Ulkus Kornea - Nisa

download Ulkus Kornea - Nisa

of 20

description

Referat Stase Mata

Transcript of Ulkus Kornea - Nisa

REFERATULKUS KORNEA

Oleh:Nisa Ul IzzahH1A007045

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYABAGIAN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM2015BAB 1PENDAHULUANKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses.1 Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea merupakan penyakit yang mengancam penglihatan. Ulkus kornea merupakan salah satu penyebab kebutaan terbesar di dunia, terutama di daerah ekuator dan tropis. Sejumlah 45 juta orang menderita kebutaan di dunia. Sekitar 10% kasus kebutaan tersebut disebabkan ulkus kornea.2,3 Pola penyebab dan epidemiologi ulkus kornea bervariasi tergantung pada kondisi populasi pasien, lokasi geografis, dan iklim. Insidensi ulkus kornea lebih tinggi di negara berkembang daripada negara maju.2 Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.2Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.3

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi KorneaKornea merupakan jaringan transparan. Kornea disisipkan ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di tengah, sekitar 0,67 mm di tepi, dan diameter sekitar 11,7 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel.4a. Epitel Terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng. Sel-sel epitel mempunyai daya regenerasi yang sangat besar. Regenerasi epitel dilakukan dalam waktu 5-7 hari. Sel-sel superfisial selalu mengelupas (pada saat mata berkedip) ke dalam lapisan air mata, bercampur dengan sel yang telah mati. Sel-sel pengganti epitel berasal dari Limbal stem cell. b. Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.c. Stroma Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur. Di bagian perifer, serat kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. Jenis kolagen yang dibentuk adalah kolagen tipe I, III, dan VI. Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga kandungan air di stroma sebesar 78%.d. Membran Descemet Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 0,40 mme. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 0,20- 0,40 mm. Endotel melekat pada membran Descemet melalui hemidesmososm dan zona okluden. Endotel memiliki sejumlah besar vesikula pinositotik. Vesikula ini mentransportasikan cairan dan larutan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah). Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama didapat dari percabanagan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Saraf ini membentuk pleksus perikorneal dan berakhir dengan pleksus di antara epitel.1,2,3Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Jika kornea oedema karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.3

Gambar 1. anatomi mata

Gambar 2. dimensi kornea

Gambar 3. lapisan kornea

2.2. Fisiologi KorneaKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut. Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.1Penetrasi obat ke dalam kornea bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.1Untuk menyokong sifat fisiologis tersebut, kornea membutuhkan energi. Adapun sumber energi kornea diperoleh melalui:1. Zat terlarut, misalnya glukosa, masuk ke kornea secara pasif melalui difusi sederhana maupun secara transpor aktif melalui aqueous humor, serta melalui difusi dari kapiler perilimbal.2. Oksigen, secara langsung diperoleh dari udara atmosfer melalui lapisan air mata. Proses ini dijalankan secara aktif melalui epitelium.Sumber energi ini kemudian diproses / dimetabolisme, terutama oleh epitelium dan endotelium. Dalam hal ini, karena epitelium jauh lebih tebal daripada endotelium, suplai energi yang dibutuhkan pun jauh lebih besar, sehingga akitivitas metabolisme tertinggi di mata dijalankan oleh kornea.4 Sebagaimana jaringan lain, epitelium dapat melangsungkan metabolisme secara aerobik maupun anaerobik. Secara aerobik, proses yang terjadi adalah glikolisis (30%) dan heksosa monofosfat (65%). Secara anaerobik, metabolisme akan menghasilkan karbon dioksida, air, dan juga asam laktat.2-4

2.3. Gejala-gejala Penyakit KorneaKarena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisial maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis interstisial), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.4Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris meradang yang sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik penting.4Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak disertai belekan kecuali pada ulkus bakteri purulen.1

2.4. Pemeriksaan pada Penyakit Kornea2.4.1 Gejala dan TandaDokter memeriksa kornea di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulasan fluorescein dapat memperjelas lesi epitel superfisial yang tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini.1Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, atau terpajan benda asing. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat penyakit herpes simpleks sering kambuh. Ditanyakan pula pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah menggunakan kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas.1,4Untuk memilih terapi yang tepat untuk penyakit kornea, terutama ulkus bernanah, bantuan laboratorium sangat penting. Ulkus bakteri dan fungi, misalnya, memerlukan obat yang sama sekali berbeda. Karena penundaan dalam menetapkan organisme itu dapat sangat mempengaruhi hasil akhir pada penglihatan, kerokan dari ulkus harus dipulas dengan pulasan Gram maupun Giemsa dan organisme penyebabnya ditetapkan, jika mungkin saat pasien masih menunggu. Kultur untuk bakteri dan fungi harus dilakukan pada saat itu juga, karena pengenalan organisme sangat penting sehingga terapi yang cocok dapat segera diberikan. Terapi jangan ditunda jika organisme tidak dapat ditetapkan pada sediaan hapus dengan pemulasan.Hal yang harus dievaluasi dari kornea adalah transparansi (adanya opasitas stroma dan epitelium menunjukkan scarring atau infiltrasi) dan luster pada permukaan (absensi menunjukkan defek epitel atau lesi kornea superfisial).5 Pemeriksaan kornea hendaknya dilakukan dalam pencahayaan yang memadai, dapat pula dilakukan setelah pemberian agen anestetik lokal. Umumnya, seorang oftalmologis akan menggunakan slit lamp dalam pemeriksaan.2Adapun pulasan dengan satu tetes larutan fluorescein atau rose bengal 1%, dengan sifatnya yang umumnya tidak diabsorbsi oleh epitelium, dapat memperjelas gambaran lesi epitel superfisial yang sulit terlihat pada pemeriksaan biasa, mulai dari keratitis pungtata superfisial hingga erosi kornea.2-5 Pencahayaan dengan cobalt blue filter akan mempertegas efek floresensi.Topografi permukaan kornea secara kasar dapat dievaluasi menggunakan keratoskopoker/ Placidos disk. Akan tetapi, hasil yang lebih akurat dapat diperoleh melalui pemeriksaan topografi kornea yang terkomputerisasi (videokeratoskopi). Sensitivitas kornea secara sederhana dapat dinilai dengan cotton swab. Dalam hal ini, secara kasar dinilai adanya infeksi viral atau neuropati fasialis atau trigeminalis. Densitas epitelium kornea secara kasar dapat dinilai menggunakan slit lamp atau teknik mikroskop spekular untuk keperluan kuantifikasi. Ukuran kornea dapat diukur menggunakan penggaris sederhana atau keratometer Wessely.52.3. ULKUS KORNEA2.3.1. DefinisiUlkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi menyebabkan kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.4

2.3.2. EpidemiologiUlkus kornea merupakan penyakit yang mengancam penglihatan. Ulkus kornea merupakan salah satu penyebab kebutaan terbesar di dunia, terutama di daerah ekuator dan tropis. Sejumlah 45 juta orang menderita kebutaan di dunia. Sekitar 10% kasus kebutaan tersebut disebabkan ulkus kornea.3 Pola penyebab dan epidemiologi ulkus kornea bervariasi tergantung pada kondisi populasi pasien, lokasi geografis, dan iklim. Insidensi ulkus kornea lebih tinggi di negara berkembang daripada negara maju. Menurut Shetty Shrikanth et al, prevalensi ulkus kornea menunjukkan angka yang lebih tinggi pada kelompok usia produktif (21-60 tahun), yaitu 72%. Insidensi paling sedikit tercatat 3% pada kelompok usia 1-10 tahun, 9% pada kelompok usia 11-20 tahun, dan 5 kasus di atas 71 tahun. Insidensi pada kelompok dengan sosioekonomi rendah 87%.2,5,6Di Indonesia insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah teridentifikasinya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit pasien, serta penatalaksanaan pasien secara tepat.3

Patogenesis Keratitis & Ulkus KorneaSecara sederhana, keratitis didefinisikan sebagai peradangan / inflamasi pada kornea mata (bahasa Yunani: kerat = tanduk). Proses inflamasi tersebut umumnya ditandai dengan adanya edema kornea, infiltrasi seluler, serta kongesti silier.PatogenesisKetika epithelium kornea yang rusak diinvasi oleh agen-agen pathogen, perubahan-perubahan pada kornea pada perkembangannya menjadi ulkus kornea dapat dibedakan menjadi 4 tahap yaitu infiltrasi, ulserasi aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir atau terminal dari ulkus korna bergantung pada virulensi dari agen pathogen, mekanisme pertahanan dari host, dan tatalaksana yang diterima. Perkembangan dari ulkus kornea atau keratitis dapat mengarah pada salah satu arah di bawah ini:1. Ulkus dapat terlokalisasi dan sembuh2. Penetrasi kedalam menyebabkan perforasi kornea3. Menyebar cepat menyebabkan seluruh kornea terkelupas atau ulkus kornea terkelupas.Patologi dari ulkus kornea terlokalisasi:1. Tahap progresif infiltrasiPada tahap ini dikarakteristikkan dengan infiltrasi dari PMN dan/atau limfosit ke dalam epithelium dari sirkulasi perifer. Pada tahap ini nekrosis dapat muncul pada jaringan tergantung dari virulensi agen pathogen dan kekuatan mekanisme pertahanan dari host tersebut.1. Tahap ulserasi aktifUlserasi aktif terjadi disebabkan karena nekrosis dan pengelupasan dari epithelium, membran bowman dan stroma. Dinding dari ulserasi aktif ini akan membengkak disebabkan oleh lamella yang terimbibisi oleh cairan dan leukosit di antaranya. Pada tahap ini, di sekitar dan dasar dari ulserasi akan memperlihatkan infiltrasi abu-abu dan pengelupasan.Pada tahap ini akan muncul hiperemia dari jaringan sirkumkorneal yang merupakan hasil dari akumulasi eksudat purulen dari kornea. Kongesti vaskular pada iris, badan siliaris dan iritis terjadi akibat dari absorpsi toxin dari ulserasi. Eksudasi dapat masuk ke dalam COA melalui pembuluh iris dan badan siliaris menyebabkan hipopion. Ulserasi dapat berkembang hanya pada bagian superfisial ataupun dapat lebih menembus ke dalam hingga menyebabkan formasi descemetocele hingga perforasi kornea.1. Tahap regresiTahap regresi merupakan tahapan yang diinduksi dari mekanisme pertahanan dan tatalaksana yang didapatkan yang meningkatkan respon host. Garis demarkasi kemudian terbentuk di sekitar ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralkan dan memakan agen patogen dan debris-debris nekrosis. Digesti dari materi nekrosis ini dapat menyebabkan ulkus yang semakin besar. Proses ini kemudian diikuti dengan vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan selular. Ulkus pada tahap ini mulai sembuh beregenerasi.1. Tahap sikatrikPada tahap ini terjadi epitelialisasi yang progresif yang membentuk lapisan penutup yang permanen. Di bawah epitel, terdapat jaringan fibrosa terdiri dari fibroblas kornea dan sel endotel dari pembuluh darah baru. Stroma kemudian menebal dan memenuhi bagian bawah epitelium, sehingga mendorong epitel ke arah anterior. Tahap sikatrik dari proses penyembuhan berbeda-beda. Pada lesi kornea yang sangat superfisal dan hanya meliputi epitel, penyembuhan akan terjadi tanpa meninggalkan opasitas. Sedangkan jika ulkus mencakup membran Bowman dan lamela stroma superfisial, sikatrik yang tebentuk akan membentuk nebula. Makula dan leukoma dapat terjadi pada proses penyembuhan ulkus yang meliputi sepertiga dan melebihi stroma kornea.

Patologi dari ulkus kornea perforasi:Perforasi pada ulkus kornea muncul jika proses ulserasi menembus hingga membran descemet. Membran ini kemudian akan menonjol keluar sebagai Descemetocele. Pada tahap ini, batuk, buang air besar, dapat membuat terjadinya perforasi ulkus kornea. Segera setelah terjadinya perforasi, aquous humor akan keluar, tekanan intra okular menurun dan diafragma iris-lensa akan bergerak ke arah anterior. Jika perforasinya kecil dan berlawanan dengan jaringan iris, maka iris dapat prolaps. Leukoma merupakan hasil yang sering terjadi pada ulkus ini.

Patologi dari ulkus kornea mengelupas dan pembentukan stafiloma anterior:Pada keadaan dimana agen patogen memiliki virulensi yang tinggi ataupun membran resistensi dari host sangat rendah, seluruh kornea dapat terkelupas kecuali pada bagian ujung rima dan seluruh iris akan prolaps. Iris kemudian akan inflamasi dan eksudat akan menyumbat pupil dan menutupi iris membentuk pseudokornea. Pseudokornea yang terbentuk dari eksudat ini merupakan layar tipis fibrosa dimana konjuntiva dan epitel kornea akan tumbuh di atasnya. Karena tipis, dan tidak dapat menahan tekanan intraokular, pseudokornea ini akan menonjol keluar bersamaan dengan jaringan iris yang menempel. Sikatrik ektatik ini kemudian disebut dengan anterior stafiloma yang bergantung dari perkembangannya dapat bersifat parsial atau total. Ketebalan dari stafiloma ini berbeda-beda yang menghasilkan permukaan lobul-lobul yang menghitam dengan jaringan iris sehingga nampak seperti anggur hitam.

2.3.2. Etiologia. Infeksi InfeksiBakteri: P. aeroginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala kilnis yang tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen. Ulkus kornea yang disebabkan bakteri juga sering ditemukan pada orang yang menggunakan lensa kontak. InfeksiJamur:disebabkanoleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporin dan spesies mikosis fungoides. Ulkus kornea yang disebabkan infeksi jamur juga dapat terjadi pada orang yang menggunakan lensa kontak yang tidak dirawat dengan baik atau pada orang yang sering menggunakan obat tetes mata yang mengandung steroid. Infeksi virus: Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentukkhas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil di lapisan epitel yangbila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang). AcanthamoebaAcanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.b. Noninfeksi Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH. Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea. Radiasi atau suhuDapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak epitel kornea. Sindrom SjgrenPada sindrom Sjrgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein. Defisiensi vitamin AUlkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh. Obat-obatanKeratitis epitelial tidak jarang ditemukan pada pasien yang memakai obat-obatan misalnya kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), trifluridine, anestesi lokal, golongan imunosupresif, beberapa antibiotika spektrum-luas dan spektrum sedang seperti neomycin, gentamicin, dan tobramycin. Umumnya berupa keratitis superfisial, terutama mengenai belahan bawah kornea. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma. Pajanan (exposure)Keratitis pajanan dapat timbul pada segala situasi, kalau kornea tidak cukup dibasahi dan ditutupi oleh palpebra. Contohnya antara lain eksoftalmos karena sembarang sebab, ektropion, hilangnya sebagian palpebra akibat trauma, dan ketidakmampuan pelpebra menutup dengan sepurna seperti pada Bells palsy. Dua faktor penyebabnya adalah pengeringan kornea dan pajanan terhadap trauma minor. Kornea yang terbuka mudah mengering selama jam-jam tidur. Jenis keratitis ini steril, kecuali jika ada infeksi sekunder. Tujuan pengobatannya adalah memberi perlindungan dan membasahi seluruh permukaan kornea. Neurotropik Jika nervus trigeminus, yang mempersarafi kornea, terputus, karena trauma, tindakan bedah, tumor, peradangan, atau karena cara lain, kornea akan kehilangan kepekaan dan salah satu pertahanan terbaiknya terhadap degenerasi, ulserasi, dan infeksi--- yaitu refleks berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik yang khas, larutan fluoresein akan menghasilkan bintik-bintik berwarna pada epitel bagian superfisial. Dengan berlanjutnya proses ini, timbullah daerah-daerah berupa bercak terbuka.

Ulkus Kornea Sentrala. Ulkus Kornea Bakterialis Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia. Ulkus Stafilokokus: Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat di bawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Ulkus Pseudomonas: Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 4.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 4.b Ulkus Kornea Pseudomonas Ulkus Pneumokokus Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu ditemukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.b. Ulkus Kornea FungiMata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit di sekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 5. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder. Ulkus Kornea Herpes simpleks : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. Terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simpleks kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan di ujungnya.

Gambar 6.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 6.b Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea AcanthamoebaAwal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 7. Ulkus Kornea AcanthamoebaUlkus Kornea Perifera. Ulkus MarginalBentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksik atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza, disentri basilar gonokok, arteritis nodosa, dan lain-lain. Berbentuk cincin atau multipel dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 7. Ulkus Marginal

b. Ulkus MoorenMerupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea ke arah sentral. Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Pada 60-80% menyerang satu mata. Penderita akan merasakan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral. Ulkus ini tidak responsif terhadap antibiotika maupun kortikosteroid. Belakangan ini telah dilakukan eksisi konjungtiva limbus melalui bedah dalam usaha untuk menghilangkan substansi perangsang. Keratoplsti tektonik lamelar telah dipakai dengan hasil baik pada kasus tertentu. Terapi imunusupresif sistemik ada manfaatnya untuk penyakit yang telah lanjut.

Gambar 8. Mooren's Ulcer

PenatalaksanaanTatalaksana UmumPada seluruh kasus ulkus, terutama yang belum menimbulkan komplikasi, prinsip tatalaksana adalah terapi spesifik untuk agen penyebab, terapi suportif non spesifik, serta tatalaksana tambahan.Terapi spesifik mencakup administrasi antibiotik topikal dengan terapi inisial mencakup organisme gram negatif dan positif. Umumnya, dipilih tetes mata gentamycin 14 mg/ml atau tobramisin bersamaan dengan sefazolin (50 mg/ml) setiap hingga 1 jam untuk beberapa hari pertama, kemudian dikurangi menjadi setiap 2 jam sekali.2,4 Ketika telah diperoleh hasil kultur maupun tes sensitivitas, terapi dapat disesuaikan dengan etiologi penyebabnya. Dalam hal ini, antibiotik sistemik umumnya tidak dibutuhkan.9,10Terapi non spesifik yang dapat diberikan adalah agen siklopegik, analgesik, anti inflamasi, serta vitamin. Agen siklopegik yang umumnya dipakai adalah tetes mata atau salep atropin 1% untuk mengurangi nyeri dari spasme silier atau mencegah pembentukan sinekia posterior, sekaligus meningkatkan suplai darah pada uvea anterior dengan cara menurunkan tekanan pada arteri siliaris anterior, sehingga lebih banyak antibodi yang dapat dibawa. Analgesik dan anti inflamasi yang umumnya digunakan adalah parasetamol dan ibuprofen, untuk meredakan nyeri dan mengurangi edema. Vitamin yang dipakai adalah A, B kompleks, dan C untuk membantu penyembuhan ulkus.Di samping itu, dapat pula dilakukan tatalaksana tambahan berupa pemberian kompres hangat untuk menimbulkan vasodilatasi dan mengurangi nyeri, penggunaan kacamata hitam untuk mencegah fotofobia, serta tirah baring.4Tatalaksana pada Kasus Ulkus yang Tidak SembuhPada kasus ini, tatalaksana tambahan yang dapat dilakukan antara lain menyingkirkan faktor penyebab yang mendasari kegagalan penyembuhan, misalnya peningkatan tekanan intraokular, misdireksi silia, benda asing, diabetes melitus, anemia, malnutrisi, penggunaan steroid, dan lain lain.9 Di samping itu, dilakukan pula debridement untuk membersihkan luka dari jaringan nekrotik, kauterisasi luka, bandage soft contact lens, serta peritomy.4Tatalaksana pada Kasus Ulkus yang Segera Mengalami PerforasiTatalaksana untuk dapat mencegah perforasi dan komplikasi lain yang dapat dilakukan adalah edukasi pada pasien untuk menghindari bersin, batuk, ataupun mengejan ketika buang air besar dan edukasi untuk tirah baring total. Di samping itu, dilakukan pula penurunan tekanan intraokular, pemberian perekat jaringan, bandage soft contact lens, dan keratoplasti terapeutik penetratif.10Tatalaksana pada Kasus Ulkus PerforasiBila perforasi telah terjadi, diperlukan upaya cepat untuk mengembalikan keutuhan kornea yang telah mengalami perforasi. Dalam hal ini, dapat digunakan perekat jaringan, keratoplasti, dan cangkok membran amnion.4Tatalaksana Keratitis/Ulkus Kornea Infeksi JamurTatalaksana yang dapat dilakukan antara lain:46. Terapi spesifik, yaitu berupa tetes mata antifungal dengan natamisin 5%, flukonazol 0,2% selama 6 8 minggu atau menggunakan salep mata nistatin 3,5%. Pada kasus berat, dapat pula diberikan obat obatan sistemik, yaitu flukonazole dan ketokonazole selama 2 3 minggu.6. Terapi non spesifik, yaitu rawat inap.6. Keratoplasti penetrasi terapeutik, pada kasus yang tidak responsif.TerapiTerapi keratitis HSV bertujuan untuk menghentikan replikasi virus pada kornea dan menahan efek merusak dari respon radang.2. Debridement Untuk keratitis dendritik secara efektif adalah dengan debridement epitelial, karena virus berlokasi dalam epitel. Selain itu juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Permukaan kornea dibersihkan dengan spons selulose steril hingga 2 mm di luar ujung-ujung dendrite. Agen antiviral harus digunakan sebagai konjungsi.2. Terapi obatAgen anti-virus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Acyclovir oral (5x400mg) memiliki manfaatnya untuk pengobatan penyakit herpes mata yang berat, khususnya pada pasien dengan atopik yang rentan terhadap herpes mata dan kulit (eczema herpeticum).Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada epitel kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu, bahkan berpontensi sangat merusak. Pada peningkatan TIO maka penggunaan derivat prostalglandin harus dihindari karena dapat meningkatkan aktivitas virus herpes simpleks dan inflamasi.2. Terapi bedahKeratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai sikatrik kornea berat. Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau fungi memungkinkan untuk dilakukan keratoplasti penetrans darurat.

DAFTAR PUSTAKA1. Vaughan, Asbury. Kornea. Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta : EGC; 2010. pp 125-35.2. Ibrahim YW, et al. 2012. Incidence of Infectious Corneal Ulcers, Portsmouth Study, UK. Vol. 6 No. 3. Pp.1-43. Suharjo, Widido F, 2007. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS SarjitoSebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. (Diakses pada tanggal 16 Juni 2015).4. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta5. Soewono, Wisnujono, dkk. Penyakit Mata Luar dan Kornea. Surabaya: Sagung Seto. 2013. Pp. 107-1676. Ninama, Govind. et al. 2012. Antibiotic Sensitivity Pattern Of Causative Bacterial Pathogens Responsible For Corneal Ulcer. Vol. 3 No. 4. Pp. 76-797. Gandhi, Shashi, et al. 2014. Corneal Ulcer: A Prospective Clinical and Microbiological Study. Vol. 3 No. 11. Pp. 1334-378. Shetty, Shrikanth, et al. 2014. Predisposing Factor and Etiological Diagnosis of Corneal Ulcer. Vol. 6 No. 3. Pp. 5533-379. Kanski JJ. 2011. Clinical Ophtalmology: a systematic approach 7th ed. USA: Elsevier. 10. Khurana AK. 2007. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International; pp. 89-126.

9