UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN...

102
UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG ( ANALISA PENETAPAN NOMOR 277/PDT.P/2010/PN.TNG ) TESIS NAMA : ERRICA SUJANA NPM : 1006828136 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN JAKARTA JANUARI 2013 Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH

PERKAWINAN BERLANGSUNG

( ANALISA PENETAPAN NOMOR 277/PDT.P/2010/PN.TNG )

TESIS

NAMA : ERRICA SUJANA

NPM : 1006828136

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

JAKARTA

JANUARI 2013

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

i

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PERKAWINAN

SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

( ANALISA PENETAPAN NOMOR 277/PDT.P/2010/PN.TNG )

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kenotariatan

NAMA : ERRICA SUJANA

NPM : 1006828136

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

JAKARTA

JANUARI 2013

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

ii

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Errica Sujana

NPM : 1006828136

Tanda Tangan :

Tanggal : 14 Januari 2013

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

iii

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Errica Sujana

NPM : 1006828136

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : Pembatalan Akta Perjanjian Perkawinan Setelah Perkawinan

Berlangsung (Analisa Penetapan Nomor

277/PDT.P/2010/PN.TNG)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Magister Kenotariatan pada Program Studi Pascasarjana Magister

Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 14 Januari 2013

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 14 Januari 2013

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

iv

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister

Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa,

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai

pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini.

Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

(1) Ibu Dr. Hj. Siti Hayati Hoesin, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Indonesia;

(2) Ibu Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., selaku Ketua Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia;

(3) Bapak Dr. Drs. Widodo Suryandono, S.H., M.H., selaku Ketua Sub Program

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia;

(4) Bapak Prof. Wahyono Darmabrata, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing

yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya

dalam penyusunan tesis ini;

(5) Ibu Surini Ahlan Sjarif, S.H., M.H., selaku dosen yang turut serta

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan tesis ini;

(6) Para dosen Magister Kenotariatan Universitas Indonesia yang telah

memberikan berbagai ilmu kepada Penulis selama menjalankan studi di

Magister Kenotariatan Universitas Indonesia;

(7) Para staf sekretariat Magister Kenotariatan Universitas Indonesia yang telah

membantu Penulis selama menjalankan studi di Magister Kenotariatan

Universitas Indonesia;

(8) Para staf Pengadilan Negeri Tangerang yang telah banyak membantu dalam

usaha memperoleh data-data yang saya perlukan;

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

v

Universitas Indonesia

(9) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan

material dan moral; dan

(10) Sahabat-sahabat saya yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tesis

ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat

bagi pemgembangan ilmu.

Jakarta, 10 November 2012

Penulis

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

vi

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini :

Nama : Errica Sujana

NPM : 1006828136

Program Studi : Magister Kenotariatan

Fakultas : Hukum

Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH

PERKAWINAN BERLANGSUNG ( ANALISA PENETAPAN NOMOR

277/PDT.P/2010/PN.TNG )

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia behak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis/pencipta dan sebagia pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 15 Januari 2013

Yang menyatakan

(Errica Sujana)

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Errica Sujana

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul : Pembatalan Akta Perjanjian Perkawinan Setelah Perkawinan

Berlangsung

(Analisa Penetapan Nomor 277/PDT.P/2010/PN.TNG)

Umumnya suami-istri akan mempertahankan keberlakuan akta perjanjian

perkawinan. Seiring hal tersebut, hingga kini belum ada pengaturan mengenai

pembatalan akta perjanjian perkawinan. Dapat atau tidaknya pembatalan akta

perjanjian perkawinan setelah perkawinan berlangsung; landasan hukum

pertimbangan hakim; dan akibat-akibat hukumnya. Metodelogi penelitian adalah

yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Pembatalan akta perjanjian

perkawinan setelah perkawinan berlangsung tidak dapat dilakukan dengan cara

apapun juga. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak sesuai

diterapkan dalam kasus ini. Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan diterapkan sejak dikabulkannya pembatalan.

Setiap pihak tetap bertanggung jawab pribadi atas segala utangnya.

Kata kunci :

Perjanjian perkawinan

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

viii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Errica Sujana

Study Program : Master of Notary

Title : Cancellation of The Prenuptial Agreement After Marriage

(Analysis of State Court Determination Number

277/PDT.P/2010/PN.TNG)

Generally husband and wife will retain the enforceability of the prenuptial

agreement. As it is, until now there has been no regulation regarding cancellation

of the prenuptial agreement. Whether or not cancellation of the prenuptial

agreement after marriage; judges considered the legal basis; and the legal

consequences. Normative research method and qualitative approach. Cancellation

of the prenuptial agreement after marriage can’t be done by any means. Article

1338 Civil Lawbook isn’t applicable in this case. Article 35 and Article 36

Marriage Law applied since the granting of the annulment. Each party remain

personally liable for any debts.

Keyword :

Prenuptial agreement

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... vi

ABSTRAK ......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

LAMPIRAN ....................................................................................................... x

1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 20

1.3 Metode Penelitian .................................................................................. 20

1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................. 22

2. PERMASALAHAN DALAM PEMBATALAN AKTA ..............................

PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH PERKAWINAN .....................

BERLANGSUNG (ANALISA PENETAPAN NOMOR .............................

277/PDT.P/2010/PN.TNG) ANTARA DJAYA DAN LIANNA .................

SETIAWAN .................................................................................................. 24

2.1 Hak Dan Kewajiban Suami-Istri ........................................................... 24

2.2 Harta Benda Perkawinan ....................................................................... 27

2.3 Penerapan Ketentuan Lama Dalam Perjanjian Perkawinan .................. 33

2.4 Saat Pembuatan Perjanjian Perkawinan ................................................ 42

2.5 Bentuk Perjanjian Perkawinan .............................................................. 42

2.6 Pemberlakuan Perjanjian Perkawinan ................................................... 49

2.7 Isi Perjanjian Perkawinan ...................................................................... 51

2.8 Analisa Penetapan Nomor 277/PDT.P/2010/PN.TNG ......................... 57

2.8.1 Kasus Posisi ............................................................................. 58

2.8.2 Analisa Mengenai Pembatalan Akta Perjanjian Perkawinan ...

Setelah Perkawinan Berlangsung ............................................. 61

2.8.3 Akibat Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Perkawinan .........

Setelah Perkawinan Berlangsung .............................................. 69

3. PENUTUP ..................................................................................................... 75

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 75

3.2 Saran ...................................................................................................... 76

DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 78

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup kodrati tidak dapat hidup sendiri.1

Oleh sebab itu, manusia selalu hidup dengan sesamanya. Mereka hidup

untuk saling membantu sesamanya. Seiring perjalanan kehidupan seorang

manusia akan membutuhkan seorang pendamping dalam mengarungi

bahtera kehidupan ini. Seorang manusia akan berusaha menemukan lawan

jenis yang bersedia hidup bersama dengannya untuk membina rumah tangga

dan meneruskan keturunan, sehingga terbentuk suatu keluarga yang bahagia

dan harmonis. Keluarga merupakan bagian terkecil dari suatu masyarakat,

yang mana diharapkan dapat menjaga kesinambungan dan kelestarian

kehidupan manusia di dunia. Usaha manusia dalam hal menciptakan suatu

kehidupan baru bersama dengan pendamping hidupnya lazim disebut

sebagai perkawinan.

“Suatu ikatan perkawinan merupakan pertalian yang sah antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.” 2

“Menurut Prof. Mr. Paul Scholten, perkawinan adalah hubungan hukum

antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan

kekal yang diakui oleh negara.”3 Perkawinan merupakan wujud menyatunya

dua sejoli untuk saling mencintai dan saling mengasihi ke dalam satu tujuan

yang sama melalui suatu kesepakatan untuk terikat satu sama lain dalam

suatu perjanjian yang suci dan sakral guna membentuk ikatan lahir batin

sebagai suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal. “Suatu

1 Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata Asas-Asas Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta:

Gitama Jaya, 2004), hlm. 27.

2 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet.30, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 23.

3 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Hukum Keluarga,

(Bandung: Alumni, 1985), hlm. 31.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

perkawinan merupakan perjanjian.”4 “Perkawinan adalah perjanjian suci

membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.” 5

Salah satu tujuan perkawinan adalah mencapai kebahagiaan yang langgeng

bersama pasangan hidup. Namun, jalan menuju kebahagiaan tak selamanya

mulus. Banyak hambatan, tantangan, dan persoalan yang terkadang

menggagalkan jalannya rumah tangga.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata didalam salah satu

ketentuan pasalnya, yaitu Pasal 26 merumuskan bahwa “undang-undang

memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata.”6

Pasal tersebut hendak menyatakan bahwa suatu perkawinan yang sah

hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan syarat-

syarat serta peraturan agama dikesampingkan. Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata melarang adanya perkawinan poligami, yakni perkawinan

antara seorang pria dengan lebih dari satu wanita (poligini) ataupun

perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria (poliandri).

Larangan tersebut termasuk ketertiban umum yang berarti apabila dilanggar

akan selalu diancam dengan pembatalan perkawinan yang dilangsungkan

itu.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

merumuskan bahwa “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.”7 Berdasarkan rumusan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

4 Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Beserta Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: Rizkita, 2008), hlm. 46.

5 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1974), hlm. 47.

6 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R.

Subekti, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), ps. 26.

7 Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, LN No. 1 Tahun 1974,

TLN No. 3019, ps. 1.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka konsepsi perkawinan menurut sistem

hukum nasional di negara Indonesia mengandung beberapa asas atau

prinsip-prinsip sebagai berikut ini :

a. Perkawinan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal. Oleh sebab itu, perkawinan harus

merupakan ikatan lahir batin, bukan hanya ikatan lahir ataupun hanya

ikatan batin. Diantara suami istri perlu saling membantu dan saling

melengkapi supaya dapat mengembangkan kepribadiannya

masing-masing guna mencapai tujuan akhir, yakni terbentuknya

suatu keluarga bahagia yang sejahtera spritual dan materiil.

Kewajiban saling membantu lebih luas dapat diartikan sebagai

kewajiban bekerja sama serta saling menasehati. Kerja sama

berarti tidak ada kehidupan rumah tangga secara unilateral.

Segala sesuatu harus berdasar pada hasil kata sepakat atau lebih

tepat saling memberikan bantuan. Kehidupan rumah tangga

sebagai lembaga resmi diantara suami-istri tidak lain daripada

suatu pelaksanaan manajemen, dimana antara suami sebagai

kepala rumah tangga dengan istri sebagai ibu rumah tangga

untuk saling membantu dan saling menasehati demi suksesnya

kehidupan rumah tangga dalam kebahagiaan yang kekal dan

sejahtera. Pembentukan keluarga yang bahagia itu erat

hubungannya dengan keturunan, dimana pemeliharaan dan

pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang tua.

Dengan demikian yang menjadi tujuan perkawinan menurut

perundangan adalah untuk kebahagiaan suami dan istri, untuk

mendapatkan keturunan dan menegakkan keagamaan, dalam

kesatuan keluarga yang bersifat parental;

b. Ikatan lahir batin tersebut terjadi diantara seorang pria dengan seorang

wanita. Oleh sebab itu, asas yang dianut adalah asas monogami.

Dengan kata lain adalah pada dasarnya seorang pria hanya boleh

mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai

seorang suami. Akan tetapi, asas monogami ini bersifat terbuka, yang

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

mana dalam hal apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan dan

diperbolehkan menurut agama pihak yang bersangkutan, serta telah

memenuhi persyaratan tertentu dan telah diputus oleh Pengadilan, maka

seorang suami dapat memiliki istri lebih dari satu orang, sebagaimana

yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 3 Ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal ini

merupakan bentuk penyimpangan dari asas monogami perkawinan yang

dapat dikesampingkan oleh pihak suami. Prinsip poligami tidak

diperkenankan bagi pihak istri, sehingga dengan kata lain seorang istri

tidak diperbolehkan untuk mengesampingkan asas monogami

perkawinan;

c. Kesadaran hukum agama dan/atau keyakinan masing-masing Warga

Negara Indonesia bahwa perkawinan harus dilakukan sesuai dengan

hukum agama ataupun kepercayaan dari calon suami dan calon istri.

Berdasarkan hal ini, maka sah tidaknya suatu perkawinan tergantung

pada ketentuan agama dan/atau kepercayaan masing-masing pasangan

calon mempelai yang hendak melakukan perkawinan. Pada umumnya

menurut hukum agama perkawinan merupakan perbuatan yang suci,

yaitu suatu perikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan

anjuran Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan berkeluarga dan

berumah tangga serta berkerabat tetangga berjalan dengan baik sesuai

dengan ajaran agama masing-masing. Jadi perkawinan dilihat dari segi

keagamaan merupakan suatu perikatan jasmani dan rohani yang

membawa akibat hukum terhadap agama yang dianut kedua calon

mempelai beserta keluarga kerabatnya. Hukum agama telah

menetapkan kedudukan manusia dengan iman dan takwanya, apa yang

seharusnya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan

(dilarang). Oleh karenanya pada dasarnya setiap agama tidak dapat

membenarkan perkawinan yang berlangsung tidak seagama.

Perkawinan dalam arti ikatan jasmani dan rohani berarti suatu ikatan

untuk mewujudkan kehidupan yang selamat bukan saja di dunia, tetapi

juga di akhirat, bukan saja lahiriah, tetapi juga batiniah, bukan saja

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

gerak langkah yang sama dalam karya, tetapi juga gerak langkah yang

sama dalam berdoa, sehingga kehidupan dalam keluarga berumah

tangga itu rukun dan damai, dikarenakan suami dan istri serta anggota

keluarga berjalan seiring bersama pada arah dan tujuan yang sama.

Oleh karenanya rumah tangga yang baik hendaknya sejak semula sudah

dalam satu bahtera hidup yang sama lahir dan batin. Sahnya

perkawinan menurut perundangan diatur dalam Pasal 2 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang

menyatakan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” 8

Perkawinan yang sah menurut hukum perkawinan nasional adalah

perkawinan yang dilaksanakan menurut tata tertib aturan hukum yang

berlaku dalam agama. Kata hukum masing-masing agamanya, berarti

hukum dari salah satu agama itu masing-masing, bukan berarti hukum

agamanya masing-masing, yaitu hukum agama yang dianut oleh kedua

mempelai atau keluarganya. Perkawinan yang sah jika terjadi antar

agama, yang mana dilaksanakan menurut aturan salah satu agama calon

suami atau agama calon istri, bukan perkawinan yang dilaksanakan oleh

setiap agama yang dianut kedua calon suami-istri dan/atau keluarganya.

Selain itu, setiap perkawinan merupakan tindakan yang harus

memenuhi administratif pemerintahan dengan jalan pencatatan pada

catatan yang ditentukan oleh undang-undang yang termuat dalam daftar

catatan resmi Pemerintah oleh pejabat yang berwenang untuk itu, yakni

pegawai KUA bagi pasangan Muslim dan pegawai Kantor Catatan Sipil

bagi pasangan non Muslim 9 . Perkawinan yang dilakukan hanya

dihadapan pegawai pencatatan sipil sah menurut perundangan sebelum

berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dengan kata lain, sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

yang mana hanya berlaku bagi golongan Timur Asing Cina. Akan

tetapi, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

8 Ibid., ps. 2 ayat (1).

9 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: Zahir, 1975), hlm. 8.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

tentang Perkawinan, maka perkawinan tersebut tidak sah menurut

perundangan yang berlaku karena tidak dilaksanakan menurut aturan

hukum agama;

d. Berdasarkan Pasal 26 dan Pasal 81 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, maka perkawinan itu hanya dilihat dari segi keperdataan dan

mengabaikan segi keagamaan. Hal mana jelas bertentangan dengan

falsafah negara Pancasila yang menempatkan ajaran Ketuhanan Yang

Maha Esa di atas segala-galanya. Apalagi menyangkut masalah

perkawinan yang merupakan perbuatan suci (sakramen) yang

mempunyai hubungan erat sekali dengan keagamaan, sehingga

perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahiriah atau jasmani, tetapi

juga unsur batiniah atau rohani mempunyai peranan yang penting.

Terdapat perbedaan pengertian tentang perkawinan menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan menurut Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata hanya sebagai perikatan perdata, sedangkan

perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan tidak hanya sebagai ikatan perdata, tetapi juga merupakan

perikatan keagamaan. Hal mana dilihat dari tujuan perkawinan yang

dikemukakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan bahwa perkawinan itu bertujuan untuk membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengertian perkawinan sebagaimana

dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan perlu dipahami benar-benar oleh masyarakat karena

merupakan landasan pokok dari aturan hukum perkawinan lebih lanjut,

baik yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan maupun peraturan lainnya yang mengatur tentang

perkawinan.

e. Asas perkawinan abadi, yang mana perceraian merupakan sesuatu yang

hendaknya dihindari sejauh mungkin terjadi dalam suatu perkawinan,

sehingga diharuskan bagi setiap calon suami dan calon istri telah

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

memiliki kematangan jiwa dan raga pada saat melangsungkan

perkawinan guna mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan kekal.

“Dalam suatu perkawinan, prinsip kekal abadi merupakan suatu

keharusan, dijunjung tinggi, dan dijaga keberlangsungannya, sekurang-

kurangnya sejauh mungkin dijaga keutuhannya.”10 Diantara suami-istri

terdapat suatu kewajiban untuk saling setia. Penafsiran setia dari segi

hukum erat sekali kaitannya dengan pengertian amanah yang bersumber

dari kesucian hati untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang berupa

pengkhianatan dalam bentuk apapun terhadap kesucian rumah tangga.

Kepercayaan antara yang satu dengan yang lain perlu dipelihara dan

dipertahankan, baik yang bersifat moral maupun materiil. Kesetiaan

merupakan kewajiban moral untuk memanfaatkan kepercayaan yang

diberikan pasangannya itu benar-benar dengan itikad baik, bahwa

sesuatu tidak akan diselewengkan, baik secara moral maupun materiil.

Kesetiaan merupakan tuntutan yang bersifat rohaniah, dimana hati dan

perbuatan terlepas dari kecurangan dan penyelewengan;

f. “Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami baik dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup

bersama dalam masyarakat” 11 , sebagaimana yang dimaksud dalam

ketentuan Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan. Pada dasarnya setiap manusia itu dilahirkan tanpa

adanya perbedaan derajat. Keduanya, baik suami maupun istri

merupakan makhluk hidup manusia yang dianugerahi akal budi.

Diantara keduanya tiada perbedaan kualitas, baik dari segi jasmaniah

maupun rohaniah. Perbedaan yang tampak hanyalah secara fungsional

semata, yang mana akan menjalin mereka ke dalam suatu kehidupan

bersama yang harmonis. Berdasarkan hal tersebut, maka tidak ada

alasan yang dapat membenarkan untuk merendahkan derajat masing-

masing maupun memperlakukan salah seorang diantara mereka dengan

10

Sardjono, (ed.), Perbandingan Hukum Perdata Masalah Perceraian, (Jakarta: Gitama

Jaya, 2004), hlm. 6.

11

Indonesia, op. cit., ps. 31 ayat (1).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

cara yang menghina dan menyakitkan hati. Suami harus menghormati

istrinya sebagai manusia yang menjadi ibu rumah tangga yang

mendampinginya dalam kehidupan. Demikian pula sebaliknya, istri pun

harus menghargai suaminya sebagai kepala rumah tangga dalam

kehidupan berumah tangga. Dengan demikian segala sesuatu dalam

keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-istri.12

Bersumber pada kehidupan tradisional atau ajaran tradisi budaya

kepribadian bangsa dan masyarakat Indonesia yang hidup erat dalam

suasana kekeluargaan, maupun ajaran moral agama yang hidup dalam

penghayatan masyarakat Indonesia atas dasar Pancasila, maka

kewajiban suami-istri untuk hormat-menghormati termasuk pula

sepanjang hal-hal yang menyangkut dengan soal kekeluargaan, yakni

kerabat dekat dari keluarga masing-masing pihak, baik dari pihak suami

maupun dari pihak istri.

Secara keseluruhan dari ketentuan-ketentuan pasal yang

tercantum didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan tersirat pula beberapa prinsip lainnya demi menjamin

cita-cita luhur dari perkawinan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan ini diharapkan agar pelaksanaan

perkawinan dapat lebih sempurna daripada masa yang sudah-sudah.

Oleh karena itu, bukannya tidak mungkin adanya berbagai

pembaruan atau perubahan dalam pelaksanaannya. Adapun

prinsip-prinsip tersebut ialah antara lain :

a. Azas sukarela

Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang “Perkawinan menentukan bahwa

perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua

calon mempelai.” 13 Oleh karena perkawinan mempunyai

12 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 9.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

maksud agar supaya suami istri dapat membentuk

keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula

dengan hak asasi manusia, maka suatu perkawinan harus

mendapat persetujuan dari kedua calon suami -istri,

tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Ketentuan ini

tidak berarti mengurangi syarat -syarat perkawinan

lainnya yang sudah ditentukan. Pasal tersebut

menjamin t iadanya kawin paksa, oleh karena adanya

persetujuan dari kedua calon mempelai yang menjadi

syarat utama dalam perkawinan di Indonesia yang

sekarang ini berlaku. Pencegahan terjadinya kawin

paksa juga tersi rat dengan adanya batas umur

minimum untuk melangsungkan perkawinan, yakni 19

tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wani ta.

Kata atas persetujuan kedua calon mempelai

didalam ketentuan Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berbeda dengan

kata adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon

suami-istri yang disebut dalam ketentuan Pasal 28 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Kata persetujuan

dimaksud berarti bahwa orang tua atau wali serta keluarga

atau kerabat tidak boleh memaksa anak atau kemenakan

mereka untuk melakukan perkawinan, jika mereka tidak

setuju terhadap pasangannya atau belum bersedia untuk

kawin. Hal ini berarti kedua calon suami-istri itu masih

berada di bawah pengaruh kekuasaan orang tua ataupun

kerabatnya. Lain halnya dengan kebebasan kata sepakat

antara kedua calon suami-istri, yang mana berarti mereka

yang akan melakukan perkawinan itu bebas menyatakan

persetujuannya untuk melakukan perkawinan. Dalam hal ini

mereka terlepas dari pengaruh kekuasaan orang tua atau

13

Indonesia, op. cit., ps. 6 ayat (1).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

kerabatnya, sebagaimana adat perilaku kebiasaan budaya

barat, dimana setiap pribadi yang sudah dewasa berakal

sehat bebas berbuat untuk melakukan perkawinan ataupun

hidup bersama. Hal demikian ini bertentangan dengan

hukum adat dan hukum Islam.14

b. Partisipasi keluarga

Sebenarnya setiap pria maupun wanita yang telah

mencapai umur perkawinan sebagaimana yang dimaksud

dalam ketentuan Pasal 7 Ayat (1) itu telah dipandang sebagai

manusia yang telah dewasa. Mereka dianggap telah mampu

bertindak menurut hukum dan dapat menentukan nasibnya

sendiri. Akan tetapi oleh karena perkawinan merupakan salah

satu peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, yang

mana ia akan menginjak dunia yang baru untuk membentuk

suatu keluarga sebagai unit terkecil dari keluarga besar

bangsa Indonesia yang sesuai dengan sifat dan kepribadian

bangsa Indonesia yang religius dan kekeluargaan, maka

diperlukan partisipasi keluarganya untuk merestui

perkawinan itu. Berdasarkan hal itu, bagi para calon

mempelai baik pria maupun wanita yang masih berada di

bawah umur 21 tahun diperlukan izin dari kedua orang

tuanya atau salah seorang orang tuanya yang hidup terlama.

Dalam keadaan orang tuanya telah tiada, maka sebagaimana

yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 6 Ayat (4) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, izin

tersebut dapat diperoleh dari walinya, yakni orang yang

bertanggung jawab untuk memeliharanya ataupun keluarga

dalam garis keturunan lurus ke atas. Apabila karena satu dan

lain sebab izin yang termaksud dalam ketentuan Pasal 6 Ayat

14 H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum

Adat, Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 42.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

(4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, maka izin tersebut dapat diperoleh dari

Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal calon

mempelai yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 6 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan.

Didalam ketentuan Pasal 29 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang sudah tidak berlaku lagi, seorang laki -

laki yang belum mencapai usia 18 tahun dan perempuan yang

belum mencapai usia 15 tahun tidak dibolehkan mengikat

perkawinan. Jadi terdapat perbedaan batas umur perkawinan

antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Akan tetapi, kedua perundangan tersebut menetapkan adanya

batas umur perkawinan, sebagaimana dijelaskan dalam

Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, yang mana bertujuan untuk mencegah terjadinya

perkawinan pada anak-anak, serta dimaksudkan agar laki-

laki dan perempuan yang hendak menjadi suami-istri telah

benar-benar masak jiwa raganya dalam membentuk keluarga

atau rumah tangga yang bahagia dan kekal. Selain itu pula

dimaksudkan untuk dapat mencegah terjadinya perceraian

muda dan agar dapat membenihkan keturunan yang baik dan

sehat, serta dapat menekan laju kelahiran semakin tinggi

yang berdampak terhadap pertambahan penduduk yang

semakin cepat.

c. Perceraian dipersulit

Perceraian merupakan suatu hal yang harus sangat dihindari

dalam perkawinan, karena akan sangat merugikan kedua

belah pihak dan terutama anak-anak dari perkawinan

tersebut. Berdasarkan hal itu, Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa untuk

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

memungkinkan terjadinya perceraian harus ada alasan-alasan

tertentu yang dibenarkan dan harus dilakukan didepan sidang

Pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 19 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

terdapat beberapa alasan yang dimungkinkan untuk terjadinya

perceraian, yaitu sebagai berikut :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi

pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya

yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain

selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin

pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena

hal lain di luar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5

(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat

setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau

penganiayaan berat yang membahayakan pihak

yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau

penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai suami/istri; dan

f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi

perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada

harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga.15

d. Poligami dibatasi secara ketat

Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan adalah monogami. Akan tetapi apabila

dikehendaki oleh yang bersangkutan serta hukum dan

agama dari yang bersangkutan juga mengizinkannya, maka

15

Indonesia, Peraturan Pemerintah Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975, LN No. 12 Tahun

1975, TLN No. 3050, ps. 19.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun

demikian perkawinan dengan lebih dari seorang istri,

meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi

berbagai syarat tertentu dan diputus oleh Pengadilan,

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 3 Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Didalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah ditetapkan

beberapa tahapan yang harus ditempuh dan dipenuhi seperti

di bawah ini secara berturut-turut :

- istri tidak dapat menjalankan tugas sebagai istri, istri

mendapat cacat badan, atau berpenyakit yang tidak dapat

disembuhkan;

- adanya persetujuan dari istri, adanya kepastian bahwa

suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-

istrinya beserta anak-anaknya, dan adanya jaminan bahwa

suami akan berlaku adil terhadap istri-istrinya beserta

anak-anaknya; dan

- izin dari Pengadilan.16

Mengingat pengaturan yang demikian ketat, maka

diharapkan angka poligami akan dapat ditekan serendah

mungkin.

e. Kematangan calon mempelai

Ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan menganut prinsip bahwa calon

suami-istri harus telah matang jasmani dan rohaninya

untuk melangsungkan perkawinan. Hal ini dimaksudkan

supaya dapat memenuhi tujuan luhur perkawinan serta

16

Indonesia, op. cit., ps. 4 – 5.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

mendapat keturunan yang baik dan sehat. Oleh karena itu,

dalam undang-undang ini ditentukan batas umur untuk

melangsungkan perkawinan, yaitu 19 tahun bagi pria dan

16 tahun bagi wanita.

f. memperbaiki derajat kaum wanita

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

berusaha memberikan perlindungan bagi para kaum wanita,

yakni dengan cara sebagai berikut :

a. dimungkinkan adanya perjanjian dimana wanita dapat

ikut menentukan isinya (Pasal 29);

b. pengaturan tentang harta yang diperoleh selama perkawinan

dimana istri mempunyai hak yang sama dengan suami, dan

apabila terjadi perceraian, harta hersama diatur menurut

hukum (Pasal 35 - 37);

c. suami tetap bertanggung jawab atas semua biaya

pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak,

sekalipun terjadi perceraian (Pasal 41 Huruf (b));

d. Pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami

untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau

menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan istri (Pasal

41 Huruf (c)), dalam hal terjadi perceraian yang

menurut pertimbangan Pengadilan perlu ditetapkan

demikian; dan

e. Wanita diberi kedudukan yang sama dengan pria dalam

menentukan pasangan hidupnya (Pasal 6 Ayat (1)) dan

dalam membuat syarat-syarat perjanjian yang diingini oleh

kedua belah pihak (Pasal 29).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Pada masa sebelum tahun 1974, terdapat berbagai macam peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai perkawinan di Indonesia,

yakni sebagai berikut ini :

1. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku hukum

agamanya yang telah diresepsi ke dalam hukum adat. Pada umumnya bagi

orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam, jika melaksanakan

perkawinan berlaku ijab kabul antara mempelai pria dengan wali dari

mempelai wanita, sebagaimana diatur dalam hukum Islam. Hal ini telah

merupakan budaya hukum bagi orang Indonesia yang beragama Islam

hingga sekarang;

2. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adatnya masing-

masing;

3. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku Ordonansi

Perkawinan Kristen Indonesia atau HOCI (Huwelijk Ordonantie Christen

Indonesiers) Staatsblaad 1933 Nomor 74. Aturan ini sekarang sejauh sudah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

sudah tidak berlaku lagi;

4. Bagi orang-orang Timur Asing Cina dan Warga Ngara Indonesia keturunan

Cina berlaku ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Aturan ini sekarang sejauh sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah tidak berlaku lagi;

5. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan Warga Negara Indonesia

keturunan Timur Asing lainnya (keturunan India, Pakistan, Arab dan

lainnya) berlaku hukum adat mereka masing-masing yang biasanya tidak

terlepas dari agama dan kepercayaan yang dianutnya;

6. Bagi orang-orang Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan Eropa

berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Termasuk dalam golongan

ini orang-orang Jepang atau orang-orang lain yang menganut asas-asas

hukum keluarga yang sama dengan asas-asas hukum keluarga Belanda;

7. Bagi perkawinan campuran berlaku Ordonansi Perkawinan Campuran

(Regeling op de Gemengde Huwilijken). Aturan ini sekarang sejauh sudah

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

sudah tidak berlaku lagi.

Setelah itu pada tahun 1974 dilakukan unifikasi dibidang hukum

perkawinan atau hukum keluarga di Indonesia, yaitu dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, yang diberlakukan bagi seluruh Warga Negara Indonesia yang

diharapkan dapat menghapus pluralisme hukum perkawinan. Ide unifikasi

hukum sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita kesatuan dan

persatuan nasional disegala bidang, termasuk kesatuan hukum

tentang perkawinan yang berlaku untuk semua warga Negara.

“Peraturan perundangan tersebut sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan diundangkan, diberlakukan berdasarkan Pasal II

dan Pasal IV Peraturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.”17 Dengan

demikian baik golongan Tionghoa dan Timur Asing yang selama ini

berlaku hukum perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata dengan sendirinya tunduk pada Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Demikian pula terhadap

mereka yang beragama Kristen ataupun yang melakukan perkawinan

campuran semuanya tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan. Hal ini dengan sendirinya melenyapkan arti yang

terkandung pada Pasal 131 Indische Staat Reglemen yang telah

membagi-bagi golongan penduduk Indonesia dalam 3 kelompok

golongan penduduk Indonesia sebagai hasil ciptaan penjajahan

Hindia Belanda dulu, yakni golongan Eropa, Timur Asing dan Bumi

Putra.

Unifikasi dibidang hukum perkawinan atau hukum keluarga di

Indonesia pada pokoknya berusaha menampung aspirasi emansipasi

tuntutan perkembangan peningkatan taraf peradaban bangsa dibidang

perkawinan dan menempatkan kedudukan suami-istri dalam

17

Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan dan Keluarga Di

Indonesia, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hlm. 1 – 2.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

perkawinan berada dalam kedudukan yang sama derajatnya, baik

dalam kehidupan berumah tangga maupun kehidupan bermasyarakat.

Pada hakekatnya perkawinan merupakan peristiwa hukum, yang

mana merupakan suatu peristiwa yang mengandung hak dan kewajiban bagi

individu-individu yang melakukannya. “Seorang pria dengan seorang

wanita setelah melakukan perkawinan akan menimbulkan akibat-akibat

hukum, yakni antara lain mengenai hubungan hukum antara suami-istri dan

mengenai harta benda perkawinan serta penghasilan mereka.”18

Pada dasarnya Indonesia sebagai negara yang memiliki budaya

ketimuran beranggapan bahwa suatu perjanjian mengenai harta benda

perkawinan bukanlah suatu hal yang pantas dilakukan oleh calon pasangan

suami-istri dalam hal berkehendak untuk mengadakan hubungan

perkawinan. Hal tersebut dirasakan tidak lazim dilakukan. Dinamika

kehidupan masyarakat kini memperlihatkan kecenderungan semakin

berkurangnya pengaruh ikatan keluarga yang berarti mengurangi

kemungkinan tidak terbentuknya harta bersama dalam suatu kesatuan hidup

rumah tangga. 19 Dengan demikian, seiring dengan perkembangan zaman

saat ini, manusia lebih berpandangan kritis dalam menyikapi persoalan harta

kekayaannya, khususnya bagi pasangan yang hendak memasuki kehidupan

berumah tangga. Manusia sekarang sudah memiliki pertimbangan yang

sangat matang dalam hal melakukan penghitungan terkait keuntungan dan

kerugian materi yang akan diperolehnya akibat dilakukannya perkawinan.

Mereka berupaya dengan segala cara dalam hal melindungi harta

kekayaannya. Selain itu pula karena didukung oleh perkembangan gerakan

emansipasi wanita saat ini, yang mana banyak terdapat wanita karier yang

juga bekerja dan memperoleh penghasilan. Ada pula faktor pendukung

lainnya yang dapat menjadi bahan pemikiran para calon pasangan suami-

18 Wahyono Darmabrata, Hukum Perkawinan Perdata (Syarat Sahnya Perkawinan Hak

dan Kewajiban Suami Isteri Harta Benda Perkawinan), (Jakarta: Rizkita, 2009), hlm. 128.

19

Maria, Kedudukan Suami Istri dalam Perkawinan Jujur Menurut Hukum Adat Karo,

Hubungannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, (Medan: Universitas Sumatera

Utara, 1994), hlm. 11.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

istri dalam berupaya menghindari hal-hal yang tidak diharapkan, seperti

masalah perselisihan mengenai perebutan harta benda perkawinan pada saat

ikatan perkawinan terpaksa harus diakhiri dengan jalan perceraian.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, manusia sekarang ini

merasa memerlukan suatu hal guna melindungi harta kekayaannya, yakni

melalui pembuatan perjanjian perkawinan.

Calon suami-istri sebelum perkawinan dilangsungkan atas

persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian perkawinan.

“Perjanjian perkawinan ialah suatu perjanjian yang diadakan atau

dibuat oleh calon suami dan calon istri sebelum perkawinan

dilangsungkan, yang bertujuan untuk mengatur hak dan kewajiban

suami-istri tersebut atas harta kekayaan masing-masing yang dibawa

ke dalam perkawinan, menyimpang dari prinsip harta campuran

bulat.”20

Perjanjian perkawinan diartikan sebagai suatu perhubungan hukum

mengenai harta benda kekayaan antara pihak yang berjanji untuk melakukan

atau tidak melakukan sesuatu hal dengan pihak lain yang mempunyai hak

untuk menuntut pelaksanaan janji itu.21

Apabila ditinjau kepada ketentuan undang-undang sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka

pada rasionya perjanjian perkawinan itu dibuat untuk menghindari sistem

pengaturan yang diatur dalam pasal tersebut, yang mana menganut sistem

percampuran harta kekayaan dalam perkawinan. Segala harta, baik itu harta

kekayaan bawaan pihak suami maupun harta kekayaan bawaan pihak istri

dengan sendirinya menurut hukum bersatu menjadi harta kekayaan milik

bersama. Sejak saat berlangsungnya pernikahan menurut hukum

20 Wahyono Darmabrata, op. cit., hlm. 161.

21

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, cet.

9, (Bandung: Sumur Bandung, 1991), hlm. 11.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

terwujudlah penggabungan harta benda bersama secara keseluruhan antara

suami-istri, sekadar hal itu tidak dibuat ketentuan lain pada waktu terjadinya

akad nikah. Dengan demikian, perjanjian perkawinan dimaksudkan tiada

lain daripada guna menghindari atau sebagai pengecualian atas percampuran

harta kekayaan bersama.

Pada dasarnya perjanjian perkawinan tidak dapat diubah selama

perkawinan berlangsung, apabila perubahan tersebut dilakukan secara

sepihak, baik dari pihak suami maupun dari pihak istri saja. Dengan kata

lain, perubahan secara unilateral tidak diperbolehkan. Akan tetapi,

dimungkinkan terjadinya perubahan secara bilateral. Dengan kata lain,

perjanjian perkawinan dapat dilakukan perubahan atas dasar kehendak

bersama dari kedua belah pihak, baik dari pihak suami maupun dari pihak

istri.

Pada dasarnya setiap calon pasangan suami-istri yang telah

bersepakat untuk melakukan pembuatan perjanjian perkawinan akan tetap

mempertahankan keberlakuan perjanjian perkawinan tersebut sepanjang

perkawinannya berlangsung. Terkadang beberapa pasangan suami-istri juga

melakukan perubahan terhadap perjanjian perkawinan yang telah dibuatnya,

namun mereka bukan berniat untuk membatalkan perjanjian perkawinan

tersebut. Mereka umumnya akan tetap berupaya menjaga komitmen awal

mereka pada saat perkawinan belum berlangsung hingga selama perkawinan

mereka berlangsung. Pembatalan perjanjian perkawinan memang

merupakan sesuatu hal yang kurang lazim dilakukan oleh pasangan suami-

istri setelah sekian lama masa mereka bersama-sama membina rumah

tangga dengan perpisahan harta, meskipun pada dasarnya setiap perkawinan

itu mengandung asas harta campuran bulat. Setiap tindakan hukum apapun

pasti akan menimbulkan konsekuensi hukum. Oleh sebab itulah, setiap

pasangan suami-istri yang hendak melakukan pembatalan terhadap

perjanjian perkawinan yang telah dibuatnya perlu melakukan pertimbangan

yang sangat masak untuk tindakannya itu. Salah satu hal yang harus

dijadikan sebagai bahan pertimbangan mereka adalah bahwa perjanjian

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

perkawinan hanya dapat dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.

Mengenai pembatalan perjanjian perkawinan oleh pasangan suami-istri,

dilihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya didalam

ketentuan yang mengatur tentang perjanjian perkawinan pun tidak terdapat

pengaturan mengenai hal ini. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan

di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang

berjudul: “Pembatalan Akta Perjanjian Perkawinan Setelah Perkawinan

Berlangsung (Analisa Penetapan Nomor 277/PDT.P/2010/PN.TNG).”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti, yakni

sebagai berikut ini :

1. Apakah suatu pembatalan akta perjanjian perkawinan dapat dilakukan

setelah perkawinan berlangsung?

2. Bagaimanakah landasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan

hakim dalam mengabulkan permohonan pembatalan akta perjanjian

perkawinan tersebut?

3. Bagaimanakah akibat-akibat hukum dari pembatalan akta perjanjian

perkawinan tersebut bagi pasangan suami-istri yang bersangkutan

maupun terhadap pihak ketiga setelah dikeluarkannya penetapan oleh

Pengadilan Negeri ?

1.3 Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merupakan penelitian

yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif

tertulis maupun tidak tertulis. Penelitian ini dilakukan untuk memahami

kaedah-kaedah hukum yang ada dalam suatu peraturan perundang-undangan

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

dan menemukan asas hukum yang dirumuskan secara tersurat maupun

tersirat.22

Tipologi penelitian ini adalah penelitian diagnostik dan penelitian

evaluatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya

suatu gejala23, yang mana dalam hal ini terkait dengan pembatalan akta

perjanjian perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami-istri yang telah

lama hidup bersama dalam suatu ikatan perkawinan. Penelitian ini juga

dilakukan untuk memberikan suatu kejelasan mengenai landasan hukum

melakukan pembatalan akta perjanjian perkawinan oleh pasangan suami-

istri di Indonesia serta mengenai akibat-akibat hukum apabila dilakukan

pembatalan akta perjanjian perkawinan terhadap pasangan suami-istri yang

bersangkutan maupun terhadap pihak ketiga.

Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah studi dokumen dengan tujuan untuk mengumpulkan data-data yang

bersumber dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat guna

mendapatkan landasan hukum. Bahan hukum ini meliputi Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, dan Penetapan Pengadilan Negeri Nomor :

277/PDT.P/2010/PN.TNG.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang tidak mengikat,

tetapi dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer

serta menemukan landasan teori. Bahan hukum ini diperoleh melalui

buku-buku, koran-koran, dan jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan

dengan perkawinan.

22

Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 10.

23

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm.

10.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum pendukung yang dapat

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

serta menemukan terminologi yang terkait dengan penelitian. Bahan

hukum ini diperoleh dari sumber berupa Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kamus hukum, dan ensiklopedia yang berkaitan dengan

bidang hukum perkawinan.

Metode analisis data atau pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif terhadap data-data yang telah

terkumpul. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami makna dibalik data-

data yang terkumpul serta mempersepsikan dan menguji data-data tersebut.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka bentuk hasil atau

laporan penelitian ini adalah evaluatif analitis. Dalam hal ini penulis

bertujuan memperoleh kepastian hukum mengenai pembatalan perjanjian

perkawinan dan akibat hukum yang dapat ditimbulkannya.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dicantumkan terlebih dahulu supaya dapat

memberikan gambaran secara garis besar tentang apa yang akan diuraikan

dalam setiap bab. Sistematika penulisan ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yakni

sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang,

pokok permasalahan, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB 2 PERMASALAHAN DALAM PEMBATALAN

PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH

PERKAWINAN BERLANGSUNG

(STUDI KASUS PENETAPAN NOMOR

277/PDT.P/2010/PN.TNG. ANTARA DJAYA DAN

LIANNA SETIAWAN)

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Dalam bab ini akan diuraikan tentang penerapan

ketentuan lama dalam perjanjian perkawinan, saat

pembuatan perjanjian perkawinan, bentuk perjanjian

perkawinan, pemberlakuan perjanjian perkawinan, isi

perjanjian perkawinan, serta mengenai kasus posisi dan

analisa hukum atas Penetapan Nomor :

277/PDT.P/2010/PN.TNG.

BAB 3 PENUTUP

Dalam bab terakhir ini akan ditarik simpulan dari hasil

penelitian beserta saran-saran yang dianggap perlu.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

BAB 2

PERMASALAHAN DALAM PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN

PERKAWINAN SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

(STUDI KASUS PENETAPAN NOMOR 277/PDT.P/2010/PN.TNG.

ANTARA DJAYA DAN LIANNA SETIAWAN)

2.1 Hak dan Kewajiban Suami-Istri

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan suatu

pengaturan mengenai hak dan kewajiban suami-istri yang antara lain

sebagai berikut :24

a. Suami-istri harus setia dan tolong-menolong (Pasal 103 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata);

b. Suami-istri wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya (Pasal

104 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

c. Setiap suami adalah kepala dalam persatuan suami-istri (Pasal 105

Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

d. Suami wajib memberi bantuan kepada istrinya (Pasal 105 Ayat (2)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

e. Setiap suami harus mengurus harta kekayaan milik pribadi istrinya

(Pasal 105 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

f. Setiap suami berhak mengurus harta kekayaan bersama (Pasal 105

Ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

g. Suami tidak diperbolehkan memindahkan atau membebani harta

kekayaan tak bergerak milik istrinya tanpa persetujuan dari istrinya

terlebih dahulu (Pasal 105 Ayat (5) Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata);

24

P. N. H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Djambatan,

2005), hlm. 47 – 48.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

h. Setiap istri harus tunduk dan patuh kepada suaminya (Pasal 106 Ayat

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

i. Setiap istri wajib tinggal bersama suaminya (Pasal 106 Ayat (2)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

j. Setiap suami wajib membantu istrinya dimuka hakim (Pasal 110

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

k. Menurut ketentuan Pasal 111 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, bantuan suami kepada istrinya tidak diperlukan dalam hal :

1. Istri dituntut dimuka hakim karena suatu perkara pidana; dan

2. Istri mengajukan tuntutan terhadap suaminya untuk

mendapatkan perceraian, pemisahan meja dan tempat tidur, atau

pemisahan harta kekayaan.

l. Setiap istri berhak membuat surat wasiat tanpa izin dari suaminya

(Pasal 118 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Pengaturan mengenai hak dan kewajiban dari suami-istri

menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

tercantum didalam ketentuan Pasal 30 sampai dengan Pasal 34,

yakni sebagai berikut :25

a. Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan

rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan

masyarakat;

b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan

kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan

hidup bersama dalam masyarakat;

c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan

hukum;

d. Suami merupakan kepala keluarga, sedangkan istri merupakan

ibu rumah tangga;

25

P. N. H. Simanjuntak, op. cit., hlm. 68 – 69.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

3 3

e. Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap,

dimana rumah tempat kediaman ini ditentukan secara bersama-

sama;

f. Suami-istri wajib saling mencintai, saling menghormati, saling

setia, dan saling memberikan bantuan baik lahir maupun batin;

g. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya;

h. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-

baiknya;

i. Apabila baik suami maupun istri telah melalaikan kewajibannya,

maka masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada

Pengadilan.

Ketentuan Pasal 31 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mensejajarkan antara

hak dan kedudukan suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga

dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat adalah sangat sesuai

dengan tata hidup dan kehidupan masyarakat modern sekarang yang

sangat jauh sekali berbeda dengan tata hidup dan kehidupan masyarakat

pada masa berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau

sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, dimana wanita yang berada dalam ikatan perkawinan

dianggap dan dinyatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan

hukum. Hal ini tercermin dalam hal :

a. Membuat perjanjian yang memerlukan bantuan atau izin dari

suaminya (Pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata); dan

b. Menghadap dimuka hakim harus dengan bantuan suaminya (Pasal

110 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

2.2 Harta Benda Perkawinan

Harta benda perkawinan berdasarkan ketentuan dalam sistem

hukum nasional Negara Indonesia diatur dalam ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

tentang harta bersama menurut undang-undang dan pengurusannya diatur

dalam Bab VI Pasal 119 sampai dengan Pasal 138 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, yang terdiri dari tiga bagian, yakni sebagai berikut:

1. Bagian pertama tentang harta bersama menurut undang-undang, yang

tercantum didalam Pasal 119 sampai dengan Pasal 123 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata;

2. Bagian kedua tentang pengurusan harta bersama yang diatur dalam Pasal

124 dan Pasal 125 Kitab Undnag-Undang Hukum Perdata; dan

3. Bagian ketiga tentang pembubaran gabungan harta bersama dan hak untuk

melepaskan diri daripadanya, yang diatur dalam Pasal 126 sampai dengan

Pasal 138 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Asas yang dianut pada ketentuan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata mengenai harta perkawinan merupakan asas percampuran

bulat. Hal tersebut dapat disimpulkan berdasarkan ketentuan Pasal 119

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan

bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan

perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang

perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan

antara suami dan istri.26

26

Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., ps. 119.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Akan tetapi, kewenangan untuk bertindak atas harta benda perkawinan

tersebut berada dikekuasaan suami sebagai kepala rumah tangga

atau perkawinan, baik harta pribadi istrinya (Pasal 105 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata) maupun harta persatuan (Pasal 124 Ayat (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Sejak pelaksanaan perkawinan

karena hukum terdapat kebersamaan harta secara menyeluruh meliputi

harta yang sudah ada maupun yang belum ada. Kebersamaan harta itu pada

umumnya meliputi semua benda bergerak dan tidak bergerak yang sudah

ada, yang akan ada, ataupun yang diperoleh secara cuma-cuma milik

masing-masing pihak, baik suami maupun istri, sebagaimana yang

dinyatakan dalam ketentuan Pasal 120 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Dalam hal beban, kebersamaan harta itu pada umumnya meliputi

semua utang yang dibuat oleh masing-masing pihak, baik suami maupun

istri yang terjadi sebelum ataupun sesudah dilangsungkannya perkawinan,

sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 121 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. 27 Percampuran itu berlaku secara bulat tanpa

mempersoalkan bawaan masing-masing. Semua bawaan baik yang berasal

dari bawaan suami maupun bawaan istri dengan sendirinya satu kekayaan

bersama dalam keluarga selaku milik bersama dari suami-istri, kecuali

sebelum perkawinan

mereka mengadakan perjanjian perkawinan yang memuat ketentuan bahwa

dengan perkawinan tidak akan terjadi percampuran kekayaan sama sekali.

Dengan kata lain, harta benda yang dibawa oleh suami atau istri ke dalam

perkawinan akan bercampur menjadi satu kesatuan sebagai harta benda

bersama diantara mereka berdua.

Menurut ketentuan Pasal 124 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, hanya suami saja yang boleh mengurus harta bersama itu. Ia

diperbolehkan untuk menjualnya, memindahtangankannya, dan

membebaninya tanpa bantuan istrinya, kecuali dalam hal-hal berikut ini :

27 Hartono Soerjopratiknyo, Akibat Hukum dari Perkawinan Menurut Sistem Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983),

hlm. 76.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

a. Tidak diperbolehkan menghibahkan barang-barang tidak bergerak dan

semua barang bergerak dari persatuan, kecuali untuk memberikan

kedudukan kepada anak-anaknya;

b. Tidak diperbolehkan juga menghibahkan suatu barang bergerak tertentu,

meskipun diperjanjikan bahwa ia tetap menikmati pakai hasil atas barang

itu;

c. Meskipun terdapat persatuan, didalam suatu perjanjian perkawinan dapat

ditentukan bahwa barang-barang tidak bergerak dan piutang atas nama

istri yang jatuh dalam persatuan tanpa persetujuan dari istri yang

bersangkutan tidak dapat dipindahtangankan ataupun dibebani.

Selain itu pula dalam hal suami tidak dapat hadir ataupun tidak dapat

menyatakan kehendaknya padahal sangat diperlukan tindakan dengan

segera, maka istri dapat meminta izin dari Pengadilan Negeri untuk

memindahtangankan ataupun membebani harta persatuan itu 28 ,

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 125 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

Harta bersama bubar demi hukum, karena kematian, perkawinan

atas izin hakim setelah suami atau istri tidak ada, perceraian, pisah meja

dan ranjang, dan karena pemisahan harta, sebagaimana diatur dalam

ketentuan Pasal 126 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sedangkan asas yang dianut pada ketentuan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap pengaturan mengenai

harta perkawinan merupakan asas perpisahan harta benda perkawinan. Hal

tersebut dapat disimpulkan sebagaimana ternyata dalam ketentuan Pasal 35

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang

menyatakan bahwa :

28

Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., ps. 125.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah

penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.29

Dengan kata lain, harta benda yang dibawa oleh suami atau istri ke dalam

perkawinan, yang mana disebut juga sebagai harta bawaan tetap menjadi

milik masing-masing pihak, baik suami ataupun istri, sedangkan harta

yang diperoleh oleh suami dan istri selama perkawinan akan bercampur

menjadi satu kesatuan diantara mereka berdua, yang mana disebut juga

sebagai harta bersama ataupun harta gono-gini.

Suami dan istri bersama-sama berhak untuk mempergunakan

atau memakai harta bersama dengan persetujuan kedua belah pihak

secara timbal balik. Syarat persetujuan kedua belah pihak tersebut

hendaknya dipahami sedemikian rupa dengan luwes, yang mana

tidaklah dalam segala hal mengenai penggunaan atau pemakaian

harta bersama ini diperlukan adanya persetujuan kedua belah pihak

secara formil atau secara tegas. Dalam beberapa hal tertentu,

persetujuan kedua belah pihak ini harus dianggap ada sebagai

persetujuan yang diam-diam, misalnya dalam hal mempergunakan

atau memakai harta bersama untuk keperluan hidup sehari-hari. Ini

adalah untuk menghindari kekakuan diantara suami dan istri dalam

pergaulan hidup bersama-sama ditengah masyarakat.

Berdasarkan kedua ketentuan pasal tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa setiap calon pasangan suami-istri dapat

melakukan penyimpangan atas ketentuan peraturan perundang-undangan

mengenai harta benda perkawinan. Dalam hal mereka menghendaki

dilakukannya penyimpangan tersebut, maka hal ini hanya dapat

ditempuh dengan cara pembuatan perjanjian pra nikah atau yang lazim

29

Indonesia, op.cit., ps. 35.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

disebut juga dengan perjanjian perkawinan. Ketentuan yang mengatur

mengenai perkawinan pada dasarnya bersifat memaksa, sehingga para

pihak tidak boleh menyimpang atau menentukan lain dan mereka harus

tunduk pada ketentuan tersebut.30 Sedangkan pengaturan mengenai hukum

perjanjian merupakan ketentuan hukum pelengkap, yang mana boleh

diadakan penyimpangan-penyimpangan, sehingga “para pihak dapat

mengesampingkan aturan hukum perjanjian yang ada; dapat diganti

dengan kesepakatan para pihak sendiri.”31

Berdasarkan ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan dikenal adanya dua macam harta benda dalam

perkawinan, yakni:32

(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama;

(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh

masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan

masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Demi tercapainya harta kekayaan bersama itu hanya diperlukan satu syarat

saja bahwa harta itu diperoleh selama perkawinan. Tidak ada syarat-syarat

lain selain daripada syarat tersebut. Tidak ada ketentuan hukum yang

mensyaratkan adanya keharusan dari pihak istri untuk turut aktif

mengumpulkan harta kekayaan. Mengenai harta bawaan dari masing-

masing suami-istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah

atau hibah ataupun warisan, setiap pihak baik suami maupun istri memiliki

hak sepenuhnya dan hak untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

harta bendanya tersebut.

30

Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata (Pembahasan Mengenai Asas-Asas Hukum

Perdata), (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hlm. 17.

31

Rusdi Malik, Memahami Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Universitas Trisakti,

2009), hlm. 3.

32

Indonesia, loc. cit.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Apabila Penjelasan Pasal 35 dan Pasal 38 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dihubungkan dan kemudi-

an dibandingkan dengan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, maka sebenarnya apa yang diatur dalam

Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

ini sudah tertampung pengaturannya dalam Penjelasan Pasal 35 dan

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dengan demikian tidaklah masalah seandainya Pasal 37 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut tidak

ada. Terulangnya pengaturan pada Pasal 37 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap sesuatu yang

telah diatur dalam Penjelasan Pasal 35 dan Pasal 38 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sama halnya seperti

terulangnya pengaturan pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor

9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan,

yakni mengenai alasan perceraian, yang mana sudah diatur dalam

Penjelasan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Walaupun demikian, Penjelasan Pasal 37 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah memberikan

suatu penjelasan yang lebih lanjut, lebih terperinci, dan penegasan

terhadap yang dimaksud dari dengan hukumnya masing-masing

ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Penjelasan

Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

juga memberikan maksud dari hukum lainnya, yaitu untuk membuka

kemungkinan hukum lain daripada hukum agama dan hukum Adat

terkait dengan pengaturan tentang harta bersama. Umpamanya

Hukum Perdata Barat (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

terkait dengan pengaturan harta bersama bagi orang-orang golongan

Timur Asing Tionghoa, orang-orang golongan Eropa, dan orang-

orang yang dipersamakan dengan mereka yang berada di Indonesia.

Terbukanya hukum lain daripada hukum agama dan hukum adat

bagi pengaturan harta bersama merupakan suatu hal guna

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

menghindari terjadinya kevakuman hukum dalam tatanan hukum di

negara kita.33

2.3 Penerapan Ketentuan Lama Dalam Perjanjian Perkawinan

Bagi negara-negara yang masyarakatnya bersifat heterogen,

maka hukum perdatanya tidak menggambarkan adanya kesatuan

pengaturan masyarakat, namun menggambarkan adanya keanekaragaman

pengaturan masyarakat. Dengan kata lain, tidak ada satu undang-undang

yang berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hukum perdata yang

berlaku di Indonesia bukanlah merupakan satu kesatuan hukum,

melainkan bersifat beraneka ragam. Dalam hal ini berarti bahwa bagi

berbagai macam golongan warga negara yang menjadi anggota masyarakat

Indonesia berlaku hukum perdatanya sendiri-sendiri, yaitu :

a. Bagi golongan warga negara Indonesia asli berlaku hukum perdata

adat yang terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang untuk sebagian besar

berupa kaidah hukum yang tidak tertulis, akan tetapi hidup bagi

mereka dalam arti ketaatan dan perwujudannya dalam tingkah laku

kehidupan masyarakat mereka;

b. Bagi golongan warga negara keturunan Timur Asing Cina dan Eropa

berlaku hukum perdata yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel), dengan catatan bahwa

bagi golongan warga negara keturunan Timur Asing Cina sepanjang

mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

tersebut ada pengecualian atau ada penyimpangan-penyimpangan,

yaitu Bagian 2 dan 3 dari Bab IV Buku I mengenai acara-acara yang

mendahului perkawinan dan mengenai pencegahan perkawinan tidak

berlaku bagi mereka, juga bagi mereka berlaku suatu peraturan

33 Abdurrahman dan Riduan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia,

(Bandung: Alumni, 1978), hlm. 29.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

tersendiri tentang pengangkatan anak (adopsi), yang diatur dalam Stb.

1917 – 129 jis. Stb. 1919 – 81, 1924 – 557, 1925 – 92, Bab II, sedang

untuk mereka berlaku satu peraturan tentang catatan sipil yang termuat

dalam Stb. 1917 – 180 jo. 1919 – 81, di luar Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek);

c. Bagi golongan warga negara Timur Asing lain, yaitu golongan Arab,

India, Pakistan, dan sebagainya berlaku sebagian Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), yaitu bagian yang

mengatur hukum kekayaan (Stb. 1924 – 556, mulai berlaku 1925).

Bagian hukum keluarga dan hukum perorangan dari Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) tidak berlaku bagi

mereka itu. Oleh karena itu, mereka tunduk pada hukum adat yang

mereka bawa dari negara asalnya, begitu pula halnya dengan hukum

waris mereka.

Selanjutnya hukum yang berlaku bagi golongan Indonesia sendiri bersifat

berbhineka, ditinjau dari segi yuridis formal berdasarkan Pasal 131 jo. 163

Indische Staatsregeling, dan juga ditinjau dari segi ethnis, karena hukum

yang berlaku bagi masyarakat Indonesia beraneka ragam tergantung pada

corak susunan masyarakat dari daerah masing-masing. Keadaan hukum

perdata di Indonesia tersebut menggambarkan adanya kebhinekaan.

Adanya pembedaan hukum yang diberlakukan bagi golongan

Eropa, Indonesia, dan Timur Asing, dengan kemungkinan

diberlakukannya hukum Eropa bagi golongan-golongan bukan golongan

Eropa atau kemungkinan yang dibuka bagi golongan bukan Eropa untuk

menundukkan diri pada hukum Eropa yang dapat membawa akibat bahwa

hukum perdata yang berlaku di Indonesia bukan merupakan satu kesatuan

hukum, melainkan bersifat beraneka ragam. Sistem dualisme hukum

perdata itu didasarkan atas sistem penggolongan penduduk berdasarkan

Pasal 163 Indische Staatsregeling.

Dalam kaitan dengan kebhinekaan hukum perdata di Indonesia

ini, pada tahun 1966 telah dikeluarkan Instruksi Presidium Kabinet Nomor

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

31/U/In/12/1966 yang memuat perintah kepada para pejabat catatan sipil

diseluruh Indonesia agar dalam melaksanakan peraturan catatan sipil untuk

tidak menggunakan penggolongan penduduk Indonesia berdasarkan Pasal

131 dan 163 Indische Staatsregeling. Juga ditentukan bahwa Instruksi

Presidium Kabinet tersebut di atas tidak mengurangi berlakunya

ketentuan-ketentuan hukum perdata lainnya.

Terkait dengan adanya Instruksi Presidium Kabinet tersebut,

Prof. R. Sardjono, S.H. berpendapat bahwa meskipun dalam Instruksi

tersebut disebut tentang tidak dipergunakannya lagi penggolongan

penduduk Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 dan 163

Indische Staatsregeling, namun pada hakekatnya Instruksi Presidium

Kabinet tersebut tidak dapat menghapuskan pluralisme dalam bidang

hukum perdata di Indonesia. Di Indonesia masih tetap berlaku berbagai

macam sistem hukum yang berlainan bagi berbagai lapisan masyarakat.

Instruksi Presidium Kabinet tersebut tidak dapat menghapuskan

berlakunya undang-undang, yakni Pasal 131 dan Pasal 163 Indische

Staatsregeling, sehingga pada hakekatnya Instruksi Presidium Kabinet

tersebut tidak menghapuskan pluralisme dalam bidang hukum perdata di

Indonesia.

Pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia telah berlaku berbagai

macam peraturan perundang-undangan antara lain:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya dalam Buku I yang

mengatur tentang orang;

b. Peraturan Perkawinan Campuran (Gemengde Huwelijke Reglement

Staatblad 1898 Nomor 158);

c. Ordonansi Perkawinan Kristen Indonesia atau HOCI (Huwelijke

Ordonantie Christen Indonesiers, Staatblad 1933 Nomor 74) yang

merupakan peraturan perkawinan untuk calon mempelai yang

beragama Kristen.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Peraturan perundang-undangan tersebut sebelum lahirnya Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diberlakukan atas dasar

ketentuan Pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945

menentukan bahwa “segala peraturan perundang-undangan yang ada

masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-

Undang Dasar ini.”34

Aturan Peralihan tersebut di atas dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya kekosongan hukum, oleh karena memang tidak mungkin untuk

dengan segera dan secara menyeluruh mengubah semua hukum serta

bidang hukumnya menurut cita-cita yang terkandung didalam Undang-

Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, hukum yang berlaku hingga saat ini

dan yang untuk sebagian besar masih berasal dari zaman pemerintahan

penjajahan Belanda dan Jepang untuk sementara waktu harus

dipertahankan, meskipun keadaan demikian dirasakan sebagai hal yang

tidak seharusnya. Hal itu dikarenakan dalam suatu negara yang merdeka

masih saja berlaku peraturan perundang-undangan yang sifat dan

tujuannya sedikit atau banyak tidak dapat dilepaskan dari jalan pikiran

pihak yang menjajah, yang dalam tindakannya terutama dan mungkin

sekali juga dalam keseluruhannya hanya mengejar dipenuhinya

kepentingannya sendiri (kepentingan penjajah). Perundang-undangan

tersebut tidak jarang merugikan masyarakat. Hal itu dapat dihindari jika

dalam melaksanakan hukum tersebut dijalankan melalui penafsiran-

penafsiran yang bermaksud untuk menyesuaikan hukum itu dengan

tuntutan-tuntutan zaman guna menghindari timbulnya ketidakadilan

hukum dalam masyarakat.

Demikian pula halnya dengan kedudukan Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), yang mana merupakan

undang-undang dari zaman Pemerintahan Hindia Belanda yang memuat

ketentuan-ketentuan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman

34 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, ps. I Aturan

Peralihan.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

pada saat ini, sehingga diperlukan adanya penyesuaian ketentuan demikian

itu dengan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Dalam hal ini berarti bahwa

penyesuaian tersebut hendaknya dilakukan hanya terhadap pelaksanaan

ketentuan yang dapat menimbulkan kerugian ataupun ketidakpastian

hukum dalam masyarakat.

Dalam rangka upaya melakukan penyesuaian hukum tersebut,

maka pembentuk undang-undang telah pula mengadakan perubahan-

perubahan dalam pemberlakuan ketentuan-ketentuan yang tercantum

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), yakni

sebagai berikut ini :

a. Penghapusan ketentuan-ketentuan hukum perdata dalam Buku II Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang berjudul tentang Kebendaan,

sepanjang mengenai bumi, air, dan udara, kecuali ketentuan-ketentuan

yang mengatur mengenai hipotik dan gadai, dengan dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria;

b. Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berjudul tentang

Perikatan dan sebagian besar isinya mengatur mengenai hukum

perjanjian masih secara utuh berlaku;

c. Buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berjudul tentang

Pembuktian dan Daluwarsa serta sebagian besar isinya mengatur

mengenai hal pembuktian, yang mana menurut aliran modern

sebaiknya dikeluarkan dari sistematika Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata karena hukum pembuktian dianggap bukan merupakan hukum

materiil, sebagaimana tujuan dari Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, melainkan hukum perdata formil atau hukum acara;

d. Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak seutuhnya

berlaku, kecuali bagi golongan Timur Asing Cina. Dalam bidang

hukum perkawinan telah disusun suatu undang-undang nasional, yaitu

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Bagi Indonesia, adanya suatu undang-undang nasional yang

mengatur mengenai perkawinan merupakan hal yang mutlak diperlukan.

Hal ini memberikan suatu gambaran bahwa peraturan perundang-

undangan yang sebelumnya belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat

dan dirasakan dapat menimbulkan kendala dalam pengaturan hukum

perkawinan di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

diharapkan dapat menampung prinsip-prinsip yang ada pada berbagai

peraturan atau pengaturan perkawinan yang berlaku pada berbagai

golongan dalam masyarakat Indonesia dan mengaturnya dalam satu

undang-undang agar dapat dipergunakan sebagai pegangan atau pedoman

yang dapat menampung prinsip-prinsip tersebut, serta dapat memberikan

landasan hukum bagi diberlakukannya undang-undang tersebut bagi semua

warga negara atau masyarakat yang bersifat sangat heterogen.

Cita-cita unifikasi memang menjadi dorongan yang kuat dalam

pembentukkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Hal tersebut dilandasi pengalaman masa lampau yang telah dilalui oleh

bangsa Indonesia, yang mana terdapat pemberlakuan peraturan perkawinan

yang berbeda-beda atas golongan-golongan penduduk di Indonesia. Oleh

sebab itulah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

diharapkan dapat mewujudkan unifikasi.

Namun demikian terdapat suatu ketentuan yang tercantum

didalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, yang mana dapat ditafsirkan bahwa segala peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai perkawinan tersebut di atas

sepanjang belum atau tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan dianggap masih tetap berlaku.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

merupakan peraturan perkawinan yang diberlakukan bagi seluruh warga

negara Indonesia yang diharapkan dapat menghapuskan pluralisme hukum

perkawinan dan menghendaki terciptanya unifikasi hukum dalam

pengaturan perkawinan di Indonesia. Ketentuan Pasal 66 Undang-Undang

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan menyatakan tidak

berlakunya aturan perkawinan lama atau peraturan perkawinan

sebelumnya, yang mencerminkan adanya kebhinekaan, sepanjang

materinya telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan.

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menentukan bahwa :

Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

perkawinan berdasarkan atas Undang-Undang ini, maka dengan

berlakunya Undang-Undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk

Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks

Ordonnantie Christen Indonesiers S. 1933 Nomor 74), Peraturan

Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S.

1898 Nomor 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur

tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-Undang ini,

dinyatakan tidak berlaku.35

Ketentuan pasal tersebut jelas-jelas menunjukkan ketentuan-

ketentuan dalam berbagai ketentuan, dan menyatakan tidak berlaku

ketentuan tersebut sepanjang sudah diatur dengan undang-undang ini.

Ketentuan pasal tersebut tidak dengan jelas menentukan ketentuan mana

yang dinyatakan tidak berlaku dan ketentuan mana yang berlaku, serta

kriteria seperti apa yang menunjukkan bahwa suatu ketentuan itu telah

diatur didalam undang-undang ini. Oleh karena itu dapat menimbulkan

berbagai penafsiran dan juga merupakan sumber pluralisme hukum dan

ketidakpastian hukum.

Berdasarkan pasal tersebut, maka Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan membuka penafsiran bahwa peraturan

perundang-undangan perkawinan lama pada hakekatnya tidak dihapuskan

secara keseluruhan, terutama peraturan perundang-undangan yang berlaku

35 Indonesia, op. cit., ps. 66.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Ketentuan Pasal 66 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan perlu mendapat

perhatian secara khusus. 36 Peraturan perkawinan yang dihapuskan

hanyalah peraturan perundang-undangan yang masalahnya telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Sedangkan mengenai hal yang belum diatur didalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka dapat ditafsirkan masih

diberlakukan peraturan perundang-undangan yang lama. Hal ini yang

kemudian memberikan gambaran bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan ternyata juga belum dapat mewujudkan unifikasi

secara utuh, dengan adanya celah penafsiran, yang dapat diambil dari

perumusan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, yaitu adanya pluralisme hukum dibidang hukum perkawinan.

Dengan demikian maka kiranya dapat ditafsirkan bahwa antara tujuan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang

menghendaki terciptanya unifikasi hukum dalam bidang hukum

perkawinan dengan hakekat pengaturan materinya dalam undang-undang

dan peraturan pelaksanaannya, ternyata masih belum sepenuhnya dapat

terwujud. Dengan kata lain, masih terdapat kemungkinan penafsiran

bahwa dibidang hukum perkawinan pada hakekatnya masih terdapat

pluralisme hukum.

Selain hal tersebut di atas, pengaturan yang terdapat didalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pun hanya

mengatur mengenai perjanjian perkawinan dalam Bab V dan tidak

memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan perjanjian

perkawinan itu sendiri. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan mengatur mengenai perjanjian perkawinan hanya dalam satu

pasal, yaitu Pasal 29 yang menentukan sebagai berikut ini :

36 J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 7.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua

pihak atas perjanjian bersama dapat mengadakan perjanjian

tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan,

setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga

sepanjang pihak ketiga tersangkut;

(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar

batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan;

(3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan

dilangsungkan;

(4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat

diubah, kecuali bila kedua belah pihak ada persetujuan

mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.37

Didalam ketentuan pasal tersebut di atas, tidak ditentukan

perjanjian tersebut mengenai apa, umpamanya mengenai harta benda.

Karena tidak ada pembatasan itu, maka dapat disimpulkan bahwa

perjanjian tersebut luas sekali, dapat mengenai berbagai hal.

Memperhatikan kekaburan terhadap gambaran yang sebenarnya dimaksud

dalam ketentuan Pasal 29 itu sendiri.38 Dalam rangka mencari penjelasan

Pasal 29 tersebut hanya dikatakan bahwa yang dimaksud dengan

perjanjian dalam pasal ini tidak termasuk taklik talak.39

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka

dalam hal penggunaan sumber hukum yang diterapkan sebagai acuan

dalam rangka pembuatan perjanjian perkawinan, menurut hemat Penulis

khususnya dalam kasus pembuatan perjanjian perkawinan yang dibuat

antara Djaya dan Lianna Setiawan dapat diberlakukan ketentuan-ketentuan

lama yang tercantum didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

sepanjang tidak ada pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan.

37 Indonesia, op. cit., ps. 29.

38

Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, (Medan: Zahir Trading Co, 1975),

hlm. 83.

39

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1987), hlm.

32.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

2.4 Saat Pembuatan Perjanjian Perkawinan

Berdasarkan salah satu unsur yang terkandung didalam

ketentuan Pasal 147 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka

perjanjian perkawinan dibuat oleh calon pasangan suami-istri pada saat

sebelum dilangsungkannya perkawinan. 40 Sedangkan pengaturan yang

tercantum didalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menentukan bahwa perjanjian perkawinan dibuat pada waktu

atau sebelum perkawinan dilangsungkan oleh calon pasangan suami-istri.41

Ketentuan perundang-undangan memang tidak menentukan secara tegas

mengenai jangka waktu antara pembuatan perjanjian perkawinan dengan

saat dilangsungkannya perkawinan.

Sehubungan dengan hal ini, perjanjian perkawinan antara Djaya

dan Lianna Setiawan dilakukan pembuatannya pada tanggal 6 Maret 2002

saat sebelum mereka melangsungkan perkawinannya dihadapan pemuka

agama Kristen di Jakarta pada tanggal 9 Maret 2002. Dengan kata lain,

perjanjian perkawinan mereka tersebut telah sesuai atau tidak bertentangan

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, maka perjanjian perkawinan tersebut dapat

diberlakukan diantara mereka sejak saat perkawinan berlangsung.

2.5 Bentuk Perjanjian Perkawinan

Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan

dan teknologi serta semakin meningkatnya tuntutan akan kebutuhan

masyarakat terkait suatu jaminan kepastian hukum dan perlindungan

hukum dalam setiap perbuatan hukum yang dilakukan. Adapun

pemenuhan akan kebutuhan alat bukti tertulis yang paling kuat dan penuh

dalam menjamin kepastian dan perlindungan hukum melalui pembuatan

40 Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, loc. cit.

41

Indonesia, loc. cit.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

akta otentik. Ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

memberikan suatu pengertian dari akta otentik, yaitu “suatu akta yang

didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di

hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di

mana akta dibuatnya.” 42 Selain itu ada pula pengertian mengenai akta

otentik juga diatur didalam ketentuan Pasal 1 Angka (7) Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris bahwa “akta notaris adalah

akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan

tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.”43

Ketentuan Pasal 147 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

secara tegas menetapkan bahwa setiap perjanjian perkawinan harus dibuat

dengan akta notaris atas ancaman kebatalan. 44 Ketentuan tersebut

dimaksudkan supaya perjanjian perkawinan mempunyai kekuatan

pembuktian yang kuat dan agar terdapat suatu kepastian hukum tentang

hak dan kewajiban suami-istri yang bersangkutan atas harta benda mereka,

mengingat bahwa perjanjian perkawinan mempunyai konsekuensi yang

luas terhadap perkawinan mereka.

Dalam hal ini, penulis sependapat dengan Nurnazly Soetarno,

S.H. yang berpendapat bahwa sebaiknya perjanjian perkawinan dibuat

dalam bentuk akta otentik untuk lebih menjamin kepastian hukum dan agar

pihak ketiga mengetahui tentang adanya perjanjian perkawinan tersebut.

Kalau perjanjian perkawinan dibuat dengan akta di bawah tangan, maka

kekuatan mengikatnya masih diragukan, artinya masih bisa dibantah.

Kekuatan pembuktian dari akta di bawah tangan tergantung pada

pengakuan para pihak yang turut menandatangani akta tersebut. Oleh

karena itu, kekuatan pembuktian akta di bawah tangan itu tidak kuat sebab

dibutuhkan adanya itikad baik dari para pihak. Pengaturan mengenai

42 Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., ps. 1868.

43 Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No. 30 Tahun 2004, LN No. 117

Tahun 2004, TLN No. 4432, ps. 1 angka (7).

44

Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, loc. cit.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dapat ditemukan dalam

ketentuan Pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

menjelaskan bahwa:

suatu tulisan di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap

siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut

undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap

orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan

orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, bukti yang

sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah

ketentuan Pasal 1871 untuk tulisan itu.45

Oleh karena itu, sebaiknya perjanjian perkawinan tersebut dibuat dalam

bentuk akta otentik.46 Suatu akta otentik yang dibuat oleh seorang Notaris

dapat memuat :

a. Kehendak para pihak;

b. Kesepakatan para pihak;

c. Perbuatan hukum penyimpangan dari harta bersama perkawinan;

d. Ketetapan hak dan kewajiban para pihak; dan

e. Kepastian bahwa apa yang diperjanjikan diantara para pihak dengan

yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan mengenai

perjanjian perkawinan telah sesuai sebagaimana seharusnya.

Oleh sebab itu, dalam proses perbuatan hukum pembuatan perjanjian

perkawinan hendaknya dilakukan dihadapan seorang notaris. Hal ini

dikarenakan bahwa seorang notaris dapat berperan serta dalam membantu

terciptanya suatu kondisi yang seimbang bagi calon suami maupun calon

istri yang menghadap kepadanya sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam

45

Ibid., ps. 1875.

46

Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, op. cit., hlm.73.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peranan seorang notaris

dapat disimpulkan dari kewenangan dan kewajibannya, sebagaimana yang

diatur dalam ketentuan Pasal 15 dan 16 Ayat (1a) Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Ketentuan Pasal 15 Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan

bahwa:

notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh

yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,

menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu

sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan

oleh undang-undang.47

Sedangkan ketentuan Pasal 16 Ayat (1a) Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menetapkan bahwa “dalam

menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban bertindak jujur, saksama,

mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait

dalam perbuatan hukum.”48 Dengan demikian, notaris itu bersikap netral

karena ketidakberpihakannya terhadap salah satu pihak yang menghadap

kepadanya, sehingga seorang notaris dapat diupayakan keterlibatannya

untuk membuat akta perjanjian perkawinan dan berperan melindungi

kepentingan para pihak serta mencegah terjadinya sengketa dikemudian

hari diantara para pihak tersebut. Akan tetapi dari seluruh alasan yang

disebutkan di atas masih terdapat suatu arti penting untuk dibuatnya

perjanjian perkawinan dalam bentuk akta otentik dihadapan seorang

notaris, yaitu terjaminnya kepastian hukum bagi para penghadap yang

47 Indonesia, op. cit., ps. 15.

48

Ibid., ps. 16 ayat (1a).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

bersangkutan. Berdasarkan hal itu, maka sudah seyogianyalah diciptakan

suatu kepastian hukum dalam proses pembuatan perjanjian perkawinan

dengan maksud supaya hak dan kewajiban masing-masing pihak, yang

mana dalam hal ini kedua calon mempelai menjadi jelas dan terjamin oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa kedua pihak, yakni calon

suami dan calon istri atas persetujuan bersama dapat mengadakan

perjanjian tertulis yang kemudian disahkan oleh pegawai pencatat

perkawinan.49 Ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan memang tidak mensyaratkan secara tegas seperti

halnya yang tercantum didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

yang mana suatu bentuk hukum tertentu sebagai syarat sahnya suatu

perjanjian perkawinan.

Satu-satunya persyaratan mengenai bentuk hukum suatu

perjanjian perkawinan yang terkandung didalam ketentuan Pasal 29

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah bahwa

perjanjian perkawinan harus dibuat secara tertulis.50 Berdasarkan hal itu,

para pihak dalam hal ini adalah calon suami dan calon istri dapat

meletakkan perjanjian perkawinan mereka, baik dalam bentuk akta di

bawah tangan maupun dalam bentuk akta otentik. Dalam hal ini, apabila

suatu perjanjian perkawinan dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah

tangan, maka hal itu berarti bahwa para pihak dapat membuatnya sendiri

tanpa memerlukan bantuan dari pihak manapun, asalkan kemudian

perjanjian perkawinan tersebut disahkan oleh pegawai pencatat

perkawinan mereka.

Dengan demikian, bentuk perjanjian perkawinan yang diatur

dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

49 Indonesia, loc. cit.

50

Ibid.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Perkawinan lebih sederhana daripada ketentuan dalam Pasal 147 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perjanjian

perkawinan cukup dibuat secara tertulis yang kemudian disahkan oleh

Pejabat Pencatat Perkawinan 51 , sedangkan menurut Pasal 147 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian perkawinan harus dibuat

dengan akta otentik.52

Persetujuan perjanjian perkawinan itu dibuat secara tertulis yang

kemudian disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Perjanjian

perkawinan dilekatkan pada akta nikah dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan. 53 “Atas ancaman kebatalan, setiap perjanjian perkawinan

harus dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung.

Perjanjian mulai berlaku semenjak saat perkawinan dilangsungkan; lain

saat untuk itu tak boleh ditetapkannya.” 54 Setelah dilakukan

pengesahan oleh pegawai pencatat, maka segala ketentuan yang diatur

didalam perjanjian tersebut menjadi sah berlaku terhadap calon suami-istri

yang bersangkutan dan juga terhadap pihak ketiga sepanjang isi ketentuan

yang menyangkut pihak ketiga. Perjanjian perkawinan mulai berlaku

terhadap pihak ketiga sejak hari pendaftarannya di Kantor Panitera

Pengadilan Negeri di wilayah hukum, dimana perkawinan tersebut

dilangsungkan. Pendaftaran perjanjian perkawinan maupun perubahan-

perubahannya (apabila ada) merupakan pemenuhan terhadap asas

publisitas. Apabila pendaftaran perjanjian perkawinan di Kantor Panitera

Pengadilan Negeri belum dilakukan, maka pihak ketiga boleh menganggap

suami-istri yang bersangkutan melangsungkan perkawinan dalam

51

Indonesia, op. cit., ps. 29 ayat (1).

52 Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., ps. 147. 53

Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal

Center Publishing, 2002), hlm. 30.

54

Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, loc. cit.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

percampuran harta kekayaan.55 Perjanjian perkawinan tidak dapat disahkan

oleh pegawai pencatat perkawinan, bilamana terdapat ketentuan-ketentuan

didalamnya yang bertentangan dengan kaedah hukum, agama, ataupun

kesusilaan yang berlaku.

Ketiadaan pengaturan hukum yang mensyaratkan secara tegas

penuangan perjanjian perkawinan dalam bentuk akta otentik yang dibuat

dihadapan seorang pejabat yang berwenang, yang mana dalam hal ini

adalah seorang notaris serta adanya kewajiban para pihak dalam perjanjian

perkawinan yang kemudian setelah pembuatannya diharuskan untuk

meminta pengesahannya kepada pegawai pencatat perkawinan itu

merupakan sesuatu hal yang dapat sangat menimbulkan suatu kesalahan

persepsi terhadap kewenangan yang dimiliki oleh pegawai pencatat

perkawinan. Hal ini dikarenakan bahwa seorang pegawai pencatat

perkawinan itu pada dasarnya memiliki tugas untuk melakukan pencatatan

saja terhadap peristiwa penting yang dialami seseorang dalam register

pencatatan sipil. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang

dimaksud dengan “peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh

seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian,

pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama,

dan perubahan status kewarganegaraan.” 56 Dalam hal ini, kesalahan

persepsi yang dapat timbul adalah bahwa tidak semua jenis perjanjian

perkawinan perlu dilakukan pengesahan, hanya perjanjian perkawinan

dalam bentuk akta di bawah tangan saja yang memerlukan pengesahan.

Berdasarkan hal itu, maka pegawai pencatat perkawinan tidak memiliki

kapasitas untuk melakukan pengesahan suatu perjanjian perkawinan yang

telah dibuat dalam bentuk akta otentik oleh notaris, melainkan hanya

bertugas untuk melakukan pencatatannya saja. Hal ini erat kaitannya

55

R. Subekti, op. cit., hlm. 38.

56

Indonesia, Undang-Undang Administrasi Kependudukan, UU No. 23 Tahun 2006, LN

No. 124 Tahun 2006, TLN No. 4674, ps. 1 angka (17).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

dengan kredibilitas seorang notaris dalam menjalankan jabatannya serta

dikarenakan suatu akta otentik yang dihasilkan oleh seorang notaris

merupakan suatu akta yang keabsahan dan kekuatan pembuktiannya tidak

perlu diragukan lagi, sehingga tidak diperlukan pengesahan kembali oleh

pegawai pencatat perkawinan.

Demikian pula halnya yang terjadi pada perjanjian perkawinan

diantara Djaya dan Lianna Setiawan, yang mana dalam kasus ini mereka

tunduk terhadap pengaturan didalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai kewajiban untuk meminta

pengesahan kepada pegawai pencatat perkawinan. Pengesahan perjanjian

perkawinan mereka dilakukan pada saat bersamaan dengan pencatatan

perkawinannya, meskipun pada kenyataannya hal tersebut tidak diperlukan

dikarenakan bahwa perjanjian perkawinan mereka telah dibuat dalam

bentuk akta otentik dihadapan Tuan Slamet Suryono Hadi S., Sarjana

Hukum, Notaris di Jakarta.

2.6 Pemberlakuan Perjanjian Perkawinan

Unsur berlakunya perjanjian perkawinan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata diatur dalam Pasal 147 yang secara garis besar

menentukan bahwa perjanjian perkawinan mulai berlaku semenjak saat

perkawinan dilangsungkan, lain saat itu tidak boleh ditetapkan.57 Pasal 152

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:

ketentuan tercantum dalam perjanjian perkawinan, yang

mengandung penyimpangan dari persatuan menurut undang-

undang seluruhnya atau untuk sebagian, tak akan berlaku untuk

pihak ketiga, sebelum hari ketentuan-ketentuan itu dibukukan

dalam suatu register umum, yang harus diselenggarakan untuk itu

di kepaniteraan pada Pengadilan Negeri, yang mana dalam daerah

hukumnya perkawinan itu telah dilangsungkan, atau, jika

57 Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, loc. cit.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

perkawinan berlangsung di luar negeri, di kepaniteraan dimana akta

perkawinan dibukukannya.58

Sedangkan pengaturan didalam Pasal 29 Ayat (3) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa

perjanjian perkawinan mulai berlaku sejak saat perkawinan

dilangsungkan.59 Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan menentukan bahwa berlakunya perjanjian perkawinan

terhadap pihak ketiga, sejak saat perkawinan tersebut dilangsungkan, sama

halnya seperti berlakunya perjanjian perkawinan terhadap suami-istri

tersebut.60

Ketiadaan ketentuan lainnya mengenai saat berlakunya

perjanjian perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan haruslah ditafsirkan bahwa undang-undang tersebut

tidak menghendaki dipilihnya saat lain daripada yang telah ditetapkan

secara tegas didalam salah satu pasalnya tersebut. Perjanjian perkawinan

tersebut berlaku bagi suami-istri yang bersangkutan maupun terhadap

pihak ketiga. Ketentuan-ketentuan hukum tersebut di atas, baik yang

ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan suatu

ketentuan hukum yang bersifat memaksa, sehingga tidak boleh

dikesampingkan. Perjanjian perkawinan wajib didaftarkan supaya umum

dapat mengetahuinya karena daftar tersebut dapat dilihat oleh siapapun.

Hal ini juga sangat berguna bagi kepentingan pihak ketiga untuk

mengetahui akibat-akibat yang mungkin dihadapinya dalam hal pihak

ketiga tersebut hendak mengadakan perjanjian utang-piutang dengan

suami-istri yang bersangkutan, khususnya terkait dengan pelaksanaan

eksekusi atau sita jaminan.

58

Ibid., ps. 152.

59

Indonesia, op. cit., ps. 29 ayat (3).

60

Ibid., ps. 29 ayat (1).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

2.7 Isi Perjanjian Perkawinan

Berdasarkan ketentuan Hukum Perdata, setiap calon suami

maupun calon istri mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri

akibat-akibat dari perkawinannya, khususnya mengenai harta benda

mereka. Setiap calon suami maupun calon istri dapat memilih pengaturan

harta benda mereka, seperti terjadinya percampuran seluruh harta benda

mereka menjadi satu kesatuan ataupun hanya bercampur sebagian saja dan

sebagian lagi terpisah ataupun sama sekali tidak ada percampuran harta

benda, sehingga masing-masing calon mempelai menguasai sendiri

penguasaan harta bendanya.

Hukum perkawinan meliputi pula hal-hal yang berkaitan dengan

harta kekayaan perkawinan. Dalam hal hukum harta benda perkawinan,

pada prinsipnya para pihak diberikan peluang untuk menentukan hak dan

kewajiban mereka, namun hal tersebut dalam batas-batas yang

diperbolehkan atau ditentukan oleh undang-undang. Berikut ini merupakan

pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang mengenai

hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian perkawinan, yakni sebagai

berikut :61

a. Dilarang menentukan isi perjanjian perkawinan yang bertentangan

dengan ketertiban umum (Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata);

b. Dilarang mengadakan perjanjian perkawinan yang isinya si istri

melepaskan hak untuk menuntut perpisahan meja dan tempat tidur,

menuntut perceraian, ataupun menuntut pemisahan harta kekayaan;

c. Dilarang mengadakan perjanjian perkawinan yang isinya mengurangi

kekuasaan suami atau istri (Pasal 140 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata);

d. Dilarang mengadakan perjanjian perkawinan yang isinya menyimpang

dari ketentuan-ketentuan mengenai kekuasaan orang tua, misalnya

61 Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, loc. cit.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

didalam perjanjian perkawinan ditentukan bahwa istri yang

menjalankan kekuasaan orang tua, maka perjanjian perkawinan

demikian tidak diizinkan (Pasal 140 Ayat (1) Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata);

e. Dilarang mengadakan perjanjian perkawinan yang isinya mengurangi

hak suami sebagai kepala rumah tangga (Pasal 140 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata).

Terhadap larangan tersebut, undang-undang menentukan pengecualian,

yakni antara lain :

1. Istri berhak mengadakan perjanjian perkawinan yang menjamin

atau memberi pada istri kewenangan untuk mengurus harta baik

benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang menjadi

miliknya dan hak mengurus segala penghasilan yang diperolehnya.

Dalam hal ini, hak untuk mengurus tidak termasuk hak untuk

memindahtangankan, untuk hal itu istri harus mendapatkan izin

terlebih dahulu dari suaminya (Pasal 140 Ayat (2) Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata);

2. Istri dapat memperjanjikan bahwa segala benda bergerak atau efek

atas namanya yang dibawa ke dalam perkawinan tidak dijual atau

dibebani tanpa persetujuannya (Pasal 140 Ayat (3) Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata).

f. Dilarang mengadakan perjanjian perkawinan yang isinya bertentangan

dengan ketentuan yang diadakan oleh undang-undang untuk

melindungi hak suami atau istri yang masih hidup, misalnya hak untuk

menjadi wali dalam hal salah seorang meninggal dunia terlebih dahulu,

maka perjanjian perkawinan demikian tidak boleh diperjanjikan karena

bertentangan dengan ketentuan undang-undang tersebut;

g. Dilarang untuk mengadakan perjanjian perkawinan yang bertujuan

untuk melepaskan hak seseorang dari salah seorang dari mereka itu

atas harta peninggalan anak-anak keturunan mereka (Pasal 141 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata);

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

h. Dilarang untuk mengadakan perjanjian perkawinan yang tujuannya

untuk mengatur harta peninggalan keturunan mereka. Pasal 141 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa dengan

mengadakan perjanjian perkawinan kedua calon suami-istri tidak

diperbolehkan melepaskan hak-hak yang diberikan oleh undang-

undang kepada mereka atas harta peninggalan keluarga sedarah mereka

dalam garis lurus kebawah, pun tidak boleh mengatur harta

peninggalan itu;

i. Dilarang mengadakan perjanjian perkawinan yang isinya bahwa salah

seorang diantara mereka akan memikul beban lebih berat mengenai

kewajiban untuk membayar pelunasan utang mereka. Pasal 142 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa tak bolehlah

mereka memperjanjikan bahwa sesuatu pihak harus membayar

sebagian utang yang lebih besar daripada bagiannya dalam laba

persatuan;

j. Dilarang untuk mengadakan perjanjian perkawinan yang bertujuan

untuk mengatur harta kekayaan menurut ketentuan perundang-

undangan negara lain, menurut kekuasaan atau undang-undang yang

berlaku sebelum berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa

pun tidak bolehlah mereka dengan kata-kata sepintas lalu

memperjanjikan bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh

undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan, atau

oleh undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan-peraturan

daerah, yang dahulu pernah berlaku di Indonesia atau dalam kerajaan

Belanda dan daerah-daerah jajahannya;

k. Dilarang untuk mengadakan perjanjian perkawinan yang isinya

mengatur bahwa istri melepaskan haknya (untuk melepaskan hak) atas

harta kekayaan bersama (Pasal 132 – 153 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata).62

62 Ibid., ps. 132 – 153.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan hanya mencatat hal-hal yang tidak boleh

dilanggar dalam perjanjian perkawinan, yakni tidak boleh melanggar

batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan. 63 Pengertian hukum dalam

ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan meliputi hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Dengan

demikian, perjanjian perkawinan itu tidak boleh bertentangan dengan

hukum adat yang hidup dalam kesadaran masyarakat yang bersangkutan.

Selain itu, perjanjian perkawinan juga tidak boleh melanggar ketentuan

agamanya masing-masing calon suami-istri. Hal ini sesuai dengan falsafah

Pancasila, khususnya sila pertama, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkawinan

merupakan perjanjian dalam bidang hukum keluarga yang ketentuan-

ketentuannya cenderung bersifat memaksa, sehingga tidak dapat

dikesampingkan secara bebas oleh para pihak. Hal ini dikarenakan bahwa

pada asasnya suatu perkawinan harus berlangsung kekal, sehingga

ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai perkawinan dimaksudkan

untuk mendukung prinsip kekal abadinya perkawinan tersebut, yang mana

hal tersebut diwujudkan dalam sifat memaksa pengaturan ketentuan-

ketentuan perkawinan.

Para pihak tidak dapat menyimpang dari ketentuan yang

mengatur mengenai perkawinan, sehingga mereka harus tunduk pada

ketentuan undang-undang dan ketentuan perkawinan bersifat memaksa.

Perkawinan mengandung unsur ketertiban umum. Oleh karenanya, para

pihak tidak dapat secara bebas mengatur hak dan kewajiban mereka demi

mencegah dampak pada timbulnya kesewenang-wenangan dan

terabaikannya hak-hak asasi manusia.

Demi mengantisipasi permasalahan yang mungkin akan timbul

akibat berakhirnya suatu perkawinan, maka undang-undang

63 Indonesia, op. cit., ps. 29 ayat (2).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

memperkenankan calon suami dan calon istri untuk mengadakan suatu

perjanjian perkawinan, yang sebaiknya hanya terkait dengan pengaturan

terhadap harta benda perkawinan saja. Masing-masing pihak yang terkait

dalam perjanjian perkawinan mempunyai hak dan kewajiban yang diatur

dan dilindungi oleh hukum. Dalam hal terdapat salah satu pihak yang tidak

memenuhi kewajibannya ataupun adanya pihak lain yang merasa

kepentingannya dirugikan, maka pihak tersebut diperkenankan untuk

menuntut haknya itu berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam perjanjian

tersebut.

Apabila ketentuan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan dihubungkan dengan ketentuan dalam

Pasal 35 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, yang menentukan harta bawaan dari masing-masing suami

dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah

atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para

pihak tidak menentukan lain, dapatlah disimpulkan bahwa perjanjian

perkawinan itu adalah perjanjian tentang harta benda perkawinan.64

Terdapat berbagai pendapat dalam ilmu hukum terkait isi yang

dapat diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan antara lain sebagai

berikut ini :

a. Sebagian ahli hukum berpendapat bahwa perjanjian perkawinan dapat

memuat apa saja yang berhubungan dengan hak dan kewajiban suami-

istri maupun mengenai hal-hal yang berkaitan dengan harta benda

perkawinan. Pendapat ini didasarkan pada pola pengaturan perjanjian

perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, dimana perjanjian perkawinan diatur didalam Bab V Pasal

29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

mendahului pengaturan mengenai hak dan kewajiban suami-istri yang

diatur didalam Bab VI Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

64

Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, op. cit., hlm. 77.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Perkawinan dan pengaturan mengenai harta benda perkawinan yang

diatur didalam Bab VII Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan.

b. Prof. R. Sardjono, S.H. berpendapat bahwa sepanjang tidak diatur

didalam peraturan perundang-undangan, dan tidak dapat ditafsirkan

lain, maka lebih baik ditafsirkan bahwa perjanjian perkawinan

sebaiknya hanya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan hak dan

kewajiban dibidang hukum kekayaan. Pendapat ini didasarkan pada

sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan apa yang

diatur didalam kodifikasi tersebut, dengan berpegang pada Pasal 139

jo. Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, keleluasaan

suami-istri didalam menentukan hak dan kewajiban mereka

dikhawatirkan akan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, dan

dikhawatirkan dapat merupakan peluang bagi suami-istri untuk

menentukan hak dan kewajiban secara leluasa atau bebas, sedangkan

prinsip dibidang hukum keluarga asas kebebasan berkontrak tidak

dapat diterapkan. Hak dan kewajiban suami-istri dikhawatirkan terlalu

longgar untuk dapat diperjanjikan didalam perjanjian perkawinan.

c. Nurnazly Soetarno, S.H. berpendapat bahwa perjanjian perkawinan

hanya dapat memperjanjikan hal-hal yang berkaitan dengan hak dan

kewajiban dibidang hukum kekayaan, dan hal itu hanya menyangkut

mengenai harta yang benar-benar merupakan harta pribadi suami-istri

yang bersangkutan, yang dibawa ke dalam perkawinan. Mengenai

harta bersama undang-undang tidak menentukan secara tegas bahwa

hal itu dapat diperjanjikan didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, maka menurutnya hal itu juga tidak dapat

diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan. Demikian juga harta yang

bukan merupakan harta pribadi suami-istri yang dibawa masuk ke

dalam perkawinan, tidak dapat diperjanjikan, karena harta itu dapat

merupakan harta pusaka yang merupakan harta kekayaan milik clan-

nya.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Ketentuan Pasal 1 perjanjian perkawinan antara Djaya dan

Lianna Setiawan menunjukkan bahwa para pihak menghendaki supaya

harta sepanjang perkawinan mereka terpisah sama sekali. Para pihak

tersebut di atas pada ketentuan Pasal 1 perjanjian perkawinan telah secara

tegas menyatakan bahwa diantara kedua belah pihak tidak akan terjadi

percampuran harta benda, baik percampuran untung dan rugi maupun

percampuran hasil dan pendapatan. Penegasan tersebut harus disebutkan

dalam perjanjian perkawinan yang dimaksud, sebagaimana ditentukan

dalam ketentuan Pasal 144 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dengan adanya perjanjian perkawinan tersebut, maka masing-

masing pihak baik suami maupun istri tetap menjadi pemilik atas barang-

barang yang mereka bawa masuk ke dalam perkawinan dan di samping itu

karena setiap bentuk persatuan telah mereka kecualikan, maka hasil yang

diperoleh mereka masing-masing sepanjang perkawinan, baik yang berupa

hasil usaha maupun hasil yang keluar dari harta milik pribadi mereka, akan

tetap menjadi milik pribadi dari masing-masing suami dan istri yang

bersangkutan.65 Berdasarkan hal itu, maka para pihak dalam hal ini tunduk

terhadap ketentuan lama pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2.8 Analisa Penetapan Nomor 277/PDT.P/2010/PN.TNG.

Dalam rangka penelitian mengenai pembatalan akta perjanjian

perkawinan setelah perkawinan berlangsung ini, penulis akan mengangkat

dan mengkaji suatu keputusan hakim sebagai studi kasus berdasarkan

Penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Tangerang dengan

Nomor 277/PDT.P/2010/PN.TNG., pada hari Rabu tanggal 21 Juli 2010

yang ditetapkan oleh I Made Supartha, S.H., selaku Hakim Tunggal yang

memeriksa atau menyidangkan permohonan pembatalan tersebut di

Pengadilan Negeri Tangerang dengan dibantu oleh Antonius Suanie, S.H.,

65

J. Satrio, op. cit., hlm. 164.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

M.H., selaku Panitera Pengganti. Berikut ini akan disampaikan uraian

kasus dan analisa hukum dari Penetapan tersebut.

2.8.1 Kasus Posisi

Pada tanggal 8 juli 2010, para pemohon melalui kedua

orang kuasa hukumnya yang masing-masing bernama Dadi

Waluyo, Sarjana Hukum dan Wahyu Baskoro, Sarjana Hukum

yang berkantor di Perumahan Telaga Bestari Blok AX/21,

Wanakerta, Kecamatan Sindang Jaya, Tangerang, sebagaimana

ternyata didalam Surat Kuasa Khusus tertanggal 2 Juli 2010

mengajukan permohonan penetapan kepada Ketua Pengadilan

Negeri Tangerang. Para pemohon tersebut terdiri dari :

1. Nama : Djaya

Pekerjaan : wiraswasta

Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 2 Januari 1968

Agama : Katolik

2. Nama : Lianna Setiawan

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Tempat/tanggal : Jakarta, 3 Desember 1977

Agama : Kristen

Keduanya beralamat di Jalan Kelapa Sawit XV BG. 14/9, Rukun

Tetangga 008, Rukun Warga 013, Kelurahan Pakulonan Barat,

Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.

Djaya dan Lianna Setiawan melalui kedua orang

kuasa hukumnya tersebut di atas mengajukan permohonan

pembatalan perjanjian perkawinan yang berlaku diantara

mereka, sebagaimana ternyata didalam surat permohonan yang

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tangerang

dengan nomor register : 277/PDT.P/2010/PN.TNG.

Para pemohon didalam surat permohonannya

mengemukakan bahwa pada tanggal 6 Maret 2002 kedua calon

mempelai, yaitu Djaya dan Lianna Setiawan telah bersepakat

untuk mengadakan pengaturan tersendiri terhadap harta benda

perkawinan, yakni dengan cara membuat suatu perjanjian

perkawinan. Dalam hal ini mereka datang menghadap kepada

salah seorang Notaris di Tangerang yang bernama Slamet

Suryono Hadi S., Sarjana Hukum guna penyusunan kehendak

mereka tersebut dalam bentuk akta otentik dengan judul Akta

Perjanjian Pernikahan Nomor 9. Setelah itu pada tanggal 9

Maret 2002 mereka telah melangsungkan perkawinan dihadapan

pemuka agama Kristen yang bernama Jonathan Subianto di

Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah Jawa Barat,

Samanhudi, Jakarta. Kemudian pada tanggal 11 Maret 2002

mereka mencatatkan perkawinan tersebut di Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta,

sebagaimana ternyata dalam Kutipan Akta Perkawinan Nomor :

81/I/PP/2002.

Selama 6 (enam) tahun perkawinan atau hingga tahun

2008 mereka telah dikarunia 4 (empat) orang anak, yakni 3 (tiga

orang) anak laki-laki dan 1 (satu) orang anak perempuan yang

masing-masing bernama :

1. Haxeld Divant Djaya, laki-laki, lahir di Jakarta, pada tanggal

26 Oktober 2003, sebagaimana ternyata didalam Kutipan

Akta Kelahiran Nomor : 1177/U/JB/2003, tanggal 12

November 2003;

2. Andrew Btrand Djaya, laki-laki, lahir di Jakarta, pada

tanggal 6 Mei 2005, sebagaimana ternyata didalam Kutipan

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Akta Kelahiran Nomor : 670/U/JB/2005, tanggal 20 Mei

2005;

3. Vegand Lfrant Djaya, laki-laki, lahir di Jakarta, pada tanggal

8 Maret 2007, sebagaimana ternyata didalam Kutipan Akta

Kelahiran Nomor : 530/U/JB/2007, tanggal 23 Maret 2007;

4. Evelyn Audrey Djaya, perempuan, lahir di Jakarta, pada

tanggal 11 Agustus 2008, sebagaimana ternyata didalam

Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 19172/KLU/JP/2008,

tanggal 15 Agustus 2008.

Perkawinan para pemohon yang bersangkutan sudah

berlangsung selama hampir 8 (delapan) tahun terhitung sejak

tahun 2002 sampai dengan tahun 2010, yaitu saat permohonan

penetapan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri

Tangerang. Hubungan perkawinan dalam membina rumah

tangga para pemohon tersebut cukup harmonis, rukun, dan

bahagia karena mereka pada dasarnya saling mencintai dan

menyayangi serta mempunyai pengertian yang tinggi satu sama

lain.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, para pemohon

atas kesepakatan bersama dengan dilandasi itikad baik dan demi

kelangsungan perkawinan keduanya serta kehidupan anak-anak

dimasa mendatang bermaksud mengajukan pembatalan Akta

Perjanjian Pernikahan Nomor 9 tertanggal 6 Maret 2002,

sebagaimana tersebut di atas. Dalam rangka pengajuan

permohonan pembatalan tersebut para pemohon yang diwakili

kedua orang kuasa hukumnya mempergunakan dasar hukum

dari ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Berikut ini hal-hal yang dimohonkan oleh para

pemohon kepada Ketua/Hakim Pengadilan Negeri Tangerang :

1. Mengabulkan permohonan para pemohon tersebut;

2. Menyatakan Akta Perjanjian Pernikahan yang dibuat di

Tangerang, dihadapan Notaris Slamet Suryono Hadi S.,

Sarjana Hukum, sebagaimana tertuang dalam Akta

Perjanjian Pernikahan Nomor 9, tanggal 6 Maret 2002

tersebut, batal demi hukum;

3. Memerintahkan seperlunya kepada Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta dan

Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten

Tangerang / Kota Tangerang Selatan, untuk mencatat

dan/atau memberi catatan pinggir tentang Pembatalan Akta

Perjanjian Pernikahan para pemohon tersebut, pada Kutipan

Akta Nomor : 81/I/PP/2002 tanggal 11 Maret 2002; dan

4. Biaya-biaya menurut hukum.

2.8.2 Analisa Mengenai Pembatalan Akta Perjanjian Perkawinan

Setelah Perkawinan Berlangsung

Pada dasarnya perjanjian perkawinan tidak dapat

diubah selama perkawinan berlangsung, apabila perubahan

tersebut dilakukan secara sepihak, baik dari pihak suami

maupun dari pihak istri saja. Dengan kata lain, perubahan secara

unilateral tidak diperbolehkan. Akan tetapi, dimungkinkan

terjadinya perubahan secara bilateral. Dengan kata lain,

perjanjian perkawinan dapat dilakukan perubahan atas dasar

kehendak bersama dari kedua belah pihak, baik dari pihak suami

maupun dari pihak istri.

Ketentuan Pasal 148 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata menyatakan bahwa “segala perubahan dalam perjanjian,

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

yang sedianya pun boleh diadakan sebelum perkawinan, tak

dapat diselenggarakan dengan cara lain, melainkan dengan akta

dan dalam bentuk yang sama, seperti akta perjanjian itu dulu

pun dibuatnya.” 66 Selama daripada itu, tiada suatu perubahan

pun boleh berlaku, jika penyelenggaraannya tidak dihadiri dan

tidak disetujui oleh segala mereka, yang dulu telah menghadiri

dan menyetujui perjanjian. Selanjutnya ketentuan Pasal 149

Kitab Undang-Undang Perdata menentukan bahwa “setelah

perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dengan cara

bagaimanapun, tak boleh diubah.”67

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas merupakan

ketentuan hukum yang bersifat memaksa yang tidak boleh

dikesampingkan. Dalam hal suatu ketika perkawinan terputus

karena perceraian dan kemudian perkawinan tersebut disambung

kembali, maka bentuk harta perkawinan yang berlaku

sebelumnya harus tetap tidak berubah. Hal ini dimaksudkan

demi melindungi kepentingan pihak ketiga (kreditur) terkait

jaminan harta debitur atas piutang kreditur supaya pihak ketiga

tidak sewaktu-waktu dihadapkan kepada situasi yang berubah-

ubah dan dapat merugikan dirinya.

Ketentuan Pasal 29 Ayat (4) menyatakan bahwa

“selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat

diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada perjanjian untuk

mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.” 68

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa

pada dasarnya perjanjian perkawinan bersifat tetap sepanjang

perkawinan berlangsung. Akan tetapi, dapat dimungkinkan

66 Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., ps. 148. 67

Ibid., ps. 149.

68

Indonesia, op. cit., ps. 29 ayat (4).

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

adanya penyimpangan dengan pembatasan-pembatasan atau

syarat-syarat sebagai berikut :

a. Atas persetujuan dari kedua belah pihak; dan

b. Tidak merugikan pihak ketiga.

Persyaratan atau pembatasan pertama di atas

menegaskan bahwa perubahan perjanjian perkawinan tidak

boleh terjadi karena paksaan. Layaknya suatu perjanjian pada

umumnya harus dilandasi dengan sepakat yang bebas.

Pihak ketiga pada persyaratan atau pembatasan yang

kedua di atas adalah orang-orang yang memiliki kepentingan

dengan keadaan harta perkawinan suatu keluarga. Pihak ketiga

yang dimaksudkan adalah kreditur. Jaminan atas piutang-

piutang kreditur berhubungan erat dengan keadaan dan bentuk

harta perkawinan debiturnya. Pembentuk undang-undang

mencantumkan persyaratan atau pembatasan ini dengan maksud

mencegah terjadinya penyalahgunaan oleh suami-istri secara

sengaja guna menghindari diri dari tanggung jawab mereka

terhadap utang-utangnya kepada pihak ketiga.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan tidak menetapkan seberapa besar perubahan

tersebut dapat diadakan. Oleh karena Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memberikan pembatasan

tersebut, maka para pihak dapat mengadakan perubahan yang

seluas-luasnya, seperti memisahkan sama sekali harta

perkawinan (tidak adanya harta bersama) ataupun adanya

percampuran harta secara bulat dalam perkawinan (tidak adanya

harta pribadi).

Dalam kasus ini, I Made Supartha, Sarjana Hukum,

selaku Hakim yang bertindak untuk memeriksa atau

menyidangkan permohonan dari para pemohon, yaitu Djaya dan

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Lianna Setiawan, berpendapat dalam salah satu

pertimbangannya bahwa permohonan para pemohon tersebut di

atas cukup beralasan dan tidak bertentangan dengan undang-

undang, sehingga permohonan tersebut dapat dikabulkan untuk

seluruhnya. Hakim tersebut menerapkan ketentuan Pasal 1338

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai landasan hukum

dalam pertimbangannya tersebut.

Ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum

perjanjian yang dinamakan dengan sistem terbuka (open system)

yang mempunyai arti bahwa para pihak yang terlibat dalam

suatu perjanjian dapat dengan bebas menentukan hak dan

kewajibannya. Asas ini disebut juga dengan asas kebebasan

berkontrak, yaitu “semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”69, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal

1338 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan

menekankan pada kata „semua‟, maka pasal tersebut seolah-olah

berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa

diperbolehkan membuat perjanjian yang berisi tentang apa saja

dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya

seperti suatu undang-undang. Dengan perkataan lain, dalam hal

perjanjian, masyarakat diperbolehkan membuat undang-undang

yang berlaku bagi para pihak yang membuatnya.70 Pasal-pasal

dari hukum perjanjian hanya berlaku apabila tidak diadakan

aturan-aturan sendiri dalam perjanjian yang dibuat. Asas

kebebasan berkontrak ini tidak boleh bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan, hukum, dan agama.

69

Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., ps. 1338 ayat (1).

70

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1998), hlm. 13.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Perkawinan dapat dikatakan merupakan suatu

perjanjian dalam arti yang luas karena untuk sahnya suatu

perkawinan diperlukan adanya syarat persesuaian kehendak,

sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 28 dan

Pasal 80 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perkawinan

merupakan suatu perjanjian dalam bidang hukum keluarga yang

mempunyai sifat dan ciri yang berbeda dengan perjanjian yang

diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perkawinan merupakan ikatan dalam bidang hukum keluarga

yang mempunyai ciri tersendiri, yakni ketentuan-ketentuan yang

mengaturnya bersifat memaksa yang berarti bahwa akibat

yuridis dari perkawinan yang merupakan perjanjian itu terlepas

dari kewenangan para pihak. Perkawinan meskipun

mengandung unsur kesepakatan, akan tetapi berbeda dengan

perikatan yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang berpegang pada prinsip kebebasan

berkontrak yang terkandung dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian

hukum perkawinan pada prinsipnya tidak mengandung asas

kebebasan berkontrak, sehingga oleh karenanya para pihak tidak

boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam

Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata merupakan perikatan dalam bidang

hukum kekayaan yang tidak mengenal prinsip kekal abadinya

ikatan tersebut. Perikatan-perikatan yang dimaksud dalam Buku

III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada prinsipnya

hanya berlaku untuk sesaat, yang mana apabila masing-masing

pihak telah melaksanakan kewajiban dan memperoleh apa yang

menjadi haknya, maka perikatan tersebut akan berakhir. Selain

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

itu pula, ciri perikatan dibidang hukum kekayaan juga terdapat

keleluasaan yang diberikan kepada para pihak dalam perjanjian

didalam menentukan hak dan kewajiban mereka serta diberikan

kewenangan untuk menyimpang dari ketentuan yang diatur

didalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik

kembali, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau

berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh undang-undang.

Adakalanya terdapat pula suatu perjanjian yang meskipun

dengan persetujuan bersama tidak boleh dicabut kembali,

misalnya suatu perjanjian perkawinan, sebagaimana ditafsirkan

berdasarkan ketentuan Pasal 149 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Penarikan kembali atau pengakhiran oleh salah satu

pihak hanya dapat dimungkinkan pada perjanjian-perjanjian,

yang mana hal itu diizinkan. Biasanya dalam perjanjian-

perjanjian yang kedua belah pihak terikat untuk suatu waktu

yang tidak tertentu, diperbolehkan pengakhiran oleh salah satu

pihak dengan tidak diwajibkan untuk menyebutkan suatu alasan

tertentu, misalnya dalam perjanjian kerja dan perjanjian

penyuruhan (pemberian kuasa). 71

Perkawinan merupakan suatu lembaga hukum yang

mempunyai sifat dan corak pengaturan tersendiri yang berbeda

dengan perjanjian dalam bidang hukum kekayaan. Berdasarkan

hal-hal tersebut di atas, maka landasan hukum yang mendasari

pertimbangan hakim didalam memeriksa dan menyidangkan

permohonan pembatalan akta perjanjian perkawinan dari para

pemohon itu tidak dapat diterapkan pada perkara ini.

Hakim didalam memutus suatu perkara berpegang

pada undang-undang dan hukum lainnya yang berlaku di dalam

71 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2005), hlm. 139.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

masyarakat. Tindakan hakim tersebut dilandasi atas dasar

ketentuan didalam Pasal 20 dan Pasal 22 Staatsblad 1847

Nomor 23 (Algemene Bepalingen van wetgeving voor

Indonesie). Pasal 20 Staatsblad 1847 Nomor 23 (Algemene

Bepalingen van wetgeving voor Indonesie) menyatakan bahwa

hakim harus memutus perkara berdasarkan undang-undang.

Pasal 22 Staatsblad 1847 Nomor 23 (Algemene Bepalingen van

wetgeving voor Indonesie) menyatakan bahwa hakim yang

menolak untuk mengadakan keputusan terhadap perkara, dengan

dalih undang-undang tidak mengaturnya, terdapat kegelapan

atau ketidaklengkapan dalam undang-undang, dapat dituntut

karena menolak mengadili perkara.

Undang-Undang itu tidak sempurna, ada kalanya

tidak lengkap ataupun tidak jelas. Meskipun demikian adanya,

undang-undang tetap harus dilaksanakan. Dengan demikian

hakim tidak dapat menangguhkan atau menolak menjatuhkan

putusan dengan alasan karena hukumnya tidak lengkap ataupun

tidak jelas.

Dalam hal undang-undang tidak lengkap ataupun

tidak jelas, maka hakim harus mencari atau menemukan

hukumnya (rechtsvinding). Interpretasi atau penafsiran

merupakan salah satu metode penemuan hukum untuk

mengetahui makna undang-undang. Interpretasi dilakukan

dalam hal peraturannya ada, tetapi tidak jelas dapat diterapkan

pada peristiwanya.

Berbeda halnya yang terjadi pada kasus pembatalan

akta perjanjian perkawinan yang dimohonkan oleh Djaya dan

Lianna Setiawan, dimana I Made Supartha, Sarjana Hukum,

selaku hakim harus memeriksa dan mengadili perkara ini yang

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

pada kenyataannya tidak ada peraturannya yang khusus

mengenai hal tersebut. Dalam hal ini, hakim menghadapi

kekosongan atau ketidaklengkapan peraturan perundang-

undangan yang harus diisi atau dilengkapi, sebab hakim tidak

boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara dengan dalih

tidak ada atau tidak lengkap hukumnya. Dengan demikian untuk

mengisi kekosongan tersebut hakim dapat menggunakan metode

berpikir analogi, metode penyempitan hukum, dan metode

argumentum a contrario.72

Pada kasus ini, metode yang sebaiknya diterapkan

oleh hakim adalah metode argumentum a contrario dengan titik

berat diletakkan pada ketidaksamaan peristiwa. Metode

argumentum a contrario digunakan apabila suatu peristiwa tidak

diatur secara khusus oleh undang-undang, akan tetapi kebalikan

daripada peristiwa tersebut diatur secara khusus.73 Dalam hal

ini, mengenai pembatalan suatu perjanjian perkawinan tidak

terdapat pengaturannya secara khusus, baik pada Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata maupun pada Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun pada kedua peraturan

perundang-undangan tersebut telah diatur secara khusus

mengenai perubahan suatu perjanjian perkawinan. Penggunaan

cara penafsiran ini didasarkan pada perlawanan pengertian

antara peristiwa konkret yang dihadapi dengan peristiwa yang

diatur dalam undang-undang.

Hakim didalam pertimbangannya cenderung

berdasarkan kepada ketentuan lama yang tercantum pada Pasal

149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian

72

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 21.

73

Ibid., hlm. 27.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

melalui metode argumentum a contrario, hakim mengabulkan

permohonan pembatalan akta perjanjian perkawinan tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka ketentuan pada

Pasal 149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dapat

diberlakukan karena telah terdapat pengaturannya kembali

didalam Pasal 29 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan. Oleh karena itu, apabila diterapkan

metode argumentum a contrario pada ketentuan Pasal 29 Ayat

(4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

maka suatu akta perjanjian perkawinan tidak dapat dibatalkan,

meskipun dengan kesepakatan para pihak.

2.8.3 Analisa Mengenai Akibat Hukum Pembatalan Akta

Perjanjian Perkawinan Setelah Perkawinan Berlangsung

Pada kasus permohonan pembatalan Akta Perjanjian

Perkawinan antara Djaya dan Lianna Setiawan, hakim dalam hal

ini telah menetapkan beberapa hal sebagai berikut ini :

1. Mengabulkan permohonan para pemohon tersebut;

2. Menyatakan Akta Perjanjian Pernikahan yang dibuat di

Tangerang, dihadapan Notaris Slamet Suryono Hadi S.,

Sarjana Hukum, sebagaimana tertuang dalam Akta

Perjanjian Pernikahan Nomor 9, tanggal 6 Maret 2002

tersebut, batal demi hukum;

3. Memerintahkan seperlunya kepada Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta dan

Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten

Tangerang, untuk mencatat dan/atau memberi catatan

pinggir tentang Pembatalan Akta Perjanjian Pernikahan para

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

pemohon tersebut, pada Kutipan Akta Nomor : 81/I/PP/2002

tanggal 11 Maret 2002;

4. Membebankan biaya perkara ini kepada para pemohon

sebesar Rp.141.000,- (seratus empat puluh satu ribu rupiah).

Batal demi hukum memiliki makna bahwa sesuatu

menjadi tidak berlaku ataupun tidak sah karena berdasarkan

hukum (atau dalam arti sempit berdasarkan peraturan

perundang-undangan). Dengan demikian, batal demi hukum

menunjukkan bahwa tidak berlaku atau tidak sahnya sesuatu

tersebut terjadi seketika, spontan, otomatis, atau dengan

sendirinya, sepanjang persyaratan atau keadaan yang membuat

batal demi hukum itu terpenuhi. Sedangkan dapat dibatalkan

sangat berbeda maknanya dengan batal demi hukum. Dapat

dibatalkan menyiratkan makna perlunya suatu tindakan aktif

untuk membatalkan sesuatu atau batalnya sesuatu itu terjadi

tidak secara otomatis, tidak dengan sendirinya, tetapi harus

dimintakan agar sesuatu itu dibatalkan. Selain itu, dapat

dibatalkan juga berarti bahwa sesuatu yang menjadi pokok

persoalan tidak selalu harus dibatalkan, tetapi apabila

dikehendaki, maka sesuatu itu dapat dimintakan pembatalannya.

Dengan kata lain, apabila sesuatu hal dapat dibatalkan, maka

bisa terjadi dua kemungkinan, yakni :74

a. Sesuatu itu benar-benar batal karena dinyatakan

pembatalannya, atau

b. Sesuatu itu tidak jadi batal karena tidak dimintakan

pembatalan sehingga tidak ada pernyataan batal.

74

Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian,

(Jakarta: National Legal Reform Program, 2010), hlm. 4 – 5.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Apabila pelanggaran suatu ketentuan dimaksudkan

untuk melindungi kepentingan umum, maka akibat pada

umumya adalah batal demi hukum atau batal absolut. Sedangkan

apabila pelanggaran suatu ketentuan dimaksudkan untuk

melindungi orang tertentu atau kelompok tertentu, maka

akibatnya adalah dapat dibatalkan atau batal relatif.75 Dengan

perkataan lain, kebatalan absolut berlaku terhadap para pihak

maupun pihak ketiga, sedangkan kebatalan relatif hanya berlaku

bagi orang tertentu saja.

Pada umumnya akibat hukum dari suatu kebatalan

adalah berlaku surut dan kembali pada keadaan semula (ex

tunc). Pada perbuatan hukum yang nonexistent tidak perlu

dimohonkan pembatalannya karena secara yuridis dogmatis

perbuatan tersebut tidak ada, sedangkan pada perbuatan hukum

yang cacat lainnya dapat dimohonkan dengan putusan atau

dengan penetapan pengadilan negeri. Apabila cacat pada

perbuatan hukum berakibat batal demi hukum, penetapannya

bersifat deklaratoir, sedangkan untuk perbuatan hukum yang

dapat dibatalkan sifat keputusannya adalah konstitutif.76

Putusan deklaratoir, yaitu putusan yang hanya

menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai suatu keadaan yang

resmi menurut hukum. Putusan deklaratoir biasanya berbunyi

„menyatakan‟. Putusan konstitutif, yaitu suatu putusan yang

menciptakan atau menimbulkan keadaan hukum baru, berbeda

dengan keadaan hukum sebelumnya. Putusan konstitutif selalu

berkenaan dengan status hukum seseorang atau hubungan

keperdataan satu sama lain. Putusan konstitutif biasanya

75

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Dibidang Kenotariatan, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 382.

76

Ibid., hlm. 384.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

berbunyi „menetapkan‟. Keadaan hukum baru tersebut dimulai

sejak saat putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Hakim di dalam penetapannya tersebut di atas tidak

secara tegas menyatakan akibat-akibat hukum yang dapat

ditimbulkan dari akta perjanjian perkawinan yang dinyatakan

batal demi hukum tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas,

maka Penulis menyimpulkan bahwa akibat hukum dari akta

perjanjian perkawinan yang telah dinyatakan batal demi hukum

adalah mengenai perbuatan hukum perjanjian perkawinan

tersebut sejak terjadinya perbuatan hukum itu tidak mempunyai

akibat hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan

hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah

terjadi. Dengan perkataan lain bahwa dari semula dianggap tidak

pernah ada ataupun tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian

perkawinan tersebut.

Dengan adanya pernyataan hakim yang bersifat

deklaratoir tersebut, yaitu menyatakan Akta Perjanjian

Pernikahan Nomor 9 tanggal 6 Maret 2002 batal demi hukum,

maka menyiratkan bahwa perjanjian perkawinan tersebut

dianggap tidak pernah berlaku di antara para pemohon, sehingga

tidak mempunyai akibat hukum apapun terhadap para pemohon

maupun pihak ketiga. Penulis berpendapat dalam hal ini hakim

hendaknya memberikan suatu putusan yang bersifat konstitutif

karena jelas terlihat bahwa muncul suatu keadaan baru yang

tercipta setelah pembatalan tersebut dilakukan. Keadaan baru

tersebut akan berlaku terhadap para pemohon dan pihak ketiga.

Kondisi demikian ini akan menimbulkan suatu

konsekuensi hukum yang sangat erat kaitannya terhadap

pengaturan harta benda dalam perkawinan para pihak atau para

pemohon yang bersangkutan. Akibat hukum dari terciptanya

suatu keadaan yang baru itu berdasarkan ketentuan di dalam

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan akan menyebabkan harta benda yang

diperoleh selama perkawinan tersebut, yang mana sebelumnya

tidak terdapat suatu persatuan harta sama sekali akan kembali

memunculkan adanya harta bersama diantara suami-istri

tersebut, sedangkan mengenai harta bawaan akan tetap berada di

bawah penguasaan masing-masing pihak yang membawanya ke

dalam perkawinan tersebut. Mengenai harta bersama, suami-istri

dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, sedangkan

mengenai harta bawaan masing-masing suami-istri, baik yang

diperoleh karena hibah maupun karena warisan tiap-tiap pihak

mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan

hukum atas harta bendanya. Harta bersama meliputi :

a. Hasil dan pendapatan suami;

b. Hasil dan pendapatan istri;

c. Hasil dan pendapatan dari harta pribadi suami maupun istri,

meskipun harta pokoknya tidak termasuk dalam harta

bersama, asalkan kesemuanya itu diperoleh sepanjang

perkawinan; dan

d. Hasil yang keluar dari harta pribadi suami-istri sepanjang

perkawinan.

Harta bersama tidak membedakan dari mana atau dari siapa

harta benda tersebut berasal. Dengan demikian, pada prinsipnya

harta bersama itu diatur bersama dan dipergunakan bersama

serta dalam segala sesuatunya harus ada persetujuan bersama.

Di samping itu pembatalan akta perjanjian

perkawinan dapat pula menimbulkan akibat hukum terhadap

pihak ketiga yang mempunyai kepentingan terhadap adanya

perubahan pada pengaturan atas harta benda suami-istri yang

bersangkutan. Pihak ketiga yang dimaksud biasa disebut sebagai

kreditur. Dalam hal ini, oleh karena sebelum dilakukannya

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

pembatalan akta perjanjian perkawinan atau dengan perkataan

lain bahwa pada mulanya di dalam perkawinan antara Djaya dan

Lianna Setiawan terdapat suatu perjanjian pisah harta

seluruhnya, maka masing-masing suami-istri tetap bertanggung

jawab atas utang-utang yang dibuatnya dahulu kepada kreditur

sebelum dilakukan pembatalan perjanjian perkawinan. Dengan

demikian, masing-masing suami-istri tersebut akan menanggung

segala utang yang dibuatnya itu dengan harta pribadinya. Akan

tetapi apabila ternyata harta pribadi masing-masing suami-istri

tersebut tidak mencukupi pelunasan utang tersebut, maka

kreditur dapat meminta pelunasan atas piutangnya itu dari harta

bersama, meskipun pada asasnya harta bersama itu

diperuntukkan untuk melunasi utang bersama yang dibuat oleh

suami-istri.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berikut ini merupakan jawaban-jawaban yang dapat disimpulkan

oleh Penulis dari beberapa permasalahan dalam penelitian ini,

sebagaimana ternyata dari uraian – uraian yang telah disampaikan pada

bab-bab terdahulu dalam penulisan ilmiah ini. Menurut hemat Penulis

pertama bahwa berdasarkan penerapan metode argumentum a contrario

terhadap ketentuan Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, maka suatu pembatalan akta perjanjian

perkawinan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung merupakan

suatu hal yang tidak dapat dilakukan dengan cara apapun juga, meskipun

dengan kesepakatan para pihak yang berssangkutan.

Kedua, penggunaan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan hakim dalam

mengabulkan permohonan pembatalan akta perjanjian perkawinan pada

kasus ini, menurut hemat Penulis tidaklah sesuai untuk diterapkan dalam

memeriksa dan menyidangkan kasus ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa

perkawinan merupakan suatu perikatan yang bersifat kekal abadi dan tidak

mengenal adanya asas kebebasan berkontrak diantara para pihak.

Ketiga, menurut hemat penulis akibat-akibat hukum dari

pembatalan akta perjanjian perkawinan tersebut bagi pasangan suami-istri

yang bersangkutan setelah dikeluarkan penetapan dari Pengadilan Negeri

adalah akan terciptanya suatu persatuan harta bersama diantara suami-istri

tersebut, sedangkan harta bawaan akan tetap berada di bawah penguasaan

masing-masing pihak yang membawanya ke dalam perkawinan,

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimulai sejak saat

dikabulkannya pembatalan akta perjanjian perkawinan mereka. Di

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

samping itu, ada pula akibat hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin

dapat ditimbulkan dari adanya perubahan pada pengaturan atas harta benda

dalam perkawinan suami-istri tersebut, yaitu setiap pihak akan tetap

bertanggung jawab atas segala utang yang telah dibuatnya dahulu sebelum

dikabulkannya pembatalan akta perjanjian perkawinan mereka itu dengan

harta pribadinya dan apabila ternyata belum dapat mencukupi pelunasan

utang tersebut, maka kreditur berhak mengambilnya dari harta bersama

mereka.

3.2 Saran

Berikut ini merupakan beberapa saran dari Penulis berdasarkan

uraian-uraian tersebut di atas :

a. Disadari bahwa pada era modern seperti saat ini sudah banyak

dijumpai calon pasangan suami-istri yang cermat dalam hal melakukan

pengaturan terkait kedudukan harta benda dalam perkawinan mereka,

yang mana merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh di

dalam membina suatu rumah tangga. Pengaturan tersebut biasa disebut

dengan perjanjian perkawinan. Namun ternyata sangatlah disayangkan

bahwa pengaturan mengenai perjanjian perkawinan pada ketentuan

baru yang tercantum di dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan dirasakan belum cukup memberikan

suatu kepastian hukum kepada masyarakat terkait penyimpangan

terhadap pengaturan harta benda perkawinan, khususnya mengenai

pembatalan perjanjian perkawinan. Selain itu pula, adanya ketentuan

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

juga dirasakan akan menimbulkan pluralisme hukum perkawinan di

Indonesia yang justru membuat adanya ketidakpastian hukum di

masyarakat. Oleh sebab itulah, Penulis berharap akan adanya suatu

Peraturan Pelaksana lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan yang memuat mengenai pengaturan

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

perjanjian perkawinan secara lebih lengkap, sehingga dengan tegas

dapat meniadakan pengaturan di dalam ketentuan-ketentuan lama

mengenai perkawinan demi terciptanya suatu kepastian hukum

perkawinan di Indonesia;

b. Penulis menyarankan kepada calon-calon pasangan suami-istri yang

hendak melakukan pembuatan perjanjian perkawinan agar lebih

memahami segala konsekuensi yang akan diterimanya setelah

perjanjian perkawinan perkawinan tersebut berlaku di antara mereka.

Hal ini merupakan suatu hal yang sungguh-sungguh dipertimbangkan

dengan sangat matang, supaya tidak terjadi penyesalan dikemudian

hari dengan melakukan pembatalan perjanjian perkawinan, mengingat

bahwa tidak adanya pengaturan secara tegas dan khusus mengenai

pembatalan tersebut; dan

c. Berkenaan dengan permohonan pembatalan perjanjian perkawinan

pada kasus tersebut di atas, Penulis berharap supaya hakim lebih

cermat dalam memberikan putusannya dengan dilandasi oleh

pertimbangan-pertimbangan yang tidak bertentangan dengan rasa

keadilan dan kepatutan hukum. Dalam hal ini Penulis berharap kepada

setiap hakim di dalam memberikan suatu putusan, meskipun ia terikat

dengan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 22 Staatsblad 1847 Nomor 23

(Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie), namun bukan

berarti bahwa ia memiliki kewajiban untuk mengabulkan setiap

perkara yang dihadapkan kepadanya untuk diperiksa dan diadili.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

A. Buku

Abdurrahman dan Riduan Syahrani. Masalah-Masalah Hukum Perkawinan

Di Indonesia. Bandung: Alumni, 1978.

Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Dibidang

Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008.

Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata Asas-Asas Hukum Orang dan

Keluarga. Jakarta: Gitama Jaya, 2004.

Darmabrata, Wahyono. Hukum Perkawinan Perdata (Syarat Sahnya

Perkawinan Hak dan Kewajiban Suami Isteri Harta Benda Perkawinan).

Jakarta: Rizkita, 2009.

Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata (Pembahasan Mengenai Asas-Asas

Hukum Perdata). Jakarta: Gitama Jaya, 2005.

Darmabrata, Wahyono. Tinjauan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan Beserta Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaannya.

Jakarta: Rizkita, 2008.

Darmabrata, Wahyono dan Surini Ahlan Sjarif. Hukum Perkawinan dan

Keluarga Di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2004.

Erawati, Elly dan Herlien Budiono. Penjelasan Hukum tentang Kebatalan

Perjanjian. Jakarta: National Legal Reform Program, 2010.

Hadikusuma, H. Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut

Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: Mandar Maju,

2007.

Harahap, M. Yahya. Hukum Perkawinan Nasional. Medan: Zahir, 1975.

Harahap, Yahya. Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

Medan: Zahir Trading Co, 1975.

Malik, Rusdi. Memahami Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Universitas

Trisakti, 2009.

Mamudji, Sri. et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Maria. Kedudukan Suami Istri dalam Perkawinan Jujur Menurut Hukum Adat

Karo, Hubungannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Medan: Universitas Sumatera Utara, 1994.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Asis Safioedin. Hukum Orang dan

Keluarga. Bandung: Alumni, 1985.

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan

Tertentu. Cet. 9. Bandung: Sumur Bandung, 1991.

Prodjohamidjojo, Martiman. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta:

Indonesia Legal Center Publishing, 2002.

Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia,

1987.

Sardjono. (Ed.). Perbandingan Hukum Perdata Masalah Perceraian.

Jakarta: Gitama Jaya, 2004.

Satrio, J. Hukum Harta Perkawinan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.

Simanjuntak, P.N.H. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta:

Djambatan, 2005.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3. Jakarta: UI-Press,

1986.

Soerjopratiknyo, Hartono. Akibat Hukum dari Perkawinan Menurut Sistem

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Yogyakarta: Fakultas Hukum

Universitas Gajah Mada, 1983.

Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 1998.

Subekti, R. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet.30. Jakarta: Intermasa, 2002.

Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: UI Press, 1974.

B. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Undang-Undang Administrasi Kependudukan. UU No. 23 Tahun

2006. LN No. 124 Tahun 2006. TLN No. 4674.

Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

Universitas Indonesia

Indonesia. Undang-Undang Jabatan Notaris. UU No. 30 Tahun 2004. LN

No. 117 Tahun 2004. TLN No. 4432.

Indonesia. Undang-Undang Perkawinan. UU No. 1 tahun 1974. LN No. 1

Tahun 1974. TLN No. 3019.

Indonesia. Peraturan Pemerintah Perkawinan. PP No. 9 Tahun 1975. LN No.

12 Tahun 1975. TLN No. 3050.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan

oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2006.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

x

LAMPIRAN

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

PENET AP AN

NOMOR 277/PDT.P/2010/-*N.TNG.

"DEMI KEADILAN 13ERDASARKAIN IaTUHANAN YANG MAHA ESA"

Pengadilan Negeri Tangerang yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara

perdata dalam tingkat pertama telah memberikan penetapan sebagai berikut dalam perkara

permohonan Bari :

1. Nama : DJAYA

Pekerjaan : Wiraswasta

Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta, 02 Januari 1968

Agama : Katholik

2. Nama : LIANNA SETIAWAN

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta, 03 Desember 1977

A g a m a : Kristen

Keduanya beralamat di J1. Kelapa Sawit XV BG.14/9 Rt.008/013 Kelurahan Pakulonan

Barat, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang ;

Dalam hal ini diwakili oleh Kua.sanya DADI WALUYO, SH. dan WAHYU

BASKORO, SH., Para Advokat / Penasehat Hukum beralamat di Perumahan Telaga

Bestari Blok AX / 21 Wanakerta, Kecamatan Sindang Jaya, Tangerang, berdasarkan Surat

Kuasa Khusus tanggal 2 Juli 2010, selanjutnya disebut sebagai : - - - PARA PEMOHON;

Pengadilan Negeri tersebut ;

Telah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Nomor :

277/PEN/PDT.P/2010/PN.TNG. tanggal 12 Juli 2010, tentang Penetapan Penunjukkan

Hakim Tunggal yang memeriksa/menyidangkan permohonan tersebut ;

Telah membaca Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Nomor :

277/PEN/PDT.P/2010/PN.TNG. tanggal 14 Juli 2010, tentang Penetapan hadri sidang ;

Telah membaca surat permohonan Kuasa Para Pemohon ;

Telah memperhatikan surat-surat bukti ;

Telah mendengar keterangan Kuasa Para Pemohon dan saksi-saksi ;

TENTANG PERMOHONANNYA

Menimbang, bahwa Para Pemohon didalam surat permohonannya tertanggal

8 Juli 2010, yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 08

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

071

T Juli 2010 dibawah Register Nomor : 277/PDT.P/2010/P1•1.TING., telah mengermikakan har-

hal sebagai berikut :

I. Bahwa Para Pemohon telah melangsungkan perkawinan dihadapan pernuka Agama

Kristen bernama Jonatan Subianto pada tanggal 9 Maret 2002 di Gereja Kristen

Indonesia Sinode Wilayah Jawa Barat, Samanhudi — Jakarta ;

2. Bahwa perkawinan Para Pemohon tersebut telah dicatatkan di Kantor Dinas

Kependudukan Dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta, sesuai dengan Kutipan Akta

Perkawinan Nomor : 81/1/PP/2002 tanggal 11 Maret 2002, bukti P — 1 ;

3. Bahwa dalam pencatatan perkawinan Para Pemohon tersebut telah disahkan Akta

Perjanjian Pernikahan, yang dibuat di Tangerang dihadapan Notaris Slamet Suryono

Hadi S, Sarjana Hukum, Nomor 9, tanggal 6 Maret 2002, tercatat dalam daftar

pengesahan di Jakarta Nomor : 61/I/PPP/2002, bukti P — 2 ;

4. Bahwa selama perkawinan, Para Pemohon telah dikaruniai 4 (empat) orang anak

masing-masing bernama

1. HAXELD DIVANT DJAYA, laki-laki, lahir di Jakarta, tanggal 26 Oktober 2003,

sesuai dengan Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 1177/U/JB/2003, tanggal 12

Nopember 2003, bukti P — 3a ;

2. ANDREW BTRAND DJAYA, laki-laki, lahir di Jakarta, tanggal 6 Mei 2005,

sesuai dengan Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 670/U/JB/2005, tanggal 20 Mei

2005, bukti P — 3b ;

3. VEGAND LFRANT DJAYA, laki-laki, lahir di Jakarta, tanggal 8 Maret 2007,

sesuai dengan Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 530/U/JB/2007, tanggal 23 Maret

2007, bukti P — 3c ;

4. EVELYN AUDREY DJAYA, perempuan, lahir di Jakarta, tanggal 11 Agustus

2008, sesuai dengan Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 19172/KLU/JP/2008, tanggal

15 Agustus 2008, bukti P — 3d ;

5. Bahwa oleh karena Para Pemohon telah dikaruniai 4 (empat) orang anak dan

perkawinan Para Pemohon sudah berjalan selama lebih kurang 8 (delapan) tahun,

dimana hubungan perkawinan dalam membina rumah tangga Para Pemohon tersebut

cukup harmonic, rukun dan bahagia, karena pada dasarnya Para Pemohon saling cinta

dan menyayangi serta mempunyai pengertian yang tinggi satu sama lain, dengan

dilandasi itikad balk Para Pemohon demi kelangsungan perkawinan Para Pemohon dan

kehidupan anak-anak dimana mendatang, maka Para Pemohon bermaksud mengajukan

Pembatalan Akta Perjanjian Pernikahan yang dibuat di Tangerang, dihadapan Notaris

Slamet Suryono Hadi S, Sarjana Hukum, sebagaimana tertuang dalam Akta Perjanjian

Pernikahan Nomor 9, tanggal 6 Maret 2002 tersebut, bukti P — 2 diatas ;

1117III

IPIIII.M

IIPIIMI

III?IIII!

9111rl1

1 IIIiP1

111111

i1MINII

IMII III

IIIiMlllll

MIRIIIII

IIMIllM

MIlu=

MID

I- 171F

711111

111J1

' -11171

TIFT

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

3 ,.. ::•,., -•,.. _ •.: • , ...,

-1'.14,_, 5'... .. ' ,.:". 17:7.7 ..:17,1:.'• t

'..!, ...,

6. Bahwa oleh karena permohonan Pembatalan Akta Perjanjian Pernikahailiti-diraildasi

dengan itikad baik dan atas kesepakatan bersama antara Para Pemohon, maka

berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, permohonan Para Pemohon cukup beralasan

menurut hukum ;

7. Bahwa untuk pembatalan Akta Perjanjian Penikahan tersebut sebelumnya harus ada

suatu Penetapan dari Pengadilan Negeri Ta.ngerang, karena Para Pemohon berdomisili

dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Tangerang ;

Berdasarkan alasan tersebut diatas, Para Pemohon memohon kepada KetuafHakim

Pengadilan Negeri Tangerang, yang memeriksa permohonanan ini kiranya berkenan untuk

1: Mengabulkan permohonan Para Pemohon tersebut ;

2. Menyatakan Akta Perjanjian Pernikahan yang dibuat di Tangerang, dihadapan Notaris

Slamet Suryono Hadi S, Sarjana Hukum, sebagaimana tertuang dalam. Akta Perjanjian

Pernikahan Nomor 9, tanggal 6 Maret 2002 tersebut, batal demi hukum ;

Memerintalikan seperlunya kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Propinsi DKI Jakarta dan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten

Tangerang / Kota Tangerang Selatan, untuk mencatat dan atau memberi catatan pinggir

tertuang Pembatalan Akta Perjanjian Pernikahan Para Pemohon tersebut, pada Kutipan

Akta Nomor : 81/I/PP/2002 tanggal 11 Maret 2002;

4. Biaya-biaya menurut hukum ;

Menimbang, bahwa pada Mari persidangan yang telah ditetapkan, Para Pemohon

datang menghadap Kuasanya kepersidangan yang bernama DAN WALUYO, SH. dan

WAHYTJ BASKORO, SR., Para Advokat / Penasehat Hukum beralarnat di Perumahan

Telaga Bestari Blok AX / 21 Wanakerta, Kecamatan Sindang Jaya, Tangerang, berdasarkan

Surat Kuasa Khusus tanggal 2 Juli 2010 ;

Menimbang, bahwa dipersidangan Hakim membacakan permohonan Para

Pemohon, dan atas pertanyaan Hakim, Kuasa Para Pemohon menyatakan tetap pada

permohonannya semula ;

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya, Kuasa Para

Pemohon telah menyerahkan surat-surat bukti fotocopy bermeterai cukup yang diberi tanda

P-I sampai dengan P-9, surat-surat bukti fotocopy tersebut telah dicocokkan dengan aslinya

oleh Hakim sebagai berikut

1. Foto copy Kutipan Akta Perkawinan No.81/I/PP/2002 antara DJAYA dan Lianna

SETIAWAN tanggal 11 Maret 2002 dari Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Propinsi DKI Jakarta, diberi .tanda P-1 ;

2. Foto copy Salinan Akta Perjanjian Pernikahan No.9 tanggal 6 Maret 2002, dari

Notaris Slamet Suryono Hadi S, SH., diberi tanda P-2 ;

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

4 •,, 1 zuti

--ri

3. Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No.1177/U/J13/2003'—ataS''''ndfn :—ITAXELD

DIVANT DJAYA, yang diterbitkan oleh Kantor Suku Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Barat, tanggal 12 Nopember 2003, diberi

tanda P-3.a ;

4. Foto copy Kutipan Akta. Kelahiran No.670/U/JB/2005 atas nama : ANDREW

BTRAND DJAYA, yang diterbitkan oleh Kantor Suku Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Barat, tanggal 20 Mei 2005, diberi tanda P-3.b ;

5: Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No.530/U/JB/2007 atas nama : VEGAND

LFRANT DJAYA, yang diterbitkan oleh Kantor Suku Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Barat, tanggal 23 Maret 2007, diberi tanda P-3.c ;

6. Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No.19172/KLU/JP/2008 atas nama : EVELYN

AUDREY DJAYA, yang diterbitkan oleh Kantor Suku Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Barat, tanggal 15 Agustus 2008, diberi tanda P-3.d ;

7. Surat Pernyataan membatalkan Perjanjian Pernikahan dari DJAYA dan LIANNA

SETIAWAN,•tertangal 29 Juni 2009, yang diberi tanda P-4 ;

8: Foto copy Kutipan Akte Kelahiran No.434/DP/1968 atas nama DJAJA, yang

diterbitkan oleh Pegawai Luar Biasa Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Pusat, tanggal

14 Pebruari 1968, diberi tanda P-5 ;

9. Foto copy Kutipan Akte Kelahiran No.3989/JB/1977 atas nama : LIANNA, yang

diterbitkan oleh Pegawai Luar Biasa Pencatatan Sipil Wilayah Jakarta Barat, tanggal

16 Desember 1977, diberi tanda P-6 ;

10. Foto copy Kartu Tanda Penduduk No.3603280201680001 atas narna DJAYA, tanggal

28 April 2010 dan Kartu Tanda Penduduk No.3603284312770001 atas nama

LIANNA SETIAWAN, tanggal 28 April 2010, diberi tanda P-7 ;

11. Foto copy Kartu Keluarga No.3603281708070004 tanggal 06 Mei 2010 atas narna

kepala keluarga DJAYA, dari Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, diberi

tanda P-8 ;

12. Foto copy Salinan Akta Pembatalan No.19 tanggal 07 Mei 2010 yang dibuat

dihadapan Notaris Udin Narsudin, SH., diberi tanda P-9 ;

Surat-surat bukti yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-9 adalah berupa foto copy yang

telah diberi materai secukupnya dipersidangan oleh Hakim telah diperiksa dan dicocokan

serta disesuaikan dengan surat aslinya temyata foto copy tersebut cocok dan sesuai dengan

aslinya, kecuali bukti P-4 adalah aslinya ;

Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan 2 (dua) orang saksi

yang telah disumpah menurut cara agamanya dan mereka menerangkan yang benar tidak

lain dari pada yang sebenarnya yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

1. Sakes: PIE TSIS

- Bahwa saksi kenal den2ari Pemohon karena saksi adalah dahulu tetangga dari Para

Pemohon ;

- Bahwa benar Para Pemohon adalah suami isteri ;

Bahwa Para Pemohon melangsungkan perkawinan di Gereja Kristen Indonesia

Sinode Wilayah Jawa Barat, Samanhudi — Jakarta pada tanggal 9 Maret 2002 ;

- Bahwa dari perkawinannya Para Pemohon dikaruniai 4 (empat) orang anak ;

- Bahwa setahu saksi sebelum menikah mereka membuat Perjanjian Pernikahan di

Notaris ;

- Bahwa sekarang saksi tahu mereka telah sama-sama membuat pernyataan untuk

mencabut Perjanjian Pernikahan tersebut;

- Bahwa tujuan mereka mencabut Perjanjian Pernikahan tersebut bertujuan untuk

masa depan anak-anaknya ;

2. Saksi TJITRA :

- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon karena saksi adalah dahulu tetangga dari Para

Pemohon

- Bahwa benar Para Pemohon adalah suami isteri, mereka melangsungkan

perkawinan di Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah Jawa Barat, Samanhudi -

Jakarta, bulan Maret 2002;

- Bahwa dari perkawinannya Para Pemohon dikaruniai 4 (empat) orang anak ;

-

Bahwa setahu saksi sebelum menikah mereka membuat Perjanjian Pernikahan di

Notaris ;

Bahwa sekarang saksi tahu mereka telah sama-sama membuat pernyataan untuk

mencabut Perjanjian Pernikahan tersebut;

- Bahwa tujuan mereka mencabut Perjanjian Pernikahan tersebut bertujuan untuk

masa depan anak-anaknya ;

Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi-saksi tersebut, Kuasa Para Pemohon

menyatakan tidak keberatan dan membenarkan keterangan saksi-saksi tersebut ;

Menimbang, bahwa selanjutnya Kuasa Para Pemohon menyatakan tidak akan

mengajukan hal lain lagi dan selain mohon penetapan ;

Menimbang, bahwa selanjutnya guna menyingkat uraian penetapan ini maka segala

apa yang terjadi selama berlangsungnya pemeriksaan perkara ini seperti yang terurai dalam

berita acara persidangan dianggap telah pula termasuk dalam penetapan ini ;

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

6 “.• e •

tZ4)

TENTANG HUKUMNYA V !:

•tilv ::::::,..: .1. 11 t

t..,449 Li i ,......,...,,,,,3

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Para Pemohon aklalah'

sebagaimana diuraikan tersebut diatas ;

Menimbang, bahwa alasan permohonan Para Pemohon tersebut pada pokoknya,

oleh karena Para Pemohon telah dikaruniai 4 (empat) orang anak dan perkawinan Para

Pemohon sudah berjalan selama lebih kurang 8 (delapan) tahun, dimana hubungan

perkawinan dalam membina rumah tangga Para Pemohon tersebut cukup harmonis, rukun

dan bahagia, karena pada dasarnya Para Pemohon saling cinta dan menyayangi serta

mempunyai pengertian yang tinggi satu sama lain, dengan dilandasi itikad baik Para

Pemohon demi kelangsungan perkawinan Para Pemohon dan kehidupan anak-anak dimana

mendatang, maka Para Pemohon bermaksud mengajukan Pembatalan Akta Perjanjian

Pernikahan yang dibuat di Tangerang, dihadapan Notaris Slamet Suryono Hadi S, Sarjana

Hukum, sebagaimana tertuang dalam Akta Perjanjian Pernikahan Nomor 9, tanggal 6 Maret

2002 tersebut ;

Menimbang, bahwa selanjutnya Para Pemohon menerangkan pula permohonan

Pembatalan Perjanjian Pernikahan ini dilandasi dengan itikad baik dan atas kesepakatan

bersama antara Para Pemohon ;

Menimbang, bahwa untuk menQuatkan dalil permohonannya, Para Pemohon telah

mengajukan surat-surat bukti bertanda P-1 sampai dengan P-9 dan 2 (dua) orang saksi

bernama LIM PIE TJIS dan TJITRA, sebagaimana telah diuraikan tersebut diatas ;

Menimbang, bahwa dalam mengajukan permohonan Pembatalan Perjaniian

Pernikahan Para Pemohon tersebut, terlebih dahulu hams mendapat ijin atau Penetapan dari

Pengadilan Negeri ;

Menimbang, bahwa sesuai dengan bukti P-7 dan P-8 berupa Kartu Tanda Penduduk

dan Kartu Keluarga atas nama Para Pemohon dari Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten

Tangerang, maka Hakim berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Tangerang berwenang

untuk memeriksa/menyidangkan serta memberikan Penetapan dalam permohonan ini ;

Menimbang, bahwa Para Pemohon bermaksud agar Perjanjian Pernikahan yang

dibuat Tangerang, dihadapan Notaris Slamet Suryono Hadi S, Sarjana Hukurn, Nomor 9,

tanggal 6 Maret 2002 tersebut dinyatakan batal demi hukum ;

Menimbang, bahwa selain dari pada itu Para Pemohon menginginkan pula agar

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta mencatat atau memberi

catatan pinggir tentang Pembatalan Perjanjian Pernikahan terseblit, pada Kutipan Akta

Perkawinan Para Pemohon Nomor : 81/1/PP/2002 tanggal 11 Maret 2002 ;

Menimbang, bahwa setelah Hakim mempelajari permohonan Para Pemohon, yang

1...11.f: n "I,- onirci■ vrnrt, ;r]1111711, D 'HO AAmfthnn

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

7

A t: dipersidangan, maka Hakim memperoleh fakta dan keadaan Sarriggat--dapat„.,men'arik:

kesimpulan pada pokoknya sebagai berikut •:

- bahwa Para Pemohon dalam Posita permohonannya mendalilkan telah rneiangsungkan

perkawinan dihadapan pernuka Mama Kristen bernama Jonatan Subianto pada tanggal

9 Maret 2002 di Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah Jawa Barat, Samanhudi -

Jakarta ;

- Bahwa perkawinan Para Pemohon tersebut telah dicatatkan di Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta, sesuai dengan Kutipan Akta

Perkawinan Nomor : 81/1/PP/2002 tanggal 11 Maret 2002 ;

- Bahwa pada Akta Perkawinan Para Pemohon tersebut telah disahkan Perjanjian

Pemikahan, yang dibuat di Tangerang, dihadapan Notaris Slamet Suryono Hadi S,

Sarjana Hukum, Nomor 9, tanggal 6 Maret 2002 ;

- Bahwa dalam perkawinan Para Pemohon telah dikaruniai 4 (empat) orang anak

masing-masing bernama :

1. HAXELD DIVANT DJAYA, laki-laki, lahir di Jakarta, tanggal 26 Oktober 2003;

2. ANDREW BTRAND DJAYA, laki-laki, lahir di Jakarta, tanggal 6 Mei 2005 ;

3. VEGAND LFRANT DJAYA, laki-laki, lahir di Jakarta, tanggal 8 Maret 2007 ;

4. EVELYN AUDREY DJAYA, perempuan, lahir di Jakarta, tanggal 11 Agustus

2008 ;

- Bahwa oleh karena Para Pemohon telah dikaruniai 4 (empat) orang anak dan

perkawinan Para Pemohon sudah berjalan selama lebih kurang 8 (delapan) tahun,

dimana hubungan perkawinan dalam membina nunah tangga Para Pemohon tersebut

cukup harmonis, rukun dan bahagia, karena pada dasarnya Para Pemohon saling cinta

dan menyayangi serta rnempunyai pengertian yang tinggi satu sama lain, dengan

dilandasi itikad baik Para Pemohon demi kelangsungan perkawinan Para Pemohon dan

kehidupan anak-anak dimasa mendatang, maka Para Pemohon bermaksud mengajukan

Pembatalan Akta Perjanjian Pernikahan yang dibuat di Tangerang, dihadapan Notaris

Slamet Suryono Hadi S, Sarjana Hukum, sebagaimana tertuang dalam Akta Perjanjian

Pernikahan Nomor 9, tanggal 6 Maret 2002 tersebut ;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta dan pertimbangan tersebut diatas,

Hakim berpendapat bahwa permohonan Para Pemohon tersebut cukup beralasan dan tidak

bertentangan dengan Undang-undang karenanya dapat dikabulkan ;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Para Pernohon dikabulkan, Hakim

memandang perlu untuk memerintahkan Panitera Pengadilan Negeri Tangerang atau

Pejabat yang ditunjuk, untuk mengirimkan sehelai salinan Penetapan ini kepada Pegawai

Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Propinsi DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang,

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

1111, 41

1.11

11,./

111.

1 ,11

111E

1111

1:11

111:

4111

1,14t

I/

IM

MIE

1111

1114

1131

/M1.

141.

1:

,111

.11C

,11M

1

1.'".v..2 13

untuk mencatat dan atau memberi catatan pinggir tentang Pembatalan Perjanjian

Pernikahan Para Pemohon, pada Kutipan Akta Perkawinan Nomor : 81/1/PP/2002 tanggal

11 Maret 2002 ;

Menimbang, bahwa karma permohonan ini adalah untuk kepentingan Para.

Pemohon sendiri maka biaya perkara yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada

Para Pemohon ;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal—hal tersebut diatas maka permohonan Para

Pemohon beralasan menurut hukum sehingga dapat dikabulkan untuk seluruhnya;

Memperhatikan pasal 1338 KUHPerdata serta Peraturan hukum yang berkenaan

dengan masalah itu ;

MENETAPKAN:

1. Mengabulkan pennohonan Para Pemohon tersebut ;

2. Menyatakan Akta Perjanjian Pernikahan yang dibuat di Tangerang, dihadapan Notaris

Slamet Suryono Hadi S, Sarjana Hukum, sebagaimana tertuang dalam Akta Perjanjian

Pernikahan Nomor 9, tanggal 6 Maret 2002 tersebut, batal demi hukum ;

3. Memerintahkan seperlunya kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Propinsi DKI Jakarta dan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten

Tangerang, untuk mencatat dan atau memberi catatan pinggir tentang Pembatalan Akta

Perjanjian Pernikahan Para Pemohon tersebut, pada Kutipan Akta Nomor

81/1/PP/2002 tanggal 11 Maret 2002;

4. Membebankan biaya perkara ini kepada Para Pemohon sebesar Rp. 141.000,- (seratus

empat puhth satu ribu rupiah) ;

Demikianiah ditetapkan pada hari : RABU tanggal : 21 JULI 2010; penetapan

many pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh karni : I MADE

SUPARTHA, SH., sebagai Hakim Pengadilan Negeri Tangerang dan dibantu oleh:

ANTONIUS SUANIE, SH.MH., sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri oleh Kuasa

Para Pemohon tersebut;

PANITERA PENGGANTI, HAKIM tersebut,

t.t.d. t.t.d.

ANTONIUS SUANIE, SH.MH. I MADE SUPARTHA, SH.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

• • '

n -74 •N•

Perincian Biaya :

P N B P - - - - - - - - - - - - - - - - - - Rp. - - - 30.000,-

- Biaya Panggilan Rp. 100.000,-

- Meterai Rp. 6.000,-

-

Redaksi - - - - - - - - - - - - - - - - - -— Rp. - - - - 5.000,-

Jumlah - - - - - - - - - - - - - - - - - - — Rp. - - -141.000,-

FOTO COPY SESUA DENGA1,4 ASLINYA DKELUARKAN ATAS PERMOHONAN E RR IC A. SU4 Volk F AU. Vtut<tite1

. . !h..... ..... UNTUK KEPERLUAN P,ISET

,ERANG,,P3,:.:StrENABUz-

// 0r4 VIM ETA R s

Lib LIDA. 1-4.1JKLIM

\‘) •'4.• • "4.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

PERJANJIAN PERKAWINAN

NOMOR : 9

PASAL 1

Antara kedua belah pihak yang akan menikah tidak akan terjadi percampuran harta benda,

baik percampuran untung rugi maupun percampuran penghasilan dan pendapatan. Jadi

singkatnya harta masing-masing pihak terpisah sama sekali dari pihak lainnya.

PASAL 2

Harta benda yang dimiliki dan dibawa oleh masing-masing pihak pada waktu pernikahan

dilangsungkan dan/atau yang diperoleh dikemudian hari akan tetap menjadi miliknya masing-

masing pihak, demikian pula utang-utang yang terjadi sebelum dan sesudah pemikahan yang

dimaksud akan tetap dipikul dan dibayar oleh masing-masing pihak.

PASAL 3

Pihak istri berhak mengurus dan menguasai harta bendanya sendiri, baik barang-barang

bergerak serta berhak pula menggunakan dengan bebas segala hasil dan pendapatannya

sendiri yang diperoleh dengan cara apapun dan seberapa perlu pihak istri dengan ini diberi

kuasa yang tidak dapat dicabut kembali oleh pihak suami untuk melakukan segala tindakan,

baik yang mengenai pengurusan maupun yang mengenai tindakan pemilikan dengan tidak

diperlukan bantuan dari pihak suami.

PASAL 4

Segala biaya-biaya rumah tangga, termasuk juga biaya-biaya penghidupan dan pendidikan

anak-anak yang lahir dari pernikahan itu semuanya ditanggung dan dibayar oleh pihak suami

sehingga pihak istri bebas dari kewajiban tersebut.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334231-T32576-Errica Sujana.pdf · HALAMAN PENGESAHAN . Tesis ini diajukan oleh : Nama : ... 2.8

PASAL 5

Pakaian dan perhiasan badan yang diperuntukkan dan dipakai oleh masing-masing pihak

pada waktu pernikahan berakhir karena perceraian maupun karena meninggalnya salah satu

pihak tetap menjadi hak dan miliknya masing-masing.

PASAL 6

Barang-barang perabotan rumah tangga yang ada didalam rumah dimana suami istri tersebut

hertempat tinggal pada waktu pernikahan berakhir atau pada waktu diadakan perhitungan

menurut hukum, akan dianggap kepunyaan pihak pertama dan pihak kedua masing-masing

untuk bagian yang sama besarnyya atau diberikan pada salah satu pihak, karena pihak yang

lain mengalah dan menyerahkan.

PASAL 7

Harta benda yang dibavva oleh masing-masing pihak dalam perkawinan dan/atau yang

didapat dengan cara apapun juga oleh masing-masing pihak pada waktu sesudah pernikahan

dilangsungkan harus ternyata dari surat-surat.

Apabila pihak istri atau para ahli warisnya tidak mempunyai bukti demikian, maka pihak istri

atau para ahli warisnya berhak membuktikan wujudnya dan harga dari harta benda pihak istri

itu olch saksi-saksi, bahkan bila perlu juga oleh pengetahuan orang banyak.

Pembatalan akta..., Errica Sujana, FH UI, 2013