Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan...

177

Transcript of Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan...

Page 1: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009
Page 2: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009
Page 3: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009
Page 4: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009
Page 5: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

v

RIWAYAT HIDUP

Rengga Bayu Widiprana, Jambi, 17 September 1984 anak dari Bapak

Tabroni Tajuddin (Alm) dan Ibu Susilawati. Menikah dengan Betha Berliana

Oktavianti, SE pada tahun 2013 dan telah dikarunia satu puteri, yaitu Axelea

Brillante Widiprana (3 tahun). SD sampai SMA di Kota Palembang, lulus SMA

Tahun 2002. Studi di Spesialisasi Kebendaharaan Negara Program Diploma III

Kebendaharaan Negara di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta

tahun 2002-2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Brawijaya Malang tahun 2009-2012. Pengalaman kerja sebagai Pegawai Negeri

Sipil pada Kementerian Keuangan tahun 2005-sekarang.

Malang, Agustus 2017

Penulis

Page 6: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnyakepada:

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, M.S. selaku Rektor Universitas Brawijaya.

Drs. Nurkholis, M.Bus (Acc)., Ph.D., Ak., CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomidan Bisnis Universitas Brawijaya.

Dr. Roekhudin, M.Si., Ak., CSRS., CA. selaku Ketua Program Magister AkuntansiFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Prof. Dr. Unti Ludigdo, M.Si., Ak., CA. selaku Ketua Komisi Pembimbing yangditengah-tengah kesibukannya sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Brawijaya, masih menyempatkan waktu untuk memberikandorongan, kritikan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

Dr. Rosidi, MM., Ak., CA. selaku Komisi Pembimbing yang telah membimbingdan memberikan kemudahan dalam penyelesaian tesis ini.

Imam Subekti, M.Si., Ph.D., Ak., CA. selaku penguji yang memberikan masukanyang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

Dr. Bambang Hariadi, M.Ec., Ak., CA. selaku penguji yang memberikan kritikandan saran yang sangat berharga dalam upaya penyempurnaan tesis ini.

Orang tua penulis, Ibu Susilawati, yang selalu melimpahkan kasih sayang,perhatian dan doa kepada penulis sehingga studi ini bisa terselesaikan denganbaik.

Istri tercinta penulis, Betha Berliana Oktavianti, beserta seluruh keluarga besaryang dengan penuh cinta selalu mendukung, mendorong dan memotivasi penulisuntuk senantiasa mencari ilmu dan harta yang berharga di dunia, yaitupendidikan.

Saudara penulis, kedua adikku, Aditya W.S. Yudisthira dan Bima K.W. AdiWicaksana yang menjadi semangat penulis untuk menjadi kakak yang terbaikdan penyelesaian tesis ini.

Kepala KPPN Malang, Bapak Susanto, dan Pjs. Kepala Seksi Verifikasi danAkuntansi, Bapak Marjanto yang telah memberikan kesempatan kepada penulisuntuk melaksanakan penelitian di KPPN Malang.

Page 7: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

vii

Para Informan di KPPN Malang yang telah berjasa dalam penyelesaian tesis ini:Bapak Slamet, Mas Ndaru, Mbak Afifah, dan Mbak Yuni.

Seluruh staf pengajar Program Studi Magister Akuntansi Pascasarjana FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang telah memberikan ilmunya yangbermanfaat kepada penulis.

Kawan-kawan STAR BPKP Batch V atas kekompakannya selama studi danbantuannya dalam memperlancar penulisan tesis ini.

Semua staf administrasi di Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Brawijaya.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selama initelah banyak memberikan dukungan kepada penulis.

Malang, Agustus 2017

Penulis

Page 8: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

viii

ABSTRAK

Rengga Bayu Widiprana, Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis UniversitasBrawijaya, 2017. Implementasi Kebijakan Akuntansi Pelaporan PemerintahBerbasis Akrual (Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Perbendaharaan NegaraMalang). Ketua Komisi Pembimbing: Unti Ludigdo. Anggota Komisi Pembimbing:Rosidi.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami langkah-langkah implementasikebijakan pelaporan berbasis akrual, pada LKPP-KPPN Malang, dengan "TeoriImplementasi Kebijakan" dari Edward III (1980), sebagai alat dalammenganalisis faktor pendukung dan penghambat implementasi. Penelitian inimenggunakan metode penelitian kualitatif dengan model penelitian studi kasus.Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPN Malang menerapkan PP No. 71Tahun 2010 dan PMK No.177/PMK.05/2015 sebagai kebijakan pokok pelaporanpemerintah berbasis akrual. Dalam implementasi kebijakan, KPPN Malangmelakukan langkah-langkah: persiapan, pelaksanaan, pengukuran danpelaporan. Faktor pendukung dalam implementasi berasal dari komunikasi dansumber daya finansial. Sedangkan sumber daya manusia, sumber dayaperalatan, disposisi dan struktur birokrasi perlu dievaluasi, karena berpotensimenghambat implementasi di KPPN Malang. Penelitian menunjukkan penerapanbasis akrual telah berjalan dengan baik, dari segi kelancaran proses rekonsiliasidan pemahaman basis akrual.

Kata Kunci : Basis Akrual, Implementasi Kebijakan, LKPP, KPPN, Teori EdwardIII.

Page 9: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

ix

ABSTRACT

Rengga Bayu Widiprana, Postraduate Economics and Business Faculty ofBrawijaya University, 2017. Implementation of Accounting Policies – AccrualBased Government Reporting (Case Study in Kantor PelayananPerbendaharaan Negara Malang). Supervisor: Unti Ludigdo. Co-Supervisor:Rosidi.

This study aims to understand the steps of implementation of accrual basedreporting policy, in LKPP-KPPN Malang, with "Theory Implementation Policy"from Edward III (1980), as a tool in analyzing the supporting and inhibiting factorsof implementation. This research uses qualitative research method with casestudy research model. The result of the research shows that KPPN Malangapplied PP No. 71 Tahun 2010 and PMK No.177/PMK.05/2015 as the mainpolicy of accrual-based government reporting. In implementing the policy, KPPNMalang undertakes the following steps: preparation, implementation,measurement and reporting. The supporting factors in implementation come fromcommunication and financial resources. While human resources, equipmentresources, disposition and bureaucratic structure need to be evaluated, becausepotentially hampering the implementation in KPPN Malang. Research shows thatthe implementation of accrual basis has gone well, in terms of the smoothness ofthe reconciliation process and the understanding of the accrual basis.

Key Words : Accrual Bases, Policy Implementation, LKPP, KPPN, Edward IIITheory.

Page 10: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

x

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas limpahan

rahmat dan hidayah-Mu penulis dapat menyajikan tulisan tesis yang berjudul:

Implementasi Kebijakan Akuntansi Pelaporan Pemerintah Berbasis Akrual

(Studi Kasus di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang). Tulisan

ini bertujuan untuk memahami langkah-langkah implementasi kebijakan

pelaporan berbasis akrual, pada LKPP-KPPN Malang, dengan "Teori

Implementasi Kebijakan" dari Edward III (1980), sebagai alat dalam

menganalisis faktor pendukung dan penghambat implementasi. Sangat disadari

bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis,

walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk meneliti, tetapi masih

dirasakan banyak kekurangan. Ibarat pepatah “tak ada gading yang tak retak”,

penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi

yang membutuhkan.

Malang, Agustus 2017

Penulis

Page 11: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN IDENTITAS KOMISI PEMBIMBING DAN PENGUJI iii

PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS iv

RIWAYAT HIDUP v

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Motivasi Penelitian 15

1.3 Rumusan Masalah 16

1.4 Tujuan Penelitian 16

1.5 Kontribusi Penelitian 16

BAB II TINJAUAN LITERATUR 18

2.1 Beberapa Teori Organisasi Terkait Dengan Kebijakan Publik 18

2.2 Teori Implementasi Kebijakan Publik Dari George Edward III

(1980) 25

Page 12: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

xii

2.2.1 Komunikasi 26

2.2.2 Sumber Daya 28

2.2.3 Disposisi 31

2.2.4 Struktur Birokrasi 32

BAB III METODE PENELITIAN 35

3.1 Paradigma Penelitian 35

3.2 Pendekatan Penelitian 35

3.3 Lokasi Penelitian 37

3.4 Jenis dan Sumber Data 38

3.4.1 Data Primer 39

3.4.2 Data Sekunder 39

3.5 Teknik Pengumpulan Data 39

3.6 Pencermatan Keabsahan Data 42

3.7 Teknik Analisa Data 45

BAB IV IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN

PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL PADA KPPN MALANG 49

4.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Malang 49

4.2 Kebijakan Pelaporan Pemerintah Berbasis Akrual Pada KPPN

Malang 53

4.3 Implementasi Kebijakan Pelaporan Pemerintah Berbasis Akrual

Pada KPPN Malang 57

4.3.1 Persiapan Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis

Akrual 58

4.3.2 Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis Akrual 61

Page 13: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

xiii

4.3.3 Pengukuran Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis

Akrual 64

4.3.4 Pelaporan Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis

Akrual 67

4.4 Penilaian dan Peringkat LKPP KPPN Malang 80

BAB V ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AKUNTANSI

PELAPORAN PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL PADA

KPPN MALANG 84

5.1 Persiapan Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis Akrual 84

5.1.1 Komunikasi 84

5.1.2 Sumber Daya 89

5.1.3 Disposisi 94

5.1.4 Struktur Birokrasi 95

5.2 Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis Akrual 97

5.2.1 Komunikasi 97

5.2.2 Sumber Daya 98

5.2.3 Disposisi 102

5.2.4 Struktur Birokrasi 104

5.3 Pengukuran Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis Akrual 106

5.3.1 Komunikasi 106

5.3.2 Sumber Daya 108

5.3.3 Disposisi 114

5.3.4 Struktur Birokrasi 116

5.4 Pelaporan Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis Akrual 118

5.4.1 Komunikasi 118

Page 14: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

xiv

5.4.2 Sumber Daya 120

5.4.3 Disposisi 127

5.4.4 Struktur Birokrasi 131

5.5 Ringkasan 132

BAB VI PELAPORAN PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL:

TANTANGAN DAN PERAN KPPN MALANG 135

BAB VII SIMPULAN, SARAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI

HASIL PENELITIAN 149

7.1 Simpulan 149

7.2 Saran Bagi KPPN Malang 151

7.3 Keterbatasan Penelitian 151

7.4 Implikasi Hasil Penelitian 151

7.5 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya 152

DAFTAR PUSTAKA 153

LAMPIRAN 160

Page 15: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Peringkat LKPP KPPN Malang Tingkat Nasional dan Kanwil

DJPB Propinsi Jawa Timur Tahun 2012-2015 10

Tabel 3.1 Daftar Informan Kunci Penelitian 40

Tabel 3.2 Ikhtisar Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 42

Tabel 4.1 Komposisi Sumber Daya Manusia KPPN Malang 52

Tabel 4.2 Perbedaan Laporan SAP Basis Akrual dan SAP Basis Kas

Menuju Akrual 54

Tabel 4.3 Laporan Realisasi Anggaran Tingkat KPPN Malang Untuk

Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2015 (Audited) 69

Tabel 4.4 Laporan Operasional Tingkat KPPN Malang Untuk Tahun

Yang Berakhir 31 Desember 2015 (Audited) 71

Tabel 4.5 Neraca Tingkat KPPN Malang (Kas) Per Tanggal 31

Desember 2015 (Audited) 74

Tabel 4.6 Neraca Tingkat KPPN Malang (Akrual) Per Tanggal 31

Desember 2015 (Audited) 75

Tabel 4.7 Perbandingan Unsur Penilaian LKPP KPPN Malang Tahun

2013 dan 2015 81

Tabel 5.1 DIPA KPPN Malang Tahun 2017 91

Tabel 5.2 Rincian Dana Kegiatan LKPP Tingkat KPPN Malang Tahun

2017 91

Tabel 5.3 Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin 109

Tabel 5.4 Komposisi Pegawai Berdasarkan Usia 109

Tabel 5.5 Komposisi Pegawai Berdasarkan Kepangkatan 109

Tabel 5.6 Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan 110

Page 16: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

xvi

Tabel 5.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Pelaporan

Pemerintah Berbasis Akrual Pada LKPP Tingkat KPPN

Malang 133

Page 17: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tiga Tahapan Perubahan Organisasi oleh Kurt Lewin

(1951) 19

Gambar 2.2 Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi Kebijakan

menurut George Edward III 26

Gambar 3.1 Teknik Analisa Data 47

Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPPN Malang 51

Gambar 4.2 Prosedur Penyusunan LKPP Tingkat KPPN 58

Gambar 4.3 Proses Aplikasi e-Rekon 63

Gambar 4.4 Tampilan Jurnal Penyesuaian Pada Aplikasi SAIBA 65

Gambar 5.1 Proses Sosialisasi dan Bimtek di KPPN Malang 93

Gambar 5.2 Pelatihan di Ruangan Mini TLC 94

Gambar 5.3 Suasana Front Office Rekonsiliasi KPPN Malang 101

Gambar 5.4 SOP Penyusunan LKPP 105

Page 18: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kertas Kerja – Penjodohan Pola 160

Lampiran 2 Sistem Informasi Kepegawaian (PBN Open) 168

Lampiran 3 Peringkat LKPP KPPN Malang Tahun 2015 170

Page 19: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reformasi pengelolaan keuangan Negara ditandai dengan lahirnya paket

undang-undang dalam pengelolaan keuangan Negara (Undang-undang No 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang No. 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara; dan Undang-undang No. 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara).

Reformasi ini disertai juga memanfaatkan reformasi sistem akuntansi sebagai

salah satu sarananya (Carlin, 2005; Connolly & Hyndman, 2006; Christensen &

Parker, 2010).

Salah satu dari prinsip yang menjadi prioritas dalam reformasi akuntansi

adalah peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara. Pemerintahan

yang akuntabel akan menjamin segala informasi atau peristiwa penting kegiatan

pemerintah akan tercatat dan terekam di dalam laporan keuangan dengan baik.

Laporan keuangan yang baik akan memberikan informasi yang lebih berguna

bagi pemerintah (Daniels & Daniels, 1991; Nogueira, et al, 2013).

Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara

dan kegunaan laporan keuangan, paket undang-undang pengelolaan keuangan

Negara mengamanatkan implementasi akuntansi basis akrual pada laporan

keuangan di Indonesia. Akuntansi basis akrual akan menghasilkan laporan

keuangan yang lebih berguna, karena mencerminkan keadaan sebenarnya dari

aktivitas pemerintah. Hal ini akan meningkatkan kegunaan laporan keuangan

baik sebagai alat pertanggungjawaban maupun pengambil keputusan (Kim, et

al., 2005; Mack & Ryan, 2007).

Page 20: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

2

Dalam konteks internasional, penerapan basis akrual pada pelaporan

keuangan sektor publik telah banyak dilaksanakan di berbagai negara seperti

Australia (Churchill, 1992), Selandia Baru (Cortes, 2006), Inggris (Cortes, 2006),

Nepal (Adhikari dan Mellemvik, 2011), dan beberapa negara lainnya. Negara

Indonesia telah membulatkan tekad untuk menerapkan akuntansi basis akrual di

tahun 2015. Direktur Jenderal Perbendaharaan, Bapak Marwanto Harjowiyono

bahkan menyatakan bahwa Indonesia menjadi Negara pertama di Asean yang

menerapkan akuntansi basis akrual (www.kemenkeu.go.id),

“Negara maju, New Zealand, Australia, di UK juga. Di ASEAN kita lebihdahulu. Mudah-mudahan ini bisa menimbulkan trust, khususnya investor.Bahwa ke depan kita memiiliki sebuah laporan yang menggambarkan hakdan kewajiban kita,” (Direktur Jenderal Perbendaharaan, MarwantoHarjowiyono dalam konferensi pers di Gedung Dhanapala – KementerianKeuangan RI, Jakarta 12 September 2014).

Di Negara Indonesia, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)

berperan dalam penyusunan Laporan Keuangan tingkat Pemerintah Pusat.

KPPN Malang, sebagai salah satu dari 181 KPPN yang ada di seluruh Indonesia,

merupakan unit vertikal dari Kementerian Keuangan – Direktorat Jenderal

Perbendaharaan yang diwajibkan menyusun Laporan Keuangan Pemerintah

Pusat (Pasal 55 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 2004). Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat (LKPP), sebagai pertanggungjawaban keuangan pemerintah

di level Pemerintah Pusat disusun secara berjenjang dan dimulai dari level

KPPN. Mulai tahun 2015, LKPP disusun dengan menerapkan PP No. 71 Tahun

2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual.

Sebagai entitas awal dalam penyusunan LKPP, dampak dari pelaporan

keuangan berbasis akrual akan langsung dirasakan oleh KPPN. Disamping

LKPP akan disusun berdasarkan basis akrual, proses penyusunan LKPP KPPN

Page 21: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

3

berasal dari konsolidasi semua laporan keuangan satuan kerja mitranya. Untuk

ini, berbagai usaha harus dilakukan oleh KPPN untuk menerapkan akuntansi

basis akrual pada laporan keuangan.

Dalam implementasi pelaporan keuangan basis akrual, peneliti sebagai

salah satu dari pegawai KPPN telah mengalami berbagai usaha KPPN dalam

menerapkan basis akrual di laporan keuangan. KPPN di seluruh penjuru

Indonesia melakukan persiapan sebelum tahun 2015, yaitu semenjak

implementasi PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP berbasis kas menuju akrual.

Usaha ini secara garis besar menerapkan apa yang ada di dalam buku Transition

to Accrual Accounting dari Abdul Khan dan Stephen Mayes (2007): usaha di

bidang Sumber Daya Manusia (SDM), kebijakan dan teknologi.

Di bidang SDM, usaha yang dilakukan KPPN diantaranya

menyelenggarakan diklat Program Percepatan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah

(PPAKP) bagi satuan kerja (satker). SDM di KPPN juga disiapkan dengan

penguatan peran customer service officer dan keahlian jabatan fungsional pada

penyuluh perbendaharaan, analis akuntansi dan laporan keuangan. Di bidang

kebijakan dilakukan dengan sosialisasi kebijakan terkait pelaporan keuangan

berbasis akrual, melakukan kegiatan focus group discussion, sampai

memberikan award kepada satker terbaik dalam menerapkan pelaporan

keuangan berbasis akrual. Di bidang teknologi, dilakukan dengan peningkatan

keahlian penerapan aplikasi SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran

Negara) dan SAKTI (Sistem Akuntansi Tingkat Instansi) pada satker.

Namun dengan berbagai usaha maupun strategi untuk implementasi

pelaporan keuangan berbasis akrual, kendala muncul dengan belum bisa

diterapkan secara sempurna basis akrual pada laporan keuangan. Satker mitra

Page 22: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

4

KPPN telah memenuhi kewajiban untuk menyerahkan laporan sesuai dengan

pelaporan keuangan berbasis akrual, namun belum seluruh laporan keuangan

dari satker (sebagai unsur utama penyusunan LKPP) memiliki kualitas pelaporan

yang baik. Perubahan basis akuntansi dari basis kas menuju akrual menjadi

basis akrual menurut peneliti belum terjadi. Laporan keuangan satker dan LKPP

KPPN masih berorientasi basis kas menuju akrual.

Kendala yang dilihat oleh peneliti pada awal pelaporan keuangan

berbasis akrual berasal dari berbagai faktor. Dimulai dari faktor sumber daya

manusia (SDM), seperti kualitas SDM KPPN yang kurang berkompeten

dikarenakan masih kurangnya sosialisasi, bimtek dan pelatihan akuntansi walau

persiapan telah dilakukan sejak tahun 2010. Ditambah lagi dengan latar belakang

pendidikan yang tidak sesuai, seperti ada penyusun LKPP yang bukan lulusan

Akuntansi atau Ekonomi. Pada prakteknya, pengisian pegawai penyusun LKPP

ditentukan berdasarkan keputusan Kepala KPPN. Rotasi dan mutasi pegawai

juga sering terjadi dengan melihat kebutuhan organisasi.

Masih dari faktor SDM, kendala yang ada juga terdapat pada merubah

mindset (pola pikir) para pegawai KPPN yang menunjukkan sikap resistensi

terhadap perubahan. Peneliti setuju dengan pendapat dari Hariyanto (2012) yang

menyatakan betapa sulitnya mengubah paradigma penyusun laporan keuangan

yang sudah sangat familiar dengan akuntansi basis kas.

Sikap resistensi terhadap perubahan, menjadi kendala krusial dalam

menerapkan basis akrual. Beberapa penelitian menunjukkan sikap resistensi

muncul karena perubahan basis akuntansi dikenalkan ke publik dan

operasionalisasinya tidak sesuai dengan keinginan publik (Arnaboldi & Lapsley,

2004; Siti-Nabiha & Scapens, 2005). Pada penyusunan LKPP, sikap resisten

Page 23: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

5

ditunjukan dengan pernyataan negatif dari pejabat dan penyusun LKPP. Sikap

resistensi tersebut bahkan muncul dalam pernyataan yang ekstrem. Contohnya

pernyataan seperti: “buat apa sih akrual?”, “WDP atau WTP sama saja”.

Resistensi terhadap perubahan berasal dari adanya pertentangan akan

perlu atau tidaknya penerapan basis akrual pada pemerintahan. Penelitian

terdahulu mengenai hal ini telah diteliti oleh Daniels dan Daniels (1991), Deloitte

(2004), Van Der Hoek (2005) dan Christiaens dan Rommel (2008). Hasil

penelitian terbagi menjadi dua, yaitu mendukung dan menentang penerapan

akuntansi basis akrual pada pemerintahan.

Penelitian yang mendukung penerapan akuntansi basis akrual pada

pemerintahan adalah Daniels dan Daniels (1991), Deloitte (2004), dan Van Der

Hoek (2005). Daniels dan Daniels (1991) menemukan bahwa kegunaan laporan

keuangan akan meningkat jika informasi akrual dilampirkan pada penyusunan

laporan konsolidasian. Deloitte (2004) menyebutkan bahwa akuntansi

pemerintahan berbasis akrual secara signifikan memberikan kontribusi dalam

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan untuk efisiensi dan efektivitas

pengeluaran publik melalui informasi keuangan yang akurat dan transparan,

serta meningkatkan alokasi sumber daya dengan menginformasikan besarnya

biaya yang ditimbulkan dari suatu kebijakan dan transparansi dari keberhasilan

suatu program. Penelitian yang dilakukan oleh Van Der Hoek (2005) menemukan

penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual di berbagai negara maju

telah berhasil dan membawa manfaat, diantaranya mendukung manajemen

kinerja, memfasilitasi manajemen keuangan yang lebih baik, memperbaiki

pengertian akan biaya program, memperluas dan meningkatkan informasi alokasi

Page 24: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

6

sumber daya, meningkatkan pelaporan keuangan, serta memfasilitasi dan

meningkatkan manajemen aset (termasuk kas).

Sedangkan hasil penelitian yang menentang penerapan akuntansi basis

akrual di pemerintahan diantaranya adalah Christiaens dan Rommel (2008).

Penelitian ini berpendapat bahwa basis akrual hanya tepat digunakan dalam

instansi pemerintahan yang memiliki sifat usaha komersil. Basis akrual tidak akan

sukses diterapkan pada instansi pemerintahan yang murni menjalankan fungsi

pelayanan publik. Penyusunan anggaran berbasis akrual juga merupakan

masalah tersendiri, selain dimensi politik yang kental dalam aktifitas instansi

pemerintahan.

Dari sisi SDM yang terakhir peneliti lihat terdapat pada dukungan dan

komitmen penuh dari pimpinan akan implementasi pelaporan keuangan berbasis

akrual. Komtmen dan dukungan dari pemimpin menjadi titik krusial dalam

perubahan basis akuntansi (Athukorala & Reid, 2003). Kementerian

Negara/lembaga masih melihat realisasi anggaran sebagai kinerja dibanding

pertanggungjawabannya. Di level KPPN, pimpinan KPPN masih menganggap

LKPP sebagai produk yang kurang vital, karena wujud nyata pelayanan KPPN

lebih kepada pelayanan pencairan dana. Hal ini mengakibatkan penyusunan

LKPP seakan-akan menjadi produk sampingan dalam rangkaian tugas pokok

dan fungsi KPPN.

Kendala lain pada implementasi laporan berbasis akrual berasal dari

faktor teknologi, dalam hal ini aplikasi penunjang pelaporan berbasis akrual.

Kesiapan aplikasi pendukung dalam hal ini SPAN (Sistem Perbendaharaan dan

Anggaran Negara) dan SAKTI (Sistem Akuntansi Tingkat Instansi) “yang belum

teruji” untuk Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual karena masih

Page 25: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

7

dikembangkan. Belum lagi proses pengambilan data yang lama karena SPAN

menganut sistem single database dan diakses oleh 181 KPPN di seluruh

Indonesia pada waktu bersamaan (pada masa-masa penyusunan LKPP). Sistem

SPAN telah diluncurkan pada 19 Agustus 2013 sedangkan SAKTI sampai

dengan tahun 2015 belum diluncurkan. Ketidakpastian teknologi dapat membuat

ketidakpastian suatu organisasi dalam proses perubahan (March & Olsen,

1976:252).

Pemahaman akan basis akrual juga menjadi kendala dalam implementasi

pelaporan keuangan berbasis akrual. Kesulitan pemahaman basis akrual basis

akrual dapat berakibat pada penurunan kualitas laporan keuangan (Nesbakk,

2010). Hal ini terjadi apabila penyusun laporan keuangan kurang mengantisipasi

dampak penyusunan laporan keuangan berbasis akrual yang jauh lebih rumit.

Kerumitan basis akrual dimulai dari transaksi yang sangat beragam.

Pengidentifikasian transaksi berdasarkan waktu transaksi menjadi perbedaan

mendasar antara basis akrual dibandingkan basis sebelumnya (Tickell, 2010). Di

mulai dari penataan aset sampai melakukan penjurnalan penyesuaian.

Selanjutnya, kendala lagi ada pada melakukan penyesuaian yang cukup

mengalami kesulitan dalam menentukan pos-posnya (akun-akun) misalnya,

terkait pendapatan dan penyusutan.

Faktor kebijakan teknis dalam penyusunan LKPP juga menjadi kendala

dalam implementasi laporan berbasis akrual. Kebijakan yang ada terkadang

belum bisa diterapkan di lapangan karena kerumitan akuntansi basis akrual dan

perubahan yang lebih cepat. Hal ini berdampak pada bertambah banyaknya

penjelasan pada Catatan Atas Laporan Keuangan. Peneliti disini mengutip

fenomena menurut Bastian (2006) yang menyatakan kecenderungan proses

Page 26: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

8

awal penyusunan standar akuntansi pemerintah tentang ragam dan isi laporan

keuangan lebih merupakan proses kajian pustaka, sehingga kebijakan yang ada

sulit diterapkan.

Semua kendala dalam implementasi basis akrual berakibat pada

terlambatnya penyelesaian LKPP pada awal 2015. LKPP bulanan bahkan baru

dibuat di bulan April, dalam arti LKPP Bulan Januari sampai dengan Maret

dibiarkan terbengkalai selama 4 bulan. Satuan kerja juga mengalami masa “free”

pelaporan selama 4 bulan, tanpa ada teguran dari KPPN karena kebingungan

yang luar biasa di pihak KPPN. Rapor merah pelaporan keuangan seakan-akan

memaksa semua pihak kembali ke basis cash toward accrual. Bayangan muncul

akan kegagalan penerapan basis akrual, seperti yang terjadi di Nepal yang

kekurangan sumber daya yang berkualitas (Adhikari dan Mellemvik, 2011)

Semua kendala dalam implementasi pelaporan basis akrual seakan

menjadi tantangan bagi KPPN yang juga dituntut menjadi learning organization

bagi satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga. Proses bisnis Ditjen

Perbendaharaan periode 2015-2019 difokuskan untuk mewujudkan Ditjen

Perbendaharaan sebagai learning organization yaitu organisasi yang analitikal,

ilmiah, inovatif dan responsif terhadap perubahan (Keputusan Dirjen

Perbendaharaan No. 239/PB/2015 tentang Rencana Strategis Ditjen

Perbendaharaan Tahun 2015-2019). Dengan meneliti langsung di KPPN, peneliti

dampak melihat sejauh mana kesiapan KPPN dalam perannya sebagai learning

organization bagi satker kementerian/lembaga.

KPPN Malang sebagai objek penelitian telah menerapkan pelaporan

keuangan basis akrual semenjak tahun 2015. KPPN Malang memiliki banyak

prestasi dibandingkan KPPN lain di Indonesia. Diantaranya, KPPN ini merupakan

Page 27: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

9

merupakan KPPN pertama yang meraih penghargaan Kantor Pelayanan

Percontohan (KPPc) tingkat Kementerian Keuangan di tahun 2013, meraih

predikat WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) dari Kementerian PAN

dan RB pada 2014 dan satu dari 4 (empat) KPPN yang telah memiliki sertifikat

ISO 9001:2008 di 2015. Dengan berbagai prestasi yang dimiliki, KPPN Malang

sering menjadi benchmark bagi KPPN lain dalam hal pelayanan.

Namun dengan banyaknya prestasi yang dimilikinya, kendala dari

implementasi pelaporan keuangan basis akrual ternyata terjadi juga di KPPN

Malang. KPPN Malang belum bisa berbicara banyak akan prestasinya dalam hal

LKPP, baik sebelum atau sesudah berbasis akrual. Untuk diketahui, setiap tahun

Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai penyusun LKPP Nasional, juga

melakukan pemeringkatan LKPP Tingkat KPPN. Mulai tahun 2015,

pemeringkatan ini dilakukan per kantor wilayah. Adapun peringkat LKPP KPPN

Malang untuk periode 2012-2014 (masa laporan berbasis cash toward accrual)

dan periode 2015 (masa full accrual), dapat dilihat sebagai berikut:

Page 28: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

10

Tabel 1.1Peringkat LKPP KPPN Malang Tingkat Nasional dan Kanwil DJPB Propinsi

Jawa Timur Tahun 2012 – 2015

Tingkat 2012 2013 2014 2015

Nasional152 dari 178

KPPN

148 dari 178

KPPN

140 dari 178

KPPN

(mulai 2015

pemeringkatan

LKPP hanya

per Kanwil)

Kanwil DJPB

Propinsi Jatim

15 dari 15

KPPN

11 dari 15

KPPN

10 dari 15

KPPN

14 dari 15

KPPN

Sumber : Kepdirjen Perbendaharaan No.191/PB/2013; Kepdirjen PerbendaharaanNomor 248/PB/2014; Kepdirjen Perbendaharan No.326/PB/2015; KepKanwil Perbendaharaan Prop. Jatim No.145/WPB.16/2016.

Melihat peringkat KPPN Malang terkait pelaporan keuangan basis akrual,

terlihat bahwa KPPN Malang merupakan KPPN yang berprestasi dalam

pelayanan namun belum memuaskan dalam hal penyusunan LKPP. Inilah yang

menjadi latar belakang pokok peneliti untuk melakukan penelitian di KPPN

Malang.

Melanjutkan poin kendala dalam implementasi pelaporan keuangan

berbasis akrual, ternyata kendala tersebut berdampak juga pada LKPP secara

nasional. Walau BPK memberikan opini “wajar dengan pengecualian” atas LKPP

tahun 2015, namun terjadi penurunan kualitas LKPP sebagai akibat dari

implementasi perdana PP ini, sebagaimana pernyataan Ketua BPK - Bapak Hary

Azhar Aziz berikut (www.bpk.go.id),

Page 29: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

11

“BPK mengapresiasi pemerintah khususnya Kementerian Keuangan danjajarannya, yang telah berupaya untuk menjaga kualitas laporankeuangan yang ditunjukan tidak signifikannya penurunan kualitas laporankeuangan pada penerapan pertama kali Standar Akuntansi Pemerintah(SAP) berbasis akrual”(Ketua BPK RI, Hary Azhar Aziz, pada Sidang Paripurna DPR RI 2 Juni2016)

Selanjutnya untuk memperkuat dasar peneliti melakukan penelitian pada

LKPP dan KPPN Malang, peneliti melakukan studi riset terdahulu. Penelitian

terdahulu menunjukkan pelaporan keuangan berbasis akrual belum diterapkan

secara penuh pada laporan keuangan. Penelitian ini berasal dari Asfiansyah

(2014), Langelo (2015), Muttaqin (2015), Sari (2015) dan Rahmawati (2016).

Penelitian Asfiansyah (2014) yang dilakukan pada Pemerintah Kota

Surabaya menunjukkan strategi yang akan digunakan Pemerintah Kota

Surabaya dalam menghadapi implementasi akuntansi berbasis akrual di tahun

2015. Strategi yang akan digunakan Pemerintah Kota Surabaya untuk

menerapkan akuntansi basis akrual dalam penelitian ini adalah melakukan

assesment pegawai, melaksanakan pendidikan atau kursus singkat bagi

pegawai, memperbaiki software akuntansi, pendidikan khusus akuntansi bagi

pegawai dan melibatkan pihak eksternal sebagai konsultan pendamping.

Penelitian Langelo (2015) yang dilakukan pada Pemerintah Kota Bitung.

menunjukkan pemerintah Kota Bitung belum menerapkan PP No.71 Tahun 2010

tetapi telah sesuai dengan PP No.24 Tahun 2005 yaitu menggunakan basis kas

menuju akrual. Langelo (2015) menemukan terdapat kendala dalam kesiapan

implementasi basis akrual pada jumlah sumber daya manusia pelaksana secara

kuantitas belum cukup di setiap SKPD dan kesiapan perangkat pendukung yang

belum teruji.

Page 30: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

12

Muttaqin (2015) yang melakukan penelitian di Pemerintah Kota

Pekalongan, menunjukkan perubahan organisasi yang terjadi pada Pemkot

Pekalongan dalam rangka implementasi SAP Basis Akrual. Persiapan dalam

rangka implementasi SAP akrual antara lain menetapkan Perwal No. 34 tahun

2014 dan Perwal No. 35 tahun 2014, membangun aplikasi SIMDA & SIMBADA

berbasis FOSS, mengadakan sosialisasi dan pelatihan, melakukan restatement

laporan keuangan 2014 dan melakukan penataan aset.

Penelitian Sari (2015) yang dilakukan pada Pemerintah Kabupaten

Situbondo, bertujuan memahami pelembagaan sistem akuntansi berbasis akrual

di lingkungan Pemerintah Kabupaten Situbondo dalam rangka menghadapi

implementasi SAP Berbasis Akrual secara penuh di tahun 2015. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pelembagaan sistem akuntansi berbasis akrual pada

Pemerintah Kabupaten Situbondo terjadi dalam bentuk: (1) melalui tekanan dan

desakan dari pemerintah pusat berupa aturan-aturan hukum yang mengikat, (2)

perbaikan pengelolaan keuangan di bagian akuntansi dan pembinaan terhadap

bendahara, Pejabat Penata Keuangan (PPK), dan Pengguna Anggaran (PA),

dan (3) penggunaan tenaga profesional melalui kerja sama antara Pemerintah

Kabupaten Situbondo dengan BPKP Perwakilan Jawa Timur, Universitas

Brawijaya, dan Universitas Negeri Jember, dan Pemerintah Kabupaten

Banyuwangi.

Penelitian Rahmawati (2016) yang dilakukan pada Sekretariat DPRD

Kabupaten Malang menunjukkan secara umum pegawai Sekretariat DPRD

Kabupaten Malang telah memahami standar akuntansi pemerintahan berbasis

akrual. Implementasi laporan keuangan berbasis akrual akan dilaksanakan

penuh oleh Sekretariat DPRD Kabupaten Malang pada tahun anggaran 2016.

Page 31: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

13

Penelitian Asfiansyah (2014), Muttaqin (2015), Langelo (2015), Sari

(2015) dan Rahmawati (2016) di atas sudah melihat persiapan implementasi

pelaporan keuangan berbasis akrual berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 di

beberapa pemerintah daerah. Namun ke semua penelitian ini dilakukan pada

objek yang “belum menerapkan pelaporan keuangan basis akrual”. Celah (gap)

dari penelitian Asfiansyah (2014), Muttaqin (2015), Langelo (2015), Sari (2015)

dan Rahmawati (2016) akan diisi pada penelitian ini dengan melakukan

penelitian pada objek yang telah menerapkan pelaporan keuangan berbasis

akrual yaitu LKPP pada KPPN Malang. Selain itu, keunikan penelitian ini terdapat

pada LKPP tingkat KPPN yang merupakan konsolidasi dari semua laporan

keuangan satuan kerja yang telah mengimplementasikan pelaporan keuangan

berbasis akrual. Peneliti akan menganalisis implementasi pelaporan keuangan

berbasis akrual dari berbagai kenyataan di LKPP KPPN.

Selain itu, berbeda dengan penelitian terdahulu di atas, kebijakan

akuntansi pada implementasi pelaporan keuangan berbasis akrual dalam

penelitian ini akan dilihat sebagai kebijakan publik. Hal ini berdasarkan pendapat

Thomas R. Dye (1981) yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai “is what

ever government chose to do or not to do” (apapun yang dipilih oleh pemerintah

untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Kemudian implementasinya akan dianalisis

menggunakan Teori Implementasi Kebijakan Publik dari George C. Edward III

(1980).

Teori Implementasi Kebijakan Publik dari George C. Edward III (1980)

menjadi alat analisis pada penelitian ini didasari oleh pentingnya untuk melihat

kembali faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pelaporan

keuangan berbasis akrual dari sisi internal organisasi. Beberapa penelitian terkait

Page 32: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

14

implementasi kebijakan publik (Wisakti, 2008; Putera, 2011; dan Putri, 2015),

melihat berbagai faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan

publik dari sisi internal organisasi, diantaranya e-ktp, dana desa, dan sistem

remunerasi. Namun semua penelitian ini belum meneliti implementasi Teori

Implementasi Kebijakan Publik dari George C. Edward III pada pelaporan

keuangan berbasis akrual.

Penelitian Asfiansyah (2014), Muttaqin (2015), Langelo (2015), Sari (2015)

dan Rahmawati (2016) memang telah berhasil melihat persiapan implementasi

akuntansi basis akrual pada berbagai pemerintah daerah. Namun hasil semua

penelitian ini belum menekankan betapa pentingnya melihat kembali faktor

pendukung dan penghambat implementasi suatu kebijakan dari sisi internal

organisasi. Untuk itu, penelitian terdahulu akan dilengkapi pada penelitian ini

dengan melihat faktor pendukung dan penghambat implementasi pelaporan

basis akrual dari sisi internal organisasi sesuai Teori Edward III (1980).

Selain itu, berdasarkan kendala yang peneliti amati pada KPPN dalam

menerapkan pelaporan keuangan berbasis akrual (tingkat pemahaman dan

kesulitan implementasi pelaporan keuangan berbasis akrual oleh SDM di KPPN;

aplikasi yang masih perlu penyempurnaan; praktek dari petunjuk teknis kebijakan

yang bisa beragam), ke semua kendala ini pada dasarnya berasal dari internal

organisasi dan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) faktor sebagaimana di

dalam Teori Edward III (1980). Implementasi pelaporan keuangan basis akrual

pada KPPN harus memperhatikan faktor pendukung dan penghambat dari

internal organisasi, yaitu komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi/pelaksana

dan struktur organisasi termasuk tata aliran kerja birokrasi.

Page 33: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

15

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan mengisi celah

penelitian (research gap) implementasi pelaporan keuangan berbasis akrual

berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 dengan meneliti implementasinya pada

LKPP tingkat KPPN dengan alat analisis Teori Edward III (1980). Sebagaimana

peneliti sebutkan sebelumnya, penelitian terdahulu masih sebatas persiapan

implementasi akuntansi basis akrual dan belum meneliti implementasinya pada

objek yang telah menerapkan pelaporan basis akrual secara penuh, yaitu LKPP

pada KPPN Malang. Penelitian ini akan melihat implementasi pelaporan berbasis

akrual sebagai kebijakan akuntansi dan berbeda dari penelitian terdahulu dimana

penelitian ini akan melihat faktor pendukung dan penghambat implementasi

kebijakan dari sisi internal KPPN Malang sesuai Teori Implementasi Kebijakan

Publik dari George C. Edward III (1980).

1.2 Motivasi Penelitian

Peneliti merupakan pegawai KPPN yang pernah mengalami penyusunan

LKPP KPPN masa penerapan basis CTA dan awal implementasi basis akrual di

tahun 2015. Semasa masih aktif menyusun LKPP KPPN, peneliti merasakan

implementasi PP No. 71 Tahun 2010 menemukan banyak kendala. Walau telah

banyak upaya yang diusahakan oleh KPPN untuk implementasi basis akrual

pada laporan keuangan, namun pada prakteknya masih sulit diterapkan. Laporan

Keuangan yang dihasilkan masih berorientasi basis kas menuju akrual dengan

penambahan laporan yang diwajibkan oleh PP No. 71 Tahun 2010.

Di tahun 2017, pelaporan keuangan berbasis akrual berdasarkan PP No.

71 Tahun 2010 telah memasuki tahun ketiga. Kendala yang peneliti alami di awal

tahun 2015 (di awal implementasi PP ini) ternyata tidak hanya ada pada LKPP

KPPN. Opini BPK atas LKPP Nasional 2015 menunjukkan adanya penurunan

Page 34: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

16

kualitas laporan keuangan, walau opininya tetap wajar dengan pengecualian.

Dengan demikian, motivasi penelitian ini adalah melihat implementasi pelaporan

keuangan berbasis akrual pada LKPP KPPN, dan ditambah analisis faktor

pendukung dan penghambat implementasi dengan alat analisis Teori Edward III

(1980).

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan motivasi penelitian, fokus penelitian ini

adalah implementasi kebijakan pelaporan berbasis akrual pada penyusunan

LKPP Tingkat KPPN Malang. Apabila dijabarkan lebih lanjut, maka rumusan

masalah penelitian adalah bagaimana implementasi kebijakan pelaporan

berbasis akrual pada penyusunan LKPP Tingkat KPPN Malang?

1.4 Tujuan Penelitian

Implementasi pelaporan keuangan berbasis akrual berdasarkan PP No.

71 Tahun 2010 telah memasuki tahun ketiga. Di awal implementasi, KPPN

banyak menemukan kendala pada penyusunan LKPP. Sesuai dengan motivasi

dan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah memahami langkah-langkah

dalam implementasi kebijakan akuntansi pelaporan pemerintah berbasis akrual

pada LKPP KPPN Malang.

1.5 Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

berbagai pihak, yaitu:

1. Kontribusi Praktis

Pada tahun 2015, pelaporan keuangan berbasis akrual berdasarkan PP

No. 71 Tahun 2010 telah resmi dimulai. Berbagai upaya telah dilakukan

oleh KPPN dalam mempersiapkan implementasi pelaporan ini. Walau

Page 35: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

17

menemui banyak kendala, namun upaya dari implementasi pelaporan

keuangan basis akrual patut diapresiasi. Penelitian ini diharapkan dapat

menjadi sumbangan pemikiran dan bahan bagaimana metode terbaru

dalam penyempurnaan implementasi pelaporan keuangan berbasis akrual

pada LKPP KPPN.

2. Kontribusi Teoritis

Pemerintah telah memilih untuk mengimplementasikan basis akrual pada

laporan keuangan. Secara teoritis, hal ini bisa dikategorikan sebagai

implementasi kebijakan akuntansi. Implementasi kebijakan ini di dalam

penelitian akan dideskripsikan dengan alat analisis Teori Edward III

(1980) sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan

Teori ini dalam laporan keuangan pemerintah berbasis akrual.

3. Kontribusi Kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan penerapan

pelaporan basis akrual. Hal ini dirasakan oleh peneliti di awal pelaporan

keuangan berbasis akrual berdasarkan PP 71 Tahun 2010. Bagi

Pemerintah Pusat sebagai pembuat aturan, hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan masukan dalam menyempurnakan peraturan dan

kebijakan tentang Laporan Keuangan Pemerintah.

Page 36: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

18

BAB IITINJAUAN LITERATUR

2.1 Beberapa Teori Organisasi Terkait Dengan Implementasi Kebijakan

Pada bagian ini akan ditampilkan Teori Implementasi Kebijakan dari

George Edward III (1980) sebagai alat analisis dalam implementasi kebijakan

akuntansi pelaporan keuangan berbasis akrual. Tapi sebelumnya, akan diberikan

beberapa teori organisasi terkait dengan kebijakan, untuk melihat latar belakang

peneliti memilih Teori Implementasi Kebijakan dari George C. Edward III dalam

menganalisis implementasi pelaporan keuangan berbasis akrual pada LKPP

KPPN. Kedudukan Teori Edward III dalam penelitian ini berada sebagai alat

analisis data dan mendukung penelitian awal.

a. Teori Perubahan Organisasi dari Kurt Lewin (1951)

Pada teori pertama, Kurt Lewin (1951) memperkenalkan Teori Perubahan

Organisasi dalam Kebijakan Publik. Lewin (1951) menyebutkan organisasi

bergerak dari satu tahap yang sudah tetap ke tahapan yang lain, melalui

serangkaian tahapan yang telah ditentukan dan bergeraknya organisasi dari

tahap yang sudah tetap ke tahapan lainnya terjadi karena adanya tekanan-

tekanan terhadap organisasi, individu, atau kelompok. Dalam Teori Perubahan

Organisasi, Lewin (1951) memberikan model tiga tahapan dalam perubahan

organisasi, yaitu tahapan awal perubahan (unfreezing), tahapan proses transisi

(movement), dan tahapan keberlanjutan (refreezing). Ketiga tahapan ini dapat

kita lihat pada gambar berikut:

Page 37: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

19

Gambar 2.1Tiga Tahapan Perubahan Organisasi oleh Kurt Lewin (1951)

Sumber : Kurt Lewin (1951)

Tahapan awal perubahan (unfreezing) merupakan suatu proses

penyadaran tentang perlunya atau adanya kebutuhan untuk berubah. Pada

tahapan yang pertama ini Kurt Lewin mendasarkan pada teori perilaku manusia

dan perilaku organisasi, yang terbagi dalam tiga sub proses yang berhubungan

dengan kesiapan perubahan, yaitu: perubahan diperlukan karena adanya gap

yang besar antara tujuan dan kenyataan, adanya kecemasan dan mempelajari

sikap defensiveness dan resistance yang ada dalam organisasi.

Tahapan proses transisi (movement) merupakan langkah yang berupa

tindakan dengan memperkuat driving forces maupun memperlemah resistances.

Langkah yang diambil dapat juga dengan menganalisa gap antara desire status

dengan status quo dan kemudian mencermati program-program perubahan yang

sesuai untuk dilakukan agar dapat memberi solusi yang optimal untuk

mengurangi resistensi terhadap perubahan. Yang terakhir adalah tahapan

keberlanjutan (refreezing) adalah upaya membawa kembali organisasi kepada

keseimbangan yang baru dengan mengembangkan new self concept & identity

Page 38: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

20

dan new interpersonal relationships agar perilaku yang baru tetap berjalan.

(Lewin, 1951).

Fokus utama dari teori perubahan organisasi Kurt Lewin adalah “proses”

dari perubahan organisasi, yaitu tindakan yang dilakukan selama terjadinya

perubahan organisasi yang dimaksud. Beberapa penelitian terdahulu yang

mengkaji proses perubahan dengan teori Lewin (1951) diantaranya Muttaqin

(2015) dan Maryani (2016).

Muttaqin (2015) mengkaji bagaimana “proses” dari perubahan organisasi

pada pemerintah Kota Pekalongan dalam rangka penerapan SAP akrual dan

perolehan opini WTP dengan teori Lewin (1951) dari aspek persiapan serta

strategi yang dilakukan berdasarkan tahapan movement. Strategi yang

ditemukan dalam penelitian ini antara lain menetapkan Perwal No. 34 tahun 2014

dan Perwal No. 35 tahun 2014, membangun aplikasi SIMDA & SIMBADA

berbasis FOSS, mengadakan sosialisasi dan pelatihan, melakukan restatement

laporan keuangan 2014 dan melakukan penataan aset.

Maryani (2016) meneliti proses perubahan pada APIP Kementerian Luar

Negeri sebagai akibat proses institusionalisasi Internal Audit Capability Model

(IACM) dengan teori Lewin (1951). Kementerian Luar Negeri telah melakukan

beberapa langkah pada masing-masing fase yang dilaluinya. Pada fase

Unfreezing, dimulai dengan sosialisasi dan pelatihan untuk mengkomunikasikan

maksud, tujuan dan pentingnya implementasi IACM agar mendapatkan

kesadaran dan pemahaman yang sama. Fase Movement, dengan pembentukan

Tim Self Assessment untuk memperkuat driving force yang dimiliki, bahkan

dengan transfer informasi progress self assessment dan self improvement

menjadi strategi untuk dapat mengurangi resistensi yang muncul dari individu.

Page 39: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

21

Pada fase Refreezing, dengan menjaga komitmen bersama dan langkah

berkelanjutan untuk meningkatkan target kapabilitas level 3 melalui diklat dan

permintaan pendampingan secara intens dari BPKP.

Penelitian Muttaqin (2015) dan Maryani (2016) di atas memang telah

berhasil melihat proses perubahan organisasi sesuai dengan fokus dari teori

Lewin (1951). Namun ketika mengimplementasikan suatu sistem yang baru

sangat perlu untuk memperhatikan faktor-faktor pendukungnya. Kesuksesan

implementasi suatu sistem yang baru adalah dengan memperhatikan faktor

internal dari organisasi tersebut. Dari sisi internal inilah akan muncul faktor

pendukung dan penghambat implementasi kebijakan dan ini akan bisa dijawab

dengan menggunakan teori Edward III (1980).

b. New Institutionalism Theory (1967)

New institutionalism Theory (NIT) dalam studi organisasi terkait dengan

keberadaan struktur suatu organisasi yang yang dipengaruhi oleh tempat

organisasi berada (Carruthers, 1995). Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh

Berger dan Luckmann di tahun 1967. Organisasi dibentuk oleh berbagai

fenomena yang terjadi di lingkungannya dan cenderung mirip (isomorphic)

dengan lingkungan tersebut. Isomorphism merupakan gejala di mana organisasi

formal menjadi mirip dengan lingkungannya karena adanya saling

ketergantungan dalam hal teknis dan pertukaran dan hubungan paralel antara

organisasi dan lingkungannya (Berger dan Luckmann, 1967 sebagaimana dirujuk

oleh Sari, 2015).

Tiga (3) mekanisme atau kondisi eksogen yang menyebabkan terjadinya

institutional isomorphism, yaitu 1).coercive isomorphism, 2).Mimetic

isomorphism, dan 3).normative isomorphism (DiMaggio dan Powell, 1983;

Page 40: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

22

Carruthers, 1995; Lippi, 2000). Pertama, coercive (paksaan), yaitu akibat

tekanan-tekanan formal ataupun informal yang diterima suatu organsasi, yang

mana tekanan tersebut dari organisasi lain ataupun harapan masyarakat sekitar

organisasi berada. Misalnya, dalam situasi tertentu peraturan pemerintah dapat

memaksa organisasi untuk mengadopsi prosedur-prosedur dan sistem baru.

Selain adanya suatu paksaan, organisasi juga menghadapi suatu

ketidakpastian, dimana hal ini menjadi sebuah tekanan yang kuat untuk

melakukan perubahan organisasi dengan cara mengimitasi (mimetic) organisasi

lain. Ketidakpastian tersebut bisa saja bersumber dari kurangnya pemahaman

terkait teknologi, terpecahnya sasaran yang ingin dicapai, dan ketidakpastian

simbolik (March dan Olsen, 1976:252), sehingga sangat memungkinkan suatu

organisasi akan mencari bentuk atau model dari organisasi lain (lebih berhasil)

untuk dicontoh.

Normative isomorphism merupakan bentuk pendorong ketiga dimana

pengaruhnya berasal dari profesionalisasi. Profesionalisasi dapat ditingkatkan

melalui lembaga universitas dan organisasi pelatihan profesional (DiMaggio dan

Powell, 1991) dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, pendampingan, dan kerja

sama lainnya.

Dengan melihat uraian di atas, maka NIT menghubungkan perubahan

organisasi dengan lingkungannya. Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti

perubahan organisasi dari sisi NIT diantaranya Sari (2015) dan Maryani (2016).

Sari (2015) meneliti Pemerintah Daerah Situbondo sebagai organisasi yang

mengalami adaptasi lingkungan sebagai akibat dari proses implementasi SAP

Berbasis Akrual dengan analisis NIT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pelembagaan sistem akuntansi berbasis akrual pada Pemerintah Kabupaten

Page 41: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

23

Situbondo menggambarkan terjadinya gejala isomorphism dalam bentuk: (1)

Coercive melalui tekanan dan desakan dari pemerintah pusat berupa aturan-

aturan hukum yang mengikat, (2) Mimetic tergambar dari perbaikan pengelolaan

keuangan di bagian akuntansi dan pembinaan terhadap bendahara, Pejabat

Penata Keuangan (PPK), dan Pengguna Anggaran (PA), dan (3) Normative

terlihat dari penggunaan tenaga profesional melalui kerja sama antara

Pemerintah Kabupaten Situbondo dengan BPKP Perwakilan Jawa Timur,

Universitas Brawijaya, dan Universitas Negeri Jember, dan Pemerintah

Kabupaten Banyuwangi.

Maryani (2016) meneliti proses perubahan pada APIP Kementerian Luar

Negeri sebagai akibat proses institusionalisasi Internal Audit Capability Model

(IACM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendorong terkuat dilakukannya

institusionalisasi IACM adalah karena tekanan dari BPKP yang merupakan Lead

Agency APIP, dan juga arahan Presiden RI yang menargetkan capaian untuk

tahun 2019. Tekanan tersebut dikuatkan dalam agenda pembangunan dan

peraturan. Dalam teori institusional gejala ini termasuk dalam coercive

isomorphism.

Penelitian Sari (2015) dan Maryani (2016) di atas memang telah berhasil

melihat proses perubahan organisasi yang erat dengan pengaruh lingkungannya.

Namun sewaktu proses perubahan masih berjalan, penelitian juga harus tetap

mengelompokkan faktor pendukung dan penghambat jalannya suatu perubahan

dan fokus pada internal organisasi. Seperti peneliti ungkapkan sebelumnya, sisi

internal organisasi merupakan titik krusial dalam perubahan. Dari sisi internal

inilah akan muncul faktor pendukung dan penghambat perubahan dan ini bisa

dijawab dengan menggunakan teori Edward III (1980).

Page 42: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

24

c. Teori Implementasi Kebijakan dari George C. Edward III (1980)

Di dalam teori Implementasi Kebijakan dari George C. Edward III (1980),

suatu kebijakan akan sukses diimplementasikan jika melihat lebih dahulu pada

dua pertanyaan, faktor apa yang mendukung dan menghambat keberhasilan

implementasi kebijakan. Kemudian dari dua pertanyaan ini dirumuskan empat

faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni

komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi/pelaksana dan struktur organisasi

termasuk tata aliran kerja birokrasi.

Penelitian terdahulu Teori Implementasi Kebijakan Edward III (1980) masih

banyak dilakukan di bidang non-akuntansi, seperti kebijakan alokasi dana desa

oleh Wisakti (2008) dan kebijakan e-KTP oleh Putera dan Valentina (2011).

Penggunaan Teori Edward III di bidang akuntansi yang ditemukan peneliti

dilakukan oleh Putri (2015).

Putri (2015) melakukan penelitian implementasi sistem remunerasi BLU

pada Politeknik Pelayaran Surabaya dengan menggunakan teori implementasi

yang dikembangkan oleh Edward III. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

komunikasi dan sumber daya adalah unsur-unsur yang mendukung dalam

pelaksanaan sistem remunerasi BLU Politeknik Pelayaran Surabaya, sedangkan

disposisi dan struktur birokrasi adalah unsur-unsur yang perlu mendapatkan

evaluasi agar sistem remunerasi BLU pada Politeknik Pelayaran Surabaya dapat

diimplementasikan dengan lebih baik.

Penelitian Putri (2015) di atas sangat menginspirasi peneliti dalam

penelitian ini. Penelitian Putri (2015) berhasil menemukan faktor pendukung dan

penghambat dalam implementasi kebijakan sistem remunerasi dari internal

Page 43: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

25

Politeknik Pelayaran Surabaya. Berbeda dengan penelitian Putri (2015),

penelitian ini akan melihat faktor pendukung dan penghambat implementasi

kebijakan dari internal organisasi yang sedang menerapkan pelaporan keuangan

berbasis akrual.

d. Pemilihan Teori Edward III (1980) sebagai Alat Analisis

Berdasarkan beberapa teori organisasi dalam kaitannya dengan kebijakan

pada bagian sebelumnya, peneliti tidak memilih teori Perubahan Organisasi dari

Lewin (1951) dikarenakan peneliti akan fokus pada implementasi kebijakan

bukan proses perubahan organisasi. Peneliti juga tidak memilih New Institutional

Theory, karena teori ini berfokus pada tahap pelembagaan/institusionalisasi

(Amirya, 2011; Sari, 2015; dan Maryani, 2016) bukan implementasi kebijakan.

Peneliti akan memilih Teori Implementasi Kebijakan dari Edward III (1980)

karena implementasi pelaporan keuangan basis akrual pada penelitian ini telah

memasuki tahun ketiga. Pertimbangan peneliti memilih teori Edward III (1980)

adalah teori implementasi Edward III (1980) mampu menjelaskan tentang unsur-

unsur pendukung dan penghambat keberhasilan suatu implementasi program

ditinjau dari sisi internal organisasi yang selaras dengan kajian yang ingin

dilakukan oleh peneliti. Sehingga dapat memberikan perbaikan atas

implementasi kebijakan akuntansi pelaporan keuangan berbasis akrual pada

LKPP di KPPN Malang.

2.2 Teori Implementasi Kebijakan dari George Edward III (1980)

George Edward III (1980) mengelompokkan 4 faktor yang mempengaruhi

keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan antara lain yaitu faktor (1)

komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi dan (4) struktur birokrasi.

Page 44: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

26

Gambar 2.2Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi Kebijakan menurut George

Edward III

Sumber : Edward III, G. C. (1980). Implementing Public Policy. CongressionalQuerterly Press.

2.2.1 Komunikasi

Menurut Edward III (1980), komunikasi diartikan sebagai “proses

penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”. Informasi mengenai

kebijakan menurut Edward III (1980) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan

agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka

persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan

dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan.

Menurut Edward III (1980), komunikasi kebijakan memiliki beberapa

dimensi, antara lain dimensi transmisi (trasmission), kejelasan (clarity) dan

konsistensi (consistency).

a. Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan disampaikan tidak hanya

disampaikan kepada pelaksana (implementors) kebijakan tetapi juga

Page 45: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

27

disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang

berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.

b. Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang

ditransmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang

berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa

yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan

tersebut sehingga masing-masing akan mengetahui apa yang harus

dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut

secara efektif dan efisien.

c. Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan yang diambil

tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana kebijakan, target

grup dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Komunikasi menjadi faktor penting dalam implementasi suatu kebijakan.

Ketidakjelasan pesan komunikasi tentang implementasi kebijakan akan

menimbulkan interpretasi yang salah dan dapat bertentangan dengan makna

kebijakan sesungguhnya. Edward (1980) menyatakan agar suatu program dapat

diimplementasikan dengan baik, harus dipastikan bahwa petunjuk

pelaksanaannya telah diterima dan dikomunikasikan dengan baik. Faktor penting

komunikasi suatu kebijakan erat kaitannya dengan intensitas komunikasi,

kejelasan komunikasi dan konsistensi pesan (Wisakti, 2008; dan Putri, 2015).

Intensitas komunikasi dalam hal ini berkaitan dengan frekuensi komunikasi suatu

kebijakan dilakukan dan di setiap tingkatan pelaksana kebijakan. Kejelasan

informasi, menunjukkan bahwa semua dalam petunjuk teknis dari kebijakan telah

jelas diterima oleh para pelaksana kebijakan. Sedangkan konsistensi pesan,

Page 46: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

28

memiliki arti tidak ada pesan kebijakan yang saling bertentangan antara satu

perintah kebijakan dengan perintah yang lain.

Komunikasi suatu kebijakan bisa dilakukan melalui proses

menyampaikan, mensosialisasikan dan mengkoordinasikan (Putera dan

Valentina, 2011; Puteri, 2015). Menyampaikan dilakukan dalam melakukan

penyampaian awal suatu kebijakan. Mensosialisasikan kebijakan merupakan

tingkatan lanjut dari menyampaikan kebijakan kepada masyarakat. Sedangkan

mengkoordinasikan kebijakan dilakukan untuk menjamin adanya keseragaman

dan kekonsistensian pelaksanaan kebijakan.

2.2.2 Sumber Daya

Edward III (1980) mengemukakan bahwa faktor sumber daya mempunyai

peranan penting dalam implementasi kebijakan. Menurut Edward III (1980)

sumber daya tersebut meliputi sumber daya manusia, sumber daya anggaran,

dan sumber daya peralatan dan sumber daya kewenangan.

a. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang

mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III (1980)

menyatakan bahwa “probably the most essential resources in

implementing policy is staff”. Edward III (1980) menambahkan “no matter

how clear and consistent implementation order are and no matter

accurately they are transmitted, if personnel responsible for carrying out

policies lack the resources to do an effective job, implementing will not

effective”.

Page 47: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

29

b. Sumber Daya Anggaran

Edward III (1980) menyatakan dalam kesimpulan studinya “budgetary

limitation, and citizen opposition limit the acquisition of adequate facilities.

This is turn limit the quality of service that implementor can be provide to

public”. Menurut Edward III, terbatasnya anggaran yang tersedia

menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada

masyarakat juga terbatas.

Edward III (1980) menyatakan bahwa “new towns studies suggest that the

limited supply of federal incentives was a major contributor to the failure of

the program”. Menurut Edward III, terbatasnya insentif yang diberikan

kepada implementor merupakan penyebab utama gagalnya pelaksanaan

program.

Edward III (1980) menyimpulkan bahwa terbatasnya sumber daya

anggaran akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan.

Disamping program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan

anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah.

c. Sumber Daya Peralatan

Edward III (1980) menyatakan bahwa sumber daya peralatan merupakan

sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu

kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan

memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi

kebijakan.

Edward III (1980) menyatakan :

Physical facilities may also be critical resources in implementation.An implementor may have sufficient staff, may understand what hesupposed to do, may have authority to exercise his task, but

Page 48: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

30

without the necessary building, equipment, supplies and evengreen space implementation will not succeed.

d. Sumber Daya Kewenangan

Sumber daya lain yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan

suatu implementasi kebijakan adalah kewenangan. Menurut Edward III

(1980) menyatakan bahwa:

Kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusansendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhilembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenanganini menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah danmengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatukeputusan.

Oleh karena itu, Edward III (1980), menyatakan bahwa pelaku utama

kebijakan harus diberi wewenang yang cukup untuk membuat keputusan

sendiri untuk melaksanakan kebijakan yang menjadi kewenangannya.

Sumber daya pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok

besar, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya pendukung kebijakan

lainnya (Wisakti, 2008; Putera dan Valentina, 2011; dan Puteri, 2015). Walaupun

isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsistensi, tetapi apabila

implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak

akan berjalan efektif. Sumber daya menjadi energi dalam pelaksanaan suatu

kebijakan (Putera dan Valentina, 2011). Sumber daya tersebut dapat berwujud

sumber daya manusia, yakni jumlah SDM yang memadai, kompetensi

implementor, kemampuan SDM di dalam mengidentifikasi menyelesaikan

masalah dengan cepat dan kemampuan untuk mendorong masyarakat. Sumber

daya pendukung lainnya bisa berupa dana, dan sarana prasarana (gedung,

mesin, ATK, mobil atau motor)

Page 49: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

31

2.2.3 Disposisi

Pengertian disposisi menurut Edward III (1980) dikatakan sebagai

“kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan untuk

melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang

menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”. Edward III (1980) mengatakan

bahwa :

jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, parapelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harusdilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakantersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untukmelaksanakan kebijakan tersebut.

Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III (1980) mengenai

disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari:

a. Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan

menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi

kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang

diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu,

pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah

orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan,

lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.

b. Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi

masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.

Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri,

maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi

tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan

atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang

Page 50: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

32

membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini

dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.

Dalam implementasi suatu kebijakan, faktor disposisi berkaitan dengan

sikap pelaksana atau implementor terhadap implementasi kebijakan. Disposisi

merupakan watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh implementor

seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis (Putri, 2015). Apabila implementor

memiliki disposisi yang baik, akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik

seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki

sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses

implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Keberhasilan implementasi

kebijakan sangat bergantung pada komitmen yang kuat dari seluruh implementor

atau stakeholders untuk melaksanakan kebijakan (Putera dan Valentina, 2011).

Lebih lanjut, sikap pelaksana ini berbentuk persepsi pelaksana, respon

pelaksana dan tindakan pelaksana terhadap kebijakan (Wisakti, 2008).

2.2.4 Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan

cukup dan para pelaksana (implementors) mengetahui apa dan bagaimana cara

melakukannya, serta mempunyai keinginan untuk melakukannya, namun Edward

III (1980) menyatakan bahwa “implementasi kebijakan bisa jadi masih belum

efektif karena ketidakefisienan struktur birokrasi”. Struktur birokasi ini mencakup

aspek-aspek seperti struktur birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan

antara unit-unit organisasi dan sebagainya (Edward III, 1980; Wisakti, 2008).

Pembagian tugas yang jelas akan membuat implementor paham akan tugas dan

kewenangannya dalam pelaksanaan kebijakan.

Page 51: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

33

Menurut Edwards III (1980) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi

yakni: “Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi”. Menurut

Winarno (2005:150), “Standard operational procedure (SOP) merupakan

perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta

kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas”.

Edward III (1980) menyatakan bahwa:

demikian pula dengan jelas tidaknya standar operasi, baik menyangkutmekanisme, sistem dan prosedur pelaksanaan kebijakan, pembagiantugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan tangggung jawab diantarapelaku, dan tidak harmonisnya hubungan diantara organisasi pelaksanasatu dengan yang lainnya ikut pula menentukan keberhasilanimplementasi kebjakan.

Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah

adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures) atau

SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur

organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan

menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini

pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel (Putri, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Edward III (1980) dijelaskan bahwa:

SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi kebijakanbaru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baruuntuk melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dengan begitu, semakin besarkebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalamsuatu organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambatimplementasi.

Edward III (1980) menjelaskan bahwa “fragmentasi merupakan

penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang

berbeda sehingga memerlukan koordinasi”. Edward III (1980), mengatakan

bahwa:

struktur birokrasi yang terfragmentasi (terpecah-pecah atau tersebar)dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, karena kesempatan untuk

Page 52: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

34

instruksinya terdistorsi sangat besar. Semakin terdistorsi dalampelaksanaan kebijakan, semakin membutuhkan koordinasi yang intensif.

Page 53: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

35

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif dalam mencapai tujuan

penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah memahami langkah-langkah

implementasi kebijakan pelaporan pemerintah berbasis akrual pada KPPN

Malang dengan alat analisis Teori Implementasi Kebijakan dari Edward III (1980).

Alasan menggunakan paradigma interpretif didasarkan pada pemahaman secara

mendalam dalam implementasi kebijakan pelaporan basis akrual akan dapat

diperoleh dengan paradigma interpretif. Peran peneliti dalam penelitian ini sesuai

dengan paradigma interpretif, yaitu memberikan pemahaman atas fenomena

yang terjadi di tingkat individu (pelaksana KPPN Malang) maupun organisasi

(KPPN Malang) dalam proses implementasi kebijakan pelaporan basis akrual.

Selain itu pendekatan interpretif menurut peneliti lebih tepat digunakan

karena paradigma interpretif lebih menekankan pada makna dan ungkapan

seseorang terhadap label, nama, konsep atau simbol (Burrel dan Morgan, 1979).

Paradigma interpretif melihat dan memahami lingkungan apa adanya dan

memahami sifat dasar lingkungan sosial sesuai dengan pengalaman subjektif.

Interpretivisme dalam penelitian ini adalah untuk memahami implementasi

kebijakan akuntansi pelaporan pemerintah berbasis akrual pada LKPP KPPN

Malang dengan alat analisis Teori Implementasi Kebijakan dari Edward III (1980).

3.2 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini berfokus pada pemahaman implementasi kebijakan

akuntansi pelaporan pemerintah berbasis akrual pada Laporan Keuangan

Page 54: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

36

Pemerintah Pusat KPPN Malang dengan alat analisis Teori Implementasi

Kebijakan dari Edward III (1980). Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini

menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif

dilakukan pada suatu objek yang terkondisi secara alamiah, instrumen kunci

terdapat pada peneliti, bersifat induktif, data dikumpulkan dengan gabungan

(triangulasi) dan hasil penelitian lebih mementingkan makna. Menurut

Sarantakos (1993:36), pendekatan induktif adalah pendekatan dari sesuatu yang

khusus ke yang umum atau dari sesuatu yang konkret ke yang abstrak.

Untuk model penelitian yang digunakan, penelitian ini menggunakan

model penelitian studi kasus karena model ini melihat lebih dekat kepada objek

yang akan diteliti. Setioko (2011) sebagaimana dirujuk oleh Muttaqin (2015)

menyatakan bahwa pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus digunakan

apabila tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dan

mendalam tentang suatu peristiwa yang nuansanya terikat sangat kental dengan

tempat dan waktu.

Yin (2013:1) mengungkapkan bahwa studi kasus merupakan strategi

penelitian yang cocok untuk beberapa kondisi. Pertama, pertanyaan penelitian

berkenaan dengan how atau why. Kedua, sangat sedikit peluang bagi peneliti

mengendalikan objek penelitian. Ketiga, penelitian memfokuskan pada peristiwa

terkini dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus sesuai dengan

kriteria dari Yin (2013) di atas. Pertama, penelitian berfokus pada bagaimana

implementasi pelaporan keuangan berbasis akrual pada LKPP KPPN dengan

alat analisis Teori Implementasi Kebijakan dari Edward III (1980). Kedua, sangat

sedikit peluang bagi peneliti mengendalikan implementasi pelaporan keuangan

Page 55: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

37

berbasis akrual pada LKPP KPPN. Hal ini karena pelaporan keuangan basis

akrual telah memiliki dasar yuridis yang kuat di dalam PP No. 71 Tahun 2010.

Ketiga, implementasi pelaporan keuangan basis akrual masih menjadi topik

hangat karena baru memasuki tahun ketiga pelaksanaan.

3.3 Lokasi Penelitian

Peneliti interpretif memiliki keterkaitan langsung dan dekat dengan

kelompok yang dipelajari. Hal ini agar memungkinkan adanya interaksi dan

pemenuhan keingintahuan peneliti terhadap organisasi dan dunia sosial. Oleh

karena itu, peneliti akan memilih lokasi penelitian yang dekat dan telah dipahami.

Situs penelitian ini berada di KPPN Malang. Sebagai KPPN yang

beroperasi di wilayah Malang dan kedudukannya sebagai kuasa BUN Pusat,

KPPN Malang berperan sebagai entitas awal dalam penyusunan LKPP. Dengan

peran yang lebih dituntut sebagai learning organization bagi satuan kerja dan

berbagai prestasi yang diraih: KPPN Malang merupakan KPPN pertama yang

meraih penghargaan Kantor Pelayanan Percontohan (KPPc) di tahun 2013,

meraih predikat WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) pada 2014 dan

satu dari 4 (empat) KPPN yang telah memiliki sertifikat ISO 9001:2008 di 2015.

Dengan berbagai prestasi yang dimiliki, KPPN Malang sering menjadi benchmark

bagi KPPN lain dalam hal peningkatan pelayanan.

Jumlah satuan kerja yang dilayani di KPPN Malang berjumlah 222 satuan

kerja. Keunikan dari satuan kerja yang ada di KPPN Malang terletak pada

karakteristik dari satuan kerja yang dilayani KPPN Malang sangat kompleks,

yaitu semua satuan kerja dari semua Kementerian/Lembaga ada disini. Ditambah

lagi dengan adanya 7 Badan Layanan Umum (BLU) yang pelaporannya lebih

Page 56: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

38

rumit daripada satuan kerja lain. Ketujuh dari BLU ini adalah Universitas

Brawijaya, Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Islam Negeri (UIN)

Maulana Malik Ibrahim Malang, Rumah Sakit Jiwa UIN, Politeknik Kesehatan

(Poltekkes) Malang, Politeknik Negeri Malang (Polinema), dan Balai Besar

Inseminasi Buatan (BBIB) Malang.

Walau memiliki banyak prestasi dalam memberikan pelayanan publik,

KPPN Malang belum bisa berbicara banyak akan prestasinya dalam hal LKPP,

baik sebelum atau sesudah berbasis akrual. Untuk tahun 2015, KPPN Malang

menempati posisi ke-14 dari 15 KPPN yang ada di Propinsi Jawa Timur. Posisi

terbaik LKPP KPPN Malang ada di tahun 2014, namun itu juga hanya berada di

posisi 10 dari 15 KPPN. (Kepdirjen Perbendaharan No.326/PB/2015; Kep Kanwil

Perbendaharaan Prop. Jatim No.145/WPB.16/2016). Atas dasar ini, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian di KPPN Malang, sebagai KPPN yang penuh

dengan prestasi namun belum bisa berprestasi di bidang pelaporan keuangan

(LKPP).

3.4 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian kualitiatif, Lofland dan Lofland (1984) menyatakan bahwa

jenis data utama yang digunakan adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya dari

dua jenis tersebut merupakan data tambahan seperti dokumen, foto, dan jenis

data lainnya.

Dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan terdiri dari dua bentuk yaitu

data primer dan data sekunder.

Page 57: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

39

3.4.1. Data Primer

Data primer didapat dengan melakukan wawancara dengan penyusun

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) KPPN Malang selaku Kuasa BUN

di Daerah. Dari wawancara tersebut diharapkan mendapatkan informasi yang

sebenar-benarnya mengenai penerapan pelaporan keuangan berbasis akrual

berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010.

3.4.2. Data Sekunder

Dalam penelitian ini, data sekunder yang dipergunakan adalah LKPP

KPPN Malang. Data sekunder yang lain adalah landasan hukum pelaksanaan

Standar Akuntansi Pemerintah Pusat yang terdiri dari Peraturan Pemerintah,

Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data diperoleh terutama dari pengalaman, pengamatan dan

wawancara. Dokumentasi sumber data utama dari participant observation,

wawancara, dan dokumentasi merupakan gabungan dari kegiatan melihat,

mendengar dan bertanya.

Dalam rangka memperoleh data, maka penelitian ini menggunakan

beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Participant observation

Dalam observasi berpartisipasi, peneliti terlibat dengan kegiatan orang

yang akan diteliti/diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.

Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh

sumber data dan ikut merasakan kejadian. Dengan observasi ini, data yang

diperoleh akan lebih lengkap dan tajam. Dan pada penelitian ini, peneliti dapat

bersikap sebagai pengamat langsung dalam lingkungan tersebut.

Page 58: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

40

Peneliti merupakan pegawai Kementerian Keuangan yang telah bekerja

di KPPN sejak tahun 2006. Peneliti telah mengenal proses penyusunan LKPP

semenjak tahun 2007 dan secara tim telah menghasilkan LKPP KPPN Padang

Tahun 2014 dan 2015. Selain itu, peneliti juga pernah menjadi narasumber bagi

satuan kerja dalam pelatihan SAP Berbasis Akrual. Dengan pengalaman yang

menguntungkan, akan sangat menunjang untuk melakukan penelitian yang lebih

mendalam.

b. Wawancara

Proses wawancara dalam penelitian ini melibatkan wawancara dengan

semua pegawai di KPPN Malang dan rekan peneliti yang bekerja di KPPN lain

yang menunjang penelitian. Namun dalam penelitian ini terdapat informan kunci

yang akan diwawancarai dalam penelitian ini:

Tabel 3.1Daftar Informan Kunci Penelitian

No Nama Jabatan

1. Susanto Kepala KPPN Malang

2. Marjanto Kepala Seksi Verifikasi danAkuntansi

3. Ndaru Pelaksana Penyusun LKPP

Alasan dipilihnya ketiga informan kunci dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Kepala KPPN Malang

Kepala KPPN Malang berperan sebagai pejabat penandatangan

pernyataan tanggung jawab LKPP. Dengan kata lain, isi dari LKPP secara

formal merupakan tanggung jawab dari Kepala KPPN. Kepala KPPN

tentu memiliki pengetahuan seputar kebijakan umum dalam penyusunan

Page 59: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

41

LKPP berbasis akrual. Atas dasar ini, maka Kepala KPPN memiliki peran

sebagai informan kunci dalam penelitian.

2. Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi

Seksi Verifikasi dan Akuntansi merupakan bagian teknis dalam proses

penyusunan LKPP. Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi bertanggung

jawab dalam pelaksanaan teknis penyusunan LKPP KPPN. Kepala seksi

di bagian ini berperan sebagai penerjemah kebijakan pelaporan

pemerintah hingga menjadi wujud teknis untuk dilaksanakan oleh

penyusun LKPP.Atas dasar ini, maka Kepala Seksi Vera dipilih sebagai

informan kunci dalam penelitian.

3. Penyusun LKPP

Penyusun LKPP pada praktek di lapangan adalah pelaksana di seksi

verifikasi dan akuntansi. Penyusun LKPP tentu akan menjadi informan

kunci dalam penelitian ini karena penyusun LKPP terlibat secara

langsung dalam proses penyusunan LKPP. Berbagai kendala maupun

pendukung dalam implementasi pelaporan berbasis akrual pada LKPP

KPPN tentunya telah dialami oleh penyusun LKPP. Atas dasar ini, maka

penyusun LKPP dipilih sebagai informan kunci dalam penelitian.

c. Dokumentasi

Digunakan untuk memperoleh informasi yang bersumber dari dokumen

dan record. Dokumen dan record yang digunakan dalam penelitian ini termasuk

dalam studi pustaka. Menurut Sutopo (2002:54) dokumen dan arsip merupakan

bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu

dan dapa berupa gambaran atau benda peninggalan yang berhubungan dengan

suatu aktivitas atau peristiwa. Dokumen dan record dalam penelitian ini

Page 60: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

42

mencakup: (1) LKPP KPPN Malang (2) peraturan perundang-undangan terkait

dengan keuangan negara dan pertanggungjawabannya; (3) PP No. 71 Tahun

2010 dan PP No. 24 Tahun 2005. Selain dokumen tersebut, peneliti juga

memanfaatkan dokumen yang relevan dengan fokus penelitian seperti buku,

majalah, record, dan dokumen pendukung lainnya.

3.6 Pencermatan Keabsahan Data

Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada beberapa kriteria dan teknik

pemeriksaan keabsahan data sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2004)

berikut:

Tabel 3.2Ikhtisar Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Kriteria Teknik Pemeriksaan

Kredibilitas

Perpanjangan keikutsertaanTriangulasi

Kecukupan referensialPengecekan anggota

Keteralihan Uraian rinciKebergantungan Audit kebergantungan

Kepastian Audit kepastianSumber : Moleong (2004:327)

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam meneliti tentang implementasi

pelaporan keuangan berbasis akrual berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010

dengan alat analisis Teori Implementasi Kebijakan dari Edward III (1980)

memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Ini

penting untuk menguji ketidakbenaran informasi yang diperkenalkan oleh

distorsi, baik dari diri sendiri maupun responden. Keikutsertaan peneliti

dimulai pada April 2017 dan selesai pada Juli 2017.

Page 61: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

43

2. Triangulasi

Triangulasi merupakan pengecekan kembali terhadap hasil penelitian

dengan media selain yang telah digunakan. Peneliti menggunakan

triangulasi sumber dan metode.

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi metode dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda. Hal ini dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara

dengan data hasil pengamatan dan dokumentasi.

3. Kecukupan referensial

Selain informasi yang terekam, peneliti juga mengumpulkan beberapa

dokumen yang mendukung penelitian. Dokumen tersebut diantaranya : (1)

LKPP KPPN Malang Tahun 2015 dan 2016, (2) Peraturan Pemerintah

Nomor 71 Tahun 2010, (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor

233/PMK.05/2011, (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor

169/PMK.05/2012, (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor

177/PMK.05/2015, (6) Keputusan Dirjen Perbendaharaan No. 239/PB/2015.

4. Pengecekan anggota

Merupakan pengecekan kembali terhadap anggota yang ikut dalam proses

pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan keabsahan data.

Pengecekan meliputi data, penafsiran, dan kesimpulan. Pengecekan ini

dapat dilakukan secara formal dan informal. Beberapa manfaat pengecekan

diantaranya: (1) memberikan kesempatan kepada responden untuk

memperbaiki kesalahan data dan penafsirannya, (2) memberikan

kesempatan kepada responden untuk memberikan data tambahan dan (3)

Page 62: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

44

memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengikhtisarkan hasil

penelitian sementara yang memudahkannya untuk melangkah ke analisis

data

5. Uraian rinci (thick description)

Bertujuan agar orang lain memahami hasil penelitian sehingga ada

kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut. Peneliti

melaporkan hasil penelitiannya dengan memberikan uraian yang rinci, jelas,

sistematis dan dapat dipercaya. Peneliti dituntut untuk melaporkan uraian

seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat

penelitian diselenggarakan. Dengan demikian, pembaca menjadi jelas dalam

memahami hasil penelitian tersebut sehingga ia dapat memutuskan dapat

atau tidaknya mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.

6. Audit kebergantungan

Audit kebergantungan dilakukan oleh dosen pembimbing. Dosen

pembimbing menelaah penelitian yang dilakukan peneliti dari sisi keunikan

dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini berbeda

dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini berfokus pada analisis

implementasi pelaporan keuangan berbasis akrual berdasarkan PP No. 71

Tahun 2010 pada LKPP KPPN Malang dengan alat analisis Teori

Implementasi Kebijakan dari Edward III (1980).

7. Audit kepastian

Pada tahap ini, peneliti menyiapkan semua data dan hasil penelitian di

lapangan. Penilaian hasil kualitas penelitian ini dilakukan oleh Dosen

Pembimbing. Dosen melakukan uji hasil penelitian yang dikaitkan dengan

Page 63: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

45

proses yang telah dilakukan oleh peneliti, sehingga telah memenuhi

pengujian kepastian.

3.7 Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul, penelitian studi kasus akan menemukan banyak

data, dan diperlukan rangkaian analisa data, terutama penentuan data mana

yang sesuai dengan tujuan penelitian penelitian. Pada tahapan ini diperlukan

analisa data sebagai tahapan selanjutnya. Analisa data kualitatif adalah proses

pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola atau kategori dan uraian

satuan dasar sehingga lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan

(Sugiyono, 2009:240).

Alasan Pemilihan Teknik Analisa Data dari Yin (2014)

Pada awal bab telah disebutkan bahwa peneliti akan menggunakan studi

kasus sesuai dengan kriteria dari Yin. Pada tahap analisa data, beberapa peneliti

terdahulu seperti Stake, Creswell dan Yin telah menemukan tahapan teknik

analisa data dalam model penelitian studi kasus. Pada penelitian ini, analisa data

yang digunakan akan mengadaptasi teknik analisa studi kasus dari Yin (2014).

Alasan peneliti menggunakan teknik analisa studi kasus dari Yin (2014)

karena teknik ini memiliki tahapan penjodohan pola. Penjodohan pola menjadi

pertimbangan utama peneliti karena pada tahapan ini peneliti melakukan

penjodohan dan perbandingan pola yang didasarkan atas data empirik (hasil

penelitian) dengan pola yang diprediksikan. Penelitian studi kasus akan

menemukan banyak data. Dengan banyaknya data yang ditemukan, maka

diperlukan rangkaian analisa data, terutama penentuan data empirik mana saja

yang sesuai dengan pola yang diprediksi (tujuan penelitian). Tujuan penelitian

adalah memahami langkah-langkah implementasi kebijakan pelaporan basis

Page 64: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

46

akrual di KPPN Malang. Di dalam langkah-langkah implementasi itu akan

dianalisis faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan. Pada

penelitian ini, faktor-faktor tersebut akan dibentuk menjadi pola yang

diprediksikan sesuai dengan Teori Implementasi Kebijakan dari Edward III

(1980).

Posisi Teori Edward III (1980) pada Analisa Data Studi Kasus Yin (2013)

Pada Bab II, peneliti telah kemukakan alasan menggunakan Teori

Edward III (1980) sebagai alat analisa data. Pada bagian ini akan dipertegas lagi

kedudukan dari Teori Edward III (1980) pada analisa data studi kasus dari Yin

(2014).

Sebagaimana telah peneliti sebutkan sebelumnya, bahwa analisa data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa studi kasus dari Yin (2014).

Teknik analisa ini memiliki tahapan penjodohan pola. Posisi teori Edward III

(1980) terdapat pada tahapan penjodohan pola. Data empirik akan dijodohkan

dengan data yang diprediksi berdasarkan operasionalisasi 4 faktor dari Teori

Edward III (1980), yakni komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur

birokrasi.

Tahapan Teknik Analisa Data

Teknik analisa data studi kasus dari Yin (2014) memiliki tiga langkah,

yaitu (a) Penjodohan Pola. Pada tahap ini, alat analisis dalam menjodohkan pola

menggunakan Teori Edward III; (b) Pembuatan Eksplanasi; dan (c) Penarikan

Kesimpulan/Verifikasi. Berikut ini akan digambarkan teknik analisa data dalam

penelitian ini dengan mengadopsi teknik analisa studi kasus dari Yin (2014):

Page 65: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

47

Gambar 3.1Teknik Analisa Data

Sumber : Adaptasi dari Yin (2014)

Berdasarkan gambar di atas, peneliti melakukan analisis data setelah

melakukan pengumpulan data terkait penerapan pelaporan keuangan berbasis

akrual berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010. Pengumpulan data dilakukan baik

secara participant observation, wawancara dan dokumentasi. Dalam tahapan ini

peneliti akan dengan teliti dan serius mengumpulkan data yang berfokus pada

tujuan penelitian.

Setelah semua data terkumpul, peneliti melakukan tahapan penjodohan

pola. Peneliti terlebih dahulu mengelompokkan data-data kasar di lapangan

menjadi 4 (empat) faktor utama dalam teori Implementasi Kebijakan dari George

C. Edward III (komunikasi; sumber daya; disposisi; dan struktur birokrasi).

Pengumpulan Data

(Participant Observation, Wawancara,Dokumentasi)

Penjodohan Pola

(Penjodohan Pola Berdasarkan EmpatFaktor dari Teori Implementasi

Kebijakan Publik dari Edward III)

Komunikasi SumberDaya

Disposisi StrukturBirokrasi

Pembuatan Eksplanasi

Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Page 66: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

48

Selanjutnya peneliti akan menampilkan hasil riset atau pendapat dari Edward III

(1980) sebagai pola yang diprediksi. Lalu data kasar yang telah dikelompokkan

sebelumnya akan ditampilkan sebagai pola empirik (hasil penelitian). Kemudian

dilakukan penjodohan pola antara pola yang diprediksi dengan pola empirik (hasil

penelitian) dan dituangkan dalam pendeskripsian hasil penelitian. Hasil

penjodohan pola bisa menunjukkan hubungan yang mendukung atau

menghambat implementasi pelaporan basis akrual, tergantung dari data yang

ditemukan peneliti di lapangan.

Langkah selanjutnya adalah pembuatan eksplanasi atas deskripsi hasil

penelitian. Peneliti memberikan ekplanasi hasil penelitian dengan teks yang

bersifat naratif, tabel dan gambar, sesuai dengan tujuan penelitian yakni

memahami penerapan pelaporan keuangan berbasis akrual berdasarkan PP No.

71 Tahun 2010 pada LKPP KPPN. Setiap akan memulai tahapan selanjutnya,

peneliti akan senantiasa melakukan review ulang untuk menjamin konsistensi

tujuan penelitian. Lalu baru dilakukan penarikan kesimpulan/verifikasi (conclusion

drawing/verification).

Page 67: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

49

BAB IVIMPLEMENTASI KEBIJAKAN AKUNTANSI

PELAPORAN PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL PADAKPPN MALANG

Pada bagian ini akan ditampilkan hasil penelitian dan wawancara peneliti

dalam rangka menjawab rumusan masalah peneltian, yakni bagaimana

implementasi kebijakan pelaporan basis akrual pada KPPN Malang. Pada bagian

pertama, peneliti akan memberikan sekilas mengenai gambaran umum Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang.

4.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang

Di dalam PMK No.169/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan disebutkan bahwa Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah instansi vertikal Direktorat

Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Kepala Kantor Wilayah. KPPN yang ada di Indonesia di bedakan menjadi 5 jenis

tipe, yaitu:

a. KPPN Tipe A1

b. KPPN Tipe A2

c. KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah

d. KPPN Khusus Penerimaan

e. KPPN Khusus Investasi

Pembagian tipe KPPN A1 dan A2 didasarkan pada beban kerja/jumlah

satker yang dilayani. Sampai dengan tahun 2012, total ada 181 KPPN, di mana

KPPN Malang termasuk dalam KPPN Tipe A1. KPPN Malang memiliki beban

kerja sejumlah 222 satuan kerja di Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Batu,

Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan.

Page 68: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

50

KPPN Malang berlokasi di Jalan Merdeka Selatan No 1-2 Kiduldalem,

Klojen – Malang. Sebagai salah satu instansi vertikal Direktorat Jenderal

Perbendaharaan, KPPN Malang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan

reformasi di bidang keuangan negara, yang bertujuan untuk mewujudkan good

governance dan clean government. Visi dari KPPN Malang adalah menjadi

pengelola perbendaharaan negara di daerah yang profesional, modern,

transparan dan akuntabel. Sedangkan misi yang KPPN Malang adalah: (1)

Menjamin kelancaran pencairan dana APBN secara tepat sasaran, tepat waktu

dan tepat jumlah; (2) Mengelola penerimaan negara secara profesional dan

akuntabel; (3) Mewujudkan pelaporan pertanggungjawaban APBN yang akurat

dan tepat waktu; (4) Mendukung pelaksanaan sistem perbendaharaan yang

andal, profesional dan modern

Sebagai KPPN Tipe A1, KPPN Malang mempunyai tugas melaksanakan

kewenangan perbendaharaan dan bendahara umum negara, penyaluran

pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan

pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Berikut akan ditampilkan struktur organisasi dari KPPN

Malang:

Page 69: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

51

Gambar 4.1Struktur Organisasi KPPN Malang

Sumber : PMK No.169/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja InstansiVertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Dalam implementasi kebijakan pelaporan keuangan berbasis akrual,

Seksi Verifikasi dan Akuntansi (Vera) KPPN Malang berperan dalam penyusunan

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Di dalam PMK No.

169/PMK.01/2012 disebutkan:

“Seksi Verifikasi dan Akuntansi mempunyai tugas melakukan verifikasipembayaran, rekonsiliasi laporan akuntansi, penyusunan LaporanKeuangan tingkat Kuasa BUN, pelaporan realisasi dan analisis kinerjaanggaran serta analisis data statistik laporan keuangan”.

Jumlah sumber daya manusia yang dimiliki KPPN Malang berjumlah 46 orang

dengan komposisi sebagai berikut:

Page 70: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

52

Tabel 4.1Komposisi Sumber Daya Manusia KPPN Malang

No Jumlah Pegawai

1. Kepala Kantor 1

2. Sub Bagian Umum 9

3. Seksi Pencairan Dana 13

4. Seksi Bank/Giro Pos 7

5. Seksi Verifikasi dan Akuntansi 7

6. Seksi Manajemen Satker & Kepatuhan

Internal

6

Jumlah 43

Sumber : Kepegawaian KPPN Malang Tahun 2017

Di dalam Rencana Strategis Ditjen Perbendaharaan 2015-2019, KPPN

Malang dan KPPN lainnya dihadapkan pada penajaman fungsi KPPN sebagai

Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) dalam pelaksanakan tugas pencairan

dana APBN, supervisi dan bimbingan teknis kepada satker, serta standardisasi

pengelolaan keuangan pemerintah. Di samping itu, peran KPPN juga akan

diarahkan menjadi “learning organization” bagi satuan kerja. Proses bisnis Ditjen

Perbendaharaan periode 2015-2019 difokuskan untuk mewujudkan Ditjen

Perbendaharaan sebagai learning organization yaitu organisasi yang analitikal,

ilmiah, inovatif dan responsif terhadap perubahan (Keputusan Dirjen

Perbendaharaan No. 239/PB/2015 tentang Rencana Strategis Ditjen

Perbendaharaan Tahun 2015-2019)

Untuk mendorong peningkatan kualitas, berbagai prestasi telah diraih

oleh KPPN Malang. Dikutip dari https://kppnmalang.com, KPPN Malang

Page 71: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

53

merupakan KPPN pertama yang meraih penghargaan Kantor Pelayanan

Percontohan (KPPc) di tahun 2013; penghargaan WBBM (Wilayah Birokrasi

Bersih dan Melayai) pada tahun 2014; dan satu dari 4 (empat) KPPN yang telah

memiliki sertifikat ISO 9001:2008.

Diraihnya sertifikat berstandar internasional (ISO) 9001:2008 dengan

nomor register sertifikat FS 717139 oleh KPPN Malang menunjukkan keseriusan

KPPN dalam rangka pengelolaan keuangan negara secara profesional, efisien

dan efektif melalui penerapan quality assurance. ISO 9001:2008 merupakan

proses pengelolaan organisasi (perencanaan, penerapan, evaluasi dan

penyempurnaan) yang ditujukan untuk menghasilkan output yang sesuai dan

terstandar dengan harapan memenuhi kebutuhan stakeholder.

4.2 Kebijakan Pelaporan Pemerintah Berbasis Akrual Pada KPPN Malang

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan output utama

dari kebijakan pelaporan berbasis akrual pada KPPN Malang. Kebijakan pokok

sebagai dasar KPPN Malang dalam implementasi pelaporan berbasis akrual

adalah PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis

Akrual dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian

Negara/Lembaga sebagai petunjuk teknisnya.

Di dalam PP No. 71 Tahun 2010 ditunjukkan perbedaan dari pelaporan

pemerintah berbasis akrual dibandingkan dengan basis sebelumnya (basis kas

dan basis kas menuju akrual). Perbedaan ini terlihat pada jenis laporan yang

dihasilkan, dimana SAP Basis Akrual menghasilkan Laporan Operasional dan

Laporan Perubahan Ekuitas sebagai laporan terbaru berbasis akrual.

Page 72: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

54

Tabel 4.2Perbedaan Laporan SAP Basis Akrual dan SAP Basis Kas Menuju Akrual

SAP Basis Akrual SAP Basis Kas Menuju AkrualLaporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Arus Kas Laporan Arus Kas

Neraca(“Ekuitas” tidak dirinci)

Neraca, dengan Ekuitas Dana dirinci :1. Ekuitas Dana Lancar2. Ekuitas Dana Investasi3. Ekuitas Dana Cadangan

Laporan Perubahan Saldo AnggaranLebih

Laporan Perubahan Saldo AnggaranLebih

Laporan Operasional -Laporan Perubahan Ekuitas -

Sumber : Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010

Definisi SAP Berbasis Akrual sendiri di dalam PP No. 71 Tahun 2010 adalah,

“SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban,aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, sertamengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporanpelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalamAPBN/APBD”.

Pada PP No. 71 Tahun 2010, konsep dasar akuntansi basis akrual memiliki dua

pilar utama, yaitu:

a. Pengakuan pendapatan:

Saat pengakuan pendapatan pada basis akrual adalah pada saat instansimempunyai hak untuk melakukan penagihan dari hasil kegiatan instansi.Dalam konsep basis akrual menjadi hal yang kurang penting mengenaikapan kas benar-benar diterima. Sehingga dalam basis akrual kemudianmuncul adanya estimasi piutang tak tertagih, sebab penghasilan sudahdiakui padahal kas belum diterima.

b. Pengakuan biaya:

Pengakuan biaya dilakukan pada saat kewajiban membayar sudahterjadi. Sehingga dengan kata lain, pada saat kewajiban membayar sudahterjadi, maka saat itu pula sudah muncul biaya meskipun biaya tersebutbelum dibayar.Hasil wawancara dengan Kepala KPPN Malang (Bapak Susanto)

menyatakan bahwa kebijakan penyusunan laporan basis akrual telah diterapkan

Page 73: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

55

pada penyusunan LKPP KPPN Malang Tahun 2015 dan 2016. Berikut kutipan

wawancara dengan Beliau:

“Sejak tahun 2015 penyusunan LKPP telah menerapkan basis akrual. Halini sesuai dengan arahan pimpinan dan Peraturan Pemerintah yangmengamanatkan penerapan basis akrual sebagai pilihan terbaik dalampertanggungjawaban keuangan negara”.

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian

Negara/Lembaga diatur bahwa LKPP Tingkat KPPN dilaporkan ke Kanwil Ditjen

Perbendaharaan setiap tanggal 13 bulan berikutnya. Lampiran laporan yang ada

pada LKPP ini terdiri dari:

1. Laporan Arus Kas (Face) Tingkat KPPN;

2. Neraca Tingkat KPPN (Ledger Kas);

3. Laporan Realisasi Anggaran Tingkat KPPN (Face);

4. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Tingkat Kuasa BUN KPPN;

5. Laporan Operasional Tingkat Kuasa BUN KPPN;

6. Laporan Perubahan Ekuitas Tingkat KPPN;

7. Neraca Tingkat KPPN (Ledger Akrual);

8. Laporan Arus Kas Per Akun Tingkat KPPN;

9. Laporan Realisasi Pendapatan dan Hibah Tingkat KPPN Menurut Akun;

10. Laporan Realisasi Anggaran Belanja Menurut Sumber Dana, Fungsi, Sub

Fungsi, Program Kegiatan;

11. Laporan Realisasi Anggaran Belanja Menurut Bagian Anggaran, Eselon I,

Satker dan Kewenangan;

12. Laporan Realisasi Anggaran Belanja Menurut Bagian Anggaran dan Jenis

Belanja;

Page 74: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

56

13. Laporan Realisasi Anggaran Belanja Menurut Jenis Belanja.

Kebijakan penyusunan laporan berbasis akrual terdapat pada Neraca,

Laporan Operasional dan Laporan Perubahan Ekuitas, sesuai dengan PP No. 71

Tahun 2010. Laporan Arus Kas, Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan

Perubahan Saldo Anggaran Lebih disusun menggunakan pelaporan berbasis

kas. Laporan ini tetap masuk ke dalam SAP Basis Akrual karena laporan ini

bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan dari pertanggungjawaban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara yang masih berbasis kas. Sebagaimana kita

ketahui, penyusunan anggaran di Negara Indonesia termasuk dalam kelompok

Negara yang masih menerapkan penganggaran basis kas. Sampai sekarang,

mungkin hanya Negara Selandia Baru dan Inggris yang berhasil menerapkan

anggaran berbasis akrual sebagai bagian melekat pada basis akuntansi akrual

(Athukorala dan Reid, 2003). Berikut kutipan wawancara dengan Pjs. Kepala

Seksi Vera KPPN Malang (Bapak Marjanto):

“Kita nyusun LKPP basis akrual sesuai dengan PP 71 Tahun 2010 mas.Disitu sudah ada petunjuknya dan yang pasti laporan yang sudah adaselama ini tetap berdampingan dengan laporan basis akrual (LO) karenaanggaran kita masih cash basis”.

Kebijakan tambahan yang digunakan oleh KPPN Malang adalah

penambahan informasi akrual dari satuan kerja sewaktu menyampaikan laporan

keuangan. Informasi akual ini digunakan dan mempermudah dalam analisa

laporan keuangan. Satuan kerja yang melakukan penjurnalan penyesuaian,

maka akan diberikan kebijakan tambahan yaitu permintaan informasi akrual,

sebagaimana hasil wawancara dengan Ndaru (penyusun LKPP) sebagai berikut:

“Untuk satker-satker yang melakukan adjustment (jurnal penyesuaian),kita perlu informasi akrualnya mas. Jadi mudah untuk analisalaporannya”.

Page 75: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

57

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa output kebijakan

pelaporan basis akrual terlihat pada LKPP tingkat KPPN Malang. Kebijakan

pokok KPPN Malang dalam penerapan pelaporan basis akrual adalah PP No. 71

Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual dan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman

Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian

Negara/Lembaga. Sedangkan kebijakan tambahan adalah permintaan informasi

akrual untuk satuan kerja yang melakukan penjurnalan penyesuaian. Walau

kebijakan penyusunan LKPP telah berbasis akrual, namun pelaporan lain yang

berbasis kas masih ada sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran.

4.3 Implementasi Kebijakan Pelaporan Pemerintah Berbasis Akrual PadaKPPN Malang

Dalam rangka implementasi kebijakan pelaporan basis akrual pada

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN

Malang berperan sebagai pelaksana utama dan penyusun LKPP. LKPP pada

tingkat KPPN ini diberi nama sebagai Laporan Keuangan tingkat Kuasa BUN.

Laporan Keuangan ini merupakan konsolidasian Laporan Keuangan dari 222

satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga mitra KPPN Malang. Definisi dari

konsolidasi di dalam PP No. 71 Tahun 2010 adalah:

“Proses penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan olehsuatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya, entitasakuntansi dengan entitas akuntansi lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporankonsolidasian”.

Gambar 4.2 berikut akan menunjukkan proses penyusunan LKPP Tingkat KPPN

berdasarkan Kepdirjen Perbendaharaan No. 287/PB/2015 tentang Standar

Operasional Prosedur KPPN:

Page 76: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

58

Gambar 4.2Prosedur Penyusunan LKPP Tingkat KPPN

Sumber : Kepdirjen Perbendaharaan No. 287/PB/2015

Dari hasil penelitian dan berdasarkan Kepdirjen Perbendaharaan No.

287/PB/2015 tentang Standar Operasional Prosedur KPPN, KPPN Malang

melakukan beberapa langkah berikut dalam pelaksanaan kebijakan pelaporan

berbasis akrual. Pembagian langkah-langkah kegiatan berdasarkan timeline

dalam satu periode pelaporan.

4.3.1 Persiapan Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis Akrual

a. Pembentukan Tim Rekonsiliasi dan Penyusunan LKPP

Dalam pelaksanaan kebijakan pelaporan basis akrual, pembentukan tim

rekonsiliasi dan penyusunan LKPP dilakukan di awal tahun pelaporan. Hal ini

biasa dilakukan dengan dituangkan di dalam kontrak kinerja dari setiap pegawai.

Tim rekonsiliasi bertanggung jawab dalam pelaksanaan rekonsiliasi laporan

keuangan. Sedangkan tim penyusun LKPP bertanggung jawab dalam

melakukan rekonsiliasilaporan keuangan dari

satuan kerja

melakukan konsolidasilaporan keuangan dari

satuan kerja

mencetak dan menganalisaLAK, LRA, LO, LPE, LPSAL dan

Neraca

membandingkan saldo kaspada LAK dengan saldo kas

pada Laporan Kas Posisi

menyusun Catatan AtasLaporan Keuangan

membuat pernyataantanggung jawab

menyiapkan lampiran dalamLKPP (daftar rekening satkerbeserta saldo, rincian kas di

bendahara satker)

menjelaskan selisih saldoantara saldo Kas di

Bendahara Pengeluaranpada Neraca dan saldo di

rekening koran

membuat surat pengantarLKPP dan melaporkan LKPPke Kanwil Perbendaharaanpaling lambat tgl 13 bulan

berikutnya

Page 77: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

59

penyelesaian pelaporan keuangan di dalam LKPP, sebagai helpdesk

permasalahan dan pelatihan satuan kerja.

Pada KPPN Malang, kedua tim ini berasal dari seksi verifikasi dan akuntansi

KPPN Malang. Jumlah tim rekonsiliasi adalah 6 orang, sedangkan tim penyusun

LKPP berjumlah 2 orang. Penyusun utama LKPP juga merangkap sebagai tim

rekonsiliasi guna meningkatkan kualitas penyusunan LKPP. Berikut kutipan

wawancara dengan Bapak Marjanto (Pjs. Kepala Seksi Vera):

“Disini setiap awal tahun ditetapkan dua tim mas. Tim rekon sama tim LKPP.Tim rekonnya 6 orang, tim LKPP nya 2 orang. Kedua tim ini lah yang jadibemper kita dalam menghadapi pelaporan basis akrual”.

b. Melakukan Sosialisasi, Bimbingan Teknis (Bimtek) dan PendidikanPelatihan (Diklat)

Pada tahap persiapan, kegiatan sosialisasi, bimtek dan diklat dilakukan

sebagai bentuk komunikasi kebijakan pelaporan basis akrual. Kegiatan ini tidak

hanya dilakukan ke pihak luar (satker) saja, namun juga melibatkan pihak dalam

(pegawai KPPN Malang). Edward III (1980) menyatakan bahwa komunikasi

kebijakan yang baik akan menjamin kesamaan implementasi kebijakan di setiap

implementor.

KPPN Malang melakukan kegiatan sosialisasi/bimtek/diklat minimal 2 kali

dalam setahun. Untuk satuan kerja, kegiatan ini dilakukan terutama pada

penyusunan laporan keuangan semesteran. Satker secara umum sudah tidak

mengalami kesulitan penerapan akrual. Proses akrual pada satker kebanyakan

terjadi pada belanja pegawai seperti rapel gaji, pada belanja barang atau modal

seperti pada pembayaran uang muka kerja. Berikut kutipan wawancara dengan

Ibu Aaz (tim penyusun LKPP/helpdesk KPPN Malang):

“sosialisasinya gak hanya satu arah mas, dua arah. Kita kasih materi, terusmereka dipersilahkan bertanya. Rata-rata udah paham kok akrual. Pokoknya

Page 78: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

60

kita juga udah wanti-wanti di belanja pegawai, kayak rapel gaji sama uangmuka belanja modal”.

Sosialisasi/bimtek/diklat ke dalam (pegawai KPPN Malang) dilakukan

minimal 1 kali dalam setahun. Kegiatan ini dimulai sejak persiapan penerapan

basis akrual dengan mendatangkan narasumber dari Badan Diklat Keuangan

dan akademisi. Berikut kutipan wawancara dengan Kepala KPPN Malang (Bapak

Susanto):

“Dan menuju ke perbaikan dalam pelaporan kita. Kita malah harusnyabelajar dan belajar. Itu kuncinya. Kita lakukan pelatihan, sosialisasi.Kerjasama dengan BPPK, dengan akademisi, dan bukan hanya ke satker,tapi ke semua pegawai. Karena di kita lah tanggung jawab utamanya”.

c. Pelatihan kepada Satuan Kerja melalui Mini – Treasury Learning Center(TLC)

Pada tahap persiapan, untuk menjamin kesiapan satker dalam penyusunan

laporan keuangan berbasis akrual, KPPN Malang menyediakan layanan

pelatihan di ruangan mini TLC. Kegiatan ini dilakukan pada hari Senin dan

Selasa, dari pukul 08.00 sampai 15.00 WIB.

Proses pelatihan ini selalu antusias diikuti satuan kerja. Kebanyakan satuan

kerja melakukan pelatihan jurnal penyesuaian di belanja pegawai dan belanja

modal. Belanja pegawai terkait dengan rapel/kekurangan gaji, sedangkan belanja

modal terkait pembayaran uang muka kerja dan penyusutan. Berikut kutipan

wawancara dengan Bapak Marjanto (Pjs. Kepala Seksi Vera):

“Ruangan ini (mini TLC) merupakan ruangan bagi satker yang ingin privatmas. Kebanyakan disini belajar bikin laporan, ngejurnal (penyesuaian),kayak rapel gaji, uang muka. Disini pegawai seksi vera standby hari seninsama selasa”.

Page 79: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

61

4.3.2 Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis Akrual

a. Rekonsiliasi sebagai Sarana Konsolidasi Pelaporan Keuangan

Seksi verifikasi dan akuntansi KPPN Malang memulai pelaksanaan kebijakan

pelaporan basis akrual dengan melakukan rekonsiliasi sebagai sarana

konsolidasi laporan dari satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga. Di dalam

PMK No. 210/PMK.05/2013 tentang Pedoman Rekonsiliasi Dalam Rangka

Penyusunan Pelaporan Keuangan Lingkup Bendahara Umum Negara dan

Kementerian Negara/Lembaga, proses rekonsiliasi wajib dilakukan sebelum

satuan kerja dan KPPN menyampaikan laporan keuangan ke unit vertikal di

atasnya. Definisi dari rekonsiliasi di dalam PMK No. 210/PMK.05/2013 adalah:

“Proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses denganbeberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumberyang sama”.

Proses rekonsiliasi dilakukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap akhir

bulan berkenaan. Satuan kerja menyerahkan laporan keuangan berikut untuk

dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN: Laporan Realisasi Anggaran; Laporan

Operasional; Laporan Perubahan Ekuitas; dan Neraca. Hasil rekonsiliasi ini

nantinya akan dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) yang

ditandatangani oleh kedua belah pihak (satuan kerja dan KPPN). Setelah tidak

ditemukan masalah dalam proses rekonsiliasi, KPPN Malang baru bisa

melakukan penyusunan LKPP.

Rekonsiliasi menjadi titik krusial awal peneliti dalam penelitian ini,

dikarenakan peneliti pernah mengalami permasalahan proses rekonsiliasi di awal

penerapan basis akrual (2015). Dari hasil wawancara dengan informan kunci

(Ndaru), diperoleh informasi bahwa proses rekonsiliasi sekarang dilakukan

melalui aplikasi e-rekon. Berikut kutipan wawancara dengan saudara Ndaru:

Page 80: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

62

”Sekarang rekonsiliasinya sudah enak mas. Sudah mandiri, online, gak perlununggu lama lagi kayak dahulu. Namanya e-rekon. Tanggal rekonsiliasinyajuga berdasarkan hasil koordinasi pimpinan K/L dengan kantor pusat kita.Pokoknya enak udah mas”.

Aplikasi e-rekon merupakan aplikasi mandiri rekonsiliasi laporan keuangan

antara KPPN dengan satuan kerja. Kata mandiri memiliki arti aplikasi ini

dilakukan secara mandiri oleh satuan kerja, tidak perlu antri ke KPPN Malang

atau secara online. Aplikasi ini resmi dirilis setelah keluarnya surat Direktur

Jenderal Perbendaharaan nomor S-4839/PB/2016 hal Pelaksanaan Rekon

Eksternal Tingkat KPPN Bulan Januari s.d Mei 2016. Pelaksanaan rekonsiliasi ini

dilakukan berbeda-beda setiap bulan, sehingga surat Direktur Jenderal

Perbendaharaan sebagai petunjuk teknis (juknis) di dalam pelaksaan rekonsiliasi

akan selalu ditetapkan setiap bulan. Tanggal pelaksanaan rekonsiliasi berbeda-

beda setiap bulan, mengikuti hasil koordinasi antara Direktorat Akuntansi dan

Pelaporan Keuangan dengan Kementerian Negara/Lembaga. Berikut hasil

wawancara dengan petugas helpdesk KPPN Malang (Ibu AAZ):

“Sekarang ya gitu mas, rekonnya sudah enak. Lancar, mandiri, online. Terustanggalnya juga bisa diatur. Berdasarkan hasil koordinasi APK dengan KL.Biasanya antara tanggal 7 sampai 20”.

Page 81: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

63

Gambar 4.3Proses Aplikasi e-Rekon

Sumber : e-rekon-lk.djpbn.kemenkeu.go.id

Pelaksanaan rekonsiliasi secara online melalui e-rekon, memang masih

diatur melalui Surat Dirjen Perbendaharaan. Namun e-rekon sangat membantu,

terutama dalam mengantisipasi permasalahan yang ditimbulkan dari penerapan

pelaporan berbasis akrual.

b. Koordinasi dan Layanan Konsultasi

Pada tahapan pelaksanaan kebijakan, untuk menjamin keselarasan, KPPN

Malang melakukan proses koordinasi dan layanan konsultasi dengan satuan

kerja. Koordinasi merupakan elemen komunikasi kebijakan sebagaimana di

dalam Teori Edward III (1980). KPPN Malang memanfaatkan media sosial seperti

whatsapp, facebook dan website KPPN Malang dalam melakukan koordinasi

dengan satuan kerja. Berikut kutipan wawancara dengan petugas helpdesk

KPPN Malang (Ibu AAZ):

“Kalau satker mas, koordinasinya pakai medsos. WA, FB, web. Kebanyakansih WA mas, soalnya kita punya WA grup. Hampir tiap hari lah WA grup kitagak pernah sepi”.

Page 82: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

64

Pada proses konsultasi terkait pelaporan akrual, KPPN Malang melakukan

layanan ini di meja front office Seksi Vera. Petugas yang memberikan layanan ini

berasal dari tim helpdesk/penyusun LKPP KPPN Malang. Konsultasi ini banyak

berisi seputar permasalahan dalam melakukan penjurnalan penyesuaian dan

pelaporan. Layanan konsultasi biasanya meningkat di masa rekonsiliasi laporan

keuangan. Proses konsultasi ini memiliki dampak yang baik dengan

meningkatnya pengetahuan satker seputar penyusunan laporan basis akrual.

Berikut kutipan wawancara dengan ibu AAZ (petugas helpdesk KPPN Malang):

“Buat satker yang mengalami kendala dalam pelaporan mas, kami jugamelayani konsultasi. Konsultasinya ya disini (meja front office). Kalau lagimasa rekon, konsultasinya (lumayan) rame”.

4.3.3 Pengukuran Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Basis Akrual

a. Pencocokan Saldo Hasil Rekonsiliasi

Tahapan ketiga pelaksanaan pelaporan basis akrual dimulai dengan

kelanjutan proses rekonsiliasi. Proses ini terutama dilakukan dengan

mencocokkan saldo hasil rekonsiliasi. Pencocokan saldo semakin krusial di masa

akrual ini, terkait dengan hasil adjustment yang dilakukan oleh satker.

Setelah penerapan basis akrual, satker dapat melakukan penjurnalan

penyesuaian melalui menu yang ada di aplikasi Sistem Akuntasi Berbasis Akrual

(SAIBA). Setelah mendapati informasi ini, peneliti langsung intensif melanjutkan

pertanyaan seputar pelaksanaan akrual di satuan kerja.

Informan kunci (Ndaru-penyusun LKPP) memberikan keterangan bahwa

pelaksanaan basis akrual di tingkat satker telah memasuki tahun ketiga. Satker

secara umum telah memahami apa itu akrual. Aplikasi SAIBA juga telah

Page 83: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

65

menunjang pelaksanaan akrual, karena menu jurnal penyesuaian sangat mudah

digunakan. Setiap kita akan memasukkan suatu transaksi penyesuaian, maka

akan muncul kategori jurnal penyesuaian. Daftar akun beserta lawan akunnya

akan otomatis muncul. Berikut kutipan wawancara dengan informan kunci:

“Alhamdulillah mas. Satker sudah paham kok apa itu akrual. Apalagi sudahmasuk tahun ketiga. Sosialisasi dan latihan juga sering kita kasih. AplikasiSAIBA enak pokoknya mas. Manjain bangetlah. Mau jurnal penyesuaianapa, udah ada daftarnya. Akunnya juga udah dibuat pasang-pasangan.Pokoknya enak wes”.

Gambar 4.4Tampilan Jurnal Penyesuaian Pada Aplikasi SAIBA

Sumber : Aplikasi SAIBA (diolah)

Pengawasan apakah satker telah melakukan penjurnalan penyesuaian

dengan benar dapat dilihat dari aplikasi e-rekon. Pada posisi ini, KPPN Malang

melakukan pencocokan penjurnalan penyesuaian dari satuan kerja. Apabila

terjadi kesalahan dalam penjurnalan, maka saldo akhir proses rekonsiliasi akan

menunjukkan angka yang tidak seimbang. Berikut kutipan wawancara dengan

Ndaru (penyusun LKPP):

“Tenang aja mas. Walau satker bisa menginput jurnal penyesuaian secaramandiri, tapi pengawasan tetap kita yang melakukan. Kalau mereka salahmenjurnal, pasti saldo nya gak balance”.

Page 84: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

66

b. Pencocokan Saldo antara Seksi Verifikasi dan Akuntansi, Seksi Bankdan Seksi Pencairan Dana

Setelah melakukan pencocokan saldo hasil penjurnalan penyesuaian

dengan satuan kerja, tahapan selanjutnya adalah melakukan pencocokan saldo

di internal KPPN Malang. Proses ini dilakukan dengan mencocokkan saldo di

antara tiga seksi, yaitu Seksi Verifikasi dan Akuntansi, Seksi Bank dan Seksi

Pencairan Dana. Saldo yang dimaksudkan disini berupa saldo kas dan saldo

akun-akun yang memiliki informasi akrual.

Terkait dengan saldo kas, di masa sebelum penerapan basis akrual saldo ini

sangat jarang berbeda di antara ketiga seksi. Namun semenjak penerapan basis

akrual, saldo ini menuntut perhatian lebih, terkait adanya penjurnalan

penyesuaian dari satker. Berikut hasil wawancara dengan informan (Bapak Md –

petugas rekonsiliasi):

“sejak ada basis akrual ini mas, jadi butuh lebih hati-hati nyocokin saldo.Terutama sama seksi PD, karena kan mereka melakukan pembayaran kesatker. Nah kadang ada yang tiba-tiba diakrualin, kita nyocokin lagi.Pokoknya ya berubah semua”.

Dari hasil dokumentasi, dokumen yang diperlukan dalam pencocokan saldo kas

dan akun-akun yang memiliki informasi akrual pada ketiga seksi ini adalah:

Seksi Verifikasi dan Akuntansi : Laporan Arus Kas, Laporan Realisasi

Anggaran, Laporan Operasional dan Neraca

Seksi Bank : Laporan Kas Posisi Lengkap (sampai per Kode Akun),

Laporan Rekening Koran.

Seksi Pencairan Dana : Rincian Kas di Bendahara Pengeluaran,

Laporan Realisasi Anggaran, Kartu Pengawasan Kontrak.

Page 85: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

67

4.3.4 Pelaporan Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Berbasis Akrual

a. Penyajian Laporan-Laporan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

Pada tahapan penyajian laporan, secara umum peneliti dapat menyimpulkan

laporan yang terdapat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015

dan 2016 telah melaksanakan kebijakan pelaporan berbasis akrual. Laporan ini

dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu Laporan Pelaksanaan Anggaran

(Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan SAL) dan Laporan

Financial (Laporan Operasional, Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas dan

Laporan Arus Kas).

Hasil penelitian terkait penyajian laporan pada LKPP tingkat KPPN Malang

yang menarik dan titik krusial terdapat pada perbandingan LRA dan LO serta

Neraca yang menggunakan dua basis (basis kas dan basis akrual). Penggunaan

kedua basis pada Neraca bertujuan untuk memfasilitasi kedua tujuan pelaporan

yaitu laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang berbasis kas

dan laporan financial yang berbasis akrual.

Laporan Realisasi Anggaran vs Laporan Operasional

Perbedaan yang sangat siginifikan dalam perubahan basis akuntansi

pemerintah, adalah lahirnya Laporan Operasional (LO). Sekilas antara laporan

realisasi anggaran (LRA) sama dengan laporan operasional (LO) (Hariyanto,

2012). Perbedaan yang paling mencolok dari keduanya adalah LRA

menggunakan basis kas sedangkan LO menggunakan basis akrual.

Untuk melihat perbedaan antara LRA dan LO, terlebih dahulu mari kita lihat

Laporan Realisasi Anggaran Tingkat KPPN Malang Tahun 2015 pada tabel 4.3 di

bawah ini. Pelaporan keuangan pemerintah akan selalu berisi Laporan Realisasi

Page 86: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

68

Anggaran karena akuntansi pemerintahan merupakan pencatatan atau akuntansi

anggaran (Hariyanto, 2012). LRA merupakan bentuk pertanggungjawaban KPPN

Malang dalam melaksanakan APBN di wilayah kerjanya dan disusun dengan

menggunakan basis kas. Definisi dari Pendapatan dan Belanja pada LKPP

KPPN Malang berdasarkan PP No.71 Tahun 2010 sebagai berikut:

a. Pendapatan-LRA;

Adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yangmenambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yangbersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembalioleh pemerintah. Pendapatan LRA diakui pada saat kas diterima di RekeningKas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan.

b. Belanja;

Adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yangmengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaranbersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali olehpemerintah. Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dariRekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan.

Page 87: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

69

Tabel 4.3Laporan Realisasi Anggaran Tingkat KPPN Malang

Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2015 (Audited)

NO URAIANREALISASI

SAMPAI DENGANTAHUN INI

A Pendapatan Negara dan HibahI. Penerimaan Perpajakan 71.422.956.338.818

1. Pajak Dalam Negeri2. Pajak Perdagangan Internasional

71.379.308.416.37343.647.922.445

II. Penerimaan Negara Bukan Pajak 1.578.347.253.957

1. Penerimaan Sumber Daya Alam2. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya4. Pendapatan BLU

00

183.580.974.3591.394.766.279.598

III. Penerimaan Hibah 0Jumlah Pendapatan Negara dan Hibah 73.001.303.592.775

B Belanja NegaraI. Belanja Pemerintah Pusat 6.083.396.270.072

1. Belanja Pegawai2. Belanja Barang3. Belanja Modal4. Pembayaran Bunga Utang5. Subsidi6. Belanja Hibah7. Bantuan Sosial8. Belanja Lain-lain

3.106.556.080.3632.014.263.136.636

882.937.355.573000

79.639.697.5000

II. Transfer ke Daerah 0

1. Dana Perimbangan2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian

00

Jumlah Belanja Negara 6.083.396.270.072C Surplus (Defisit) Anggaran 66.917.907.322.703D Pembiayaan

I. Pembiayaan Dalam Negeri 0

1. Rekening Pemerintah2. Privatisasi dan Penjualan Aset Program Restrukturisasi3. Surat Berharga Negara (Neto) Penerimaan Surat BerhargaNegaraPengeluaran untuk Pembayaran / Pelunasan SuratBerharga Negara4. Pinjaman dalam negeri5. PMN/ Dana Investasi Pemerintah6. Kewajiban Penjaminan7. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional8. Pembiayaan Lain-lain

0000

0

00000

II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) 0

1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 0

a. Penarikan Pinjaman Programb. Penarikan Pinjaman Proyek2. Penerusan Pinjaman3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri

0000

E SILPA (SIKPA ) 66.917.907.322.703

Sumber : LKPP Audited KPPN Malang Tahun 2015 (data diolah)

Page 88: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

70

Dari tabel di atas bisa disimpulkan secara umum bahwa KPPN Malang

sampai dengan tahun 2015 telah berhasil mengumpulkan pendapatan sebesar

Rp.73.001.303.592.775,- merealisasikan belanja sebesar

Rp.6.083.396.270.072,- dan menghasilkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

sebesar Rp. 66.917.907.322.703,-.

Selanjutnya kita akan melihat Laporan Operasional Tingkat KPPN Malang.

Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah

ekuitas untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode

pelaporan. Akun yang terdapat pada laporan ini adalah pendapatan, beban,

transfer dan pos-pos luar biasa. Tampilan dari Laporan Operasional Tingkat

KPPN Malang Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Page 89: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

71

Tabel 4.4Laporan Operasional Tingkat KPPN Malang

Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2015 (Audited)

U R A I A N

KEGIATAN OPERASIONAL

PENDAPATAN PERPAJAKANPendapatan Pajak PenghasilanPendapatan Pajak Pertambahan NilaiPendapatan Pajak Bumi dan BangunanPendapatan CukaiPendapatan Pajak LainnyaPendapatan Bea MasukPendapatan Bea KeluarJUMLAH PENDAPATAN PERPAJAKAN

PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAKPendapatan PNBP LainnyaPendapatan Badan Layanan UmumJUMLAH PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK

PENDAPATAN HIBAHJUMLAH PENDAPATAN HIBAH

PENDAPATAN PENYESUAIAN

JUMLAH PENDAPATAN

BEBANBEBAN PEGAWAIBEBAN JASABEBAN PEMELIHARAANBEBAN PERJALANANBEBAN BARANG LAINNYABEBAN BANTUAN SOSIAL

JUMLAH BEBAN

SURPLUS (DEFISIT) DARI KEGIATAN OPERASIONAL

KEGIATAN NON OPERATIONALSURPLUS (DEFISIT) ASET NON LANCARJUMLAH SURPLUS (DEFISIT) DARI KEGIATAN NONOPERASIONAL

SURPLUS (DEFISIT) SEBELUM POS LUAR BIASA

POS LUAR BIASAPENDAPATAN LUAR BIASABEBAN LUAR BIASAJUMLAH POS LUAR BIASA

SURPLUS (DEFISIT) LO

4.956.457.330.01710.839.986.877.646

26.616.323.99855.492.510.639.400

63.737.245.31243.638.773.445

9.149.00071.422.956.338.818

182.664.292.8591.394.766.279.5981.577.430.572.457

0

0

73.000.386.911.275

3.106.556.080.363103.549.058.138

80.403.567.732131.894.170.500

1.698.416.340.26679.639.697.500

5.200.458.914.499

67.799.927.996.776

916.681.500

916.681.500

67.800.844.678.276

0

67.800.844.678.276

Sumber : LKPP Audited KPPN Malang Tahun 2015 (data diolah)

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa LO sebagai produk dari penerapan

pelaporan pemerintah berbasis akrual hampir memiliki persamaan dengan LRA.

Perubahanistilah menjadi“beban”

Page 90: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

72

Perbedaan yang terlihat selain dari basis akuntansi yang digunakan, juga pada

definisi dari pendapatan dan beban sesuai dengan PP No. 71 Tahun 2010

sebagai berikut:

a. Pendapatan-LO

“Adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah ekuitasdalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayarkembali. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatantersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi”.

b. Beban

“Adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periodepelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran ataukonsumsi aset atau timbulnya kewajiban. Beban diakui pada saat timbulnyakewajiban, terjadinya konsumsi aset, atau terjadinya penurunan manfaatekonomi atau potensi jasa”.

Dikarenakan laporan operasional disusun dengan “basis akrual” dan juga

menginformasikan laporan dari kegiatan non operasional, beberapa item pada

laporan ini memiliki perbedaan nilai dengan Laporan Realisasi Anggaran.

Perbedaan ini terdapat pada:

a. Pada Laporan Realisasi Anggaran, jumlah penerimaan perpajakan (basis

kas) sebesar Rp.71.422.956.338.818,-. Jumlah ini berbeda dengan yang

tertera pada Laporan Operasional dimana jumlah pendapatan perpajakan

(basis akrual) sebesar Rp.71.422.957.625.520,-.

b. Pada Laporan Realisasi Anggaran, jumlah penerimaan negara bukan pajak

(basis kas) sebesar Rp.1.578.347.253.957,-. Jumlah ini berbeda dengan

yang tertera pada Laporan Operasional dimana jumlah pendapatan negara

bukan pajak (basis akrual) sebesar Rp.1.577.428.594.104,-.

c. Pada Laporan Realisasi Anggaran, jumlah belanja negara (basis kas)

sebesar Rp.6.083.396.270.072,-. Jumlah ini berbeda dengan yang tertera

Page 91: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

73

pada Laporan Operasional dimana jumlah beban (basis akrual) sebesar

Rp.5.201.552.672.209,-

d. Pada Laporan Operasional terdapat laporan dari kegiatan non operasional

yaitu surplus aset non lancar sebesar Rp.916.681.500,-.

Neraca Basis Kas dan Neraca Basis Akrual

Di dalam PP No. 71 Tahun 2010 dinyatakan bahwa neraca menggambarkan

posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas

pada tanggal tertentu. Penyusunan neraca dilakukan dengan menggunakan

basis akrual. Namun pada prakteknya, LKPP Tingkat KPPN Malang juga

menghasilkan Neraca dengan basis kas sebagai bentuk pertanggungjawaban

pelaksanaan anggaran. Untuk membandingkan kedua jenis neraca ini, tabel 4.5

dan 4.6 berikut akan menampilkan Neraca tingkat KPPN Malang yang diambil

dari LKPP Tahun 2015 Audited.

Page 92: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

74

Tabel 4.5Neraca Tingkat KPPN (Kas)

Per Tanggal 31 Des 2015

NAMA PERKIRAAN 2015

ASETASET LANCARRekening Kas di KPPNKas dalam TransitoKas di Bendahara PengeluaranKas Lainnya pada Kementerian Negara/LembagaKas pada Badan Layanan UmumPiutang Lancar Kredit PemerintahJUMLAH ASET LANCARINVESTASI JANGKA PANJANGJUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANG NON PERMANENJUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANG PERMANENJUMLAH DANA BERGULIR DIRAGUKAN TERTAGIHJUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANGASET TETAPJUMLAH ASET TETAPJUMLAH DANA CADANGANASET LAINNYADana Penjaminan Pihak Ketiga RetensiJUMLAH ASET LAINNYAJUMLAH ASETKEWAJIBANKEWAJIBAN JANGKA PENDEKUtang kepada Pihak KetigaJUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PENDEKKEWAJIBAN JANGKA PANJANGPembiayaan Surat Utang Negara DitangguhkanJUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PANJANGJUMLAH DICADANGKAN UNTUK KOMITMEN BELANJAJUMLAH KEWAJIBANEKUITASEKUITASJUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS

5.810.130.04821.462.394.991.304

(2.920.000)8.812.528.841

774.106.381.2040

22.251.121.111.397

0000

00

00

22.251.121.111.397

2.383.509.8002.383.509.800

000

2.383.509.800

22.248.737.601.59722.251.121.111.397

Sumber : LKPP KPPN Malang Tahun 2015 (Audited)

Page 93: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

75

Tabel 4.6Neraca Tingkat KPPN (Akrual)

Per Tanggal 31 Des 2015

NAMA PERKIRAAN

ASETASET LANCARRekening Kas di KPPNKas dalam TransitoKas di Bendahara PengeluaranKas Lainnya pada Kementerian Negara/LembagaKas pada Badan Layanan UmumPiutang PerpajakanPersediaanJUMLAH ASET LANCARINVESTASI JANGKA PANJANGINVESTASI NON PERMANENJUMLAH INVESTASI NON PERMANENINVESTASI PERMANENJUMLAH INVESTASI PERMANENDANA BERGULIR DIRAGUKAN TERTAGIHJUMLAH DANA BERGULIR DIRAGUKAN TERTAGIHJUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANGASET TETAPTanahTanah Badan Layanan UmumPeralatan dan MesinPeralatan dan Mesin Badan Layanan UmumGedung dan BangunanGedung dan Bangunan Badan Layanan UmumJalan, Irigasi dan JaringanJalan,Irigasi, dan Jaringan Badan Layanan UmumAset Tetap LainnyaAset Tetap Lainnya Badan Layanan UmumJUMLAH ASET TETAPDANA CADANGANJUMLAH DANA CADANGANASET LAINNYAJUMLAH ASET LAINNYAJUMLAH ASET

KEWAJIBANKEWAJIBAN JANGKA PENDEKUtang kepada Pihak KetigaJUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PENDEKKEWAJIBAN JANGKA PANJANGJUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PANJANGJUMLAH DICADANGKAN UNTUK KOMITMEN BELANJAJUMLAH KEWAJIBANEKUITASEKUITASJUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS

5.810.130.04821.462.394.991.304

(2.920.000)8.812.528.841

774.106.381.2041.109.432

113.300.00022.251.235.520.829

0

0

00

2.856.879.4346.325.397.750

223.862.547.327128.956.420.431563.663.349.468455.561.413.91743.729.992.31014.291.473.86819.305.816.150

6.641.462.5071.465.194.753.162

0

023.716.430.273.991

2.383.509.8002.383.509.800

00

2.383.509.800

23.714.046.764.19123.716.430.273.991

Sumber : LKPP KPPN Malang Tahun 2015 (Audited)

Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa neraca basis kas dan neraca basis

akrual memiliki perbedaan, terutama pada akun yang memiliki informasi akrual.

Akun tersebut adalah akun piutang pajak, persediaan dan kelompok akun aset

tetap, sebagai berikut:

a. Pada Neraca Basis Kas, akun piutang pajak menunjukkan saldo nihil.

Jumlah ini berbeda dengan yang tertera pada Neraca Basis Akrual dimana

akun piutang pajak sebesar Rp.1.109.432,-.

Page 94: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

76

b. Pada Neraca Basis Kas, akun Persediaan menunjukkan saldo nihil. Jumlah

ini berbeda dengan yang tertera pada Neraca Basis Akrual dimana akun

Persediaan sebesar Rp.113.300.000,-. Akun persediaan berasal dari satuan

kerja lingkup Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan,

dan Kementerian Kesehatan.

c. Pada Neraca Basis Kas, kelompok akun Aset Tetap menunjukkan saldo

nihil. Jumlah ini berbeda dengan yang tertera pada Neraca Basis Akrual

dimana akun Aset Tetap sebesar Rp. 1.465.194.753.162,-.

Perbedaan ini seiring dengan diterapkannya PP No 71 Tahun 2010 dalam

penerapan akuntansi basis akrual. Hal yang penting dalam penyusunan neraca

adalah pengakuan aset dan kewajiban yang terdapat di dalam neraca (PP No. 71

Tahun 2010):

“Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh olehpemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur denganandal. Sejalan dengan penerapan basis akrual, aset dalam bentuk piutangatau beban dibayar di muka diakui ketika hak klaim untuk mendapatkan aruskas masuk atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetapmasih terpenuhi, dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi”.

Pada poin terakhir yang peneliti temui dari hasil wawancara dengan informan

kunci, peneliti menemukan bahwa neraca yang digunakan pada penyusunan

LKPP KPPN Malang masih “mengutamakan” neraca yang berbasis kas. Hal ini

dikarenakan titik berat dari neraca pada laporan keuangan pemerintah pusat

berada pada Neraca Kas Umum Negara yang berbasis kas. Neraca basis akrual

yang dihasilkan dari penerapan basis akrual berguna untuk mengetahui berapa

nilai “real” dari aset dan kewajiban. Berikut kutipan wawancara dengan informan

kunci (Ndaru):

“Kalau neraca yang digunakan masih neraca yang basis kas. Hal inidikarenakan neraca KUN membutuhkan basis kas. Alasannya karena untuk

Page 95: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

77

lihat cash flow realnya mas. Kalau neraca yang basis akrual itu buat lihat realtotal aset dan kewajiban kita”.

b. Analisa Laporan-Laporan Pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

Tahapan analisa laporan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat di

KPPN Malang dilakukan untuk menjamin keparalelan dan kesamaan angka yang

ada pada laporan keuangan terkait. Tahapan analisa ini merupakan tahapan

“terlama“ dan sangat membutuhkan ketelitian dalam proses penyusunan LKPP.

Berikut kutipan wawancara dengan Ndaru (penyusun LKPP):

“ya begitu mas, kalau kerjaan LKPP itu sampe lembur-lembur. Belum lagimikirin (analisa) angkanya. Untung saya disini bulok (bujang lokal). Jadi bisanyusun sampe malam”.

Dasar hukum proses analisa laporan keuangan pada LKPP tingkat KPPN

adalah Surat Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan No.2976/PB.6/2015

hal Laporan Keuangan Tingkat UAKBUN-Daerah. Tahapan analisa laporan

keuangan pada penyusunan LKPP, dilakukan dengan mencocokkan saldo yang

ada pada Laporan Arus Kas, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan

Ekuitas, Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan SAL. Langkah-

langkah analisa laporan keuangan ini sebagai berikut:

Saldo kas di KPPN pada Laporan Arus Kas = saldo rekening kas di KPPN

pada Neraca Basis Kas;

Saldo total aset pada Neraca = total kewajiban + total ekuitas pada

Neraca;

Surplus/defisit pada Laporan Operasional = surplus/defisit pada Laporan

Perubahan Ekuitas;

Saldo total ekuitas pada Neraca Basis Akrual = saldo total ekuitas pada

Laporan Perubahan Ekuitas;

SILPA/SIKPA pada LRA = SILPA/SIKPA pada Laporan Perubahan SAL;

Page 96: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

78

Saldo akhir kas pada LAK per 31 Desember tahun 201n = saldo awal kas

pada LAK per 1 Januari tahun 201n+1.

c. Penyusunan Catatan Atas Laporan Keuangan pada LKPP

Tahapan terakhir dari pelaksanaan kebijakan pelaporan basis akrual pada

LKPP adalah penyusunan CALK. Tahapan ini juga merupakan tahapan yang

membutuhkan waktu, terkait kebijakan akuntansi yang digunakan. Disamping itu

penyusunan CALK membutuhkan narasi dan keterlibatan penuh penyusun LKPP

akan praktek akuntansi dari awal periode pelaporan. CALK yang terdapat pada

LKPP tingkat KPPN Malang Tahun 2015 dan 2016 terdiri dari:

CALK atas pos-pos pada Laporan Arus Kas;

CALK atas pos-pos pada Neraca Basis Kas; dan

CALK atas Laporan Keuangan penting lainnya.

Setelah melihat dan mengamati CALK yang ada pada LKPP, peneliti tidak

bisa menemukan CALK yang menjelaskan tentang praktek akrual di LKPP

tingkat KPPN Malang. Padahal, salah satu kebijakan penerapan basis akrual di

KPPN Malang adalah permintaan informasi akrual dari satker yang melakukan

adjustment.

Kenyataan tidak adanya CALK yang menerangkan praktik akrual di KPPN

Malang menjadi titik fokus selanjutnya bagi peneliti. Peneliti langsung

melanjutkan penelitian dengan melakukan wawancara dengan informan kunci,

yaitu Ndaru (penyusun LKPP KPPN Malang). Hasil wawancara ini menunjukkan

penerapan basis akrual pada LKPP KPPN Malang memang telah berjalan.

Namun informasi akrual belum banyak diungkapkan pada CALK, sesuai kutipan

wawancara dengan Ndaru (Penyusun LKPP) berikut:

“Memang mas penyusunan LKPP sudah full akrual, namun informasi akrualmasih belum tersedia dikarenakan CALK LO belum ada ketentuan,

Page 97: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

79

kemungkinan tahun depan. Apalagi kalau LKPP dulu-dulu, saya gak tahumas. Saya baru nyusun tahun 2015, yang pasti sama dengan LKPP dulu,belum ada info akrualnya.

Terkait dengan adanya selisih angka pada LO dan LRA, Ndaru (penyusun

LKPP KPPN Malang) memberikan informasi bahwa ini berasal dari penjurnalan

penyesuaian dari laporan keuangan satuan kerja. Namun keterangan ini belum

bisa ditampilkan pada CALK LO karena belum ada ketentuan. Berikut kutipan

wawancaranya:

“oh angka itu ya mas. Angka-angka yang beda seperti pada LO dan LRA,saya belum bisa kasih penjelasan mas. Selain ya itu tadi, kan CALK LObelum ada. Tapi itu pasti dari LK-nya satker mas. Kan mereka punya menujurnal penyesuaian di Aplikasi SAIBA-nya. Nah dari jurnal itu langsungterposting ke LO mereka dan masuk ke LO kita juga”.

Mengenai perbedaan angka yang terdapat pada Neraca basis Akrual

dengan Neraca basis Kas, informan kunci menyatakan bahwa ini berasal dari

aset tetap dan persediaan. Perbedaan ini terutama berasal dari Belanja Modal

yang dihasilkan dari Aplikasi Barang Milik Negara. Namun CALK Neraca belum

mencantumkan informasi aktual perbedaan Neraca Basis Kas dan Neraca Basis

Akrual ini. Berikut kutipan wawancara dengan informan kunci (Ndaru):

“Tentu ada bedanya mas, antara neraca basis kas dan neraca basis akrual.Ini terutama berasal dari aset tetap dan persediaan. Kalau asalnya dariaplikasi BMN mereka. Ya seputar perolehan dan belanja modal. Kalau maujelas ya belum bisa mas, karena CALK Neraca Basis Akrual juga belum adaketentuannya. Yang pasti ini berasal dari satker”.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa KPPN Malang melakukan

langkah-langkah berikut dalam implementasi kebijakan pelaporan basis akrual di

LKPP-nya: persiapan (pembentukan tim rekonsiliasi dan penyusun LKPP,

sosialisasi kebijakan), pelaksanaan (rekonsiliasi laporan, koordinasi dengan

satuan kerja), pengukuran (pencocokan saldo hasil rekonsiliasi dan lintas seksi

Page 98: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

80

internal KPPN) dan pelaporan (penyajian laporan, analisa laporan dan

penyusunan CALK). Terjadi peningkatan kualitas dalam penerapan basis akrual

di tahun ketiga ini (tahun 2017). Namun informasi akrual masih minim,

dikarenakan belum ada ketentuan mengenai CALK LO dan Neraca.

4.4 Penilaian dan Peringkat LKPP KPPN Malang

Dalam rangka meningkatkan kualitas penyusunan LKPP, Direktorat

Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian atas LKPP yang telah disusun

oleh KPPN. Penilaian ini telah dilakukan semenjak persiapan penerapan basis

akrual pada penyusunan LKPP. Dasar hukum dari penilaian ini tertuang di dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.05/2013 tentang Pedoman

Rekonsiliasi dalam rangka Penyusunan Laporan Keuangan Kuasa Bendahara

Umum Negara dan Kementerian Lembaga.

Sebelum masa penerapan basis akrual, KPPN Malang telah mengalami

penilaian peringkat LKPP. Semenjak tahun 2012, peringkat LKPP KPPN Malang

terhitung masih belum memuaskan. Posisi terbaik berada di tahun 2014, yaitu

menempati posisi 140 dari 178 KPPN se-Indonesia atau 10 dari 15 KPPN se-

Jawa Timur. Tahun 2015, sebagai tahun perdana penerapan basis akrual,

peringkat ini mengalami penurunan sampai kepada peringkat 14 dari 15 KPPN

se-Jawa Timur.

Terhitung mulai tahun 2015, pemeringkatan LKPP ini dilakukan hanya

sampai pada tingkatan Kantor Wilayah. Hal ini berdasarkan Surat Direktur

Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Nomor S-1356/PB.6/2016 tentang Kriteria

Penilaian LK UAKBUN-D KPPN oleh Kanwil DJPBN. Unsur-unsur yang dinilai di

dalam surat direktur ini terdiri dari lima faktor, yaitu:

1. Ketepatan Waktu;

Page 99: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

81

2. Akurasi Data;

3. Kelengkapan Dokumen;

4. Partisipasi; dan

5. Beban Kerja

Pada tabel berikut, akan dibandingkan penilaian LKPP KPPN Malang,

masa sebelum penerapan basis akrual (tahun 2013) dan setelah penerapan

basis akrual (2015). Pada tahun 2013, KPPN Malang menempati posisi 11 dari

15 KPPN se-Jawa Timur, sedangkan tahun 2015 menempati posisi 14 dari 15

KPPN se-Jawa Timur.

Tabel 4.7Perbandingan Unsur Penilaian LKPP KPPN Malang

Tahun 2013 dan 2015

Unsur 2013 Unsur 2015

Kualitas LKPP 92,16 Akurasi Data 97,56Kelengkapan Dokumen 100

Ketepatan Waktu 97,61 Ketepatan Waktu 100Beban Kerja 70 Beban Kerja 80

Tingkat Partisipasi 100 Tingkat Partisipasi 80TOTAL 92,74 TOTAL 95,36

Peringkat 11 Peringkat 15

Sumber : Kepdirjen Perbendaharaan Nomor 248/PB/2014; Kep KanwilPerbendaharaan Prop. Jatim No.145/WPB.16/2016.

Dari tabel di atas, bisa kita lihat perbandingan peringkat LKPP pada dua

masa basis akuntansi. Tahun 2013 masih masa penerapan basis cash toward

accrual, sedangkan tahun 2015 merupakan masa full accrual. Secara kumulatif,

nilai LKPP di tahun 2015 memiliki kenaikan dibandingkan tahun 2013. Namun

kenaikan ini “masih rendah”, jika dibandingkan dengan KPPN lain tingkat

Propinsi Jawa Timur.

Perbandingan pertama yang bisa kita lihat dari tabel di atas berasal dari

kualitas LKPP. Pada tahun 2013, kualitas LKPP KPPN Malang memiliki nilai

Page 100: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

82

92,16. Sedangkan tahun 2015, kualitas ini dipecah menjadi dua, yaitu akurasi

data dan kelengkapan dokumen. Di tahun 2015, terjadi peningkatan kualitas

LKPP menjadi 98,78.

Perbandingan kedua yang bisa kita lihat dari tabel di atas berasal dari

ketepatan waktu. Pada tahun 2013, ketepatan waktu penyampaian LKPP KPPN

Malang memiliki nilai 97,61. Sedangkan tahun 2015, KPPN Malang memiliki

ketepatan waktu dengan nilai 100. Hal ini menunjukkan KPPN Malang lebih tepat

waktu dalam menyampaikan LKPP di tahun 2015.

Perbandingan ketiga yang bisa kita lihat dari tabel di atas berasal dari

beban kerja. Angka beban kerja ini diperoleh dari beban kerja KPPN Malang dan

telah ditentukan dari Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan. Tahun 2015, KPPN

Malang memiliki beban kerja yang lebih meningkat dibandingkan tahun 2013.

Tahun 2015, beban kerja ini sebesar 80, meningkat 10 poin dari tahun 2013 yang

hanya sebesar 70.

Perbandingan terakhir atau keempat yang bisa kita lihat dari tabel di atas

berasal dari partisipasi. Angka ini berasal dari jumlah satuan kerja yang

melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan laporan keuangan ke KPPN Malang.

Pada bagian ini, terlihat bahwa penerapan basis akrual berdampak pada

menurunnya partisipasi satuan kerja dalam penyusunan LKPP. Kesulitan satuan

kerja dalam mengaplikasikan basis akrual terlihat pada penurunan tingkat

partsipasi ini. Tahun 2013, semua satuan kerja berpartisipasi dalam penyusunan

LKPP, namun tahun 2015 hanya 80 % dari satuan kerja yang menyampaikan

dan merekonsiliasi laporan keuangan mereka.

Dari sub bab ini bisa kita simpulkan bahwa penurunan peringkat LKPP

KPPN Malang di tahun 2015 terutama berasal dari menurunnya partisipasi

Page 101: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

83

satuan kerja dalam penyusunan LKPP. Walau pada poin yang lain (kualitas

LKPP dan ketepatan waktu) mengalami peningkatan di tahun 2015, namun

peningkatan ini masih rendah dibandingkan KPPN lain yang memiliki peringkat di

atas KPPN Malang.

Page 102: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

84

BAB VANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AKUNTANSI

PELAPORAN PEMERINTAH BERBASIS AKRUALPADA KPPN MALANG

Pada bagian ini akan ditampilkan semua hasil wawancara dan

pengamatan yang diperoleh peneliti pada KPPN Malang terkait analisis pada

setiap tahapan implementasi kebijakan pelaporan pemerintah berbasis akrual

dengan alat bantu model implementasi Edward III (1980). Model ini

mengelompokkan faktor pendukung dan penghambat keberhasilan implementasi

pelaporan berbasis akrual dari sisi internal organisasi, yaitu : komunikasi, sumber

daya, disposisi dan struktur birokrasi pada KPPN Malang.

5.1 Analisis Tahapan Persiapan Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan BasisAkrual

5.1.1 Komunikasi

Faktor pertama sebagai penentu keberhasilan implementasi di dalam

Teori Edward III (1980) adalah komunikasi. Menurut Edward III (1980),

komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikator

kepada komunikan”. Komunikasi yang baik, tepat tujuan dan sasaran kebijakan

dapat mengurangi distorsi informasi dalam implementasi suatu kebijakan. Hasil

penelitian menunjukkan KPPN Malang menganggap komunikasi sebagai faktor

penting dalam menunjang keberhasilan persiapan pelaksanaan kebijakan

pelaporan berbasis akrual.

Tim rekonsiliasi dan penyusunan LKPP telah menerima (tranmisi) apa itu

kebijakan pelaporan basis akrual. Petunjuk teknis pelaporan basis akrual telah

mereka pegang dan siap dipergunakan dalam menjalankan tugas sesuai dalam

kontrak kinerja masing-masing. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Md

(tim rekonsiliasi):

Page 103: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

85

“oh kami sudah terima mas, “job desc” kami apa aja. Semua ada dikontrak kinerja kami, sama di sk tim juga ada. Terus ada sosialisasi samaGKM juga mas”.

Kutipan wawancara dengan Ndaru (tim penyusun LKPP) sebagai kerikut:

“Setiap awal tahun selalu dibentuk tim rekon sama penyusun LKPP.biasanya di tuangkan di kontrak kinerja, disitu ada uraian kerja samatargetnya apa saja mas”

Tahapan sosialisasi/bimtek/diklat dan pelatihan kepada satker juga telah

mentransmisi kebijakan pelaporan basis akrual. Komunikasi suatu kebijakan bisa

dilakukan melalui proses menyampaikan, mensosialisasikan dan

mengkoordinasikan (Putera dan Valentina, 2011; Puteri, 2015).

Pada proses sosialisasi, KPPN Malang melakukan sosialisasi ke satker

minimal 2 (dua) kali dalam setahun. Sosialisasi dilakukan bahkan di masa

persiapan penerapan basis akrual. Satker secara umum sudah tidak mengalami

kesulitan penerapan akrual. Proses akrual pada satker kebanyakan terjadi pada

belanja pegawai seperti rapel gaji, pada belanja barang atau modal seperti pada

pembayaran uang muka kerja. Berikut hasil wawancara dengan informan (Bapak

Md-tim rekonsiliasi) :

“Paling sering sosialisasi ke satker mas. Minimal 2 tahun sekali, malahwaktu persiapan akrual dulu bisa 4 kali. Pokoknya alhamdulillah mas,satker banyak yang antusiasi kalau diadakan sosialisasi”.

Informan lain (Ibu AAZ-helpdesk KPPN) menyatakan:

“sosialisasinya gak hanya satu arah mas, dua arah. Kita kasih materi,terus mereka dipersilahkan bertanya. Rata-rata udah paham kok akrual.Pokoknya kita juga udah wanti-wanti di belanja pegawai, kayak rapel gajisama uang muka belanja modal”.

Informan lain (Ndaru-penyusun LKPP) mengungkapkan:

“Kalau dahulu mas, kan masih hot issue-nya persiapan akrual. Kalausekarang lebih ke proses pelaporannya. Karena satker sendiri sudah

Page 104: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

86

paham akrual. Mereka sekarang lebih banyak butuh informasi prosespelaporannya. Jadi materi sosialisasi akan selalu kita update mas”.

Sosialisasi yang dilakukan ke dalam, yaitu ke pegawai KPPN Malang

telah dilakukan semenjak persiapan akrual juga. Bahkan proses sosialisasi ini

mendatangkan narasumber dari Badan Diklat Keuangan dan akademisi. Berikut

kutipan wawancara dengan Kepala KPPN Malang (Bapak Susanto):

“Ya benar mas, tantangan pelaporan basis akrual itu dari kita sebagaipenyusun. Walau banyak yang bilang basis akrual belum perlu, takutribet, tapi ini kan perubahan. Dan menuju ke perbaikan dalam pelaporankita. Kita malah harusnya belajar dan belajar. Itu kuncinya. Kita lakukanpelatihan, sosialisasi. Kerjasama dengan BPPK, dengan akademisi, danbukan hanya ke satker, tapi ke semua pegawai. Karena di kita lahtanggung jawab utamanya”.

Hasil wawancara dengan Pjs. Kepala Seksi Vera (Bapak Marjanto)

sebagai berikut:

“Belajar dan terus belajar mas. Itu intinya. Kalau kita selalu memberikanpengarahan ke semua pegawai, tidak hanya seksi vera sebagai penyusunLKPP. Ke luar satker juga kita berikan pelatihan dan sosialisasi”.

Untuk menjamin kejelasan dan konsistensi dalam implementasi kebijakan,

Edward III (1980) menyatakan perlunya ada petunjuk teknis atau pedoman dalam

pelaksanaan kebijakan. Hasil penelitian yang dilakukan di KPPN Malang

menunjukkan bahwa semua petunjuk teknis dan pedoman dalam pelaporan

basis akrual telah disampaikan ke semua pegawai, bukan hanya pegawai di

seksi Vera sebagai penyusun LKPP. Juknis dan pedoman ini telah diberikan

dimulai dari tahapan persiapan implementasi kebijakan. Berikut hasil wawancara

dengan Pjs. Kepala Seksi Vera (Bapak Marjanto):

“Kalau peraturan kita selalu update mas. Bukan hanya saya, kepalakantor, pimpinan di kanwil, dan pegawai yang nyusun LKPP salingmengingatkan kalau ada aturan baru. Kita kayak ada grup WA gitu mas.Terus semuanya kita sosialisasikan dan dokumentasikan”.

Page 105: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

87

Informan lain (Ndaru-penyusun LKPP) mengungkapkan:

“Petunjuk terpenting dalam pekerjaan ya peraturan atau juknis terbarumas. Peraturan terbaru apa saja kita dokumentasikan mas. Dan selalukita sharing ke semua, ke satker, ke pegawai. Kalau ke pegawai kitaadakan GKM (Gugus Kendali Mutu) mingguan, kalau satker kitasosialisasi dan wa grup juga”.

Selama melakukan penelitian di KPPN Malang, peneliti sangat kagum

dengan konsistensi KPPN Malang dalam melakukan koordinasi terkait

pelaksanaan pelaporan basis akrual. Ketika telah selesai melakukan sosialisasi,

maka tahap selanjutnya adalah memastikan konsistensi dalam pelaksanaan

kebijakan tersebut. KPPN Malang memilih menggunakan koordinasi, ke semua

pihak, yaitu satker, internal pegawai KPPN Malang, antar seksi, dan unit vertikal

di atas KPPN Malang (Kanwil Perbendaharan Propinsi Jawa Timur dan Kantor

Pusat Ditjen Perbendaharaan).

Komunikasi horizontal diperlukan sebagai pertukaran pesan diantara

orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi (Arni,

2002:121). Pada tahapan persiapan implementasi pelaporan basis akrual, KPPN

Malang melakukan koordinasi sebagai komunikasi horizontal dengan

memanfaatkan acara Gugus Kendali Mutu (GKM) yang merupakan acara

pertemuan seluruh pegawai untuk membahas dan mengkoordinasikan kembali

hal penting/hot issue terkait pelaksaan pekerjaan. GKM dilaksanakan setiap

Rabu sore, selama 2 jam. Materi yang ada merupakan materi terupdate dan

semua diisi semua seksi secara bergiliran. Berikut hasil wawancara dengan

informan (Ndaru-penyusun LKPP):

“Koordinasi ke dalam kita lakukan dengan memanfaatkan GKM mingguanmas. GKM nya tiap rabu sore dan yang ngisi semua seksi secarabergantian. Materinya juga tergantung hot issue. Kalau dulu seksi verahampir tiap GKM isinya akrual, jurnal penyesuaian, pokoknya full akrual.Kalau sekarang ke prosedur pelaporannya. Pokoknya terupdate mas”.

Page 106: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

88

Komunikasi ke atas diperlukan dalam rangka memberikan umpan balik

atas komunikasi dari atas dan memberikan isu-isu dan masalah terbaru yang

dihadapi (Ivancevich, et al., 2006:121). Dalam menjamin koordinasi kebijakan,

komunikasi ke atas dilakukan KPPN Malang mulai tahap persiapan implementasi

kebijakan. Setiap sebelum dan sesudah pelaksanaan sosialisasi, KPPN Malang

melakukan koordinasi ke Kanwil Perbendaharaan Propinsi Jawa Timur dan

Kantor Pusat, baik melalui rapat koordinasi dan media sosial (whatsapp).

Informan (Bapak Marjanto) mengungkapkan:

“Kalau koordinasi antar seksi baik sih mas. Soalnya kan LKPP ini kerjaanlintas seksi, seksi Bank, Seksi PD. Kalau koordinasi ke Kanwil samakanpus ya sama, pakai medsos juga. Ada WA grup juga. Kalo Kanwil jugangundang kita ke sana buat rakor, rata-rata sih semesteran. SamaKanpus juga, LKPP Tahunan manggil kita buat rakor pelaporan”.

Sedangkan komunikasi ke luar dilakukan dengan koordinasi ke satker

juga dilakukan dengan memanfaatkan media sosial, seperti whatsapp, facebook

dan website KPPN Malang. Informan Ibu AAZ – tim penyusun LKPP

mengungkapkan:

“Kalau satker mas, koordinasinya pakai medsos. WA, FB, web.Kebanyakan sih WA mas, soalnya kita punya WA grup. Hampir tiap harilah WA grup kita gak pernah sepi”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa komunikasi menjadi

faktor internal yang mendukung pada tahapan persiapan implementasi kebijakan

pelaporan basis akrual. Proses komunikasi dilakukan dengan memperhatikan

dimensi transmisi, kejelasan dan konsistensi menurut Edward III (1980). Alur

proses komunikasi tidak hanya ke dalam (pegawai) KPPN Malang, namun juga

dilakukan ke luar (satker, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Jawa Timur,

dan Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan).

Page 107: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

89

5.1.2 Sumber Daya

Dalam implementasi kebijakan, sumber daya memegang peranan

sebagai bahan bakar dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sumber daya disini

berupa sumber daya manusia dan sumber daya pendukung kebijakan lainnya

(seperti Finansial dan Peralatan). Sumber daya menjadi faktor penting karena

ketika komunikasi kebijakan telah dilakukan, maka sumber daya memegang

peranan penting dalam pelaksanaan kebijakan. Analisis dari faktor sumber daya

pada tahapan persiapan implementasi pelaporan basis akrual sebagai berikut:

Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang

mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III (1980)

menyatakan bahwa “probably the most essential resources in implementing

policy is staff”. Edward III (1980) menambahkan “no matter how clear and

consistent implementation order are and no matter accurately they are

transmitted, if personnel responsible for carrying out policies lack the resources

to do an effective job, implementing will not effective”.

Pada pelaksanaan kebijakan, sumber daya manusia KPPN Malang

memiliki peran sejak tahapan persiapan implementasi kebijakan. Kecukupan

faktor SDM tidak hanya dilihat dari sisi kuantitas, tapi juga dari sisi kualitasnya.

SDM di KPPN Malang adalah pegawai yang telah melalui serangkaian proses

assessment di tahun 2012. Hal ini sesuai dengan penetapan KPPN Malang

sebagai KPPN Percontohan Tahap VI di Tahun 2012, dimana semua SDM yang

ada telah melalui berbagai tahapan assessment. Dengan SDM yang cukup,

maka akan mendukung kesuksesan implementasi kebijakan pelaporan basis

akrual di KPPN Malang.

Page 108: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

90

Pada tahapan persiapan ini, KPPN Malang membentuk tim rekonsiliasi

dan penyusunan LKPP. Kedua tim ini berasal dari seksi verifikasi dan akuntansi

KPPN Malang. Jumlah tim rekonsiliasi adalah 6 orang, sedangkan tim penyusun

LKPP berjumlah 2 orang. Penyusun utama LKPP juga merangkap sebagai tim

rekonsiliasi guna meningkatkan kualitas penyusunan LKPP. Berikut kutipan

wawancara dengan Bapak Susanto (Pjs. Kasi Vera):

“Di sini setiap awal tahun ditetapkan dua tim mas. Tim rekon satu samatim LKPP. tim rekonnya 6 orang, tim LKPP 2 orang”.

Pada tahapan persiapan, KPPN Malang juga melakukan sosialisasi dan

pelatihan terkait kebijakan pelaporan basis akrual. Susunan kepanitiaan dan

narasumber dalam kegiatan sosialisasi berasal dari seluruh pegawai di KPPN

Malang. Sedangkan tim pelatihan berasal dari semua pegawai di seksi vera.

Jumlah pegawai sebanyak 43 pegawai termasuk cukup dalam mendukung

kegiatan di tahapan persiapan implementasi kebijakan di KPPN Malang.

Ditambah dengan pengetahuan basis akrual yang telah dimiliki, maka dapat

disimpulkan faktor SDM merupakan faktor pendukung pada tahapan persiapan.

Sumber Daya Pendukung

a. Sumber Daya Finansial

Sebagai sumber pembiayaan, maka sumber daya finansial memiliki

peranan penting dalam implementasi pelaporan basis akrual di KPPN Malang.

Kebijakan yang tidak didukung dengan finansial akan mengalami masalah di

dalam perjalanannya. Untuk itu, KPPN Malang telah menganggarkan

implementasi pelaporan basis akrual dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

(DIPA) mereka. Tabel 5.1 dan 5.2 berikut memperlihatkan anggaran yang

disediakan oleh KPPN Malang dalam implementasi pelaporan pemerintah.

Page 109: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

91

Tabel 5.1DIPA KPPN Malang Tahun 2017

No Kegiatan Jumlah Dana %1 Layanan Pelaksanaan Kuasa BUN di Daerah 339.440.000 5,972 LKPP Tingkat Kuasa BUN 169.536.000 2,983 Layanan Internal 97.571.000 1,714 Layanan Perkantoran 5.084.211.000 89,34

Total Dana Dalam DIPA 5.690.758.000 100Sumber : DIPA KPPN Malang Tahun 2017 (data diolah)

Dari tabel 5.1 bisa dilihat bahwa KPPN Malang menempatkan proses

penyusunan LKPP sebagai kegiatan yang lebih membutuhkan pembiayaan

dibandingkan dengan seksi lain. Hal ini bisa dilihat dari tabel 5.1 yang

menempatkan kegiatan Seksi Vera dalam penyusunan LKPP sebesar 2,98% dari

total DIPA. Angka ini lebih besar dibandingkan kegiatan ketiga seksi lain (Seksi

Pencairan Dana, Seksi Bank dan Seksi MSKI) yang secara bersama-sama diberi

dana sebesar 5,97% dari total DIPA atau kurang lebih sebesar 1,99% per seksi.

Sebagai tambahan, kita tidak bisa membandingkan kegiatan Seksi Vera

dalam penyusunan LKPP dengan kegiatan Sub Bagian Umum yang

menyelenggarakan kegiatan perkantoran. Angka kegiatan layanan perkantoran

sebesar 89,34% dari total DIPA sudah termasuk belanja gaji dan tunjangan PNS.

Tabel 5.2Rincian Dana Kegiatan LKPP Tingkat KPPN Malang Tahun 2017

No Sub Kegiatan Jumlah Dana %1 Konsultasi dan Koordinasi 28.120.000 16,592 Rekonsiliasi Data 18.000.000 10,613 Penyusunan Laporan 27.000.000 15,934 Sosialisasi dan Bimbingan Teknis 96.416.000 56,87

Total Dana 169.536.000 100Sumber : DIPA KPPN Malang Tahun 2017 (data diolah)

Dari Tabel 5.2, kita bisa melihat unsur-unsur kegiatan dalam penyusunan

LKPP di KPPN Malang. KPPN Malang memberikan prioritas yang besar dalam

kegiatan penyusunan LKPP. Bahkan sejak tahapan persiapan implementasi

Page 110: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

92

pelaporan basis akrual. KPPN Malang menempatkan kegiatan sosialisasi dan

bimtek sebagai kegiatan yang paling membutuhkan pembiayaan. Hal ini sesuai

dengan wawancara dengan informan, yang menyatakan KPPN Malang akan

selalu mengadakan kegiatan sosialisasi terkait pelaporan. Rekonsiliasi sebagai

kegiatan pada tahapan persiapan dan pelaksanaan pelaporan basis akrual juga

termasuk dalam kegiatan penyusunan LKPP dengan porsi dana sebesar 10,61%.

Dari kedua tabel tersebut bisa kita simpulkan, bahwa KPPN Malang telah

memberikan porsi anggaran yang lebih besar kepada Seksi Vera dalam

Penyusunan LKPP dibandingkan seksi lain (Seksi Pencairan Dana, Seksi Bank,

dan Seksi MSKI). Tahapan persiapan implementasi (sosialisasi dan bimtek)

menjadi kegiatan yang memiliki porsi dana terbesar. Dengan kata lain, KPPN

Malang telah memberikan perhatian sumber daya finansialnya mulai dari tahapan

persiapan implementasi pelaporan basis akrual.

b. Sumber Daya Peralatan

Dari hasil pengamatan, tahapan persiapan implementasi pelaporan basis

akrual telah ditunjang dengan sumber daya peralatan. Pelaksanaan kegiatan

sosialisasi dan bimtek dengan porsi dana terbesar juga didukung dengan

peralatan yang memadai. Kegiatan sosialisasi dan bimtek dilakukan di aula

KPPN Malang, dengan dilengkapi berbagai peralatan yang ada. Sebagai KPPN

yang memenangi berbagai kontes, sarana prasarana yang ada di aula KPPN

Malang terhitung masih baru.

Page 111: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

93

Gambar 5.1Proses Sosialisasi dan Bimtek di KPPN Malang

Kegiatan pelatihan satuan kerja di ruangan mini - treasury learning center,

juga didukung dengan peralatan yang baik. Ruangan ini dihiasi dengan lukisan

KPPN Malang tempo dulu. Terdapat juga beberapa air mineral dan permen untuk

menambah kenyamanan proses belajar. Didukung dengan pendingin ruangan,

meja dan kursi yang nyaman dan banyaknya steker listrik memberikan kesan

ruangan ini terbuka untuk siapa saja. Kemudahan dan alur proses komunikasi

selama satker menjalani pelatihan di ruangan ini senantiasa terjalin dengan

dukungan internet hot spot dari provider Telkomsel. Berikut kutipan wawancara

dengan Bapak Marjanto (Pjs. Kepala Seksi Vera):

“Ruangan ini (mini TLC) merupakan ruangan bagi satker yang ingin privatmas. Kebanyakan disini belajar bikin laporan, ngejurnal (penyesuaian),kayak rapel gaji, uang muka. Disini pegawai seksi vera standby hari seninsama selasa”.

Page 112: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

94

Gambar 5.2Pelatihan di Ruangan Mini TLC

Dari uraian dan hasil wawancara di atas, bisa kita simpulkan bahwa

sumber daya peralatan Seksi Vera KPPN Malang telah mendukung tahapan

persiapan implementasi kebijakan. KPPN Malang diuntungkan dengan berbagai

kemenangan di kontes pelayanan. Hal ini dikarenakan prasarana yang ada

dalam kegiatan sosialisasi/bimtek/pelatihan masih baru dan bisa memberikan

pelayanan optimal kepada satuan kerja.

5.1.3 Disposisi

Faktor ketiga dari internal organisasi dalam implementasi kebijakan

berasal dari disposisi. Disposisi ini berasal dari dalam diri implementor. Disposisi

bisa berupa watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh implementor

seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Disposisi yang baik akan

mensukseskan implementasi kebijakan yang sesuai dengan arahan pembuat

kebijakan. Ketika terjadi perbedaan sifat atau perspektif dengan pembuat

kebijakan, maka proses implementasi kebijakan akan terhambat.

Pada tahapan persiapan implementasi pelaporan basis akrual, terdapat

pernyataan positif yang berasal dari pegawai di seksi Vera. Mereka menunjukkan

Page 113: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

95

sikap yang mendukung kesuksesan implementasi kebijakan. Berikut kutipan

wawancaranya (Ndaru-penyusun LKPP):

“Pokoknya kuncinya di kita mas. Semuanya sudah paham akrual. Kalaudi kita gak paham, terus mau ngomong apa ke satker. Saya juga optimis,di tahun ke tiga ini peringkat LKPP kita akan naik. Pokoknya bisa mas”.

Informan lain mengungkapkan (Ibu AAZ):

“ini kan sudah tujuan organisasi mas. Tujuan KPPN menghasilkan LKPP.Jadi saya siap untuk membantu proses penyusunan LKPP berbasisakrual”.

Pernyataan positif juga berasal dari pejabat sementara Kasi Vera. Beliau

memberikan pernyataan positif ditengah kesibukannya menjabat dua seksi

selama lebih dari 4 bulan. Secara pribadi beliau tidak merasakan masalah dalam

menjalaninya. Berikut kutipan wawancara dengan Beliau:

“saya secara pribadi tidak ada masalah mas. Disamping saya memangdulu pernah juga kerja di seksi vera sewaktu masih pelaksana. Selain ituini juga kesempatan saya untuk belajar. Saya ingin tahu beda pelaporandi masa akrual ini. Lagian kita juga satu organisasi, jadi ini tujuan kitabersama”.

Dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terkait

faktor disposisi pada tahapan persiapan implementasi pelaporan berbasis akrual

dapat disimpulkan bahwa secara umum disposisi para implementor (pelaksana

dan Kepala Seksi) ada pada tahap baik. Hal ini penting dalam memasuki tahapan

implementasi pelaporan basis akrual berikutnya.

5.1.4 Struktur Birokrasi

Dalam mengimplementasikan kebijakan, struktur birokrasi memiliki peran

dalam tahap ini. Birokrasi merupakan salah satu unsur dalam implementasi

kebijakan. Birokrasi baik secara sadar maupun tidak sadar memilih bentuk-

bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif dalam rangka memecahkan

Page 114: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

96

masalah sosial dalam kehidupan modern yang terkadang sengaja dibentuk untuk

menjalankan suatu kebijakan tertentu (Edrward III, 1980).

Aspek struktur yang ada dan penting dari setiap organisasi adalah

standard operating procedures (SOP). SOP menjadi arahan bagi setiap

implementor dalam melaksanakan tugas sehari-hari. SOP sebaiknya tidak terlalu

panjang karena cenderung menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang

rumit dan kompleks. Pada akhirnya akan menyebabkan aktivitas organisasi tidak

fleksibel (Edward III, 1980).

Pada tahapan persiapan implementasi pelaporan basis akrual, SOP tim

rekonsiliasi dan tim penyusun LKPP bisa di lihat pada kontrak kinerja setiap

anggota tim. SK penetapan kedua tim disertai dengan posisi dan tanggung jawab

setiap anggota. Kedua tim memiliki kejelasan siapa pejabat penanggung jawab

dan anggota tim.

Pada kegiatan sosialisasi/bimtek/pelatihan, uraian kerja semua tim

sosalisasi (baik kepanitiaan maupun narasumber) juga terdapat pada kontrak

kinerja pegawai. Dalam SK tim sosialisasi juga terdapat struktur kepanitiaan yang

jelas. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Md (tim rekonsiliasi):

“oh kami sudah terima mas, “job desc” kami apa aja. Semua ada dikontrak kinerja kami, sama di sk tim juga ada. Terus ada sosialisasi samaGKM juga mas”.

Dari paparan peneliti mengenai struktur birokrasi dan SOP dalam tahapan

persiapan implementasi pelaporan basis akrual, bisa disimpulkan bahwa struktur

birokrasi menjadi faktor pendukung. Penunjukkan anggota tim rekonsiliasi, tim

penyusun LKPP, dan tim sosialisasi/bimtek/pelatihan sangat jelas di dalam

kontrak kinerja dan SK tim. Kejelasan dalam struktur kepanitiaan dan “job desc”

ini penting untuk menunjang tahapan pelaksanaan pelaporan basis akrual.

Page 115: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

97

5.2 Analisis Tahapan Pelaksanaan Kebijakan Pelaporan Basis Akrual

5.2.1 Komunikasi

Tantangan di awal penerapan pelaporan basis akrual tidak menyurutkan

tekad KPPN Malang sebagai entitas awal dari penyusunan LKPP. KPPN Malang

tetap melakukan proses komunikasi kebijakan pelaporan basis akrual. Temuan

peneliti menunjukkan proses komunikasi pada tahap pelaksanaan implementasi

kebijakan telah memenuhi syarat dimensi transmisi, kejelasan dan konsistensi

dari Model Edward III (1980).

Pada tahap pelaksanaan, proses transmisi kebijakan pelaporan basis

akrual telah baik dilakukan oleh KPPN Malang. Proses rekonsiliasi yang

dilakukan secara online dan mandiri tetap diiringi dengan penyaluran komunikasi

pelaporan basis akrual. Tim rekonsiliasi dan penyusunan LKPP memiliki job

description untuk memberikan informasi terbaru terkait pelaporan basis akrual

kepada satuan kerja melalui media sosial. Komunikasi suatu kebijakan sendiri

bisa dilakukan melalui proses menyampaikan, mensosialisasikan dan

mengkoordinasikan (Putera dan Valentina, 2011; Puteri, 2015).

Untuk menjamin kejelasan dan konsistensi dalam implementasi kebijakan,

Edward III (1980) menyatakan perlunya ada petunjuk teknis atau pedoman dalam

pelaksanaan kebijakan. Dalam proses rekonsiliasi, diperlukan komunikasi antar

tim rekonsiliasi dan penyusunan LKPP. Komunikasi horizontal diperlukan sebagai

pertukaran pesan diantara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di

dalam organisasi (Arni, 2002:121). Sifat koordinasi ini adalah bebas, dalam artian

tidak ada waktu yang ditentukan namun “spontan” tergantung kepada

permasalahan yang tengah dihadapi. Berikut hasil wawancara dengan informan

(Ndaru-penyusun LKPP):

Page 116: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

98

“Di dalam proses rekon itu selalu ada temuan mas. Apa masalah, apainovasi. Pokoknya spontan aja kita. Langsung di anggap hal pentingsemua. Jadi tim rekon langsung kasih tahu ke kita”.

Selama melakukan penelitian di KPPN Malang, peneliti sangat kagum

dengan konsistensi KPPN Malang dalam melakukan koordinasi ke satuan kerja

terkait pelaksanaan pelaporan basis akrual. Melalui layanan konsultasi, proses

komunikasi dilakukan di meja front office. Proses ini menjadi sarana paling efektif

dalam menemukan perkembangan terbaru dalam pelaksanaan pelaporan basis

akrual. Seiring dengan proses rekonsiliasi, maka alur komunikasi ke satker

melalui layanan konsultasi juga akan meningkat. Berikut kutipan wawancara

dengan ibu AAZ (helpdesk KPPN Malang):

“Buat satker yang mengalami kendala dalam pelaporan mas, kami jugamelayani konsultasi. Konsultasinya ya disini (meja front office). Kalau lagimasa rekon, konsultasinya (lumayan) rame. Di sini kami jadi tahu apa ajamasalahnya satker”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa komunikasi menjadi

faktor internal yang mendukung pada tahapan pelaksanaan implementasi

kebijakan pelaporan basis akrual. Proses komunikasi dilakukan dengan

memperhatikan dimensi transmisi, kejelasan dan konsistensi menurut Edward III

(1980). Di dalam proses rekonsiliasi, alur komunikasi pelaporan basis akrual

tetap dilakukan walau proses rekon berjalan online dan mandiri. Layanan

konsultasi sewaktu proses rekon selalu menemukan perkembangan dan

permasalahan terbaru dalam pelaksanaan pelaporan basis akrual.

5.2.2 Sumber Daya

Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia KPPN Malang memiliki peran pada pelaksanaan

implementasi kebijakan. Kecukupan faktor SDM tidak hanya dilihat dari sisi

Page 117: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

99

kuantitas, tapi juga dari sisi kualitasnya. SDM di KPPN Malang adalah pegawai

yang telah melalui serangkaian proses assessment di tahun 2012. Hal ini sesuai

dengan penetapan KPPN Malang sebagai KPPN Percontohan Tahap VI di

Tahun 2012, dimana semua SDM yang ada telah melalui berbagai tahapan

assessment. Dengan SDM yang cukup, maka akan mendukung kesuksesan

implementasi kebijakan pelaporan basis akrual di KPPN Malang.

Pada proses rekonsiliasi dan layanan konsultasi, tim rekonsiliasi

berjumlah 6 orang dan tim penyusun LKPP berjumlah 2 orang. Jumlah pelaksana

ini terbilang cukup dan menunjang pelaksanaan kebijakan. Jumlah pelaksana

yang banyak tidak otomatis mendorong implementasi yang berhasil, jika tidak

memiliki ketrampilan yang memadai. Disisi lain kurangnya personil yang memiliki

ketrampilan juga akan menghambat pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980).

Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Susanto (Pjs. Kasi Vera):

“Di sini setiap awal tahun ditetapkan dua tim mas. Tim rekon satu samatim LKPP. tim rekonnya 6 orang, tim LKPP 2 orang”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor SDM pada tahapan

pelaksanaan kebijakan pelaporan basis akrual telah mencukupi dan menunjang,

baik pada proses rekonsiliasi maupun konsultasi dan koordinasi. Ditambah

dengan pengetahuan basis akrual yang telah dimiliki, faktor sumber daya

manusia menjadi faktor pendukung pada tahapan pelaksanaan kebijakan

pelaporan basis akrual.

Sumber Daya Pendukung

a. Sumber Daya Finansial

Edward III (1980) menyatakan dalam kesimpulan studinya “budgetary

limitation, and citizen opposition limit the acquisition of adequate facilities. This is

turn limit the quality of service that implementor can be provide to public”.

Page 118: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

100

Menurut Edward III, terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas

pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat juga terbatas. Dalam

tahapan pelaksanaan kebijakan pelaporan basis akrual, sumber daya finansial ini

tertuang dalam DIPA KPPN Malang. Seksi Vera memiliki porsi anggaran terbesar

dibandingkan seksi lain, yaitu sebesar Rp.169.536.000,- atau 2,98% dari total

DIPA (lihat Tabel 5.1)

Rekonsiliasi sebagai kegiatan pada tahapan pelaksanaan pelaporan

basis akrual memiliki porsi dana sebesar Rp.18.000.000,- atau 10,61% dari total

kegiatan penyusunan LKPP. Sedangkan kegiatan Konsultasi dan Koordinasi

memiliki porsi dana terbesar kedua setelah sosialisasi dan bimtek, yaitu sebesar

Rp.28.120.000,- atau 16,59% dari total kegiatan penyusunan LKPP (lihat Tabel

5.2).

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa KPPN Malang telah

memberikan porsi anggaran yang lebih besar kepada Seksi Vera dalam

Penyusunan LKPP dibandingkan seksi lain (Seksi Pencairan Dana, Seksi Bank,

dan Seksi MSKI). Tahapan pelaksanaan implementasi (konsultasi dan

koordinasi) menjadi kegiatan yang memiliki porsi dana terbesar kedua setelah

kegiatan sosialisasi/bimtek. Dengan kata lain, KPPN Malang telah memberikan

perhatian sumber daya finansialnya pada tahapan pelaksanaan kebijakan

pelaporan basis akrual.

b. Sumber Daya Peralatan

Peralatan adalah semua sarana dan prasarana yang tersedia demi

terselenggaranya pelaksanaan suatu kebijakan dan dipergunakan untuk

mendukung secara langsung dan terkait dengan tugas-tugas yang ditetapkan.

Peralatan bisa menjadi sumber penting dalam implementasi (Edward III, 1980).

Page 119: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

101

Dari hasil pengamatan, tahapan pelaksanaan implementasi pelaporan basis

akrual telah ditunjang dengan sumber daya peralatan. Pelaksanaan kegiatan

rekonsiliasi yang dilakukan secara online juga ditunjang dengan suasana ruang

kerja front office rekonsiliasi yang nyaman. Pada KPPN Malang terdapat 2 meja

front office yang melayani proses rekonsiliasi. Dengan mayoritas warna biru,

kursi yang nyaman dan ditunjang peralatan yang canggih, memberikan layanan

rekonsiliasi pelaporan yang nyaman.

Gambar 5.3Suasana Meja Front Office Rekonsiliasi KPPN Malang

Pelaksanaan kegiatan koordinasi dan konsultasi dengan porsi dana

terbesar kedua setelah sosialisasi juga didukung dengan peralatan yang

memadai. Kegiatan ini dilakukan secara beriringan dengan kegiatan rekonsiliasi

di meja front office KPPN Malang. Sebagai KPPN yang memenangi berbagai

kontes, sarana prasarana yang ada di front office KPPN Malang terhitung masih

baru.

Pelaksanaan kegiatan rekonsiliasi secara online juga telah berjalan

secara lancar. Rekonsiliasi menjadi titik krusial dalam penelitian ini, dikarenakan

Page 120: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

102

peneliti pernah mengalami permasalahan proses rekonsiliasi di awal penerapan

basis akrual (2015). Dari hasil wawancara dengan informan kunci (Ndaru),

diperoleh informasi berikut:

”Sekarang rekonsiliasinya sudah enak mas. Sudah mandiri, online, gakperlu nunggu lama lagi kayak dahulu. Namanya e-rekon. Tanggalrekonsiliasinya juga berdasarkan hasil koordinasi pimpinan K/L dengankantor pusat kita. Pokoknya enak udah mas”.

Hasil wawancara dengan petugas helpdesk KPPN Malang (Ibu AAZ):

“Sekarang ya gitu mas, rekonnya sudah enak. Lancar, mandiri, online.Terus tanggalnya juga bisa diatur”.

Pelaksanaan rekonsiliasi secara online, tatap muka dan dilanjutkan

dengan konsultasi sangat membantu, terutama dalam mengantisipasi

permasalahan yang ditimbulkan dari penerapan pelaporan berbasis akrual.

Dukungan lain terdapat dari sisi teknologi dan informasi. Setelah melakukan

rekonsiliasi dan konsultasi, KPPN Malang memanfaatkan sarana pada whatsapp,

facebook dan website KPPN Malang untuk menjamin kelancaran proses

koordinasi dengan satuan kerja. Dengan demikian, maka proses rekon,

konsultasi dan koordinasi bukan lagi menjadi masalah dalam tahapan

pelaksanaan kebijakan pelaporan basis akrual.

5.2.3 Disposisi

Disposisi dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang

mempunyai konsekuensi penting bagi pelaksanaan kebijakan pelaporan basis

akrual. Jika para pelaksana bersikap baik, yakni memiliki pandangan yang sama

terhadap perintah, hal ini berarti adanya dukungan. Demikian pula sebaliknya,

bila tingkah laku atau perspektif para pelaksana berbeda dengan para pembuat

keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit

(Edward III, 1980).

Page 121: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

103

Pada tahapan konsultasi dan koordinasi dengan satuan kerja,

disposisi/kecenderungan dari para pelaksana adalah baik. Hal ini dapat dilihat

dari kutipan wawancara para pelaksana yang menganggap koordinasi dan

konsultasi dengan satuan kerja adalah hal yang penting. Kegiatan ini dilakukan

secara langsung di meja front office dan melalui media sosial. Berikut kutipan

wawancara dengan Ibu AAZ (helpdesk KPPN Malang):

“Buat satker yang mengalami kendala dalam pelaporan mas, kami jugamelayani konsultasi. Konsultasinya ya disini (meja front office). Kalau lagimasa rekon, konsultasinya (lumayan) rame. Di sini kami jadi tahu apa ajamasalahnya satker”.

Lebih lanjut Ibu AAZ menambahkan:

“Kalau satker mas, koordinasinya pakai medsos. WA, FB, web.Kebanyakan sih WA mas, soalnya kita punya WA grup. Hampir tiap harilah WA grup kita gak pernah sepi”.

Pada kegiatan rekonsiliasi, peneliti menemukan adanya disposisi negatif

dari pelaksana kebijakan. Para pelaksana mengeluhkan proses rekonsiliasi

sebagai awal dari konsolidasi pelaporan. Satker memang memiliki keleluasan

dalam rekonsiliasi, namun pelaksanaan rekonsiliasi dilakukan berbeda-beda

setiap bulan. Bagi petugas rekon, hal ini bisa membingungkan dalam hal cut off

pelaporan. Para pelaksana menilai penetapan proses rekonsiliasi yang berbeda

setiap bulan, menjadikan ketidakefisienan proses rekonsiliasi ini. Berikut kutipan

wawancaranya (Bapak MD):

”tanggal e-rekon itu antara 7 sampai 20. Dan tiap bulan selalu berubah-ubah, mengikuti hasil koordinasi dari Kantor Pusat dengan K/L. Bagi kamiya kadang jadi bingung mas kapan mau cut off, sama menjadwal nyusunLKPP nya”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disposisi pada tahap

pelaksanaan kebijakan memiliki dua versi. Pada proses konsultasi dan

Page 122: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

104

koordinasi, sikap para pelaksana adalah mendukung secara total proses ini.

Sedangkan pada proses rekonsiliasi, para pelaksana menyatakan keberatan

jikalau proses rekonsiliasi ini dilakukan secara berubah-ubah setiap bulan.

5.2.4 Struktur Birokrasi

Dalam mengimplementasikan kebijakan, struktur birokrasi memiliki peran

dalam tahap ini. Aspek struktur yang ada dan penting dari setiap organisasi

adalah standard operating procedures atau SOP. SOP menjadi arahan bagi

setiap implementor dalam melaksanakan tugas sehari-hari. SOP sebaiknya tidak

terlalu panjang karena cenderung menimbulkan red tape, yakni prosedur

birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya akan menyebabkan aktivitas

organisasi tidak fleksibel (Edward III, 1980).

Proses penyusunan LKPP telah memiliki SOP sebagaimana di dalam

Kepdirjen Perbendaharaan No. 287/PB/2015 mengenai SOP KPPN. Pada SOP

ini, proses penyusunan LKPP dimulai dari proses rekonsiliasi sebagai tahapan

pelaksanaan kebijakan pelaporan basis akrual.

Page 123: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

105

Gambar 5.4SOP Penyusunan LKPP

Sumber : Kepdirjen Perbendaharaan No. 287/PB/2015 tentang SOP KPPN.

Dari SOP di atas, peneliti akan menyoroti proses rekonsiliasi sebagai

awal dari konsolidasi pelaporan. Semenjak tahun 2016, proses rekonsiliasi telah

dilakukan secara mandiri via aplikasi e-rekon. Aplikasi ini menjadi solusi atas

permasalahan yang terjadi semenjak penerapan basis akrual. Satker memiliki

keleluasan dalam rekonsiliasi, karena dilakukan secara online. Aplikasi ini resmi

dirilis setelah keluarnya surat Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor S-

4839/PB/2016 hal Pelaksanaan Rekon Eksternal Tingkat KPPN Bulan Januari

s.d Mei 2016.

Pada poin ini, peneliti menemukan permasalahan terkait pelaksanaan

rekonsiliasi yang dilakukan berbeda-beda setiap bulan. Surat Direktur Jenderal

Perbendaharaan sebagai petunjuk teknis (juknis) di dalam pelaksaan rekonsiliasi

akan selalu ditetapkan setiap bulan. Bagi petugas rekon, hal ini bisa

melakukan rekonsiliasilaporan keuangan dari

satuan kerja

melakukan konsolidasilaporan keuangan dari

satuan kerja

mencetak dan menganalisaLAK, LRA, LO, LPE, LPSAL dan

Neraca

membandingkan saldo kaspada LAK dengan saldo kas

pada Laporan Kas Posisi

menyusun Catatan AtasLaporan Keuangan

membuat pernyataantanggung jawab

menyiapkan lampiran dalamLKPP (daftar rekening satkerbeserta saldo, rincian kas di

bendahara satker)

menjelaskan selisih saldoantara saldo Kas di

Bendahara Pengeluaranpada Neraca dan saldo di

rekening koran

membuat surat pengantarLKPP dan melaporkan LKPPke Kanwil Perbendaharaanpaling lambat tgl 13 bulan

berikutnya

Page 124: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

106

membingungkan dalam hal cut off pelaporan. Berikut kutipan wawancaranya

(Bapak MD):

”tanggal e-rekon itu antara 7 sampai 20. Dan tiap bulan selalu berubah-ubah, mengikuti hasil koordinasi dari Kantor Pusat dengan K/L. Bagi kamiya kadang jadi bingung mas kapan mau cut off, sama menjadwal nyusunLKPP nya. Setahu saya 2018 nanti mau dibikinkan PMK-nya. Dantanggalnya udah gak berubah-ubah lagi”.

Kebingungan dalam pelaksanaan rekon online berdasarkan wawancara di

atas menunjukkan bahwa terdapat permasalahan pada SOP proses rekonsiliasi

di KPPN Malang. Dapat disimpulkan bahwa proses rekon online belum memiliki

SOP yang mengatur tanggal pelaksanaan rekonsiliasi secara tegas. Tanggal

rekonsiliasi yang berubah-ubah bisa mengurangi keefisienan dalam penyusunan

LKPP.

5.3 Analisis Tahapan Pengukuran Kebijakan Pelaporan Basis Akrual

5.3.1 Komunikasi

Faktor komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan

dan pelaksanaan kebijakan. Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para

pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan

atas apa yang akan dikerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan

dengan baik (Edward III, 1980). Pada tahapan pengukuran kebijakan pelaporan

akrual, peneliti menemukan para pelaksana kebijakan telah mengetahui apa

yang akan dikerjakan. Hal ini menandai proses komunikasi pelaporan basis

akrual telah berjalan baik.

Pada kegiatan pencocokan saldo hasil rekonsiliasi, KPPN Malang tetap

konsisten melakukan koordinasi dengan satuan kerja. Koordinasi ini dilakukan

terutama dalam meningkatkan kualitas akrual pada laporan keuangan satuan

Page 125: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

107

kerja. Pada bab sebelumnya dinyatakan bahwa KPPN Malang menerapkan

kebijakan penambahan informasi akrual dari satuan kerja yang melakukan

adjustment. Berikut kutipan wawancara dengan Ndaru (penyusun LKPP) sebagai

berikut:

“Untuk satker-satker yang melakukan adjustment (jurnal penyesuaian),kita perlu informasi akrualnya mas. Jadi mudah untuk analisalaporannya”.

Informasi akrual dari satuan kerja membutuhkan koordinasi yang baik

untuk menjamin kualitas laporan keuangan yang dihasilkan. Koordinasi

diperlukan untuk memenuhi dimensi kejelasan dan konsistensi dalam proses

komunikasi. Tingkat keefektifan implementasi kebijakan tergantung dari

konsistensi dan kejelasan pelaksanaannya (Edward III, 1980).

Koordinasi dengan satuan kerja diperlukan dalam menjamin kualitas

informasi akrual mereka. Terkadang satuan kerja memberikan informasi akrual

yang berbeda dengan hasil adjustment. Pada kasus ini, koordinasi dengan

satuan kerja menjadi hal penting untuk dilakukan. Koordinasi ini dilakukan

sewaktu proses rekonsiliasi berjalan dan dilanjutkan dengan memanfaatkan

media sosial (whatsapp, facebook dan website). Berikut kutipan wawancara

dengan Ndaru (penyusun LKPP):

“(masalah) klasik sih itu mas. Kadang ada satker yang bikin adjustmenttapi informasi akrualnya belum update, atau sebaliknya. Jadinya kita gaklangsung percaya dengan hasil adjustment mereka. Kita konfirm lagi, baiklewat wa atau facebook”.

Pada tahapan koordinasi dengan lintas seksi, KPPN Malang senantiasa

melakukan hal ini melalui media GKM. Koordinasi lintas seksi ini termasuk ke

dalam komunikasi horizontal. Komunikasi horizontal diperlukan sebagai

pertukaran pesan diantara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di

dalam organisasi (Arni, 2002:121). Melalui Gugus Kendali Mutu (GKM) seluruh

Page 126: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

108

pegawai di seksi vera melakukan koordinasi dengan seksi lain terkait pelaporan

basis akrual.

Setelah melakukan koordinasi melalui GKM, koordinasi dilanjutkan

dengan koordinasi “spontan” antar seksi. Koordinasi ini dilakukan pada tahapan

pencocokan saldo antara seksi vera dengan seksi Bank dan Pencairan Dana.

Proses komunikasi ini berjalan baik, karena Pjs. Kasi Vera (Bapak Marjanto)

merupakan Kasi Bank. Proses koordinasi berjalan dengan baik karena Beliau

bisa mencocokkan saldo di Seksi Vera dengan Seksi Bank secara cepat. Berikut

kutipan wawancara dengan Bapak Marjanto:

“Kalau kendala sih dari internal tidak ada kendala. Malahan karenanyusun LKPP kan perlu koordinasi dengan seksi lain, jadi saya merasamalah jadi lebih mudah karena saya kan Kasi Bank”.

Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa faktor komunikasi menjadi faktor

pendukung pada tahapan pengukuran kebijakan pelaporan basis akrual. Proses

komunikasi dengan satuan kerja dan lintas seksi internal KPPN Malang berjalan

dengan baik. KPPN Malang secara konsisten melakukan koordinasi dengan

satker, baik secara tatap muka maupun melalui media sosial. Koordinasi lintas

seksi dilakukan dengan memanfaatkan acara GKM mingguan. Keberadaan Kasi

Bank yang menjabat dua seksi (Seksi Vera dan Seksi Bank) memudahkan

proses koordinasi antar seksi dalam penyusunan LKPP.

5.3.2 Sumber Daya

Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang

mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III (1980)

menyatakan bahwa “probably the most essential resources in implementing

policy is staff”. Pada KPPN Malang, jumlah pegawai dapat dibilang cukup

Page 127: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

109

memadai dengan 43 personel. Komposisi pegawai KPPN Malang dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 5.3Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah1 Laki-laki 192 Perempuan 24

43Sumber : Kepegawaian KPPN Malang 2017 (data diolah)

Tabel 5.4Komposisi Pegawai Berdasarkan Usia

No Usia Jenis Kelamin Jumlah

1 20-29 tahun Laki-lakiPerempuan

21

2 30-39 tahun Laki-lakiPerempuan

1-

3 40-49 tahun Laki-lakiPerempuan

36

4 50-59 tahun Laki-lakiPerempuan

131743

Sumber : Kepegawaian KPPN Malang 2017 (data diolah)

Tabel 5.5Komposisi Pegawai Berdasarkan Kepangkatan

No Pangkat Golongan Jumlah1 Pengatur II/c 22 Pengatur Muda Tk. I II/d 43 Penata Muda Tk. I III/b 204 Penata III/c 55 Penata Tk. I III/d 106 Pembina IV/a 17 Pembina Tk.I IV/b 1

43Sumber : Kepegawaian KPPN Malang 2017 (data diolah)

Page 128: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

110

Tabel 5.6Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Usia Jenis Kelamin Jumlah

1 Sekolah MenengahAtas

Laki-lakiPerempuan

1110

2 Diploma I Keuangan Laki-lakiPerempuan

-1

3 Diploma III Keuangan Laki-lakiPerempuan

24

4 Strata I/Sarjana Laki-lakiPerempuan

59

5 Strata II/Magister Laki-lakiPerempuan

1-

43Sumber : Kepegawaian KPPN Malang 2017 (data diolah)

Dari tabel-tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa SDM yang dimiliki

KPPN Malang kebanyakan adalah perempuan dengan usia di atas 50 sampai

dengan 59 tahun. Pada Seksi Vera sendiri, komposisi pegawai adalah 5

peremuan dan 2 laki-laki. Hasil penelitian dan wawancara dengan informan juga

menunjukkan bahwa KPPN Malang memang didominasi oleh pegawai

perempuan yang sudah berumur. Tingkat pendidikan juga didominasi dengan

pegawai lulusan SMA. Berikut hasil wawancara dengan informan (Ibu AAZ):

“Banyak sih yang bilang kalau sulit mau mutasi ke KPPN Malang. Tapiwajar-wajar aja sih mas untuk KPPN yang berada di Pulau Jawa. Emangdisini kebanyakan ibu-ibu. Tapi yang penting kinerjanya tidak kalah samabapak-bapak”.

Informan lain (Mbak Yuni pegawai Bagian Kepegawaian) menyatakan:

“Kalau disini kebanyakan ibu-ibu itu udah dari dulu mas. Banyak sih yangbilang pegawai titipanlah, istri pejabatlah, tapi itu semua kan yangmenentukan dari pusat. Yang penting pegawai disini kinerjanya baik”.

Informan kunci (Ndaru-penyusun LKPP) menyatakan:

“Kalau ibu-ibu disini sudah paham akrual mas. Pelatihan kita sudahberhasil kok. Itu kan yang ngerekon juga ibu-ibu semua. Terus di seksilain juga ibu-ibu semua pada paham akrual.

Page 129: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

111

Dari informasi para informan di atas dapat disimpulkan bahwa komposisi

pegawai KPPN Malang (khususnya Seksi Vera) yang kebanyakan perempuan

berusia di atas 50 tahun masih dapat menunjang implementasi pelaporan basis

akrual. Dimulai dari tahapan persiapan yang padat dengan proses sosialisasi,

tahapan pelaksanaan yang dipenuhi dengan jadwal rekonsiliasi, sampai pada

tahapan pengukuran ini. Proses rekonsiliasi dan pencocokan saldo antar seksi

yang memerlukan koordinasi telah berjalan baik. Hal ini ditunjang oleh kinerja

semua pegawai dan tingkat pemahaman akrual yang telah berjalan dengan baik.

Sumber Daya Pendukung

a. Sumber Daya Finansial

Edward III (1980) menyimpulkan bahwa terbatasnya sumber daya

anggaran akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping

program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran

menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah. Menurut Edward III,

terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas pelayanan yang

seharusnya diberikan kepada masyarakat juga terbatas. Dalam tahapan

pengukuran kebijakan pelaporan basis akrual, sumber daya finansial ini tertuang

dalam DIPA KPPN Malang. Seksi Vera memiliki porsi anggaran terbesar

dibandingkan seksi lain, yaitu sebesar Rp.169.536.000,- atau 2,98% dari total

DIPA (lihat Tabel 5.1)

Pencocokan saldo hasil rekonsiliasi sebagai kegiatan pada tahapan

pelaksanaan pelaporan basis akrual memiliki porsi dana sebesar

Rp.18.000.000,- atau 10,61% dari total kegiatan penyusunan LKPP. Sedangkan

kegiatan koordinasi memiliki porsi dana terbesar kedua setelah sosialisasi dan

Page 130: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

112

bimtek, yaitu sebesar Rp.28.120.000,- atau 16,59% dari total kegiatan

penyusunan LKPP (lihat Tabel 5.2).

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa KPPN Malang telah

memberikan porsi anggaran yang lebih besar kepada Seksi Vera dalam

Penyusunan LKPP dibandingkan seksi lain (Seksi Pencairan Dana, Seksi Bank,

dan Seksi MSKI). Tahapan pengukuran implementasi (koordinasi saldo hasil

rekonsiliasi dengan satker dan koordinasi saldo antar seksi) menjadi kegiatan

yang memiliki porsi dana terbesar kedua setelah kegiatan sosialisasi/bimtek.

Dengan kata lain, KPPN Malang telah memberikan perhatian sumber daya

finansialnya pada tahapan pengukuran kebijakan pelaporan basis akrual.

b. Sumber Daya Peralatan

Peralatan adalah semua sarana dan prasarana yang tersedia demi

terselenggaranya pelaksanaan suatu kebijakan dan dipergunakan untuk

mendukung secara langsung dan terkait dengan tugas-tugas yang ditetapkan.

Peralatan bisa menjadi sumber penting dalam implementasi (Edward III, 1980).

Dari hasil pengamatan, tahapan pengukuran implementasi pelaporan basis

akrual telah ditunjang dengan sumber daya peralatan. Tahapan ini banyak

dilakukan pada ruang middle office KPPN Malang. Pelaksanaan koordinasi hasil

rekonsiliasi yang dilakukan secara online dan koordinasi saldo antar seksi

ditunjang dengan suasana middle office yang nyaman. Ruangan ini memiliki

mayoritas warna biru, kursi yang nyaman dan ditunjang peralatan yang canggih.

Page 131: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

113

Gambar 5.5Suansana Ruang Middle Office KPPN Malang

Status KPPN Malang sebagai pemenang berbagai kontes menjadi hal

lebih pada tahapan pengukuran kebijakan pelaporan basis akrual. Hal ini

dikarenakan ruangan middle office sebagai tempat kegiatan koordinasi antar

seksi memiliki sarana prasarana yang baru dan nyaman. Susunan kursi diatur

antar seksi. Seksi Vera berdampingan dengan Seksi Bank, sehingga proses

koordinasi antar seksi berjalan baik. Berikut kutipan wawancara dengan Ndaru

(Seksi Vera):

“disini kita duduknya ngeblok per seksi mas. Seksi Vera bersebelahandengan seksi Bank, jadi enak kalo nanya2. Tinggal colek2 aja...hehhehe...”.

Pelaksanaan koordinasi hasil rekonsiliasi dilakukan dengan

memanfaatkan sarana pada whatsapp, facebook dan website KPPN Malang.

Proses ini menjamin kelancaran koordinasi dengan satuan kerja, terutama dalam

konfirmasi informasi akrual dari satker. Dengan demikian, maka proses

koordinasi hasil rekon telah ditunjang dari sisi sumber daya peralatan.

Page 132: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

114

5.3.3 Disposisi

Faktor ketiga sebagai analisis tahapan pengukuran kebijakan pelaporan

basis akrual adalah disposisi dari implementor. Pelaksana yang memiliki

komitmen yang tinggi, kejujuran dan sikap demokratis akan senantiasa bertahan

di antara hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan kebijakan. Komitmen tinggi

dan kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arus program

yang telah digariskan (Edward III, 1980).

Praktek koordinasi antar seksi pada KPPN Malang telah ditunjang oleh

disposisi yang baik di level Kepala Seksi. Walau jabatan Kasi Vera sudah kosong

selama lebih dari 4 bulan, sikap dan perasaan Pjs. Kasi Vera (Bapak Marjanto)

selama menjadi Kepala di dua seksi berada pada tahapan yang baik. Secara

pribadi beliau tidak merasakan masalah dalam menjalaninya. Berikut kutipan

wawancara dengan Beliau:

“Saya secara pribadi tidak ada masalah mas. Disamping saya memangdulu pernah juga kerja di seksi vera sewaktu masih pelaksana. Selain ituini juga kesempatan saya untuk belajar. Saya ingin tahu beda pelaporandi masa akrual ini. Lagian kita juga satu organisasi, jadi ini tujuan kitabersama”.

Ketika ditanya seputar kendala menjabat Pjs. Kasi Vera, masalah yang

ditemui justru pada saat akan koordinasi dengan satuan kerja, yang belum

pernah dikenalnya. Hal ini mengingat jabatan Beliau di Seksi Bank hanya

berhubungan dengan pihak Bank Pemerintah. Berikut kutipan wawancaranya:

“Kalau kendala sih dari internal tidak ada kendala. Malahan karenanyusun LKPP kan perlu koordinasi dengan seksi lain, jadi saya merasamalah jadi lebih mudah karena saya kan Kasi Bank. Masalahnya justrudari luar mas, karena satkernya banyak yang belum kenal sama saya”.

Walau praktek koordinasi ini telah ditunjang oleh disposisi yang baik oleh

Kepala Seksi, namun pada level pelaksana disposisi yang ada justru sebaliknya.

Page 133: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

115

Proses koordinasi yang melibatkan tiga seksi (Vera, Bank dan Pencairan Dana),

menjadi semakin lama semenjak penerapan basis akrual. Terdapat pertentangan

antara pegawai di seksi vera dengan seksi lain. Pegawai di seksi vera

menginginkan adanya akses langung sehingga proses koordinasi lebih cepat.

Hal ini juga ditambah dengan kenyataan pekerjaan di seksi Vera yang bersifat

“menunggu” pekerjaan di seksi lain selesai. Penelitian menemukan seksi Bank

merupakan seksi yang sering membuat keterlambatan pekerjaan di seksi Vera.

Berikut kutipan wawancaranya (Ndaru):

“Walau koordinasi dengan seksi Bank dan PD baik mas, tapi ya tetapkalau ini membutuhkan waktu. Belum lagi kalau tiba-tiba seksi iniberubah, seksi itu berubah, ya kita posting lagi, nyocokin lagi. Pengennyasih kita punya akses langsung ke mereka”.

Informan lain menambahkan (Ibu AAZ):

“ya namanya juga koordinasi dengan seksi lain mas, ya tetap aja butuhwaktu. Seringnya kita nunggu mereka (seksi Bank) selesai kerja, dan itujuga udah sore. Akhirnya lembur lagi, belum lagi kalau ada yangberubah”.

Informan lain menyampaikan (Bapak MD):

“sejak ada basis akrual ini mas, jadi butuh lebih hati-hati nyocokin saldo.Terutama sama seksi PD, karena kan mereka melakukan pembayaran kesatker. Nah kadang ada yang tiba-tiba diakrualin, kita nyocokin lagi.Pokoknya ya berubah semua”.

Informan dari seksi lain menyatakan bahwa SOP ini sudah baik, karena

lebih menekankan koordinasi. Jika seksi Vera langsung bisa mengakses, maka

dikhawatirkan akan mengurangi keakuratan data yang dihasilkan. Berikut kutipan

wawancaranya (Ibu As):

“oh proses mencocokkan saldo ya mas. Iya itu seksi vera tiap bikin LKPPemang minta saldo LKP kami buat dicocokkan. Bagus itu mas, jadi salingmengkoreksi”

Informan lain menambahkan (Ibu Nn):

Page 134: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

116

“sejak akrual memang sering banget seksi vera jadi nanyain saldo kas dibendahara pengeluarannya satker mas. Karena terkadang ada aja satkeryang bikin akrual, tp gak kasih tahu ke seksi vera. Bagus bgt jadi kita diseksi PD juga tahu pekerjaan mereka”.

Dari uraian dan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan, proses

koordinasi saldo antar seksi (Seksi Vera, Bank dan Pencairan Dana) memiliki

disposisi yang beragam pada implementornya. Pada level pelaksana, terdapat

pertentangan antar seksi terkait proses pencocokan saldo ini. Pelaksana seksi

vera mengingkan kemudahan akses data secara ke seksi lain, sedangkan seksi

lain menginginkan pencocokan ini tetap berjalan sebagai mekanisme check and

balance. Sedangkan Kasi Vera yang dijabat oleh Kasi Bank memiliki disposisi

yang baik karena Beliau yakin bisa melakukan koordinasi antar seksi dengan

cepat.

5.3.4 Struktur Birokrasi

Faktor keempat dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakan

menurut Edward III (1980) adalah struktur birokrasi. Pada dasarnya pelaksana

kebijakan mungkin telah mengetahui apa yang dilakukan dan mempunyai cukup

keinginan serta sumber daya untuk melakukannya, tetapi dalam pelaksanaannya

mungkin masih dihambat oleh struktur organisasi di mana mereka menjalankan

kegiatan tersebut. Menurut Edward III (1980), diperlukan SOP dalam

pelaksanaan kebijakan.

Di dalam SOP Penyusunan LKPP berdasarkan Kepdirjen

Perbendaharaan No. 287/PB/2015, proses pencocokan saldo antar seksi

merupakan hal yang wajib dilakukan sebelum proses penyusunan LKPP. Proses

ini dilakukan dengan membandingkan saldo kas menurut LAK dengan saldo kas

menurut Laporan Kas Posisi (LKP) dan saldo kas di Bendahara Pengeluaran.

Page 135: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

117

Namun pada prakteknya, para informan merasakan kalau koordinasi ini akan

sedikit memerlukan waktu, karena kesibukan di masing-masing seksi. Sejalan

dengan analisis faktor disposisi di atas, pada analisis struktur birokrasi para

informan juga menginginkan agar SOP ini disempurnakan. Mereka ingin Seksi

Vera bisa langsung mengakses Laporan Kas Posisi (LKP) di Seksi Bank dan

Rincian Kas di Bendahara Pengeluaran di Seksi Pencairan Dana. Berikut kutipan

wawancaranya (Ndaru):

“Walau koordinasi dengan seksi Bank dan PD baik mas, tapi ya tetapkalau ini membutuhkan waktu. Belum lagi kalau tiba-tiba seksi iniberubah, seksi itu berubah, ya kita posting lagi, nyocokin lagi. Pengennyasih kita punya akses langsung ke mereka”.

Informan lain menambahkan (Ibu AAZ):

“ya namanya juga koordinasi dengan seksi lain mas, ya tetap aja butuhwaktu. Seringnya kita nunggu mereka selesai kerja, dan itu juga udahsore. Akhirnya lembur lagi, belum lagi kalau ada yang berubah”.

Informan lain menyampaikan (Bapak MD):

“sejak ada basis akrual ini mas, jadi butuh lebih hati-hati nyocokin saldo.Terutama sama seksi PD, karena kan mereka melakukan pembayaran kesatker. Nah kadang ada yang tiba-tiba diakrualin, kita nyocokin lagi.Pokoknya ya berubah semua”.

Terkait dengan proses koordinasi lintas satker pada SOP Penyusunan

LKPP, informan dari seksi lain menyatakan bahwa SOP ini sudah baik, karena

lebih menekankan koordinasi. Jika seksi Vera langsung bisa mengakses, maka

dikhawatirkan akan mengurangi keakuratan data yang dihasilkan. Berikut kutipan

wawancaranya (Ibu As):

“oh proses mencocokkan saldo ya mas. Iya itu seksi vera tiap bikin LKPPemang minta saldo LKP kami buat dicocokkan. Bagus itu mas, jadi salingmengkoreksi”

Informan lain menambahkan (Ibu Nn):

“sejak akrual memang sering banget seksi vera jadi nanyain saldo kas dibendahara pengeluarannya satker mas. Karena terkadang ada aja satker

Page 136: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

118

yang bikin akrual, tp gak kasih tahu ke seksi vera. Bagus bgt jadi kita diseksi PD juga tahu pekerjaan mereka”.

Pjs. Kepala Seksi Vera (Bapak Marjanto) yang juga Kepala Seksi Bank

menambahkan, bahwa pekerjaannya sebagai Kasi Bank telah membantu

sewaktu koordinasi dengan Seksi Bank. Menurut Beliau tahapan pencocokan

saldo antara kas di LAK dengan kas di LKP dan Rekening Koran tidak lagi

menjadi masalah. Berikut kutipan wawancaranya:

“Kalau kendala sih dari internal tidak ada kendala. Malahan karenanyusun LKPP kan perlu koordinasi dengan seksi lain, jadi saya merasamalah jadi lebih mudah karena saya kan Kasi Bank”.

Dari uraian dan hasil wawancara di atas bisa disimpulkan, pencocokan

saldo antar seksi selain menimbulkan disposisi beraneka ragam (mendukung dan

menghambat) pada implementor. Para implementor di seksi vera mengingkan

SOP ini digati dengan akses langsung ke data seksi lain, sedangkan seksi lain

menginginkan SOP ini tetap berjalan sebagai mekanisme check and balance.

Kasi Vera yang dijabat oleh Kasi Bank menyatakan tidak masalah terhadap SOP

ini. Beliau yakin dengan menjabat dua seksi maka SOP koordinasi antar seksi

bisa dilakukan dengan cepat.

5.4 Analisis Tahapan Pelaporan Implementasi Kebijakan Pelaporan BasisAkrual

5.4.1 Komunikasi

Analisis pertama pada tahapan pelaporan implementasi kebijakan

pelaporan basis akrual adalah faktor komunikasi. Komunikasi yang terjalin mulai

dari tahapan persiapan, pelaksanaan dan pengukuran menunjukkan faktor

komunikasi sebagai faktor pendukung implementasi pelaporan basis akrual.

Komunikasi yang dilakukan KPPN Malang telah memenuhi dimensi transmisi,

kejelasan dan konsistensi dari Edward III (1980). KPPN Malang melakukan

Page 137: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

119

proses komunikasi dengan cara sosialisasi, bimtek, pelatihan, GKM, koordinasi

dan konsultasi.

Pada tahapan pelaporan implementasi kebijakan pelaporan basis akrual,

KPPN Malang secara konsisten tetap melakukan komunikasi kebijakan. Proses

pelaporan yang dimulai dari penyajian, analisa dan penyusunan CALK dilakukan

dengan menekankan prinsip koordinasi. Koordinasi ini dilakukan ke berbagai

pihak, diantaranya satker, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Jawa Timur

dan Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.

Koordinasi ke satker dilakukan dengan kegiatan sosialisasi. Pada bagian

sebelumnya disebutkan bahwa sosialisasi dilakukan minimal 2 (dua) kali dalam

setahun. Masa penyusunan LKPP dimanfaatkan seksi Vera sebagai even

sosialisasi kebijakan pelaporan basis akrual.

Koordinasi yang dilakukan ke unit vertikal (Kanwil Ditjen Perbendaharaan

Propinsi Jawa Timur dan Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan) dilakukan secara

semesteran. Khusus untuk penyusunan LKPP Tahunan, proses ini menjadi

kegiatan “terpadat” di seksi Vera. Koordinasi bisa dilakukan dengan media sosial

(whatsapp, facebook dan website). Namun untuk LKPP Tahunan, koordinasi

dilakukan dalam acara rapat koordinasi (rakor). Berikut kutipan wawancara

dengan Pjs. Kasi Vera (Bapak Marjanto):

“Kalau koordinasi ke kanwil sama kanpus ya sama, pakai medsos juga.Ada WA grup juga. Kalo kanwil juga ngundang kita buat rakor, rata-ratasih semesteran. Sama kanpus juga, LKPP Tahunan manggil kita buatrakor pelaporan”.

Pada akhirnya, komunikasi yang dilakukan oleh KPPN Malang dalam

implementasi pelaporan pemerintah berbasis akrual cukup baik. Dapat dilihat

dengan sikap optimis dari internal KPPN Malang akan perlunya basis akrual

Page 138: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

120

dalam pelaporan keuangan. Berikut ini hasil wawancara dengan Pjs. Kepala

Seksi Vera (Bapak Marjanto):

“Alhamdulilah mas, memasuki tahun ketiga, semua pegawai sudahoptimis kalau peringkat LKPP bisa naik. Akrual bukan hal asing lagi.Pokoknya semua perubahan akan selalu kita komunikasikan, karena kitalah yang nanti akan menularkannya ke stake holder kita”.

Hasil wawancara dengan Ndaru (penyusun KPPN) sebagai berikut:

“Pokoknya kuncinya di kita mas. Semuanya sudah paham akrual. Kalaudi kita gak paham, terus mau ngomong apa ke satker. Saya juga optimis,di tahun ke tiga ini peringkat LKPP kita akan naik. Pokoknya bisa mas”.

Dari hasil pengamatan dan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

faktor komunikasi menjadi faktor pendukung pada semua tahapan implementasi

pelaporan basis akrual. Komunikasi yang terjalin mulai dari tahapan persiapan,

pelaksanaan, pengukuran sampai dengan pelaporan menunjukkan faktor

komunikasi sebagai faktor pendukung implementasi pelaporan basis akrual.

Komunikasi yang dilakukan KPPN Malang telah memenuhi dimensi transmisi,

kejelasan dan konsistensi dari Edward III (1980). KPPN Malang secara konsisten

melakukan komunikasi kebijakan dengan cara sosialisasi, bimtek, pelatihan,

GKM, koordinasi dan konsultasi.

5.4.2 Sumber Daya

Sumber Daya Manusia

Analisis SDM pada implementasi kebijakan pelaporan basis akrual

menunjukkan bahwa faktor SDM di KPPN Malang dapat mendukung

implementasi kebijakan. Komposisi pegawai sebanyak 43 orang dan mayoritas

ibu-ibu berusia di atas 50 tahun tidak mengurangi tekad KPPN Malang dalam

implementasi pelaporan basis akrual. Hal ini dikarenakan SDM di KPPN Malang

adalah pegawai yang telah melalui serangkaian proses assessment di tahun

Page 139: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

121

2012. Semua SDM di KPPN Malang memiliki kompetensi minimal pada

pemahaman peraturan dan teknologi informasi di bidang Keuangan Negara

Dari hasil wawancara pada tahapan sebelumnya (persiapan, pelaksanaan

dan perngukuran) semua pegawai di KPPN Malang memiliki kinerja dan

pemahaman pelaporan basis akrual yang baik. Beberapa informan menyatakan

tidak ada masalah dalam komposisi SDM yang kebanyakan ibu-ibu berumur di

atas 50 tahun. Namun hal ini tidak berlaku pada beberapa informan. Mereka

menyatakan, SDM yang diperlukan, terutama dalam tahapan pelaporan berbasis

akrual akan lebih baik jika diisi oleh pegawai yang lebih muda dan memiliki latar

belakang pendidikan minimal lulusan STAN atau Akuntansi.

Latar belakang pernyataan di atas dikeluarkan berkaitan dengan

pekerjaan penyusunan LKPP. Walau basis akrual telah diterapkan pada

pelaporan pemerintah, namun pada kenyataan, basis kas juga berjalan

beriringan dengan basis akrual. Hal ini berarti penyusun LKPP memiliki beban

pekerjaan dua kali lipat sejak penerapan basis akrual.

Analisis LKPP juga menjadi latar belakang dibutuhkannya SDM yang

“mumpuni” seperti pernyataan di atas. Proses analisis yang cukup memakan

waktu dan ditambah beban kerja sebanyak 222 satker dengan 7 BLU yang

memiliki karakteristik berbeda-beda. Di dalam penilaian LKPP tahun 2015,

berdasarkan Keputusan Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Jawa Timur

No.145/WPB.162016, dapat kita lihat terjadi peningkatan angka beban kerja

pada KPPN Malang. Angka beban kerja ini diperoleh dari beban kerja KPPN

Malang dan telah ditentukan dari Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan. Tahun

2015, KPPN Malang memiliki beban kerja yang lebih meningkat dibandingkan

Page 140: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

122

tahun sebeblumnya. Tahun 2015, beban kerja ini sebesar 80, meningkat 10 poin

dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 70.

Dengan kondisi SDM yang kebanyakan ibu-ibu berusia di atas 50 tahun,

dikhawatirkan dalam jangka panjang akan menjadi masalah dalam penyusunan

LKPP, terutama jika penyusun LKPP yang ada mengalami mutasi. Berikut

kutipan wawancara dengan Ndaru (penyusun LKPP):

“ya begitu mas, kalau kerjaan LKPP itu sampe lembur-lembur. Belum lagimikirin angkanya. Untung saya disini bulok (bujang lokal). Jadi bisanyusun sampe malam”.

Informan lain (Ibu AAZ-helpdesk KPPN Malang) menyatakan:

“Jangan saya lah mas yang nyusun, yang bujangan aja. Hehehe...soalnya nyusunnya sampe lembur. Jadi cocokan yang muda danberpengalaman”.

Pjs. Kepala Seksi Vera (Bapak Marjanto) menyatakan sebagai berikut:

“Ya mungkin kendalanya disini itu SDM ya mas, karena begini ini,kebanyakan ibu-ibu. Kalau disuruh nyusun LKPP ya kita maklum. TapiAlhamdulilah mas, SDM penyusun LKPP di KPPN Malang sudahmumpuni. Mas Ndaru ini lulusan STAN. Pokoknya terbantu banget. Tapidalam jangka panjang ya ketar-ketir juga kalau gak ada cadangannyaseumpama Mas Ndaru di mutasi”.

Melihat hal ini, maka sangat terlihat bahwa kebijakan rotasi SDM

penyusun LKPP di KPPN Malang akan berjalan kaku, dikarenakan keterbatasan

SDM. Praktik mutasi yang peneliti temukan di KPPN Malang menunjukkan

seorang pelaksana baru dimutasi setelah bekerja di atas 2 tahun pada suatu

seksi. Kepala KPPN Malang menambahkan, walau sedikit kaku tapi penularan

keahlian melalui GKM dan in house training tetap dilakukan untuk menjaga-jaga

jika ada mutasi dari kantor pusat. Berikut wawancara dengan Bapak Susanto

(Kepala KPPN Malang):

“Kebijakan rotasi di mana saja, pasti akan diselaraskan dengankebutuhan organisasinya. Termasuk disini mas. Penyusun LKPP itumemang dibutuhkan tenaga yang bisa lembur dan menganalisis angka-

Page 141: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

123

angka. Tapi ini tidak menutup mata kita untuk tetap menularkan keahlianini kepada pegawai lain, sebagai persiapan kalau ada mutasi dari kantorpusat maupun kanwil. Bisa melalui GKM, in house training, pelatihan”.

Masih di bidang SDM, permasalahan lain yang peneliti temukan adalah

Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi yang definitif telah kosong selama 4 bulan.

Sampai saat penulisan hasil penelitian ini, Kepala Seksi Vera diisi oleh Kepala

Seksi Bank (Bapak Marjanto). Beliau merasakan tidak ada masalah sewaktu

tugasnya meningkat dengan memimpin 2 seksi. Berikut hasil wawancara dengan

Beliau:

“Saya secara pribadi senang, karena ini bisa menambah pengetahuansaya dalam pekerjaan. Disamping itu, kita kan satu organisasi dan tujuansatu seksi adalah tujuan kita semua”.

Namun hasil wawancara dengan informan lain menyatakan, walau

sampai sekarang jabatan Kasi Vera diisi oleh Kepala Seksi Bank, namun

dikhawatirkan dalam jangka panjang akan mengganggu aktivitas Kepala Seksi

Bank. Hal ini karena tugas di seksi Bank juga membuat pelaporan setiap hari.

Berikut kutipan wawancara dengan informan (Bapak Md):

“Luar biasa sih Bapak Marjanto mas, soalnya di seksi Bank juga sibuk.Kerjanya sama sampai sore juga, terus lanjut di seksi Vera. Apalagi waktunyusun LKPP”.

Informan lain (Mbak Yuni Bagian Kepegawaian KPPN) menyatakan:

“Lumayan ya Mas, Kasi Vera udah kosong 4 bulan. Biasanya udah adapejabat definitifnya. Atau mas mau daftar... hehehe... pokoknya salut dehsama Bapak Marjanto yang mau lembur di dua seksi pas nyusun LKPP.Tapi ya kalau kelamaan ya kita kasihan juga”.

Dari semua hasil wawancara dan temuan hasil penelitian, dapat

disimpulkan bahwa SDM di KPPN Malang secara kuantitas dan kualitas telah

memiliki jumlah yang memadai. SDM di KPPN Malang SDM di KPPN Malang

adalah pegawai yang telah melalui serangkaian proses assessment sebagai

pegawai KPPN Percontohan Tahap VI di Tahun 2012. Namun faktor SDM di

Page 142: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

124

KPPN Malang memiliki beberapa permasalahan jangka panjang dalam

implementasi pelaporan pemerintah basis akrual. Permasalahan ini dimulai dari

mutasi pegawai yang kaku akibat komposisi pegawai yang kebanyakan

perempuan berusia di atas 50 tahun dan jabatan Kepala Seksi Vera yang telah

kosong selama 4 bulan.

Sumber Daya Pendukung

a. Sumber Daya Finansial

Edward III (1980) menyatakan dalam kesimpulan studinya “budgetary

limitation, and citizen opposition limit the acquisition of adequate facilities. This is

turn limit the quality of service that implementor can be provide to public”.

Menurut Edward III, terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas

pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat juga terbatas.

Kebijakan yang tidak didukung dengan finansial akan mengalami masalah

di dalam perjalanannya. Untuk itu, KPPN Malang telah menganggarkan

implementasi pelaporan basis akrual dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

(DIPA) KPPN Malang. Seksi Vera memiliki porsi anggaran terbesar dibandingkan

seksi lain, yaitu sebesar Rp.169.536.000,- atau 2,98% dari total DIPA (lihat Tabel

5.1) Penyusunan laporan sebagai kegiatan pada tahapan pelaporan basis akrual

memiliki porsi dana terbesar ketiga, yaitu sebesar Rp.27.000.000,- atau 15,93%

dari total kegiatan penyusunan LKPP. (lihat Tabel 5.2).

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa KPPN Malang telah

memberikan porsi anggaran yang lebih besar kepada Seksi Vera dalam

Penyusunan LKPP dibandingkan seksi lain (Seksi Pencairan Dana, Seksi Bank,

dan Seksi MSKI). Tahapan pelaporan implementasi menjadi kegiatan yang

memiliki porsi dana terbesar ketiga setelah kegiatan sosialisasi/bimtek dan

Page 143: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

125

koordinasi/konsultasi. Dengan kata lain, KPPN Malang telah memberikan

perhatian sumber daya finansialnya pada tahapan pelaporan kebijakan

pelaporan basis akrual.

b. Sumber Daya Peralatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peralatan adalah sesuatu yang

dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Jadi, dapat

dikatakan bahwa peralatan kantor merupakan suatu media dalam upaya

mencapai tujuan yang diinginkan (Alwi, 2011).

Dari hasil pengamatan peneliti selama meneliti di seksi vera KPPN

sebagai seksi yang menyusun LKPP, ditemukan bahwa sumber daya peralatan

pada tahapan pelaporan LKPP di seksi Vera merupakan peralatan yang paling

canggih dibandingkan dengan seksi lain. Pada seksi vera, terdapat printer Canon

imageCLASS MF8210CN yang bisa melakukan print, fotocopy dan scan dalam

jumlah banyak. Sehingga tidak heran kalau banyak seksi lain yang menumpang

kegiatan di seksi vera karena printer ini hanya ada satu di KPPN Malang. Berikut

kutipan wawancara dengan Mas Ndaru:

“Ya ini mas, printernya paling mahal dan canggih disini. Jadi kadang seksilain numpang disini. Sub bag umum yang punya kantor juga numpangdisini. Tapi kalau lagi nyusun LKPP tak marahin. Hehehe...”.

Keberadaan printer yang canggih dan hanya satu di seksi Vera ini

sebaiknya dipikirkan dengan jangka panjang. Karena hal ini bisa sangat berisiko

jika sewaktu-waktu printer ini mengalami masalah, maka akan menghambat

kegiatan penyusunan LKPP. Edward III (1980) menyatakan fasilitas fisik dapat

menjadi sumber daya yang kritis dalam implementasi. Seorang implementor

mungkin telah memiliki SDM yang cukup, memahami langkah apa yang harus

Page 144: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

126

dilakukan, memiliki wewenang yang cukup, namun tanpa adanya peralatan,

implementasi kebijakan tidak akan sukses.

Umur ekonomis printer di dalam Peraturan Menteri Keuangan

No.96/PMK.03/2009 mengenai Jenis-jenis Harta yang Termasuk Dalam

Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan

dinyatakan bahwa umur ekonomis printer hanya 4 tahun. Hal ini diperparah

dengan penggunaan printer di seksi Vera secara beramai-ramai dengan seksi

lain. Oleh karena itu, diperlukan tinjauan atas minimnya sarana printer dalam

implementasi kebijakan pelaporan basis akrual di KPPN Malang.

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bagian Umum (Bapak Slamet

Hariyono) menyatakan bahwa di tahun 2017 telah dianggarkan kegiatan

pembelian printer baru untuk melengkapi printer yang telah ada di seksi vera.

Kutipan wawancara dengan informan Bapak Slamet (Kasubbag Umum) sebagai

berikut:

“Karena kegiatan di seksi vera juga padat di masa penyusunan LKPP, kitasudah menganggarkan pembelian printer di tahun ini mas. Lebih canggihInsya Allah kalau dananya cukup. Jadi gak rebutan lagi sama seksi vera”.

Dukungan lain di bidang peralatan terdapat dari sisi teknologi dan

informasi. Dalam tahapan pelaporan berbasis akrual, KPPN Malang

memanfaatkan sarana pada whatsapp, facebook dan website KPPN Malang.

Dengan mempercayakan kepada provider Telkomsel. Hal ini berguna dalam

menjamin kelancaran proses koordinasi dengan satuan kerja, Kanwil

Perbendaharaan Jatim, dan Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.

Dari uraian dan hasil wawancara terkait sumber daya pendukung bisa kita

simpulkan bahwa Seksi Vera KPPN Malang telah memiliki printer tercanggih di

KPPN dalam menunjang proses penyusunan LKPP. Namun disayangkan,

Page 145: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

127

keberadaan printer ini hanya ada satu di KPPN, sehingga akan berisiko jika

terjadi kerusakan. Untuk itu di tahun 2017 akan diadakan penambahan printer

satu lagi. Selain itu Seksi Vera juga menggunakan secara maksimal penggunaan

jaringan dalam kegiatan koordinasi pelaporan berbasis akrual. KPPN Malang

memiliki grup whatsapp dengan satker dan Kanwil Perbendaharan Propinsi

Jatim. KPPN Malang juga memiliki facebook dan website yang menunjang

proses komunikasi kebijakaan pelaporan berbasis akrual.

5.4.3 Disposisi

Faktor ketiga dari internal organisasi dalam implementasi kebijakan

berasal dari disposisi. Disposisi ini berasal dari dalam diri implementor. Disposisi

bisa berupa watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh implementor

seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Disposisi yang baik akan

mensukseskan implementasi kebijakan yang sesuai dengan arahan pembuat

kebijakan. Ketika terjadi perbedaan sifat atau perspektif dengan pembuat

kebijakan, maka proses implementasi kebijakan akan terhambat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah informan di KPPN

Malang, terdapat pernyataan negatif dan positif terkait pelaporan berbasis akrual

di internal KPPN Malang. Pernyataan negatif ini berasal dari para pegawai yang

merupakan mantan penyusun LKPP di masa CTA dan awal 2015. Pernyataan

mereka didasari pada pelaporan berbasis akrual yang dirasa belum perlu, karena

penyusunan dan pertanggungjawaban anggaran sangat erat dengan basis kas.

Pernyataan negatif lainnya lagi berasal dari kenyataan bahwa pelaporan

pemerintah belum berbasis akrual secara penuh. Berikut kutipan wawancara

dengan informan (Ibu Sr-mantan penyusun LKPP):

Page 146: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

128

“Ngapain ya mas repot-repot basis akrual. Lah wong anggaran aja basiskas. Dari nyusun, nyatet sampai bikin LPJ nya basis kas. Ngepasinangkanya itu yang bakalan ribet. Terus satker juga yang dilihat masihLRA yang kas banget”.

Sedangkan informan lainnya lagi mengungkapkan (Mbak Yuni-mantan

penyusun LKPP):

“Saya secara pribadi ya mas, sebagai penyusun LKPP dari masa CTA,kok ngerasa gak ada bedanya ya. Laporan kita masih basis CTA. Belumtuh akrual penuh, cuman ditambahin LO aja biar kelihatan akrual”.

Pernyataan positif berasal dari pegawai di seksi Vera sebagai penyusun

LKPP aktif. Secara umum, ketika peneliti menanyakan tekad dan niat dalam

menyusun LKPP berbasis akrual, mereka menunjukkan sikap yang mendukung

kesuksesan implementasi kebijakan. Berikut kutipan wawancaranya (Ndaru-

penyusun LKPP):

“Pokoknya kuncinya di kita mas. Semuanya sudah paham akrual. Kalaudi kita gak paham, terus mau ngomong apa ke satker. Saya juga optimis,di tahun ke tiga ini peringkat LKPP kita akan naik. Pokoknya bisa mas”.

Informan lain mengungkapkan (Ibu AAZ):

“ini kan sudah tujuan organisasi mas. Tujuan KPPN menghasilkan LKPP.Jadi saya siap untuk membantu proses penyusunan LKPP berbasisakrual”.

Namun pernyataan positif dari seksi penyusunan LKPP ini bukan tanpa

catatan. Beberapa informan merasa bahwa proses penyusunan LKPP (analisis

laporan dan penyusunan CALK) merupakan pekerjaan yang membutuhkan

waktu. Sehinga tidak jarang penyusun LKPP harus kerja sampai lembur. Peneliti

menemukan tidak adanya reward ataupun honor bagi penyusun LKPP. ketiadaan

reward ini bisa mengurangi disposisi baik dari penyusun LKPP. Implementasi

kebijakan pelaporan basis akrual akan mengalami hambatan, karena reward atau

honor ini termasuk dalam faktor insentif implementor. Insentif adalah suatu

Page 147: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

129

sarana memotivasi berupa materi, yang diberikan sebagai suatu perangsang

ataupun pendorong dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri

mereka timbul semangat yang besar untuk meningkatkan produktivitas kerjanya

dalam organisasi (Gorda, 2004:141).

Atas dasar hal tersebut, mereka merasakan perlunya perhatian yang lebih

dari pimpinan (bisa Kepala Seksi atau Kepala Kantor) sewaktu proses

penyusunan. Perhatian ini tidak hanya dalam hal materi, tapi cukup dengan

sekedar mendampingi sewaktu lembur. Berikut kutipan wawancara dengan

Ndaru (Penyusun LKPP):

“ya begitu mas, kalau kerjaan LKPP itu sampe lembur-lembur. Belum lagimikirin angkanya. Untung saya disini bulok (bujang lokal). Jadi bisanyusun sampe malam. Cuman ya kalau kerja sendirian ya kadang malasjuga mas. Untung Kepala Kantornya punya perhatian lumayan”.

Informan lain (Ibu AAZ) menyatakan:

“proses nyusun LKPP itu sampe lembur-lembur mas. Soalnya banyakyang diurusin. Semua seksi sama semua satker. Jadi ya gak bisa pulangcepat lah. Hehehe...”

Informan lain lagi (Bapak Md) mengungkapkan:

“Ya proses nyusun LKPP sama kayak seksi lain, sudah gak ada honornyamas. Tapi minimal kami kalau ditemanin kepala seksi atau kepala kantorudah terbantulah. Apalagi kalau dibawain lalapan. Hehehe... pokoknyaperhatian pimpinan akan menyemangati kami mas dalam nyusun LKPP”.

Terkait dengan perhatian pimpinan, hasil wawancara dengan informan

juga menemukan hal yang menjadi penyebab kenapa peringkat LKPP KPPN

Malang di Tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya. Pada bagian latar belakang telah peneliti kemukakan bahwa KPPN

Malang menempati peringkat ke 14 dari 15 KPPN pada Peringkat LKPP KPPN

Tahun 2015. Posisi ini mengalami penurunan dari tahun 2014 yang berhasil

menempati posisi 10 dari 15 KPPN. Penyebab dari menurunnya peringkat LKPP

Page 148: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

130

ini berasal dari kurangnya perhatian pimpinan terhadap penyusunan LKPP di

tahun itu. Padahal tahun 2015 adalah masa awal penerapan basis akrual. Kepala

KPPN Malang saat itu lebih memperhatikan persiapan KPPN Malang untuk

mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 di 2015, setelah sebelumnya telah

mendapat sertifikat WBK/WBM di tahun 2014. Berikut kutipan wawancara

dengan beberapa informan (Bapak Md):

“sebenarnya sudah bagus mas, waktu di tahun 2014 sudah lumayan naikke peringkat 10. Tapi pas tahun 2015, pas mulainya basis akrual, pasbanyak-banyaknya masalah, eh pas pula Kantor ini proses sertifikasi ISO.Ya udah, Kepala Kantornya agak mengorbankan penyusunan LKPP”.

Informan lain menyatakan (Ibu AAZ):

“tahun 2014 kita udah bagus mas. Udah siap lah buat ngehadapin fullakrual di 2015. Eh kok pas pula Kantornya ikut ISO. Ya udah, agakdinomor duain lah LKPP nya. Padahal masalahnya lagi banyak”.

Informan lain lagi menyampaikan (Ndaru):

“Untung Kepala Kantornya sekarang punya perhatian lumayan. Katanyasih, yang saya dengar dari senior-senior, kepala kantor yang dulusenangnya ikutan kontes sama ISO gitu. Jadi seksi vera agakdikorbankan”.

Hal menarik lain yang peneliti temukan terkait faktor disposisi adalah

jabatan Kepala Seksi Vera sebagai Kepala Seksi penyusun LKPP ternyata

memiliki peringkat jabatan yang lebih rendah dibandingkan seksi lain. Dari hasil

wawancara ditemukan jabatan Kepala Seksi Vera memiliki Peringkat Jabatan 15.

Sedangkan Kepala Seksi lain (Seksi Pencairan Dana, Seksi Bank, Seksi MSKI

dan Sub Bagian Umum) memiliki Peringkat Jabatan 16. Hal ini berefek pada

jumlah Tunjangan Kinerja yang mereka terima setiap bulan. Terkait dengan

masalah ini, peneliti langsung mewawancarai Pjs. Kepala Seksi Vera (Bapak

Marjanto). Beliau sebagai Kasi Bank yang ditugaskan sementara sebagai Kasi

Vera mengharapkan agar Jabatan Kasi Vera bisa disamakan dengan Kasi lain,

Page 149: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

131

mengingat beban kerjanya yang lumayan sewaktu proses penyusunan LKPP.

Kutipan wawancara sebagai berikut:

“Ya itu sudah lama mas, sejak Kemenkeu mulai menerapkan peringkatjabatan di 2008, Kepala Seksi Vera jadi berperingkat lebih rendahdibanding Kepala Seksi lain. Yang saya tahu waktu itu proses nyusunperingkatnya pakai jasa konsultan dari luar. Saya sih yakin mas, walauperingkatnya beda, ya Kepala Seksi Vera kan sudah tanggung jawabnyabikin LKPP. Ya harapan saya sebagai Kepala Seksi lain ya samakanlah.Kasihan juga sering lembur nyusun LKPP”.

Informan lain (Ndaru sebagai penyusun LKPP menyatakan):

“setahu saya sih sampai sekarang masih beda mas, peringkat Kasi Veradibanding Kasi Lain. Jadi THP nya bisa beda hampir 1jutaan. Mungkinkarena itu ya, sudah 4 bulan ini gak ada yang ngisi jabatan Kasi Vera disini. Gak ada yang mau. Hehehe...”

Dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terkait

faktor disposisi dalam implementasi pelaporan berbasis akrual dapat disimpulkan

bahwa disposisi pada level pelaksana berada pada tahap kurang baik, sebagai

akibat tidak adanya reward bagi penyusun LKPP. Kendala lain yang perlu

diperhatikan berasal dari implementor tingkat Kepala Seksi Vera dimana

peringkat jabatan Kasi Vera yang lebih rendah dibandingkan Kasi lain dan

dikhawatirkan akan mengurangi disposisi baik (semangat) Kasi Vera dalam

implementasi pelaporan basis akrual. Faktor perhatian pimpinan, dalam hal ini

Kepala KPPN, memegang peran penting sewaktu LKPP KPPN Malang Tahun

2015 mengalami penurunan peringkat.

5.4.4 Struktur Birokrasi

Dalam mengimplementasikan kebijakan, struktur birokrasi memiliki peran

dalam tahap ini. Aspek struktur yang ada dan penting dari setiap organisasi

adalah standard operating procedures atau SOP. SOP menjadi arahan bagi

setiap implementor dalam melaksanakan tugas sehari-hari. SOP sebaiknya tidak

Page 150: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

132

terlalu panjang karena cenderung menimbulkan red tape, yakni prosedur

birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya akan menyebabkan aktivitas

organisasi tidak fleksibel.

Prosedur penyusunan LKPP berbasis akrual, telah memiliki SOP

berdasarkan Kepdirjen Perbendaharaan No. 287/PB/2015. Tahapan pelaporan

basis akrual dimulai dari pencetakan laporan, menyusun CALK, membuat

pernyataan tanggung jawab, menyiapkan lampiran LKPP (hasil analisa LKPP,

daftar rekening satker beserta saldo dan rincian kas di bendahara pengeluaran),

sampai dengan melaporkan LKPP ke unit vertikal telah jelas tertuang di dalam

SOP ini. Adanya SOP pada penyusunan LKPP menunjukkan bahwa struktur

birokrasi pada tahapan pelaporan telah menunjang kesuksesan implementasi

kebijakan.

5.5 Ringkasan

Berdasarkan paparan mengenai implementasi pelaporan pemerintah

berbasis akrual dengan alat analisis data Model Implementasi Edward III (1980),

terdapat beberapa faktor internal yang memengaruhi pelaksanaan implementasi

di KPPN Malang. Faktor-faktor tersebut adalah:

Page 151: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

133

Tabel 5.7Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Pelaporan Pemerintah

Berbasis Akrual Pada LKPP Tingkat KPPN Malang

Faktor Temuan Penelitian

Komunikasi

Komunikasi yang dilakukan terkait pelaporan berbasisakrual telah baik dilakukan. KPPN Malang banyakmelakukan sosialisasi dan koordinasi dalammelakukan implementasi kebijakan. Sosialisasi dankoordinasi dilakukan tidak hanya internal pegawai, tapijuga ke luar (satuan kerja, Kanwil DitjenPerbendaharaan Propinsi Jatim dan Kantor PusatDitjen Perbendaharaan).Seksi Vera KPPN Malang telah memanfaatkan secarapenuh dukungan teknologi (whatsapp, facebook danwebsite) dalam melakukan koordinasi kebijakanpelaporan basis akrual.

Sumber Daya

Sumber Daya ManusiaKPPN Malang memiliki SDM yang cukup secarakuantitas dan kualitas serta pemahaman yang baikakan pelaporan basis akrual.Namun SDM KPPN Malang yang kebanyakanperempuan berusia di atas 50 tahun dengantingkat pendidikan SMA membuat proses mutasi diKPPN Malang berjalan kaku, sehingga dapatmenghambat implementasi pelaporan basis akrualdalam jangka panjang.Selain itu Jabatan Kepala Seksi Vera telah kosongselama 4 bulan.

Sumber Daya PendukungA. Sumber Daya Finansial

Seksi Vera KPPN Malang dalam penyusunanLKPP telah mendapatkan dana dalam DIPA yanglebih banyak dibandingkan seksi lain.

B. Sumber Daya PeralatanSebagai pemenang kontes pelayanan, KPPNMalang memiliki ruangan kerja yang nyaman danmendukung implementasi pelaporan basis akrual.Namun KPPN Malang hanya memiliki 1 printercanggih dalam penyusunan laporan dan terkadangdigunakan seksi lain. Hal ini sangat rawan sewaktupenyusunan LKPP.

Disposisi Disposisi para pelaksana kebijakan berada pada tahapkurang baik terkait proses rekonsiliasi, pencocokan

Page 152: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

134

saldo antar seksi dan ketiadaan reward bagi pegawaidi level pelaksana.Disposisi pada level Kepala Seksi mengalami masalahjika jabatan Kepala Seksi yang dipegang oleh KepalaSeksi Bank terus dibiarkan kosong dalam jangkapanjang.Di level kepala seksi juga terdapat masalah karenaperingkat jabatan Kepala Seksi Vera yang lebihrendah satu tingkat dibandingkan Kepala Seksi Lain.

Struktur Birokrasi

SOP Penyusunan LKPP Berbasis Akrual memilikipermasalahan di bagian pencocokan saldo kas di LAKdengan saldo kas di LKP dan Rekening Koran. Hal inidikarenakan semenjak basis akrual, hal inimemerlukan koordinasi yang lebih.SOP Rekonsiliasi sebagai awal dari proses konsolidasilaporan dengan satuan kerja belum diatur denganPMK. SOP ini masih sebatas Surat DitjenPerbendaharaan yang berubah-ubah setiap bulan. Halini mengurangi keefisienan proses pelaporan berbasisakrual.

Berdasarkan tabel di atas maka bisa dilihat beberapa faktor yang menjadi

pendukung dan penghambat bagi KPPN Malang dalam implementasi pelaporan

pemerintah berbasis akrual. Faktor yang menjadi pendukung berasal dari

komunikasi dan sumber daya finansial. Sedangkan sumber daya manusia,

sumber daya pendukung (peralatan), disposisi dan struktur birokrasi perlu

mendapatkan evaluasi dan perbaikan untuk meningkatkan kesuksesan KPPN

Malang dalam penyusunan LKPP berbasis akrual.

Page 153: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

135

BAB VIPELAPORAN PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL :

TANTANGAN DAN PERAN KPPN MALANG

Era pelaporan pemerintah telah memasuki masa penerapan basis akrual.

Dalam satu dekade terakhir, semakin banyak Negara yang menerapkan

pelaporan pemerintah basis akrual sebagai ciri dari pengelolaan keuangan

Negara yang modern. Di antaranya Selandia Baru, Swedia, Swiss, Jepang, dan

Australia (Athukorala dan Reid, 2003). Akuntansi basis akrual akan

menghasilkan laporan keuangan yang lebih berguna, karena lebih mencerminkan

transparansi dan keadaan sebenarnya dari aktivitas pemerintah. Hal ini akan

meningkatkan kegunaan laporan keuangan baik sebagai alat

pertanggungjawaban maupun pengambil keputusan (Kim, et al., 2005; Mack &

Ryan, 2007). Negara Indonesia sendiri telah menerapkan pelaporan basis akrual

mulai tahun pelaporan 2015.

Proses perubahan pelaporan menjadi basis akrual adalah perubahan

yang besar. Perubahan ini merupakan salah satu dari kebijakan publik di bidang

akuntansi. Sebagai kebijakan akuntansi, implementasi pelaporan basis akrual

yang dilakukan KPPN Malang perlu terlebih dahulu dilakukan analisa kebijakan.

Dye di dalam Wahab (1990), menyatakan analisa kebijakan (mulai dari proses

pembuatan sampai dengan pelaksanaan) berguna untuk menjamin

keberlangsungan implementasi suatu kebijakan.

Analisa kebijakan terhadap pelaporan basis akrual menunjukkan bahwa

kebijakan ini termasuk ke dalam model kelembagaan dan model inkremental

(Wahab, 1990). Kebijakan publik menurut model kelembagaan memiliki arti

kebijakan pelaporan basis akrual didasari oleh suatu peraturan, yaitu PP No. 71

Page 154: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

136

Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Implementasi pelaporan

basis akrual bersifat wajib dilaksanakan dan ditetapkan/disahkan

pemberlakuannya oleh lembaga pemerintah. Sedangkan model inkremental

memberi makna bahwa kebijakan pelaporan basis akrual dilakukan secara

bertahap dan berkelanjutan.

Perkembangan akan penerapan basis akrual pada beberapa Negara juga

diiringi dengan isu akan tuntutan merubah perilaku organisasi pemerintah dan

aparatur di dalamnya. Bunea dan Cosmina (2006:2) menyatakan bahwa sistem

akuntansi akrual tujuannya bukan untuk melayani dirinya sendiri, melainkan

terciptanya perubahan mentalitas dalam proses anggaran yang semula sangat

kaku. Khan dan Mayes (2007:4) berpendapat bahwa akuntansi akrual dapat

membantu menghasilkan perubahan perilaku bagi para pengambil keputusan

anggaran dan pimpinan. Informasi akrual akan meningkatkan kualitas

pengawasan bagi pengguna laporan, dan ini dapat memfasilitasi perubahan

sikap dan perilaku dari para aparatur karena mereka merasa diawasi dan

dievaluasi secara ketat oleh pengguna laporan. Simanjuntak (2010) menjelaskan

dengan adanya informasi akrual akan mendorong partisipasi masyarakat dalam

memantau penyelenggaraan pemerintahan. Akuntansi akrual akan

meminimalkan potensi korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Seakan ingin menjawab isu akan tuntutan perubahan perilaku pada

Kementerian/Lembaga, Ditjen Perbendaharaan di dalam Rencana Strategis

Tahun 2015-2019 (Kep. Dirjen Perbendaharaan No. 239/PB/2015 tentang

Rencana Strategis Ditjen Perbendaharaan Tahun 2015-2019), merespon dengan

perubahan peran pada proses bisnis Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

(KPPN) tahun 2015-2019. Peran yang baru ini menghadirkan KPPN sebagai

Page 155: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

137

organisasi yang learning organization yaitu organisasi yang analitikal, ilmiah,

inovatif dan responsif terhadap perubahan. Peran ini menuntut KPPN Malang

sebagai organisasi yang tidak hanya sebatas mengkonsolidasikan laporan

keuangan dari satuan kerja, namun juga berperan sebagai “learning

organization” bagi satuan kerja dalam penyusunan laporan keuangan

(www.djpbn.kemenkeu.go.id).

Perubahan peran sebagai “learning organization” pelaporan keuangan

menjadi tantangan sekaligus menjawab peran KPPN Malang ke depan. KPPN

Malang dengan segera melakukan langkah-langkah dalam implementasi

pelaporan basis akrual. Implementasi kebijakan sendiri merupakan tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya

(Van Meter dan Van Horn, 1975). Di dalam implementasi pelaporan basis akrual,

KPPN Malang melakukan langkah: persiapan (pembentukan tim rekonsiliasi dan

penyusun LKPP, sosialisasi kebijakan); pelaksanaan (rekonsiliasi laporan,

koordinasi dengan satuan kerja); pengukuran (pencocokan saldo hasil

rekonsiliasi dan lintas seksi internal KPPN); pelaporan (penyajian laporan,

analisa laporan dan penyusunan CALK).

Arah implementasi kebijakan pelaporan basis akrual pada KPPN Malang

harus diarahkan pada peranan KPPN sebagai learning organization. Sebuah

learning organization harus bisa menjadi contoh, memberikan konsultasi,

mendorong, sampai dengan memberi penghargaan dan hukuman (W.S. Winkel,

1991:110). Proses sosialisasi, pelatihan, koordinasi sampai dengan konsultasi

meneguhkan peran KPPN Malang sebagai learning organization di dalam

pelaporan keuangan pemerintah.

Page 156: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

138

Tantangan dan peran sebagai learning organization telah dihadapi oleh

KPPN Malang dalam implementasi pelaporan basis akrual selama kurang lebih 3

(tiga) tahun. Alih-alih akan berhasil dalam pelaporan basis akrual, KPPN Malang

justru masih “belajar” menjadi learning organization, jika melihat peringkat LKPP

KPPN Malang yang hanya berada di posisi 14 dari 15 KPPN se-Jawa Timur di

tahun 2015.

Dalam proses implementasi pelaporan basis akrual, tantangan terbesar

justru berasal dari internal KPPN Malang sendiri. Hal ini didasari oleh

operasionalisasi teori Edward III (1980) pada tahapan implementasi. Penelitian

berhasil menemukan faktor pendukung (komunikasi dan sumber daya finansial)

dan faktor penghambat implementasi (sumber daya manusia, sumber daya

peralatan, disposisi dan struktur birokrasi). Namun menemukan kedua faktor ini

tidaklah cukup. Lewin (1951) menyatakan, sebuah organisasi tidak hanya dituntut

mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik

yang dapat mendukung pelaksanaan kebijakan, tapi juga mengelola,

mengevaluasi faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan dan

mengembangkan new self concept & identity dan new interpersonal relationships

agar perubahan tetap berjalan. KPPN Malang yang masih dalam tahapan

menjadi learning organization di dalam pelaporan pemerintah harus mampu

memanjemen semua faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi

kebijakan pelaporan basis akrual.

Menjalin Komunikasi Antar Generasi

Kegiatan komunikasi, bisa dilakukan dengan menyampaikan,

mensosialisasikan, dan mengkoordinasikan (Putera dan Valentina, 2011; Puteri,

2015). KPPN Malang memiliki keunggulan dalam proses komunikasi kebijakan.

Page 157: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

139

Komunikasi dilakukan tidak hanya ke satuan kerja, namun juga ke dalam

(pegawai) KPPN Malang dan ke atas (Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi

Jawa Timur dan Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaaan).

Keberhasilan dalam komunikasi pelaporan basis akrual tidak seharusnya

membuat KPPN Malang berhenti memberikan terobosan dalam hal komunikasi.

Dalam implementasi kebijakan yang mengikuti perkembangan di lapangan, pihak

pembuat kebijakan akan senantiasa melakukan evaluasi kebijakan (Winarno,

2005:34). Sifat inkremental (keberlanjutan) dalam kebijakan pelaporan basis

akrual juga harus diperhatikan (Wahab, 1990). Ditambah penyempurnaan proses

bisnis pelaporan basis akrual, komunikasi antar generasi menjadi nilai tambah

untuk penyempurnaan implementasi. Komunikasi antar generasi akan membuat

rekam jejak dari penyusunan LKPP tidak akan hilang, dan proses pelaporan akan

mendukung asumsi dasar :kesinambungan entitas (PP No. 71 Tahun 2010).

Komunikasi antar generasi yang dimaksud bukan komunikasi antara

generasi muda dan generasi tua, namun komunikasi antara penyusun LKPP

sekarang dengan penyusun LKPP terdahulu. Kecenderungan yang ada setelah

pergantian penyusun LKPP adalah perasaan “enggan” atau “cuek” untuk

memberikan sejarah terkait penyusunan LKPP. Proses komunikasi dalam hal ini

tidak berjalan baik, dimana komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus

bahasa) menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi mencapai

kebersamaan (Fajar, 2009:31).

Penyusun LKPP terdahulu memberi keterangan kendala/masalah dalam

penyusunan LKPP ketika penyusun LKPP sekarang menemui kendala yang

berhubungan dengan LKPP periode terdahulu. Pada KPPN Malang, informan

kunci/penyusun LKPP sekarang selalu kebingungan dan tidak mengetahui rekam

Page 158: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

140

jejak atau masalah pada LKPP terdahulu. Pada poin ini, Golhaber di dalam

Organizational Communication menyebutkan bahwa salah satu iklim komunikasi

yang mendukung adalah adanya keterbukaan dan keterusterangan (Muhammad,

2002:85). Diperlukan keterbukaan dan keterusterangan dalam proses penyaluran

komunikasi antar generasi. Dengan adanya komunikasi antar generasi penyusun

LKPP, maka akan meningkatkan ketepatan dan kecepatan penyusunan LKPP.

Mutasi sebagai Pengoptimalan SDM

Dalam pemenuhan peran KPPN sebagai entitas penyusun LKPP, semua

SDM KPPN Malang harus dapat dioptimalkan. Sumber daya manusia

bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan secara efektif, walau

mayoritas komposisi SDM KPPN Malang adalah wanita dengan usia di atas 50

tahun dan tingkat pendidikan SMA.

Putera dan Valentina (2011) menyatakan SDM memainkan peranan di

dalam implementasi, sehingga jumlah SDM tidak hanya memadai, namun juga

melihat kompetensi implementor, kemampuan SDM di dalam mengidentifikasi,

menyelesaikan masalah dengan cepat dan kemampuan mendorong masyarakat.

Dalam meningkatkan kompetensi SDM, perlu dilakukan mutasi pada penyusun

LKPP. Dukungan proses komunikasi kebijakan yang baik seharusnya bisa

memfasilitasi proses mutasi penyusun LKPP di KPPN Malang.

Mutasi menurut Wahyudi (1995) adalah perpindahan pekerjaan

seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari

posisi perkerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Pengoptimalan semua SDM

dapat dilakukan dengan mutasi. Edward III (1980) menyatakan perlunya

menempatkan staf yang berkualitas dalam implementasi kebijakan. Dengan

mutasi, maka staf yang berkualitas dalam penyusunan LKPP akan menjadi

Page 159: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

141

banyak. Ditambah lagi semua SDM di KPPN Malang pada dasarnya merupakan

pegawai yang telah lulus assessment di bidang Perbendaharaan dan Keuangan

Negara. Kekhawatiran akan terjadinya mutasi pada satu pegawai utama

penyusun LKPP akan hilang jika KPPN Malang memiliki banyak pegawai

cadangan.

Mutasi yang dilakukan bisa secara internal, baik internal seksi Vera

maupun internal KPPN Malang secara keseluruhan. Periode mutasi seharusnya

bisa di bawah 2 tahun. Seorang pegawai dengan lama bekerja minimal 6 bulan

sudah bisa dimutasi. Pada akhirnya, semua pegawai KPPN Malang akan

mengalami proses penyusunan LKPP, sehingga tujuan menjadikan semua KPPN

sebagai learning organization di dalam penyusun LKPP akan tercapai.

Becoming A Leader not just A Boss

Kekosongan jabatan pada Kepala Seksi Vera seharusnya tidak dibiarkan

terlalu lama oleh unit vertikal KPPN Malang. Di dalam Keputusan Menteri Negara

PAN Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 mengenai Pedoman Umum

Penyelenggaraan Publik dinyatakan bahwa salah satu dari syarat layanan publik

yang baik adalah adanya kepastian pejabat yang berwenang dan bertanggung

jawab dalam memberikan pelayanan. Kekosongan jabatan Kasi Vera selain

berbahaya dari sisi aturan, juga bisa menghambat implementasi kebijakan dalam

jangka panjang.

Darwin (1995) menyatakan terdapat hal penting dalam implementasi

kebijakan: pendayagunaan sumber; pelibatan orang atau sekelompok orang

dalam implementasi; interpretasi; dan manajemen program. Ketiadaan pejabat

pada Kasi Vera akan menghambat manajemen program dalam implementasi

Page 160: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

142

pelaporan basis akrual. Kasi yang bertugas sementara akan kesulitan dalam

memanajemen implementasi kebijakan.

Selain itu, Kasi Vera yang definitif akan lebih bisa menjadi pemimpin bagi

stafnya. Pemimpin dapat menjadi suporter bagi pelaksananya, tapi seorang

atasan tidak perduli dengan tingkah laku pelaksananya (Tohidi dan Jabbari,

2012). Kasi Bank yang bertugas sementara memiliki kesibukan yang sama

dengan seksi vera. Sehingga wajar, jika perhatian Beliau ke bawahannya akan

terpecah. Oleh karena itu dibutuhkan segera pengisian jabatan pada Kasi Vera di

KPPN Malang.

Keberadaan pemimpin memiliki peranan penting di dalam organisasi.

Pada poin ini, peneliti mereview kembali hasil penelitian terkait komitmen

pimpinan KPPN Malang di awal penerapan basis akrual. Salah satu penyebab

peringkat LKPP KPPN Malang mengalami ”jatuh bebas” di tahun 2015 adalah

kurangnya komitmen pemimpin di saat itu. Tahun 2015 KPPN Malang disibukkan

dengan berbagai contest, seperti sertifikasi ISO 9001:2008 dan WBBM. Dapat

kita lihat, dengan kurangnya komitmen pemimpin, sangat berpengaruh pada

implementasi kebijakan. Pemimpin tidak hanya memimpin, tapi juga

menggerakkan organisasi (Tohidi dan Jabbari, 2012).

Untuk mencapai tujuan pelaporan basis akrual yang lebih baik, maka

diperlukan kepemimpinan pada level Kepala Kantor dan Kepala Seksi Vera

KPPN Malang. Warren Bunnies dalam bukunya On Becoming a Leader (1989)

menyatakan seorang pemimpin tidak hanya memperbaiki, tapi juga

mengembangkan. Seorang pemimpin tidak hanya fokus pada sistem dan

struktur, tapi juga fokus kepada pelaksana kebijakan. Seorang pemimpin tidak

Page 161: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

143

hanya melihat keputusan dalam jangka pendek, tapi juga melihat jangka panjang

dari keputusan yang diambil (Rago, 1996).

Kepemimpinan menjadi poin dalam refleksi perubahan karena lokasi,

kondisi dan sarana prasarana KPPN Malang yang strategis. Dengan keunggulan

yang dimiliki, peluang KPPN Malang untuk mewakili Direktorat Jenderal

Perbendaharaan dalam berbagai kontes pelayanan selalu terbuka. Pembentukan

jiwa kepemimpinan di level Kasi dan Kepala Kantor KPPN Malang akan

membuat implementasi pelaporan basis akrual lebih terjamin.

Penyetaraan Peringkat Jabatan

Dampak dari sikap baik menurut Edward III (1980) adalah ada kebijakan

yang dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari implementor,

dan ada juga yang mengalami “ketidakcuhan” karena tidak didukung oleh

implementor. Sebagai dampak dari ketidaksetaraan peringkat jabatan antara

Kasi Vera dengan Kasi Lain adalah take home pay yang berbeda. Implementasi

kebijakan pelaporan basis akrual akan mengalami hambatan, karena termasuk

dalam faktor insentif implementor.

Insentif adalah suatu sarana memotivasi berupa materi, yang diberikan

sebagai suatu perangsang ataupun pendorong dengan sengaja kepada para

pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang besar untuk meningkatkan

produktivitas kerjanya dalam organisasi (Gorda, 2004:141). Insentif yang kurang

pada Kasi Vera, tentu akan menghambat implementasi kebijakan. Hal ini

berbahaya, terutama pelaporan basis akrual merupakan job description dari

Seksi Vera.

Penyetaraan peringkat jabatan seharusnya bisa dilakukan berdasarkan

beban kerja yang ada di Seksi Vera. Beban kerja ini juga meningkat

Page 162: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

144

sebagaimana di dalam Renstra Ditjen Perbendaharaan 2015-2019. Seksi Vera

mendapat tambahan tugas di bidang Government Financial Statistics. Dengan

tambahan tugas dan tuntutan penajaman peran sebagai learning organization di

dalam pelaporan basis akrual, maka perlu ditinjau terkait peringkat jabatan Kasi

Vera oleh unit pembuat kebijakan di level pimpinan Kementerian Keuangan. para

pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu,

mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana

menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi

kepentingan pribadi atau organisasi (Edward III, 1980).

Peningkatan Solidaritas Antar Seksi

Keunggulan faktor koordinasi antar seksi yang dimiliki KPPN Malang

terbentur oleh adanya SOP pencocokan saldo antar seksi. Dilematis, karena

hasil penelitian menunjukkan perbedaan pandangan akan pentingnya

pencocokan saldo ini pada pegawai di setiap seksi. Ada pegawai yang berpikiran

praktis, dalam arti menginginkan SOP ini dihilangkan. Di sisi lain ada pegawai

yang ingin SOP ini dipertahankan sebagai mekanisme check and balance antar

seksi.

Untuk menjamin kualitas saldo pada LKPP, KPPN Malang harus mencari

terobosan dalam koordinasi saldo antar seksinya. Dalam poin ini, peneliti

menyimpulkan perlunya membangun rasa solidaritas yang tinggi di lingkungan

KPPN Malang. Solidaritas organisasi adalah perasaan di dalam organisasi yang

terbentuk dalam perasaan sepenanggungan untuk kepentingan bersama

(Partanto dan Al Barry, 1994:717).

Suatu KPPN yang solid atau memiliki rasa solidaritas yang tinggi, tidak

akan mengalami keluhan dalam proses pencocokan saldo antar seksi. Semua

Page 163: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

145

pegawai akan merasa bahwa dirinya dan yang lain adalah satu. Mereka

melakukan tugas yang satu, yaitu tujuan organisasi. Demikian juga dengan

kendala dalam SOP pencocokan saldo di KPPN Malang, seharusnya sewaktu

ada perubahan saldo di satu seksi, akan otomatis diberitahukan ke seksi Vera

sebagai penyusun LKPP. Semua pegawai akan berpartisipasi dalam penyusunan

LKPP, tanpa menunggu permintaan data dari Seksi Vera. Pada akhirnya, iklim

organisasi akan mendukung dalam pencapaian tujuan. Golhaber dalam

Organizational Communication menyatakan bahwa salah satu dimensi yang

mendukung iklim organisasi yang baik adalah partisipasi dari semua anggota

dalam pembuatan keputusan (Muhammad, 2002:85).

Pertegas Proses Rekonsiliasi

Implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dari suatu kebijakan

(Wibawa, 2002:5). Proses rekonsiliasi secara online merupakan tahapan dalam

pelaksanaan implementasi pelaporan basis akrual. Dampak dari penerapan

rekonsiliasi secara online di KPPN Malang bisa dikatakan sebagai dua sisi mata

uang. Di satu sisi, proses rekon sangat membantu dan menjawab kendala dalam

proses rekonsiliasi pasca pelaporan basis akrual, di sisi lain rekon online

menimbulkan kebingungan pada penyusun LKPP terkait penjadwalan

penyusunan LKPP.

Proses rekonsiliasi secara online memang belum diatur dalam Peraturan

Menteri Keuangan. Namun proses ini telah memiliki alur dan prosedur yang

diatur di dalam Surat Dirjen Perbendaharaan. Penetapan tanggal pelaksanaan

rekon berdasarkan “kesepakatan” antara Kementerian/Lembaga dengan

Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Hal ini yang akan menimbulkan

kebingungan pada penyusun LKPP, karena tanggal rekon akan berubah-ubah

Page 164: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

146

setiap bulan. Menurut Edward III (1980), pada pelaksanaan kebijakan, SOP

merupakan sarana bagi implementor untuk memanfaatkan waktu yang tersedia.

Kelemahan dari SOP ini terlihat pada ketidakpastian tanggal pelaksanaan yang

justru menghabiskan waktu para implementor.

Selain itu, pelaksanaan rekon online yang masih diatur dengan Surat

Dirjen Perbendaharaan seharusnya ditingkatkan menjadi Peraturan Menteri

Keuangan. Di dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2011 mengenai

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa Surat Direktur

Jenderal lebih lemah daripada Peraturan Menteri. Hal ini menunjukkan SOP

rekon online masih lemah karena SOP Rekonsiliasi sebelumnya diatur di dalam

Peraturan Menteri Keuangan, yaitu PMK No. 210/PMK.05/2013.

Di dalam PMK No. 210/PMK.05/2013 tercantum secara jelas bahwa

rekonsiliasi merupakan kewajiban bagi satuan kerja. Setiap bulan, satuan kerja

wajib melakukan rekonsiliasi ke KPPN sebelum tanggal 10. Dapat disimpulkan,

pelaksanaan rekon online melemahkan praktik terdahulu yang menekankan

sanksi bagi satuan kerja yang belum melakukan rekonsiliasi. Tanggal

pelaksanaan rekon online yang bersifat “kesepakatan” menunjukkan kelemahan

sanksi dalam proses rekonsiliasi pasca pelaporan basis akrual. Diperlukan

penetapan SOP Rekonsiliasi yang tetap tanggalnya untuk mengembalikan

kekuatan sanksi dalam rekonsiliasi sebagai tools menuju pelaporan basis akrual

yang lebih baik. Selain itu, sebuah learning organization sebagai pendidik juga

harus berusaha memberikan tindakan korektor atau hukuman (W.S. Winkel,

1991:115).

Page 165: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

147

Pemberian Award kepada Satker Berprestasi

Keberhasilan implementasi kebijakan dilakukan dengan evaluasi

kebijakan, berupa ukuran-ukuran yang menjadi dasar dalam menilai apakah

kebijakan telah mecapai tujuan yang diinginkan (Dunn, 1998). KPPN Malang bisa

memberikan terobosan evaluasi kebijakan dengan pemberian award kepada

satker yang berhasil menjadi terbaik.

Dalam implementasi kebijakan yang baik, sering ada mekanisme insentif

dan sanksi (Subarsono, 2009:12). Dengan memanfaatkan sumber daya finansial

yang ada, KPPN Malang masih bisa menambah satu kegiatan lagi, yaitu evaluasi

dengan pemberian award kepada satker yang berprestasi. Ukuran keberhasilan

pelaporan basis akrual bisa dilakukan dengan melihat kualitas laporan satker

berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010. Dengan mekanisme award, satuan kerja

akan lebih terpacu dalam implementasi pelaporan basis akrual.

Penambahan Informasi Akrual pada CALK LKPP

Refleksi perubahan terakhir yang seharusnya dilakukan KPPN Malang

adalah penambahan informasi akrual pada CALK LKPP. Walau aturan mengenai

CALK ini belum ada, pada praktiknya KPPN Malang telah memiliki informasi

akrual dari satker sewaktu melakukan proses rekonsiliasi.

Dengan informasi akrual yang dimiliki, KPPN Malang seharusnya bisa

melampirkan informasi ini dalam penyusunan LKPP. Keberadaan informasi

akrual akan membuat laporan lebih berguna dalam pengambilan keputusan

(Daniels & Daniels, 1991; Mack & Ryan, 2007; Cohen, et al., 2010). Kehadiran

informasi akrual yang telah diperoleh pada LKPP KPPN Malang akan menambah

mutu dan kualitas LKPP di KPPN Malang. Oleh karena itu, diperlukan

Page 166: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

148

penambahan informasi akrual pada penyusunan LKPP di KPPN Malang pada

tahun berikutnya.

Page 167: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

149

BAB VIISIMPULAN, SARAN, KETERBATASAN DAN

IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

7.1 Simpulan

Sebagai entitas awal dalam penyusunan LKPP, KPPN Malang

menggunakan PP No. 71 Tahun 2010 dan PMK No.177/PMK.05/2015 sebagai

kebijakan pokok dalam pelaporan berbasis akrual di LKPP Tahun 2015 dan

2016. KPPN Malang melaksanakan langkah-langkah berikut dalam implementasi

kebijakan: 1. persiapan (pembentukan tim rekonsiliasi dan penyusun LKPP,

sosialisasi kebijakan); 2. pelaksanaan (rekonsiliasi laporan, koordinasi dengan

satuan kerja); 3. pengukuran (pencocokan saldo hasil rekonsiliasi dan lintas seksi

internal KPPN); 4. pelaporan (penyajian laporan, analisa laporan dan

penyusunan CALK).

Hasil penelitian terkait analisis implementasi kebijakan pelaporan basis

akrual dengan alat analisis Teori Edward III (1980) menunjukkan faktor

pendukung dan penghambat implementasi dari internal KPPN Malang. Faktor-

faktor ini adalah: komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.

Faktor internal pertama berasal dari komunikasi kebijakan. Kesimpulan

terkait faktor komunikasi di semua langkah implementasi kebijakan pelaporan

basis akrual menunjukkan komunikasi telah baik dilakukan. KPPN Malang

banyak melakukan sosialisasi dan koordinasi dalam melakukan implementasi

kebijakan. Sosialisasi dan koordinasi dilakukan tidak hanya internal pegawai, tapi

juga ke luar (satuan kerja, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Jatim dan

Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan). Koordinasi dilakukan dengan

memanfaatkan secara penuh dukungan teknologi (whatsapp, facebook dan

website).

Page 168: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

150

Melalui analisis sumber daya di semua langkah implementasi kebijakan

pelaporan basis akrual (SDM, Finansial dan Peralatan), ditemui beberapa faktor

pendukung dan penghambat. Faktor pendukung berasal dari sumber daya

finansial, dimana Seksi Vera KPPN Malang mendapatkan porsi anggaran yang

lebih besar dibandingkan seksi lain di dalam DIPA KPPN Malang. Faktor

penghambat berasal dari SDM dan Peralatan. Proses mutasi di KPPN Malang

berjalan kaku sebagai akibat komposisi SDM KPPN Malang yang kebanyakan

ibu-ibu berusia di atas 50 tahun dengan tingkat pendidikan SMA. Selain itu

Jabatan Kepala Seksi Vera telah kosong selama 4 bulan. Peralatan berupa

printer yang canggih pada seksi vera terkadang digunakan seksi lain. Faktor

SDM dan Peralatan di atas bisa menjadi rawan dalam jangka panjang

penyusunan LKPP.

Dari faktor disposisi di semua langkah implementasi kebijakan pelaporan

basis akrual, terdapat hal yang perlu diperhatikan KPPN Malang. Disposisi dari

sisi pelaksana berada pada level kurang baik terkait proses rekonsiliasi yang

berubah-ubah tiap bulan, lamanya proses pencocokan saldo antar seksi dan

tidak adanya reward bagi pelaksana. Pada level Kepala Seksi terdapat masalah

pada jabatan Kepala Seksi yang dipegang oleh Kepala Seksi Bank selama 4

bulan dan peringkat jabatan Kepala Seksi Vera yang lebih rendah satu tingkat

dibandingkan Kepala Seksi Lain.

Terkait faktor struktur birokrasi di semua langkah implementasi

kebijakan pelaporan basis akrual, masalah SOP perlu diperhatikan KPPN

Malang. SOP Penyusunan LKPP Berbasis Akrual di bagian pencocokan saldo

kas di LAK dengan saldo kas di LKP dan Rekening Koran, memerlukan

koordinasi yang lebih semenjak penerapan basis akrual. SOP rekonsiliasi yang

Page 169: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

151

selalu berubah setiap bulan memerlukan Peraturan Menteri Keuangan untuk

meningkatkan efisiensi penyusunan pelaporan basis akrual.

7.2 Saran Bagi KPPN Malang

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan sintesa yang telah

diuraikan di atas, berikut beberapa saran yang disumbangkan peneliti kepada

KPPN Malang terkait implementasi kebijakan pelaporan basis akrual:

1. Para penyusun LKPP agar meningkatkan proses komunikasi kepada

penerus dan pendahulunya untuk meningkatkan kecepatan dan

ketepatan penyusunan LKPP.

2. Pemimpin KPPN Malang agar mempertimbangkan proses mutasi internal,

terutama kepada penyusun LKPP, sehingga semua SDM yang ada di

KPPN Malang dapat diberdayakan dengan optimal.

7.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah kurang tepatnya waktu pelaksanaan

penelitian, di mana pada saat penelitian bertepatan dengan penyusunan LKPP

Audited 2016. Hal ini berdampak pada kesulitan pengumpulan data LKPP terbaru

(tahun 2016) dan peneliti hanya menggunakan LKPP Unaudited 2016 dan LKPP

Audited 2015.

7.4 Implikasi Hasil Penelitian

Implikasi hasil penelitian terhadap praktik pelaporan basis akrual adalah

temuan faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan

pelaporan basis akrual pada KPPN Malang. Hal ini berguna dalam peningkatan

kualitas pelaporan basis akrual, sehingga laporan yang dihasilkan tidak sebatas

pemenuhan kewajiban, namun juga memiliki kegunaan. Implikasi hasil penelitian

dari sisi teori adalah menambah pengetahuan akan penggunaan teori

Page 170: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

152

implementasi kebijakan Edward III (1980) dalam analisis implementasi pelaporan

basis akrual. Dalam menganalisis faktor internal pada entitas penyusun LKPP

seperti KPPN Malang, keempat faktor dari Teori Edward III (komunikasi, sumber

daya, disposisi, struktur birokrasi) masih relevan digunakan. Namun perlu

diperhatikan juga kemajuan teknologi sebagai penyempurnaan pada Teori

Edward III (1980). Implikasi terakhir yaitu terhadap kebijakan adalah temuan

penelitian yang dapat memberikan masukan kepada para pembuat kebijakan

terkait penerapan pelaporan basis akrual. Diantaranya adalah kebijakan mutasi

pegawai, peringkat jabatan dan SOP Penyusunan LKPP Tingkat KPPN Malang.

7.5 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Dengan melihat pada keterbatasan penelitian, diharapkan hal ini bisa

menjadi saran bagi penelitian selanjutnya. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat

memanfaatkan waktu penelitian dengan mewawancarai satuan kerja. Informasi

dari satuan kerja dapat memperkaya hasil penelitian terkait penerapan basis

akrual pada laporan keuangan mereka. Penelitian selanjutnya juga diharapkan

dapat melihat kualitas LKPP. Hal ini bisa menjadi nilai tambah penelitian karena

pengukuran kualitas laporan keuangan pemerintah masih jarang dilakukan.

Terlebih lagi di masa penerapan basis akrual, sehingga peneliti dan pembaca

akan mengetahui kualitas dari penerapan basis akrual pada LKPP.

Page 171: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

153

DAFTAR PUSTAKA

Adhikari, P., Mellemvik. 2011. The Rise and Falls of Accruals: A Case ofNepalese Central Government. Accounting, Auditing & AccountabilityJournal. 1 (2): 169-199.

Alwi, H. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Arnaboldi, M. and Lapsley, I. 2004. Modern Costing Innovations and Legitimation:A Health Care Study. Abacus. 40(1), pp. 1–20.

Arni, M. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Asfiansyah, A. 2013. Strategi Implementasi Akuntansi Akrual pada PemerintahDaerah (Studi Kasus pada Pemerintah Kota “S”). Tesis. UniversitasBrawijaya. Malang.

Athukorala, S. L., and Barry R. 2003. Accrual Budgeting and Accounting inGovernment and Its Relevance for Developing Member Countries. AsianDevelopment Bank.

Badan Pemeriksa Keuangan. 2016. BPK Memberikan Opini Wajar DenganPengecualian Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.http://www.bpk.go.id/news/bpk-memberikan-opini-wajar-dengan-pengecualian-terhadap-laporan-keuangan-pemerintah-pusat.16Desember 2016.

Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta.

Bunea, C. B., and Cosmina. 2006. Arguments for Introducing accrual basedaccounting in Public Sector, (online),(http://mpra.ub.muenchen.de/18134/I/MPRA_Paper_18134.pdf, diakses 8Agustus 2017)

Burrel, G., and Morgan, G. 1979. Sociological Paradigms and OrganizationalAnalysis: Elements of the Sociology of Corporate Life. HeinemannEducational Books, Ltd, London.

Carlin, T. M. 2005. Debating The Impact of Accrual Accounting and Reporting inThe Public Sector. Financial Accountability and Management. 21 (3):309–336.

Carruthers, B. G. 1995. Accounting, Ambiguity, and The New Institutionalism,Accounting, Organizational and Society. 20 (4): 313-328.

Christensen, M., and Parker, L. 2010. Using Ideas to Advance Professions:Public Sector Accrual Accounting. Financial Accountability andManagement. 26 (3): 246–266.

Page 172: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

154

Christiaens, J., and Rommel, J. 2008. Accrual Accounting Reforms: Only ForBusiness like (Parts Of) Governments. Financial Accountability &Management. 24 (1). February. 0267-4424. hal. 59-74.

Churchill, M. 1992. Accrual Accounting in the Public Sector. AustralianAccountant.

Cohen, S., Kaimenakis, N., and Venieris, G. 2010. Reaping The Benefits of TwoWorlds: An Exploratory Study of The Cash and The Accrual AccountingInformation Roles in Local Governments.www.SSRN.com/sol3/Delivery.../SSRN_ID1693511_code376488.pdf?...1,23 Juni 2017.

Connolly, C., and Hyndman, N. 2006. The Actual Implementation of AccrualsAccounting: Caveats Froma Case with in The UK Public Sector.Accounting, Auditing and Accountability Journal. 19 (2): 272–290.

Cortes, J. L. 2006. The International Situation the Adoption of Accrual Budgeting.Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management.

Daniels, J.D, and Daniels, C.E. 1991. Municipal Financial Reports: What UsersWant. Journal of Accounting and Public Policy. 10: 15-38.

Darwin. 1995. Implementasi Kebijakan. Yogyakarta: Pusat PenelitianKependudukan UGM.

Deloitte. 2004. Mastering the Transformation: New Public Management, AccrualAccounting, and Budgeting. Public Sector Paper.

DiMaggio, P.J., and Powell, W.W. 1991. The Iron Revisited: InstitutionalIsomorphism and Collective Rationality in Organizational Fields. DalamW. W. Powell & P. J. DiMaggio (editor). The New Institutionalism inOrganizational Analysis (p. 63-82). The University of Chicago Press.Chicago.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 2016. Petunjuk Aplikasi e-Rekon online.e-rekon-lk.djpbn.kemenkeu.go.id. 16 April 2017.

Dunn, W. N. 1998. Muhadjir Darwin (Penyunting). Pengantar Analisis KebijakanPublik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Edward III, G.C. 1980. Implementing Public Policy. Congressional QuerterlyPress.

Fajar, M. 2009. Ilmu komunikasi: Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Gorda, IGN. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Singaraja: Penerbit STIESatya Dharma.

Page 173: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

155

Grindle, M. S. 1980. Politics and Apolicy Implementation in The Third World. NewJersey: Princetown University Press.

Hariyanto, A. 2012. Penggunaan Basis Akrual dalam Akuntansi Pemerintahan diIndonesia. Dharma Ekonomi. No. 36/Th. XIX, Oktober 2012.

Ivancevich, J.M., Konopaske, Robert, Matteson, and Michael T. 2006. Perilakudan Manajemen Organisasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang. 2016. Buku Profil KPPNMalang. Malang.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang. 2016. Laporan KeuanganPemerintah Pusat Tahun 2015 (Audited). Malang.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang. 2017. Laporan KeuanganPemerintah Pusat Tahun 2016 (Un-Audited). Malang.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang. 2015. Sekapur Sirih SejarahKPPN Malang. https://kppnmalang.com/profil/profilsekapur-sirih-sejarah-kppn-malang. 1 Januari 2017

Kementerian Keuangan RI. 2014. Indonesia jadi Negara ASEAN PertamaTerapkan Sistem Akuntansi Berbasis Akrual.http://www.kemenkeu.go.id/en/node/42843. 17 Desember 2016.

Kementerian Keuangan RI-Ditjen Perbendaharaan. 2015. PenyuluhPerbendaharaan sebagai Guru untuk K/L.http://www.djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/129-nasional/1766-penyuluh-perbendaharaan-sebagai-guru-untuk-k-l.html. 15 Juli 2017.

Khan, A. and Mayes, S. 2007. Transition to accrual accounting. Public FinancialManagement Technical Guidance Note, Fiscal Affairs Department.

Kim, P. S., Halligan, J., Cho, N., Oh, C. and Eikenberry, A. M. 2005. TowardParticipatory and Transparent Governance: Report on The Sixth GlobalForum on Reinventing Government. Public Administration Review. 65(6),pp. 646–654.

Langelo, F., Saerang, D.P.E. and Alexander, S.W. 2015. Analisis PenerapanStandar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dalam PenyajianLaporan Keuangan pada Pemerintah Kota Bitung. Jurnal EIMBA Vol.3No.1 Maret 2015:1-8.

Lewin, K. 1951. Field Theory in Social Science. Harper and Row. New York.

Lippi, A. 2000. One Theory, Many Practices. Institutional Allomorphism in theManagerialist Reorganization of Italian Local Governments. ScandinavianJournal of Management. 16: 455-477.

Page 174: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

156

Lofland, J. and Lyn, H. L. 1984. Analyzing Social Settings : A Guide to QualitativeObservation and Analysis, Belmont,Cal.:Wadswoth Publishing Company.

Mack, J. and Ryan, C. 2007. Is There An Audience for Public Sector AnnualReports: Australian Evidence?. International Journal of Public SectorManagement. 20 (2): 134-146.

March, J.G., and Johan, P.O. 1976. Ambiguity and Choice in Organizations.Universitetsforlaget. Bergen.

Maryani, T. 2016. Implementasi Internal Audit Capability Model (IACM) padaAparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Kementerian Luar Negeri.Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.

Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.Bandung.

Muttaqin, R. 2015. Upaya Penerapan SAP Akrual dan Perolehan Opini WTPpada Pemerintah Kota Pekalongan: Kajian Berdasarkan Teori PerubahanOrganisasi. Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.

Nesbakk, L.G. 2010. Accrual Accounting Representations in The Public Sector-ACase of Autopoiesis. Critical Perspectives on Accounting. October 2010.Vol. 12.

Nogueira, S.P., Jorge, S.M., and Oliver, M.C. 2013. The Usefulness of FinancialReporting for Internal Decision-Making in Portuguese Municipalities. TheJournal of The Iberoamerican Academy of Management. 11 (2) : 178-212.Parker, L. D. 2008. Interpreting interpretive accounting research.Critical Perspectives on Accounting 19: 909-914.

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 TentangKeuangan Negara.

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 TentangPerbendaharaan Negara.

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 TentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005Tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010Tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri KeuanganNo.96/PMK.03/2009 Tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk DalamKelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk KeperluanPenyusutan.

Page 175: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

157

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor233/PMK.05/2011 Tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor169/PMK.05/2012 Tentang Organisasi dan Tata Laksana Instansi VertikalDirektorat Jenderal Perbendaharaan.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor210/PMK.05/2013 tentang Pedoman Rekonsiliasi Dalam RangkaPenyusunan Pelaporan Keuangan Lingkup Bendahara Umum Negaradan Kementerian Negara/Lembaga.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor177/PMK.05/2015 Tentang Pedoman Penyusunan dan PenyampaianLaporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.

Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Menteri Negara PAN Nomor63/Kep/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum PenyelenggaraanPublik.

Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Dirjen Perbendaharaan No.191/PB/2013 Tentang Penetapan Peringkat Penilaian Laporan KeuanganPemerintah Pusat Tingkat Kuasa Bendahara Umum Negara DaerahKantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Kantor WilayahDirektorat Jenderal Perbendaharaan Tahun 2012.

Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Dirjen Perbendaharaan No.248/PB/2014 Tentang Penetapan Peringkat Penilaian Laporan KeuanganPemerintah Pusat Tingkat Kuasa Bendahara Umum Negara DaerahKantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Kantor WilayahDirektorat Jenderal Perbendaharaan Tahun 2013.

Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Dirjen Perbendaharaan No.239/PB/2015 Tentang Rencana Strategis Ditjen Perbendaharaan Tahun2015-2019.

Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Dirjen Perbendaharaan No.326/PB/2015 Tentang Penetapan Peringkat Penilaian Laporan KeuanganPemerintah Pusat Tingkat Kuasa Bendahara Umum Negara DaerahKantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Kantor WilayahDirektorat Jenderal Perbendaharaan Tahun 2014.

Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Dirjen Perbendaharaan No.287/PB/2015 tentang Standar Operasional Prosedur KPPN.

Pemerintah Republik Indonesia. Surat Dirjen Perbendaharaan No.4839/PB/2016hal Pelaksanaan Rekon Eksternal Tingkat KPPN Bulan Januari s.d Mei2016.

Page 176: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

158

Pemerintah Republik Indonesia. Surat Direktur Akuntansi dan PelaporanKeuangan No.2976/PB.6/2015 hal Laporan Keuangan Tingkat UAKBUN-Daerah.

Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Kepala Kanwil DitjenPerbendaharaan Propinsi Jawa Timur No.145/WPB.16/2016hal Peringkat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tingkat KPPNPropinsi Jawa Timur Tahun 2015.

Putera, R. E. dan Valentina, T. R. Implementasi Program KTP Elektronik (e-KTP)di Daerah Percontohan. 2011. Mimbar. Vol. XXVII, No. 2 (Desember2011): 193-201.

Putri, F.A.S. 2015. Implementasi Sistem Remunerasi Badan Layanan UmumPada Politeknik Pelayaran Surabaya. Tesis. Universitas Brawijaya.Malang.

Partanto, P. A. dan Dahlan A. B. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Akola.

Rago, W. V. 1996. Struggles in Transformation: A Study in TQM, Leadership, andOrganizational Culture in a Government Agency. Public AdministrationReview. Vol. 56 (3). pp. 227-234

Rahmawati, N., Made, A. dan Wirshandono, D. Implementasi Standar AkuntansiPemerintahan Berbasis Akrual di Sekretariat DPRD Kabupaten MalangBerdasar Peraturan Nomor 71 Tahun 2010. Jurnal Riset Mahasiswa.Universitas Kanjuruhan Malang. 2016.

Sarantakos, S. 1993. Social Research. Macmillan Education Australia Pty Ltd.South Melbourne.

Sari, L.P. 2015. Akrualisasi Sektor Publik: Studi Kasus Pada Pemerintah DaerahKabupaten Situbondo. Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.

Simanjuntak, B. H. 2010. Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Di SektorPemerintahan Di Indonesia. Jakarta : Kongres XI Ikatan AkuntansiIndonesia.

Siti-Nabiha, A.K. and Scapens, R.W. 2005. Stability and change: aninstitutionalist study of management accounting change. Accounting,Auditing and Accountability Journal. 18(1). pp. 44–73.

Subarsono, AG. 2009. Analisis Kebijakan Publik Konsep Teori dan Aplikasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta.Bandung.

Sutopo, H.B. 2002. Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret UniversityPress.

Page 177: Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/5048/1/Rengga Bayu Widiprana.pdf · tahun 2002 -2005, dan S1 Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ta hun 2009

159

Tickell, G. 2010. Cash to Accrual Accounting: One Nation's Dilemma. TheInternational Business & Economics Research Journal. Vol. 9, Issue. 11,pp. 71-79.

Tohidi, H. and Jabbari, M.M. 2012. Organizational Culture and Leadership.Procedia – Social and Behavioral Sciences. Vol. 31. pp. 856-860.

Van der Hoek, M.P. 2005. Accrual-Based Budgeting and Accounting in the PublicSector: The Dutch Experience. MPRA Paper. Nomor 5906. ErasmusUniversity Rotterdam.

Van Meter and Van Horn. 1975. The Policy Implementation Process: AConceptual Framework. New York: Harvester-Wheatsheft.

Wahab, S. A. 1989. Pengantar Analisis Kebijakan Negara. Jakarta: Rineka Cipta.

Wahyudi. 1995. Manajemen Personalia Perusahaan. (online), (http://mutasi-pegawai-pada-perusahaan/com, diakses tanggal 23 Juni 2017)

Wibawa, S. 2002. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Winarno, B. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo.Yogyakarta.

Wisakti, D. 2008. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di WilayahKecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Tesis. Universitas Diponegoro.Semarang.

W.S. Winkel. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Yin, R.K. 2013. Case Study Research: Design and Methods. Mudzakir, M Djauzi(penerjemah). Studi Kasus: Desain & Metodologi. Kota Depok: PTRajagrafindo Persada.

Yin, R.K. 2014. Studi Kasus: Desain dan Metode (Mudzakir, M.D., Ed). Jakarta:PT. Raja Grafindo Perkasa.