UJI KLINIS AWAL ALAT INPRESS UNTUK PERDARAHAN...

23
UJI KLINIS AWAL ALAT INPRESS UNTUK PERDARAHAN PASCASALIN YANG DISEBABKAN ATONIA UTERI Widyastuti, Yuditiya Purwosunu Departemen Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta [email protected] Abstrak Latar Belakang Perdarahan pascasalin adalah penyebab 25% kematian ibu diseluruh dunia, bahkan mencapai 60% pada beberapa negara. Sekitar 60-90% disebabkan oleh atonia uteri. Berbagai alat ditemukan dan digunakan seperti tamponade balon uterus, NASG (Nonpneumatic Anti Shock Garment), Bakri Balloon dan The Glenveigh Medical Complete Tamponade System namun memiliki efektifitas sekitar 65-87,5% dan potensi komplikasi. Oleh sebab itu diperkenalkanlah suatu metode baru untuk mengontrol perdarahan pascasalin. Metode Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keamanan, kemudahan dan efektifitas alat InPress mengatasi perdarahan pascasalin karena atonia uteri. Alat InPress menggunakan mesin vakum bertekanan rendah untuk menurunkan tekanan atmosfer dalam kavum uteri sehingga uterus menjadi kolaps dan membuat tamponade sehingga perdarahan berhenti. Selain itu secara fisiologis, dapat merangsang kontraksi uterus pascasalin yang normal dan retraksi uterus ke bentuk dan ukuran semula. Hasil Dari sepuluh subyek penelitian menunjukkan bahwa mesin vakum dengan cepat menciptakan tamponade yang efektif melalui balon pengunci yang berada di ostium uteri eksterna. Jumlah perdarahan yang dievakuasi dari kavum uteri sekitar 100-250 cc, tertampung dalam kanister. Uterus kolaps dan terjadi tamponade dalam waktu 1-2 menit sehingga perdarahan berhenti. Alat InPress dipasang selama minimal 1 jam dan maksimal 6,5 jam. Repair luka robekan perineum dan vagina dapat dilakukan dengan mudah saat alat InPress terpasang di dalam uterus. Pada sepuluh subyek tidak ada tindakan lanjutan untuk mengatasi perdarahan setelah alat InPress dipasang. Tidak ditemukan adanya kelainan pada uterus, serviks dan vagina pada saat dan sesudah pemasangan alat InPress. Kesimpulan Tamponade uterus yang berasal dari tekanan negatif mesin vakum terbukti aman dan efektif untuk mengatasi perdarahan pascasalin karena atonia uteri. Kata kunci: perdarahan pascasalin, atonia uteri, alat InPress

Transcript of UJI KLINIS AWAL ALAT INPRESS UNTUK PERDARAHAN...

UJI KLINIS AWAL ALAT INPRESS UNTUK PERDARAHAN

PASCASALIN YANG DISEBABKAN ATONIA UTERI

Widyastuti, Yuditiya Purwosunu

Departemen Obstetri Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSUPN Cipto Mangunkusumo

Jakarta [email protected]

Abstrak Latar Belakang

Perdarahan pascasalin adalah penyebab 25% kematian ibu diseluruh dunia, bahkan mencapai 60%

pada beberapa negara. Sekitar 60-90% disebabkan oleh atonia uteri. Berbagai alat ditemukan dan

digunakan seperti tamponade balon uterus, NASG (Nonpneumatic Anti Shock Garment), Bakri

Balloon dan The Glenveigh Medical Complete Tamponade System namun memiliki efektifitas

sekitar 65-87,5% dan potensi komplikasi. Oleh sebab itu diperkenalkanlah suatu metode baru

untuk mengontrol perdarahan pascasalin.

Metode

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keamanan, kemudahan dan efektifitas alat InPress

mengatasi perdarahan pascasalin karena atonia uteri. Alat InPress menggunakan mesin vakum

bertekanan rendah untuk menurunkan tekanan atmosfer dalam kavum uteri sehingga uterus

menjadi kolaps dan membuat tamponade sehingga perdarahan berhenti. Selain itu secara fisiologis,

dapat merangsang kontraksi uterus pascasalin yang normal dan retraksi uterus ke bentuk dan

ukuran semula.

Hasil

Dari sepuluh subyek penelitian menunjukkan bahwa mesin vakum dengan cepat menciptakan

tamponade yang efektif melalui balon pengunci yang berada di ostium uteri eksterna. Jumlah

perdarahan yang dievakuasi dari kavum uteri sekitar 100-250 cc, tertampung dalam kanister.

Uterus kolaps dan terjadi tamponade dalam waktu 1-2 menit sehingga perdarahan berhenti. Alat

InPress dipasang selama minimal 1 jam dan maksimal 6,5 jam. Repair luka robekan perineum dan

vagina dapat dilakukan dengan mudah saat alat InPress terpasang di dalam uterus. Pada sepuluh

subyek tidak ada tindakan lanjutan untuk mengatasi perdarahan setelah alat InPress dipasang.

Tidak ditemukan adanya kelainan pada uterus, serviks dan vagina pada saat dan sesudah

pemasangan alat InPress.

Kesimpulan

Tamponade uterus yang berasal dari tekanan negatif mesin vakum terbukti aman dan efektif untuk

mengatasi perdarahan pascasalin karena atonia uteri.

Kata kunci: perdarahan pascasalin, atonia uteri, alat InPress

Background

Postpartum Hemorrhage (PPH) is responsible for +/- 25% of maternal mortality worldwide,

reaching as high as 60% in some countries. Approximately 60-90% caused by uterine atonia.

Many devices were invented and applied such as uterine balloon tamponade, NASG

(Nonpneumatic Anti Shock Garment), Bakri Balloon dan The Glenveigh Medical Complete

Tamponade System but the effectiveness only about 65-87,5% control hemorrhage and have

potential complications. Therefor a new method to control PPH has been introduced.

Method

The purpose of this study was to demonstrate patient safety, device efficiency, and ease of use, as

an overall Proof of Concept with a new device, the InPress Device, for the treatment of primary

postpartum hemorrhage (PPH) due to atony.

The InPress device uses gentle vacuum force to lower the atmospheric pressure within the uterine

cavity to collapse the uterus into and onto itself to stop hemorrhage through tamponade. It also

stimulates normal postpartum uterine contractions, to effect hemostasis. In this hemostatic state the

atonic uterus recovers, physiologically, and retracts down to its’ normal hemostatic postpartum

size.

Results

Results from our ten trial patients showed that: the vacuum created an immediate effective

tamponade confined to the uterus by our seal situated at the external cervical ostium, 100-250

milliliters of residual blood were evacuated from the uterine cavity into the vacuum canister. The

uterus collapsed and regained tone within 1-2 minutes, and hemorrhaging stopped, in all cases.

The device stayed in place while vaginal and perineal lacerations, which occurred during delivery,

were easily repaired. The device was left in for one-hour minimum up to 6,5 hours.

There were no further operative procedures required to stop hemorrhaging in any of these cases.

There was no abnormality of uterus, cervix and vagina while and after InPress procedur

performed.

Conclusion

Vacuum induced uterine tamponade using physiologic force, is a safe and effective way to achieve

rapid control of PPH due to atony.

Keywords: postpartum hemmorhage, uterine atonia, vacuum induced uterine tamponade (InPress

device).

Pendahuluan

Sejak 10 tahun terakhir, angka

kematian ibu (AKI) di Indonesia

berada pada tingkat yang tertinggi

diantara negara berkembang di

dunia. AKI di Indonesia mencapai

359 per 100.000 kelahiran hidup

(SDKI 2012).1 Angka ini 65 kali

kematian ibu di Singapura, 9,5 kali

dari Malaysia dan 2,5 kali lipat dari

indeks Filipina. Perdarahan

pascasalin bertanggung jawab atas

25%

kematian maternal di seluruh dunia

(WHO 2005).2, 3

Pada beberapa

negara angka ini mencapai 50-

60%2.4

Perdarahan pascasalin terjadi

bila kehilangan darah lebih dari 500

cc setelah persalinan spontan dan

1000 cc pada seksio sesarea.2, 3, 7

Kehilangan darah melebihi 1000 cc

dianggap bermakna dan dapat

menyebabkan ketidakseimbangan

hemodinamik. Perdarahan pascasalin

primer terjadi dalam 24 jam pertama

setelah persalinan, dan 60-80%

disebabkan oleh atonia uteri1. Dalam

kepustakaan lain disebutkan atonia

uteri merupakan penyebab dari 75-

90% perdarahan pascasalin8.

Uterus terdiri dari jalinan

serat otot yang saling bersilangan

secara unik. Dengan pembuluh darah

yang memperdarahi plasenta disela-

sela jalinan tersebut. Secara normal

setelah bayi dilahirkan, serabut otot

polos uterus akan mengunci arteri

spiralis membentuk suatu torniket

alamiah. Mekanisme ini disebut

sebagai living ligatures atau

physiolgic sutures.8, 9

Berhentinya

perdarahan uterus setelah persalinan

disebabkan oleh mekanisme yaitu10

:

(1) kontraksi miometrium yang

menjepit pembuluh darah yang

memperdarahi placental bed. (2)

faktor hemostasis desidua lokal.

Defisiensi dalam kontraksi

miometrium secara klinis disebut

sebagai hipotonia atau atonia uteri.

Jika kedua proses ini tidak terjadi

setelah persalinan, pembuluh darah

ini akan terbuka menyebabkan

perdarahan pascasalin. Retraksi

uterus menyebabkan bentuk dan

volume uterus mengecil.

Berbagai alat dan metode

dikembangkan untuk menanggulangi

perdarahan pascasalin. Pada tahun

1950-an obat-obatan

uterotonikadapat mengurangi

perdarahan pascasalin. Kemudian

tahun 1980-an, metode aktif kala tiga

dikembangkan untuk mencegah

perdarahan pascasalin. Berbagai alat

medis untuk mengatasi perdarahan

pascasalin seperti Bakri Balloon,

NASG (Nonpneumatic Anti Shock

Garment)11

, dan The Glenveigh

Medical Complete Tamponade

System12-15

. Sekitar tiga tahun

belakangan, dikembangkan suatu alat

baru bernama InPress.18

Prinsip kerja

meretraksi uterus pascasalin. Alat

InPress dimasukkan kedalam kavum

uterus dan dihubungkan dengan

mesin vakum hingga bertekanan

negatif sebesar minimal 70mmHg.

Sebuah balon berisi cairan di kanalis

servikalis mencegah kebocoran

tekanan negatif ini. Perbedaan

tekanan antara sisi dalam dan luar

uterus menyebabkan uterus kolaps

dengan sendirinya dan

memungkinkan miomatrium

berkontraksi.10, 19

Alat InPress

digunakan untuk mengatasi

perdarahan pascasalin yang

disebabkan hanya karena atonia

uteri. Teknologi alat InPress ini

bertujuan untuk menyediakan alat

untuk menanggulangi perdarahan

pascasalin pada daerah yang belum

terampil menangani perdarahan

pascasalin, dengan cara pemasangan

yang lebih mudah dan dengan biaya

yang efisien ini telah diujicobakan

pada pada hewan percobaan.

Penelitian ini bertujuan mengetahui

keamanan alat Inpress pada kasus

perdarahan pascasalin karena

atonia/hipotonia.18

Tinjauan Teoritis

Menurut WHO perdarahan

pascasalin adalah kehilangan darah

lebih dari 500 ml pada persalinan

pervaginam dan lebih dari 1000 ml

setelah operasi sesar. 2, 3, 7

Perdarahan

yang terjadi dalam 24 jam pertama

pascasalin disebut sebagai

perdarahan pascasalin primer dan

perdarahan yang berlebihan setelah

24 jam pascasalin disebut sebagai

perdarahan pascasalin sekunder.2, 3, 12,

13, 15, 21, 22

Untuk kepentingan klinis,

setiap perdarahan yang berpotensi

menyebabkan instabilitas

hemodinamik dapat dianggap

sebagai perdarahan pascasalin.12

Walaupun mendapatkan pencegahan

yang tepat namun sekitar 3%

persalinan pervaginam dapat

mengalami perdarahan pascasalin

yang berat.23

Perdarahan tersebut

memiliki kriteria yaitu: kehilangan

volume darah sebanyak 25%,

penurunan hematokrit sebanyak 10

poin dan adanya perubahan

hemodinamik. Komplikasi

perdarahan pascasalin termasuk

hipotensi ortostatik, anemia, syok

hemoragik dan kematian. Syok

hipovolemik adalah perdarahan

banyak yang menyebabkan

kehilangan volume intravaskular

sehingga menurunkan oxygen

delivery ke organ dan jaringan

tubuh.13, 24, 25

Pada banyak kasus,

syok hemoragik dapat

mengakibatkan iskemia hipofisis

anterior yang dapat menyebabkan

keterlambatan atau kegagalan

menyusui.26, 27

Selain itu dapat

terjadi iskemia miokardium tanpa

gejala dan koagulopati.28

Penyebab perdarahan pascasalin

paling sering adalah atonia uteri.

Mekanisme proteksi pertama

hemostasis adalah kontraksi

miometrium yang menyebabkan

penutupan pembuluh darah uterus,

disebut juga sebagai living

ligatures.8, 9

Sebuah RCT di

Amerika Serikat menyebutkan

bahwa berat lahir, induksi dan

augmentasi persalinan,

korioamnionitis, penggunaan

MgSO4, dan riwayat perdarahan

pascasalin sebelumnya, dapat

meningkatkan kejadian perdarahan

pascasalin.29

Dalam studi berbasis

populasi yang besar, faktor risiko

yang bermakna dapat diidentifikasi

menggunakan analisis multivariat

yaitu29

:

Retensio plasenta

(OR 3.5, 95% CI 2.1-

5.8)

Inersia persalinan

kala 2 (OR 3.4, 95%

CI 2.4-4.7)

Plasenta akreta

(OR 3.3, 95% CI 1.7-

6.4)

Robekan jalan

lahir (OR 2.4, 95% CI

2.0-2.8)

Alat bantu

persalinan (OR 2.3,

95% CI 1.6-3.4)

Bayi besar masa

kehamilan (OR 1.9,

95% CI 1.6-2.4)

Hipertensi (OR

1.7, 95%CI 1.2-2.1)

Induksi persalinan

(OR 1.4, 95%CI 1.1-

1.7)

Augmentasi

persalinan (OR 1.4,

95% CI 1.2-1.7).27

Perdarahan pascasalin juga

berhubungan dengan obesitas. Ibu

dengan indeks massa tubuh (IMT)

lebih dari 40 mempunyai risiko 5,2%

terjadi perdarahan pascasalin saat

melahirkan pervaginam dan 13,6%

jika dengan alat bantu persalinan.26

Secara mudah penyebab perdarahan

pascasalin ada 4 T, yakni : Tone,

Tissue, Trauma, Thrombin.28

Kegagalan otot-otot miometrium

untuk berkontraksi dan retraksi

setelah persalinan dapat

menyebabkan perdarahan yang

sangat cepat dan hebat dan dapat

terjadi syok hipovolemik1.

Uterus yang overdistensi, baik

absolut atau relatif merupakan

faktor risiko mayor untuk

terjadinya atonia.

Gambar 1. Susunan Serabut Otot Miometrium

Miometrium terdiri dari lapisan

serabut otot polos (miosit) yang

membentang ke tiga arah yaitu

longitudinal, transversal dan oblik,

membentuk persilangan. Serabut

miosit berjalan mengelilingi

pembuluh darah. Jika terjadi

kontraksi maka serabut otot ini akan

mengikat pembuluh daah

membentuk angka 8 (figure eight).32

Mekanisme ini dikenal sebagai living

ligatures atau torniket alamiah, yang

membuat berhentinya perdarahan

setelah persalinan. Defisiensi dalam

kontaksi uterus disebut hipotonia

atau atonia uteri.

Manajemen aktif kala tiga

menurunkan insiden terjadinya

perdarahan pascasalin, jumlah

perdarahan dan angka transfusi.

Menurut Prendiville dkk metaanalisis

menunjukkan keuntungan

manajeman aktif kala tiga dalam

menurunkan kejadian perdarahan

pascasalin.29

Komponen dari

manajemen aktif kala tiga adalah

pemberian oksitosin, peregangan tali

pusat terkendali dan pijatan pada

uterus setelah plasenta lahir.

Penelitian Bristol dan

Hinchingbrooke33

membandingkan

antara manajemen ekspektatif

dengan manajemen aktif kala tiga.

Vaskularisasi

di sekitar otot

miometrium

Kedua studi ini menunjukkan bahwa

insidens perdarahan pascasalin pada

manajemen aktif kala tiga adalah

5,9% dan 17,9% pada manajemen

ekspektatif 6,8% pada manajemen

aktif kala tiga dan 16,5% pada yang

lain.33

Kontraksi miometrium diatur

secara genetik oleh protein yang

menekan dan menimbulkan kontraksi

selular. Protein ini berfungsi untuk:

menimbulkan interaksi antara protein

aktin dan miosin sehingga

miometrium berkontraksi,

meningkatkan exitability sel

myometrium, meningkatkan

komunikasi intrasel sehingga terjadi

kontraksi yang sinkron .

Beberapa alat digunakan untuk

mengatasi perdarahan pascasalin

yaitu balon kateter terbuat dari karet

sintetis seperti kateter Rush, Bakri

Balloon, kondom, sarung tangan

steril dan dimasukkan ke dalam

uterus. Alat ini lalu dihubungkan

dengan sebuah spuit dan diisi dengan

cairan yang cukup sekitar 300-500cc,

sehingga tercapai tekanan yang

cukup untuk menghentikan

perdarahan. NASG adalah alat

menyerupai pakaian yang terbuat

dari neoprene yang berfungsi sebagai

pertolongan pertama untuk

mengatasi perdarahan pascasalin.

NASG terdiri atas segmen

ekstremitas bawah, segmen pelvik,

segmen abdomen, termasuk bola

kompresi yang menekan uterus.

NASG dapat mencegah syok dengan

menekan pembuluh darah tubuh

bagian bawah, menurunkan volume

tubuh sehingga sirkulasi darah

terpusat pada organ vital yaitu

jantung, paru-paru dan otak. Alat

InPress mengunakan model P-1

terbuat dari medical grade silicone

termasuk tabung berlubang yang

menyatu dengan bahan perekat medis

pada sebuah balon tertutup untuk

menciptakan penutup dalam uterus.

Alat InPress digunakan dengan alat

suction yang compatible, sebuah

selang vakum dan sebuah mesin

pengatur suction.

Gambar 2. Alat InPress

Percobaan pada hewan dilakukan

menggunakan kandung kemih untuk

menentukan efektifitas dari alat

InPress. Pada penelitian ini

dilakukan percobaan pada manusia.

Alat InPress dimasukkan kedalam

tubuh pasien melalui vagina. Balon

penutup berada pada vagina dan

didekatkan pada ostium uteri

eksternum. Bagian yang melingkar

dan tabung yang berlubang berada

didalam rongga uterus. Balon

ditempatkan untuk menutup uterus

sehingga terhindar dari tekanan

atmosfer. Kemudian akan

Lingkaran

karet dengan

pori-pori

Balon

penutup

Katup untuk mengembangkan

balon penutup

Lubang yang

dihubungkan dengan

mesin vakum

disambungkan ke alat suction.

Dengan mengeluarkan udara dari

uterus dapat menyebabkan tekanan

pada uterus menurun. Jika tekanan

turun sampai dengan 70mm Hg,

uterus akan mulai berkontraksi.19, 35

Penggunaan tekanan bertahap

sangat menguntungkan karena

menciptakan stimulasi mekanik yang

sama pada uterus, sehingga menekan

semua bagian uterus secara merata.

Menurut konsensus berbagai klinisi,

penggunaan suction tidak akan

mengakibatkan meningkatnya aliran

darah, untuk waktu yang singkat

uterus akan dihisap tapi tidak

berkontraksi.

Gambar 3. Mekanisme kerja Alat InPress dalam Uterus

Alat InPress digunakan hanya untuk

mengatasi perdarahan pascasalin

yang disebabkan atonia uteri.

Tujuannya untuk mengurangi atau

menghentikan perdarahan yang

ringan sampai dengan berat saat kita

memutuskan melakukan manajemen

konservatif.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan uji klinis

pendahuluan yang bersifat terbuka

(open label), tidak random dan

menggunakan desain penelitian

deskriptif. Tidak diperlukan uji

statistik dalam penelitian ini.38, 39

Penelitian ini dilakukan di IGD

RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS

Fatmawati dan RSU Budi Kemuliaan

pada Juli 2014 sampai dengan Maret

2015.Populasi target penelitian ini

adalah semua ibu melahirkan yang

memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi penelitian ini.

Kriteria inklusi yaitu: bersedia untuk

mengikuti penelitian ini (informed

consent), usia lebih dari 18 tahun, ibu

yang mengalami perdarahan

pascasalin pervaginam dan menurut

penilaian peneliti membutuhkan

intervensi, ibu yang mengalami

perdarahan pascasalin pervaginam

500 cc-≤1500 cc, ibu yang

melahirkan di RS rujukan tersier.

Kriteria eksklusi meliputi: tidak

menyetujui untuk mengikuti

penelitian ini, usia kehamilan kurang

dari 34 minggu, perdarahan

pascasalin lebih dari 1500 cc, nilai

PT, aPTT dan INR yang abnormal,

retensio plasenta, inversio uteri,

laserasi uterus, parut luka uterus,

atau keadaan perdarahan pascasalin

bukan karena atonia uteri. Penelitian

ini menggunakan 10 orang subyek.

Dengan cara consecutive sampling,

peneliti akan mengambil semua

subjek yang melahirkan secara

pervaginam dengan perdarahan

pascasalin karena atonia uteri,

sampai jumlah sampel terpenuhi.

Sebelum persalinan atau pada saat

terjadi perdarahan pascasalin subyek

akan menanda tangani lembar

informed consent. Pada subyek akan

dilakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang hemoglobin, hematokrit,

dan koagulasi. Ketika diputuskan

untuk menggunakan alat InPress

minta asisten untuk membantu

memvisualisasikan serviks.

Tempatkan klem fenster pada

permukaan anterior untuk

memudahkan memasukkan alat

InPress. Lakukan asepsis dan

antisepsis. Dengan perlahan

masukkan alat InPress ke dalam

kanalis servikalis sehingga balon

penutup berada pada OUE. Isi balon

penutup dengan NaCl 0,9% hingga

memenuhi mulut rahim, sekitar 60 cc

atau diameter sekitar 3-5cm,

maksimum 7 cm. akukan

pemeriksaan USG untuk melihat

posisi alat InPress dalam rahim,

setelah itu hubungkan alat InPress

dengan suction kemudian naikkan

tekanan hingga 70 mmHg. Nyalakan

suction dan secara bertahap

tingkatkan tekanan sampai uterus

teraba kontraksi, hingga mencapai

tekanan mencapai 70mmHg.

Lakukan fiksasi alat InPress pada

paha. Ketika perdarahan sudah

berhenti atau berkurang selama 1-2

jam, secara bertahap turunkan

tekanan dalam 15 menit

(5mmHg/menit) Selama pemasangan

dan pemakaian suction subyek harus

dimonitor secara terus-menerus oleh

peneliti. Pada hari ke-1 atau ke-2

perawatan pascaprosedur dilakukan

penilaian tanda vital dan penilaian

Selanjutnya pada minggu ke-6

subyek akan dilakukan tindak lanjut

untuk mengetahui adakah potensi

kerusakan yang disebabkan oleh alat

InPress dengan USG untuk

mengetahui adakah kerusakan pada

uterus, pengawasan rutin tanda vital

dan adakah AE (adverse event)

Tabel 1. Kronogram Uji Klinis

Hari Lahir Pemasangan

InPress

Follow Up Follow Up 6

Minggu

Prosedur/Penilaian Hari ke-0 Hari ke-0 Hari ke 1-

2

Hari ke 40-

50

Inform Consent √ √

Kriteria Inklusi dan

Eksklusi √

Riwayat Penyakit √

Pemeriksaan fisik √ √ √

Pemeriksaan

Koagulasi √

Hemoglobin dan

Hematokrit √ √ √

Tanda Vital √ √ √ √

Prosedur InPress √

Pemeriksaan setelah

20menit √

Pemeriksaan USG

Sebelum pulang √

Adverse Events √ √ √

Pengobatan lain

yang bersamaan √ √ √

Pemeriksaan

Terakhir √

Hasil Penelitian

Sebanyak 10 orang subyek ikut serta

dalam penelitian ini. Penelitian

dilakukan pada bulan Juli 2014

sampai dengan Maret 2015, di

RSCM, RS Fatmawati dan RSIA

Budi Kemuliaan Jakarta. Pada

seluruh subyek dilakukan informed

consent sebelum persalinan atau saat

terjadi perdarahan pascasalin.

Kisaran usia kesepuluh subyek

penelitian adalah 17,5-36,3 tahun

dengan rata-rata usia 25,4±6,2 tahun.

Enam dari 10 pasien (60%) adalah

paritas satu. Empat subyek lain

terdiri dari dua subyek paritas dua,

satu subyek paritas tiga, dan satu

pasien paritas empat. Seluruh

subyek penelitian memiliki usia

kehamilan ≥ 34 minggu. Sebanyak 4

subyek penelitian berasal dari

RSCM, satu berasal dari RSIA Budi

Kemuliaan dan sisanya yaitu 5

subyek berasal dari RS Fatmawati.

Lama rawat subyek penelitian

berkisar antara 1-12 hari.

Tabel 2. Karakteristik Subyek, Lokasi dan Waktu Penelitian

Subyek

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Usia (Tahun)

21

22

22

36

33

21

27

17

26

28

Usia

Gestasi (Minggu)

40-41 39 38-39 40 39 38 41 39-40 39 40

Paritas

P1 P1 P2 P5 P3 P1 P1 P1 P1 P2

Lokasi

RSCM RSCM RSCM RS

CM

RSIA

BK

RSF RSF RSF RSF RSF

Waktu Persalinan/

Prosedur

InPress

27 Juli 2014

4 Agust

2014

10 Agust

2014

3 Sept.

2014

19 Okt.

2014

22 Okt

2014

8 Nov.

2014

1 Des.

2014

3 Des.

2014

11 Feb.

2014

Lama

Rawat

(Hari)

12 2 2 5 1 3 3 4 2 3

Tabel 5.2 Metode Terminasi, Persalinan, Berat Lahir Bayi dan Luka

Robekan Perineum

Subyek

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Metode

Terminasi

Spt Spt Spt Spt Induksi

Titrasi

Oksitosin

Spt Induksi

Miso-

prostol

Spt Spt Induksi

misoprostol

Metode

Persalinan

EF EF Spt Spt EV EV Spt Spt EV Spt

Berat

lahir

bayi

(Gram)

Jenis

Kelamin

3200

W

2800

W

3000

L

2800

W

3400

L

2900

L

3500

W

4000

L

3300

L

4300

L

Skor

APGAR

IUFD 9/10 9/10 9/10 8/9 8/9 9/10 9/10 8/9 9/10

Robekan

Perineum

(Derajat)

IIIB IIIB II I II IV II II II II

Sebanyak 70% (7 dari 10 subyek

penelitian) proses persalinan terjadi

spontan, sedangkan dua subyek lain

dilakukan induksi pematangan

serviks menggunakan misoprostol

dan sisanya menggunakan oksitosin.

Setengah dari subyek penelitian lahir

spontan, tiga subyek lahir dengan

ekstraksi vakum dan 2 lainnya

dengan ekstraksi forceps. Kisaran

berat bayi yang dilahirkan adalah

antara 2800-4300 gram. Semua bayi

memiliki skor APGAR yang baik,

satu bayi mengalami IUFD. Luka

robekan perineum berkisar antara

derajat I hingga derajat IV.

Jumlah perdarahan total pada seluruh

subyek penelitian ≤ 1500 cc.

Dilakukan tiga kali pengukuran

jumlah perdarahan yaitu saat terjadi

perdarahan pascasalin (sebelum

dilakukan prosedur InPress), selama

prosedur InPress yaitu perdarahan

yang ada dalam kanister mesin

vakum dan sesudah prosedur InPress

yaitu jumlah total perdarahan

(jumlah perdarahan sebelum dan

selama prosedur InPress). Seluruh

subyek penelitian tidak ada subyek

yang jumlah perdarahan dalam

kanisternya >500 cc. Seluruh subyek

penelitian memenuhi kriteria

perdarahan pascasalin yaitu perdarahan yang terjadi >500 cc.

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Subyek

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Sebelum

Persalinan

Hemoglobin

(g/dL)

10,2

13,7

13,6

13,1

12,7

7,7

12,0

8,9

11,8

13,6

Hematokrit

(%)

29,1 39 39 37,3 35,3 26 36 30 35 39

PT

14,8 10,3 9,7 10,4 NA 11,5 12,0 13,1 12,3 12,2

aPTT

42,6 30,7 29,1 31,1 NA 26,2 29 32,3 33,6 29,4

INR 1,3 0,93 0,91 NA NA 0,82 0,92 0,96 0,89 0,87

Sesudah

Prosedur

Hemoglobin

(g/dL)

7,35

8,7

11,5

9,28

NA

6,9

7,4

7,3

11,1

13,2

Hematokrit

(%)

38,3 26,1 31 25,8 NA 24 22 23 33 38

Sebelum persalinan, seluruh subyek

penelitian memiliki nilai hemoglobin

yang berkisar antara 7,7-13,7 g/dL.

Nilai hematokrit berkisar antara 26-

39%. Nilai PT dan aPTT serta INR

pada seluruh subyek normal. Tidak

didapatkan adanya retensio plasenta,

laserasi uterus, skar pada uterus atau

penyebab perdarahan pascasalin

selain atonia uteri. Tidak ada riwayat

perdarahan pascasalin dan seksio

sesarea sebelumnya pada semua

subyek penelitian.

Dari hasil laboratorium awal

didapatkan rata-rata hemoglobin dan

hematokrit adalah 11,7±2,1 g/dl

(kisaran 7,7-13,7 g/dl) dan

34,4±4,5% (kisaran 26,0-39,0%).

Nilai rata-rata PT dan aPTT adalah

1,.8 ± 1,6 detik (kisaran 9,7-14,8)

dan 31,6 ± 4,7 detik (kisaran 26,2-

42,6). Nilai INR rata-rata adalah 1,0

± 0,1 (kisaran 0,82-1,30). Untuk

semua kasus, alat InPress dapat

tersambung dengan alat vakum yang

biasa digunakan sehari-hari di kamar

bersalin rumah sakit tempat

penelitian.

Selama persalinan seluruh

bayi dalam keadaan baik. Skor

APGAR berkisar antara 8/9 dan

9/10 dan plasenta dapat lahir

secara spontan dan lengkap. Pada

penelitian ini, satu dari 10 bayi

mengalami IUFD (Intrauteine

Fetal Death). Sebelum

pemasangan alat InPress,

perdarahan pascasalin adalah

755,0 ± 125,7 mL (kisaran 600-

1000 mL). Dilakukan

pemeriksaan USG pada 7 dari 10

subyek. Rata-rata tebal

miometrium 42,2 ± 5,4 mm

(kisaran 35,2-50,0 mm). Volume

uterus rata-rata adalah 1012,7 ±

118,6 cm3 (kisaran 834,0-1112,1

cm3).

Tidak didapatkan adanya sisa

plasenta dan kelainan uterus.

Sebelum pemasangan alat

InPress penanganan pendarahan

pascasalin diberikan oksitosin

dan misoprostol pada semua

kasus. Metergin diberikan pada 8

kasus dan kompresi bimanual

pada 7 kasus. Sebanyak 10 alat

InPress dibuka dan dipasang pada

10 kasus pendarahan pascasalin.

Tindak lanjut pasien terakhir

dilakukan bulan maret 2015.

Pemeriksaan USG dilakukan

untuk membuktikan tidak ada

sisa plasenta dan memastikan

letak alat InPress berada dalam

uterus. Pemeriksaan USG

dilakukan pada 20 menit dan 1

jam setelah alat InPress dipasang

untuk menilai tebal miometrium

dan volume uterus. Tujuh dari

sepuluh subyek memakai tekanan

vakum sebesar 70 mmHg

sedangkan 3 subyek

menggunakan tekanan vakum

sebesar 90 mmHg. Total waktu

rata-rata yang dipakai untuk

memasang alat InPress pada

tekanan maksimal adalah 141,5 ±

104,0 menit (kisaran 60-390

menit). Rata-rata pemasangan

alat InPress mulai dari awal

hingga pelepasan adalah sekitar

152,0 ± 111,7 menit (kisaran 60-

390 menit). Rata-rata perkiraan

perdarahan pasca salin sebelum

InPress dilepas adalah 920,0 ±

190,3 mL (kisaran 670-1180

mL). Sebanyak 6 dari 10 subyek

mendapatkan antibiotik

profilaksis karena komplikasi

persalinan yang diikuti dengan

perdarahan pascasalin.

Perdarahan dapat ditangani pada

kesepuluh subyek penelitian.

Satu dari sepuluh subyek

penelitian mengalami adverse

event. Kejadian ini terjadi pada

subyek pertama yaitu retensio

urin dan luka perineum

terinfeksi. Pada subyek penelitian

dilakukan perawatan hingga 12

hari. Pada subyek tersebut

dilakukan pula konsultasi ke

bagian uroginekologi dan urologi

karena residu urin yang lebih dari

500 cc setelah 3x pengukuran.

Pasien akhirnya dipulangkan

dengan memakai kateter urin.

Pasien kontrol teratur di poli

urologi dan kebidanan RSCM.

Tiga bulan setelah persalinan

pasien dapat beraktivitas seperti

biasa dan sudah bekerja kembali

sebagai karyawan swasta.

Adverse event yang terjadi tidak

berhubungan dengan alat InPress.

Perawatan nifas standar dilakukan

pada kesepuluh subyek penelitian

termasuk pengawasan tanda vital

secara rutin pemeriksaan

hemoglobin, hematokrit dan

penilaian adverse event. Semua

subyek penelitian mendapatkan

kontrasepsi dan pengobatan yang lain

yang tertulis dalam rekam medik.

Sebelum pasien pulang dari rumah

sakit dilakukan pemeriksaan fisik

dan USG untuk melihat adakah

kerusakan potensial pada uterus yang

disebabkan oleh pemasangan alat

InPress.

Pemeriksaan laboratorium

dilakukan pula pada hari nifas 1-

2. Rata-rata hemoglobin dan

hematokrit hari nifas 1-2 adalah

9,2 ± 2,3 g/dl (kisaran 6,9 g/dl-

13,2 g/dl) dan 29,0 ± 6,3%

(kisaran 22,0%-38,3%).

Dilakukan pula pemeriksaan USG

pada hari tersebut didapatkan

tidak ada kelainan pada semua

subyek penelitian. Tebal

miometrium rata-rata adalah 34,9

± 5,2 mm (kisaran 24,8-39,6 mm).

Rata-rata volume uterus adalah

685,0 ± 2871 cm3 (range 355-

1159,1 cm3).

Masa rawat rata-rata adalah

3,3 ± 2,0 hari (kisaran 1-12 hari).

Enam minggu pasca persalinan

dilakukan evaluasi apakah pasien

telah haid, dilakukan pemeriksaan

fisik pada subyek untuk melihat

adakah adverse event yang terjadi

setelah pasien pulang dari rumah

sakit untuk mengkonfirmasi tidak

adanya kelainan pada uterus. Pada

kesepuluh subyek tidak

didapatkan adanya Adverse event

yang baru. Tidak didapatkan pula

abnormalitas anatomi dan

fisiologi pada keseluruh subyek.

Dua dari sepuluh pasien telah

mendapatkan haid pada

kunjungan enam minggu pasca

persalinan. Secara umum, semua

pemeriksaan fisik dan USG

menyatakan tidak terdapat

kelainan.

Sebagai tambahan, peneliti

melengkapi formulir penilaian

yang terdiri dari 175 pertanyaan

dengan jawaban kualitatif seperti

sangat setuju, setuju, tidak setuju,

sangat tidak setuju, dan netral.

Penelitian tidak menemui

kesulitan dalam memasang alat

InPress. Hal ini berkaitan dengan

kemudahan dan fungsi alat

InPress selama prosedur.

Terdapat satu kejadian device

deficiency yaitu terlepasnya katub

tempat mengisi cairan untuk

mengembangkan balon penutup.

Peneliti menggunakan klem untuk

mengunci saluran balon penutup.

Sebagai catatan terdapat

sebanyak 24 deviasi yang

dilaporkan oleh peneliti. Deviasi

tersebut terdiri dari: sebanyak

sembilan dari sepuluh subyek

penelitian tidak melakukan

pemeriksaan laboratorium atau

dilakukan diluar waktu yang telah

ditentukan, terdapat enam

pemeriksaan USG tidak dilakukan

atau dilakukan diluar waktu yang

telah ditentukan, satu orang

subyek penelitian berusia kurang

dari 18 tahun.

Pembahasan

Alat InPress dapat mengontrol

pendarahan pada semua kasus

dalam hitungan menit. Alat

InPress terbukti mampu

menghentikan perdarahan. Waktu

rata-rata yang dibutuhkan untuk

mengontrol perdarahan sekitar 2

jam dan kira-kira 128cc

perdarahan terjadi saat alat

InPress digunakan, setelah alat

InPress dipasang, balon penutup

dikembangkan diberikan tekanan

negatif minimal 70mmHg uterus

dengan cepat akan kolaps dan

menyebabkan tamponade uterus,

setelah itu uterus akan kembali ke

tonus normal. Tidak ada pasien

yang mengalami perdarahan

berulang selama dan setelah

penggunaan alat InPress, tidak

terdapat kesulitan atau komplikasi

yang berhubungan dengan

penggunaan alat InPress.

Robekan perineum dapat dijahit

saat alat InPress masih digunakan,

karena alat ini mudah digerakkan

kekiri dan kekanan. Metode

fisiologi ini merupakan perbaikan

dibandingkan dengan penggunaan

uterine packing atau intrauterine

balloon strategy. Selain itu alat

InPress didesain untuk tidak

menyebabkan trauma. Alat

InPress dapat menyebarkan

tekanan negatif yang rendah ke

semua tempat. Alat InPress dapat

menjaga tekanan negatif yang

berasal dari alat vakum yang ada

di RS. Balon penutup berfungsi

baik sehingga dapat mengontrol

perdarahan dengan cepat.

Observasi langsung jumlah

perdarahan dapat kita lakukan saat

alat InPress digunakan. Jumlah

perdarahan dapat kita hitung

melalui kanister. Populasi yang

digunakan pada penelitian ini

adalah pasien yang mengalami

perdarahan pascasalin karena

atonia uteri. Penelitian ini dapat

membuktikan bahwa alat ini aman

digunakan dan kemungkinan

dapat bekerja dengan baik pada

kasus perdarahan pascasalin

setelah seksio sesaria karena

atonia uteri. Walaupun pada

penelitian ini menggunakan

pemeriksaan USG, kami merasa

bahwa penggunaannya secara

rutin tidak diperlukan. Tidak

adanya distensi kavum uteri

selama mengontrol perdarahan

menghindari risiko robekan pada

miometrium normal/miometrium

pasca seksio sesaria atau

miometrium yang dijahit (pada

segmen bawah uterus). Penelitian

ini merupakan penelitian

pendahuluan dan hasilnya sangat

menggembirakan, kami percaya

bahwa alat ini dapat digunakan

untuk menurunkan angka

kematian dan kesakitan ibu karena

perdarahan pascasalin. Namun

demikian masih diperlukan

penelitian lanjutan untuk

membuktikan hal tersebut.

Desain alat InPress terutama

pada bagian katup untuk mengisi

cairan untuk mengmbangkan

balon penutup perlu diperbaiki

lagi. Dibutuhkan bahan yang

lebih kuat sehingga tidak mudah

lepas. Alat InPress bekerja mirip

dengan mekanisme kompresi

bimanual interna pada uterus

dalam mengatasi perdarahan

pascasalin.

Penelitian ini belum dapat

membedakan apakah perdarahan

berhenti karena alat InPress atau

obat-obat uterotonika. Meskipun

secara etika tidak etis namun

perlu dipertimbangkan untuk

melakukan penelitian lanjutan

yang menggunakan kontrol obat

uterotonika dan InPress

dibandingkan dengan

menggunakan InPress saja.

Kekurangan penelitian ini

adalah sulitnya melakukan

pemeriksaan USG karena alat

USG tidak tersedia di samping

tempat tidur pasien.

Kesimpulan

Mengingat penelitian ini adalah uji

klinis awal, maka kesimpulan dari

penelitian ini belum dapat diterapkan

pada populasi. Kesimpulan ini ditarik

berdasarkan data dari 10 orang

subyek penelitian. Hasil penelitian

ini menunjukkan: alat InPress relatif

aman digunakan saat dimasukkan

dalam uterus dan saat dikeluarkan

dari uterus, tidak terdapat komplikasi

berkaitan dengan keterlambatan

berhentinya perdarahan pascasalin,

tidak terdapat kerusakan pada uterus,

vagina dan serviks, tidak terdapat

inversio uteri selama prosedur

InPress dilakukan, pemasangan alat

InPress melalui vagina dapat

dilakukan dengan mudah, tanpa

menemui kesulitan, tidak terdapat

masalah yang disebabkan oleh

penggunaan alat InPress dengan

mesin vakum, alat InPress dapat

dipakai dalam tekanan negatif mesin

vakum tertentu yang dapat dijaga

selama prosedur, alat InPress dapat

menyebabkan kontraksi uterus

pascasalin sehingga mengurangi

perdarahan pascasalin, waktu yang

dibutuhkan oleh InPress untuk

mengkontraksikan uterus dan

mengurangi perdarahan pascasalin

adalah singkat. Terlalu dini untuk

menyimpulkan bahwa alat InPress

saja dapat mengurangi dan mengatasi

perdarahan pascasalin karena pada

semua subyek penelitian diberikan

uterotonika sesuai dengan protokol

yang berlaku.

Saran

Diperlukan penelitian lanjutan

dengan jumlah sampel yang lebih

besar untuk menilai efektifitas

penggunaan alat InPress untuk

mengurangi dan mengatasi

perdarahan pascasalin. Selain itu

dapat pula dipertimbangkan untuk

dilakukan penelitian yang

membandingkan antara alat InPress

dengan alat lain misalnya kondom

kateter dalam mengatasi perdarahan

pascasalin.

21

Universitas Indonesia

Kepustakaan

1. Survei Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI): Kemenkes RI;

2012.

2. Schuurmans N MC, Lane C, Etches D.

Prevention and management of

postpartum haemorrhage. SOGC

Clinical practical guidelines. April

2000;88:1-10.

3. Ramanathan G AS. Postpartum

haemorrhage. Curr Obstet Gynaecol

2006;16(1):6-13.

4. Dept. of Reproductive Health and

Research W. WHO recommendations

for the prevention and treatment of

postpartum haemorrhage. 2012.

5. Hospital TRW. Postpartum

hemorrhage. 2013:1-12.

6. Hospital TRW. Postpartum

hemorrhage, Bakri balloon

tamponade. 2013:1-12.

7. Cunningham FG LK, et al. Obstetrical

Hemorrhage Williams Obstetrics 23rd

ed. USA: McGraw Hill; 2014. p. 784.

8. Khan RU E-RH. Pathophysiology of

postpartum hemorrhage and third

stage of labor In: B-lynch C KL,

Lalonde AB, Karoshi M, editor.

Postpartum hemorrhage, a

comprehensive guide to evaluation,

management and surgical intervention.

UK: Sapiens publishing; Sept 2006.

9. TF B. A Flux of the reds: evolution of

active management of the third stage

of labour. J R Soc Med.

2000;93(9):489-93.

10. Jacobs AJ. Overview of postpartum

hemorrhage. N Engl J Med.

1994;331:1601.

11. Reyal F DJ, Luton D, Blot P, Oury JF,

Sibony O. Severe post-partum

hemorrhage: descriptive study at the

Robert-Debre Hospital maternity ward

[French]. J Gynecol Obstet Biol

Reprod (Paris). 2002;31:358-64.

12. Aibar L. AMTea. Bakri balloon for

the management of postpartum

hemorrhage. Acta Obstetricia et

Gynecologica Scandinavica, Nordic

Federation of Societies of Obstetrics

and Gynecology 2013;92:465-7.

13. Deneux-Tharaux C. SLea. Effect of

routine controlled cord traction as part

of the active management of the third

stage of labour on postpartum

haemorrhage: multicentre randomised

controlled trial (TRACOR). BMJ.

2013:346.

14. Magann EF ES, Chauhan SP, Lanneau

G, Fisk AD, Morrison JC The length

of the third stage of labor and the risk

of postpartum hemorrhage. Obstet

Gynecol. 2005;105:290-3.

15. Organization WH. The Prevention and

Management of Postpartum

Hemorrhage: Report of Technical

Working Group, Geneva 3–6 July

1989 Geneva. 1990.

16. Leduc D SV, Lalonde AB. Active

management of the third stage of

labour: Prevention and treatment of

postpartum hemorrhage. SOGC

Clinical Practice Guideline April

2000.

17. Gabbe SG NJ, Simpson JL Obstetrics:

Normal and Problem Pregnancies.

New York: Churchill Livingstone;

2002.

18. InPress Device: Report of prior

investigation. InPress Technologies

Inc., Dec 2013.

19. Chua S AS, Yang M, Steer PJ,

Ratnam SS. Intrauterine pressure:

comparison of extra vs intra amniotic

methods using a transducer tipped

catheter. Asia Oceania J Obstet

Gynaecol March 1994;20(1):35-8.

20. MS D. Beberapa catatan khusus.

Besar sampel dan cara pengambilan

sampel dalam penelitian kedokteran

dan kesehatan. 3 ed. Jakarta: Salemba

Medika; 2010. p. 141-53.

21. Bais JM EM, Pel M, Bonsel GJ,

Bleker OP. Postpartum haemorrhage

in nulliparous women: incidence and

risk factors in low and high risk

women. A Dutch population-based

cohort study on standard (> or = 500

22

Universitas Indonesia

mL) and severe (> or = 1000 mL)

postpartum haemorrhage. Eur J Obstet

Gynecol Reprod Biol. 2004;115:166-

72.

22. Ekeroma AJ AA, Stirrat GM. Blood

transfusion in obstetrics and

gynaecology. Br J Obstet Gynaecol.

1997;104:278-84.

23. Kane TT e-KA, Saleh S, Hage M,

Stanback J, Potter L. Maternal

mortality in Giza, Egypt: magnitude,

causes, and prevention. Stud Fam

Plann 1992;23:45-57.

24. Jackson KW Jr AJ, et al. . A

randomized controlled trial comparing

oxytocin administration before and

after placental delivery in the

prevention of postpartum hemorrhage.

Am J Obstet Gynecol. Okt

2001;185(4):873-7.

25. RV M. Approach to the patient with

shock. In: Kasper DL BE, Fauci AS,

Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

editor. Harrison’s principles of

internal medicine. 16th ed. New York:

McGraw-Hill; 2004. p. 1600-6.

26. M B. Maternal obesity and risk of

postpartum hemorrhage. Obstet

Gynecol. Sep 2011;118(3):561-8.

27. Sheiner E SL, Levy A, Seidman DS,

Hallak M. Obstetric risk factors and

outcome of pregnancies complicated

with early postpartum hemorrhage: a

population-based study. J Matern

Fetal Neonatal Med. Sep

2005;18(3):149-54.

28. Canada SoOaGo. Postpartum

hemorrhage. ALARM Manual. 15th

ed2008.

29. Prendiville WJ ED, McDonald S.

Active versus expectant management

in the third stage of labor. Cochrane

Database Sys Rev. 2000;3:CD000007.

30. El Ayadi A RS, Jega F, et al.

Comorbidities and lack of blood

transfusion may negatively affect

maternal outcomes of women with

obstetric hemorrhage treated with

NASG. Plos One. August 2013;8:1-8.

31. Cameron MJ RS. Vital statistic: an

overview. In: B-lynch C KL, Lalonde

AB, Karoshi M, editor. Postpartum

hemorrhage, a comprehensive guide to

evaluation, management and surgical

intervention

UK: Sapiens publishing; Sept 2006.

32. Martin E LG, Bouet PE, Cheve

MT,Multon O, Sentilhes L. Maternal

outcomes after uteine balloon

tamponade for postpartum

hemorrhage. Acta Obstet Gynecol

Scand. April 2015;94(4):399-404.

33. Rogers J WJ, McCandlish R, Ayers S,

Truesdale A, Elbourne D. Active

versus expectant management of third

stage of labour: the Hinchingbrooke

randomised controlled trial. Lancet

1998;351(9104):693–9.

34. Cunningham L, Bloom, et al.

Parturition in Maternal and fetal

anatomy and physiology. William

Obstetrics 23rd ed. USA: McGraw

Hills Company; 2014. p. 167.

35. M D. Uterus press baseline. J Reprod

Med. 2003;48(7):501-6.

36. McLintock C JA. Obstetric

hemorrhage. J Thromb Haemost.

2011;9(8):1441-51.

37. Sultan AH KC. Diagnosis of perineal

trauma. In: Sultan AH FD, editor.

Perineal and anal sphincter trauma

disease and clinical management.

London: Springer-Verlag London Ltd;

2007. p. 13-9.

38. MS D. Konsistensi IV Memilih

Desain Penelitian. In: MS D, editor.

Langkah - Langkah Membuat

Proposal Penelitian Bidang

Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2.

Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. p. 64-

78.

39. MS D. Membaca Metodologi :

Rencana Analisis. In: A N, editor.

Membaca dan Menelaah Jurnal Uji

Klinis. Edisi 1. Jakarta: Salemba

Medika; 2010. p. 55-9.

40. MS D. Validitas I Validitas Seleksi.

In: MS D, editor. Langkah-Langkah

Membuat Proposal Penelitian Bidang

23

Universitas Indonesia

Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2009. p. 131-50.