Umberto Eco travel in hiperreality
Transcript of Umberto Eco travel in hiperreality
-
8/6/2019 Umberto Eco travel in hiperreality
1/2
Umberto eco
Romantisme dalam hiperealitas
Berkembangnya teknologi internet pada era komunikasi mencapai tingkat yang luar
biasa sampai mampu membuat penggunanya menjelajah dari masa lampau hingga masa
depan. Beberapa waktu sebelumnya penulis melakukan surfing internet dan menemukan
serial film anak yang dulu tidak ditonton sampai selesai saat ini menjadi terpuaskan.
Romantisme masa lalu dapat dibangkitkan kembali dalam internet, kita kembali ke masa lalu
untuk mengenangnya lewat teknologi. Inti yang hampir sama dituliskan umberto eco seorang
pakar semiotika, kritikus budaya, sosiolog (meskipun tidak menganggap dirinya sosiolog)
yang berasal dari itali (professor bologna university).
Umberto Eco (lahir 5 Januari 1932) terkenal karena novelnya Nama Rose (Il Nome
della rosa, 1980), sebuah misteri intelektual yang mengombinasikan semiotika dalam fiksi,
analisis Alkitab, studi abad pertengahan dan teori sastra. Ia juga menulis teks akademis, buku
anak-anak dan banyak esai. Eco adalah Presiden Scuola Superiore di Studi Umanistici,
Universitas Bologna , anggota Accademia dei Lincei (sejak November 2010) dan Fellow
Kehormatan Kellog College , Universitas Oxford . Saat ini (2011), Eco salah satu terbaik di
dunia penjualan penulis karena novelnya The Cemetery Praha .
Umberto Eco dalam menganalisis hiperrealitas menggunakan istilah-istilah copy,
replica, replication, imitation, likeness,, dan reproduction untuk menjelaskan apa yang
disebut hiperrealitas itu. Dalam konteks Eco hiperealitas tidak dilihat sebagai entitas negatif
tetapi sebagai replikasi, salinan tepatnya simulacrum dari unsur-unsur masa lalu yang
coba dihidupkan kembali dalam konteks masa kini sebagai sebuah nostalgia. eco lebih
melihat fenomena hiperrealitas sebagai persoalan penjarakan (distanciation) artinya dengan
teknologi memungkinkan masa lalu (past) hadir kembali pada saat ini (present).
Pada salah satu bab di buku tamasya dalam hiperealitas, Eco menuliskan rata-rata
imajinasi bangsa amerika pada masa lampau dilestarikan dalam bentuk kopi otentik dengan
skala penuh, filsafat tentang keabadian sebagai duplikasi. contoh konkrit hiperrealitas dalam
konteks ini bisa dilihat dalam film yang dingkat dari novel karya Milan trenc, night at the
museum dimana fosil T-Rex, suku Mayan, Gladiator Roma, hingga patung lilin Teddy
Roosevelt seolah-olah hidup kembali. Ini membuktikan kerinduan romantisme masa lalu
-
8/6/2019 Umberto Eco travel in hiperreality
2/2
yang hendak dicapai melalui hiperrealitas, namun ketika masa lalu tersebut dihadirkan di
dalam konteks masa kini, maka ia kehilangan kontak dengan realitas. Dalam arti
kemunculannya Nampak lebih nyata dari kenyataannya sehingga menciptakan kondisi
meleburnya antara salinan (copy) dengan aslinya (original)(Umberto Eco dalam Yasraf
Amir Piliang, 2009, 59)
Disini terdapat sedikit perbedaan antara Umberto Eco dan Jean Baudillard dalam
memaknai hiperealitas. Jean baudillard melihat hiperealitas terdiri dari salinan (simulacrum)
dan simulasi yang didefinisikan situasi yang didalamnya terdapat kondisi tertentu diciptakan
secara artifisial yang seolah-olah nyata padahal tidak (ibid) melahirkan definisi eksplisit
yang menyatakan simulasi bertentangan secara diametrical dengan representasi benda.
Artinya simulasi kebalikan dari representasi karena bila representasi masih mengacu pada
benda nyata yang dicontohnya sebaliknya simulasi tidak merujuk pada sesuatu di luar
dirinya, malahan menjadikan dirinya sebagai referensi misalnyaDisney Land. Umberto Eco
dalam melihat fenomena hiperrealitas masih menemukan prinsip representasi, artinya sebuah
salinan masih merupakan representasi dari sebuah referensinya meskipun terkadang muncul
dalam kondisi peleburan salinan dan asli, misalnya dalam film night at the museum. Akhirnya
tampak bagi kita terdapat sedikit perbedaan pengertian hiperrealitas, Jean Baudillard dalam
mendefinisikan hiperrealitas jauh lebih radikal dibandingkan Umberto Eco.
Daftar pustaka
Yasraf Amir Piliang. 2009. Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika.
Yogyakarta. Jalasutra
Umberto Eco. 1987. Tamasya dalam Hiperrealitas. Yogyakarta. Jalasutra