Uji Koefisien Fenol-Steril Sed Farm.jadiiii
-
Upload
nasthia-putri-sugiarto-tita -
Category
Documents
-
view
637 -
download
30
Transcript of Uji Koefisien Fenol-Steril Sed Farm.jadiiii
LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI - VIROLOGI
“UJI KOEFISIEN FENOL DAN STERILITAS SEDIAAN
FARMASI”
KELAS : 3 D / GELOMBANG : II
TANGGAL PRAKTIKUM : 08 DESEMBER 2012
KELOMPOK 1 :
DINY NOVIANTI (1104015078)
SILVIANI LARASATI (1104015297)
ICHSANIAR (1104015133)
NASTHIA PUTRI. Y (1104015211)
SEPTIAN YUDI PRATAMA (1104015292)
YUSUF .F
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
1
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi
pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai dikenal. Berbagai macam
substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna menghilangkan
pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati.
Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang
bermacam-macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang
berbeda-beda pula. Salah satu jenis anti mikroba dikenal sebagai desinfektan,
merupakan suatu zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk maksud desinfeksi pada
bahan-bahan tak bernyawa.
Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam membunuh
kuman. Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya disebabkan karena fenol
mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel
dengan menurunkan tegangan permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan
peneliti, fenol dijadikan standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu
disinfektan.
Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk desinfektan harus diuji
keefektifannya. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan
melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas
suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama.
2
Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu
volume tertentu biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus.
2. TUJUAN
Untuk mengetahui aktifitas antiseptik terhadap aktifitas fenol.
Untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu desinfektan dengan
memperkirakan potensi dan efektifitas desinfektan berdasarkan
konsentrasi dan lamanya kontak terhadap kuman dan membandingkannya
terhadap fenol standard yang disebut koefisien fenol.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Koefisien fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu bahan
antimikrobial dibandingkan dengan fenol. Fenol dijadikan pembanding karena
fenol sering digunakan untuk mematikan mikroorganisme. Koefisien fenol yang
kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikroba tersebut kurang efektif
dibandingkan fenol. Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan
mikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol.
Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinggi
dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak
mematikannya dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi bahan
antimikrobial yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak
dalam lima menit.
FENOL
Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir
Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan
komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP
(trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika
oral, misalnya semprotan kloraseptik.
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi
aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Selain itu fenol juga berfungsi dalam
4
sintesis senyawa aromatis yang terdapat dalam batu bara. Turunan senyawa fenol
(fenolat) banyak terjadi secara alami sebagai flavonoid alkaloid dan senyawa
fenolat yang lain. Contoh dari senyawa fenol adalah eugenol yang merupakan
minyak pada cengkeh
Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit
yang terbuka.
Fenol :
Mengandung gugus OH, terikat pada sp2-hibrida
Mempunyai titik didih yang tinggi
Mempunyai rumus molekul R-OH, dimana R adalah gugus aril
Larut dalam pelarut organic
Berupa padatan (kristal) yang tidak berwarna
DESINFEKTAN
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan
sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad
renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan
dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan
pakaian.
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai
antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan
antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik
tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat
keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu
cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada
5
kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan
dalam proses sterilisasi.
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan
sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan
dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik
(pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya
difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan
serta aplikasinya.
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi
umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi,
yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu
senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa
terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung
gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium
kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin
dan glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin
dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan
halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol .
Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan
larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur
dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten
ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran
menandakan bakteri masih dapat tumbuh. Nilai koefisien fenol dihitung dengan
cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu
yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan
turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus
aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk
6
formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri
Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai
koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin,
glutaraldehid, iodium dan hipoklorit.
DESINFEKTAN DAN ANTISEPTIK
Desinfektan adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit
dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan
terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan
yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini
dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan
mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda
mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya
tergantung dari toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat
tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat
menghambat proses disinfeksi.
Macam-macam desinfektan yang digunakan:
1. Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit.
Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran
gigi unguk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan
pemakaian alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat
menguap tanpa meninggalkan efek sisa.
2. Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran
gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan
7
desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi
alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian
diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena
glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa,
operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy
duty. Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M.
tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang
spora baru alan mati setelah 10 jam.
3. Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas
dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya
0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2%
klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak
(Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi
geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-).
Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh absorpsinya pada
hidroksiapatit dan salivary mucus.
4. Senyawa Halogen
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide.
Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan
cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan
Betadine).
5. Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk
membersihkan alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh
8
zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun
karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di
rumah sakit dan laboratorium.
6. Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan
sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan
penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
DESINFEKSI PERMUKAAN
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.
Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok
mikroorganisme, disinfektan “tingkat tinggi” dapat membunuh virus seperti virus
influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau
M. tuberculosis.
Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga
desinfektan seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit :
Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru
setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif
namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.
Derivat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan
dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu 60
hari. Keuntungannya adalah “efek tinggal” dan kurang menyebabkan
perubahan warna pada instrumen atau permukaan keras.
Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan
perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah dan sangat efektif. Harus
hati-hati untuk beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama untuk
9
aluminium. Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan
menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga
desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas “tingkat
menengah” bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.
PRINSIP KERJA
Pertumbuhan bakteri uji pada media yang sesuai setelah bakteri tersebut kontak
dengan disinfektan dalam waktu 5, 10, dan 15 menit.
10
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
1. ALAT DAN BAHAN
Alat:
Tabung reaksi
Jarum ose
Pencatat waktu (stopwatch)
Mc Farland III (109 kuman/ml)
Vortex
Stiker label
Spiritus
Inkubator
Bahan:
Kaldu nutrisi (Nutrient Broth)
Aquades steril
Staphylococcus aureus ATCC 25953 dalam agar nutrisi (Gram +)
Fenol standar
Desinfektan uji
Antiseptic uji
11
2. PROSEDUR KERJA
a) Pembuatan Media
Media kaldu nutrisi (Nutrient Broth) dimasukkan dalam 21 tabung reaksi,
volume masing-masing dibuat 10 ml.
b) Persiapan Bateri Uji
Bakteri Staphylococcus aureus sebelumnya telah ditanam pada agar nutrisi
(Nutrient Agar) miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-48 jam.
Tahap pengenceran bakteri uji adalah sebagai berikut:
Siapkan tabung reaksi berisi 2 ml NaCl fisiologis 0,9%
Pindahkan biakan S. aureus tersebut ke dalam larutan NaCl dengan ose,
dan setarakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland III (109
kuman/ml)
Suspensi kuman tersebut kini diperkirakan berisi 109 kuman/ml
Siapkan 3 buah tabung reaksi masing-masing berisi 4,5 ml NaCl fisiologis
0,9%
Pipet 0,5 ml dari suspensi kuman sebelumnya (109 kuman/ml), pindahkan
ke salah satu tabung reaksi berisi 4,5 ml NaCl. Suspensi kuman kini
berkonsentrasi 108 kuman/ml
Lakukan pengenceran kedua dengan mengambil 0,5 ml dari suspensi
kuman 108 dan memindahkannya ke dalam tabung berisi 4,5 NaCl yang
kedua. Suspensi kuman kini berkonsentrasi 107 kuman/ml
Pengenceran terakhir dilakukan dengan memindahkan 0,5 ml dari suspensi
kuman 107 ke dalam tabung terakhir NaCl. Suspensi kuman telah setara
dengan 106 kuman/ml. Suspensi bakteri dengan konsentrasi inilah yang
akan digunakan untuk melakukan uji praktikum ini.
c) Pembuatan Larutan Baku Fenol
12
Buat larutan baku induk fenol 2% atau dengan cara meninmbang 2 gram
Kristal fenol dalam 100 ml air, kemudian encerkan dengan perbandingan 1:80;
1:90; 1:100; volume yang diperlukan untuk pengujian adalah 5 ml baku fenol.
d) Pembuatan Larutan Desinfektan
Dibuat larutan desinfektan dalam akuades steril sehingga diperoleh larutan
dengan perbandingan sebagai berikut 1:100; 1:150; 1:200; 1:250. Volume
pengujian adalah 5 ml dari tiap-tiap pengenceran. Lakukan pengenceran
pertama dengan memipet 1 ml larutan desinfektan ke dalam 9 ml air suling
sehingga konsentrasi menjadi 1:10.
e) Proses Inokulasi
Siapkan 6 tabung reaksi yang berisi desinfektan dari larutan baku fenol.
Masukkan masing-masing sebanyak 5 ml dari larutan tersebut. Kemudian
semua tabung ke dalam penangas air pada suhu 200C dan biarkan selama 5
menit.
Tambahkan 0,5 ml biakkan bakteri hasil pengenceran 100x, catat waktu
kontak, aduk hingga homogeny kemudian dimasukkan ke dalam vortex
mixer.
Pasang timer dan biarkan kontak selama 5 menit kemudian lakukan
transfer pertama dengan jalan menginokulasi 1 jarum ose dari tabung
campuran desinfektan dan fenol masing-masing ke dalam medium NB,
inkubasi biakkan selama 24-48 jam pada suhu 370C.
Lakukan hal yang sama setelah kontak 10 dan 15 menit (lakukan duplo
untuk masing-masing inokulum).
Keterangan:
(+) keruh : ada pertumbuhan
( - ) jernih : tidak ada pertumbuhan
13
Skema Langkah-Langkah Praktikum
Gambar 1 : pembuatan inokulum
14
Gambar 2 : pembuatan fenol standar
Gambar 3 : pengenceran disinfectan
15
Gambar 4 : cara inokulasi kuman ke dalam disinfectan
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
Setelah tabung reaksi diinkubasi padsa suhu 37°C selama 24 - 48 jam,
maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Desinfektan : SOS ( kadar : 1% )
NO PENGENCERAN 5 MENIT 10 MENIT 15 MENIT KETERANGAN
1. 1:100 + + + Medium keruh
2. 1 :110 + + + Medium keruh
3. 1: 120 + + + Medium keruh
4. 1:130 + + + Medium keruh
Antiseptik : Lifebouy Hand Sanitizer ( kadar : 1% )
NO PENGENCERAN 5 MENIT 10 MENIT 15 MENIT KETERANGAN
1. 1:100 + + + Medium keruh
2. 1 :110 + + + Medium keruh
3. 1: 120 + + + Medium keruh
4. 1:130 + + + Medium keruh
Fenol : Baku ( kadar 2% )
NO PENGENCERAN 5 MENIT 10 MENIT 15 MENIT KETERANGAN
1. 1:80 + + + Medium keruh
2. 1 :90 + + + Medium keruh
3. 1: 100 + + + Medium keruh
17
Perhitungan
Koefisien fenol adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi
desinfektan dengan faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang masing-masing
dapat membunuh bakteri uji dalam jangka waktu 10 menit, tetapi tidak membunuh
dalam jangka waktu 5 menit.
2. PEMBAHASAN
Suatu senyawa atau zat dikatakan dapat menghambat pertumbuhan
microorganisme apabila dalam pengujian koefisien fenol terdapat tabung yang
bening atau tidak ada microba yang tumbuh pada waktu 10 menit dan tidak dalam
waktu 5 menit. Pada praktikum pengujian antiseptik “Lifebouy” dan desinfektan
“SOS”, didapatkan kekeruhan pada semua tabung. Hal ini menyatakan bahwa
antiseptic dan desinfektan yang digunakan tidak dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri yang ada. Sedangkan pada baku fenol juga
tidak terdapat tabung yang bening ( keruh ) pada pengenceran 1 : 80, 1:90 dan
1:100 pada waktu 10 menit maupun 15 menit. Hal ini menyatakan bahwa fenol
tidak dapat bekerja dengan baik. Sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan
koefisien fenol, karena fenol ini berfungsi sebagai pembanding dalam uji
koefisien fenol dengan antiseptik dan desinfektan.
Faktor-faktor penyebab kesalahan dalam praktikum kami diantaranya:
Pengerjaan praktikum secara parallel
Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan oleh
pengerjaan tabung Uji Disinfektan secara paralel yang saat itu dimaksudkan
untuk mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan secara paralel tersebut
18
telah mengakibatkan ketidakakuratan dan ketidaktelitian perhitungan waktu
yang diperlukan.
Ketidakakuratan dalam pengambilan kuman menggunakan ose
Dalam menginokulasi kuman uji terhadap desinfektan, kami memindahkan
kuman tersebut hanya dengan 1 ose. Dengan penggunaan ose, terdapat
kemungkinan kuman tidak terangkat sesuai dengan konsentrasi yang
diinginkan. Sebab pada percobaan kami, banyak kuman yang mati.
Pengambilan kuman dengan 2 ose mungkin dapat lebih akurat.
Penggunaan spiritus yang berlebihan
Banyaknya kuman yang mati juga dapat disebabkan terlalu seringnya
dilakukan flambir pada pembuatan inokulum dan pada penginokulasian
kuman uji terhadap desinfektan. Kuman S. aureus dan S. thyphosa tumbuh
optimum pada suhu 37°C, oleh karena itu tidak diperlukan suhu panas yang
berlebihan.
Pengenceran desinfektan yang tidak akurat
Pada percobaan kali ini, kami mungkin juga melakukan kesalahan
ketika melakukan pengenceran desinfektan ke dalam 1:80, 1:100, 1:150.
Pengenceran yang dilakukan tidak akurat, yaitu terlalu banyak desinfektan
yang terkandung dalam 1:80 atau 1:100, sehingga desinfetan terlalu pekat
dan tidak sebanding dengan jumlah kuman yang dibiakkan.
19
BAB V
KESIMPULAN
1. Fenol memiliki aktivitas sebagai bakterisida pada konsentrasi 2%.
2. Koefisien fenol adalah hasil bagi dari factor pengenceran tertinggi desinfektan
dengan factor pengenceran tertinggi baku fenol yang masing-masing dapat
membunuh bakteri uji dalam waktu 10 menit, tetapi tidak dalam waktu 5
menit.
3. Dari praktikum, hasil yang didapat adalah antiseptik “Lifebouy” tidak cukup
mampu untuk menghambat atau membunuh bakteri yang ada.
4. Dari praktikum , hasil yang didapat adalah bahwa desinfektan “SOS” tidak
cukup mampu untuk menghambat atau membunuh bakteri yang ada.
5. Fenol baku pun setelah diamati , ternyata hasilnya adalah keruh dan akhirnya
tidak dapat dilakukan perhitungan persentase koefisien fenol.
20
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudi, Priyo dkk. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi-Virologi. Jakarta:
UHAMKA.
http://signaterdadie.wordpress.com/2009/10/08/desinfektan/ [online] diakses pada
tanggal 9 Desember pukul 01.00 wib.
http://pharzone.com/blog/50-mikrobiologi/108-uji-koefisien-fenol.html [online]
diakses pada tanggal 9 Desember pukul 00.35 wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Fenol
21
( UJI STERILITAS SEDIAAN FARMASI )
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sediaan steril seperti kassa steril, spuit atau obat tetes mata steril perlu
dibuat dalam keadaan steril. Namun adakalanya perlu dilakukan pengujian
sediaan steril pada produk farmasi hanya untuk memastikan produk tersebut steril
atau tidak.
2. TUJUAN
Uji sterilitas pada sediaan farmasi dilakukan untuk memastikan produk
sediaan farmasi yang digunakan memang terbukti sudah steril atau ada cemaran
bakterinya.
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sediaan steril memiliki beberapa sifat bentuk takaran yang unik, seperti bebas dari mikroorganisme, bebas dari pirogen, bebas dari partikulat dan standar yang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas; bagaimanapun, tujuan utama pembuatan sediaan steril adalah mutlak tidak adanya kontaminasi mikroba. Tidak seperti syarat banyak sediaan yang lain, syarat sterilitas adalah nilai yang mutlak. Sebuah sediaan baik steril maupun non steril. Secara historis, pertimbangan sterilitas bersandar pada uji sterilitas lengkap yang resmi, namun sediaan akhir pengujian sterilitas mengalami banyak batasan. Batasan yang paling nyata adalah sifat dasar dari uji sterilitas. Ini adalah uji yang dekstruktif; sehingga, hal ini tergantung pemilihan statistik sampel acak dari keseluruhan lot. Ketidakpastian akan selalu ada selama sampel secara tegas mewakili keseluruhan. Jika diketahui bahwa satu unit dari 1000 unit terkontaminasi (yakni, angka kontaminasi = 0,1%) dan 20 unit disampel secara acak dari 1000 unit, kemungkinan unit yang terkontaminasi dari 20 sampel itu adalah 0,02. Dengan kata lain, hanya 2% peluang dari yang unit yang terkontaminasi akan dipilih sebagai bagian 20 wakil sampel dari keseluruhan 1000 unit. Bahkan jika unit yang terkontaminasi satu dari 20 sampel dipilih untuk uji sterilitas, kemungkinan uji sterilitas akan gagal masih ada untuk mendeteksi kontaminasi. Konsentrasi kontaminan mikroba mungkin saja terlalu rendah untuk terdeteksi selama periode inkubasi atau dapat saja tidak cukup berkembang cukup cepat atau tidak sama sekali karena ketidakcukupan media dan inkubasi.Jika perkembangan mikroba terdeteksi dalam uji sterilitas, maka hal ini dapat mencerminkan pembacaan positif yang salah (false-positive reading) karena masalah kontaminasi aksidental dari media kultur pada saat uji sterilitas berlangsung. Masalah kontaminasi aksidental adalah hal serius, merupakan batasan yang masih tidak dapat dihindari dari uji sterilitas. Food and Drug Administration (FDA) menerbitkan pedoman mengenai prinsip umum dari proses validasi. Konsep umum dan elemen kunci dari proses validasi yang betul-betul dapat diterima oleh FDA telah diuraikan. Titik utama yang ditekankan pada pedoman adalah ketidakcukupan kepercayaan dari uji
23
sterilitas sediaan akhir dalam memastikan sterilitas dari kumpulan sediaan parenteral steril. Arti yang lebih besar harus ditempatkan pada validasi proses semua sistem yang terlibat dalam produksi hasil akhir.
Batasan-batasan utama ini menunjukkan bahwa kepercayaan pada pengujian sterilitas produk akhir saja dalam memastikan sterilitas sediaan parenteral dapat mengarahkan kepada hasil yang keliru. Salah satu tujuan validasi pada pembuatan sediaan steril adalah untuk meminimalkan ketidakpercayaan terhadap pengujian produk akhir. Tiga prinsip yang terlibat dalam proses validasi sediaan steril adalah :1. Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan2. Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana proses dan metode sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya terhadap semua unit dari batch sediaan.3. Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji sterilitas sediaan akhir.Validasi sediaan steril pada konteks bab ini akan merujuk pada konfirmasi bahwa sebuah produk telah terekspos proses pembuatan dan khususnya metode sterilisasi yang sesuai menghasilkan batch sediaan yang diketahui memiliki derajat nonsteril.
24
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
1. Alat :
Pembakar Bunsen
Sediaan farmasi: kassa steril dan obat tetes mata.
Alat kesehatan: spuit.
2. Bahan :
Medium cair thioglikolat
Potato dextrose agar (PDA)
Nutrient broth (NB)
3. Prosedur Kerja :
Pengujian langsung
Sediaan Cair:
Pipet sejumlah volume tertentu cairan dengan pipet atau jarum suntik steril
secara aseptis.
Inokulasikan kedalam media thioglikolat cair.
Inkubasi 370C selama 24-48 jam untuk melihat media thioglikolat.
Zat padat:
Sejumlah sediaan terlebih dahulu dibuat larutan atau suspensi. Kemudian
dilakukan prosedur seperti cairan.
Alat kesehatan:
25
Ambil sampel kassa steril secara aseptis, gunting dengan ukuran 1cm x
1cm secara aseptis.
Lalu lakukan prosedur seperti pada cairan.
Alat suntik atau alat siap pakai:
Masukkan cairan pembilas kedalam wadah dan pasang jarumnya.
Bilas wadah melalui jarum suntik secara aseptis.
Masukkan cairan pembilas kedalam media thioglikolat.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
NO. NAMA SAMPEL MIKROBA KETERANGAN
1 Spuit 1 cc
“TERUMO”
- Jernih
2 Tetes mata “LOTTE” - Jernih
3 Kassa steril + Keruh
2. PEMBAHASAN
Dibidang kesehatan terutama obat-obatan dan alat kesehatan,
pengujian uji sterilitas terutama persyaratan bidang mikrobiologi sangatlah
penting. Pada praktikum kali ini dilakukan uji pada ketiga sampel yang
masing-masing berbeda cara yang dilakukan saat pengujian. Untuk spuit
1cc “TERUMO” dilakukan dengan cara memasukkan cairan pembilas
kedalam wadah dan pasang jarumnya, bilas wadah melalui jarum suntik
secara aseptis , masukkan cairan pembilas kedalam media lalu di inkubasi
selama 1x 24 jam , setelah diamati ternyata media yang diisi bilasan spuit
tersebut adalah bening. Berarti spuit tersebut dinyatakan steril.
Kemudian pada sampel tetes mata dilakukan dengan cara
meneteskan langsung sampel kedalam medium sebanyak 6-8 tetes, lalu di
inkubasi selama 1x24 jam. Kemudian setelah diamati ternyata larutan
bening / jernih yang didapat. Sehingga sampel tetes mata “ LOTTE “
dinyatakan steril karena tidak terdapat mikroba.
27
Untuk sampel yang ketiga yaitu kassa steril yang dilakukan dengan
cara memotong kassa steril +/- 1 x 1 cm yang kemudian dimasukkan
kedalam aquadest steril , lalu hasil bilasan tersebut dimasukan kedalam
media setelah itu di inkubasi selama 1x 24 jam. Ternyata hasil yang
didapat adalah terjadi kekeruhan pada medium , berarti kassa tersebut
tidak steril karena terdapat mikroba didalamnya. Jadi dapat terlihat jelas
perbedaan antara sediaan yang steril maupun tidak melalui pengujian ini.
Hal ini terlihat dari keruh atau tidaknya ( jernih ) medium yang menjadi
tempat berkembangnya biakan / bakteri / mikroorganisme tersebut.
28
BAB V
KESIMPULAN
1. Spuit 1 cc merk “TERUMO” dinyatakan steril karena tidak terdapat
mikroba didalamnya , yang terbukti dengan media yang berbentuk
larutan bening / jernih dan tidak terkontaminasi.
2. Pada sediaan tetes mata merk “ LOTTE” dinyatakan steril karena tidak
terdapat mikroba didalamnya, yang terbukti dengan medium yang
tetap telihat bening / jernih dan tidak terkontaminasi.
3. Sedangkan pada sediaan kassa steril dinyatakan tidak steril karena
terdapat mikroba / telah terkontaminasinya medium sehingga medium
menjadi keruh.
4. Dibidang obat-obtan syarat pengujian uji sterilitas terutama bidang
mikribiologi sangatlah penting.
29
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudi, Priyo dkk. 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi-Virologi. Jakarta:
UHAMKA.
30