UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MEDIA SELEKTIF UNTUK ISOLASI ...repository.ub.ac.id/7089/1/BINTI MIFTAKHUN...

45
UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MEDIA SELEKTIF UNTUK ISOLASI Trichoderma spp. DARI TANAH PADA BERBAGAI LAHAN YANG BERBEDA Oleh BINTI MIFTAKHUN NIKMAH UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2017

Transcript of UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MEDIA SELEKTIF UNTUK ISOLASI ...repository.ub.ac.id/7089/1/BINTI MIFTAKHUN...

  • UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MEDIA SELEKTIF UNTUK ISOLASI Trichoderma spp. DARI TANAH PADA BERBAGAI

    LAHAN YANG BERBEDA

    Oleh

    BINTI MIFTAKHUN NIKMAH

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

    MALANG

    2017

  • UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MEDIA SELEKTIF UNTUK ISOLASI Trichoderma spp. DARI TANAH PADA BERBAGAI

    LAHAN YANG BERBEDA

    Oleh

    BINTI MIFTAKHUN NIKMAH

    135040200111026

    PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

    MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

    Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

    MALANG

    2017

  • PERNYATAAN

    Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan

    hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini

    tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan

    sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

    pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas

    ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Malang, Agustus 2017

    Binti Miftakhun Nikmah

  • Skripsi ini kupersembahkan untuk

    Kedua orang tuaku tercinta Ibu Tutik Mubarokah dan Bapak Ahmad Muhtarom serta Keluarga yang selalu mendoakan, mendukung dan membimbingku.

  • i

    RINGKASAN

    BINTI MIFTAKHUN NIKMAH (135040200111026): Uji Efektivitas Berbagai Media Selektif untuk Isolasi Trichoderma spp. dari Tanah pada Berbagai Lahan yang Berbeda. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS., sebagai Pembimbing Utama dan Restu Rizkyta Kusuma, SP., MP., M.Sc., sebagai Pembimbing Pendamping

    Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur tanah yang tersebar luas dan hampir dapat ditemui di lahan pertanian ataupun hutan. Trichoderma sp. banyak digunakan sebagai agens hayati karena memiliki kemampuan antibiosis, parasitisme, dan kompetisi. Permasalahan yang masih banyak ditemui di masyarakat adalah petani masih bergantung pada penggunaan fungisida dalam teknik pengendalian penyakit. Penggunaan fungisida sintetis selain dapat menimbulkan kerusakan tanah juga dapat meninggalkan residu di dalam tanah dan tanaman sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem, berkurangnya mikroorganisme tanah, dan kerentanan tanaman. Isolasi Trichoderma spp. dari tanah seringkali sulit karena pesatnya pertumbuhan jamur tanah lainnya pada media agar biasa yang dapat menghambat pertumbuhan Trichoderma sp.. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah memperoleh media efekif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah dan mengetahui pengaruh pengelolaan lahan terhadap keanekaragaman spesies Trichoderma spp. pada berbagai lahan.

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya Malang. Pengambilan sampel tanah uji dari hutan raya R. Suryo, Cangar dan sampel tanah dari lahan krisan milik Kelompok Tani bunga krisan Mulyo Joyo di desa Sidomulyo, Batu. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai bulan Juli 2017. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei, eksplorasi dan komparasi. Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua unit percobaan, yang pertama uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma sp. dengan menggunakan 4 media yaitu PDAC (Potato Dextrose Agar + Chloramphenichol), RBC (Rose bengal + Chloramphenichol), PDACP (Potato Dextrose Agar + Chloramphenichol + propamocarb), dan RBCP (Rose bengal + Chloramphenichol + propamocarb). Percobaan kedua untuk melihat kelimpahan jenis Trichoderma spp. dari 4 lahan yang berbeda yaitu lahan krisan PHT, lahan krisan konvensional I, lahan krisan konvensional II, dan lahan hutan.

    Hasil uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma sp.,

    menunjukkan bahwa media RBCP dan RBC merupakan media yang lebih efektif dibanding media PDAC dan PDACP karena mampu menumbuhkan Trichoderma sp., meskipun belum selektif karena Penicillium sp. dan Fusarium sp. masih mampu tumbuh pada media. RBC merupakan media buatan yang mengandung rose bengal yang menghambat pertumbuhan jamur dan khamir, dan kloramfenikol sebagai antibakteri. Sedangkan RBCP merupakan media RBC yang ditambahkan propamocarb hydrochloride sebagai antimjaur. Hasil eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBC dan RBCP pada lahan krisan PHT yaitu T. viride, T. harzianum dan T. longibrachiatum. Pada lahan krisan konvensional I didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. harzianum. Pada pada lahan konvensional II ditemukan 1 spesies Trichoderma sp. yaitu T. harzianum. Sedangkan lahan hutan didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. viride.

  • ii

    SUMMARY

    BINTI MIFTAKHUN NIKMAH (135040200111026): Effectiveness Test of Selective Media for Isolation Trichoderma spp. from Soil on Different Areas. Supervised by prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS. and Restu Rizkyta Kusuma, SP., MP., M.Sc.

    Trichoderma sp. is one of the soil fungi and almost can be found in agricultural lands or forest. Trichoderma sp. widely used as a biological agent to control soil pathogens because it has the ability of antibiosis, parasitism, and competition. The problem that is still widely found in the community is that farmers still depend on the use of fungicides in disease control techniques. The use of synthetic fungicides in addition to causing soil damage can also leave residues in the soil as well as crops causing ecosystem damage, reduced microorganisms in it, and crop susceptibility. In addition, to isolate Trichoderma spp. from soil is often difficult because of the rapid growth of other soil fungi on ordinary media that can inhibit the growth of Trichoderma sp. The purpose of this research is to obtain an effective media for the isolation of Trichoderma spp. from the soil and know the effect of land management on the diversity of species Trichoderma spp. on various lands.

    The research was conducted at Central Laboratory of Biological Sciences Universitas Brawijaya, Malang. Sampling of test ground from R. Suryo, Cangar and chrysanthemum field belonging to Chrysanthemum Group of Mulyo Joyo in Sidomulyo village, Batu. The research started from February to July 2017. The research was conducted by using survei method, exploration and comparison. The implementation of the research consisted of two experimental units, the first being to test the effectiveness of Selective Media Trichoderma sp. using four media, namely PDAC (Potato Dextrose Agar Chloramphenichol), RBC (Rose bengal Chloramphenichol), PDACP (Potato Dextrose Agar Chloramphenichol propamocarb hydrochloride), and RBCP (Rose bengal Chloramphenichol propamocarb hydrochloride). The second experiment to see the diversity of Trichoderma spp. from various field uses soil samples from 4 different areas i.e

    IPM chrysanthemum, first conventional chrysanthemum field, second conventional chrysanthemum field and forest.

    The results of effectiveness test of a selective medium for Trichoderma spp. indicated that RBCP and RBC are more effective than PDAC and PDACP because they are able to grow Trichoderma sp., although Penicillium sp. and Fusarium sp. are still growing, but the numbers are fewer than on the PDAC and PDACP. RBC is an artificial medium containing rose bengal as an inhibitory growth of fungi and yeast, and chloramphenicol as antibacterial. While RBCP is an RBC that added propamocarb hydrolcoride as an anti-fungal. RBC and RBCP are then used for exploration of Trichoderma sp. on chrysanthemum field and forest. Species Trichoderma sp. most commonly found in the IPM chrysanthemum field of 3 Trichoderma species, including T. viride, T. harzianum and T. longibrachiatum. In the first conventional chrysanthemum field obtained 2 species of Trichoderma sp. namely T. viride and T. harzianum. In the second conventional chrysanthemum found 1 species of Trichoderma sp. namely T. harzianum. While In forest obtain 2 species of Trichoderma sp. are T. koningii and T. viride.

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

    hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    yang berjudul “Uji Efektivitas berbagai Media Selektif untuk Isolasi Trichoderma

    spp. dari Tanah pada Berbagai Lahan yang Berbeda”.

    Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya, kepada Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS. dan Restu Rizkyta Kusuma,

    SP., MP., M.Sc., selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran, saran,

    motivasi dan bimbingan yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga

    penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Mintarto Martosudiro, MS. dan Dr. Akhmad

    Rizali, SP., M.Si., selaku penguji atas nasihat, arahan dan bimbingannya. Juga

    kepada Ketua Jurusan Dr. Ir. Ludji Pantja Astuti, MS. beserta seluruh dosen dan

    karyawan Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Brawijaya atas

    keramahan, fasilitas dan bantuan yang diberikan.

    Penghargaan yang tulus penulis berikan kepada orang tua tercinta, kakek,

    nenek serta seluruh keluarga penulis yang selalu mendoakan, memberikan

    motivasi dan pengorbanannya baik dari segi moril ataupun materil kepada penulis.

    Juga kepada Ahmad Ubaidillah, terima kasih atas dukungan, motivasi, doa dan

    juga bantuannya. Seluruh teman – teman sebimbingan, khususnya Ismalia

    Rosidah yang menjadi partner penulis selama penelitian. Ana Waumrina, Yayan

    Nurkhasanah, Amalia Rizki, Rohiyatul Miskah, Asima Purba, Medi Humaidi dan

    teman – teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas

    dukungan dan kebersamaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman – teman Kos Bahagia

    Anisa Mufida, Rozy Ifthaqul Fariha, Aprilia Nur Andhini, Fauziyah Ghina Tsamarah

    dan Ima Fitriani atas dukungan, semangat dan doanya. Juga kepada teman –

    teman di Buyung Kos Tutik, Fitri, Dinda, Afni, Mbak Nita atas motivasi dan

    dukungannya serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

    yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak

    pihak dan memberikan sumbangan pemikiran dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

    Malang, Agustus 2017

    Penulis

  • iv

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 5 November 1994 sebagai putri

    tunggal dari Bapak Ahmad Muhtarom dan Ibu Tutik Mubarokah.

    Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Bakung 02 Blitar pada tahun

    2001 sampai tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan ke SMPN 01 Srengat

    pada tahun 2007 dan selesai pada tahun 2010. Setelah selesai menempuh

    pendidikan SMP, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 01 Srengat pada tahun

    2010 sampai tahun 2013. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Strata Satu (S-1)

    Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

    Malang, Jawa Timur, melalui jalur tes tulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan

    Tinggi Negeri (SBMPTN).

    Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum

    Mata Kuliah Dasar Budidaya Tanaman semester genap 2014/205 dan semester

    genap 2015/2016, Ilmu Penyakit Tumbuhan semester genap 2016/2017 dan

    Mikologi Pertanian semester genap 2016/2017. Penulis juga pernah mengikuti

    kegiatan magang kerja selama 3 bulan yaitu bulan Juli – Oktober 2016 di Kampung

    Organik Brenjonk, Trawas, Mojokerto.

  • v

    DAFTAR ISI

    RINGKASAN ............................................................................................................. i SUMMARY ............................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... iv DAFTAR ISI.............................................................................................................. v DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vii I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2 1.3. Tujuan ................................................................................................................... 2 1.4. Hipotesis ............................................................................................................... 2 1.5. Manfaat ................................................................................................................. 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 2.1. Jamur Trichoderma sp. ....................................................................................... 4

    2.1.1. Klasifikasi Trichoderma sp. ......................................................................... 4 2.1.2. Morfologi dan Fisiologi Trichoderma sp .................................................... 4 2.1.3. Ekologi Trichoderma sp. ............................................................................. 5 2.1.4. Peran Trichoderma sp ................................................................................. 6

    2.2. Medium Pertumbuhan Mikroba ......................................................................... 7 III. METODE PENELITIAN.................................................................................... 10

    3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................... 10 3.2. Alat dan Bahan .................................................................................................. 10 3.3. Metode Pelaksanaan ........................................................................................ 10 3.4. Variabel Pengamatan ....................................................................................... 16

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 18 4.1. Hasil Uji Efektivitas Media Selektif .................................................................. 18 4.2. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. .................................................................... 20

    4.2.1. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBC ......................... 20 4.2.2. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBCP ...................... 21

    4.3. Kenampakan Morfologi Trichoderma sp. ....................................................... 23 4.4. Pembahasan Umum ......................................................................................... 26

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 29 5.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 29 5.2. Saran ................................................................................................................... 29

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 30 LAMPIRAN ............................................................................................................ 33

  • vi

    DAFTAR TABEL

    Nomor Hal Teks

    1. Jenis lahan pada percobaan II.......................................................................... 14 2. Hasil Isolasi jamur dari tanah hutan pada empat media selektif..................... 18 3. Hasil Isolasi jamur tanah dari lahan krisan dengan media RBC dan RBCP .. 20 4. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media buatan RBC ........................ 21 5. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media buatan RBCP ..................... 22

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Hal Teks

    1. Diagram tahapan penelitian .............................................................................. 11 2. Penentuan titik pengambilan sampel tanah ..................................................... 15 3. Trichoderma koningii ......................................................................................... 23 4. Trichoderma viride ............................................................................................ 24 5. Trichoderma harzianum .................................................................................... 25 6. Trichoderma longibrachiatum ........................................................................... 25

    Lampiran

    1. Dokumentasi Lahan tempat pengambilan sampel tanah ................................. 33 2. Pengambilan sampel tanah di lapang .............................................................. 33 3. Media buatan untuk uji efektifitas media selektif .............................................. 34 4. Kegiatan penelitian ........................................................................................... 34 5. Hasil isolasi tanah hutan pada empat media.................................................... 34 6. Denah Lokasi Lahan Krisan di Desa Sidomulyo, Batu; ................................... 35

  • I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur tanah yang tersebar luas dan

    hampir dapat ditemui di lahan pertanian ataupun hutan. Anggota jamur dari genus

    Trichoderma merupakan jamur yang hidup bebas pada tanah dan daerah sekitar

    akar tanaman (rhizosfer). Jamur ini bersifat menguntungkan, avirulen dan menjadi

    parasit jamur lainnya (Harman et al., 2004). Trichoderma sp. merupakan jamur

    tanah yang berperan dalam menguraikan bahan organik tanah, dimana bahan

    organik tanah ini mengandung beberapa komponen unsur seperti N, P, S dan Mg

    serta unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya (Tindaon,

    2008). Trichoderma sp. banyak digunakan sebagai agens hayati untuk

    mengendalikan patogen tular tanah. Mekanisme kerja jamur Trichoderma sp.

    sebagai agens hayati adalah antagonis terhadap jamur lain. Penekanan patogen

    berlangsung dengan proses antibiosis, parasitisme, kompetisi O2 dan ruang yang

    dapat mematikan patogen tersebut (Tindaon, 2008). Hal ini merupakan salah satu

    kelebihan pemanfaatan Trichoderma sp. sebagai agens hayati khususnya untuk

    patogen tular tanah.

    Permasalahan yang masih banyak ditemui di masyarakat adalah mayoritas

    petani masih bergantung pada penggunaan fungisida yang intensif dalam

    mengendalikan OPT. Hasil survei tahun 1992 (Abadi, et.al, 1993) pada petani-

    petani sayuran di Batu, Malang mengidentifikasikan penggunaan beberapa

    fungisida berspektrum luas. Umumnya petani menyemprot fungisida pada

    tanaman dengan interval 2-3 kali setiap minggu dengan dosis 1 kg/200 liter air

    yang setara dengan konsentrasi 5 gram/liter air. Penyemprotan fungisida dapat

    ditambah intervalnya bila cuaca dianggap menguntungkan hama dan penyakit.

    Pengelolaan lahan pertanian juga menjadi salah satu faktor yang dapat

    mempengaruhi kelimpahan jamur tanah, termasuk Trichoderma sp. Penerapan

    sistem pertanian konvensional yang masih menggunakan pestisida kimia sebagai

    pilihan utama dalam pengendalian hama penyakit kurang tepat. Penggunaan

    fungisida sintetis selain dapat menimbulkan kerusakan tanah, resistensi dan

    resurgensi patogen target, juga dapat meninggalkan residu di dalam tanah dan

    juga tanaman sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem dan berkurangnya

    mikroorganisme di dalamnya. Hal ini dikarenakan tanah merupakan habitat bagi

    bermacam-macam mikroorganisme. Muhibbudin et al. (2011), menyebutkan

    bahwa keberadaan mikroorganisme tanah berpengaruh terhadap sifat fisik dan

  • 2

    kimia tanah karena dapat berperan sebagai dekomposer, penambat unsur hara

    dan sebagai agens biokontrol. Peningkatan keanekaragaman jamur tanah dapat

    menekan kejadian dari dominasi tipe mikroorganisme yang menyebabkan patogen

    sehingga dapat menurunkan kemungkinan adanya penyakit pada tanaman.

    Di samping itu, untuk mengisolasi Trichoderma spp. dari tanah seringkali

    sulit karena pesatnya pertumbuhan jamur tanah selain Trichoderma sp. pada

    media agar biasa yang dapat menghambat pertumbuhan Trichoderma sp..

    Sehingga diperlukan suatu media selektif yang mampu mengisolasi Trichoderma

    sp. dari tanah. Penelitian terkait media selektif untuk isolasi Trichoderma spp. juga

    tergolong masih sedikit. Di Indonesia, sampai saat ini belum pernah dilaporkan

    penelitian mengenai media selektif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah.

    Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menguji berbagai

    media selektif yang efektif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah dengan

    penambahan antibiotik dan antijamur serta melihat kelimpahan Trichoderma spp.

    dari berbagai jenis lahan. Sehingga, diharapkan memperoleh media yang efektif

    untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah dan dapat mengetahui pengaruh

    pengelolaan lahan terhadap keberadaan Trichoderma sp. di dalam tanah.

    1.2. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:

    1 Apa media yang efektif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah?

    2 Bagaimana pengaruh pengelolaan lahan terhadap keberadaan Trichoderma

    sp. dalam tanah?

    1.3. Tujuan

    Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui media yang efekif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah.

    2. Mengetahui kelimpahan Trichoderma sp. pada berbagai lahan yang berbeda.

    1.4. Hipotesis

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

    1. Media selektif dengan penambahan antibiotik dan antijamur yang tepat dapat

    mengoptimalkan proses isolasi Trichoderma spp. dari tanah dibanding media

    buatan yang sedikit atau tanpa penambahan antibiotik dan antijamur.

    2. Kelimpahan Trichoderma sp. yang ditemukan pada lahan tanpa penggunaan

    fungisida sintetis lebih tinggi dibanding pada lahan yang menggunakan

    fungisida sintetis.

  • 3

    1.5. Manfaat

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai media

    yang efektif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah. Selain itu dapat

    memberikan informasi terkait kelimpahan Trichoderma sp. pada berbagai lahan

    sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan jenis Trichoderma sp. yang ada

    di tanah secara optimal.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Jamur Trichoderma sp.

    2.1.1. Klasifikasi Trichoderma sp.

    Trichoderma sp., merupakan mikroorganisme anggota Kingdom

    Fungi, Divisi Ascomycota, Kelas Pyrenomycetes, Ordo Hypocreales, Famili

    Hypocreaceae, Genus Trichoderma, dan Spesies Trichoderma sp. (Agrios,

    2005)

    2.1.2. Morfologi dan Fisiologi Trichoderma sp.

    Trichoderma sp. memiliki koloni berwarna putih, kuning, hijau

    muda, sampai hijau tua. Susunan sel Trichoderma sp. bersel banyak

    berderet membentuk benang halus yang disebut hifa. Hifa Trichoderma sp.

    berbentuk pipih, bersekat dan bercabang-cabang membentuk anyaman

    yang disebut miselium. Percabangan hifa membentuk sudut siku-siku pada

    cabang utama. Konidiofor bercabang dan pada ujungnya terbentuk fialid

    (ujung percabangan) berjumlah 1 – 3. Fialid berbentuk pendek dengan

    kedua ujungnya meruncing dan bagian tengah berukuran 5 – 7 µm. Konidia

    berbentuk semi bulat hingga oval berukuran 2,8 – 3,2 µm, berlendir dan

    berdinding halus (Gandjar, 1999).

    Adapun karakteristik fisiologi Trichoderma sp. adalah sebagai

    berikut:

    a. Kandungan air

    Pada umumnya, Trichoderma sp. memiliki hifa yang lebih tahan

    terhadap kekeringan dibanding khamir atau bakteri. Namun, terdapat

    batasan kandungan air total pada tanaman untuk pertumbuhan

    Trichoderma sp. Estimasi batasan kandungan air total yaitu di

    kandungan air di bawah 14 – 15% pada biji-bijian atau makanan kering

    dapat mencegah atau memperlambat pertumbuhan Trichoderma sp.

    b. Suhu

    Mayoritas Trichoderma sp. termasuk dalam kelompok mesofilik,

    yaitu dapat tumbuh pada suhu normal. Suhu optimum pada

    kebanyakan jamur sekitar 25°C – 30°C. akan tetapi, beberapa jenis

    jamur dapat tumbuh baik pada suhu 35°C - 37°C atau lebih. Sejumlah

    jamur termasuk dalam psikrotofik, yaitu yang dapat tumbuh baik pada

    suhu dingin dan beberapa masih dapat tumbuh pada suhu di bawah

  • 5

    pembekuan (-5 sampai 10°C). Hanya beberapa yang mampu tumbuh

    pada suhu tinggi (termofilik).

    c. Kebutuhan oksigen dan derajat keasaman

    Jenis jamur yang memiliki hifa seperti Trichoderma sp. biasanya

    bersifat aerob, yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

    Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada interval pH yang luas yaitu pH

    2.0 – 8.5).

    d. Kebutuhan makanan (nutrisi)

    Trichoderma sp. pada umumnya mampu menggunakan

    bermacam-macam nutrisi, dari yang sederhana sampai yang

    kompleks. Kebanyakan jamur memiliki bermacam-macam enzim

    hidrolotik yaitu amylase, pectinase, proteinase dan lipase (Hidayat,

    2006).

    e. Senyawa penghambat

    Trichoderma sp. merupakan salah satu jenis mikroba yang

    memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan patogen

    dengan menghasilkan senyawa aktif biologis secara in vitro. Senyawa

    aktif tersebut meliputi alkaloid, paxillin, lolitrems, dan tetranone steroid

    (Sudhanta & Abdul, 2011).

    Trichoderma sp. mengeluarkan metabolit sekunder yang dapat

    menghambat pertumbuhan jamur dan beberapa bakteri dengan

    adanya senyawa antibiotik berupa viridin dan trikomidin. Viridin dan

    trikomidin dapat menghasilkan enzim β1,3 glukanase dan kitinase.

    Enzim– enzim tersebut secara aktif mendegradasi sel-sel jamur lain

    yang sebagian besar tersusun dari bahan β1,3 glukon dan kitin,

    sehingga mampu melakukan penetrasi ke dalam hifa jamur lain

    (Adriansyah, 2015).

    2.1.3. Ekologi Trichoderma sp.

    Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur tanah yang tersebar

    luas dan hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian ataupun

    perkebunan. Trichoderma sp. termasuk dalam salah satu jamur tanah yang

    dominan dan bersifat saprob sehingga secara ekologis mampu

    berkompetisi dengan jamur yang lain serta mampu mengkolonisasi

    berbagai substrat yang ada di hutan, sehinga Trichoderma sp. dapat

    dikembangkan sebagai agens pengendali hayati patogen tular tanah (Elad

  • 6

    et.al., 1983). Trichoderma sp termasuk saprofit pada tanah, kayu, dan

    beberapa jenis bersifat parasit pada jamur lain. Trichoderma sp, bersifat

    kosmopolit dan dapat diisolasi dari tanah, biji-bijian, kertas, tekstil, rhizosfer

    kentang, gula bit, rumput, jerami, serta kayu. Suhu pertumbuhan optimum

    15°C – 30°C dan maksimum 30°C – 36°C (Gandjar, 1999).

    2.1.4. Peran Trichoderma sp.

    Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami

    merupakan parasit dan menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit

    tanaman atau memiliki spektrum pengendalian yang luas. Dalam keadaan

    lingkungan yang kurang baik, miskin hara atau kekeringan, Trichoderma

    sp. akan membentuk klamidospora sebagai propagul untuk bertahan dan

    berkembang kembali jika keadaan lingkungan sudah menguntungkan.

    Oleh karena itu, dengan sekali aplikasi Trichoderma sp. akan tetap tinggal

    dalam tanah. Hal ini merupakan salah satu kelebihan pemanfaatan

    Trichoderma sp. sebagai agens pengendalian hayati khususnya untuk

    patogen tular tanah (Berlian, 2013).

    Mekanisme pengendalian dengan agens hayati terhadap jamur

    patogen tumbuhan secara umum dibagi menjadi tiga macam, yaitu

    kompetisi terhadap tempat tumbuh dan nutrisi, antibiosis, dan parasitisme

    (Baker and Cook, 1982). Umumnya kematian mikroorganisme disebabkan

    kekurangan nutrisi, oleh karena itu pengendalian dengan agens hayati

    salah satunya bertujuan untuk memenangkan kompetisi dalam

    mendapatkan nutrisi. Beberapa jenis Trichoderma sp. menghasilkan

    siderofor yang mengikat besi dan menghentikan pertumbuhan jamur lain.

    T. harzianum berhasil mengendalikan Fusarium oxysporum dengan cara

    mengkoloni rizosfer dan mengambil nutrisi lebih banyak (Mohiddin et al.,

    2010).

    Antibiosis adalah mekanisme antagonis yang melibatkan hasil

    metabolit penyebab lisis, enzim, senyawa folatil dan non-folatil atau toksin

    yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme. Meskipun mikoparasitisme

    dianggap sebagai mekanisme antagonisme yang utama, tetapi penelitian

    lebih lanjut mengungkapkan bahwa metabolit sekunder yang dihasilkan

    Trichoderma sp. juga berperan penting dalam aktifitas antijamurnya (Chet

    et al., 2005). Proses antagonis muncul dikarenakan adanya persaingan

    yang terjadi antara dua jenis jamur yang ditumbuhkan berdampingan

  • 7

    karena masing-masing membutuhkan tempat tumbuh dan nutrisi untuk

    hidup (Dwiastuti, 2015).

    Mekanisme parasitisme berperan penting dalam proses

    pengendalian hayati. Trichoderma sp. biasanya menggunakan mekanisme

    ini bersama mekanisme lain yaitu kompetisi dan antibiosis. Trichoderma

    sp. telah diujikan terhadap beberapa patogen tanaman seperti Ganoderma

    sp.. Pada umumnya mekanisme antagonis Trichoderma sp. dalam

    menekan patogen yaitu sebagai mikoparasitik dan kompetitor yang agresif.

    Awalnya, hifa Trichoderma sp. tumbuh memanjang, kemudian membelit

    dan mempenetrasi hifa jamur inang sehingga hifa inang mengalami

    vakuolasi, lisis dan akhirnya hancur. Trichoderma sp. melakukan penetrasi

    ke dalam dinding sel inang dengan bantuan enzim pendegradasi dinding

    sel yaitu kitinase, glukanase, dan protease, selanjutnya menggunakan isi

    hifa inang sebagai sumber makanan. Pada saat melilit dan menghasilkan

    enzim untuk menembus dinding sel inang, Trichoderma sp. juga

    menghasilkan antibiotik seperti gliotoksin dan viridian (Harjono dan

    Widyastuti, 2001).

    2.2. Medium Pertumbuhan Mikroba

    Mikroorganisme, termasuk jamur dapat hidup dimana-mana dan

    termasuk spesies yang dapat tumbuh dengan variasi llingkungan yang luas

    dengan menggunakan kumpulan-kumpulan substrat baik secara alami

    maupun buatan. Beberapa diantaranya adalah jenis yang spesifik, hingga

    sekarang belum diketaui nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Oleh

    karena itu mereka tidak dapat tumbuh baik di media yang diformulasikan dari

    bahan-bahan alami yang didapat dari tempat mereka diisolasi (Smith, 1994).

    Syarat-syarat untuk pertumbuhan jamur dapat bervariasi dari satu jenis

    ke jenis yang lain, walaupun kultur yang dilakukan dari spesies dan genus

    ditunjukkan untuk petumbuhan terbaik pada media yang sama. Media akan

    mempengaruhi morfologi koloni dan warna, dan mempengaruhi penyimpanan

    dari isolat (Smith, 1994). Tujuan utama dalam menyusun media biakan bagi

    setiap mikroorganisme adalah memberikan campuran dengan syarat nutrisi

    yang berimbang dan pada konsentrasi yang dapat memungkinkan

    pertumbuhan yang baik. Medium yang seluruhnya terdiri dari nutrisi yang

    ditentukan secara kimiawi disebut medium sintetis. Medium yang berisi bahan-

  • 8

    bahan zat kimia yang komposisinya tidak diketahui disebut medium kompleks.

    Jika mikroorganisme dapat tumbuh di atas beberapa bahan atau zat kimia di

    laboratorium, bahan atau zat kimia tersebut dinamakan media kultur. Dari

    ribuan media yang berbeda, telah ditemukan dan disusun ke dalam suatu

    susunan kompleksitas yang didapat dari jaringan hidup sampai ke campuran

    sederhana dari bahan – bahan anorganik (Sarles et al., 1956).

    Secara umum, media diperuntukkan untuk tiga tujuan utama, yaitu

    untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, mempelajari reaksi mikroorganisme

    terhadap zat-zat yang ada pada medium dan dengan penggunaan

    mikroorganisme dapat membantu beberapa produk khusus atau kombinasi

    dari beberapa produk (Sarles et al, 1956). Media dapat dibagi menjadi dua

    macam, yaitu:

    a. Media alami, yaitu bahan-bahan alami yang dapat digunakan sebagai

    media kultur karena pada kenyataannya mikroorganisme parasit akan

    tumbuh hanya pada jaringan hidup dan hasil sekresi atau ekstrak dari

    jaringan hidup. Potongan kentang atau wortel dapat digunakan sebagai

    media kultur dengan cara mengupas dan merebus kentang atau wortel

    hingga lunak dan air rebusan tersebut disterilisasi. Dalam penggunaannya,

    media tersebut terlebih dahulu dituang dari botol ke tempat yang akan

    digunakan untuk menginokulasi jaringan tanaman yang telah

    disterilisasikan.

    b. Media buatan, yaitu media yang dibuat dari berbagai macam bahan atau

    zat, jika komposisi dari bahan-bahan tersebut diketahui, maka medium ini

    dinamakan medium sintetis. Tetapi jika komposisi dari bahan-bahan

    tersebut belum diketahui maka medium ini dinamakan medium non sintetis.

    Medium ini dapat digolongkan menjadi medium cair, semi padat dan

    medium padat (Sarles et al., 1956).

    Jenis medium untuk isolasi jamur atau mikroorganisme lainnya dapat

    digolongkan menjadi empat jenis menurut Dharmaputra (1989), yaitu:

    a. Medium umum, adalah medium yang mengandung kebutuhan pokok

    penunjang pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme.

    b. Medium efektif, adalah medium yang mengandung nutrisi dalam jumlah

    minimum yang dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme tertentu.

  • 9

    c. Medium selektif, adalah medium yang dimodifikasi dengan pengaturan pH

    medium atau dengan menambah zat penghambat sehingga pertumbuhan

    mikroorganisme yang tidak dikehendaki dapat dihambat.

    d. Medium diferensial, adalah medium yang digunakan untuk mengisolasi dan

    mengidentifikasi jamur tertentu.

  • III. METODE PENELITIAN

    3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas

    Brawijaya Malang. Pengambilan sampel tanah uji dari hutan raya R. Suryo, Cangar

    dan sampel tanah dari lahan krisan milik Kelompok Tani bunga krisan Mulyo Joyo

    di Desa Sidomulyo Kota Batu. Waktu penelitian dimulai bulan Februari sampai

    bulan Juli 2017.

    3.2. Alat dan Bahan

    a) Pengambilan Sampel Tanah

    Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah adalah sekop

    untuk mengambil sampel tanah, kantong plastik untuk tempat sampel tanah

    dan spidol permanen untuk memberi label.

    b) Isolasi, purifikasi dan identifikasi jamur Trichoderma sp.

    Alat yang digunakan adalah kompor listrik, panci, autoklaf, botol media,

    Laminar Air Flow (LAF), bunsen, cawan petri, gelas kimia, tabung reaksi, gelas

    ukur, pipet, mikro pipet, jarum ose, timbangan, rak tabung reaksi, korek, kertas

    penanda, objek glass, cover glass, mikroskop.

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah sampel, alkohol

    70%, aquades steril, spirtus, plastik wrap, kapas, alumunium foil, dan tisu.

    Media yang digunakan yaitu Potao Dextrose Agar (PDA), dan Rose bengal

    Chloramphenicol (RBC) dengan penambahan antibiotik dan antijamur.

    Komponen antibiotik yang ditambahkan yaitu chloramphenicol. Komponen

    antijamur menggunakan rose bengal dan propamocarb hydrochloride.

    Sehingga, media yang digunakan ada empat jenis yaitu: media PDAC (Potato

    Dextrose Agar + Chlorampenichol), PDACP (Potato Dextrose Agar +

    Chlorampenichol + propamocarb), RBC (Rose bengal Chlorampenichol), dan

    RBCP (Rose bengal Chlorampenichol + propamocarb).

    3.3. Metode Pelaksanaan

    Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, eksplorasi

    dan komparasi. Metode survei dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait

    kondisi lahan. Metode eksplorasi dilakukan untuk melihat keanekaragaman jenis

    Trichoderma sp. dari tanah pada berbagai media selektif yang berbeda dan

    metode komparasi untuk membandingkan Trichoderma sp. yang didapat dari dua

    media selektif pada empat lahan berbeda.

  • 11

    Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua unit percobaan. Percobaan pertama

    bertujuan mengetahui media yang efektif untuk isolasi Trichoderma sp. dengan

    indikator media tersebut selektif, artinya mampu menumbuhkan Trichoderma sp.

    dan menghambat pertumbuhan bakteri ataupun jamur lain selain Trichoderma sp.

    Sampel tanah dari hutan alami dipilih pada percobaan pertama karena tanah pada

    hutan alami merupakan reservoir mikroba sehingga diindikasikan memiliki tingkat

    biodiversitas mikroba yang tinggi, sehingga sesuai untuk menguji efektivitas media

    selektif untuk Trichoderma sp.. Hasil dari percobaan I, yaitu 2 media yang paling

    efektif kemudian digunakan untuk eksplorasi Trichoderma sp. dari lahan krisan

    dengan berbagai pengelolaan lahan yang berbeda. Tujuannya untuk melihat

    efektivitas dari kedua media tersebut dalam mengisolasi Trichoderma sp. dari

    tanah pada lahan krisan dan melihat pengaruh pengelolaan lahan terhadap

    kelimpahan Trichoderma sp. dalam tanah (Gambar 1).

    Gambar 1. Diagram tahapan penelitian

    Percobaan I(Uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma spp.)

    Pembuatan empat jenis media selektif

    Pengambilan sampel tanah hutan alami

    Isolasi Trichoderma spp. pada 4 media biakan yang berbeda

    Seleksi dua media yang selektif untuk digunakan pada percobaan II

    Percobaan II(Melihat kelimpahan jenis Trichoderma sp. dari berbagai lahan)

    Pengambilan sampel tanah dari 4 lahan berbeda

    Isolasi Trichoderma spp. pada dua media yang paling selektif

    Purifikasi

    Identifikasi Trichoderma sp.

  • 12

    A. Pembuatan Media

    Media yang digunakan dalam penelitian ini ada empat media, yaitu:

    1. Potato Dextrose Agar (PDA) + Chloramphenicol

    Media PDA dibuat dengan cara melarutkan 39 gram PDA instan

    pada 990 ml aquades steril. Larutan dididihkan selama 30 menit kemudian

    disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu

    121°C. Chloramphenicol dilarutkan dalam 10 ml aquades steril dan

    ditambahkan pada media yang telah di autoclave.

    PDAC merupakan media yang mangandung sari kentang, dextrose,

    agar, aquades dan penambahan kloramfenikol. Penambahan

    kloramfenikol berfungsi sebagai antibiotik untuk menghambat

    pertumbuhan bakteri pada media biakan.

    2. Potato Dextrose Agar (PDA) + Chloramphenicol + propamocarb

    Media PDACP dibuat dengan cara melarutkan 39 gram PDA instan

    pada 990 ml aquades steril. Larutan dididihkan selama 30 menit kemudian

    disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu

    121°C. Chloramphenicol dan propamocarb hydrochloride dilarutkan dalam

    10 ml aquades steril dan ditambahkan pada media yang telah di autoclave.

    PDACP merupakan media yang mangandung sari kentang,

    dextrose, agar, aquades, kloramfenikol dan propamocarb. Penambahan

    kloramfenikol berfungsi sebagai antibiotik untuk menghambat

    pertumbuhan bakteri pada media biakan sedangkan propamocarb

    berfungsi sebagai antijamur. Propamocarb merupakan salah satu bahan

    aktif yang biasa digunakan dalam fungisida untuk mengendalikan jamur.

    3. Rose bengal Chloramphenicol (RBC)

    Media RBC dibuat dengan cara melarutkan 16 gram Rose bengal

    Agar Base pada 500 ml aquades steril. Larutan dididihkan selama 30 menit

    kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit

    pada suhu 121°C. Didinginkan sampai suhu 43-46°C. Chloramphenicol

    dicampurkan pada media yang sudah di autoclave.

    RBC merupakan media selektif yang mengandung pepton, glukosa,

    K2HPO4, MgSO4.7H2O, rose bengal, kloramfenikol, agar dan aquades

    (Jarvis, 1973). Penghambat yang digunakan dalam media RBC adalah

    rose bengal dan kloramfenikol. Penambahan rose bengal berfungsi untuk

    menekan jumlah jamur atau khamir, sedangkan penambahan

  • 13

    kloramfenikol dalam media bertujuan untuk menghambat pertumbuhan

    bakteri. Jarvis (1973) menyebutkan bahwa media dengan pH 7-7,2 yang

    dilengkapi dengan antibakteri seperti kloramfenikol atau klorotetrasiklin

    dan agen penghambat jamur seperti rose bengal (RB) dapat menghambat

    pertumbuhan bakteri, serta membatasi pertumbuhan koloni jamur.

    4. Rose bengal Chloramphenicol (RBC) + propamocarb

    Media RBCP dibuat dengan cara melarutkan 16 gram Rose bengal

    Agar Base pada 500 ml aquades steril. Larutan dididihkan selama 30 menit

    kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit

    pada suhu 121°C. Larutan didinginkan sampai suhu 43-46°C. Kemudian

    0.05 gram chloramphenicol dan propamocarb hydrochloride (Previcur N-

    12, solution concentrate, 722 g/l ), 0.08 gr dilarutkan pada media yang

    sudah di autoclave.

    RBCP merupakan media selektif yang mangandung pepton,

    glukosa, K2HPO4, MgSO4.7H2O, rose bengal, kloramfenikol, agar, aquades

    (Jarvis, 1973) dan penambahan propamocarb hydrocloride. Penambahan

    propamocarb memiliki fungsi yang sama dengan rose bengal yaitu sebagai

    anti jamur. FAO (2013) menyebutkan bahwa, Propamocarb merupakan

    salah satu bahan aktif yang biasa digunakan dalam fungisida untuk

    mengendalikan jamur. Propamocarb mengandung propamocarb

    hydrochloride dan memiliki pH 2 – 4.

    B. Pengambilan Sampel Tanah

    Pada percobaan I, pengambilan sampel tanah dilakukan pada lahan

    hutan alami. Lahan hutan dipilih karena tanah hutan umumnya memiliki tingkat

    biodiversitas mikroorganisme yang tinggi dan menjadi habitat sejumlah besar

    mikroba pendegradasi bahan-bahan organik. Pengambilan sampel tanah pada

    percobaan II dilakukan pada lahan Krisan dan hutan (Tabel 1).

  • 14

    Tabel 1. Jenis lahan pada percobaan II No Jenis Lahan Deskripsi singkat

    1 Lahan A

    (Lahan krisan

    PHT)

    Pengolahan tanah yang dilakukan antara lain penggemburan tanah,

    pembuatan bedengan, penambahan pupuk kandang, pupuk organik

    cair dan aplikasi PGPR yang dilakukan dengan cara merendam

    pangkal bibit stek pada PGPR sebelum dibibitkan. Kemudian

    dilakukan penyemprotan PGPR saat tanaman berumur 2 MST dan

    9 MST.

    Pengendalian OPT dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa

    teknik pengendalian seperti pemasangan yellow sticky trap,

    pengambilan hama secara langsung, pencabutan tanaman yang

    terkena penyakit, penggunaan agens hayati yang mengandung

    Trichoderma sp. Aplikasi Trichoderma sp. dilakukan saat tanaman

    masih dalam masa awal vegetatif. Penggunaan pestisida/fungisida

    sangat dibatasi. Hanya diaplikasikan apabila tingkat serangan OPT

    sudah tinggi dan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas

    bunga.

    Penyakit yang biasa menyerang adalah karat daun dan layu dengan

    intensitas penyakit 5 – 10%. Kualitas bunga mayoritas masuk dalam

    grade A dan warna bunga yang dihasilkan lebih cerah.

    2 Lahan B

    (Lahan krisan

    konvensional

    I)

    Pengolahan tanah yang dilakukan antara lain penggemburan tanah

    dengan cangkul, pembuatan bedengan, penambahan pupuk

    kandang dan penambahan dolomit pada tanah sebelum

    penanaman.

    Pestisida/ fungisida sintetis masih menjadi pilihan utama dalam

    mengendalikan OPT. Fungisida yang dipakai pada lahan krisan

    konvensional I adalah fungisida sintetis berbahan aktif metil tiofanat

    dan propineb yang diaplikasikan secara terjadwal yaitu seminggu

    sekali.

    Penyakit yang biasa menyerang adalah karat daun dan layu dengan

    intensitas penyakit 40 – 50%. Kualitas bunga masuk dalam grade A

    dan grade B.

    3 Lahan C

    (Lahan krisan

    konvensional

    II)

    Pengolahan tanah yang dilakukan antara lain penggemburan tanah

    dengan cangkul, penambahan pupuk kandang dan pupuk kimia

    anorganik.

    Pestisida/ fungisida sintetis masih menjadi pilihan utama dalam

    mengendalikan OPT. Fungisida yang dipakai pada lahan krisan

    konvensional II adalah fungisida sintetis berbahan aktif propineb

    70%, mancozeb dan pyraclostrobin + metiram yang

    diaplikasikaecara tejadwal yaitu seminggu sekali.

    Penyakit yang biasa menyerang adalah karat daun dan layu dengan

    intensitas penyakit 60 – 70%. Kualitas bunga masuk dalam grade A

    dan grade B.

    4 Lahan H

    (Lahan hutan

    alami)

    Tanah hutan yang diambil berasal dari tanah Hutan raya R. Suryo

    yang merupakan kawasan hutan konservasi Dinas Kehutanan

    wilayah Batu.

    Prosedur pengambilan sampel tanah yaitu menentukan terlebih dahulu

    titik pengambilan sampel tanah. Pada setiap lahan diambil lima titik

  • 15

    pengambilan sampel (Gambar 2). Kemudian tanah pada masing-masing titik

    sampel diambil menggunakan sekop dengan kedalaman 15 cm dan

    dikompositkan. Pada setiap kantung berisi sampel tanah diberi label sesuai

    tempat sampel tanah yang diambil. Setelah itu dimasukkan ke dalam kotak

    pendingin yang berisi es batu untuk menjaga sampel tanah agar tetap dalam

    kondisi optimum. (Sastrahidayat dan Djauhari, 2012).

    Gambar 2. Penentuan titik pengambilan sampel tanah

    C. Isolasi Jamur dari Tanah

    Isolasi jamur dari sampel tanah dilakukan dengan menggunakan

    metode soil dilution plate, yaitu 1 gr tanah dimasukkan dalam tabung rekasi

    lalu ditambahkan aquades steril hingga mencapai 10 ml. Selanjutnya digojok

    hingga homogen. Kemudian dari larutan tersebut diambil 1 ml, dimasukkan

    dalam tabung reaksi dan ditambahkan aquades streril hingga mencapai 10 ml.

    Hal tersebut dilakukan hingga mencapai tingkat pengenceran 10-4. Hasil

    pengenceran kemudian diambil 1 ml untuk dituangkan ke dalam cawan petri

    yang telah berisi media agar yang sudah padat dan diratakan menggunakan

    L-stick. Kegiatan penanaman jamur tanah pada media agar dilakukan pada

    Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah adanya kontaminasi dari

    mikroorganisme lain selama proses isolasi. Isolasi jamur dari tanah dilakukan

    dengan tiga kali ulangan.

    D. Purifikasi

    Purifikasi dilakukan pada koloni jamur yang dimungkinkan merupakan

    koloni dari Trichoderma sp. berdasarkan kenampakan morfologinya meliputi

    warna koloni dan bentuk koloni. Purifikasi dilakukan dengan cara pengambilan

    koloni jamur yang dimungkinkan merupakan koloni dari Trichoderma sp.

    dengan menggunakan jarum ose dan ditanam pada cawan petri yang berisi

    media agar padat. Kegiatan purifikasi dilakukan pada Laminar Air Flow (LAF)

    untuk mencegah adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain selama proses

    purifikasi. Setelah dilakukan purifikasi, hasil purifikasi tersebut diinkubasi dan

  • 16

    dilakukan pengamatan pada koloni. Apabila terdapat kontaminan, maka

    dilakukan purifikasi lagi hingga mendapatkan koloni murni.

    E. Identifikasi

    Identifikasi dilakukan pada isolat jamur yang dimungkinkan merupakan

    koloni dari Trichoderma sp. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan

    mikroskopis berdasarkan panduan buku identifikasi jamur. Buku identifikasi

    yang digunakan adalah A Revision of The Genus Trichoderma (Rifai, 1969),

    Trichoderma and Gliocladium (Kubicek et al., 2002) dan tambahan informasi

    dari sumber pendukung lainnya.

    Pengamatan makroskopis dilakukan dengan menumbuhkan isolat murni

    dari Trichoderma sp. pada cawan petri yang berisi media PDA. Kegiatan

    tersebut dilakukan pada Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah adanya

    kontaminasi dari mikroorganisme lain. Pengamatan mikroskopis dilakukan

    dengan pembuatan preparat jamur terlebih dahulu. Pembuatan preparat jamur

    dilakukan dengan cara pengambilan jamur dari cawan petri menggunakan

    jarum ose yang sebelumnya sudah disterilkan menggunakan alkohol 70%.

    Jamur tersebut diletakkan pada kaca objek yang sudah diberi sedikit media

    yang selanjutnya ditutup dengan kaca penutup. Proses pembuatan preparat

    dilakukan di dalam LAF. Preparat diinkubasi selama 2-3 hari di dalam wadah

    yang telah dialasi dengan tisu lembab dan ditutup rapat agar tidak

    terkontaminasi oleh spora jamur dari udara. Tujuan dari inkubasi adalah untuk

    menumbuhkan spora jamur pada preparat sehingga lebih mudah pada saat

    diidentifikasi menggunakan mikroskop. Pengamatan menggunakan mikroskop

    dengan perbesaran 400x (40 x 10).

    3.4. Variabel Pengamatan

    1. Jumlah jenis jamur tanah pada keempat media berbeda

    Mengetahui jenis jamur tanah yang tumbuh dengan mengamati

    hasil isolasi jamur tanah dari tanah hutan pada masing-masing media yang

    berbeda. Selanjutnya jamur-jamur yang tumbuh dibedakan menurut

    kenampakan morfologinya meliputi warna koloni, bentuk koloni, tepi koloni

    dan tekstur koloni pada 5 hsi. Dari keempat media yang berbeda tersebut,

    dipilih dua media dengan jenis jamur tanah yang paling sedikit tumbuh

    untuk digunakan dalam tahap selanjutnya, yaitu eksplorasi Trichoderma

    sp. dari empat lahan berbeda.

  • 17

    2. Identifikasi Trichoderma sp. dari empat jenis lahan berbeda

    Identifikasi Trichoderma sp. dilakukan dengan mengamati

    kenampakan makroskopis dan mikroskopisnya. Pengamatan makroskopis

    dilakukan dengan cara mengamati kenampakan morfologi koloni jamur

    secara makroskopis yang meliputi warna koloni, pola persebaran koloni

    dan waktu yang dibutuhkan oleh koloni untuk memenuhi cawa petri (full

    plate duration). Pengamatan warna koloni dilakukan dengan mengamati

    warna koloni pada saat muda sampai tua. Pengamatan pola persebaran

    koloni dalam cawan petri dilakukan dengan mengamati bentuk koloni

    dalam cawan petri (konsentris dan tidak konsentris), sedangkan

    pengamatan tekstur koloni meliputi kasar dan halus, rapat dan renggang,

    serta tebal dan tipis koloni yang tumbuh pada media. Pengamatan full plate

    duration dilakukan untuk mengetahui kemampuan tumbuh koloni jamur

    tanah pada media agar dengan melihat waktu yang dibutuhkan koloni

    untuk mencapai diameter 9 cm.

    Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan cara mengamati

    kenampakan morfologi koloni jamur dengan menggunakan mikroskop

    yang meliputi ada atau tidaknya septa pada hifa, pertumbuhan hifa

    (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (gelap atau hialin), ada

    tidaknya konidia, warna konidia, bentuk konidia (bulat, lonjong, elips, oval

    atau tidak beraturan).

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Uji Efektivitas Media Selektif

    Hasil uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma sp. dari tanah

    hutan berdasarkan perbedaan karakteristik morfologi jamur secara makroskopis

    didapatkan 10 isolat pada media PDAC, 7 isolat pada media RBC, 8 isolat pada

    media PDACP, dan 6 isolat pada media RBCP (Tabel 2).

    Tabel 2. Hasil Isolasi jamur dari tanah hutan pada empat media selektif

    Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada keempat media, yaitu media

    PDAC, PDACP, RBC dan RBCP mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Pada

    media PDAC didapatkan 10 jenis jamur yang berbeda berdasarkan ciri

    morfologinya. Dari 10 jenis jamur, 2 diantaranya termasuk ke dalam genus

    Trichoderma sp.. Media kedua yaitu media RBC, didapatkan 7 jenis jamur yang

    berbeda berdasarkan ciri morfologinya dan 1 diantaranya merupakan jamur

    Trichoderma sp. Media ketiga yaitu media PDACP, didapatkan 8 jenis jamur yang

    berbeda berdasarkan ciri morfologinya dengan 1 jenis jamur yang tumbuh

    merupakan jamur Trichoderma sp. Sedangkan pada media keempat yaitu media

    RBCP, didapatkan 7 jenis jamur yang berbeda berdasarkan ciri morfologinya dan

    No Jamur yang ditemukan Media Buatan

    PDAC PDACP RBC RBCP*

    1 Trichoderma sp. isolat 1 √ √ - -

    2 Trichoderma sp. isolat 2 √ - - -

    3 Trichoderma koningii - - √ √

    4 Trichoderma viride - - - √

    5 Penicillium sp. isolat 1 √ √ - -

    6 Penicillium sp. isolat 2 √ √ √ √

    7 Penicillium sp. isolat 3 √ - - -

    8 Penicilium sp. isolat 4 - - √ √

    9 Penicillium sp. isolat 5 - √ √ -

    10 Aspergillus sp. isolat 1 √ √ - -

    11 Aspergillus sp. isolat 2 √ - - -

    12 Fusarium sp. isolat 1 √ - √ -

    13 Fusarium sp. isolat 2 √ √ √ √

    14 Fusarium sp. isolat 3 - √ √ √

    15 Lecanicillium sp. isolat 1 √ √ - -

    16 Mucor sp. isolat 1 √ - - -

    Jumlah jenis jamur 10 8 7 6

  • 19

    2 diantaranya merupakan jamur Trichoderma sp.. Hal tersebut dilihat dari

    kenampakan koloni yang semula putih menjadi kehijauan dan pertumbuhannya

    yang cepat.

    Keempat media selektif yaitu media PDAC, PDACP, RBC dan RBCP mampu

    menumbuhkan Trichoderma sp. dan efektif menghambat pertumbuhan bakteri.

    Media PDAC dengan penambahan antibiotik berupa kloramfenikol kurang efektif

    dalam menghambat pertumbuhan jamur lain karena masih terdapat 8 jenis jamur

    yang mampu tumbuh pada media yaitu dari genus Aspergillus sp., Penicillium sp.,

    Fusarium sp., Lecanicillium sp., dan Mucor sp.. Media PDACP dengan

    penambahan antijamur berupa propamocarb hydrochloride mampu mereduksi

    beberapa jamur yang dapat tumbuh di media PDAC antara lain Penicillium sp.

    isolat 3, Aspergillus sp. isolat 2, Fusarium sp. isolat 1 dan Mucor sp.

    Media RBC yang mengandung rose bengal sebagai antijamur dan

    kloramfenikol sebagai antibiotik mampu menumbuhkan 1 spesies Trichoderma sp.

    yaitu T. viride dan lebih efektif menghambat jamur lain dibanding media PDAC dan

    PDACP karena mampu menghambat jamur dari genus Asperillus sp.,

    Lecanicillium sp., dan Mucor sp. Meskipun jamur Fusarium sp. dan Penicillium sp.

    masih tumbuh pada media tersebut. Media keempat, yaitu media RBCP yang

    mengandung kloramfenikol sebagai antibiotik dan rose bengal serta propamocarb

    hydrochloride sebagai antijamur lebih efektif digunakan untuk isolasi Trichoderma

    sp. dari tanah. Media RBCP paling efektif dibanding media PDAC, PDACP, dan

    RBCP karena terdapat 2 spesies Trichoderma sp. yang mampu tumbuh dan jenis

    jamur lain yang dapat tumbuh pada media tersebut paling sedikit. Meskipun pada

    media RBCP belum mampu menghambat jamur Fusarium sp. dan Penicillium sp.,

    akan tetapi Fusarium sp. isolat 1 dan Penicillium sp. isolat 5 yang tumbuh pada

    media RBC mampu dihambat pada media RBCP.

    Hasil uji efektivitas keempat media menunjukkan bahwa Media RBCP dan

    RBC lebih efektif untuk isolasi Trichoderma sp. karena mampu mereduksi jamur

    lain selain Trichoderma sp. lebih banyak dibanding media PDAC dan PDACP .

    Kedua media tersebut selanjutnya digunakan untuk isolasi dan eksplorasi

    Trichoderma sp. pada 3 lahan krisan, yaitu lahan krisan dengan sistem PHT,

    Lahan Krisan Konvensional I, dan Lahan Krisan Konvensional II (Tabel 3).

  • 20

    Tabel 3. Hasil Isolasi jamur tanah dari lahan krisan dengan media RBC dan RBCP

    Keterangan: LA (Lahan Krisan PHT), LB (Lahan Krisan Konvensional I), LC (Lahan Krisan

    Konvensional II).

    Hasil isolasi sampel tanah dari tiga lahan krisan menggunakan media RBP

    dan RBCP didapatkan 11 jenis jamur yang berbeda berdasarkan kenampakan

    makroskopisnya. Sesuai dengan hasil isolasi pada sampel tanah hutan, dari ciri

    makroskopis, jenis jamur yang masih bisa tumbuh pada media RBC dan RBCP

    yaitu dari genus Trichoderma sp, Penicillium sp, dan Fusarium sp. Hal ini

    membuktikan bahwa media RBCP lebih efektif untuk isolasi Trichoderma sp. dari

    tanah meskipun belum cukup selektif karena Penicillium sp. dan Fusarium sp.

    masih mampu tumbuh pada media tersebut.

    4.2. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp.

    4.2.1. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBC

    Hasil eksplorasi Trichoderma sp. pada lahan hutan dengan media RBC

    didapatkan 1 spesies Trichoderma sp. yaitu Trichoderma koningii. Dari lahan

    krisan PHT didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu Trichoderma viride dan

    Trichoderma longibrachiatum. Dari lahan krisan konvensional I didapatkan 1

    spesies Trichoderma sp. yaitu Trichoderma harzianum dan dari lahan krisan

    konvensional II didapatkan 1 spesies Trichoderma sp. yaitu Trichoderma

    harzianum (Tabel 4).

    No Jamur yang ditemukan Media RBC Media RBCP

    LA LB LC LA LB LC

    1 Trichoderma harzianum - √ √ √ √ √

    2 Trichoderma viride √ - - √ - -

    3 Trichoderma longibrachiatum √ - - - - -

    4 Trichoderma koningii - - - - √ -

    5 Penicillium sp. isolat 2 - √ - - - -

    6 Penicillium sp. isolat 3 √ - - - - -

    7 Penicillium sp isolat 4 √ - - - - √

    8 Penicillium sp. isolat 5 - √ - - √ -

    9 Fusarium sp. isolat 1 √ - - √ - -

    10 Fusarium sp. isolat 2 √ √ √ √ √ -

    11 Fusarium sp. isolat 3 - - √ - - -

    Jumlah jenis jamur 6 4 3 4 4 2

  • 21

    Hasil tersebut didasarkan atas perbedaan karakteristik morfologi jamur secara

    makroskopis dan mikroskopis.

    Tabel 4. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media buatan RBC

    No Nama Isolat Karakter Morfologi Hasil

    Identifikasi

    1 Trichoderma sp. isolat RH1 lahan H (tanah hutan)

    Koloni berwarna putih kemudian berwarna putih agak kuning kehijauan, bentuk koloni bulat, tipis. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm 4 hsi. Konidiofor bercabang, bentuk fialid mengerucut, di ujung fialid terbentuk fialospora. Bentuk fialospora oval.

    Trichoderma koningii

    2 Trichoderma sp. isolat RA2 lahan A (Krisan PHT)

    Koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau sedikit putih dan membentuk zonasi. Bentuk koloni bulat dengan tekstur bertepung. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang serupa cemara. Fialid pendek dan diujung fialid terbentuk fialospora. Fialospora bulat.

    Trichoderma viride

    4 Trichoderma sp. isolat RA4 lahan A (Krisan PHT)

    Koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau saat tua. Bentuk koloni bulat, agak tebal, padat dan tekstur kasar. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang seperti rumbai. Fialid berbentuk seperti botol dengan pangkal sedikit ramping. Fialospora berbentuk oval.

    Trichoderma longibrachiatum

    5 Trichoderma sp. isolat RB5 lahan

    B (Krisan konvensional I)

    Koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau sedikit putih dan membentuk zonasi putih - hijau. Bentuk koloni bulat dengan tekstur bertepung. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang menyerupai pohon. Fialid tunggal, beberapa 2-3 pada tiap percabangan. Fialospora terkumpul di ujung fialid berbentuk bulat.

    Trichoderma harzianum

    6 Trichoderma sp. isolat RC1 lahan

    C (Krisan konvensional II)

    Karakteristik sama dengan Trichoderma sp isolat RB5 tanah fungisida I.

    Trichoderma harzianum

    4.2.2. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBCP

    Hasil eksplorasi Trichoderma sp. dari lahan hutan dengan media RBCP

    didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. viride. Dari lahan

    krisan PHT didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. viride dan T. harzianum,

  • 22

    dari lahan krisan konvensional I didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T.

    harzianum dan T. koningii, dan dari lahan krisan konvensional II didapatkan 1

    spesies Trichoderma sp. yaitu T. harzianum (Tabel 5).

    Tabel 5. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media buatan RBCP

    No Nama Isolat Karakter Morfologi Hasil

    Identifikasi

    1 Trichoderma sp. isolat RPH1

    Lahan H (tanah hutan)

    Koloni berwarna putih kemudian berwarna putih sedikit kuning kehijauan. Bentuk koloni bulat, Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang dan ramping. Fialid mengerucut dan diujung fialid terdapat fialospora berbentuk oval

    Trichoderma koningii

    2 Trichoderma sp. isolat RPH10

    Lahan A (tanah hutan)

    Koloni berwarna putih kemudian berwarna putih agak kehijauan dan saat tua berwarna hijau, bentuk koloni bulat dengan tekstur bertepung. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang serupa cemara. Fialid pendek dan diujung fialid terbentuk fialospora. Fialospora bulat.

    Trichoderma viride

    3 Trichoderma sp. isolat RPA2

    lahan A (Krisan PHT)

    Karakteristik sama dengan Trichoderma sp isolat RPH10 tanah hutan.

    Trichoderma viride

    4 Trichoderma sp. isolat RPA4

    lahan A (Krisan PHT)

    Koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau tua. Bentuk koloni bulat dengan tekstur bertepung. Koloni tumbuh cepat dan merata dan mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang menyerupai pohon. Fialid tunggal, beberapa 2-3 pada tiap percabangan. Fialospora terkumpul di ujung fialid berbentuk bulat.

    Trichoderma harzianum

    6 Trichoderma sp. isolat RPB5

    lahan B (Krisan konvensional I)

    Karakeristik sama seperti Trichoderma sp isolat RPA4 tanah PHT.

    Trichoderma harzianum

    7 Trichoderma sp. isolat RPB6

    lahan B (Krisan konvensional I)

    Karakteristik sama dengan Trichoderma sp isolat RPH1 tanah hutan.

    Trichoderma koningii

    8 Trichoderma sp. isolat RPC1

    lahan C (Krisan konvensional II)

    Karakeristik sama seperti Trichoderma sp isolat RPA4 tanah PHT.

    Trichoderma harzianum

    Dari tabel tersebut bisa dilihat juga bahwa jenis Trichoderma sp pada lahan

    PHT lebih banyak dibandingkan lahan krisan konvensional dan lahan hutan.

    Sedangkan spesies Trichoderma sp. paling sedikit ditemukan pada lahan

  • 23

    konvensional II yang menggunakan fungisida berbahan aktif propineb70%,

    mancozeb dan pyraclostrobin + metiram saat budidaya krisan.

    4.3. Kenampakan Morfologi Trichoderma sp.

    Hasil eksplorasi Trichoderma sp. dari empat lahan yang berbeda, didapatkan

    4 spesies Trichoderma sp. yang masing-masing memiliki ciri morfologi yang

    berbeda-beda. Kenampakan morfologi tiap spesies Trichoderma sp. yang

    ditemukan adalah sebagai berikut:

    1. Trichoderma koningii

    Secara makroskopis, koloni jamur pada usia 1-2 hari setelah inkubasi

    berwarna putih, kemudian pada hari ketiga koloni berwarna putih agak hijau

    kekuningan. Permukaan koloni halus dan berbentuk bulat. Terbentuk miselium

    udara yang menyerupai rambut. Pertumbuhan koloni cepat dan mencapai

    diameter 9 cm pada hari ke-4 seteah inkubasi. Secara mikroskopis, jamur ini

    memiliki bentuk konidiofor bercabang dan ramping. Fialidnya mengerucut dan

    diujung fialid terbentuk fialospora. Fialospora pada jamur ini berbentuk oval

    berwarna agak hijau (Gambar 3). Dari ciri-ciri morfologinya, jamur ini sesuai

    dengan karakteristik T. koningii dalam Rifai (1996) yang menyebutkan bahwa

    koloni T. koningii memiliki permukaan halus membentuk miselium udara yang

    menyerupai rambut. Terjadi perubahan warna koloni mulai dari putih transparan,

    putih kehijauan, hijau kekuningan hingga hijau. Konidiofor bercabang mirip pohon

    dan fialid yang terbentuk ramping. Fialospora berbentuk agak oval.

    Gambar 3. Trichoderma koningii; (a) Koloni pada PDA umur 7 hsi, (b) konidiofor, (c)

    fialid, (d) fialospora

    a b

    c

    d

    20 µm 5 µm

  • 24

    2. Trichoderma viride

    Secara makroskopis, koloni jamur pada usia 1-2 hari setelah inkubasi

    berwarna putih, kemudian pada hari ketiga koloni berwarna putih agak hijau dan

    membentuk zonasi. Pada hari kelima, warna koloni menjadi hijau tua sedikit putih.

    Pertumbuhan koloni cepat dan memenuhi cawan pada hari ke-4 seteah inkubasi.

    Secara makroskopis, jamur ini memiliki bentuk konidiofor bercabang serupa

    cemara. Fialidnya pendek dan diujung fialid terbentuk fialospora. Fialospora pada

    jamur ini berbentuk bulat dan berwarna hijau (Gambar 4). Dari ciri-ciri

    morfologinya, jamur ini sesuai dengan karakteristik T. viride dalam Rifai (1996)

    yang menyebutkan bahwa koloni T. viride memiliki permukaan halus.Terjadi

    perubahan warna koloni mulai dari putih transparan, putih kehijauan hingga hijau.

    Konidiofor bercabang. Beberapa cabang utama membentuk cabang lain sehingga

    mirip seperti cemara. Fialospora berbentuk bulat dan jarang yang oval.

    Gambar 4. Trichoderma viride; (a) Koloni pada PDA umur 7 hsi, (b) konidiofor, (c)

    fialid, (d) fialospora

    3. Trichoderma harzianum

    Secara makroskopis, koloni jamur pada usia 1-2 hari setelah inkubasi

    berwarna putih, kemudian pada hari ketiga koloni berwarna putih kehijauan.

    Pertumbuhan koloni cepat dan memenuhi cawan pada hari ke-4 setelah inkubasi.

    Secara makroskopis, jamur ini memiliki bentuk konidiofor bercabang menyerupai

    pohon. Fialid yang terbentuk antara 2-3 pada tiap percabangan. Fialospora

    terkumpul di ujung fialid berbentuk bulat (Gambar 5). Dari ciri-ciri morfologinya,

    jamur ini sesuai dengan karakteristik T. hazianum dalam Rifai (1996) yang

    menyebutkan bahwa koloni T. harzianum memiliki permukaan halus dan dapat

    membentuk miselium udara. Terjadi perubahan warna koloni mulai dari putih

    transparan, putih kehijauan hingga hijau. Konidiofor bercabang mirip pohon.

    b

    a

    c

    d

    10 µm 5 µm

  • 25

    Cabang yang terbentuk biasanya tunggal, namun ada beberapa yang membentu

    2 -3 percabangan. Fialospora terkumpul diujung fialid berbentuk bulat.

    Gambar 5. Trichoderma harzianum; (a) Koloni pada PDA umur 7 hsi, (b) konidiofor,

    (c) fialid, (d) fialospora

    4. Trichoderma longibrachiatum

    Secara makroskopis, koloni jamur pada usia 1-2 hari setelah inkubasi

    berwarna putih, kemudian pada hari ketiga koloni berwarna putih kehijauan yang

    kemudian menjadi hijau tua. Permukaan koloni agak kasar dan rapat.

    Pertumbuhan koloni cepat dan memenuhi cawan pada hari ke-4 seteah inkubasi.

    Secara makroskopis, jamur ini memiliki bentuk konidiofor bercabang seperti

    rumbai. Fialidnya berbentuk seperti botol dengan pangkal sedikit ramping.

    Fialospora pada jamur ini berbentuk oval (Gambar 6). Dari ciri-ciri morfologinya,

    jamur ini sesuai dengan karakteristik T. longibrachiatum dalam Rifai (1996) yang

    menyebutkan bahwa koloni T. longibrachiatum awalnya memiliki permukaan halus

    kemudian agak kasar. Terjadi perubahan warna koloni mulai dari putih transparan

    menjadi hijau. Konidiofor bercabang dan membentuk seperti rumbai yang kompak.

    Fialid yang terbentuk biasanya sedikit ramping di pangkal. Fialospora kebanyakan

    berbentuk oval.

    Gambar 6. Trichoderma longibrachiatum; (a) Koloni pada PDA umur 7 hsi, (b)

    konidiofor, (c) fialid, (d) fialospora

    10 µm 10 µm

    10 µm 5 µm

    b c

    d a

    c

    b

    d

    a

  • 26

    4.4. Pembahasan Umum

    Hasil uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma sp.,

    menunjukkan bahwa media RBCP dan RBC merupakan media selektif yang lebih

    efektif untuk isolasi Trichoderma sp. dari tanah. Pada kedua media tersebut,

    mampu menumbuhkan Trichoderma sp., dan mampu menghambat jamur lain

    seperti Aspergillus sp., Lecanicillium sp. dan juga Mucor sp. yang merupakan

    jamur-jamur kosmopolit. Akan tetapi, media dengan penambahan antijamur rose

    bengal dan propamocarb hydrochloride belum mampu menghambatPenicillium sp.

    dan Fusarium sp. Wojtkowiak-Gębarowska (2006) menyebutkan bahwa

    propamocarb kurang efektif digunakan untuk mengandalikan Fusarium sp.

    Media RBC yang mengandung rose bengal memiliki tingkat efektifitas yang

    lebih tinggi dibanding media PDAC dan PDACP untuk isolasi Trichoderma sp. dari

    tanah. Rose bengal merupakan garam sodium yang mengalami perubahan warna

    menjadi merah keunguan yang biasa digunakan untuk menghambat beberapa

    mikroorganisme pada media. Beberapa jamur yang mampu dihambat dengan

    penambahan rose bengal diantaranya, jamur Penicillium sp., Mucor sp. dan

    Aspergillus sp. Martin (1980), menjelaskan bahwa penambahan rose bengal

    efektif dalam mereduksi persebaran koloni jamur dan mengeliminasi bakteri yang

    tumbuh. Pada media yang menggunakan rose bengal, beberapa isolat

    Trichoderma sp. tumbuh lebih cepat daripada yang lain, membentuk koloni yang

    lebih besar yang menekan pertumbuhan isolat lainnya, sehingga mengurangi

    jumlah koloni.

    Media RBCP yaitu media RBC yang ditambahkan propamocarb

    hydrochloride. Media RBCP dapat mengisolasi jamur Trichoderma sp. lebih

    banyak dan mampu mereduksi jamur lain lebih banyak dibanding media RBC.

    Propamocarb ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan jamur lain selain

    Trichoderma sp. Propamocarb hydrochloride merupakan salah satu bahan aktif

    fungsida yang dapat mengendalikan bebera patogen tular tanah seperti Phytium

    sp., dan Sclerotium sp.. Hu (2007) menyebutkan Propamocarb hydrochloride pada

    umumnya juga digunakan untuk mengendalikan Phythopthora sp.

    Trichoderma sp. mampu tumbuh dalam media RBC dan RBCP karena

    Trichoderma sp. termasuk jamur yang toleran dan pertumbuhannya sangat cepat.

    Selain itu Trichoderma sp. dapat bertahan pada kondisi miskin unsur hara,

    kekeringan, dan lingkungan yang tidak menguntungkan. Hal ini didukung oleh

    pernyataan Berlian (2013) yang menyebutkan bahwa beberapa jenis Trichoderma

  • 27

    spp. dapat bertahan hidup dengan membentuk klamidospora pada kondisi yang

    tidak menguntungkan dan cukup tahan terhadap fungisida dan herbisida. Hal ini

    dipertegas dengan pernyataan Hu (2007) yang menerangkan bahwa Trichoderma

    viride dan Trichoderma harzianum lebih resisten pada fungsida berbahan aktif

    iprodione dan propamocarb. Kemampuan tersebut menjadikan satu kelebihan

    dalam pemanfaatan Trichoderma spp. sebagai agens pengendalian hayati

    khususnya untuk patogen tular tanah.

    Media yang lebih efektif yaitu RBC dan RBCP selanjutnya digunakan untuk

    isolasi Trichoderma sp. dari tanah pada 4 lahan berbeda meliputi lahan krisan

    PHT, lahan krisan konvensional I, lahan krisan konvensional II, dan lahan hutan.

    Spesies Trichoderma sp. paling barnyak ditemukan pada lahan krisan PHT yaitu

    sebanyak 3 spesies Trichoderma sp., meliputi T. viride, T. harzianum dan T.

    longibrachiatum. Pada lahan krisan konvensional I didapatkan 2 spesies

    Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. harzianum. Pada lahan konvensional II

    hanya ditemukan 1 spesies Trichoderma sp. yaitu T. harzianum. Sedangkan pada

    lahan hutan didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. viride.

    Pengelolaan lahan yang berbeda pada lahan krisan berpengaruh terhadap

    kelimpahan Trichoderma sp. dalam tanah. Pengelolaan lahan yang kurang tepat

    akan berdampak pada menurunnya kelimpahan Trichoderma sp. dalam tanah.

    Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme tanah yang dapat berperan sebagai

    agens hayati pengendali patogen khususnya patogen tular tanah, sehingga

    apabila kelimpahan Trichoderma sp. dalam tanah menurun maka dapat

    mempengaruhi pertumbuhan dan ketahanan tanaman. Adanya pengelolaan lahan

    dan pemberian bahan masukan lain kedalam tanah membentuk suatu lingkungan

    yang sesuai dengan pertumbuhan Trichoderma sp. Hal ini tersebut mendukung

    hasil yang menyatakan jumlah spesies Trichoderma sp. yang ditemukan di lahan

    krisan PHT lebih banyak dibanding pada lahan hutan karena pada lahan hutan,

    vegetasi yang ada dibiarkan tumbuh secara alami dan tidak ada pengolahan tanah

    ataupun perlakuan khusus seperti penambahan input dari luar.

    Suryanti et al., (2003) menyatakan bahwa agens hayati Trichoderma sp.

    mampu mendekomposisi lignin, selulosa, dan kitin dari bahan organik menjadi

    unsur hara yang siap diserap tanaman. Adapun Lehar (2012) menyebutkan

    peranan agens hayati Trichoderma sp. yang ditambahkan adalah untuk

    mendegradasi bahan organik menjadi hara. Bustaman (2000) menambahkan

    pemberian mikroorganisme Trichoderma sp. dapat menimbulkan ketahanan pada

  • 28

    tanaman yang diberi pupuk organik yang menyediakan fosfor sehingga tanaman

    tumbuh lebih kuat karena tanaman mampu membentuk epidermis yang lebih tebal.

    Pengolahan lahan membantu dalam memberikan kecukupan ruang pori

    untuk aerasi sehingga mendorong pertumbuhan mikroorganisme tanah termasuk

    Trichoderma sp. yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Hidayat

    (2006), menjelaskan bahwa Trichoderma sp. termasuk jamur yang bersifat aerob,

    yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya dan kebanyakan dapat

    tumbuh pada interval pH yang luas yaitu pH 2.0 – 8.5. Prihastuti (2011) juga

    menerangkan bahwa pengelolaan tanah mempengaruhi keberadaan komunitas

    mikroba. Penggunaan pestisida, kompos, kotoran ternak dan introduksi mikroba

    akan mempengaruhi struktur komunitas mikroba dalam tanah.

    Adapun keanekaragaman spesies Trichoderma sp. pada lahan

    konvensional II paling rendah bisa disebabkan karena pengelolaan lahan yang

    kurang tepat. Pengendalian OPT masih menggunakan pestisida/ fungisida yang

    beranekaragam dan diaplikasikan secara terjadwal. Hasil wawancara dengan

    petani krisan menyebutkan bahwa intensitas serangan penyakit pada lahan krisan

    konvensional II paling tinggi diantara lahan krisan lainnya, yaitu mencapai 60 –

    70%. Dampak penggunaan fungisida yang terus menerus dapat menurunkan

    keanekaragaman dan aktivitas mikroba bermanfaat dalam tanah. Widiastuti (2011)

    menjelaskan bahwa kelemahan fungisida sistemik yang perlu diwaspadai adalah

    memiliki sasaran bunuh yang spesifik sehingga mengakibatkan munculnya

    resistensi dari patogen yang timbul sebagai reaksi perlawanan dari patogen yang

    terpapar suatu senyawa kimia secara terus menerus.

    Mengacu pada buku A revision of the Genus Trichoderma oleh Rifai (1969),

    terdapat 9 spesies Trichoderma sp. yang berhasil teridentifikasi. Sehingga secara

    umum, keanekaragaman spesies Trichoderma sp. pada lahan krisan baik itu pada

    lahan krisan PHT maupun konvensional bisa dikatakan cukup tinggi karena

    ditemukan 4 spesies Trichoderma sp. yaitu T. viride, T. harzianum dan T.

    longibrachiatum dan T. koningii.

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

    sebagai berikut:

    1. Media selektif RBCP dan RBC lebih efektif untuk isolasi Trichoderma sp.

    dari tanah dibanding media PDAC dan PDACP.

    2. Kelimpahan spesies Trichoderma sp. pada lahan krisan PHT lebih banyak

    dibandingkan lahan lainnya. Pada lahan krisan PHT didapatkan 2 spesies

    Trichoderma sp. yaitu T. viride, T. harzianum dan T. longibrachiatum. Pada

    lahan krisan konvensional I didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T.

    koningii dan T. harzianum. Pada pada lahan konvensional II didapatkan 1

    spesies Trichoderma sp. yaitu T. harzianum. Sedangkan lahan hutan

    didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. viride

    5.2. Saran

    Saran yang diajukan terkait hasil penelitian yang telah dilakukan adalah

    media RBC dan RBCP efektif digunakan sebagai media untuk isolasi Trichoderma

    sp., akan tetapi belum selektif karena jamur Fusarium sp. dan Penicillium sp masih

    tumbuh sehingga perlu adanya penelitian lanjutan terkait perlakuan atapun bahan

    lain yang dapat ditambahkan pada media tersebut sehingga bisa didapatkan

    media yang selektif untuk isolasi Trichoderma sp. dari tanah. Selain itu, dalam

    penggunaan fungisida sintetis perlu dibatasi karena pemakaian yang intensif

    berdampak pada kesehatan tanah dan keanekaragaman mikroba bermanfaat

    dalam tanah.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abadi, A. L., A. Widodo., dan K. Hidayat. 1993. Studi Sistem Aplikasi Pestisida

    Dalam Usaha Tani Hortikultura dan Upaya Pengendaliannya di Sub DAS

    Brantas Jawa Timur. Jurnal Universitas Brawijaya 1: 1-12.

    Adriansyah, A., M. Arri., M. Hamawi., dan A. Ikhwan. 2015. Uji Metabolit

    Sekunder Trichoderma sp. Sebagai Antimikrobia Patogen Tanaman

    Pseudomonas solanacearum Secara in Vitro. Gontor AGROTECH Science

    Journal 2 (1): 19 – 30.

    Agrios G. N. 2005. Plant Pathology 5th ed. New York: Academic Press.

    Ariyanto, E. F., A. L. Abadi., dan S. Djauhari. 2013. Keanekaragaman Jamur

    Endofit pada Daun Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan Sistem

    Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dan Konvensional di Desa Baye,

    Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang. Jurnal HPT 1(2): 37 – 51.

    Baker, K. F., and R. J. Cook. 1982. Biological Control of Plant Pathogens. The

    American Phytopathology Society. Minnessota Fravel.

    Berlian, I., B. Setyawan., dan H. Hadi. 2013. Mekanisme Antagonis Trichoderma

    sp. Terhadap Beberapa Patogen Tular Tanah. Warta Perkaretan 32(2): 74

    – 82.

    Bustaman, H. 2000. Penggunaan Jamur Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan

    Pertumbuhan Tanaman Jahe dan Penurunan Penyakit Layu. Seminar

    Nasional BKS Barat Bidang Ilmu Pertanian. 23-24 September 2000.

    Chet, I., N. Benhamou., dan S. Haran. 2005. Mycoparasitism and Lytic Enzymes.

    In Harman, G. E. and C. P. Kubicek (Eds), Trichoderma and Gliocladium

    enzymes biological control and commercial applications Volume 2. Taylor

    and Francis. London.

    Dharmaputra O. S., A.W. Gunawan., dan Nampiah. 1989. Mikologi Dasar.

    Bogor: Penuntun Praktikum. Departemen dan kebudayaan Direktorat

    Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Ilmu Hayat, IPB.

    Dwiastuti, M.E., Fajri, M.N., dan Yunimar. 2015. Potensi Trichoderma spp.

    sebagai Agens Pengendali Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu pada

    Tanaman Stroberi (Fragaria x ananassa Dutch.). J. Hortikultura. 25(4): 331

    – 339.

    Elad Y. Chet I, 1983. Improved Selective Media for Isolation of Trichoderma sp.

    or Fusarium sp. Phytoparasitica 11: 55 8.

    FAO. 2013. FAO Specifications and Evaluations for Agricultural Pesticides

    Propamocarb. (available on http://www.fao.org/agriculture/crops/core-

    themes/theme/pests/jmps/en/).

    Gandjar, I., R.A. Samson., K. Van den Tweel-Ver Meulen., A. Oetari., dan I.

    Santoso. 1999. Pengenalan Jamur Tropik Umum. Jakarta. Yayasan Obor

    Indonesia.

    http://www.fao.org/agriculture/crops/core-themes/theme/pests/jmps/en/http://www.fao.org/agriculture/crops/core-themes/theme/pests/jmps/en/

  • 31

    Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Penerbit Agromedia

    Pustaka. Jakarta.

    Harjono., S. M. dan Widyastuti. 2001. Antifungal Activity of Purified Endochitinase

    Produced by Biocontrol Agent Trichoderma reseei Againsts Ganoderma

    philippii. Pakistan J. Biol. Sc. 4 (10): 1232 – 1234.

    Harman, G. E., C. R. Howell., A. Viterbo., I. Chet, and M. Lorito. 2004.

    Trichoderma species – Opportunistic, Avirulent Plant Symbionts. Nat Rev

    Microbiol 2: 43 – 56.

    Hu, J., Hong, C., Stromberg, E. L., and Moorman, G. W. 2007. Effects of

    propamocarb hydrochloride on mycelial growth, sporulation, and infection

    by Phytophthora nicotianae isolates from Virginia nurseries. Plant Disease.

    91 (4): 414 – 420.

    Jarvis, B. 1973. Comparison of an Improved Rose-Bengal-Chlortetracycline Agar

    with Other Media for the Selective Isolation and Enumeration of Moulds and

    Yeasts in Food. J. Appl. Bacteriol. 36: 723 – 727.

    Lehar, L. 2012. Pengujian Pupuk Organik Agens Hayati (Trichoderma sp.)

    terhadap Pertumbuhan Kentang (Solanum Tuberlosum L). Jurnal

    Penelitian Pertanian Terapan 12(2): 115 – 124.

    Mohiddin, F. A., M. R. Khan, S. M. Khan., and B.H. Bhat. 2010. Why Trichoderma

    is Considered Super Hero (Super Fungus) Against the Evil Parasites?.

    Plant Pathology Journal 9: 92 – 102..

    Muhibbudin, A., Addina, L., Abadi, A. L., dan Ahmad, A. 2011. Biodiversity of Soil

    Fungi on Integrated Pest Management Farming System. Agrivita 33(2):

    111 – 118.

    Prihastuti. 2011. Struktur Komunitas Mikroba Tanah dan Implikasinya dalam

    Mewujudkan Sistem Pertanian Berkelanjutan. El-Hayah 1(4): 174-181.

    Rifai, M.A. 1969. A Revision of the Genus Trichoderma sp.. Mycological Papers

    116: 1 – 116.

    Rostaman, T., L. Angria., dan A. Kasno. 2003. Ketersediaan Hara P dan K Pada

    Lahan Sawah Dengan Penambahan Bahan Organik Pada Inceptisols.

    Prosiding Seminar dan Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia

    (HITI) X. Buku 1: 116-124. Jurusan Ilmu tanah Fakultas Pertanian UNS

    Bekerjasama dengan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI).

    Sarles W. B., C. F. William, B. W. Joe, and G. K. Stanley. 1956. Microbiology

    General and Applied 2nd edition New York: Harper and Brother.

    Sastrahidayat, I. R. and S. Djauhari. 2012. Phytopathology Research Techniques

    (Plant Pathology) (in Indonesian). Malang: UB Press. p. 174.

    Smith D., and H. S Onions. 1994. The Preservation and Maintenance of Living

    Fungi 2nd ed. London: Commonwealth Agricultural Bureaux Internasional.

    Sudantha, I.M., dan A.L. Abadi. 2011.Uji Efektivitas Beberapa Jenis Jamur

    Endofit Trichoderma spp. Isolat Lokal NTB Terhadap Jamur Fusarium

  • 32

    oxysporum f. sp. vanillae Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Bibit

    Vanili. Crop Agro 4(2): 64 – 73.

    Suryanti, T. Martoedjo, A-H. Tjokrosoedarmono, dan E. Bustaman, H. 2000.

    Penggunaan Jamur Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan

    Tanaman Jahe dan Penurunan Penyakit Layu. Seminar Nasional BKS

    Barat Bidang Ilmu Pertanian. 23-24 September 2000.

    Tindaon, H. 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan

    Pupuk Organik untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium

    rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L) di Rumah Kasa.

    Sumatera Utara. USU Repository.

    Widiastuti, A., W. Agustina, A. Wibowo, dan C. Sumardiyono. 2011. Uji Efektivitas

    Pestisida Terhadap Beberapa Patogen Penyebab Penyakit Penting pada

    Buah Naga (Hylocereus sp.) Secara in Vitro. Jurnal Perlindungan Tanaman

    Indonesia 12 (2): 73 – 76.

    Wirawan, A.E., S. Djauhari, dan L. Sulistyowati. 2014. Analisis Perbedaan

    Pengaruh Penerapan Sistem PHT dan Konvensional terhadap

    Keanekaragaman Trichoderma sp. pada Lahan Padi. Jurnal HPT 2 (3):

    66 – 73.

    Wojtkowiak-Gębarowska. E., and S.J. Pietr. 2006. Colonization of Roots and

    Growth Stimulation of Cucumber by Iprodione-resistant Isolates of

    Trichoderma spp. Applied Alone and Combined with Fungicides.

    Phytopathology. 41 : 51 – 64.

    Bagian Depan.pdfBAB I.pdfBAB II.pdfBAB III.pdfBAB IV.pdfBAB V.pdfDaftar Pustaka.pdf