umars2
-
Upload
mokhtarumar -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
Transcript of umars2
-
8/8/2019 umars2
1/17
RESPONSI
IMPETIGO BULOSA
Oleh :
Delta Yuliandra
G0002004
Pembimbing :
DR. dr. Indah Julianto, SpKK (K)
KEPANITERAAN KLINIK LABORATORIUM / UPF
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
-
8/8/2019 umars2
2/17
SURAKARTA
2008
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing : DR. dr. Indah Julianto, SpKK (K)
Nama mahasiswa : Delta Yuliandra
NIM : G0002004
IMPETIGO BULOSA
I. DEFINISI
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma superficial yang
menyerang lapisan epidermis kulit di bawah stratum korneum
(Djuanda, 2005 dan Creft, dkk, 2002). Impetigo biasanya juga
mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering
merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari pediculosis,
skabies, infeksi jamur dan insect bites (Beheshti, 2007).
Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama
berupa lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding kendur,
terkadang tampak hipopion (Fritsh,dkk,1993)
II. EPIDEMIOLOGI
Impetigo bulosa lebih sering mengenai bayi yang baru lahir dan anak-
anak, meskipun dapat juga mengenai orang dewasa1,2. Frekuensi
terjadinya pada pria dan wanita adalah sama3. Faktor-faktor seperti
kebersihan yang kurang, mempunyai riwayat atopi mempermudah
timbulnya penyakit2.
2
-
8/8/2019 umars2
3/17
III. ETIOLOGI
Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus group II, bakteri
gram positif, koagulase positif terutama tipe 77 dan 55, kadang juga
tipe 71. Strain tersebut resisten terhadap penisilin dan dapat juga
resisten terhadap eritromisin. Methicilin Resistance Staphylococcus
Aureus (MRSA) juga ditemukan pada kasus impetigo dan telah
diisolasi sama banyaknya dengan 20 % kasus impetigo bulosa.
MRSA ditemukan pada gen mecA, yang mempunyai empat
elemen I-IV. Elemen IV berhubungan dengan community-acquired
MRSA dan elemen I-III berhubungan dengan hospital-acquired
MRSA. MRSA pada umumnya dimasukkan dalam infeksi nosokomial,
tetapi pada beberapa tahun terakhir muncul juga di masyarakat.
Community-acquired MRSA, banyak dijumpai pada populasi
tertutup seperti di penjara, pusat kesehatan dan kelompok olahragawan
sama dengan kondisi pasien dengan diabetes atau dengan kondisi kulit
lainnya yang mendasarinya (Amini, 2009 dan Creft, dkk, 2002).
IV. PATOGENESIS
Faktor host seperti keadaan imunosupresi, pemberian terapi
kortikosteroid dan riwayat atopi berperan pada patogenesis infeksi
stafilokokus. Adanya inflamasi atau kerusakan kulit sebelumnya
seperti luka bakar, trauma, dermatitis juga penting pada patogenesis
penyakit yang disebabkan oleh stafilokokus. Beberapa strain
stafilokokus aureus menghasilkan satu atau lebih eksoprotein berupa
eksotoksin stafilokokus, enterotoksin stafilokokus, eksotoksin
eksfoliatif TSS toxin-1 dan leukosidin. Pada impetigo bulosa yang
berperan pada timbulnya penyakit adalah eksotoksin eksfoliatin toksin
tipe A dan tipe B. Pada tahun 2006, ditemukan eksotoksin eksfoliatin
3
-
8/8/2019 umars2
4/17
tipe D pada 10 % isolat stafilokokus aureus (Bos, 1997 dan Creft,
2002).
Eksotoksin eksfoliatif tersebut menyebabkan hilangnya adesi
pada permukaan dermis, yang menyebabkan bula dan pengelupasan
kulit karena kerusakan permukaan sel granuler di epidermis. Salah satu
target dari eksotoksin eksfoliatif A adalah desmoglein 1, yang
mempertahankan adesi sel-sel keratinosit. Kerusakan terhadap
desmoglein 1 mengakibatkan timbulnya akantolisis sehingga dapat
terbentuk vesikel atau bula intraepidermis (Amini, 2009)
Molekul tersebut juga bersifat superantigen yang bereaksi lokaldan merangsang mitosis sel limfosit T. Molekul tersebut terikat
langsung pada Mayor Histocompability (MHC) II di Antigen
Presenting Cell(APC) dan melakukan reaksi silang antara APC
dengan region rantai beta pada reseptor sel limfosit T yang lainnya,
yang menyebabkan aktivasi sel limfosit T poliklonal. Hal tersebut
mengakibatkan ekspresi banyak sitokin. Terlebih-lebih, eksotoksin A
dan B pirogenik akan merangsang sel lekosit untuk megeluarkan TNF-
, IL- dan IL-6 yang membuktikan bahwa TNF- secara primer
memediasi kerusakan jaringan pada pasien toxic shock syndrome
toxin-1(TSST-1). Produk lain dari stafilokokus seperti enzim
koagulase yang bereaksi lokal di permukaan epidermis dengan
memproduksi trombus fibrin (Bos, 1997).
V. GEJALA KLINIS
1. Keluhan utama berupa lepuh yang timbul mendadak pada kulit
yang sehat
2. Ukuran bervariasi mulai miliar sampai lentikular3.
3. Jika pecah menimbulkan krusta berwarna coklat datar dan tipis2,3.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum tidak dipengaruhi1,3.
4
-
8/8/2019 umars2
5/17
2. Predileksi di ketiak, dada, punggung, ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah1,3.
3. Lesi pada kulit ditandai dengan perubahan yang cepat dari vesikel
menjadi bula berkonsisitensi lembek3.
4. Bula berukuran miliar hingga lentikular3.
5. Pada awalnya bula berisi cairan jernih berwarna kekuningan yang
kemudian berubah menjadi cairan keruh berwarna kuning
kehitaman2,3.
6. Tepi bula berbatas tegas dan di sekitar lesi tidak atau kadang-
kadang terdapat eritema2,3.
7. Dalam satu atau dua hari bula akan pecah dan kempis, atap bula
yang ruptur membentuk gambaran kolaret serta terbentuk krusta
yang tipis berwarna coklat muda atau kuning emas2,3.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Histologi
Gambaran histopatologis impetigo bulosa menunjukkan pada
epidermis tampak pembentukan vesikel subkorneum atau di bagian
granulosum berisi sel-sel radang yaitu leukosit2,3. Beberapa
keratinosit ada yang mengalami akantolisis, spongiosis2. Tampak
edema pada papil dermis disertai sebukan sel-sel radang seperti
limfosit dan neutrofil di sekitar ujung-ujung pembuluh darah2.
2. Laboratorium
Pemeriksaan bakteriologis dari cairan bula dengan pewarnaan
Gram didapatkan coccus gram positif golongan Staphylococcus
aureus group faga II serta dapat dilakukan kultur dari isi bula yang
utuh3
VIII. DIAGNOSIS BANDING
5
-
8/8/2019 umars2
6/17
1. Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung
lama (kronik) dan kulit kering; penebalan pada lipatan kulit
terutama pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali
melibatkan daerah wajah atau tangan bagian dalam.
2. Candidiasis (infeksi jamur candida): papul merah, basah;
umumnya di daerah selaput lender atau daerah lipatan.
3. Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitive yang kontak dengan
zat-zat yang mengiritasi.
4. Diskoid lupus eritematus: lesi datar(plak), batas tegas yang
mengenai sampai folikel rambut.
5. Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan
dasar dan dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan
sembuh dengan jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit
dalam (dermis).
6. Herpes simpleks: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan
yang pecah menjadi lecet tertutupi oleh krusta, biasanya pada bibir
dan kulit.
7. Gigitan serangga: Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.
8. Skabies: Papula yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan
pada sela-sela jari, gatal pada malam hari.
9. Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan
menyebar ke tangan, kaki, dan wajah; vesikel pecah dan
membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa tahap (vesikel,
krusta) pada saat yang sama (Wahid, 2009).
IX.KOMPLIKASI
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun
tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus
terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak
dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan
kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna the.
6
-
8/8/2019 umars2
7/17
Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi
muncul (Wahid, 2009).
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang
(osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis,
Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar
getah bening (Wahid, 2009).
X.PENATALAKSANAAN
1. Terapi nonmedikamentosa
a. Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit,
disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah.
b. Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah
yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak.
c. Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh.
d. Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik
untuk mencegah penyebaran lokal.
e. Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada
impetigo krustosa.
2. Terapi medikamentosa
a. Terapi topikal
Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknyakrusta sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada
pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian
antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda, 2005)
1) Antiseptik
Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan
impetigo berdasarkan penelitian Suswanti (2003) adalah triklosan 2%.
7
-
8/8/2019 umars2
8/17
Pada hasil penelitian tersebut didapatkan jumlah koloni yang dapat
tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30, 60, 90dan
120 adalah sebanyak 0 koloni sehingga triklosan 2% mampu
mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus
aureus (Wahid, 2009).
2) Antibiotik Topikal
a. Mupirocin
Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah
mulai digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja
dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri
(Wahid, 2009).
b. Asam fusidat
Asam fusidat dan natrium fusidat adalah derivat antibiotik dari
Fusideum coccineum yang bekerja menghambat sintesis protein
bakteri terutama semua bakteri gram positif termasuk
Stafilokokus aureus (Wahid, 2009).
c. Ratapamulin
Pada tahun 2007, ratapamulin telah disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk digunakan sebagai
pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh
resisten metisilin ataupun resisten vankomisin. Ratapamulin
berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat
dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akanmenghambat protein sintesis dari bakteri (Wahid, 2009).
Berdasarkan penelitian Buck (2007) yang dilakukan pada
210 pasien impetigo yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun
dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas dari total
luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien tersebut
didapatkan 82% dengan infeksi stafilokokus aureus. Pada pasien-
pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama
8
-
8/8/2019 umars2
9/17
5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari
terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah
mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa
penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan
menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan
hanya hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang
menggunakan plasebo (Wahid, 2009).
d. Dikloksasilin
Penggunaan dikloksasilin merupakan first line untuk
pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan
dikloksasilin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal
karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek
samping bila dibandingkan dengan dikloksasilin.
3) Terapi sistemik
A. Golongan Penisilin
1. Penicillin G procaine injeksi
Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari
Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari
2. Ampicillin
Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac
3. Amoksicillin
Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac
4. Cloxacillin (untukStaphylococcus yang kebal penicillin)
Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac
Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac
5. Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac
9
-
8/8/2019 umars2
10/17
Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac
2)Eritromisin (bila alergi penisilin)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc
Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc
3)Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)
Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari
Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari
4)Penggunaan terapi antibiotik sistemik lainnya
Pada penggunaan sistemik antibiotik lainnya yang dapat dipertimbangkan
adalah, sebagai berikut:
XI.PENCEGAHAN
Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya
1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak
dengan pasien, terutama apabila terkena luka.
2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa
menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien
4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan,
namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap
pendek dan bersih
6. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari
yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar
matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci
dengan disinfektan.
8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat
yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu
10
-
8/8/2019 umars2
11/17
IX. TERAPI
1. Non medikamentosa : edukasi tentang menjaga kebersihan dan
menghilangkan faktor-faktor predisposisi1
2. Medikamentosa:
Jika terdapat hanya beberapa vesikel atau bula,
dipecahkan lalu diberi salep antibiotik3
Topikal : Mupirocin 2% cream atau Fusidic acid 2%
dioleskan 2 kali sehari1,2,3
Sistemik : Dicloxacillin 250 500 mg diberikan 4 kali sehari
selama 5-7 hari2 atau Amoxicillin plus Clavulanic
acid 25 mg/kg BB/hari diberikan 3 kali sehari2 atau
Azithromycin 500 mg pada hari pertama,
selanjutnya 250 mg per hari selama 4 hari2 atau
Erythromycin 250 500 mg diberikan 4 kali sehari
selama 5-7 hari2 atau Clindamycin 15 mg/kg
BB/hari diberikan 3 kali sehari2.
11
-
8/8/2019 umars2
12/17
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda. Pioderma. Dalam Editor Adhi Djuanda. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. Jakarta. Penerbit
FKUI. 1999. h: 55-57.
2. Noah Creft, Peter K. Lee, Matthew T. Zipoli, Arnold N.
Weinberg, Morton N. Swartz, Richard Allen Johnson.
Superficial Cutaneous Infection and Pyodermas. Dalam Editor
Klaus Wolff et al. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. Seventh Edition. Volume Two. Mc Graw Hill
Medical. 2002. h: 1694-98.
3. Siregar R. S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2.
Jakarta. Penerbit EGC. 2004. h: 47-48.
4. Peter O. Fritsch, Peter M. Elias, Helwut Hintner. Mechanisms
of Vesicle Formation and Classification. Dalam Editor Thomas
B. Fitzpatrick et al. Dermatology in General Medicine. Fourth
Edition. Volume II. McGraw-Hill. 1993. h: 577-84.
12
-
8/8/2019 umars2
13/17
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R.A
Umur : 1 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Jebres, Surakarta
Tanggal pemeriksaan : 29 Desember 2010
No RM : 01 044 319
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama:
Bercak merak dan luka di ketiak kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis diperoleh secara aloanamnesis dari ibu pasien.
Menurut ibu pasien sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh
muncul bercak merah dan luka di ketiak kanan pasien. Keluhan
pada awalnya hanya berupa plenting-plenting kecil kemerahan
seperti digigit nyamuk dan berisi cairan seperti kulit melepuh,
akhirnya sering keluar darah dan nanah, makin bertambah luas
setelah pasien dimandikan ibunya. Selain di ketiak kanan, di bawah
ketiak kanan sampai dada sebelah samping kanan, juga timbul
keluhan yang sama berupa kulit kemerahan disertai kulit melepuh
13
-
8/8/2019 umars2
14/17
yang telah pecah. Demam (-), gatal (+), menurut ibu penderita
sudah diperiksakan ke dokter umum dan diberikan kompres kalium
permanganat dan salep asiklovir, tetapi keluhan tidak berkurang.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat asma : disangkal
D. Riwayat keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat asma : disangkal
E. Riwayat kebiasaan
Penderita mandi 2 kali sehari dengan sabun asepso sama
dengan anggota keluarga lainnya dan memakai handuk sendiri
dengan sumber air PAM. Ganti pakaian 2 kali sehari.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Vital sign :Heart rate : 100 x/menit
Respirasi rate : 30 x/menit
Nadi : 100 x/menit
14
-
8/8/2019 umars2
15/17
Suhu : 37 C
2. Kepala : dalam batas normal
3. Mata : dalam batas normal
4. Hidung : dalam batas normal
5. Mulut : dalam batas normal
6. Leher : dalam batas normal
7. Punggung : dalam batas normal
8. Dada : lihat status dermatologis
9. Abdomen : dalam batas normal
10. Gluteus dan anogenital : dalam batas normal
11. Ekstremitas atas : dalam batas normal
12. Ekstremitas bawah : dalam batas normal
B. Status Dermatologis:
Regio axilla dekstra dan thoraks lateralis dekstra :
tampak makula dan patch eritematous, batasnya tegas, sebagian yang lain tidak
berbatas tegas, di atasnya terdapat papul multipel, diskret dengan krusta di
15
-
8/8/2019 umars2
16/17
atasnya, terdapat bekas bula yang pecah dengan skuama di pinggirnya, sebagian
tampak erosif dan tampak krusta coklat kekuningan di atasnya.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengecatan gram dengan mengambil eksudat di bawah krusta
V. USULAN PEMERIKSAAN
Biakan eksudat dan uji resistensi
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Impetigo bulosa
2. Dermatitis herpetiformis
3. Ektima
4. Tinea sirsinata
VII. DIAGNOSIS KERJA
Impetigo bulosa
VIII. TERAPI
A. Non medikamentosa
Edukasi untuk menjaga kebersihan dan menghilangkan faktor-
faktor predisposisi.
B. Medikamentosa
Topikal : Mupirocin 2% cream 2 x sehari
Sistemik : Erythromycin syrup 3 x cth I
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
16
-
8/8/2019 umars2
17/17
Ad fungsionam : baik
Ad kosmetikum : baik
17