UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT...

16
UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya page 1 / 4

Transcript of UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT...

Page 1: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKANTim Pengembangan Jurnal Universitas AirlanggaKampus C Mulyorejo Surabaya

page 1 / 4

Page 2: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKANTim Pengembangan Jurnal Universitas AirlanggaKampus C Mulyorejo Surabaya

EDITORIAL BOARD

empty

page 2 / 4

Page 3: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKANTim Pengembangan Jurnal Universitas AirlanggaKampus C Mulyorejo Surabaya

Table of Contents

No Title Page

1 Factors Associated With Lower Back Pain Disorders In Midwives Childbirth When

Helping Process

-

2 FACTORS RELATED FACTORS WORK WITH INDIVIDUALS AND SUBJECTIVE

COMPLAINTS MUSCULOSCELETAL TEKNIKER ETERNAL DENTAL INI DENTAL

LABORATORY SURABAYA

-

3 FIRE HAZARD MITIGATION EFFORTS BASIS INTERNATIONAL AIRPORT PACU JUANDA

SURABAYA

-

4 SAFETY PRACTICES IN TRANSPORT (LOADING) FUEL OIL (BBM) INSTALLATION IN

SURABAYA GROUP (ISG), PT. PERTAMINA (PERSERO)

-

5 FACTORS RELATED TO THE COMPLAINT TO THE BREATH OF LABOR PART SPINNING

AT. BEAUTIFUL LOTUS TEXTILE.

-

6 DESCRIPTION CALCULATE THE LEUKOCYTE RADIOGRAPHER X COMPANY IN

SURABAYA IN 2012

-

7 PENYEBAB TERJADINYA SUBSTANDARD PRACTICE BERDASARKAN TEORI LOSS

CAUSATION MODEL PADA PENGELAS DI PT BANGUN SARANA BAJA

1 - 14

8 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA SUBYEKTIF PADA

PERAWAT DI RSUD DR. MOHAMAD SOEWANDHIE SURABAYA

15 - 23

9 ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT

PELINDUNG DIRI

24 - 36

10 HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU UNIT KERJA DAN FAKTOR ERGONOMI

DENGAN KELUHAN KESEHATAN DI INDUSTRI KECIL SEPATU KOTA MOJOKERTO

37 - 47

11 ANALISIS SAFE BEHAVIOR DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOR-BASED SAFETY PADA

RADIOGRAFER DI RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO SURABAYA

48 - 60

12 GAMBARAN POSTUR KERJA DAN RESIKO TERJADINYA MUSKULOSKELETAL PADA

PEKERJA BAGIAN WELDING DI AREA WORKSHOP BAY 4.2 PT. ALSTOM POWER

ENERGY SYSTEMS INDONESIA

61 - 72

13 PENERAPAN METODE HIRADC SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

PADA PEKERJA MESIN REWINDER

73 - 84

14 PENGARUH FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI DAN METODE PENYEMPROTAN

TERHADAP KADAR KOLINESTERASE

85 - 94

15 PENILAIAN RISIKO PADA PROSES PEMBUATAN SHEAR WALL PADA PEMBANGUNGAN

APARTEMEN

95 - 106

16 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN APD PADA

PETUGAS LABORATORIUM RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

107 -

119

17 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD

PADA PEKERJA KERANGKA BANGUNAN (Proyek Hotel Mercure Grand Mirama

Extention di PT. Jagat Konstruksi Abdipersada)

120 -

131

18 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA NELAYAN

DI DESA WERU KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

132 -

143

19 HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

DI CV. “X”

144 -

154

page 3 / 4

Page 4: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKANTim Pengembangan Jurnal Universitas AirlanggaKampus C Mulyorejo Surabaya

Vol. 1 - No. 1 / 2014-01

TOC : 12, and page : 132 - 143

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA NELAYAN DI DESA WERU

KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA NELAYAN DI DESA WERU

KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

Author :

Cahya Pawika Ratri | [email protected]

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Indriati Paskarini | [email protected]

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Abstract

ABSTRACT Scabies is a contagious disease that is thought to occur because of poor sanitation. The

disease is more common in high-density residential is also a lack of clean water. The purpose of this

study was to analyze the factors - factors related to the incidence of scabies in the fishing village of

Lamongan Weru. The experiment was conducted with cross-sectional design with a quantitative

approach. The study was conducted by means of interviews of 90 respondents. Sampling was done

by random sampling system, in a way to record all the fishermen in the village Weru. Sampling using

simple random sampling. The research was conducted by interview and clinical examination. The

independent variables are individual characteristics, employment and personal hygiene. While the

dependent variable is the disease scabies. To determine respondents infected scabies physical

examination. Of the 90 survey respondents found 21 people tested positive for scabies, scabies 37

and 32 other've never scabies. To find a strong relationship between the independent and

dependent variables using the Spearman correlation test. Correlation test results show no

relationship between knowledge and personal hygiene with the incidence of scabies. As for age,

length of employment and length of service is not associated with the incidence of scabies. The

conclusion that can be drawn is knowledge and personal hygiene have been associated with the

incidence of scabies in the fishing village of the District Weru Paciran Lamongan. It is recommended

for fishermen to pay more attention to personal hygiene. Keywords : scabies, fishermen, personal

hygiene, knowledge

Keyword : scabies, fishermen, personal, hygiene, knowledge, ,

Daftar Pustaka :

Copy alamat URL di bawah ini untuk download fullpaper :

journal.unair.ac.id/filerPDF/kklk1afb1cba04full.pdf

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

page 4 / 4

Page 5: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

132

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA

NELAYAN DI DESA WERU KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

Cahya Pawika Ratri, Indriati Paskarini

Departemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Email: [email protected]

ABSTRACT

Scabies is a contagious disease that is thought to occur because of poor sanitation. The disease is

more common in high-density residential is also a lack of clean water. The purpose of this study was

to analyze the factors - factors related to the incidence of scabies in the fishing village of Lamongan

Weru. The experiment was conducted with cross-sectional design with a quantitative approach. The

study was conducted by means of interviews of 90 respondents. Sampling was done by random

sampling system, in a way to record all the fishermen in the village Weru. Sampling using simple

random sampling. The research was conducted by interview and clinical examination. The

independent variables are individual characteristics, employment and personal hygiene. While the

dependent variable is the disease scabies. To determine respondents infected scabies physical

examination. Of the 90 survey respondents found 21 people tested positive for scabies, scabies 37 and

32 other've never scabies. To find a strong relationship between the independent and dependent

variables using the Spearman correlation test. Correlation test results show no relationship between

knowledge and personal hygiene with the incidence of scabies. As for age, length of employment and

length of service is not associated with the incidence of scabies. The conclusion that can be drawn is

knowledge and personal hygiene have been associated with the incidence of scabies in the fishing

village of the District Weru Paciran Lamongan. It is recommended for fishermen to pay more

attention to personal hygiene.

Keywords : scabies, fishermen, personal hygiene, knowledge

ABSTRAK

Scabies merupakan penyakit menular yang diperkirakan terjadi karena sanitasi yang buruk. Penyakit

ini banyak terjadi pada kepadatan hunian yang tinggi juga kurangnya air bersih. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menganalisis faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies pada nelayan di

Desa Weru Kabupaten Lamongan. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan cross sectional dengan

melakukan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara kepada 90 responden.

Pengambilan sampel dilakukan dengan sistem random sampling, dengan cara mendata semua nelayan

di desa weru. Penarikan sampel menggunakan simple random sampling. Penelitian ini dilakukan

dengan cara wawanacara dan pemeriksaan klinik. Variabel bebas penelitian adalah karakteristik

individu, pekerjaan dan higiene perorangan. Sedangkan Variabel terikat adalah penyakit scabies.

Untuk menentukan responden terinfeksi penyakit scabies dilakukan pemeriksaan fisik. Dari 90

responden penelitian ditemukan 21 orang positif terkena scabies, 37 pernah scabies dan 32 lainnya

tidak pernah scabies. Untuk mengetahui kuat hubungan antara variabel bebas dan terikat dengan

menggunakan uji korelasi spearman. Hasil Uji korelasi menunjukkan ada hubungan antara

pengetahuan dan higiene perorangan dengan kejadian scabies. Sedangkan umur, lama kerja dan masa

kerja tidak berhubungan dengan kejadian scabies. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pengetahuan

dan higiene perorangan mempunyai hubungan terhadap kejadian scabies pada nelayan di Desa Weru

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Untuk itu disarankan bagi nelayan untuk lebih

memperhatikan higiene perorangan.

Kata Kunci : scabies, nelayan, higiene perorangan, pengetahuan

Page 6: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

133 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2015: 132-143

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara

maritim dan tercatat sebagai Negara

kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak

17.508 buah yang dikelilingi oleh garis

pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut

sekitar 5,8 juta km2

dengan zona Ekonomi

Eksklusif seluas 2.78 juta km2. Ada sekitar

60 juta Penduduk Indonesia bermukim di

wilayah pesisir dan penyumbang sekitar 22

persen dari pendapatan bruto nasional

(Martiana dan Lestari, 2006)

Menurut ILO dan WHO kesehatan

kerja adalah aspek atau unsur kesehatan

yang erat bertalian dengan lingkungan

kerja dan pekerjaan secara langsung atau

tidak langsung dapat mempengaruhi

kesehatan tenaga kerja. Tujuan dari

kesehatan kerja sendiri adalah untuk

meningkatkan dan memelihara derajat

kesehatan tenaga kerja yang setinggi –

tingginya baik jasmani, rohani maupun

sosial untuk semua lapangan pekerjaan,

mencegah timbulnya gangguan kesehatan

yang disebabkan oleh kondisi kerja,

melindungi tenaga kerja dari bahaya

kesehatan yang timbul akibat pekerjaan,

dan menempatkan tenaga kerja pada suatu

lingkungan kerja yang sesuai dengan

kondisi fisik atau faal tubuh dan mental

psikologis tenaga kerja yang bersangkutan

(Suma’mur, 2009)

Kesehatan dan keselamatan kerja ini

merupakan hak bagi pekerja yang berada

dalam sektor formal maupun sektor

informal, begitupun bagi nelayan. Nelayan

sangat rentan sekali terhadap penyakit

akibat kerja. Hal ini disebabkan oleh

minimnya pengetahuan nelayan tentang

kesehatan dan keselamatan kerja. Ada

banyak jenis nelayan menurut lamanya

waktu melaut, ada nelayan harian,

mingguan dan juga bulanan. Kurangnya

pengetahuan nelayan tentang higiene

sanitasi pada saat melaut menyebabkan

banyaknya nelayan yang terkena penyakit

akibat kerja.

Penyakit akibat kerja itu sendiri

merupakan penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaannya atau lingkungan kerja.

Penyakit akibat kerja diatur oleh

Permenaker No. 1/MEN/1981 tentang

kewajiban melapor PAK.

Berbagai penyakit dan kecelakaan

dapat terjadi pada nelayan dan penyelam

tradisional, hasil penelitian Depkes RI

tahun 2006 di Pulau Bungin, Nusa

Tenggara Barat ditemukan 57,5% nelayan

penyelam menderita nyeri persendian dan

11,3% menderita gangguan pendengaran

ringan sampai ketulian. Di Kepulauan

Seribu, 41,37% nelayan penyelam

menderita barotrauma atau perdarahan

akibat tubuh mendapat tekanan yang

berubah secara tiba-tiba pada beberapa

organ/jaringan. Serta 6,91% penyelam

menderita kelainan dekompresi yang di

sebabkan tidak tercukupinya gas nitrogen

akibat penurunan tekanan yang mendadak,

sehingga menimbulkan gejala sakit pada

persendian, susunan syaraf, saluran

pencernaan, jantung, paru dan

kulit. Masalah kesehatan lainnya berkaitan

dengan budaya dan gaya hidup yang tidak

sehat seperti kebiasaan dan perilaku hidup

tidak menjaga kebersihan, makanan tidak

cukup gizi, merokok, minum-minuman

beralkohol, bergadang serta masalah sosial

dan ekonomi nelayan (Kemenkes RI,

2012).

Salah satu penyakit akibat kerja

terbesar adalah dermatosis. Presentase

dermatosis akibat kerja dari seluruh

penyakit akibat kerja menduduki porsi

tertinggi sekitar 60 -50 %, maka dari itu

penyakit ini pada tempatnya mendapatkan

perhatian yang proporsional (Suma’mur,

2009). Selain prevalensi yang tinggi,

dermatosis akibat kerja yang kelainannya

biasanya terdapat di lengan, tangan dan jari

yang sangat mengganggu penderita

melakukan pekerjaan sehingga

berpengaruh terhadap produktivitas

kerjanya.

Penyakit scabies ini merupakan salah

satu penyakit infeksi kulit (dermatitis

kontak) dan juga penyakit akibat kerja

yang dapat ditimbulkan oleh buruknya

sanitasi nelayan. Perahu nelayan seringkali

sebagian besar tidak dilengkapi dengan air

Page 7: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

Cahya P. Ratri dan Indriati Paskarini, Faktor Yang Berhubungan Dengan… 134

bersih yang cukup. Hal ini menyebabkan

para nelayan tersebut sesudah makan,

buang air besar maupun kecil atau setelah

bekerja mereka tidak mencuci anggota

tubuhnya dengan bersih. Kejadian yang

seperti ini dapat mengakibatkan timbulnya

penyakit scabies.

Scabies adalah penyakit menular

yang disebabkan melalui kutu Sarcoptes

scabiei var hominis. Penularan penyakit ini

akibat dari kontak langsung. Penyakit ini

merupakan penyakit yang endemi pada

banyak masyarakat. Penyakit ini dapat

terjadi pada semua ras maupun golongan

dan pada semua umur. Faktor yang dapat

menyebabkan penyebaran penyakit ini

adalah higiene yang jelek, seksual

promiskuistas, kemiskinan, demografi,

diagnosis yang salah, ekologi dan derajat

sensitasi individual (harahap, 2000).

Di desa Weru kecamatan Paciran

Mayoritas penduduknya bermata

pencaharian sebagai nelayan dan pengelola

hasil tangkapan nelayan. Penduduk di desa

ini sangat padat. Menurut data dari

puskesmas pembantu di desa weru

kejadian scabies ini menempati peringkat

ke 4 sepanjang tahun 2011 dan 2012.

Scabies ini merupakan penyakir kulit yang

dapat ditularkan melalui kontak langsung

dengan penderita, seprei, baju, dan

hubungan seksual. Scabies juga dapat

terjadi jika kekurangan air bersih.

Kebutuhan air bersih pada manusia sangat

banyak selain untuk minum juga untuk

membersihkan diri. Selama nelayan melaut

mereka terkadang memakai air laut untuk

membersihkan dirinya. Hal ini yang dapat

memicu terjadinya penyakit scabies

dikalangan nelayan.

Tujuan dari penelitian ini adalah

enganalisis faktor yang berhubungan

dengan kejadian scabies pada nelayan di

Desa Weru Kabupaten Lamongan.

METODE Berdasarkan cara pengambilan data,

maka penelitian ini bersifat observasional,

karena data diperoleh melalui pengamatan

dan tidak dilakukan perlakuan terhadap

objek penelitian selama penelitian

berlangsung. Berdasarkan waktu

penelitian, maka penelitian ini bersifat

cross sectional, karena pengumpulan data

dilakukan sekaligus pada saat itu juga. Jika

ditinjau berdasarkan jenisnya, desain

penelitian ini adalah penelitian analitik

karena bertujuan untuk menganalisis

hubungan anatara variabel bebas dan

variabel terikat dengan menggunakan uji

statistik uji korelasi Spearman dan

penelitian ini untuk menentukan adakah

pengaruhnya antara faktor – faktor tersebut

dengan kejadian scabies dan faktor

resikonya bagi responden. Penelitian ini

termasuk penelitian lapangan karena

peneliti mengamati langsung di lapangan.

Populasi penelitian ini adalah pekerja

nelayan di Desa Weru Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan. Di desa Weru ini

para nelayan membentuk perkumpulan

yang disebut paguyuban nelayan. Di desa

ini terdapat 6 paguyuban nelayan. Jumlah

nelayan di Desa Weru ini ada 1466.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini

adalah nelayan desa weru kecamatan

paciran dengan menggunakan sistem

random sampling. Cara pengambilan

sampel dari penelitian ini adalah simple

random sampling. Besar sampel dalam

penelitian ini adalah 90 nelayan di desa

Weru kecamatan Paciran kabupaten

Lamongan.

Lokasi penelitian di Desa Weru

tepatnya dipaguyuban nelayan dan

penelitian ini dilaksanakan bulan

November 2013 sampai April 2014.

Variabel yang digunakan dalam

penelitian adalah variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas meliputi

faktor karakteristik individu (umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan dan

pengetahuan), faktor pekerjaan (lama

kerja, masa kerja dan alat pelindung diri)

dan faktor Higiene Perorangan (mandi,

mencuci tangan, mengganti pakaian dan

persediaan air bersih)Variabel bebas dari

penelitian ini adalah kejadian scabies di

desa Weru kecamatan Paciran.

Page 8: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

135 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2015: 132-143

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Pengumpulan data dalam

penelitian ini dengan menggunakan

kuisioner yang nantinya akan diisi oleh

responden (nelayan) dengan cara

wawancara. Pada penelitian ini dilakukan

pemeriksaan untuk mengetahui ada

tidaknya penyakit scabies yang

bekerjasama dengan instansi kesehatan

terkait. Sedangkan data sekunder

digunakan untuk mengetahui gambaran

umum masyarakat desa Weru yang dilihat

dari profil desa Weru dan Dinas Kelautan

dan Perikanan.

Data hasil wawancara dan observasi

disajikan dalam bentuk tabel tabulasi

silang dan di analisis dengan uji korelasi

spearman .

HASIL Gambaran Umum Tempat Penelitian

Weru adalah salah satu desa bagian

dari kecamatan Paciran kabupaten

Lamongan yang terletak di bagian utara

(pantura) propinsi Jawa Timur, Indonesia.

Desa weru merupakan salah satu sentra

perikanan dari kabupaten Lamongan,

karena di daerah ini hampir 90 %

penduduknya bermatapencaharian sebagai

nelayan. Desa Weru juga merupakan

tempat pelelangan ikan hasil tangkapan

nelayan untuk wilayah desa Weru dan

sekitarnya. Di desa ini juga dijadikan

tempat pangkalan dari nelayan dari desa

lain yaitu desa paloh, desa warulor, dan

desa sidokumpul sehingga sering disebut

sebagai weru komplek.

Di desa Weru terdapat 6 paguyuban

yang jaraknya tidak terlalu jauh antar

paguyuban. Di Paguyuban ini biasanya

nelayan berkumpul untuk membuat jaring,

memperbaiki kapal, memperbaiki mesin

kapal, dan memperbaiki jaring yang rusak.

Nelayan di desa ini juga mempunyai hari

libur yaitu pada hari Jumat, pada hari itu

digunakan nelayan untuk memperbaiki alat

tangkap mereka. Pada hari jumat mereka

selalu berkumpul di paguyuban dan masing

– masing paguyuban mempunyai ketua.

Nama dari paguyuban mereka ada pa

disesuaikan nama ketua paguyuban pada

saat itu.

Rata – rata nelayan di daerah ini

meruapakan nelayan harian. Mereka

berangkat jam 3 malam dan kembali pada

jam 1 siang. Perahu responden merupakan

perahu tradisional yang rata – rata

berukuran 4 m x 10 m dengan muatan 3 –

2 ABK. Nelayan di desa ini berlayar

kurang lebih sejauh 12 mil dalam sekali

melaut.

Letak geografis desa Weru berada

pada pesisir pantai utara dan merupakan

wilayah perbatasan dengan kabupaten

Gresik. Dengan batas desa sebelah utara

laut jawa. Sebelah selatan berbatasan

dengan desa Campurejo Kecamatan

Panceng Kabupaten Gresik. Sebelah Barat

berbatasan dengan desa Sidokumpul

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

Kemudian sebelah timur berbatasan

dengan desa Sidokumpul Kecamatan

Paciran Kabupaten Lamongan.

Distribusi Faktor Karakteristik Individu

pada Nelayan di Desa Weru

Hasil penelitian menunujukkan

bahwa umur responden paling muda adalah

19 tahun dan yang paling tua adalah 70

tahun. Semua responden berjenis kelamin

laki – laki. pendidikan nelayan rata – rata

adalah tamatan sekolah dasar dan sebagian

lagi adalah tamatan SMP dan SMA. Ada

juga nelayan yang tidak menempuh

pendidikan yaitu sebanyak 3 orang. Pada

90 sampel nelayan yang terambil tidak ada

yang sampai pada perguruan tinggi.

Distribusi frekuensi responden

berdasarkan pengetahuan pada nelayan di

Desa Weru Kabupaten Lamongan

menunjukkan bahwa dari 90 responden, 52

orang mempunyai pengetahuan tentang

scabies dalam kategori cukup. Sedangkan

38 responden lainnya termasuk

berpengetahuan baik. Dalam hasil analisis

wawancara tidak ada responden dengan

pengetahuan yang kurang.

Page 9: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

Cahya P. Ratri dan Indriati Paskarini, Faktor Yang Berhubungan Dengan… 136

Distribusi Faktor Pekerjaan pada

Nelayan di Desa Weru

Dari 90 sampel yang terambil,

semua nelayan bekerja kurang dari satu

hari dan rata – rata melaut selama kurang

dari 12 jam. Mereka berangkat pada pukul

3 pagi dan pulang sekitar pukul 1 siang.

Nelayan di desa weru juga mempunyai hari

libur kerja yaitu pada hari Jumat. Distribusi

frekuensi masa kerja, paling banyak

mempunyai lama kerja lebih dari 5 tahun

yaitu sebesar 87 nelayan. Paling sedikit

yaitu nelayan yang mempunyai lama kerja

5 tahun dan yang kurang dari 5 tahun

hanya 2 orang saja.

Penggunaan APD untuk APD sarung

tangan, banyak nelayan yang tidak

menggunakan sarung tangan saat melaut

yaitu sebanyak 46 orang nelayan. Rata –

rata sarung tangan yang dipakai oleh

nelayan adalah sarung tangan dengan

bahan kain. Sedangkan untuk APD sepatu

atau sandal nelayan banyak yang tidak

menggunakannya saat melaut yaitu

sebanyak 55 orang. APD perlindungan

kepala (topi) banyak nelayan yang

menggunakan APD Topi yaitu sebanyak

85 orang nelayan. Nelayan juga banyak

yang tidak menggunakan APD masker,

dari 90 responden hanya 16 orang yang

selalu menggunakan masker saat melaut.

Hampir separuh dari responden

nelayan menggunakan pakaian kerja saat

melaut yaitu 46 responden sedangkan 44

responden lainnya nya tidak selalu

menggunakan pakaian kerja saat melaut.

Nelayan yang menggunakan pelampung

saat melaut hanya 15 orang saja sangat

sedikit jika dibandingkan dengan nelayan

yang tidak menggunakan pelampung saat

melaut yaitu sebesar 72 responden. Hampir

separuh dari total sampel menggunakan

yang menggunakan APD jas hujan yaitu

sebesar 42 orang, sedangkan 22 orang

kadang – kadang saja dan 26 orang lainnya

selalu membawa jas hujan saat melaut.

Distribusi Faktor Higiene pada Nelayan

di Desa Weru Hasil perhitungan skor higiene

perorangan dari 90 responden, 21 orang

mempunyai status higiene perorangan yang

kurang, 33 orang mempunyai status

higiene perorangan yang cukup, dan 36

orang lainnya mempunyai status higiene

yang baik.

Kejadian Scabies di desa Weru

Kejadian penyakit scabies

didiagnosis oleh tenaga medis puskesmas

Weru melalui pemeriksaan fisik pada

Nelayan di Desa Weru Kabupaten

Lamongan yang selanjutnya mendapatkan

pengobatan. Dimana pemeriksaan fisik ini

dengan cara melihat adanya bengkak,

gelembung halus pada kulit, rasa gatal dan

panas pada malam hari, kulit berbintik

kemerahan dan terbentuk terowongan

berwarna putih keabu – abu.

Dari hasil pemeriksaan klinis

didapatkan 21 orang positif terkena

scabies, 37 pernah mengalami penyakit

scabies dan 32 lainnya tidak pernah

mengalami penyakit scabies.

Gambar 1. Scabies pada nelayan

Kejadian Scabies Menurut Umur

Hasil pemeriksaan scabies yang

dilakukan menunjukkan nelayan yang

terbanyak menderita scabies akibat

pekerjaannya terdapat pada nelayan yang

berumur lebih dari 20 - 40 tahun beda tipis

dengan nelayan yang berumur lebih dari 40

tahun.

Page 10: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

137 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2015: 132-143

Distribusi frekuensi responden

kejadian scabies berdasarkan kelompok

umur pada nelayan di desa Weru

Kabupaten Lamongan tahun 2014 pada

tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Distribusi kejadian scabies

nelayan di Desa Weru

kabupaten Lamongan

menurut umur, tahun 2014

Umur

Kejadian Scabies Jumlah

scabies Pernah

scabies

Tidak

Scabies

N (%) N (%) N (%) N%

<20

tahun - - 1 (100) 1 (100)

20 – 40

tahun 11 (26) 12 (28) 20 (46) 43 (100)

>40

tahun 10 (22) 25 (54) 11 (24) 46 (100)

Hasil perhitungan menggunakan

koefesien korelasi Spearman yang

menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara kejadian scabies dengan

umur responden karena nilai koefisien

(0,225) menunjukkan lebih dari α (α =

0,01)

Kejadian Scabies Menurut Tingkat

Pendidikan

Hasil penelitian yang dilakukan

menunjukkan nelayan yang terbanyak

menderita scabies menurut tingkat

pendidikan terdapat pada nelayan yang

berpendidikan SD Tabel 2. Distribusi kejadian scabies

nelayan di Desa Weru

kabupaten Lamongan

menurut tingkat pendidikan,

tahun 2014

Tingkat

Pendidikan

Kejadian Scabies Jumlah

scabies Pernah

scabies

Tidak

Scabies

N (%) N (%) N (%) N (%)

Tidak

Tamat SD

1(33) 2(67) - 3 (100)

SD 10 (24) 19 (45) 13 (31) 42 (100)

SMP 4 (16) 13 (52) 8 (32) 25 (100)

SMA 6 (30) 3 (15) 11 (55) 20 (100)

Hasil perhitungan menggunakan

koefesien korelasi spearman yang

menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara penyakit scabies dengan

tingkat pendidikan karena nilai koefesien

(koefisien 0,114) melebihi nilai dari α (α =

0,01)

Kejadian Scabies Menurut Pengetahuan

Hasil Penelitian yang dilakukan

menunjukkan nelayan yang terbanyak

menderita scabies menurut pengetahuan

terdapat pada nelayan yang memiliki

pengetahuan cukup. Untuk data lebih

jelasnya akan disajikan pada tabel 5.9

berikut ini. Tabel 3. Distribusi kejadian scabies

nelayan di Desa Weru

kabupaten Lamongan

menurut pengetahuan, tahun

2014

Hasil perhitungan menggunakan

koefisien korelasi spearman menunjukkan

ada hubungan yang signifikan (koefisien

0,004) antara pengetahuan dengan kejadian

scabies dengan kekuatan hubungan yang

tergolong lemah (korelasi 0,301).

Kejadian Scabies Menurut Lama Kerja

Semua nelayan di Desa Weru

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan

mempunyai lama kerja yang sama yaitu

kurang dari 1 hari (24 jam). Rata – rata

nelayan melaut sehari 10 jam. Dalam satu

minggu 6 hari hari nelayan melaut jadi

total dalam satu minggu nelayan bekerja

selama 60 jam. Lama kerja tidak bisa di uji

dengan uji spearman karena semua nelayan

lama kerjanya sama.

Kejadian Scabies Menurut Masa Kerja

Hasil penelitian yang dilakukan

menunjukkan nelayan yang terbanyak

menderita scabies menurut masa kerja

Penget

ahuan

Kejadian Scabies Jumlah

Scabies Pernah

Scabies

Tidak

Scabies

N (%) N (%) N (%) N (%)

Cukup 18 (35) 20 (38) 14 (27) 52 (100)

Baik 3(8) 17 (45) 18 (47) 38 (100)

Page 11: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

Cahya P. Ratri dan Indriati Paskarini, Faktor Yang Berhubungan Dengan… 138

terdapat pada nelayan yang memiliki Masa

kerja yang lebih dari 5 tahun. Untuk data

lebih jelasnya akan disajikan pada tabel 4

berikut ini : Tabel 4. Distribusi kejadian scabies

nelayan di Desa Weru

kabupaten Lamongan

menurut masa kerja, tahun

2014

Masa

Kerja

Kejadian Scabies Jumlah

Scabie

s

Pernah

scabies

Tidak

Scabies

N(%) N (%) N (%) N (%)

<5 tahun 1 (50) - 1 (50) 2 (100)

5 tahun - 1 (100) - 1 (100)

>5 tahun 20 (23) 36 (41) 31 (36) 87 (100)

Hasil perhitungan menggunakan koefesien

korelasi spearman yang menunjukkan tidak

ada hubungan yang signifikan antara

penyakit scabies dengan masa kerja

dikarenakan nilai koefisien (koefisien

0,701) lebih dari α (α=0,01).

Kejadian Scabies Menurut Higiene

Perorangan

Hasil penelitian yang dilakukan

menunjukkan nelayan yang terbanyak

menderita scabies menurut higiene

perorangan terdapat pada nelayan yang

memiliki higiene perorangan kurang.

Untuk data lebih jelasnya akan disajikan

pada tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Distribusi kejadian scabies

nelayan di Desa Weru

kabupaten Lamongan

menurut higiene perorangan,

tahun 2014

Higiene

Peroran

gan

Kejadian Scabies Jumlah

Scabies Pernah

Scabies

Tidak

Scabies

N (%) N (%) N (%) N (%)

Kurang 16 (76) 4 (19) 1 (5) 21 (100)

Cukup 4 (12) 16 (48) 13 (40) 33 (100)

Baik 1 (3) 17 (47) 18 (50) 36 (100)

Hasil perhitungan menggunakan

koefesien korelasi spearman yang

menunjukkan ada hubungan yang

signifikan (koefisien 0,000) dengan

kekuatan hubungan yang kuat antara

penyakit scabies dengan higiene

perorangan (korelasi 0,521).

Rekapitulasi Hubungan antar Variabel

Hasil rekapitulasi penelitian

hubungan antara variabel bebas (umur,

tingkat pendidikan, pengetahuan, masa

kerja dan higiene perorangan) dan variabel

terikat (Kejadian scabies) disajikan pada

tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Hubungan antar

Variabel Variabel

Bebas

Variabel

Terikat

Uji

Statistik P Keterangan

Umur Kejadian

scabies Spearman 0,225

Tidak

Signifikan

Tingkat

Pendidikan

Kejadian

scabies Spearman 0,114

Tidak

Signifikan

Pengetahuan Kejadian

scabies Spearman 0,004 Signifikan

Masa Kerja Kejadian

scabies Spearman 0,701

Tidak

signifikan

Higiene

Perorangan

Kejadian

scabies Spearman 0,000 Signifikan

Dari tabel 6 menunjukkan bahwa

variabel bebas pengetahuan dan higiene

perorangan mempunyai hubungan yang

signifikan dengan kejadian scabies

PEMBAHASAN Kejadian Scabies Pada Nelayan

Hasil Penelitian yang dilakukan

pada 90 responden nelayan di Desa Weru

menunjukkan adanya kejadian scabies

sebesar 23% positif scabies, 41 % pernah

mengalami scabies dan 36 % tidak scabies.

Hasil perhitungan menggunakan koefisien

korelasi spearman faktor pengetahuan dan

higiene perorangan mempunyai hubungan

dengan kejadian scabies. Dilihat dari

faktor pengetahuan banyak nelayan yang

tidak tahu cara penularan dan pencegahan

scabies itu sendiri. Sedangkan dilihat dari

faktor higiene perorangan 21 orang

higiene yang kurang. Responden kurang

higiene pada saat mencuci tangan,

penggunaan handuk handuk yang

bergantian dengan anggota keluarganya,

penggunaan sabun cuci tangan.

Page 12: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

139 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2015: 132-143

Penggunaan APD pada saat bekerja

juga kurang dikarenakan banyak nelayan

yang beranggapan APD yang digunakan

dapat memberatkan proses pekerjaannya.

Sarung tangan yang responden gunakan

merupakan sarung tangan yang terbuat dari

kain. Hal ini akan membuat penyakit

scabies semakin memburuk karena sarung

tangan ini lebih mudah basah. Responden

berasumsi bahwa lebih nyaman menarik

jaring atau pengkait kapal menggunakan

sarung tangan kain dari pada sarung tangan

yang terbuat dari kain. Banyak nelayan

yang tidak menggunakan alas kaki pada

saat bekerja. Hal ini juga bias

mengakibatkan resiko terkontaminasi

penyakit scabies atau jika sudah terkena

scabies akan semakin memperparah.

Dilihat dari observasi higiene

nelayan sabun yang mereka bawa pada saat

cuci tangan bukan sabun khusus cuci

tangan tetapi sabun colek yang biasa

digunakan mencuci baju atau mencuci

piring. Nelayan yang melaut disaat suhu

mulai panas yaitu sekitar pagi sampai siang

sering melepas pakaian dikarenakan panas

sehingga akan lebih mudah anggota kapal

yang lain terkontaminasi dengan scabies

jika salah satu anggota kapal lainnya telah

terinfeksi penyakit scabies.

Kepemilikan hewan juga

berpengaruh pada kejadian scabies. Dari

hasil wawancara sebesar 10 % nelayan

mempunyai hewan peliharaan berupa

kambing. Kemungkinan mereka tertular

dikarenakan kontak langsung dengan

kambing yang teridentifikasi terkena

penyakit scabies.

Kejadian Scabies Menurut Umur

Hasil penelitian menunjukkan

responden dengan umur 20 – 40 terdapat

11 nelayan yang terkena scabies dengan

persentase 26 % tidak jauh beda dengan

responden yang berusia lebih dari 40 tahun

yaitu sebanyak 10 orang dengan persentase

22 %.

Hasil dari korelasi spearman

menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara umur dengan kejadian

scabies. Namun hal ini sesuai tidak sesuai

dengan Noor (2008) yang mengatakan

umur mempunyai hubungan dengan

besarnya resiko terhadap penyakit tertentu

dan sifat resistensi pada berbagai

kelompok umur tertentu. Dengan demikian

maka dapat di mengerti bahwa adanya

perbedaan pengalaman terhadap penyakit

menurut umur sangat mempunyai

kemaknaan (pengaruh) yang berhubungan

dengan adanya perbedaan tingkat

keterpaparan dan kerentanan menurut

umur, adanya perbedaan dalam proses

kejadian patogenesis, maupun adanya

perbedaan pengalaman terhadap penyakit

tertentu.

Tetapi hasil ini sesuai dengan

Harahap (2000) yang menyatakan bahwa

penyakit scabies dapat mengenai semua ras

dan golongan diseluruh dunia. Penyakit ini

banyak dijumpai pada anak dan orang

dewasa muda, tetapi dapat mengenai

semua umur. Insiden sama pada pria dan

wanita. Pawening (2009) juga menyatakan

bahwa manusia terinfeksi oleh tungau

Sacrcoptes Scabei tanpa memandang

umur, ras atau jenis kelamin dan tidak

mengenal status sosial dan ekonomi, tetapi

higiene perorangan yang buruk dapat

meningkatkan infeksi.

Kejadian Scabies Menurut Tingkat

Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan yang paling banyak

mengalami scabies adalah responden

dengan tamatan SD yaitu 10 responden

dengan persentase 24 %. Hal ini tidak

sesuai dengan Notoatmojo (2003) bahwa

semakin tinggi pendidikan normal yang

dicapai, maka semakin baik pula proses

pemahaman seseorang dalam menerima

sebauah informasi baru. Tetapi dari hasil

korelasi spearman menjukkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara kejadian

scabies dengan tingkat pendidikan.

Hal ini disebabkan karena tingkat

pendidikan berpengaruh pada pola hidup

dan kerangka berpikir seseorang, tetapi

pengetahuan seseorang bisa di dapatkan

Page 13: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

Cahya P. Ratri dan Indriati Paskarini, Faktor Yang Berhubungan Dengan… 140

diluat pendidikan formal (informal) bisa

dari kegiatan penyuuhan kesehatan atau

informasi dari orang ke orang.

Kejadian Scabies Menurut Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan

responden dengan scabies terbanyak

terdapat pada responden dengan kriteria

pengetahuan yang cukup yaitu 18 orang

responden dengan persentase 35%. Di

variabel pengetahuan tidak ada responden

dengan kategori pengetahuan yang kurang.

Dari hasil korelasi spearman menunjukkan

ada hubungan yang lemah antara

pngetahuan dengan kejadian scabies

(korelasi 0,31)

Pengetahuan inilah yang nantinya

akan menjadikan responden melakukan

pencegahan dan tindakan yang tepat untuk

penyakit scabies. Rata – rata nelayan tidak

tahu tentang cara penularan penyakit

scabies. Dan kenyataannya banyak juga

yang tidak langsung melakukan

pengobatan pada penyakit ini dikarenakan

penyakit ini merupakan penyakit biasa dan

responden ini semuanya adalah laki – laki

sehingga banyak yang tidak jarang

melakukan pengobatan pada pelayanan

kesehatan terdekat. Hal ini juga

dikarenakan pada saat puskesmas

pembantu buka yaitu pada pukul 08.00

sampai 12.00 sedangkan pada saat itu

nelayan sedang melaut.

Hal ini sesuai dengan penelitian

Rahmawati (2010) yang menyebutkan

bahwa tingkat pengetahuan tentang

kesehatan lingkungan yang kurang baik

mempunyai resiko terhadap penyakit

scabies sebesar 2,338 kali (95 % CI : 1,091

–5,009) dibandingkan dengan pengetahuan

kesehatan lingkungan yang baik.

Penelitian ini juga sesuai dengan

Santosa (2002) penderita scabies timbul

pada pengetahuan yang kurang tentang

personal higiene, selain itu dilihat dari

lingkungan yang kurang bersih,

ketersediaan air yang kurag jumlahnya,

serta sanitasi lingkungan yang kurang,

begitu pula dengan perilaku ibu sehingga

perawatan pada anak kurang.

Kecenderungan ini menimbulkan kasus

scabies di tempat ini lebih besar daripada

di tempat lain.

Kejadian Scabies Menurut Lama Kerja

Semua responden bekerja kurang

dari 1 hari yaitu 24 jam. Rata – rata mereka

merupakan nelayan harian. Responden

berangkat pada pukul 03.00 dan kembali

pada pukul 13.00. tetapi hal ini melebihi

jam kerja yang ditetapkan oleh undang

undang No. 13 th.2003 pasal 77 ayat 1

point a yaitu 40 jam 6 hari dalam seminggu

sedangkan responden rata rata dalam

seminggu bekerja 60 jam sehingga mereka

terlalu lama terpapar dengan resiko terkena

scabies akibat higiene yang kurang baik

pada saat melaut dan kurangnya membawa

air bersih.

Kejadian Scabies Menurut Masa Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dari 90 responden terdapat 20 orang yang

terkena scabies dengan persentase 23 %

memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun.

Hasil dari korelasi spearman menunjukkan

tidak ada hubungan yang siginifikan antara

scabies dengan masa kerja. Hal ini

disebabkan adanya faktor lain yang

mempengaruhinya, karena tidak

sepenuhnya orang yang memiliki masa

kerja kurang dari 5 tahun juga terkena

scabies (Setyaji, 2012). Ada beberapa

faktor yang berpengaruh seperti

penggunaan APD dan higiene perorangan

yang baik.

Kejadian Scabies Menurut Higiene

Perorangan

Hasil penelitian menunjukkan

responden dengan scabies terbanyak

terdapat pada kategori responden dengan

kategori higiene sanitasi kurang yaitu

sebesar 16 orang dengan persentase 76%.

Hasil dari korelasi spearman menunjukkan

bahwa kejadian scabies dengan higiene

sanitasi mempunyai hubungan yang cukup

kuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar

0,521.

Page 14: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

141 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2015: 132-143

Penilaian perorangan berdasarkan

frekuensi mandi selama melaut, tidak

melaut, mencuci tangan, mencuci rambut,

mencuci tangan, berganti pakaian dan

membawa air bersih saat melaut sebagian

besar responden yang terkena scabies

mempunyai sanitasi yang kurang.

Banyaknya resoponden yang terkena

scabies dikarenakan higiene sanitasi yang

kurang. Salah satunya adalah penggunaan

handuk secara bergantian dengan anggota

keluarganya. Kenyataanya mereka banyak

menggunakan handuk secara bergantian

dengan istri atau anak. Banyak responden

yang menganggap hal itu sudah biasa.

Persediaan air bersih responden pada saat

melaut juga kurang. Responden rata rata

hanya membawa air bersih 1 galon yang

berisi 19 liter yaitu digunakan untuk

minum, cuci muka pada saat panas dan

wudlu. Sedikit yang menggunakan untuk

cuci tangan. 1 galon itu sendiri

dimanfaatkan oleh seluruh ABK. Pada

kenyataannya sebagian dari nelayan yang

mandi pada saat melaut menggunakan air

laut hanya sekedar membersihkan diri

tanpa menggunakan sabun.

Salah satu penilaian higiene

perorangan adalah cuci tangan, kebiasaan

cuci tangan ini harusnya dapat mengurangi

prevalensi penyakit scabies. Hanya saja

masih banyak responden yang hanya cuci

tangan dengan air bersih tanpa

menggunakan sabun. Akan tetapi scabies

juga terjadi pada responden yang sudah

mencuci tangan dengan menggunakan

sabun, mungkin disebabkan karena

kesalahan dalam mencuci tangan yaitu

kurang bersih. Pemilihan jenis sabun juga

sangat mempengaruhi kebersihan saat

mencuci tangan, hasil dari wawancara dan

observasi banyak nelayan yang

menggunakan sabun cuci colek (cuci

pakaian) sebagai sabun cuci tangan.

Mencuci rambut merupakan aktivitas

yang biasanya dilakukan beriringan pada

saat mandi. Mencuci rambut sebaiknya

menggunakan shampoo, karena shampoo

itu berfungsi untuk membersihkan rambut

dari kotoran atau bakteri. Penggunaan

shampoo paling baik 3 kali selama

seminggu. Dari hasil wawancara responden

68% telah mencuci rambut lebih dari dua

kali selama seminggu.

Mengganti pakaian sangatlah

berpengaruh terhadap resiko terkena

scabies karena kutu scabies bisa

bertransmisi pada pakaian penderita

scabies. Sehingga dengan mengganti

pakaian akan mengurangi infeksi lebih

lanjut bagi penderita scabies dan juga

untuk mengurangi resiko penularan

penyakit ini.

Semua nelayan telah membawa air

bersih saat melaut tapi air bersih itu

hamper sebagaian besar responden tidak

digunakan untuk menjaga kebersihan diri,

tapi digunakan untuk keperluan lain yaitu,

wudlu, minum dan membersihkan alat

mesin. Rata – rata nelayan hanya

membawa air I galon saja dan digunakan

untuk semua ABK.

Tampak sekali peran higiene

perorangan dalam penularan penyakit

scabies. Tungau Sarcoptes scabies akan

lebih mudah menginfestasi individu

dengan higiene perorangan jelek dan

sebaliknya lebih sukar menginfestasi

individu dengan higiene perorangan baik

karena tungau dapat dihilangkan dengan

mandi dan keramas teratur, pakaian dan

handuk sering dicuci dan kebersihan alas

tidur (Ma’rufi dkk, 2004). Penelitian juga

dilakukan oleh Mellifera (2009) juga

menunjukkan adanya hubungan antara

higiene perorangan dengan penyakit

scabies. Penelitian ini juga dilakukan oleh

Cahyawati dkk (2010) faktor higiene

perorangan berhubungan pada penyakit

dermatitis pada nelayang yang bekerja di

TPI Tanjungsari. Ada kecenderungan

bahwa responden yang menderita

dermatitis karena higiene perorangan yang

buruk, sebaliknya responden yang tidak

menderita dermatitis mempunyai higiene

perorangan yang baik.

Page 15: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

Cahya P. Ratri dan Indriati Paskarini, Faktor Yang Berhubungan Dengan… 142

SIMPULAN Responden berusia 19 sampai 70

tahun. 51 % responden berusia diatas 40

tahun. Sebesar 47% tingkat pendidikan

responden adalah tamatan SD.

Pengetahuan responden terhadap penyakit

scabies sebesar 58 % berpengetahuan baik,

42 % berpengetahuan cukup dan tidak ada

responden yang berpengetahuan kurang.

Sebagian besar responden (97%)

mempunyai lama kerja lebih dari 5

tahun.dan eluruh responden merupakan

nelayan harian dengan jam kerja rata rata

60 jam perminggu.

Hasil perhitungan skor higiene

perorangan sebesar 23 % mempunyai

status higiene perorangan yang kurang, 37

% responden mempunyai status higiene

perorangan yang cukup, dan 40 %

responden lainnnya mempunyai status

higiene yang baik.

Sebesar 23 % eesponden positif

terkena scabies, 41 % pernah mengalami

scabies dan 36 % responden lainnya tidak

pernah mengalami scabies. Berdasarkan

hasil perhitungan uji korelasi spearman

faktor pengetahuan dan higiene perorangan

mempunyai hubungan dengan kejadian

scabies. Ada hubungan pengetahuan

dengan scabies dengan nilai korelasi 0,301

dan hubungan higiene perorangan dengan

scabies dengan nilai korelasi 0,521

DAFTAR PUSTAKA Cahyawati, Imma Nur dan Irwan Budiono.

2010. Faktor yang Berhubungan

dengan Kejadian Dermatitis Pada

Nelayan. Jurnal vol 134. Semarang

Universtas Negeri Semarang.

http://journal.unnes.ac.id/index.php/k

emas (sitasi 1 mei 2014)

Harahap, Mawarli. 2000. Ilmu Penyakit

Kulit. Jakarta : Hipokrates

Kesehatan Republik Indonesia. 2012.

PEMBINAAN KESEHATAN

KERJA NELAYAN DI 8

KABUPATEN / KOTA PADA

TAHUN 2012.

http://www.gizikia.depkes.go.id/arch

ives/5087 ( sitasi : 26 Mei 2014)

Ma’Rufi, Isa.dkk. 2005. Faktor Sanitasi

Lingkungan yang Berperan Terhadap

Prevalensi Penyakit Skabies. Jurnal

Kesehatan Lingkungan.Vol 2 No 1,

Surabaya. journal.lib.unair.ac.id

(sitasi 1 mei 2014)

Martiana dan Lestari.2006. Deteksi Dini

Penyakit Akibat Kerja.

Jakarta:ECG

Mellifera, A. 2009. Hubungan higiene

perorangan santri dan sanitasi

pondok pesantren dengan kejadian

penyakit scabies. Skripsi. Surabaya :

Universitas Airlangga

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi.

Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan

dan Perilaku Kesehatan.Jakarta : PT

Rineke Cipta

Pawening, A. 2009. Perbedaan Angka

Kejadian Skabies Antar Kelompok

Santri Berdasar Lama Belajar di

Pesantren. Skripsi. Semarang :

Universitas negeri semarang

Permenaker No. 1/MEN/1981 tentang

kewajiban melapor PAK.

Puskesmas Pembantu Tlogosadang.2012.

Laporan Bulanan

Puskesmas Pembantu, Tlogosadang, 2013.

Laporan Bulanan

Rahmawati N. 2009. Pengaruh pendidikan

kesehatan tentang penyakit scabies

terhadap perubahan sikap penderita

dalam pencegahan penularan

penyakit scabies pada santri di

pondom pesantren Al – amin Palur

Kabupaten Sukoharjo. Skripsi.

Surakarta: Universitas

Muhammadiyah

Santosa. 2002. Ramuan Tradisional Untuk

Penyakit Kulit. Jakarta : Penebar

Swadaya

Setyaji. 2012. Hubungan Higiene

Perorangan dengan Penyakit

Dermatitis pada Nelayan di Desa

Weru Kanupaten Lamongan.

Skripsi. Surabaya : Universitas

Airlangga

Page 16: UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT …journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8804-7aeceafa3afullabstract.pdfTim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga ... (Proyek Hotel Mercure Grand

143 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2015: 132-143

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan

Kesehatan Kerja (HIPERKES).

Jakarta : Sagung Seto

Undang – Undang No.13 Th.2003 tentang

ketenagakerjaan