
%95 3 3 3 2 2 3 6
Nilai RULA berada pada skala 6 yang berarti bahwa tindakan perbaikan
harus segera dilakukan. Hal ini mengacu pada elemen-elemen nilai RULA yang
akan dibahas secara detail sebagai berikut:
1. Lengan atas model persentil 5 berada dalam kategori 4, di mana lengan atas
menyimpang membentuk sudut lebih dari 90°. Sementara itu, lengan atas
model persentil 95 berada dalam kategori 3, di mana lengan atas menyimpang
membentuk sudut 45°-90°. Perbedaan nilai ini disebabkan karena pada model
persentil 5, jarak jangkauan yang dapat dicapai oleh tangan lebih pendek
dibanding model persentil 95 sehingga sudut yang terbentuk juga lebih besar
dibanding model persentil 95.
2. Lengan bawah model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 3, di mana
lengan bawah bekerja melewati garis tengah tubuh atau melakukan
penyimpangan ke arah kiri melewati diameter tubuh.
3. Pergelangan tangan model persentil 5 berada dalam kategori 2, di mana
pergelangan tangan melakukan gerakan menekuk ke atas atau ke bawah sejauh
15°. Sementara itu, pergelangan tangan model persentil 95 berada dalam
kategori 3, di mana sudut yang terbentuk dari gerakan pergelangan tangan
menekuk lebih dari 15°.
4. Perputaran pergelangan tangan kedua model berada dalam kategori 2, artinya
perputaran yang terjadi sudah berada atau berada dekat dengan rentang
perputaran yang dapat dilakukan oleh pergelangan tangan.
5. Leher model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 2, di mana leher
menunduk sejauh 10-20°. Sudut ini bertambah dibanding kondisi aktual
karena nilai RULA maksimum pada kondisi aktual dicapai saat penyetrika
membungkuk dalam saat meletakkan pakaian, sementara pada kondisi usulan
ini penyetrika tidak membungkuk terlalu dalam karena tangan penyetrika
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
135
Universitas Indonesia
dapat mencapai rak pakaian dengan mudah. Sebagai implikasi dari tinggi rak
pakaian yang berada di bawah tinggi siku, penyetrika harus menundukkan
kepala lebih dalam untuk memastikan pakaian diletakkan pada posisi yang
sesuai.
6. Batang tubuh kedua model berada dalam kategori 3, di mana batang tubuh
membungkuk dalam jangkauan 20°-60°.
Nilai RULA maksimum ini didapat saat postur penyetrika sama seperti yang
ditampilkan pada gambar 4.33 sebelumnya.
Tabel 4.24. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Ketinggian Meja
Persentil LBA OWAS RULA
5 880 2 6
95 1.215 2 6
Tabel 4.24 menunjukkan rekapitulasi nilai LBA, OWAS, dan RULA
simulasi ketinggian meja. Ketiga nilai yang telah didapatkan kemudian diolah
untuk menghasilkan PEI dengan menggunakan formula (2.8). Adapun hasil
perhitungan PEI simulasi ketinggian meja ini dapat dilihat pada tabel 4.25.
Tabel 4.25. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Ketinggian Meja
Persentil I1 I2 I3 Mr PEI
5 0,259 0,5 0,857 1,42 1,976
95 0,357 0,5 0,857 1,42 2,074
Sama halnya dengan yang terjadi pada kondisi aktual, analisis ergonomi
pada simulasi ketinggian meja ini juga paling dipengaruhi oleh posisi rak pakaian.
Dilihat dari nilai PEI yang dihasilkan, penurunan yang ditunjukkan memang tidak
terlalu signifikan. Hal ini disebabkan karena relokasi rak pakaian memang
menjadi hal yang sulit dengan adanya pertimbangan kebutuhan yang saling
bertentangan dan memerlukan trade-off. Lokasi rak pakaian yang telah ditetapkan
melalui penggenerasian dan pemilihan konsep telah didasarkan atas pertimbangan
untuk memenuhi semua kebutuhan konsumen yang mungkin dipenuhi, walaupun
nilai yang dapat dipenuhi untuk tiap kebutuhan tidak seluruhnya terpenuhi karena
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
136
Universitas Indonesia
harus memperhatikan kebutuhan lain. Dengan pertimbangan demikian, peneliti
memutuskan untuk tetap mempertahankan desain usulan yang ada, terlebih
mengacu pada tujuan awal penelitian, di mana penelitian diarahkan untuk
menghasilkan rancangan meja setrika yang lebih nyaman; bukan meja setrika
yang paling nyaman bagi penyetrika. Terlebih lagi, perancangan juga akan
diarahkan untuk memfasilitasi penyetrika dengan kursi yang mudah dipindahkan
sehingga secara langsung akan meningkatkan kenyamanan penyetrika.
Setelah didapatkan tinggi meja yang sesuai, dapat dicari tinggi kursi
dengan mengurangkan tinggi meja denga tinggi siku saat duduk setelah
sebelumnya ditambahkan dengan tinggi setrika. Adapun perhitungan tinggi kursi
adalah sebagai berikut:
Tinggi kursi = 80,65 + 10 – 22,7
= 67,95 cm
di mana tinggi siku yang digunakan adalah tinggi siku orang persentil 50 saat
duduk. Pemilihan penggunaan tinggi siku orang persentil 50 didasarkan pada
pertimbangan yang sama dengan pertimbangan saat menentukan tinggi meja,
yaitu bahwa pemilihan persentil 50 ini diharapkan dapat juga mengakomodasi
orang persentil 5 dan 95 sehingga sudut yang terbentuk antara lengan bawah
dengan sumbu horizontal, baik orang persentil 5 maupun 95 tidak terlalu besar.
Namun, setelah melalui perhitungan lebih lanjut, ketinggian kursi sebesar
67,95 cm tersebut ternyata tidak dapat begitu saja diterapkan. Hal ini disebabkan
karena dengan ketinggian kursi yang demikian, tidak memungkinkan, baik bagi
orang persentil 5, 50, maupun 95 untuk duduk di kursi karena tidak ada ruang
antara paha dan sisi bawah meja. Berdasarkan hasil perhitungan, ruang yang
terbentuk antara sisi bawah meja dan sisi atas kursi hanya sebesar 10,2 cm; tidak
dapat mengakomodasi lebar paha ketiga persentil. Ilustrasi mengenai hal ini
ditampilkan pada gambar 4.36.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
137
Universitas Indonesia
Paha
Meja
Kursi
SikuLengan
Tinggi siku saat
duduk
Lebar paha
Jarak paha dan sisi bawah meja
Tebal meja
Tinggi setrika
Gambar 4.36. Pertimbangan dalam Penentuan Tinggi Kursi
Untuk lebih memperjelas permasalahan yang ada, pada gambar 4.37
hingga gambar 4.39 ditampilkan ilustrasi posisi paha untuk ketiga persentil
dengan detail ukurannya. Ukuran lebar paha yang digunakan disesuaikan dengan
penyesuaian yang dilakukan oleh software Jack 6.1 saat input semua data
antropometri yang didapat selesai dilakukan. Semua ukuran yang tertera
dinyatakan dalam satuan cm. Adapun ketiga gambar yang ada tidak menggunakan
skala yang sesuai sehingga beberapa ukuran mungkin terlihat tidak proporsional.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
138
Universitas Indonesia
Gambar 4.37. Posisi Paha Penyetrika Persentil 5 Jika Ketinggian Kursi 67,95 cm
Gambar 4.38. Posisi Paha Penyetrika Persentil 50 Jika Ketinggian Kursi 67,95
cm
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
139
Universitas Indonesia
Gambar 4.39. Posisi Paha Penyetrika Persentil 95 Jika Ketinggian Kursi 67,95
cm
Dari ketiga gambar di atas, dapat dilihat bahwa dengan ketinggian kursi
67,95 cm, ruang yang tersedia antara sisi bawah meja dan sisi atas kursi tidak
cukup bagi paha persentil 5, 50, dan 95. Sebagai alternatif solusi, dikembangkan
dua konsep terkait dimensi tinggi kursi. Kedua konsep ini akan mempengaruhi
dimensi lain serta desain kursi secara keseluruhan. Untuk menentukan konsep
yang akan dipilih, dilakukan simulasi pada software Jack 6.1 sehingga dapat
diketahui satu dari dua konsep yang memberikan nilai PEI terkecil.
Konsep pertama adalah menurunkan tinggi kursi menjadi 53,85 cm dengan
asumsi bahwa jarak antara paha dengan meja yang diinginkan adalah sejauh 8 cm.
Rincian dimensi-dimensi penting pada konsep ini beserta persentil acuan dan
formula perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4.26.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
140
Universitas Indonesia
Tabel 4.26. Dimensi Konsep 1
Dimensi Formula Perhitungan Persentil
Acuan Nilai Satuan
Jarak paha-meja langsung ditentukan 5, 50, 95 8 Cm
Tinggi kursi
tinggi meja – (tebal meja +
jarak paha dan meja + lebar
paha)
50 53,85 Cm
Lebar kursi 1,1 × hip breadth 95 43,79 Cm
Kedalaman
kursi
0,99 × buttock-popliteal 5 35,84 Cm
Panjang footrest 1,32 × 2 × lebar kaki 95 31,15 Cm
Lebar footrest 1,32 × panjang kaki 95 35,38 Cm
Tinggi footrest tinggi kursi - popliteal 5 19 Cm
Kemiringan
footrest
langsung ditentukan (kaki
membentuk sudut 90°
terhadap sumbu horizontal)
5, 50, 95 0 °
Dari data-data tersebut, dibuat desain kursi untuk kemudian dimasukkan
ke dalam software Jack 6.1 membentuk virtual environment. Desain yang dibuat
dapat dilihat pada gambar 4.40 sementara virtual environment yang terbentuk
dapat dilihat pada gambar 4.41.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
141
Universitas Indonesia
Gambar 4.40. Desain Konsep 1
Gambar 4.41. Virtual Environment Simulasi Konsep 1
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
142
Universitas Indonesia
Virtual human kemudian ditempatkan pada virtual environment yang ada
seperti ditampilkan pada gambar 4.42.
Gambar 4.42. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan)
pada Virtual Environment Simulasi Konsep 1
Virtual human kemudian diberikan tugas seperti yang diperlihatkan pada
gambar 4.43 dan 4.44.
Gambar 4.43. Animation Window Simulasi Konsep 1 Model Persentil 5
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
143
Universitas Indonesia
Gambar 4.44. Animation Window Simulasi Konsep 1 Model Persentil 95
Analisis SSP kemudian dilakukan untuk menguji kapabilitas model. Hasil
analisis SSP dapat dilihat pada gambar 4.45.
Gambar 4.45. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Simulasi Konsep 1
Kedua model memiliki nilai kapabilitas lebih dari 90% sehingga analisis
dapat dilanjutkan untuk mengevaluasi nilai LBA, OWAS, dan RULA.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
144
Universitas Indonesia
Gambar 4.46. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95
(Bawah) pada Simulasi Konsep 1
Dapat dilihat pada gambar 4.46 bahwa nilai LBA maksimum untuk model
persentil 5 adalah sebesar 1.000 N. Nilai LBA maksimum ini dicapai pada saat
model meletakkan setrika pada tempat setrika, seperti yang diperlihatkan pada
gambar 4.47.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
145
Universitas Indonesia
Gambar 4.47. Model Persentil 5 saat Meletakkan Setrika pada Simulasi Konsep 1
Sementara itu, nilai LBA maksimum yang dicapai oleh model persentil 95
yang adalah sebesar 1.246 N dicapai saat model meletakkan pakaian pada rak
pakaian 1 seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.48.
Gambar 4.48. Model Persentil 95 saat Meletakkan Pakaian pada Rak 1 pada
Simulasi Konsep 1
Nilai LBA maksimum kedua model dicapai pada postur yang berbeda.
Pada saat meletakkan setrika, postur tubuh model persentil 5 lebih berbahaya
karena antropometri model persentil 5 yang memang lebih kecil sehingga
jangkauan tangan juga lebih terbatas dibanding model persentil 95. Terlebih lagi,
dilihat dari jaraknya, jangkauan ke kanan (ke arah tempat setrika) memang lebih
jauh dibanding jangkauan ke kiri (ke arah rak). Desain ini dibuat dengan
pertimbangan bahwa jika penyetrika diposisikan berada di tengah-tengah meja
setrika dengan area jangkauan yang sama, baik ke kiri maupun ke kanan, kaki
penyetrika akan menabrak kaki meja.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
146
Universitas Indonesia
Gambar 4.49. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil
95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 1
Sama halnya dengan nilai LBA maksimum, nilai OWAS maksimum
model persentil 5 dan 95 juga dicapai pada postur tubuh yang berbeda, yaitu
postur saat meletakkan setrika pada model persentil 5 dan postur saat meletakkan
pakaian di rak pada model persentil 95 seperti yang diperlihatkan pada gambar
4.47 dan 4.48.
Dari gambar 4.49, dapat dilihat elemen-elemen nilai OWAS, yaitu seperti
yang ditampilkan pada tabel 4.27.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
147
Universitas Indonesia
Tabel 4.27. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Konsep 1
Persentil Punggung Tangan Kaki Beban Total
5 4 1 1 1 2
95 2 1 1 1 2
Masing-masing elemen OWAS di atas menunjukkan:
1. punggung model persentil 5 berada dalam kategori 4, di mana model
melakukan kegiatan membungkuk dan memutar secara bersamaan. Sementara
itu, punggung model persentil 95 berada dalam kategori 2, yaitu melakukan
kegiatan sambil membungkuk;
2. tangan kedua model berada dalam kategori 1, di mana kedua tangan berada di
bawah tinggi bahu;
3. kaki kedua model berada dalam kategori 1, di mana kegiatan dilakukan sambil
duduk; serta
4. beban berada dalam kategori 1 yang berarti bahwa berat beban masih di
bawah 10 kg.
Gambar 4.50. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil
95 (Kanan) pada Simulasi Konsep 1
Analisis RULA kedua model seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.50
sama-sama menunjukkan skala 6. Nilai RULA maksimum kedua model ini
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
148
Universitas Indonesia
didapat saat postur penyetrika sedang meletakkan pakaian pada rak. Adapun
elemen-elemen RULA untuk kedua model disimpulkan pada tabel 4.28.
Tabel 4.28. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Konsep 1
Kelompok A B
Total Anggota
Tubuh
Upper
Arm
Lower
Arm Wrist
Wrist
Twist Neck Trunk
Nilai
%5 5 2 3 2 3 1 6
%95 3 3 3 2 3 3 6
Elemen-elemen RULA yang ditampilkan pada tabel 4.28 mengacu pada
hal-hal berikut:
1. Lengan atas model persentil 5 berada dalam kategori 5, di mana lengan atas
menyimpang membentuk sudut lebih dari 90°. Sementara itu, lengan atas
model persentil 95 berada dalam kategori 3, di mana lengan atas menyimpang
membentuk sudut 45°-90°.
2. Lengan bawah model persentil 5 berada dalam kategori 2, di mana lengan
bawah melakukan penyimpangan membentuk sudut lebih dari 100°.
Sementara itu, lengan bawah model persentil 95 berada dalam kategori 3, di
mana lengan bawah bekerja melewati garis tengah tubuh atau melakukan
penyimpangan ke arah kiri melewati diameter tubuh.
3. Pergelangan tangan model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 3, di mana
sudut yang terbentuk dari gerakan pergelangan tangan menekuk lebih dari 15°.
4. Perputaran pergelangan tangan kedua model berada dalam kategori 2, artinya
perputaran yang terjadi sudah berada atau berada dekat dengan rentang
perputaran yang dapat dilakukan oleh pergelangan tangan.
5. Leher model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 3, di mana leher
menunduk sejauh lebih dari 20°.
6. Batang tubuh model persentil 5 berada dalam kategori 1, di mana batang tubuh
berada dalam posisi tegak, sementara batang tubuh model persentil 95 berada
dalam kategori 3, di mana batang tubuh membungkuk dalam jangkauan 20°-
60°.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
149
Universitas Indonesia
Tabel 4.29. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Konsep 1
Persentil LBA OWAS RULA
5 1.000 2 6
95 1.246 2 6
Tabel 4.29 menunjukkan rekapitulasi nilai LBA, OWAS, dan RULA
simulasi konsep 1. Adapun hasil perhitungan PEI simulasi konsep 1 ini dapat
dilihat pada tabel 4.30.
Tabel 4.30. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Konsep 1
Persentil I1 I2 I3 Mr PEI
5 0,294 0,5 0,857 1,42 2,011
95 0,366 0,5 0,857 1,42 2,084
Perhitungan PEI konsep 1 menghasilkan nilai di bawah nilai PEI kondisi
aktual. Hal ini berarti bahwa konsep 1 telah lebih ergonomis dibanding kondisi
aktual, walaupun perbedaan nilai PEI-nya tidak mengalami penurunan yang
signifikan. Dalam rangka mempertimbangkan desain lain yang mungkin lebih
ergonomis, maka dibuat konsep kedua dari desain meja setrika yang ada.
Konsep kedua adalah mempertahankan tinggi kursi pada level 67,95 cm.
Konsekuensinya, agar paha penyetrika tidak menabrak meja, dilakukan perubahan
dimensi kedalaman kursi menjadi 1/3 dari kedalaman kursi pada konsep pertama.
Dengan pengurangan dimensi kedalaman kursi ini, diharapkan paha akan
membentuk kemiringan tertentu, yang dalam hal ini ditentukan sebesar 30°,
karena tidak ditopang oleh kursi sehingga tetap akan ada ruang yang terbentuk
antara paha dan meja. Rincian dimensi-dimensi penting pada konsep ini beserta
persentil acuan dan formula perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4.31.
Tabel 4.31. Dimensi Konsep 2
Dimensi Formula Perhitungan Persentil
Acuan Nilai Satuan
Tinggi kursi
tinggi meja + tinggi setrika –
tinggi siku saat duduk
50 67,95 cm
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
150
Universitas Indonesia
Tabel 4.31. Dimensi Konsep 2 (Sambungan)
Lebar kursi 1,1 × hip breadth 95 43,79 cm
Kedalaman
kursi
1/3 × buttock knee 50 16,57 cm
Kemiringan sisi
depan kursi
langsung ditentukan 5, 50, 95 30 °
Panjang footrest 1,32 × 2 × lebar kaki 95 31,15 cm
Lebar footrest 1,32 × panjang kaki 95 35,38 cm
Kemiringan
footrest langsung ditentukan 5, 50, 95 20 °
Desain kursi untuk konsep 2 dapat dilihat pada gambar 4.51. Desain
tersebut kemudian diimpor pada software Jack sehingga membentuk virtual
environment seperti yang divisualisasikan pada gambar 4.52.
Gambar 4.51. Desain Konsep 2
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
151
Universitas Indonesia
Gambar 4.52. Virtual Environment Simulasi Konsep 2
Penempatan virtual human pada virtual environment simulasi konsep 2 ini
dapat dilihat pada gambar 4.53.
Gambar 4.53. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan)
pada Virtual Environment Simulasi Konsep 2
Virtual human kemudian diberikan tugas seperti yang diperlihatkan pada
gambar 4.54 dan 4.55.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
152
Universitas Indonesia
Gambar 4.54. Animation Window Simulasi Konsep 2 Model Persentil 5
Gambar 4.55. Animation Window Simulasi Konsep 2 Model Persentil 95
Seperti yang telah dilakukan pada proses-proses sebelumnya, untuk
mengawali analisis ergonomi konsep 2 ini dilakukan analisis SSP model. Hasil
analisis SSP pada software Jack 6.1 dapat dilihat pada gambar 4.56.
Gambar 4.56. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Simulasi Konsep 2
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
153
Universitas Indonesia
Hasil analisis SSP menunjukkan bahwa kapabilitas untuk semua bagian
tubuh pada simulasi konsep 2 bernilai lebih dari 90%. Oleh karena itu, dapat
diyakini bahwa aktivitas dan postur kerja yang dilakukan feasible untuk dilakukan
oleh model manusia dari populasi ibu rumah tangga.
Gambar 4.57. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95
(Bawah) pada Simulasi Konsep 2
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
154
Universitas Indonesia
Dari gambar 4.57, dapat dilihat bahwa kompresi yang diterima oleh tulang
belakang model persentil 5 adalah sebesar 1.157 N, sementara kompresi yang
diterima oleh model persentil 95 adalah sebesar 1.275 N. Nilai LBA maksimum
untuk kedua model ini dicapai saat penyetrika meletakkan setrika seperti yang
ditampilkan pada gambar 4.58.
Gambar 4.58. Postur Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) Saat
Meletakkan Setrika
Gambar 4.59. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil
95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 2
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
155
Universitas Indonesia
Kedua model, baik model persentil 5 maupun 95, menunjukkan nilai
evaluasi yang sama, yaitu 2. Nilai evaluasi ini ditunjukkan pada setiap aktivitas
dan postur penyetrika selama simulasi berjalan. Nilai ini berarti bahwa usulan
perbaikan dapat dikatakan telah cukup ergonomis, namun tindakan perbaikan di
masa mendatang masih perlu dilakukan. Dari gambar 4.59, dapat dilihat elemen-
elemen nilai OWAS, yaitu seperti yang ditampilkan pada tabel 4.32.
Tabel 4.32. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Konsep 2
Persentil Punggung Tangan Kaki Beban Total
5 4 1 1 1 2
95 2 1 1 1 2
Masing-masing elemen OWAS di atas menunjukkan:
1. punggung model persentil 5 berada dalam kategori 4, yaitu melakukan
gerakan membungkuk dan memutar secara bersamaan, sementara punggung
model persentil 95 berada dalam kategori 2, yaitu melakukan kegiatan sambil
membungkuk;
2. tangan model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 1, di mana kedua
tangan berada di bawah tinggi bahu;
3. kaki kedua model berada dalam kategori 1, di mana kegiatan dilakukan dalam
posisi duduk; serta
4. beban berada dalam kategori 1 yang berarti bahwa berat beban masih di
bawah 10 kg.
Setelah melakukan analisis nilai LBA dan OWAS, dilakukan analisis nilai
RULA yang dihasilkan. Hasil analisis RULA beserta rincian elemen-elemen
penyusunnya dapat dilihat pada gambar 4.60 dan tabel 4.33.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
156
Universitas Indonesia
Gambar 4.60. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil
95 (Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual
Tabel 4.33. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Konsep 2
Kelompok A B
Total Anggota
Tubuh
Upper
Arm
Lower
Arm Wrist
Wrist
Twist Neck Trunk
Nilai
%5 4 3 2 1 1 5 7
%95 4 3 3 2 1 4 6
Penjelasan dari elemen-elemen RULA yang ditampilkan pada tabel 4.33
adalah sebagai berikut:
1. Lengan atas model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 4, di mana lengan
atas menyimpang membentuk sudut lebih dari 90°.
2. Lengan bawah model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 3, di mana
lengan bawah bekerja melewati garis tengah tubuh atau melakukan
penyimpangan ke arah kiri melewati diameter tubuh.
3. Pergelangan tangan model persentil 5 berada dalam kategori 2, di mana
pergelangan tangan melakukan gerakan menekuk ke atas atau ke bawah sejauh
15°. Sementara itu, pergelangan tangan model persentil 95 berada dalam
kategori 3, di mana sudut yang terbentuk dari gerakan pergelangan tangan
menekuk lebih dari 15°.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
157
Universitas Indonesia
4. Perputaran pergelangan tangan model persentil 5 berada dalam kategori 1, di
mana perputaran berada pada jarak menengah dari rentang perputaran yang
dapat dilakukan pergelangan tangan, sementara perputaran pergelangan tangan
model persentil 95 berada dalam kategori 2, di mana perputaran yang terjadi
sudah berada atau berada dekat dengan rentang perputaran yang dapat
dilakukan oleh pergelangan tangan.
5. Leher model persentil 5 dan 95 berada dalam kategori 1, di mana leher
menunduk sejauh 0-10°.
6. Batang tubuh model persentil 5 berada dalam kategori 5 sementara batang
tubuh model persentil 95 berada dalam kategori 4, di mana batang tubuh
membungkuk dalam sejauh lebih dari 60°.
Nilai RULA maksimum pada model persentil 5 terjadi saat model
meletakkan setrika, seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.58 sebelah kiri.
Sementara itu, nilai RULA maksimum pada model persentil 95 terjadi selama
animasi berjalan secara realtime. Artinya, setiap aktivitas dan postur penyetrika
memiliki risiko cedera pada tubuh bagian atas yang sama.
Tabel 4.34. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Konsep 2
Persentil LBA OWAS RULA
5 1.157 2 7
95 1.275 2 6
Tabel 4.34 menunjukkan rekapitulasi nilai LBA, OWAS, dan RULA
simulasi konsep 2. Nilai-nilai tersebut kemudian diolah menghasilkan PEI seperti
yang dapat dilihat pada tabel 4.35.
Tabel 4.35. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Konsep 2
Persentil I1 I2 I3 Mr PEI
5 0,34 0,5 1 1,42 2,26
95 0,375 0,5 0,857 1,42 2,092
Dari hasil simulasi, dapat dilihat perbandingan nilai PEI yang diperoleh
pada gambar 4.61.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
158
Universitas Indonesia
Gambar 4.61. Rekapitulasi Nilai PEI
Dapat dilihat pada gambar 4.61 bahwa kedua konsep usulan memberikan
nilai PEI yang lebih rendah dibanding kondisi aktual. Hal ini berarti bahwa kedua
desain yang menjadi usulan perbaikan sudah lebih ergonomis dibanding desain
meja setrika yang ada saat ini. Namun demikian, dapat dilihat bahwa penurunan
nilai PEI yang terjadi tidak cukup signifikan. Pada kedua konsep, nilai ergonomi
yang mengalami penurunan hanya LBA dan OWAS, sementara nilai RULA
cenderung tetap, baik pada konsep 1 maupun konsep 2. Perbedaan kedua konsep
ini terletak pada tinggi dan kedalaman kursi yang diatur sebagai tindakan reaktif
terhadap kondisi tidak adanya ruang antara paha dan sisi bawah meja. Namun
demikian, perbedaan variabel ini ternyata tidak memberikan perbedaan pengaruh
yang signifikan. Jika dievaluasi lebih lanjut, tidak berubahnya nilai RULA
mengacu pada desain meja setrika yang memang sulit untuk diubah karena
banyaknya trade-off yang harus dilakukan.
Di satu sisi, konsumen menginginkan adanya fleksibilitas untuk duduk dan
berdiri yang dalam hal ini mengharuskan adanya kursi sebagai tambahan fasilitas
bagi konsumen. Namun, di sisi lain, ketinggian kursi tidak dapat diatur
sedemikian rupa sehingga siku penyetrika sesuai dengan standar ergonomi yang
ada, di mana siku penyetrika saat duduk harus membentuk sudut 90° terhadap
sumbu horizontal, karena adanya batasan ruang antara paha dan meja yang harus
dipenuhi.
Aktual Konsep 1 Konsep 2
Persentil 5 2.284 2.011 2.26
Persentil 95 2.67 2.084 2.092
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Nil
ai
Perbandingan Nilai PEI
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
159
Universitas Indonesia
Selain itu, dalam kaitannya dengan area jangkauan penyetrika, dapat
dilihat bahwa model persentil 5, khususnya, mengalami kesulitan dalam
menjangkau setrika pada tempat setrika. Penempatan kursi ini telah diusahakan
berada di tengah-tengah meja. Namun, karena adanya kaki meja pada sisi yang
agak lebih kanan meja, maka posisi kursi digeser sedikit lebih ke kiri agar kaki
penyetrika tidak membentur kaki meja selama menyetrika. Hal ini juga
sebenarnya mengacu pada trade-off yang dilakukan untuk memilih antara
meletakkan kursi pada posisi yang lebih dekat dengan rak pakaian atau lebih dekat
dengan setrika. Jika dilihat dari tingkat kesulitannya, rak pakaian akan lebih sulit
dijangkau mengingat kedua tangan harus ikut bergerak saat meletakkan pakaian
dan menjangkau rak. Terlebih lagi, pakaian akan semakin menumpuk ke atas
seiring dengan semakin banyaknya pakaian yang disetrika. Dengan demikian,
tentu akan lebih menyulitkan jika kursi diletakkan pada posisi yang lebih jauh dari
rak pakaian.
Alternatif yang mungkin untuk menyelesaikan permasalahan penyetrika
dalam menjangkau setrika adalah dengan memperkecil dimensi panjang dan lebar
meja setrika. Namun, hal ini juga membutuhkan trade-off karena memperkecil
dimensi berarti mengharuskan penyetrika menggeser pakaian berkali-kali
sehingga memperpanjang waktu menyetrika.
Trade-off lain yang dilakukan adalah terkait dengan lokasi rak pakaian
yang juga mempengaruhi jangkauan penyetrika. Penjelasan terkait hal ini telah
dijelaskan sebelumnya pada subbab 4.2.3.1.
Hal-hal di atas berpengaruh terhadap postur lengan penyetrika yang dalam
hal ini mempengaruhi nilai RULA. Dari analisis ergonomi yang telah dijabarkan
sebelumnya, khususnya dengan mengacu pada nilai RULA yang dihasilkan, dapat
disimpulkan bahwa kegiatan menyetrika, dari segi postur saat menyetrika,
memang lebih baik dilakukan dalam posisi berdiri. Hal ini mengurangi
kemungkinan untuk cidera, mengingat bahwa permasalahan yang terjadi saat
simulasi dilakukan dalam posisi duduk adalah pada berkurangnya area jangkauan
sehingga menyebabkan postur saat berusaha menjangkau area-area tertentu
menimbulkan risiko cidera bagi penyetrika. Namun, dalam penelitian ini, tetap
dipertahankan adanya inovasi berupa penambahan kursi pada meja setrika karena
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
160
Universitas Indonesia
kebutuhan akan fleksibilitas untuk duduk dan berdiri merupakan salah satu
kebutuhan yang disuarakan oleh konsumen dan bahkan menempati urutan pertama
dalam prioritas kebutuhan menurut konsumen. Selain itu, pada bab 1 sebelumnya
telah dijelaskan bahwa dari hasil penelitian awal, keluhan utama yang muncul
adalah keluhan akan lama berdiri selama menyetrika yang menyebabkan kaki
menjadi cepat pegal. Keluhan ini memang tidak dapat ter-capture sepenuhnya
pada software Jack 6.1 sehingga tidak diikutsertakan dalam analisis ergonomi.
Namun, keluhan ini perlu mendapat perhatian mengingat persentase keluhan ini
adalah sebesar 97% dari total 30 responden yang diteliti. Terlebih lagi, gerakan
menyetrika dilakukan secara repetitif. Sesuai dengan teori, kegiatan yang
dilakukan secara repetitif sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk dan berdiri
secara bergantian untuk mencegah terjadinya musculoskeletal disorders.
Dengan adanya pertimbangan untuk tetap mempertahankan adanya kursi,
maka dipilih satu konsep terbaik yang dinyatakan dengan nilai PEI yang lebih
kecil. Dalam hal ini, dipilih konsep 1 sebagai konsep yang akan
diimplementasikan pada perancangan meja setrika baru ini. Secara keseluruhan,
dapat disimpulkan bahwa dimensi tinggi yang cukup ergonomis
diimplementasikan pada meja setrika adalah 80,65 cm untuk tinggi meja dan
53,85 cm untuk tinggi kursi. Adapun dimensi-dimensi lain akan ditetapkan pada
penentuan spesifikasi produk setelah melalui proses pemilihan material yang akan
dibahas pada subbab berikutnya.
4.2.3.3 Menggenerasi dan Memilih Konsep Material yang Digunakan
Pemilihan material menjadi hal yang penting dalam pengembangan meja
setrika ini mengingat jenis material akan menentukan karakteristik dari meja
setrika, seperti misalnya kekuatan, ketahanan, massa total, dan lain-lain.
Pemilihan material ini meliputi penentuan material papan setrika, rak pakaian,
kursi, dan kaki penyangga. Namun demikian, tidak semuanya akan digenerasikan
pada tahap penggenerasian konsep material ini. Konsep material yang
dikembangkan hanya berupa konsep material penyangga meja setrika, sementara
material-material untuk bagian meja setrika lain langsung ditentukan dengan
pertimbangan bahwa material yang dipilih adalah material yang lazim digunakan
pada meja setrika yang telah ada sebelumnya. Dalam hal ini, material yang
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
161
Universitas Indonesia
digunakan untuk papan setrika dan rak ditentukan terbuat dari kayu balsa.
Sementara itu, kursi terbuat dari kayu meranti dengan kaki penyangga terbuat dari
aluminium. Baik kursi maupun papan setrika akan dilapisi dengan busa.
Dalam kaitannya dengan pemilihan material penyangga, ada 3 jenis
material yang digenerasikan, yaitu aluminium, kayu, dan besi. Pemilihan ketiga
jenis material ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ketiga jenis material ini
memang sering digunakan sebagai material penyangga meja setrika saat ini. Pada
tabel 4.36 akan dijelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan tiap jenis material.
Tabel 4.36. Kelebihan dan Kekurangan Tiap Konsep Material
Material Kelebihan Kekurangan
Aluminium
Relatif ringan, antirayap,
tahan karat, kuat
Agak mahal
Kayu Tidak berkarat, kuat, ringan Rentan terhadap rayap
Besi Kuat, tahan lama Berat, mahal, mudah berkarat
Konsep tersebut kemudian dipilih melalui tahap concept scoring seperti
yang ditampilkan pada tabel 4.37. Adapun perhitungan bobot pada concept
scoring tersebut dilakukan dengan menormalisasi nilai tingkat kepentingan tiap
kebutuhan konsumen.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Tabel 4.41. Concept Scoring Pemilihan Material Penyangga
Kriteria Seleksi Bobot Aluminium Kayu Besi
Rating Nilai Bobot Rating Nilai Bobot Rating Nilai Bobot
Mudah disimpan 7,64% 4 0,31 4 0,31 4 0,31
Mudah dipindahkan 8,26% 4 0,33 4 0,33 3 0,25
Mendukung fleksibilitas penyetrika untuk
duduk dan berdiri
8,76% 4 0,35 4 0,35 4 0,35
Nyaman digunakan 11,19% 4 0,45 4 0,45 4 0,45
Dilengkapi rak pakaian yang luas dan mudah
dijangkau
8,21% 4 0,33 4 0,33 4 0,33
Dilengkapi dengan fasilitas tambahan 8,27% 4 0,33 4 0,33 4 0,33
Ringan 7,82% 3 0,23 4 0,31 2 0,16
Kuat 10,62% 4 0,42 3 0,32 5 0,53
Tahan lama 10,56% 4 0,42 3 0,32 4 0,42
Tahan karat 7,52% 4 0,30 5 0,38 1 0,08
Harga reasonable 11,14% 4 0,45 4 0,45 3 0,33
Total Nilai 3,92 3,86 3,53
Peringkat 1 2 3
Lanjutkan? Ya Tidak Tidak
Universitas Indonesia
162
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
163
Universitas Indonesia
Dari tabel 4.37, dapat dilihat bahwa jenis material yang paling baik
digunakan sebagai penyangga dalam pengembangan meja setrika baru ini adalah
aluminium.
Setelah material ditentukan, maka dilakukan analisis ekonomi terkait
pengembangan produk, yang dalam hal ini dibatasi hanya sampai pada tahap
analisis biaya material. Adapun biaya material yang dikeluarkan untuk
pengembangan meja setrika ini adalah sebagai berikut:
1. Papan setrika (1.100 × 400 × 25) mm
• Kayu balsa (1 × Rp 23.000,00/ ton) Rp 23.000,00
• Busa (1 × Rp 10.000,00/ buah) Rp 10.000,00
• Fabric (1,1 × Rp 20.000,00/m2) Rp 22.000,00
• Total Rp 57.000,00
2. Rak (776,9 × 330 × 15)
• Kayu balsa (1 × Rp 23.000,00/ ton) Rp 23.000,00
• Busa (1 × Rp 10.000,00/ buah) Rp 10.000,00
• Fabric (0,7769 × Rp 20.000,00/m2) Rp 15.538,00
• Total Rp 48.530,00
3. Kursi (437,9 × 358,4 × 25) mm
• Kayu meranti (�]l_,m %lk`,] %nk�
�Z.^^^ %Z.^^^ %Z.^^^� × Rp 2.300.000,00/ m
3) Rp 9.024,00
• Busa (1 × Rp 5.000,00/ buah) Rp 5.000,00
• Fabric (0,4379 × Rp 20.000,00/ m2) Rp 8.758,00
• Total Rp 22.782,00
4. Batang aluminium
(794,5 + 751,5 + 400 + 400 + 400 + 400 + 506,61 +
350,76 + 662,1 + 280,8 + 380)/1.000 × Rp 45.000,00 Rp239.682,00
5. Baut dan mur Rp 10.000,00
Dengan perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya material yang
dikeluarkan untuk pengembangan meja setrika baru ini adalah sebesar Rp
57.000,00 + Rp 48.530,00 + Rp 22.782,00 + Rp 239.682 + Rp 10.000,00 = Rp
377.994,00.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
164
Universitas Indonesia
Hasil penggenerasian konsep-konsep yang ada kemudian dijadikan
sebagai acuan dalam penentuan spesifikasi akhir. Adapun spesifikasi akhir produk
yang akan dikembangkan ini dapat dilihat pada tabel 4.38.
Tabel 4.38. Spesifikasi Akhir Produk
No. Respon Teknis Spesifikasi Satuan
1 Panjang meja setrika 110 cm
2 Lebar meja setrika 40 cm
3 Tinggi meja setrika 80,65 cm
4 Lebar kursi 43,79 cm
5 Kedalaman kursi 35,84 cm
6 Tinggi kursi 53,85 cm
7 Panjang rak 77,76 cm
8 Lebar rak 33 cm
9 Tinggi rak 76,15 cm
10 Tinggi footrest 19 cm
11 Massa total 10 kg
12 Kekuatan menahan beban > 13 N
13 Biaya produksi/ unit 377.994 Rupiah
14 Lifetime > 15 Tahun
15 Diameter kaki meja setrika 6 cm
16 Diameter kaki rak 4 cm
17 Material penyangga Aluminium Subj.
18 Fasilitas tambahan
Ada tempat meletakkan
pelengkap menyetrika
Subj.
19 Baut dan mur yang kuat > 5 N
20 Kursi yang mudah digeser Ya Subj.
21 Meja yang mudah digeser Ya Subj.
Tampilan akhir meja setrika yang dikembangkan dapat dilihat pada
gambar 4.62.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
165
Universitas Indonesia
Gambar 4.70. Desain Akhir Meja Setrika
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
166
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan terkait pengembangan desain meja setrika
baru ini, didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari interpretasi voice of customer, didapat daftar kebutuhan konsumen akan
meja setrika. Urutan kebutuhan berdasarkan prioritas pengembangannya
adalah kebutuhan akan meja setrika desain yang mendukung fleksibilitas
penyetrika untuk duduk dan berdiri, nyaman digunakan, dilengkapi dengan
fasilitas tambahan, harga yang reasonable, tahan lama, dilengkapi dengan rak
pakaian yang luas dan mudah dijangkau, kuat, mudah disimpan, ringan,
mudah dipindahkan, dan tahan karat.
2. Kebutuhan yang ada ditranslasikan ke dalam respon teknis sebagai upaya
untuk memfokuskan diri pada pemenuhan kebutuhan konsumen. Urutan
respon teknis sesuai dengan prioritas pengembangannya adalah tinggi rak,
tinggi meja setrika, kursi yang mudah digeser, tinggi kursi, material
penyangga, fasilitas tambahan, panjang meja setrika, lebar meja setrika,
kekuatan menahan beban, baut dan mur yang kuat, biaya produksi/ unit,
lifetime, tinggi footrest, panjang rak, lebar rak, massa total, meja yang mudah
digeser, lebar kursi, kedalaman kursi, diameter kaki meja setrika, dan diameter
kaki rak.
3. Ada 3 konsep yang digenerasikan terkait pengembangan meja setrika ini, yaitu
konsep lokasi rak pakaian, konsep dimensi terkait ergonomi, dan konsep
material yang digunakan.
4. Studi ergonomi dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu studi ergonomi kondisi awal,
studi ergonomi ketinggian meja, studi ergonomi konsep dimensi 1, dan studi
ergonomi konsep dimensi 2; masing-masing diujikan pada model persentil 5
dan 95.
5. Pada studi ergonomi kondisi aktual, dihasilkan nilai PEI sebesar 2,24 untuk
model persentil 5 dan 2,67 untuk model persentil 95. Postur yang cukup
berbahaya yang menyebabkan besarnya nilai PEI dicapai saat penyetrika
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
167
Universitas Indonesia
melakukan gerakan meletakkan pakaian yang telah disetrika pada rak pakaian
di sisi bawah meja. Posisi rak mengharuskan penyetrika membungkuk dalam
sehingga pada penelitian ini, relokasi rak menjadi salah satu poin perbaikan
yang diusulkan.
6. Pada studi ergonomi ketinggian meja, dihasilkan nilai PEI sebesar 1,975 untuk
model persentil 5 dan 2,074 untuk model persentil 95. Nilai PEI berkurang
dibanding kondisi awal dengan adanya penyesuaian lokasi rak dan ketinggian
meja.
7. Ada 2 konsep dimensi yang digenerasikan terkait dimensi yang cocok dan
ergonomis, yaitu konsep kursi dengan ketinggian 53,85 cm dan 67,95 cm.
Untuk konsep kursi dengan ketinggian 67,95 cm, dilakukan penyesuaian
kedalaman kursi yang berimplikasi pada miringnya kaki selama menyetrika
sehingga diharapkan tetap ada ruang antara paha dan meja selama menyetrika.
8. Pada studi ergonomi konsep kursi dengan ketinggian 53,85 cm, didapat nilai
PEI sebesar 2,011 untuk model persentil 5 dan 2,083 untuk model persentil
95. Nilai ini lebih kecil dibandingkan kondisi aktual, namun lebih besar
dibanding studi ergonomi ketinggian meja, di mana penyetrika berada dalam
posisi berdiri.
9. Pada studi ergonomi konsep kursi dengan ketinggian 67,95 cm, didapat nilai
PEI sebesar 2,26 untuk model persentil 5 dan 2,092 untuk model persentil 95.
Konsep ini lebih ekstrem dibanding konsep pertama, di mana nilai PEI untuk
model persentil 5 bahkan telah melebihi nilai PEI kondisi aktualnya.
10. Dari hasil studi ergonomi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan menyetrika lebih
baik dilakukan dalam posisi berdiri. Hal ini mengacu pada postur penyetrika,
di mana lengan atas dan lengan bawah penyetrika tidak dapat membentuk
sudut 90° seperti yang dipersyaratkan dalam teori ergonomi. Selain itu, dalam
posisi duduk, area jangkauan penyetrika akan menyempit sehingga
menyulitkan penyetrika dalam menjangkau lokasi-lokasi tertentu.
11. Sebagai usulan perbaikan, direkomendasikan untuk mengubah ketinggian
meja menjadi 80,65 cm dengan penambahan kursi setinggi 53,85 cm. Untuk
mencegah ketidaknyamanan, maka penyetrika dapat melakukan kegiatannya
secara bergantian dalam posisi duduk dan berdiri. Adapun desain meja setrika
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
168
Universitas Indonesia
yang diusulkan saat ini telah memfasilitasi penyetrika dengan kemudahan
akses tersebut.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang didapat sebagai hasil akhir dari
penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran, antara lain terkait proses
pengerjaan skripsi:
1. Perlu dilakukan studi yang lebih mendalam terhadap software Jack 6.1 untuk
memastikan terstandarisasinya gerakan-gerakan yang dibuat sehingga hasil
simulasi dapat benar-benar merepresentasikan kondisi aktual.
2. Perlu dipikirkan konsep yang lebih matang dengan mengerahkan daya
kreativitas untuk mendapatkan desain produk yang paling sesuai dengan
kriteria yang diharapkan konsumen.
Sementara itu, terkait dengan hasil penelitian, disarankan bagi penyetrika
untuk melakukan kegiatannya dalam posisi duduk dan berdiri secara bergantian
sehingga terhindar dari prolonged static posture yang akan berimplikasi pada
terjadinya musculoskeletal disorders.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
169
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Anghel, M. et al. (2007). Musculoskeletal disorders (MSDS) consequences of
prolonged static postures. Journal of Experimental Medical & Surgical
Research, 4, 167-172.
Bartlett, J.E., Kotrlik, J.W., & Higgins, C.C. (2001). Organizational research:
determining appropriate sample size in survey research. Information
Technology, Learning, and Performance Journal, 19, 1.
Bridger, R.S. (2003). Introduction to ergonomics (2nd
ed.). New York: Taylor &
Francis.
Chuan, T.K., Hartono, M., & Kumar, N. (2010). Anthropometry of the
Singaporean and Indonesian populations. International Journal of Industrial
Ergonomics, 40, 757-766.
Gouvali, M.K., & Boudolos, K. (2006). Match between school furniture
dimensions and children’s anthropometry. Applied Ergonomics, 37, 765-773.
Helander, M. (2006). A guide to human factors and ergonomics (2nd
ed.). London:
Taylor & Francis e-Library.
Kleef, E.V., Trijp, H.C.M., & Luning P. (2004). Consumer research in the early
stages of new product development: a critical review of methods and
techniques.
Messing, K., Tissot, F., & Stock, S.R. (n.d.). Liwer limb pain, standing, sitting
and walking: the importance of freedom to adjust one’s posture.
Pheasant, S. (2003). Bodyspace: anthropometry, ergonomics, and the design of
work. London: Taylor & Francis e-Library.
Sanders, M. & McCormick, E.J. (1993). Human factor in engineering and design.
Singapore: MCGraw-Hill Inc.
Ulrich, K.T., & Eppinger, S.D. (2000). Product design and development (2nd
ed.).
USA: McGraw-Hill Higher Education.
Varmazyar, S. et al. (2009). Evaluation working posture and musculoskeletal
disorders prevalence in pharmacy packaging worker. European Journal of
Scientific Research, 29, 82-88.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
----------------------------------------------------------------------------------
Saya mahasiswa Teknik Industri Universitas Indonesia berencana membuat
inovasi desain meja setrika yang dilengkapi dengan kursi demi kenyamanan
penyetrika dalam melakukan pekerjaannya dalam jangka waktu lama. Oleh karena
itu, saya mengharapkan kesediaan
pengembangan produk lebih lanjut.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
BAGIAN 1
Isilah poin di bawah ini dengan keterangan yang paling sesuai dengan Anda.
Usia : _____ tahun
Pilih HANYA SATU jawaban yang paling sesuai
memberi tanda centang (
1. Seberapa sering Anda menyetrika?
� < 3 kali seminggu
� 3-5 kali seminggu
� > 5 kali seminggu
2. Apakah Anda seringkali merasa
menyetrika?
� Ya, setelah berapa
� Tidak (selesai)
Pilih BEBERAPA jawaban yang sesuai dengan Anda dengan memberi tanda
centang (√√√√) pada kotak yang tersedia.
3. Bagian tubuh mana yang Anda rasakan cepat pegal ketika menyetrika?
� Kaki
� Punggung
� Pinggang
� Lengan
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
POLLING PERANCANGAN INOVASI
MEJA SETRIKA
----------------------------------------------------------------------------------
Saya mahasiswa Teknik Industri Universitas Indonesia berencana membuat
si desain meja setrika yang dilengkapi dengan kursi demi kenyamanan
penyetrika dalam melakukan pekerjaannya dalam jangka waktu lama. Oleh karena
itu, saya mengharapkan kesediaan Ibu untuk mengisi kuesioner ini demi
pengembangan produk lebih lanjut. Terima kasih.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
di bawah ini dengan keterangan yang paling sesuai dengan Anda.
: _____ tahun
Pilih HANYA SATU jawaban yang paling sesuai dengan Anda dengan
memberi tanda centang (√√√√) pada kotak yang tersedia.
Seberapa sering Anda menyetrika?
kali seminggu
kali seminggu
kali seminggu
Apakah Anda seringkali merasa tidak nyaman atau cepat lelah ketika
Ya, setelah berapa lama (lanjut ke no. 3)
Tidak (selesai)
Pilih BEBERAPA jawaban yang sesuai dengan Anda dengan memberi tanda
) pada kotak yang tersedia.
Bagian tubuh mana yang Anda rasakan cepat pegal ketika menyetrika?
Punggung
Pinggang
Lengan
Kuesioner Penelitian
POLLING PERANCANGAN INOVASI
MEJA SETRIKA
----------------------------------------------------------------------------------------
Saya mahasiswa Teknik Industri Universitas Indonesia berencana membuat
si desain meja setrika yang dilengkapi dengan kursi demi kenyamanan
penyetrika dalam melakukan pekerjaannya dalam jangka waktu lama. Oleh karena
untuk mengisi kuesioner ini demi
---------------------------------------------------------------------------------------------------
di bawah ini dengan keterangan yang paling sesuai dengan Anda.
dengan Anda dengan
cepat lelah ketika
Pilih BEBERAPA jawaban yang sesuai dengan Anda dengan memberi tanda
Bagian tubuh mana yang Anda rasakan cepat pegal ketika menyetrika?
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
� Pundak
� Leher
� Pergelangan tangan
� Telapak kaki
� Paha
� Lutut
Pilih HANYA SATU jawaban yang paling sesuai dengan Anda dengan
memberi tanda centang (√√√√) pada kotak yang tersedia.
4. Apakah desain meja setrika yang Anda gunakan saat ini cukup nyaman
untuk menunjang kegiatan Anda menyetrika dalam waktu lama?
� Ya (selesai)
� Tidak (lanjut ke no. 7)
Urutkan pernyataan di bawah ini (1 untuk paling tidak sesuai dan 3 untuk
paling sesuai)
5. Menurut Anda, bagaimana spesifikasi desain meja setrika yang membuat
Anda cepat merasa lelah ketika menyetrika?
� Desain meja setrika saya mengharuskan saya berada dalam posisi
berdiri dalam waktu lama.
� Tinggi meja setrika saya tidak sesuai sehingga saya harus sering
membungkuk/ menundukkan kepala selama menyetrika.
� Rak pakaian pada meja setrika berada di bawah meja setrika
sehingga saya harus sering membungkuk untuk meletakkan
pakaian yang telah disetrika pada rak tersebut.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
BAGIAN 2
Pilih HANYA SATU jawaban yang paling sesuai dengan Anda dengan
memberi tanda centang (√√√√) pada kotak yang tersedia.
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
6. Apakah Anda tertarik dengan ide pengembangan meja setrika yang
dilengkapi dengan kursi?
� Ya (lanjut ke pertanyaan berikutnya)
� Tidak (selesai)
11 pernyataan di bawah ini merupakan pernyataan yang berhubungan dengan
kebutuhan akan meja setrika. Anda diharapkan mengisi dua kolom penilaian
yang tersedia, yaitu kolom tingkat kepentingan dan kolom tingkat kepuasan.
• Kolom tingkat kepentingan berkenaan dengan harapan dan tuntutan
Anda terhadap atribut-atribut yang disediakan oleh meja setrika.
Berilah tanda centang (√) pada kolom yang sesuai dengan mengacu
pada ketentuan sebagai berikut:
1 = Tidak Penting
2 = Kurang Penting
3 = Cukup Penting
4 = Penting
5 = Sangat Penting
• Kolom tingkat kepuasan berkenaan dengan penilaian Anda terhadap
meja setrika saat ini yang Anda rasakan berdasarkan pengalaman Anda
menggunakan meja setrika. Berilah tanda centang (√) pada kolom yang
sesuai dengan mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
1 = Tidak Memuaskan
2 = Kurang Memuaskan
3 = Biasa
4 = Memuaskan
5 = Sangat Memuaskan
Kebutuhan Tingkat Kepentingan Tingkat Kepuasan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Mudah disimpan
Mudah dipindahkan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
Kebutuhan Tingkat Kepentingan Tingkat Kepuasan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Mendukung fleksibilitas
untuk duduk dan berdiri
Nyaman digunakan
Dilengkapi dengan rak
pakaian yang luas dan
mudah dijangkau
Dilengkapi dengan fasilitas
tambahan
Ringan
Kuat
Tahan lama
Tahan karat
Harga reasonable
≈≈ TERIMA KASIH ≈≈
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 2. Data Meja Setrika
No. Panjang Lebar TinggiTinggi
Rak
Panjang
Rak
Lebar
Rak
Tebal
Board
Panjang
Tempat
Setrika
Lebar
Tempat
Setrika
1 90 30 75 35 39 26 3 25 19
2 123 36 75 35 44 31 4 30 23
3 115 37 74 35 43 33 4 31 19
4 123 36 75 35 44 32 4 31 23
5 115 37 74 36 42 33 4 32 23
6 102 36 75 38 40 32 4 30 19
7 123 40 76 40 44 36 4 35 22
8 114 48 91 46 40 43 4 42 20
9 101 34 83 46 40 29 4 26 19
10 125 33 84 47 43 29 4 27 22
11 107 35 75 35 40 31 4 30 21
12 121 38 90 48 43 34 4 33 23
13 118 33 83 44 43 28 4 28 20
14 96 30 76 38 40 25 3 25 20
15 120 35 89 48 42 30 4 30 19
16 120 37 80 47 43 32 4 31 23
17 126 40 78 36 42 36 4 35 22
18 112 38 75 35 40 34 4 33 20
19 101 38 77 38 41 33 4 33 22
20 88 29 75 35 39 25 3 23 19
21 120 38 90 47 42 33 4 33 23
22 92 31 78 36 39 27 3 26 20
23 127 43 85 45 44 38 4 38 23
24 122 38 94 48 42 33 4 32 23
25 106 31 75 35 41 26 4 25 20
26 95 35 88 46 39 30 3 29 19
27 122 36 88 47 44 32 4 30 22
28 100 30 75 35 42 28 4 25 20
29 96 33 78 38 40 28 3 28 20
30 121 38 91 48 44 33 4 33 20
31 97 33 75 36 39 28 3 28 20
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
No. Mudah
disimpan
Mudah
dipindah Fleksibel Nyaman
Rak luas;
terjangkau
Fasilitas
tambahan Ringan Kuat
Tahan
lama
Tahan
karat
Harga
reasonable
1 1 3 3 4 3 3 4 5 5 4 4
2 2 3 2 4 3 3 2 4 3 3 5
3 2 3 4 5 4 3 4 5 5 3 5
4 3 4 3 5 4 3 4 4 4 4 4
5 4 4 3 5 4 5 3 5 4 5 5
6 3 3 4 3 5 5 3 4 3 2 5
7 5 5 5 5 2 2 3 5 4 4 4
8 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 4
9 2 4 5 5 4 5 4 5 4 4 5
10 5 5 4 5 5 4 3 4 3 3 5
11 2 3 3 5 4 4 3 5 4 3 5
12 3 4 3 5 4 4 4 4 4 4 5
13 4 4 3 5 4 5 4 5 3 2 5
14 4 4 4 5 4 5 5 4 5 5 4
15 3 4 3 5 3 4 4 4 4 4 5
16 3 4 3 4 4 5 3 5 4 3 5
17 3 4 2 4 4 4 3 4 5 2 4
18 2 3 3 5 3 4 5 5 5 3 5
19 2 3 3 4 4 4 3 4 4 3 5
20 3 4 3 5 4 3 4 5 4 4 5
21 3 3 4 5 4 5 1 4 3 1 5
22 3 4 3 5 3 4 4 4 5 4 4
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
23 3 3 3 5 4 4 2 5 5 2 4
24 3 3 3 4 4 4 4 5 4 3 5
25 3 3 3 5 4 4 3 4 4 3 4
26 3 3 3 5 4 4 3 5 3 3 4
27 2 3 4 5 4 5 4 5 4 4 5
28 4 3 3 5 4 4 3 4 4 4 5
29 2 3 3 5 5 4 1 4 4 1 4
30 3 3 3 5 4 4 4 5 5 4 4
31 4 4 4 5 4 4 3 4 5 3 5
32 3 3 5 5 4 4 4 4 4 3 5
33 2 3 3 5 5 4 3 4 5 3 5
34 3 3 3 5 4 4 2 5 4 3 5
35 2 3 4 5 4 4 3 4 4 3 4
36 3 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4
37 3 3 4 5 4 3 3 5 5 3 4
38 4 4 4 5 4 4 4 5 4 3 5
39 3 4 4 5 4 4 4 5 5 3 4
40 3 3 4 4 4 4 4 5 4 3 5
41 3 3 4 5 4 3 3 4 5 3 4
42 3 4 3 4 4 4 4 5 4 3 5
43 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 5
44 5 5 5 5 1 1 5 5 5 4 5
45 5 5 5 5 1 1 5 5 5 4 4
46 5 2 4 4 3 3 3 4 4 3 4
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
47 3 2 3 5 1 1 2 3 3 3 4
48 3 3 3 5 3 3 3 4 5 3 5
49 4 4 4 5 3 3 4 4 4 2 5
50 2 3 5 5 4 4 3 5 5 4 5
51 5 5 4 5 5 4 4 5 4 4 5
52 3 4 3 5 4 3 3 5 5 3 5
53 3 4 3 5 3 4 3 5 5 3 5
54 3 3 4 5 4 3 3 4 4 4 4
55 3 4 4 5 4 4 2 4 4 3 5
56 3 3 4 5 4 4 4 5 5 3 4
57 2 3 3 4 3 3 2 4 4 3 5
58 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 5
59 3 4 3 4 3 3 3 4 5 3 4
60 2 3 4 4 3 2 3 5 4 3 5
61 3 3 3 4 4 3 4 4 5 4 5
62 3 3 4 5 4 4 4 4 4 2 5
63 2 5 4 5 4 3 2 4 4 3 4
64 3 4 4 5 4 3 3 4 4 3 4
65 3 4 4 5 4 3 4 4 5 3 4
66 4 4 4 5 3 4 3 4 4 3 3
67 4 3 4 5 4 4 3 4 4 2 5
68 3 3 3 4 3 3 4 5 4 3 4
69 2 3 3 4 3 3 2 5 5 3 5
70 4 3 3 4 4 3 3 5 4 3 4
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
71 4 3 5 5 3 2 3 4 4 3 4
72 4 3 4 5 3 3 4 4 4 4 5
73 4 4 4 4 2 2 3 4 5 3 4
74 2 3 3 4 3 3 4 4 5 3 5
75 4 4 4 5 3 3 3 4 4 3 5
76 3 3 4 5 4 4 1 4 4 3 5
77 1 3 3 4 4 4 3 4 4 3 5
78 2 3 3 4 2 1 3 5 5 4 5
79 3 3 3 4 3 3 4 5 5 3 5
80 3 3 3 5 3 4 3 3 4 3 5
81 4 3 4 5 3 4 3 3 5 3 4
82 4 3 4 5 3 4 2 4 3 2 5
83 2 2 3 4 3 3 2 3 3 3 5
84 3 2 3 5 3 3 3 4 3 3 5
85 2 4 3 5 4 4 3 5 5 3 4
86 3 4 4 5 3 4 3 4 4 3 4
87 3 4 5 5 4 4 3 4 4 3 3
88 4 3 4 4 3 4 3 5 5 4 5
89 3 3 4 5 3 4 4 5 5 4 5
90 2 3 3 4 2 2 3 4 5 4 5
91 2 3 2 5 3 3 5 5 5 4 4
92 3 4 3 5 3 3 4 4 4 3 5
93 3 4 2 5 3 4 3 5 5 3 5
94 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 5
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
95 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 5
96 4 4 5 5 3 3 3 3 4 2 5
97 3 4 3 4 4 3 2 5 4 4 5
98 2 3 3 4 3 3 3 5 4 4 4
99 4 5 4 5 3 1 4 5 5 4 4
100 4 5 4 5 3 3 2 5 5 5 5
101 4 4 4 4 4 5 3 5 5 3 5
102 4 2 4 5 2 3 2 4 3 2 4
103 4 4 5 5 1 4 2 5 5 3 5
104 4 4 5 5 3 4 3 4 4 3 5
105 4 4 4 4 3 4 1 4 4 1 5
106 3 3 4 5 4 3 3 4 4 3 5
107 4 4 4 5 4 3 4 5 5 3 5
108 3 3 5 5 3 3 4 5 5 3 4
109 3 3 4 4 2 3 3 4 4 2 5
110 3 3 3 4 3 3 2 4 4 3 5
111 3 3 4 5 3 2 2 4 4 3 5
112 4 4 5 4 3 3 3 4 4 3 5
113 3 4 4 5 3 3 2 3 4 2 5
114 3 3 3 4 3 3 4 4 4 2 4
115 3 3 3 4 3 3 3 4 5 2 5
116 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3
117 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4
118 3 1 2 4 3 3 2 4 4 2 5
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
119 3 2 3 4 3 3 2 4 4 3 4
120 3 3 3 4 3 3 4 5 5 3 5
121 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3
122 5 4 5 5 3 3 4 5 5 4 4
123 4 4 4 5 3 3 3 4 4 2 4
124 3 3 5 5 4 4 3 5 5 4 5
125 3 2 3 4 3 4 2 5 5 4 5
126 3 2 3 4 4 4 2 4 4 3 5
127 4 4 4 5 3 3 3 4 4 2 5
128 2 3 4 5 4 4 3 4 4 3 4
129 3 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4
130 3 3 4 5 4 3 4 5 5 3 4
131 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 5
132 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 5
133 3 3 4 5 2 3 4 4 5 3 4
134 3 3 3 5 3 3 3 3 4 2 4
135 3 3 3 4 3 4 3 4 4 2 3
136 4 4 4 5 3 3 2 4 4 2 4
137 3 2 3 4 3 3 4 5 5 3 5
138 3 2 3 4 3 3 2 4 4 2 5
139 4 3 5 5 4 4 5 5 5 3 4
140 3 4 3 4 3 3 3 4 4 2 5
141 3 4 5 5 4 4 3 4 4 3 5
142 2 3 3 4 2 1 3 5 5 4 5
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
143 3 3 4 5 4 5 3 4 5 4 5
144 3 4 3 3 3 4 4 4 5 2 4
145 3 3 3 4 4 4 4 5 5 3 4
146 3 3 3 3 1 1 2 3 3 2 5
147 3 3 3 4 3 3 3 4 5 4 4
148 4 4 4 5 3 3 3 4 4 2 5
149 3 3 3 4 3 3 4 5 4 3 4
150 2 3 4 4 3 3 4 5 5 3 5
151 4 4 4 5 3 3 4 3 4 2 5
152 3 4 3 4 4 3 2 4 4 3 4
153 3 3 3 4 3 3 3 4 5 4 4
154 4 4 5 5 3 3 1 4 4 2 3
155 3 3 4 5 4 4 4 5 4 3 4
156 2 3 3 4 3 3 3 4 4 3 5
157 4 4 5 5 4 5 4 5 4 3 4
158 3 4 5 5 3 4 4 5 5 4 5
159 3 3 4 5 4 3 3 4 5 2 5
160 3 4 4 5 4 3 4 4 4 3 4
161 3 3 3 4 2 2 3 4 5 4 5
162 3 3 2 3 3 3 5 5 5 4 4
163 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepentingan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepentingan
(Lanjutan)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepentingan
(Lanjutan)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
No. Mudah
disimpan
Mudah
dipindah Fleksibel Nyaman
Rak luas;
terjangkau
Fasilitas
tambahan Ringan Kuat
Tahan
lama
Tahan
karat
Harga
reasonable
1 3 3 1 2 3 2 4 3 4 3 3
2 3 3 2 3 2 1 4 5 4 4 4
3 4 4 1 2 2 1 4 3 4 4 3
4 3 3 2 3 2 2 4 3 3 5 3
5 2 3 1 2 2 2 3 3 4 3 3
6 3 4 1 1 3 3 4 4 4 4 2
7 3 3 1 1 2 2 2 3 2 2 3
8 4 4 2 2 2 1 3 3 3 4 5
9 3 3 2 3 1 1 3 3 2 3 4
10 4 4 2 2 4 3 3 4 4 3 2
11 3 3 1 1 3 2 3 4 5 3 2
12 4 4 1 2 1 1 5 5 4 5 5
13 3 3 1 1 1 1 5 4 5 5 3
14 3 4 1 1 2 1 3 4 5 3 3
15 3 4 2 3 2 1 2 5 5 3 3
16 4 3 1 2 2 1 4 4 4 4 5
17 3 3 1 1 2 1 3 4 4 4 5
18 5 5 2 2 2 1 5 2 3 5 2
19 3 4 2 2 3 2 3 4 3 3 3
20 3 3 1 2 2 2 4 4 3 4 5
21 3 4 2 2 2 1 2 3 3 4 4
22 2 3 1 1 2 2 2 4 2 3 4
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
23 4 4 2 2 4 3 5 5 3 5 4
24 3 3 1 1 2 1 4 2 4 4 4
25 3 3 1 1 3 3 4 4 3 4 3
26 4 5 1 3 3 2 5 4 5 5 3
27 3 3 2 2 2 1 2 3 2 5 4
28 3 2 1 2 3 3 2 4 3 2 3
29 4 4 2 2 2 1 4 4 3 4 2
30 3 4 1 1 2 1 5 4 4 5 4
31 4 3 2 3 3 2 2 3 4 2 3
32 4 4 1 2 2 1 5 4 5 5 3
33 3 2 1 1 2 1 3 4 5 4 5
34 3 3 1 2 3 3 4 3 4 4 5
35 4 4 2 2 2 1 4 3 2 4 4
36 3 3 2 3 3 2 3 4 4 3 2
37 2 3 1 2 3 2 3 4 4 4 4
38 3 4 1 2 2 1 2 4 4 3 5
39 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 4
40 3 2 1 1 3 2 2 2 3 1 4
41 2 2 1 1 2 1 2 3 3 3 5
42 2 1 1 1 3 2 1 3 3 2 4
43 2 2 1 1 3 2 3 4 5 4 3
44 4 3 1 2 3 2 3 1 1 2 3
45 3 3 1 2 3 2 5 4 5 5 3
46 4 5 2 3 3 1 4 4 4 3 3
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
47 4 5 3 3 2 2 4 3 3 5 3
48 4 4 1 2 2 1 3 2 2 2 3
49 3 4 2 2 2 2 4 2 2 3 1
50 2 3 1 2 3 1 3 3 3 2 5
51 4 5 2 2 2 2 4 4 4 3 4
52 4 5 1 1 3 2 4 4 5 3 2
53 3 3 1 1 3 2 2 2 2 3 4
54 3 3 1 2 3 2 2 5 3 3 5
55 3 4 1 1 2 2 4 4 3 5 5
56 2 3 1 1 3 2 4 4 4 4 4
57 2 3 1 2 3 2 3 3 4 3 3
58 4 4 3 3 2 1 3 3 2 4 3
59 1 2 1 1 1 1 2 3 2 4 3
60 2 3 1 2 2 2 3 2 2 4 5
61 4 4 1 1 2 2 5 3 4 4 3
62 3 3 1 1 2 2 3 2 2 3 2
63 4 3 2 2 3 2 2 3 3 4 2
64 3 3 1 1 3 2 3 2 3 4 3
65 4 4 1 1 2 1 3 5 5 4 3
66 4 5 2 2 2 1 2 3 3 3 4
67 4 5 2 2 2 1 3 5 5 4 3
68 5 4 1 1 2 1 5 4 4 4 4
69 2 3 2 2 3 1 2 4 4 2 3
70 4 4 1 2 2 1 3 2 1 4 2
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
71 2 4 2 3 2 1 5 4 5 5 2
72 3 3 2 2 2 2 3 5 5 4 3
73 2 4 1 1 2 1 2 4 5 3 4
74 3 3 2 3 3 2 1 3 4 3 3
75 2 3 2 2 2 1 3 4 3 3 3
76 3 3 2 2 3 2 3 4 4 3 2
77 3 3 1 2 3 2 4 4 4 5 5
78 3 3 1 2 2 1 3 3 4 4 2
79 4 4 3 3 2 1 4 4 4 4 3
80 4 5 2 3 2 1 2 3 4 2 3
81 4 5 1 2 2 1 3 3 4 3 2
82 4 4 1 2 3 1 4 4 3 5 2
83 3 3 2 3 2 2 5 4 5 5 2
84 4 5 1 3 3 1 5 4 3 5 3
85 2 3 1 1 3 2 4 5 5 3 3
86 4 4 1 1 2 1 5 3 4 5 3
87 4 5 1 2 3 2 4 5 5 4 5
88 3 3 1 2 3 2 5 4 5 5 4
89 2 3 2 3 2 1 3 3 3 3 3
90 4 5 2 3 2 1 4 4 4 4 2
91 2 3 1 2 2 1 3 4 5 3 2
92 3 4 1 2 4 2 5 4 5 5 3
93 3 3 2 3 3 1 3 4 3 3 2
94 5 5 1 1 2 1 4 3 4 5 5
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
95 3 3 2 2 3 1 3 4 4 4 3
96 3 4 1 2 3 1 2 3 3 3 3
97 3 4 1 2 2 1 4 5 3 4 2
98 4 4 1 2 2 1 3 4 4 4 3
99 3 3 1 1 2 1 4 4 5 5 4
100 3 4 1 2 3 2 3 2 2 2 3
101 3 4 2 3 2 1 3 2 4 2 3
102 2 3 1 2 2 1 3 3 4 4 3
103 3 4 2 3 2 2 4 3 2 5 2
104 3 3 1 2 4 3 4 2 2 3 5
105 3 4 1 1 3 1 2 4 5 2 4
106 4 4 1 3 3 1 3 3 2 3 2
107 3 3 1 2 2 1 4 3 3 3 3
108 2 2 1 1 2 1 2 4 3 2 3
109 2 3 1 1 3 2 2 4 3 3 2
110 4 5 2 3 2 1 2 4 3 2 4
111 4 5 1 2 2 1 5 3 3 4 4
112 2 3 1 2 2 1 4 3 4 5 3
113 3 3 2 4 3 1 3 4 3 2 5
114 3 3 1 2 2 1 3 4 5 2 4
115 4 4 1 2 3 2 4 4 5 5 4
116 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2
117 4 4 1 2 2 1 5 4 4 4 2
118 3 3 2 3 2 1 4 2 2 3 2
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
119 3 3 1 1 2 2 2 3 3 3 2
120 2 3 1 1 3 1 2 3 1 2 4
121 4 4 2 3 2 1 2 4 4 3 5
122 3 3 2 3 2 1 3 3 3 2 4
123 2 3 1 2 3 2 4 5 4 5 4
124 4 4 1 1 3 2 3 3 3 3 4
125 3 3 1 1 2 1 4 5 5 5 2
126 3 3 1 1 2 1 3 4 3 3 3
127 3 3 1 2 3 2 4 4 4 4 2
128 3 3 1 1 3 2 5 5 5 5 4
129 4 4 2 2 2 1 4 4 4 5 2
130 4 4 2 2 3 1 3 3 3 3 4
131 3 3 1 1 4 3 4 4 2 4 3
132 2 3 2 2 3 1 4 4 3 3 3
133 3 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3
134 3 3 2 4 3 2 4 4 5 5 3
135 3 3 2 3 2 1 4 4 3 4 4
136 4 4 2 3 3 2 3 4 5 4 2
137 2 3 3 2 2 1 4 2 3 4 2
138 4 5 2 3 2 2 4 4 3 4 4
139 3 3 2 3 2 2 4 4 4 4 5
140 3 3 1 1 3 2 3 4 2 2 2
141 2 3 1 1 3 2 4 5 4 5 3
142 2 4 2 3 2 2 4 3 4 5 3
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
143 4 4 2 2 2 2 4 5 5 3 3
144 2 3 1 1 2 2 4 3 4 3 5
145 3 4 2 3 3 2 3 4 5 4 3
146 2 3 1 1 2 2 3 2 3 2 5
147 2 2 1 1 2 1 2 2 3 2 2
148 4 4 2 3 3 2 4 5 4 4 2
149 3 3 2 2 2 1 4 3 4 5 5
150 4 4 2 3 2 1 4 4 4 4 2
151 2 3 1 1 2 2 3 4 3 4 1
152 4 4 2 3 2 2 3 4 2 2 2
153 2 3 1 2 2 2 4 2 3 4 4
154 4 4 2 2 2 2 3 3 3 2 2
155 4 5 1 1 1 1 4 5 4 4 5
156 3 4 1 1 3 2 4 5 4 3 2
157 2 3 2 2 1 1 4 4 3 3 4
158 3 3 1 1 3 2 3 3 3 2 5
159 3 4 1 1 1 1 5 3 3 4 4
160 2 3 1 1 2 1 4 4 3 4 3
161 3 3 1 1 3 2 3 2 3 4 5
162 4 4 2 2 2 1 3 3 3 2 2
163 3 3 1 1 1 1 4 5 4 4 4
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepuasan
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepuasan
(Lanjutan)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011
Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepuasan
(lanjutan)
Perancangan inovasi ..., Yunita, FT UI, 2011