UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

33
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi kepentingan umum perlu adanya jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metoda pengukuran dan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya; b. bahwa pengaturan tentang alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya sebagaimana ditetapkan dalam Ijkordonnantie 1949 Staatsblad Nomor 175 perlu diganti, karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian dan kemajuan teknologi, serta sesuai dengan Sistem Internasional untuk satuan (SI);

Transcript of UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

Page 1: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981

TENTANG METROLOGI LEGAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk melindungi kepentingan umum

perlu adanya jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metoda pengukuran dan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya;

b. bahwa pengaturan tentang alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya sebagaimana ditetapkan dalam Ijkordonnantie 1949 Staatsblad Nomor 175 perlu diganti, karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian dan kemajuan teknologi, serta sesuai dengan Sistem Internasional untuk satuan (SI);

Page 2: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 1

c. bahwa untuk mencapai tujuan sebagai dimaksud di atas perlu mengaturnya dalam suatu Undang-undang tentang Metrologi Legal;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), .Pasal 20 ayat (1) Undang-

Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG METROLOGI LEGAL

Page 3: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 2

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dan Peraturan Pelaksanaannya dengan:

a. Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur-mengukur secara luas;

b. Metrologi Legal adalah metrologi yang mengelola satuan-satuan ukuran, metoda-metoda pengukuran dan alat-alat ukur, yang menyangkut persyaratan teknik dan peraturan berdasarkan Undang-undang yang bertujuan melindungi kepentingan umum dalam hal kebenaran pengukuran;

c. Konvensi Meter (Ia Convention du Metre) ialah suatu perjanjian internasional yang bertujuan mencari dan menyeragamkan satuan-satuan ukuran dan timbangan, yang ditandatangani dan diselenggarakan di Paris pada tanggal 20 Mei 1875 oleh para utusan yang berkuasa penuh dari 17 Negara;

d. Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan (Ia Conference Generale des Poids et Mesures) ialah konperensi yang diadakan berdasarkan Konvensi Meter;

e. Biro Intemasional untuk Ukuran dan Timbangan (le Bureau International des Poids et Mesures) ialah Biro yang dibentuk berdasarkan Konvensi Meter;

f. Satuan Sistem Internasional (Ie Systeme International d'Unites) selanjutnya disingkat SI ialah satuan ukuran yang sistemnya bersumber pada suatu ukuran yang didapat berdasarkan atas satuan dasar yang disahkan oleh Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan;

Page 4: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 3

g. satuan dasar ialah satuan yang merupakan dasar dari satuan-satuan suatu besaran yang dapat diturunkan menjadi satuan turunan;

h. lambang satuan ialah tanda yang menyatakan satuan ukuran;

i. standar satuan ialah suatu ukuran yang sah dipakai sebagai dasar pembanding;

j. standar induk satuan dasar ialah standar satuan yang diterima dari Biro Internasional untuk Ukuran dan Timbangan yang diangkat sebagai Standar Nasional atau Standar Tingkat Satu;

k. alat ukur ialah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran kuantitas dan atau kualitas:

l. alat takar ialah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran kuantitas atau penakaran.;

m. alat timbang ialah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran massa atau penimbangan;

n. alat perlengkapan ialah alat yang diperuntukkan atau dipakai sebagai pelengkap atau tambahan pada alat-alat ukur, takar atau timbang, yang menentukan hasil pengukuran, penakaran atau penimbangan;

o. alat penunjuk ialah bagian dari alat ukur, yang menunjukkan hasil pengukuran;

p. tempat usaha ialah tempat yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan perdagangan, industri, produksi, usaha jasa, penyimpanan-penyimpanan dokumen yang berkenaan dengan perusahaan, juga kegiatan-kegiatan penyimpanan atau pameran barang-barang, termasuk rumah tempat tinggal yang sebagian digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut;

q. menera ialah hal menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang

Page 5: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 4

berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai;

r. tera ulang ialah hal menandai berkala dengan tanda-tanda tera sah atau tera batal yang berlaku atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang telah ditera;

s. menjustir ialah mencocokkan atau melakukan perbaikan ringan dengan tujuan agar alat yang dicocokkan atau diperbaiki itu memenuhi persyaratan tera atau tera ulang;

t. Menteri ialah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang Metrologi Legal.

BAB II

SATUAN-SATUAN

Pasal 2

Setiap satuan ukuran yang berlaku sah harus berdasarkan desimal, dengan menggunakan satuan-satuan SI.

Pasal 3

(1) a. Satuan dasar besaran panjang adalah meter; b. Satuan dasar besaran massa adalah kilogram; c. Satuan dasar besaran waktu adalah sekon; d. Satuan dasar besaran arus listrik adalah amper; e. Satuan dasar besaran suhu termodinamika adalah kelvin; f. Satuan dasar besaran kuat cahaya adalah kandela; g. Satuan dasar besaran kuantitas zat adalah mole.

Page 6: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 5

(2) Definisi yang berlaku bagi satuan-satuan dasar seperti tersebut pada ayat (1) pasal ini adalah definisi terbaru yang ditetapkan oleh Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan.

Pasal 4

Lambang satuan dari satuan-satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang ini adalah sebagai berikut:

Satuan: Lambang satuan: meter………………………......................... m kilogram....……………………………….…. kg sekon…………..………………………........ s amper............................………………....... A kelvin..................…………………………… K kandela.........………………………............ cd mole …………...………………………........ mol

Pasal 5

(1) Kecuali yang ditentukan dalam ayat (2) pasal ini, kelipatan-kelipatan dan bagian-bagian desimal dari satuan-satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang ini, jika kelipatan-kelipatan dan bagian-bagian itu tidak dinyatakan dengan sebuah bilangan di depan satuan atau lambang satuan dari satuan-satuan yang bersangkutan, maka di depan satuan atau lambang satuan tersebut dapat dinyatakan dengan membubuhkan salah satu dari awal kata atau lambang berikut:

Page 7: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 6

Kelipatan/bagian desimal Awal kata Lambang

1 000 000 000 000 000 000

1 000 000 000 000 000

1 000 000 000 000

1 000 000 000

1 000 000

1 000

1 00

1 0

0,1

0,01

0,001

0,000 001

0,000 000 001

0,000 000 000 001

0,000 000 000 000 001

0,000 000 000 000 000 001

= 1018

= 1015

= 1012

= 109

= 106

= 103

= 102

= 101

= 10-1

= 10-2

= 10-3

= 10-6

= 10-9

= 10-12

= 10-15

= 10-18

eksa

peta

tera

giga

mega

kilo

hekto

deka

desi

senti

mili

mikro

nano

piko

femto

atto

E

P

T

G

M

k

h

da

d

c

m

µ

n

p

f

a

(2) Seperseribu (0,001) bagian dari kilogram adalah gram yang dinyatakan dengan lambang satuan g. Kelipatan-kelipatan dan bagian-bagian desimal dari kilogram, jika tidak dinyatakan dengan sebuah bilangan di depan satuan atau lambang dari satuan kilogram ini, maka harus dinyatakan dalam satuan gram.

Pasal 6

Page 8: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 7

Derajat Celcius dari skala suhu dalam pemakaian secara umum yang titik nolnya sama dengan 273,15 K adalah sama dengan derajat kelvin.

Pasal 7

Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan :

a. satuan-satuan turunan dari satuan-satuan dasar baik mengenai besaran-besaran, satuan-satuan maupun lambang-lambang satuannya;

b. satuan-satuan tambahan baik mengenai besaran-besaran, satuan-satuan maupun lambang-lambang satuannya;

c. satuan-satuan lain yang berlaku dengan ketentuan-ketentuan dalam pemakaiannya.

BAB III

STANDAR-STANDAR SATUAN

Pasal 8

Standar-standar induk untuk satuan-satuan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang ini disebut Standar Nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9

Tatacara pengurusan, pemeliharaan dan pemakaian Standar Nasional yang dimaksud dalam Pasal 8 Undang-undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 9: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 8

Pasal 10 Susunan turunan-turunan dari Standar Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11 (1) Standar Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

Undang-undang ini dibina oleh suatu lembaga yang khusus dibentuk untuk itu.

(2) Susunan organisasi dan tatakerja lembaga tersebut dalam ayat (1) Pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

BAB IV

ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG

DAN PERLENGKAPANNYA

Pasal 12

Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan tentang alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang : a. wajib ditera dan ditera ulang; b. dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya; c. syarat-syaratnya harus dipenuhi.

Pasal 13

Menteri mengatur tentang : a. pengujian dan pemeriksaan alat-alat ukur, takar, timbang dan

perlengkapannya; b. pelaksanaan serta jangka waktu dilakukan tera dan tera ulang; c. tempat-tempat dan daerah-daerah di mana dilaksanakan tera

dan tera ulang alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya untuk jenis-jenis tertentu.

Page 10: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 9

Pasal 14

(1) Semua alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang pada waktu ditera atau ditera ulang ternyata tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c Undang-undang ini dan yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi, dapat dirusak sampai tidak dapat dipergunakan lagi, oleh pegawai yang berhak menera atau menera ulang.

(2) Tatacara pengrusakan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya diatur oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15

Pegawai yang berhak menera atau menera ulang berhak juga untuk menjustir alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang diajukan untuk ditera atau ditera ulang apabila ternyata belum memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c Undang-undang ini.

Pasal 16

(1) Untuk pekerjaan tera dan tera ulang atau pekerjaan-pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan pengujian alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya dikenakan biaya tera.

(2) Biaya tera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

Untuk membuat dan atau memperbaiki alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya harus memperoleh izin Menteri.

Pasal 18

Setiap pemasukan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya ke dalam wilayah Republik Indonesia harus dengan izin Menteri.

Page 11: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 10

BAB V

TANDA TERA

Pasal 19

(1) Jenis jenis tanda tera : a. tanda sah; b. tanda batal; c. tanda jaminan; d. tanda daerah; e. tanda pegawai yang berhak.

(2) Pengaturan mengenai ukuran, bentuk, jangka waktu berlakunya, tempat pembubuhan dan cara membubuhkan tanda-tanda tera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 20

(1) Tanda sah dibubuhkan dan atau dipasang pada alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang disahkan pada waktu ditera atau ditera ulang.

(2) Tanda batal dibubuhkan pada alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang dibatalkan pada waktu ditera atau ditera ulang.

(3) Tanda jaminan dibubuhkan dan atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari alat-alat ukur, takar, timbang atau perlengkapannya yang sudah disahkan untuk mencegah penukaran dan atau perubahan.

(4) Tanda daerah dan tanda pegawai yang berhak dibubuhkan pada alat-alat ukur, takar, timbang atau perlengkapannya, agar dapat diketahui di mana dan oleh siapa peneraan dilakukan.

(5) Tanda sah dan tanda batal yang tidak mungkin dibubuhkan pada alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya diberikan surat keterangan tertulis sebagai penggantinya.

Pasal 21

Surat keterangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) Undang-undang ini adalah bebas dari bea materai.

Page 12: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 11

BAB VI

BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS

Pasal 22

(I) Semua barang dalam keadaan terbungkus yang diedarkan, dijual, ditawarkan atau dipamerkan wajib diberitahukan atau dinyatakan pada bungkus atau pada labelnya dengan tulisan yang singkat, benar dan jelas mengenai : a. nama barang dalam bungkusan itu; b. ukuran, isi, atau berat bersih barang dalam bungkusan itu

dengan satuan atau lambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 Undang-undang ini;

c. jumlah barang dalam bungkusan itu jika barang itu dijual dengan hitungan.

(2) Tulisan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini harus dengan angka Arab dan huruf latin disamping huruf lainnya dan mudah dibaca.

Pasal 23

(1) Pada tiap bungkus atau label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang ini wajib dicantumkan nama dan tempat perusahaan yang membungkus.

(2) Semua barang yang dibuat atau dihasilkan oleh perusahaan

yang dalam keadaan tidak terbungkus dan diedarkan dalam keadaan terbungkus, maka perusahaan yang melakukan pembungkusan diwajibkan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang ini serta menyebutkan nama dan tempat kerjanya.

Pasal 24

Pengaturan mengenai barang-barang dalam keadaan terbungkus sesuai Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Page 13: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 12

BAB VII PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 25

Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau menyuruh memakai:

a. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang bertanda batal;

b. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang tidak bertanda tera sah yang berlaku atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku, kecuali seperti yang tersebut dalam Pasal 12 huruf b Undang-undang ini;

c. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang tanda teranya rusak;

d. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang setelah padanya dilakukan perbaikan atau perubahan yang dapat mempengaruhi panjang, isi, berat atau penunjukkannya, yang sebelum dipakai kembali tidak disahkan oleh pegawai yang berhak;

e. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang panjang, isi, berat atau penunjukkannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diizinkan berdasarkan Pasal 12 huruf c Undang-undang ini untuk tera ulang;

f. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang mempunyai tanda khusus yang memungkinkan orang menentukan ukuran, takaran, atau timbangan menurut dasar dan sebutan lain daripada yang dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang ini;

g. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya untuk keperluan lain daripada yang dimaksud dalam atau berdasarkan Undang-undang ini;

Page 14: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 13

di tempat usaha; di tempat untuk menentukan ukuran atau timbangan untuk kepentingan umum; di tempat melakukan penyerahan-penyerahan; di tempat menentukan pungutan atau upah yang didasarkan pada ukuran atau timbangan.

Pasal 26

Dilarang menawarkan untuk dibeli, menjual, menawarkan untuk disewa, menyewakan, mengadakan persediaan untuk dijual, disewakan atau diserahkan atau memperdagangkan secara bagaimanapun juga: a. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang

bertanda tera batal; b. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang

tidak bertanda tera sah yang berlaku, atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku, kecuali seperti yang tersebut dalam Pasal 12 huruf b Undang-undang ini ;

c. alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang tanda jaminannya rusak.

Pasal 27

(1) Dilarang mernasang alat ukur, alat penunjuk atau alat lainnya sebagai tambahan pada alat-alat ukur, takar atau timbang yang sudah ditera atau yang sudah ditera ulang.

(2) Alat-alat ukur, takar atau timbang yang diubah atau ditambah dengan cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diperlakukan sebagai tidak ditera atau tidak ditera ulang.

Pasal 28

Dilarang pada tempat-tempat seperti tersebut dalam Pasal 25 Undang-undang ini memakai atau menyuruh memakai :

a. alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya dengan cara lain atau dalam kedudukan lain daripada yang seharusnya;

Page 15: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 14

b. alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya untuk mengukur, menakar atau menimbang melebihi kapasitas maksimumnya;

c. alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya untuk mengukur, menakar, menimbang atau menentukan ukuran kurang dari pada batas terendah yang ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri.

Pasal 29

(1) Dilarang menggunakan sebutan dan lambang satuan selain yang berlaku menurut Pasal 7 Undang-undang ini pada pengumuman tentang barang yang dijual dengan cara diukur, ditakar, ditimbang, baik dalam surat kabar, majalah atau surat tempelan, pada etiket yang dilekatkan atau disertakan pada barang atau bungkus barang atau pada bungkusnya sendiri, maupun pemberitahuan lainnya yang menyatakan ukuran, takaran atau berat.

(2) Larangan tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak berlaku terhadap pemberitahuan: a. tentang benda tidak bergerak yang terletak di luar

wilayah Republik Indonesia. b. tentang benda yang bergerak yang dikirim ke luar wilayah

Republik Indonesia.

(3) Pada benda bergerak yang dijual menurut ukuran, takaran, atau timbangan di dalam bungkusnya yang asli harus dicantumkan sebutan atau lambang satuan yang berlaku menurut Pasal 7 Undang-undang ini tatkala benda itu dimasukkan ke wilayah Republik Indonesia.

Pasal 30

Dilarang menjual, menawarkan untuk dibeli, atau memperdagangkan dengan cara apapun juga, semua barang menurut ukuran, takaran, timbangan atau jumlah selain menurut ukuran yang sebenarnya, isi bersih, berat bersih atau jumlah yang sebenarnya.

Page 16: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 15

Pasal 31

Dilarang membuat, mengedarkan, membungkus atau menyimpan untuk dijual, atau menawarkan untuk dibeli, semua barang dalam keadaan terbungkus yang ukuran, isi bersih, berat bersih atau jumlah hitungannya: a. kurang daripada yang tercantum pada bungkus atau labelnya,

atau b. menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 22

Undang-undang ini.

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang ini dipidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

(2) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 30 dan Pasal 31 Undang-undang ini dipidana penjara selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

(3) Pelanggaran terhadap perbuatan yang tercantum dalam Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) Undang-undang ini dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 33

(1) Perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang ini adalah kejahatan.

(2) Perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-undang ini adalah pelanggaran.

Page 17: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 16

(3) Barang yang menjadi bukti kejahatan dan atau pelanggaran dapat dirampas untuk kepentingan Negara.

Pasal 34

(1) Suatu perbuatan kejahatan atau pelanggaran yang berdasarkan Undang-undang ini diancam hukuman apabila dilakukan oleh suatu badan usaha, maka tuntutan dan atau hukuman ditujukan kepada: a. pengurus, apabila berbentuk badan hukum; b. sekutu aktif, apabila berbentuk persekutuan/perkumpulan

orang-orang; c. pengurus, apabila berbentuk yayasan; d. wakil atau kuasanya di Indonesia, apabila kantor

pusatnya berkedudukan di luar wilayah Republik Indonesia.

(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini meliputi perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh pengurus, pegawai atau kuasanya yang karena tindakannya melakukan pekerjaan untuk badan usaha yang bersangkutan.

(3) Bila orang-orang tersebut dalam ayat (I) sub a, b, c, dan d pasal ini ternyata tidak bersalah atas perbuatan itu, maka tuntutan dan hukuman dikenakan kepada mereka yang sengaja memimpin melakukan, menyuruh melakukan atau karena kelalaiannya mengakibatkan perbuatan kejahatan atau pelanggaran.

(4) Apabila ternyata perbuatan orang-orang tersebut pada ayat (2) pasal ini yang oleh karenanya menyebutkan pelaksanaan kewajiban keuangan, maka kewajiban tersebut dibebankan kepada badan usaha yang bersangkutan.

(5) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (I) pasal ini dilakukan oleh badan usaha lain yang bertindak atas namanya, maka ketentuan ayat (1) sub a. b, c, dan d pasal ini berlaku juga untuk badan usaha lain tersebut.

Page 18: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 17

Pasal 35

(1) Alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang disita tetapi tidak dirampas, tidak dikembalikan kepada yang berhak sebelum barang-barang itu atas biayanya ditera atau ditera ulang.

(2) Penyitaan dilakukan menurut tatacara yang ditentukan oleh Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB IX

PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN

Pasal 36

(1) Pegawai instansi Pemerintah yang ditugasi dalam pembinaan Metrologi Legal yang melakukan pengawasan dan pengamatan diwajibkan menyidik tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-undang ini.

(2) Instansi Pemerintah yang ditugasi dalam pembinaan Metrologi Legal dalam melaksanakan tugas tersebut dalam ayat (1) pasal ini dapat meminta bantuan kepada instansi Pemerintah yang melakukan pengawasan dan pengamatan dalam bidangnya masing-masing yang ada hubungannya dengan pengukuran, penakaran dan atau penimbangan.

(3) Pegawai tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak melakukan penyegelan dan atau penyitaan barang yang dianggap sebagai barang bukti.

(4) Pegawai tersebut pada ayat (1) pasal ini dapat melaksanakan tugasnya di tempat-tempat tersebut pada Pasal 25 Undang-undang ini dalam waktu terbuka untuk umum.

(5) Pegawai tersebut pada ayat (I) pasal ini dapat melaksanakan tugasnya antara pukui 06.00 sampai pukul 18.00 waktu setempat di tempat-tempat yang tidak boleh dimasuki umum, yang seluruhnya atau sebagian dipakai tempat yang dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang ini.

Page 19: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 18

(6) Jika dalam waktu tersebut pada ayat (4) dan ayat (5) pasal ini pegawai yang melakukan penyidikan tidak diperkenankan masuk, maka mereka masuk dengan bantuan penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

(7) Penyidikan dilakukan menurut tatacara yang ditentukan oleh Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB X

ATURAN PERALIHAN

Pasal 37 Alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang disahkan berdasarkan Ijkordonnantie 1949 Staatsblad Nomor 175, dapat disahkan pada waktu tera ulang jika sifat-sifat ukurnya memenuhi syarat batas-batas kesalahan yang ditentukan berdasarkan Undang-undang ini, tanda-tanda, sebutan-sebutan atau nilai-nilai yang disebut padanya masih tampak terang dan tahan lama.

Pasal 38 Ketentuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah ada yang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini masih tetap berlaku sampai peraturan tersebut dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39 (1) Pada saat berlakunya Undang-undang ini maka Ijkordonnantie

1949 Staatsblad Nomor 175 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

(2) Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Page 20: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 19

Pasal 40

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 1 April 1981

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

S O E H A R T O

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 1 April 1981 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUDHARMONO, S.H.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 11

Page 21: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 20

P E N J E L A S A N A T A S

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981

TENTANG METROLOGI LEGAL

U M U M Permasalahan mengenai segala sesuatu dalam ukur mengukur, takar menakar dan timbang-menimbang secara luas yang lazim disebut permasalahan “metrologi” mencakup semua teori maupun praktek yang berhubungan dengan pengukuran yaitu macamnya, sifatnya, kesaksamaan dan kebenarannya. Metrologi yang berhubungan dengan satuan-satuan ukuran, cara-cara atau metoda pengukuran dan alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya dan syarat-syarat teknik serta peraturan-peraturan pelengkap yang ditetapkan dalam atau berdasarkan Undang-undang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengabdian kepada umum tentang pengawasan dan kebenaran pengukuran disebut “metrologi legal” (legal metrology atau metrologie legale). Pengaturan tentang metrologi menjadi semakin penting karena tertib ukur, di segala bidang menyangkut juga segi keamanan bagi manusia sendiri, antara lain: - dosis obat-obatan, penyinaran, suntikan; - pengukuran tekanan darah, suhu manusia, suara, polusi; - pengkuran dalam navigasi dan lain sebagainya. Selain itu tertib ukur juga meliputi usaha penyeragaman Sistem Satuan dalam ukuran, takaran, timbangan dan perlengkapannya dengan menggunakan satuan Sistem Internasional (SI) yang juga disebut Sistem Metrik Modern. Usaha penyeragaman itu di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1923 secara bertahap.

Page 22: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 21

Dengan masa peralihan selama 10 (sepuluh) tahun, yang dalam pelaksanaannya adalah 15 (lima belas) tahun, maka di Indonesia sejak 1 Januari 1938 secara resmi berlaku Satuan Sistem Metrik dalam ukuran, takaran, timbangan dan perlengkapannya yang menggantikan Satuan Sistem tradisional seperti elo, kati dan lain sebagainya. Disadari bahwa ukuran tradisional beserta alat-alatnya adalah terbatas penggunaannya dan secara bertahap masyarakat akan membiasakan diri dengan satuan ukuran seperti tercantum dalam Undang-undang ini. Dalam memasyarakatkan materi Undang-undang ini agar tercapai tertib ukur di segala bidang akan dilakukan dengan pendekatan yang persuasif dan edukatif. Pada tanggal 20 Mei 1875 oleh utusan 17 (tujuh belas) Negara telah ditandatangani ”Konvensi meter” (la Convention du Metre) di Paris. Negara-negara lain kemudian menggabungkan diri dalam konvensi itu, sehingga sampai tahun 1980 pengikut Konvensi Meter telah bertambah menjadi 46 (empat puluh enam) negara, termasuk Indonesia yang menggabungkan diri pada Konvensi Meter itu dalam tahun 1960. Tujuan utama dari Konvensi Meter adalah mencari dan menyeragamkan satuan-satuan ukuran dan timbangan. Di dalam mencapai tujuannya, maka organisasi dari negara pengikut Konvensi Meter merupakan suatu Organisasi Internasional untuk Ukuran dan Timbangan (la Organisation Internationale des Poids et Mesures disingkat OIPM). Forum tertinggi dari OIPM adalah Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan (la Conference Generale des Poids et Mesures disingkat CGPM) yang membawahi langsung suatu Komite Internasional untuk Ukuran dan Timbangan (le Comite Internasional des Poids et Mesures disingkat CIPM). CIPM bertugas melaksanakan dan mempersiapkan keputusan-keputusan dari CGPM. Selain itu CIPM juga memimpin suatu aparat yang disebut Biro Internasional untuk Ukuran dan Timbangan (le Bureau International des Poids et Mesures disingkat BIPM). Oleh karena itu dipandang perlu adanya suatu pengaturan tentang Metrologi Legal.

Page 23: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 22

PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Pengertian-pengertian dari istilah yang dipakai dalam Undang-undang ini dan Peraturan Pelaksanaannya ialah untuk menghindari dari kemungkinan salah tafsir. Menteri yang diserahi urusan Metrologi Legal pada saat Undang-undang ini dibuat adalah Menteri Perdagangan dan Koperasi.

Pasal 2

Sasaran yang akan dicapai adalah keseragaman dan kesatuan pegangan dalam penyebutan dan pemakaian satuan ukuran.

Pasal 3

Ayat (1) Hingga kini ada tujuh satuan dasar dalam satuan Sistem Internasional (SI) yang telah diakui oleh Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan.

Ayat (2)

Definisi yang berlaku pada saat Undang-undang ini dibuat adalah sebagaimana ditetapkan oleh Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan: 1. meter berdasarkan Konperensi Umum ke 11 tahun 1960 2. kilogram berdasarkan Konperensi Umum ke 3 tahun 1901 3. sekon berdasarkan Konperensi Umum ke 13 tahun 1967 4. amper berdasarkan Konperensi Umum ke 9 tahun 1948 5. kelvin berdasarkan Konperensi Umum ke 13 tahun 1967 6. kandela berdasarkan Konperensi Umum ke 13 tahun 1967 7. mole berdasarkan Konperensi Umum ke-14 tahun 1971

Page 24: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 23

Pasal 4

Ketujuh lambang satuan dari satuan-satuan dasar ini merupakan keputusan yang telah disetujui oleh Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan

Pasal 5 Ayat (1)

Untuk menyebutkan kelipatan dan bagian desimal digunakan awal kata dan lambang yang telah diakui dan ditetapkan oleh Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan.

Ayat (2)

Contoh: a. 1.000 kg tidak boleh dinyatakan atau ditulis sama dengan 1

kkg (satu kilokilogram), tetapi 1 Mg (satu megagram). b. 0,1 kg tidak boleh dinyatakan atau ditulis sama dengan 1

dkg (satu desikilogram), tetapi 1 hg (satu hektogram). Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8

Mengingat pentingnya fungsi dari standar Nasional tersebut maka perlu menetapkannya dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10

Turunan-turunan langsung dari standar satuan ditujukan untuk menghindari pemakaian tidak terbatas atas Standar Nasional

Page 25: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 24

dan sekurang-kurangnya satu dari Meter Standar dan Kilogram Standar yang setingkat lebih rendah dari Standar Nasional diserahkan kepada instansi Pemerintah yang ditugasi dalam pembinaan Metrologi Legal untuk kepentingan umum.

Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13

Jenis-jenis alat ukur, alat takar, alat timbang dan perlengkapannya antara lain ialah meter air, meter gas, meter listrik, meter taxi, meter pulsa telpon, alat pengukur kelembaban (moisture tester) perlu ditunjuk tempat-tempat dan daerah-daerah di mana dilaksanakan tera dan tera ulang.

Pasal 14 Ayat (1)

Alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang tidak memenuhi syarat-syarat sehingga tidak dapat diperbaiki lagi, perlu dirusak untuk menghindari kemungkinan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya tersebut dipakai atau dijual sehingga akan merugikan orang lain.

Ayat (2) Oleh karena tata cara pengrusakan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang menyangkut pelaksanaan teknis dan khusus maka pengaturannya ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15

Pekerjaan menjustir yang dapat dikerjakan dengan mudah dan tidak memerlukan banyak waktu, dan karenanya memungkinkan

Page 26: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 25

pegawai yang berhak menera atau menera ulang untuk melakukannya.

Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17

Karena penggunaan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya berada di bawah pengawasan instansi Pemerintah yang ditugasi mengurus hal-hal yang bertalian dengan metrologi, maka seharusnyalah pembuatan alat-alat tersebut dengan izin instansi yang bersangkutan supaya mudah mengawasi dan membina, sehingga alat-alat itu dibuat oleh orang-orang yang benar-benar mempunyai keahlian. Demikian pula untuk memperbaiki alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya misalnya memperbaiki timbangan perlu mendapat izin, yaitu supaya mudah mengawasi dan membimbingnya. Dengan demikian diharapkan bahwa pekerjaan memperbaiki timbangan dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar mempunyai keahlian dalam bidang itu dan dengan rasa penuh tanggung jawab, sehingga para pemilik timbangan tidak akan terperdaya oleh orang-orang yang mengaku sebagai reparatir timbangan padahal tidak mempunyai keahlian dalam pekerjaan tersebut dan hanya semata-mata mencari keuntungan untuk dirinya saja.

Pasal 18

Izin impor diperlukan untuk menghindari masuk dan beredarnya alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang tidak memenuhi persyaratan, sebab jika ini terjadi akan menyulitkan dalam melaksanakan Undang-undang ini.

Pasal 19 Cukup jelas.

Page 27: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 26

Pasal 20 Ayat (1)

Maksud pemberian tanda sah itu ialah untuk menunjukkan bahwa alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya telah memenuhi persyaratan yang diatur berdasarkan Pasal 12 Undang-undang ini. Ayat (2) Maksud pemberian tanda batal itu ialah untuk menunjukkan bahwa alat-alat ukur, takar, timbang atau perlengkapannya tidak memenuhi persyaratan yang diatur berdasarkan Pasal 12 Undang-undang ini.

Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1)

Selaras dengan pesatnya kemajuan produksi dan perdagangan, maka barang-barang dagangan dalam keadaan terbungkus mempunyai peranan dan merupakan suatu usaha untuk memudahkan penjualan dan transpor barang dalam penjualannya. Oleh karena itu perlu adanya suatu peraturan yang menentukan keharusan menyatakan ukuran, berat bersih,

Page 28: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 27

isi bersih atau jumlah yang sebenarnya bagi barang-barang yang dijual dalam bungkusan. Yang dimaksud barang disini tidak termasuk makanan atau barang lain yang mudah basi atau tidak tahan lebih lama dari 7 (tujuh) hari. Bila sesuatu barang dijual berdasarkan ukuran berat atau isi dimasukkan dalam bungkusan, akan memberikan kesulitan bagi pembeli untuk mengetahui secara pasti ukuran, berat, isi bersih atau jumlah dalam bungkusan, karena tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya selain daripada membuka bungkusan atau akan menerima begitu saja tentang isinya. Ukuran besarnya bungkusan tidak selalu memberikan anggapan yang benar tentang ukuran, berat bersih, isi bersih atau jumlahnya. Tanpa memberitahukan atau menonjolkan ukuran, berat bersih, isi bersih, atau jumlah akan menimbulkan keragu-raguan bagi pemakai barang (konsumen) dalam membeli barang-barang dalam keadaan terbungkus. Oleh karena itu sangat perlu atau diwajibkan pencantuman tentang ukuran, berat bersih, isi bersih atau jumlah yang sebenarnya terhadap barang-barang yang dijual dalam keadaan terbungkus dengan jelas, terang serta mudah dibaca pada setiap bungkusan.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 23 Ayat (1)

Pengawasan terhadap barang-barang dalam keadaan terbungkus dapat dilakukan melalui kewajiban bagi pengusaha untuk mencantumkan nama dan tempat perusahaannya.

Ayat (2) Cukup jelas.

Page 29: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 28

Pasal 24

Seringkali terdapat bermacam-macam ukuran bungkusan dari kuanta barang yang sama banyaknya, sehingga akan membingungkan pembeli dalam memilih harga yang lebih ekonomis baginya terhadap bungkusan yang berisi barang yang sama dan sama pula berat dan isi bersihnya. Untuk menghindari hal-hal yang demikian, maka diperlukan suatu pengaturan mengenai barang yang biasa digunakan umum agar pembungkusnya dalam ukuran yang seragam dan berat atau isi bersihnya yang sama. Mungkin juga terdapat beberapa barang dagangan yang dibungkus akan berubah berat atau isinya, karena berkurangnya kelembaban atau disebabkan perubahan lain sejak pembungkusan sampai terjual. Dalam hal ini maka perlu diperhitungkan berapa jumlah kemungkinan berkurang/berubah bagi tiap macam barang dagangan. Dalam peraturan harus dinyatakan batas kekurangan berat atau isi bersih yang diakibatkan oleh perubahan tersebut tadi. Dengan demikian keharusan mencantumkan berat atau isi bersih pada waktu pembungkusan barang dagangan tidak akan merugikan perusahaan pembungkus ataupun pemakai barang dilihat dari sudut keuangan maupun susutnya barang. Supaya dapat memudahkan penaksiran harga atau membandingkan harga, maka perlu disarankan bahwa

pembungkusan barang-barang ditetapkan dalam kuanta 1 x 10n

,

2 x 10n

, atau 5 x 10n

(n = bilangan bulat) misalnya 100 ml, 500g., 50 m dan sebagainya.

Pasal 25

Maksud adanya larangan ini ialah untuk melindungi agar tidak ada pihak yang dirugikan akibat dari pemakaian alat-alat ukur, takar, timbang atau perlengkapannya yang tidak memenuhi kebenaran, kepekaan dan ketepatan penunjukannya.

Page 30: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 29

Pasal 26 Tujuannya adalah untuk melindungi pembeli, penyewa atau

pemakai agar tidak mendapatkan atau memperoleh alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 27 Pemasangan alat-alat baru atau tambahan pada alat-alat ukur,

takar, timbang dan atau perlengkapannya yang sudah ditera atau sudah ditera ulang akan mempengaruhi keasliannya dan juga memungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari syarat teknis. Berhubung dengan adanya penambahan ini, maka alat tersebut diperlakukan sebagai tidak ditera atau tidak ditera ulang.

Pasal 28 Sifat dan kemampuan untuk dapat memberikan pelayanan yang

benar dan dalam batas-batas kesalahan yang diizinkan terhadap penggunaan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya perlu ditaati, agar dalam pemakaian tidak merugikan pemakai atau pihak yang dilayani oleh alat tersebut.

Pasal 29 Ayat (1) Larangan tersebut dimaksud agar benar-benar ditaati maksud

dari Undang-undang ini dalam usahanya mencapai keseragaman penulisan dan penyebutan satuan dan lambang satuan ukuran yang berdasarkan Satuan Sistem Internasional.

Ayat (2) Dapat dipahami bahwa terhadap benda-benda tak bergerak yang

terletak di luar wilayah Republik Indonesia atau benda-benda yang bergerak yang dikirim ke luar wilayah Republik Indonesia

Page 31: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 30

dalam penulisan dan penyebutan satuan dan lambang satuan ukurannya dikecualikan dari larangan ini.

Ayat (3) Dimaksud untuk mencegah persaingan tidak jujur antara

produsen luar negeri dan produsen dalam negeri mengenai ukuran. Demikian juga untuk melindungi konsumen agar dapat memilih kebutuhannya secara ekonomis.

Pasal 30 Dapat dimaklumi bahwa para pemakai barang (konsumen)

menghendaki untuk mendapatkan barang dalam ukuran, isi, berat atau jumlah yang tepat.

Pasal 31 Pasal ini dimaksud untuk mencegah perbuatan-perbuatan yang

tidak sehat atau tidak jujur dari para pembuat, pembungkus dan atau pengedar barang untuk mengambil keuntungan dari ukuran, isi, berat atau jumlah yang diserahkan/dijual.

Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Tujuan dari Pasal ini ialah untuk memudahkan dilakukannya

penuntutan bila terjadi suatu pelanggaran terhadap Undang-undang ini yang dilakukan oleh suatu badan hukum, perseroan, persekutuan/perkumpulan orang-orang atau yayasan.

Page 32: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 31

Pasal 35 Alat-alat ukur, takar, timbang atau perlengkapannya yang atas

keputusan Pengadilan dinyatakan tidak dirampas, bukanlah berarti bahwa alat tersebut boleh dipakai lagi atau tidak melanggar lagi tanpa ditera/ditera ulang. Berhubung dengan itu dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka alat itu harus ditera/tera ulangkan atas biaya pemiliknya.

Pasal 36 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pegawai yang melakukan pengawasan

dan penyidikan adalah pegawai yang diberi tugas secara tertulis oleh atasannya.

Ayat (2) Pengawasan tentang ditaatinya Undang-undang ini, agar dapat

diikutsertakan juga pegawai instansi-instansi yang ada hubungannya dengan pengawasan hasil-hasil pengukuran, penakaran dan atau penimbangan dalam bidangnya masing-masing.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.

Page 33: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 ...

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 32

Pasal 37 Alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang wajib

tera berdasarkan Ijkordonnantie 1949 Staatsblad Nomor 175 (Undang-undang Metrologi terdahulu) masih boleh dipakai sepanjang masih memenuhi syarat-syarat seperti yang ditentukan berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 38 Pasal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya kekosongan

hukum Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3193