UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN JENIS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319559-S-Maria... · 2002...
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN JENIS …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319559-S-Maria... · 2002...
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN JENIS KELAMIN, KARAKTERISTIK IBU
DAN FAKTOR LAIN DENGAN STATUS GIZI LEBIH
PADA SISWA SD MARDIYUANA DEPOK
TAHUN 2012
SKRIPSI
MARIA IMMACULATA VINNE SWASTIKA
0806340795
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN JENIS KELAMIN, KARAKTERISTIK IBU
DAN FAKTOR LAIN DENGAN STATUS GIZI LEBIH
PADA SISWA SD MARDIYUANA DEPOK
TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
MARIA IMMACULATA VINNE SWASTIKA
0806340795
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan proses
penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu
dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SD Mardiyuana Depok
tahun 2012.”
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Dr. drh. Yvonne M. Indrawani, SU selaku pembimbing yang berkenan
membimbing, mengarahkan dan memotivasi selama proses penyusunan
skrpsi
2. Ir. Siti Arifah Pujonarti, MPH dan Tiara Luthfie, MKM selaku penguji
skripsi yang telah berkenan memberikan saran dan masukan dalam
menyempurnakan skripsi ini
3. Para dosen dan karyawan Departemen Gizi FKM UI yang dengan sabar
mendidik, mendampingi, memfasilitasi seluruh proses belajar mengajar
selama empat tahun di prodi Gizi UI
4. Bapak Lukas Sudarta serta para guru, karyawan dan siswa kelas IV dan V
SD Mardiyuana Depok yang telah memberikan kesempatan penulis untuk
mengadakan penelitian serta membantu dalam proses pengumpulan data
5. Keluarga penulis, yaitu Bapak, Ibu, Mbak Tika, Mas Brian, Dek Vita,
Keluarga Om Sulis, Tante Rina, Pakdhe Hadi dan Budhe Endang yang
selalu ada dan menjadi motivator terbesar dalam keseluruhan proses
„pembelajaran‟ yang sebenarnya
6. Kak Wahyu yang selalu setia setiap saat dalam mendampingi proses
penyusunan skripsi
7. Malaikat-malaikat tanpa sayap, Ruthy, Agnes, Ranti, Vergie, Vicky,
Tamy, Nanet, Paskalia, Alexander Ragil. Terima kasih, walau tanpa sayap,
kalian selalu mampu menopang dan menjadi pegangan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
vii
8. Teman seperjuangan, Sinta, Ema, Dhita, Dianika, Mitha, Ami, Habsah,
Widya, Diber, Eko, Fitri, Ella, Astrin, Manda serta semua teman-teman
prodi Gizi 2008, dengan hadirnya kalian membuat perjuangan ini menjadi
lebih berkesan.
9. Patner dan sahabat, Jenni, Idris, Cynthia, Lena, Albert, terima kasih atas
waktu yang boleh dihabiskan bersama untuk saling bertukar pikiran,
memotivasi dan mengembangkan diri.
10. Setiap anggota dari keluarga kecil di KUKSA FKM UI, KMK UI, PMKAJ
US, GCUI, Asrama Santa Rosa dan Wisma SY. Terima kasih atas rumah
yang nyaman, yang mampu membuat lepas bebas dan melupakan sejenak
penatnya beban kuliah.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun
besar harapan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,
khsusnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Terima kasih.
Depok, Juli 2012
Penulis
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas
bawah ini :
Nama
NPM
Program Studi
Departemen
Fakultas
Jenis karya
akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
Maria Immaculata Vinne Swastika
0806340795
Gizi Kesehatan Masyarakat
Gizi Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Masyarakat
Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Jenis Kelamin, Karakteristik lbu dan Faktor Lain dengan Status
Gizi Lebih pada Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2012
beserta perangkat yang ada fiika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkannama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan'ini saya buat dengan sebenarnya.
: Depok
: 10 Juli 2012
Dibuat di
Pada tanggal
vilt
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
ix
RIWAYAT HIDUP
Nama : Maria Immaculata Vinne Swastika
Tempat/ Tanggal Lahir : Purworejo, 10 Desember 1989
Alamat : Katerban RT 03 RW III Kutoarjo, Purworejo
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1995 – 1996 : TK Pius Bakti Utama Kutoarjo
1996 – 2002 : SD Pius Bakti Utama Kutoarjo
2002 – 2005 : SMP Pius Bakti Utama Kutoarjo
2005 – 2008 : SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, Magelang
2008 – 2012 : Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM UI Depok
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
x Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Maria Immaculata Vinne Swastika
Program Studi : Sarjana Gizi
Judul : Hubungan Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu dan Faktor Lain
dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SD Mardiyuana Depok
Tahun 2012
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik anak (jenis
kelamin), karakteristik ibu (pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi, sikap
dan perilaku ibu), faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (ASI Eksklusif), pola
konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat, lemak, protein dan frekuensi
konsumsi fast food) serta aktivitas fisik dengan status gizi lebih pada siswa SD
Mardiyuana Depok tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Mei
2012, menggunakan studi kualitatif dengan desain cross sectional. Teknik
pengambilan sampel adalah dengan quota sampling. Instrument penelitian
menggunakan seca dan mikrotoa, angket orangtua dan anak, serta food recall,
food record dan FFQ. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 43,5% siswa
termasuk dalam kategori gizi lebih. Variabel yang berhubungan dengan status gizi
lebih pada siswa SD Mardiyuana Depok tahun 2012 adalah perilaku ibu (P=0,003)
dan asupan protein (P= 0,012). Peneliti menyarankan pihak sekolah mempunyai
program untuk memantau berat badan siswa melalui UKS dan penyuluhan tentang
perilaku makan kepada anak-anak, serta diharapkan orangtua turut serta dalam
memonitoring dan mengontrol pola makan anak serta selalu menyediakan
makanan sehat di rumah.
Kata kunci:
gizi lebih, obesitas, anak, SD, Depok.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
xi Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Maria Immaculata Vinne Swastika
Study Program : Bachelor of Nutrition
Title : Relationship between Sex, Mother Characteristics and Other
Factors with Over nutrition on Students at Mardiyuana
Elementary School Depok in 2012
The research aimed to analyze the relationship between child characteristic (sex),
mother characteristics (education, employment status, nutrition knowledge,
attitude and behavior about overnutrition), pattern of food consumption (Asupan
total energy, Asupan carbohydrate, protein, fat and frequency of fast food
consumption) and physical activity with over nutrition on students at Mardiyuana
Elementary School, Depok in 2012. This study conducted on April – Mei 2012,
used qualitative study, cross sectional study design and quota sampling. Data were
taken by using seca, microtoise, questionnaire for children and their mother, food
recall, food record and FFQ. The result of this study showed that 43,5% are over
nutrition (overweight and obesity). Variables that have a significant relationship
with over nutrition are mother behavior and Asupan protein. The researcher has
some of recommendations. School should be has a program to monitor weight
status of their students by using UKS effectively and counseling about healthy
food consumption. Parents should be monitor and control about their food
consumption. Beside of that, parents should be provides a healthy food for their
children.
Key words :
Over nutrition, overweight, obesity, child, elementary school, Depok
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
xii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………... i
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………………. iii
SURAT PERNYATAAN ……………………………………………………... iv
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………………………………. viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………... ix
ABSTRAK .………………………………………………………………….... x
ABSTRACT …………………………………………………………………… xi
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... xv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………............................ 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………... 3
1.3 Pertanyaan Penelitian…………………………………………………... 3
1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 5
1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………………...... 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………………...6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …….………………………………………... 8
2.1 Gizi Lebih…………………………………………………………….... 8
2.1.1 Metode Antropometri……………………………………………. 8
2.1.2 Metode Klinis…………………………………………………..... 8
2.1.3 Metode Biokimia………………………………………………… 9
2.2 Metode Penilaian Konsumsi Makanan…………………………............ 9
2.2.1 Food Recall 24 jam………………………………………………. 9
2.2.2 Food Record………………………………………………………10
2.2.3 Dietary History…………………………………………………... 10
2.2.4 Food Frequency Questionnaire (FFQ)…………………………... 10
2.3 Status Gizi Lebih pada Anak ………………………………………….. 10
2.3.1 Penilaian Status Gizi pada Anak ………………………………… 11
2.3.2 Klasifikasi Status Gizi pada Anak ………………………………. 13
2.4 Determinan Status Gizi Lebih …………………………………...…….. 13
2.4.1 Faktor Prenatal (Berat Lahir)………………………………………… 13
2.4.2 Faktor Postnatal (ASI Eksklusif)……………………………........... 15
2.4.3 Karakteristik Anak……………………………………………….. 16
2.4.3.1 Genetik………………...…………………………………. 16
2.4.3.2 Jenis Kelamin…………………...………………………... 16
2.4.4 Karakteristik Keluarga…………………………………………… 17
2.4.4.1 Sosial Ekonomi……………………………...…………… 18
2.4.4.2 Pendidikan Ibu………………………………...…………. 18
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
xiii Universitas Indonesia
2.4.4.3 Status Pekerjaan Ibu……………………………………… 19
2.4.4.4 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu……………………. 19
2.4.5 Pola Konsumsi …………………………………………………... 21
2.4.6 Aktifitas Fisik……………………………………………………. 23
2.5 Dampak Gizi Lebih pada Anak…………………………………………23
2.5.1 Dampak Kesehatan………………………………………………. 24
2.5.2 Dampak Psikososial……………………………………………… 24
2.5.3 Dampak Ekonomi………………………………………………... 25
2.6 Kerangka Teori………………………………………………………… 26
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ……… 27
3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………. 27
3.2 Definisi Operasional…………………………………………………… 29
3.3 Hipotesis……………………………………………………………….. 33
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN…………………………………….. 34
4.1 Desain Penelitian………………………………………………………. 34
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………... 34
4.3 Populasi, Sampel dan Responden Penelitian…………………………... 34
4.3.1 Populasi………………………………………………………… 34
4.3.2 Sampel…………………………………………………………..34
4.3.3 Responden……………………………………………………… 35
4.3.4 Jumlah Sampel…………………………………………………. 35
4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel…………………………………... 36
4.4 Pengumpulan Data……………………………………………………... 36
4.4.1 Sumber Data…………………………………………………….36
4.4.2 Instrumen Penelitian………………………………………….... 37
4.4.3 Cara Pengumpulan Data……………………………………….. 37
4.5 Pengolahan Data……………………………………………………….. 38
4.5.1 Status Gizi……………………………………………………… 38
4.5.2 Jenis Kelamin…………………………………………………... 38
4.5.3 Karakteristik Ibu……………………………………………….. 39
4.5.4 Prenatal dan Postnatal………………………………………… 40
4.5.5 Pola Konsumsi…………………………………………………. 40
4.5.6 Aktifitas Fisik………………………………………………….. 40
4.6 Analisis Data…………………………………………………………… 41
4.6.1 Analisis Univariat……………………………………………… 41
4.6.2 Analisis Bivariat………………………………………………...41
BAB 5 HASIL PENELITIAN………………………………………………... 42
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………………… 42
5.2 Analisis Univariat……………………………………………………… 43
5.2.1 Status Gizi……………………………………………………… 44
5.2.2 Jenis Kelamin…………………………………………………... 45
5.2.3 Karakteristik Ibu……………………………………………….. 46
5.2.4 Faktor Prenatal dan Postnatal…………………………………. 48
5.2.5 Pola Konsumsi…………………………………………………. 49
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
xiv Universitas Indonesia
5.2.6 Aktifitas Fisik………………………………………………….. 52
5.3 Analisis Bivariat………………………………………………………...52
5.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih…………... 53
5.3.2 Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Lebih………... 53
5.3.3 Hubungan Faktor Prenatal dan Postnatal dengan Status Gizi
Lebih…………………………………………………………… 56
5.3.4 Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Lebih………….. 57
5.3.5 Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi Lebih…………... 60
5.4 Hubungan Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu dan Faktor Lain dengan
Status Gizi Lebih ……………………………………………………….61
BAB 6 PEMBAHASAN………………………………………………………. 62
6.1 Keterbatasan Penelitian………………………………………………… 62
6.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih……………………63
6.3 Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Lebih………………... 63
6.3.1 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih………….. 65
6.3.2 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih…………… 66
6.3.3 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dengan Status
Gizi Lebih……………………………………………………… 66
6.4 Hubungan Faktor Prenatal dan Postnatal dengan Status Gizi
Lebih…………………………………………………………………… 68
6.5 Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Lebih………………….. 70
6.6 Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi Lebih…………............... 74
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………...... 76
7.1 Kesimpulan…………………………………………………………….. 76
7.2 Saran…………………………………………………………………… 77
7.2.1 Bagi Sekolah…………………………………………………… 77
7.2.2 Bagi Orangtua………………………………………………….. 77
7.2.3 Bagi Peneliti Lain……………………………………………… 78
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 79
LAMPIRAN
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
xv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks IMT/U ……………..... 13
Tabel 4.1 Perhitungan Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya………. .. 36
Tabel 4.2 Perhitungan Skor Aktifitas Fisik………………………………….... 41
Tabel 5.1 Jumlah Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2011/ 2012……........ 43
Tabel 5.2 Distribusi Z Score IMT/U …………………………………………. 44
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi………………….. .. 44
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Lebih……………. 45
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………………. .. 45
Tabel 5.6 Distribusi Pendidikan Ibu………………………………………...... 46
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan Ibu .. 46
Tabel 5.8 Distribusi Pengetahuan Gizi, Sikap dan Perilaku Ibu……………. .. 47
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Ibu………………………………………………………… 47
Tabel 5.10 Distribusi Berat Badan Lahir………………………………………. 48
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Lahir dan Pemberian ASI
Eksklusif………………………………………………………….... 49
Tabel 5.12 Distribusi Asupan Energi, Karbohidrat, Lemak dan Protein……… 49
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Zat Gizi Makro……. 51
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast Food……………………………. 51
Tabel 5.15 Distribusi Aktivitas Fisik…………………………………………... 52
Tabel 5.16 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih…………….. .. 52
Tabel 5.17 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih……………. .. 53
Tabel 5.18 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih……………... .. 54
Tabel 5.19 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Lebih……... .. 54
Tabel 5.20 Hubungan Sikap Ibu dengan Status Gizi Lebih………………….. . 55
Tabel 5.21 Hubungan Perilaku Ibu dengan Status Gizi Lebih……………….. .. 55
Tabel 5.22 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Lebih………… . 56
Tabel 5.23 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Lebih….. 57
Tabel 5.24 Hubungan Total Asupan Energi dengan Status Gizi Lebih……….. 57
Tabel 5.25 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih………... 58
Tabel 5.26 Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih………............ 59
Tabel 5.27 Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lebih……………... 59
Tabel 5.28 Hubungan Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan
Status Gizi Lebih……………………………………………………60
Tabel 5.29 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih……………... 60
Tabel 5.30 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat………………………….......... 61
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
xvi Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perbedaan Grafik Pertumbuhan BB/TB dan IMT/U…………... 13
Gambar 2.2 Kerangka Teori Determinan Gizi Lebih pada Anak………….... 26
Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian…………………………………… 27
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
xvii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Anak
Lampiran 2 Kuesioner Ibu
Lampiran 3 Form Food Recall
Lampiran 4 Form Food Record
Lampiran 5 Form Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan
Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gizi lebih pada anak merupakan sebuah permasalahan kesehatan yang
prevalensinya mengalami peningkatan di beberapa negara. Gizi lebih pada masa
anak-anak berdampak pada masalah kesehatan antara lain tekanan darah tinggi,
asma, gangguan tidur seperti sleep apnea, dislipidemia serta intoleransi glukosa
pada anak-anak (CDC, 2011). Anak dengan gizi lebih juga beresiko mengalami
pubertas dini yang berdampak pada hambatan pertumbuhan dan resiko penyakit
kardiovaskular (Dietz, 1998 dan Lakshman, et. al., 2009). Gizi lebih, khususnya
obesitas juga menyebabkan masalah psikososial. Anak yang obesitas cenderung
mendapat perlakuan diskriminasi dan dipandang negatif oleh masyarakat sekitar.
Keadaan ini menyebabkan depresi dan penurunan kepercayaan diri (Gutbrie and
Picciano, 1995).
Gizi lebih pada anak-anak menjadi masalah di seluruh dunia, tidak hanya
di negara maju melainkan juga di negara berkembang. Di negara maju seperti
USA, berdasarkan data NHANES tahun 2007-2008 prevalensi anak sekolah usia
6-11 tahun yang tergolong obesitas adalah 19,6%. Prevalensi ini mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan data NHANES tahun 1976-1980 yaitu
sebesar 6,5% (Ogden, et. al., 2010). Peningkatan prevalensi terjadi hingga tahun
2009-2010. Berdasarkan data NHANES dalam kurun waktu tersebut diperoleh
prevalensi gizi lebih dan obesitas pada usia 6-11 tahun adalah 14,6% untuk gizi
lebih dan 18% untuk obesitas (Ogden, et. al., 2012).
Prevalensi gizi lebih pada negara berkembang tidak berbeda dengan
negara maju. Berdasarkan data WHO, 35 juta dari 42 juta anak-anak di seluruh
dunia yang termasuk dalam kategori gizi lebih pada tahun 2010 berasal dari
negara berkembang (WHO, 2012). Peningkatan kejadian gizi lebih khususnya
obesitas pada masa anak-anak juga terjadi di negara berkembang di Asia seperti
China, Korea, Thailand, dan Indonesia (Sakamoto et. al., 2001). Di China
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
2
Universitas Indonesia
peningkatan prevalensi kejadian obesitas pada anak-anak di bawah usia 15 tahun
dari 15% menjadi 27% dari tahun 1982 sampai tahun 2004 (Cheng, 2004).
Prevalensi obesitas pada anak-anak 2-10 tahun di Thailand adalah 8% (Firestone
et al., 2011). Di Indonesia sendiri berdasarkan perbandingan data Riskesdas 2007
dan 2010 terjadi peningkatan kejadian gizi lebih yaitu pada anak laki-laki dari
9,5% hingga 10,7% dan 6,4% hingga 7,7% pada anak perempuan usia sekolah
(Depkes, 2009 dan Depkes, 2011).
Gizi lebih merupakan sebuah hasil interaksi antara faktor lingkungan dan
genetik dalam proses akumulasi kalori yang berlebih di dalam tubuh. Masa
kehamilan merupakan periode penting dalam perkembangan dan pertumbuhan
anak. Keadaan rahim pada masa kehamilan merupakan faktor lingkungan pertama
bagi janin yang menentukan ekspresi gen pada periode kehidupan selanjutnya.
Maka dari itu, ketersediaan zat gizi penting dan paparan zat berbahaya pada masa
ini dapat mempengaruhi perkembangan gizi lebih. Berat lahir merupakan
deskripsi pertumbuhan dan perkembangan janin hasil interaksi antara gen dan
keadaan rahim sehingga berat lahir dapat dijadikan salah satu faktor resiko gizi
lebih (Goldstein, 2005). Secara umum, gizi lebih merupakan sebuah keadaan yang
terjadi dalam waktu lama yang diakibatkan oleh keseimbangan energi positif.
Keseimbangan energi ini terkait dengan pola konsumsi makanan dan aktivitas
fisik (Gutbrie and Picciano, 1995 dan Dehghan, Danesh and Merchant, 2005).
ASI merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan status gizi pada anak,
khususnya pada masa postnatal. Komposisi zat gizi di dalam ASI sangat sesuai
dengan kebutuhan bayi setiap periode waktu pertumbuhan. Hal ini akan
mengurangi resiko gizi lebih akibat asupan yang berlebih pada masa postnatal
(Parizkova and Hills, 2005).
Prevalensi kelebihan berat badan di Jawa Barat berada diatas prevalensi
nasional yaitu 10,0% untuk gizi lebih dan 12,8% untuk obesitas (Depkes, 2011).
Sedangkan prevalensi gizi lebih pada usia sekolah, Jawa Barat mempunyai
prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi Jawa Tengah yang letaknya
berdekatan dan mempunyai karakteristik yang hampir sama (Depkes, 2009).
Depok merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang mengalami perkembangan
yang cukup pesat (depoknews, 2011). Hal ini terkait dengan letak geografis kota
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
3
Universitas Indonesia
Depok yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan peningkatan kegiatan di
beberapa sektor seperti sektor perdagangan, industri, pendidikan, pariwisata dan
perhotelan. Perkembangan sebuah kota akan berdampak pada pola hidup
masyarakatnya. Perubahan pola hidup masyarakat yang mengarah pada gaya
hidup modern, berdampak pada perubahan status gizi masyarakat termasuk status
gizi lebih. Depok mempunyai prevalensi kelebihan berat badan tertinggi pada
anak perempuan di provinsi Jawa Barat yaitu 13,1% dan peringkat kedua untuk
prevalensi pada anak laki-laki setelah kota Bogor yaitu 14,5% (Depkes, 2009). SD
Mardiyuana sebagai salah satu SD swasta di kota Depok mempunyai resiko
terhadap faktor-faktor penyebab gizi lebih yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan sekolah lain.
1.2 Rumusan Masalah
Depok sebagai salah satu kota yang sedang berkembang mempunyai
prevalensi gizi lebih tertinggi pada anak perempuan di provinsi Jawa Barat yaitu
sebesar 13,1%, sedangkan prevalensi pada anak laki-laki adalah peringkat kedua
setelah kota Bogor yaitu 14,5%. Prevalensi ini menjadi permasalahan kesehatan
karena prevalensinya yang lebih dari 10%. SD Mardiyuana merupakan SD swasta
dengan letak geografis yang berada di sekitar pusat kota Depok, memiliki paparan
resiko yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sekolah lain yang letaknya jauh
dari pusat kota Depok. Berdasarkan hasil survey pendahuluan diperoleh 20% anak
SD Mardiyuana berada dalam status gizi lebih. Hal ini mendasari peneliti untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi lebih pada siswa SD
Mardiyuana tahun 2012.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1.3.1 Bagaimana gambaran status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana
Depok tahun 2012?
1.3.2 Bagaimana gambaran karakteristik anak (jenis kelamin) pada siswa-siswi
di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
4
Universitas Indonesia
1.3.3 Bagaimana gambaran karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan
pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) pada siswa-
siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
1.3.4 Bagaimana gambaran faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek
pemberian ASI Eksklusif) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok
tahun 2012?
1.3.5 Bagaimana gambaran pola konsumsi (total asupan energi, asupan
karbohidrat, lemak dan protein dalam diet serta frekuensi konsumsi fast
food) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
1.3.6 Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada siswa-siswi di SD Mardiyuana
Depok tahun 2012?
1.3.7 Bagaimana hubungan karakteristik anak (jenis kelamin) dengan status gizi
lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
1.3.8 Bagaimana hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan
pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) dengan status
gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
1.3.9 Bagaimana hubungan faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek
pemberian ASI Eksklusif) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012?
1.3.10 Bagaimana hubungan pola konsumsi (total asupan energi, asupan
karbohidrat, lemak dan protein dalam diet) dengan status gizi lebih pada
siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
1.3.11 Bagaimana perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi fast food pada siswa-
siswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012?
1.3.12 Bagaimana perbedaan rata-rata aktivitas fisik pada siswa-siswi yang
berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012?
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
5
Universitas Indonesia
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan jenis kelamin, karakteristik ibu dan faktor-faktor
lainnya dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun
2012.
Tujuan Khusus
1.4.1 Mengetahui gambaran status gizi lebih pada siswa-siswi di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.2 Mengetahui gambaran karakteristik anak (jenis kelamin) pada siswa-siswi
di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.3 Mengetahui gambaran karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan
pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) pada siswa-
siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.4 Mengetahui gambaran faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek
pemberian ASI Eksklusif) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok
tahun 2012
1.4.5 Mengetahui gambaran pola konsumsi (total asupan energi, asupan
karbohidrat, lemak dan protein dalam diet serta frekuensi konsumsi fast
food) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.6 Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada siswa-siswi di SD Mardiyuana
Depok tahun 2012
1.4.7 Mengetahui hubungan karakteristik anak (jenis kelamin) dengan status gizi
lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.8 Mengetahui hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan
pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) dengan status
gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.9 Mengetahui hubungan faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek
pemberian ASI Eksklusif) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
6
Universitas Indonesia
1.4.10 Mengetahui hubungan pola konsumsi (total asupan energi, asupan
karbohidrat, lemak dan protein dalam diet) dengan status gizi lebih pada
siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.11 Mengetahui perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi fast food pada siswa-
siswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.12 Mengetahui perbedaan rata-rata aktivitas fisik pada siswa-siswi yang
berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Institusi Pendidikan (Sekolah)
Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk perencanaan program pencegahan dan penanggulangan gizi lebih
pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok
1.5.2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan dan digunakan untuk mengembangkan keilmuan
khususnya sebagai bahan untuk memperluas hasil-hasil penelitian yang
telah dilaksanakan sebelumnya.
1.5.3. Bagi Masyarakat
Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-
faktor yang berhubungan terhadap kejadian gizi lebih pada anak-anak
sehingga dapat melakukan upaya pencegahan dan meminimalisir resiko
gizi lebih pada anak-anak, khususnya dalam kaitannya dengan masa
kehamilan.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan jenis kelamin,
karakteristik ibu dan faktor lain terhadap status gizi lebih pada siswa SD
Mardiyuana Depok tahun 2012. Penelitian ini berlangsung selama bulan April
sampai Mei 2012. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
7
Universitas Indonesia
pendekatan cross sectional. Data yang digunakan antara lain data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui angket anak dan orangtua (ibu),
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, serta penilaian konsumsi
makanan. Data sekunder yang digunakan meliputi data siswa SD Mardiyuana
Depok.
Faktor-faktor yang akan diteliti yaitu karakteristik anak (jenis kelamin),
karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku
ibu terkait gizi lebih), faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek
pemberian ASI Eksklusif), pola konsumsi (total asupan energi, asupan
karbohidrat, lemak dan protein serta frekuensi konsumsi fast food), dan aktivitas
fisik. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian angket kepada anak dan
orangtua (ibu), penilaian konsumsi makanan dengan menggunakan FFQ, food
recall 24 jam dan food record, serta pengukuran tinggi badan dengan mikrotoa
serta penimbangan berat badan dengan seca. Keseluruhan data ini didukung pula
oleh data dari sekolah yaitu data siswa di SD Mardiyuana Depok.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
8
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gizi Lebih
Status gizi adalah keadaan kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh
asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Asupan dan kebutuhan ini akan
menghasilkan keseimbangan zat gizi dalam tubuh. Bila yang terjadi keseimbangan
zat gizi dalam tubuh maka akan menghasilkan status gizi normal, sedangkan bila
terjadi ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh maka yang terjadi adalah keadaan
malnutrisi. Malnutrisi meliputi gizi kurang/ undernutrition) dan gizi lebih/
overnutrition (http://www.nios.ac.in/).
Gizi lebih merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan genetik dalam
proses akumulasi kalori yang berlebih di dalam tubuh. Akumulasi kalori dalam
tubuh ini dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain :
2.1.1 Metode Antropometri
Antropometri merupakan jenis penilaian status gizi yang sederhana.
Penilaian status gizi dengan metode antropometri dilakukan mengukur tinggi
badan dan berat badan yang menggambarkan ukuran dan komposisi tubuh. Selain
berat dan tinggi badan, mengukur lingkar salah satu bagian dari tubuh mampu
mengidentifikasi tingkat lemak tubuh dan bagian tubuh bukan lemak, misalnya
otot. Beberapa indeks pengukuran yang biasa dilakukan antara lain (Gibson,
2005) :
a. Lingkar kepala / Umur
b. Berat Badan / Umur (BB/U)
c. Tinggi Badan / Umur (TB/U)
d. Berat Badan / Tinggi Badan (BB/TB)
e. Indeks Massa Tubuh / Umur (IMT/U)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
9
Universitas Indonesia
2.1.2 Metode Klinis
Metode klinis merupakan menilai status gizi seseorang dengan melihat
tanda-tanda klinis pada bagian tubuh yang mengindikasikan kekurangan zat gizi
tertentu. Pada metode klinis diperlukan kompetensi tertentu untuk mampu
mengenali dan mengindikasikan tanda klinis tersebut. Beberapa bagian tubuh
yang biasanya digunakan untuk melihat tanda klinis adalah rambut, mata, lidah
bibir, dan lain-lain (Leonberg, 2008).
2.1.3 Metode Biokimia
Penilaian status gizi dengan metode biokimia adalah mengukur tingkat
konsentrasi zat gizi tertentu di cairan tubuh (darah atau urin) yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kemungkinan adanya malnutrisi. Metode biokimia merupakan
metode yang paling akurat dalam melakukan diagnosis malnutrisi. Namun metode
biokimia membutuhkan pengetahuan yang mendalam dan ketrampilan khusus
dalam melakukan pengukuran (Leonberg, 2008 dan Charney, 2009).
2.2 Metode Penilaian Konsumsi Makanan
Metode ini digunakan untuk melihat asupan makanan pada populasi dan
individu. Terdiri dari dua yaitu metode penilaian konsumsi makanan kuantitatif
dan kualitatif. Metode penilaian makanan kuantitatif meliputi recall dan record,
sedangkan metode kualitatif meliputi dietary history dan food frequency
questionnaire (FFQ).
2.2.1 Food recall 24 jam
Penilaian konsumsi makanan dengan menggunakan food recall 24
jam bertujuan untuk memperkirakan asupan zat gizi pada individu. Pada
penilaian konsumsi ini, subyek diwawancarai untuk mengajak subyek
mengingat kembali makanan yang dikonsumsi selama 24 jam terakhir,
termasuk suplemen. Metode ini dapat dilakukan pada anak lebih dari 8
tahun.
Kendala yang sering dihadapi dalam penilaian konsumsi pangan
dengan food recall 24 jam adalah the flat slope syndrome dimana subyek
cenderung untuk melebihkan asupan yang kurang dan mengurangi asupan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
10
Universitas Indonesia
yang berlebihan serta kesulitan responden untuk mengingat apa yang
dikonsumsi 24 jam yang lalu (Gibson, 2005).
2.2.2 Food record
Pada metode ini, subyek diminta untuk menuliskan makanan yang
dimakan dalam periode waktu tertentu. Porsi makanan dapat
menggunakan ukuran rumah tangga seperti mangkok, sendok makan,
butir, dll. Selain itu, ada pula metode food record dengan penimbangan
makanan untuk mengetahui besar porsi yang sebenarnya.
Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan motivasi yang
tinggi dari subyek. Selain itu, dimungkinkan subyek akan mengubah
kebiasaan pola makanan (Gibson, 2005).
2.2.3 Dietary history
Tujuan dari metode ini adalah untuk mengestimasikan kebiasaan
asupan makanan dan pola makan individu dalam periode yang relatif lama.
Metode ini terdiri dari tiga bagian. Pertama, wawancara mengenai
keseluruhan kebiasaaan pola makan, termasuk waktu makanan dan jenis
makanan. Kedua, frekuensi konsumsi makanan spesifik. Ketiga, record
asupan makanan selama tiga hari di rumah oleh subyek (Gibson, 2005).
2.2.4 Food frequency questionnaire (FFQ)
FFQ bertujuan untuk mengukur frekuensi jenis makanan atau
kelompok makanan tertentu. FFQ menggambarkan kebiasaan pola
konsumsi makanan secara kualitatif (Gibson, 2005). FFQ diukur dengan
menanyakan kepada subyek dengan wawancara atau dengan form checklist
seberapa sering mengkonsumsi makanan tertentu. Biasanya makanan
dikelompokan menjadi beberapa kategori (Gibson, 2005).
2.3 Status Gizi Lebih pada Anak
Faktor genetik dan keadaan lingkungan sangat berperan dalam
perkembangan status gizi lebih. Pada anak-anak, kedua faktor ini berinteraksi
mulai dari masa di dalam kandungan (prenatal), masa bayi (postnatal) dan
periode adiposity rebound yang pada akhirnya membawa anak pada
perkembangan gizi lebih, terutama obesitas. Setiap periode perkembangan gizi
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
11
Universitas Indonesia
lebih terkait satu dengan yang lain. Perkembangan ini akan terus berlangsung,
sehingga anak yang mengalami gizi lebih berpotensi untuk mengalami gizi lebih
bahkan obesitas di masa dewasa.
Pengkajian gizi lebih pada anak bersifat individu. Faktor resiko pada
setiap individu akan berbeda. Hal ini dikarenakan gizi lebih merupakan suatu
proses yang sangat panjang dari masa lampau hingga masa sekarang. Secara
umum, gizi lebih merupakan akibat dari adanya ketidakseimbangan antara asupan
energi yang melebihi energi yang dikeluarkan. Gizi lebih akan nampak bila
ketidakseimbangan ini terjadi dalam jangka waktu yang cukup panjang (WHO,
2012).
2.3.1 Penilaian Status Gizi pada Anak
Antropometri merupakan salah satu metode penilaian status gizi yang
telah digunakan secara luas dan dapat diterima untuk menilai status gizi di dalam
populasi. Antropometri yang digunakan meliputi pengukuran tinggi badan dan
berat badan yang kemudian diterjemahkan menjadi tinggi badan/ umur (TB/U),
berat badan/ umur (BB/U), berat badan/ tinggi badan (BB/TB) dan indeks massa
tubuh/ umur (IMT/U).
Grafik pertumbuhan tinggi dan berat badan anak merupakan salah satu
penilaian gizi lebih pada anak yang telah disesuaikan dengan umur. Hal ini
dikarenakan penentuan gizi lebih pada individu yang sedang tumbuh akan berbeda
dengan individu yang sudah mencapai pertumbuhan penuh. Hal ini dikarenakan
setiap rentang usia memperlihatkan pertumbuhan yang selalu berbeda pada setiap
individu. Maka dari itu, perlu diperhatikan secara teratur karena grafiknya yang
terus mengalami perubahan berdasarkan umur dan jenis kelamin (Parizkova and
Hills, 2005).
Komposisi tubuh manusia yang meliputi jaringan lemak dan non lemak,
merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan gizi lebih, khususnya
obesitas. Namun secara sederhana, IMT dapat digunakan. IMT merupakan
pengukuran lemak tubuh secara tidak langsung yang berhubungan dengan
penimbunan lemak pada masa dewasa dan peningkatan terhadap resiko kesehatan.
Secara internasional, IMT direkomendasikan dalam menentukan obesitas pada
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
12
Universitas Indonesia
anak-anak dan remaja (WHO, 1995 dalam Gibson 2005). Namun, perlu
diperhatikan penggunaan IMT pada anak atau remaja yang atletis karena akan
cenderung mengarah pada gizi lebih walaupun tidak terjadi penimbunan lemak
dalam tubuh (Leonberg, 2008).
Untuk anak-anak dan remaja yang berusia 2 sampai 19 tahun, IMT
ditempatkan dalam grafik IMT/U dan perlu diperhatikan sepanjang waktu karena
grafiknya yang terus mengalami perubahan berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Grafik pertumbuhan IMT/U tersebut merupakan sebuah skrinning dalam
menentukan anak yang mengalami gizi lebih atau beresiko mengalami gizi lebih
bahkan obesitas (Leonberg, 2008; CDC, 2000). Kelebihan IMT/U sebagai
skrining gizi lebih khususnya obesitas pada anak antara lain :
a. hasil pengukuran IMT/U konsisten dengan indeks IMT pada dewasa
sehingga IMT/U dapat digunakan mulai dari 2 tahun hingga dewasa (19
tahun)
b. IMT/U pada anak-anak dapat digunakan untuk memprediksi IMT pada
masa dewasa. Mereka yang mempunyai IMT/U tinggi berpotensi untuk
mempunyai IMT tinggi pada masa dewasa
c. IMT/U berkorelasi dengan resiko kesehatan seperti penyakit
kardiovaskular yang meliputi dislipidemia, peningkatan insulin dan
tekanan darah (Freedman et al, 1999 dalam CDC, 2000)
d. penggunaan IMT/U sebagai skrinning untuk obesitas sebanding dengan
penggunaan BB/TB dalam batas umur 3 sampai 5 tahun. Namun untuk
usia 6 sampai 19 tahun, IMT/U mempunyai ketepatan yang lebih bila
dibandingkan dengan BB/TB (Mei et al dalam CDC, 2000)
e. grafik IMT/U menggambarkan adiposity rebound, yaitu penurunan BMI
pada usia 1 tahun kemudian meningkat kembali pada usia 4 sampai 6
tahun, sedangkan BB/TB cenderung mengalami kenaikan yang statis.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
13
Universitas Indonesia
Perbedaan penggunaan BB/TB dan IMT/U diperlihatkan oleh gambar 2.1.
Sumber : Dietz (2002)
Gambar 2.1. Perbedaan Grafik Pertumbuhan BB/TB dan IMT/U
2.3.2 Klasifikasi Status Gizi pada Anak
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT/U menurut WHO berlaku untuk
usia 2 – 19 tahun. Klasifikasi tersebut ditunjukan oleh tabel 2.3.
Tabel 2 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks IMT/U
Cut of point Status Gizi Klasifikasi
IMT/U < -3 SD Gizi kurang
Severe Underweight
-3 SD ≤ IMT/U < -2 SD Underweight
-2 SD ≤ IMT/U ≤ 1 SD Normal -
1 SD < IMT/U ≤ 2 SD Gizi lebih
Overweight
IMT/U > 2 SD Obesitas
Sumber : WHO (2007)
2.4 Determinan Status Gizi Lebih
Status gizi merupakan hasil interaksi antara lingkungan dan genetik. Pada
umumnya, kedua faktor ini ada dalam menyebabkan status gizi lebih khususnya
obesitas.
2.4.1 Faktor Prenatal (Berat Lahir)
Masa kehamilan (prenatal) merupakan salah satu fase penentu
perkembangan anak menjadi gizi lebih. Lingkungan yang terbentuk dalam
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
14
Universitas Indonesia
kandungan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Hasil dari
proses pertumbuhan dan perkembangan janin tercermin dalam berat lahir.
Keadaan malnutrisi pada fase awal kehamilan berpotensi dalam
menyebabkan gizi lebih, khususnya obesitas pada kehidupan anak selanjutnya
(Barker dalam Parizkova, 2005). Indikator keberhasilan dalam proses kehamilan
(prenatal) dari pihak anak adalah usia gestational yang mencapai usia 37 minggu
dan berat lahir yang lebih dari 2500 gram. Lama usia kehamilan menentukan
kematangan pertumbuhan janin dan berat lahir anak (Wardlaw, 2002).
Faktor prenatal yang berperan dalam meningkatkan resiko gizi lebih
khususnya obesitas adalah berat lahir rendah. Menurut WHO, berat lahir rendah
adalah berat lahir yang kurang dari 2500 gram. Pada umumnya, bayi dengan berat
lahir rendah dipengaruhi oleh usia gestational dan perkembangan janin selama
fase prenatal. Usia gestational yang kurang dari 37 minggu disebut kelahiran
premature, sedangkan gangguan perkembangan janin pada masa prenatal atau
IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) akan berdampak bayi lahir dengan
keadaan SGA (small for gestational age), yaitu berat lahir ≤ 10 persentil untuk
usia gestational (Kramer, 2005 ; Brown, 2005). Indikator lain untuk IUGR adalah
kelahiran cukup bulan (37 minggu) namun dengan berat lahir yang kurang dari
2500 gram.
Sebuah studi di Jamaica memperlihatkan bahwa berat lahir rendah
berhubungan dengan kejadian stunting pada masa awal anak-anak yang memiliki
BMI rendah namun terdapat penumpukan lemak sentral (Walker, 2002).
Penelitian lain menunjukan bahwa anak dengan riwayat SGA mempunyai total
lemak dan lemak di bagian abdominal yang lebih tinggi pada usia 4 tahun bila
dibandingkan dengan anak dengan AGA/ Appropriate for Gestational Age
(Ibanez, 2006). Berat lahir rendah diprediksi menyebabkan tingginya persen
lemak tubuh pada usia 56 – 69 tahun di Finlandia (Yliharsila, et al., 2007).
Di sisi lain, berat lahir yang tinggi/ high birth weight (HBW) juga
berhubungan dengan kelebihan berat badan. Berat lahir tinggi (≥ 4000 gram) yang
berasal ibu dengan riwayat diabetes gestational berhubungan signifikan dengan
kelebihan berat badan pada usia 9 – 14 tahun. Setiap peningkatan 100 gram berat
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
15
Universitas Indonesia
lahir, meningkatkan resiko terhadap gizi lebih pada usia 7 tahun (Rossi and
Vasconcelos, 2010).
Baik berat lahir rendah (LBW)/ kurang dari 2500 gram dan berat lahir
tinggi (HBW)/ lebih dari 4000 gram berkontribusi terhadap peningkatan IMT,
namun HBW berhubungan dengan peningkatan jaringan bukan lemak sedangkan
LBW berhubungan dengan peningkatan jaringan lemak (Lopez, 2006).
2.4.2 Faktor Postnatal (Praktek pemberian ASI Eksklusif)
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Hal ini dikarenakan ASI
mengandung semua komponen zat gizi penting yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah yang tepat. ASI mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi
dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Tidak ada susu formula yang mampu
memenuhi kebutuhan zat gizi bayi secara tepat. Selain itu, ASI mengandung
protein yang relatif rendah bila dibandingkan dengan susu sapi dalam memenuhi
kebutuhan gizi bayi tanpa adanya kelebihan nitrogen. ASI memiliki perbandingan
antara whey dan casein yang sesuai untuk bayi yaitu 65:35. Komposisi ini
menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap daripada susu sapi (Depkes, 2001
dan Brown, 2005).
Hubungan antara ASI dan kejadian gizi lebih dipaparkan oleh beberapa
penelitian. Penelitian pertama yang membuktikan bahwa ASI mampu mengurangi
resiko gizi lebih adalah penelitian Krammer (Krammer dalam Singhal and
Lanigan, 2006). Penelitian serupa tentang hubungan antara ASI dan resiko gizi
lebih juga dipaparkan oleh Butte (2001), Armstrong and Reilly (2002) Rivers,
(2004) dan Gilman (2001) (Parizkova, 2005). Butte (2009) juga memaparkan
tentang hubungan antara durasi ASI dengan resiko gizi lebih melalui hubungan
yang berbanding terbalik.
ASI mengandung zat gizi yang tidak terdapat dalam susu formula seperti
asam lemak tidak jenuh rantai panjang (long-chain polysaturated fatty acid).
Selain itu, ASI juga mengandung serum leptin yang lebih tinggi dibandingkan
susu formula. Leptin merupakan sebuah hormon yang berperan penting dalam
regulasi asupan makanan, pengeluaran energi dan metabolisme tubuh (Ilcol,
2006). Konsumsi protein yang lebih dari 70% pada susu formula juga akan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
16
Universitas Indonesia
mempengaruhi kejadian gizi lebih pada masa dewasa melalui mekanisme
percepatan usia dalam mengalami adiposity rebound (Taylor dalam Singhal and
Lanigan, 2007).
BMI pada tahun pertama akan mengalami peningkatan kemudian
menurun. Pada permulaan usia 5 tahun, BMI akan kembali meningkat. Masa
dimana terjadi peningkatan BMI untuk kedua kalinya ini disebut adiposity
rebound. Pada masa remaja dan dewasa, BMI dan hasil pengukuran tebal lemak
menggunakan skinfold pada subscapular, secara signifikan lebih tinggi pada
mereka yang mengalami adiposity rebound lebih cepat yaitu sebelum 5,5 tahun
(Chacera dalam Dietz, 1994). Hal ini dikarenakan bayi yang mengkonsumsi ASI
mengalami pertumbuhan yang lebih lambat namun normal bila dibandingkan
dengan bayi yang mengkonsumsi susu formula (Ong, et. al., 2002 dan Kramer, et
al., 2004).
2.4.3 Karakteristik anak
2.4.3.1 Genetik
Penelitian pada kelahiran kembar menunjukkan bahwa genetik berperan
penting sebagai penyebab gizi lebih. Human Obesity Gene Map memaparkan
bahwa terdapat 240 gen yang mengatur regulasi asupan makanan, pengeluaran
energi, metabolisme lemak dan glukosa, perkembangan jaringan adiposa, dan
sebagainya (Rankinen, Zuberi and Changnon, 2006). Genetik nampak dalam
kecenderungan bahwa orangtua yang berstatus gizi lebih berhubungan dengan
kejadian status gizi lebih pada anak. Menurut penelitian Guillaume (1993)
menujukkan adanya hubungan yang kuat antara IMT orangtua dengan anak
(Parizkova and Hills, 2005). Bila salah satu orangtua mengalami obesitas maka
resiko anak untuk menjadi obesitas adalah 50%, sedangkan bila kedua orangtua
termasuk dalam kategori obesitas maka peluang anak untuk menjadi obesitas
adalah 80%.
2.4.3.2 Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan mempunyai kecenderungan yang berbeda untuk
berstatus gizi lebih. Anak laki-laki mempunyai kecenderungan lebih untuk
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
17
Universitas Indonesia
menjadi gizi lebih (overweight) dibandingkan dengan anak perempuan. Bagi
anak-anak usia sekolah dasar, orangtua sangat berperan dalam pola hidup anak,
termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Sehingga persepsi orangtua akan
mempengaruhi kehidupan anak, termasuk persepsi diri terhadap proporsi berat
dan tinggi badannya (body image). Persepsi anak terhadap body image akan
mempengaruhi perilaku makan, termasuk persepsi orangtua akan proporsi tubuh
anak juga akan mempengaruhi perilaku ibu dalam pola makan anak.
Prevalensi gizi lebih pada anak laki-laki dan perempuan usia sekolah
mengalami peningkatan selama 6 tahun. Berdasarkan data National Health and
Nutrition Examination Survey, terjadi peningkatan prevalensi gizi lebih pada anak
laki-laki dari 14% sampai 18%, sementara pada anak perempuan 13,8% sampai
16% (West, 2008). Penelitian Dupuy membuktikan bahwa laki-laki lebih
berpotensi untuk mengalami status gizi lebih dibandingkan dengan perempuan
(Dupuy, et. al., 2011).
Anak perempuan mempunyai perhatian yang lebih tentang diet dan berat
badan daripada anak laki-laki. Selain itu, anak perempuan mempunyai latar
belakang yang membuat mereka memperhatikan pola makan, seperti keluarga,
teman sebaya, dan lain-lain, dibandingkan dengan anak laki-laki (Phares, 2004).
Sebuah penelitian tentang persepsi orangtua tentang status gizi lebih (overweight)
anak, menunjukan bahwa orangtua yang mempunyai anak status gizi lebih
(overweight) cenderung untuk mengklasifikasikannya dalam status gizi normal.
Pada perempuan, akurasi orangtua dalam mengklasifikasikannya adalah 29%,
sementara pada orangtua dari anak laki-laki hanya 14% (West, 2008). Hal ini
dikarenakan perhatian orangtua terhadap berat badan anak perempuan cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga orangtua akan
mempengaruhi pola makan anak, baik dalam bentuk pembatasan, kontrol, dan
lain-lain (He and Evans, 2007).
2.4.4 Karakteristik keluarga
Keluarga merupakan faktor yang berperan penting dalam menentukan
status gizi anak, termasuk status gizi lebih dan obesitas. Pola konsumsi makanan
dibentuk sejak masa anak-anak di dalam keluarga yang akhirnya membentuk
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
18
Universitas Indonesia
perilaku makan anak hingga masa dewasa. Beberapa hal yang termasuk dalam
karakteristik keluarga yang menentukan pola konsumsi antara lain sosial ekonomi
dan karakteristik ibu seperti pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan pengetahuan gizi
ibu.
2.4.4.1 Sosial Ekonomi
Faktor determinan status gizi bervariasi pada setiap populasi, dengan
perbedaan latar belakang sosial dan budaya. Sosial ekonomi berdampak pada gaya
hidup individivu yang berpotensi mempengaruhi status gizi melalui gaya hidup
(Sakamoto, et. al., 2001). Pendapatan, tingkat pendidikan dan jabatan dalam
pekerjaan merupakan beberapa faktor yang telah digunakan untuk mengukur
tingkat sosial ekonomi (Sharma, 2008).
Sosial ekonomi berkorelasi positif dengan resiko status gizi lebih pada
negara berkembang seperti Indonesia, namun berkorelasi negatif pada negara
maju (Sakamoto et. al., 2001). Hal ini dibuktikan oleh penelitian di Pakistan dan
India pada negara berkembang, serta di USA sebagai negara maju (Mushtaq, et.
al., 2011; Tharkar, 2009; Ogden, 2010). Pada negara berkembang, prevalensi gizi
lebih pada sekolah swasta lebih tinggi dibandingkan sekolah pemerintah. Pada
negara berkembang, penurunan aktivitas fisik, peningkatan gaya hidup sedentary,
dan pola makan yang tidak sehat yaitu tinggi lemak jenuh dan gula merupakan
faktor resiko gizi lebih pada anak (Mushtaq, et. al., 2011). Sementara pada negara
maju, asupan energi yang tinggi serta kurangnya dukungan sosial merupakan
faktor resiko gizi lebih pada negara maju (Sakamoto et. al., 2001).
2.4.4.2 Pendidikan ibu
Menurut Soekirman (1985) dalam Wulandari (2011), tingkat pendidikan
orangtua akan berpengaruh terhadap status gizi anak karena diharapkan tingkat
pendidikan berbanding lurus dengan pengetahuan gizi. Menurut penelitian
Lamerz, et. al. (2005) terdapat hubungan antara pendidikan orangtua dengan
kejadian gizi lebih. Pendidikan orangtua, khususnya Ibu akan mempengaruhi
pemilihan menu makanan yang disediakan bagi keluarga. Ibu berperan penting
dalam menentukan jenis dan porsi makanan yang tersedia di rumah. Ibu
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
19
Universitas Indonesia
membentuk sikap dan perilaku anak dalam memilih makanan (Jackson, et al.,
2005).
Ibu yang berpendidikan rendah mempunyai akurasi persepsi yang lebih
rendah tentang status gizi lebih pada anaknya. Ibu yang berpendidikan rendah
kurang mampu mengidentifikasi anak yang berstatus gizi lebih, sehingga status
gizi lebih pada anak dikategorikan status gizi normal (Baughcum, 2000). Dari
hasil penelitian Baughcum pula, rendahnya pendidikan ibu merupakan faktor yang
meningkatkan odd ratio kemampuan ibu dalam mengklasifikasikan status gizi
lebih pada anak. Menurut Baughcum, anak yang berstatus gizi lebih berpeluang
lebih besar untuk menjadi obesitas pada ibu yang berpendidikan rendah.
2.4.4.3 Status pekerjaan ibu
Ibu yang bekerja tidak mempunyai banyak waktu di rumah. Hal ini
berdampak pada sedikitnya waktu yang dimiliki untuk menyiapkan makanan
sehingga ibu yang bekerja cenderung memilih membeli makanan di luar.
Makanan di luar rumah cenderung tinggi kalori dan lemak, khususnya lemak
jenuh, seperti makanan cepat saji (fast food). Makanan cepat saji cenderung tinggi
kalori namun rendah zat gizi mengingat proses persiapan yang sebagian besar
adalah digoreng (Anderson, et al., 2002). Selain itu, ibu yang tidak bekerja
mempunyai lebih banyak waktu untuk mengontrol dan memastikan pola hidup
yang meliputi asupan makanan, latihan fisik serta kebiasaan menonton TV anak
secara teratur dibandingkan ibu yang bekerja (Scholder, 2007).
Ibu yang bekerja juga berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarga
sehingga akan meningkatkan status sosial ekonomi pula. SES yang tinggi akan
mampengaruhi gaya hidup, termasuk asupan makanan dan uang saku anak
(Lamerz, 2005 dalam Scholder, 2007).
2.4.4.4 Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi anak untuk mengkonsumsi
makanan yang sehat maupun makanan yang tidak sehat. Orangtua, terutama ibu
sebagai role models, pengasuh dan penyedia makanan bagi anak, mempunyai
peranan yang sangat besar dalam membentuk pola makan anak.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
20
Universitas Indonesia
Pengetahuan merupakan domain yang berperan besar dalam membentuk
perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap sebuah objek tertentu melalui panca
indera manusia berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain.
Proses penerimaan perilaku baru/ adopsi perilaku yang melalui sebuah proses
yang didasari oleh pengetahuan, maka perilaku tersebut bersifat langgeng (long
lasting). Namun bila sebuah perilaku tidak didasari oleh pengetahuan maka
perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama. Hal ini dikarenakan perilaku
tersebut dilakukan karena mengetahui arti dan manfaat perilaku tersebut bagi diri
dan atau keluarganya (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan ibu tentang gizi akan mempengaruhi jenis dan cara
pemberian makanan kepada anak. Hal ini terkait pula dengan perilaku yang
memaksa anak untuk mengkonsumsi makanan sehat dengan mempersiapkan dan
memilih makanan yang sehat bagi keluarga (Clark, 2007). Pengetahuan ibu
tentang gizi juga tidak hanya terkait dengan pola makan pada masa sekarang
melainkan pola pemberian ASI dan MP ASI serta pola konsumsi pada masa
kehamilan yang nantinya akan berperan dalam perkembangan gizi lebih pada
anak.
Sikap menurut Campbell (1950) merupakan respon dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek sosial. Menurut Newcomb, sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan dari respon tertentu sehingga
belum merupakan suatu tindakan tetapi predisposisi tindakan tersebut
(Notoatmodjo, 2005). Sikap dapat berupa penilaian atau pendapat terhadap
stimulus atau objek terkait dengan masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Sikap
ini yang kemudian membawa kecenderungan untuk melakukan perilaku tertentu.
Sikap terhadap cara hidup sehat dan pencegahan dari kegemukan yang
dimiliki ibu membawa ibu pada kecenderungan ibu untuk bertindak demikian.
Sikap ini meliputi perhatian ibu terhadap berat badan anak dan resiko untuk
mengalami kegemukan, dan persepsi ibu terhadap tanggungjawab untuk
mengontrol perilaku makan anak. Persepsi akan tanggungjawab ini sebanding
dengan persepsi untuk membatasi perilaku makan anak dan menekan anak untuk
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
21
Universitas Indonesia
mengkonsumsi jenis dan porsi makan tertentu. Persepsi mengenai tanggungjawab
ibu untuk mengontrol perilaku makan anak ini berhubungan negatif dengan
kemampuan anak untuk mengatur perilaku makannya sendiri (Hood, et. al., 2000
dan Birch, 2000).
Tahapan selanjutnya setelah proses penilai terhadap apa diketahui maka
seseorang akan menerapkan apa yang dianggapnya baik atau disebut berperilaku
kesehatan. Dalam konteks ini, perilaku kesehatan meliputi pencegahan terhadap
gizi lebih dan pemeliharaan terhadap kesehatan anak. Perubahan perilaku
biasanya mengikuti tahapan pengetahuan (knowledge) – sikap (attitude) – praktik
(practice). Namun, beberapa keadaan menggambarkan perilaku yang positif
belum tentu diikuti oleh pengetahuan dan sikap yang positif pula (Notoatmodjo,
2007).
Perilaku yang berkaitan dengan pencegahan terhadap gizi lebih adalah
perilaku ibu dalam menyiapkan jenis dan jumlah makanan bagi anak dan
monitoring ibu terhadap jenis makanan yang tidak sehat pada anak. Perilaku ini
diukur dengan skala frekuensi yang diberikan oleh responden. Perilaku ini
sebanding dengan resiko gizi lebih pada anak (Hood, et. al., 2000).
2.4.5 Pola Konsumsi
Pola konsumsi akan mempengaruhi kejadian gizi lebih pada anak. Pola
konsumsi ini akan mempengaruhi asupan energi yang kemudian berpengaruh
dalam penumpukan cadangan energi dalam bentuk lemak bila terjadi
keseimbangan energi yang positif. Beberapa hal yang terkait dengan pola
konsumsi pada anak antara lain kebiasaan sarapan, konsumsi fast food dan
frekuensi makan besar.
Anak yang terbiasa melewatkan sarapan berpotensi menjadi gizi lebih.
Sarapan akan mempengaruhi konsumsi pada hari tersebut. Anak yang cenderung
tidak sarapan akan cenderung mengkonsumsi snack yang umumnya mempunyai
energi densitas yang relatif tinggi dan akan meluapkan rasa kelaparan pada saat
makan siang sehingga mereka akan makan dalam jumlah besar pada saat makan
siang. Anak yang melewatkan waktu makan berat badannya cenderung lebih berat
daripada mereka yang selalu sarapan. Selain itu, mereka juga cenderung
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
22
Universitas Indonesia
mempunyai pesentase lemak tubuh dan kadar kolesterol yang lebih tinggi (Berkey
et. al., 2003).
Pola makan yang sering melewatkan waktu sarapan akan berpengaruh
pada kebiasaan jajan (snack). Anak-anak yang mempunyai proporsi total energi
terbanyak dari jajanan / snack berhubungan dengan kejadian gizi lebih (Nicklas,
2003). Konsumsi snack akan berpengaruh terhadap pola makan yang tidak teratur
seperti penurunan frekuensi makan besar dan jarak waktu makan yang tidak
teratur. Selain itu, snack pada umumnya adalah makanan dengan densitas energi
yang tinggi yang akan berakibat pada keseimbangan energi positif yang
berpotensi menyebabkan peningkatan berat badan (Procter, 2007).
Hal yang serupa juga ditunjukkan pada kebiasaan konsumsi fast food.
Ketika anak-anak mengkonsumsi fast food, terjadi peningkatan energi asupan dan
proporsi lemak dalam diet. Beberapa penelitian menujukkan bahwa anak yang
mengkonsumsi fast food secara teratur sekitar 770 kkal/ hari akan berpotensi
mengalami peningkatan berat badan sebesar 2,7 kg/ tahun (Sharma, 2008).
Frekuensi makan besar setiap harinya juga meningkatkan resiko terhadap
kejadian gizi lebih pada anak-anak. Hal ini terkait dengan besarnya porsi makan
anak yang terbagi dalam beberapa kali makan. Porsi makan berhubungan positif
dengan IMT pada anak laki-laki pada usia 6-11 tahun (Huang, 2004 dalam
Sharma 2008).
Keseluruhan pola makan ini akhirnya saling berkorelasi dalam
menyebabkan obesitas pada anak-anak. Ketidakseimbangan energi secara umum
disebabkan oleh total kalori yang berlebih dari makanan. Total kalori ini berasal
dari karbohidrat, protein dan lemak. Total asupan energi yang melebih angka
kecukupan gizi bagi anak (AKG) dalam kurun waktu yang lama merupakan faktor
resiko perkembangan gizi lebih (Parizkova and Hills, 2005). Kelebihan asupan
karbohidrat dan protein akan disimpan dalam jaringan adipose seperti halnya
kelebihan lemak dalam tubuh (Guthrie, 1971).
2.4.6 Aktivitas fisik
Keseimbangan energi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu asupan energi dan
energi yang dikeluarkan. Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang mampu
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
23
Universitas Indonesia
mengurangi resiko gizi lebih dengan meningkatkan pengeluaran energi dan
meningkatkan percepatan metabolisme tubuh (Goran, 1999). Pada umumnya
mereka yang gizi lebih cenderung untuk kurang aktif bila dibandingkan dengan
mereka yang status gizi normal.
Perubahan pola aktivitas fisik mengalami perubahan seiring dengan
kemajuan teknologi. 75,5% anak-anak menghabiskan waktunya dengan menonton
TV atau bermain di depan komputer/ video games/ PS (Strauss, 2001). Kebiasaan
menonton TV lebih dari 2 jam/ hari berpotensi terhadap kejadian gizi lebih pada
anak-anak (Rapp, et. al., 2005; Dietz and Gortmaker, 2001). Kebiasaan menonton
TV berkontribusi terhadap penurunan tingkat aktivitas fisik, berpotensi terhadap
peningkatan asupan energi melalui konsumsi snack selama menonton dan paparan
iklan TV untuk mengkonsumsi makanan yang tidak sehat seperti fast food
(Procter, 2007).
Aktivitas fisik mampu mengurangi resiko gizi lebih dengan meningkatkan
pengeluaran energi. Departement of Health and Human Services (2007)
merekomendasikan anak untuk melakukan aktivitas fisik tingkat menengah
hingga tinggi minimal 60 menit setiap harinya. Lioret et al (2003) meneliti bahwa
level aktivitas sedentary mempunyai korelasi prositif dengan kejadian gizi lebih
pada seluruh tingkatan usia, khususnya pada usia 6-14 tahun. (Sharma, 2008)
2.5 Dampak Gizi Lebih pada Anak
Peningkatan kejadian gizi lebih pada anak akan diikuti oleh tingginya
prevalensi masalah kesehatan pada usia dewasa. Masalah kesehatan pada anak-
anak meningkat seiring dengan tingkat gizi lebih. Gizi lebih tidak hanya
berdampak pada masalah kesehatan melainkan pada gangguan psikososial dan
ekonomi.
2.5.1 Dampak kesehatan
Gizi lebih, khususnya obesitas pada anak berhubungan dengan
kecenderungan diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, sindrom metabolik, dan sleep
apnea (Huang, 2006). Dampak gizi lebih terhadap kesehatan akan semakin
bertambah nyata pada masa dewasa. Masalah kesehatan pada masa dewasa
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
24
Universitas Indonesia
sebagai dampak gizi lebih pada masa anak-anak antara lain diabetes mellitus tipe
2, resistensi insulin, hipertensi, dislipidemia, gangguan pernapasan, penyakit
jantung koroner, osteoartritis, dan asam urat (Goldstein, 2005). Selain itu, dampak
gizi lebih pada anak perempuan adalah menstruasi terlalu dini dan gangguan pada
siklus menstruasi. Menstruasi yang terlalu dini berkaitan dengan meningkatnya
resiko terhadap kanker payudara dan kanker sistem reproduksi pada wanita
(Butler, et. al., 2000). Menstruasi dini pada anak perempuan juga berrhubungan
dengan penyakit kardiovaskular dan kematian akibat penyakit tersebut
(Lakshman, et. al., 2009). Gangguan pada siklus menstruasi pada anak perempuan
yang berstatus gizi lebih berdampak tidak hanya pada masa remaja melainkan
juga pada masa dewasa (UCSF, 2012).
Dampak gizi lebih juga berakibat pada hambatan pertumbuhan pada masa
anak-anak. Anak dengan status gizi lebih berpotensi mengalami pubertas dini.
Anak yang mengalami pubertas dini pada akhirnya cenderung lebih pendek bila
dibandingkan dengan anak-anak yang mengalami pubertas normal, walaupun
pada awalnya mereka lebih tinggi. Selain itu, anak dengan status gizi lebih juga
beresiko mempunyai massa lemak yang lebih tinggi dibandingkan anak dengan
status gizi normal pada usia kronologis yang sama (Dietz, 1998).
2.5.2 Dampak psikososial
Anak dengan status gizi lebih, khususnya obesitas cenderung mendapat
pandangan negatif dari lingkungannya. Karakteristik negatif yang erat kaitannya
dengan anak yang obesitas adalah malas, bodoh, kotor, jelek dan lain-lain. Pada
Pandangan negatif semacam ini akan berdampak pada diskriminasi dalam
tingkatan usia selanjutnya. Dampak yang lebih jauh adalah kurangnya
kepercayaan diri pada anak yang obesitas dan ketidakpuasan terhadap dirinya. Hal
ini akan membawa pada pola makan yang tidak benar seperti anoreksia atau
bulimia (Dietz, 1998).
2.5.3 Dampak ekonomi
Peningkatan biaya kesehatan akan meningkat seiring dengan peningkatan
kejadian gizi lebih, khususnya obesitas pada anak-anak. Hal ini terkait dengan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
25
Universitas Indonesia
gangguan kesehatan yang merupakan dampak dari keadaan akumulasi lemak
berlebih pada tubuh. Gizi lebih pada anak berdampak gangguan kesehatan tidak
pada masa dewasa namun juga pada masa anak-anak, sehingga peningkatan
prevalensi gizi lebih khususnya obesitas anak akan berdampak pada peningkatan
biaya kesehatan pada masa anak-anak dan dewasa (Lobstein, 2004).
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
26
Universitas Indonesia
2.6 Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan penulis diperlihatkan oleh gambar 2.2.
Modifikasi : Sharma and Ickes (2008) ; Parizkova and Hills (2005)
Gambar 2.2 Kerangka Teori Determinan Gizi Lebih pada Anak
Variasi gen
etik
Gen
Riwayat kegemukan orangtua
Jenis kelamin
Umur
Ras
Perio
de satu
tahu
n
pertam
a kehid
up
an
Perkembangan janin
Berat lahir
Pertumbuhan pada
masa bayi
Praktek pemberian ASI
dan MP ASI
Pertambahan BB
selama kehamilan Lin
gkun
gan kelu
arga
Sosial Ekonomi
Pendidikan Orangtua
Pekerjaan Orangtua
Pengetahuan gizi
Pola Konsumsi
Aktivitas Fisik
Status gizi
lebih pada
anak P
erilaku
Mate
rnal
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
27
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori, penulis mengambil beberapa faktor yang
mempengaruhi kejadian obesitas pada anak antara lain karakteristik anak (jenis
kelamin), karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap
dan perilaku ibu terkait gizi lebih), faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal
(praktek pemberian ASI eksklusif), pola konsumsi (total energi asupan, asupan
karbohidrat, asupan protein, asupan lemak dan frekuensi konsumsi fast food), dan
aktivitas fisik.
Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian
Status
Gizi Lebih
pada anak
Karakteristik keluarga
Pendidikan ibu
Pekerjaan ibu
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ibu
Karakteristik anak
Jenis kelamin
Riwayat prenatal dan postnatal
Berat lahir
Praktek pemberian ASI Eksklusif
Pola konsumsi
Total asupan energi
Asupan karbohidrat
Asupan lemak
Asupan protein
Frekuensi konsumsi fast food
Aktivitas fisik
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
28
Universitas Indonesia
Berdasarkan kerangka teori, terdapat beberapa konsep yang tidak diteliti.
Karakteristik pada anak yang tidak diteliti adalah gen, riwayat kegemukan
orangtua, umur dan ras. Umur dan ras tidak diteliti karena dihomogenkan. Selain
itu, membutuhkan pengetahuan dan kompetensi khusus untuk meneliti gen
sehingga variabel gen tidak dapat diteliti. Sedangkan riwayat genetik yaitu
kegemukan pada orangtua juga tidak diteliti karena akses pengukuran tinggi dan
berat badan yang terbatas pada orangtua siswa. Selain itu, sosial ekonomi/
pendapatan tidak diteliti karena penelitian dilakukan pada sekolah swasta dengan
asumsi sosial ekonomi cenderung homogen menengah ke atas. Faktor lain yang
tidak diteliti terkait dengan keterbatasan peneliti untuk meneliti keadaan masa
lampau seperti perkembangan janin, pertumbuhan pada masa bayi serta
pertambahan berat badan selama kehamilan subjek penelitian.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
29
Universitas Indonesia
3.2 Definisi Operasional
No Varibel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Gizi lebih Kelebihan berat badan yang
berasal dari jaringan otot, tulang,
lemak, dan air. Ditandai dengan
IMT/U
Berat badan =
timbangan BB/
seca
Tinggi badan =
mikrotoa
Penimbangan
berat badan dan
pengukuran tinggi
badan
1. Gizi lebih (> 1 SD)
2. Tidak gizi lebih
(≤ 1 SD)
(WHO, 2007)
Ordinal
2 Jenis Kelamin Pernyataan responden mengenai
identitas diri anak berdasarkan
kriteria biologis yang dimiliki
untuk membedakan antara laki-
laki dan perempuan
Angket anak Pengisian angket
(anak)
1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
3. Pendidikan ibu Tingkat pendidikan formal
tertinggi yang telah diselesaikan
ibu berdasarkan kepemilikan surat
kelulusan dari lembaga tersebut.
Angket ibu Pengisian angket
(ibu)
1. Menengah (≤ SMA)
2. Tinggi (> SMA)
Ordinal
4 Pekerjaan ibu Aktivitas ibu di dalam maupun di
luar rumah dengan tujuan mencari
Angket ibu Pengisian angket
(ibu)
1. Bekerja
2. Tidak bekerja
Ordinal
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
30
Universitas Indonesia
nafkah (Anderson, 2002)
5 Pengetahuan gizi
ibu
Pemahaman ibu terhadap zat gizi
dan pola konsumsinya termasuk
pola hidup yang berhubungan
dengan status gizi lebih
Angket ibu Pengisian angket
(ibu)
1. Kurang (nilai < mean)
2. Baik (nilai ≥ mean)
Ordinal
6 Sikap ibu
terhadap gizi
lebih anak
Persepsi ibu tentang peran
orangtua dalam mengontrol dan
memonitoring pola makan anak,
khususnya dalam pembatasan
makanan tertentu yang berpotensi
menyebabkan gizi lebih dengan
memberikan persetujuan atas
pernyataan yang diberikan
Angket ibu Pengisian angket
(ibu)
1. Negatif (nilai < mean)
2. Positif (nilai ≥ mean)
Ordinal
7 Perilaku ibu Praktek ibu dalam mengatur jenis
dan porsi makan anak serta
monitoring terhadap perilaku
makan anak dengan memberikan
skala frekuensi atas pertanyaan
yang diberikan
Angket ibu Pengisian angket
(ibu)
1. Negatif (nilai < mean)
2. Positif (nilai ≥ mean)
Ordinal
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
31
Universitas Indonesia
8 Berat lahir Berat badan pada saat subyek
penelitian (anak) dilahirkan
menurut pengakuan ibu
Angket ibu Pengisian angket
(ibu)
1. < 2500 gram atau
>4000 gram (beresiko
gizi lebih)
2. 2500 – 4000 gram
(tidak beresiko gizi
lebih)
(Lopez, 2006)
Ordinal
9 Praktek
pemberian ASI
Eksklusif
Perilaku pemberian ASI selama 6
bulan pertama kehidupan tanpa
diberi makanan/ minuman lain
kepada subyek penelitian
Angket ibu Pengisian angket
(ibu)
1. < 6 bulan
2. ≥ 6 bulan
(Depkes, 2006)
Ordinal
10 Total asupan
energi
Keseluruhan jumlah energi hasil
konversi dari makanan yang
dikonsumsi selama 1 hari
Form recall 24
jam
Wawancara 1. Berlebih (>100%
AKG)
2. Tidak berlebih
(≤100% AKG)
(AKG, 2004)
Ordinal
11 Asupan
karbohidrat
Keseluruhan jumlah karbohidrat
hasil konversi dari makanan yang
Form recall 24
jam
Wawancara 1. Tinggi (>55% TE)
2. Normal (≤55% TE)
Ordinal
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
32
Universitas Indonesia
dikonsumsi selama 1 hari (AKG, 2004)
12 Asupan lemak Keseluruhan jumlah lemak hasil
konversi dari makanan yang
dikonsumsi selama 1 hari
Form recall 24
jam
Wawancara 1. Tinggi (>30% TE)
2. Normal (≤ 30% TE)
(AKG, 2004)
Ordinal
13 Asupan protein Keseluruhan jumlah protein hasil
konversi dari makanan yang
dikonsumsi selama 1 hari
Form recall 24
jam
Wawancara 1. Tinggi (> 50 gram)
2. Normal (≤ 50 gram)
(AKG, 2004)
Ordinal
14 Konsumsi fast
food
Kebiasaan mengkonsumsi fast
food dalam satu bulan terakhir
FFQ Pengisian angket
(anak)
Terbuka
……… kali
Ratio
15 Aktivitas fisik Kegiatan yang dilakukan setiap
hari dengan menggunakan
modifikasi kuesioner Baecke
Angket anak Mengisi angket
(anak)
Terbuka
……… poin
Ratio
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
33
Universitas Indonesia
3.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.3.1 Ada hubungan karakteristik anak (jenis kelamin) dengan status gizi lebih
pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
3.3.2 Ada hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan
gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) dengan status gizi lebih pada
siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
3.3.3 Ada hubungan faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek
pemberian ASI eksklusif) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012
3.3.4 Ada hubungan pola konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat,
lemak dan protein dalam diet serta frekuensi konsumsi fast food) dengan
status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
3.3.5 Ada perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi fast food yang signifikan pada
siswa-siswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih
di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
3.3.6 Bagaimana perbedaan rata-rata aktivitas fisik yang signifikan pada siswa-
siswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
34
Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitiaan
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan meneliti
variabel dependen dan independen pada waktu yang sama. Hasil dari penelitian
ini kemudian dianalisis, yaitu sebuah langkah untuk mencoba mencari hubungan
antar variabel dengan mengacu pada hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Mardiyuana Depok. Pemilihan SD swasta
sebagai tempat penelitian dikarenakan mayoritas anak didik di sekolah tersebut
berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah ke atas. Selain itu, lokasi
SD Mardiyuana yang berada pada pusat kota Depok, mempunyai paparan
terhadap faktor-faktor penyebab gizi lebih yang lebih besar. Hal ini
meningkatkan resiko terhadap kejadian gizi lebih pada siswa-siswi sekolah
tersebut. Pengumpulan data akan dilakukan pada bulan April dan Mei 2012.
4.3 Populasi, Sampel dan Responden Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SD Mardiyuana Depok
tahun 2012.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah siswa-siswi SD Mardiyuana Depok yang
memiliki kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Siswa kelas IV dan V
Pemilihan kelas IV dan V karena dianggap kelas IV dan V sudah mampu
diajak bekerja sama dalam pengumpulan data yang dibutuhkan oleh
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
35
Universitas Indonesia
peneliti, termasuk pengisian angket, wawancara dan menyampaikan
angket pada orangtua (ibu). Kelas IV tidak diikutsertakan dalam penelitian
karena sedang dalam masa persiapan menghadapi ujian nasional (UN).
b. Berstatus aktif sebagai siswa di SD Mardiyuana Depok
c. Hadir pada saat penelitian dilakukan
Sedangkan kriteria eksklusi yang diperlukan adalah mereka yang lahir dari
kehamilan kembar.
4.3.3 Responden
Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas IV dan V serta
ibu dari subyek penelitian.
4.3.4 Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang harus dipenuhi dalam penelitian ini mengacu pada
rumus dibawah ini :
Keterangan :
n = jumlah sampel
= derajat kemaknaan 95% (1,96) ; a = 0,05
Zi – = kekuatan uji = 95% (0,842)
Pi = proporsi anak gizi lebih yang beresiko pada penelitian sebelumnya
P2 = proporsi anak gizi lebih yang tidak beresiko pada penelitian sebelumnya
P = (Pi + P2)/ 2
Berdasarkan penghitungan sampel dengan rumus di atas yang diperoleh
dari proporsi penelitian sebelumnya, didapat hasil terbanyak adalah 78. Hasil ini
diperoleh dari proporsi anak gizi lebih dengan aktifitas fisik waktu senggang
kurang yaitu 40,8% sebagai Pi dan proporsi anak gizi lebih dengan aktifitas fisik
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
36
Universitas Indonesia
waktu senggang cukup yaitu 20,5% sebagai P2. Total sample dikali 2 menjadi 156
sehingga jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini berjumlah
156 responden. Tabel perhitungan jumlah sampel berdasarkan penelitian
sebelumnya ditunjukan oleh tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perhitungan Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya
Variabel Sumber Pi (%) P2 (%) n n x 2
Pengetahuan Ibu Lestari, 2008 50,0 20,5 38 76
Total asupan energi Putri, 2009 53,2 5,7 11 22
Asupan karbohidrat Putri, 2009 59 15,1 15 30
Asupan protein Putri, 2009 33,7 9,7 43 86
Asupan lemak Putri, 2009 45,2 12,9 28 56
Aktifitas fisik Putri, 2009 40,8 20,5 78 156
Konsumsi fast food Rahmawati, 2008 62,5 19,6 46 96
4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan kuota sampling.
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini mencakup data antropometri siswa-siswi
(tinggi badan dan berat badan) dan data yang diperoleh dengan melakukan
penyebaran angket meliputi data karakteristik anak (jenis kelamin),
karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan
perilaku ibu terkait gizi lebih), faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal
(praktek pemberian ASI eksklusif), pola konsumsi (total asupan energi,
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
37
Universitas Indonesia
asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein, frekuensi konsumsi fast
food) dan aktivitas fisik.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data siswa kelas IV dan V.
4.4.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Timbangan berat badan (seca) dan alat pengukur tinggi badan (mikrotoa)
b. Data identitas siswa-siswi
c. Angket untuk anak dan orangtua (ibu) yang berisi daftar pertanyaan
mengenai karakteristik anak, karakteristik keluarga, faktor prenatal dan
postnatal serta aktivitas fisik
d. Food recall 24 jam, FFQ dan food record
4.4.3 Cara Pengumpulan Data
Sebelum melakukan penelitian dan pengambilan data, dilakukan uji coba
angket dan uji validasi. Uji validasi dilakukan pada variabel pengetahuan gizi
untuk mengetahui apakah pertanyaan dalam angket mampu mengukur yang
hendak diukur. Uji validasi dilakukan pada 16 orang, yaitu minimal 10% dari
jumlah sampel minimal. Sedangkan tujuan dari uji coba angket ini adalah untuk
mengetahui kekurangan dalam angket yang akan disebar dan menjadi instrumen
dalam penelitian ini. Hal ini akan meminimalisir ketidakpahaman dalam pengisian
angket oleh responden yang akan berdampak pada hasil pengumpulan data yang
akan dianalisis. Dari hasil kegiatan ujicoba angket bila terdapat kekurangan maka
akan dilakukan perbaikan. Uji coba angket dilakukan di populasi yang sama
namun bukan sampel serta di lingkungan sekitar tempat tinggal peneliti dengan
jumlah 16 orang.
Proses pengambilan data dimulai dengan pengukuran tinggi dan berat
badan subyek penelitian secara bergantian sesuai dengan nomor absen.
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan mikrotoa, sedangkan penimbangan
berat badan dilakukan dengan timbangan digital yang kemudikan dikaliberasikan
ke ukuran seca. Pengambilan data antropometri ini dilakukan oleh 1 orang
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
38
Universitas Indonesia
mahasiswa program studi Gizi UI. Proses pengambilan data selanjutnya adalah
pengisian angket anak yang meliputi pertanyaan seputar aktivitas fisik dan
frekuensi konsumsi fast food dengan FFQ. Pengisian angket ini dipandu oleh 1
orang enumerator secara komunal. Selanjutnya dilakukan pengambilan data
konsumsi makanan dengan recall. Wawancara ini dibantu oleh 4-8 rekan peneliti
dari program studi Gizi UI dan bertempat di dalam kelas secara bergantian.
Selain angket anak, subyek penelitian juga diberikan angket orangtua (ibu)
yang akan dikumpulkan pada hari selanjutnya setelah waktu pembagian angket
tersebut. Pengembalian angket orangtua dilakukan dengan bantuan masing-
masing wali kelas untuk mengingatkan siswa yang lupa membawa angket
orangtua (ibu).
4.5 Pengolahan Data
Pengolahan data menggunakan software statistik dengan tahapan proses
pemeriksaan data dalam angket (editing), pemberian kode dalam setiap jawaban
di angket (coding), memasukan data ke dalam program untuk dianalisis lebih
lanjut (entry), memeriksa kembali data-data dengan tujuan mengetahui bila
terdapat kesalahan dalam proses pengolahan data sebelumnya (cleaning).
Pengolahan data variabel penelitian sebagai berikut.
4.5.1 Status gizi
Data status gizi berupa berat badan dan tinggi badan diolah menggunakan
software WHO AnthroPlus dengan menambahkan umur anak dengan
menggunakan data tanggal lahir anak dan tanggal pengambilan data. Dari data
berat badan, tinggi badan dan umur anak, maka diperoleh nilai z score. Nilai z
score ini kemudian dikelompokan menjadi status gizi lebih / > 1 SD (1) dan status
gizi tidak lebih / ≤ 1 SD (2).
4.5.2 Jenis kelamin
Jenis kelamin dikelompokan menjadi dua, yaitu laki-laki (1) dan
perempuan (2).
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
39
Universitas Indonesia
4.5.3 Karakteristik ibu
Karakteristik ibu dibagi menjadi pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan
gizi, sikap serta perilaku ibu tentang gizi lebih pada anak. Pendidikan ibu yang
tamat SD, SMP dan SMA atau yang sederajat dikelompokan menjadi kategori
pendidikan menengah (1) dan ibu dengan lulusan perguruan tinggi, yaitu diploma,
S1, S2 dan S3 dikelompokan menjadi kategori pendidikan tinggi (2). Sedangkan
untuk variabel pekerjaan, dikelompokan menjadi dua yaitu ibu dengan status
bekerja (1) dan tidak bekerja (2).
Sedangkan untuk pengetahuan gizi, menggunakan 15 pertanyaan dengan 6
pilihan jawaban, dimana 5 diantaranya jawaban benar dan 1 jawaban salah.
Sehingga total skor benar untuk setiap pertanyaan adalah 5 dan total skor
maksimal untuk variabel pengetahuan ibu adalah 75. Data dikelompokan menjadi
dua yaitu pengetahuan kurang bila kurang dari mean (1) dan pengetahuan cukup
bila lebih dari sama dengan mean (2).
Variabel sikap dan perilaku diukur dengan menggunakan modifikasi Child
Feeding Questionnaire (Birch, et. al., 2001). CFQ merupakan kuesioner untuk
mengukur sikap, kepercayaan dan kecenderungan orangtua dalam mengontrol
makan anak. CFQ terdiri dari tujuh bagian yaitu rasa tanggungjawab orangtua,
deskripsi tentang berat badan orangtua dan anak, perhatian orangtua terhadap
berat badan anak, pembatasan makan dan pemberian penekanan serta monitoring
terhadap perilaku makan anak. Sikap tentang pembatasan makan anak dengan
monitoring mempunyai korelasi tertinggi pada CFQ.
Skala sikap pembatasan makan anak diukur dengan pernyataan yang
diberikan oleh ibu dengan pemberian skor sangat tidak setuju (STS), tidak setuju
(TS), netral (N), setuju (S) dan sangat setuju (SS). Sedangkan skala perilaku
dikategorikan menjadi tidak pernah, jarang (mendekati satu kali dalam sebulan),
kadang-kadang (mendekati satu kali dalam seminggu), sering (mendekati tiga kali
dalam seminggu) dan selalu. Rentang skor adalah 1 – 5, skor 1 untuk jawaban
jarang dan 5 untuk jawaban sering. Kemudian dijumlahkan sehingga
menghasilkan skor keseluruhan untuk masing-masing variabel sikap dan perilaku.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
40
Universitas Indonesia
4.5.4 Prenatal (berat lahir) dan postnatal (ASI eksklusif)
Berat lahir dikelompokan menjadi dua, yaitu berat lahir <2500 gram atau
>4000 gram sebagai berat lahir beresiko gizi lebih (1) dan berat lahir 2500 sampai
4000 gram sebagai berat lahir tidak beresiko gizi lebih (2) (Lopez, 2006).
Sedangkan praktek pemberian ASI dibagi menjadi ASI Eksklusif bila jawaban
yang pertanyaan skrinning yang diajukan menggambarkan pemberian ASI tanpa
makanan dan minuman lain selama 6 bulan penuh (2) dan tidak ASI eksklusif bila
tidak memenuhi syarat tersebut (1).
4.5.5 Pola konsumsi
Penilaian asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak menggunakan
metode recall 24 jam. Secara kuantitatif, pewawancara menanyakan estimasi
ukuran bahan makanan dengan memberikan contoh ukuran tafsiran kepada
subyek penelitian kemudian menuliskannya dalam form food recall. Kemudian
jumlah kalori dan beratnya dihitung menggunakan nutrisurvey. Asupan total
energi dikelompokan menjadi berlebih bila >100% AKG (1) dan tidak berlebih
≤100% AKG. Asupan karbohidrat dikatakan tinggi bila >55% AKG (1) dan
normal bila ≤55% dari total energi berdasarkan AKG (2). Asupan lemak
dikatakan tinggi bila >30% (1) dan normal bila ≤30% dari total energi
berdasarkan AKG (2). Asupan protein dikelompokan tinggi bila > 50 gram (1)
dan normal bila ≤ 50 gram (2) menurut AKG (2004).
Pola konsumsi lain adalah frekuensi konsumsi fast food yang diukur
menggunakan FFQ. Pengolahan data dilakukan dengan menjumlahan keseluruhan
frekuensi konsumsi makanan yang terdapat di tabel FFQ setiap bulannya. Total
frekuensi dalam sebulan tersebut kemudian dianalisis secara terbuka.
4.5.6 Aktifitas fisik
Aktifitas fisik diukur menggunakan modifikasi kuesioner Baecke, et. al.
(1982). Jenis aktifitas fisik yang diukur adalah latihan fisik dan waktu luang, yang
masing-masing diukur melalui empat pertanyaan. Pada bagian pertanyaan
mengenai aktifitas olahraga, pengolahan juga menggunakan data METs (Jetté,
Sidney dan Blümchen, 1990). Pengolahan data dilakukan dengan menjumlahkan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
41
Universitas Indonesia
total indeks latihan fisik dan indeks waktu luang. Skor indeks latihan fisik dan
indeks waktu luang diperoleh melalui :
Tabel 4.2 Perhitungan Skor Aktifitas Fisik
Indeks Latihan Fisik
Skor = pertanyaan 1 + pertanyaan 2 + pertanyaan 3 + pertanyaan 4
Indeks Waktu Luang
Skor = (6 – pertanyaan 5) + pertanyaan 6 + pertanyaan 7 + pertanyaan 8
Total Skor Aktifitas Fisik
Skor Indeks Latihan Fisik + Skor Indeks Waktu Luang
Sumber : Florindo and Latorre (2003)
4.6 Analisis Data
4.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran dari setiap
variabel yang akan diteliti baik vaiabel dependen ataupun independen.
4.6.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dengan menggunakan chi-square. Bila nilai
P < 0,05 maka ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Sedangkan untuk
mengetahui perbedaan parameter dari kedua kelompok menggunakan uji
independent T-test. Bila nilai P < 0,05 maka terdapat perbedaan parameter antara
kedua kelompok. Variabel yang dianalisis menggunakan uji independent T-test
adalah variabel frekuensi konsumsi fast food dan aktivitas fisik.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
42 Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SD Mardiyuana merupakan salah satu SD swasta di Kota Depok. SD
Mardiyuana berdiri pada tahun 1960 dan beralamat di jalan Cempaka No 4
Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Visi SD Mardiyuana
adalah menjadikan siswa beriman, berpengetahuan, terampil, dan berbudi pekerti
luhur. Sedangkan misinya adalah menerapkan sistem belajar tuntas secara efektif,
kreatif dan menyenangkan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif,
psikomotor sesuai dengan perkembangan psikologis peserta didik. Tujuan dari
sekolah SD Mardiyuana itu sendiri adalah :
a. Terbentuknya pribadi dan perilaku peserta didik yang sesuai dengan nilai
kehidupan dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
b. Mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi perkembangan IPTEK
dalam era globalisasi
c. Mempersiapkan peserta didik agar mampu melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi
Kegiatan belajar mengajar di SD Mardiyuana berlangsung selama 5 hari
dalam seminggu dan dimulai pukul 07.00 WIB. Selain itu, jenis kegiatan
ekstrakurikuler SD Mardiyuana antara lain futsal, paduan suara Gereja, majalah
dinding, bridge, bahasa Inggris, drumband, volley ball, pramuka siaga, pramuka
penggalang, paskibra, melukis, menari, seni vocal, bahasa Mandarin, pembinaan
MIPA dan renang. Rata-rata uang SPP adalah Rp 200.000,00/ bulan. Besar dan
kecilnya SPP setiap bulan ditentukan oleh uang pangkal yang dibayarkan pada
awalnya.
Fasilitas yang dimiliki oleh SD Mardiyuana antara lain adalah :
a. Ruang kelas (20 kelas)
b. Ruang Kepala Sekolah
c. Ruang guru
d. Ruang administrasi/ TU
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
43
Universitas Indonesia
e. Ruang Lab Komputer
f. Kamar mandi/ WC guru
g. WC murid
h. Gudang
i. Ruang perpustakaan
j. Ruang kegiatan
k. Ruang doa
l. Ruang Lab IPA
m. Ruang Lab Bahasa
n. Ruang Multimedia
o. UKS
Jumlah tenaga kependidikan di SD Mardiyuana berjumlah 7 orang,
sementara tenaga guru meliputi 12 orang guru laki-laki dan 21 orang guru
perempuan. Sedangkan jumlah siswa pada tahun ajaran 2011/2012 ditunjukan
oleh tabel 5.1.
Tabel 5.1 Jumlah Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2011/ 2012
Tingkat
Kelas
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
I 84 68 152
II 82 83 165
III 74 73 147
IV 72 84 156
V 74 72 146
VI 73 63 136
Total 459 443 902
5.2 Analisis Univariat
Hasil penelitian diperoleh dari 168 responden yang mempunyai data
lengkap, meliputi angket anak, angket orangtua (ibu) dan recall 24 jam. Analisis
univariat digunakan untuk memberikan gambaran distribusi dan menjelaskan
karakteristik dari masing-masing variabel dependen dan independen.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
44
Universitas Indonesia
5.2.1 Status Gizi
Hasil penelitian dalam bentuk analis univariat status gizi meliputi berat
badan, tinggi badan, dan status gizi. Status gizi merupakan variabel dependen dari
penelitian ini. Distribusi berat badan dan tinggi badan serta distribusi responden
berdasarkan status gizi diperlihatkan oleh tabel 5.2 dan tabel 5.3.
Tabel 5.2 Distribusi Z Score IMT/U
Variabel Mean Min – Maks 95% CI
IMT/ U (z score) 0,62 ± 1,53 (-3,11) – 3,87 0,38 – 0,85
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi
Status Gizi Cut of Point Frekuensi Persentase
Severe underweight
Underweight
IMT/U < -3SD
-3SD ≤ IMT/U < -2SD
1
6
0,6
3,6
Normal -2SD ≤ IMT/U ≤ 1SD 88 52,4
Overweight 1SD <IMT/U ≤ 2SD 36 21,4
Obesitas IMT/U > 2SD 37 22,0
Sumber : WHO (2007)
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui hasil analisis univariat menunjukan bahwa
rata-rata z score IMT/U responden adalah 0,62 dengan standar deviasi 1,53. Nilai
z score IMT/U terkecil adalah -3,11, sementara nilai z score IMT/U terbesar
adalah 3,87, dengan 95% CI berada dalam rentang 0,38 sampai dengan 0,85. Data
ini digambarkan menjadi klasifikasi status gizi yang diperlihatkan oleh tabel 5.3.
Tabel 5.3 menggambarkan bahwa responden dengan severe underweight yaitu
0,6% (1 responden), underweight sebanyak 3,6% (6 responden) dan responden
dengan status gizi normal sebanyak 52,4% (88 responden). Sedangkan responden
dengan status gizi lebih yang tergolong overweight dan obesitas masing-masing
sebesar 21,4% (36 responden) dan 22,0% (37 responden).
Data status gizi pada tabel 5.3 kemudian dikategorikan menjadi status gizi
lebih dan tidak lebih. Status gizi lebih mencakup overweight dan obesitas,
sedangkan status gizi lebih mencakup status gizi kurang (severe underweight dan
underweight) serta status gizi normal. Distribusi responden berdasarkan status gizi
lebih diperlihatkan oleh tabel 5.4.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Lebih
Status Gizi Cut of Point Jumlah Persentase (%)
Gizi Lebih > 1 SD 73 43,5
Gizi Tidak Lebih ≤ 1 SD 95 56,5
Total 168 100,0
Sumber : WHO (2007)
Hasil analisis univariat variabel status gizi sebagai variabel dependen
berdasarkan tabel 5.4 diperoleh sebanyak 43,5% dari total responden (73
responden) berada dalam kategori gizi lebih, sedangkan 56,5% dari total
responden (95 responden) berada dalam kategori gizi tidak lebih.
5.2.2 Jenis Kelamin
Hasil analisis univariat dari variabel jenis kelamin sebagai salah satu
ditunjukan dalam tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Perempuan 88 52,4
Laki-laki 80 47,6
Total 168 100,0
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden perempuan adalah 52,4%
dari total responden (88 responden) sedangkan jumlah responden laki-laki adalah
47,6% dari total responden (80 responden).
Persentase jumlah responden perempuan ini bila dibandingkan dengan
total sampel perempuan yang memenuhi kriteria inklusi pada saat penelitian
berlangsung adalah 97,78%, sedangkan pada responden laki-laki adalah 88,89%.
Data dari 2,22% siswa perempuan dan 11,11% siswa laki-laki yang mengikuti
penelitian tidak dapat digunakan karena ketidaklengkapan data khususnya data
dari angket orangtua. Pengumpulan angket orangtua pada siswa laki-laki lebih
sulit dibandingkan pada siswa perempuan.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
46
Universitas Indonesia
5.2.3 Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga yang menjadi variabel independen penelitian
meliputi pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu, sikap dan perilaku
ibu terhadap kebiasaan makan anak.
Hasil analisis univariat dari variabel karakteristik keluarga ditunjukan oleh
tabel 5.6 dan 5.7. Tabel 5.6 memperlihatkan distribusi pendidikan ibu, sementara
tabel 5.7 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan pendidikan dan
pekerjaan ibu.
Tabel 5.6 Distribusi Pendidikan Ibu
Kategori Jumlah Persentase (%)
SD 1 0,6
SMP 4 2,4
SMA 45 26,8
Diploma 43 25,6
S1 65 38,7
S2 9 5,4
S3 1 0,6
Total 168 100
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan Ibu
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Pendidikan Ibu Menengah (≤ SMA) 50 29,8
Tinggi (> SMA) 118 70,2
Total 168 100
Pekerjaan Ibu Bekerja 73 43,5
Tidak bekerja 95 56,5
Total 168 100
Dari tabel 5.6 dan 5.7 diperoleh gambaran pendidikan ibu yaitu sebanyak
29,8% (50 responden) tingkat pendidikan ibu termasuk dalam kategori menengah
yang meliputi SMA, SMP dan SD, sementara 70,2% (118 responden) termasuk
dalam kategori tinggi yang meliputi Diploma, S1, S2 dan S3. Sedangkan
berdasarkan pekerjaan ibu, sebanyak 43,5% (73 responden) ibu tidak bekerja,
sementara 56,5% (95 responden) ibu bekerja.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Gambaran distribusi dari variabel karakteristik keluarga lain yang meliputi
pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ditunjukan dalam tabel 5.8.
Tabel 5.8 Distribusi Pengetahuan Gizi, Sikap dan Perilaku Ibu
Variabel Mean Min – Maks 95% CI Skewness
Pengetahuan 5,10 ± 2,05 1,87 – 9,87 4,78 – 5,41 0,131
Sikap 58,33 ± 6,26 35 – 73 57,38 – 59,29 -0,292
Perilaku 23,33 ± 3,82 8 – 30 22,75 – 23,92 -0,592
Distribusi data pengetahuan gizi ibu menunjukan bahwa nilai rata-rata
adalah 5,10 dengan standar deviasi 2,05. Nilai minimal dari variabel pengetahuan
gizi ibu adalah 1,87 sedangkan nilai maksimalnya adalah 9,87, dengan 95% CI
adalah 4,78 – 5,41. Sedangkan distribusi data sikap ibu terhadap pembatasan
makan anak menunjukan bahwa nilai rata-rata adalah 58,33 dengan standar
deviasi 6,26. Nilai minimal dari variabel sikap ibu terhadap pembatasan makan
anak adalah 35 sedangkan nilai maksimalnya adalah 73, dengan 95% CI adalah
57,38 – 59,29. Distribusi data perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak
menunjukan bahwa nilai rata-rata adalah 23,33 dengan standar deviasi 3,82. Nilai
minimal dari variabel perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak adalah 8
sedangkan nilai maksimalnya adalah 30, dengan 95% CI adalah 22,75 – 23,92.
Berdasarkan nilai skewness, diketahui bahwa distribusi data dari ketiga
variabel tersebut berbentuk normal sehingga kategori dari masing-masing variabel
menggunakan perhitungan nilai mean. Distribusi responden berdasarkan nilai
mean dari variabel pengetahuan gizi ibu, sikap ibu terhadap pembatasan makan
anak dan perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak ditunjukan dalam tabel 5.9.
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Pengetahuan
Gizi
Kurang (< mean) 81 48,2
Baik (≥ mean) 87 51,8
Sikap Negatif (< mean) 87 51,8
Positif (≥ mean) 81 48,2
Perilaku Negatif (< mean) 83 49,4
Positif (≥ mean) 85 50,6
Total 168 100
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Berdasarkan variabel pengetahuan gizi ibu, sebanyak 48,2% (81
responden) mempunyai pengetahuan gizi yang kurang, sedangkan 51,8% (87
responden) tergolong mempunyai pengetahuan gizi yang baik. Untuk variabel
sikap terdapat 51,8% ibu dengan sikap negatif dan 48,2% ibu dengan sikap
positif. Sedangkan variabel perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak,
sebanyak 49,4% (83 responden) tergolong mempunyai perilaku negatif sementara
50,6% (85 responden) mempunyai perilaku positif.
5.2.4 Faktor Prenatal (Berat Badan Lahir) dan Postnatal (Praktek
Pemberian ASI Eksklusif)
Distribusi berat badan lahir responden ditunjukan oleh tabel 5.10.
Tabel 5.10 Distribusi Berat Badan Lahir
Variabel Mean Min – Maks 95% CI
Berat Badan Lahir
(gram)
3220,30 ± 456 1250 – 4900 3150,84 – 3289,74
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa rata-rata berat badan lahir adalah
3220,30 gram dengan SD 456. Berat badan lahir terendah adalah 1250 gram,
sedangkan berat badan lahir terbesar adalah 4900 gram, dengan 95% CI adalah
3150,84 – 3289,74 gram. Berat badan lahir ini dikategorikan menjadi 2, yaitu
beresiko gizi lebih/ obesitas (<2500 atau >4000 gram) dan tidak beresiko gizi
lebih/ obesitas (2500 - 4000 gram).
Distribusi responden berdasarkan berat badan lahir dan pemberian ASI
Eksklusif ditunjukan oleh tabel 5.11.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
49
Universitas Indonesia
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Lahir
dan Pemberian ASI Eksklusif
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Berat Badan
Lahir
Beresiko gizi lebih
(<2500 atau >4000 g)
11 6,5
Tidak beresiko gizi lebih
(2500 - 4000 gram)
157 93,5
Total 168 100
Pemberian
ASI Eksklusif
Tidak ASI Eksklusif 129 76,8
ASI Eksklusif 39 23,2
Total 168 100
Dari tabel 5.11 diketahui bahwa 6,5% (11 responden) termasuk dalam
kategori beresiko gizi lebih yaitu dalam rentang berat badan lahir <2500 atau
>4000 gram, sedangkan 93,5% (157 responden) termasuk dalam kategori tidak
beresiko gizi lebih yaitu dalam rentang berat badan lahir 2500 – 4000 gram.
Berdasarkan pemberian ASI Eksklusif, sebanyak 76,8% (129 responden) tidak
mengalami ASI Eksklusif, sedangkan 23,2% (39 responden) mengalami ASI
Eksklusif.
5.2.5 Pola Konsumsi
Variabel independen yang termasuk dalam pola konsumsi adalah total
asupan energi, asupan karbohidrat (KH), asupan lemak (L), asupan protein (P) dan
frekuensi konsumsi fast food. Asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein
diperoleh dari recall 24 jam sedangkan fast food diperoleh dari FFQ konsumsi fast
food selama 1 bulan terakhir. Distribusi asupan digambarkan pada tabel 5.12.
Tabel 5.12 Distribusi Asupan Energi, Karbohidrat, Lemak dan Protein
Variabel Mean Min – Maks 95% CI
Energi (kkal) 2076,46 ± 598,23 580,2 – 4307,7 1985,3 – 2167,6
KH (gram) 247,48 ± 82,39 90,6 – 601,6 234,93 – 260
Lemak (gram) 93,61 ± 39,88 13,4 – 273 87,53 – 99,68
Protein (gram) 59,27 ± 18,64 14,7 – 129,9 56,43 – 62,11
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004, kalori yang diperlukan
untuk usia 10-12 tahun adalah 2050 kkal. Dari tabel 5.12 diketahui bahwa rata-
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
50
Universitas Indonesia
rata asupan energi adalah 2076,46 kkal dengan standar deviasi 598,23. Asupan
energi paling sedikit 580,2 kkal sedangkan asupan energi paling banyak adalah
4307,7 kkal, dengan CI 95% adalah 1985,3 – 2167,6 kkal.
Proporsi karbohidrat dalam asupan yang didasarkan atas gizi seimbang
adalah 50 – 55% total energi (TE). Sehingga proporsi karbohidrat dalam asupan
adalah 281,875 sampai 333,125 gram. Dari tabel 5.12 diketahui bahwa rata-rata
asupan karbohidrat 247,48 gram dengan standar deviasi 82,39. Asupan
karbohidrat yang paling sedikit adalah 90,6 gram, sedangkan asupan karbohidrat
tebanyak adalah 601,6 gram, dengan CI 95% adalah 234,4 – 260 gram.
Proporsi lemak maksimal adalah 30% total energi (TE) yaitu sekitar 75,16
gram berdasarkan kebutuhan energi AKG (2004). Berdasarkan tabel 13, rata-rata
asupan lemak responden adalah 93,61 gram dengan standar deviasi 39,88. Asupan
lemak yang paling sedikit adalah 13,4 gram dan paling tinggi adalah 273 gram
dengan CI 95% adalah 87,53 – 99,68 gram.
Sedangkan AKG (2004) untuk protein usia 10-12 tahun adalah 50 gram.
Rata-rata asupan protein adalah 59,27 gram berdasarkan tabel 13. Standar deviasi
adalah 18,64. Asupan protein yang paling rendah adalah 14,7 gram sementara
yang paling tinggi adalah 129,9 gram. Nilai CI 95% adalah 56,43 – 62,11 gram.
Distribusi responden berdasarkan asupan energi, karbohidrat, lemak dan
protein serta frekuensi konsumsi fast food ditunjukan oleh tabel 5.13.
Asupan energi dikelompokan menjadi dua kategori. Berdasarkan AKG
(2004), asupan energi bagi usia 10-12 tahun dikatakan berlebih bila lebih dari
2050 kkal. Berdasarkan tabel 5.14 diperoleh hasil 49,4% (83 responden) dengan
asupan energi berlebih, sementara 50,6% (85 responden) dengan asupan tidak
berlebih.
Asupan karbohidrat berlebih menurut adalah lebih dari 55% TE dengan
proporsi karbohidrat maksimal, yaitu 281,88 gram. Tabel 5.14 memperlihatkan
bahwa 29,17% (49 responden) dengan asupan karbohidrat tinggi dan 70,83% (119
responden) dengan asupan normal.
Asupan lemak berlebih bagi usia 10-12 tahun adalah diatas 30% total
energi yaitu 68,33 gram. Dari tabel 5.14, sebanyak 27,98% (47 responden)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
51
Universitas Indonesia
mempunyai asupan lemak yang tinggi sementara 72,02% (121 responden)
mempunyai asupan lemak normal.
Asupan protein dikatakan berlebih bila lebih dari 50 gram berdasarkan
AKG (2004) bagi usia 10-12 tahun. Terdapat 32,74% (55 responden) yang
mengkonsumsi protein dalam proporsi lebih dan 67,26% (113 responden)
mengkonsumsi protein normal.
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Zat Gizi Makro
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Asupan
Energi
Berlebih (> 100% AKG) 83 49,40
Tidak berlebih (≤ 100% AKG) 85 50,60
Total 168 100
Asupan
Karbohidrat
Tinggi (> 55% TE) 49 29,17
Normal (≤ 55% TE) 119 70,83
Total 168 100
Asupan
Lemak
Tinggi (> 30% TE) 47 27,98
Normal (≤ 30% TE) 121 72,02
Total 168 100
Asupan
Protein
Tinggi (> 50 gram) 55 32,74
Normal (≤ 50 gram) 113 67,26
Total 168 100
Sumber : AKG (2004)
Sedangkan untuk frekuensi konsumsi fast food, distribusi frekuensi
konsumsi fast food ditunjukan oleh tabel 5.14.
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast Food
Mean Min – Maks 95% CI Skewness
73,92 ± 0,62 3,00 – 339 64,43 – 83,41 1,303
Dari tabel 5.14 menunjukan bahwa rata-rata frekuensi konsumsi fast food
adalah 73,92 kali dalam sebulan untuk keseluruhan jenis fast food. Berdasarkan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
52
Universitas Indonesia
nilai Skewness, diketahui bahwa distribusi data dari variabel frekuensi konsumsi
fast food tersebut berbentuk normal.
5.2.6 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik diukur dengan menggunakan kuesioner Baecke. Distribusi
nilai perhitungan aktivitas fisik responden ditunjukan oleh tabel 5.15 sebagai
berikut.
Tabel 5.15 Distribusi Aktivitas Fisik
Variabel Mean Min – Maks 95% CI Skewness
Aktivitas fisik 6,17 ± 1,00 3,25 – 10,0 6,02 – 6,33 0,299
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa rata-rata nilai aktivitas fisik
responden adalah 6,17 dengan standar deviasi 1,00. Nilai terendah adalah 3,25
dan nilai tertinggi adalah 10,0 dengan 95% yaitu 6,02 - 6,33.
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara variabel dependen (status gizi lebih) dengan masing-masing variabel
independen.
5.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih
Tabel 5.16 memaparkan hasil analisa hubungan jenis kelamin dengan
status gizi lebih.
Tabel 5.16 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih
Jenis
Kelamin
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n %
Laki-laki 38 47,5 42 52,5 80 100 1,370
0,743 – 2,527
0,393
Perempuan 35 39,8 53 60,2 88 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
53
Universitas Indonesia
Dari total 43,5% responden yang berstatus gizi lebih, 47,5% (38
responden) merupakan siswa laki-laki sedangkan 39,8% (35 responden) adalah
siswa perempuan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan status gizi (P = 0,393). Siswa laki-laki mempunyai kecenderungan 1,370
kali berstatus gizi lebih daripada siswa perempuan.
5.3.2 Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Lebih
Karakteristik ibu yang menjadi variabel independen penelitian meliputi
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan pengetahuan gizi, sikap serta perilaku ibu.
a. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi lebih
Hasil analisa hubungan pendidikan ibu dengan status gizi lebih
diperlihatkan oleh tabel 5.17 sebagai berikut.
Tabel 5.17 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih
Pendidikan
Ibu
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
N % n % n %
Menengah
(≤ SMA) 22 44,0 28 56 50 100
1,032
0,530 – 2,011
1,000
Tinggi
(> SMA) 51 43,2 67 56,8 118 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Sebanyak 44% (22 responden) yang berstatus gizi lebih mempunyai ibu
dengan tingkat pendidikan SMA dan kurang dari SMA (kategori menengah).
Sementara 43,2% (51 responden) yang berstatus gizi lebih mempunyai ibu dengan
tingkat pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi (D3, S1, S2 dan S3). Tidak ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi lebih pada
anak (P = 1,000). Anak dari ibu yang mempunyai pendidikan menengah 1,032
kali berstatus gizi lebih.
b. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih
Hasil analisis statistik hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi lebih
ditunjukan oleh tabel 5.18.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Tabel 5.18 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih
Pekerjaan
Ibu
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n %
Bekerja 35 47,9 38 52,1 73 100 1,382
0,746 – 2,558
0,383
Tidak
Bekerja 38 40,0 57 60,0 95 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Dari 73 responden yang berstatus gizi lebih, 47,9% (35 responden)
mempunyai ibu yang bekerja dan 40,0% (38 responden) mempunyai ibu yang
tidak bekerja. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan
status gizi lebih pada anak (P = 0,383). Ibu yang bekerja cenderung mempunyai
anak berstatus gizi lebih 1,382 kali dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
c. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Lebih
Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih
diperlihatkan oleh tabel 5.19.
Tabel 5.19 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Lebih
Pengetahuan
Gizi Ibu
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n %
Kurang
(< mean)
36 44,4 45 55,6 81 100 1,081
0,587 – 1,991
0,925
Baik
(≥ mean)
37 42,5 50 57,5 87 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Ibu dengan pengetahuan gizi kurang pada anak yang berstatus gizi lebih
adalah 44,4% (36 responden) dan 42,5% (37 responden) ibu dengan pengetahuan
gizi baik. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan
gizi lebih pada anak (P = 0,925). Ibu yang bepengetahuan gizi kurang mempunyai
kecenderungan 1,081 kali untuk mempunyai anak dengan status gizi lebih.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
55
Universitas Indonesia
d. Hubungan sikap ibu dengan status gizi lebih
Sikap ibu yang diukur adalah sikap pembatasan makan anak. Hasil dari
analisis bivariat variabel sikap ibu dengan status gizi lebih digambarkan oleh tabel
5.20.
Tabel 5.20 Hubungan Sikap Ibu dengan Status Gizi Lebih
Sikap Ibu
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n %
Negatif
(< mean) 40 46,0 47 54,0 87 100
1,238
0,671 – 2,282
0,597
Positif
(≥ mean) 33 40,7 48 59,3 81 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Siswa yang berstatus gizi lebih pada ibu yang mempunyai nilai sikap
negatif adalah 46,0% dan 40,7% pada ibu yang mempunyai nilai sikap positif.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan status gizi lebih pada
anak (P = 0,597). Anak berstatus gizi lebih 1,238 kali lebih besar pada ibu yang
sikap negatif daripada ibu dengan sikap positif terhadap pembatasan makanan
anak.
e. Hubungan perilaku ibu dengan status gizi lebih
Perilaku ibu yang diukur adalah kontrol jenis dan porsi makan anak.
Hubungan perilaku ibu dengan status gizi lebih ditunjukan dalam tabel 5.21.
Tabel 5.21 Hubungan Perilaku Ibu dengan Status Gizi Lebih
Perilaku
Ibu
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n %
Negatif
(< mean)
46 55,4 37 44,6 83 100 2,671
1,424 – 5,010
0,003
Positif
(≥ mean)
27 31,8 58 68,2 85 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
56
Universitas Indonesia
Siswa yang berstatus gizi lebih pada ibu yang berperilaku negatif adalah
55,4% dan 31,8% pada ibu yang berperilaku positif terhadap monitoring makan
anak. Terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku ibu dengan status gizi
lebih pada anak (P = 0,003 ; OR = 2,671).
5.3.3 Hubungan Faktor Prenatal dan Postnatal dengan Status Gizi Lebih
Faktor prenatal dan postnatal yang menjadi variabel independen
penelitian meliputi berat badan lahir dan pemberian ASI Eksklusif.
a. Hubungan berat badan lahir dengan status gizi lebih
Hubungan antara berat badan lahir dengan status gizi lebih diperlihatkan
oleh tabel 5.22.
Tabel 5.22 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Lebih
Berat Badan
Lahir
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi
Lebih
Tidak
Gizi Lebih
n % n % n %
Beresiko
(<2500/ >4000 gr)
4 36,4 7 63,6 11 100 0,792
0,205 – 2,591
0,758
Tidak Beresiko
(2500–4000 gr)
69 43,9 88 56,1 157 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Anak berstatus gizi lebih yang lahir dengan berat badan beresiko gizi lebih
(<2500 atau >4000 gram) adalah 36,4% sementara yang lahir dengan berat lahir
cukup (2500 – 4000 gram) adalah 43,9%. Tidak ada hubungan yang bermakna
antara berat badan lahir dengan status gizi lebih (P = 0,758).
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
57
Universitas Indonesia
b. Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi lebih
Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi lebih ditunjukan
oleh tabel 5.23.
Tabel 5.23 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Lebih
Pemberian
ASI
Eksklusif
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n %
Tidak ASI
Eksklusif 55 42,6 74 57,4 129 100
0,867
0,424 – 1,781
0,838
ASI
Eksklusif 18 46,2 21 53,8 39 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Dari tabel 5.23 diketahui bahwa anak dengan status gizi lebih yang tidak
mendapat ASI Eksklusif sebesar 42,6% (55 responden) sedangkan 46,2% (18
responden) mendapat ASI Eksklusif. Tidak ada hubungan yang bermakna antara
ASI Eksklusif dengan status gizi lebih (P =0,838).
5.3.4 Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Lebih
Pola konsumsi meliputi total asupan energi, asupan karbohidrat, asupan
lemak, asupan protein dan frekuensi konsumsi fast food.
a. Hubungan total asupan energi dengan status gizi lebih
Hubungan antara total asupan energi dengan status gizi lebih ditunjukan
oleh tabel 5.24
Tabel 5.24 Hubungan Total Asupan Energi dengan Status Gizi Lebih
Total Asupan
Energi
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n % Berlebih
(> 100% AKG) 32 38,6 51 61,4 83 100 0,673
0,365 – 1,244
0,267
Tidak Berlebih
(≤ 100% AKG) 41 48,2 44 51,8 85 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
58
Universitas Indonesia
Tabel 5.24 memperlihatkan bahwa anak berstatus gizi lebih dengan asupan
energi berlebih adalah 38,6% (32 responden) sedangkan dengan asupan energi
tidak berlebih adalah 48,2% (41 responden). Hasil analisis menunjukan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara total asupan energi dengan status gizi
lebih (P = 0,267).
b. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih
Hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi lebih ditunjukan
oleh tabel 5.25.
Tabel 5.25 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih
Asupan KH Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n % Tinggi
(> 55% TE) 18 36,7 31 63,3 49 100 0,676
0,341 – 1,338
0,339
Normal
(≤ 55% TE) 55 46,2 64 53,8 119 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Asupan karbohidrat tinggi pada anak yang berstatus gizi lebih sebesar
36,7% (18 responden) sementara yang memiliki asupan karbohidrat yang normal
adalah 46,2% (55 responden). Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi lebih pada
anak (P = 0,676).
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
59
Universitas Indonesia
c. Hubungan asupan lemak dengan status gizi lebih
Hasil analisis statistik hubungan asupan lemak dengan status gizi lebih
ditunjukan oleh tabel 5.26.
Tabel 5.26 Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih
Asupan Lemak Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n % Tinggi
(> 30% TE) 25 53,2 22 46,8 47 100
1,728
0,876 – 3,408
0,157
Normal
(≤ 30% TE) 48 39,7 73 60,3 121 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Tabel 5.26 memperlihatkan bahwa anak berstatus gizi lebih yang asupan
lemaknya tinggi adalah 53,2% (25 responden) sedangkan yang asupan lemak
normal adalah 39,7% (48 responden). Hasil penelitian tidak menunjukan
hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan status gizi berlebih (P =
0,157). Anak dengan asupan lemak berlebih 1,728 kali berstatus gizi lebih
daripada anak dengan asupan tidak berlebih.
d. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lebih
Hubungan asupan protein dengan status gizi lebih diperlihatkan oleh tabel
5.27.
Tabel 5.27 Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lebih
Asupan
Protein
Status Gizi Total OR
95% CI
P
Gizi Lebih Tidak
Gizi Lebih
n % n % n % Tinggi
(> 50 gram) 32 58,2 23 41,8 55 100 2,443
1,264 – 4,722
0,012
Normal
(≤ 50 gram) 41 36,3 72 63,7 113 100
Total 73 43,5 95 56,5 168 100
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
60
Universitas Indonesia
Tabel 5.27 memperlihatkan bahwa anak yang berstatus gizi lebih dengan
asupan protein tinggi adalah 58,2% (32 responden) dan 36,3% (41 responden).
Ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi berlebih
pada anak (P = 0,012). Anak dengan asupan protein berlebih 2,443 kali berstatus
gizi lebih daripada anak dengan asupan tidak berlebih.
e. Hubungan frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi lebih
Hubungan frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi lebih
diperlihatkan oleh tabel 5.28.
Tabel 5.28 Hubungan Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih
Status Gizi Mean SE P n
Status gizi lebih 73,94 ± 69.03 8,08 0,997 73
Status gizi tidak lebih 73,90 ± 56,98 5,85 95
Tabel 5.28 memperlihatkan bahwa rata-rata frekuensi fast food anak yang
berstatus gizi lebih adalah 73,94 kali dengan standar deviasi 69,03. Sedangkan
rata-rata frekuensi fast food anak yang berstatus gizi tidak lebih adalah 73,90 kali
dengan standar deviasi 56,98. Hasil statistik menunjukan tidak ada perbedaan
rata-rata frekuensi fast food pada kedua kelompok (P = 0,997).
5.3.5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih
Hubungan antara aktivitas fisik yang diukur menggunakan kuesioner
Baecke dengan status gizi lebih diperlihatkan oleh tabel 5.29.
Tabel 5.29 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih
Status Gizi Mean SE P n
Status gizi lebih 6,13 ± 1,12 0,13 0,571 73
Status gizi tidak lebih 6,22 ± 0,92 0,95 95
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
61
Universitas Indonesia
Tabel 5.29 memperlihatkan bahwa memperlihatkan bahwa rata-rata
aktivitas fisik anak yang berstatus gizi lebih adalah 6,13 dengan standar deviasi
1,12. Sedangkan rata-rata aktivitas fisik anak yang berstatus gizi tidak lebih
adalah 6,22 dengan standar deviasi 0,92. Hasil statistik menunjukan tidak ada
perbedaan rata-rata aktivitas fisik pada kedua kelompok (P = 0,571).
5.4 Hubungan Karakteristik Anak, Karakteristik Ibu dan Faktor Lain
dengan Status Gizi Lebih
Hasil analisis bivariat keseluruhan variabel yang berhubungan dengan
status gizi lebih ditunjukan oleh tabel 5.30.
Tabel 5.30 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat
No Variabel Independen P
1 Jenis Kelamin 0,393
2 Pendidikan Ibu 1,000
3 Pekerjaan Ibu 0,383
4 Pengetahuan Gizi Ibu 0,952
5 Sikap Ibu 0,597
6 Perilaku Ibu 0,003*
7 Berat Lahir 0,860
8 ASI Eksklusif 0,838
9 Total Asupan Energi 0,267
10 Asupan Karbohidrat 0,339
11 Asupan Lemak 0,157
12 Asupan Protein 0,012*
13 Frekuensi Konsumsi Fast Food 0,997
14 Aktivitas Fisik 0,571
Keterangan :
* ada hubungan bermakna
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Status gizi lebih berhubungan dengan berbagai macam variabel. Dalam
penelitian ini peneliti tidak dapat meneliti seluruh variabel yang berhubungan
dengan status gizi lebih karena keterbatasan waktu dan biaya. Desain penelitian
cross sectional yang digunakan peneliti tidak dapat menggambarkan hubungan
sebab akibat, hanya menggambarkan hubungan atara variabel dependen dan
variabel independen.
Keterbatasan terkait dengan sampel penelitian adalah pelaksanaan
penelitian di bulan April – Mei 2012 menyebabkan kelas VI tidak dapat
diikutsertakan dalam penelitian karena sedang persiapan menghadapi UN.
Pemilihan kelas seharusnya random, namun karena keterbatasan waktu yang ada,
pemilihan kelas penelitian dipilih berdasarkan jadwal guru sehingga kelas yang
terpilih adalah kelas yang sedang tidak ada guru yang mengajar.
Keterbatasan dalam teknis pelaksanaan di lapangan adalah penilaian
konsumsi makanan hanya dapat menggunakan food recall 1x24 jam. Hal ini
dikarenakan padatnya jadwal di SD Mardiyuana sehingga hanya berkesempatan
satu kali pertemuan untuk setiap kelas. Food record yang diharapkan dapat
menilai konsumsi makanan di hari kedua ternyata tidak dapat digunakan karena
hasil food record yang mampu terkumpul adalah 90%. Sementara hasil food
record yang pengisiannya dilakukan dengan baik dan benar dengan tujuan
memberikan informasi asupan yang diinginkan serta telah disatukan dengan
angket anak dan orangtua sehingga menghasilkan data yang lengkap adalah
40,56%. Karena keterbatasan waktu pula, pengisian FFQ tidak dilakukan dengan
wawancara, melainkan pengisian terpandu.
Keterbatasan dalam hal kualitas data adalah terkait dengan angket ibu
variabel pengetahuan gizi. Karena pengisian dilakukan di rumah, peneliti tidak
dapat mengontrol pengisian angket khususnya variabel pengetahuan gizi ini.
Namun peneliti sudah meminimalisir hal tersebut dengan memberikan petunjuk
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
63
Universitas Indonesia
untuk tidak melihat referensi atau bertanya pada siapapun. Data masa lampau
seperti data berat lahir dan riwayat pemberian ASI Eksklusif juga menjadi
keterbatasan karena tidak menyertakan KMS atau bukti lain yang mampu
menggambarkan hal tersebut dan hanya mengandalkan ingatan ibu. Namun,
peneliti meminimalisir bias dengan memberikan petunjuk untuk menjawab
berdasarkan surat lahir.
6.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil 47,5% siswa laki-laki
berstatus gizi lebih, sedangkan siswa perempuan yang berstatus gizi lebih adalah
39,8%. Persentase siswa laki-laki lebih tinggi daripada siswa perempuan dalam
kaitannya dengan kejadian gizi lebih. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak
ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih, sementara OR = 1,370
menunjukan bahwa siswa laki-laki mempunyai kecenderungan 1,370 kali untuk
berstatus gizi lebih dibandingkan dengan siswa perempuan. Hasil yang sama juga
ditunjukan oleh penelitian Ikhsanuddin (2006) pada enam SD terpilih di kota
Cirebon.
Orangtua merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
mempengaruhi status gizi. Orangtua dari anak laki-laki tidak terlalu
memperhatikan berat badan anaknya daripada orangtua dari anak perempuan
(West, et al, 2008). Hal ini dikarenakan body image anak perempuan mendapat
perhatian lebih daripada anak laki-laki dari pihak orangtua (He and Evans, 2007).
Dari hasil penelitian He, orangtua anak laki-laki mempunyai kecenderungan dua
kali lebih besar untuk mengabaikan berat badan anak laki-lakinya dibandingkan
dengan anak perempuan. Hal ini akan mempengaruhi perilaku ibu dalam
mengontrol asupan makanan anak-anak.
6.3 Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Lebih
Karakteristik keluarga yang menjadi variabel independen dalam penelitian
ini meliputi pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan pengetahuan gizi, sikap dan
perilaku ibu.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
64
Universitas Indonesia
6.3.1 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa siswa berstatus gizi
lebih pada Ibu yang memiliki pendidikan lebih rendah atau sama dengan SMA
adalah 44%, sedangkan pada ibu yang berpendidikan tinggi (perguruan tinggi)
adalah 43,2%. Hasil ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu dengan status gizi lebih. Penelitian yang dilakukan oleh Prihatini
(2006) juga tidak mampu membuktikan hubungan antara pendidikan ibu dengan
status gizi lebih pada anak. Dengan pengelompokan data yang berbeda, hasil yang
serupa juga ditunjukan oleh penelitian Andriyani (2010) pada salah satu sekolah
swasta di Jakarta. Andriyani mengelompokan tingkat pendidikan ibu rendah bila
tamat SD dan SMP atau sederajat sebagai faktor resiko gizi lebih pada anak,
sedangkan tingkat pendidikan tinggi bila tamat SMA dan perguruan tinggi.
Dengan pengelompokan yang berbeda, penelitian Andriyani juga tidak mampu
membuktikan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi
lebih pada anak sekolah. Hasil yang sama juga ditunjukan oleh penelitian
Ikhsanuddin (2006) pada enam SD terpilih di kota Cirebon dengan
pengelompokan data yang sama dengan peneliti yaitu tingkat pendidikan ibu
rendah bila tamat SD, SMP dan SMA serta tinggi bila tamat perguruan tinggi.
OR menggambarkan bahwa anak dari ibu yang berpendidikan rendah
mempunyai peluang 1,032 kali untuk berstatus gizi lebih daripada anak dari ibu
yang berpendidikan tinggi. Pola kecenderungan ini juga diperlihatkan dalam
penelitian Baughcum (2000). Kecenderungan ini karena ibu dengan tingkat
pendidikan yang rendah cenderung tidak mampu memprediksi dan
mengklasifikasikan berat badan anak kedalam status gizi. Hal ini terkait pula
dengan pengetahuan, sikap dan akhirnya berdampak pada perilaku ibu terhadap
pola makan. Sementara itu, anak yang berstatus gizi lebih mempunyai peluang
lebih besar untuk menjadi obesitas pada ibu yang berpendidikan rendah
(Baughcum, 2000). Selain itu, pendidikan orangtua, khususnya Ibu akan
mempengaruhi pemilihan menu makanan yang disediakan bagi keluarga (Lamerz
et al., 2005)
Penelitian ini tidak mampu membuktikan adanya hubungan antara
pendidikan ibu dengan status gizi lebih anak dimungkinkan karena pada populasi
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
65
Universitas Indonesia
penelitian, ibu yang berpendidikan rendah telah terpapar dengan berbagai
informasi yang memberikan pengetahuan tentang gizi lebih dan obesitas pada
anak, baik dari media TV maupun dari sesama orangtua siswa yang lain. Dengan
meningkatnya kemudahan aksesbilitas informasi, ibu dengan tingkat pendidikan
rendah yang cerdik mendapatkan informasi yang cukup terkait gizi lebih dan
obesitas dari media elektronik di sekitar seperti TV, radio, dan lain-lain.
6.3.2 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa siswa berstatus
gizi lebih pada Ibu yang bekerja adalah 47,9%, sedangkan pada ibu yang tidak
bekerja adalah 40,0%. Hasil ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara
pekerjaan ibu dengan status gizi lebih. Anak berstatus gizi lebih 1,382 kali lebih
besar pada ibu yang bekerja daripada ibu yang tidak bekerja. Hasil yang serupa
ditunjukan oleh penelitian Andriyani (2010) dan Rahmawati (2010) yang tidak
mampu membuktikan adanya hubungan antara status kerja ibu dengan status gizi
lebih pada anak.
Status ibu yang bekerja akan mempengaruhi kejadian gizi lebih pada anak-
anak. Hal ini terkait dengan sedikitnya waktu yang dimiliki ibu untuk bersama
dengan keluarga. Ibu yang bekerja cenderung memilih makanan yang cepat saji
sebagai menu di dalam keluarga. Makanan cepat saji cenderung tinggi kalori
namun rendah zat gizi mengingat proses persiapan yang sebagian besar adalah
digoreng (Anderson, et al., 2002). Ibu yang bekerja juga tidak mempunyai banyak
waktu untuk mampu mengontrol gaya hidup anaknya yang meliputi aktivitas fisik
dan pola makan. Hal ini akan mengurangi porsi ibu dalam memonitoring anak
khususnya yang mengarah pada gizi lebih (Scholder, 2007). Selain itu, ibu yang
bekerja juga berperan dalam peningkatan sosial ekonomi keluarga yang
berpotensi menyebabkan gizi lebih pada anak (Lamerz, 2005 dalam Scholder,
2007).
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
66
Universitas Indonesia
6.3.3 Hubungan Pengetahuan Gizi, Sikap dan Perilaku Ibu dengan Status
Gizi Lebih
Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa berstatus gizi lebih pada ibu
yang berpengetahuan gizi kurang adalah 44,4%, sedangkan pada ibu yang
berpengetahuan gizi baik adalah 42,5%. Hasil ini menunjukan tidak ada hubungan
yang bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih pada anak (P
=0,925). Ibu dengan pengetahuan gizi kurang berpeluang 1,081 kali untuk
mempunyai anak dengan status gizi lebih.
Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih pada anak
pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Hervilia (2009), Ikhsanudin
(2007), Sari (2010) dan Andriyani (2010) yang menunjukan tidak adanya
hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan status gizi lebih pada
anak. Penelitian Hervilia (2009) dengan menggunakan desain penelitan kasus-
kontrol juga tidak mampu menunjukan adanya hubungan antara pengetahuan gizi
ibu dengan status gizi lebih pada anak. Andriyani (2010) dengan pengelompokan
data yang berbeda juga tidak mampu membuktikan adanya hubungan antara
pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih pada anak. Andriyani
mengelompokan data menjadi pengetahuan baik bila jawaban benar lebih sama
dengan 60% dari keseluruhan jumlah soal yaitu 20 buah, sedangkan pengetahuan
kurang bila kurang dari 60%. Sementara Sari (2010) juga mengelompokan
pengetahuan dalam kategori baik bila nilai benar lebih dari sama dengan 80% dari
keseluruhan jumlah soal. Hasil yang serupa juga ditunjukan oleh penelitian
Ikhsanuddin (2006) dengan pengelompokan data sama seperti yang dilakukan
oleh peneliti yaitu pengetahuan dikategorikan baik bila skoring dari jawaban
benar lebih dari sama dengan nilai mean, sedangkan pengetahuan dikategorikan
kurang bila nilai skoring dari jawaban benar kurang dari nilai mean.
Sikap yang diukur adalah sikap mengenai pembatasan perilaku makan
anak terhadap makanan yang tidak sehat dan berpotensi menyebabkan gizi lebih
pada anak. Pernyataan pada variabel sikap dimodifikasi dari CFQ (Child Feeding
Questionnairre). Pertanyaan mengenai sikap diukur dengan persetujuan ibu
mengenai pernyataan yang diberikan.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Siswa yang berstatus gizi lebih pada ibu yang mempunyai nilai sikap
negatif adalah 46,0% dan 40,7% pada ibu yang mempunyai nilai sikap positif.
Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu
dengan status gizi lebih pada anak. Anak berstatus gizi lebih 1,238 kali lebih besar
pada ibu yang mempunyai sikap negatif daripada ibu yang mempunyai sikap
positif. Hal ini serupa dengan penelitian Martono (1999).
Perilaku yang diukur adalah perilaku terkait monitoring dan kontrol
terhadap jenis dan jumlah makanan dengan memberikan skala frekuensi pada
pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan mengenai variabel perilaku juga
dimodifikasi dari CFQ (Child Feeding Questionnairre). Siswa yang berstatus gizi
lebih pada ibu yang tidak berperilaku positif adalah 55,4% dan 31,8% pada ibu
yang berperilaku positif terhadap pengaturan makan dan monitoring anak.
Terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku ibu dengan status gizi lebih
pada anak.
Perilaku makan adalah salah satu faktor yang berperan penting dalam
mempengaruhi status gizi terkait dengan keseimbangan energi. Perilaku makan
anak sangat dipengaruhi oleh orangtua. Pengetahuan merupakan landasan ibu
untuk berperilaku, khususnya dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah
atau mencegah gizi lebih pada anak. Pengetahuan ini kemudian menciptakan
pandangan yang terkadang disertai kecenderungan untuk bertindak, yaitu sikap.
Namun, berperilaku merupakan sebuah keputusan. Banyak faktor yang
mempengaruhi orang sehingga ia memutuskan untuk melakukan perilaku tertentu.
Hal ini menyebabkan perlu adanya faktor lain selain pengetahuan gizi hingga
akhirnya terbentuk sebuah perilaku (Healy, 2009).
Perilaku mempunyai hubungan langsung dengan status kesehatan,
sementara pengetahuan dan sikap merupakan faktor predisposisi (Notoatmodjo,
2007). Namun, secara keseluruhan, kecenderungan meningkat antara pengetahuan
gizi, sikap dan perilaku dalam berhubungan dengan gizi lebih. Hal ini
diperlihatkan oleh OR pengetahuan gizi, sikap dan perilaku semakin meningkat.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
68
Universitas Indonesia
6.4 Hubungan Faktor Prenatal dan Postnatal dengan Status Gizi Lebih
Faktor prenatal dan postnatal yang menjadi variabel independen
penelitian meliputi berat badan lahir dan pemberian ASI Eksklusif.
6.4.1 Hubungan Faktor Prenatal (Berat Badan Lahir) dengan Status Gizi
Lebih
Hasil penelitian menunjukan bahwa prevalensi siswa berstatus gizi lebih
yang mempunyai riwayat berat lahir kurang dari 2500 gram atau lebih dari sama
dengan 4000 gram (beresiko gizi lebih) adalah 36,4% dan 43,9% dengan berat
lahir 2500 sampai 4000 gram (tidak beresiko). Berdasarkan analisis statistik
diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir
dengan status gizi lebih. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Riyanti
(2002). Penelitian Riyanti memberikan hasil bermakna dengan OR 2,232. Namun,
penelitian Riyanti menggolongkan yang beresiko berstatus gizi lebih adalah pada
berat lahir di atas 3500 kg. Penelitian Abdiana (2010) juga mampu membuktikan
adanya hubungan antara berat lahir dengan status gizi lebih. Pada penelitiannya,
Abdiana cut of point yang digunakan Riyanti yaitu berat lahir > 3500 gram
sebagai faktor resiko gizi lebih. Abdiana memaparkan bahwa berat lahir
sebanding dengan status gizi pada usia anak pra sekolah. Penelitian lain di Cina
membuktikan bahwa berat lahir lebih dari 3000 gram merupakan faktor prediksi
gizi lebih pada usia pra sekolah (Zhang, et. al., 2009).
Berat lahir yang optimal (2500 sampai 4000 gram) mengurangi resiko
status gizi lebih, baik overweight maupun obesitas. Sementara itu, berat lahir lebih
dari 4000 gram dan kurang dari 2500 gram berkontribusi terhadap peningkatan
IMT. Peningkatan berat lahir sebanding dengan peningkatan resiko gizi lebih pada
anak (Reilly, 2005). Semakin tinggi berat lahir, maka semakin berhubungan
dengan peningkatan IMT atau gizi lebih. Kecenderungan berat lahir yang lebih
dari 4000 gram untuk berstatus gizi lebih dikarenakan terjadi peningkatan massa
jaringan tubuh. Di satu sisi, kecenderungan berat lahir yang kurang dari 2500
gram untuk berstatus gizi lebih karena terjadi peningkatan massa lemak dalam
tubuh (Lopez, 2006).
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
69
Universitas Indonesia
Hasil penelitian tidak membuktikan hubungan antara berat lahir dengan
status gizi lebih dimungkinkan karena adanya perbedaan cara dan alat ukur untuk
menentukan berat bayi baru lahir di setiap instansi atau sarana kesehatan. Selain
itu, penggunaan data masa lampau seperti berat badan lahir juga terkait dengan
ingatan orangtua (ibu) dalam memberikan data berat badan lahir anak. Perlu
adanya bukti berupa fotocopi surat keterangan lahir atau KMS anak untuk lebih
memastikan data berat badan lahir.
6.4.2 Hubungan Faktor Postnatal (Pemberian ASI Eksklusif) dengan Status
Gizi Lebih
Hasil penelitian menunjukan bahwa anak berstatus gizi lebih yang tidak
diberikan ASI eksklusif adalah 42,6% dan yang diberikan ASI eksklusif adalah
46,2%. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi lebih. Hasil penelitian ini tidak
mampu membuktikan hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan status
gizi dimungkinkan keterbatasan orangtua (ibu) dalam mengingat praktek
pemberian ASI Eksklusif pada beberapa tahun yang lalu.
Dengan kategori kedua variabel yang sama, hasil yang serupa ditunjukan
oleh penelitian Rahmawati (2010). Hasil penelitian Fitriarni (2012) terhadap data
Riskesdas 2010 juga tidak menunjukan hubungan yang bermakna antara konsumsi
ASI Eksklusif dengan gizi lebih. Penelitian lain di Swedia juga tidak mampu
membuktikan adanya hubungan antara ASI Eksklusif dengan status gizi lebih
pada anak (Huus, et. al., 2008).
Berbeda dengan hasil penelitian di atas, penelitian di Canada
membuktikan hubungan ASI Eksklusif selama 3 bulan dengan gizi lebih pada
anak (Twells dan Newhook, 2010). Hasil yang serupa dengan penelitian di
Canada adalah penelitian di Jerman. Hasil penelitian menunjukan pada anak
dengan ibu yang mempunyai riwayat diabetes gestational (GDM/ Gestational
Diabetes Mellitus), pemberian ASI selama 3 bulan menurunkan resiko terhadap
gizi lebih pada masa anak-anak (Schaefer-graf, et al., 2006).
ASI Eksklusif mampu mengurangi resiko gizi lebih (Krammer dalam
Singhal and Lanigan, 2006). Bayi yang mengkonsumsi ASI mengalami
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
70
Universitas Indonesia
pertumbuhan yang lebih lambat namun normal bila dibandingkan dengan bayi
yang mengkonsumsi susu formula (Ong, et. al, 2002 ; Kramer et. al., 2004).
ASI mengandung serum leptin yang lebih tinggi dibandingkan susu
formula. Leptin merupakan sebuah hormon yang berperan penting dalam regulasi
asupan makanan, pengeluaran energi dan metabolisme tubuh (Ilcol, 2006).
Konsumsi protein yang lebih dari 70% pada susu formula akan mempengaruhi
kejadian obestias pada masa dewasa melalui mekanisme percepatan usia dalam
mengalami adiposity rebound (Taylor dalam Singhal and Lanigan, 2007).
6.5 Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Lebih
Variabel independen yang termasuk dalam pola konsumsi adalah total
asupan energi, asupan karbohidrat (KH), asupan lemak (L), asupan protein (P) dan
frekuensi konsumsi fast food. Variabel ini dihitung dengan metode food recall 24
jam dan FFQ.
6.5.1 Hubungan Total Asupan Energi dengan Status Gizi Lebih
Siswa yang berstatus gizi lebih dengan asupan energi berlebih adalah
38,6% sedangkan dengan asupan tidak berlebih adalah 48,2%. Hasil uji statistik
menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara total energi asupan dengan
status gizi lebih. Penelitian Lestari (2008) dan Hervilia (2009) juga menunjukan
tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan status gizi lebih.
Kedua penelitian ini mengumpulkan data asupan dengan menggunakan recall 24
jam. Hasil ini berbeda dengan penelitian Putri (2009) yang mampu membuktikan
adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi lebih.
Total asupan energi merupakan faktor yang berperan dalam konsep
keseimbangan energi. Keseimbangan energi yang positif dalam jangka waktu
lama akan berpotensi menyebabkan gizi lebih. Bagi usia 10-12 tahun, kecukupan
perhari adalah 2050 kkal. Angka kecukupan ini memperhitungkan angka
metabolisme dasar dan aktivitas fisik untuk kelompok usia tersebut sehingga
diharapkan dapat diperoleh keseimbangan energi.
Pada penelitian ini tidak diperoleh hasil adanya hubungan yang bermakna
antara total asupan energi dengan status gizi lebih. Hal ini dimungkinkan karena
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
71
Universitas Indonesia
keterbatasan waktu yang ada sehingga recall hanya bisa dilakukan 1 hari sehingga
hasil perhitungan kurang mampu mencerminkan asupan yang sebenarnya. Selain
itu, adanya kecenderungan the flat slope syndrome dalam menyampaikan
informasi sebenarnya. Penggunaan cara penafsiran ukuran oleh pewawancara dan
tidak menggunakan food model memungkinkan ukuran bahan makanan yang
dituliskan dalam form food recall menjadi kurang tepat.
6.5.2 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih
Hasil penelitian menunjukkan 36,7% siswa yang berstatus gizi lebih
mempunyai asupan karbohidrat yang tinggi yaitu lebih dari 46,2%, sementara
20,2% mempunyai asupan karbohidrat yang normal. Hasil uji statistik
menunjukan tidak ada hubungan bermakna yang antara asupan karbohidrat
dengan status gizi lebih. Hasil yang serupa juga ditunjukan oleh penelitian Lestari
(2008) dan Hervilia (2009) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
asupan karbohidrat dengan status gizi lebih, namun kedua variabel ini
menunjukan hubungan yang positif. Hasil ini berbeda dengan penelitian Putri
(2009) yang mampu membuktikan adanya hubungan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi lebih. Putri mengkategorikan asupan karbohidrat menjadi dua
yaitu lebih (> 65% TE) dan normal (≤ 65% TE). Berbeda dengan peneliti yang
menggunakan kategori menurut lebih (> 55% TE) dan normal (≤ 55% AKG).
Selain itu, recall hanya dilakukan 1 hari. Hal ini menyebabkan hasil
penelitian asupan karbohidrat kurang mampu menggambarkan pola asupan
karbohidrat masing-masing individu. Kemungkinan lain adalah kecenderungan
flat slope syndrome yang terjadi pada subyek penelitian. Perbedaan dalam
mengestimasi ukuran bahan makanan antara anak dan pewawancara juga menjadi
faktor penghambat.
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro yang mempunyai peran
utama dalam menyediakan energi bagi tubuh. Setiap gramnya, karbohidrat
menghasilkan 4 kkal. Karbohidrat yang dikonsumsi akan menjadi glukosa dalam
darah yang bertujuan untuk suplai energi dan sebagian lagi akan disimpan sebagai
cadangan dalam bentuk glikogen. Bila karbohidrat dikonsumsi berlebihan, maka
akan menyebabkan gemuk karena kelebihan lain karbohidrat akan disimpan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
72
Universitas Indonesia
dalam jaringan lemak (Almatsier, 2004). Konsumsi karbohidrat lebih dari 55%
dari total energi berhubungan dengan peningkatan rasio lingkar pinggang panggul
dan lipatan lemak bawah kulit pada anak usia 5 – 11 tahun (Parizkova dan Hills,
2005).
6.5.3 Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih
Hasil penelitian menunjukan bahwa anak dengan status gizi lebih yang
mempunyai asupan lemak tinggi sebesar 53,2% sedangkan yang mempunyai
asupan lemak normal 39,7%. Hasil analisa menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan status gizi lebih. Anak
dengan asupan lemak tinggi mempunyai kecenderungan 1,728 kali berstatus gizi
lebih. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2008) dan Hervilia (2009) juga
menghasilkan hal yang sama yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara
asupan lemak dengan status gizi lebih. Hasil ini berbeda dengan penelitian Putri
(2009) yang mampu membuktikan adanya hubungan antara asupan lemak dengan
status gizi lebih.
Penggunaan instrument food recall yang hanya 1 hari memberikan
kemungkinan penelitian tidak menghasilkan hubungan yang bermakna. Selain itu,
flat slope syndrome dimungkinkan juga menjadi faktor yang menyebabkan hasil
ini tidak menghasilkan hubungan yang bermakna.
Lemak merupakan sumber energi paling padat. Hal ini dikarenakan setiap
1 gram lemak menghasilkan 9 kkal, berbeda dengan karbohidrat dan protein yang
hanya menghasilkan 4 kkal/ gram. Hal ini mengakibatkan lemak merupakan
cadangan energi tubuh paling besar. Cadangan ini berasal dari kelebihan salah
satu atau kombinasi zat gizi yaitu protein, karbohidrat dan lemak itu sendiri, yang
disimpan dalam jaringan adiposa (Almatsier, 2004). Konsumsi lemak dalam
makanan yang berlebihan dari kecukupan berhubungan dengan peningkatan
massa lemak tubuh yang ditandai dengan peningkatan tebal lipatan lemak bawah
kulit sub-skapula (Parizkova dan Hills, 2005).
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
73
Universitas Indonesia
6.5.4 Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lebih
Hasil penelitian menunjukan bahwa anak dengan gizi lebih yang
mempunyai asupan protein tinggi adalah 58,2% sedangkan yang mempunyai
asupan protein normal adalah 36,3%. Hasil P =0,012, mengindikasikan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi lebih. Hasil ini
sama dengan penelitian Putri (2009) yang mampu membuktikan adanya hubungan
antara asupan protein dengan status gizi lebih.
Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang mempunyai fungsi
khusus yaitu sebagai zat pembangun dan memelihara sel serta jaringan tubuh.
Selain itu, protein juga dapat menghasilkan energi karena menghasilkan 4 kkal
setiap gram. Konsumsi protein yang berlebihan, protein akan mengalami
deaminase yaitu pengeluaran gugus amino. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan
sisa ikatan karbonnya akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Hal
inilah yang menyebabkan konsumsi protein berlebihan berhubungan dengan
kegemukan (Almatsier, 2004).
6.5.5 Hubungan Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih
Data konsumsi fast food diperoleh dari FFQ yang pengisiannya dipandu
oleh enumerator. Makanan yang tergolong fast food antara lain pizza, hamburger,
fried chicken, french fries, spaghetti, pasta, nugget, sosis, donat, dan jenis
softdrink. Hasil analisa statistik menggunakan independent T test menunjukan
tidak ada perbedaan rata-rata pada kedua kelompok. Hasil penelitian ini serupa
dengan penelitian Dasmita (2007), Andriyani (2010) dan Prihatini (2006).
Hasil yang berbeda ditunjukan oleh penelitian Rahmawati (2010). Namun,
kategori yang digunakan oleh Rahmawati adalah sering (≥median) dan jarang
(<median). Selain itu, Rahmawati menggunakan FFQ selama 1 tahun, sehingga
pola konsumsi fast food lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya daripada
pola konsumsi fast food selama satu bulan terakhir. Hasil berbeda juga ditunjukan
oleh penelitian Wulandari (2011) dan Lestari (2008) yang mampu membuktikan
adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi fast food dengan gizi lebih.
Namun, Wulandari dan Lestari tidak menggunakan FFQ melainkan dengan
pertanyaan terbuka mengenai frekuensi fast food dalam satu minggu terakhir.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
74
Universitas Indonesia
Wulandari dan Lestari menggunakan kategori frekuensi yang sama dengan
kategori yang digunakan penulis yaitu sering (≥ 2x/ minggu) dan jarang (< 2x/
minggu). Sari (2010) juga menggunakan pertanyaan terbuka untuk menanyakan
frekuensi konsumsi fast food dan mengelompokan menjadi sering (> 3x/ minggu)
dan jarang bila (≤ 3x/ minggu). Penelitian Sari juga tidak dapat membuktikan
hubungan kedua variabel ini.
Konsumsi fast food berpotensi menyebabkan gizi lebih. Pada usia remaja,
konsumsi fast food berhubungan positif dengan peningkatan asupan total energi,
peningkatan proporsi energi dari lemak dan berhubungan negatif dengan
konsumsi buah dan sayur. Frekuensi konsumsi fast food berhubungan pula
dengan masalah kesehatan karena fast food sebagian besar mengandung lemak
jenuh, lemak trans, karbohidrat sederhana dan natrium (French, et. al., 2001)
Kandungan ini berhubungan dengan hipertensi, penyakit kardiovaskular dan
diabetes mellitus tipe 2 (WHO, 2003 dalam Grier, et. al., 2007).
6.6 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi
keseimbangan energi dalam tubuh. Dalam penelitian ini, aktivitas fisik diukur
dengan menggunakan kuesioner Baecke yang sebelumnya dilakukan uji coba
terhadap angket untuk mengetahui tingkat penerimaan anak-anak usia 10-12 tahun
terhadap pertanyaan yang diajukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan rata-rata aktivitas fisik anak yang berstatus gizi lebih dan yang
berstatus gizi tidak lebih.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Rahmawati (2010) yang
mengukur aktivitas fisik dengan melihat kegiatan sedentary yaitu kegiatan
menonton TV dan bermain games. Sedangkan, Andriyani (2010) dengan melihat
aktivitas fisik dengan pertanyaan tentang frekuensi berolahraga, nonton TV dan
waktu tidur, juga tidak mampu membuktikan hubungan yang signifikan.
Penelitian Putri (2009) dengan menggunakan kuesioner dari CLASS yang
kemudian dikelompokan berdasarkan nilai METs juga menunjukan tidak ada
hubungan yang bermakna antara dua variabel tersebut. Beberapa penelitian di atas
berbeda dengan penelitian Hervilia (2009) yang menunjukan adanya hubungan
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
75
Universitas Indonesia
bermakna antara aktivitas fisik dengan gizi lebih. Penelitan Hervilia ini
menggunakan desain studi kasus kontrol dengan pengelompokan berdasarkan
nilai METs.
Aktifitas fisik berperan dalam meningkatkan pengeluaran energi untuk
menghasilkan keseimbangan energi. Bila asupan yang berlebih tidak diimbangi
dengan aktifitas fisik yang cukup maka terjadi keseimbangan energi positif.
Keseimbangan energi positif yang berlangsung dalam waktu lama akan berperan
dalam menyebabkan status gizi lebih. Kebiasaan menonton TV pada usia 11-13
tahun juga berhubungan dengan status gizi lebih. Anak yang mempunyai
kebiasaan menonton TV lebih dari 4 jam setiap harinya, mempunyai lemak tubh
yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak menonton TV. Kebiasaan menonton
TV berhubungan dengan penurunan pengeluaran energi dan peningkatan asupan
makan sambil menonton TV. Maka dari itu, peningkatan aktifitas fisik dan
pengurangan perilaku sedentary menjadi salah satu faktor penting dalam
pemeliharaan berat badan pada masa anak-anak (Brown, 2005).
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
76
Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan status
gizi lebih dengan jenis kelamin, karakteristik ibu dan faktor lain di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012 diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Prevalensi gizi lebih di SD Mardiyuana Depok sebesar 43,5% berdasarkan
IMT/U
b. Terdapat hubungan perilaku ibu dengan status status gizi lebih pada siswa-
siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
c. Terdapat hubungan konsumsi protein dengan status status gizi lebih pada
siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
d. Tidak ada hubungan jenis kelamin dengan status gizi lebih di SD
Mardiyuana Depok tahun 2012
e. Tidak ada hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan
gizi, dan sikap ibu) dengan status gizi lebih di SD Mardiyuana Depok
tahun 2012
f. Tidak ada hubungan faktor prenatal (berat badan lahir) dan postnatal (ASI
Eksklusif) dengan status gizi lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
g. Tidak ada hubungan pola konsumsi (asupan energi, karbohidrat, dan
lemak) dengan status gizi lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
h. Tidak ada perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi fast food antara siswa
yang berstatus gizi lebih dan berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana
Depok tahun 2012
i. Tidak ada perbedaan rata-rata aktivitas fisik antara siswa yang berstatus
gizi lebih dan berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun
2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
77
Universitas Indonesia
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Sekolah
Melakukan pengukuran rutin tinggi dan berat badan siswa-siswi sebagai
kontrol terhadap status gizi. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh wali kelas dengan
bantuan dokter kecil yang ada di setiap kelas. Selain untuk melatih dan
memaksimalkan peran dokter kecil melalui kegiatan UKS, juga untuk memantau
status gizi siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok. Pemantauan ini dapat
menggunakan KMS anak sekolah. Selain itu, adanya pemantauan kantin sekolah
khususnya dalam penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang untuk
anak sekolah.
Selain itu, dapat dilakukan penyuluhan mengenai pemilihan makanan dan
jajanan yang sehat kepada siswa SD Mardiyuana serta dampaknya bila
mengkonsumsi makanan tidak sehat dalam jangka waktu yang lama. Hal ini
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada siswa SD
Mardiyuana khususnya untuk mengurangi proporsi gizi lebih di sekolah tersebut.
7.2.2 Bagi Orangtua
Memaksimalkan peran orangtua dalam memonitoring dan mengontrol pola
makan anak. Hal ini dikarenakan masa sekolah merupakan masa yang rentan
dalam membentuk perilaku makan, dan perilaku makan anak sangat dipengaruhi
oleh orangtua. Peran yang dapat dilakukan oleh orangtua antara lain :
a. membiasakan anak untuk membawa bekal makanan ke sekolah daripada
uang saku
b. membiasakan anak untuk sarapan sebelum berangkat sekolah untuk
meminimalisir kebiasaan jajan anak
c. selalu menyiapkan makanan sehat di rumah yang meliputi makanan pokok
(nasi, mie, jagung), sayur, lauk hewani dan nabati ketika anak berada di
rumah
d. untuk ibu yang bekerja, mengusahakan ketersediaan makanan di rumah di
keseluruhan hari (pagi, siang dan sore) dengan meminta bantuan kepada
asisten rumah tangga
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
78
Universitas Indonesia
7.2.3 Bagi Peneliti lain
Penggunaan instrument penelitian hendaknya lebih lengkap, seperti food
model untuk mengurangi bias pada data penelitian. Selain itu, perlu diperhatikan
bila menggunakan data masa lampau. Perlu adanya bukti berupa instrument untuk
membatu responden mengingat data tersebut. Perlu adanya penelitian dengan
analisis kuantitatif yaitu pengolahan dan analisis data numerik dalam kaitannya
dengan gizi lebih untuk memberikan gambaran hubungan variabel yang lebih
nyata.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abdiana. (2010). Hubungan Donasi Pemberian ASI dengan Kejadian Kegemukan
pada Anak Taman Kanak-Kanak di Wilayah Kerja Puskesmas Lubang Buaya
Kota Padang tahun 2012. Tesis. Program Studi Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok.
Anderson, Patricia M, Kristin F Butcher, Phillip B Levine. (2002). Maternal
Employment and Overweight Children. Journal Health Economics, volume
22, issue 3, May 2003, pg 477-504.
Andriyani, Fitri. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas
pada Anak Sekolah di SD Pelita Jakarta tahun 2010. Skripsi. Program
Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Baecke, JAH Burema J Frijters ER. (1982). A short questionnaire for the
measurement of habitual physical activity in epidemiological studies. Am J
Clin Nutr. 1982; 36: 936-942.
Barker, D. J. P. (2007). Obesity and Early Life. Obesity reviews 8 (Suppl. 1), pg 45–
49.
Baughcum, Amy E., Leigh A. Chamberlin, Cindy M. Deeks, Scott W. Powers and
Robert C. Whitaker. (2000). Maternal Perceptions of Overweight Preschool
Children. Pediatrics 2000;106;1380
Berkey, CS. et. al. (2003). Longitudinal Study of Skipping Breakfast and Weight
Change in Adolescent. International Journal of Obesity, 27, pg 1258–1260.
Birch, Leann L and Jennifer O Fisher. (2000). Mothers’ child-feeding practices
influence daughters’ eating and weight1–3. Am J Clin Nutr 2000;71:1054–
61.
Brown, Judith E. (2005). Nutrition Through the Life Cycle. USA : Thomson
Wadsworth.
Butte, Nancy F. (2009). Impact of Infant Feeding Practices on Childhood Obesity.
Journal of Nutrition 139 : pg 412s-416s.
Butler, et. al. (2000). Menstrual risk factors and early-onset breast cancer. Cancer
Causes and Control Volume 11, Number 5 (2000), 451-458
CDC . (2000). Using the BMI-for-Age Growth Charts
http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/growthcharts/training/modules/module1/te
xt/module1print.pdf (6 Maret 2012, 19:49 WIB)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
81
Universitas Indonesia
CDC . (2000). Overweight Children and Adolescents: Recommendations to
Screen, Assess and Manage.
http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/growthcharts/training/modules/module3/te
xt/module3print.pdf (10 Maret 2012, 03:52 WIB)
_____ . (2011). Basics about Childhood Obesity.
http://www.cdc.gov/obesity/childhood/basics.html/ (5 Maret 2012, 22:52
WIB)
Charney, Pamela (ed). (2009). ADA Pocket Guide to Nutrition Assessment 2nd
edition. New York : ADA.
Cheng, T. O. (2004). Obesity in Chinese Children. Journal of the Royal Society of
Medicine.
Clark, E. Goyder, P. Bissell, L. Blank, J. Peters. (2007). How do parents' child-
feeding behaviours influence child weight? Implications for childhood
obesity policy. J Public Health (2007) 29 (2): 132-141.
Dasmita, Tristyati. (2007). Hubungan Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Daya Beli
Keluarga dengan Kejadian Obesitas Anak Sekolah Dasar Swasta
Marsudirini Jakarta Timur tahun 2007. Skripsi. Program Sarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Dehghan, Mahshid., Noori Akhtar-Danesh and Anwar T Merchant. (2005).
Childhood obesity, prevalence and prevention. Nutrition Journal 2005,
4:24 doi:10.1186/1475-2891-4-24
Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Depkes. (2001). Buku Panduan Manajemen Laktasi : Dit. Gizi Masyarakat.
http://gizi.depkes.go.id/asi/ (5 Maret 2012, 23:43 WIB)
Depkes. (2009). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS Provinsi DKI
Jakarta tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
_____. (2011). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS tahun 2010.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI :
Jakarta.
Dietz, William H. (1994). Critical Periods in Childhood for The Development of
Obesity. American Journal of Clinical Nutrition 59 : pg 955-959.
______. (1998). Health Consequences of Obesity in Youth: Childhood Predictors of
Adult Disease. Pediatrics 1998;101;518
______.(2000). Using the BMI-for-Age Growth Charts.
http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/growthcharts/training/modules/module1/te
xt/module1print.pdf
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Dietz, William H. and Steven L. Gortmaker. 2001. Preventing Obesity in Children
and Adolescents. Annual Review of Public Health. Vol. 22: pg 337-353.
Dupuy M, Godeau E, Vignes C, Ahluwalia N. (2011). Socio-demographic and
lifestyle factors associated with overweight in a representative sample of 11-
15 year olds in France: results from the WHO-Collaborative Health
Behaviour in School-aged Children (HBSC) cross-sectional study. BMC
Public Health. 2011 Jun 7;11:442.
Firestone, Rebecca, et al. (2011). Child overweight and undernutrition in Thailand:
Is there an urban effect?. Journal of Social Science & Medicine 72 , pg 1420-
1428.
Fitriarni. (2012). Hubungan Konsumsi ASI Eksklusif dan Faktor lainnya dengan
Kejadian Kegemukan pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2010
(analisis data riskesdas 2010). Tesis. Program Sarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Florindo, Alex Antonio, Maria do Rosario Dias de Oliveira Latorre. (2003).
Validation and reliability of the Baecke questionnaire for the evaluation of
habitual physical activity in adult men. Rev Bras Med Esporte volume 9 no
3 Niterói May/June 2003
French, S. A., M Story, D Neumark-Sztainer, J A Fulkerson and P Hannan. (2001).
Fast food restaurant use among adolescents: associations with nutrient
intake, food choices and behavioral and psychosocial variables. December
2001, Volume 25, Number 12, Pages 1823-1833
Gibson, Rosalind S. (2005). Principles of Nutritional Assessment 2nd
edition. New
York : Oxford University Press.
Goldstein, D.J. (ed). (2005). The Management of Eating Disorders and Obesity, 2nd
edition. New Jersey : Humana Press Inc.
Goran, MI., KD Reynolds and CH Lindquis. (1999). Role of Physical Activity in the
Prevention of Obesity in Children. International Journal of Obesity 23, Suppl
3, S18±S3.
Grier, Sonya A. (2007). Fast-Food Marketing and Children’s Fast-Food
Consumption: Exploring Parents’ Influences in an Ethnically Diverse
Sample. Journal of Public Policy & Marketing 2007, American Marketing
Association, pg 221–235.
Gutbrie and Picciano. (1995). Human Nutrition. Missouri : Mosby.
Guthrie, Helen Andrews. (1971). Introductory Nutrition 2nd
edition. Mosby
Company : Saint Louis.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
83
Universitas Indonesia
He, Meizi and Anita Evans. (2007). Are parents aware that their children are
overweight or obese? Canadian Family Physician September 2007 vol. 53 no.
9 1493-1499
Healy, Yvonne. (2009). Nutritional Knowledge of Parents and the Packed Lunch
They Provide Their Children. Disertation. University of Chester.
http://chesterrep.openrepository.com/cdr/bitstream/10034/115250/1/yvonne%
20healy.pdf/ (1 Juni 2012, 20:19)
Hervilia, Dwirna. (2009). Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kegemukan Anak di TK
Mardiyuana Depok Tahun 2009. Skripsi. Program Sarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Hood, MY, et. al. (2000). Parental eating attitudes and the development of obesity in
children. The Framingham Children's Study. International Journal of Obesity
24, 1319±1325
Huus, Karina, Jonas F Ludvigsson, Karin Enskär and Johnny Ludvigsson. (2008).
Exclusive breastfeeding of Swedish children and its possible influence on the
development of obesity: a prospective cohort study. BMC Pediatrics 2008,
8:42 doi:10.1186/1471-2431-8-42
Ibanez, Lourdes et al. (2006). Early Development of Adiposity and Insulin Resistance
after Catch Up Weight Gain in Small-for-Gestational-Age Children. The
Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 91: pg 2153-2158.
Ikhsanudin, Iik. (2006). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan
Kesehatan serta Faktor-faktor Lain dengan Status Gizi Anak Sekolah Kelas
1-3 SD pada 6 Sekolah Dasar Terpilih di Kota Cirebon tahun 2006. Skripsi.
Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Depok.
Ilcol, Yesim Ozarda, Z. Banu Hizli, Tanju Ozkan. (2006). Leptin concentration in
breast milk and its relationship to duration of lactation and hormonal status.
International Breastfeeding Journal, 1:21
Jackson, D., Mannix J, Faga P, McDonald G. Overweight and obese children:
mothers' strategies. J Adv Nurs. 2005 Oct;52(1):6-13.
Jetté, M. K. Sidney, G. Blümchen. Metabolic equivalents (METS) in exercise testing,
exercise prescription, and evaluation of functional capacity. Clinical
Cardiology Volume 13, Issue 8, pages 555–565, August 1990
Kramer, Michael S. (2005). Maternal Nutrition and Adverse Pregnancy Outcomes :
Lesson from Epidemiology dalam Hornstra G, Uauy R, Yang X (eds): The
Impact of Maternal Nutrition on the Offspring. Nestlé Nutrition Workshop
Series Pediatric Program, vol 55, pp 1–15.
Kramer, MS et al. (2004). Feeding Effects on Growth during Infancy. Journal of
Pediatric 145: 600-6005.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Lakshman, Rajalakshmi, et. al. (2009). Early Age at Menarche Associated with
Cardiovascular Disease and Mortality. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism December 1, 2009 vol. 94 no. 12 4953-4960
Lamerz, A., et al. (2005). Social class, parental education, and obesity prevalence in
a study of six-year-old children in German. International Journal of Obesity
29, 373–38.
Leonberg, Beth L. (2008). ADA Pocket Guide to Pediatric Nutrition Assessment.
USA : American Dietetic Association.
Lestari, Dewanti Suri. (2008). Hubungan Antara Kebiasaan Makan dan Aktivitas
Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah di SD Islah Al Ma’ruf,
Cibubur, Jakarta Timur Tahun 2008. Skripsi. Program Sarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Lobstein, T., L. Baur and R. Uauy. (2004). Obesity in Children and Young People: A
Crisis in Public Health. Obesity Reviews 5 (Suppl. 1), pg 4–85.
Lopez, et. al. (2006). Obesity : Dietary and Developmental Influences. USA : Taylor
and Francis Group.
Martono, Sumaryadi. (1999). Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Tentang
Gizi Serta Karakteristik Ibu dan Anak dengan Status Gizi pada Anak Sekolah
Dasar di Kecamatan Kosambi Kab Dati II Tangerang Tahun 1999. Skripsi.
Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Depok.
Mushtaq, Muhammad Umair, et al. (2011). Prevalence and socioeconomic
correlates of overweight and obesity among Pakistani primary school
children. BMC Public Health.
Nicklas, Theresa A. Su-Jau Yang, Tom Baranowski, Issa Zakeri, Gerald Berenson,
MD. (2003). Eating Patterns and Obesity in Children: The Bogalusa Heart
Study. Research article. American Journal of Preventive Medicine volume 25,
issue 1, July 2003, pg 9-16.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta
“Nutritional status, module 2 Foods and Nutrition”
http://www.nios.ac.in/srsec321newE/321-E-Lesson-6.pdf
Ogden, Cynthia L., Molly M. Lamb, Margaret D. Carroll and Katherine M. Flegal.
(2010). Obesity and Socioeconomic Status in Children and Adolescents:
United States, 2005–2008. Centers for Disease Control and Prevention.
National Center for Health Statistics. National 6. Health and Nutrition
Examination Survey.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Ogden, Cynthia and Margaret Carroll. (2010). Prevalence of Obesity Among
Children and Adolescents: United States, Trends 1963–1965 Through 2007–
2008. Survey. NCHS : Division of Health and Nutrition Examination :
United States.
Ogden, C. L., Carroll, M. D., Kit, B.K., & Flegal, K. M. (2012). Prevalence of
obesity and trends in body mass index among U.S. children and adolescents,
1999-2010. Journal of the American Medical Association, 307(5), 483-490.
Ong, KKL et al. (2002). Size at Birth and Early Childhood Growth in Relation to
Maternal Smoking, Parity, and Infant Breastfeeding : Longitudinal Birth
Cohort Studi and Analysis. Pediatric Res 2002, 52 : 863-867.
Parizkova, Jana and Andrew Hills. (2005). Childhood Obesity. USA : CRC Press.
Phares, Vicky, Ari R. Steinberg and J. Kevin Thompson. (2004). Gender Differences
in Peer and Parental Influences: Body Image Disturbance, Self-Worth, and
Psychological Functioning in Preadolescent Children. Journal of Youth and
Adolescence Volume 33, Number 5, 421-429,
Prihatini, Ria. (2006). Hubungan antara Kebiasaan Jajan dan Pola Aktivitas Fisik
dan Pola Aktivitas Fisik serta Faktor-Faktor lainnya dengan Kejadian
Obesitas pada Siswa-Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu Darul Abidin
Depok tahun 2006. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Depok.
Procter, Kimberley L. (2007). The Etiology of Childhood Obesity: a Review.
Nutrition Research Reviews, 20, 29–4.
Putri, Anggraini. (2009). Hubungan antara Asupan Makanan, Aktivitas di Waktu
Senggang dan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih pada Anak-Anak di
SD Vianney Jakarta Barat Tahun 2009. Skripsi. Program Sarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Rahmawati, Dian. (2010). Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Pencegahan Gizi
Lebih pada Anak Pra-Sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) Islam Annajah
Jakarta Selatan tahun 2010. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Rankinen, et. al. (2000). The human obesity gene map: the 2005 update. Obesity
(Silver Spring). 2006 Apr;14(4):529-644.
Rapp, K., KH Schick, H Bode and SK Weilan. (2005). Type of kindergarten and
other potential determinants of overweight in pre-school children. Public
Health Nutrition: 8(6), 642–64.
Reinehr, Thomas, Michaela Kleber, Andre Michael Toschke. (2009). Small for
Gestational Age status in associated with Metabolic Syndrome in
Overweight Children. European Society of Endocrinology 160, pg 579-584.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Rossi, Camila Elizandra and Francisco de Assis Guedes de Vasconcelos. (2010).
Birth weight and obesity in children and adolescents: a systematic review.
Rev Bras Epidemiol 2010; 13(2): 1-13
Sakamoto et. al. (2001). A social epidemiologic study of obesity among preschool
children in Thailand. Paper. International Journal of Obesity 25, 389-394.
Sari, Dewi Kumala. (2010). Hubungan Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fizik dengan
Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul
Muttaqien Parung – Bogor tahun 2010. Skripsi. Program Sarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Schaefer-graf, et al. (2006). Association of Breast-feeding and Early Childhood
Overweight in Children From Mothers With Gestational Diabetes Mellitus.
Diabetes care, volume 29, number 5, May 2006 1105.
http://care.diabetesjournals.org/content/29/5/1105.full.pdf (22 Juni 2012,
10:51 WIB)
Scholder, Stephanie von Hinke Kessler. (2007). Maternal employment and
overweight children: does timing matter? HEDG Working Paper 07/12
http://www.york.ac.uk/res/herc/documents/wp/07_12.pdf (23 Maret 2012,
15:41 WIB)
Sharma, Manoj. (2008). Psychosocial Determinants of Childhood and Adolescent
Obesity. Journal of Social, Behavioral and Health Science vol 2 pages 33-49.
Singhal, A. and J. Lanigan. (2007). Breastfeeding, Early Growth and Later Obesity.
Journal of Compilation : The International Association for The Study of
Obesity. Obesity Review, 2007, 8 (suppl.1) pg 51-54.
Strauss, Richard S, Daria Rodzilsky, Gail Burack, Michelle Colin. (2001).
Psychosocial Correlates of Physical Activity in Healthy Children. Arch
Pediatr Adolesc Med. 2001;155:897-902.
“Tingkat Daya Beli Masyarakat Depok Tertinggi di Jabar”. (November 08, 2011)
http://www.depoknews.com/tingkat-daya-beli-masyarakat-depok-tertinggi-
di-jabar.html/ (5 Maret 2012, 20:45)
Tharkar, Shabana and Vijay Viswanathan. (2009). Impact of Socioeconomic Status
on Prevalence of Overweight and Obesity among Children and Adolescents
in Urban India. The Open Obesity Journal, 2009, 1, 9-14
Twells, L., L.A. Newhook. (2010). Can exclusive breastfeeding reduce the
likelihood of childhood obesity in some regions of Canada? Canada J Public
Health 2010;101(1):36-39.
UCSF Benioff Children's Hospital. (2012). Health Risks of Overweight Children.
http://www.ucsfbenioffchildrens.org/education/health_risks_for_overweight_
children/index.html (2 Juni 2012, 15:17 WIB)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
87
Universitas Indonesia
Walker, S.P. et al. (2002). The Effect of Birth Weight and Postnatal Linear Growth
Retardation on Body Mass Index, Fatness and Fat Distribution in Mid- and
Late Childhood. Public Health Nutrition, Jun ; 5 (3) : 391-6.
Wardlaw, Gordon M. and Margaret W. Kessel. (2002). Perspectives in Nutrition, 5th
edition. New York : McGraw-Hills.
West, Delia S. (2008). Parental Recognition of Overweight in Schoold-age Children.
Article. Nature Publishing Group.
http://www.nature.com/doifinder/10.1038/oby.2007.108/ (1 Juni 2012,
17:58)
WHO. (2012). BMI-for-age (5-19 years)
http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.html
(26 Februari 2012, 4:12 WIB)
WHO. (2012). Obesity and Overweight.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/index.html/
(26 Februari 2012, 3:05 WIB)
Wulandari, Erma Sophia. (2011). Hubungan antara Jenis Kelamin, Pola Konsumsi
Makanan, Aktivitas Fizik, Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi pada
Siswa Kelas 4 dan 5 di SD Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung tahun
2011. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok.
Yliharsila, H. et al. (2007). Birth Size, Adult Body Composition and Muscle Strength
in Later Life. International Journal of Obesity 2007, 31, pg 1392-1399.
Zhang X, et. al. (2009). High birth weight and overweight or obesity among Chinese
children 3-6 years old. Prev Med. 2009 Aug-Sep;49(2-3):172-8. Epub 2009
Jul 24.
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
KUESIONER PENELITIAN (ANAK)
Hubungan antara Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu
dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih
pada Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2012
Data Diri
Nama Lengkap :
Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
No Telp/ HP :
Pengukuran Status Gizi (diisi oleh petugas)
Tinggi badan :
Berat badan :
Hai adik-adik…
Saya Maria Immaculata Vinne Swastika, mahasiswa Gizi UI. Saya sedang melakukan penelitian tentang gizi lebih di SD Mardiyuana. Maka dari itu, saya mohon bantuan adik-adik untuk mengisi kuesioner saya ini. Tolong diisi sejujurnya yaa.. Terima kasih adik-adik…
Nomor Responden :
Kelas :
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Aktivitas Fisik 1. Apakah dalam setahun terakhir kamu berolahraga di luar jam
pelajaran olahraga sekolah? a. Tidak (lanjut ke pertanyaan no 3) b. Iya
2. Dari tabel di bawah ini, olahraga apa yang biasanya kamu lakukan dan berapa lama waktunya?
3. Bila dibandingkan dengan teman lain yang seusia dengan saya, aktivitas fisik saya di waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur) adalah … a. Jauh lebih banyak daripada teman lain b. Lebih banyak daripada teman lain c. Sama dengan teman lain d. Kurang dari teman lain e. Sangat kurang dari teman lain
4. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya … a. Sangat sering berkeringat b. Sering berkeringat c. Kadang-kadang berkeringat d. Jarang berkeringat e. Tidak pernah berkeringat
5. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya … a. Sangat sering berolahraga b. Sering berolahraga c. Kadang-kadang berolahraga d. Jarang berolahraga e. Tidak pernah berolahraga
6. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur),
saya menonton TV/ bermain video games/ bermain komputer/ internet. a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Sangat sering
No Jenis Olahraga
Frekuensi dalam
seminggu
Jumlah bulan yang diikuti
dalam setahun
Lama waktu setiap harinya
Contoh : Sepak bola
2 kali
4 bulan
45 menit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Aerobik Basket Kasti Sepak Bola Senam Taekwondo Bulu tangkis Lari/ Jogging Renang Futsal Drumband Lain-lain Sebutkan ____________ ____________ ____________
___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali
___ kali
___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan
___ bulan
___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam
___menit/ ___jam
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
7. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya berjalan-jalan. a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Sangat sering
8. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya bersepeda. a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Sangat sering
9. Berapa lama kamu bersepeda atau berjalan ke sekolah dan dari sekolah atau pergi berbelanja setiap harinya? a. Kurang dari 5 menit b. 5 sampai 15 menit c. 15 sampai 30 menit d. 30 sampai 45 menit e. Lebih dari 45 menit
Pola konsumsi Fast Food
No Jenis Makanan Frekuensi
Tidak pernah
__ kali/ hari
__ kali/ minggu
__ kali/ bulan
1 Pizza 2 Hamburger 3 Fried Chicken 4 French Fries 5 Spaghetti 6 Pasta 7 Nugget 8 Sosis 9 Donat 10 Softdrink (Fanta,
coca cola, sprite, dll)
11 Lain-lain :
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan antara Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu
dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih
pada Siswa SD Mardiyuana Depok
Tahun 2012
Yth. Ibu/ Wali dari siswa/ siswi _________________________
Salam sejahtera,
Saya Maria Immaculata Vinne Swastika, mahasiswa program studi Gizi
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya sedang melakukan penelitian
mengenai hubungan jenis kelamin, karakteristik ibu dan faktor lain dengan status gizi
lebih pada siswa SD Mardiyuana Depok tahun 2012. Penelitian ini merupakan tugas akhir
saya dalam menempuh pendidikan S1 Gizi.
Terkait dengan hal tersebut, dengan segenap kerendahan hati saya mengharapkan
kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Saya mohon Ibu untuk mengisi
lembaran kuesioner dengan benar dan jujur. Apapun jawaban Ibu tidak akan
mempengaruhi nilai anak di sekolah. Semua informasi yang Ibu berikan akan
dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Bila Ibu bersedia,
silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesediaan Ibu.
Atas perhatian dan kesediaan Ibu, kami mengucapkan terima kasih.
Depok, April 2012
Mengetahui, Hormat saya,
Kepala Sekolah SD Mardiyuana Depok Peneliti
Lukas Sudharta, Spd. Maria Immaculata Vinne S.
Menyetujui,
(_______________________)
Mohon kuesioner ini dikumpulkan pada hari __________, ________________ melalui
putra/ putri Ibu yang kemudian diserahkan pada wali kelas masing-masing.
Maria Immaculata Vinne Swastika
Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
(CP 085718081507/ 082123660767)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
A. Karakteristik Keluarga
Karakteristik Anak
Nama anak :
Tanggal lahir : ___/___/_______ (tanggal/bulan/tahun)
Jenis Kelamin : L/ P (coret yang tidak perlu)
Kelas : IV/ V – A/ B/ C/ D (coret yang tidak perlu)
Alamat tempat tinggal :
Telp rumah/ HP :
Karakteristik Ibu
Nama Ibu :
Pendidikan formal terakhir :
Pekerjaan :
Berat badan : _______ kg
Tinggi Badan : _______ cm
Karakteristik Ayah
Nama Ayah :
Pendidikan formal terakhir :
Pekerjaan :
Berat badan : _______ kg
Tinggi Badan : _______ cm
B. Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Status Gizi Lebih
Petunjuk umum :
Mohon diisi tanpa bantuan orang lain atau menggunakan referensi apapun.
Petunjuk : Lingkarilah jawaban yang menurut Ibu benar. Jawaban boleh lebih dari satu.
1. Pernyataan yang benar mengenai kegemukan dan obesitas adalah …
i. kelebihan kadar lemak di dalam tubuh
ii. kelebihan hasil konsumsi protein di dalam tubuh
iii. kelebihan hasil konsumsi karbohidrat di dalam tubuh
iv. kelebihan berat badan berdasarkan umurnya
v. kelebihan berat badan berdasarkan tinggi badannya
2. Anak sehat adalah anak yang memiliki ciri-ciri …
i. tidak mudah sakit
ii. berat badan sesuai dengan usianya
iii. berat badan sesuai dengan tinggi badannya
iv. tinggi dan berat badan sesuai dengan usianya
v. aktif dan lincah bergerak
3. Contoh menu makanan yang baik dan seimbang terdiri dari …
i. nasi, tahu, telur, sayur sawi, buah jeruk
ii. nasi, tempe, ayam, sayur kangkung, buah pisang
iii. nasi, tempe, ikan, sayur bayam, buah mangga
iv. nasi, tempe, telur, sayur sawi, buah pepaya
v. nasi, tahu, ikan, sayur kangkung, buah jeruk
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
4. Makanan di bawah ini yang merupakan makanan sumber karbohidrat adalah…
i. nasi
ii. mie
iii. kentang
iv. jagung
v. roti
5. Bahan makanan di bawah ini yang mengandung lemak dalam jumlah tinggi adalah …
i. ayam dengan kulit
ii. kornet sapi
iii kuning telur ayam
iv. daging bebek
v. kikil (kulit sapi)
6. Bahan makanan di bawah ini yang mengandung serat dalam jumlah tinggi adalah …
i. jambu biji
ii. daun singkong
iii. belimbing
iv. daun katuk
v. manggis
7. Bahan makanan di bawah ini yang merupakan sumber protein adalah …
i. tempe
ii. kacang tanah
iii. tahu
iv. daging ayam
v. ikan kembung
8. Bahan makanan yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit sehingga sebaiknya dikonsumsi
dalam jumlah yang sedikit pula adalah …
i. gula
ii. lemak
iii. garam
iv. minyak
v. mentega
9. Prinsip makan yang baik adalah …
i. makan tiga kali dalam sehari
ii. makan dengan berprinsip pada menu seimbang
iii. makan dengan porsi cukup dan tidak berlebihan
iv. makan makanan bervariasi/ berbeda setiap harinya
v. memenuhi zat gizi yang dibutuhkan tubuh
10. Penyebab kegemukan pada anak adalah …
i. sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak
ii. makan dalam jumlah yang besar setiap hari
iii. mempunyai kebiasaan jajan diantara waktu makan
iv. makan lebih dari tiga kali dalam sehari
v. mempunyai kebiasaan menonton TV setiap hari
11. Makanan yang mengandung berpotensi menyebabkan kegemukan pada anak adalah …
i. gorengan
ii. martabak manis keju
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
iii. es krim
iv. kentang goreng
v. fried chicken
12. Proses pengolahan makanan yang dapat mencegah kegemukan pada anak adalah …
i. bakar
ii. rebus
iii. kukus
iv. tumis
v. tim
13. Jenis kegiatan/ kebiasaan yang beresiko menyebabkan kegemukan pada anak adalah …
i. bermain video games setelah pulang sekolah
ii. tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler apapun baik di dalam maupun di luar sekolah
iii. menonton TV setiap pulang sekolah sampai malam hari
iv. sering bermain internet atau komputer di waktu luang
v. membaca komik sambil mendengarkan musik setiap pulang sekolah
14. Cara mencegah kegemukan pada anak adalah …
i. mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler
ii. mengijinkan anak bersepeda bersama teman
iii. meningkatkan konsumsi sayur dan buah pada makanan anak
iv. membatasi konsumsi cemilan/ jajanan anak
v. mengajak anak berolahraga secara teratur
15. Akibat yang ditimbulkan karena kegemukan pada masa anak-anak adalah …
i. penyakit diabetes mellitus pada masa dewasa
ii. penyakit jantung koroner dan stroke pada masa dewasa
iii. penyakit kanker pada masa dewasa
iv. gangguan pernapasan seperti kesulitan bernapas pada saat tidur
v. penurunan kepercayaan diri atau perasaan minder pada anak
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
B. Faktor Prenatal dan Postnatal
Petunjuk :
Pertanyaan di bawah ini merupakan pertanyaan mengenai berat dan panjang lahir serta praktek
pemberian ASI Eksklusif kepada putra/ putri Ibu yang duduk di bangku kelas IV atau V SD
Mardiyunana Depok tahun 2012
Terima kasih atas partisipasi Ibu
No Pertanyaaan Jawaban
1 Berdasarkan surat lahir atau menurut dokter/
bidan yang membantu persalinan, berapa berat
badan putra/putri Ibu waktu lahir?
__________ gram
2 Berdasarkan surat lahir atau menurut dokter/
bidan yang membantu persalinan, berapa
panjang badan putra/putri Ibu waktu lahir?
____________ cm
3 Apakah Ibu pernah menyusui atau memberikan
ASI (Air Susu Ibu) kepada putra/putri Ibu?
a. Pernah (lanjut ke no 4)
b. Tidak pernah (selesai)
4 Setelah melahirkan putra/putri Ibu, apakah ASI
ibu langsung keluar?
a. Ya (lanjut ke no 7)
b. Tidak (lanjut ke no 5)
5 Bila tidak, kapan ASI pertama kali keluar? a. ____ menit/ jam/ hari (lanjut ke no 6)
b. ASI tidak pernah keluar (selesai)
6 Sebelum ASI keluar, apakah putra/putri Ibu
diberikan makanan/ minuman lain?
a. Ya, yaitu________________(sebutkan)
b. Tidak
7 Selama tiga hari pertama setelah melahirkan,
makanan/ minuman apa saja yang diberikan
kepada putra/putri Ibu selain ASI?
a. Madu (selesai)
b. Air putih (selesai)
c. Susu formula (selesai)
d. Lain-lain, sebutkan________ (selesai)
e. Tidak diberikan makanan/ minuman
apapun selain ASI (lanjut no 8)
8 Sampai usia berapa putra/putri Ibu hanya
diberikan ASI saja tanpa makanan/ minuman
lain?
_____ hari/ minggu/ bulan/ tahun
(coret yang tidak perlu)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
FORM FOOD RECALL
Tanggal wawancara :
Nama Siswa :
Kelas / No Absen :
Waktu Menu Bahan Makanan URT Berat (gram)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Nama : Hari / Tanggal :
Nama Makanan Isi Makanan Berapa banyak yang kamu
makan
Waktu makan
Tempat makan Dengan siapa kamu
makan?
Contoh : Nasi uduk Susu
- Nasi - Telur dadar - Tempe orek - Mie goreng Susu Dancow coklat
2 centong 1 butir 1 sendok makan 1 sendok sayur 3 sendok makan (1 gelas)
6.30 6.30
Rumah Rumah
Sendiri Sendiri
Sebelum berangkat sekolah
Istirahat pertama di sekolah
Istirahat kedua di sekolah
Ayo tuliskan makanan/ minuman/ jajan/ camilan yang kamu konsumsi sehari ini yaa.. Hati-hati
jangan sampai terlewat… Selamat mengisi…
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Pulang sekolah (jajan di luar sekolah, makan di rumah, di tempat les, atau di sekolah)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
1 2 mean 1 2 mean
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
No NamaBerat Badan Tinggi badan
FORM PENGUKURAN BERAT BADAN DAN TINGGI BADAN
Kelas :
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012