Ujian Semester Landasan Kependidikan

32
UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN a. Paradigma dan tujuan mendasar kebijakan desentralisasi pendidikan Paradigma desentralisasi pendidikan adalah penyerahan tanggung jawab pendidikan dari pemerintah pusat (sentralistik) kepada pemerintah daerah lebih spesifik lagi kepada masyarakat dan anggota masyarakat. Landasan yuridis desentralisasi pendidikan adalah Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah). Secara garis besar UU tersebut menekankan bahwa wewenang paling besar untuk sektor pendidikan sejak pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan menengah atas adalah urusan pemerintah kabupaten atau kota. Pembagian secara lebih spesifik adalah tanggung jawab pengelolaan dan kurikulum untuk satuan pendidikan dasar menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, pengelolaan pendidikan menengah menjadi kewenangan pemerintah provinsi, sementara untuk perguruan tinggi menjadi kewenangan pemerintah pusat. Konsekuensi atas hadirnya undang -undang tersebut, maka peran gubernur, bupati dan walikota lebih kokoh dalam melaksanaan otonomi pendidikan dengan mengacu pada empat tujuan pokok dalam membuat kebijakan pendidikan, yakni:

Transcript of Ujian Semester Landasan Kependidikan

Page 1: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

DESENTRALISASI PENDIDIKAN

a. Paradigma dan tujuan mendasar kebijakan desentralisasi pendidikan

Paradigma desentralisasi pendidikan adalah penyerahan tanggung jawab pendidikan

dari pemerintah pusat (sentralistik) kepada pemerintah daerah lebih spesifik lagi kepada

masyarakat dan anggota masyarakat.

Landasan yuridis desentralisasi pendidikan adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah). Secara garis besar UU tersebut

menekankan bahwa wewenang paling besar untuk sektor pendidikan sejak pendidikan pra-

sekolah sampai pendidikan menengah atas adalah urusan pemerintah kabupaten atau kota.

Pembagian secara lebih spesifik adalah tanggung jawab pengelolaan dan kurikulum untuk

satuan pendidikan dasar menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, pengelolaan

pendidikan menengah menjadi kewenangan pemerintah provinsi, sementara untuk perguruan

tinggi menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Konsekuensi atas hadirnya undang -undang tersebut, maka peran gubernur, bupati dan

walikota lebih kokoh dalam melaksanaan otonomi pendidikan dengan mengacu pada empat

tujuan pokok dalam membuat kebijakan pendidikan, yakni:

1) peningkatan mutu;

2) efisiensi keuangan;

3) efisien administrasi; dan

4) perluasan kesempatan pendidikan.

b. Kaitan antara MBS dan KTSP dengan implementasi desentralisasi pendidikan

1) MBS dan desentralisasi pendidikan

Konsekuensi dengan diterapkannya desentralisasi pendidikan adalah manajemen

ditingkat sekolah harus ada perubahan. Hal ini mutlak diperlukan karena paradigma

sebelumnya adalah sentralistik, artinya segala sesuatunya sudah paket dari pemerintah,

sekolah tinggal menjalankan, berubah menjadi paradigma desentralisasi yang artinya

Page 2: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

kemandirian yaitu sekolah mengelola manajemennya secara langsung. Sebagai jawabannya

adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah model manajemen yang memberikan

otonomi lebih  ke sekolah-sekolah dan meningkatkan keterlibatan langsung dari komunitas

sekolah (kepala sekolah, guru,  mahasiswa, staf, orang tua dan masyarakat) dalam

pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas  sekolah. Manajemen Berbasis

Sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan

kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan

agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang

erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dengan adanya implementasi Manajemen

Berbasis Sekolah diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang ada saat ini.

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan faktor penting dalam reformasi sekolah di Indonesia

untuk mendirikan sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara independen dan mendapatkan

dukungan dari para stakeholder serta masyarakat setempat.

Salah satu kendala yang muncul dalam implementasi MBS adalah adanya kebijakan

pemerintah tentang sekolah gratis. Ironisnya kebijakan pemerintah pusat dan daerah tersebut,

tidak diikuti dengan penyediaan dana yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan sekolah,

dan tidak memberikan fasilitas yang merata ke semua satuan pendidikan. Biaya Operasional

Sekolah (BOS) bisa dikatakan tidak pernah turun tepat waktu. Banyak sekolah yang keadaan

fisiknya memperihatinkan dan tidak memiliki fasilitas yang sesuai dengan tuntutan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menyebabkan elemen-elemen dan komponen-

komponen MBS tidak mampu diterapkan secara optimal.

2) KTSP dan desentralisasi pendidikan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) muncul setidaknya karena 3 sebab,

pertama bergulirnya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, kedua kebijakan

pemerintah tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP dan yang ketiga teori dari pengembangan

kurikulum, bahwa kurikulum berkembang mengikuti perkembangan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat.

KTSP bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui

pemberian kewenangann (otonomi) dalam pengambilan keputusan secara partisipasif dalam

Page 3: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

pengembangan kurikulum. Dengan kewenangan ini tentunya akan memberikan peluang bagi

sekolah untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan visi, misi dan tujuan serta karakteristik

masing-masing.

Selain itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan harus mengakomodasi penerapan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang sudah mulai dilaksanakan sejak diberlakukannya

otonomi daerah sehingga dengan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di

daerah. Namun kebiasaan lama yang menganut sistem sentralistik belum sepenuhnya hilang,

menyebabkan banyak sekolah yang gagap dalam menyiapkan KTSP yang akhirnya banyak

muncul fenomena KTSP copy paste.

c. Isu implementatif kebijakan desentralisasi

Pelaksanaan desentralisasi pendidikan di daerah tentu saja mengalami banyak

permasalah. Hal ini adalah sebuah kewajaran karena adanya perubahan paradigma dan pola

berpikir baru tentu saja menyebabkan perubahan pula pada tindakan. Butuh waktu untuk

menyesuaikan diri. Berikut permasalah implementasi desentralisasi yang sering muncul (a)

benturan regulasi, (b) kekeliruan penetapan kebijakan, (c) ketimpangan luasnya urusan dengan

kebijakan fiskal (tunjangan profesi dan gaju guru PNS), (d) ketidak-konsistenan struktur dan

fungsi pengelolaan pendidikan di daerah dan pusat, (e) konflik kepentingan dalam

pengambilan keputusan dan dalam koordinasi antar unsur terkait secara vertikal dan

horizontal, (f) deprofesionalisasi dan politisasi pendidik di daerah, (g) pengabaian

kemampuan dan keunikan masing-masing daerah, (h) pembiaran layanan pendidikan yang

buruk, dan (i) perluasan peluang penyimpangan atas berbagai ketentuan, seperti korupsi,

pemalsuan hasil pendidikan, dan lain-lain.

Solusi yang tawarkan dalam menyelesaikan permasalah di atas adalah

1) Kebijakan desentralisasi bidang pendidikan perlu menggunakan pendekatan nyata

dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keragaman sumber daya manusia,

sumber daya alam, kekhususan, suku dan budaya serta kondisi dan letak geografis

antardaerah. Penataan urusan pendidikan nasional secara desentralisasi tersebut

perlu menerapkan prinsip-prinsip ketersediaan (availability), keterjangkauan

Page 4: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

(accessability), keberterimaan (acceptability), kesesuaian (adaptability), dan

keterujian (assessability).

2) Perlu dilakukan kajian secara mendalam dan komprehensif kemungkinan

pemberian kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah pusat dalam

pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan, seperti dalam pengadaan,

pengangkatan, penempatan, pembinaan, dan pengembangan karir.

3) Perlu revisi dan sinkronisasi berbagai peraturan perundang-undangan dalam bidang

pendidikan yang terkait dengan ketentuan perundang-undangan desentralisasi agar

pengaturan kewenangan urusan pemerintahan jelas, terarah, dan tidak multitafsir

untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam konteks

keberagaman kondisi dan potensi daerah.

4) Urusan pendidikan strategis, seperti kebijakan pendidikan nasional, kurikulum,

pendidik dan tenaga kependidikan, penilaian, dan pola sistem penyelenggaraan

pendidikan diatur secara nasional.

5) Mensinergikan nilai-nilai spritual/agama dengan semua pelajaran di sekolah.

Dengan menggunakan asumsi awal bahwa semua agama pasti mengajarkan

kebaikan bagi para penganutnya.

6) Pemberian Reward and punishment yang jelas dan terukur bagi daerah yang

melaksanakan prinsip-prinsip desentralisasi pendidikan yang telah ditetapkan.

Page 5: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

DAFTAR PUSTAKA

Zamroni. 2005. Meningkatkan Mutu Sekolah: Teori, Strategi, Prosedur, Jakarta: PSAP

Muhammadiyah.

Solichin Abdul Wahab. 1997. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi

Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Rasiyo. 2005. Kebijakan Desentralisasi Manajemen Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah.

Surabaya:Program Doktor Ilmu Adminitrasi,Universitas 17 Agustus 1945.

Mulyasa. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 6: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

GLOBALISASI DALAM PENDIDIKAN

a. Makna globalisasi dalam bidang pendidikan

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak

mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang

dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada

suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh

dunia (Edison A. Jamli, 2005). Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia” atau

“mensejagat”, yaitu dengan cepat menyebar keseluruh penjuru dunia, baik berupa kejadian,

ide, gagasan, data, informasi, dan sebagainya begitu terjadi atau disampaikan saat itu pula

diketahui oleh semua orang diseluruh dunia. Globalisasi merupakan tantangan yang harus

dihadapi dan dikontekskan pada keadaan yang ada pada masa kini.

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari

pengaruh perkembangan arus globalisasi, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi

berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan

Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara

masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional

harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan

memperbaiki menejemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses

seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.

b. Isu-su globalisasi dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia

1) Sekolah Intenasional dan rasa nasionalisme

Munculnya sekolah internasional dengan kurikulum yang mengadopsi sekolah luar

negeri. Dengan pengantar bahasa Inggris bahakan bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa

asing dan materi pelajaran yang berbeda dengan sekolah lokal, sekolah Internasional bagaikan

institusi negera di dalam negara.

2) Pemilik modal besar = pemilik pendidikan.

Page 7: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

Globalisasi bisa memaksa sektor yang dulunya non-komersil menjadi komoditas dalam

pasar yang baru. Dengan alasan pasar bebas maka pendidikan yang sebenarnya non-komersil

dapat menjadi komersil. Lembaga pendidikan diperjualbelikan, sehingga makna pendidikan

hilang digantikan dengan untung rugi semata.

3) Ketergantungan pada teknologi terutama teknologi informasi

Dengan memanfaatkan internet sebagai media pencari informasi, bisa didapat banyak

keuntungan diantaranya adalah mendapatkan informasi yang lengkap dan dalam waktu

singkat. Namun hal ini justru memicu dampak negatif tersendiri bagi penggunanya terutama

bagi pelajar. Terlalu bergantung pada internet cenderung membuat mereka menjadi semakin

malas karena tinggal akses internet mereka mendapat informasi yang mereka mau, tanpa perlu

bersusah payah observasi secara langsung. Sehingga muncul fenomena pelajar/mahasiswa

copy paste. Kampanye gemar membaca dapat menjadi solusi bagi masalah ini.

4) Kesenjangan kualitas pendidikan.

Peningkatan kualitas pendidikan seharusnya harus dilaksanakan selaras dengan kondisi

masyarakat Indonesia saat ini. Masih banyak dijumpai masyarakat Indonesia yang berada di

bawah garis kemiskinan. Sehingga untuk menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik

memerlukan dana yan cukup besar. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program RSBI

diperlukan biaya yang mencapai jutaan sehingga yang dapat menikmati hanya golongan kelas

atas. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah mewah

sementara saat masyarakat dari golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk

menyekolahkan anak mereka ke sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan

yang dapat mengakibatkan konflik sosial.

5) Terkikisnya budaya bangsa.

Globalisasi dapat menyebabkan masuknya budaya atau percampuran budaya asing

(akulturasi kebudayaan) dengan budaya asli Indonesia. Jika bangsa Indonesia tidak siap

menerima perubahan globalisasi, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan cenderung

Page 8: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

mengarah ke memudarnya nilai-nilai kelestarian budaya. Mudahnya akses informasi dapat

menjadi bumerang, salah satunya adalah situs pornografi yang dapat diakses oleh semua orang

termasuk para siswa. Hal itulah merupakan awal dari pergeseran budaya yang tidak sesuai

dengan budaya Indonesia yang condong ke adat ke-timuran yang menjunjung nilai-nilai moral

dan kesopanan.

c. Solusi mengatasi isu globalisasi dalam menyelenggarakan pendidikan Indonesia

1) Pemerintah

Pemerintah harus berkomitmen kuat untuk mencegah efek negatif dari globalisasi

terjadi agar semua lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan dengan wajara. Komitmen

tersebut dengan membuat seperangkat sistem atau aturan yang berupa Undang-Undang yang

mencegah rusaknya dunia pendidikan Indonesia karena globalisasi.

2) Optimalisasi peran pendidik (guru/dosen)

Menurut undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah

ditegaskan bahwa yang dimaksud Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta

didik dijalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru adalah

orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan kemerosotannya. Oleh

karena itu tugas guru tidak terbatas pada kegiatan mengajar, tapi yang terpenting adalah

mencetak karakter murid. Selain itu dengan berkembangnya bidang teknologi informasi, guru

harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkannya semaksimal mungkin gunan menunjang

aktifitas mengajarnya di kelas. Jika peran guru dapat maksimal maka tantangan globalisasi

dapat tterminalisir efek negatifnya.

3) Integrasi kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler peserta didik (siswa)

Memberikan kegiatan positif di sekolah di luar pelajaran seperti seni, pramuka, PMR,

karya tulis ilmiah, pecinta alam atau kegiatan positif lain dapat mencegah masuknya efek

negatif globalisasi

Page 9: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

4) Orang Tua (Keluarga)

Orang tua atau keluarga sebagai tempat pendidikan awal bagi anak sebelum mereka

dikenalkan denga dunia luar harus  memberikan dasar-dasar pendidikan kepada anak yang

nantinya akan menentukan pertumbuhan serta perkembangan anak di masa mendatang. Selain

itu orang tua juga wajib melakukan kontrol terhadap kegiatan anak, karena apabila tidak

diawasi akan mengarahkan anak menjadi suatu pribadi dan perilaku yang tak terkontrol.

Mencari kegiatan anak tidak harus mlakukan pengawasan setiap detik, namun dapat dilakukan

dengan menanyakan siapa teman bermai, menanyakan keadaan anak pada guru di sekolah dan

lain sebagainya.

5) Lingkungan.

Lingkungan dapat mengakibatkan perubahan perilaku dan kepribadian seseorang,

karena disinilah segala pengaruh timbul, baik dari teman sebaya ataupun orang lain. Untuk itu

pemilihan lingkungan sangat penting dalam mengahadapi arus globalisasi yang akan

berdampak pada dunia pendidikan.

6) Nilai-nilai spiritual

Perlunya penekanan dalam mengamalkan nilai-nilai spiritual bagi semua komponen

pendidikan. Agama tidak hanya sekedar menjadi pelajaran yang dihafalkan akan tetapi

pelajaran yang diamalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Djiwandono, Soedjati, J. 2000 . Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Yogyakarta :

Kanisius.

Idrus , Ali. 2010. Manajemen Pendidikan Global. Jakarta: GP Press.

Tilaar, H.A.R. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional. Jakarta: Buku Kompas.

Mustakim, Bagus. 2011. Pendidikan Karakter ; Membangun Karakter Emas Menuju

Indonesia Bermartabat. Yogyakarta: Samudra Biru.

Page 10: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

Page 11: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

a. Makna dan urgensi pendidikan multikultural di Indonesia

Pendidikan multikultural adalah sebuah bentuk pendidikan yang menerapkan strategi

dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial,

gender, kemampuan, umur, dan ras. Dan yang paling penting, strategi ini bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran siswa agar selalu berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis.

Masyarakat Indonesia sangat beragam mulai dari agama, bahasa, budaya, adat istiadat

dan tinggal di wilayah kepulauan kurang lebih 13.000 pulau besar dan kecil dan dikelilingi

garis pantai sepanjang lebih dari 80.000 km, Hal ini menyebabkan interaksi dan integrasi tidak

selamanya dapat berjalan lancar. Demikian pula kemajuan ekonomi sulit merata, sehingga

terdapat ketimpangan kesejahteraan masyarakat, ini sangat rentan sebagai awal rasa

ketidakpuasan yang berpotensi menjadi konflik. Oleh karena itu pendidikan multikultural

diperlukan untuk mengatasi keberagaman tersebut.

b. Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia

1) Keragaman Identitas Budaya Daerah

Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah

memang memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun

Indonesia yang multikultural. Namun kondisi neka budaya itu sangat berpotensi memecah

belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial. Masalah itu muncul jika

tidak ada komunikasi antarabudaya daerah. Tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada

berbagai kelompok budaya lain ini justru dapat menjadi konflik.

2) Pergeseran Kekuasaan Dari Pusat Ke Daerah atau Otonomi Daerah

Ada kesan pemerintah daerah sekarang bagaikan raja-raja kecil yang sulit di atur

pemerintah pusat. Kasus terakhir yang terjadi di Garut, betapa sangat sulit menurunkan

seorang bupati. Bahkan menteri dalam negeri hanya bisa sebatas menyarankan mengundurkan

diri.

3) Konflik Kesatuan Nasional dan Multikultural

Menjadi dilema pemerintah ketika GAM atau OPM menginginkan merdeka sementara

mereka adalah bagian dari multikultur itu sendiri.

Page 12: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

4) Kesejahteraan Ekonomi Yang Tidak Merata Di Antara Kelompok Budaya

Banyaknya demonstrasi seringkali terjadi karena orang mengalami tekanan hebat di

bidang ekonomi. Bahkan ada yang demi selembar kertas duapuluh ribu orang akan ikut

terlibat dalam demontrasi yang dia sendiri tidak mengetahui maksudnya. Sudah banyak

kejadian yang terungkap di media massa mengenai hal ini. Hal ini ada karena adanya

kesenjangan ekonomi yang jelas.

c. Solusi persoalan penyelenggaraan pendidikan multikultural di sekolah

Solusi yang ditawarkan bahwa materi pendidikan multikultural harus terintegrasi

dalam pelajaran sejak dari pendidikan dasar sehingga pemahaman akan multikultur dapat

lebih membumi. Tujuan dari pendidikan multikultur juga harus jelas, harus mencakup 3 ranah

yaitu tujuan tingkah laku, tujuan pengetahuan, dan tujuan instruksional.

1) Pada tingkat tingkah laku.

Pendidikan multikultural memiliki fungsi untuk menyemai dan mengembangkan

sensitivitas kultural, toleransi kultural, penghormatan pada identitas kultural, pengembangan

sikap budaya responsif dan keahlian untuk melakukan penolakan dan resolusi konflik.

2) Pada tingkat pengetahuan.

Pendidikan multikultural memiliki tujuan bagi pencapaian kemampuan akademik,

pengembangan pengetahuan tentang kemajemukan kebudayaan, kompetensi untuk melakukan

analisis dan interpretasi perilaku kultural, dan kemampuan membangun kesadaran kritis

tentang kebudayaan sendiri.

3) Pada tingkat instruksional.

Pendidikan multikultural memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan

melakukan koreksi atas distorsi-distorsi, stereotipe-stereotipe, peniadaanpeniadaan, dan mis-

informasi tentang kelompok-kelompok etnis dan kultural yang dimuat di dalam buku dan

media pembelajaran, menyediakan strategi-strategi untuk melakukan hidup di dalam

pergaulan multikultural, mengembangkan ketrampilanketrampilan komunikasi interpersonal,

menyediakan teknik-teknik untuk melakukan evaluasi dan membentuk menyediakan

klarifikasi dan penjelasan-penjelasan tentang dinamika-dinamika perkembangan kebudayaan.

Page 13: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

DAFTAR PUSTAKA

Banks, J. A. 1994. An Introduction to Multicultural Education. Boston: Allyn and Bacon.

Banks & Banks. 1995. Handbook of Research on Multicultural Education. New York :

MacMillan Publishing, Inc.

Choerul, Mahfud. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam

Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta: Grasindo.

Page 14: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

PROFESIONALISME PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

a. Pentingnya pengembangan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan

Definisi pendidik dan tenaga kependidikan yang tertuang dalam Undang-Undang RI

Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 ayat (1) dan (2) adalah sebagai

berikut :

1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,

pengembanganm, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses

pendidikan pada satuan pendidikan.

2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan

melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Dari pengertian di atas, sangat jelas bahwa profesionalisme pendidik dan tenaga

kependidikan penting dan harus selalu dikembangkan. Pendidik/guru dan tenaga kependidikan

adalah dua profesi yang saling berkaitan dalam dunia pendidikan, keduanya harus sinergi dan

selalu dikembangkan profesionalisme agar pendidikan dapat berjalan dengan baik. Setiap

individu yang berprofesi dibidang keduanya harus sadar dan disadarkan akan pentingnya

profesi mereka, karena apa yang mereka lakukan akan berdampak secara langsung bagi

generasi penerus di masa mendatang. Sehingga masing-masing individu secara mempunyai

kemauan untuk menjalani dan mengembangkan profesinya dengan seoptimal mungkin.

b. Persoalan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan

Salah satu permasalahan yang sekarang muncul dari profesionalisme pendidik dan

tenaga kependidikan bermula dari pembedaan perlakuan dan perhatian dari pemerintah selaku

pengambil kebijakan terhadap keduanya. Adanya setifikasi guru sebagai tenaga pendidik

profesional tidak diikuti dengan sertifikasi tenaga kependidikan atau yang semacamnya.

Adanya perbedaan penghasilan akibat tunjangan profesi mempengaruhi kinerja keduanya.

Page 15: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

Apalagi ada sinyalemen bahwa tunjangan sertifikasi guru tidak menjadikan guru menjadi lebih

baik dalam mengajar.

Perbedaaan kinerja akibat perbedaan pendapatan ini sedikit banyak mengganggu

jalannya pelaksanaan pendidikan. Hal ini menjadi masalah manajemen yang serius jika

dibiarkan saja, terutama di sekolah swasta. Sedikitnya pendapatan mengakibatkan

berkurangnya kinerja, karena kinerja kurang maka sekolah tidak menjadi semakin baik, karena

sekolah tidak baik maka siswa yang mendaftar sedikit, karena siswa sedikit maka sekolah

akan mati. Inilah lingkaran setan yang harus dihindari akibat adanya kebijakan tunjangan

profesi bagi pendidik.

Bisa dibayangkan jika pustakawan, laboran, toolman, bagian kemananan, kebersihan

melakukan mogok kerja akiobat protes karena tidak adanya tunjangan bagi mereka ? Padahal

Undang-Undang tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 40 ayat 1 dengan jelas

menyebutkan bahwa keduanya (pendidik dan tenaga kependidikan) berhak memperoleh

penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.

c. Pemecahan masalah pendidik dan tenaga kependidikan

1) Pengembangan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan

Kebijakan pendidikan profesi guru yang sedang gencar dilakukan harus diimbangi

juga dengan pengembangan profesionalitas tenaga kependidikan. Cara yang sama dapat

dilakukan dengan mengadopsi sistem pendidikan profesi guru dan disesuaikan dengan profesi

awal tenaga kependidikan (laboran, pustakawan, dst)

Selanjutnya evaluasi menyeluruh baik pelaksanaan maupun proses pengembangan

profesionalitas guru harus dilakukan terus menerus sehingga dapat ditemukan model

pendidikan yang terbaik untuk meningkatkan profesionalitas guru. Hal ini mendesak dan perlu

dilakukan agar program sertifikasi guru terkesan tidak sia-sia.

2) Status sosial ekonomi guru dan tenaga kependidikan

Pemerintah dan DPR harus mengupayakan kebijakan yang juga memihak kepada

tenaga kependidikan dengan membuat UU atau regulasi yang mengatur tentang tenaga

kependidikan sebagaimana UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dengan adanya

Page 16: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

UU ini Guru dan Dosen memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum. Hal itu

seharusnya juga diterima oleh tenaga kependidikan karena kegiatan belajar-mengajar tanpa

peran tenaga kependidikan akan mengalami gangguan. Dengan adanya regulasi tersebut

tenaga kependidikan mendapat ”pengakuan” dan penghargaan atas kinerjanya. Tenaga

kependidikan – sebagaimana pendidik – juga perlu kejelasan hukum yang mengatur mereka.

Tenaga kependidikan tidak akan berfungsi selama penghargaan tidak sesuai dengan usaha

yang dilakukan.

Jika kontroversi antara pendidik dan tenaga kependidikan tidak segera dituntaskan

maka permasalahan pendidikan tidak akan terselesaikan. Bahkan akan menciptakan

kesenjangan antara keduanya. Akhirnya menghambat percepatan peningkatan mutu

pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Fatah, Nanang. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewam Sekolah.

Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Mulyasa, E.  2006. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Rosda Karya.

Pidarta, Made.  2009. Landasan Kependidikan. Bandung: Rineka Cipta.

Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf.

Page 17: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

a. Konsep pandangan konstruktivisme terhadap peserta didik

Belajar menurut konsep pembelajaran konstruktivisme adalah suatu proses merangkai

atau membentuk pengetahuan. Pembentukan ini harus dibuat sendiri oleh pelajar atau orang

yang mau mengerti atau memahami. Siswa tersebutlah yang harus aktif berpikir, membuat

konsep, dan mengambil makna. Guru atau pendidik di sini hanyalah membantu agar proses

konstruksi itu berjalan. Guru bukan mentransfer pengetahuan sebagai yang sudah tahu, tetapi

membantu agar anak didik membentuk pengetahuannya.

Dalam belajar sistem ini, peran murid diutamakan dan keaktifan murid untuk

membentuk  pengetahuan dinomorsatukan. Semua peralatan, bahan, lingkungan, dan

fasilitasdisediakan untuk membantu pembentukan itu. Murid diberi kesempatan

mengungkapkan pemikirannya akan suatu masalah, tanpa dihambat. Dengan dibiasakan

berpikir sendiridan mempertanggungjawabkan pemikirannya, murid akan terlatih untuk

menjadi pribadiyang sungguh mengerti, yang kritis, kreatif, dan rational. Dalam pengertian

konstruktivisme, murid tidak dianggap sebagai suatu tabula rasa yang kosong, yang tidak

mengerti apa-apa sebelumnya. Murid dipahami sebagai subyek yang sudah membawa

"pengertian awal" akan sesuatu sebelum mereka mulai belajar secaraformal. Bahkan seorang

murid klas 1 SD pun sudah membawa pengetahuan awal mengenai macam-macam hal yang

dalam tarafnya berlaku untuk memecahkan persoalan.Pengetahuan awal tersebut, meski

kadang sangat naif atau tidak cocok dengan pengertian para ahli, perlu diterima dan nanti

dibimbing untuk semakin sesuai dengan pemikiran para ahli. Pemikiran awal tersebut

bukanlah suatu yang salah; tetapi terbatas berlakunya. Pihak guru dituntut memiliki

pengetahuan yang luas dan mendalam, agar dapat memahami jalan pikiran anak. Guru

menantang, mempertajam, dan menunjukkan apakah jalan pikiran murid benar. Guru tidak

mengklaim bahwa satu-satunya jalan yang benar adalah yangsama dengannya. Kesalahan

pemikiran anak diterima sebagai landasan kemajuan. Bukankah perkembangan semua ilmu

mulai dari kesalahan, demikian tandas parakonstruktivis.

Para pendidik yang telah mencoba mewujudkan paradigma konstruktivisme didalam

kelas kemudian mendeskripsikan prinsip-prinsip pembelajaran berdasarkan para-digma

tersebut. Catherine Twomey Fosnot, ketika memberikan pengantarnya untuk buku berjudul In

Search of Understanding the Case for Constructivist Classrooms karya Grennon Brooks dan

Page 18: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

Brooks (1993) memformulasikan 5 prinsip belajar menurut paradigma konstruktivisme yang

satu sama lain berkaitan, yaitu: (1) menghadapkan peserta didik kepada problem yang saling

berkaitan; (2) membuat struktur pembelajaran lewat konsep pokok dan di sekitar pikiran

dasarnya; (3) mendorong dan menghargai munculnya pandangan dari dalam diri peserta didik;

(4) kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan dan kemauan peserta didik, dan (5) selalu

menilai kemajuan peserta didik melalui konteks pembelajaran.

b. Peran guru, siswa dan dinamika pembelajaran dengan pendekatan

konstruktivisme

1) Peranan guru

Dalam model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, guru atau pendidik

berperan membantu agar  proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar.

Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa

untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.

2) Peranan siswa

Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.

Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukankegiatan, aktif

berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yangsedang dipelajari. Guru

memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi

peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah

terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.

3) Dinamika pembelajaran

Pendekatan konstruktivisme secara konseptual jika dipandang dari pendekatan

pengetahuan, bukan sebagai transfer informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam

diri siswa seperti dalam pembelajaran konvensional. Akan tetapi terdapat proses asimilasi dan

akomodasi pengetahuan yang bermuara pada pemuktahiran struktur pengetahuannya.

Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan

dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.

Guru harus mampu memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu

sendiri dan mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari

sendiri pertanyaannya. Selain itu membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan

pemahaman konsep secara lengkap dan mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi

Page 19: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

pemikir yang mandiri. Sedangkan dalam segi proses lebih menekankan pada proses belajar

bagaimana belajar itu sendiri.

c. Kelebihan dan kelemahan model pembelejaran konstruktivisme di Indonesia

1) Kelebihan

a) Proses belajar mengajar menjadi lebih hidup penuh motivasi dan tidak monoton,

karena terjadi proses dialogis antara siswa dan guru. Pendidik sedikit berbicara di

dalam kelas, tidak seperti model pembelajaran konvensional yang berlangsung

monologis

b) Pembelajaran tidak banyak ditekankan pada penggunaan buku teks, namun

penggalian pengalaman dan pengetahuan pribadi siswa dan di asimilasikan dengan

materi pembelajaran yang disampaikan

c) Pendidik memberikan kesempatan kepada murid untuk bekerja sama –dalam arti

positif- menyelesaikan tugas-tugas yang dapat diselesaikan bersama oleh siswa,

dengan menggunakan prinsip yang lebih tahu mengajari, yang kurang tahu aktif

bertanya kepada temannya.

d) Peserta didik mampu mengerjakan tugas mandiri walaupun tugasnya menuntut

kemampuan berpikir rumit, hal ini dikarenakan siswa dituntut untuk dapat

merekonstruksi pengalamannya dan digabungkan dengan materi pembelajaran

yang disampaikan

e) Guru lebih menghargai kemampuan berpikir peserta didik sehingga membantu

siswa membangun kepercayaan dirinya.

2) Kelemahan

Secara prinsip kelemahan model pembelajaran konstruktivisme jika diterapkan di

Indonesia terletak pada perubahan pola model pembelajaran dari behavioristik ke

konstruktivisme. Hampir semua model pendidikan di Indonesia menggunakan behavioristik

yang bersistem stimulus-respon, terjadwal, teksbook, dan seperangkat materi pelajaran yang

harus dikuasai peserta didik dalam waktu tertentu. Peserta dianggap “botol kosong” yang siap

diisi oleh guru. Tata ruang kelas yang monoton dari sejak bangku SD hingga bahkan

perguruan tinggi. Kelas kurang mengakomodir perbedaan kecenderungan model belajar

individu peserta didik karena guru cenderung monologis alias ceramah, siswa yang cenderung

auditory lah yang paling pintar.

Page 20: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

Padahal model pembelajaran konstruktivisme bisa dikatakan berlawanan dengan

behavioristik, sehingga sistem di atas harus diubah total. Perubahan harus berawal dari pola

pikir tentang perlunya perubahan ke konstruktivisme, dilanjutkan tindakan nyata dengan

mengaplikasikan dalam dunia pendidikan secara bertahap. Selanjutnya setiap kendala yang

muncul akibat pelaksanaan model pembelajaran dijadikan bahan evaluasi sehingga

pelaksanaan model konstruktivisme dapat terlaksana dengan optimal.

Penerapan model pembelajaran konstruktivisme harus dilaksanakan diawali dari

jenjang pendidikan dasar, demikian terus bertahap hingga tingkat perguruan tinggi.

Pendidikan dan pelatihan bagi guru yang akan menerapkan model pembelajaran

konstruktivisme harus secara rutin dilaksanakan. Sarana dan prasarana juga harus disiapkan.

Untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi model pembelajaran gabungan antara

behavioristik konstruktivisme dapat dilakukan, sehingga pendidikan dapat tetap terlaksana.

Sedangkan secara konsep,-jika boleh dikatakan kelemahan- maka model pembelajaran

konstruktivisme mempunyai kelemahan sebagai berikut :

a) Siswa dituntut untuk memilki pengetahuan atau konsep awal tentang pelajaran

yang akan diterima. Setiap siswa dapat dipastikan berbeda-beda tingkat

pengetahuan terhadap suatu pelajaran sehingga pada tataran praktis penyatuan

konsep awal dari siswa dengan konsep yang harus disampaikan guru butuh lebih

banyak waktu.

b) Guru dituntut mempunyai kemampuan dan wawasan yang lebih karena harus

mampu mensintesis setiap perbedaan yang timbul ketika proses pembelajaran

berlangsung menjadi nilai tambah bagi siswa. Guru juga harus mampu memotivasi

siswa untuk mengeksplorasi setiap permasalahan, menyampaikan serta

merangkumnya menjadi sebuah pengetahuan baru ke dalam dirinya. Jika tidak,

maka proses pembelajaran akan terhenti atau bahkan tidak berlangsung.

c) Kesadaran belajar bagi siswa dan guru harus tinggi karena kekuatan dari model

pembelajaran konstruktivisme adalah asimilasi dari pengetahuan masing-masing

siswa, guru dan disinkronkan dengan konsep dari para ahli dari materi yang

sampaikan.

Page 21: Ujian Semester Landasan Kependidikan

UJIAN AKHIR SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

DAFTAR PUSTAKA

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme. Surabaya :

Prestasi Pustaka.

Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Direktori Lembaga Pendidikan Nasional (DLPN). 2008. Mutu Tenaga Kependidikan. Jakarta :

Depdiknas.

Ibrahim, Muslimin. Nur, Mohammad. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya :

Universitas Negeri Surabaya.

Novak, J.D. & Gowin, B. 1985. Learning how to Learn. Cambridge University Press.