Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 ...eprints.uniska-bjm.ac.id/213/1/3. BUKTI....

131

Transcript of Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 ...eprints.uniska-bjm.ac.id/213/1/3. BUKTI....

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

    Lingkup Hak Cipta Pasal 1 Angka 1 Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif

    setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan

    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 1 Angka 4 Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari

    pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

    Ketentuan Pidana Pasal 113

    (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk

    Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp

    100.000.000 (seratus juta rupiah).

    (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi

    Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial

    dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

    rupiah).

    (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi

    Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial

    dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ a tau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (satu miliar

    rupiah).

    (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan

    pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

  • PARADIGMA KESEHATAN DALAM ISLAM DI ERA MELLENIAL

    Khairul Anam

  • PARADIGMA KESEHATAN DALAM ISLAM DI ERA MELLENIAL

    Penulis:Khairul Anam

    Penyunting:Haikal Kharisepta

    Penata Letak:Wahyu Septrianto

    Perwajahan Sampul:Haikal Kharisepta

    Cetakan I, Oktober 2019Hak Cipta dilindungi undang-undang.

    All Rights Reserved.123 + x hlm. ; 16 cm x 21 cm

    ISBN: 978-602-52885-2-4

    Diterbitkan oleh:Barko Group

    Pondok Pesantren Darul HikmahDusun Blebakan Desa Nglumpang Kec. Mlarak

    Kab. Ponorogo Jawa Timur, 63472Telp. (+62) 85645805058 / (+62) 81336988757

    Email: [email protected]

  • v Khairul Anam

    KATA PENGANTAR

    Bersyukur kepada Allah atas karunia nikmatnya, marilah kita bershalawat kepada Nabinya. “Paradigma Kesehatan dalam ajaran islam di era Melineal”, sedikit menggambarkan kehidupan di era kehidupan Global yang penuh tantangan dan ujian keimanan, tentu kita menghadapinya memerlukan Amunisi yang cukup dan harus dipersiapkan, agar menjadi Insan yang sehat, tidak sekedar jasmani akan tetapi Rohani dan jasmani, sehat adalah merupakan dambaan semua orang, berbadan sehat, berfikir sehat, berperasangka yang baik kepada orang lain dll.

    Akan tetapi ada sesuatu yang tak kalah penting bahwa pribadi yang sehat itu adalah mereka yang mafhum dalam kaidah ajaran agamanya dan mengamalkannya. Karena dalam ajaran islam lebih menekankan pada sebab – sebab yang dapat menimbulkan terjadinya effect buruk dan baik terbuka lebar untuk memilah dan memilih, akan tetapi jangan salah pilihan, sehingga manusia harus menggunakan akal sehatnya, mau sehat atau tidak, kalau mau sehat ikutilah petunjuk Allah dan Rasulnya.

    Bagaimana cara untuk mengendalikannya di usia muda mellineal apapun sebutannya, kita harus tahu bahwa di usia inilah sangat rentan dengan gangguan.

    Pribadi yang bermental sehat itu adalah pribadi yang menampilkan perilaku yang baik dan bisa diterima oleh masyarakat.

    Manusia hanyalah berkarya, berinovasi, berkreatifitas, berprestasi, segala sesuatunya milik Allah dan Allah yang maha menentukan.

  • vi Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    Ucapan terima kasih untuk keluarga, anak, dan istri H. Istiqomah, ananda Haikal dan ananda Miqdad, yang selalu membantu do’a, dan spirit untuk penyelesaian buku ini semoga Allah senantiasa melimpahkan nikmat dan hidayahnya kepada kita semua. Amin

    Penulis

    Khairul Anam

  • vii Khairul Anam

    Daftar Isi

    Kata Pengantar ............................................................ vDaftar Isi ..................................................................... vii

    BAB 1A. Latar Belakang ...................................................... 1

    BAB 2A. PENGERTIAN AGAMA ISLAM

    1. Sehat dalam Islam .................................................... 62. Kesehatan Jasmani ................................................... 83. Kesehatan Rohani ..................................................... 94. Kesehatan Sosial ...................................................... 10

    B. PENGERTIAN SEHAT1. Beberapa Pengertian Kesehatan Dalam Berbagai Disiplin Ilmu ............................................................ 112. Tokoh-Tokoh Muslim Dalam bidang Ilmu Kesehatan ................................................................. 123. Cara Menjaga Kesehatan Dalam Konteks Islam ..... 14

    C. FAKTOR SPRITUAL PEMBINAAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN1. Pendahuluan.............................................................. 182. Perkembangan Pemahaman ...................................... 193. Bagaimana Spiritualitas dan Agama Pengaruh Kesehatan? ................................................................ 20

  • viii Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    4. Konseptualisasi Spiritualitas dan Agama dan Pertimbangan Metodologi ........................................ 215. Konsep Spiritualitas Dalam Al-Qur’an .................... 226. Tinjauan Kesehatan .................................................. 257. Kesehatan Masyarakat .............................................. 268. Individu yang Sehat Mental ...................................... 319. Ruang Lingkup Kesehatan Mental ............................ 3210.Manusia Dalam Pandangan Al-Qur’an ..................... 3311. Inner Power Manusia untuk Kesehatan Masyarakat 4712. Kesehatan Dalam Islam ........................................... 62

    D. PENGERTIAN MILENIAL ........................................... 65E. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM

    1. Faktor Internal ............................................................ 712. Faktor Eksternal ......................................................... 74

    F. TUJUAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM1. Membentuk Kepribadian Islam .................................. 772. Menguasai Tsaqafah Islam ......................................... 783. Menguasai Ilmu Kehidupan (Sains Teknologi dan Keahlian ......................................................................... 79

    G. SUMBER ILMU AGAMA ISLAM ............................... 82H. FUNGSI AGAMA DALAM MASYARAKAT

    1. Fungsi Edukatif (Pendidikan) .................................... 882. Fungsi Penyelamat .................................................... 883. Fungsi Perdamaian .................................................... 894. Fungsi Kontrol Sosial ................................................ 895. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas ............................. 89

  • ix Khairul Anam

    6. Fungsi Pembaharuan .................................................. 907. Fungsi Kreatif ............................................................ 908. Fungsi Sublimatif (Bersifat Perubahan Emosi) .......... 90

    I. METODE MENGAJAR TERBAIK PADA ANAK MILENIAL .......................................................................... 90J. BAHAYA DARI KURANGNYA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEJAK DINI .......................................... 92

    BAB 3A. TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA MILENIAL ......................................................................... 95B. STRATEGI DAN UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN DI ERA MILENIAL ................................... 99

    BAB 4A. PENDIDIKAN GENERASI MILENIAL ..................... 103B. SOLUSI TERBAIK UNTUK PENDIDIKAN ISLAM ERA MILENIAL ................................................................. 104

    BAB 5A. BERBAGAI ISU KONTEMPORER TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

    1. Politik Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia .................................................................... 1072. Kurangnya Jam Pelajaran Agama di Sekolah ............ 1083. Quantum Teaching Dalam Perspektif Pendidikan

  • x Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    Islam ............................................................................... 1094. Peran Pendidikan Islam Dalam MenumbuhkanKecerdasan Sosial .......................................................... 111

    B. TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA MILENIAL .......................................................................... 114C. PERANAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI ............................... 115D. PROSES MEMBENTENGI DIRI DENGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI ERA MILENIAL ..... 117E. MENGAPLIKASIKAN PENDIDIKAN ISLAM DI KEHIDUPAN SEHARI-HARI ....................................... 120

    DAFTAR PUSTAKA

  • 1 Khairul Anam

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANGDi era teknologi semakin canggih dan berkembang pesat terutama

    pada bidang komunikasi. Dapat kita lihat di sekeliling kita, orang-orang dapat dengan mudah berkomunikasi dengan orang lain mulai dari yang jaraknya dekat sampai yang jauh bahkan dapat berkomunikasi kepada orang yang belum pernah bertemu sebelumnya di dunia nyata. Saat ini mayoritas masyarakat di berbagai belahan dunia dapat dengan mudah berbagi informasi, menyebarkannya dan mengirimkannya kepada siapapun, kapanpun dan dimanapun. Kemudahan teknologi di bidang komunikasi ini juga sangat berpengaruh dalam memudahkan orang-orang memahami dan mengenali budaya-budaya di luar kebiasaan mereka dari luar negeri atau daerah tempat mereka tinggal.

    Negara A dan negara B tentu saja memiliki kebudayaan dan kebiasaan hidup yang berbeda. Tidak perlu jauh-jauh, di Indonesia saja banyak sekali perbedaan yang ada dalam setiap daerahnya. Dengan banyaknya perbedaan itu, masyarakat, dalam buku PARADIGMA KESEHATAN DALAM ISLAM DI ERA MELLENIAL tertuju secara khusus kepada yang beragama Islam, haruslah bijak sesuai dengan ajaran agamanya dalam kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan yang mana yang sesuai untuk diterapkan berdasarkan ajaran agama Islam.

    Gaya hidup mewah dan modis dan hedonis merupakan sesuatu yang

  • 2 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    sebagian orang banyak mengejarnya pada zaman sekarang. Ditambah lagi, rasa ingin menunjukkan eksistensi diri dan mencapai kepopuleran yang sangat kuat membuat orang-orang berlomba-lomba mengikuti gaya hidup orang barat yang dianggap memiliki style yang sangat luar biasa memukau serta memiliki level yang tinggi dalam kehidupan. Ditambah lagi, secara fisik, mayoritas orang barat memiliki kualitas diri yang baik menurut kebanyakan orang. Perawakan tinggi, wajah rupawan, badan yang ideal, kulit yang terang, hidung yang terlampau mancung, senyuman yang menawan, otak yang dianggap jenius karena dapat menciptakan berbagai macam teknologi dan banyak hal lain yang membuat orang-orang berpikir bahwa mereka patut untuk dicontoh. Jika bisa sama seperti mereka walaupun hanya mengikuti dari cara berpakaian sampai dengan cara menjalani hidup, orang-orang merasa bangga. Senada dengan yang telah disampaikan tadi, mayoritas masyarakat dunia mulai mengikuti gaya mereka dalam berbagai hal seperti cara berbicara, berteman, dan hal lainnya. Negara barat sudah seperti trend-setter segala aspek di seluruh dunia. Apapun yang mereka pakai, apapun yang mereka lakukan, bagaimana mereka berbisnis, bagaimana mereka menjalani hidup dan berbagai hal lainnya pasti akan dianggap luar biasa di mata dunia karena keberhasilan yang mereka dapat. Kemudian, hal itu diterapkan setiap orang demi meningkatkan kualitas diri dan hidupnya agar dianggap ‘keren’ dan bisa mencapai kesuksesan dunia seperti halnya persepsi orang-orang terhadap mayoritas orang barat. Bahkan orang-orang juga melakukan hal-hal negatif agar terlihat ‘keren’ seperti orang-orang barat tersebut. Orang-orang tidak malu lagi atau sudah putus urat malunya untuk melakukan

  • 3 Khairul Anam

    sesuatu yang negatif dan melanggar moral karena hal negatif tersebut dianggap tidak biasa, berbeda, dan kemudian dianggap lumrah serta ‘keren’ untuk dilakukan pada zaman ini. Memang ada sebagian hal yang baik untuk dicontoh dari mereka, tetapi tidak semuanya. Sayangnya, sebagian masyarakat juga melakukan kegiatan buruk dan perbuatan maksiat yang tidak sesuai dengan ajaran moral dan didikan nenek moyang bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan ajaran agama Islam bahkan sampai melanggar hukum yang ada dalam agama Islam.

    Buruknya lagi, terkadang mereka mencontoh sesuatu tanpa mengetahui akibat dan asal-muasalnya. Mereka tidak peduli hal itu baik atau buruk menurut agama, yang penting bisa sama seperti orang barat dan tampil beda, Mereka merasa mendapatkan perhatian manusia jauh lebih penting daripada mendapat perhatian Penciptanya. Aneh, tapi begitulah kenyataan yang kita hadapi saat ini. Manusia lebih takut jika dijauhi manusia lain daripada dijauhi Sang Pencipta. Jika tidak percaya, kalian bisa amati di sekitar kalian. Maka dari itu, tulisan ini disusun agar orang-orang terutama masyarakat Indonesia yang patuh pada Pancasila dan mempercayai Tuhan Yang Maha Esa, dalam agama Islam yaitu Allah SWT, Tuhan semesta alam, sadar mengenai dampak negatif era millenial yang kebarat-baratan dan dapat meningkatkan keteguhan hatinya dengan membentengi diri dengan pengetahuan sebanyak mungkin mengenai pendidikan formal dan pendidikan agama terutama pendidikan agama Islam. Dengan memahami pentingnya pendidikan agama Islam di era milenial, setiap orang akan lebih waspada, memiliki alasan kuat sebelum melakukan sesuatu dan dapat menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupannya serta tetap berpegang teguh kepada ajaran tersebut sehingga mampu untuk melawan dan membentengi diri dari pengaruh buruk Ghazwul fikri dan globalisasi pada era milenial.

  • 4 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

  • 5 Khairul Anam

    BAB 2

    PENTINGNYA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    DI ERA MILENIAL

    A. PENGERTIAN AGAMA ISLAMAgama adalah peraturan, pedoman, ajaran, atau sistem yang

    mengatur tentang keyakinan, keimanan atau kepercayaan.Islam adalah agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul utusan Allah dan Allah menjadikan Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).

    Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 107:

    “Kami tidak mengutus engkau wahai Muhammad, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam semesta“

    Secara bahasa kata “Islam” berasal dari kata “sallama” yang berarti selamat, dan bentuk mashdar dari kata “aslama” yang berarti taat, patuh, tunduk dan berserah diri. Sedangkan secara istilah, Islam ialah tunduk, taat dan patuh kepada perintah Allah SWT seperti yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul utusan-Nya serta menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah ta’ala.

    Secara umum yang dimaksud dengan agama Islam ialah agama yang diridhoi Allah, yang paling benar dan sempurna serta agama yang membawa rahmat bagi semesta alam.Islam merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir

  • 6 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    pilihan-Nya.Di dalamnya terdapat aturan dan hukum yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi seluruh umat agar selamat dan bahagia di dunia sampai akhirat.

    Allah SWT berfirman:“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”

    (QS. Ali-Imran: 19)

    Jadi, agama Islam adalah agama yang benar, yang mengajarkan segala sesuatunya dengan baik dan sempurna.Ajaran Islam bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadis. Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hamba-Nya. Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka.

    Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu, tidak ada satu agama pun yang diterima oleh Allah selain Islam. Agama Islam telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang Rasul bawa ini lebih istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun dan di zaman secanggih apapun nilai islam akan tetap kokoh bersinar.

  • 7 Khairul Anam

    1. Sehat dalam IslamDalam beberapa kajian kata-kata sehat memang tidak terdapat di

    dalam al-Qur’an. Akan tetapi ini bukan berarti Islam tidak peduli dengan kesehatan. Islam lebih menekankan pada sebab-sebab yang dapat menimbulkan kesehatan, seperti perintah makan dan minum yang halal dan baik, tidak berlebih-lebihan, tidak meminum dan memakan makanan dan minuman yang memabukkan, dan sebagainya.

    Islam sangat mementingkan kesehatan umatnya seperti pada sabda Rasulullah yang artinya:

    “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi Allah dari pada mukmin yang lemah”

    (H.R Muslim)

    Dengan demikian, jelaslah ajaran Islam memandang kesehatan adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Kesehatan merupakan anugerah dan nikmat dari Allah SWT, disamping nikmat dan karunia lainnya. Kesehatan merupakan faktor penunjang aktivitas seseorang.

    Dengan berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, Islam membimbing manusia menuju hidup sehat, yaitu perilaku taqwa berupa perilaku yang ditandai dengan ketaatan kepada Allah sebagai konsep kesehatan Islami. Bagi orang Islam, karena kesehatan merupakan rahmat Allah SWT yang sangat tidak ternilai harganya. Jadi, ada suatu kewajiban untuk menjaga, memelihara, dan memperbaiki kesehatan. Islam selalu mengajarkan umatnya untuk selalu memelihara kesehatan, baik kesehatan fisik, psikis, maupun sosial guna terciptanya kebahagiaan

  • 8 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    dan kesejahteraan hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat, kembali kepada Allah dengan bergembira.

    2. Kesehatan JasmaniKesehatan jasmani atau fisik merupakan keadaan yang sangat

    penting dalam mendukung seluruh kegiatan setiap orang. Kesehatan fisik mencakup konsep sehat secara biologis dan juga keadaan dimana setiap sel dan organ berfungsi optimal dan harmonis.Bagaimana tanda fisik yang sehat: Corak kulit yang bagus dan bersih Mata bersinar Berat badan ideal Napas segar Nafsu makan yang baik Pergerakan badan yang selaras, dsb.

    Dalam ajaran Islam upaya pemeliharaan kesehatan jasmani dan fisik ini terkait dengan ajaran bersuci (thaharah) seperti penggunaan air yang bersih dan mensucikan untuk keperluan masak minum, mandi, berwudhu, dan sebagainya. Upaya pemeliharaan fisik ini juga ditunjang dengan ketentuan adanya sejumlah barang-barang yang dilarang untuk dikonsumsi. Barang-barang tersebut antara lain sejumlah minuman yang memabukkan, babi, anjing, bangkai, air susu binatang yang dagingnya tidak dimakan manusia, kecuali air susu manusia, darah, nanah, muntah.

  • 9 Khairul Anam

    3. Kesehatan RohaniBagaimana dengan Kesehatan rohani dapat diartikan sebagai

    keadaan rohani yang sehat yang dapat merespon berbagai pengalaman pada kehidupan dengan baik dan fleksible. Al-Qur’an berpendapat bahwa orang yang lemah iman dinilai orang yang memiliki penyakit di dadanya.

    Telah di ungkapkan oleh beberapa pakar ilmu jiwa, sebagian kompleks kejiwaan yang di derita orang dewasa disebabkan perlakuan yang diterimanya sebelum dewasa. Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme, oba, dan kikir disebabkan bentuk kelebihan seseorang. Sedangkan rasa takut, cemas, pesimis, rendah diri disebabkan oleh kekurangan. Penyakit rohani tersebut harus diatasi dengan merubahnya menjadi sikap yakin, optimis, penuh motivasi, rajin, berani, dermawan, tidak punya hutang, dan memiliki relasi yang kuat dan luas.

    Jiwa yang sehat disebut dalam al-Qur’an sebagai qalbun salim. Jiwa seperti inilah yang akan selamat di akhirat.

    Seperti firman Allah SWT yang artinya:“Pada hari (akhirat) harta dan anak-anak tidak berguna (tetapi yang berguna tiada lain), kecuali yang datang pada Allah dengan hati yang

    sehat”(QS. Al-Syu’ara: 88-89)

    Upaya mewujudkan yang demikian itu ditunjukkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Caranya adalah dengan senantiasa mengingat Allah, mengerjakan segala perintah-Nya.

  • 10 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    Sebagaimana dinyatakan oleh firman Allah SWT yang artinya:“Sesungguhnya dengan mengingat Allah, jiwa akan memperoleh

    ketenangan”(QS. Al-Ra’d:28)

    4. Kesehatan SosialSosial yang sehat adalah dimana sosial yang harmonis dan

    berintegrasi diantara individual, antara setiap individu dan anggota lain sosial, dan antara individual dengan dunia dimana ia hidup. Dari ayat al-Qur’an dan hadits dijumpai ajaran etika bermasyarakat antara lain tentang saling tolong menolong, saling hormat menghormati, saling menasehati, saling asah, asih, dan asuh.

    Ayat al-Qur’an tersebut antara lain, yang artinya:“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan

    dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

    Allah amatlah besar siksanya” (QS. Al-Maidah:2)

    B. PENGERTIAN SEHATDilihat dari kamus besar bahasa Indonesia kata sehat diartikan

    sebagai keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya bebas dari sakit. Kata sehat sendiri dalam penggunaannya sering dihubungkan dengan kata ‘afiat, yang akhirnya menjadi sehat wa al-‘afiat. ‘Afiat dapat diartikan sehat dan kuat.

  • 11 Khairul Anam

    1. Beberapa Pengertian Kesehatan Dalam Berbagai Disiplin Ilmu Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari

    penyakit akan tetapi meliputi seluruh aspek kebutuhan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial, dan spiritual. Sehat menurut batasan World Health Organization adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian yang paling luas. Sehat merupakan suatu

    keadaan yang dinamis di mana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya. Dalam UU No. 23,1992. Kesehatan adalah keadaan sejahtera

    dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini, maka kesehatan harus di lihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

    Tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sehat adalah menciptakan individu dan masyarakat yang sehat jasmani, rohani dan sosial sehingga umat manusia mampu, kuat menjadi umat yang pilihan yang barmanfaat pada orang lain dan alam sekitarnya.

    Dalam kajian Islam dikatakan sehat apabila memenuhi tiga unsur, yaitu kesehatan jasmani, kesehatan rohani dan kesehatan sosial. Kesehatan jasmani merupakan bentuk dari keseimbangan manusia dengan alam. Kesehatan rohani dimana ada keseimbangan dan hubungan

  • 12 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    yang baik secara spiritual antara khalik atau pencipta yang di wujudkan dari aktivitas makhluk dalam memenuhi semua perintah sang khalik. Yang terakhir adalah kesehatan sosial, dimana kesehatan yang bersifat psikologis. Dimana ada keharmonisan antara sebuah individu dengan individu yang lain maupun dengan sistem yang berlaku pada sebuah tatanan masyarakat. Bila ketiga unsur ini terpenuhi maka akan tercipta sebuah keadaan baik fisik, mental, maupun spiritual yang produktif dan sempurna untuk menjalankan aktivitas kemakhlukan.

    Islam dan seluruh ajarannya, memberikan sebuah pandangan yang tegas mengenai kesehatan. Kesehatan bukan hanya sebuah anjuran tetapi juga merupakan juga kewajiban. Semua ibadah-ibadah dalam Islam mengandung ajaran tentang pentingnya menjaga kesehatan. Karena penelitian terbaru mengungkapkan bahwa sebuah kondisi akan dikatakan sehat bila lingkungan di sekitarnya bersih. Oleh karena itu, Nabi mengatakan:

    “Kebersihan Sebagian Dari Pada Imam”

    2. Tokoh-Tokoh Muslim Dalam bidang Ilmu Kesehatan Beberapa tokoh muslim dalam ilmu kesehatan sebagai berikut:a. Hunain Ibn IshaqDilahirkan pada tahun 809 M dan meninggal pada tahun 874 M.

    Beliau ialah spesialis mata. Hasil karyanya ialah buku-buku yang membicarakan berbagai penyakit. Beliau banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.

    b. Abu Bakar Muhammad ibn Zakaria Ar-RaziBeliau dilahirkan pada tahun 866 M dan meninggal pada tahun 909

  • 13 Khairul Anam

    M. Buku karangannya tentang kedokteran dijadikan buku pegangan di Fakultas Kedokteran. Bukunya diberi nama Al-Hawi (menyeluruh). Ia yang menemukan penyakit cacar, dan membaginya menjadi cacar air (variola) dan cacar merah (rovgella), menemukan terapi tekanan darah tinggi atau hipertensi.

    c. Ibnu SinaIbnu sina, dilahirkan di Afsara (Asia tengah) pada tahun 980 H/

    1593 M dan meninggal di Isfahan pada tahun 1037 H/1650 M. Bukunya yang sangat terkenal di bidang kedokteran adalah al-Qanun Fi al-Thib, dijadikan buku pedoman kedokteran, baik di Universitas Eropa maupun Negara Islam.

    d. Abu Mawar Abdul Malik ibn Abil ‘Ala Ibn ZuhurBeliau lahir pada tahun 1091 M dan meninggal pada tahun 1162 M.

    Beliau sebagai dokter spesialis penyakit dalam atau internis. Sedangkan menurut Fu’ad Ifram al-Bustamy dalam Munjid al-Thulab, sehat adalah hilangnya penyakit, berarti pula sesuatu yang terbebas, dan selamat dari berbagai cela. Sehat dapat pula berarti segar, tidak sakit, betul, tidak salah, selamat dan terpakai. Sedangkan al-’afiyah berarti kesehatan yang sempurna.

    Menurut Prof. Dr. M. K. Tadjudin, sehat berarti keadaan fisik, mental, dan sosial secara lengkap dalam keadaan baik dan tidak terdapat penyakit atau kelemahan. Dimensi-dimensi kesehatan menyangkut dimensi fisik, mental, sosial, spiritual, emosional, filosofi, kebudayaan, pendidikan, nutrisi, dan lain sebagainya.

  • 14 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    3. Cara Menjaga Kesehatan Dalam Konteks Islam Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita mengenai kesehatan,

    tidak sedikit dari ucapannya mengandung unsur medis yang mutakhir. Dari ajaran beliau mengenai perihal orang sakit ialah:

    a. Perintah untuk berobat. Kewajiban bagi setiap muslim yang sakit untuk berobat.

    b. Setiap penyakit ada obatnya seperti:1) Karantina penyakit, Nabi bersabda “jauhkanlah dirimu sejauh satu atau dua tombak dari orang yang berpenyakit lepra.”2) Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar dalam penanggulangan berbagai penyakit infeksi yang membahayakan masyarakat. Sabda Nabi yang berbunyi “janganlah engkau masuk ke dalam suatu daerah yang sedang terjangkit wabah, dan bila dirimu berada di dalamnya janganlah pergi meninggalkannya”. 3) Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan upaya proteksi diri (ikhtiar) dari berbagai penyakit infeksi, misalnya dengan imunisasi.

    Menyembuhkan orang sakit. Kesehatan merupakan hal yang mutlak dalam menjalani aktivitas kehidupan manusia, bila tubuh manusia dalam keadaan sehat mereka bisa melakukan aktivitas ibadah (hubungan manusia dengan Tuhannya), aktivitas sosial (hubungan manusia dengan manusia), serta aktivitas dunia (hubungan manusia dengan alam).

    Oleh karena itu dibutuhkanlah metode untuk menjaga kesehatan manusia. Allah memberikan petunjuk melalui perantara Nabi dengan segala aktivitas dan ucapan Nabi yang telah di rancang sedemikian rupa untuk bisa diikuti manusia secara utuh. Beberapa bentuk menjaga

  • 15 Khairul Anam

    kesehatan antara lain:1. Kesehatan jasmaniManusia adalah makhluk yang selalu ingin memenuhi seluruh

    kebutuhannya, keinginan manusia yang tidak terbatas kadang membuat manusia menjadi rakus. Makan berlebih, pola hidup yang tidak baik, penggundulan hutan untuk bahan bangunan, eksploitasi laut yang tidak bertanggung jawab, semuanya itu akan membuat keseimbangan alam terganggu. Disadari maupun tidak, manusia merupakan bagian dari alam. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa kesehatan jasmani berhubungan dengan alam. Nabi pernah bersabda “sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu”.

    Kesehatan fisik merupakan keadaan yang sangat penting dalam mendukung aktivitas lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam perintah Allah pada manusia banyak yang berupa aktivitas fisik yang memerlukan kondisi yang prima, seperti shalat, puasa, ibadah haji dan ibadah lainnya. Ajaran Islam untuk menjaga kesehatan fisik terlihat dalam beberapa perintah Allah, seperti shalat yang mampu meregangkan otot. Karena setiap gerakan shalat seperti mempunyai kunci tubuh, sehingga sendi-sendi bisa lentur dan menyehatkan. Wudhu yang menurut penelitian bisa merangsang saraf-saraf pada daerah yang terusap air wudhu, puasa yang menyehatkan, ibadah haji yang merupakan puncak dari ibadah yang membuat tubuh kuat, karena rukun-rukunnya yang melatih kondisi stamina tubuh.

    Islam yang sangat mementingkan kesehatan jasmani dan fisik yang dilakukan dengan cara menjaga kebersihan, olahraga, menjaga asupan makanan. Dan semuanya terintegrasi dalam setiap aktivitas ibadah. Hal

  • 16 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    ini agar menjadi kebiasaan yang tidak disadari untuk umat Islam dan merupakan bentuk pendidikan dari Allah.

    2. Kesehatan rohani Seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah yang tertuang

    dalam al-Qur’an surat al-Ra’d: 28 yang berbunyi:

    “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah

    hati menjadi tentram. (Q.S. al-Ra’d: 28)

    Menurut Prof. Dr. Nasaruddin Umar M.A., Guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta mengatakan di dalam manusia ada unsur jasad (jasadiyyah), unsur nyawa, dan unsur ruh yang dalam al-Qur’an di sebut Khalqan Akhar. Seseorang baru disebut manusia jika memiliki ketiga unsur ini.

    Hubungan antara makhluk dengan Tuhannya akan berjalan baik bila sang makhluk menaati apa yang di perintahkan Allah, ciri-ciri jiwa yang sehat yang dalam al-Qur’an disebut Qalbun Salim, seperti hati yang selalu bertobat (at-taqwa), hati yang selalu menjaga dari hal-hal keduniaan (al-zuhud), hati yang selalu ada manfaatnya (al-shumi), hati yang selalu butuh pertolongan Allah (al-faqir).

    3. Kesehatan Sosial Hidup bermasyarakat dalam arti yang seluas-luasnya adalah

    salah satu naluri manusia. Menurut Aristoteles menyebutkan manusia adalah Zone Polition, yaitu manusia yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain. Oleh karena itulah dalam Islam di kenal istilah

  • 17 Khairul Anam

    Ukhuwah (persaudaraan) yang akan mendatangkan muamalah (saling menguntungkan), hal ini memungkinkan rasa persaudaraan lebih tinggi.

    Hal ini sesuai dengan Q.S. al-Hujurat ayat 13 yang menyatakan:

    “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-

    bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah

    maha mengetahui lagi maha mengenal. (Q.S. Al-Hujarat: 13)

    Menjaga kesehatan pribadi dan lingkungan dalam Islam:a. Tubuh Islam memerintahkan mandi bagi umatnya untuk

    membersihkan tubuhnya dari najis dan hadas. Dia mengajarkan kepada umatnya, mulai memotong kuku, membersihkan luas jari, mencabut bulu ketiak dan bersiwaq hingga bagaimana cara dia makan.

    b. Tangan. Nabi Muhammad SAW bersabda: “cucilah kedua tanganmu sebelum dah sesudah makan dan cucilah kedua tanganmu setelah bangun tidur. Tidak seorang pun tahu di mana tangannya berada di saat tidur.”

    c. Makanan dan Minuman. Rasulullah SAW. bersabda “tutuplah bejana air dan tempat minummu”.

    d. Rumah. “Bersihkanlah rumah dan halaman rumahmu”, sebagaimana dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan keamanan jalan.

    e. Perlindungan sumber air. Rasulullah melarang umatnya

  • 18 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    membuang kotoran di tempat-tempat sembarangan, misalnya sumur, sungai, dan pantai. Perintah-perintah Rasulullah tersebut memiliki makna bahwa kita harus menjaga kebersihan dan kesehatan agar terhindar dari berbagai infeksi saluran pencernaan.

    C. FAKTOR SPRITUAL PEMBINAAN KESEHATAN MAS-YARAKAT DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN1. Pendahuluan

    “Sejak tahun 1994, WHO secara resmi memasukkan aspek spiritual sebagai salah satu komponen dalam upaya memperoleh kesehatan. Konsep holistik kesehatan kini terdiri dari empat unsur yaitu biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.”

    Kesehatan yang optimal dapat tercapai jika terdapat keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam dalam membuat keputusan yang sehat.

    Terkait dengan itu, pemanfaatan agama telah digunakan dalam terapi di dunia kedokteran. Namun pada umumnya hanya di lakukan oleh petugas nonmedis yang tidak dibekali pemahaman tentang kedokteran dan keterampilan sebagai terapis. Sayangnya, bahkan sebagai masyarakat masih memandang sebelah mata atau negatif peran agama terhadap kesehatan jiwa. Peran agama terhadap kesehatan jiwa diperkirakan masih menimbulkan kontroversi. Untuk itu, perlu diungkapkan aspek agama dalam ruang lingkup kesehatan jiwa agar dapat dimanfaatkan sebagai salah satu modalitas terapi psikiatri secara optimal.

  • 19 Khairul Anam

    2. Perkembangan PemahamanAgama awalnya dianggap sebagai hal negatif dalam kesehatan

    jiwa. Hingga pertengahan abad 20, para tokoh kesehatan jiwa yang banyak beraliran atheis seperti Sigmund Freud turut mempengaruhi anggapan tersebut.

    Albert Ellis misalnya, menganggap bahwa pemikiran orang beragama adalah pemikiran yang tidak masuk akal dan gangguan emosi (Irrational thinking and emotional disturbance).

    Pada pertengahan abad ke-20 perkembangan bergeser kepada era fisikalistrik, yang menganggap bahwa semua semua sebab penyakit adalah akibat dari ketidak seimbangan fisik dan biologis, sehingga upaya penyembuhan gangguan jiwa difokuskan dengan cara fisik-biologis pula. Pada fase ini perkembangan pengobatan jiwa maju pesat dan juga dalam hal terapi kejang listrik. Namun demikian, kemajuan tersebut tidak dapat menyembuhkan semua diagnosis gangguan jiwa. Oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan hasil terapi gangguan jiwa terus dilakukan penyempurnaannya.

    Barulah pada awal tahun 1980 an aspek budaya, spiritual, dan keagamaan mulai mendapat perhatian dalam kedokteran jiwa. Dan sejak tahun 1994, WHO secara resmi memasukkan aspek spiritual sebagai salah satu komponen dalam upaya memperoleh kesehatan. Konsep holistik kesehatan kini terdiri dari empat unsur yaitu biolagis, psikologis, sosial, dan spiritual.

    Aspek spiritual yang mempengaruhi kesehatan jiwa dapat termasuk di dalamnya aspek agama. Mengutip hasil sebuah penelitian,orang yang mengaku beragama dan memiliki konsekuensi tinggi, maka akan

  • 20 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    memiliki keterikatan pikiran dan emosi dengan keyakinan atau agama beserta aturan-aturan yang ada di dalamnya. Agama mempunyai makna yang penting bagi manusia karena keimanan dapat berfungsi sebagai penghibur dikala suka serta sumber kekuatan batin saat manusia menghadapi kesulitan.

    3. Bagaimana Spiritualitas dan Agama Pengaruh Kesehatan?Kesulitan dalam konseptualisasi spiritualitas atau agama berasal dari

    multidimensionalitas konsep-konsep ini (Miller& Thorensen, 2003), dan meluas ke masalah bagaimana sebenarnya spiritualitas/ agama pengaruh kesehatan. Hal ini, pada gilirannya, menekankan fakta bahwa ada beberapa penafsiran tentang bagaimana spiritualitas/ pengaruh agama kesehatan dan sejumlah jalur di mana hal ini terjadi. Empat jalur tersebut paling menonjol telah diusulkan: perilaku kesehatan (melalui resep diet tertentu dan atau mengecilkan penyalahgunaan minuman beralkohol, merokok, dll, agama dapat melindungi dan mempromosikan gaya hidup sehat), dukungan sosial (orang dapat mengalami kontak sosial dengan seagama dan memiliki web hubungan sosial yang dapat membantu dan melindungi setiap kali terjadi), keadaan psikologis (orang-orang beragama dapat mengalami kesehatan mental yang lebih baik, keadaan psikologis yang lebih positif, lebih optimis dan iman, yang pada gilirannya dapat menyebabkan keadaan yang lebih baik fisik karena kurang stres) dan ‘psi’ pengaruh (hukum supranatural yang mengatur ‘energi’ saat ini tidak dipahami oleh ilmu pengetahuan tapi mungkin dimengerti di beberapa titik oleh ilmu pengetahuan). Karena kesehatan pengaruh spiritualitas/ agama melalui jalur ini, mereka

  • 21 Khairul Anam

    bertindak dengan cara yang tidak langsung pada kesehatan (Oman & Thorensen, 2002).

    Selain itu, empat penafsiran tentang bagaimana kesehatan spiritualitas / agama pengaruh telah diusulkan. Yang pertama, yang jalur apapun interpretasi, menganggap bahwa spiritualitas/ agama dapat mempengaruhi kesehatan melalui salah satu dari empat jalur yang disebutkan di atas (perilaku kesehatan, dukungan sosial, keadaan psikologis dan pengaruh psi).

    Penafsiran kedua, ‘psychobiological’ satu, menganggap bahwa spiritualitas / agama pengaruh kesehatan melalui jalur psychoneuroimmunological atau psychoneuroendocrinological luar manfaat bahwa agama memiliki melalui perilaku kesehatan dan dukungan sosial.

    Penafsiran ketiga, ‘superempirical’ atau ‘psi’ interpretasi, menganggap bahwa kesehatan pengaruh spiritualitas / agama melalui jalur super empirical, melampaui perilaku kesehatan dan keadaan psikologis. Akhirnya, interpretasi ‘psychobehavioral’, menekankan bahwa agama dapat mempengaruhi kesehatan melalui berbagai kondisi psikologis seperti karakter, kemauan, fokus perhatian atau meningkatkan motivasi luar jalur seperti dukungan sosial (Oman & Thorensen, 2002).

    4. Konseptualisasi Spiritualitas, Agama dan Pertimbangan Metodologi

    Dalam kesehatan agama dan spiritualitas sastra yang sebagian besar waktu digunakan secara bergantian, meskipun mereka memiliki arti yang sangat berbeda (Miller & Thorensen, 2003). Spiritualitas didefinisikan

  • 22 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    dalam istilah individu, ditandai dengan pengalaman melibatkan makna, keterhubungan, dan transendensi, sedangkan agama didefinisikan dalam istilah komunal, ditandai dengan praktik dilembagakan dan keyakinan, keanggotaan dan bentuk organisasi (Pesut, Fowler, Taylor, Reimer-Kirkham & Sawatzky 2008; Miller & Thorensen, 2003). Dengan demikian, sedangkan spiritualitas dipahami pada tingkat individu, agama lebih merupakan fenomena sosial, dan dengan demikian termasuk dalam konsep yang lebih menyeluruh dari spiritualitas. Agama juga dapat dikonseptualisasikan sebagai religiusitas, sebagai fenomena individu, ditandai dengan kepatuhan dari seorang individu untuk keyakinan tertentu dan praktek (Miller & Thorensen,2003). Semacam ini definisi memungkinkan untuk perbedaan lebih lanjut, seperti yang antara religiusitas rohani (misalnya, mengamati beberapa praktik untuk manfaat sosial), atau spiritualitas tidak religius (misalnya, pengalaman mistik dari individu tanpa konteks agama). Tentu saja, definisi spiritualitas dan religiusitas harus cukup luas untuk mencakup semua individu dan berlaku untuk semua denominasi agama (Miller & Thorensen,2003).

    5. Konsep Spritualitas Dalam al-Qur’anAl-Qur’an sangat menekankan kesehatan dan pola hidup yang

    sehat; namun, di dalam al-Qur’an tidak ditemukan perkataan sihhah yang berarti sehat atau kesehatan. Meskipun demikian, al-Qur’an menyebutkan beberapa ungkapan yang menjadi pilar utama kesehatan seperti ungkapan; “basuhlah” dan “mandilah/bersucilah” pada Surah al-Ma’idah [5]: 6 berikut:

  • 23 Khairul Anam

    Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai

    ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika

    kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak

    memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak

    ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kami dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.

    (Al-Maidah [5]: 6)

    Pesan utama ayat ini adalah agar orang beriman menjaga kebersihan kesucian, baik kesucian lahir maupun kesucian batin. Kebersihan atau kesucian menjadi pangkal kesehatan. Dalam Islam, kebersihan atau kesucian mer pintuupakan gerbang ibadah. Oleh sebab itu, para ulama fiqih menempatkan wudhu dalam bab bersuci. Menurut Quraish Shihab, apabila memahami redaksi ayat di atas, terlepas dari Sunnah Nabi Muhammad saw, maka boleh jadi ada yang berkata bahwa berwudhu adalah tuntunan ayat ini setiap kali seseorang akan melaksanakan shalat; tetapi bila memahaminya dengan mengacu kepada As-Sunah diketahui bahwa perintah berwudhu hanya diwajibkan terhadap mereka yang tidak dalam keadan suci.

    Firman Allah SWT “basuhlah”, berarti mengalirkan air pada anggota badan yang dimaksud, yaitu wajah, kedua tangan, dan kedua kaki hingga mata kaki. Sementara itu, ada ulama yang berpendapat

  • 24 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    bahwa “basuhlah”, tidak cuku dengan hanya mengalirkan air pada anggota tubuh yang dimaksud, tetapi menambahkan dengan keharusan menggosok anggota badan itu ketika mengalirkan air waktu berwudhu dengan sempurna.

    Wudhu dengan keharusan mengalirkan air pada anggota tubuh seperti wajah, kedua tangan hingga kedua siku dan kedua kaki hingga kedua mata kaki, serta keharusan menggosok anggota badan itu ketika mengalirkan air waktu berwudhu, menunjukkan betapa al-Qur’an peduli tentang kebersihan yang menjadi esensi pola hidup sehat. Al-Qur’an pun menjelaskan bahwa Allah SWT menurunkan air dari langit melalui terjadinya angin, awan, dan hujan; tiada lain agar manusia bisa menggunakan air tersebut untuk bersuci.

    Allah SWT berfirman:

    Dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu.

    (Al-Anfal [8]: 11)

    Dalam al-Qur’an dan Tafsirnya terbitan Departemen Agama RI disebutkan, bahwa tujuan Allah SWT menurunkan hujan dari langit pada waktu perang Badar, untuk memberikan kemungkinan kaum muslimin agar mereka dapat bersuci dari hadas dan junub, sehingga mereka dapat beribadah dalam keadaan suci lahir batin. Sementara itu, Quraish Shihab ketika menafsirkan ayat ini menulis: “Yang juga merupakan nikmat-Nya adalah Dia menurunkan hujan kepada kamu dari langit sehingga kamu dapat memenuhi kebutuhan minum kamu di padang pasir, dan untuk menyucikan kami dengan air itu, yakni dengan

  • 25 Khairul Anam

    menggunakannya untuk berwudhu atau mandi wajib dan sunnah.Sejalan dengan penjelasan al-Qur’an dan Tafsirnya terbitan

    Departemen Agama RI di atas, ketika menafsirkan Surah al-Anfal [8] ayat 11 ini, Muhammad Ali as-Sabuni menyatakan: “Dan Dia menurunkan untuk kamu air dari langit untuk menambah kenikmatan yang lainnya; yaitu pada waktu perang Badar, kaum muslim mengalami kekurangan air. Kemudian Allah SWT menurunkan hujan kepada mereka sehingga mengalirlah air di lembah-lembah. Di antara mereka ada yang junub, maka mereka bisa bersuci dari junubnya dengan air hujan itu. Allah SWT menyatakan: “untuk menyucikan kamu sekalian dengan air hujan tersebut dari hadas dan junub”.

    Kesucian fisik dan rohani yang mendasari kewajiban wudhu dan mandi junub berhubungan dengan hadas kecil dan besar yang keduanya merupakan kebutuhan biologis. Hadas kecil berhubungan dengan proses mengeluarkan angin, urin dan defekasi, yang di dalam Surah al-Ma’idah ayat 6 di atas.

    Demikian juga hadas besar yang harus dihilangkan dengan mandi junub berhubungan dengan peristiwa hubungan suami istri, haid, dan melahirkan (nifas). Sementara itu tidak hanya berhubungan dengan kebersihan dan kesucian fisik dan kesucian mental, tetapi juga berhubungan dengan kesehatan manusia secara holistik, meliputi kesehatan fisik dan kesehatan mental.

    6. Tinjauan KesehatanOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagaimana disebutkan M.K.

    Tadjudin, mendefinisikan kesehatan sebagai berikut: “Health is a state

  • 26 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    of complete physical, mental, and social wellbeing and not merely an absence of disease or infirmity”. Kesehatan adalah sebuah pernyataan tentang keadaan fisik, mental, dan sosial yang baik (sejahtera) secara paripurna; tidak hanya semata-mata berkenaan dengan tidak adanya penyakit atau kelemahan. Oleh sebab itu secara lebih operasional, kesehatan dirumuskan sebagai berikut: “Health is a condition or quality of the human organism expressing the adequate functioning of the organism in given conditions, genetic or environmental. Health means there is no obvious evidence of disease, and that a person and organs of the body are functioning normally”. Kesehatan adalah keadaan atau kualitas organisme manusia yang mampu menjalankan fungsinya (dengan baik), karena faktor generita atau lingkungan.

    Dengan demikian, kesehatan adalah totalitas yang menunjukkan tidak adanya penyakit, dan bahwa organ-organ tubuh berfungsi secara normal. Konsep kesehatan secara holistik meliputi berbagai dimensi seperti fisik, mental, sosial, spiritual, emosi, pekerjaan, filosofis, kultural, sosial ekonomi, pendidikan, makanan dan minuman (nutrisi), kuratif, dan freventif yang secara keseluruhan merupakan bagian dari cakupan materi Kesehatan Masyarakat.

    7. Kesehatan MasyarakatBatasan yang paling tua mengatakan bahwa kesehatan masyarakat

    adalah “upaya-upaya untuk mengatasi masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan”. Dengan demikian, kesehatan masyarakat adalah upaya memperbaiki dan meningkatkan sanitasi lingkungan. Kemudian pada akhir abad ke-18, kesehatan masyarakat didefinisikan

  • 27 Khairul Anam

    sebagai pencegahan penyakit yang terjadi dalam masyarakat melalui perbaikan sanitasi lingkungan dan pencegahan penyakit melalui imunisasi. Pada awal abad ke-19, kesehatan masyarakat diartikan sebagai suatu upaya intergrasi antara ilmu sanitasi dengan ilmu kedokteran; sedangkan ilmu kedokteran sendiri merupakan perpaduan antara ilmu biologi dan ilmu sosial. Dalam perkembangan selanjutnya, kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan terpadu antara sanitasi dan pengobatan (kedokteran) dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk atau masyarakat.

    Pada abad 20 Charles Edward Amory Winslow (1877-1957), yang dikenal sebagai bapak kesehatan masyarakat, menyatakan bahwa: “kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk:a. Perbaikan sanitasi lingkunganb. Pemberantasan penyakit menular c. Pendidikan untuk kebersihan perseorangan; d. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk

    diagnosis dini dan pengobatan;e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang

    terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.Sementara itu menurut Soekidjo Notoatmodjo: “Lima bidang

    kegiatan kesehatan masyarakat itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian; Pertama, bidang pendidikan kesehatan. Bidang ini meliputi pendidikan untuk kebersihan perseorangan dan pengembangan rekayasa

  • 28 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidupnya yang layak dalam memelihara kesehatannya. Kedua,bidang sanitasi, pemberantasan penyakit dan pelayanan kesehatan.

    Menurut konsep baru tentang pengelolaan kesehatan masyarakat (public health), bahwa kesehatan masyarakat harus dikelola dengan memberdayakan sumber daya lokal, nasional, dan internasional yang memungkinkan rakyat mengarahkan produktivitas hidupnya secara sosial maupun secara ekonomi.

    Sementara itu, menurut rumusan yang dikeluarkan Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI, Program Kesehatan Masyarakat adalah bagian dari program pembangunan kesehatan nasional. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan, dengan titik berat pada upaya peningkatan kualitas hidup dan pencegahan penyakit, di samping pengobatan dan pemulihan. Oleh karena itu program kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan agar status kesehatan masyarakat terus meningkat, terutama bagi wilayah atau daerah yang Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKB) serta Umur Harapan Hidup rendah, sebagai indikator yang berperan dalam Human Proverti Index (HPI).

    Konsep Khaira Ummah dalam al-Qur’anKonsep khaira ummah dalam al-Qur’an sesungguhnya tidak lain

    adalah masyarakat yang sehat itu sendiri. Kriteria khaira ummah antara lain adanya suatu masyarakat yang senantiasa me menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 110).

  • 29 Khairul Anam

    Umat ideal tentu tidak terlepas dari adanya kesehatan holistik di dalam masyarakat. Tumbuhnya generasi yang cerdas dan bergizi, senantiasa memperhatikan secara khusus aspek kebersihan yang dikatakan dalam hadis sebagai “separuh dari iman” (al-thaharatu nishfu al-iman).

    Kebersihan dan kesehatan di dalam masyarakat mendapatkan perhatian khusus di dalam Islam. Dalam kitab kitab standar keilmuan Islam, setebal apapun kitab-kitab itu hampir seluruhnya diawali dengan bab kebersihan (kitab ath-thaharah). Dengan demikian, isi kitab-kitab kuning itu sejalan dengan visi dunia kesehatan kita yang menganggap kebersihan sebagai pangkal kesehatan.

    Kesehatan dalam rumusan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 adalah “Keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial”.

    Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang paling baru ini, memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Apabila pada batasan yang terdahulu kesehatan hanya mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Hal ini berarti, kesehatan seseorang tidak hanya di ukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki usia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau manula, berlaku produktif secara

  • 30 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    sosial. Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi lanjut usia atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfaat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat.

    Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat holistik atau menyeluruh yang mengandung keempat aspek. Wujud atau indikator dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut:a. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit

    atau tidak adanya keluhan dan memang secara klinis tidak adanya penyakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak ada gangguan fungsi tubuh.

    b. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni: pikiran, emosional, dan spiritual.

    c. Pikiran yang sehat itu tercermin dari cara berpikir seseorang, atau jalan pikiran. Jalan pikiran yang sehat apabila seseorang mampu berpikirlogis(masukakal),atauberfikirsecararuntut.

    d. Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih, dan sebagainya.

    e. Spiritual yang sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, memuji dan beribadah, menagkui keagungan Allah, dengan ayat-ayat quliyah Allah maupun ayat-ayat kauniah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta

  • 31 Khairul Anam

    mengakui keagungan Allah, Pencipta alam dan seisinya (Allah yang Maha Kuasa). Secara mudah, spiritual yang sehat dapat dilihat dari praktik keagamaan, keyakinan atau kepercayaan, sesuai dengan agama yang dianut.Dengan perkataan lain, spiritual yang sehat adalah apabila orang melakukan ibadah dan aturan-aturan agama yang dianutnya.

    f. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan atau berkomunikasi dengan orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial. Ekonomi, politik, dan sebagainya, saling menghargai dan toleransi.

    g. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat dari seseorang (dewasa) itu produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatuyangdapatmenyokongsecarafinansialterhadaphidupnyasendiri atau keluarganya. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan pelayanan sosial, pelayanan agama, atau pelayanan masyarakat yang lain bagi usia lanjut.

    8. Individu yang Sehat MentalPribadi yang normal / bermental sehat adalah pribadi yang yang

    menampilkan perilaku yang baik dan bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, sikap hidup sesuai dengan norma & pola kelompok

  • 32 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    masayarakat sehingga ada relasi interpersonal & intersosial yang memuaskan (Kartono, 1989) sedangakan menurut Karl Menininger, individu yang sehat mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan berperilaku peka terhadap perasaan orang lain, serta memiliki sikap hidup yang berbahagia, sehingga individu yang sehat mental dapat didifinisikan dalam dua sisi, secara negatif dengan absennya gangguan mental dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu yang sehat mental, adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi atau sifat-sifat positif, seperti Kesejahteraan psikologis (phisikologis well being) yang positif karakter yang kuat serta sifat yang baik/ kebajikan (Vertues), (lowenthal,2006).

    9. Ruang Lingkup Kesehatan MentalAdapun tujuan dan sasaran dalam gerakan kesehatan mental itu

    sendiri adalah meliputi tujuannya:a. Memahami makna sehat mental dan faktor – faktor yang

    mempengaruhinya.b. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam

    penanganan kesehatan mental.c. Memiliki kemapuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan

    kesehatan mental masyarakat.d. Memiliki sikap pro aktif dan mampu memamfatkan berbagai sumber

    daya dan upaya penanganan kesehatan mental masyarakat.e. Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi timbulnya

    gangguan mental.

  • 33 Khairul Anam

    10. Manusia Dalam Pandangan Al-Qur’anDalam perspektif al-Qur’an, manusia menurut al-Qur’an

    mempunyai tiga unsur, yaitu badan (jasad), nyawa (nafs), dan roh (ruh). Ketika manusia masih terdiri atas anggota badan dan nyawa, belumlah sempurna sebagai manusia. Roh sebagai unsur ketiga “diinstal” ke dalam diri manusia ketika berumur 120 hari.

    Unsur ketiga inilah yang membuat dirinya disebut sebagai prototipe makhluk final ahsanu taqwim (QS. At-Tin [95]: 4). Dengan adanya roh, manusia menjadi makhluk biologis sekaligus sebagai makhluk spiritual. Dua kapasitas ini memungkinkan dirinya mengakses dua dunia yang berbeda, yaitu dunia fisika dan metafisika, atau dunia lahir dan dunia batin.

    Wacana pembinaan kesehatan manusia dan masyarakat sering kali hanya menggunakan indikator-indikator fisik. Faktor spiritual-rohaniah sering kali diabaikan, selain karena faktor ini memang sulit diukur, ontologi kesehatan masyarakat juga mulai mengalami kuantifikasi dan sekularisasi.

    Seolah-olah semua konsep kesehatan masyarakat yang berasal dari luar, seperti konsep kesehatan masyarakat yang ditawarkan oleh agama dan nilai-nilai budaya lokal cenderung tidak diakui. Ironisnya indikator dan kriteria kesehatan masyarakat lebih banyak diadopsi dari negara-negara maju (Barat), yang latar belakang nilainya berbeda dengan nilai budaya Timur.

    Dalam perspektif Islam, upaya menciptakan kesehatan masyarakat menjadi satu paket dengan kumulatif ajaran Islam. Tanpa menyebut secara eksplisit kesehatan masyarakat, jika keseluruhan ajaran Islam

  • 34 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    diterapkan secara konsisten di dalam masyarakat, maka otomatis akan berdampak langsung pada penyehatan masyarakat.

    Nilai ajaran yang terkandung di dalam rukun iman dan rukun Islam, jika dipegang secara konsisten, maka sesungguhnya bukan hanya menjadikan seseorang menjadi orang saleh, tetapi juga akan melahirkan apa yang disebut al-Qur’an dengan umat ideal (khaira ummah).

    a. Agama dan unsur kesehatanAntara agama dan unsur psikologis dalam kesehatan memiliki

    kaitan yang erat. Orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan akan timbul rasa tenang dan aman ,yang merupakan salah satu ciri sehat mental. Sedangkan kaitan agama dengan perilaku sosial adalah kegiatan ibadah atau sosial yang umumnya di lakukan bersama-sama oleh penganut agama. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pada orang-orang yang komitmen agamanya tinggi maka ketaatan terhadap norma sosialnya juga tinggi.

    b. Kosmologi Kesehatan MasyarakatDalam kosmologi Timur, semua makhluk Tuhan diciptakan

    berpasang-pasangan. Satu-satunya yang tidak punya pasangan ialah Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Namun demikian, kalangan filosof dan sufi berpendapat bahwa karena Tuhan ingin melihat Diri-Nya maka Dia menciptakan makhluk-Nya dari Dirinya Sendiri. Sehingga antara Pencipta (Khaliq) dan yang diciptakan (makhluq) terjadi pola relasi.

  • 35 Khairul Anam

    Ia ingin melihat Dirinya lewat makhluk-Nya dan makhluk-Nya menginginkan penyatuan kembali dengan Zat Yang Maha asal (inna lillahi wa inna ilaihi rajiu’n), “Kita berasal daripada-Nya dan kita pun rindu kembali kepada-Nya.”

    Hal ini ditegaskan dalam Q.S. Adz-Dzariyat (51): 49:

    “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kami mengingat akan kebesaran Ilahi”

    Segala sesuatu selain Tuhan diciptakan berpasang-pasangan (zaujain). Bukan hanya makhluk biologis seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga makhluk-makhluk lain seperti makhluk kosmologis, seperti siang dan malam, bulan dan bintang, langit dan bumi, dan lain sebagainya.

    Di balik konsep berpasang-pasangan (azwaj) ini ada dua kualitas yang bekerja secara aktif dan mekanik, yaitu kualitas kejantanan dan ketegaran (masculinity/rigidity) dan kualitas kelembutan dan kepengasihan (femininity/nurturing).

    Al-Qur’an juga sering menyebutkan fenomena kosmologi yang berpasang-pasangan, seperti langit dan bumi, siang dan malam, musim dingin dan musim panas, dunia dan akhirat, surga dan neraka, alam ghaib dan alam nyata. Yang lebih istimewa pasangan-pasangan makrokosmos ini mempunyai jumlah kata yang sama di dalam al-Qur’an, meskipun masa turunnya al-Qur’an tidak serentak, tapi berlangsung sekitar 23 tahun.

    Satu-satunya yang tidak punya pasangan hanya Tuhan Yang Maha Esa (Allah Ahad). Akan tetapi, menurut kalangan filosof dan sufi, karena

  • 36 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    Tuhan ingin melihat Diri-Nya maka Dia menciptakan makhluk dari Dirinya Sendiri, sehingga antara Pencipta (khaliq) dan yang diciptakan (makhluq) terjadi pola keseimbangan. Ia ingin melihat Dirinya lewat makhluk-Nya dan makhluk-Nya menginginkan penyatuan kembali dengan Zat Yang Maha Asal (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un), “Kita berasal dari-Nya dan kita pun rindu kembali kepada-Nya”.

    Unsur maskulin dan feminin tidak hanya menghiasi segenap makhluknya tetapi juga menghiasi sifat-sifat-Nya. Lihatlah misalnya sifat-sifat-Nya yang terhimpun di dalam nama-nama indah (al-asma’u al-husna), bukankah sifat-sifat itu juga terdiri atas dua kualitas, yaitu kualitas maskulin (jalaliyyah) dan kualitas feminin (jamaliyyah). Dua kualitas Tuhan mempunyai makna yang sangat mendasar dalam dunia kemanusiaan.

    Seseorang tidak boleh sembrono dalam menjalani kehidupannya, karena meskipun Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, tetapi dalam kualitas-Nya yang lain Tuhan juga Maha Pemaksa (al-Qahhar) dan Maha Pendendam (al-Muntaqim).

    Pada makhluk biologis, setiap pasangan mempunyai hubungan fungsional, laki-laki dan perempuan, jantan dan betina. Masing-masing pasangan memiliki kebergantungan satu sama lain.

    Demikian pula makhluk-makhluk alam lainnya. Untuk menyatakan adanya siang diperlukan adanya malam. Sulit di mengerti adanya sinar terang tanpa adanya kegelapan. Musim dingin baru dapat di mengerti setelah adanya musim panas. Seseorang tidak akan pernah memahami secara mendalam arti sebuah kesehatan jika tidak pernah sakit.

    Tuhan tidak masuk dalam konsep azwaj, karena Tuhan adalah Maha

  • 37 Khairul Anam

    Mandiri, sebaliknya seluruh makhluk-Nya tidak ada yang mandiri secara paripurna. Eksistensi setiap makhluk ditentukan oleh hubungan horizontal dengan pasangannya dan secara vertikal oleh khalik-Nya. Termasuk manusia dan binatang, keutuhannya terletak pada hubungan interaktif mereka dengan pasangannya, laki-laki dan perempuan atau jantan dan betina.

    Dalam dunia tasawuf, konsep azwaj dikaji lebih mendalam. Menurut Nasafi, Tuhan Yang Maha Mandiri di mana segala sesuatu bergantung pada-Nya, dianggap sebagai Zat yang Wajib Wujud, sementara makhluk-Nya disebut zat yang mungkin wujudnya, karena keberadaan mereka sangat bergantung kepada kehendak-Nya, serta keutuhan dan kelestarian mereka juga tergantung pada interaksi pasangannya.

    Dicontohkan langit dan bumi; langit memberi atau melimpahkan dan bumi menerima atau menampung. Menurut Jalaluddin Rumi, langit laki-laki dan bumi perempuan. Hubungan antara keduanya sebagaimana layaknya hubungan antara laki-laki dan perempuan, atau menurut Murata hubungan yin dan yang dalam Taoisme.

    Ibn Arabi juga memberikan pernyataan yang hampir sama. Langit diumpamakan dengan suami dan bumi diumpamakan dengan istri dalam kehidupan rumah tangga. Jika langit merindukan pasangannya, maka ia menurunkan airnya yang masuk ke perut bumi lalu lahirlah berbagai makhluk biologis seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang. Demikian pula halnya manusia, penurunan air (sperma) kepada perempuan menyebabkan tumbuhnya janin dalam rahim dan selanjutnya lahir sebagai manusia.

    “Dan Allah menjadikan bumi bagaikan istri dan langit bagaikan

  • 38 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    suami. Langit memberi bumi sebagian dari perintah yang diwahyukan Tuhan, sebagaimana laki-laki memberikan air ke dalam diri perempuan melalui “hubungan suami-istri”. Ketika pemberian itu berlangsung, bumi mengeluarkan seluruh tingkatan benda-benda yang dilahirkan yang disembunyikan Tuhan dalam dirinya.”

    Konsep perkawinan dalam pandangan sufi lebih luas dari sekadar apa yang dirumuskan dalam Fiqih Perkawinan, yaitu peraturan perkawinan dan akibat-akibat hukum sebuah perkawinan. Kalangan sufi mengenal Perkawinan Makrokosmos, meliputi perkawinan hubungan-hubungan tertentu antara benda atau sifat yang berpasangan, seperti hujan mengawini tanah.

    Orang-orang yang mengidentifikasi diri dengan sifat-sifat maskulin Tuhan, akan didominasi rasa: aktif, progresif, kuasa, independen, jauh, dan dominan. Sedangkan orang yang mengidentifikasi diri dengan sifat-sifat feminim Tuhan akan didominasi rasa: pasrah, berserah diri, dekat, kasih dan pemeliharan.

    Orang yang lebih menekankan aspek maskulinitas Tuhan, ia sering kali membayangkan Tuhan transenden, jauh, dan lebih memilih untuk menakuti-Nya. Sedangkan orang yang lebih menekankan aspek feminim Tuhan, ia membayangkan Tuhan imanen, dekat, dan lebih memilih untuk mencintai-Nya.

    Sikap yang pertama akan memberi efek seseorang harus hati-hati dalam berbuat, karena Tuhan itu Maha Adil (al-‘Adl). Sedangkan yang kedua akan memberi efek optimisme dalam menjalani kehidupan, karena Tuhan itu Maha Pemaaf (al-‘Afwu).

    Pendekatan pertama bisa melahirkan sikap formalisme beragama,

  • 39 Khairul Anam

    karena membayangkan Tuhan itu Maha Penuh Perhitungan (al-Hasib). Sedangkan yang kedua bisa melahirkan sikap permisif dan sembrono, karena membayangkan Tuhan Maha Penyayang (al-Rahim) dan Maha Pengampun (al-Ghafur).

    Yang ideal ialah seperti sabda Rasulullah: “berakhlaklah sebagaimana akhlak Tuhan,” yaitu kombinasi ideal antara kualitas maskulin dan kualitas feminin, seperti yang dicontohkan Rasulullah sebagai uswatun hasanah, yang “akhlaknya adalah al-Qur’an”.

    Dalam perspektif tasawuf, nama-nama indah Tuhan bukan hanya menunjukkan sifat-sifat Tuhan, tetapi juga menjadi titik masuk (entry point) untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada-Nya. Setiap orang dapat mengakses dan mengidentifikasikan diri dengan nama-nama tersebut.

    Seseorang yang pernah berlumuran dosa lalu sadar, dapat menghibur diri dan membangun rasa percaya diri dengan mengidentifikasi diri dengan nama al-Ghafur (Maha Pengampun) dan al-Tawwab (Maha Penerima Taubat), sehingga yang bersangkutan tetap mempunyai harapan dan tidak perlu kehilangan semangat hidup. Bukankah diantara 99 nama itu sifat-sifat kasih Tuhan lebih dominan?

    Allah bukan hanya memiliki sifat-sifat maskulin (The Father God), tetapi juga memiliki, bahkan lebih dominan dengan sifat-sifat feminin (The Mother God). Hanya saja, ada kecenderungan di dalam masyarakat, sifat-sifat maskulinitas Tuhan lebih ditonjolkan. Seperti Tuhan Maha Besar (al-Kabir), Maha Perkasa (al-‘Aziz), dan Maha Pembalas/Pendendam (al-Kabir). Dan kurang menonjolkan sifat-sifat feminitas-Nya, seperti Tuhan Maha Penyayang (al-Rahim), Maha

  • 40 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    Lembut (al-Lathif), dan Maha Pemaaf (al-‘Afwu), sehingga Tuhan lebih menonjol untuk ditakuti daripada dicintai.

    Efek psikologis yang muncul kemudian, manusia menyembah dan mengidentifikasi diri dengan “The Father God”, yang mengambil ciri dominan, kuasa, jauh, dan struggling. Bukan “The Mother God”, yang mengambil ciri berserah diri, kasih, dekat, dan nurturing.

    Idealnya, komposisi kualitas maskulin dan feminin menyatu dalam diri manusia, sebagaimana halnya keutuhan kedua kualitas itu menyatu dalam Diri Tuhan, seperti tercermin di dalam al-asma al-husna, dan sebagaimana dipraktikkan Rasulullah SAW.

    Allah SWT, adalah Tuhan segala sesuatu, Tuhan makrokosmos dan mikrokosmos. Manusia sebagai makhluk mikrokosmos merupakan bagian yang teramat kecil di antara semua makhluk ciptaan Tuhan. Ia bagaikan setitik air di tengah manusia. Bumi tempat ia hidup bagaikan sebuah titik di antara jutaan planet di galaksi Bimasakti.

    Maka, meskipun dipercaya oleh Tuhan sebagai khalifah di bumi, manusia tidak sepantasnya mengklaim Allah Swt, lebih menonjolkan sebagai Tuhan manusia daripada Tuhan makrokosmos. Karena pemahaman yang demikian dapat memicu egosentrisme manusia untuk menaklukkan, menguasai, dan mengeksploitasi alam raya sampai di luar ambang batas daya dukungnya; bukannya bersahabat dan berdamai sebagai sesama makhluk dan hamba Tuhan.

    Sepantasnya kita menyadari bahwa konsep al-asma al-husna adalah konsep alam semesta. Tuhan tidak hanya memperhatikan kepentingan manusia, atau Tuhan tidak hanya bagi manusia, sebagaimnana kesan dan pemahaman sebagian orang terhadap konsep penundukan alam

  • 41 Khairul Anam

    raya (taskhir) kepada manusia. Seolah-olah konsep terakhir adalah “SIM” untuk menaklukkan alam semesta. Padahal, konsep taskhir sebenarnya bertujuan untuk merealisasikan eksistensi asal segala sesuatu itu bersumber dari Tuhan Yang Maha Bijaksana (al-Hakim), yang mengacu pada keseimbangan kosmos dan ekosistem.

    Manusia yang paling berkualitas di mata Allah SWT, ialah yang paling bertaqwa (QS. Al-Hujurat (49): 13), yaitu:

    “orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan

    memaafkan (kesalahan) orang.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 133)

    Dari ayat ini dipahami bahwa kualitas sejati di sisi Allah SWT, ialah orang-orang yang mengaktifkan komposisi kualitas maskulin dan feminin. Sikap seperti ini yang akan melahirkan kesejukan, ketenangan, dan kedamaian di dalam masyarakat. Dalam menyukseskan kedua misi manusia di bumi, yaitu sebagai khalifah dan sebagai hamba (‘abid), komposisi kedua sifat di atas juga sangat penting. Kualitas maskulin sangat membantu manusia dalam menjalankan misinya sebagai khalifah dan kualitas feminim sangat membantu manusia dalam menjalankan misinya sebagai ‘abid.

    Namun, separasi ini tidak berarti pemisahan secara total, karena misi kekhalifahan yang hanya dijalankan dengan kualitas maskulin, kemungkinan besar akan terjadi kerusakan lingkungan alam dan lingkungan sosial, serta ketimpangan ekologis. Sebaliknya, mengeliminir kualitas maskulin dalam menjalankan misi manusia

  • 42 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    sebagai ‘abid, kemungkinan besar yang akan terjadi adalah fatalisme keagamaan, yakni kesalehan individual yang tidak membawa dampak bagi kehidupan sosial.

    Idealnya, komposisi kedua kualitas ini menyatu dalam diri setiap orang, maka yang akan terjadi adalah kedamaian kosmopolit (rahmatan li al-‘alamin) di tingkat makrokosmos dan negeri tenteram di bawah lindungan Tuhan (baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur) di tingkat mikrokosmos.

    Jika saja manusia mengoptimalkan diri untuk mencontoh sifat-sifat Tuhan yang sudah dipermudah dengan kehadiran Rasulullah SAW sebagai contoh teladan, maka kita tidak perlu khawatir terlalu jauh dengan persoalan kesehatan masyarakat. Obsesi ajaran Islam tidak lain adalah masyarakat yang sehat rohani dan jasmani.

    c. Dukungan Kesehatan Lingkungan AlamKelengkapan hardware istimewa manusia memungkinkannya

    untuk mengakses seluruh energi dari luar dirinya. Energi alam raya ditundukkan (taskhir) kepada manusia, terutama untuk mendukung kapasitasnya sebagai representatif Tuhan di jagat raya (khalifah fi al-ardl).

    Dari sudut mikrokosmos, bukanlah sesuatu yang aneh jika ada seseorang atau se kelompok orang mampu merekayasa energi-energi alam untuk disalurkan ke suatu objek, misalnya kepada manusia. Dari sudut makrokosmos, kesehatan lingkungan alam dengan keseimbangan ekosistemnya tentu juga akan memberikan kontribusi positif bagi pola kesehatan holistik di dalam masyarakat.

  • 43 Khairul Anam

    Upaya untuk mentransformasikan energi alam kepada manusia sebagai anggota masyarakat sudah lama dikembangkan dalam sejarah intelektual umat manusia. Rasulullah sendiri, selain dikenal sebagai Nabi, Rasul dan kepala pemerintahan, juga menonjol sebagai thabib untuk menyembuhkan orang-orang sakit.

    Dalam kitab al-Thibb al-Nabawy (Pengobatan ala Nabi), dapat diketahui bagaimana terampilnya Nabi mengupayakan penyembuhan terhadap berbagai jenis penyakit pada pasien yang dihadapinya.

    Alam raya adalah sumber energi manusia ciptaaan Allah Swt. Tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia, sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an:

    (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,

    tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

    (QS. Ali Imran [3]: 191)

    Ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu itu pasti mempunyai manfaat dan dapat dimanfaatkan oleh manusia. Alam raya ini sesungguhnya tidak lain adalah saudara kembar manusia sebagai sesama makhluk. Genetik mereka mempunyai sumber yang sama. Istilah benda mati hanya ada dalam kamus manusia. Bagi Tuhan tidak ada benda mati. Ini dipahami dari berbagai ayat dalam al-Qur’an, antara lain:Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih

  • 44 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.

    Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Isra [17]: 44)

    Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung,

    pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah

    ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah

    berbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Al-Hajj [22]: 18)

    Alam raya dan segala isinya ditundukkan untuk manusia, sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an:

    Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.

    Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.

    (QS. Al-Jatsiyah [45]: 13)

    Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan

    perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya).

    (QS. An-Nahl [16]: 12)

  • 45 Khairul Anam

    Ayat ini juga mengisyaratkan kemungkinan untuk mengakses, merekayasa serta menyalurkan energi-energi alam kepada suatu objek tujuan.

    Meskipun semuanya ditundukkan untuk manusia tetapi manusia tidak dibenarkan menggunakannya dengan sewenang-wenang dan melampaui batas:Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-

    macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

    menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. An-An’am [6]: 141)

    Manusia dituntut untuk bersahabat dan menjaga kelestarian alam dan ekosistemnya. Antara manusia dan alam raya saling membutuhkan satu sama lain. Jika terjadi kerusakan lingkungan alam maka sudah barang tentu akan berdampak negatif terhadap manusia dan masyarakat.

    Alam raya adalah resources manusia. Kualitas dan kelangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh lingkungan hidupnya/alam raya ini diciptakan serasi dengan kehidupan manusia. Jika di kemudian hari alam raya tidak lagi dapat memfasilitasi kehidupan manusia, maka itu adalah isyarat adanya disharmonisasi di antara mereka. Jika terjadi disharmonisasi seperti itu maka yang bertanggung jawab adalah

  • 46 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    manusia, karena manusialah sebagai khalifah, pemimpin jagat raya sebagai representatif Tuhan.

    Egoisme dan egosentrisme manusia acap kali menjadi penyebab terjadinya kerusakan alam, sebagaimana diisyaratkan Allah dalam al-Qur’an:Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah

    langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggan (al-Qur’an)

    mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggan itu. (QS. Al-Mu’minun [23]: 71)

    Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke

    jalan yang benar). (QS. Ar-Rum [30]: 41)

    Sikap keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara sesama makhluk betul-betul sangat ditekankan di dalam al-Qur’an. Makhluk biologis seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan merupakan komunitas tersendiri yang tidak ubahnya sama dengan komunitas manusia. Bahkan menurut Ibn Hazm, mereka juga memiliki pemimpin dan nabi, dengan mengutip firman Allah:Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun dalam al-Kitab, kemudian

  • 47 Khairul Anam

    kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al-An’am [6]: 38)

    Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka

    tidak menyadari.” (QS. An-Naml [27]: 18)

    Interaksi positif antara alam raya dan manusia, serta interaksi positif antara manusia dan makhluk-makhluk spiritual seperti malaikat dan jin banyak diungkap di dalam al-Qur’an. Kesemuanya ini memperkuat anggapan betapa perlunya memelihara hubungan sinergis antar sesama makhluk Allah Swt.

    11. Inner Power Manusia untuk Kesehatan MasyarakatKapasitas inner power manusia se dahsyat dengan keistimewaan

    dirinya. Manusia paripurna, energinya mampu melejit melampaui kemampuan malaikat, seperti dibuktikan ketika Rasulullah SAW mampu menembus Sidratul Muntaha, wilayah sekitar Tuhan. Sementara Jibril tersandung dengan keterbatasan energinya, sehingga tidak sanggup mengawal Rasulullah dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.

    Setiap manusia berpotensi untuk meningkatkan inner powernya. Bahkan menurut Al-Ghazali di dalam Ihya’ ‘Ulumu ad-Din, setiap manusia berpotensi menjadi Nabi, hanya saja wahyu yang melantik seseorang menjadi Nabi dibatasi oleh kehendak Allah SWT.

  • 48 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    Pemilik jiwa yang bersih, menurut Al-Ghazali dan Ibn ‘Arabi, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan penghuni ‘Alam Mitsal/’Alam Hayal, wilayah hunian makhluk spiritual. Orang-orang yang mampu mengakses “alam” ini berpeluang untuk menembus keghaiban alam ghaib. Boleh jadi yang bersangkutan wilayah alam ghaibnya sudah menipis dan transparan, karena memang setiap orang tidak sama alam ghaibnya, sementara orang lain masih ghaib.

    Kalau saja setiap orang mampu membersihkan dirinya sebersih mungkin lahir batin, maka yang bersangkutan diberi kemampuan untuk mengakses alam ghaib. Hadis Rasulullah yang dikutip Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumu ad-Din mengatakan bahwa: “Kalau seandainya aku bukan karena setan memagari anak cucu Adam, maka mereka bisa melihat alam malakut (ghaib).”a. Bagaimana Spiritualitas dan Agama Pengaruh Kesehatan?

    1) Kesulitan dalam konseptualisasi spiritualitas/agama berasal dari multidimensionalitas konsep-konsep ini (Miller & Thorensen, 2003), dan meluas ke masalah bagaimana sebenarnya spiritualitas/agama pengaruh kesehatan. Hal ini, pada gilirannya, menekankan fakta bahwa ada beberapa penafsiran tentang bagaimana spiritualitas/pengaruh agama kesehatan dan sejumlah jalur di mana hal ini terjadi. Empat jalur tersebut paling menonjol telah diusulkan: perilaku kesehatan (melalui resep diet tertentu dan atau mengecilkan penyalahgunaan minuman ber alkohol, merokok, dll, agama dapat melindungi dan mempromosikan gaya hidup sehat), dukungan sosial (orang dapat mengalami kontak sosial dengan seagama dan memiliki web hubungan sosial yang dapat membantu dan melindungi setiap kali terjadi), keadaan psikologis

  • 49 Khairul Anam

    (orang-orang beragama dapat mengalami kesehatan mental yang lebih baik, keadaan psikologis yang lebih positif, lebih optimis dan iman, yang pada gilirannya dapat menyebabkan keadaan yang lebih baik fisik karena kurang stres) dan ‘psi’ pengaruh (hukum supranatural yang mengatur ‘energi’ saat ini tidak dipahami oleh ilmu pengetahuan tapi mungkin dimengerti di beberapa titik oleh ilmu pengetahuan). Karena kesehatan pengaruh spiritualitas/agama melalui jalur ini, mereka bertindak dengan cara yang tidak langsung pada kesehatan (Oman & Thorensen, 2002).

    2) Selain itu, empat penafsiran tentang bagaimana kesehatan spiritualitas/agama pengaruh telah diusulkan. Yang pertama, yang ‘jalur apapun’ interpretasi, menganggap bahwa spiritualitas/agama dapat mempengaruhi kesehatan melalui salah satu dari empat jalur yang disebutkan di atas (perilaku kesehatan, dukungan sosial, keadaan psikologis dan pengaruh psi). Penafsiran kedua, ‘psychobiological’ satu, menganggap bahwa spiritualitas/agama pengaruh kesehatan melalui jalur psychoneuroimmunological atau psychoneuroendocrinological luar manfaat bahwa agama memiliki melalui perilaku kesehatan dan dukungan sosial. Penafsiran ketiga, ‘superempirical’ atau ‘psi’ interpretasi, menganggap bahwa kesehatan pengaruh spiritualitas/agama melalui jalur superempirical, melampaui perilaku kesehatan dan keadaan psikologis. Akhirnya, interpretasi ‘psychobehavioral’, menekankan bahwa agama dapat mempengaruhi kesehatan melalui berbagai kondisi psikologis seperti karakter, kemauan, fokus perhatian atau meningkatkan motivasi luar jalur seperti dukungan sosial (Oman & Thorensen, 2002).

  • 50 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    3) Dengan menekankan konseptualisasi spiritualitas/agama dan dengan mempertimbangkan isu-isu metodologis yang melekat dari penelitian tentang spiritualitas/agama dan kesehatan, panggung diatur untuk berfokus pada penelitian seperti itu. Sebagian besar penelitian yang dipublikasikan telah dilakukan pada spiritualitas dan atau praktik keagamaan Timur (misalnya, meditasi, yoga, latihan relaksasi) dan kesehatan. Penelitian lain telah melihat praktik keagamaan Yahudi/Kristen/Muslim (khususnya, sinagog/gereja/masjid kehadiran dan atau doa) dan kesehatan.

    b. Hubungan antara Spiritualitas dan Kesehatan1) Pengaruh spiritualitas dan berbagai praktik keagamaan Timur,

    seperti yoga atau berbagai jenis meditasi, luas (Seeman, Fagan-Dubin & Seeman, 2003). Banyak dari studi ini melihat ke dalam hubungan antara meditasi dan berbagai tindakan fisiologis. Karena literatur begitu luas, hanya beberapa studi perwakilan akan dikutip di sini. Hubungan yang paling didokumentasikan adalah pengaruh meditasi pada tekanan darah (Patel et al, 1985;. Sudsuang, Chentanez & Veluvan, 1991;. Schneider et al, 1995; Schmidt, Wijga, Von Zur Muhlen, Brabant & Wagner, 1997). Dalam, penelitian longitudinal acak, pengaruh teknik meditasi/relaksasi terhadap kejadian penyakit kardiovaskular (peserta dinilai sebagai berisiko tinggi untuk itu jika mereka memiliki dua atau tiga faktor risiko berikut: merokok, tekanan darah tinggi dan tinggi kolesterol) diselidiki (Patel et al., 1985). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada delapan minggu, delapan bulan dan empat tahun kemudian, para peserta yang mengikuti meditasi/Program teknik

  • 51 Khairul Anam

    relaksasi memiliki tekanan darah secara signifikan lebih rendah. Studi kedua melibatkan desain acak melihat pengaruh meditasi transendental dan relaksasi otot progresif pada tekanan darah dalam sampel orang dewasa Amerika Afrika lebih tua (Schneider et al., 1995). Kelompok dalam kondisi meditasi transendental menunjukkan penurunan sistolik dan tekanan diastolik secara signifikan lebih (hampir dua kali) dibandingkan kelompok dalam relaksasi otot progresif, dan kelompok dalam kelas-kelas pendidikan gaya hidup. Penelitian ini sangat menarik mengingat sampel yang digunakan. Sebagian besar penelitian biasanya menggunakan putih atau asia, laki-laki, mahasiswa sebagai peserta. Namun, isu penting dari studi ini adalah bahwa mereka tidak mengatasi meditasi sebagai praktik keagamaan/spiritual.

    2) Studi lain dibandingkan kelompok individu dari daerah perumahan di Swedia berpartisipasi dalam program pelatihan yoga dan meditasi tiga bulan dengan sekelompok individu dari daerah perumahan di Jerman yang tidak berpartisipasi dalam program ini (Schmidt et al., 1997). Para peserta Swedia menunjukkan tekanan darah menurun mengikuti program tiga bulan (terutama mereka dengan peningkatan kadar) dibandingkan dengan peserta Jerman. Akhirnya, sekelompok mahasiswa laki-laki yang mengikuti program meditasi Dhammakaya Buddha menunjukkan penurunan tekanan sistolik dan diastolik, dibandingkan dengan kelompok kontrol dari mahasiswa laki-laki yang tidak mengikuti program (Sudsuang et al. 1991).

    3) Penelitian terakhir ini juga menunjukkan bahwa mahasiswa mengikuti program meditasi memiliki tingkat hormon stres yang lebih rendah (khususnya kortisol) pada akhir program (Sudsuang et al., 1991).

  • 52 Paradigma Kesehatan Dalam Islam di Era Milenial

    Studi lain yang juga tampak pada tingkat kortisol dalam kelompok kontrol dari orang dewasa muda, kelompok ini sama setelah 3-4 bulan berlatih meditasi transendental, dan kelompok lain, dari lama (3-5 tahun) praktisi meditasi transendental (Jevning, Wilson & Davidson, 1978). Untuk kelompok kontrol, kadar kortisol tidak berubah, sedangkan untuk praktek jangka pendek meditasi, tingkat penurunan tetapi tidak signifikan. Untuk praktisi jangka panjang, namun, tingkat kortisol almarhum signifikan dan tetap seperti itu setelah sesi meditasi. Selain itu, Walton, Pugh, Gelderloss dan Macrae (1995), dalam sebuah studi cross-sectional, meneliti perbedaan dalam tingkat berbagai hormon dan mineral antara, orang dewasa muda yang sehat yang tidak berlatih teknik mengurangi stres dan kelompok serupa yang telah berlatih meditasi transendental untuk waktu yang lama. Kelompok terakhir menunjukkan tingkat yang lebih rendah dari kortisol, aldosteron dan norepinefrin. Satu studi lain dianalisis kadar kortisol, β-endorphin dan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dalam dua kelompok: satu praktisi meditasi transendental dan lain non-praktisi (Infante et al, 1998.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktisi meditasi tidak punya ritme diurnal untuk ACTH dan β-endorphin untuk, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, isu metodologis dari tiga studi terakhir adalah bahwa mereka tidak menggunakan pengacakan, mengandalkan data dari kelompok individu yang sudah dipraktekkan atau tidak meditasi (Seeman dkk., 2003). Ironson dkk. (2002) menemukan bahwa perasaan religius dan spiritual pribadi dikaitkan dengan kelangsungan hidup yang panjang pada pasien HIV-positif dan AIDS, dan setelah pengertian umum perdamaian itu sangat terkait dengan tingkat yang

  • 53 Khairul Anam

    lebih rendah dari kortisol, dan dengan demikian menunjukkan bahwa manfaat fisio