UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel...

96
[Type text] Masku Diajukan FAKULT PRO UNIVERSITAS INDONESIA ulinitas dalam Novel Revolutionary Ro Karya Richard Yates TESIS n Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memper Gelar Magister Humaniora FIRSTA PRIMORDIYANTI NPM. 0706306674 TAS ILMU PENGETAHUAN BUDA OGRAM STUDI ILMU SUSASTRA DEPOK JULI 2010 oad roleh AYA A Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

[Type text]

Maskulinitas dalam Novel

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYAPROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA

UNIVERSITAS INDONESIA

Maskulinitas dalam Novel Revolutionary RoadKarya Richard Yates

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

FIRSTA PRIMORDIYANTI NPM. 0706306674

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYAPROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA

DEPOK JULI 2010

Revolutionary Road

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

fib
Note
Silakan klik bookmarks untuk link ke halaman isi
Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan

betanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

Universitas Indonesia kepada saya.

Depok,

Firsta Primordiyanti

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Firsta Primordiyanti

NPM : 0706306674

Tanda Tangan :

Tanggal : 15 Juli 2010

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis yang diajukan oleh : Nama : Firsta Primordiyanti NPM : 0706306674 Program Studi : Ilmu Susastra Judul : Maskulinitas dalam Novel Revolutionary Road

Karya Richard Yates

ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Susatra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Mina Elfira ( )

Penguji : Prof. Dr. Titik Pudjiastuti ( )

Penguji : Prof. Melani Budianta, Ph.D.( )

Ditetapkan di : Depok Tanggal : 15 Juli 2010

Oleh

Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Dr. Bambang Wibawarta NIP. 196510231990031002

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan

tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada

penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh

karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Bambang Wibawarta selaku Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Universitas Indonesia.

2. Dr. Mina Elfira selaku pembimbing yang dengan tulus ikhlas dan sabar

bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan perhatian yang tinggi

dalam memberikan bimbingan dan arahan mulai dari penyusunan proposal

sampai dengan penyusunan tesis ini.

3. Prof. Melani Budianta, Ph.D. dan Prof. Dr. Titik Pudjiastuti selaku penguji

tesis yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna

penyempurnaan tesis ini.

4. Ayahanda dan ibunda tercinta; Hi. Samsul Achsan dan Siti Suwarsih atas

semua dukungan moril, materil, doa, ridho, dan segalanya yang sudah

diberikan kepada saya. Semoga dengan capaian ini bisa memberikan

kebahagiaan dan kebanggaan bagi ayahanda dan ibunda karena inilah

salah satu bentuk bakti saya. Juga kepada adik-adikku tercinta; Annafi

Dwi Putri, SE.,Annisa Mulyanantina, Sa’adaturrahma, dan Muhammad

Auliak Akbar yang selalu memahami dan menyayangi saya.

5. Bapak dan Ibu mertua; Drs. Iskandar Saleh, M.Pd. dan Nurhayati beserta

seluruh kakak ipar dan adik ipar; Fredy Iskandar, S.E., Edward Iskandar,

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

A.Md., Ratih, Penta Eka Novarinda, dan Setiawan yang telah memberikan

semangat dan dorongan kepada saya selama menempuh pendidikan ini.

6. Yang teristimewa untuk yang tercinta suami Hendra Iskandar, S.S. yang

selalu memberikan semangat dan dukungan penuh teriring do’a yang

dalam, serta anakku tercinta Gallant Zishan Iskandar yang tersayang yang

dengan penuh kesabaran dan selalu berdo’a menanti keberhasilan saya

selama pendidikan ini.

7. Dosen yang telah memberikan bekal bagi saya melalui materi-materi

kuliah yang serius dan sangat memadai sehingga bermanfaat serta bernilai

guna yang tinggi dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. Juga kepada

seluruh tenaga Administrasi yang dengan tulus ikhlas melayani keperluan

saya selama menjalani studi dan penulisan tesis ini.

8. Sahabat dan teman yang telah banyak membantu selama proses kuliah dan

penulisan tesis ini; Liestiana Heppy Kurniawati, Fitria Mayasari, Dika

Pratiwi, Dewi Anggraeni, Ely Nurmaily, Indah Fajaria, Gindho Rizano,

dan Samanik.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala kebaikan

yang telah diberikan kepada saya dan semoga penulisan tesis ini bermanfaat bagi

pengembangan ilmu dan semua pihak yang berkepentingan.

Depok, 15 Juli 2010

Penulis

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Firsta Primordiyanti NPM : 0706306674 Program Studi : Ilmu Susastra Departemen : Sastra Inggris Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis Karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Maskulinitas dalam Novel Revolutionary Road Karya Richard Yates beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugasakhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 15 Juli 2010 Yang menyatakan Firsta Primordiyanti

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… .i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME………………… ... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………… . iii LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….. iv UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………… v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………vi ABSTRAK ……………………………………………………………….. vii ABSTRACT………………………………………………………………...viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………… .ix

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1 1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………… 10 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………. 10 1.4. Metode Penelitian ………………………………………………… 10 1.5 Landasan Teori

1.5.1 Gender, Patriarki, dan Konstruksi Personal (Personal Construction) ……………………………………………... 11

1.5.2 Maskulinitas……………………………………………….. 15 1.6 Sistematika Penulisan ………………………………………………16

2. KONTEKS SOSIAL AMERIKA ERA 1950AN 2.1 Fenomena Baby Boom dan Kehidupan Suburban ……………….. 18 2.2 Teknologi dan Media Amerika di Era 1950an …………………… 22

3. REKONSTRUKSI MASKULINITAS FRANK DI TENGAH BUDAYA PATRIARKAL

3.1. Nilai Maskulinitas dan Femininitas Masyarakat Suburban dalam Novel Revolutionary Road…………………………………... 25 3.1.1 Nilai-nilai Femininitas Masyarakat Suburban……………….. .. 30

3.1.1.1. April Wheeler dan “The Laurel Players”: Bentuk Pengaktualisasian Diri……………………………… 31

3.1.1.2. Femininitas April Wheeler dan Mrs. Givings: Representasi Bentuk Femininitas Baru Perempuan Suburban……………………………………………... 34

3.1.1.3 Femininitas April Wheeler dan Milly Campbell: Bentuk Ideal Femininitas Perempuan Suburban………38

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

3.1.1.4. Resistensi April Wheeler Terhadap Nilai Femininitas Tradisional Suburban………………………………..…40

3.1.1.5. Maureen Grube: Representasi Femininitas Modern New York……………………………………..46

3.1.1.6. Propaganda Media dan Teknologi……………………..48 3.1.2 Nilai-nilai Maskulinitas Masyarakat Suburban………..................49 3.1.2.1. Frank Wheeler dan Shep Campbell:

Nilai-Nilai Ideal Maskulinitas Suburban……………….50 3.1.2.2. Frank Wheeler dan Givings:

Pencitraan Maskulinitas Baru………………………..…53 3.1.2.3. Maskulinitas Frank Wheeler di Tengah

Budaya Patriarkal Masyarakat Suburban………………55 3.2 Rekonstruksi Maskulinitas Frank Wheeler……………………………..59

3.2.1 Relasi Frank Wheeler dan Tokoh Laki-laki Lain ..........................59 3.2.2 Relasi Frank Wheeler dan Tokoh Perempuan Lain …………...…62

4. KESIMPULAN …………………………………………………………...77

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...80

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

ABSTRAK

Nama : Firsta Primordiyanti

Program Studi : Ilmu Susastra

Judul : Maskulinitas dalam Revolutionary Road Karya Richard Yates

Tesis ini mengkaji novel Revolutionary Road karya Richard Yates melalui kerangka gender. Analisis tesis ini akan membahas proses pergulatan rekonstruksi maskulinitas yang ditampilkan oleh tokoh Frank melalui femininitas tokoh April dan relasi para tokoh dalam novel tersebut. Dengan latar masyarakat suburban Amerika tahun 1950an, perekonstruksian maskulinitas Frank mengalami tarik menarik antara konteks sosial yang melatarbelakangi dan representasi para tokohnya. Nilai-nilai budaya suburban yang patriarki dibenturkan dengan sikap April yang mengusung nilai feminitas masyarakat New York yang modern. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa melalui sikap April yang dengan cara bunuh diri (mengaborsi kandungannya) mampu merubah konstruksi maskulinitas Frank yang patriarkal di tengah budaya masyarakat suburban yang tradisional.

Kata kunci:

Maskulinitas, femininitas, suburban, stereotipe, domestisitas, patriarki.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

ABSTRACT

Name : Firsta Primordiyanti

Study Pogram : Literature Studies (English Literature)

Judul : Reconstruction of Masculinity in

Richard Yates’s Revolutionary Road

This thesis analyses Richard Yates’s novel Revolutionary Road through gender framework. It unfolds the process of reconstruction of Frank’s masculinity through the femininity of April and characters relation in the novel. By having suburban America society in 1950a as the cultural and historical background of the novel, Frank’s masculinity reconstruction faces polemics which relates social context as its background and representation of characters. Suburban’s patriarchy cultures which constructs Frank’s masculinity is reconstructed by April’s femininity. The final result of this analysis, Frank’s masculinity is reconstructed by the suicide action (abortion) of April.

Keywords:

Masculinity, femininity, suburb, stereotype, domesticity, patriarchy.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa berakhirnya Perang Dunia ke-2 (untuk selanjutnya disingkat menjadi

PD II), babak baru kehidupan dimulai pada masa itu. Industri Amerika mulai

berkembang kembali dan menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru. Tidak hanya

pembangunan dalam bidang ekonomi dan politik saja yang berkembang tetapi

juga muncul femonema Baby Boom1 di sebagian besar keluarga Amerika. Fakta

tersebut dinyatakan oleh Risjord (1985: 831) di dalam bukunya yang berjudul

America: A History of the United States. Lebih jauh lagi dijelaskan mengenai

fenomena Baby Boom, Risjord (1985: 831) menunjukkan indeks angka kelahiran

bahwa jumlah bayi yang dilahirkan setiap tahunnya bertambah sangat pesat.

Dalam jarak waktu dari tahun 1940 sampai 1957, angka kelahiran naik 50 persen

yang merupakan peningkatan jumlah kelahiran terbesar yang pernah didata

dimana pun.

Baby Boom juga merupakan penyebab sekaligus dampak dari kepindahan

masyarakat Amerika ke pinggiran kota. Masyarakat Amerika berharap bahwa

kehidupan pinggiran kota dapat memberikan kemakmuran bagi keluarga besar

mereka, (Cincotta, 2004: 333). Risjord juga menyatakan bahwa fenomena tersebut

didasari pada keinginan masyarakat Amerika pada kehidupan normal setelah

perang, seperti yang terlihat pada kutipan berikut;

…… For a generation Americans had been summoned by one call after another—the New Deal Revolution, hot war, cold war, the Communist purge—and, consciously or not, they felt the need to relax. By the mid-1950s they were engaged in a frenzied pursuit of normalcy. (Risjord, 1985: 830)

1 Lebih dari 32 juta bayi dilahirkan sejak 1950. Kenneth E. Beer. 1961. The U.S.A. Answers. New York: U.S. and World Publications, Inc. hal. 22

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Akan tetapi, secara berbeda dinyatakan oleh Ritchie (1985: 719) bahwa kehidupan

pinggiran kota (suburb) memberikan tekanan konformitas yaitu pentingnya

mengadopsi gaya hidup yang sama bagi seluruh keluarga suburban. Lingkungan

suburban biasanya dihuni oleh masyarakat yang memiliki pendapatan yang sama,

dan peran laki-laki dan perempuan yang sama di setiap keluarga. Kehidupan

keluarga di tahun 1950-an, khususnya keluarga yang tinggal di pinggiran kota

merupakan kehidupan keluarga dengan konsep tradisional, yaitu laki-laki berperan

sebagai pencari nafkah dan perempuan berperan sebagai ibu rumah tangga

(Ritchie, 1985: 721).

Selanjutnya, Cincotta (2004) dalam bukunya “Garis Besar Sejarah Amerika”

mengungkapkan selama tahun 1950-an, rasa konformitas tumbuh di masyarakat.

Keselarasan menjadi pemandangan lazim, saat orang tua dan muda mengikuti

norma-norma kelompok dan tidak menuruti norma mereka sendiri. Sekalipun

kaum pria dan wanita terpaksa menjalani pola pekerjaan baru selama Perang

Dunia II, begitu perang usai, peran tradisional kembali hidup. Kaum pria

diharapkan menjadi pencari nafkah, sementara wanita, sekalipun bekerja,

menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga, “Women ought to be delighted to

give up any job and return to their proper sphere in the kitchen” (Ritchie, 1985:

691).

Selama tahun 1950-an tekanan sosial yang mengatur perempuan untuk tetap di

rumah menimbulkan reaksi masyarakat dengan kemunculan beberapa artikel di

majalah perempuan dan buku yang beredar pada masa itu. Keterangan mengenai

tekanan sosial dipaparkan dalam sebuah artikel2 yang menyatakan tentang istilah

“The "M.R.S." Degree”. Istilah tersebut mengacu pada kondisi pada tahun 1950-

an bahwa perempuan diharuskan untuk memfokuskan aspirasi mereka pada

pernikahan sehingga angka pernikahan pasangan dengan usia muda di Amerika

terus meningkat. Perempuan yang tidak melanjutkan pendidikan di sekolah

menengah atau di perguruan tinggi untuk menikah, dianggap masyarakat sebagai 2 “People & Events: Mrs. America: Women's Roles in the 1950s“, dalam

http://www.pbs.org/wgbh/amex/pill/peopleevents/p_mrs.html, diakses pada 15 April 2009.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

norma yang berlaku di masyarakat dan yang seharusnya dilakukan oleh

perempuan. Stereotip perempuan pada umumnya di masa itu adalah perempuan

menjalani pendidikan di sekolah untuk mendapatkan M.R.S degree, yang berarti

seorang suami. Meskipun perempuan memiliki aspirasi lain dalam hidupnya,

norma dominan yang dipromosikan melalui budaya dan media adalah bahwa

seorang suami lebih penting bagi perempuan dibandingkan dengan gelar sarjana.

Selanjutnya, artikel ini juga menyatakan bahwa pada masa itu perempuan

merupakan “happy homemaker”. Oleh karena itu, perempuan pada masa itu

banyak yang berhenti sekolah dan menikah di usia dini.

Ritchie (1985: 721) dalam bukunya yang berjudul Heritage of Freedom: History

of the United Stated memaparkan reaksi masyarakat terhadap tekanan sosial di

atas dengan kemunculan beberapa artikel dan buku pada masa itu. Beberapa judul

artikel tersebut di antaranya; “Should I Stop Work When We Marry?” dan “The

Business of Running at Home.” Ritchie juga mengungkapkan pada masa itu

muncul buku yang populer yang berjudul “Pocket Book of Baby and Child Care”

oleh Dr. Benjamin Spock. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa membesarkan

anak lebih penting dibandingkan dengan mencari uang. Dengan demikian,

konstruksi sosial yang membentuk peranan gender tersebut melegitimasikan relasi

gender antara laki-laki dan perempuan ke dalam bentuk maskulinitas dan

femininitas yang tradisional.

Stereotip yang dibangun oleh konstruksi sosial tersebut mengarah pada stereotip

perempuan yang dinilai mewarisi sifat feminin, yaitu emosional, pasif, inferior,

bergantung, lembut, dan perannya dibatasi pada bidang keluarga; sedangkan laki-

laki dinilai mewarisi sifat-sifat maskulin, yaitu rasional, aktif, superior, berkuasa,

keras, dan menguasai peran masyarakat (Moore, 1988: 14). Stereotipe tersebut

menimbulkan masalah gender yang bermula dari pandangan universal, yaitu

bahwa kebudayaan yang di dalamnya terdapat proses pendidikan berusaha

menguasai dan mengelola alam untuk keperluan manusia. Dalam hal ini, laki-laki

diidentifikasikan dengan kebudayaan (culture) dan perempuan diidentifikasikan

dengan alam (nature) yang dikuasai dan dikelola oleh laki-laki. Perempuan

diidentifikasikan dengan alam karena kehidupannya dianggap dekat dengan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

proses biologisnya, yaitu fungsi reproduksinya (Moore, 1988:13). Stereotip ini

terjadi karena dominasi laki-laki dalam kebudayaan dan masyarakat secara umum.

Dominasi ini disebut patriarki.

Istilah patriarki secara umum merujuk kepada kekuasaan laki-laki, hubungan

kuasa melalui mana atau dengan apa laki-laki menguasai perempuan, dan juga

untuk menyebut sebuah sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai melalui

berbagai macam cara. Lebih jauh lagi, Patriarki dijelaskan oleh Andrienne Rich

(Bem, 1993: 40) sebagai kekuasaan laki-laki yang meliputi keluarga, ideologi, dan

sistem politik. Dalam ketiga hal ini laki-laki dengan kekuasaannya menindas

perempuan melalui ritual, tradisi, hukum, bahasa, adat-istiadat, etika, pendidikan,

pembagian kerja, aturan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh

perempuan; yang dalam semuanya ini kedudukan perempuan lebih rendah dari

pada laki-laki.

Patriarki mengurung baik laki-laki dan perempuan pada kotak-kotak identitas

yang tertutup rapat. Pengotakan ini diperparah lagi oleh pemaknaan identitas

perempuan berdasarkan sudut pandang laki-laki. Identitas perempuan adalah

bukan laki-laki yang artinya tidak rasional, tidak publik, dan tidak maskulin.

Kenyataan ini mengarah pada sebuah konsep yaitu dikotomi. Relasi laki-laki dan

perempuan bukanlah relasi sejajar melainkan relasi dominasi. Makna superior

diberikan pada kualitas, sifat, perilaku yang melekat pada identitas laki-laki.

Kualitas, rasionalitas, maskulinitas, publik laki-laki dianggap unggul secara

mutlak atas kualitas emosional, feminin, dan domestik perempuan (Figes, 1986:

13). Posisi superior tersebut berhubungan erat dengan konsep kodrat. Masyarakat

patriarki mengklaim bahwa sudah kodratnya laki-laki untuk menikmati posisi-

posisi istimewa tersebut, bahwa laki-laki secara kodrati “petualang publik” sedang

perempuan “petapa domestik”.

Sekilas sepetinya hanya perempuanlah yang menjadi korban konsep-konsep

patriarki tersebut. Namun, kalau kita simak secara lebih jernih maka laki-laki pun

menjadi korban. Laki-laki dibebani oleh imperatif-imperatif patriarki seperti:

wajib mencari nafkah, wajib tampil rasional, dan lain sebagainya.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Figes (1986: 26) menyatakan kekerasan adalah sesuatu yang dipelajari oleh laki-

laki. Kekerasan laki-laki adalah akibat cara yang dipelajari laki-laki untuk

mengekspresikan kemaskulinitasannya dalam interaksinya dengan perempuan,

anak, dan laki-laki lain. Lebih jauh lagi Figes menyatakan bahwa banyak laki-laki

menganggap kekuasaan sebagai kemampuan untuk mendominasi dan

mengendalikan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Pola pikir ini membuat

penggunaan kekerasan dapat diterima kaum laki-laki. Kebanyakan kekerasan yang

dilakukan laki-laki adalah upaya yang memperihatinkan untuk menegaskan

kendalinya atas perempuan, anak, dan laki-laki lain. Paradoksnya, sebagian besar

kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki dapat dilihat sebagai tanda kelemahan,

rasa tidak aman, dan kekurangan rasa percaya diri yang dikombinasikan dengan

kapasitas untuk melakukan dominasi verbal dan fisik dan perasaan bahwa mereka

selayaknya superior dan memegang kendali.

Ternyata akar-akar dari kekerasan laki-laki terhadap perempuan yang merupakan

turunan dari kekuasaannya, menimbulkan paradoks atau kontradiksi dalam

dirinya. Di satu sisi, laki-laki begitu menikmati kekuasaan sosialnya, berbagai

bentuk “hak-hak istimewa”, dan juga berbagai nilai-nilai dan pranata-pranata yang

melegitimasinya, atau sekurang-kurangnya bersifat permisif atas sikap dan

tingkah lakunya. Namun di sisi lain, jalan atau cara-cara kita membangun dunia

kekuasaan ternyata pada gilirannya melahirkan kesakitan, terisolir dan terasing,

tidak hanya bagi perempuan tapi terutama laki-laki itu sendiri.

Dengan demikian, patriarki tidak hanya menimbulkan masalah bagi perempuan

tetapi juga bagi laki-laki. Permasalahan gender dalam tesis ini mengarah pada

permasalahan pada gender laki-laki yang mengalami tegangan pada sisi

maskulinnya yang teropresi oleh budaya patriarki.

Dalam kaitannya dengan upaya untuk membedah konstruksi sosial dalam

persoalan gender pada tahun 1950-an, penulis perlu mengkaji isu maskulinitas.

Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa maskulinitas merupakan salah satu hal

yang sangat vital untuk memahami permasalahan gender pada masyarakat

Amerika tahun 1950-an.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Maskulinitas adalah suatu konsep yang sangat kompleks dan selalu berubah

(shifting). Maskulinitas dapat dipaparkan sebagai nilai-nilai yang membangun

identitas kelaki-lakian dalam masyarakat dan juga sebagai pembatas tentang nilai-

nilai yang bukan feminin. Sebagaimana juga dengan femininitas, maskulinitas

sangat terikat dengan budaya setempat (culture-bound) dan didefinsikan

berdasarkan kondisi setempat. Lebih jauh lagi, Connell (2002: 5) menyatakan,

maskulinitas tidak bersifat tunggal, tetapi beragam dan terkait erat dengan status

sosial-ekonomi. Jenis maskulinitas yang paling banyak ditemui dan paling

dominan adalah hegemonic masculinity yang dicirikan dengan vitalnya peran

penguasaan terhadap sumber daya ekonomi, seperti pekerjaan, dan pentingnya

kontrol laki-laki terhadap perempuan, khususnya di sektor domestik dalam

pembentukan identitas kelaki-lakian. Lebih jauh lagi, maskulinitas tidak akan

tampak dan relevan jika tidak dikontraskan dengan konsep femininitas.

Permasalahan maskulinitas penting untuk dibahas karena masalah tersebut sangat

berkaitan dengan kebudayaan dan masyarakat secara umum. Selain itu,

pembahasan mengenai maskulinitas dapat membuktikan dominasi patriarki yang

kompleks dan selalu berubah. Dominasi tersebut tidak hanya menunjukkan

kekerasan yang dialami oleh perempuan tetapi juga laki-laki dalam pencarian

kelaki-lakiannya. Pemikiran ini berdasarkan pada pernyataan Connell (2002: 4)

bahwa menjadi laki-laki atau perempuan bukanlah sesuatu yang ajeg tetapi

merupakan proses menjadi (becoming) dalam kondisi yang secara aktif di bawah

konstruksi sosial. Selanjutnya, Connell mengutip Simone de Beauvoir “one is not

born, but rather becomes, a woman” yang kemudian menyatakan “Though the

positions of women and men are not simply parallel, the principle is also true for

men: one is not born masculine, but acquires and enacts masculinity, and so

becomes a man” (Connell, 2002:4). Selain itu, Elfira (2008: 41) dalam

penelitiannya mengenai maskulinitas mengutip Meshcherkina (2000: 105) yang

menyatakan maskulinitas dibentuk melalui interaksi yang terjadi baik antara

sesama lelaki maupun antara lelaki dan perempuan. Dengan demikian,

pembahasan maskulinitas tidak terlepas dari pembahasan relasi gender antara laki-

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

laki dan perempuan, serta antara sesama laki-laki yang masing-masing

hubungannya juga berada dalam konstruksi sosial masyarakatnya.

Pengetahuan akan adanya permasalahan maskulinitas dapat juga dilihat melalui

sastra. Pembaca/kritikus/peneliti telah banyak yang mengungkapkan masalah

gender melalui sastra. Fenomena masyarakat pada tahun 1950-an yang

menggambarkan masyarakat luas, menjadi subjek menarik bagi para sastrawan

pada masa itu. PD II memberikan dampak yang signifikan pada perkembangan

kesusastraan Amerika. Kesusastraan yang muncul dari pengalaman PD II dengan

jelas berbeda dari kesusastraan yang muncul setelah Perang Dunia ke-13.

Kesusastraan setelah PD II menunjukkan sebuah bangsa yang sudah bersatu.

Meskipun demikian, kesusastraan Amerika pada masa itu tidak terlepas juga dari

trauma peperangan dan dampak perang akibat senjata nuklir. Selanjutnya,

Kesusastraan Amerika berkembang dan dipengaruhi oleh kejadian-kejadian pada

pertengahan dan akhir abad dua puluh, yaitu ledakan bom atom di tahun 1945,

munculnya televisi, penemuan dan pertumbuhan dominasi komputer,

McCarthyism pada tahun 50-an, pergerakan Civil Right pada tahun 50-an dan 60-

an, perang Korea dan Vietnam, dan pergerakan feminis pada tahun 60-an dan 70-

an.

Novelis-novelis era tahun 50-an (fifties era) yang muncul di antaranya adalah

Eudora Welty dari Mississippi; Saul Bellow dari Chicago; Norman Mailer, Arthur

Miller, dan Bernard Malamud dari Brooklyn; James Baldwin and Ralph Ellison

dari Harlem; Flannery O’Connor dari Georgia; dan lain-lain. Salah satu

karakteristik utama dari para novelis tersebut adalah keterkaitan cerita dan tokoh

dengan dunia di sekitar para penulisnya. Para tokoh dalam cerita seringkali

digambarkan sebagai karakter yang sedang mencari identitas dan mencoba

melepaskan diri dari identitas yang didiktekan oleh jaman pada masa itu. Karya-

3 Seperti terlihat pada kutipan berikut “World War 1 is often referred to as the great dividing point in modern American literature. Before World War 1 the American novel largely depicted the world of good manners and polite society, though there were writers such as William Dean Howells, Stephen Crane and Theodore Dreiser who wrote about the life and desires of the working people. After World War 1 a literary rebellion against old forms and subjects took place. The postwar period was characterized by freedom and a frankness of subject matter, no matter how shocking or controversial, together with experiments in new techniques”. Ibid. hal. 142

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

karya mereka banyak yang menggambarkan ungkapan protes dan keputusasaan

(Ritchie, 1985: 719). Demikian juga halnya dengan Richard Yates. Dengan latar

cerita pada tahun 1955, Yates mengisahkan tentang Frank dan April dalam

novelnya yang berjudul Revolutionary Road (1961).

Richard Yates dilahirkan pada tahun 1926 di New York dan tinggal di California.

Cerita-ceritanya mulai muncul pada tahun 1953 dan novel perdananya

Revolutionary Road terbit serta menjadi nominasi Natonal Book Award pada

tahun 1961. Yates memiliki delapan karya lainnya, yaitu novel-novel berjudul A

Good School, The Easter Parade, dan Disturbing the Peace serta dua koleksi

cerita pendek yaitu, Eleven Kinds of Loneliness dan Liars in Love.

Revolutionary Road menceritakan pasangan muda, Frank Wheeler dan April

Wheeler. Mereka tinggal di pinggiran kota Connectikut bersama kedua anak

mereka. Frank merasa kehidupan mereka hampa terlebih lagi karena ia bekerja di

perusahaan yang menghasilkan “business machine” yang ia anggap sebagai “the

dullest job”. Di sisi lain, April Wheeler yang pada awal cerita telah gagal sebagai

aktris teater, merupakan ibu rumah tangga. Mereka menganggap diri mereka

berbeda dari penduduk lainnya yang tinggal di pinggiran kota. Mereka merasa

bahwa mereka pasangan yang spesial yang seharusnya dapat lebih baik dari apa

yang mereka dapatkan dengan hidup di pinggiran kota. Demikianlah, ulasan

singkat yang mengawali cerita dalam novel Revolutionary Road yang kemudian

akan dibahas melalui sudut pandang gender.

Novel ini kemudian diadaptasi ke dalam film yang berjudul “Revolutionary

Road”. Film ini disutradarai oleh Sam Mendes dan dibintangi oleh Kate Winslet

dan Leonardo DiCaprio. Selanjutnya, film ini masuk ke dalam Nominasi Oscar

Award tahun 2009. Kemunculan kembali novel Revolutionary Road pada awal

tahun 20094 yang penerbitannya disertai dengan kemuculan film adaptasi dari

novel tersebut, menimbulkan banyak reaksi dari para berbagai kalangan. Berbagai

review novel dan film muncul diberbagai media seperti internet, surat kabar,

4 Cetakan novel Revolutionary Road yang terbit pada Januari 2009, menampilkan foto Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet sebagai cover novel ini.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

majalah, dan jurnal. Revolutionary Road mengalami kelahirannya kembali setelah

terakhir kali diterbitkan pada tahun 1961 seolah-olah novel ini merupakan novel

yang baru pertama kali diterbitkan di jaman modern ini.

Laird (2009), seorang kritikus dan akademisi sastra Amerika yang juga

merupakan salah satu pendiri situs komunitas penggemar Richard Yates, yaitu

www. Richardyates.org menilai novel Yates yang berjudul Revolutionary Road

merupakan cerita yang mengisahkan tentang para tokoh yang “want and don’t get

or get and don’t want, occupying the margin between expectation and reality”.

Selain itu, Revolutionary Road karya Yates dinilai oleh Lytal (2008) sebagai

karya yang selayaknya merupakan karya kanon. Menurutnya, Yates menceritakan

masyarakat pasca perang sebagai masyarakat yang mencari identitas diri dalam

masyarakat dan keluarga. Pergolakan identitas pada masing-masing individu para

tokoh dalam cerita dibenturkan dengan perkembangan teknologi dan ekonomi

yang modern. Kritik-kritik yang menilai bahwa karya Richard Yates

mengungkapkan pencarian identitas masyarakat pinggiran kota pasca perang PD

II telah dilakukan oleh Laird (2009), Lytal (2008), Giardina (2009), dan O’Nan

(2009). Selanjutnya, novel Revolutionary Road menjadi nominasi National Book

Award tahun 1962. Dengan demikian, melalui penelitian ini, penulis akan

membongkar sisi lain dari novel Revolutionary Road, yaitu dengan membahas

maskulinitas tokoh Frank Wheeler.

Penelitian ini lebih menekankan kepada relasi para tokohnya (tokoh utama dengan

tokoh lainnya; Frank dengan ayahnya, Frank dengan istrinya, April serta Frank

dengan Shep Champel) dengan sosial (budaya mainstream). Penelitian dalam tesis

ini diharapkan dapat menambah kekayaan pemahaman atas kompleksitas

permasalahan gender yang dalam hal ini permasalahan laki-laki dengan dunianya

di tengah dominasi budaya patriarkal.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis merumuskan

permasalahan penelitian ini adalah bagaimana maskulinitas tokoh Frank Wheeler

direkonstruksi dalam novel Revolutionary Road karya Richard Yates?

1.3 Tujuan Penelitian

Menjelaskan dan membuktikan maskulinitas tokoh Frank Wheeler yang

direkonstruksi dalam novel Revolutionary Road karya Richard Yates.

1.4. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode deskriptif

analitis dengan pendekatan gender yang berangkat dari pemikiran Connell.

Langkah-langkah analisis yang akan dilakukan di antaranya:

1. Mengkaji maskulinitas Frank Wheeler yang dibentuk oleh dominasi

patriarki melalui berbagai aksi, penokohan serta konstruksi sosial pada

tahun 1950-an yang melatarbelakangi cerita yang diungkapkan dalam

novel tersebut.

2. Meneliti rekonstruksi maskulinitas Frank Wheeler melalui relasi tokoh

Frank wheeler dengan tokoh-tokoh lainnya dalam konstruksi sosial yang

meliputi kehidupan para tokoh tersebut serta membongkar pembentukkan

identitas maskulin Frank Wheeler dalam novel tersebut.

3. Menyimpulkan hasil kajian tersebut di atas dalam upaya memperlihatkan

rekonstruksi atas maskulinitas tokoh Frank Wheeler serta relasi kuasa yang

terbangun.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Gender, Patriarki, dan Konstruksi Personal (Personal Construction).

Dalam kehidupan sehari-hari dengan mudah dapat dibedakan antara laki-laki dan

perempuan. Pembedaan antara laki-laki dan perempuan secara nyata dapat

ditemukan diberbagai hal dan tempat. Pengaturan akan pembedaan tersebut

menjadi sangat umum dan akrab sehingga terkesan natural. Menurut Connell

(2002: 4), pembedaan tersebut juga “help to create and disseminate gender

difference, by displays of exemplary masculinities and feminities”. Selanjutnya

Connell juga memaparkan selayaknya kita tidak berfikir bahwa “womanhood”

atau “manhood” sebagai sesuatu yang alami (nature). Akan tetapi, hal tersebut

merupakan bentukan dari luar; norma sosial atau tekanan dari yang berkuasa.

Laki-laki dan perempuan mengkonstruksikan diri mereka menjadi maskulin atau

feminin.

Dalam upaya untuk mengkaji maskulinitas, diperlukan beberapa konsep, yaitu

konsep gender, patriarki dan konstruksi personal. Connell (2002: 10)

mendefinisikan gender sebagai “the structure of social relations that centers on

the reproductive arena, and the set of practice (govern by this structure) that

bring reproductive distinctions between bodies into social processes.” Lebih jauh

lagi diutarakan oleh Ann Oakley (1972: 16) dalam Elfira (2008:42) mengenai

teori gender:

‘Sex’ is a word that refers to the biological differences between male and female [….] ‘Gender’, however, is a matter of culture. It refers to the social construction into ‘masculine’ and ‘feminine’ […] The constancy of sex must be admitted, but also must the variability of gender.

Berdasarkan pendapat Connell dan Oakley di atas dapat dikatakan bahwa gender

menghubungan kehidupan personal dengan sesuatu yang kolektif. Elfira (2008:42)

menyimpulkan teori Oakley mengenai gender tersebut yaitu bahwa gender

dikaitkan erat dengan norma-norma budaya yang berlaku dan klasifikasi sosial

dari laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, posisi

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

laki-laki dan perempuan dalam masyarakat satu dan masyarakat lainnya tidak

selalu sama tergantung pada nilai budaya yang ada.

Maskulinitas dalam hubungannya dengan konstruksi sosial laki-laki dan

perempuan secara tersirat erat berkaitan dengan permasalahan gender. Menurut

Zimmerman dalam Ritzer dan Goodman yang dikutip Wajcman menjelaskan

bahwa gender (yaitu perilaku yang memenuhi harapan sosial untuk laki-laki dan

perempuan) tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi dicapai melalui interaksi

dalam situasi tertentu. Dengan demikian konsepsi individu tentang perilaku laki-

laki dan perempuan yang tepat adalah diaktifkan secara situasional. Dalam arti

seseorang melaksanakan peran jenis kelamin karena situasi memungkinkan

seseorang berperilaku sebagai laki-laki dan perempuan dan sejauh orang

mengakui perilakunya. Sehingga ada kemungkinan orang dengan kultur yang

berbeda tidak bisa memahami perilaku orang lain dilihat dari sudut identitas jenis

kelamin dimana perilaku tersebut tidak diakui sebagai perilaku laki-laki dan

perempuan yang tepat. Tak jarang, pembagian kerja dalam rumah tangga yang

tampaknya tak seimbang dilihat dari luar situasi rumah tangga, mungkin dilihat

adil dan seimbang baik oleh lakilaki maupun perempuan dalam situasi tersebut

karena laki-laki dan perempuan menerima dan menyesuaikan diri terhadap

harapan normatif untuk berperan menurut jenis kelamin di dalam rumah tangga.

Senada dengan itu Mosse dikutip oleh Wajcman mengungkapkan secara mendasar

gender berbeda dengan jenis kelamin biologis yang merupakan pemberian dimana

kita dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan. Namun yang menjadikan kita

kemudian disebut maskulin dan feminin adalah gabungan blok-blok bangunan

biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur yang ‘memaksa’ kita

mempraktekkan cara-cara khusus yang telah ditentukan oleh masyarakat bagi kita

untuk menjadi laki-laki dan perempuan.

Selanjutnya, maskulinitas tidak dapat dibentuk tanpa adanya femininitas. Oleh

karena itu, konsep relasi gender diperlukan untuk memahami maskulinitas dalam

hubungannya dengan femininitas. Relasi gender dikatakan Connel (2002: 54)

sebagai relasi yang muncul di dalam dan sekitar arena reproduktif:

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

“Not all gender relations are direct interactions between women on one side and men on the other. The relation maybe indirect—mediated, for instance, by a market, or by technologies….Relationships may be among men, or among women, but still are gender relations—such as hierarchies of masculinity among men.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dikatakan bahwa maskulinitas dapat dipahami

dari relasi gender antara laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan dunia

eksternal atau laki-laki dengan laki-laki.

Relasi gender menurut Connell (2002:57) dibagi ke dalam empat dimensi, yaitu

power relations, production relations, emotional relation, dan symbolic relations.

Relasi kuasa (power relation) merupakan kekuasaan patriarkal yang tidak hanya

secara langsung mendominasi perempuan melalui dominasi laki-laki tetapi juga

melalui negara dengan kebijakan-kebijakan yang bersifat patriarkal. Relasi gender

selanjutnya adalah relasi produksi. Connell memaparkan mengenai relasi produksi

sebagai relasi laki-laki dan perempuan dalam pembagian kerja. Pembagian kerja

bagi laki-laki dan perempuan di setiap wilayah akan berbeda tergantung pada

faktor kultural misalnya pencitraan tentang figur ayah dan ibu dan historikalnya.

Selanjutnya, relasi emosional mengarah pada seksualitas (homosexual atau

heterosexual). Dan relasi gender yang terakhir adalah relasi simbolik. Relasi

simbolik akan melihat hubungan laki-laki dan perempuan melalui bahasa. Namun,

tidak hanya terbatas pada bahasa, relasi simbolik juga melihat pada faktor lain;

“dress, make up, gesture, in photography and film, and in more impersonal forms

of culture such as the built environtment.” Dengan demikian, konstruksi

maskulinitasdapat ditelusuri melalui relasi gender para tokoh sesuai dengan empat

kategori-kategori tersebut.

Setelah memahami gender dan relasi gender, pemahaman yang diperlukan dalam

tesis ini adalah pemahaman mengenai konsep patriarki. Patriarki5 adalah sebutan

terhadap sistem yang melalui tatanan sosial politik dan ekonominya memberikan

prioritas dan kekuasaan terhadap laki-laki dan dengan demikian secara langsung

maupun tersamar, melakukan penindasan atau subordinasi terhadap perempuan.

5 Budianta, Melani. (2002). “Pendekatan Feminis Terhadap Wacana: Sebuah Pengantar” dalam Analisis Wacana: Dari Linguistik Sampai Dekonstruksi. Yogyakarta: Penerbit Kanal.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Maskulinitas dan femininitas juga erat kaitannya dengan bagaimana individu

dikonstruksi. Konsep mengenai konstruksi personal oleh Chodorow (1989)

dipaparkan dalam kutipan berikut;

“gender cannot be seen as entirely culturally, linguistically, or politically constructed. Rather, there are individual psychological processes in addition to, and in a different register from culture, language, and power relations that construct gender for the individual. Meaning … is always psychologically particular to the individual.”6

Pembentukan personal seseorang juga terlihat dari faktor psikologi. Lebih jauh

lagi, Freud menunjukkan, kata Chodorow (1978, 1989 dalam Barker, 2000; 254),

bahwa kendati tidak ada yang dapat dihindarkan dari pilihan-pilihan objek dan

identifikasi seksual individu seseorang, yang terbentuk melaui proses

perkembangan dalam konteks hubungan pertama kali yang individu seseorang

alami, seksualitas individu tersebut ditata dengan cara yang mahal bagi

perempuan. Menurut Chodorow, teori Oedipus Complex adalah demonstrasi

reproduksi dominasi laki-laki dan penyingkiran atas perempuan yang dilakukan

laki-laki.

Chodorow berpendapat bahwa dalam konteks patriarki anak laki-laki

diperlakukan sebagai pribadi yang mandiri dan terus berubah oleh sang ibu

sementara anak gadis lebih dicintai secara narsistik sebagai pribadi yang

menyerupai ibunya. Pemisahan anak laki-laki terdiri dari identifikasi dengan sang

ayah dan phallus symbol sebagai ranah status sosial, kekuasaan, dan independensi.

Suatu bentuk maskulinitas dihasilkan melalui penekanan kepada aktifitas

berorientasi eksternal, meskipun dengan dampak berupa terkuburnya

ketergantungan emosional terhadap perempuan dan keterampilan yang lebih

rendah dalam kominikasi emosional. Sebaliknya, anak gadis mendapatkan

jaminan yang lebih besar terhadap keterampilan komunikatif dan melakukan

pendekatan diri melalui introjeksi (intojection), yaitu peniruan atas atau

6 Layton, L. (1998). Gender as a Personal and Cultural Construction. Psychoanal Q., 67:343 dalam

http://www.pep-web.org/document.php?id=PAQ.067.0343A, diakses pada 19 April 2009

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

penyamaan diri dengan, berbagai aspek narasi ibu mereka sendiri demi member

kesan baik bagi sang ibu.

Subjektivitas-subjektivitas berjenis kelamin ini tidak bersifat universal, karena

psikoanalisis menunjukkan, kata Chodorow, bahwa pembentukkan objek citra

seksual dan relasi antara laki-laki dan perempuan terbentuk dalam konteks

konfigurasi keluarga tertentu, yang dapat juga diubah. Seiring dengan berjalannya

sang waktu, bentuk-bentuk baru subjek dan bentuk-bentuk baru maskulinitas dan

femininitas dapat ditiru.

1.5.2 Maskulinitas

Dalam teori sosiologi gender, Connell seperti dikutip oleh Wajcman (2001)

mengungkapkan bahwa maskulinitas ada dua bentuk dominan, maskulinitas

secara budaya atau maskulinitas hegemonik dan bentuk maskulinitas yang

tersubordinasi. Yang dimaksud dengan hegemonik adalah pengaruh sosial yang

dicapai bukan karena kekuatan melainkan karena pengaturan kehidupan pribadi

dan proses-proses budaya. Hal ini berlawanan dengan tersubordinasi, dimana

kekerasan adalah kunci yang sangat berpengaruh untuk memaksakan sebuah cita-

cita atau kekuasaan bagi maskulinitas tersebut. Maskulinitas hegemonik adalah

bentuk maskulinitas ideal karena tidak harus berhubungan erat dengan

kepribadian aktual laki-laki. Connell (1995) has developed the concept of

hegemonic masculinity, which he defines as “the configuration of gender practice

which embodies the currently accepted answer to the problem of the legitimacy of

patriarchy” (Connell 1995, 77).

Wetherell and Edley (1999) juga menegaskan mengenai pengertian maskulinitas

hegemonik; Hegemonic masculinity is related to Gramcsi’s ideas about

hegemonic ideologies that naturalize and legitmated the interests of the powerful

which marginalizes and subordinates other groups. Maskulinitas hegemonik

adalah bentuk maskulinitas ideal karena tidak harus berhubungan erat dengan

kepribadian aktual laki-laki. Namun Wajcman menilai bahwa ada inti

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

maskulinitas dominan yang tercermin dalam varian-varian yang berbeda.

Contohnya dalam masyarakat barat kontemporer, maskulinitas hegemonik ini

sangat erat dengan paradigma agresivitas dan kekerasan seperti yang dipahami

kaum feminis kontemporer sejauh ini. Tolok ukur bentuk maskulinitas semacam

ini adalah debu, kebisingan, dan bahaya. Namun bisa juga dalam konsep

maskulinitas masyarakat barat kontemporer, bentuk maskulinitas berhubungan

erat dengan ‘kekuatan’ mereka akan penguasaan teknologi yang merupakan

realisasi laki-laki yang secara sosial gagal mengkompensasikan kurangnya

kekuatan ‘fisik’ mereka. Contoh kasus disini adalah kaum hackers yang secara

fisik tidak menarik dan patologis namun secara teknik mereka adalah potret

‘perkasa’ dalam hubungannya dengan laki-laki lain dan perempuan yang kurang

memiliki keahlian seperti mereka. Oleh karena itu, kecenderungan maskulinitas

hegemonik masih mengarah pada representasi kekuatan fisik laki-laki;

Hegemonic masculinity marginalizes and subordinates women and also alternative forms of masculinity. Although the specific definition varies by social context, hegemonic masculinity is understood contemporarily as being white, straight, successful, and competitive (Speer 2001).

Selanjutnya, Connel menegaskan bahwa masculinities may appear inconsistent

from a more deconstructionist perspective because its conception of gender

practice asserts strong links both to the materiality of bodies and to the dynamics

of social structure. (Connell, 1996). Dalam teorinya, Connell dalam Holter (1996)

mendeskripsikan bagaimana laki-laki berinteraksi dengan perempuan dan dengan

laki-laki lain, relasi gender, gaya hidup, budaya, kelompok-kelompok laki-laki

dan hubungan personal.

1.6 Sistematika Penulisan

Tesis ini akan dibagi dalam lima bagian, yaitu Bab I, Bab II, Bab III, dan Bab IV.

Bab I akan berisi pendahuluan. Penulis akan menjelaskan tentang latar belakang

penelitian, masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, kerangka teori, serta

sistematika penulisan dalam Bab I. Pada bagian Bab II, penulis akan memaparkan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

kondisi masyarakat Amerika pada tahun 1950-an yang menunjang kajian

mengenai maskulinitas pada masa itu. Di bagian Bab III, teori dan kontruksi sosial

masyarakat Amerika tahun 1950-an yang telah dipaparkan di bab-bab sebelumnya

akan diterapkan pada karya yang akan dikaji, Revolutionary Road. Penulis akan

melakukan analisis tentang maskulinitas tokoh Frank Wheeler dalam novel

Revolutionary Road. Akhirnya, Bab IV akan berisi simpulan penulis atas analisis

yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

BAB 2 KONTEKS SOSIAL AMERIKA ERA 1950AN

Bab dua ini membahas tentang konteks sosial yang melatbelakangi karya yang

saya kaji, yaitu konteks sosial Amerika pada era 1950an. Konteks sosial yang

dibahas di antaranya kondisi sosial pada saat terjadinya fenomena Baby Boom dan

perpindahan masyarakat menuju daerah pinggiran kota (suburb) pada masa pasca

PD II. Beberapa aspek yang akan dibahas dalam konteks sosial tersebut meliputi

aspek pendidikan, aspek ekonomi, aspek perkembangan teknologi, dan aspek

media popular yang mendukung pembentukan maskulinitas pada masa itu.

2.1. Fenomena Baby Boom dan Kehidupan Suburban

Istilah “Baby Boom” mengacu kepada peningkatan jumlah kelahiran yang terjadi

secara massif setelah Perang Dunia ke-II. Generasi “Baby Boom” merupakan para

generasi yang dilahirkan antara tahun 1946 sampai dengan 1964. Pada tahun

2005, generasi ini diperkirakan berusia antara 41 sampai dengan 59 tahun. Dan di

Amerika, jumlah generasi ini berjumlah sekitar 76 juta jiwa, atau sekitar 29 persen

dari jumlah populasi penduduk. Di Kanada, mereka dikenal dengan istilah

“Boomies” dengan jumlah sebesar 6 juta jiwa. Di Inggris, generasi ini disebut “the

Bulge” (Beer, 1961; Meyer, 2008)

Pada bulan Mei 1951, Sylvia Porter7, seorang kolumnis harian New York Post,

menggunakan istilah "boom" (ledakan) pertama kalinya untuk merujuk pada

fenomena peningkatan kelahiran pasca perang Amerika. Ia menulis:

Take the 3,548,000 babies born in 1950. Bundle them into a batch, bounce them all over the bountiful land that is America. What do you get? Boom. The biggest, boomiest boom ever known in history.

7"Babies Equal Boom, New York Post, 4 Mei 1951.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Fenomena Baby Boom yang terjadi menggeser peran perempuan dan laki-laki.

Baby boom merumahkan para perempuan pekerja ke ruang domestiknya begitu

juga dengan laki-laki yang memerankan perannya sebagai “bread winner”. Saat

perang berlangsung, para perempuan bekerja dan mengambil posisi laki-laki di

ruang publik tetapi setelah perang usai posisi di ranah publik kembali diambil oleh

laki-laki. Meyer (2008) memaparkan, pada saat PD II berakhir pada tahun 1945

para prajurit dalam jumlah yang mencapai jutaan orang kembali pulang ke rumah

mereka dan berbondong-bondong mencari pekerjaan untuk kehidupan baru

mereka.

Untuk mengintegrasikan jutaan veteran muda ke dalam perekonomian Amerika,

kongres ke-78 mengeluarkan kebijakan “GI Bill of Right” pada tanggal 22 Juni

1944. Kebijakan tersebut merupakan perundangan yang paling luas jangkauannya

bagi para veteran di sepanjang sejarah masyarakat Amerika. VA memberikan

pinjaman untuk perumahan dan perkebunan bagi para GI dengan suku bunga yang

rendah, bahkan tanpa uang muka. “GI Bill” juga memungkinkan perolehan

pendidikan tinggi melalui pinjaman dengan suku bunga yang rendah8.

Peralihan keadaan ekonomi yang begitu cepat juga mengalihkan peran laki-laki

dan perempuan ke dalam bentuk femininitas dan maskulinitas yang tradisional.

Domestisitas perempuan menjadi keharusan bagi para pasangan muda yang baru

menikah dan memiliki anak sedangkan laki-laki harus mengaktualisasikan dirinya

dengan bekerja atau meneruskan pendidikannya.

Tuntutan yang terkungkung untuk meraih “the American Dream” sebagian telah

terwujudkan oleh “GI Bill”; menghubungkan kembali dengan keluarga dan orang-

orang yang dicintai, pernikahan dan memulai sebuah keluarga, kembali ke sekolah

dan membeli rumah pertama mereka. Pada tahun 1947, “GI Bill” menolong lebih

8“The Early Fifties”, http://www.boomerslife.org/baby_boom_population_us_census_bureau_

by_state.htm. diakses pada 22 Januari 2010.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

dari sejuta veteran untuk mendaftar di perguruan tinggi. Lebih dari separuh

veteran PD II, atau sekitar 7.800.00 pria dan wanita, turut berpartisipasi

mendukung ketetapan “GI Bill”9.

Dengan kelebihan sebagai veteran, termasuk pinjaman yang didapat dari VA, hal

yang paling dicari adalah memiliki perumahan di lahan baru di sekitar pinggiran

kota Amerika. Dokumentasi-dokumentasi10 mengenai topik tersebut

mengindikasikan bahwa menjamurnya perumahan di pingiran kota pasca perang

dimuali di daerah pinggiran kota “planned community” yang disebut “Levittown”

di kota New York dan Pennsylvania. Faktanya, dalam skala yang besar,

komunitas yang dibentuk dan lahan perumahan telah dibangun di pinggiran kota

di seluruh kota besar di Amerika, terutama di Kalifornia.

Elaine Tyler May dalam buku berjudul Homeward Bound: American Families in

the Postwar Era (1988) memaparkan Baby boom merefleksikan keadaan yang

secara tiba-tiba menghilangkan tekanan ekonomi dan sosial yang membuat

masyarakat lebih berani untuk berkeluarga. Setelah perang, para pasangan

kembali bersatu dan kembali pada peranan tradisional. Peranan tradisional

tersebut terlihat dari para tentara perang yang kembali memasuki dunia kerja

sedangkan di sisi lain, perempuan meninggalkan pekerjaan mereka saat perang

berlangsung untuk berkonsentrasi membesarkan anak-anak mereka. Pernikahan

menjadi sebuah budaya dan sebuah karir bagi perempuan, dan hasilnya adalah

jumlah kelahiran yang besar.

Angka pernikahan meningkat pada tahun 1950-an dan mencapai angka tertinggi di

sepanjang sejarah Amerika. Usia rata-rata pernikahan pada tahun 1950 berada

pada usia muda, laki-laki pada usia 22 tahun dan perempuan pada usia 20 tahun

(May, 1988). Melaksanakan pernikahan setelah menyelesaikan pendidikan SMU

9 "The 1950s: Lifestyles and Social Trends: Overview." American Decades. The Gale Group, Inc. 2001. Encyclopedia.com. (November 18, 2009). http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3468301956.html 10 "The 1950s: Lifestyles and Social Trends: Overview." American Decades. The Gale Group, Inc. 2001. Encyclopedia.com. (November 18, 2009). http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3468301956.html

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

menjadi hal yang lumrah. Para perempuan ditekan untuk menikah pada saat

mereka memasuki awal usia 20-an. Stereotype pada saat itu menyatakan bahwa

perempuan yang memasuki pendidikan tinggi hanyalah untuk mendapatkan gelar

“Mrs” (dibaca M.R.S), yang berarti suami. Meskipun perempuan memiliki

aspirasi lain dalam hidup mereka, hal yang paling dominan yang dipromosikan

oleh budaya dan media pada masa itu adalah seorang suami merupakan hal yang

jauh lebih penting bagi perempuan muda dibandingkan gelar sarjana. Meskipun

pada kenyataannya bahwa angka pekerja perempuan terus naik, media lebih

cenderung untuk fokus pada peranan perempuan di rumah. Jika perempuan tidak

bertunangan atau menikah di usia awal 20-an, dia dianggap sebagai “perawan tua”

(May, 1988).

Meyer (2008) memaparkan bahwa hampir seluruh para ibu muda dilingkungan

pinggiran kota hamil pada saat yang bersamaan merupakan hal yang lumrah.

Dalam waktu singkat, banyak sekolah baru yang harus dibangun. Perkebunan dan

lahan pertanian menjadi hal yang serupa disemua tempat tanpa adanya pusat kota,

lapangan pekerjaan, atau kota yang teratur. Akhirnya, banyak ladang di pinggiran

kota tersingkirkan dan ribuan rumah menjadi komunitas yang sah menurut hukum

meskipun memiliki model yang berbeda dari komunitas tradisional dengan sebuah

pusat bisnis di kota. Pada komunitas baru yang berselang-seling ini “strip malls”,

banyak bisnis yang berdiri disepanjang sisi jalan, dan biasanya dengan dengan

bentuk bangunan yang berhadapan dengan lahan parkir yang luas dan tanpa

penghijauan.

Mall mulai menyediakan kebutuhan bahan pokok, lalu berkembang menjadi

tempat berkumpulnya komunitas, terutama untuk perkumpulan anak-anak muda.

Ada ungkapan yang terkenal “There’s no there there” diucapkan oleh Gertrude

Stein mengenai tempat kelahirannya, Oakland, Kalifornia (daerah pinggiran di

San Fransisko) dipakai oleh kebanyakan daerah dipinggiran Amerika, yang

tampak terpinggirkan, tanpa budaya, tempat yang membosankan (Meyer, 2008).

Daerah pinggran kota termasuk aman dan sesuai untuk anak-anak, tetapi tidak

disukai oleh remaja. Budaya suburban tidak mengadopsi budaya kota, seperti kota

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

New York melainkan menerapkan budaya konservatif yang kaku. Dalam

masyarakat suburban, pembatasan peran laki-laki dan perempuan sangat tegas

sehingga kehidupan yang kaku tersebut tidak disukai oleh remaja. Para remaja

cenderung menyukai budaya bebas perkotaan yang dapat mengakomodasi

kehausan mereka akan hiburan, pendidikan, karir, bahkan kehidupan seks mereka.

2. 2. Teknologi dan Media Amerika di Era 1950an

Tahun 1950an disebut “Years of Innocence”. Pertunjukkan film di hari sabtu sore

di daerah pantai barat hanya 35 sen. Bioskop mobil menjadi bagian dari

pemandangan kehidupan sosial keluarga muda. Jenis film yang diminati mulai

bermunculan, seperti melodrama, film koboi, film horror, komedi, dan film aksi

petualangan. Jenis film musical dan science fiksi mulai terkenal pada era 60an.

Film koboi biasanya digemari oleh keluarga dan banyak diperuntukkan untuk

kalangan dewasa. Pertunjukkan acara popular anak disajikan dalam bentuk serial,

yang diputar pada hari sabtu sore. Saat itu, pertunjukkan disajikan beberapa kali

seminggu. Tokoh idola pahlawan yang terkenal seperti Tom Mix, Hopalong

Cassidy, dan the Lone Ranger. Pada awalnya, jenis film science fiksi sering

meonjolkan tokoh pria baik yang berjuang untuk hukum dan diperintah keluar

angkasa. Misal seperti film, “Space western”, termasuk juga “Buck Rogers” (ABC

1950-51), “Captain Video and His Video Rangers (Dumont 1949-54), Flash

Gordon (Syndicated 1953), Space Patrol (ABC 1951-52), and Tom Corbett,

Space Cadet (CBS/ABC/NBC 1950-52) (Beer, 1961; Meyer, 2008; dan May,

1988).

Pada Tanggal 7 April 1927, Bll Telephone Labs and AT&T11 memperkenalkan

ujicoba televisi publik USA yang pertama. Gambar dan suaranya dikirim melalui

kabel dari Washington D.C. ke New York. Uji coba tanpa kabel juga ditampilkan

sejauh 22 mil, dari Whippany, New Jersey, ke New York. Pertunjukkan utama

11 "The 1950s: Lifestyles and Social Trends: Overview." American Decades. The Gale Group, Inc. 2001. Encyclopedia.com. (November 18, 2009). http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3468301956.html

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

ujicoba adalah pidato oleh Herbert Hoover yang disiarkan di Washngton D.C, dan

diterima pada layar 2 sampai 3 inchi. Televisi pasca perang masih tergolong hal

yang baru di Amerika, daerah barat Chicago. Kebanyakan pertunjukkan adalah

siaran langsung atau film.

Beer (1961) menyatakan bahwa pertunjukkan TV anak yang popular adalah

Buffalo Bob and Clarabelle, Captain Kangaroo, Lassie, and Leave it to Beaver.

Hiburan yang lain juga termasuk malt shop, komunitas kolam renang, dan

organisasi. Organisasi yang paling terkenal adalah Pramuka. Tahun 1955,

generasi “Baby Boom” ini menyukai olahraga selepas sekolah pada tingkat SLTP.

Pertunjukkan I Love Lucy sangat unik-yang merupakan cerita bersambung

terpanjang dalam sejarah pertelevisian, yang berlanjut hingga siaran udara.

Sekarang semua hal itu diistilahkan sebagai hiburan.

Gejala pengagungan kemaskulinitasan laki-laki dan kefemininitasan perempuan

dapat dilihat dari gencarnya media, baik media cetak dan visual, menampilkan

propaganda figur ayah dan figur ibu dalam sebuah konsep keluarga. Propaganda

tersebut disuarakan melalui figur ayah yang pekerja dan figur ibu yang

homemaker di berbagai media cetak, papan iklan, dan radio, juga melalui

tayangan-tayangan populer di televisi seperti “Father Knows Best”, “I Love

Lucy”, “The Donna Reed Show”, dan lain-lain (Meyer, 2008).

Siaran televisi merupakan alat propaganda yang menanamkan norma-norma

patriakal kepada masyarakat secara tidak sadar. Film serial I Love Lucy

merupakan contoh siaran yang mencerminkan bagaimana perempuan yang ingin

keluar dari norma sosial selalu menemui kegagalan. Kegagalan tokoh perempuan

dalam film I Love Lucy dianggap sebagai hal lelucon. Karena tidak seharusnya ia

keluar dari ruang domestiknya.

Dalam setiap episodenya Lucy dikisahkan berusaha keluar dari norma sosial yang

menempatkannya sebagai istri dengan keterbatasan konstruksi femininitas.

Usahanya untuk keluar dari domestisitas (misalnya saja ikut terlibat dalam bisnis

hiburan yang digeluti suaminya) selalu berakhir dalam kekacauan sehingga secara

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

implisit menunjukkan bahwa perempuan yang mencoba keluar dari rumah

merupakan gagasan yang ganjil (absurd). Pada akhirnya, segala usaha tersebut

dibuat konyol dengan bumbu adegan komedi fisik (slapsticks)12.

12 Beberapa serial televisi yang mengangkat tema serupa di antaranya Father Knows Best, Leave It to Beaver, The Danny Thomas Show, dan lain lain; http://www.museum.tv/archives/etv/F/htmlF/familyontel/familyontel.htm, diakses 22 April 2010.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

BAB 3 REKONSTRUKSI MASKULINITAS FRANK

DI TENGAH BUDAYA PATRIARKAL

Laki-laki dikonstruksi oleh ideologi patriarki sebagai figur yang mendominasi.

Laki-laki dalam hubungannya dengan perempuan dalam budaya patriarki,

digambarkan sebagai figur kepala rumah tangga yang kerap mengambil

keputusan, pencari nafkah, dan figur yang dilayani. Kualitas, rasionalitas,

maskulinitas, publik laki-laki dianggap unggul secara mutlak atas kualitas

emosional, feminin, dan domestik perempuan.

Posisi laki-laki dalam masyarakat patriarki yang terkesan memosisikan laki-laki

pada posisi yang memiliki “hak-hak istimewa”, ternyata tidak hanya

mengakibatkan munculnya dominasi laki-laki terhadap perempuan tetapi juga

dominasi konsep manhood laki-laki terhadap dirinya dan juga laki-laki terhadap

laki-laki lain.

Konsep kemaskulinitasan pada masa tahun 1950an di Amerika yang

diejawantahkan ke dalam bentuk maskulinitas tradisional akan menjadi fokus

pembahasan pada Bab 3 ini. Bentuk maskulinitas tradisional masyarakat pasca PD

II tahun 1950an di Amerika tercermin dalam latar novel Revolutionary Road.

Bahwa, para tokoh laki-laki yang direpresentasikan oleh Frank Wheeler dan Shep

Campbell digambarkan sebagai tokoh ayah yang bekerja mencari nafkah

sedangkan tokoh perempuan yang representasikan oleh April Wheeler dan Milly

Campbell harus puas dengan urusan domestik.

Pemosisian diri yang menolak nilai-nilai patriarkis dilakukan oleh tokoh-tokoh

utama Revolutionary Road, Frank Wheeler dan April Wheeler. Frank Wheeler dan

April Wheeler merupakan pasangan suami-istri yang berada di tengah-tengah

tatanan budaya masyarakat suburban Amerika. Dalam bab 3 tesis ini, terlebih

dahulu dibahas norma-norma masyarakat suburban yang membentuk maskulinitas

dan femininitas tradisional yang mempengaruhi kemaskulinitasan Frank Wheeler

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

dan kefemininitasan April Wheeler. Bentuk maskulinitas dan femininitas

tradisional yang dimaksud adalah bentuk yang dipengaruhi oleh norma-norma

masyarakat suburban Amerika pada tahun 1950-an bahwa laki-laki mejalani

perannya di ruang publik sedangkan perempuan di ruang domestik. Perempuan

yang mencoba beraktifitas di luar rumah dituntut harus juga mengurus rumah

tangga dengan baik, yaitu tuntutan untuk menjadi superwoman. Lain dengan nilai

modern masa kini ketika perempuan yang memilih karir di ruang publik tidak

selalu harus berumah tangga.

3.1. Nilai Maskulintas dan Femininitas Masyarakat Suburban dalam

Novel Revolutionary Road.

Revolutionary Road memiliki latar waktu di tahun 1955 dengan latar tempat di

daerah pinggiran kota (suburb), Connecticut. Atmosfer yang ditampilkan novel ini

menunjukkan bahwa ketika itu penolakan akan norma masyarakat suburban mulai

merebak. Kehidupan yang menggiring para tokoh untuk tinggal di daerah

suburban adalah kehidupan pasca PD II. Perayaan pada nostalgia kehidupan

normal sebelum perang, yaitu membentuk keluarga mengakibatkan banyaknya

pernikahan muda dan banyaknya kelahiran anak sehingga perekonomian yang

tepat untuk menopang keluarga besar para veteran adalah perekonomian pinggiran

kota.

Frank Wheeler dan April Wheeler merupakan tokoh utama yang berada di tengah-

tengah tatanan budaya masyarakat suburban. Pasangan suami-istri ini, tinggal di

daerah perumahan yang bernama Revolutionary Hill Estate. Tatanan budaya

masyarakat suburban mengarah pada konsep-konsep keluarga tradisional yang

menjadi sebuah norma yang mau tidak mau harus dipatuhi oleh keluarga-keluarga

yang tinggal di daerah suburban.

Konsep-konsep tradisional tersebut tercermin dalam pembagian peran laki-laki

sebagai kepala rumah tangga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Keluarga

Wheeler (Frank Wheeler dan April Wheeler) dan keluarga Campbell (Shep

Campbell dan Milly Campbell) mewakili keluarga yang tinggal di daerah

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

suburban tersebut. Frank dan Shep menjalankan peran sebagai suami yang

mencari nafkah di kota (New York) sedangkan April dan Milly menjalankan

peran sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi rumah dan anak-anak.

Keluarga Wheeler dan Campbell mewakili masyarakat suburban secara umum.

Kedua keluarga ini merupakan keluarga yang pindah ke daerah suburban akibat

dari perekonomian pasca perang dan fenomena baby boom yang mereka alami13.

Frank dan Shep merupakan veteran PD II – yang seperti para veteran lainnya –

yang merayakan nostalgia kehidupan normal14. Mereka menikah pada usia di awal

20 tahun dan di usia 30 tahun, Frank memiliki 2 anak sedangkan Shep memiliki 4

anak.

Kedua keluarga ini juga mengadopsi gaya hidup masyarakat suburban. Banyak

merokok dan minum minuman alkohol menjadi kecenderungan bagi kedua

keluarga ini dan juga keluarga lain untuk mengekspresikan diri mereka, “….most

of the people…., fingering packs of cigarettes…(Yates, 2009; 13). Selain itu,

mereka juga memiliki kendaraan beroda empat dan televisi yang merupakan ciri-

ciri gaya hidup masyarakat suburban15.

Konformitas masyarakat suburban yang mengusung norma-norma femininitas dan

maskulinitas tradisional dan gaya hidup yang sama diresistensi oleh pasangan

Frank dan April. Penolakan pada norma-norma kehidupan suburban dilakukan

oleh keluarga Wheeler sejak pertama kalinya mereka pindah ke perumahan

Revoluionary Hill Estate. Penolakan tersebut tercermin dari pemilihan rumah dan

perabot yang menandakan bahwa mereka berbeda dari masyarakat suburban

kebanyakan.

Penolakan Frank dan April terhadap kehidupan suburban mendapat dukungan dari

Mrs. Givings, seorang broker perumahan, “the real-estate broker”, (Yates, 2009:

13). Mrs. Givings menilai mereka sebagai pasangan yang berbeda dari

kebanyakan pasangan yang tinggal di perumahan Revolutionary Hill Estate. Saat

ingin membeli rumah, Mrs. Givings menunjukkan kawasan tempat tinggal yang 13 Lihat Yates (2009). Hlm. 27, 39, 194, 199 14 Lihat Yates (2009). Hlm. 27, 191 15 Lihat Yates (2009) Hlm. 6

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

dihuni oleh masyarakat suburban kebanyakan; ““As you see, it’s mostly these

little cinder-blocky, pickup-trucky places-plumbers, carpenters, little local people

of that sort.”” (Yates, 2009:39). Mrs. Givings menilai masyarakat yang

pekerjaannya tergolong sebagai pekerjaan “blue collar workers” adalah

masyarakat kelas bawah dan bukan tergolong masyarakat intelektual.

Berbeda dengan penduduk perumahan Revolutionary Hill Estate yang cenderung

tidak berpendidikan, Mrs. Givings menganggap Frank dan April sebagai pasangan

yang “sweet.”Mrs. Givings menyatakan kekagumannya kepada suaminya; “The

girl is absolutely ravishing, and I think the boy must do something very brilliant in

town-he’s very nice, rather reserved-and really, it is so refreshing to deal with

people of that sort.”” (YATES, 2009:38). Karena rasa kagum Mrs. Givings

kepada Frank dan April, ia pun menunjukkan rumah yang berbeda dengan rumah-

rumah lainnya. Akan tetapi, April merasa terganggu dengan keberadaan “picture

window” di rumah yang akan mereka beli. Keberadaan jendela kaca dengan

ukuran besar di seluruh rumah di perumahan Revolutionary Hills Estate

menyimbolkan kontrol sosial yang dominan pada masyarakat di lingkungan

tersebut.

Bagi April, keberadaan jendela tersebut membuat April merasa “being watched”.

“……..Of course it does have the picture window; I guess there’s no escaping

that””(Yates, 2009:40). Pendapat April tentang keberadaan “picture window”

tidak sama dengan pendapat Frank, ” I guess not,”…….“Still, I don’t suppose one

picture window is necessarily going to destroy our personalities.”” (Yates,

2009:40). Meskipun demikian, keberadaan “picture window” tetap mereka hindari

dengan penantaan furniture yang menunjukkan identitas mereka yang berbeda dari

masyarakat suburban lainnya. “Their solid wall of books would take the curse off

the picture window; a sparse, skillful arrangement of furniture would counteract

the prim suburban look of this too-systematical living room.” (Yates, 2009:40).

Frank dan April memilih rumah dan menata perabot dengan cara berbeda sebagai

upaya untuk menunjukkan identitas mereka yang berbeda. Mereka menolak

unsur-unsur kehidupan suburban dalam kehidupan mereka karena menganggap

bahwa mereka jauh lebih baik dari keluarga-keluarga yang tinggal di suburban.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Frank dan April menganggap dirinya sebagai pasangan “special” dan lebih

“intellectual”. Perasaan “special” dan “intellectual” tersebut juga didukung

dengan penilaian Mrs. Givings terhadap mereka.

“I mean it’s bad enough having to live among all these damn little suburban types-and I’m including the Campbells in that, let’s be honest-it’s bad enough having to live among these people,…...” (Yates, 2009 : 33)

Hal yang menandakan bahwa rumah Frank dan April seperti kebanyakan rumah

suburban lainnya adalah keberadaan televisi. “…the province of the television set

(Why not? Don’t we really owe it to the kids? Besides, it’s silly to go on being

snobbish about television…”)” (Yates, 2009:42).

Dengan demikian, penolakan terhadap tatanan budaya suburban dengan cara

memilih rumah dan menata perabot yang berbeda merupakan ekspresi dari diri

Frank dan April untuk menunjukkan identitas mereka yang berbeda bahwa

mereka seharusnya tidak tinggal di daerah suburban seperti keluarga lainnya.

Akan tetapi, Penolakan Frank pada konsep kehidupan suburban tidak sejalan

dengan kenyataan yang harus ia hadapi. Frank berada dalam realita perekonomian

pasca perang yang mengharuskan ia bekerja di kota dan memiliki rumah di

pinggiran kota.

“It simply wasn’t worth feeling bad about. Intelligent, thinking people could take things this in their stride, just as they took the larger absurdities of deadly dull jobs in the city and deadly homes in the suburbs. Economic circumstance might force you to live in this environment, but the important thing was to keep from being contaminated. The important thing, always, was to remember who you were.” (Yates, 2009:27)

Meskipun, Frank dan April menolak unsur-unsur suburban di dalam kehidupan

mereka, Frank dan April tetap menjalani hubungan pertemanan dengan tetangga

mereka, yaitu Shep dan Milly. Berbeda dengan pasangan Frank dan April,

pasangan Shep dan Milly tidak dinilai berbeda oleh Mrs. Givings dengan

masyarakat suburban lainnya. Namun, Frank memiliki pandangan berbeda

mengenai Shep Campbell.

“ “Campbell, yes. Actually, I don’t think he was any worse than some of the others; and of course he did have a difficult part.” He always felt it

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

necessary to defend the Campbell to Mrs. Givings, whose view seemed to be that anyone who lived in the Revolutionary Hill Estates deserved at best a tactful condescension.” (Yates, 2009:57)

Dalam hubungan pertemanan antara Wheeler dan Campbell, sering dilakukan

pertemuan dengan saling mengunjungi. Biasanya, mereka akan membahas

mengenai “Conformity” atau “The Suburbs”, atau “Madison Avenue”, atau

“American Society Today” yang kemudian akan diakhiri dengan “…an anecdote

of extreme suburban smugness that left them weak with laughter.” (Yates, 2009:

81).

Frank mengungkapkan pandangannya mengenai nilai-nilai masyarakat suburban

yang dijadikan bahan diskusi mereka. Pendapat Frank, yang kemudian disetujui

oleh April, Shep, dan Milly mengarah pada nilai-nilai yang dijadikan norma

dalam berkeluarga di lingkungan suburban, seperti yang terlihat dalam kutipan-

kutipan berikut;

“……….The hell with reality! Let’s have a whole bunch of cute little winding roads and cute little houses painted white and pink and baby blue; let’s all be good consumers and have a lot of Togetherness and bring our children up in a bath of sentimentality-Daddy’s great man because he makes a living, Mummy’s a great woman because she’s stuck by daddy all these years-and if old reality ever does pop out and say Boo we’ll all get busy and pretend it never happened.”” (Yates, 2009: 89; saya menambahkan penekanan)

Konformitas pada norma-norma tradisional keluarga suburban ditolak oleh kedua

keluarga Wheeler dan Campbell. Akan tetapi, pendapat Wheeler dan Campbell

yang menolak femininitas dan maskulinitas tradisional masyarakat suburban tidak

sesuai dengan nilai-nilai keluarga yang mereka jalani yang nyatanya tidak jauh

berbeda dengan keluarga suburban lainnya. Mereka tetap mengusung nilai

femininitas dan maskulinitas tradisional pada pembagian peran mereka dalam

berkeluarga. Mereka berada dalam kungkungan ketidakberdayaan mereka pada

keadaan ekonomi dan fenomena babyboom pasca perang PD II yang mereka

alami. “…the four of them, were painfully a live in a drugged and dying culture.”

(Yates, 2009:82).

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

“The point is it wouldn’t be so bad if it weren’t so typical. It isn’t only the Donaldsons—it’s the Cramers too, and the whatdyacallits, the Wingates, and a million others. It’s all the idiots I ride with on the train every day. It’s a disease. Nobody thinks or feels or cares any more; nobody gets exited or believes in anything except theirown comfortable little God damn mediocrity.”” (Yates, 2009: 81)

Dengan demikian, penolakan Wheeler dan Campbell pada nilai-nilai kehidupan

masyarakat suburban masih sebatas ekspresi kejenuhan mereka yang menjebak

mereka pada lingkaran norma-norma tradisional keluarga suburban. Mereka tetap

menjadi bagian dari masyarakat suburban yang menerapkan bentuk femininitas

dan maskulinitas tradisional dalam keluarga mereka. Upaya untuk mengubah

penataan rumah yang tidak terkesan seperti keluarga suburban lainnya, merupakan

langkah awal bagi pasangan Frank dan April. Selanjutnya, akan terjadi pergulatan

individu Frank dengan lingkungan suburban, pergulatan individu April dengan

lingkungan suburban, serta pergulatan antara Frank dan April yang masing-

masing berupaya untuk keluar dari kungkungan suburbanitas mereka dan

berupaya untuk menunjukkan femininitas dan maskulinitas mereka. Oleh karena

itu, pembahasan selanjutnya adalah penelusuran femininitas April dan

Maskulinitas Frank dengan melihat model-model femininitas dan maskulinitas

tokoh-tokoh lainnya dan akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai

rekonstruksi maskulinitas Frank Wheeler untuk menjawab pertanyaan dari

permasalahan tesis ini.

3.1.1. Nilai-nilai Femininitas Masyarakat Suburban.

Ideologi patriarki masyarakat suburban menciptakan konstruksi perempuan yang

hanya menjadi pelengkap laki-laki sedangkan perempuan yang memiliki

kesempatan berperan di luar ranah domestik, yaitu di ruang publik masih

dianggap menyalahi “kodrat”-nya sebagai perempuan. Perempuan yang sukses

berkarir diharuskan menjadi superwoman dengan “keharusan” menjalani perannya

dengan baik di kehidupan rumah tangga meskipuan ia sibuk di ruang publik.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Ideologi yang membudaya dalam kehidupan masyarakat suburban ini juga menilai

negatif perempuan yang tidak dapat atau tidak mau memiliki anak. Nilai-nilai

femininitas perempuan juga ditentukan dengan kewajibannya menjadi ibu, dan

sudah menjadi “kodrat” perempuan. Media kerap menampilkan propaganda

ideologi patriarki, seolah berusaha meletakkan perempuan pada “koridor”-nya,

atau “mengembalikan” perempuan kembali pada “kodratnya”. Perempuan yang

berada di tengah budaya patriarkal dapat memilih untuk memosisikan dirinya

sebagai agen patriarki, yaitu dengan mengikuti nilai-nilai yang mengukuhkan

budaya ini, atau ia dapat memilih untuk menolak nilai-nilai patriarkis yang

memarjinalkan posisinya.

\3.1.1.1. April Wheeler dan ”The Laurel Player”: Bentuk Pengaktualisasian

Diri.

April Wheeler berada dalam tatanan budaya masyarakat suburban yang memiliki

ideologi patriarki yang kuat. April berada dalam posisi yang menolak nilai-nilai

patriarki yang mengejawantahkan dirinya ke dalam bentuk femininitas tradisional.

Dalam novel Revolutionary Road, April digambarkan sebagai berikut; “She was

twenty-nine, a tall ash blonde with a patrician kind of beauty…” (Yates, 2009:9).

Dalam tatanan budaya patriarki masyarakat suburban, peluang perempuan untuk

mengembangkan diri dan berkarir sangatlah sedikit. Ruang gerak perempuan di

ruang publik sangat dibatasi oleh norma-norma femininitas tradisional yang

membuat perempuan cukup berada di ranah domestiknya saja. Upaya untuk

memberikan peluang bagi perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya adalah

dengan mendirikan komunitas teater, yang bernama “The Laurel Players”.

Ide terbentuknya komunitas teater berawal dari pertemuan yang dilakukan

keluarga Wheeler dan Campbell. Mereka ingin membentuk komunitas teater

sebagai ekspresi rasa jenuh mereka terhadap norma tradisional kehidupan

suburban. “It was in the face of this defiance, and in tentative reply to this

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

loneliness, that the idea of the Laurel Players had made its first appeal” (Yates,

2009; 82).

“The Laurel Players” memberikan peluang bagi perempuan untuk berkembang

dengan memberikan peran kepada perempuan dalam drama berjudul The Petrified

Forest. Keberadaan komunitas teater memberikan atmosfer berbeda di kehidupan

keluarga suburban yang biasanya para perempuan tidak pernah

mengaktualisasikan dirinya di luar ruang domestiknya tetapi kini menjadi aktif

melakukan latihan akting dan aktif berdiskusi di setiap hari Sabtu. Gambaran

mengenai kegiatan perempuan dan laki-laki dalam masyarakat suburban dapat

dilihat melalui kutipan berikut;

“…the dreariest kind of suburban time filler, the very kind of evening he had always imagined the Donaldsons and the Wingates and the the Cramers having. In which women consulted with woman about recipes and clothes, while men settled down with men to talk of job and cars.” (Yates, 2009: 88)

“…lifting their softening cheeks to the sun or wiping ice cream from the mouth of the children as they talked of nursed schools and outrageous rents and perfectly marvelous Japanese movies, waiting until it was time to gather up their toys and graham crackers and stroll home to fix their husbands’ cocktail, and they’d spot him in a minute.” (Yates, 2009: 133)

Dari kutipan-kutipan di atas, dapat tercermin pola kehidupan perempuan dan laki-

laki yang memosisikan peran masing-masing sesuai dengan bentuk femininitas

dan maskulinitas yang tradisional. Bahwa, sebelum adanya “The Laurel Players”,

perempuan tidak pernah keluar dari ranah domestiknya. “The Laurel Players”

memberikan peran tidak hanya kepada laki-laki tetapi juga kepada perempuan

untuk melakukan kegiatan yang di luar kebiasaan mereka.

Peluang yang diberikan “The Laurel Players” tidak disia-siakan oleh April. Ia

mengikuti kegiatan itu sebagai bentuk pengaktualisasian dirinya sebagai lulusan

dari “one of the leading dramatic schools of New York” (Yates, 2009; 9). April

memerankan tokoh utama perempuan, yaitu Gabrielle. Dalam memerankan tokoh

utama tersebut, April memberikan performa yang maksimal dalam setiap latihan

rutin komunitasnya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun Wheeler dan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Campbell berupaya untuk memberikan nuansa baru untuk kegiatan masyarakat

suburban, mereka tidak dapat menghindar dari norma tradisional femininitas dan

maskulinitas yang membuat para pemain merasa inferior. Permasalahan mulai

muncul dari awal mereka melakukan latihan, seperti yang terlihat dalam kutipan

berikut;

The trouble was that from the very beginning they had been afraid they would end by making fools of themselves, and they had compounded that fear by being afraid to admit it…..(Yates, 2009; 5).

Perasaan takut yang merupakan bentuk ketidakyakinan pada diri mereka sendiri

merupakan cerminan dari inferioritas yang melanda masyarakat suburban.

Meskipun demikian, pelatih teater berusaha meyakinkan mereka tentang

pentingnya membetuk komunitas teater yang merupakan kegiatan baru disamping

rutinitas mereka. “Remember this. We’re not just putting on a play here. We’re

establishing community theater, and that’s a pretty important thing to be doing.”

(Yates, 2009: 5)

Akan tetapi, “The Laurel Players” tidak dapat begitu saja mengubah pola

kehidupan yang telah tertanam dalam masyarakat suburban. Dalam pertunjukkan

perdananya setelah melewati ratusan kali latihan, kegagalan yang selama ini

ditakutkan pun menjadi kenyataan16. Aktor utama yang seharusnya berada di

panggung tiba-tiba sakit dan digantikan secara mendadak oleh sutradara tanpa

mengonfirmasi kepada para pemain lainnya. Kekacauan demi kekacauan dalam

pertunjukkan satu per satu muncul menambah kegagalan pertunjukkan yang

dijadikan April sebagai pembuktian atas pengaktualisasian dirinya. April merasa

dirinya diolok-olok oleh ratusan pasang mata para penonton yang salah satunya

terdapat sepasang mata suaminya, Frank. Seperti para pemain lainnya, April juga

menunjukkan kegagalannya dalam memerankan Gabrielle.

“She was working alone, and visibly weakening with every line. Before the end of the first act the audience could tell as well as the Players that she’d lost her grip, and soon they were all embarrassed for her. She had begun to alternate between false theatrical gestures and a white-knuckled immobility; she was carrying her shoulders high and square, and despite

16 Lihat Yates (2009). Hlm. 10-14.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

her heavy make-up you could see the warmth of humiliation rising in her face and neck.” (Yates, 2009:11)

April berusaha keluar dari norma sosial yang menempatkannya sebagai istri

dengan keterbatasan konstruksi femininitas tradisional. Usaha April untuk keluar

dari domestisitas dengan berperan sebagai Gabrielle berakhir dalam kekacauan

sehingga secara implisit menunjukkan bahwa perempuan yang mencoba keluar

dari rumah merupakan gagasan yang ganjil. Kegagalan April untuk membuktikan

pengaktualisasian dirinya merupakan pembenaran dari ideologi patriarki yang

berlaku di masyarakat suburban bahwa perempuan tidak akan pernah mampu

berada di ruang publik. Pada akhirnya, segala usaha tersebut sia-sia dan

mengembalikan rutinitas April ke dalam rutinitas domestisitasnya.

Usaha April untuk meresistensi bentuk femininitas tradisional ke dalam bentuk

femininitas modern yang membuatnya dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai

individu di ruang publik tidak mendapat dukungan dari lingkungannya. Para

perempuan dan laki-laki yang tergabung dalam “The Laurel Players” seolah-olah

tidak dapat mengeluarkan diri mereka dari lingkaran ideologi patriarki yang

mengungkung mereka. Para perempuan tetap merayakan domestisitas mereka

tanpa peduli pada kelanjutan komunitas “The Laurel Players”.

3.1.1.2. Femininitas April Wheleer dan Mrs. Givings: Representasi Bentuk

Femininitas Baru Perempuan Suburban.

Dalam novel Revolutionary Road terdapat tokoh-tokoh perempuan selain April

yang dapat dijadikan cerminan norma-norma yang berlaku di masyarakat

suburban yang kemudian diadopsi oleh para perempuannya. Tokoh-tokoh

perempuan yang nantinya dalam pembahasan berikutnya akan disandingkan

dengan tokoh April merupakan tokoh-tokoh perempuan yang dapat menjadi agen

patriarki atau yang menentang patriarki.

Gambaran mengenai tokoh perempuan yang mencoba keluar dari koridor

femininitas tradisional adalah gambaran mengenai Mrs. Givings. Keluarga

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Givings (Howard Givings dan Helen Givings) merupakan keluarga yang tidak

mengikuti standar norma-norma keluarga suburban. Howard bukanlah figur laki-

laki yang mengusung nilai kemaskulinitasan tradisional suburban begitu juga

dengan Mrs.Givings yang tidak menjalankan nilai-nilai femininitas tradisional

suburban. Mrs. Givings diceritakan sebagai perempuan yang dominan dalam

keluarganya. Ia memiliki kekuatan ekonomi yang lebih dibandingkan suaminya,

Howard. Secara ekonomi, Howard tidak memiliki kekuasaan atas istrinya. Ia

digambarkan sebagai laki-laki yang berada dibalik punggung istrinya17.

Mrs. Givings merupakan perempuan yang idependen yang menolak domestisitas.

“……she had asked them to call her Helen” (Yates, 2009; 55), ia bahkan menolak

adanya atribut yang menyimbolkan ideologi patriarki pada dirinya yang salah

satunya kecenderungan untuk tidak menggunakan nama belakang “Givings”.

Penggunaan nama merupakan cara untuk menunjukkan identitas seseorang. Upaya

Mrs.Givings untuk tidak menggunakan nama keluarga menunjukkan pemikiran

Mrs. Givings yang ingin keluar dari budaya partiarki. Namun, pergerakkan

emansipasi perempuan yang ditunjukkan dengan penamaan pada Mrs. Givings

tidak serta merta mendapat respon yang baik dari masyarakat; “…..Helen, a name

his tongue seemed all but unable to pronounce. Usually he solved the problem by

calling her nothing, covering the lack with friendly nods and smiles,..”(Yates,

2009: 55). Budaya patriarki yang melekat pada masyarakat suburban tidak dapat

menerima keinginan Mrs. Givings dan bahkan tanpa penggunaan nama keluarga

akan dianggap tidak lazim.

Lebih jauh lagi, Mrs. Givings diceritakan sebagai perempuan yang memiliki

kesibukan di luar rumah. Ia dianggap sebagai perempuan yang tidak selazimnya

berada diluar urusan domestik seperti kebanyakan perempuan suburban lainnya.

Keaktifan dan kesibukan Mrs.Givings terlihat pada penampilannya seperti yang

terlihat dalam kutipan berikut;

Mrs. Givings’s cosmetics seemed always to have been applied in a frenzy of haste, of impatience to get the whole silly business over and done with, and she was constantly in motion, a trim, leather-skinned woman in her

17 Lihat Yates (2009). Hlm. 383

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

fifties whose eyes expressed a religious belief in the importance of keeping busy. (Yates, 2009; 54)

Kefemininitasan Mrs.Givings sangat berbeda dari kefemininitasan perempuan

suburban lainnya. Mrs.Givings menolak domestisitas pada dirinya dan

mengadopsi nilai femininitas yang modern yang berbeda dari kehidupan

perempuan seperti April. Tidak seperti April, yang digambarkan selalu berada di

dapur, Mrs.Givings memilih untuk aktif di luar ruang domestiknya dengan

membayar pembantu rumah tangga untuk mengurusi urusan domestik.

….she was home. “Hello, dear!” she sang from the vestibule, for her husband was certain to be reading the paper in the living room, and without stopping to chat with him she went directly into the kitchen, where the cleaning woman had left the tea things set out. What a cheerful, comforting sight the steaming kettle made! And how clean and ample this kitchen was, with its tall windows. (Yates, 20009; 211)

Pekerjaan rumah bukanlah sesuatu yang membebani Mrs. Givings karena ia

dengan mudah melihat rumah terutama ruang dapurnya bersih tanpa harus

mengerjakan apapun. Dengan adanya pembantu rumah tangga, Mrs.Givings dapat

pulang ke rumah dengan perasaan bahagia. Perasaan bahagia Mrs.Givings

merupakan ekspresi kenyamanan dirinya atas perannya sebagai perempuan karir

tanpa dibebani urusan rumah tangga.

And she’d never been able to explain or even to understand that what she loved was not the job—it could have been any job……Deep down, what she’d loved and needed was work itself. “Hard work,” herfather had always said, “is the best medicine yet devised for all the ills of man—and of woman,” and she’d always believed it. The press and bustle and glare of the office, the quick lunch sent up on a tray, the crips handling of papers and telephones, the exhaustion of staying overtime and the final sweet relief of slipping off her shoes at night, which always left her feeling drained and pure and fit for nothing but two aspirins and a hot bath and a light supper and bed—that was the substance of her love; it was all that fortified her against the pressures of marriage and parenthood. Without it, as she often said, she would have gone out of her mind. (Yates, 2009; 213)

Tergambar jelas resistensi Mrs.Givings terhadap institusi pernikahan. Kutipan

tersebut menunjukkan bahwa yang dicintai Mrs.Givings bukan jenis pekerjaannya

tapi aktivitas kerja yang akan menghabiskan waktunya dan yang akan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

membuatnya sibuk seharian sehingga terhindar dari domestisitas perempuan. Mrs.

Giving bukan menghindari diri dari hubungannya dengan laki-laki dalam sebuah

pernikahan tapi bagaimana, melalui pernikahan, Mrs.Givings tidak berada dalam

tekanan aturan pernikahan yang patriarkal.

Bentuk femininitas Mrs.Givings sangat kontras sekali di tengah lingkungan

suburban. Mrs.Givings mampu keluar dari norma-norma tradisional yang

membelenggu kebanyakan keluarga suburban. Ia mencintai pekerjaannya sebagai

pengusaha properti sebagai bentuk pengaktualisasian dirinya. Ia menikmati

kesibukan-kesibukan yang ditimbulkan oleh pekerjaannya. Ia bebas berada di

ruang publik yang cenderung di peruntukkan sebagai ruang laki-laki unuk

menunjukkan kemaskulinitasannya.

Namun, bentuk femininitas Mrs.Givings yang modern yang tidak

menempatkannnya pada ruang domestiknya tidak mendapat respon positif dari

masyarakat suburban. Mrs.Givings menjadi sosok “alien” di tengah-tengah

budaya patriaki masyarakat suburban. Bagi masyarakat suburban, sebagai “the

real-estate broker”, Mrs.Givings merupakan perempuan yang “aneh” yang

memiliki kehidupan berkeluarga yang “aneh”. Keanehan Mrs.Givings dan

keluarganya, tentunya karena Mrs.Givings tidak menjalankan perannya seperti

perempuan lainnya, demikian juga dengan Howard. Howard dianggap tidak

maskulin karena ia tidak dapat menjadi lelaki pencari nafkah yang dominan

sedangkan Mrs.Givings dianggap sebagai perempuan yang tidak feminin karena

tidak menjalankan perannya di ruang domestik dengan baik. Mrs. Givings tidak

dapat mewakili perempuan superwomen yang berkarir tetapi juga mengurus

rumah tangga dengan baik. Kegagalan Mrs. Givings sebagai perempuan

superwomen yang menjadi tuntutan ideologi patriarki terlihat dari kegagalan Mrs.

Givings dalam mengurus anak. John Givings yang diceritakan memiliki masalah

dengan kejiwaannya.

Kegagalan April dan Mrs. Givings untuk menjadi superwoman menjadi bahan

olok-olok dan gossip bagi masyarakat suburban. Tidak hanya laki-laki yang

menjadi agen patriarki tetapi para perempuan lain juga menjadi agen patriarki

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

yang semakin mengukuhkan ideologi patriarki yang mengarah kepada

maskulinitas dan femininitas tradisional. Para perempuan lain merayakan

kegagalan April dan Mrs. Givings ke dalam bentuk gossip yang mereka jadikan

rutinitas sore hari sambil duduk di tanam, mengawasi anak-anak bermain dan

menunggu kepulangan para suami mereka.

Nilai-nilai femininitas modern yang dijalani oleh Mrs. Givings dan yang dicita-

citakan oleh April tidak dapat diterima oleh para perempuan dan laki-laki

suburban. Masyarakat suburban menganggap perempuan yang mencoba berkarir

adalah perempuan yang menyimpang dan tidak mengikuti “kodrat”nya.

3.1.1.3. Femininitas April Wheeler dan Milly Campbell: Bentuk “Ideal”

Femininitas Perempuan Suburban.

Kesempatan dalam ”The Laurel Players” yang terbuka lebar bagi perempuan

untuk mengembangkan diri yang diceritakan pada bagian awal novel dibenturkan

dengan nilai-nilai tradisional yang masih dipegang teguh oleh tokoh konservatif

pada latar masyarakat suburban. Tokoh-tokoh konservatif tersebut meyakini

bahwa perempuan sudah seharusnya menjadi ibu dan membina rumah tangga.

Sosok yang memegang teguh nilai-nilai tradisional ini direpresentasi oleh Milly,

istri dari Shep Campbell, teman April.

Milly digambarkan Shep sebagai istri yang ”real cute”, Milly tetap menerima

dominasi Shep terhadap dirinya sebagai bentuk femininitas yang ia yakini.

Kekerasan fisik dan mental yang dialami Milly dijadikan Milly sebagai bentuk

pengagungannya terhadap suami yang ingin menunjukkan kemaskulinitasannya18.

Milly diterima Shep karena Milly dapat menjadi pendamping yang ”sabar” atau

yang ”real cute”.

Milly bukanlah perempuan ideal yang diinginkan Shep tetapi Shep memiliki dua

alasan yang menjadikan Milly sebagai istrinya. Seperti yang terlihat dalam

kutipan berikut:

18 Lihat Yates (2009); Hlm. 192-195

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

“Two things about her had become a constant source of his sentimental amazement: that she had stuck right by him through all the panic in Arizona and New York-he vowed he would never forget it –and that she had taken so well to his new way of life.” (Yates, 2009:195)

Milly memosisikan dirinya sebagai perempuan yang didominasi laki-laki yang

rela menekan keinginannya untuk keinginan suaminya. Milly merupakan figur

ideal konstruksi patriarki. Ia menjalankan “fungsi”-nya sebagai perempuan, dan

tidak hanya itu, ia juga menjadi contoh “istri ideal” dari “keluarga ideal” dalam

masyarakat patriarki.

Milly diceritakan sebagai istri yang selalu menyapa suami dengan sebutan

“Sweetie”. Ia sibuk dengan urusan rumah tangga sehingga Milly tidak

mempedulikan penampilannya. Seperti perempuan suburban lainnya, Milly

cenderung berpenampilan lusuh dan berkeringat, “….he guessed it was just that

she tended to perspire more in times of tension.” (Yates, 2009:198).

He walked over and gave her a little hug; but his smile froze into an anxious grimace against her ear, because in bending close to her shoulder he had caught a faint whiff of something rancid (Yates, 2009:198)

Bagi Shep, Milly tidak semenarik April dalam berpenampilan. April memiliki

“sentuhan” modern dalam penampilannya yang membuat April berbeda dari

kebanyakan perempuan suburban lainnya, khususnya berbeda dari Milly, istrinya.

Penilaian Shep terhadap April terlihat dalam kutipan berikut;

“Oh, she was sweating, all right, and the smell of her was as strong and clean as lemons; it was the smell of her as much as the tall rhythmic feel of her that had made his-that had made him want to-oh, Jesus.” (Yates, 2009:199)

Kefemininitasan Milly yang tradisional merupakan kefemininitasan yang

diagungkan oleh masyarakat patriarki. Kontras dengan April yang berupaya untuk

meresistensi domestisitasnya, Milly sangat merayakan domestisitasnya sebagai

bentuk keharusan perempuan yang wajar. Akan tetapi, domestisitas yang Milly

jalankan tidak selamanya diterima oleh laki-laki. Penilaian mengenai penampilan

perempuan dari yang konservatif ke modern mulai menjadi hal yang penting.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Laki-laki mulai menyukai modernitas penampilan perempuan seperti Shep yang

lebih menyukai penampilan April ketimbang Milly.

“Sentuhan” modern dalam penampilan April tercermin dari aroma tubuh yang

wangi. April, seolah ingin menunjukkan sisi sensual dari dirinya yang

menempatkan dirinya sebagai “subjek” dalam menarik laki-laki.

3.1.1.4. Resistensi April Wheeler Terhadap Nilai Femininitas Tradisional

Suburban.

April meresistensi nilai-nilai yang disuarakan Milly, yang menempatkan

perempuan dalam posisi statis. Perempuan diposisikan sebagai “tempat anak

panah ditembakkan”, yang mengesankan posisi diam di tempat, sementara laki-

laki (suami) bebas mengaktualisasi diri di ruang publik.

April dan Frank merupakan “New Yorkers”. Faktor ekonomi yang mengharuskan

Frank menghidupi kedua anak mereka membuat keduanya pindah ke daerah

suburban. Kehidupan masa lalu mereka di New York meninggalkan pandangan-

pandangan yang berbeda dari masyarakat suburban. April yang sejak kecil berada

di New York dan dibesarkan tanpa asuhan orang tua memiliki pandangannya

sendiri mengenai kefemininitasannya dan bagaimana seharusnya

kemaskulinitasan laki-laki menurutnya.

Masa kecil April diceritakan sebagai masa kecil yang tidak bahagia. Ia dibesarkan

tanpa kehadiran kedua orang tuanya bahkan ia sendiri tidak ingat mengapa orang

tuanya tidak mau mengasuhnya sebagai anak.

“ “I think my mother must’ve taken me straight from the hospital to Aunt Mary’s.” she’s told him. “At any rate I don’t think I ever lived with anyone but Aunt Mary until I was five, and then there were a couple of other aunts, or friends of her of something, before I went to Aunt Claire, in Rye.”” (Yates, 2009:51)

Bagi Frank, kedua orang tua April dianggap sebagai orang tua yang tidak

bertanggung jawab, “…her parents were as alien to his sympathetic

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

understanding as anything in the novels of Evelyn Waugh” (Yates, 2009:50).

Frank berusaha mengingatkan ingatan April, bagaimana para pengasuh April yang

ia panggil “aunt” yang memperlakukan April seperti orang tuannya tetapi April

tidak memiliki kesan terhadap para pengasuhnya kecuali rasa benci,“…-her

“tough” look. “Which aunt do you mean? I hardly remember Mary, or the others

in between, and I always hated Claire.” (Yates, 2009:51).

Namun, Frank tetap menanyakan bagaimana April dapat mencintai kedua

orangtuanya yang tidak sepenuhnya mengasuhnya,“ “But they hardly ever came

for visits. I mean you couldn’t have had much sense of their being your parents, in

deal like that; you didn’t even know them.” (Yates, 2009:52). Tanpa mengetahui

bagaimana seharusnya April mencintai orang tuanya, akhirnya, April hanya dapat

menjawab bahwa ia mencintai penampilan orang tuanya,“ “I loved their clothes,”

she said. “I loved the way they talked. I loved to hear them tell about their lives.”

(Yates, 2009:53).

April tidak memiliki citraan atas figur ibu dan figur ayah dalam dirinya. April

kehilangan gambaran mengenai “motherhood” dan “fatherhood” di

kehidupannya. Sesuatu yang ia ingat selain tentang pengasuhnya adalah kenangan

saat ia mengalami fase menstruasi pertama kalinya, seperti yang diceritakan dalam

kutipan berikut;

“she had told about, a morning Rye Country Day when a menstrual flow of unusual suddenness and volume had taken her by surprise in the middle of a class. “At first I just sat there,” she’d told him. “That was the stupid thing; and then it was too late.” And he thought of how she must have lurched from her desk and run from the room with a red stain the size of a maple leaf on the seat of her white linen skirt while thirty boys and girls looked up in dumb surprise, how she must have fled down the corridor in a nightmarish silence past the doors of other murmuring classrooms, spilling books and picking them up and running again, leaving a tidy, well-spaced trail blood drops on the floor, how she had run to the first-aid room and been afraid to go inside, how instead she had run all the way down another corridor to a fire-exit door, where she pulled off her cardigan and tied it around her waist and hips; how then, hearing or imagining the approach of foot-step in her wake, she had pushed through to the sunny lawn outside and seat set off for home, walking not too quickly and with her head high, so that anyone happening to glance from

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

any of a hundred windows would think her on some perfectly normal errand from school, wearing her sweater in a perfectly normal way.” (Yates, 2009:25)

April mengalami menstruasi sebagai peralihan fase dirinya ke fase perempuan

yang memiliki rahim yang matang. Dalam menghadapi fase tersebut, April

menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa ia meminta bantuan dari orang lain.

April berkepribadian tegas dan berpendirian teguh. April memiliki caranya sendiri

untuk menghadapi masalah dan ia memiliki keyakinannya sendiri atas diri dan

hidupnya.

Kehidupan masa lalu April membentuk dirinya ke dalam bentuk perempuan yang

menginginkan kemandirian. Ia tidak dibesarkan dalam sebuah keluarga yang

dibagun di atas lembaga pernikahan. April tidak meyakini adanya pengotakkan

peran laki-laki dan perempuan. Hal yang April yakini adalah pengaktualisasian

diri sebagai individu tanpa terganggu dengan norma-norma yang konservatif dan

kaku.

April kemudian menjalin hubungan pertama kalinya dengan laki-laki, yaitu Frank.

Dalam jalinan hubungan April dengan Frank, April terlihat ingin didefinisikan

dirinya melalui penilaian Frank terhadap penampilannya. April memiliki

penampilan yang menarik, “…..first-rate girl whose shining hair and splendid

legs had drawn him halfway across a roomful of strangers” (Yates, 2009; 31). Di

New York, sebelum mereka pindah ke daerah suburban, April adalah perempuan

yang mengusung nilai-nilai modern dalam bersikap. April diceritakan sebagai

perempuan yang memiliki agresifitas dalam melakukan hubungan seks.

……dancing, he found that the small of April Johnson’s back rode as neatly in his hand as if it had been made for that purpose; and a week after that, almost to the day, she was lying miraculously nude beside him in the first blue light of day on Bethune Street, drawing her delicate forefinger down his face from brow to chin and whispering; it’s true, Frank. I mean it. “You’re the most interesting person I’ve ever met.” (Yates, 2009; 31).

Selain berpenampilan sensual dan bersikap agresif dalam berhubungan seks, April

juga berani menyatakan perasaannya kepada Frank. April berperan sebagai

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

perempuan yang aktif bekerja yang memosisikan dirinya sebagai perempuan

mandiri. Hubungan seks yang ia jalani bersama Frank merupakan hubungan yang

menyenangkan.

Cara pandang April yang mandiri, aktif, dan menolak domestisitas dibenturkan

dengan kehamilannya petama kali saat ia berhubungan dengan Frank,“…her first

pregnancy came seven years too soon. That was the trouble…” (Yates, 2009: 65).

April tidak menginginkan bayi yang ada di dalam kandungannya,“She refused to

look at him as they rode; she carried her head high in state of shock or disbelief

or anger or blame…” (Yates, 2009:65). Terlebih lagi, April ingin menggugurkan

kandungannya;

“…she told him of a girl in dramatic school who knew, from first-hand experience, an absolutely infallible way to induce a miscarriage. It was simplicity itself: you waited until just the right time, the end of third month; then you took a sterilized rubber syringe and a little bit of sterilized water, and you very carefully…” (Yates, 2009: 66)

Mendengar rencana April yang akan menggugurkan kandungannya, Frank

berupaya untuk mencegahnya. April mengira, Frank memiliki pandangan yang

sama dengan dirinya dan akan menolongnya untuk menggugurkan kandunganya.

“She sighed patiently. “All right, Frank. In that case there’s certainly no need for

you to hear about it. I only told you because I thought you might be willing to help

me in this thing. Obviously, I should have known better.”” (Yates, 2009:67).

Namun, Frank bersikap sebaliknya, ia tetap menginginkan bayi yang ada dalam

kandungan April sebagai wujud aktualisasi “manhood”nya. “”Oh, I know, I

know,” she had whispered against his shirt, “I know you’re right. I’m sorry. I

love you. We’ll name it Frank and we’ll send it to college and everything. I

promise, I promise.”” (Yates, 2009:68).

And it seemed to him now that no single moment ofhis life had ever contained a better proof of manhood than that, if any proof were needed: holding that tamed, submissive girl and saying “Oh, my lovely; oh, my lovely,” while she promised she would bear his child (Yates, 2009; 68).

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Keputusan April dan Frank untuk melahirkan bayi yang dikandung April

membuat Frank terus berupaya menunjukkan sikap “manhood”nya. Frank

memosisikan dirinya ke dalam peran “ayah” yang kemudian akan terus

menggiringnya ke dalam pergulatan bentuk maskulinitas. Frank, sebenarnya, tidak

menginginkan kehadiran anak yang terlalu cepat dalam hubungan dengan April.

Akan tetapi, Frank menekan ketidakinginannya tersebut dengan upaya untuk

menunjukkan sikap maskulinnya kepada April. Frank berada dalam kondisi

masyarakat tradisional suburban yang mengkonstruksinya ke dalam bentuk

maskulin laki-lai suburban, yaitu memiliki anak merupakan perwujudan bentuk

maskulinitas.

“And I didn’t even want a baby, he thought to the rhythm of his digging. Isn’t that the damnedest thing? I didn’t want a baby anymore that she did. Wasn’t it true, then, that everything in his life from that point on had been a succession of things he hadn’t really wanted to do? Taking a hopelessly dull job to prove he could be as responsible as any other family man, moving to an overpriced, genteel apartment to prove his mature belief in the fundamentals of orderliness and good health, having another child to prove that the first one hadn’t been a mistake, buying a house in the country because that was the next logical step and he had to prove himself capable of taking it. Proving, proving; and for no other reason than that he was married to a woman who had somehow managed to put him forever on the defensive, who loved him when he was nice, who lived according to what she happened to feel like doing and who might at any time-this was the hell of it-who might at any time of day or night just happen to feel like leaving him. It was as ludicrous and as simple as that.” (Yates, 2009:69)

Masing-masing individu April dan Frank yang pada awalnya berada di tengah

kemodernitasan masyarakat New York, harus menghadapi kenyataan bahwa

mereka telah terikat hubungan sebagai sepasang suami istri yang kemudian

menjadi ayah dan ibu. Perubahan demi perubahan berangsur-angsur mulai

memunculkan tegangan-tegangan dalam hubungan mereka. April dan Frank tidak

lagi dilihat sebagai individu yang bebas tetapi keduanya telah mengusung atribut

identitas baru yaitu, sebagai istri dan ibu, dan sebagai suami dan ayah.

Nilai-nilai kemodernitasan New York sulit untuk mereka terapkan di lingkungan

baru mereka setelah mereka pindah ke daerah suburban. Dalam sub bab ini, akan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

terlebih dahulu dibahas mengenai resistensi April Wheeler terhadap nilai

femininitas masyarakat suburban. Dengan melihat latar belakang kehidupan April

sebelum kepindahannya ke kota New York, dapat terlihat bahwa April merupakan

perempuan dengan femininitas modern yang terisolasi dalam budaya patriarki

suburban.

Upaya April untuk terus keluar dari balutan norma femininitas tradisional

masyarakat suburban terus ia lakukan. Setelah gagal dalam “The Laurel Players”,

April berusaha untuk kembali keluar dari ruang domestiknya dengan ide

kepindahan April, Frank beserta kedua anak mereka ke Paris. April berencana

untuk bekerja sebagai sekretaris NATO di Paris sedangkan Frank dapat

melakukan apapun yang ia inginkan, “…the idea born of her sorrow and her

missing him all day and her loving him, was an elaborate new program for going

to Europe “for good” in fall.” (Yates, 2009:147).

Dikatakan oleh April bahwa ia yang akan bekerja, “The point is you won’t be

getting any kind of a job, because I will.” (Yates, 2009:148). Menurut April,

kepindahan mereka ke Paris akan melepaskan mereka dari norma-norma

tradisional masyarakat suburban. April akan dapat mengaktualisasikan dirinya

dengan bekerja yang artinya memosisikan April dalam ruang publik sedangkan

Frank akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dari sekedar bekerja perusahan

yang menjual mesin-mesin perkantoran.

“”Don’t you see that’s the whole idea? You’ll be doing wahat you should’ve been allowed to do seven years ago. You’ll finding your self. You’ll be reading and studying and taking long walks and thinking. You’ll have time to find out what it is you want to do…” (Yates, 2009:149)

Frank, pada awalnya menganggap ide April tidak realistis, “it isn’t very realistic;

that’s all I meant” (Yates, 2009:149). Namun, April tetap berusaha meyakinkan

Frank dengan mengatakan bahwa mereka layak mendapatkan hal yang lebih baik

dibandingkan tinggal di daerah suburban dan terjebak dengan norma-norma yang

berlaku, seperti yang terlihat dikutipan berikut;

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

“Because you see I happen to think this is unrealistic. I think it’s unrealistic for a man with a fine mind to go on working like a dog year after year at job he can can’t stand, coming home to a house he can’t stand in a place he can’t stand either, to a wife who’s equally unable to stand the same things, living among a bunch of frightened little-my God Frank, I don’t have to tell you what’s wrong with this environment…” (Yates, 2009:150)

April mengungkapkan rasa bosannya terhadap rutinitas yang ia hadapai dan

rutinitas yang Frank hadapi. Untuk menjadi lebih baik, satu-satunya cara adalah

dengan keluar dari lingkungan masyarakat suburban. Jika tidak, mereka juga akan

menjadi seperti masyarakat suburban lainnya.

“Because everything you said was based on this great premise of ours that we’re somehow very special and superior to the whole thing, and I wanted to say ‘But we’re not! Look at us! We’re just like the people you’re talking about! We are the people you’re talking about!”” (Yates, 2009:150-151)

April berhasil meyakinkan Frank tentang rencana kepindahan mereka ke Paris.

April menemukan kembali caranya untuk dapat mengembangkan dirinya sebagai

perempuan yang berbakat, yang memiliki kemampuan mengetik dan stenografi.

April berharap, ia akan terbebaskan dari domestisitas yang ia jalani. Akan tetapi,

kehamilan April mengagalkan kepergian mereka. Hal tersebut dikembalikan

kepada fungsi maternal tubuh perempuan sebagai alasan utama merumahkan

perempuan.

Frank dengan sikap yang menunjukkan patriarki dalam dirinya, menjadikan

kehamilan April sebagai alasan kegagalan mereka ke Paris. Terlebih lagi, ketika

Frank mendapat promosi jabatan di perusahaannya. Sikap Frank yang

mengsubordinasi April membuat April terhempas kembali ke domestisitas

perempuan suburban.

3.1.1.5 Maureen Grube: Representasi Femininitas Modern New York.

Kontras dengan perempuan suburban, Maureen Grube adalah perempuan karir

yang tinggal dan bekerja di New York. Tokoh Maureen digambarkan cerdas dan

sensual. Maureen tidak ragu untuk menonjolkan kemolekan tubuhnya untuk

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

memikat pria-pria di sekelilingnya dan mengambil posisi sebagai subjek, dengan

memanfaatkan objektifikasi tubuh perempuannya. Maureen selalu tampil modis,

yang membedakannya dengan penampilan perempuan-perempuan suburban.

Maureen diceritakan sebagai pribadi yang bebas dan berani berpendapat. Maureen

bekerja satu kantor dengan Frank, ia menyapa Frank, ”Hello” yang membuat

Frank terpikat seperti terlihat dalam kutipan berikut;

“She said it in a frankly flattering, definitely feminine way, and as she swayed aside to let him pass he wanted to put his arm around her and lead her away somewhere (the mail room? The freight elevator?) where he could sit down and take her on his lap and remove her royal blue sweater and fill his mouth with one and then the other of her breasts.” (Yates, 2009:110) “She was all the way down to the end of aisle, now, her buttocks moving nicely in her flannel skirt, and he watched her until she disappeared beneath the waterline of partition tops to take her place at the reception desk.” (Yates, 2009:111) “He found that if he focused his eyes on her mouth so that the rest of her face was slightly blurred, and then drew back to include the whole length and shape of her in that hazy image, it was possible to believe he was looking at the most desirable woman in the world.” (Yates, 2009:123)

Frank terpikat dengan keberadaan Maureen di kantornya yang ia sadari bahwa

Maureen pun berupaya mendekatinya. Secara agresif, Maureen menunjukkan

“bahasa tubuh” yang sensual seperti saat ia berjalan melewati meja Frank,

Maureen secara sengaja menggesekkan pinggulnya di kursi Frank. Frank

menanggapi keagresifitasannya dengan merencanakan sebuah kencan pada saat

jam makan siang dengan Maureen.

“Why not? Wouldn’t it be perfectly easy to walkup and ask her out to lunch? No, it wouldn’t, that was the trouble. An unspoken rule of the fifteenth floor divided the men from the girls on all but business matters, except at Christmas parties. The girls made separate arrangements for lunch in the same inviolable way that they used a separate lavoratory, and only a fool would openly defy the system. This would need a little planning.” (Yates, 2009:118)

Maureen mempermainkan objektifikasi laki-laki terhadap tubuhnya, dan

mengambil posisi subjek dengan memanfaatkan sensualitas tubuhnya.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Ketertarikan Frank, terhadap sensualitas tubuhnya, ia respon secara agresif. “He

stood feeling tall and strong as she ducked and curtsied around him in her

stockinged feet, straightening ash trays and magazine…” (Yates, 2009: 133)

“…and then in the warmth and rhythm of her flesh he found an overwhelming sense of this is what I needed; this is what I needed; his self absorption was so complete that he was only dimly aware of her whispering, “Oh, yes;yes;yes…”” (Yates, 2009:134)

Tokoh Maureen mewakili kebebasan perempuan di tengah tatanan budaya modern

kota New York. Dikisahkan, ia mampu keluar dari norma tradisional yang

membelenggunya. Sebelum pindah ke New York, Maureen merupakan

perempuan yang juga tinggal di daerah suburban bersama ayahnya. Maureen

membenci nama pemberian ayahnya, “I mean ‘Maureen’s’ all right but ‘Grube’

sounds so awful with it; I guess that was one reason I was so crazy to get

married” (Yates, 2009; 129). Maureen menikah pada usia 18 tahun dan 6 bulan

kemudian pernikahannya berakhir, “it was completely ridiculous” (Yates,

2009;129). Ia menghabiskan dua tahun berikutnya dengan“…”just moping

around home and working at the gascompany and feeling depressed”” (Yates,

2009:129). Akhirnya, hal yang selalu ia inginkan adalah keluar dari norma

tradisional suburban dan pindah ke New York.

Kefemininitasan Maureen merupakan bentuk kefimininitasan April sebelum April

menikah dan mempunyai anak. Maureen yang berasal dari masyarakat suburban

berhasil keluar dan melepaskan norma-norma budaya patriari suburban yang

membelenggunya. Berbeda halnya dengan April yang kebalikkannya dari

kehidupan Maureen, dari nilai-nilai modernitas New York pada diri April menuju

nilai-nilai patriarki suburban yang membelenggu kemodernitasan feminitas April.

3.1.1.6. Propaganda Media dan Teknologi

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Media dan teknologi memberikan peran yang cukup besar dalam

menginternalisasi ideology patriarki di masyarakat suburban. Frank dan Shep, di

ceritakan sebagai laki-laki yang identik dengan majalah-majalah seperti,

Observer, the Manchester Guardian, Times, dan Reader’s Digest. Frank dan Shep

merupakan pencitraan laki-laki yang identik dengan rasionalnya. Kegiatan para

laki-laki membaca majalah disandingkan dengan kegiatan para perempuan di

dapur yang sedang mencuci piring atau memasak. Selain itu, rasionalitas laki-laki

juga ditunjukkan dengan pembicaraan mengenai perkembangan teknologi

automobile, televisi, dan komputer sedangkan pembicaraan perempuan hanya

dibatasi dengan resep-resep makanan dan cara mengurus anak.

Objektifikasi perempuan melalui iklan juga mulai merebak. Perempuan

digambarkan sebagai objek untuk memenuhi standar kebutuhan laki-laki. Secara

tidak sadar, penanaman patriarki dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak.

Frank menjadikan iklan pasta gigi sebagai funny story yang ia ceritakan kepada

kedua anaknya;

“’See, in the first picture this lady wants to dance with this man but he won’t ask her to, and here in the next picture she’s crying and her friends says maybe the reason he won’t dance with her is because her breath doesn’t smell too nice, and then in the next picture she’s talking to this dentist, and he says…”” (Yates, 2009: 76)

Iklan tersebut di atas, menggambarkan bagaimana perempuan berusaha memenuhi

keinginan laki-laki. Perempuan ditempatkan sebagai objek untuk memuaskan

kebutuhan laki-laki. Pemosisian laki-laki dan perempuan dalam iklan pasta gigi

tersebut mengokohkan idiologi patriaki dalam masyarakat.

Pencitraan perempuan melalui iklan juga ditunjukkan dengan penampilan seksi

model iklannya untuk menarik perhatian laki-laki. Bagi Frank, yang

memperhatikan iklan di majalah yang ia baca, membuat Frank melakukan

pendefinisian terhadap perempuan yang ia kenal.

“”A frankly flattering , definitely feminine dress to go happily wherever you go…” and whose subject was a tall, proud girl with deeper breast and hips that he’d thought fashion models were supposed to have. At first he

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

thought she looked not unlike a girls in his office named Maureen Grube; then he decided this one was much better looking and probably more intelligent.” (Yates, 2009:74)

Dengan demikian, objektifikasi perempuan sangat dipropaganda melalui iklan di

media. Perempuan dijadikan objek dalam iklan untuk menginternalisasikan

ideologi patriarki yang akan dengan mudah diadopsi oleh masyarakat ke dalam

bentuk norma kehidupan mereka sehari-hari.

3.1.2. Nilai-nilai Maskulinitas Masyarakat Suburban

Penggambaran mengenai maskulinitas laki-laki masyarakat suburban diwakili

oleh tokoh Frank Wheeler, Shep Campbell, dan Howard Givings. Mereka

menjalankan peran sebagai laki-laki di tengah tatanan budaya maskulinitas

tradisional suburban. Pembahasan mengenai nilai-nilai maskulinitas masyarakat

suburban akan ditinjau melalui hubungan tokoh Frank dengan tokoh-tokoh laki-

laki lainnya.

3.1.2.1. Frank Wheeler dan Shep Campbell: Nilai-Nilai Ideal Maskulinitas Suburban.

Di Revolutionary Hills Estates, Frank diceritakan lebih banyak melakukan

hubungan pertemanan dengan Shep dibandingkan dengan tokoh laki-laki lainnya.

Di waktu luang, mereka kerap saling mengunjungi atau pergi ke tempat hiburan

bersama-sama. Tidak hanya hubungan Frank dan Shep yang dekat, hubungan

April dan Milly serta hubungan antar anak-anak mereka juga dekat. Bahkan,

Frank dan April kerap menitipkan kedua anak mereka kepada Milly ketika mereka

membutuhkan waktu berdua tanpa kehadiran anak-anak mereka.

Shep, diceritakan sebagai suami yang dominan dalam hubungannya dengan Milly.

Mereka merupakan model keluarga “ideal” masyarakat patriarki suburban. Shep

dan Milly menjalankan peran mereka sesuai dengan “koridor-koridor” yang

berlaku di masyarakat. “Romantisme” hubungan mereka ditandai dengan sapaan

“sweety” atau “doll”; “What time the Wheelers coming, doll?” he asked his wife,

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

who was studying herself, sensibly, in the mirror of her flounced dressing table

(Yates, 2009; 187).

Shep merupakan seorang veteran; he was a veteran of three campaigns with a

famous airborne divisions (Yates, 2009; 187). Wajib militer yang ia jalani saat

usianya menginjak 18 tahun mampu mentransformasi dirinya kebentuk laki-laki

yang lebih kuat. Shep, dikisahkan sebagai anak yang tidak mendapatkan

pengasuhan ibunya karena perceraian orang tuanya. Ia hanya di asuh oleh

“English Nanny” atau “French ma’m’selle”. Kehidupan masa kecil Shep

membentuknya sebagai anak yang sering memakai “ill dress” , penakut dan

inferior. Pada akhirnya, wajib militer membentuknya menjadi manusia baru yang

kuat19.

…….his eighteen birthday sent him whooping and hollering into the paratroops, resolved to acquit himself not only with conspicuous bravery but with that other attribute so highly prized by soldiers, the quality of being a tough son of a bitch (Yates, 2009; 189)

Selepas dari peperangan, Shep melanjutkan pendidikan di Institute of Technology

di daerah Middle West, “He learned the unquestionedably masculine,

unquestionably middle-class trade of mechanical engineering.” (Yates,

2009:190). Kemaskulinitasan Shep betambah seiring dengan intellektualitas yang

ada pada dirinya. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan Frank, Shep

merasa bahwa dirinya juga memiliki “nilai” yang sama dengan Frank.

“He could certainly feel himself to be the equal of a man like Frank Wheeler, for example, and Frank was a product off all the things that once had made writhe in envy-the Eastern university, the liberal arts, the years of casual knocking around in Greenwich village.” (Yates, 2009:195)

Seperti tipikal laki-laki suburban lainnya, Shep dan Frank adalah adalah para

veteran yang pindah ke daerah suburban karena faktor perekonomian. Hal yang

membedakan Shep dan Frank dengan laki-laki suburban lainnya hanya terletak

19 Lihat Yates (2009). Hlm. 188-189.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

pada pendidikan mereka. Shep juga merupakan cerminan dampak dari fenomena

baby boom. Ia memiliki 4 orang anak dengan jarak kelahiran yang dekat.

…..he had four son…..They were lying on their bellies in row, their eight-, seven-, five-, and four-year- old bodies identically dressed in blue knit pajamas, all propped on their elbows to stare at the flickering blue of the television screen….. Did other men ever feel distaste at the sight of their own children?” (Yates, 2009; 199)

Suburbanitas menjadi ciri kehidupan Shep dan Milly yang juga terlihat dari

penataan rumah mereka, “An amusingly typical suburban living room as this

before” (Yates, 2009:203). Nilai-nilai suburbanitas Shep dan MIlly sangat

mempengaruhi cara berfikir (mindset) mereka. Ketika Frank dan April

menceritakan tentang rencana kepindahan mereka ke Paris, Shep dan Milly

menganggap keputusan tersebut sebagai keputusan yang menandakan

ketidakdewasaan Frank dan April. Terlebih lagi, dengan ide pembagian peran

antara Frank dan April. Bahwa Frank tidak bekerja dan April yang bekerja,

dianggap Shep sebagai bentuk yang tidak maskulin atau yang tidak seharusnya

dilakukan oleh laki-laki.

“Oh, so do I. I mean I didn’t want to say anything, but I thought that exact same thing. Immature is exactly the right word. I mean have either of them even stopped for a minute to think of their children?” “Right,” he said. “And that’s only one thing. Another thing: what kind of half-assed idea is this about her supporting him? I mean what kind of a man is going to be able to take a thing like that?” (Yates, 2009:206)

Tidak dapat dipungkiri, bahwa keluarga Wheeler dan Campbell merupakan

keluarga yang juga bagian dari tatanan sosial yang membentuk mereka secara

tidak sadar untuk juga terlibat dalam norma-norma masyarakat suburban.

Kemaskulinitasan Shep dan Frank, seperti halnya kemaskulinitasan laki-laki

suburban lainnya, ditunjukkan dengan cerita-cerita nostalgia pada saat perang.

“One of the most memorable nights of the whole friendship, in fact, had been built on a series of well-turned army stories and had found its climax in a roar of masculine song.”

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

“”Oh-h-h-h- Hidey, tidey, ….Christ Almighty Who the hell are we? Flim, Flam, God damn We’re the infantry…..” (Yates, 2009: 92)

Nostalgia pada peperangan merupakan cara penekanan dihadapan istrinya bahwa

mereka adalah laki-laki yang secara mental dan fisik, kuat. Kekuatan yang mereka

tunjukkan melegitimasi kemaskulinitasan mereka sebagai laki-laki. Bahwa laki-

laki—dalam ideiologi patriarki—identik dengan kekuatan dan

keintellektualitasan. Dengan demikian, Shep merupakan laki-laki yang menjadi

agen patriarki yang memosisikan dirinya sebagai laki-laki yang mendominasi.

Maskulinitas Shep adalah maskulinitas yang berdasarkan norma-norma tradisional

masyarakat patriarki suburban. Shep menilai dirinya sebagai veteran dan laki-laki

“ intellectual” sebagai alat kekuasaan atas istrinya.

3.1.2.2. Frank Wheeler dan Givings: Pencitraan Maskulinitas Baru. Maskulinitas laki-laki masyarakat suburban dapat juga dilihat melalui

penggambaran tokoh Howard Givings, suami Mrs.Givings. Meskipun, hubungan

Frank dan Howard tidak sedekat hubungan Frank dengan Shep, intensitas

pertemuan antara Frank dan Howard cukup banyak. Howard, diceritakan

mengunjungi rumah Frank karena ajakan istrinya yang ingin mengenalkan anak

mereka, John kepada Frank dan April.

Menurut Mrs.Givings, John akan mendapatkan pembicaraan yang menyenangkan

yang akan membantu pemulihan pada masalah kejiwaan anaknya. Seperti yang

telah dibahas sebelumnya, Mrs.Givings menilai Frank dan April sebagai pasangan

yang berbeda dari kebanyakan keluarga yang tinggal di perumahan Revolutionary

Hills Estate. Frank dan April, dianggap Mrs.Givings sebagai orang yang

intellektual yang cocok jika dipertemukan dengan anaknya John, “And goodness

only knew that John, whatever else he might or might not be, was an intellectual.”

(Yates, 2009:218). John merupakan laki-laki yang berpendidikan, “…had done

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

marvelously well at M.I.T. and now was doing marvelously well as an instructor

of mathematics at some Western university.” (Yates, 2009:85).

Permasalahan pada kejiwaan John dianggap oleh masyarakat suburban sebagai

contoh kegagalan bagi keluarga yang keluar dari norma-norma. Dalam

masyarakat patriarki, Howard tidak menjalankan peran maskulinitas laki-laki

begitu juga dengan Mrs.Givings yang tidak menjalankan peran femininitas

perempuan. Permasalahan yang muncul dijadikan bahan “olok-olok” oleh

masyarakat patriarki suburban. Milly mendapatkan informasi dari perempuan-

perempuan yang ia temui saat sedang bergosip mengenai Mrs.Givings. Informasi

yang MIlly dapatkan, diceritakan kembali kepada Frank dan April.

“”Well,” Milly said. “He isn’t teaching any mathematics now, and he isn’t our West either. You know where he is? You know where he’s been for the past two months? He’s over here in Greenacres. You know,” she added, when they all looked blank. “The State hospital. The insane asylum.”” (Yates, 2009:85)

Informasi yang didapat dari Milly membuat April mengingat kunjungan-

kunjungan yang dilakukan Mrs. Givings. April membayangkan betapa sedihnya

Mrs. Givings yang berusaha menemukan cara untuk berbicara dengan orang lain.

“April pointed out how significant it now seemed that Mrs. Givings had been dropping in so often lately for seemingly aimless little visits: “It’s the funniest thing. I’ve always had the feeling she wanted something here, or wanted to tell us something and could not quite get the words out-haven’t you felt that?” (Here she turned to her husband, but without quite meeting his eyes and without adding the “darling” or even the “Frank” that would have filled his heart with hope. He muttered that he guessed he had.) “God, isn’t that sad,” April said.” She’s probably been dying to talk about it, or to find out how much we know, or something.”” (Yates, 2009:87)

Upaya Mrs. Givings yang aktif dalam berhubungan dengan orang lain dan juga

dalam bekerja mengindikasikan hubungan dominasi yang berbeda. Maskulinitas

Howard direkonstruksi menjadi maskulinitas yang modern oleh kefemininitasan

modern Mrs. Givings. Mrs. Givings secara ekonomi tidak bergantung pada

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

suaminya. Di tengah ketidakberdayaan suaminya yang sakit, Mrs. Givings

mengambil alih peran suami dalam ruang publik. Penggambaran mengenai

Howard Givings terlihat dalam kutipan berikut;

Howard Givings looked older than sixty-seven. His whole adult life had been spent as a minor official of the seventh largest life insurance company in the world, and now in retirement it seemed that the years of office tedium had marked him as vividly as old seafaring men are marked by wind and sun. he was very white and soft. His face, instead of wrinking or sinking with age, had puffed out into the delicate smoothness of infancy, and his hair was like a baby’s too, as fine as milkweed silk. He had never been a sturdy man, and now his frailty was emphasized by the spread of a fat belly, which obliged him to sit with his meager knees wide apart. He wore a rather natty red-checked shirt, gray fannel trousers, gray shocks, and an old pair of black, high-vut orthopedic shoes that were as infinitely wrinkled as his face was smooth (Yates, 2009; 216)

Penggambaran mengenai Mr. Givings sangat berbeda dengan penggambaran

Frank dan Shep secara umum. Mr. Givings tidak diceritakan sebagai laki-laki

veteran. Mr. Givings diceritakan hanya sebagai laki-laki pasif yang banyak

menghabiskan waktu untuk membaca Herald Tribune atau the World-Telegram

dan untuk mendengarkan cerita-cerita kegiatan istrinya di luar rumah yang

terkadang tidak diabaikannya dengan cara mematikan alat bantu dengarnya, “he

had turned his hearing aid off for the night.” (Yates, 2009:228)

3.1.2.3 Maskulinitas Frank Wheeler di Tengah Budaya Patriarkal

Masyarakat Suburban.

Budaya patriarkal mengurung baik laki-laki dan perempuan pada kotak-kotak

identitas maskulin dan feminin tradisional. Dengan pembagian peran tersebut,

laki-laki dan perempuan mau tidak mau harus bersikap sesuai dengan “koridor”

identitas masing-masing. Jika laki-laki, ia harus bersikap secara maskulin, yaitu

sebagai laki-laki kepala rumahtangga yang dominan, “decision maker”, “ bread

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

winner”, berada di ruang publik , dan berfikir rasional. Jika perempuan, ia harus

menjadi ibu rumah tangga yang terampil mengurus anak, suami, dan rumah.

Tatanan budaya patriarkal masyarakat suburban seolah menjadi “buku panduan”

yang harus diikuti dan dijadikan pedoman dalam berkeluarga. Salah satu keluarga

yang mengadopsi nilai budaya patriarkal masyarakat suburban adalah keluarga

Wheeler. Kepindahan keluarga Wheeler ke daerah suburban secara otomatis

mengotakkan peran Frank Wheeler sebagai kepala keluarga dan April Wheeler

sebagai ibu rumah tangga ke dalam peran laki-laki dan perempuan suburban.

Penjelasan mengenai femininitas April Wheeler telah dilakukan pada sub bab

sebelumnya. Oleh karena itu, pada sub bab ini, akan dipaparkan mengenai

kemaskulinitasan Frank Wheeler di tengah budaya patriarkal masyarakat

suburban. Pembahasan mengenai kemaskulinitasan Frank akan disandingkan

dengan konsep kemaskulinitasan suburban.

Frank Wheeler merupakan laki-laki berusia 30 th, suami dari April Wheeler, dan

ayah dari Jennifer dan Michael. Ia digambarkan sebagai laki-laki yang intelektual

yang selalu mencari identitas kemaskulinitasan dirinya. Tegangan pada diri Frank

dalam mencari identitas kemaskulinitasannya dibenturkan dengan kontruksi

personal dirinya dengan ayahnya, laki-laki lain, lingkungan, dan femininitas April.

Frank Wheeler digambarkan melalaui kutipan berikut;

“…Frank Wheeler, the round-faced, intelligent-looking young man…” (Yates, 2009:9) “He was neat and solid, a few days less than thirty years old, with closely cut black hair and the kind of unemphatic good looks that an advertising photographer might use to portray that discerning consumer of well-made but inexpensive merchandise (Why Pay More?). But for all its lack of structural distinction, his face did have an unusual mobility: it was able to suggest wholly different personalities with each flickering change of expression.” (Yates, 2009:15)

Frank bekerja di Sales Promotion Department pada sebuah perusahaan bernama

Knox. Ia menganggap pekerjaannya bukanlah pekerjaan yang ia cita-cita selama

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

ini. Jika para lelaki berkumpul dan berbincang mengenai pekerjaan mereka, Frank

selalu menganggap hal itu sebagai hal yang tidak penting untuk dibicarakan,

“…in dead earnest, just as if Frank hadn’t made it clear, time and again, that his

job was the very least important part of his life, never to be mentioned except in

irony. It was time to act.”(Yates, 2009:88).

Bagi Frank, kehidupannya tak lebih dari sekedar “hopeless”, “emptiness”. Ia

masih ingin melakukan perjalanan panjang untuk mencari identitasnya tetapi

kehidupan keluarga memaksa dan mengharuskannya untuk berperan menjadi ayah

dan suami. “What the hell kind of a life was this? What in God’s name was the

point or the meaning or the purpose of a life like this?” (Yates, 2009: 77)

Frank menginginkan pekerjaan yang tanpa ada bayang-bayang ayahnya.

Pencapaian atas kemaskulinitasan yang Frank inginkan adalah ketika ia mampu

mendapatkan pekerjaan di luar dari pekerjaan yang pernah ayahnya lakukan.

Frank bekerja pada posisi dan perusahaan yang sama dengan ayahnya. Dengan

fikiran yang membebaninya tersebut, ketidakmampuannya ia transformasi ke

dalam bentuk dominasi terhadap perempuan, yaitu istrinya.

Rasa inferioritas pada diri Frank disandingkan dengan rasa percaya diri April

untuk terus berupaya keluar dari domestisitasnya. Norma-norma patriarki yang

membentuk femininitas dan maskulinitas tradisional masyarakat suburban

dijadikan alat bagi Frank untuk memosisikan dirinya lebih tinggi dari pada April.

Perwujudan atas maskulinitas tradisional Frank dalam kehidupan suburban terlihat

ketika ia berupaya untuk menanam tanaman pemberian Mrs. Givings di halaman

rumahnya. Akan tetapi upaya Frank untuk melakukan “pekerjaan laki-laki”

tersebut tidak berhasil karena ia tidak mengetahui caranya,“”Would you mind

telling me that what I’m supposed to do this stuff?”” (Yates, 2009:59).

Pertanyaannya kepada April mengenai cara menanam mendapat sindiran sehingga

rasa inferioritas yang muncul secara tiba-tiba ia ubah menjadi bentuk “kekerasan”.

Ia berbicara dengan nada yang keras kemudian mengalihkan pembicaraan ke

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

pernyataan tentang tanggung jawab April pada dirinya, yaitu untuk menyiapkan

sarapan, “”Look, could you kind of take it easy? I haven’t had any coffee yet, and

I-“” (Yates, 2009:59)

Namun, Frank terus berupaya menunjukkan kemaskulinitasannya di hadapan

April dengan mencangkul batu-batu yang menghalangi jalan menuju rumahnya,

“At least it was a man’s work.” (Yates, 2009:61). Frank ingin meyakinkan dirinya

sendiri kalau ia mampu mewakili maskulinitas laki-laki.

“…-not to be compared with his friend’s hand, maybe, but a serviceable, good-enough hand all the same-so that his temples ached in zeal and triumph as he heaved a rock up from the suck of its white-wormed socket and let it roll end over end down the shuddering leafmold, because he was a man.” (Yates, 2009:61-62)

Perwujudan maskulinitas tradisional masyarakat patriarki adalah dengan memeran

diri sebagai ayah yang keras dan tegas di hadapan anak-anaknya. Figur Ayah

dicitrakan sebagai figur yang tidak dekat dengan anaknya karena pengasuhan anak

diberikan sepenuhnya kepada ibu.

“”Daddy?” Michael inquired.”Why does the shovel make sparks?” “Because it’s hitting rock. When you hit rock with steel, you get a spark.” “Why don’t you take the rock out?” “That’s what I’m trying to do. Don’t get so close now, you might get hurt.”” (Yates, 2009:62-63) “”Daddy?” Jennifer said. “How come Mommy slept on the sofa?” “I don’t know. Just happened to feel like it, I guess. You wait here, now, while I go and get another stone.”” (Yates, 2009:63)

Frank tidak merasa nyaman dengan kepolosan pertanyaan anak-anak yang

menyerangnya. Frank mengusir anak-anaknya untuk tidak mengganggu

pekerjaannya sehingga membuat kedua anaknya menangis dan pergi kepelukan

April. Sikap keras yang Frank lakukan adalah upaya untuk menunjukkan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

dominasi yang mencermikan kemaskulinitasannya. Akan tetapi, kekerasan itu

sejatinya merupakan rasa inferioritas Frank di hadapan April bahkan di hadapan

anak-anaknya.

Cara berfikir dan sikap Frank menunjukkan dominasi ideologi patriarki pada

dirinya. Penolakan Frank terhadap budaya suburban merupakan bentuk penyataan

pelarian diri dari ketidakmampuannya untuk menjadi bentuk maskulinitas laki-

laki modern. Frank menolak bentuk maskulinitas suburban tetapi ia juga bukan

merupakan laki-laki yang mencerminkan maskulinitas modern kota New York.

Frank tetaplah berada dalam dominasi patriarki yang menggunakan norma

tradisional masyarakat patriarki sebagai senjata untuk mengopresi April dan yang

berbicara mengenai penolakannya terhadap budaya suburban sebagai senjata

bahwa ia laki-laki yang lebih “special” dan “intellectual” dihadapan laki-laki

lain.

3.2. Rekonstruksi Maskulinitas Frank Wheeler

3.2.1. Relasi Antara Frank Wheeler dan Tokoh Laki-laki Lain.

Revolutionary Road menggambarkan Frank sebagai tokoh yang kurang percaya

diri yang selalu mempertanyakan tentang kemaskulinitasan dirinya. Dalam

penggambaran mengenai masa kecilnya, ia selalu bercermin pada sosok ayahnya,

Earl Wheeler dan ia bermimpi untuk melakukan perjalanan untuk menemukan

identitas kelaki-lakiannya.

“…he was fourteen again, and it was the year he’d lived in Chester, Pennsylvania-no, in Englewood, New Jersey-and spent all his free time in a plan for riding the rails to the West Coast, He had traced several alternate routes on a railroad map, he had rehearsed many times the way he would handle himself (politely, but with his fist fights if necessary) in the hobo jungles along the way, he’d chosen all the items of his wardrobe room the window of an Army and Navy store: Levi jacket and pants, an army-type khaki shirt with shoulder tabs, high-cut work shoes with steel caps at heel and toe. And old felt hat of his father’s, which could be made to fit with a wad of newspaper folded into its sweatband, would lend the right note of honest poverty to the outfit, and he take whatever he needed in his boy scout knapsack, artfully reinforced with adhesive tape to

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

conceal the boy scout emblem. The best thing about the plan was its absolute secrecy, until the day in the school corridor when he impulsively asked a fat boy named Krebs, who was the closest thing to a best friend he had that year, to go along with him. Krebs was dumb-founded-“On a freight train, you mean?”-and soon he was laughing aloud. “Jeez, you kill me, Wheeler. How far do you thing you’d get on a freight train? Where do you get these weird ideas, anyway? The movies or some places? You want to know something, Wheeler? You want to know why everybody thinks you’re a jerk. Because you’re a jerk, that’s why.”” (pp.24)

Salah satu sikap maskulin Frank dikontruksi oleh figur ayah Frank. “He thought

he looked surprisingly dignified in his new suit, with its coat and tie almost

exactly like his father’s, and it pleased him…..” (pp. 97). Akan tetapi, Earl

Wheeler yang mengajak Frank ke kantornya, Knox (Frank bekerja di kantor yang

sama dengan ayahnya saat ia dewasa) tidak memperbolehkan Frank menggunakan

alat-alat ayahnya, “’You’re ruining it! Can’t you see you’re running it? that’s no

way to handle a tool”” (pp.48). Hal tersebut menimbulkan rasa inferior pada diri

Frank hingga akhirnya ketika ia dewasa ia ingin menunjukkan

kemaskulinitasannya dengan mendapatkan pekerjaan yang “interesting”,

“…meanwhile I want to retain my own identity. Therefore the thing I’m most

anxious to avoid is any kind of work that can be considered ’interesting’ in its

own right.” (Yates, 2009:103)

Frank belum merasa dirinya sebagai seorang “laki-laki” karena pada akhirnya ia

tidak dapat lari dari figur ayahnya. Frank bekerja pada posisi yang sama sebagai

salesman dan di perusahaan yang sama, yaitu perusahaan yang menjual mesin-

mesin perkantoran, “… “the dullest job you can possibly imagine”,…” (Yates,

2009:16). Frank tidak mampu membuktikan bahwa ia dapat lebih baik dari

ayahnya, “…what he did for a living, that he didn’t do anything really; that he

had the dullest job you could possibly imagine.”(Yates, 2009:106).

Perasaan inferioritas karena Frank tidak mampu keluar dari bayang-bayang

ayahnya mengkonstruksi maskulinitas dalam diri Frank. Maskulinitas Frank

dikonstruksi dengan ideologi-ideologi patriarki bahwa laki-laki harus kuat secara

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

fisik, berfikir rasional, menafkahi keluarga dengan pekerjaan yang “menarik”, dan

mendominasi perempuan.

Konstruksi maskulinitas tersebut terus ia wujudkan dalam relasinya dengan laki-

laki lain dan juga perempuan. Dalam penemuan identitas maskulinnya, Frank

membutuhkan kebebasan tanpa adanya opresi dari laki-laki lain ataupun

perempuan, “All he would ever need, it was said, was the time and freedom to find

himself.” (Yates, 2009:29). Akan tetapi, Frank teropresi dengan bayang-bayang

figur ayahnya dalam pekerjaannya dan juga teropresi dengan kefemininitasan

April dalam kehidupan rumah tangganya.

Opresi-opresi yang Frank alami tersebut menjadi rasa inferioritas dalam dirinya.

Inferioritas atas pekerjaannya ia tunjukkan dengan pernyataan tentang

ketidakmenarikan dan kejenuhan yang dialami dalam pekerjaannya. Inferioritas

atas diri April ditunjukkan dengan sikap keras untuk mendominasi dan

mengopresi kefemininitasan April.

Dalam novel Revolutionary Road, tokoh John Givings yang dikisahkan

mengalami gangguan kejiwaan menjadi tokoh yang memberikan pernyataan-

pernyataan ironi terhadap cara pandang Frank tentang pekerjaan dan istrinya.

Ketika Frank ditanya tentang pekerjaannya, Frank menjawab bahwa pekerjaanya

tidaklah menarik,“Sort of help sell them, I guess. I don’t really have much to do

with the machine themselves, I work in the office. Actually it’s sort of a stupid job.

I mean there’s nothing-you know, interesting about it, or anything.” (Yates,

2009:255). Namun, dengan pandangan sederhana John memberi pernyataan yang

menyerang rasa ketakutan Frank, “You worry about whether a job is ‘interesting’

or not? I thought only women did that. Women and boys. Didn’t have you figurd

that way.” (Yates, 2009:255)

Selain itu, John juga memberikan pernyataannya tentang kejenuhan Frank

terhadap kehidupan suburban yang menurutnya hampa, seperti yang terlihat dalam

kutipan-kutipan berikut;

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

“You want to play house, you got to have a job. You want to play very nice house, very sweet house, then you got to have a job you don’t like.” (Yates, 2009:255) “Now you’ve said it. The hopeless emptiness. Hell, plenty of people are on to the emptiness part; out where I used to work, on the coast, that’s all we ever talked about. We’d sit around talking about emptiness all night. Nobody ever said ‘hopeless’ though; that’s where we’d chicken out. Because maybe it does take a certain amount of guts to see the emptiness, but it takes a whole hell of a lot more to see the hopelessness. And I guess when you do see the hopelessness, that’s when there’s nothing to do but take off. If you can.” (Yates, 2009:259)

Pernyataan-pernyataan John dibenarkan oleh Frank danApril tetapi Frank tidak

mau mengakuinya. Terlebih lagi, ketika John mengutarakan tentang istrinya,

April; “I get the feeling she’s female. You know what the difference between

female and feminine is? Huh? Well, here’s hint: a feminine woman never laughs

out loud and always shaves her armpits.” (Yates, 2009:260).

Ironi-ironi yang diungkapkan John makin menegaskan rasa inferioritas yang

mengopresi Frank. John mengungkapkan kebenaran-kebenaran dalam diri Frank

yang coba ia tutupi. Meskipun demikian, Frank tetap berusaha untuk

menampilkan dirinya sebagai laki-laki maskulin yang dikonstruksi atas dasar rasa

inferioritasnya.

Tampilan maskulin Frank juga ia tunjukkan di hadapan Shep dengan

mengutarakan pendapat-pendapatnya mengenai kehidupan suburban. Frank

menilai masyarakat suburban tidak setara dengan dirinya. Pernyataan Frank untuk

menunjukkan kualitas dirinya merupakan cara untuk menutupi kekurangannya

bahwa sebenarnya ia tak lebih baik dari laki-laki suburban lainnya.

Jika Shep dihubungkan dengan konstruksi maskulinitasan Frank, Shep tidak

terlalu berpengaruh pada pembentukkan maskulinitas Frank tetapi Shep hanya

merupakan tokoh yang dapat dijadikan cerminan laki-laki “ideal” suburban.

Terlebih lagi, Shep memiliki “kecemburuan” terhadap Frank yang mampu

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

memiliki istri menarik seperti April, “I love you, April,” he whispered, just to see

what it felt like. “I love you. I love you.” (Yates, 2009:201)

Kesimpulannya, hubungan Frank dengan laki-laki lainnya tidak merekonstruksi

maskulinitas Frank ke dalam bentuk maskulinitas baru yang “ideal” jika

disejajarkan dengan April. Akan tetapi, hubungan Frank dengan laki-laki lain

semakin mengokohkan ideologi-ideologi patriarki yang menkonstruksi

maskulinitas Frank ke bentuk maskulinitas yang patriarki.

3.2.2. Relasi Antara Frank Wheeler dan Tokoh Perempuan Lain.

Maskulinitas Frank di tengah budaya patriarki dibenturkan dengan femininitas

April. Dominasi yang dilakukan Frank terhadap April menunjukkan bahwa Frank

sendiri terjebak oleh agen-agen patriarki yang ada disekitarnya. Frank menolak

ketradisionalan peran laki-laki dan perempuan yang diagung-agungkan oleh

masyarakat suburban sebagai bentuk pencarian identitas maskulinnya. Frank

sendiri terjebak dalam pencarian identitas maskulinnya.

Oleh masyarakat patriarki, Frank, sebagai laki-laki harus menjalankan norma-

norma maskulin yang dianggap sebagai norma yang mutlak. Frank merasa

teropresi dengan perannya sebagai ayah dan suami dalam masyarakat suburban.

Akan tetapi, permasalahan yang muncul pada diri Frank dalam pencarian identitas

maskulinnya tidak hanya berdampak pada dirinya tetapi pada April.

Sebagai salah satu cara untuk menunjukkan identitas maskulinnya, ia

menunjukkan dominasinya pada istrinya, April. Dominasi yang ia lakukan ia

tunjukkan dengan kekerasan fisik dan mental. Ketika April mengalami kegagalan

saat memerankan tokoh utama perempuan adalam pertunjukkan drama, Frank

merasa bahwa memang seharusnya kegagalan itu terjadi;

“Smiling, he was a man who knew perfectly well that the failure of an amateur play was nothing much to worry about, a kindly, witty man who would have exactly the right words of comfort for his wife backstage; but

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

in the intervals between his smiles, when he shouldered ahead through the crowd and you could see the faint chronic fever of bewilderment in his eyes, it seemed more that he himself was in need of comforting.” (Yates, 2009: 16)

Kegagalan April dalam “The Laurel Players” yang merupakan moment

kembalinya April pada domestisitasnya, tidak membuat Frank untuk bersikap

menenangkan istrinya tetapi bersikap semakin memojokkan April.

““It strikes me,” he said at last. “that there’s a considerable amount of bullshit going on here. I mean you seem to be doing a pretty good imitation of Madame Bovary here, and there’s one or two points I’d like to clear up. Number one, it’s not my fault the play was lousy. Number two, it’s sure as hell not my fault you didn’t turn out to be an actress, and the sooner you get over that little pierce of soap opera the better off we’re all going to be. Number three, I don’t happen to fit the role of dumb, insensitive suburban husband; you’ve been trying to hang that one on me ever since we moved out here, and I’m damned if I’ll wear it. Number four-”” (Yates, 2009:34)

Frank bersikap seolah ia tidak mau menjadi bagian masyarakat suburban yang

dapat disalahkan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia juga terjebak dalam tatanan

budaya suburban yang mendomestisasi perempuan.

“He tried to swallow but his throat was very dry. “I don’t know what you’re trying to prove here,” he said,” and frankly I don’t think you do either. But I do know one thing. I know damn well I don’t deserve this.” You’re always so wonderfully definite, aren’t you,” she said,” on the subject of what you do and don’t deserve.” She swept past him and walked back to the car.”(Yates, 2009:35-36)

Frank mengetahui dengan benar bahwa “The Laurel Players” merupakan peluang

bagi April untuk mengaktualisasikan dirinya. Akan tetapi, ketika kegagalan

terjadi, Frank berada dalam posisi nyaman saat mengetahui April akan kembali ke

rutinitas domestiknya kembali.

Kegagalan yang April alami mejadi pemicu pertengkaran mereka. April merasa

dirinya teropresi oleh keinginan-keinginan Frank yang ingin ia wujudkan tanpa

memperdulikan April. April mengungkapkan kenangan ketika Frank memukul

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

wajahnya dan April juga mengungkapkan bagaimana ia merasa terjebak oleh

kerumitan Frank.

““Oh, you’re never folded me, Frank, never once. All your precious moral maxims and your ‘love’ and your mealy-mouthed little-do you think I’ve forgotten the time you hit me in the face because said I wouldn’t forgive you? Oh, I’ve always known I had to be your conscience and your guts-and your punching bag. Just because you’ve got me safely in a trap you think you-”” (Yates, 2009: 37)

Frank menyangkal perkataan April bahwa April terjebak tetapi April semakin

berani untuk menunjukkan betapa rumit kemaskulinitasan Frank yang ingin Frank

wujudkan, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut;

““Yes, me.” She made a claw of her hand and clutched at her collarbone. “Me. Me. Me. Oh, you poor, self-deluded-look at you! Look at you, and tell me how by any stretch”-She tossed her head, and the grin of her teeth glistened white in the moonlight-“b any stretch of the imagination you can call yourself a man!”” (Yates, 2009:37)

Kemaskulinitasan Frank semakin terpojokkan dengan sikap April. Dalam diri

Frank mengakui bahwa ia sangat mengalami kerumitan dalam menentukan sikap

maskulinnya di hadapan April. Namun, tidak demikian, ketika Frank melakukan

hubungan perselingkuhan dengan Maureen.

Frank dapat mendefinisi dan mendominasi Maureen. Frank merasa menjadi “laki-

laki” ketika ia mampu mengendalikan, menasehati dan melindungi Maureen.

“I’m glad. And listen: you’re swell, Maureen. If there’s ever anything I can-you

know, do for your or anything, I hope you’ll let me know. I guess that sounds sort

of crummy. All mean is that I’d like us to be friends.” (Yates, 2009:166).

Setiap kali melakukan hubungan seks dengan Maureen, Frank semakin merasa

dirinya sebagai “laki-laki”,“He felt like a man.” (Yates, 2009:139). Bahkan ia

merasa mampu mewujudkan kemaskulinitasannya, bahwa sebagai laki-laki, ia

dapat menaklukkan perempuan. “he had wanted to laugh aloud at having so

perfectly fulfilled the standard daydream of the married man.” (Yates, 2009:342).

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Namun, sekembalinya Frank ke rumah, ia akan kembali berada di bawah bayang-

bayang sikap April. Setelah melakukan hubungan seks dengan Maureen, Frank

seolah ingin terlihat “pure” ketika berada di rumah. April mengajak Frank untuk

berhubungan seks tetapi Frank menundanya dengan mandi terlebih dahulu.

”I better take a shower first, too”” (Yates, 2009:145 “”I’ve got to April.”” “Why?” “Just because. I’ve got to”” (Yates, 2009:145)

Frank seolah ingin membersihkan rasa bersalahnya di hadapan April dengan cara

mandi;

“Under the stiff pelting of hot water, in which Maureen Grube had become an adhesive second skin that only the most desperate scrubbing would shed, he decided he would have to tell her. He would soberly take hold of both her hands and say “Listen, April. This Afternoon I-“ “(Yates, 2009:145)

“He turned off all the hot water and turned up the cold, a thing he hadn’t done in years” (Yates, 2009:145)

Sikap April mampu menginternalisasi Frank sehingga Frank selalu berada dalam

bayang-bayang April.; “”Don’t you know? You’re the most valuable and

wonderful thing in the world. You’re a man.””

Frank pun menyadari akan kemampuan April yang dapat mendefinisikan dirinya.

Frank pun tidak dapat memungkiri perasaan-perasaan yang muncul saat April

memberikan keyakinan atas kemaskulinitasan dirinya.

“He had take command of the universe because he was a man, and because the marvelous creature who open and moved for him, tender and strong was a woman.” (pp.158)

April dengan identitas feminin yang dimilikinya digambarkan sebagai perempuan

yang kuat, berbakat, pintar, dan mampu mandiri. April mampu mengubah Frank

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

dengan sikapnya yang terkadang juga menunjukkan bentuk sikap maskulinitas

bagi perempuan.

“It was April herself, stolidly pushing and hauling the old machine, wearing a man’s shirt and a pair of loose, flapping slacks, while both children romped behind her with handfuls of cut grass.” (Yates, 2009:46)

“Everything about her seemed determined prove, with a new, flat-footed emphasis, that a sensible middle-class housewife was all she had ever wanted to be and that all she had ever wanted of love was a husband who would get out and cut the grass once in a while, instead of sleeping all day.” (Yates, 2009:58)

April menginginkan Frank untuk juga berperan dalam urusan domestik tetapi hal

itu belum bisa terwujud. Satu-satu cara bagi April untuk mewujudkan

pengaktualisasian dirinya yang berakar dari identitas feminin modern yang

dimilikinya adalah rencana kepindahan mereka ke Paris. April mampu

meyakinkan Frank yang secara langsung berarti April mampu mendefinisi

kemaskulinitasan Frank.

April mengungkapkan pada Frank bahwa peran ayah yang dijalankan Frank

merupakan peran yang dijadikan April sebagai hukuman untuk membatasi

aktualisasi diri Frank sebagai individu;

“ “It was way back on Bethune Street,” she said. “It was when I first got pregnant with Jennifer and told you I was going to-you know abort it, abort her. I mean up until that moment you didn’t want a baby anymore than I did-why should you have?- but when I went out and bought that rubber syringe I put the whole burden of the thing on you. It was like saying, All right, then, if you want this baby it’s going to be All Your Responsibility. You’re going to have to turn your self inside out to provide for us. You’ll have to give up any idea of being anything in the world but a father.” (Yates, 2009:152)

April menyatakan dengan kepindahan mereka ke Paris, April akan bekerja dan

Frank akan melakukan apapun sampai ia dapat menemukan pekerjaan yang

selama ini ingin ia dapat. April berusaha untuk memosisikan Frank sebagai laki-

laki yang “special” yang berhak atas hal-hal yang lebih baik dibandingkan dengan

kehidupan suburban;

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

“You were too good and young and scared, you played right along with it, and that’s how the whole thing started. That’s how we both got committed to this enormous delusion-because that’s what it is, an enormous, obscene delusion-this area that people have to resign from real life and ‘settle down’ when they have families. it’s the great sentimental lie of the suburbs, and I’ve been making you subscribe to it all this time.” (Yates, 2009:153)

Kehidupan mereka akan lebih baik dengan kepindahan mereka ke Paris karena

selama ini, mereka terjebak dengan pernikahan yang mereka lakukan di usia muda

karena tuntutan masyarakat pasca perang Amerika,“…-This picture of myself as

the girl who could have been The Actress if she hadn’t gotten married too

young….” (Yates, 2009:153). Oleh karenanya, April terus mendefinisi

kemaskulinitas Frank dengan pernyataan-pernyataan April sebagai berikut;

“…you’ve lost all your belief in yourself?”” (Yates, 2009:155)

“…If I had half that guy’s brains I’d quit worrying. And he meant it! Everybody knew there was nothing in the world you couldn’t do or be if you only had a change to find yourself” (Yates, 2009:156)

“…Listen: I don’t care if it takes you five years of doing nothing at all; I don’t care if you decide after five years that what you really want is to be a bricklayer or a mechanic or a merchant seaman. Don’t you see what I’m saying? It’s got nothing to do with definite, measurable talents-it’s your very essence that’s being stifled here. It’s what you are that’s being denied and denied and denied in this kind of life.”” (Yates, 2009:157)

“”Don’t you know? You’re the most valuable and wonderful thing in the world. You’re a man.”” Yates, 2009:157)

Di tengah-tengah rasa percaya diri yang terbangun oleh pernyataan-pernyataan

April atas dirinya, tiba-tiba muncul dalam benak Frank tentang perannya sebagai

laki-laki yang akan ia jalani di Paris;

“he would have to get his bearings, when she come home to the Paris apartment her spike-heeled pumps would stick decisively on the tile floor and her hair would be pulled back into a neat bun; her face would be drawn with fatigue so that the little vertical line between her eyes would show, even when she smiled….”( Yates, 2009:154)

Konstruksi maskulinitas patriarki dalam diri Frank secara tidak sadar menolak

pendefinisian yang dilakukan oleh April. Frank menyetujui rencana April dan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

menerima pernyataan-pernyataan April yang mampu secara singkat membangun

kepercayaan dirinya. Akan tetapi, jauh di dalam diri Frank ada perasaan yang

bergejolak menolak bentuk maskulinitas yang ditawarkan April untuk dirinya.

Kejantanan Frank merasa terdobrak oleh sikap feminin April yang modern. Ia

seolah mendapat energy baru untuk menunjukkan dan membuktikan kalau ia

adalah laki-laki maskulin, “…were confident would meet with the branch

manager’s approval.” (Yates: 2009:168). Frank secara tiba-tiba memiliki

semangat baru dalam pekerjaannya, “He was a demon of energy; and it wasn’t

until four o’clock, walking blearily to the water cooler…” (Yates, 2009:170).

Semangat baru yang tiba-tiba muncul tergerak karena pernyataan April mengenai

pekerjaannya sehingga Frank ingin membuktikan ketidakbenaran pernyataan

April;

“It was because April had left a small pocket of guilt in his mind last night by saying that he’d “worked like a dog year after year.” He had meant to point out that whatever it was he’d been doing here year after year, it could hardly be called working like a dog-but she hadn’t given him a change. And now, by trying to clear all the papers off his desk in one day, he guess we was trying to make up for having misled her.” (Yates, 2009:171)

Frank bertransformasi menjadi laki-laki bentuk baru yang bersemangat ingin

membuktikan identitas maskulinnya. Pendefinisian yang dilakukan April mampu

membuatnya lebih “valuable”. Hari-hari yang mereka lalui selanjutnya lebih

kepada persiapan mereka untuk perjalanan ke Paris. Pertengkaran di antara

mereka pun mulai dapat diredam.

“He knew for one thing that he had developed a new way of talking, slower and more deliberate than usual, deeper in tone and more fluent: he almost never had to recourse to the stammering, apologetic little bridges (“No, but I mean-I don’t know-you know-”) that normally laced his speech, nor did his head duck and weave in the familiar nervous effort to make himself clear.” (Yates, 2009:174)

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

April memberikan pemikiran-pemikiran yang baru bagi Frank yang selalu terjebak

pada konstruksi patriarki. Ketika Frank mengamati peran maskulin laki-laki dan

peran feminin perempuan dalam realita bahwa laki-laki berada di bawah kendali

perempuan, April tetap memberikan penilaian atas diri Frank yang lebih baik.

“And I mean is it any wonder all the men end up emasculated? Because that is what happens, that is what’s reflected in all this bleating about ‘adjustment’ and ‘security’ and ‘togetherness’-And I mean Christ, you see it everywhere: all this television crap where every joke is built on the premise that daddy’s an idiot and mother’s always on to him;” (Yates, 2009:177)

“And her: “I don’t think it proves anything of the sort. Why do you always undervalue yourself? I think it proves you’re the kind of person who can excel at anything when you want to, or when you have to.” (Yates, 2009:241)

Konstruksi maskulinitas dalam diri Frank terus menolak ajakan-ajakan yang

secara halus diberikan oleh April. Penolakan Frank akhirnya menemukan jalannya

ketika mengetahui kalau April mengandung dan mencoba untuk menggugurkan

kandungannya;

“made him take it down and open it. Inside the wrapping was a blue cardboard box bearing the Good Housekeeping Seal of Approval, and inside the box was the dark pink bulb of a rubber syringe.” (Yates, 2009:286)

Frank marah mengetahui bahwa April berencana untuk menggugurkan

kandungannya. Meskipun April berusaha untuk membujuknya—“But Franks,

don’t you see I only want to do it for your sake? Won’t you please believe that, or

try to believe it?” (Yates, 2009:296)—Frank tetap pada pendiriannya bahwa

kepindahan mereka ke Paris dibatalkan.

Frank mengagalkan kepergian mereka karena tidak mungkin melakukan

perjalanan jauh dengan kondisi kehamilan April. Frank tidak menyetujui kalau

April menggugurkan kandungannya karena itu seperti mencoreng jati dirinya

sebagai laki-laki, “manhood”.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

“Wouldn’t you still be wasting the prime of your manhood in a completely empty, meaningless kind of” (Yates, 2009:297) “….. his prime of manhood be worth if it had to be made conditional on allowing her to commit a criminal mutilation of herself? ….You’d be committing a crime against your own substance. And mine” (Yates, 2009:297

Sikap maskulin Frank yang patriarki kembali mendapat sindiran dari tokoh John

Givings saat ia berkunjung ke rumah mereka. John seolah “menelanjangi” fikiran

Frank di hadapan April bahwa Frank sebenarnya merasa inferior atas diri April.

“What’s so obvious about it? I mean okay, she’s pregnant, so what? Don’t people have babies in Europe?” (Yates, 2009:390)

“You figur it’s more comfy here in the old Hopeless Emptiness after all” (Yates, 2009:391) “Boy! You know something? I wouldn’t be surprised if you knocked her up on purpose, just so you could spend the rest of your life hiding behind that maternity dress.” (Yates, 2009:392)

“I mean come to think of it, you must give him a pretty bad time, if making babies is the only way he can prove he’s got a pair of balls.” (Yates, 2009:393)

“You know what I’m glad of? I’m glad I’m not gonna be that kid.” (Yates, 2009:3940)

Frank merasa tersentak dengan kebenaran pernyataan John terhadap dirinya tetapi

Frank tetap menunjukkan sikap maskulinnya yang patriarki untuk menutupi rasa

inferioritas pada dirinya. Frank mampu “memenangkan” keinginannya atas

keinginan April. Dengan cara yang penuh dominasi patriarki, Frank terus

berupaya untuk mengopresi April.

Upaya untuk menunjukkan sikap maskulin telah Frank lakukan saat April dan

Frank belum menikah. Saat masih berkencan, Frank memosisikan dirinya pada

posisi yang lebih tinggi dan menunjukkan sikap dewasa.

“when they walked together he fell into another old habit of holding his head unnaturally erect and carrying his inside shoulder an inch or two higher than to the other ,to give himself more loftiness from where she

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

clung at his arm. When he lit a cigarette in the dark he was careful to arrange his features in a virile frown before striking and cupping the flame (he knew, from having practiced this at the mirror of a blacked-out bathroom years ago, that it made a swift, intensely dramatic portrait), and he paid scrupulous attention to endless details: keeping his voice low and resonant, keeping his hair brushed and his bitten fingernails out of sight; being always the first one athletically up and out of bed in the morning, so that she might never see his face lying swollen and helpless in sleep.” (Yates, 2009:299)

Selain itu, dalam perannya sebagai suami, ia berusaha untuk tidak menunjukkan

kelemahannya. Frank tidak pernah mengeluh di hadapan April. Setelah, ia mampu

menggagalkan kepergian mereka ke Paris, Frank menjalankan perannya sebagai

suami dan ayah yang dikonstruksi oleh ideologi patriarki masyarakat suburban.

“He was particularly careful never to mention his day at the office or confess to being tired after the train, he assumed a quiet, almost Continental air of mastery in dealing with waiters and gas station attendants, he salted his after-theater critique with obscure literary references-all to demonstrate that a man condemned to a life at Knox could still be interesting (You’re the most interesting person I’ve ever met”), he enthusiastically romped with the children, disdainfully mowed the lawn in record time, and once spent the whole of a midnight’s drive in an impersonation of Eddie Cantor singing “That’s the Kind of a Baby for me” Because it made her laugh-all to demonstrate that a man confronted with this bleakest and most unnatural of conjugal problems, a wife unwilling to bear his child, could still be nice (“I love you when you’re nice”).” (Yates, 2009:300)

Sikap Frank yang “berlebihan” dalam menentukan sikap maskulinnya tidak lagi

ditanggapi April dengan cara yang keras yang dapat memicu pertengkaran antara

mereka. April cenderung memilih langkah yang halus untuk melihat bentuk

maskulinitas seperti apa yang diinginkan oleh Frank.(“They’re lovely, I like them

even better this way, they’re a woman’s legs now”)…Are they “womanly” enough

for you? Is this what you want? (Yates, 2009:303)

April bahkan menyindir dengan halus betapa ia mengagumi sikap Frank yang

“bermoral” karena tidak menyetujui April untuk menggugurkan

kandungannya,“You really are a much more moral person than I am, Frank. I

suppose that’s why I admire you.” (Yates, 2009:303). Sikap yang April tunjukkan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

tidak menolongnya untuk terhindar dari opresi yang dilakukan Frank. Frank

mengopresi April dengan menganggap April memiliki masalah dengan

emosionalnya dan menganggap April untuk lebih baik berkonsultasi dengan

psikoanalis, “We ought to have you see a psychoanalyst.” (Yates, 2009:309)

“ He took a deep breath. “I mean things that have nothing to do with Europe,” he said. “or with me. I mean things within yourself, things that have their origin in your own childhood-your own upbringing and so on. Emotional things.” (Yates, 2009:307)

Frank beranggapan bahwa pengalaman masa kecil April yang diabaikan oleh

orang tuanya membuat April memiliki masalah dalam mengasuh anak, “Wasn’t it

likely, after all, that a girl who’d known nothing but parental rejection from the

time of her birth might develop a abiding reluctance to bear children?” (Yates,

2009:307). April dengan tenang menanggapi pernyataan Frank,“Sort of a denial

of womanhood,” she said. “Is that how you’d put it?”. Lalu, Frank semakin

memojokkan April dengan mengatakan bahwa April bukanlah perempuan normal

yang semestinya menginginkan anak,“You know. The psychological thing behind

this abortion business. Is that what women are supposed to be expressing when

they don’t want to have children? That they’re not really woman, or don’t want to

be women, or something?” (Yates, 2009:316).

Frank ingin mendominasi dan mengopresi April dengan berbagai cara untuk

membuktikan bahwa ia berhak menjadi figur yang dominan yang merupakan

penentu keputusan,“His job now was to consolidate this delicate victory in as

many ways as possible, to hold the line. (Yates, 2009:319). Kemenangan yang

Frank rasakan tidak seperi kemenangan karena ia akan tetap terus bergulat dalam

pencarian maskulinitasannya dalam lingkungan yang mengkonstruksinya,“He had

won but he didn’t feel like a winner. He had successfully righted a victim of the

world’s indifference.” (Yates, 2009:331

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Namun, Frank menganggap dirinya mampu menang dari sikap April atas dirinya

dan mencairkan sikap April. Frank melangkah dengan sikap maskulin. Ideologi

patriarki yang ada pada dirinya dijadikan pedoman baginya untuk bersikap;

“He began running in place, pumping his fists and bringing his knees up high, his shoes making brisk, athletic sounds in the gravel. He did that until he’d counted a hundred, taking deep breaths, and when he was finished the lights held still.” (Yates, 2009:348)

“He wanted to say, “Oh God, April, you know why. Because you’re lovely; because everyone must have loved you, always,” but he lacked the courage. Instead he said, “Well, I mean, hell; didn’t you ever have fun on vacations?” (Yates, 2009:351)

“Forget it! On the way back to Revolutionary Road he allowed his mind to dwell only on good things: the beauty of the day, the finished job of work on Pollock’s desk, the three thousand a year, even the “shakedown conference” that was scheduled for tomorrow morning.” (Yates, 2009:374)

“he used her hand mirror to check the way the collar locked from the side and to test the effect, in profile, of his tightening jaw muscle.” (Yates, 2009:375)

Frank menemukan maskulinitas yang ia cari yaitu maskulinitas patriarki yang

mendominasi dan mengopresi perempuan. Ternyata, hal yang selama ini menjadi

penghalang Frank dalam bersikap maskulin adalah sikap April yang

mencerminkan sikap femininitas modern sedangkan pekerjaan yang dibayang-

bayangi oleh figur ayahnya, kini ia nikmati bahkan ia menggunakan nama

ayahnya sebagai salah satu cara menaikan jabatannya. Kemenangannya dalam

membuktikan kemaskulinitasannya, ia ekspresikan pada kutipan berikut;

“that my masculinity’d been threatened somehow by all that abortion business; wanting to prove something; I don’t know. Anyway, I broke it off last week; the whole stupid business. It’s over now, really over. If I weren’t sure of that I guess I could never’ve brought myself to tell you about it.” (Yates, 2009:379)

Konstruksi maskulinitas Frank yang patriarki direkonstruksi oleh April. April

mengolok-olok Frank dengan menuruti kemauan Frank, yaitu penampilan April

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

yang “keibuan” yang mencerminkan bahwa ia ibu rumah tangga,“she was

wearing one of her old maternity dresses.” (Yates, 2009:376). Penampilan April

membuat Frank sangat senang dan semakin percaya diri. Sebelumnya, dimalam

hari, mereka terlibat pertengkaran dan April memutuskan untuk tidur di sofa. Pagi

harinya, April memutuskan untuk bersikap manis dihadapan Frank dengan

memakai pakaian yang keibuan dan menyiapkan sarapan.

“I mean it’s kind of important day for you, isn’t it? Isn’t this the day you have your conference with Pollock?” “That’s right, yes.” She had even remembered that! (Yates, 2009:286) Kutipan di atas adalah pertanyaan April mengenai pekerjaan Frank bahwa hari itu

adalah hari yang penting bagi Frank karena Frank akan persentasi kenaikan

jabatannnya. Frank merasa senang dengan pertanyaan April. April bersikap seperti

perempuan domestik yang mendukung karir suaminya.

“He had the odd sensation that his lungs were growing deeper, or that the air was growing richer in oxygen. His shoulder, which had been tight and high, came gradually to rest against the back of the chair. Was this the way other men felt, telling their wives about their work?” (Yates, 2009:407)

“He felt he was about to cry, but he managed to hold it back.” (Yates, 2009:408)

Sikap manis April yang ditunjukkan pada hari penting milik Frank adalah

ungkapan pemberontakan April atas sikap patriarki Frank. April teringat akan

pesan pengasuhnya,“Never undertake to do a thing until you’ve thought it

through; then do the best you can” (Yates, 2009: 413). Malam sebelumnya saat

April tidur di sofa setelah bertengkar dengan Frank, April memutuskan untuk

bunuh diri dengan menggugurkan kandungannya. Ia mencoba menulis surat

semalaman yang nantinya akan ia tinggalkan untuk Frank. Salah satu diantara

sura-surat yang coba April tulis adalah berikut;

…..your cowardly self-delusions about “love” when you know as well as I do that there’s never been anything between us but contempt and

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

distrust and a terrible sickly dependence on each other’s weakness—that’s why. That’s why I couldn’t stop laughing today when you said that about the Inability to Love, and that’s why I can’t stand to let you touch me, and that’s why I’ll never again believe in anything you think, let alone in anything you say……(Yates, 2009: 414, penebalan kalimat sesuai aslinya di dalam novel)

Namun, akhirnya surat-surat yang sudah ia tulis semalaman ia bakar dan ia hanya

menulis kalimat sederhana, Dear Frank, Whatever happens please don’t blame

yourself. (Yates, 2009:424). Kompleksitas yang ada dalam diri April yang

awalnya akan ia ungkapkan ternyata hanya diekspresikan ke dalam bentuk kalimat

sederha; Dear Frank, Whatever happens please don’t blame yourself. Hal tersebut

menunjukkan bahwa segala kejadian yang mereka alami bukan kesalahan Frank

tetapi karena kondisi masyarakat yang menempatkan mereka pada posisi yang

sulit.

Penggambaran bagaimana secara lembut April akan memberontak terlihat dalam

kutipan berikut;

So it hadn’t been wrong or dishonest of her to say on this morning, when he asked if she hated him, anymore that it had been wrong or dishonest to serve him the elaborate breakfast and to show the elaborate interest in his work, and to kiss him goodbye. The kiss, for that matter, had been exactly right—a perfectly fair, friendly kiss, a kiss for a boy you’d just met at a party, a boy who’d danced with you and made you laugh and walked you home afterwards, talking about himself all the way. (Yates, 2009:415)

Kenangan bersama Frank dan sikap Frank terhadap dirinya tidak mampu lagi

menghentikan rencana bunuh diri April. April terlebih dahulu menitipkan anaknya

kepada Milly. Ia mempersiapkan alat-alat untuk menggugurkan kandungannya

dengan hati-hati. Keputusan April untuk bunuh diri dengan cara menggugurkan

kandungannya adalah merupakan pemberontakan dirinya atas sikap patriarki

Frank. April ingin menunjukkan tidak hanya kepada Frank tetapi kepada

perempuan suburban lainnya bahwa mereka meliki hak atas dirinya, terutama atas

rahimnya. Anak yang ia kandung bukan semata-mata perwujudan dari kejantanan

laki-laki yang mampu membuahi telur dalam rahim perempuan. April ingin

mengekspresikan bahwa memiliki anak bukan berarti mendomestisasi perempuan

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

karena perempuan memiliki hak atas tubuhnya dan juga hak untuk

mengaktualisasikan diri.

Tindakan bunuh diri April menghantam kemaskulinitasan Frank. Sikap manis

seorang istri “ideal” kaum patriarki dijadikan boomerang untuk Frank, “….and

she was so damn nice this morning. Isn’t that the damnedest thing? She was so

damn nice this morning….” (Yates, 2009:439). Peberontakan April mampu

merontokkan ideologi patriarki dalam diri Frank,“she did it to herself, Shep. She

killed herself.” (Yates, 2009:439)

Pesan yang ditinggalkan April menjadi roh baru bagi Frank untu bangkit

“……That was when he said that if it hadn’t been for that note he thought he

would’ve killed himself that night.” (Yates, 2009:451). April merekonstruksi

maskulinitas Frank dengan cara bunuh diri yang merupakan perwujudan atas

pemberontakan diri April. Tidak ada kemenangan bagi Frank, yang ada hanyalah

kematian April yang meninggalkan berjuta pesan dan kedua anak mereka yang

harus ia asuh. Pengasuhan anak yang selama ini ia hindari tapi kini dengan

kematian April, Frank mendapatkan peran ganda.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

BAB 4 KESIMPULAN

Revolutionary Road terbit di Amerika pada tahun 1961 di tengah-tengah

fenomena kehidupan pasca PD II, yang juga menjadi latar waktu, situasi, dan

atmosfir novel ini. Penggambaran kondisi masyarakat suburban yang difiksikan

oleh Yates dapat dilihat sebagai bentuk ekspresi pencarian identitas maskulin

yang satiris, yang merupakan bagian dari segelintir permasalahan gender dalam

pembentukkan femininitas dan maskulinitas.

Pada era 1950an di Amerika, kehidupan domestik merupakan tujuan akhir hidup

para laki-laki veteran dan para perempuan akibat tekanan sosial yang muncul

dalam perayaan nostalgia kehidupan normal pasca perang . Hal tersebut

merupakan imbas kondisi sosial Perang Dunia II, yang telah menyebabkan

populasi penduduk menurun drastis. Semangat membentuk keluarga juga

merupakan bagian dari perayaan kembalinya tentara Amerika dari medan perang.

Pembentukkan peran laki-laki dan perempuan ke dalam bentuk maskulinitas dan

femininitas tradisional masyarakat suburban menjadi sebuah keharusan.

Akibatnya, peran laki-laki dan perempuan berada dalam kotak-kotak yang telah

ditentukan oleh budaya setempat saat itu. Tidak ada kehidupan yang menantang,

yang ada hanyalah rutinitas laki-laki yang bekerja di luar rumah dan rutinitas

perempuan yang bekerja di dalam rumah. Penolakan pada norma-norma

kehidupan masyarakat suburban mulai mucul, khususnya pada pasangan suami-

istri, Frank Wheeler dan April Wheeler. Mereka mencoba keluar dari tatanan

maskulinitas dan feminitas masyarakat suburban menuju ke bentuk maskulinitas

dan feminitas bentuk baru. Permasalahan tersebut diangkat oleh Yates dalam

novel Revolutionary Road.

Novel Revolutionary Road mengetengahkan beberapa permasalahan gender laki-

laki dan perempuan di ruang sosial dan publik. Novel ini menyajikan protes

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

terhadap norma tradisional pada latar daerah suburban, Connecticut, dan nilai-

nilai yang mengejawantah dalam peranan gender. Novel ini menyajikan

persilangan norma tradisional pada latar daerah suburban, dan nilai-nilai yang

mengejawantah dalam budaya modern pada latar kota New York. Kedua nilai

yang seolah berlainan ini menawarkan pilihan bagi perempuan dan laki-laki untuk

mendefinisi diri. Namun, pada kenyataannya, kedua nilai tersebut sama-sama

berujung kepada satu norma yaitu norma patriarki.

Frank Wheeler, tokoh utama novel ini, mengalami pergolakan pada dirinya

terhadap maskulinitas laki-laki yang berlaku pada budaya masyarakat suburban.

Melalui keberadaannya di ruang publik dan domestik, Frank mencari bentuk

maskulinitasnya. Maskulinitas tradisional masyarakat suburban dipropagandakan

melalui media, maupun tokoh-tokoh konserfatif di latar perumahan Revolutionary

Hills Estate, seperti Shep Campbell.

Maskulinitas tentu tidak dapat dipisahkan dari femininitas. Keduanya merupakan

konstruksi pada masyarakat tertentu. Frank Wheeler dan April Wheeler yang

terlebih dahulu berada pada konstruksi maskulin dan feminin modern masyarakat

New York, berusaha beradaptasi dengan konstruksi maskulin dan feminin

tradisional masyarakat suburban.

Ideologi patriarki masyarakat suburban menciptakan konstruksi perempuan ideal

melalui domestifikasi dan reduksi perempuan ke dalam fungsi maternal, yang

membatasi perempuan untuk mendefinisi diri di luar apa yang telah

dikonstruksikan baginya. Perempuan yang berada di luar kriteria ideal tersebut

dianggap neurotik. Alih-alih mengadaptasi kedua nilai di lingkungan suburban

dan New York di atas, April terasing dari keduanya dan mengalami depresi, yang

mengantarkannya kepada tindakan aborsi.

Demikian pula hanya dengan Frank, ia berada dalam kungkungan budaya

patriarki. Frank diharapkan menjadi agen patriarki yang menjalankan perannya

sesuai dengan norma-norma yang patriarkal. Oleh karena itu, meskipun Frank

sebelumnya saat berada di New York, mengusung nilai-nilai modern maskulinitas

New York tetapi budaya patriarki masyarakat suburban membentuk dirinya

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

menjadi laki-laki yang mengusung nilai maskulin tradisional masyarakat

suburban.

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, pilihan bagi laki-laki dan perempuan

yang terbuka luas dibatasi oleh ideologi mainstream. Segala bentuk kebebasan

laki-laki dan perempuan dalam mengaktualisasikan diri akan dikembalikan

kepada kriteria ideal yang pada akhirnya mereduksi peran perempuan sebatas

fungsi maternalnya saja, tanpa seksualitas dan tanpa identitas sedangkan peran

laki-laki berada pada posisi yang lebih diuntungkan, yaitu berkuasa. Kondisi ini

mengakibatkan kehausan akan pengaktualisasian diri. Berbagai usaha dilakukan

untuk mengaktualisasikan diri, agar dapat menentukan nilai apa yang dimiliki oleh

masing-masing individu, bahwa masing-masing individu memiliki keinginan

untuk mengaktualisasikan diri diluar perannya sebagai laki-laki dan perempuan

dalam institusi pernikahan.

Usaha-usaha tersebut dilakukan Frank dan April dengan saling menentang satu

sama lain. April ingin mengaktualisasikan diri dengan menjadi pemeran utama

dalam pertunjukkan drama sebagai upaya untuk keluar dari ruang domestiknya

namun tidak mendapat dukungan dari Frank. Di sisi lain, Frank ingin terus

berkarir di perusahaan tempat ia bekerja namun April tidak mendukung dengan

cara mengajak Frank pindah ke Paris. Keduanya saling menentang dan akhirnya

pertengkaran kerap terjadi.

Berdasarkan analisis yang telah saya lakukan pada novel Revolutionary Road,

saya menarik kesimpulan bahwa keseluruhan rangkaian perjalanan Frank dalam

mencari, membangun, dan membentuk maskulinitasannya bukan semata-mata

dilakukan untuk meraih keterpenuhan sebagai laki-laki dalam menentukan

maskulinitas di luar konstruksi patriarki, tertapi juga merupakan perlawanan

terhadap ideologi dominan yang memaksakan skema budaya patriarkal yang

opresif. Sikap diam dan bunuh diri dengan cara aborsi yang dilakukan April

menjadi cara yang mampu merekonstruksi maskulinitas Frank karena dengan

sikap yang dilakukan April menunjukkan bahwa perempuan memiliki kekuatan

dan juga memiliki hak atas rahimnya. Novel Revolutionary Road, dalam hal ini,

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

menawarkan sebuah cara pandang dalam memahami dan memaknai permasalahan

gender yang kompleks dalam perlawanan atas opresi dominasi agen-agen

patriarki, di tengah-tengah budaya patriarkal yang dominan di masyarakat.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Barker, Chris. (2000). Cultural Studies. (Terj. Nurhadi). London: Sage

Publication. Beer, Kenneth E. 1961. The U.S.A. Answers. New York: U.S. and World

Publications, Inc. Bem, S. L. (1993). The lenses of gender: Transforming the debate on sexual

inequality. New Haven, CT: Yale University Press.

Budianta, Melani. (2002). “Pendekatan Feminis Terhadap Wacana: Sebuah Pengantar” dalam Analisis Wacana: Dari Linguistik Sampai Dekonstruksi. Yogyakarta: Penerbit Kanal.

Charlebois, Justin. “Cross-Cultural Representations of Hegemonic Masculinity in Shall we Dance.” Journal of Intercultural Communication, ISSN 1404-1634, issue 19, Januari 2009. URL: http://www.immi.se/intercultural/. Diakses 29 November 2009.

Chodorow, Nancy J. (1989). Feminism and Psychoanalytic Theory. United States: Yale University Press.

Cincotta. 2004. Garis Besar Sejarah Amerika (Terj. Yusi A Pareanom). Jakarta:

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Connell, R.W. 2002. Gender. Great Britain : Polity ------------------1996. “Masculinities: Review” dalam Contemporary Sociology,

Vol. 25, No. 2 (Mar., 1996), hal. 172-174. American Sociological Association. http://www.jstor.org/stable/2077168. diakses pada 11 Maret 2009.

Corneau, Guy. 1991. Absent Fathers, Lost Sons: The Search for Masculine Identity.Boston and London: Shambala.

Elfira, Mina. 2008. “Vasilisa Maligina Karya A.M. Kollontai: Sebuah Rekonstruksi atas Konsep Maskulinitas Rusia” dalam Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya. Vol. 10 No. 1, April 2008. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Figes, Eva. 1986. Patriarchal Attitudes. London: Macmillan Education Ltd.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Giardina, Anthony 2009 “An Emotional Journey Down Revolutionary Road” dalam http://www.richardyates.com/news/Giardina. diakses pada 11 Maret 2009

Holter. 1996 “ Masculinities: Review” dalam Acta Sociologica, Vol. 39, No. 3. Hal. 337-341. Sage Publication, Ltd. http://www.jstor.org/stable/4194839. diakses pada 11 Maret 2009.

Kaufman, Michael. 1994. “Men, Feminism and Men’s Contradictory Experiences of Power,” dalam Harry Brod dan Michael Kaufman (eds.). Theorizing Masculinities. Thousand Oask, CA: Sage Publications.

-----------------------1985. “The Construction of Masculinity and the Triad of Men’s Violence”, dalam Michael Kaufman (ed.). Beyond Patriarchy Essay by Men on Pleasure, Power, and Change. Toronto: Oxford University Press.

Layton, L. (1998). Gender as a Personal and Cultural Construction. Psychoanal Q., 67:343 dalam http://www.pep-web.org/document.php?id=PAQ.067.0343A, diakses pada 19 April 2009

Laird, Nick. 2009. “Saturday Review: ARTS: Unhappily ever after” dalam

Guardian Newspapers Limited, Jan 17, 2009, diakses dari http://www.richardyates.com/news/Laird, pada 11 Maret 2009

Lytal, Benjamin. 2008. “Reconsideration: Richard Yates’s Revolutionary Road”

dalam http://www. richardyates.com/news/reconsideration. Diakses pada 11 Maret 2009.

May, Elaine Tyler. 1998. Pushing the Limits: American Women, 1940-1961. New York and Oxford: Oxford University Press.

Moore, Henrietta L. (1988) Feminism and Anthropology. Cambridge Polity Press.

O’Nan, Stewart. 2009. “The Lost World of Richard Yates” dalam http://www.richardyates.com/news/O’nan. diakses pada 11 Maret 2009

Risjord, Norman K. 1985. America: A History of the United States. United States of America: Prentice-Hall, Inc.

Ritchie. 1985. Heritage of Freedom: History of the United States.United States of America: Macmillan Publishing Company.

Speer, S.A. 2001. “Reconsidering the Concept of Hegemonic Masculinity:

Discursive Psychology,Conversation Analysis and Participants’ Orientations.” Feminism & Psychology 11(1): 107-135.

Wajcman, Judi. 2001. Feminisme Versus Teknologi. (Terj. Ima Susilowati).

Yogyakarta: SBPY-OXFAM UK-1.

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA Maskulinitas dalam Novel …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251440-RB00F198m... · UNIVERSITAS INDONESIA Revolutionary Road Karya Richard Yates TESIS Gelar

Universitas Indonesia

Wetherell, M. and N. Edley. 1999. “Negotiating Hegemonic Masculinity: Imaginary Positions and Psycho-Discursive Practices.” Feminism & Psychology 9(3): 335-356.

Yates, Richard. 1961. Revolutionary Road. New York: Vintage Contemporaries. “People & Events: Mrs. America: Women's Roles in the 1950s“, dalam

http://www.pbs.org/wgbh/amex/pill/peopleevents/p_mrs.html, diakses pada 15 April 2009.

"The 1950s: Lifestyles and Social Trends: Overview." American Decades. The Gale Group, Inc. 2001. Encyclopedia.com. (November 18, 2009). http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3468301956.html

Maskulinitas dalam..., Firsta Primordiyanti, FIB UI, 2010