Unimed Nondegree 22823 10 Bab II
Transcript of Unimed Nondegree 22823 10 Bab II
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Permukiman
2.1.1 Konsep Permukiman
Pengertian dasar permukiman dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011
adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Menurut Koestoer (1995) batasan permukiman adalah terkait erat dengan konsep
lingkungan hidup dan penataan ruang. Permukiman adalah area tanah yang
digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan merupakan bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasaan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan. Parwata (2004) menyatakan bahwa permukiman adalah suatu tempat
bermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu
tujuan yang jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya.
Permukiman (Settlement) merupakan suatu proses seseorang mencapai dan menetap
pada suatu daerah (Van der Zee 1986). Kegunaan dari sebuah permukiman adalah
tidak hanya untuk menyediakan tempat tinggal dan melindungi tempat bekerja tetapi
juga menyediakan fasilitas untuk pelayanan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.
Menurut Parwata (2004) permukiman terdiri dari: (1) isi, yaitu manusia
sendiri maupun masyarakat; dan (2) wadah, yaitu fisik hunian yang terdiri dari alam
dan elemen-elemen buatan manusia. Dua elemen permukiman tersebut, selanjutnya
6
dapat dibagi ke dalam lima elemen yaitu: (1) alam yang meliputi: topografi, geologi,
tanah, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan iklim; (2) manusia yang meliputi:
kebutuhan biologi (ruang,udara, temperatur, dsb), perasaan dan persepsi, kebutuhan
emosional, dan nilai moral; (3) masyarakat yang meliputi: kepadatan dan komposisi
penduduk, kelompok sosial, kebudayaan, pengembangan ekonomi, pendidikan,
hukum dan administrasi; (4) fisik bangunan yang meliputi: rumah, pelayanan
masyarakat (sekolah, rumah sakit, dsb), fasilitas rekreasi, pusat perbelanjaan dan
pemerintahan, industri, kesehatan, hukum dan administrasi; dan (5) jaringan (net
work) yang meliputi: sistem jaringan air bersih, sistem jaringan listrik, sistem
transportasi, sistem komunikasi, sistem manajemen kepemilikan, drainase dan air
kotor, dan tata letak fisik.
2.1.2 Bentuk-bentuk Permukiman
Sebuah permukiman terbentuk dari komponen-komponen dasar yaitu: (1)
rumah-rumah dan tanah beserta rumah; (2) tanah kapling rumah dan ruang tanah
beserta rumah; dan (3) tapak rumah dan perkarangan rumah (Gambar 2.1).
Perkarangan rumah atau tempat-tempat rumah biasanya disusun dalam kelompok-
kelompok yang homogen dalam segi bentuk, fungsi, ukuran, asal mula dan susunan
spasial. Dua atau lebih kelompok-kelompok dapat membentuk sebuah komplek.
Bentuk dari permukiman dinyatakan dalam bentuk tempat dan bentuk perencanaan
tanah. Perencanaan tanah dibentuk oleh kelompok-kelompok dan komplek-komplek
dari tempat rumah dan perkarangan rumah.
7
Rumah Tanah dan Rumah
a.Tanah kapling rumah b.Rumah dan struktur c.Perkarangan
atau perkarangan lainya rumah
Gambar 2.1 Komponen-komponen rumah atau perkarangan rumah.
(Sumber : Van Deer Zee 1986)
Perkarangan rumah atau tempat-tempat rumah biasanya disusun dalam
kelompok-kelompok yang homogen dalam segi bentuk, fungsi, ukuran, asal mula dan
susunan spasial. Dua atau lebih kelompok-kelompok dapat membentuk sebuah komplek
(Gambar 2.2). Bentuk dari permukiman dinyatakan dalam bentuk tempat dan bentuk
perencanaan tanah. Perencanaan tanah dibentuk oleh kelompok-kelompok dan
komplek-komplek dari tempat rumah dan perkarangan rumah.
a.Rumah-rumah tunggal b.Kelompok-kelompok c.Komplek rumah-rumah
dan perkarangan rumah rumah dan perkarangan dan perkarangan rumah
rumah
Gambar 2.2 Kelompok-kelompok dan komplek dari rumah-rumah atau
perkarangan rumah. (Sumber: Van der zee 1986)
Kebun
Kapling rumah
atau ruang
perkarangan
Kebun
8
2.1.3 Pola Penyebaran Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Pola penyebaran pembangunan perumahan dan permukiman di wilayah desa
kota menurut Koestoer (1995), pembentukannya berakar dari pola campuran antara
ciri perkotaan dan perdesaan. Ada perbedaan mendasar pola pembangunan
permukiman di perkotaan dan perdesaan. Wilayah permukiman di perkotaan sering
disebut sebagai daerah perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya
sebagian besar rumah menghadap secara teratur ke arah kerangka jalan yang ada dan
sebagian besar terdiri dari bangunan permanen, berdinding tembok dan dilengkapi
dengan penerangan listrik. Kerangka jalannya pun ditata secara bertingkat mulai dari
jalan raya, penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal.
Karakteristik kawasan permukiman penduduk perdesaan ditandai terutama
oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Pola permukimannya cenderung
berkelompok membentuk perkampungan yang letaknya tidak jauh dari sumber air,
misalnya sungai. Pola permukiman perdesaan masih sangat tradisional banyak
mengikuti pola bentuk sungai, karena sungai disamping sebagai sumber kehidupan
sehari-hari juga berfungsi sebagai jalur transportasi antar wilayah.
Perumahan di tepi kota (desa dekat dengan kota) membentuk pola yang
spesifik di wilayah desa kota. Pada saat pengaruh perumahan kota menjangkau
wilayah ini, pola permukiman cenderung lebih teratur dari pola sebelumnya.
Selanjutnya pembangunan jalan di wilayah perbatasan kota banyak mempengaruhi
perubahan pola penggunaan lahan dan pada gilirannya permukiman perdesaan
berubah menjadi pola campuran. Ada bagian kelompok perumahan yang tertata baik
menurut kerangka jalan baru yang terbentuk, tetapi dibagian lain masih ada pula
9
yang tetap berpola seperti sediakala yang tidak teratur dengan bangunan semi
permanen.
2.2 Pekarangan
Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar
rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis
tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan
rumah yang bersangkutan. Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah
meliputi hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika.
Hasil penelitian pekarangan yang dilakukan Arifin, Sakamoto & Chiba (1998)
menunjukkan bahwa semakin ke hilir rataan area RTH pekarangan dan penutupan
kanopi tanaman semakin luas. Rataan jumlah species tanaman per pekarangan pun
semakin besar. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan keragaman vertikal
didasarkan pada kehadiran stratifikasi tanaman mulai dari rerumputan, herba, semak,
perdu, liana dan pohon tinggi. Selanjutnya hasil penelitian Arifin (1998)
menunjukkan strata tanaman yang tumbuh dipekarangan meliputi 5 klas, yaitu starta
I (< 1m), starta II (1-2m), strata III (2-5m), strata IV (5-10m) dan strata V (>10m).
Kombinasi antara tanaman tahunan dan semusim, antara tegakan pohon dan cash-
crops tersebut dipraktekkan secara tumpangsari pada satu unit lahan (Arifin, 1998).
Perubahan iklim mikro, antara lain suhu yang semakin sejuk di tengah dan hulu
menyebabkan berkurangnya tegakan pohon tinggi dibandingkan dengan hilir (Arifin,
Sakamoto & Chiba, 1998). Dilihat dari keberadaan tanaman (keragaman horizontal
dan vertikal) dan didasarkan pada kajian ekologis pekarangan di 120 contoh
10
pekarangan di Deli dan Bogor diperoleh luas area minimum secara kritis (the critical
minimum size) lahan pekarangan adalah 100 m2 (Arifin, 1998).
Praktek agroforestri di pekarangan, kebun campuran dan talun tidak hanya
menghasilkan dari tumpangsari tanaman saja, tetapi juga hasil ternak serta ikan
kolam. Hasil tersebut memberi kontribusi 27% tambahan pendapatan dihitung dari
ketersediaan bahan pangan baik skala subsisten maupun ekonomis (Arifin, 2000).
2.3 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai (DAS) adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh
pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan
yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah
topografi adalah punggung bukit dan pemisah bawah berupa batuan (Manan 1983).
Sheng (1968) mendefinisikan DAS sebagai suatu kawasan yang mengalirkan air
yang jatuh di atasnya ke dalam suatu sistem aliran sungai yang mengalir dari hulu
menuju ke muara atau tempat-tempat tertentu. Tempat tertentu tersebut antara lain
dapat berupa danau atau lautan. Oleh karena itu batas ekosistem suatu DAS dapat
ditentukan berdasarkan perilaku dari aliran airnya. Kawasan tersebut dipisahkan
dengan kawasan lainnya oleh pemisah topografi. Di Amerika Serikat daerah
bersistem sungai-sungai biasa disebut “watershed” sedangkan di Inggris disebut
“cathchment areas of river basin”. Dalam istilah pembangunan biasanya disebut
river basin development apabila berkaitan dengan pembangunan bendungan dan
sistem irigasi, dan watershed apabila berkaitan dengan pembangunan yang berkaitan
11
dengan penatagunaan tanah, perlindungan terhadap erosi dan pengelolaan bentang
alam (Haeruman 2002).
2.4 Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat)
1. Kebutuhan Minimal Masa (penampilan) dan Ruang (luar-dalam)
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di
dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja,
duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian,
kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata
langit-langit adalah 2.80 m, contoh kebutuhan luas minimum untuk rumah
sederhana sehat adalah 27 m2 (Tabel 2.1)
Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat,
dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum
ruangan pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa ketentuan
sebagai berikut:
a. Kebutuhan luas per jiwa
b. Kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK)
c. Kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK)
d. Butuhan luas lahan per unit bangunan
12
Luas (m²) untuk 3 jiwa Luas (m²) untuk 4 jiwa
Lahan Lahan
Standar per jiwa
(m²)
Unit Minimal Efektif Ideal Unit Minimal Efektif Ideal
(ambang batas)
7,2 21,6 60,0 72 - 90 200 28,8 60,0 72 - 90 200
(Indonesia)
9,0 27 60,0 72 - 90 200 36 60,0 72 - 90 200
(internasional)
12,0 36 60,0 ---- ---- 48 60,0 ---- ----
Tabel 2.1 Kebutuhan luas minimum bangunan dan lahan
untuk rumah sederhana sehat (Rs sehat)
(Sumber : Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat)
2. Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan
Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan
kenyamanan dipengaruhi oleh 3 (tiga) aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta
suhu udara dan kelembaban dalam ruangan. Aspek-aspek tersebut merupakan dasar
atau kaidah perencanaan rumah sehat dan nyaman.
a. Pencahayaan
Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai
pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah
penggunaan terang langit, dengan ketentuan sebagai berikut:cuaca dalam keadaan
cerah dan tidak berawan, ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya,
ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara merata.
b. Penghawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang
hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada
bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan
13
terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara
secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang
pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi. Agar diperoleh kesegaran udara
dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan
memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan
sebagai berikut: (1) Lubang penghawaan minimal 5 % (lima persen) dari luas lantai
ruangan; (2) Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang keluar;
(3) Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau kamar mandi/WC.
c. Suhu udara dan kelembaban
Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan
disekitarnya. Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan ruangan
kegiatan dalam bangunan seperti: ruangan keluarga, tidur, tamu dan kerja. Suhu
udara dan kelembaban rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara
dankelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu
udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan
pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan
terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam
ruangan. Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan
penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu memperhatikan: (1) keseimbangan
penghawaan antara volume udara yang masuk dan keluar; (2) Pencahayaan yang
cukup pada ruangan dengan perabotan yang tidak bergerak; (3) Menghindari
perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan.
14
3. Kebutuhan Minimal Keamanan dan Keselamatan
Pada dasarnya bagian-bagian struktur pokok untuk bangunan rumah tinggal
sederhana adalah: pondasi, dinding (dan kerangka bangunan), atap serta lantai.
Sedangkan bagian-bagian lain seperti langit-langit, talang dan sebagainya
merupakan estetika struktur bangunan saja.
Perumahan sehat harus memenuhi syarat kesehatan lingkungan, ketertiban,
keserasian lingkungan, prasarana dan sarana. Persyaratan tersebut di antaranya:
1) Memenuhi segi kesehatan lingkungan artinya komponen-komponen perumahan
yang mempengaruhi kesehatan masyarakat hendaknya dilengkapi sesuai dengan
kebutuhan, seperti: (1) penyediaan prasarana lingkungan; (2) penyediaan
fasilitas lingkungan; (3) pengamanan lingkungan terhadap pencemaran.
2) Memenuhi segi ketertiban perumahan akan berada pada kondisi aman dan tertib,
apabila: (1) mematuhi peraturan tata letak bangunan dan perumahan agar
terhindar dari berbagai bencana seperti kebakaran dan longsor; dan (2)
dilengkapi dengan penerangan jalan yang cukup dan warga bertanggungjawab
terhadap pemeliharaannya.
3) Memperhatikan keserasian lingkungan
Untuk dapat tinggal dengan aman dan nyaman dalam suatu perumahan, perlu
diusahakan hal-hal sebagai berikut: (1) melestarikan pohon pelindung dan taman
untuk menguatkan tanah dan penyimpanan air dan penyegaran udara serta
memberikan pemandangan indah; (2) memberi penerangan alami dan buatan
yang mencukupi; (3) mengatur tata letak perumahan sehingga cukup serasi; (4)
cukup jauh jaraknya dengan komplek industri yang mengeluarkan banyak asap
15
kotor dan mengandung racun atau debu atau dapat menyakibatkan pencemaran
udara atau air dan tanah; dan (5) cukup jauh dari tempat-tempat yang dapat
mengganggu kesehatan, kesejahteraan dan moral masyarakat.
4) Terpenuhi prasarana lingkungan yang lengkap sesuai dengan jumlah dan
kebutuhan penduduknya: (1) jaringan jalan dan jembatan; (2) system pemberian
air minum atau air bersih; (3) jaringan listrik; (4) jaringan telepon; (5) sitem
pembuangan air hujan (saluran terbuka atau tertutup dan air kotor atau limbah
rumah tangga); dan (6) sistem pengangkutan dan pembuangan sampah dan
kotoran lainnya.
2.5 Elemen Standar Tata Ruang Rumah
Kendala keterjangkauan masyarakat terhadap Rumah Sederhana Sehat (Rs
Sehat), telah diupayakan menyiasati kondisi tersebut melalui satu rancangan rumah
antara yaitu RIT (Rumah Inti Tumbuh) sebagai rumah cikal bakal Rumah
Sederhana Sehat. Rancangan RIT memenuhi tuntutan kebutuhan paling mendasar
dari penghuni untuk mengembangkan rumahnya, dalam upaya peningkatan kualitas
kenyamanan, dan kesehatan penghuni dalam melakukan kegiatan hidup sehari-hari,
dengan ruang-ruang yang perlu disediakan sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. 1 ruang tidur yang memenuhi persyaratan keamanan dengan bagian- bagiannya
tertutup oleh dinding dan atap serta memiliki pencahayaan yang cukup
berdasarkan perhitungan serta ventilasi cukup dan terlindung dari cuaca. Bagian
ini merupakan ruang yang utuh sesuai dengan fungsi utamannya.
16
b. Satu ruang serbaguna merupakan ruang kelengkapan rumah dimana didalamnya
dilakukan interaksi antara keluarga dan dapat melakukan aktivitas-aktivitas
lainnya. Ruang ini terbentuk dari kolom, lantai dan atap, tanpa dinding sehingga
merupakan ruang terbuka namun masih memenuhi persyaratan minimal untuk
menjalankan fungsi awal dalam sebuah rumah sebelum dikembangkan.
c. Satu kamar mandi/kakus/cuci merupakan dari bagian ruang servis yang sangat
menentukan apakah rumah tersebut dapat berfungsi atau tidak, khususnya untuk
kegiatan mandi kakus atau cuci.
Ketiga ruang tersebut diatas merupakan ruang-ruang minimal yang harus
dipenuhi sebagai standar minimal dalam pemenuhan kebutuhan dasar, selain itu
sebagai cikal bakal rumah sederhana sehat. Konsepsi cikal bakal alam hal ini
diwujudkan sebagai suatu Rumah Inti yang dapat tumbuh menjadi rumah sempurna
yang memenuhi standar kenyamanan, kemanan, serta kesehatan penghuni, sehingga
menjadi rumah sederhana sehat.
2.6 Konsep Permukiman Sehat Berwawasan Lingkungan (SEBERLING) di Zona
Hilir DAS Deli
Permukiman SEBERLING di zona hilir DAS Deli yang menempati lahan
pada kelas kesesuaian lahan sangat sesuai memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Pola permukiman di zona hilir DAS memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
Ukuran permukiman sedang atau jumlah penduduk kurang dari 2000 jumlah
jiwa ; (2) Kepadatan bangunan jarang dalam arti pekarangan rumah bersentuhan
tetapi letak rumah tidak bersentuhan; (3) Tipe permukiman memiliki tipe linear
17
b. Bangunan rumah memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) jenis konstruksi
rumah yang banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat (89.3%) adalah
rumah permanen; (2) rumah memiliki lubang sirkulasi udara minimum sebesar
0.35% dari luas lantai dan lubang cahaya sebesar 10% dari luas lantai; ( 3)
rumah melebihi ukuran kebutuhan ruang minimum perorang sebesar 9 m2; (4)
luas lantai rumah didominasi oleh rumah dengan luas lantai 35-110 m2; (5) pola
pemanfaatan pekarangan masyarakat yang tinggal di zona hilir DAS Deli
sebagian besar (53.3%) memanfaatkan pekarangan untuk menanam dan hanya
sebagian kecil (11.1%) yang memanfaatkan pekarangan untuk beternak.
c. Permukiman harus memiliki sarana pengelolaan lingkungan yang meliputi: (1)
air bersih di lingkungan permukiman cukup tersedia dan memenuhi kebutuhan
penghuni. Sumber air bersih berasal dari mata air atau sumur gali; (2)
pengelolaan sampah pada skala kampung; (3) sarana MCK yang dilengkapi
dengan unit pengolahan limbah sederhana berupa septiktank dan bak resapan air;
(4) saluran drainase tertutup.
Aspek sosial dari permukiman SEBERLING adalah berupa kelembagaan
masyarakat dalam mengelola lingkungan di wilayah DAS Kelembagaan komunitas
dibangun berdasarkan kondisi masyarakat yang tinggal di wilayah DAS.
Kelembagaan bisa bersifat formal atau informal tergantung pada kebutuhan dan
ruang lingkupnya. Kelembagaan ini berada pada setiap unit permukiman terkecil
yaitu kampung untuk masing-masing zona DAS. Lembaga ini yang akan
merencanakan pembangunan fasilitas umum dan sosial dilingkungan permukiman
yang bertumpu pada karakter dari masing-masing wilayahnya, sehingga lembaga ini
18
dapat menjadi sarana dalam mengimplementasikan aturan pembangunan yang
berbasis DAS. Selain itu lembaga ini salah satu fungsinya adalah mengelola dana
subsidi keberlanjutan (SKL).
Aspek ekonomi dari permukiman SEBERLING adalah berupa subsidi
keberlanjutan yaitu pemanfaatan dan pengelolaan dana kompensasi dalam
penggunaan lahan. Subsidi Keberlanjutan (SKL) merupakan dana kompensasi
pemanfaatan lahan untuk permukiman dari masyarakat yang berada pada satu DAS.
Secara ekosistem zona DAS memiliki keterkaitan secara biofisik sehingga segala
bentuk pengelolaan permukiman pada satu zona akan berpengaruh pada zona
lainnya.
Perilaku pengelolaan dan pemanfaatan lahan untuk permukiman perlu
diberikan kompensasi. Bentuk kompensasi pengelolaan dapat didasarkan pada
prinsip user pays principle atau polluter pays principle. Melalui kedua prinsip
tersebut diharapkan keterkaitan zona hulu, tengah, dan hilir menjadi satu kesatuan
perilaku yang saling menjaga, memelihara, dan melestarikan fungsi DAS. Perilaku
pengelolaan lingkungan permukiman yang positif di zona hulu akan didukung oleh
zona tengah dan hilir, begitu juga sebaliknya.
Hasil penelitian lain tentang permukiman yang telah dilakukan diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan Kobayashi (2004) yang mengembangkan model
bentuk permukiman perkotaan dengan melihat tingkat perkembangan jenis
bangunan, tahun pembangunan, luas lantai, jenis struktur dan bahan bangunan untuk
menganalisis tingkat emisi yang ditimbulkan dengan menggunakan formula Life-
Cycle-Emission. Hasil penelitian ini memperoleh suatu model permukiman
19
perkotaaan yang dibangun berdasarkan kesepakatan antara masyarakat dan pihak-
pihak terkait tentang pola bentuk permukiman.
Yu Zhou (2004) melakukan penelitian untuk melihat tingkat perkembangan
permukiman dari tahun 1990 – 2000 di empat kota di China yaitu: Beijing, Tianjin,
Shanghai, dan Chongqing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
perkembangan pesat baik secara fisik (kondisi permukiman, fasilitas, ukuran rumah)
maupun sosial (tata aturan penghunian).
Data yang dikumpulkan berupa data kependudukan (jumlah penduduk dalam
kampung, dan jumlah penghuni dalam rumah tangga), spesifikasi konstruksi
bangunan rumah (jenis kontruksi bangunan, elemen ruang, luas bangunan, dan
bahan bangunan), prasarana dan sarana lingkungan permukiman, ukuran
permukiman diukur berdasarkan jumlah rumah dan penduduk, kepadatan bangunan
rumah diukur berdasarkan jarak antara rumah-rumah, tipe permukiman dilihat dari
susunan tata letak bangunan, dan jumlah permukiman. Data ukuran, tingkat
kepadatan, dan tipe permukiman akan dianalisis berdasarkan kriteria dari masing-
masing sub variabel pada aspek bentuk permukiman. Kriteria untuk aspek bentuk
permukiman seperti tercantum pada Tabel 2.2
20
Tabel 2.2 Kriteria pada masing-masing subvariabel bentuk permukiman
No Subvariabel dari masing-masing
bentuk permukiman
Kriteria
1 Ukuran Permukiman
Permukiman tunggal Satu rumah
Permukiman kecil 2-20 rumah
Permukiman kecil-sedang Sampai dengan 500 penduduk
Permukiman sedang Sampai dengan 2000 penduduk
Permukiman besar 2000 – 5000 penduduk
Permukiman sangat besar Lebih dari 5000 penduduk
2 Kepadatan Bangunan
Sangat jarang Pekarangan rumah berjauhan
Jarang Pekarangan rumah bersentuhan tetapi letak rumah tidak bersentuhan
Padat Jarak antar rumah kecil (0.5-1 m)
Sangat padat Rumah kurang lebih menutupi jalan (lebar
jalan 0.5-1 m),dinding rumah bersentuhan
satu sama lain
Padat kompak Tidak ada ruang terbuka dalam satu blok
bangunan
3 Tipe Permukiman
Tipe Plaza Posisi rumah diatur mengelilingi sebuah
ruang bersama
Tipe Linear Posisi rumah berjajar linear
Tipe Streetplan Rumah diatur dalam posisi beraturan atau direncanakan dalam satu wilayah
(Sumber : Van Der Zee 1986)