UJI VIABILITAS BIJI POHON KAYU PUTIH SUCI (Vitex ...perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/UJI...

20
UJI VIABILITAS BIJI POHON KAYU PUTIH SUCI (Vitex leucoxylon L.F. forma leucoxylon) PADA BERBAGAI PERLAKUAN CAHAYA DAN KARAKTER SIMPAN Brihaspati garba S.Si 1 , Dr. Prasetyorini, MS 2 , Dr. Dian Latifah, S.P.,M.App.Sc 3 Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Abstrak Penelitian tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat meningkat di seluruh dunia karena potensi penggunaannya dalam sistem pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit. Genus Vitex termasuk sekitar 270 spesies yang diketahui dari pohon dan semak- semak di daerah tropis dan sub-tropis. Tanaman Vitex leucoxylon merupakan tanaman yang sangat berpotensi sebagai tanaman obat, tetapi belum banyak penelititan dan pembudidayaan yang dilakukan mengenai viabilitas dan karakter simpan dari tanaman tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap viabilitas biji V. leucoxylon dan karakter simpan biji V. leucoxylon. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Bank Biji Subbidang Registrasi dan Pembibitan, Bidang Konservasi Ex-situ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor pada bulan April sampai dengan Juli 2016. Penelitian dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama adalah penyimpanan dan penyemaian biji V. Leucoxylon dan tahap kedua adalah perkecambahan biji dengan perlakuan cahaya. Kata kunci : Viabilitas, Vitex leucoxylon, penyimpanan dan penyemaian biji, perlakuan cahaya PENDAHULUAN Penelitian tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat meningkat di seluruh dunia karena potensi penggunaannya dalam sistem pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit. Berbagai tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat telah diidentifikasi dan digunakan untuk mempelajari khasiat, keselamatan dan kemanjuran penggunaannya. Hasil menyoroti potensi besar tanaman obat di bidang farmakologi. Genus Vitex termasuk sekitar 270 spesies yang diketahui dari pohon dan semak-semak di daerah tropis dan sub-tropis, meskipun beberapa spesies juga ditemukan di daerah beriklim. Tanaman Vitex leucoxylon merupakan tanaman yang sangat berpotensi sebagai tanaman obat. Tanaman ini berasal dari India dan merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman obat di India. Tanaman dari famili Lamiaceae ini memiliki potensi untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, radang penyakit, gangguan hati dan penyakit yang dimediasi oleh radikal bebas (Meena et al, 2011).Di Indonesia sendiri belum banyak pembudidayaan tanaman V. leucoxylon karena belum diketahui mengenai karakter biji serta belum banyak pembudidaya tanaman V. leucoxylon yang membudidayakannya dan memanfaatkannya sebagai obat tradisional (Sutjipto dan Widiyastuti, 2009).

Transcript of UJI VIABILITAS BIJI POHON KAYU PUTIH SUCI (Vitex ...perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/UJI...

UJI VIABILITAS BIJI POHON KAYU PUTIH SUCI (Vitex leucoxylon L.F. forma

leucoxylon) PADA BERBAGAI PERLAKUAN CAHAYA DAN KARAKTER SIMPAN

Brihaspati garba S.Si1, Dr. Prasetyorini, MS2, Dr. Dian Latifah, S.P.,M.App.Sc3

Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pakuan

Abstrak

Penelitian tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat meningkat di seluruh dunia

karena potensi penggunaannya dalam sistem pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai

penyakit. Genus Vitex termasuk sekitar 270 spesies yang diketahui dari pohon dan semak-

semak di daerah tropis dan sub-tropis. Tanaman Vitex leucoxylon merupakan tanaman yang

sangat berpotensi sebagai tanaman obat, tetapi belum banyak penelititan dan pembudidayaan

yang dilakukan mengenai viabilitas dan karakter simpan dari tanaman tersebut. Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap viabilitas biji V. leucoxylon dan

karakter simpan biji V. leucoxylon. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Bank Biji

Subbidang Registrasi dan Pembibitan, Bidang Konservasi Ex-situ Pusat Konservasi Tumbuhan

Kebun Raya Bogor pada bulan April sampai dengan Juli 2016. Penelitian dilakukan dengan 2

tahap, tahap pertama adalah penyimpanan dan penyemaian biji V. Leucoxylon dan tahap kedua

adalah perkecambahan biji dengan perlakuan cahaya.

Kata kunci : Viabilitas, Vitex leucoxylon, penyimpanan dan penyemaian biji, perlakuan cahaya

PENDAHULUAN

Penelitian tanaman yang berpotensi

sebagai tanaman obat meningkat di seluruh

dunia karena potensi penggunaannya dalam

sistem pengobatan tradisional untuk

mengobati berbagai penyakit. Berbagai

tanaman yang berpotensi sebagai tanaman

obat telah diidentifikasi dan digunakan

untuk mempelajari khasiat, keselamatan

dan kemanjuran penggunaannya. Hasil

menyoroti potensi besar tanaman obat di

bidang farmakologi. Genus Vitex termasuk

sekitar 270 spesies yang diketahui dari

pohon dan semak-semak di daerah tropis

dan sub-tropis, meskipun beberapa spesies

juga ditemukan di daerah beriklim.

Tanaman Vitex leucoxylon merupakan

tanaman yang sangat berpotensi sebagai

tanaman obat. Tanaman ini berasal dari

India dan merupakan tanaman yang sering

dimanfaatkan sebagai tanaman obat di

India. Tanaman dari famili Lamiaceae ini

memiliki potensi untuk menyembuhkan

berbagai macam penyakit seperti diabetes,

radang penyakit, gangguan hati dan

penyakit yang dimediasi oleh radikal bebas

(Meena et al, 2011).Di Indonesia sendiri

belum banyak pembudidayaan tanaman V.

leucoxylon karena belum diketahui

mengenai karakter biji serta belum banyak

pembudidaya tanaman V. leucoxylon yang

membudidayakannya dan

memanfaatkannya sebagai obat tradisional

(Sutjipto dan Widiyastuti, 2009).

Biji merupakan sumber dari

kehidupan tumbuhan. Pohon yang telah

berusia ratusan tahun pun berawal dari

sebuah biji yang dikecambahkan. Begitu

pentingnya peranan sebuah biji dalam

mendukung keberlangsungan kehidupan

jenisnya. Kita mengenal ada dua macam

jenis biji, yaitu biji ortodok dan biji

rekalsitran (Nurwardani, 2008).

Pengaruh intensitas cahaya yang

rendah terhadap hasil berbagai komoditi

sudah banyak dilaporkan. Naungan 50%

pada genotipe padi yang sensitif

menyebabkan jumlah gabah/malai kecil

serta persentase gabah hampa yang tinggi,

sehingga produksi biji rendah (Sopandie et

al. 2003). Intensitas cahaya rendah pada

saat pembungaan padi dapat menurunkan

karbohidrat yang terbentuk, sehingga

menyebabkan meningkatnya gabah hampa

(Chaturvedi et al. 1994).

Sampai saat ini belum banyak

diketahui lama waktu yang diperlukan

untuk menyimpan biji di kebun raya. Selain

itu, lebih dari 50.000 jenis tumbuhan atau

20% dari total tumbuhan di dunia

menghasilkan biji yang tidak dapat

mempertahankan viabilitasnya selama

dalam penyimpanan (rekalsitran), dan

masih banyak ketidakpastian tentang jenis

tumbuhan mana yang rekalsitran dan mana

yang bukan (Irawanto, 2009).

Pengetahuan mengenai viabilitas biji

masih sangat terbatas dan penelitian yang

banyak dilakukan baru terbatas pada

tanaman budidaya. Penelitian tentang biji

tanaman liar/tumbuhan hutan sangat

diperlukan, terutama untuk menentukan

cara yang tepat dalam mempertahankan

viabilitas dan laju kerusakan biji selama

penyimpanan (Irawanto, 2009).

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui viabilitas biji

tanaman hutan yang berpotensi sebagai

tanaman obat di Kebun Raya Bogor untuk

mempertahankan kelangsungan plasma

nutfah dalam konservasi ex-situ.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan

April sampai dengan bulan Juli 2016 di

Rumah Kaca dan Bank Biji Subbidang

Registrasi dan Pembibitan, Bidang

Konservasi Ex-situ Pusat Konservasi

Tumbuhan Kebun Raya Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah biji

dari buah V. leucoxylon yang berasal dari

koleksi tumbuhan Kebun Raya Bogor

dengan No. Vax XI.I. 46, asal koleksi India

yang dipanen langsung di Kebun Raya

Bogor pada bulan April 2016. Bahan lain

yang digunakan air, dithane, dan moss.

Alat

Alat yang digunakan dalam

penelitian ini chest freezer -21 oC,

desikator, timbangan analitik digital, lux

meter, oven, kalkulator, timer, ayakan,

polybag ukuran 10cm x 15cm, sarung

tangan, plastik air sealed, bak plastik,

aluminium foil sealed, log book, label

mikolin, kamera, digital caliper, RHS

colour chart, box kayu dengan ukuran

40cm x 40cm, lampu neon (36 W/840 putih

dingin Philips Lifemax), lampu pijar (100

W), 3-mm filter plexiglas merah,3-mm

filter plexiglass merah jauh.

Persiapan Penelitian

Pemanenan Buah

Buah V. leucoxylon dipanen dengan

cara memungut buah yang telah masak

secara fisiologis dan terjatuh dari pohonnya

dapat dilihat pada Gambar 1. Teknik

pemanenan buah ini dikarenakan pohon

yang terlalu tinggi sehingga tidak dapat

memanen buah menggunakan galah untuk

memanennya. Pemanenan buah dengan

metode ini diharuskan dengan sangat teliti,

karena buah yang dipanen harus dalam

keadaan utuh dan tidak busuk untuk

menghasilkan kualitas biji yang bagus

untuk diproses ke tahap selanjutnya.

Pemanenan buah dilakukan selama 1

minggu.

Gambar 1. Pengumpulan Buah V.

leucoxylon

A. Proses Pemanenan Buah B. Hasil

Panen.

Karakterisasi Buah dan Biji

Setelah proses pemanenan buah, buah

V. leucoxylon langsung diproses untuk

karakterisasi buah dan biji. Buah yang

sudah terkumpul lalu dipilih 30 buah untuk

proses karakterisasi buah dan biji.

Karakterisasi buah dan biji Vitex leucoxylon

dimulai dari pengamatan warna buah,

pengukuran dimensi buah meliputi

diameter buah dan biji, dan panjang buah

dan biji. Pengamatan warna buah

menggunakan Royal Horticultural Society

(RHS) Colour Chart dapat dilihat pada

Gambar 2. Sedangkan pengukuran panjang

dan diameter buah dan biji menggunakan

Digital Calliper NANKAI 150mm dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. RHS Colour Chart

A B

Gambar 3. Pengukuran Panjang dan

Diameter Buah dan Biji

A. Digital Calliper NANKAI 150mm. B.

Pengukuran Diameter Buah. C.

Pengukuran Diameter Biji.

Ekstraksi Buah

Proses ekstraksi buah dilakukan

setelah proses karakterisasi buah dan biji.

Pengekstraksian buah menggunakan

ayakan bambu untuk memisahkan daging

buah dari biji dapat dilihat pada Gambar 4.

Biji Vitex leucoxylon yang sudah terpisah

dari kulit dan daging buahnya lalu dicuci

bersih sampai tidak ada daging buah yang

menempel pada biji. Biji harus bersih dari

daging buahnya karena biji yang masih

menempel dengan daging buahnya dapat

menenyebabkan tumbuhnya jamur pada

saat proses penyimpanan. Setelah biji

dicuci bersih lalu biji dikering anginkan,

setelah biji kering lalu biji dapat diproses

ketahap pengukuran kadar air.

Gambar 4. Proses Ekstraksi Buah V.

leucoxylon

A. Ekstraksi Buah. B. Pengeringan Buah

Dibawah Sinar Matahari

Pengukuran Kadar Air Awal

Menurut Internasional Seed Testing

Asosiation (ISTA)(2010), pengukuran

kadar air awal dengan metode

langsung/oven dilakukan tiga kali sebagai

ulangan. Cawan petri yang sudah

dikeringkan di oven pada suhu 105oC

selama 15-30 menit lalu dimasukan ke

dalam desikator selama 15-30 menit.

Setelah itu, cawan petri ditimbang. Cawan

kemudian diisi dengan biji yang sudah

dikeringkan kemudian ditimbang

menggunakan timbangan analitik digital.

Biji dan cawan petri lalu dikeringkan di

dalam oven pada suhu 105oC selama 18 jam

(ambil waktu pukul 13:00-08:00 WIB). Jika

suhu 300oC maka pengeringan hanya

dilakukan selama 2-4 jam. Setelah kering

biji dan cawan petri kembali ditimbang

untuk penentuan kadar air awal.

Cara penghitungan kadar air biji yaitu

dengan rumus (Bank Biji Kebun Raya):

A

C

B

A

B

Penentuan Bobot 1000 butir Biji

Menurut Direktorat Perbenihan

Tanaman Hutan (2002), pengukuran bobot

1000 butir benih dilakukan dengan cara

menimbang bobot dan contoh kerja masing-

masing 100 butir biji secara acak (dalam

gram). Dalam kegiatan penelitian ini

penentuan bobot 1000 butir dihitung

dengan cara menimbang 100 butir biji

kemudian hasilnya diekstrapolasi dan

dikalikan 10 sehingga akan diperoleh hasil

bobot 1000 butir benih.

Pengujian 100 Biji untuk Penentuan

Karakter Simpan Biji

Menentukan kadar air (ISTA, 2007)

dari 10 biji individual, melaksanakan tes

perkecambahan awal, pada suhu optimum

untuk spesies, pada dua sampel dari 13 biji.

32 biji kering dicampur dengan berat yang

sama dari silika gel dalam wadah tertutup

yang sesuai, disimpan dalam inkubator

pada 15oC (untuk spesies beriklim) atau

25oC (untuk spesies tropis). Silika gel

diganti dan menimbang berat biji setiap 1-

3 hari, tergantung pada ukuran benih.

Setiap berat biji menurun, periode ini dapat

diperpanjang. Ketika biji mencapai berat

konstan pada kesetimbangan, biasanya

setelah 2-3 minggu untuk menentukan

eRH. Sampel harus dikeringkan untuk

melengkapi 15% Erh. Setelah itu diambil 6

biji untuk menentukan kadar air setelah

desikasi. Pada saat yang sama, tempatkan

32 biji kontrol pada kelembaban yang

tinggi dalam wadah tertutup, menggunakan

vermiculite basah, untuk menjaga kondisi

lembab. Simpan di bawah suhu yang sama

sebagai sampel kering (15oC atau 25oC)

untuk jumlah waktu yang sama. Setelah

periode ini, pindahkan biji dari

penyimpanan lembab untuk menentukan

Erh, dan ambil 6 biji untuk menentukan

kadar air seperti di atas. Imbibisi sisa biji

kering dan melakukan tes perkecambahan

pada dua sampel dari 13 biji, melakukan tes

perkecambahan pada dua sampel dari 13

biji dari sampel kontrol. Plot kemajuan

perkecambahan kurva (% perkecambahan x

masa inkubasi) untuk perkecambahan awal

biji segar, perkecambahan setelah

pengeringan dan perkecambahan setelah

penyimpanan lembab.

Penentuan kadar air simpan pengujian

100 biji dihitung dengan rumus (Bank

Biji Kebun Raya):

Pengujian Daya Simpan Untuk

Penentuan Karakter Simpan Biji Vitex

leucoxylon

Uji perkecambahan secara berkala

untuk mengetahui karakter simpan dari biji

V. leucoxylon. Penyemaian biji dilakukan

dalam periode: minggu ke 0, minggu ke 2,

minggu ke 4, dan minggu ke 6. Biji

disimpan dalam kemasan aluminium foil

sealed dan disimpan pada 4 perlakuan

simpan yaitu penyimpanan dalam chest

freezer -21oC, penyimpanan pada ruang AC

dengan suhu 18oC dengan kelembaban 70%

tanpa media, penyimpanan pada ruang AC

dengan suhu pengujian 18oC dengan

kelembaban 70% menggunakan media

moss, dan penyimpanan pada suhu ruang

26-28oC.

Penyemaian Biji

Penyemaian biji V. leucoxylon

dengan kadar air 13,4 % untuk mengetahui

metode perkecambahan yang terbaik.

Sebelum penyemaian biji di imbibisi

selama 24 jam,. Biji yang telah diimbibisi

kemudian direndam Dithane selama 5

menit untuk mecegah pertumbuhan jamur

pada saat biji disemai. Media

perkecambahan yang digunakan adalah

moss. Media disterilisasi dengan cara

menyiraminya dengan air panas suhu 100o

C. Biji V. leucoxcylon ditanam setelah

media dingin sejumlah 10 biji/polybag.

Perlakuan Cahaya

Percobaan ini meneliti efek dari

perbedaan kualitas spektral cahaya pada

perkecambahan biji V. leucoxylon. Semua

biji sebelum penanaman sudah di imbibisi

terlebih dahulu. Sumber cahaya putih

adalah lampu neon (36 W / 840 putih dingin

Philips Lifemax). Cahaya spektrum merah

dipasok oleh satu lampu neon didasari

dengan 3-mm filter plexiglas merah tebal

yang berfungsi sebagai filter cahaya pada

jarak 1 m (Borthwick et al, 1954). Sumber

cahaya spektrum merah jauh terdiri dari

satu lampu pijar (100 W) dan lampu neon

disaring melalui 3-mm filter plexiglass

merah jauh. Jarak antara lampu pijar adalah

60cm (Borthwick et al, 1954). Spektrum

ditularkan melalui setiap filter lalu

diperiksa menggunakan spektrofotometer

untuk mengkonfirmasi transmisi cahaya

merah (M) pada 600 nm dan merah jauh

(MJ) pada 730 nm. Benih disinari dalam

kotak kayu kedap cahaya dengan ukuran 40

cm x 40 cm. Selain perlakuan cahaya pada

laboratorium, perlakuan cahaya juga di

lakukan pada rumah kaca dengan

perbandingan naungan. Perbandingan

naungan yang dilakukan pada perlakuan

cahaya di rumah kaca yaitu perlakuan

cahaya tanpa naungan paranet, perlakuan

cahaya dengan naungan paranet 55%, dan

perlakuan cahaya dengan naungan paranet

65%.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Intensitas

Cahaya di Lingkungan Penelitian

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan 2 tahap,

tahap pertama adalah penyimpanan dan

penyemaian biji V. leucoxylon. Biji

disimpan menggunakan aluminium foil

sealed, biji disimpan dalam 4 periode

penyimpanan (0,2,4,6 minggu) dengan 4

perlakuan penyimpanan yaitu :

1. Penyimpanan dalam ruang simpan

dengan suhu 18oC menggunakan

media moss dengan kelembaban 70%.

2. Penyimpanan dalam ruang simpan

dengan suhu 18oC tanpa menggunakan

media dengan kelembaban 70%.

3. Penyimpanan dalam Chest freezer

dengan suhu -21o C.

4. Penyimpanan pada suhu ruangan 26-

28o C.

Penelitian tahap kedua adalah

perkecambahan biji dengan perlakuan

cahaya. Penelitian tahap kedua ini adalah

dengan 7 perlakuan cahaya yaitu :

Perlakuan perkecambahan rumah kaca:

1. Rumah kaca tanpa naungan.

2. Rumah kaca dengan naungan paranet

55%.

3. Rumah kaca dengan naungan paranet

65%.

Perlakuan perkecambahan spektrum

cahaya:

1. Laboratorium dengan cahaya spektrum

merah.

2. Laboratorium dengan cahaya spektrum

merah jauh.

3. Laboratorium gelap.

4. Laboratorium terbuka.

Pengamatan dilakukan setiap hari

dengan mengamati Daya Kecambah Total

(DKT), Koefisien Kecepatan

Perkecambahan (KCP), Koefisien

Keserempakan Perkecambahan (KSP),

Hari Pertama Berkecambah (HPB), Hari

Terakhir berkecambah (HTB), P50.

1. Daya Kecambah Total dihitung dengan

rumus (DKT) (Bank Biji Kebun Raya):

DK = 𝑛

𝑁 x 100

DK = Daya kecambah; n = benih yang

berkecambah; N = benih yang

dikecambahkan.

2. Koefisien Kecepatan Perkecambahan

dihitung dengan rumus (KCP) (Bank

Biji Kebun Raya):

X =∑𝑛

∑(𝑡x𝑛) x 100

X = koefisien kecepatan berkecambah, n =

benih yang dikecambahkan, t = hari saat

benih berkecambah.

3. Koefisien Keserempakan

Perkecambahan dihitung dengan

rumus (KSP) (Bank Biji Kebun Raya): ∑𝑛

∑{(𝑇−𝑡)2 x n )} x 100 dimana T =

∑(𝑡 x 𝑛)

∑𝑛

∑𝑛 = jumlah total biji berkecambah; t x n =

n benih yang berkecambah pada hari ke-t.

4. Perkecambahan mencapai 50% (P50)

adalah waktu yang diperlukan biji

untuk dapat berkecambah sebanyak

50% dari hari setelah tanam (HST).

5. Hari Pertama Berkecambah (HPB)

dihitung waktu awal biji berkecambah

dari hari setelah tanam (HST).

6. Hari Terakhir Berkecambah (HTB)

adalah waktu terakhir biji berkecambah

yang diperlukan biji berkecambah dari

hari setelah tanam (HST).

Analisis Data

Pengaruh perlakuan diuji dengan uji

Duncan pada taraf 95% analisis statistik

RAL untuk perlakuan cahaya dan analisis

statistik RAL Faktorial untuk perlakuan

periode simpan dan perlakuan

penyimpanan yang menghitung Daya

Kecambah Total (DKT), Koefisien

Kecepatan Perkecambahan (KCP), dan

Koefisien Keserempakan Perkecambahan

(KSP).

Parameter

1. Kadar air

2. Viabilitas biji

3. Daya Kecambah Total (DKT),

Koefisien Kecepatan Perkecambahan

(KCP), Koefisien Keserempakan

Perkecambahan (KSP)

4. Perkecambahan Mencapai 50% (P50)

5. Hari Pertama Berkecambah (HPB) dan

Hari Terakhir Berkecambah (HTB)

6. Pengaruh naungan terhadap

perkecambahan biji

7. Pengaruh spektrum cahaya terhadap

perkecambahan biji

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakter Buah dan Biji V. leucoxylon

Karakter Buah V. leucoxylon

Buah V. leucoxylon koleksi Kebun

Raya Bogor (KRB) berbentuk obovoid,

berwarna ungu-hitam (Greyed-Puple group

186A) (RHS Colour Chart, 2007), dan

berdaging dapat dilihat pada Gambar 5.

Buah berukuran panjang dengan rata-rata 9

mm ± Std. Dev 0,4418, dengan berat buah

rata-rata 0,4146 gr± Std. Dev 0,0220

Gambar 5. Karakterisasi Buah V.

leucoxylon

A. Warna Buah Berdasarkan RHS Colour

Chart. B. Panjang Buah C. Daging Buah

Karakter Biji V. leucoxylon

Biji V. leucoxylon berbentuk bulat

telur, terletak di tengah buah dengan

diselimuti daging buah. Biji V. leucoxylon

memiliki panjang rata-rata 7 mm ± Std. Dev

0,3946 dapat dilihat pada Gambar 6, berat

biji dengan rata-rata 0,1325g ± Std. Dev

0,0220 , dan tiap buah menghasilkan 1 biji

setiap buahnya.

Gambar 6. Morfologi Biji V.leucoxylon

A. Kulit Biji. B. Endosperm. C. Embrio

Biji V. leucoxylon memiliki

endosperm yang tebal, embrio terletak

ditengah-tengah biji dapat dilihat pada

Gambar 6, kulit bijinya keras dan bersifat

semipermiabel terhadap air.

Penentuan Bobot 1000 Butir Biji V.

leucoxylon

Hasil penimbangan 100 butir biji

diketahui seberat 12,992g. Hasil

penimbangan tersebut kemudian

A

B C

diekstrapolasikan untuk 1000 butir biji,

sehingga diketahui penentuan bobot 1000

butir biji V. leucoxylon seberat 129,92 g.

Pengujian Kadar Air Simpan Biji V.

leucoxylon

Kadar air biji V. leucoxylon sangat

berbeda nyata selama penyimpanan 0-6

MSP. Penyimpanan biji V. leucoxylon

dilakukan dengan 4 perlakuan simpan.

Kadar air 0-2 MSP cenderung mengalami

penurunan, tetapi pada perlakuan simpan

pada penyimpanan ruang simpan dengan

suhu 18oC menggunakan media moss kadar

air biji V. leucoxylon terlihat naik. Hal ini

menunjukkan bahwa penyimpanan

menggunakan media moss menyebabkan

biji dapat berimbibisi. Selama

penyimpanan 4-6 minggu ada

kecenderungan biji mengalami imbibisi

hingga mencapai kondisi full imbibition dan

bermetabolisme hingga siap berkecambah

dan tidak dapat disimpan lagi. Dari kadar

air yang di dapat diduga biji V. leucoxylon

memiliki sifat intermediate.

Tabel 2. Kadar Air Simpan Biji V.

leucoxylon

Pola Perkecambahan Biji V. leucoxylon

Stadia perkecambahan biji V.

leucoxylon terjadi pada waktu yang

beragam dapat dilihat pada Gambar 7.

Stadia 1 radikula tumbuh dan memecah

testa. Stadia 2 radikula memanjang dan

hipokotil tumbuh. Stadia 3 hipokotil

memanjang dan disertai plumula, akar

primer dan sekunder memanjang. Stadia 4

plumula, epikotil, kotiledon dan daun

pertama. Stadia 4 daun kedua. Stadia 5 bibit

hasil perkecambahan.

Gambar 7. Pola Perkecambahan V.

leucoxylon

A. Stadia 2 radikula memanjang dan

hipokotil tumbuh (21 hari) B. Stadia 3

hipokotil memanjang dan disertai plumula,

akar primer dan sekunder memanjang (24

hari). C. Stadia 4 plumula, epikotil,

kotiledon dan daun pertama (31 hari). D.

Stadia 4 daun kedua (34 hari).

Viabilitas Biji V. leucoxylon Pada

Perlakuan Cahaya di Rumah Kaca

Daya Kecambah Total (DKT) Perlakuan

Cahaya di Rumah Kaca (RK)

Hasil analisis uji viabilitas biji V.

leucoxylon dengan pengamatan daya

kecambah total, terlihat adanya pengaruh

cahaya terhadap perkecambahan biji.

Adapun hasil analisis uji viabilitas biji

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Statistik Perlakuan

Cahaya Pada Rumah Kaca Terhadap Daya

Kecambah Total (DKT)

Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti

dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada

taraf 95%.

Perlakuan dengan Daya Kecambah

Total (DKT) tertinggi terdapat pada

perlakuan cahaya di rumah kaca dengan

naungan paranet 55% dan daya kecambah

total terendah terdapat pada perlakuan

cahaya di rumah kaca tanpa naungan

paranet. Dari hasil analisis statistik bahwa

pengaruh perlakuan cahaya dengan

naungan 55% dan naungan 65% tidak

berbeda nyata dengan perlakuan kontrol

(tanpa naungan), kecenderungan daya

kecambah terbaik didapat pada perlakuan

cahaya dengan naungan paranet 55%.

Penelitian ini merujuk dengan

penelitian Sudomo (2009) pengaruh

naungan terhadap pertumbuhan dan mutu

bibit Manglid (Manglieta glauca bi) bahwa

naungan 55% dan naungan 65% dengan

intensitas cahaya yang kurang tetap

menghasilkan perkecambahan jika

dibandingkan dengan kontrol (naungan

0%). Intensitas yang terlalu tinggi akan

menyebabkan transpirasi terlalu besar

sedangkan intensitas yang terlalu rendah

akan menghambat fotosintesa sehingga

menghambat pertumbuhan tanaman.

Koefisien Kecepatan Perkecambahan

(KCP) Perlakuan Cahaya RK

Hasil analisis uji viabilitas biji V.

leucoxylon dengan pengamatan koefisien

kecepatan perkecambahan, terlihat tidak

adanya pengaruh cahaya terhadap

perkecambahan biji. Kuantitas cahaya

berpengaruh terhadap kecepatan

perkecambahan biji V. leucoxylon dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Statistik Perlakuan

Cahaya Pada Rumah Kaca Terhadap

Koefisien Kecepatan Perkecambahan

(KCP)

Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti

dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 95%.

Perlakuan cahaya dengan koefisien

kecepatan perkecambahan terbaik terdapat

pada perlakuan tanpa menggunakan

naungan paranet. Marjenah (2001)

melaporkan bahwa perkecambahan biji

lebih cepat pada tempat terbuka dari pada

tempat ternaung sehingga tanaman yang

ditanam pada tempat terbuka cenderung

berkecambah dengan cepat namun dalam

analisis statistik menunjukkan tidak

berbeda nyata. Akan tetapi pada titik jenuh

cahaya, tanaman tidak mampu menambah

hasil fotosintesis walaupun jumlah cahaya

bertambah. Tingginya suhu udara akan

meningkatkan laju transpirasi, hal ini antara

lain dapat ditandai dengan turunnya

kelembaban udara relatif. Apabila

berlangsung cukup lama, hal ini dapat

menyebabkan keseimbangan air tanaman

terganggu dan dapat menurunkan

perkecambahan biji tanaman.

Koefisien Keserempakan

Perkecambahan Perlakuan Cahaya RK

Hasil analisis koefisien

keserempakan perkecambahan biji V.

leucoxylon pada perlakuan cahaya di rumah

kaca dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Statistik Perlakuan

Cahaya Pada Rumah Kaca Terhadap

Koefisien Keserempakan Perkecambahan

(KSP)

Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti

dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada

taraf 95%.

Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat

dilihat bahwa nilai koefisien keserempakan

perkecambahan biji V. leucoxylon paling

tinggi pada perlakuan cahaya di rumah kaca

dalam naungan paranet 55%. Sedangkan

nilai KSP terendah ada pada perlakuan

cahaya rumah kaca tanpa naungan paranet.

Dari hasil tersebut diketahui bahwa

keserempakan perkecambahan tidak

bergantung dari kualitas cahaya yang

diterima, melainkan bergantung pada

kuantitas cahaya yang diterima oleh biji V.

leucoxylon dan keserempakan

perkecambahan diduga karena adanya

faktor luar seperti kelembaban dan suhu.

Hari Pertama Berkecambah (HPB) dan

Hari Terakhir Berkecambah (HTB)

Perlakuan Cahaya RK

Hasil analisis uji viabilitas biji V.

leucoxylon terlihat adanya pengaruh

perlakuan cahaya terhadap hari pertama

berkecambah dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hari Pertama Berkecambah (HPB)

Perlakuan cahaya Rumah Kaca

Pada perlakuan cahaya rumah kaca

tanpa naungan paranet biji berkecambah

lebih cepat jika dibandingkan dengan

perlakuan dengan naungan paranet 55%

dan 65%. Daniel et al. (1997) menyatakan

bahwa terhambatnya perkecambahan

tanaman karena spektrum cahaya matahari

yang kurang merangsang aktivitas hormon

giberelin dalam proses perkecambahan biji,

terutama pada intensitas cahaya yang

rendah. Hasil analisis statistik viabilitas biji

V. leucoxylon terlihat adanya pengaruh

terhadap hari terakhir berkecambah dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hari Terakhir Berkecambah

(HTB) Perlakuan cahaya RK

Pada naungan paranet 65% terlihat

hari berkecambah terakhir lebih cepat jika

dibandingkan dengan naungan paranet

55%. Tingginya suhu udara akan

meningkatkan laju transpirasi, hal ini antara

lain dapat ditandai dengan turunnya

kelembaban udara relatif. Apabila

berlangsung cukup lama, hal ini dapat

menyebabkan keseimbangan air pada biji

terganggu dan dapat menurunkan

perkecambahan biji (Sudomo, 2009).

Viabilitas Biji V. leucoxylon Pada

Perlakuan Spektrum Cahaya di

Laboratorium

Hasil penelitian uji viabilitas biji V.

leucoxylon perlakuan cahaya di

laboratorium dengan perlakuan cahaya

spektrum merah dan cahaya spektrum

merah jauh serta perlakuan cahaya dalam

kondisi gelap dan terbuka tidak

menunjukkan adanya perkecambahan pada

perlakuan ini. Hal ini diduga bahwa biji V.

leucoxylon membutuhkan kuantitas

intensitas cahaya yang cukup untuk

melakukan perkecambahan melainkan

kualitas intensitas cahaya.

Pada umumnya cahaya yang

diperlukan oleh setiap jenis tanaman

berbeda-beda. Setiap tanaman atau jenis

pohon mempunyai toleransi yang berlainan

terhadap cahaya matahari. Ada tanaman

yang tumbuh baik di tempat terbuka,

sebaliknya ada beberapa tanaman yang

dapat tumbuh dengan baik pada tempat

teduh/bernaungan. Ada pula tanaman yang

memerlukan intensitas cahaya yang

berbeda sepanjang periode hidupnya. Pada

waktu masih muda memerlukan cahaya

dengan intensitas rendah dan menjelang

sapihan mulai memerlukan cahaya dengan

intensitas tinggi (Soekotjo,1976 dalam

Sudomo, 2009).

Karakter Simpan Biji V. leucoxylon

Uji 100 Biji Untuk Menentukan

Karakter Simpan Biji V. leucoxylon

Hasil dari uji 100 biji dengan desikasi

perlakuan silica gel dan vermiculite,

menunjukkan bahwa biji V. leucoxylon

bersifat intermediate berdasarkan dari

kadar air yang didapat dan perkecambahan

dari desikasi perlakuan silica gel dan

vermiculite dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji 100 Biji Dengan Perlakuan

Silica Gel dan Vermiculite

Menurut Gold dan Hay (2014), uji

100 biji dengan menggunakan Vermiculite

dapat mempertahankan kadar air biji sesuai

dengan kadar air aslinya. Karakter biji

rekalsitran tidak dapat bertahan dalam

pengeringan dan periode simpan yang

lama, pernyataan ini sesuai dengan hasil

yang didapatkan dari penelitian ini.

Viabilitas Biji V. leucoxylon Pada

Perlakuan Periode Simpan dan

Perlakuan Penyimpanan

Daya Kecambah Total (DKT)

Hasil analisis statistik uji viabilitas

biji V. leucoxylon dengan pengamatan daya

kecambah total terlihat tidak adanya

interaksi pada masa simpan dan perlakuan

simpan terhadap viabilitas biji dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis Statistik Periode

Simpan dan Perlakuan Simpan Terhadap

Daya Kecambah Total (DKT)

Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti

dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada

taraf 95%.

Pada 0 MSP menunjukkan daya

kecambah total pada semua perlakuan

simpan menunjukkan angka persetase 20%.

Daya kecambah total pada 2 MSP

menunjukkan angka persentase paling

tinggi terdapat pada perlakuan simpan pada

ruang penyimpanan suhu 18oC dengan

media moss, hal ini diduga biji V.

leucoxylon mengalami imbibisi sehingga

biji dapat berkecambah. Sedangkan pada 2

MSP angka persentase terendah terdapat

pada perlakuan simpan dengan suhu ruang.

Daya kecambah total pada 4 MSP angka

persentase terendah terdapat pada

perlakuan simpan dengan penyimpanan

pada ruang simpan suhu 18oC tanpa

menggunakan media, sedangkan pada

perlakuan penyimpanan pada ruang simpan

suhu 18oC dengan media moss,

penyimpanan dalam Chest freezer, dan

penyimpanan dengan suhu ruang

menunjukkan angka presentase 10%. Pada

6 MSP menunjukkan daya kecambah total

paling rendah dari 0-6 MSP, hal ini diduga

karena biji V. leucoxylon telah mengalami

imbibisi hingga mencapai kondisi full

imbibition sehingga biji bermetabolisme

dan biji sudah tidak dapat disimpan lagi.

Angka presentase terdapat pada perlakuan

penyimpanan biji dengan perlakuan simpan

menggunakan Chest freezer dan perlakuan

simpan dengan suhu ruang sebesar 10%.

Menurut Hasid (2010) penyimpanan biji

kakao dengan media moss lembab

diharapkan meningkatkan viabilitas biji

kakao selama penyimpanan.

Koefisien Kecepatan Perkecambahan

(KCP)

Hasil analisis uji viabilitas biji V.

leucoxylon menunjukkan koefisien

kecepatan perkecambahan dipengaruhi

oleh lamanya masa simpan dan perlakuan

penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Statistik Periode

Simpan dan Perlakuan Simpan Terhadap

Koefisien Kecepatan Perkecambahan

(KCP) Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti

dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 95%.

Hal ini diduga biji V. leucoxylon

memiliki kulit biji yang keras dan

semipermiabel terhadap air. Biji V.

leucoxylon dengan umur simpan 2 minggu

terlihat koefisien kecepatan

perkecambahan pada semua perlakuan

simpan lebih cepat berkecambah

dibandingkan dengan yang biji disimpan 0,

4 dan 6 minggu. Biji V. leucoxylon yang

disimpan lebih lama memiliki waktu lebih

panjang untuk melakukan imbibisi,

semakin lama biji berimbibisi dapat

menyebabkan biji dalam kondisi full

imbibition, tetapi karakter simpan dari biji

V. leucoxylon mencirikan sifat biji

intermediate. Biji yang disimpan lebih lama

cenderung tidak dapat berkecambah lagi

sehingga berpengaruh terhadap kecepatan

perkecambahan.

Kecepatan berkecambah merupakan

gambaran vigor biji. Biji yang memiliki

vigor tinggi dikecambahkan pada kondisi

apapun dapat berkecambah lebih cepat

dibandingkan dengan biji yang memiliki

vigor rendah. Vigor merupakan sifat biji

yang menentukan potensi untuk

kemunculan yang cepat, seragam dan semai

normal di bawah kondisi lapangan yang

relatif lebih lebar (Schmidt, 2000).

Koefisien Keserempakan

Perkecambahan (KSP)

Hasil analisis uji viabilitas biji V.

leucoxylon menunjukkan koefisien

keserempakan perkecambahan tidak

dipengaruhi oleh lamanya masa simpan dan

perlakuan penyimpanan. Keserempakan

perkecambahan pada 2 MSP terlihat

menunjukkan keserempakan paling tinggi

jika di bandingkan dengan perlakuan

simpan lainnya pada masa simpan 2 MSP

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Analaisis Statistik Interaksi

Periode Simpan dan Perlakuan Simpan

Terhadap Koefisien Keserempakan

Perkecambahan (KSP)

Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti

dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada

taraf 95%.

Hal ini diduga perlakuan simpan

dengan penyimpanan pada ruang simpan

suhu 18oC dengan media moss

menyebabkan biji lebih cepat berimbibisi

sehingga biji pada masa simpan 2 MSP siap

untuk berkecambah dan menunjukan

keserempakan perkecambahan paling

tinggi diantara perlakuan simpan lainnya.

Koefisien keserempakan perkecambahan

pada perlakuan penyimpanan pada suhu

ruang menunjukkan angka terendah pada

masa simpan 2 MSP.

Masa simpan 4-6 MSP tidak

menunjukkan adanya koefisien

keserempakan perkecambahan pada biji V.

leucoxylon. Hal ini diduga biji sudah dalam

keadaan full imbibition sehingga biji harus

segera kecambahkan dan tidak dapat

disimpan lebih lama lagi. Yuniarti (2002)

menyatakan penyimpanan biji merbau

dalam ruang simpan dengan suhu 18oC

dengan media moss dapat mencegah

kemunduran viabilitas biji merbau. Pada

umumnya semakin lama biji disimpan

maka daya berkecambahnya semakin

menurun. Hal ini berkaitan dengan adanya

kemunduran kualitas benih dalam

penyimpanan. Kemunduran ini terjadi

karena selama dalam periode simpan, benih

tetap melakukan kegiatan respirasi.

Perkecambahan Mencapai 50% (P50)

Hasil analisis data menunjukkan lama

masa simpan biji dan perlakuan simpan biji

sangat berpengaruh terhadap daya

kecambah bjii mencapai 50% dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12. Perkecambahan Mencapai 50%

(P50) Periode Simpan dan Perlakuan

Simpan

Perkecambahan biji V. leucoxylon

menunjukkan P50 hanya terdapat pada

masa simpan 2 MSP pada perlakuan simpan

pada ruang simpan suhu 18oC dengan

media moss dan perlakuan simpan pada

ruang simpan suhu 18oC tanpa media. Pada

masa simpan dengan perlakuan simpan

ruang simpan suhu 18oC dengan media

moss perkecambahan biji V. leucoxylon

mencapai 50% pada hari ke 47 setelah

tanam, sedangkan perlakuan simpan pada

ruang simpan suhu 18oC tanpa media

perkecambahan mencapai 50% pada hari ke

70. Hal ini diduga karena biji dengan

penyimpanan menggunakan media moss

biji dapat berimibibisi sehingga biji

bermetabolisme dan siap untuk

berkecambah. Byrd (1983) dalam Yuniarti

(2002) menyatakan bahwa hilangnya daya

berkecambah benih dalam penyimpanan

karena adanya respirasi yang cukup tinggi,

dengan menggunakan energi makanan yang

ada dalam sel-sel tetapi tidak mengandung

air yang cukup untuk memindahkan

jaringan simpanan makanan ke sel-sel yang

sedang melangsungkan respirasi tersebut.

Hari Pertama Berkecambah (HPB) dan

Hari Terakhir Berkecambah (HTB)

Hasil uji viabilitas biji V. leucoxylon

menunjukkan hari pertama berkecambah

dipengaruhi oleh lamanya masa simpan dan

perlakuan simpan dapat dilihat pada Tabel

13.

Tabel 13. Hari Pertama Berkecambah

(HPB) Periode Simpan dan Perlakuan

Simpan

Pada masa simpan 2 MSP

menunjukkan hari pertama berkecambah

paling cepat pada perlakuan simpan pada

ruang simpan suhu 18oC dengan media

moss hal ini diduga karena biji mengalami

imbibisi sehingga biji dapat

bermetabolisme lebih cepat dan

berkecambah pada saat disemai, tetapi

sangat berbeda nyata dengan perlakuan

simpan pada suhu ruang pada masa simpan

2 MSP. Pada perlakuan simpan pada suhu

ruang terlihat biji berkecambah pada umur

74 hari setelah tanam, hal ini diduga biji

bermetabolisme lebih lama karena biji tidak

mengalami imbibisi.

Masa simpan 4-6 MSP sangat

berbeda nyata dengan masa simpan 2 MSP,

hal ini diduga karena pada penyimpanan 4-

6 MSP kadar air biji V. leucoxylon

menunjukkan kenaikan sehingga biji

berimbibisi dalam keadaan full imbibition,

biji bermetabolisme selama penyimpanan

dan biji tidak dapat disimpan lagi. Hari

pertama berkecambah pada 4 MSP terlihat

pada perlakuan simpan pada ruang simpan

suhu 18oC dengan media moss, perlakuan

simpan dengan Chest Freezer dan

perlakuan simpan pada suhu ruang dapat

dilihat pada Tabel 13. Pada masa simpan 6

MSP hari pertama berkecambah hanya

terlihat pada penyimpanan dengan ruang

simpan suhu 18oC dengan media moss dan

penyimpanan menggunakan Chest freezer

dapat dilihat pada Tabel 13.

Hasil uji viabilitas biji V. leucoxylon

menunjukkan hari terakhir berkecambah

dipengaruhi oleh lamanya masa simpan dan

perlakuan simpan dapat dilihat pada Tabel

14.

Tabel 14. Hari Terakhir Berkecambah

(HTB) Periode Simpan dan Perlakuan

Simpan

Pada masa simpan 0-2 MSP terlihat

adanya perkecambahan terakhir masa

simpan 2 MSP pada semua perlakuan

penyimpanan. Sedangkan tidak terlihat

adanya perkecambahan pada hari terakhir

masa simpan 4-6 MSP, hal ini diduga

karena biji mengalami imibibisi sehingga

mencapai keadaan full imbibition sehingga

biji bermetabolisme dan tidak dapat

disimpan lebih lama. Diduga penyimpanan

biji V. leucoxylon dalam media moss

lembab dapat mempertahankan viabilitas

biji dengan memperpendek dormansi. Akan

tetapi dalam masa simpan biji cenderung

tidak dapat berkecambah lagi diduga biji

telah mengalami imbibisi sehingga biji

dalam keadaan full imbibition dan tidak

dapat disimpan lebih lama. Berkaitan

dengan hal tersebut diduga biji V.

leucoxylon memiliki sifat biji intermediate

dan sifat biji yang semipermeable terhadap

air sehingga biji yang dalam keadaan full

imbibition harus segera disemai dan tidak

dapat disimpan lagi. Biji kakao yang

memiliki sifat intermediate sangat sensitif

terhadap suhu rendah membuktikan adanya

penurunan tajam viabilitas biji. Hal itu

mengakibatkan laju penurunan viabilitas

benih berlangsung cenderung lebih cepat

pada masa lama penyimpanan.

SIMPULAN

Simpulan

1. Metode perkecambahan terbaik pada

perlakuan cahaya dalam rumah kaca

dengan naungan paranet 55% Daya

Kecambah Total (DKT) 40%, pada

perlakuan cahaya tanpa naungan

paranet Koefisien Kecepatan

Perkecambahan (KCP) 0,055%, pada

naungan paranet 65% Koefisien

Keserempakan Perkecambahan (KSP)

0,011%.

2. Perlakuan periode simpan dan

perlakuan simpan Daya Kecambah

Total (DKT) terbaik periode 2 MSP

dengan penyimpanan pada ruang

simpan suhu 18oC dengan media moss

sebesar 70%, Koefisien Kecepatan

Perkecambahan (KCP) terbaik periode

4 MSP dengan penyimpanan pada

ruang simpan suhu 18oC dengan media

moss sebesar 0,025%, Koefisien

Keserempakan Perkecambahan (KSP)

terbaik pada periode 2 MSP dengan

penyimpanan pada ruang simpan suhu

18oC dengan media moss sebesar

0,56%.

3. Karakter simpan biji V. leucoxylon

kemungkinan memiliki sifat biji

intermediate.

Saran

Untuk penelitian karakter simpan biji

V. leucoxylon perlakuan simpan dan

perlakuan cahaya sebaiknya lebih dari 6

minggu dan dilengkapi dengan metode

penyimpanan kriopreservasi. Perlakuan

pematahan dormansi (skarifikasi) biji

terhadap biji V. leucoxylon bisa dilakukan

sebelum penyemaian mengingat karakter

kulit biji V. leucoxylon yang keras.

DAFTAR PUSTAKA

Baskin C.C. & Baskin J.M. 2001. Seeds:

Ecology, Biogeography, and

Evolution of Dormancy and

Germination. Academic Press, San

Diego.

Bewley J.D. & Black M. 1994a. Physiology

and Biochemistry of Seeds in

Relation to Germination: Viability,

Dormancy, and Environmental

Control. Springer-Verlag, New

York.

Bewley J.D. & Black M. 1994b. Seeds:

Physiology of Development and

Germination. Plenum Press, New

York.

Borthwick H.A., Hendricks S.B., Toole

F.H. & Toole V.K. 1954. Action of

Light on Lettuce-seed Germination.

Botanical Gazette 115, 205-25.

Bullock J.M. 2000. Gaps and Seedling

Colonization. In: Seeds: The

Ecology Of Regeneration In Plant

Communities. Second edition (ed

M. Fenner) pp. 375-95. CABI

Publishing, Wallingford.

Carpita N.C., Naborsn M. W., Ross C. W.

& Petretic N. L. 1979. The Growth

Physics and Water Relations of

Red-light-induced germination in

Lettuce seeds: IV. Biochemical

changes in the embryonic axes of

Red- and Far-red-treated seeds.

Planta 144, 225-33.

Chaturvedi GSP, Ram C, Singh AK, Ram

P, Ingram KT, Singh BB, Singh RK,

Singh VK (1994). Carbohydrate

status of rainfed lowland ricein

relation to submergence, drought

and shade tolerance. Dalam:

Proceeding Physiology of Stress

Tolerance in Rice, Los Banos: IRRI

Philippines, pp 104-122

Chordia, M. A., R. Sangeetha Kumari and

R. Ramesh Kannan, 2010. In-Vitro

Regeneration of Plantlets from

Internodal Callus Culture of Vitex

leucoxylon L. – A Rare Medicinal

Plant. Journal of Medicinal Plants

Research Vol. 4(22), pp. 2399-

2403.

Daniel, T.W., J.A. Helms dan F.S Baker,

1997. Prinsip-prinsip Silvikultur.

Terjemahan Joko Marsono dan

Oemi Hani'in. Edisi Kedua. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Dassanayake, M.D. 1983. A Revised

Handbook to the Flora of Ceylon.

New Delhi. The Smithsonian

Institution, and the National

Science Foundation, Washington,

D.C., by Amerind Publishing Co.

Pvt. Ltd.

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.

2002. Petunjuk Teknis Pengujian

Mutu Fisik-Fisiologi Benih. Jakarta

: Departemen Kehutanan.

Gold, K dan F. Hay. 2014. Identifying

Desiccation Sensitive Seeds.

www.kew.org

Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik

Benih dan Pengembangan Industri

Benih Tanaman Industri. Jurnal

Litbang Pertanian, Volume 21, No.

3

Hasid, R. 2010. Keragaan dan Mutu

Fisiologi Biji Rekalsitran Kakao

(Theobroma cacao L). Pada

Berbagai Kondisi Penyimpanan.

Jurnal Hayati Vol.10

Hong, T.d., S. Linington and R.H. Ellis.

1998. Compendium of Information

on Seed Storage Behaviour, Vol. II.

Kew : Royal Botanic Gardens.

ISTA, 2007. International Rules for Seed

Testing. Edition 2007. Zurich,

Zwitzerland.

ISTA, 2010. International Rules for Seed

Testing. Edition 2010. Zurich,

Zwitzerland.

IPB. 2010. Tinjauan Pustaka Fisiologi

Benih Padi Dan Viabilitas Benih.

Hak Cipta Milik Institut Pertanian

Bogor : Bogor.

Irawanto R 2009. Peningkatan Mutu

Koleksi Biji Melalui

Manajemen Pengelolaan dan

Penelitian Biji. Prosiding

Seminar Stemcell dan Hasil-Hasil

Penelitian Ilmu Hayati.

Universitas Brawijaya. Malang.

Justice OL, LN Bass. 2002. Prinsip &

Praktek Penyimpanan Benih,

Diterjemahkan oleh Rennie Roesli.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. Bandung:

Angkasa.

Marjenah. 2001. Pengaruh Perbedaan

Naungan di Persemaian terhadap

Pertumbuhan dan Respon

Morfologi Dua Jenis Semai

Meranti. Jurnal Ilmiah Kehutanan

”Rimba Kalimantan” Vol. 6. No. 2.

Samarinda. Kalimantan Timur. Meena A. K., Niranjan U. S., Rao M. M.,

Padhi M. M., Babu Ramesh. 2011.

A review of the important chemical

constituents and medicinal uses of

Vitex genus. Asian Journal of

Traditional Medicines Vol. 6,

Second edition.

Nabors M. W. & Lang A. 1971. The

Growth physics and water relations

of Red-light induced germination in

Lettuce seeds: I. Embryos

germinating in osmoticum. Planta

101, 1-25.

Nurwadani, P. 2008. Teknik Pembibitan

Dan Produksi Benih. Jakarta.

Pinheiro, F. & Borghetti, F. 2003. Light and

Temperature Requirements for

Germination of Seeds of Aechmea

nudicaulis (L.) Grieseba and

Streptocalyx floribundus (Martius

ex Schultes F.) Mez

(Bromeliaceae). Acta Bot. Bras. 17,

27-35.

Pons, T.L. 2000. Seed Responses to Light.

In: Seeds: The Ecology of

Regeneration in Plants

Communities (ed M. Fenner). CABI

Publishing, London.

Richards, D. & Beardsell, D. 1987. Seed

Dormancy. In: Germination of

Australian Nattive Plant Seed (ed P.

Langkamp) pp. 1-13. Inkata Press,

Melbourne.

Royal Horticultural Society (RHS). 2007.

The Royal Horticultural Society’s

Colour Chart. Fifth Edition. The

Royal Horticultural Society,

London.

Sadjad, S., Endang, M., dan Satriyas I.

1989. Parameter Pengujian Vigor

Benih. Grasindo : Jakarta.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan

Benih Tanaman Hutan Tropis Dan

Subtropis. Departemen Kehutanan

Dan Ifsp, Jakarta.

Sopandie D, Chozin MA, Sastrosumarjo S,

Juhaeti T, Sahardi (2003) Toleransi

padi gogo terhadap naungan.

Jurnal Hayati Vol.10 Halaman : 71-

75

Sudomo, A. 2009. Pengaruh Naungan

Terhadap Pertumbuan Dan Mutu

Bibit Manglid (Manglieta glauca

BI). Jurnal Teknologi Hutan

Tanaman Vol. 2 No. 2. Halaman :

59-66.

Sutjipto Sutjipto dan Y. Widiyastuti. 2009.

Pengaruh Cara Pengeringan

terhadap Perubahan Fisikokimia

Daun Kumis Kucing (Orthosipon

stamineus Benth). Jurnal Tumbuhan

Obat Indonesia Vol. 2 (1).

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada.

Whitmore T,C, 1988. An Introduction to

Tropical Rain Forests. Oxford

University Press, Oxford.

www.indiabiodiversity.org Diakses tanggal

27-08-2016.

Yang Q. -H., Ye W. -H., Deng X., Cao H. –

L., Zhang Y. & Xu K.-Y. 2005.

Seed Germination Eco-Physiology

of Mikania micrantha H.B.K. Bot.

Bull. Acad. Sin. 46, 293-9.

Yuniarti, N. 2002. Metode Penyimpanan

Biji Merbau (Intsia bijuga O. ktze).

Jurnal Manajemen Hutan Tropika

Vol. VIII No. 2 Halaman : 89-95