UJI TOKSISITAS 2,4-D DIMETIL AMINA TERHADAP ...repository.ub.ac.id/5310/1/Pratiwi, Gita Ayu.pdfiii...
Transcript of UJI TOKSISITAS 2,4-D DIMETIL AMINA TERHADAP ...repository.ub.ac.id/5310/1/Pratiwi, Gita Ayu.pdfiii...
i
UJI TOKSISITAS 2,4-D DIMETIL AMINA
TERHADAP KELAINAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI ORGAN EMBRIO
ZEBRAFISH (Brachydanio rerio)
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh:
GITA AYU PRATIWI
NIM. 135080100111001
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
UJI TOKSISITAS 2,4-D DIMETIL AMINA
TERHADAP KELAINAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI ORGAN EMBRIO
ZEBRAFISH (Brachydanio rerio)
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
GITA AYU PRATIWI
NIM. 135080100111001
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS 2,4-D DIMETIL AMINA
TERHADAP KELAINAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI ORGAN EMBRIO
ZEBRAFISH (Brachydanio rerio)
Oleh:
GITA AYU PRATIWI
NIM. 135080100111001
Telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 12 Juli 2017
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui,
Dosen Penguji I Dosen Pembimbing I
(Dr. Asus Maizar S.H., S.Pi, MP) (Prof. Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D)
NIP. 19720529 200312 1 001 NIP. 19610523 198703 2 003
Tanggal: Tanggal :
Dosen Pembimbing II
(Dr. Yuni Kilawati, S.Pi. M.Si)
NIP. 19730702 20051 2 001
Tanggal :
Mengetahui,
Ketua Jurusan MSP
(Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS)
NIP. 19620805 198603 2 001
Tanggal:
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 12 Juli 2017
Mahasiswi
Gita Ayu Pratiwi
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, hingga penulisan dan
penyusunan laporan skripsi ini, terutama kepada :
Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kelancaran untuk
mengerjakan Laporan skripsi.
Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, M.S, selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan , Universitas Brawijaya, Malang.
Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS, selaku Ketua Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya, Malang.
Dr. Ir. Mulyanto, M.Si, selaku Ketua Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya, Malang.
Prof.Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D, selaku dosen pembimbing pertama dan
Dr. Yuni Kilawati, SPi, MSi selaku dosen pembimbing kedua yang telah
membimbing dalam proses pengerjaan laporan.
Dr. Asus Maizar S.H., S.Pi, MP selaku dosen penguji skripsi.
BEASISWA BIDIKMISI yang mendukung secara finansial dari awal
kuliah sampai dengan saya lulus.
Orang tua tercinta, Bapak Sukirman, Ibu Siti Lung Sari, Twin Fandi dan Fiqy
yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa yang telah
meringankan langkah penulis untuk menghadapi segala kesulitan.
vi
“Tim Danio rerio” (Zahroul laela, Anggun Reza Ardianti, Dian Hapsari D)
yang telah memberikan pengalaman yang sangat berharga selama
penelitian bersama.
Pak udin selaku ketua Laboratorium Reproduksi Ikan dan teman-teman
BP 2013 yang telah banyak memberikan bantuan selama penelitian.
Mbak Bonick Kartini yang sudah membantu dalam penelitian, pengerjaan
laporan dan yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
Andik Pranata Putra yang selalu memberikan dukungan dan
mendengarkan keluh kesah penulis selama mengerjakan laporan.
Sahabat - sahabat penulis Laeli Izzati, Hanif Isrochatin, Nita Aprilia, MSP
2015 dan segenap Keluarga Besar FAM 13 atas kebersamaan, doa,
dukungan, bantuan, semangat dan motivasi dalam pengerjaan laporan
ini.
Malang, 12 Juli 2017
Penulis
Gita Ayu Pratiwi
vii
RINGKASAN
GITA AYU PRATIWI. Skripsi. Uji Toksisitas 2,4-D Dimetil Amina Terhadap
Kelainan Morfologi dan Fisiologi Organ Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio).
(dibawah bimbingan Prof.Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D, dan Dr. Yuni Kilawati,
S.Pi, M.Si)
Perairan terbuka merupakan lingkungan yang seringkali menjadi tempat pembuangan akhir bahan-bahan pencemaran yang berasal dari limbah rumah tangga, industri, pertanian dan kegiatan manusia lainnya. Pestisida merupakan bahan kimia yang sering digunakan sebagai pengontrol organisme yang tidak diinginkan dalam sektor pertanian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April 2017 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang, yang bertujuan mempelajari perkembangan embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) setelah pemaparan herbisida dengan bahan aktif 2,4-D Dimetil amina, serta mengetahui organ target dan kelainan utama yang disebabkan oleh paparan tersebut. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan tahapan mengacu pada OECD (2013) yang meliputi pemeliharaan hewan uji, pemijahan telur, kultur embrio, pembuatan konsentrasi perlakuan, perkembangan abnormal (developmental abnormalities), pengukuran daya tetas (hatching rate), pengamatan frekuensi detak jantung (heart beats), dan pengukuran parameter kualitas air. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan ANOVA, bila terjadi perbedaan signifikan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (Tukey test). Nilai LC50 diperoleh melalui analisis probit.
Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi 2,4-D Dimetil amina dan waktu memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap mortalitas, daya tetas (hatching rate), malformasi dan detak jantung (heart beats) embrio ikan zebra. Organ target dan kelainan utama terbesar (≥50%) pada paparan 2,4-D Dimetil amina teridentifikasi pada sumbu tubuh bengkok (78%), koagulasi darah (73%), edema pada jantung (90%), edema pada kantong kuning telur (90%).
Nilai hasil uji toksisitas LC50 dan identifikasi malformasi pada embrio ikan zebra dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menentukan batas dosis penggunaan herbisida dengan bahan aktif 2,4-D Dimetil amina. Embrio zebrafish (Brachydanio rerio) dapat dijadikan organ biomarker terhadap pencemaran herbisida karena semakin tinggi konsentrasi herbisida di perairan dapat membahayakan kesehatan manusia maupun organisme perairan itu sendiri.
viii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Mu, penulis dapat menyajikan Skripsi yang berjudul Uji
Toksisitas 2,4-D Dimetil amina Terhadap Kelainan Morfologi Dan Fisiologi
Organ Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio). Di dalam tulisan ini, disajikan
pokok-pokok bahasan yang meliputi Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode
Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka.
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki
penulis, walupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi
masih dirasakan banyak kekurangtepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang, 12 Juli 2017
Penulis
Gita Ayu Pratiwi
ix
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL .............................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... v
RINGKASAN ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
1.4 Kegunaan .............................................................................................. 3
1.5 Tempat dan Waktu ................................................................................ 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
2.1 Pestisida Dalam Lingkungan Perairan ................................................... 4
2.2 Herbisida ............................................................................................... 5
2.2.1 Pengertian Herbisida ............................................................... 5
2.2.2 Herbisida Dengan Bahan Aktif 2,4-D Dimetil amina ................. 6
2.2.3 Residu Pestisida ...................................................................... 7
2.3 Zebrafish (Brachydanio rerio) ................................................................ 8
2.3.1 Klasifikasi Dan Morfologi ......................................................... 8
2.3.2 Zebrafish Sebagai Organisme Model ..................................... 10
2.3.3 Embriogenesis Zebrafish (Brachydanio rerio) ........................ 11
2.4 Uji Toksisitas ....................................................................................... 13
2.5 Parameter Kualitas Air ......................................................................... 15
2.5.1 Suhu ...................................................................................... 15
2.5.2 Derajat Keasaman (pH) ......................................................... 16
2.5.3 Oksigen Terlarut (DO) ........................................................... 16
3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 18
x
3.1 Materi Penelitian .................................................................................. 18
3.2 Alat dan bahan .................................................................................... 18
3.3 Metode dan Rancangan Penelitian ...................................................... 19
3.4 Sumber Data ....................................................................................... 20
3.4.1 Data Primer ........................................................................... 20
3.4.2 Data Sekunder ...................................................................... 20
3.5 Prosedur Penelitian ............................................................................. 20
3.5.1 Pemeliharaan Hewan Uji ....................................................... 20
3.5.2 Pemijahan Telur .................................................................... 21
3.5.3 Kultur Embrio ......................................................................... 21
3.5.4 Pembuatan Konsentrasi Perlakuan ....................................... 21
3.5.5 Perkembangan Abnormal ...................................................... 23
3.5.6 Pengukuran Daya Tetas (hatching rate) ................................ 23
3.5.7 Pengamatan Frekuensi Detak Jantung (heart beats) ............. 23
3.5.8 Pengukuran Parameter Kualitas Air ....................................... 23
3.6 Analisis Data ....................................................................................... 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 26
4.1 Embriogenesis Zebrafish (Brachydanio rerio) ...................................... 26
4.2 Toksisitas 2,4-D Dimetil amina Pada Embrio Zebrafish ....................... 28
4.3 Malformasi Embrio Ikan Zebra setelah Paparan 2,4-D Dimetil amina .. 30
4.4 Efek Pemberian 2,4-D Dimetil amina terhadap Frekuensi Detak Jantung
............................................................................................................ 36
4.5 Hasil Analisis Kualitas Air .................................................................... 37
5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 40
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 40
5.2 Saran ................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. 47
LAMPIRAN ........................................................................................................ 49
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tingkat Daya Racun Berdasarkan Nilai LC50-96 jam .......................................... 14
2. Keterangan jenis malformasi pada embrio ikan zebra yang disebabkan oleh 2,4-D Dimetil amina. ...................................................................................... 32
3. Jenis malformasi embrio ikan zebra setelah paparan 2,4-D Dimetil amina ..... 35
4. Data Kualitas Air ............................................................................................ 38
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Herbisida DMA 6 825 SL dan Rumus kimia 2,4-D Dimetil amina .................... 7
2. Zebrafish (Brachydanio rerio) dan Zebrafish (Danio rerio) ............................... 8
3. Tahap Perkembangan Embrio Ikan Zebra (Brachydanio rerio) ...................... 12
4. Cawan Petri, K1,2,3: kontrol ulangan ke-1,2, dan 3 ....................................... 19
5. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) ......................... 26
6. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) tahap gastrula, Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) tahap segmentation ................................................................................................ 27
7. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) tahap Pharyngula, Mortalitas awal telur zebrafish (Brachydanio rerio) ........................................ 27
8. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) tahap Hatching 28
9. Efek 2,4-D Dimetil amina terhadap mortalitas embrio zebrafish ..................... 29
10. Efek 2,4-D Dimetil amina terhadap daya tetas (hatching rate) embrio zebrafish ..................................................................................................... 30
11. Efek 2,4-D Dimetil amina terhadap malformasi embrio zebrafish ................. 31
12. Jenis malformasi pada embrio ikan zebra .................................................... 32
13. Efek 2,4-D Dimetil amina terhadap detak jantung (heart beats) embrio zebrafish ..................................................................................................... 36
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Penentuan Konsentrasi Perlakuan ................................................................. 49
2. Hasil analisis probit 2,4-D Dimetil amina ........................................................ 51
3. Data persentase mortalitas ikan zebra yang dipapar 2,4-D Dimetil amina ...... 52
4. Hasil Uji ANOVA dengan Uji Lanjutan Tukey Mortalitas Embrio Ikan Zebra (Brachydanio rerio) ........................................................................................ 53
5. Data persentase Survival rate ikan zebra yang dipapar 2,4-D Dimetil amina . 61
6. Data persentase Hatching rate ikan zebra yang dipapar 2,4-D Dimetil amina 62
7. Hasil Uji ANOVA dengan Uji Lanjutan Tukey Hatching rate Embrio Ikan Zebra (Brachydanio rerio) ........................................................................................ 63
8. Data persentase Malformasi ikan zebra yang dipapar 2,4-D Dimetil amina .... 67
9. Hasil Uji ANOVA dengan Uji Lanjutan Tukey malformasi Embrio Ikan Zebra (Brachydanio rerio) ........................................................................................ 68
10. Data hasil Detak Jantung ikan zebra yang dipapar 2,4-D Dimetil amina ...... 76
11. Hasil Uji ANOVA dengan Uji Lanjutan Tukey Heart beats Embrio Ikan Zebra (Brachydanio rerio) ..................................................................................... 77
12. Skema prosedur uji toksisitas embrio ikan zebra ......................................... 83
13. Gambar kerusakan kelainan morfologi dan fisiologi organ embrio zebrafish (Brachydanio rerio) ..................................................................................... 84
14. Data Penelitian Tentang Embrio Ikan Zebra ................................................ 87
15. Tabel Probit. ................................................................................................ 88
16. Dokumentasi penelitian ................................................................................ 88
47
DAFTAR ISTILAH
Animal pole : kutup hewan yang akan berdiferensiasi menjadi
embrio
Blastodisc : kubah sitoplasma (seperti cakram pada telur) yang
memisahkan dari kuning telur ke arah animal pole
selama satu tahap sel yang mengalami pembelahan
Blastomer : tahap pembelahan embrio awal
Gastrula : tahap pertumbuhan embrio berbentuk mangkuk yang
terdiri atas dua sel atau masa embrio dini setelah
masa blastula yaitu struktur bulat, hasil pembelahan
zigot.
Cleavage : proses pembelahan sel pada perkembangan embrio,
ukuran sel tersebut makin lama makin mengecil atau
menjadi unit-unit kecil yang disebut blastomer
Chorion : cangkang telur
Edema : pembengkakan yang diakibatkan oleh akumulasi
cairan dalam jaringan tubuh.
Epiboly : penipisan dan penyebaran YSL dan blastoderm di
atas kuning telur
Blastula : tingkat awal embrio pada hewan, berbentuk bundar
seperti bola, terdiri atas lapisan dinding satu sel dan
rongga berisi cairan
Hatching : perubahan intracapsular (tempat yang terbatas)
sehingga embrio keluar dari cangkangnya
hpf : hours post fertilization
Malformasi : suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses
embriogenesis
MBT : stage yang terjadi selama periode blastula pada
perkembangan embrio zebrafish dimana gen
traskripsi zigot telah aktif dan pergerakan mulai
terlihat
Notochord : jaringan aksial yang membantu perpanjangan tubuh
dan akan berkembang menjadi medula spinalis saat
vertebrata dewasa
Pharyngula : tahapan filotopik pada embrio, bentuk tubuh melurus
48
dari bentuk awalnya yang mengelilingi kuning telur
Phylotypic stages : stage dimana embrio mengalami perkembangan
seperti vertebrata/chordata yang meliputi
pembentukan notokorda, tabung syaraf, somite dan
post anal tail
Segmentation : fase pembentukan organogenesis primer seperti
pembentukan neuromer, lengkung primordial,
pembentukan batasan antara somite dan satu
dengan dua serta awal pergerakan dan ekor muncul
Somite : lempengan vertebrata atau untaian segmen
longitudinal berbentuk blok dimana mesoderma
dikedua sisi tulang belakang embrio melakukan
diferensiasi
Yolk egg : sumber makanan untuk embrio
Yolk Syncytial layer : lapisan periferal dari sel kuning telur seperti nuklei
Zigot : sel telur yang telah terfertilisasi
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perairan terbuka merupakan lingkungan yang seringkali menjadi tempat
pembuangan akhir bahan-bahan pencemaran. Pencemaran ini berasal dari
limbah rumah tangga, industri, pertanian dan kegiatan manusia lainnya. Pestisida
merupakan bahan kimia yang sering digunakan sebagai pengontrol organisme
yang tidak diinginkan dalam sektor pertanian (Wulandari et al., 2013).
Ikan adalah salah satu organisme air yang paling penting karena nilai
ekonomi dan sensitivitas mereka terhadap kontaminan, dan telah digunakan
dalam berbagai tes biologis. Jika dibandingkan dengan Daphnia magna, kerang
dan organisme air lainnya, ikan bisa bertahan selama lebih dari satu bulan tanpa
diberi makan. Tanggapan perilaku yang cepat terlihat membuat ikan menjadi
subyek yang ideal untuk observasi dan digunakan untuk mendeteksi perubahan
lingkungan air (Yi et al., 2014).
Ikan zebra merupakan salah satu hewan yang sering digunakan sebagai
model dalam penelitian biomedis. Ikan zebra memiliki beberapa keuntungan
sebagai hewan coba yaitu memiliki fekunditas yang tinggi sekitar 200-300
butir/minggu. Embrio bersifat transparan sehingga bisa dilihat organ yang
terbentuk dengan jelas, perkembangan embrio cepat dengan organ utama
terbentuk 24 jam setelah pembuahan sehingga menghemat waktu dalam
penelitian, serta mudah dipelihara sehingga membutuhkan biaya yang lebih
murah (Santoriello dan Zon, 2012).
Heriyanto (2014) melaporkan bahwa baik minyak atsiri maupun ekstrak n-
heksana memberikan efek teratogenik pada organ dan jaringan embrio ikan
zebra. Malformasi mayor (≥ 50%) teridentifikasi pada kantung kuning telur,
jantung, dan sirkulasi darah, sedangkan malformasi minor (< 50%) teridentifikasi
2
pada sumbu tubuh, somit, sirip pektoral, mulut, dan gelembung renang. Tidak
teridentifikasi efek teratogenik pada otak, ekor, mata, rahang, otolit, dan
pigmentasi embrio.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan membahas
tentang uji toksisitas untuk mengetahui pengaruh Herbisida dengan bahan aktif
2,4-D Dimetil amina terhadap kelainan morfologi dan fisiologi organ embrio
Zebrafish (Brachydanio rerio) yang dapat digunakan dalam pengembangan dan
penerapan kriteria kualitas perairan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah herbisida dengan bahan aktif 2,4-D Dimetil amina dapat
mempengaruhi perkembangan organ embrio Zebrafish (Brachydanio
rerio)?
2. Bagaimana kondisi morfologi dan fisiologi organ embrio Zebrafish
(Brachydanio rerio) setelah pemaparan herbisida dengan bahan aktif 2,4-
D Dimetil amina?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan embrio Zebrafish
(Brachydanio rerio) setelah pemaparan herbisida dengan bahan aktif 2,4-D
Dimetil amina, serta mengetahui organ target dan kelainan utama yang
disebabkan oleh paparan tersebut. Penelitian ini diharapkan menjadi dasar
acuan dalam mengevaluasi pencemaran herbisida dengan bahan aktif 2,4-D
Dimetil amina pada lingkungan perairan.
3
1.4 Kegunaan
1. Bagi Peneliti
Mengetahui kelainan morfologi dan fisiologi organ embio Zebrafish
(Brachydanio rerio) akibat paparan herbisida bahan aktif 2,4-D Dimetil
amina.
Menambah pengalaman peneliti dalam penelitian.
2. Bagi Perguruan Tinggi
Dapat dijadikan bahan rujukan penelitian di Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.
Sebagai langkah awal menentukan efek toksik herbisida bahan aktif
2,4-D Dimetil amina terhadap embrio Zebrafish (Brachydanio rerio)
sehingga selanjutnya dapat dilakukan penelitian untuk uji toksisitas
dengan konsentrasi dan bahan aktif pestisida yang berbeda.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai pengetahuan dan memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai efek yang ditimbulkan oleh herbisida bahan aktif 2,4-D
Dimetil amina bagi kesehatan dan lingkungan perairan.
4. Bagi pemerintah
Sebagai dasar acuan dalam membuat kebijakan penentuan batas
maksimal penggunaan herbisida di bidang pertanian pada umumnya
dan dampaknya pada perairan khususnya.
1.5 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April 2017 di Laboratorium
Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya, Malang.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida Dalam Lingkungan Perairan
Penggunaan pestisida merupakan salah satu sumber pencemar yang
potensial bagi sumberdaya dan lingkungan perairan. Pestisida yang digunakan
pada lahan pertanian sawah, terutama pada awal musim tanam sebagian atau
bahkan seluruhnya akan jatuh dan masuk ke dalam air sehingga mencemari
perairan. Perairan yang tercemar oleh residu pestisida apabila telah mencapai
konsentrasi tertentu akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan
organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Ikan yang hidup dalam lingkungan
perairan yang tercemar pestisida akan menyerap bahan aktif pestisida tersebut
dan tersimpan dalam tubuh, karena ikan merupakan akumulator yang baik bagi
berbagai jenis pestisida terutama yang bersifat lipofilik (mudah terikat dalam
jaringan lemak) (Taufik, 2011). Pencemaran pestisida juga disebabkan dari
kuantitas penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida pada lahan pertanian,
perkebunan dan tegalan, tidak semua bahan aktif dari pestisida tersebut menuju
tanaman yang merupakan target sasaran. Akan tetapi lebih dari separuhnya
akan terbuang dan hanyut bersama aliran air sehingga menyumbang terjadinya
pencemaran air di perairan (Prabowo dan Subantoro, 2012).
Kegiatan pertanian berpotensi menghasilkan residu pestisida yang
berlebihan, yang kemudian masuk ke dalam perairan, sehingga menyebabkan
terjadinya pecemaran pada ekosistem perairan. Pestisida memasuki ekosistem
perairan melalui aliran air permukaan tanah atau aliran irigasi secara terus
menerus dan hujan lebat, sebagai akibatnya telah menjadi bahan pencemar
yang masuk ke dalam ekosistem perairan. Pencemaran herbisida dalam
ekosistem perairan berdampak bagi lingkungan ekosistem perairan, termasuk ke
organisme bukan sasaran seperti alga perifiton (Qian et al., 2009). Komunitas
5
alga perifiton memiliki manfaat yang besar bagi ekosistem akuatik, antara lain
sebagai penghasil oksigen, salah satu produsen primer, dan bioindikator di
ekosistem perairan (Boney 1983; Lee 1980; Parrish 1985).
2.2 Herbisida
2.2.1 Pengertian Herbisida
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan
untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida ini dapat
mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan
sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi,
metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan
tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pengertian tersebut
mengandung arti bahwa herbisida berasal dari metabolit, hasil ekstraksi, atau
bagian dari suatu organisme. Di samping itu herbisida bersifat racun terhadap
gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman. Herbisida yang
diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian yang dan jenis
tumbuhan. Pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan
dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya (Sastroutomo, 1992). Herbisida
merupakan bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma
sementara atau seterusnya bila diperlakukan pada ukuran yang tepat (Sembodo,
2010).
Peningkatan pengadaan pestisida di Indonesia yang paling cepat terjadi
pada herbisida, menyusul kelompok insektisida, dan fungisida. Penggunaan
pestisida tertinggi terjadi pada tahun1991 yaitu rata-rata 4,72 kg per hektar. Data
mengenai tingginya jumlah pengadaan pestisida nasional dan penggunaan
pestisida oleh petani di lapangan setelah tahun 1989, menunjukkan bahwa
6
kebijakan Pemerintah belum mampu menurunkan penggunaan pestisida di
Indonesia (Untung, 2004).
2.2.2 Herbisida Dengan Bahan Aktif 2,4-D Dimetil amina
Formulasi pestisida DMA 6 berbentuk cairan larut atau soluble liquid (SL),
merupakan pekatan cair. DMA 6 mengandung 825 g/l dari 2,4-D sebagai bahan
aktif, dalam bentuk garam dimetil amonium. Pestisida ini diproduksi oleh Dow
AgroSciences, Perancis. Herbisida DMA 6 825 SL dengan bahan aktif 2,4-D
Dimetil amina merupakan golongan fenoksi yang merupakan herbisida sistematik
dan selektif banyak digunakan untuk menghambat gulma pada tanaman padi,
karet, dan tebu (Sudrajat dan Dewi, 2002). Jika dicampur air, pekatan cair ini
akan membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan cara
disemprotkan. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan untuk setengah
jumlah awal zat menghilang ketika diubah menjadi kimia lain oleh bakteri, jamur,
sinar matahari, atau proses kimia lainnya. Pada lingkungan, 2,4-D akan
mengalami perubahan tergantung pada bentuk lingkungan dan dampak apa
yang mungkin, terutama pada ikan. Salah satu bentuk dari 2,4-D adalah Ester
butoksietil dapat sangat beracun bagi ikan dan kehidupan akuatik lainnya.
Chairul et al., (2000) melaporkan residu herbisida 2,4-D masih berada di
bawah ambang batas yang diizinkan oleh WHO/FAO sebesar 0,05 ppm.
Penggunaan yang tidak terkontrol dari 2,4-D di lahan-lahan pertanian merupakan
tekanan yang sangat berat bagi ekosistem lingkungan, walaupun waktu paruh
2,4-D di lingkungan relatif pendek yaitu 1-2 minggu dalam tanah dan 1-3 minggu
dalam air. Namun, 2,4-D sangat berpotensi menyebabkan pencemaran pada air
tanah, air permukaan dan air minum (Fatmawati, 2006).
Herbisida 2,4-D termasuk kelompok fenoksi herbisida yang dapat
menyebabkan mutasi sel. Herbisida ini mengandung dioksin yang merupakan
7
senyawa yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Herbisida ini dapat
bertahan di alam antara 20-200 hari. Oleh karena itu, herbisida ini tidak hanya
berefek pada gulma, tetapi juga dapat mengganggu pertumbuhan, reproduksi,
perubahan tingkah laku bahkan dapat menyebabkan kematian. Limbah herbisida
dapat masuk ke badan air, sehingga mengkontaminasi vegetasi dan hewan yang
memakannya. Pada manusia dapat menyebabkan kerusakan reproduksi,
gangguan pernapasan, hilangnya nafsu makan, kulit kasar, iritasi mata dan sakit
kepala hebat (Siera Club, 2006).
2.2.3 Residu Pestisida
Perairan bertindak sebagai suatu tempat penampungan utama bagi residu
pestisida yang persisten. Masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai
jalur antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan
limbah perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian
melalui tanah, penimbunan aerosol dan partikulat, curah hujan dan penyerapan
dari fase uap pada antar fase udara-air. Masalah ini perlu mendapat perhatian
serius karena residu pestisida (Herbisida) ada yang bersifat karsinogenik yang
tentunya dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Taufik, 2011).
Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang
terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara, atau
Gambar 1. Herbisida DMA 6 825 SL dan Rumus kimia 2,4-D Dimetil amina
8
tanah. Beberapa yang mengindikasikan batas residu digunakan untuk
memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas maksimum residu (BMR) adalah
salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan dalam
mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal pada
komoditas makanan dan daging hewan (Nazmatullaila, 2015).
2.3 Zebrafish (Brachydanio rerio)
2.3.1 Klasifikasi Dan Morfologi
Ikan zebra merupakan jenis ikan air tawar yang umum ditemukan di
sungai-sungai yang dangkal dan sawah-sawah di India Timur dan Burma. Ikan
zebra memakan organisme hidup yang lebih kecil dan dalam habitatnya, ikan ini
merupakan makanan bagi ikan lain yang lebih besar, amfibi kecil, mamalia
ataupun burung (Wilson, 2003).
Sistematika ikan zebra (Brachydanio rerio) menurut Eschmeyer (1990)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Actynopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Brachydanio
Spesies : Brachydanio rerio
Gambar 2.a. Zebrafish (Brachydanio rerio)(Tropicali Fish, 2011) b. Zebrafish (Danio rerio)(Hamilton,1822)
b a
9
Danio merupakan sinonim dari Brachydanio karena adanya karakter yang
tidak dapat dipisahkan antara dua kelompok tersebut (Barman, 1991).
Kematangan seksual dewasa dicapai pada usia 10 sampai 12 minggu. Usia
harapan hidup di akuarium yang terawat dengan baik sampai 5 tahun (Kohli dan
Elezzabi, 2008). Ikan zebra biasa digunakan dalam penelitian ekotoksikologi,
karena biologi dan reproduksi ikan zebra (interval generasi pendek, interval
pemijahan yang singkat, telur transparan) cocok sebagai ikan uji untuk penelitian
toksikologi. Ikan dewasa dapat mencapai panjang 4-6 cm. Karakteristik seksual
biasanya mulai berkembang pada umur 4-5 bulan (Meinelt et al.,1999).
Zebrafish (Brachydanio rerio) mempunyai warna tubuh merah muda
dengan garis-garis berwarna putih kekuningan yang berawal dari pangkal ekor
sampai operkulum. Warna pada jantan terlihat lebih cerah dan menarik
dibandingkan dengan betina. Bentuk tubuh pipih dengan perut sedikit
membundar, pada betina yang sudah matang gonad perut akan tampak sangat
membundar. Di alam ikan zebra ini dapat mencapai panjang 5 cm, tetapi di
akuarium sangat sulit untuk mencapai ukuran tersebut. Ikan zebra tersebar dari
India sampai Asia Tenggara terutama Indonesia dan menyukai daerah yang
bersuhu dingin (Axelrod et al., 1997). Ikan zebra memakan cacing dan crustacea
kecil dan larva serangga sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan
nyamuk (Froese dan Pauly, 2003).
Ikan zebra (Danio rerio) merupakan ikan hias yang berasal dari Sungai
Gangga yang melintasi beberapa negara. Ikan ini banyak ditemukan di anak
Sungai Gangga, sepanjang daerah pesisir Coromandel, dari Calcutta sampai
Masulipatam, Benggala, Nepal, Pakistan dan Bangladesh. Ukuran tubuh ikan
zebra dapat mencapai 5 cm. Warna tubuhnya biru atau kuning dengan 4 garis
perak sepanjang tubuhnya sampai pangkal sirip ekor (Talwar and Jhingran,
1991).
10
Ikan zebra dapat ditemukan pada berbagai habitat, dari perairan yang
memiliki arus tenang sampai perairan yang tidak mengalir, terutama di lahan
persawahan. Nilai pH untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan zebra mempunyai
kisaran ideal dari 6,5-7,5. Spesies ini menurut Westerfield (1995) dapat dengan
mudah dipelihara pada akuarium berukuran 45 liter dengan kisaran suhu antara
25-310C.
2.3.2 Zebrafish Sebagai Organisme Model
Zebrafish (Brachydanio rerio) merupakan salah satu organisme model
vertebrata yang paling penting dalam genetika, perkembangan biologi,
neurofisiologi dan biomedis. Ia memiliki fisiologi yang membuatnya mudah
digunakan untuk manipulasi eksperimental. Zebrafish merupakan ikan yang kecil
sehingga dapat disimpan dalam jumlah banyak di laboratorium. Kekuatannya
sebagai model organisme adalah bahwa sebagai vertebrata hampir mirip dengan
manusia daripada spesies model invertebrata seperti Drosophila, sementara
lebih baik untuk manipulasi genetik dan embriologi dari spesies model mamalia
seperti tikus, dimana prosedur tersebut keduanya lebih rumit dan mahal. Lebih
dari 400 laboratorium di seluruh dunia sekarang menggunakan Zebrafish dalam
penggunaannya sebagai model untuk memahami dasar genetik (Spence et al.,
2006).
Pada tahun-tahun terakhir Zebrafish (Brachydanio rerio) telah menjadi
hewan model yang sangat baik untuk studi biologi molekuler, pengembangan
vertebrata, dan toksikologi. Zebrafish sekarang banyak digunakan penelitian
karena beberapa keuntungan seperti ketersediaan mudah, biaya perawatan yang
rendah dan berkembang biak dalam kondisi laboratorium. Analisis gen lengkap
dan studi tentang pola ekspresi gen dalam berbagai kondisi mengungkapkan
11
kemiripan tingkat tinggi dengan manusia didasar genetik, perkembangan, dan
proses-proses fisiologis (Gomez-Canela et al., 2017).
Saat ini telah dikembangkan uji toksisitas pada embrio ikan zebra untuk
penemuan obat-obatan terbaru dari senyawa bahan alam, termasuk uji toksisitas
akut (Kari et al. 2007). Ikan zebra telah digunakan secara luas dalam bidang
biologi, teratologi, dan genetika molekular. Saat ini ikan zebra juga telah dipakai
dalam bidang toksikologi. Ikan zebra sangat ideal untuk studi proses
perkembangan embrio karena embriogenesisnya sangat mirip dengan vertebrata
tingkat tinggi, termasuk manusia (Chakraborty et al. 2009; Brannen et
al. 2010).
Berghmans et al. 2005; Hill et al. 2005; Moore et al. 2006; Hsu et al. 2007;
Chakraborty et al. 2009, melaporkan bahwa Ikan zebra memiliki beberapa
karakteristik yang menyebabkan spesies ini cocok sebagai model dalam bidang
toksikologi diantaranya:
Embrio memiliki lapisan korion yang transparan sehingga sel, jaringan, dan
organ dalam tubuh dapat diamati dengan jelas
Betina dewasa dapat menghasilkan 200‒250 embrio dalam sekali pemijahan
Proses embriogenesis cepat
Memiliki kesamaan gen dengan manusia sampai 75%
Organ dalam memiliki kesamaan dengan mamalia pada sistem
kardiovaskular, syaraf, dan pencernaan
Embrio dapat bertahan di dalam multiwell selama beberapa hari tanpa diberi
tambahan asupan nutrisi
Tidak membutuhkan biaya yang besar dalam pemeliharaannya, dapat
dijadikan model untuk penyakit kanker, diabetes, epilepsi, dan inflamasi
12
2.3.3 Embriogenesis Zebrafish (Brachydanio rerio)
Tahap perkembangan embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) menurut
(Kimmel et al., 1995) dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3. Tahap Perkembangan Embrio Ikan Zebra (Brachydanio rerio)
Telur umumnya mengalami proses embriogenesis, yaitu proses
perkembangan telur hingga menjadi larva definitif. Embriogenesis akan
berlangsung pada saat inkubasi dimulai dari proses pembelahan sel telur
(cleavage), morulasi, blastulasi, gastrulasi, dan dilanjutkan dengan
organogenesis yang selanjutnya menetas. Cleavage merupakan proses
pembelahan sel pada perkembangan embrio, ukuran sel tersebut makin lama
makin mengecil atau menjadi unit-unit kecil yang disebut blastomer. Telur
selanjutnya akan mengalami blastulasi, blastulasi ialah proses perkembangan
embrio yang menghasilkan pembentukan blastula. Setelah itu sel mengalami
13
proses gastrula. Saat telur berada pada fase gastrula, terjadi perkembangan sel
bakal organ yang telah terbentuk pada fase blastula. Setelah fase blastula
kemudian sel telur akan mengalami perkembangan fase organogenesis,
organogenesis merupakan proses pembentukan organ tubuh, pembentukan
organ tubuh ini meliputi otak, mata, bagian alat pencernaan makanan dan
kelenjarnya, dan sebagian kelenjar endokrin (Affandi et al., 2005).
2.4 Uji Toksisitas
Toksisitas (toxicity) adalah suatu kemampuan yang melekat pada suatu
bahan kimia untuk menimbulkan keracunan/kerusakan. Toksisitas biasanya
dinyatakan dalam suatu nilai yang dikenal sebagai dosis atau konsentrasi
mematikan pada hewan coba dinyatakan dengan lethal dose (LD) atau lethal
concentration (LC). LD50 adalah dosis mematikan/lethal yang mematikan 50%
hewan coba jika diberikan melalui mulut (oral) atau diserap melalui kulit (dermal)
atau bahkan terhisap melalui pernafasan (inhalasi), yang biasanya dinyatakan
dalam mg suatu Herbisida per kg berat badan (mg/kg bb). Berdasarkan definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa pestisida dengan nilai LD50 maupun LC50
makin rendah maka pestisida tersebut makin beracun (Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).
LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air
yang dapat menyebabkan 50% mortalitas pada suatu populasi hewan uji atau
makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian
ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada
saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji
tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai
LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa
sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker (Ginting
14
et al., 2014). Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika LC50
<1000 μg/ ml (ppm) (Carballo, 2002).
Uji toksisitas Sub-Letal merupakan bagian dari uji toksisitas kuantitatif yang
dilakukan dengan pendedahan larutan bahan kimia atau polutan dalam jangka
waktu relatif lebih lama dibandingkan uji toksisitas akut (beberapa hari, minggu).
Parameter yang diamati dari uji toksisitas sub-letal pada ikan umumnya gejala
fisiologis seperti aktivitas gerak (gerak aktif/pasif, gerak renang, gerak
operkulum/mulut ikan dalam aktivitas respirasi) dan gejala klinis (produksi lendir
pada sisik, serta keadaan insang pada ikan akibat dari larutan bahan toksik)
(Septiani dan Hartanto, 2016).
Wirawan (2012), menyatakan bahwa organisme yang terpapar logam berat
dengan konsentrasi rendah dalam jangka waktu yang lama biasanya tidak
mengalami kematian. Tetapi akan dapat mengalami pengaruh sublethal, yaitu
suatu pengaruh yang terjadi pada organisme tanpa mengakibatkan kematian
pada organisme tersebut. Akan tetapi hal ini dapat berpengaruh terhadap tingkah
laku reproduksi, modifikasi dalam breeding capability, cacat atau kelainan
morfologi (malformation) dan lain sebagainya. Tingkat daya racun berdasarkan
nilai LC50-96 jam suatu bahan pencemar pada ikan dibedakan menjadi beberapa
kriteria yang dapat di lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Daya Racun Berdasarkan Nilai LC50-96 jam (Megawati et al., 2014)
Tingkat Nilai LC 50-96 jam (mg/L) Tingkat Daya Racun
A <1 Sangat tinggi B 1-10 Tinggi C 10-100 Sedang D >100 Ringan
15
2.5 Parameter Kualitas Air
2.5.1 Suhu
Suhu air mempengaruhi metabolisme organisme yang hidup didalam air
tersebut termasuk ikan. Ikan merupakan hewan berdarah dingin (poikilothermal)
sehingga metabolisme dalam tubuh tergantung pada suhu lingkungannya,
termasuk kekebalan tubuhnya. Suhu luar atau eksternal yang berfluktuasi besar
akan berpengaruh pada sistem metabolisme. Konsumsi oksigen dan fisiologi
tubuh ikan akan mengalami kerusakan sehingga ikan akan sakit. Suhu yang
terlalu rendah akan mengurangi imunitas (kekebalan tubuh ikan), sedangkan
suhu yang terlalu tinggi akan mempercepat ikan terkena infeksi bakteri. Suhu
yang optimal untuk usaha budidaya ikan adalah 22-270C. Setiap kenaikan suhu
100C akan mempercepat laju reaksi kimia sebesar dua kali (Piranti, 2016).
Zebrafish (Brachydanio rerio) dapat tumbuh baik pada kisaran suhu 18-28oC.
Ikan zebra memerlukan kondisi yang ideal untuk pemijahannya pada suhu antara
24-26oC. Suhu yang baik pada media pemeliharaan dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup Zebrafish (Brachydanio rerio) (Hammilton, 2004).
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam
badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air.
Hal ini erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu
dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu
dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan
menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut: (1) jumlah oksigen terlarut di
dalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan
dan hewan air lainnya terganggu.(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui,
ikan dan hewan air lainnya akan mati (Fardiaz, 1992).
16
2.5.2 Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH adalah nilai dari hasil pengukuran ion hidrogen (H+) didalam air. Air
dengan kandungan ion H+ banyak akan bersifat asam dan sebaliknya akan
bersifat basa (alkali). Derajat keasaman sangat menentukan kualitas air karena
berhubungan dengan proses kimiawi dalam air. Hubungan keasaman air dengan
kehidupan ikan sangat besar. Titik kematian ikan pada pH asam adalah 4 dan
pada pH basa adalah 11. Ikan air tawar kebanyakan akan hidup baik pada
kisaran pH sedikit asam sampai netral yaitu 6,5-7,5. Sementara keasaman air
untuk reproduksi atau perkembangbiakan biasanya akan baik pada pH 6,4-7,0
sesuai jenis ikan. Kondisi pH optimal untuk ikan pada kisaran 6,5-8,5. Widyastuti
(2011), melaporkan bahwa zebrafish dapat hidup dengan baik pada kisaran pH
air 6,5-8. Pada pH 5,5 perkembangan ikan sangat sensitif terhadap bakteri
parasit dan biasanya mati dalam waktu singkat pada kondisi lebih rendah atau
sama dengan 4,5. Kondisi pH yang optimal dapat mempengaruhi aktivitas dari
Zebrafish (Brachydanio rerio) (Mulyani, 2014).
Mahida (1986) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah
tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi
spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di
perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan
tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.
2.5.3 Oksigen Terlarut (DO)
Pada lingkungan perairan, kandungan oksigen dalam air dapat dilihat
melalui kandungan oksigen terlarut. Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan
kontaminasi polutan membuktikan bahwa oksigen terlarut (dissolved
oxygen=DO) merupakan parameter paling penting sebagai penunjang kehidupan
organisme akuatik. Oksigen digunakan oleh organisme akuatik untuk proses
17
respirasi. Kelarutan oksigen di air menurun dengan semakin meningkatnya
salinitas, setiap peningkatan salinitas sebesar 9 mg/L mengurangi kelarutan
oksigen sebanyak 5% dari yang seharusnya di air tawar (Mulyani, 2014).
Konsentrasi oksigen terlarut sebesar 6,5-7,8 mg/L termasuk kedalam kisaran
yang baik bagi pemeliharaan ikan. Sejumlah polutan akan menjadi lebih toksik
pada konsentrasi oksigen yang rendah karena pada kondisi tersebut proses
respirasi akan meningkat sehingga racun yang masuk kedalam tubuh ikan juga
semakin besar (Yosmaniar et al., 2009).
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam
bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya
dinyatakan dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air dapat
berkurang bila dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang
degradable. Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob
maupun yang anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air
menjadi persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi
persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen
bebas dalam air habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh
dan berkembang adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992)
18
3. METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Materi dalam penelitian ini yaitu toksisitas Herbisida dengan bahan aktif
2,4-D Dimetil amina pada konsentrasi yang berbeda terhadap kondisi embrio
Zebrafish (Brachydanio rerio) yang meliputi mortalitas, perkembangan abnormal,
daya tetas (hatching rate), dan detak jantung (heart beats). Parameter kualitas air
yang diukur yaitu: suhu, derajat keasaman (pH) dan oksigen terlarut (DO).
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
Akuarium
Inkubator
Mikroskop binokular
Cawan petri 30 mm
Mikropipet dan tip
Kamera
Aerator
Termometer
DO meter
pH meter
Pipet tetes
Object glass
Hand tally counter
3.2.2 Bahan
Zebrafish dewasa (Brachydanio rerio)
19
Embrio zebrafish (Brachydanio rerio)
Herbisida DMA-6 825 SL bahan aktif 2,4-D Dimetil amina
Aquades
Air tawar
3.3 Metode dan Rancangan Penelitian
3.3.1 Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode
eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan secara
sengaja oleh peneliti dengan cara memberikan treatment/perlakuan tertentu
terhadap subjek penelitian guna membangkitkan sesuatu kejadian/keadaan yang
akan diteliti dan bagaimana akibatnya. Penelitian eksperimen merupakan
penelitian kausal (sebab akibat) yang pembuktiannya diperoleh melalui
komparasi/perbandingan antara kelompok eksperimen (yang diberi perlakuan)
dengan kelompok kontrol (yang tidak diberikan perlakuan) atau kondisi subjek
sebelum diberikan perlakuan dengan sesudah diberi perlakuan (Jaedun, 2011).
3.3.2 Rancangan penelitian
Analisis data untuk pencarian konsentrasi terbaik herbisida menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan pemberian konsentrasi
herbisida dalam jumlah yang berbeda. Adapun penempatan denah atau lay out
cawan percobaan yaitu sebagai berikut:
Gambar 4. Cawan Petri, K1,2,3: kontrol ulangan ke-1,2, dan 3 A,B,C,D 1,2,3: perlakuan uji ulangan ke-1, 2 dan 3
20
3.4 Sumber Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil dua
macam data yaitu data primer dan data sekunder.
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data yang
dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan
yang diteliti. Data ini diperoleh dari hasil wawancara atau pengisian kuesioner
yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar, 2005). Data primer dapat diperoleh
dengan cara observasi. Riskiana (2013), menyatakan bahwa observasi adalah
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat
secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui
buku-buku, brosur dan artikel yang didapat dari website yang berkaitan dengan
penelitian (Bungin, 2005). Data ini digunakan untuk mendukung informasi primer
yang telah diperoleh yaitu dari studi literatur, penelitian terdahulu dan lain
sebagainya. Sumber data sekunder dalam bentuk media massa, hasil penelitian
peneliti lain (jurnal penelitian, laporan skripsi atau PKL) dan lain-lain.
3.5 Prosedur Penelitian (OECD, 2013)
3.5.1 Pemeliharaan Hewan Uji
Zebrafish (Brachydanio rerio) dewasa diperoleh dari Pasar Splendid Kota
Malang, yang didapatkan dari petani ikan zebra di Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Ikan zebra dipelihara dengan kisaran suhu sebesar 25-300C dan diberi makan
satu kali per hari dengan T. tubifex. Berat Zebrafish (Brachydanio rerio) dewasa
untuk pemijahan yaitu betina 0.650.13 dan jantan 0.50.1 g. Suhu optimal 260C,
21
pH 6,5-8,5 dan DO 6,8 mg/L. Satu kali pemijahan zebrafish betina dewasa
mampu menghasilkan 50-200 butir telur per hari.
3.5.2 Pemijahan Ikan
Telur ikan zebra dapat dihasilkan melalui pemijahan ikan zebra dewasa
jantan dan betina dengan perbandingan ratio 2:1. Ikan zebra jantan dan betina
ditempatkan di akuarium yang berbeda 4-5 jam sebelum pemijahan, untuk
mencegah predasi telur oleh ikan zebra dewasa dipasang spawning trap,
sebagai stimulus pemijahan tanaman buatan dimasukkan kedalam akuarium.
Pemijahan dan pembuahan berlangsung selama 30 menit setelah muncul
cahaya dipagi hari dan diambil 30-60 menit setelah pemijahan. Setelah itu telur
yang terkumpul diambil dan dicuci menggunakan aquades untuk menghindari
debris.
3.5.3 Kultur Embrio
Telur yang fertil dikumpulkan dalam cawan petri untuk pemeriksaan
fertilitas. Fertilitas telur dilihat dengan menggunakan mikroskop, yaitu telur yang
fertil memiliki warna transparan, kantong anion utuh, dan perkembangan embrio
yang normal. Telur yang telah diseleksi selanjutnya diambil dengan
menggunakan pipet dan ditempatkan pada masing-masing cawan. Jumlah
embrio yang digunakan per konsentrasi yaitu 20 embrio dengan tiga kali ulangan
(4 konsentrasi dan 1 kontrol), jadi total embrio yang digunakan yaitu 300 embrio.
Embrio diinkubasi pada suhu ruangan 28oC. Keseluruhan prosedur seleksi
embrio untuk penelitian dilakukan seperti pada lampiran 8.
3.5.4 Pembuatan Konsentrasi Perlakuan
Membuat larutan dengan konsentrasi tertentu dari reagen cair. Rumus
dibawah ini digunakan untuk menghitung pengenceran larutan:
V1C1 = V2C2
22
Keterangan:
V1 = volume herbisida yang dibutuhkan
C1 = konsentrasi herbisida
V2 = total volume yang dibutuhkan pada konsentrasi baru
C2 = konsentrasi yang baru
Perhitungan konsentrasi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 1.
Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kematian embrio ikan
zebra hingga 50% dalam waktu 96 jam. Pengamatan ikan ini menurut seri waktu
yaitu: 24 jam; 48 jam; 72 jam; 96 jam (Mulyani, 2014). Embrio ikan zebra yang
telah mati segera dibuang tanpa pergantian. Pengujian ini dilakukan dengan 4
konsentrasi dan 1 kontrol, dimana deret tersebut terletak antara nilai ambang
bawah dan ambang atas. Konsentrasi 2,4-D Dimetil amina berdasarkan
penelitian Biro (1979) yaitu 25, 50, 100, 200, 400, 800, 1600 dan 3200 mg/L.
Kemudian ditentukan rentang konsentrasi baru yaitu 1 sampai 3200 mg/l yang
dijadikan acuan ambang atas dan ambang bawah. Rumus untuk menentukan
deret perlakuan menurut (Taufik, 2005) sebagai berikut :
=
Keterangan:
N = konsentrasi ambang atas n = konsentrasi ambang bawah k = jumlah konsentrasi yang diujikan a = konsentrasi terkecil yang dikehendaki
Selanjutnya dapat dihitung konsentrasi a, b, c, d, dan e dengan rumus :
Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 1. Dari perhitungan tersebut maka
diperoleh empat konsentrasi yaitu 5,02 mg/L; 25,20 mg/L; 126,50 mg/L; 635,01
mg/L yang digunakan dalam uji toksisitas.
23
3.5.5 Perkembangan Abnormal (Developmental Abnormalities)
Embrio dimasukkan ke dalam cawan petri 30 mm dan tiap sumur diisi
sebanyak 20 embrio. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Embrio ikan zebra
dipapar dengan herbisida bahan aktif 2,4-D Dimetil amina selama 24, 48, 72, dan
96 hpf kemudian diamati morfologinya yaitu sumbu tubuh, koagulasi darah, mata,
jantung, pigmentasi, kantung kuning telur, dan ekor dengan menggunakan
mikroskop.
3.5.6 Pengukuran Daya Tetas (Hatching rate)
Pengukuran daya tetas telur dilakukan pada jam ke 48 setelah fertilisasi.
Embrio ikan zebra diamati pada kelompok kontrol (K0), kelompok konsentrasi
5,02 mg/l (P1), kelompok konsentrasi 25,20 mg/l (P2), kelompok konsentrasi
126,50 mg/l (P3), kelompok konsentrasi 635,01 mg/l (P4). Daya tetas dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
3.5.7 Pengamatan Frekuensi Detak Jantung (Heart beats)
Embrio Ikan Zebra dipapar dengan herbisida selama 96 jam. Perlakuan ini
dibagi dalam 5 kelompok yaitu K0, P1, P2, P3, P4 masing-masing kelompok
terdapat 20 embrio. Frekuensi detak jantung diamati pada jam ke 48, 72, 96 jam
(OECD, 2013). Detak jantung dihitung selama 15 detik dengan menggunakan
Hand Tally Counter. Penghitungan frekuensi detak jantung dilakukan oleh
pengamat dengan pengulangan sebanyak 3 kali (Kowan et al., 2015).
3.5.8 Pengukuran Parameter Kualitas Air
a. Suhu
Prosedur penggunaan termometer menurut SNI (2005) adalah sebagai
berikut:
24
1. Termometer dicelupkan ke dalam air sampel yang akan diuji dan
dibiarkan 2-5 menit sampai termometer menunjukkan nilai yang stabil
2. Dicatat pembacaan skala termometer tanpa mengangkat lebih dahulu
dari air.
b. Derajat Keasaman (pH)
Prosedur penggunaan pH meter menurut SNI (2004) adalah sebagai
berikut:
1. Alat pH meter dikalibrasi dengan larutan penyangga sesuai instruksi
kerja alat setiap kali akan melakukan pengukuran
2. Elektroda dikeringkan dengan kertas tisu selanjutnya dibilas dengan
air suling
3. Elektroda dibilas dengan air sampel yang akan diuji
4. Elektroda dicelupkan ke dalam air sampel yang diuji sampai pH meter
menunjukkan pembacaan yang tetap.
5. Dicatat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH
meter.
c. Oksigen Terlarut (DO)
Prinsip kerja DO meter menurut Salmin (2005) adalah menggunakan
probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam
larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan
katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda
ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap
oksigen.
Prosedur pengukuran DO yaitu sebagai berikut:
1. Alat DO meter dikalibrasi dengan larutan penyangga
2. Elektroda dikeringkan dengan kertas tisu selanjutnya dibilas dengan
air suling
25
3. Elektroda dibilas dengan air sampel yang akan diuji
4. Elektroda dicelupkan ke dalam air sampel yang diuji sampai DO meter
menunjukkan pembacaan yang tetap.
5. Dicatat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari DO
meter.
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2010, kemudian
dilakukan uji one-way ANOVA, bila terjadi perbedaan signifikan dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Jujur (Tukey test) untuk mengetahui kelompok perlakuan
yang memiliki pengaruh sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis data adalah Statistical Program
for Social Science (SPSS) 16 Version 2.9 for Windows. Tingkat signifikansi
p<0,05. Sedangkan untuk mengetahui toksisitas suatu bahan digunakan analisis
probit menggunakan rumus regresi y = a+bx.
26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Embriogenesis Zebrafish (Brachydanio rerio)
Pada tahap embriogenesis terdapat beberapa tahap yang meliputi zigot,
cleavage, blastula, gastrula, segmentation, pharyngula, hatching. Berdasarkan
hasil penelitian tahapan embriogenesis zebrafish (Brachydanio rerio) dapat dilihat
pada gambar berikut.
Keterangan gambar : (A) Zigot (12 menit (0,2 hpf), perbesaran 100x) (B) Cleavage (2 hpf, perbesaran 100x) (C) Blastula (3 hpf, perbesaran 100x)
Embriogenesis pada zebrafish (Brachydanio rerio) dimulai dari periode
zigot yang terjadi pada 0-45 menit setelah fertilisasi, pada tahap ini sitoplasma
bergerak menuju animal pole untuk membentuk blastodisc. Telur yang telah
dibuahi mengalami pembelahan pertama (diferensiasi) pada tahap cleavage
setelah sekitar 15 menit dan berturut-turut pembelahan membentuk 4, 8, 16 dan
32 sel blastomer masing-masing. Tahapan selanjutnya telur yang telah dibuahi
dapat diidentifikasi dengan jelas dengan berkembangnya blastula yaitu terjadi
ketika blastodisc mulai terlihat menyerupai bola yaitu pada pembelahan 128 sel,
selama periode ini embrio mengalami pembentukan epiboly yaitu penipisan dan
A B C
blastodisc
Gambar 5. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio)
27
penyebaran dari kedua yolk synytial layer dan blastoderm melewati yolk cell.
Epiboly ini akan terus berlangsung sampai periode gastrula.
Periode gastrula dimulai saat epiboly terbentuk 50% sampai epiboly
terbentuk sempurna serta tail bud juga terbentuk. Selanjutnya periode
segmentasi pada periode ini terjadi perkembangan somite, organ dasar mulai
terlihat, tail bud mulai berkembang, embrio mulai memanjang serta sel pertama
terdeferensiasi dan pergerakan pertama kali terlihat. Pada tahap ini juga
merupakan awal pembentukan neuron, ginjal, telinga dan organ penciuman.
Gambar 6A. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) tahap gastrula (10 hpf, perbesaran 100x), B. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) tahap segmentation (19 Jam 30 menit (19,5 hpf) perbesaran 100x)
A B
A B
Gambar 7A. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) tahap Pharyngula (3 hpf, perbesaran 100x), B. Mortalitas awal telur zebrafish (Brachydanio rerio)
28
Periode pharyngula yang merupakan periode perkembangaan embrio menuju
phylotypic stage yaitu stage dimana embrio berkembang seperti
vertebrata/chordata yang meliputi notochord dan postanal tail serta pembentukan
sistem sirkulasi jantung mulai berdenyut dan mulai ada aliran darah.
Keterangan gambar : A : mata Bz : sel darah C : Chorda Ch : korion D : kuning telur E : usus Ek : koagulasi telur F : sirip Ge : otak H : hati M : melanophore O : kuncup telinga S : somites (segmen otot) Sb : gelembung renang Sh : ekor
Periode hatching, selama periode ini embrio akan terus menerus tumbuh
meskipun tidak secepat periode sebelumnya dan morfogenesis organ hampir
sempurna. Periode early larva, pada periode ini morphogenesis sudah sempurna
dan mulai berenang secara aktif serta mulai ada respon untuk melarikan diri dan
mencari makan (Kimmel et al., 1995).
Gambar 8. Perkembangan normal embrio zebrafish (Brachydanio rerio) tahap Hatching (48 hpf, perbesaran 100x)
29
4.2 Toksisitas 2,4-D Dimetil amina Pada Embrio Zebrafish (Brachydanio
rerio)
Nilai LC50 adalah konsentrasi suatu bahan yang menyebabkan mortalitas
minimal 50% pada hewan coba. Perhitungan LC50 menggunakan probit dari data
mortalitas 96 jam setelah fertilisasi. Nilai LC50 2,4-D Dimetil amina pada
penelitian ini sebesar 40,85 ppm. Lama paparan herbisida terhadap embrio
menyebabkan embrio menyerap herbisida lebih banyak dan menyebabkan toksik
bagi tubuh dan akhirnya menyebabkan mortalitas. Berikut merupakan hasil
persentase mortalitas embrio.
Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi 2,4-D Dimetil
amina dan waktu memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap mortalitas embrio
ikan zebra. Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa, pada waktu 24 hpf
konsentrasi 0 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi 126,50 mg/l dan 635,01
mg/l, namun tidak berbeda nyata atau sama dengan konsentrasi 5,02 mg/l dan
Gambar 9. Efek 2,4-D Dimetil amina terhadap mortalitas embrio zebrafish (Brachydanio rerio). Data disajikan dengan rata-rata ± SD. Notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Tukey (p<0,05)
30
25,20 mg/l. Pada waktu 48 hpf konsentrasi 0 mg/l berbeda nyata dengan
konsentrasi 25,20 mg/l, 126,50 mg/l dan 635,01 mg/l, namun tidak berbeda nyata
dengan konsentrasi 5,02 mg/l. Pada waktu 72 hpf konsentrasi 0 mg/l berbeda
nyata dengan konsentrasi 25,20 mg/l, 126,50 mg/l dan 635,01 mg/l, namun tidak
berbeda nyata dengan konsentrasi 5,02 mg/l. Pada waktu 96 hpf konsentrasi 0
mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi 25,20 mg/l, 126,50 mg/l dan 635,01 mg/l,
namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 5,02 mg/l.
Herbisida dengan bahan aktif 2,4-D Dimetil amina mampu menghambat
proses penetasan embrio ikan zebra. Proses penetasan pada embrio ikan zebra
terjadi pada 48 hpf.
Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi 2,4-D Dimetil
amina dan waktu memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap daya tetas (hatching
rate) embrio ikan zebra. Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa, pada
waktu 48 hpf konsentrasi 0 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi 25,20 mg/l,
Gambar 10. Efek 2,4-D Dimetil amina terhadap daya tetas (hatching rate) embrio zebrafish (Brachydanio rerio). Data disajikan dengan rata-rata ± SD. Notasi yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (p<0,05)
31
126,50 mg/l dan 635,01 mg/l, namun tidak berbeda nyata atau sama dengan
konsentrasi 5,02 mg/l. Pada waktu 72 hpf konsentrasi 0 mg/l berbeda nyata
dengan konsentrasi 25,20 mg/l, 126,50 mg/l dan 635,01 mg/l, namun tidak
berbeda nyata dengan konsentrasi 5,02 mg/l.
4.3 Malformasi Embrio Ikan Zebra setelah Paparan 2,4-D Dimetil amina
Pengamatan terhadap embrio ikan zebra menunjukkan bahwa pemaparan
2,4-D Dimetil amina dapat menimbulkan berbagai malformasi maupun mortalitas.
Pengamatan terhadap embrio ikan zebra dengan mikroskop cahaya
menunjukkan bahwa pemaparan 2,4-D Dimetil amina dapat menyebabkan
berbagai macam kelainan. Kelainan ini dikarenakan embrio ikan zebra sangat
peka sehingga bahan uji mudah untuk berdifusi dan menginfeksi organ
(Chakraborty et al. 2009).
Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi 2,4-D Dimetil
amina dan waktu memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap malformasi embrio
Gambar 11. Efek 2,4-D Dimetil amina terhadap malformasi embrio zebrafish (Brachydanio rerio). Data disajikan dengan rata-rata ± SD. Notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji Tukey (p<0,05)
32
ikan zebra. Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa, pada waktu 24 hpf
konsentrasi 0 mg/l tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 5,02 mg/l, 25,20 mg/l,
126,50 mg/l, namun berbeda nyata dengan konsentrasi 635,01 mg/l. Pada waktu
48 hpf konsentrasi 0 mg/l tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 5,02 mg/l,
25,20 mg/l, 126,50 mg/l, namun berbeda nyata dengan konsentrasi 635,01 mg/l.
Pada waktu 72 hpf konsentrasi 0 mg/l tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
5,02 mg/l dan 25,20 mg/l, namun berbeda nyata dengan konsentrasi 126,50 mg/l
dan 635,01 mg/l. Pada waktu 96 hpf konsentrasi 0 mg/l berbeda nyata dengan
konsentrasi 5,02 mg/l, 25,20 mg/l, 126,50 mg/l dan 635,01 mg/l, namun
konsentrasi 5,02 mg/l tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 25,20 mg/l dan
konsentrasi 25,20 mg/l tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 635,01 mg/l.
Berikut ini merupakan gambar jenis-jenis malformasi pada ikan zebra
akibat paparan herbisida 2,4-D Dimetil amina.
Gambar 12. Jenis malformasi pada embrio ikan zebra yang disebabkan oleh 2,4-
D Dimetil amina.
I
33
Tabel 2. Keterangan jenis malformasi pada embrio ikan zebra yang disebabkan
oleh 2,4-D Dimetil amina.
Keterangan
gambar Perlakuan Jenis kelainan
A Kontrol 24 hpf -
B Kontrol 96 hpf -
C DMA 5,02 ppm 96 hpf ax: kelainan sumbu tubuh
D DMA 25,20 ppm 72 hpf ep: edema perikardium, ey:
edema kantong kuning telur
E DMA 25,20 ppm 96 hpf cf: kelainan ekor
F DMA 126,50 ppm 48 hpf
ep: edema perikardium, ey:
edema kantong kuning telur,
kd: koagulasi darah
G DMA 126,50 72 hpf ax: kelainan sumbu tubuh
H DMA 126,50 72 hpf no: kelainan notochord
I DMA 126,50 96 hpf
ep: edema perikardium, ey:
edema kantong kuning telur
ax: kelainan sumbu tubuh
kd: koagulasi darah
J DMA 635,01 48 hpf cf: kelainan ekor, ey: edema
kantong kuning telur
K DMA 635,01 96 hpf embrio mati
Perkembangan sempurna larva kontrol dapat ditunjukkan dengan
pigmentasi yang terjadi. Coelho et al. (2011) menyatakan jika larva ikan zebra
memiliki kelainan, maka intensitas pigmennya akan berkurang. Intensitas pigmen
pada larva kontrol sudah cukup terbentuk dan organ lain seperti jantung, kantung
kuning telur, ekor, dan kepala juga telah berkembang dengan baik. Perlakuan
dengan konsentrasi 5,02 ppm larva 96 hpf mengalami kelainan sumbu tubuh
bengkok. Pada konsentrasi 25,20 ppm 72 hpf mengalami kelainan edema
perikardium dan edema kantung kuning telur yang membesar. Kemudian terjadi
kelainan ekor membengkok pada 96 hpf. Pada konsentrasi 126,50 ppm terjadi
kelainan edema perikardium dan edema kantung kuning telur yang membesar
serta koagulasi darah pada 48 hpf. Pada 72 hpf mengalami kelainan sumbu
34
tubuh yang membengkok dan kelainan notochord. Larva mengalami kelainan
edema perikardium dan edema kantung kuning telur yang membesar, koagulasi
darah dan kelainan sumbu tubuh pada 96 hpf. Pada konsentrasi 635,01 ppm 48
hpf embrio tidak menetas, namun mengalami edema kantung kuning telur dan
kelainan pada ekor.
Kantung kuning telur merupakan membran yang berfungsi menyediakan
nutrisi bagi embrio. Pembesaran kantung kuning telur merupakan salah satu
indikasi nutrisi tidak terdistribusi sempurna pada embrio. Hal tersebut akan
menyebabkan kekurangan nutrisi pada embrio yang lambat laun akan
menyebabkan kematian (Bie, 2001). Namun, perkembangan kedua larva ini
tergolong normal dibandingkan dengan larva pada konsentrasi lebih tinggi.
Organ jantung keduanya dapat teramati dengan baik. Berdasarkan hasil ini,
dapat dikatakan konsentrasi 5,02 ppm dan 25,20 ppm 2,4-D Dimetil amina
kurang toksik. Perlakuan selanjutnya konsentrasi 126,50 ppm embrio menetas
menjadi larva, namun terjadi keabnormalan pada perkembangannya. Sumbu
tubuh melengkung dan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan kontrol.
Kantung kuning telur sangat besar sehingga organ jantung tidak terlihat. Hal ini
menyebabkan asupan makanan tidak merata sehingga sumbu tubuh terlihat
lebih kecil. Semua keabnormalan tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi
126,50 ppm toksik. Pada konsentrasi 635,01 ppm larva tidak menetas, embrio
rusak. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi tersebut sangat toksik.
Malformasi terbesar (≥ 50%) teridentifikasi pada sumbu tubuh, koagulasi
darah, edema pada jantung, edema pada kantong kuning telur. Berdasarkan
tabel diatas Herbisida menyebabkan kelainan pada sumbu tubuh 78%, koagulasi
darah 73%, mata 7%, jantung 90%, pigmentasi 9%, kuning telur 90% dan ekor
27%. Chen (2013) menjelaskan edema perikardium bisa terjadi karena banyak
faktor. Semua faktor yang membuat embrio ikan zebra stress melalui cara
35
apapun akan memberikan efek yang sama yaitu terjadinya gangguan fungsi
jantung (edema perikardium) dan gangguan sirkulasi.
Tabel 3. Jenis malformasi embrio ikan zebra setelah paparan 2,4-D Dimetil amina
Malformasi Jenis Malformasi Ʃa [%]b
Sumbu tubuh Bengkok 52 78*
Koagulasi darah lambat, ada
penggumpalan darah
49 73*
Mata membesar, mengecil
5 7
Jantung kelainan bentuk,
edema 60 90*
Pigmentasi kurang, lebih 6 9
Kuning telur edema, besar 60 90*
Ekor Bengkok 18 27
a Jumlah embrio yang terkena malformasi pada seluruh konsentrasi dan waktu perlakuan b Jumlah embrio yang terkena malformasi dibagi dengan jumlah total embrio abnormal pada seluruh konsentrasi dan waktu perlakuan *Malformasi terbesar (≥ 50%) Satu embrio dapat mengalami lebih dari satu malformasi.
Gray et al. (2014) melaporkan bahwa kelainan notochord pada masa
embrio dapat menyebabkan kelainan pada saat dewasa, ukuran tubuh ikan lebih
pendek, juga dapat menyebabkan kelainan pada organ lain misalnya ukuran
mata yang kecil, edema perikardium, gangguan perkembangan rahang serta bisa
menyebabkan kematian. Haendel et al. (2004) menjelaskan bahwa kelainan
pada notochord secara tidak langsung menyebabkan kematian embrio. Embrio
tetap tumbuh namun proses menetas menjadi terhambat, serta terjadi paralisis
pada embrio sehingga embrio tidak bisa berenang atau mencari makanan. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mandrell et al. (2012) bahwa
kelainan pada notochord, sumbu tubuh, dan somit mampu menghambat proses
menetas pada embrio ikan zebra.
36
4.4 Efek Pemberian 2,4-D Dimetil amina terhadap Frekuensi Detak
Jantung Embrio Ikan Zebra
Penurunan frekuensi detak Jantung embrio ikan zebra secara signifikan
ditunjukkan pada konsentrasi 25,20 ppm, 126,50 ppm, dan 635,01 ppm
dibanding kelompok kontrol. Berdasarkan penelitian (Anggraeni et al., 2014)
menunjukkan adanya penurunan detak jantung secara signifikan pada semua
kelompok perlakuan yang dipapar genistein 10 µM dibanding kelompok kontrol.
Penurunan detak jantung paling besar terjadi pada kelompok yang dipapar
genistein 10 µM sejak 2 hpf (79,1%). Pada embrio ikan zebra denyut jantung
normal mendekati denyut jantung pada manusia yaitu 120-170 kali per menit
(Kowan et al., 2015). Penurunan frekuensi detak jantung embrio ikan zebra pada
kelompok perlakuan diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah
konsentrasi yang diberikan, lamanya waktu paparan, bahan aktif yang
terkandung dalam herbisida yang digunakan.
Gambar 13. Efek 2,4-D Dimetil amina terhadap detak jantung (heart beats) embrio zebrafish (Brachydanio rerio). Data disajikan dengan rata-rata ± SD. Notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (p<0,05)
37
Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi 2,4-D Dimetil
amina dan waktu memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap detak jantung (heart
beats) embrio ikan zebra. Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa, pada
waktu 48 hpf konsentrasi 0 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi 5,02 mg/l,
25,20 mg/l, 126,50 mg/l, dan konsentrasi 635,01 mg/l. Pada waktu 72 hpf
konsentrasi 0 mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi 5,02 mg/l, 25,20 mg/l,
126,50 mg/l, dan konsentrasi 635,01 mg/l, namun konsentrasi 5,02 mg/l tidak
berbeda nyata dengan konsentrasi 25,20 mg/l. Pada waktu 96 hpf konsentrasi 0
mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi 25,20 mg/l, 126,50 mg/l, dan konsentrasi
635,01 mg/l, namun konsentrasi 0 mg/l tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
5,02 mg/l dan konsentrasi 5,02 mg/l tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
25,20 mg/l.
4.5 Hasil Analisis Kualitas Air
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap
parameter kualitas air parameter fisika yaitu suhu, maupun parameter kimia
yaitu pH dan dissolved oxygen (DO) yang mempengaruhi kehidupan organisme
yang dipapar herbisida pada cawan. Kualitas air yang meliputi oksigen terlarut,
suhu dan pH merupakan faktor penting yang harus diperhatikan selama
penelitian berlangsung, karena kualitas air dapat berpengaruh terhadap
keberhasilan penelitian. Air memiliki kapasitas spesifik terhadap panas, artinya
perubahan suhu dapat ditahan dan terjadi relatif lambat. Suhu air mempengaruhi
reasksi kimia, baik dalam media luar maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin naik
maka reaksi kimia akan terjadi semakin cepat, sedangkan konsentrasi gas dalam
air akan semakin turun, termasuk oksigen. Suhu luar atau eksternal yang
38
berfluktuasi terlalu besar akan berpengaruh terhadap sistem metabolisme
(Fujaya, 2004).
Suhu merupakan faktor lingkungan yang secara langsung mempengaruhi
kehidupan ikan. Suhu berpengaruh dalam proses pemijahan, penetasan telur,
laju metabolisme dan kelangsungan hidup. Fluktuasi suhu berpengaruh terhadap
daya tetas telur. Suhu air pada media budidaya yang sering berubah hanya
mampu menghasilkan tingkat penetasan telur berkisar antara 60-70% (Sugama
dan Artaty, 1993). Karena itu, optimalisasi suhu pada media budidaya sangat
diperlukan untuk meningkatkan persentase penetasan telur dan kelangsungan
hidup larva. Air yang kurang oksigen dan asam juga akan mempengaruhi daya
tetas telur. Air yang kurang baik dapat menghambat pertumbuhan embrio dan
akan memudahkan pathogen menyerang telur, hal ini didukung oleh Masrizal
dan Efrizal (1997) bahwa daya tetas telur ikan selalu ditentukan oleh pembuahan
sperma, kecuali jika ada faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data hasil
pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Data Kualitas Air
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa suhu rata-rata selama penelitian
yaitu 280C hal ini dikarenakan embrio dimasukkan kedalam inkubator yang
suhunya relatif stabil. Suhu selama penelitian masih dalam kondisi yang optimal
sesuai dengan pernyataan Spence et al., (2006), kisaran suhu zebrafish di
musim dingin yaitu 6 ºC dan suhu dimusim panas 38 ºC.
Konsentrasi (mg/l)
Parameter
Suhu (0C) pH DO (mg/l)
24 48 72 96 24 48 72 96 24 48 72 96
0 28 28 28 28 7,13 7,12 7,09 7,07 3,78 3,76 3,75 3,69
5,02 28 28 28 28 7,33 7,32 7,27 7,22 3,56 3,55 3,52 3,44
25,20 28 28 28 28 6,31 6,30 6,27 6,22 3,53 3,48 3,43 3,31
126,50 28 28 28 28 6,30 6,31 6,32 6,22 3,14 3,12 2,85 2,87
635,01 28 28 28 28 5,31 5,26 5,12 5,32 3,19 2,83 2,79 2,78
Standar baku mutu
38
6,5-7
4,5-7,40
39
Derajat keasaman (pH) merupakan indikasi air bersifat asam, basa atau
netral. Derajat keasaman menentukan proses kimiawi dalam air (Mukti, 2009).
Derajat keasaman (pH) rata-rata selama penelitian pada pemeliharaan embrio
berkisar antara 5,12 hingga 7,33. Sedangkan kisaran pH yang optimal untuk
pertumbuhan embrio zebrafish menurut OECD (2013), yaitu 6,5-8,5. Nilai pH
yang baik menunjang kehidupan ikan zebra berkisar antara 6,5-7 (Sakurai et al.,
1992). Hal ini menandakan bahwa pH air selama penelitian dari awal hingga
akhir mengalami penurunan yakni semakin asam hal ini dikarenakan konsentrasi
herbisida yang semakin tinggi menyebabkan kondisi pH semakin asam sehingga
menyebabkan embrio banyak yang mengalami kematian.
Oksigen terlarut pada pemeliharaan berkisar antara 2,78-3,78 mg/l
sedangkan menurut Boyd (1990), oksigen terlarut yang optimal berkisar antara
4,5-7,40 mg/l jadi oksigen terlarut pada media pemeliharaan embrio zebrafish
selama penelitian tergolong rendah hal ini dikarenakan kemungkinan besar
disebabkan oleh tidak adanya aliran air (aerasi). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Rahayu dan Terangna (1989) bahwa tanpa aerasi kadar
oksigen menurun terus sampai mencapai 2,3 mg/l.
40
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perkembangan embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) setelah pemaparan
herbisida dengan bahan aktif 2,4-D Dimetil amina mengalami mortalitas
berdasarkan nilai LC50 sebesar 40,85 ppm. Hasil analisis statistik menggunakan
one-way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Tukey menunjukkan bahwa
perbedaan konsentrasi 2,4-D Dimetil amina dan waktu memberikan pengaruh
yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap mortalitas, daya tetas (hatching rate),
malformasi dan detak jantung (heart beats) embrio ikan zebra. Organ target dan
kelainan utama terbesar (≥50%) pada paparan 2,4-D Dimetil amina teridentifikasi
pada sumbu tubuh bengkok (78%), koagulasi darah (73%), edema pada jantung
(90%), edema pada kantong kuning telur (90%).
5.2 Saran
Penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan pengamatan seluruh
abnormalitas dari embrio zebrafish (Brachydanio rerio). Sebaiknya menggunakan
mikroskop yang terhubung langsung ke komputer sehingga memudahkan dalam
pengambilan gambar embrio yang terkena malformasi. Kegiatan penelitian-
penelitian dasar dan komprehensif untuk menemukan jenis pestisida baru yang
lebih aman untuk kesehatan dan lingkungan hidup seperti pestisida hayati perlu
memperoleh perhatian dan fasilitas dari pemerintah, peneliti dan industri
pestisida.
41
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., D.S. Sjafei., M.F. Rahardjo., Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan. Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Dep. Managemen Sumberdaya Perairan. FPIK, IPB. Bogor.
Anggraeni, D. H. Aurora., D. Lyrawati. 2014. Efek Waktu Paparan Genistein
terhadap Pembentukan Jantung Embrio Zebrafish. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 28 (1) : 22-25.
Aronzon, C. M., M. T. Sandoval., J. Herkovits., C. S. Pe´rez-Coll. 2011. Stage-
Dependent Toxicity of 2,4-Dichlorophenoxyacetic on the Embryonic Development of a South American Toad, Rhinella arenarum. Environ Toxicol. 26 : 373–381.
Axelrod, H. R., W. E. Burgess., N. Pronek., J. G. Walls. 1997. Dr. Axelrod’s Atlas
of Freshwater Aquarium Fishes. Ninth Edition. T.F.H Publications. Inc. USA.305p.
Barman, R. P. 1991. A taxonomic revision of the Indo-Burmese species of Danio rerio. Record of the Zoological Survey of India Occasional Papers 137, 1-91.
Berghmans, S., C. Jette., D. Langenau., K. Hsu., R. Stewart., T. Look., J. P. Kanki. 2005. Making waves in cancer research: new model in the zebrafish. Biotechniques. 39 (2) : 227-237.
Bie, G. V. D. 2001. Embryology: Early Development from a Phenomenological Point of View. Driebergen: Louis Bolk Institute.
Biro, P. 1979. Acute effects of the sodium salt of 2,4-D on the early
developmental stages of bleak, Alburnus alburnus. J. Fish Biol. 14 : 101-109.
Boney, A. D. 1983. Phytoplankton. 3rd Ed. London: Edward Arnold Ltd
Boyd, C. T. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Brimingham Publishing Co. Brimingham. Alabama. 359 pp.
Braga da Fonseca, M., B. L. Glusczaka., B. S. Moraes, C. Cavalheiro de
Menezes., A. Pretto, M. A. Tierno, R. Zanella, F. F. Gonc-alves., V. L. Loro. 2008. The 2,4-D herbicide effects on acetylcholinesterase activity and metabolic parameters of piava freshwater fish (Leporinus obtusidens). Ecotoxicology and Environmental Safety. 69 : 416–420.
Brannen, K. C., J. M. Panzica–Kelly., T. L. Danberry., K. A. Augustine-Rauch.
2010. Development of a zebrafish embryo teratogenecity assay and quantitative prediction model. Birth Defects Res Part B: Dev Reprod Toxicol. 89 : 66-77.
Braunbeck, T dan Lammer, E. 2006. Fish Embryo Toxicity Assays. German Federal Environment Agency.
42
Bungin, B. 2005. Metodologi penelitian kuantitatif komunikasi, ekonomi, dan kebijakan publik ilmu-ilmu sosial lainya. Jakarta: Kencana. hal. 119.
Carballo, J. L. 2002. Comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology.
Chakraborty, C., C. H. Hsu., Z. H. Wen., C. S. Lin., G. Agoramoorthy. 2009.
Zebrafish: a complete animal model for in vivo drug discovery and development. Curr Drug Metabolism. 10 (2) : 116-124.
Chairul, S.M., Mulyadi dan Idawati. 2000. Translokasi Herbisida 2,4-D-14C Pada Tanaman Gulma Dan Padi Pada Sistem Persawahan. hlm: 151‒155. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi.
Chen, J. 2013. Impaired cardiovascular function caused by different stressors elicits a common pathological and transcriptional response in zebrafish embryo. Zebrafish. 10 (3) : 389-400.
Coelho, S., R. Oliveira., S. Pereira., C. Musso., I. Domingues., R. C Bhujel.,
Soares., Nogueira. 2011. Assessing lethal and sub-lethal effects of trichlorfon on different trophic levels. Aqua Toxicol. 103 : 191-198.
Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, hal : 66, 68. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. 2012.
Pedoman penggunaan Herbisida (pestisida) dalam pengendalian vektor. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Eschmeyer, W. N. 1990. Catalog of The Genera of Recent Fish.es. California Academy of Sciences. San Fransisco. 697p.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal : 21- 23, 185
Fatmawati. 2006. Pengaruh Penggunaan 2,4 D ( 2,4 Dichlorphenoxyacetic Acid) Terhadap Status Kesehatan Petani Penyemprot Di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan. J Med Nus. 27 (1) : 1-10.
Finney, D. J., Ed. 1952. Probit Analysis. Cambridge, England, Cambridge University Press.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Hewan Air. Rineka Cipta. Jakarta. hal. 56-60.
Froese, R dan D. Pauly. 2003. Zebra danio. http//www.fishbase.org.[24 Agustus 2005]
Ginting, B., T. Barus., L. Marpaung., P. Simanjuntak. 2014. Uji toksisitas ekstrak daun (Myristica fragrans houtt) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Prosiding Seminar Nasional Kimia. Universitas Syiah Kuala.
Gomez-Canela, C., E. Prats., B. Pina., R. Tauler. 2017. Assessment of
chlorpyrifos toxic effects in Zebrafish (Brachydanio rerio). Metabolism. Environmental Pollution. 220 : 1231-1243
43
Gray, R. S., T. P Wilm., J. Smith., M. Bagnat., R. M. Dale., J. Topczewskki., S. L. Johnson ., Solnica-Krezel L. 2014. Loss of col8a1a function during zebrafish embryogenesis results in congenital vertebral malformations. Development Biology. 386 (1) : 72-85.
Groth, G., K. Schreeb., V. Herdt., and K. J. Freundt. 1993. Toxicity Studies in
Fertilized Zebrafish Eggs Treated with N-Methylamine, N,N-Dimethylamine, 2-Aminoethanol, Isopropylamine, Aniline, N-Methylaniline, N,N-Dimethylaniline, Quinone, Chloroacetaldehyde, or Cyclohexanol. Bull. Environ. Contam. Toxicol. 50 : 878-882.
Haendel, M. A., F. Tilton., G. S. Bailey., R. L. Tanguay. 2004. Development
toxicity of the dithiocarbamate pesticide sodium metam in zebrafish. Toxicological Sciences. 81 (2) : 390-400.
Hammilton. 2004. Zebra danio. http://www. Fishbase.com. [24 Agustus 2005]
Heriyanto, A. G. 2014. Toksisitas akut buah sirih hutan (Piper aduncum) terhadap larva udang (Artemia salina) dan embrio ikan zebra (Danio rerio). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Hill, A. J., H. Teraoka., W. Heideman., R. E. Peterson. 2005. Zebrafish as a model vertebrate for investigating chemical toxicity. Toxicol Sci. 86 : 6-19.
Hsu, C. H, Z. H. Wen., C. S. Lin., C. Chakraborty. 2007. The zebrafish model: use in studying cellular mechanism for a spectrum of clinical disease entities. Curr Neurovascular Res. 4 : 111-120.
Jaedun, A. 2011. Metodologi penelitian eksperimen. Pelatihan penulisan artikel ilmiah oleh LPMP. Yogyakarta.
Kari, G., U. Rodeck., A. P. Dicker. 2007. Zebrafish: an emerging model system for human disease and drug discovery. Clin Pharmacol Therapeutics. 82 : 70-80.
Kimmel, C. B., W. W. Ballard., S. R. Kimmel., B. Ullmann., A. F. Schilling. 1995. Stages Of Embryonic Development Of The Zebrafish. Developmental Dynamics. 203 : 253-301.
Kohli, V and A. Y. Elezzabi. 2008. Laser surgery of zebrafish (Danio rerio) embryos using femtosecond laser pulses: optimal parameters for exogenous material delivery, and the laser's effect on short- and long-term development. BMC Biotechnol. 8 (7) : 1-20.
Kowan, K. A., H. Airlangga., N. Aini. 2015. Uji nilai LC50 Dekokta Centella asiatica terhadap frekuensi denyut jantung embrio ikan zebra (Danio rerio). Jurnal Kedokteran Komunitas. 3 (1): 147-155
Lee, R. E. 1980. Phycology. Cambridge: Cambridge University Press.
Ma, C., C. Pang., W. L. Seng., C. Zhang., C. Willet., P. McGrath. 2007. Zebrafish, an in vivo model for drug screening. Drug Discovery. 6 : 38-45.
Mahida, U.N. 1986. Pencemaran dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali
Press, Jakarta
44
Mandrell, D., L. Truong., C. Jephson., M. R. Sarker., A. Moore., C. Lang., M. T. Simonich ., R. L. Tanguay. 2012. Automated zebrafish chorion removel and single embryo placement: optimizing throughput of zebrafish development toxicity screens. Journal of Laboratory Automation. 17 (1) : 66-74.
Masrizal dan Efrizal. 1997. Pengaruh Ratio Pengenceran Mani Terhadap
Fertilisasi Sperma dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Fisheries Journal Garing 6. Universitas Bung Hatta. Padang.
Megawati, I. A., A. Zulfikar., W. R. Melani. 2014. Uji toksisitas deterjen terhadap
ikan nila (Orheochromis niloticus). Manajemen Sumberdaya Perairan. FIKP. UMRAH.
Meinelt, T., C. Schulz., M. Wirth., H. Kurzinger., C. Steinberg. 1999. Dietary fatty acid compotition influences the fertilization rate of zebrafish (Danio rerio Hamilton-Buchanan). Appl.Ichtyol. 15 : 19-23
Moore, J. L., L. M. Rush., C. Breneman., M. A. P. K. Mohideen., K. C. L. Cheng. 2006. Zebrafish genomic instability mutants and cancer susceptibility. Genetics. 10 : 1-33.
Mukti, A. T., A. S. Mubarak dan A. Ermawan. 2009. Pengaruh penambahan madu dalam pakan induk jantan lobster air tawar red claw (Cherax quadricarinatus) terhadap rasio jenis kelamin larva. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1 (1 ): 37 - 42.
Mulyani, F. A. M. 2014. Uji toksisitas dan perubahan struktur mikroanatomi insang ikan nila larasati (Oreochromis nilloticus var.) yang dipapar timbal asetat. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Nazmatullaila, S. 2015. Analisis residu pestisida pada tomat menggunakan metode quechers dengan perlakuan sebelum dan setelah dicuci. Skripsi. Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.
[OECD] The Organization for Economic Co-operation and Development. 2013. OECD Guidelines for The Testing of Chemicals No. 236. Fish Embryo Acute Toxicity (FET) Test. Paris (FR): OECD.
Parrish, P. R. 1985. Acute toxicity tests. New York: Hemisphere Publishing
Corporation. Piranti, A. S. 2016. Baku mutu air untuk budidaya ikan. Fakultas Biologi
UNSOED Purwokerto. Prabowo, R dan R. Subantoro. 2012. Kualitas air dan beban pencemaran
pestisida di sungai babon Kota Semarang. Mediagro. 8 (1) : 9-17.
Qian, H., Wei, C., S. Liwei., J. Yuanxiang., L. Weiping., F. Zhengwei. 2009. Inhibitory effects of parakuat on photosynthesis and the respone to oxidative stress in Chlorella vulgaris. Ecotoxicology. 18 : 537-543.
Rahayu, S. dan N. Terangna. 1989. Peranan Mikroorganisme Aerob pada Penguraian Detergen dalam Air. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perairan. 13 : 31-35.
45
Riskiana, P. 2013. Peranan Tot (training of trainer) dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan diklat oleh widyaiswara di BPPS (balai pelatihan pekerja sosial) Kota Cimahi. Bandung.
Sakurai, A., Y. Sakamoto., F. Mori. 1992. Aquarium Fishes of The Word: The comprehensive guide to 650 spesies. Chronicle book. San Fransisco., California. Hal 46-47, 51.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana. 30 (3) : 21 – 26.
Santoriello, C and L. I. Zon. 2012. Hooked! Modeling human disease in zebrafish. J Clin Invest. 122 (7) : 2337–2343.
Sastroutomo, S. S. 1992. Pestisida: Dasar Dasar dan Dampak Penggunaannya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Schreiweis, D. O. And G. J. Murray. 1976. Cardiovascular Malformations In Oryzias Latipes Embryos Treated With 2,4,5-Trichlorophenoxyacetic Acid (2,4,5-T). Teratology. 14 : 287-290.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan pengelolaanya. Yogyakarta (ID): Graha
Ilmu. 166 hlm.
Septiani, A. P dan R. Hartanto. 2016. Uji Toksisitas Subletal ABS Terhadap Ikan Nilem (Osteochilus vittatus). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
Siera Club of Canada. 2006. 2,4-D Dichlorophenoxyacetic Acid. http://www.sierraclub.ca/national/programs/healthenvironment/pesticides/2-4-D-overview.pdf [5 Januari 2008].
Spence, R., G. Gerlach., C. Lawrence., C. Smith. 2006. The behaviour and ecology of the Zebrafish, Danio rerio. In review.
Standar Nasional Indonesia. 2004. Cara uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter. Jakarta.
________________________. 2005. Cara uji suhu dengan termometer. Jakarta.
Sudrajat, E. A dan S. P. Dewi. 2002. HIDROGEL AKRILAMIDA-KO-POLI(VINIL) PIRROLIDON hasil iradiasi sebagai matriks immobilisasi herbisida DMA-6. Prosiding simposium nasional polimer IV. Jakarta.
Sugama, K dan W. Artaty. 1995. Teknologi Pembenihan dan Pengadaan Benih Ikan Laut. Prosiding Temu Usaha Permasyarakatan Teknologi Karamba Jaring Apung Bagi Budidaya Laut, Jakarta.
Talwar, P.K., and A.G. Jhingran. 1991. Inland fishes of India and adjacent countries. Vol. I. Oxford and IBH Publishing Co. PVT Ltd. New Delhi. 1158 pp
Taufik, I. 2005. Pengaruh lanjut bioakumulasi Herbisida endosulfan terhadap pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas (Cyprinus carpio). Skripsi. Institut pertanian bogor.
46
_______. 2011. Pencemaran pestisida pada perairan perikanan di Sukabumi-Jawa barat. Media akuakultur. 6 (1) : 69-75.
Tropicalifish. 2011. http://www.tropicalifish.com/zebra-danio-longfin-pink-red/. Diakses tanggal 4 Juli 2017.
Umar, H. 2005. Metode penelitian untuk skripsi dan tesis bisnis. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. hlm. 42.
Untung, K. 2004. Dampak pengendalian hama terpadu terhadap pendaftaran dan penggunaan pestisida di Indonesia. Jurnal perlindungan tanaman Indonesia. 10 (1) : 1-7
Westerfield, M. 1995. The zebrafish book; A guide for the laboratory use of zebrafish (Danio rerio). University of Oregon Press, Eugene, 3nd edition, 300 pp
Widiastuti, E. 2011. Teknik pembenihan Zebrafish pink (Branchydanio rerio) di peternak ikan hias “usaha mandiri“ Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Praktek Kerja Lapang. Universitas Airlangga Surabaya.
Wilson, S. 2003. Zebrafish (Danio rerio). http://www.neuro.ueregon.edu/k12/FAQs.html-67k Diakses tangggal 25 Februari 2005
Wirawan, I. 2012. Efek pemaparan copper sulfat (CuSO4) terhadap daya tetas telur, perubahan histopatologik insang larva ikan zebra (Brachydanio rerio). Neptunus Jurnal Kelautan. 18(2): 177-185.
Wulandari, W., Sukiya dan Suhandoyo. 2013. The effect of decis insecticide on the mortality and gill histological structure of the red indigo “cangkringan local strain”. Jurnal Sain Veteriner. 31 (2) : 251-265.
Yi, H., J. Zhang., X. Han., T. Huang. 2014. The use of Zebrafish (Brachydanio rerio) behavioral responses in identifying sublethal exposures to deltamethrin. Int. J. Environ. Res. Public Health. 11 : 3650-3660.
Yosmaniar., E. Supriyono., K. Nirmala., Sukenda. 2009. Toksisitas subletal moluskisida niklosamida terhadap pertumbuhan dan kondisi hematologi yuwana Ikan mas (Cyprinus carpio). Ris. Akuakultur. 4 (3) : 385-393.