UNIT VI
-
Upload
ahmad-fathurrohman -
Category
Documents
-
view
14 -
download
1
description
Transcript of UNIT VI
-
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR
UNIT VI
JUDUL : MERANGKAI DAN MENGUJI PENGUAT DAYA
DENGAN TRANSISTOR KOMPLEMENTER
(PENGUAT DAYA DORONG TARIK PUSH PULL)
Nama : Ahmad Fathurran
No. Mahasiswa : 40906
Kelompok / Hari : VI / Selasa Siang
LABORATORIUM ELEKTRONIKA DASAR
JURUSAN TETI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
-
A. PENDAHULUAN
1. Tujuan Praktikum
Mengenal cara kerja rangkaian dorong-tarik (push pull) sebagai rangkaian penguat daya.
Mampu merangkai salah satu konfigurasi rangkaian dorong-tarik.
Mampu melakukan analisis pada rangkaian dorong-tarik baik tanpa resistor maupun
dengan resistor.
Mampu menentukan daya keluaran dan efisiensi dari rangkaian dorong-tarik.
2. Landasan Teori
Rangkaian Penguat Daya
Rangkaian penguat daya adalah rangkaian yang pada rangkaian tersebut bekerja
sinyal besar (large signal) sehingga daya yang dihasilkan juga besar, umumnya dalam orde
watt atau puluhan watt. Besaran penting yang akan dianalisis dalam rangkaian penguat
daya adalah efisiensi daya, serta daya maksimum yang dapat diatur oleh rangkaian
tersebut.
Dalam kenyataannya, karena sinyalnya besar, posisi titik kerja (Quiescent Point)
akan sangat berpengaruh terhadap karakteristik output rangkaian. Karakteristik output ini
lah yang biasanya dijadikan dasar klasifikasi rangkaian penguat daya:
Kelas A
Sinyal outputnya muncul sepanjang satu periode penuh. Titik kerjanya berada pada
posisi sedemikian rupa sehingga puncaknya tidak melebihi level tegangan sumber DC
dan lembahnya tidak kurang dari level tegangan nol. Umumnya mempunyai efisiensi
daya yang sangat rendah.
Kelas B
Sinyal outputnya muncul selama setengah perioda. Titik kerjanya berada pada posisi
tegangan nol. Untuk memunculkan sinyal output secara penuh, digunakan konfigurasi
rangkaian yang memungkinkan untuk memunculkan setengah perioda gelombang yang
bernilai positif dan setengah perioda gelombang yang bernilai negative, yang biasa
disebut rangkaian penguat daya dorong-tarik (push-pull).
-
Tegangan output penguat kelas A dan B
Kelas AB
Bekerja diantara kelas A dan B. Penguat jenis ini juga membutuhkan konfigurasi push-
pull agar bisa menguatkan seluruh sinyal input selama satu perioda. Biasa digunakan
untuk mengurangi crossover distortion yang diakibatkan oleh tegangan threshold pada
terminal base-emitter transistor.
Kelas C
Tegangan output hanya muncul selama kurang dari setengah perioda.
Rangkaian Push Pull
Karena efisiensi penguat kelas A yang sangat rendah, pada umumnya dipakai
penguat kelas B dan kelas AB yang dirangkai dengan konfigurasi push pull. Konfigurasi push
pull memungkinkan setengah perioda sinyal positif dan setengah perioda sinyal negative
muncul di terminal output. Pada penguat kelas B, transistor akan aktif hanya bila tegangan
AC menyala, karena tegangan bias DC nya mendekati nol atau titik kerja mendekati daerah
cut off.
Cara kerja konfigurasi push pull
Ada beberapa macam konfigurasi push pull yang bisa digunakan. Diantaranya adalah
dengan menggunakan transistor komplementer. Pada konfigurasi ini, digunakan dua buah
transistor yang berbeda (pnp dan npn). Salah satu transistor akan aktif saat tegangan input
-
AC bernilai positif sehingga akan menguatkan sinyal setengah perioda bernilai positif
sedangkan transistor kedua tidak aktif. Pada setengah perioda berikutnya, tegangan input
AC bernilai negative sehingga transistor pertama tidak aktif dan transistor kedua aktif.
Transistor kedua akan menguatkan setengah perioda tegangan input AC yang bernilai
negative. Maka, pada terminal output akan didapatkan sinyal tegangan output yang
gelombang penuh hasil penguatan dari gelombang input.
Konfigurasi push pull dengan transistor komplementer
Kelebihan penguat kelas B dibandingkan dengan penguat kelas A antara lain:
Daya keluaran lebih besar, dalam orde watt hingga sepuluh watt
Efisiensi daya lebih besar
Rugi daya pada saat tidak ada isyarat dapat diabaikan
Kekurangan penguat kelas B:
Distorsi harmonis dapat lebih besar
Catu tegangan harus mempunyai regulasi yang tinggi
Distorsi pada penguat push-pull dapat disebabkan oleh:
Ketidaksesuaian sifat kedua transistor yang digunakan
Ketidaklinieran transfer karakteristik kedua transistor
Ketidaklinieran input karakteristik kedua transistor akibat adanya tegangan threshold
pada terminal base-emitter transistor, yang disebut crossover distortion.
-
Crossover distortion
Untuk mengurangi crossover distortion, dapat digunakan penguat kelas AB, yaitu
titik lengang berada dekat dengan daerah cut-off, sehingga pada saat tegangan input masih
bernilai nol, sudah ada bias tegangan yang dapat menembus threshold voltage transistor.
Untuk itu, dapat digunakan dioda, karena dioda mempunyai threshold voltage yang
besarnya sama dengan threshold voltage pada transistor. Pemasangan dioda
memungkinkan keberadaan bias tegangan yang dapat menembus nilai threshold voltage
saat tegangan inputnya masih bernilai nol.
Pengunaan dioda untuk menghasilkan bias tegangan
B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
Transistor Fcs 9012, BD140 (PNP), BD 139 (NPN)
Kapasitor 1 F (1 buah), 10 F (1 buah), 220 F (1 buah)
Resistor 68 k 1 buah
Resistor 47 k 1 buah
Resistor 270 2 buah
-
Resistor 1 2 buah
Resistor 18 2 buah
Resistor 100 1 buah
Resistor 10 1 buah
CRO
AFG
Multimeter
Bread Board
Kabel Jumper
Sumber tegangan DC
C. ANALISA GAMBAR RANGKAIAN
Pada praktikum kali ini menggunakan rangkaian di atas. Transistor 1 berfungsi untuk
menguatkan tegangan sedangkan dioda berfungsi untuk memberikan bias tegangan saat
tegangan input AC masih bernilai nol untuk mengurangi efek crossover distortion.
1. Pengujian Tegangan dan Arus Ideal Penguat Daya Tanpa Resistor
Pada konfigurasi ini, resistor RL pada rangkaian penguat tidak dipasang. Sumber
tegangan input AC juga tidak dipasang karena kita akan menganalisis tegangan dan arus statis
(DC) dari rangkaian penguat. Karena kapasitor tidak melewatkan sinyal DC, maka kapastor di-
open. Sehingga, didapat rangkaian seperti gambar di bawah.
10 K
-
Pada pengujian ini, akan dihitung tegangan Vo dan arus yang terbaca pada ampermeter.
Tegangan output pada rangkaian ini akan bernilai 0 karena tegangan Vo terhalang oleh
kapasitor, yang menghambat tegangan DC, sehingga tegangan pada terminal output akan
bernilai 0. Analisis lebih jauh untuk menghitung arus akan dijelaskan di bagian selanjutnya
yang akan mengukur nilai tegangan pada rangkaian.
2. Pengujian Tegangan Statis Penguat daya dengan Beban R 9
Rangkaian ini masih sama dengan rangkaian sebelumnya. Pemasangan resistor tidak
akan berpengaruh terhadap besaran-besaran yang terukur pada bagian sebelumnya, karena
resistor terpasang setelah kapasitor yang menghambat arus DC, sehingga resistor tidak
dilewati arus atau dapat diabaikan. Pada eksperimen ini, akan dihitung beberapa nilai
tegangan pada rangkaian.
Rangkaian transistor sebelah kiri adalah rangkaian voltage divider bias. Karena
rangkaiannya cukup kompleks, beberapa pendekatan dapat diambil untuk mempermudah
perhitungan. Resistor R8 dan R9 sangat kecil (1 ), maka dapat didekati dengan rangkaian
short circuit. Resistor R7 (10 ) juga sangat kecil sehingga drop tegangannya pun kecil.
Persamaan yang berlaku:
=
+ 2 =
-
3 =
1
3. Pengujian Input dan Output Maksimum dengan Perubahan Vss dan RL
Pada pengujian ini, terminal input rangkaian dihubungkan dengan AFG sebagai sumber
tegangan input AC yang akan dikuatkan dayanya. Akan digunakan frekuensi 1000 Hz untuk
menghindari efek kapasitif dari transistor (frequency response). Resistor akan divariasi, yaitu
18 atau 9 (paralel 2 buah resistor 18). Nilai tegangan sumber DC Vss juga akan divariasi
dan diukur nilainya dengan bantuan multimeter. Kita akan mengamati bentuk dan nilai
tegangan output pada terminal output dengan bantuan CRO pada saat tegangan output tepat
akan terpancung.
Untuk mempermudah analisis, beberapa pendekatan diambil diantaranya dengan
menganggap R8 dan R9 short circuit. Rangkaian equivalen DC sama seperti pada bagian
sebelumnya. Sedangkan, untuk rangkaian equivalen AC bisa didapat dengan menghubung
singkat sumber tegangan DC Vss. Seharusnya, untuk analisis AC, kapasitor akan mempunyai
impedansi:
=1
2
Tetapi, untuk nilai frekuensi kerja ini, maka, nilai impedansi masing-masing kapasitor
adalah:
1 = 0,16
2 = 15,9
1 = 0,07
Nilai yang hanya dalam orde membuat drop tegangan kapastor sangat kecil sehingga
kapasitor dapat dianggap short circuit untuk frekuensi kerja 1 kHz.
-
Sesuai grafik pada arus collector sebagai fungsi dari tegangan collector-emitter dan load
line pada gambar di bawah, dapat disimpulkan bahwa untuk tegangan maksimum yang
mungkin adalah :
Load Line Analysis
=
=
4. Pengujian Perolehan Daya dan Efisiensi
10
-
Pada konfigurasi ini, sebelum dihubungkan ke port input, AFG dihubungkan terlebih
dahulu ke resistor Rs bernilai 1,5 K seperti pada gambar.
Dengan ini, nilai V input akan berbeda dengan tegangan sumber AFG (Vs) karena ada
drop tegangan di Resistor 1,5 K. Percobaan dilakukan beberapa kali dengan variasi tegangan
output saat terpancung, saat maksimum, dan untuk beberapa nilai tegangan peak to peak
tertentu.
Bagian ini lebih membahas tentang daya keluaran, daya masukan, dan efisiensi dari
rangkaian penguat daya, sehingga analisis akan lebih ditekankan pada perhitungan daya
output dan efisiensinya. Daya input adalah daya yang harus kita suplai untuk menguatkan
tegangan input AC, dalam hal ini adalah daya dari sumber tegangan Vcc. Daya output adalah
daya keluaran yang muncul di terminal output, yang akan kita gunakan nantinya. Efisiensi
adalah rasio keduanya. Berlaku persamaan:
= .
=()
2
=
100%
-
5. Pengujian Distorsi Harmonis
Pada pengujian ini kita menggunakan rangkaian tapis T ganda (Twin T Filter/ Band Stop
Filter), karena bentuk rangkaian-nya yang membentuk dua huruf T. Pada rangkaian di atas
memiliki rasio perbandingan untuk menetapkan nilai pada masing-masing komponen-nya.
R1 = R2 = 2(R3)
C2 = C3 = 0,5(C1)
Pada rangkaian di atas, sisi bagian atasnya dapat menghasilkan gelombang output
dengan beda fase lead sebesar 90o .Sedangkan pada sisi bawahnya menghasilkan gelombang
output dengan beda fase lag sampai 90o. Jadi, saat frekuensi tertentu, output yang dihasilkan
oleh kedua sisi atas dan bawah rangkaian tersebut akan menghasilkan beda fase sebesar 180o
dengan magnitude yang sama, jadi mereka saling meniadakan.
Rangakaian ini dihubungkan dengan AFG pada inputnya dan dihubungkan dengan CRO
pada outputnya.
AFG CRO
-
D. HASIL PENGUJIAN
1. Pengujian Tegangan dan Arus Ideal Penguat Daya Tanpa Resistor
V0 = 4,82 Volt
I DC = 17 mA
2. Pengujian Tegangan Statis Penguat Daya dengan Beban R 9
Vss = 9,10 Volt
VA = 7,34 Volt
VB = 4,96 Volt
VC = 4,91 Volt
VD = 4,85 Volt
VO = 4,89 Volt
VE1 = 0,16 Volt
VE2 = 4,96 Volt
VE3 = 4,84 Volt
3. Pengujian Input dan Output Maksimum dengan Perubahan Vss dan RL
Vss
Volt RL
Vout
Maks.
Input
Maks.
I DC
(mA) Gambar Gelombang
3,5
9 800
mVpp
640
mVpp 11,5
18
1,1
Vpp
640
mVpp 9
5,5
9 2,28
Vpp
960
mVpp 40
18
3,04
Vpp
960
mVpp 28,5
7,5
9 4,08
Vpp
1,44
Vpp 78
18
5,28
Vpp
1,44
Vpp 54
9 9 4,96
Vpp
1,44
Vpp 90
-
18 6,24
Vpp
1,44
Vpp 64
4. Pengujian Perolehan Daya dan Efisiensi
V out Vs V input I DC
(mA) Gambar Gelombang
Saat terpancung 1,90 Vpp 1,70 Vpp 114
Saat maksimum 1,44 Vpp 1,22 Vpp 88,4
5 Vpp 1,52 Vpp 1,34 Vpp 96,1
3 Vpp 840 mVpp 760 mVpp 58,4
-
1 Vpp 300 mVpp 280 mVpp 29,7
5. Pengujian Distorsi Harmonis
V Output 2 fr 3 fr 4 fr 5 fr 6 fr
V in 1 Vpp 1 Vpp 1 Vpp 1 Vpp 1 Vpp
V out 376 mVpp 568 mVpp 672 mVpp 720 mVpp 752 mVpp
=
376 mVpp 568 mVpp 672 mVpp 720 mVpp 752 mVpp
E. ANALISA HASIL PENGUJIAN
1. Pengujian Tegangan dan Arus Ideal Penguat Daya Tanpa Resistor
Analisa pengujian ini akan di jelaskan pada analisa pengujian 2.
2. Pengujian Tegangan Statis Penguat Daya dengan Resistor R 9
Sesuai dengan persamaan pada analisis gambar rangkaian, yaitu:
=
+ 2 =
3 =
1
Nilai V dioda, V BE2, V BE3 pada persamaan di atas merupakan nilai tegangan dari
semikonduktor penyusun dioda dan transistor, dalam pengujian ini besarnya 0,7 volt (silikon).
Dengan mensubstitusi nilai 0,7 volt, maka akan didapat :
= 0,7
= 0,7
= 0,7
1 0
-
Hasil pengukuran didapat:
= 0,11
= 0,07
= 0,02
1 0,16
Dapat diamati bahwa hasil pengukuran tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan.
Dibuktikan juga bahwa rangkaian untuk bagian b identik dengan bagian a karena nilai Vo yang
sangat dekat.
Arus yang lewat dioda dapat dicari dengan:
=
6
=0,06
100= 0,6
Arus yang lewat R5 dapat dicari dengan:
5 =
5= 8,81
Sehingga arus yang keluar dari transistor dua adalah I B2 = 8,21 mA. Arus yang lewat di
R4 adalah:
4 =
4= 6,51
Dengan nilai hfe = 20, maka akan didapat arus yang keluar dari collector adalah :
I C2 = hfe. I B2 = 1,026 A
Sehingga, sesuai dengan hukum Kirchoff Arus, arus yang disuplai sumber tegangan DC
dapat dicari dengan menjumlahkan arus pada R4 dengan arus pada collector transistor 2,
sehingga didapat I DC = 1,019 A, sangat jauh dengan hasil pengukuran 17 mA. Kesalah bisa
terjadi karena kesalahan saat pengukuran.
3. Pengujian Input dan Output Maksimum dengan Perubahan Vss dan RL
Dari hasil pengujian, ternyata titik lengang rangkaian terletak pada tegangan V out =
4,89 volt yang cukup dekat dengan Vss / 2, atau tepat pada titik tengah dari garis resistor pada
grafik arus output versus tegangan output di bawah, sehingga untuk ayunan tegangan yang
mungkin sebelum terpancung oleh nilai Vss dan ground, maka tegangan output peak to peak
tidak mungkin melebihi nilai Vss.
-
Hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan pada tabel, di mana nilai tegangan output
tidak melebihi nilai tegangan input Vss. Nilai tegangan output akan bervariasi dengan nilai
resistor. Nilai hambatan resistor yang semakin besar akan membuat tegangan output semakin
besar, karena tegangan berbanding lurus dengan hambatan.
Pada gambar gelombang terlihat bahwa selain Vpp yang berbeda, gelombang V out
maksimum dan input maksimum juga berbeda fase 180o.
4. Pengujian Perolehan Daya dan Efisiensi
Dari hasil pengujian, terlihat bahwa tegangan V input lebih kecil dari tegangan sumber
Vs karena adanya drop tegangan pada hambatan Rs.
Kita dapat menghitung daya input, daya output, dan efisiensi rangkaian untuk tiga buah
nilai tegangan output yang diketahui, yaitu 1 Vpp, 2 Vpp, dan 3 Vpp dengan persamaan :
= .
=()
2
=
2
8.
=
100%
didapat nilai daya input, output , dan efisiensi untuk tiga buah nilai tegangan output:
V out Pi (watt) Po (watt)
Maksimum 0,804 0,294 36,57 %
5 Vpp 0,875 0,347 39,66 %
3 Vpp 0,531 0,123 23,16 %
1 Vpp 0,270 0,014 5,19 %
Dapat teramati bahwa rangkaian penguat daya mampu menghasilkan daya dengan
efisiensi mendekati 50 %. Bahkan, secara teoritis dapat mencapai 78,5 % untuk tegangan
-
output terpancung maksimum. Karena itulah rangkaian penguat daya ini sering disebut
rangkaian large signal amplifier, karena nilai arus, tegangan, dan dayanya memang cukup
besar.
5. Pengujian Distorsi Harmonis
Frekuensi yang digunakan pada pengujian ini adalah :
=1
2
Dari data hasil pengujian, terlihat bahwa semakin besar frekuensi yang masuk ke
rangkaian, semakin besar pula V output rangkaiannya. Hal ini membuat nilai juga semakin
besar, karena nilai berbanding lurus dengan nilai V output.
F. KESIMPULAN
Prinsip kerja push pull secara umum:
- Saat tegangan input AC bernilai positif untuk setengah periode gelombang yang
pertama, salah satu transistor aktif, dan penguatan terjadi sedangkan transistor yang
lain tidak aktif.
- Saat tegangan input AC bernilai negatif untuk setengah periode gelombang yang
kedua, transistor yang tadinya tidak aktif menjadi aktif, sedangkan yang tadinya aktif
menjadi tidak aktif sehinnga dapat melengkapi sinyal gelombang yang telah dikuatkan
selama setengah periode pertama.
Tegangan output dibatasi oleh sumber tegangan DC. Jika lebih besar, maka tegangan
output akan terpancung.
Daya input adalah daya yang disuplai sumber tegangan DC untuk mengaktifkan sifat
transistor.
Daya output adalah daya keluaran AC pada terminal output yang akan digunakan.
Efisiensi daya diperoleh dari perbandingan antara daya output dan input
Pada rangkaian tapis T Ganda, semakin besar frekuensi resonansi, semakin besar V
output yang berarti juga mempengaruhi besar rangkaian.
G. LAMPIRAN
1. Jawaban Pertanyaan
1) a.
2 = 1 0
2 + 3= 6,09
-
4 =
4= 6,51
5 =
5= 9,18
6 = =
6= 0,6
7 =1
7= 16
8 =2
8= 0
9 =30
9= 120
= 0 (karena arus pada beban di blok oleh kapasitor)
1 =7
( + 1)= 0,126
2 = 6 5 = 9,78
3 =9
( + 1)= 0,952
3 = 2 + 1 = 6,216
Perhitungan AV :
RL 9 Ohm
RL 18 Ohm
Saat Vss 3,5 V =
=
0,8
0,64= 1,25
=
=
7,6
24,5= 0,310
Saat Vss 5V
=
=
2,28
0,96= 2,375
=
=
3,04
0,96= 3,167
Saat Vss 7,5V
=
=
4,08
1,44= 2,83
=
=
5,28
1,44= 3,67
Saat Vss 9V
=
=
4,96
1,44= 3,44
=
=
6,24
1,44= 4,33
-
Daya maksimum :
Untuk R=9 Ohm
=2
= 0,341
Untuk R=18 Ohm
=2
= 0,271
2) a. C1 adalah blocking capacitor yang berfungsi memblok tegangan DC dari sumber
tegangan Vss sehingga tidak mempengaruhi sumber tegangan input AC maupun rangkaian
di luar terminal input.
b. Q1 adalah transistor yang dirangkai secara voltage divider bias yang berfungsi untuk
menguatkan tegangan input AC untuk kemudian diteruskan ke stage penguat push pull
transistor 2 dan 3.
c. Diode digunakan sebagai penghasil bias tegangan untuk melawan threshold voltage
pada transistor sehingga crossover distortion dapat dikurangi dan bentuk tegangan input
mendekati sinusoidal sempurna seperti tegangan inputnya.
3) A
Penguat Kelas A :
Penguat kelas A merupakan penguat yang titik kerja efektifnya setengah dari tegangan
VCC penguat. Agar penguat kelas A dapat bekerja atau berfungsi sebagai mana
mestinya, maka penguat kelas A memerlukan bias awal yang menyebabkan penguat
dalam kondisi siap untuk menerima sinyal. Karena hal ini maka penguat kelas A
menjadi penguat dengan efisiensi terendah namun dengan tingkat distorsi (cacat
sinyal) terkecil.
Penguat Kelas B :
-
Penguat kelas B merupakan penguat yang prinsip kerjanya berdasarkan tegangan bias
dari sinyal input yang masuk. Titik kerja penguat kelas B berada dititik cut-off
transistor. Dalam kondisi tidak ada sinyal input maka penguat kelas B berada dalam
kondisi OFF dan baru bekerja jika ada sinyal input dengan level diatas 0.6 Volt (batas
tegangan bias transistor).
Penguat Kelas AB :
Penguat kelas AB merupakan penggabungan dari penguat kelas A dan penguat kelas
B. Penguat kelas AB diperoleh dengan menggeser sedikit titik kerja transistor sehingga
distorsi cross over dapat diminimalkan. Titik kerja transistor tidak lagi di garis cut-off
namun berada sedikit diatasnya.
Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efisiensi dan fidelitas penguat. Dalam
aplikasinya penguat kelas AB banyak menjadi pilihan sebagai penguat audio.
Penguat Kelas C :
Penguat kelas C mirip dengan penguat kelas B, yaitu titik kerjanya berada di daerah
cut-off transistor. Perbedaan antara penguat kelas B dan penguat kelas C adalah pada
penguat kelas C hanya perlu satu transistor untuk bekerja normal tidak seperti kelas
B yang harus menggunakan dua transistor (sistem push-pull). Hal ini karena penguat
kelas C khusus dipakai untuk menguatkan sinyal pada satu sisi atau bahkan hanya
puncak-puncak sinyal saja.
Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan adalah frekuensi kerja
sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk sinyal. Penguat kelas C dipakai pada
-
penguat frekuensi tinggi. Pada penguat kelas C sering ditambahkan sebuah rangkaian
resonator LC untuk membantu kerja penguat. Penguat kelas C mempunyai efisiensi
yang tinggi sampai 100 % namun dengan fidelitas yang rendah.
Penguat Kelas D :
Kelebihan dari penguat kelas D terletak pada efisiensinya, dalam keadaan ideal
efisiensi dari penguat kelas D bisa mencapai 100%. Akan tetapi pada kenyataannya
nilai efisiensi tersebut turun hingga nilai 90-95%. Hal ini disebabkan oleh ketidak
idealan komponen yang digunakan dan juga proses konversi dari PWM menjadi
gelombang sinusoidal pada bagian akhir dari penguat kelas D. Efisiensi 90-95% ini bisa
didapatkan karena proses penguatan sinyal hanya dilakukan pada sinyal-sinyal
tertentu sesuai kebutuhan.
Power amplifier kelas D cocok digunakan sebagai power amplifier untuk audio dengan
sistem low tone seperti halnya power untuk subwoofer, karena keluaran sinyal audio
untuk nada menegah (vokal) dan tinggi (treble) pada penguat kelas D tidak bagus.
Penguat Kelas E :
Seperti halnya penguat kelas C, penguat kelas E juga memerlukan rangkaian resonansi
LC dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari setengah duty cycle. Perbedaan
antara penguat kelas C dengan penguat kelas E adalah wilayah kerjanya. Penguat kelas
C bekerja pada daerah aktif (linier). Sedangkan penguat kelas E, bekerja sebagai
switching seperti halnya penguat kelas D. Biasanya transistor yang digunakan adalah
transistor jenis FET. Dengan digunakannya transistor jenis FET (MOSFET/CMOS),
penguat ini menghasilkan output yang lebih efisien dan cocok untuk sistem yang
memerlukan drive arus besar namun dengan arus input yang sangat kecil. Oleh karena
-
efisiensinya yang baik, yakni bisa mencapai 100% dan juga penguat kelas E dapat
disederhanakan ke dalam sebuah chip IC, maka penguat kelas E sering diterapakan
pada peralatan transmisi mobile dengan antena sebagai rangkaian resonansinya.
Penguat Kelas F :
Penguat kelas F merupakan hasil pengembangan dari penguat kelas E. Susunan
rangkaian penguat kelas F lebih kompleks jika dibandingkan dengan penguat kelas E.
Dalam kondisi ideal, penguat kelas E dan penguat kelas F sama-sama memilik efisiensi
100%, namun saat kondisi ideal tersebut tidak tercapai, efisiensi dari penguat kelas F
lebih tinggi dibandingkan dengan penguat kelas E.
Penguat kelas F meningkatkan efisiensi dengan cara menghilangkan komponen genap
gelombang harmonik dari sinyal input untuk menghasilkan sinyal kotak. Dengan
didapatkannya sinyal kotak maka transistor akan berada pada kondisi saturasi atau
cut-off lebih lama dan dapat menjalankan fungsinya sebagai switch dengan lebih baik.
Penguat Kelas G :
Kelas G termasuk ke dalam kategori penguat analog. Tujuan dari penguat kelas G
adalah untuk meningkatkan efisiensi dari penguat kelas B/AB. Pada kelas B/AB,
tegangan supply hanya ada satu pasang yang sering dinotasikan sebagai +VCC dan
VEE misalnya +12V dan 12V (atau ditulis dengan +/-12volt). Pada penguat kelas G,
tegangan supply disusun secara bertingkat atau disebut dengan rail switching. Selain
untuk meningkatkan efisiensi, tujuan dari teknik penyusunan secara rail switching ini
juga untuk mengurangi tingkat disipasinya. Dengan menggunakan teknik rail switching
ini, energi yang terbuang dari tegangan keluaran transistor akan berkurang.
Penguat Kelas H :
-
Pada dasarnya penguat kelas H merupakan pengembangan dari penguat kelas G. Jika
pada penguat kelas G menggunakan tegangan supply tetap yang disusun secara
bertingkat, maka pada penguat kelas H menggunakan tegangan supply variable (dapat
berubah-ubah sesuai kebutuhan). Sehingga tidak perlu lagi menggunakan metode rail
switching. Hal inilah yang menyebabkan efisiensi dari penguat kelas H lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penguat kelas G. Namun untuk penerapan dalam rangkaiannya
pun akan menjadi lebih kompleks dan rumit.
Penguat Kelas T :
Penguat kelas T merupakan amplifier digital dengan menggunakan teknologi yang
disebut Digital Power Processing. Seperti halnya penguat kelas D, penguat kelas T juga
menggunakan konsep modulasi PWM dengan switching transistor serta filter. Jika
pada penguat kelas D, proses sebelumnya adalah pengolahan dalam bentuk analog,
maka pada penguat kelas T, proses sebelumnya adalah pengolahan dengan
memanipulasi bit-bit digital. Dalam penguat kelas T terdapat audio prosesor dengan
proses umpanbalik yang juga digital untuk koreksi waktu tunda dan fasa. Akibat
prinsip kerjanya yang berada dalam proses digital, maka sinyal keluaran dari penguat
kelas T lebih tahan terhadap noise sehingga gelombang keluarannya menjadi lebih
jernih.
4) Perbedaan antara masing-masing penguat antara lain:
a. Posisi titik kerja (Q-point)
b. Perioda tegangan output dikuatkan
c. Efisiensi daya
d. Gain tegangan
e. Gain arus