UJI EFEK ANALGETIK
-
Upload
christian-modundo -
Category
Documents
-
view
4.172 -
download
3
Transcript of UJI EFEK ANALGETIK
1
BAB I
PENDAHULUAN
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang
dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri yang diakibatkan
oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis,
kimiawi dan fisika sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang
memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin
yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan
ke otak yang secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu
analgetika non narkotik seperti asetosal, parasetamol dan analgetika
narkotik seperti morfin (1, 2).
Rangsang yang menimbulkan rasa nyeri ialah kerusakan pada
jaringan, atau gangguan metabolisme jaringan. Hal ini mengakibatkan
perubahan pada konsentrasi lokal ion (penurunan harga pH jaringan,
peninggian konsentrasi ion kalium ekstrasel) maupun pembebasan
senyawa mediator. Sebagai akibatnya, reseptor nyeri (nosiseptor) yang
terdapat dikulit, didalam jaringan yang terdapat didalam kerangka otot,
jaringan ikat, dan selaput tulang dapat terangsang. Tergantung pada letak
timbulnya rasa nyeri dapat dibedakan antara nyeri permukaan, nyeri yang
dalam dan nyeri viceral, yang secara kualitatif dialami dengan cara yang
berbeda. Dari reseptor, nyeri dikonduksi sebagai impuls listrik yang
bersusulan (potensial aksi) melalui urat saraf sensorik (urat saraf nyeri) ke
1
2
sumsum tulang belakang dan akhirnya melalui otak tengah (talamus) ke
sinusoid pusat posterior dari otak besar, dimana terjadi kesadaran akan
nyeri (3).
Peperomia pellucida (L). H.B.K, suku Piperaceae atau sering
dikenal dengan tumbuhan suruhan biasanya tumbuh liar ditempat-tempat
yang lembab dan bergerombol. Tanaman suruhan mudah dijumpai di
kebun, di halaman rumah, tepi jalan, di pinggiran selokan, dan di tempat
lain yang lembab atau berair. Tinggi tanaman suruhan sekitar 40 cm,
dengan dahan berbuku-buku serupa tanaman sirih. Tumbuhan ini sudah
lama dikenal oleh masyarakat luas sebagai obat, bahkan telah
diperdagangkan. Di Filipina tanaman ini disebut tangon-tangon atau
ulasiman-bato, dan telah lama dimanfaatkan sebagai obat, antara lain
untuk membantu mengatasi gangguan artritis, gout (asam urat), bisul,
bengkak bernanah, jerawat, sakit kepala, nyeri perut, dan masalah pada
ginjal (4).
Infus herba P. pellucida telah dilaporkan pada konsentrasi 10%
dapat menurunkan kadar asam urat dengan beda signifikan terhadap
kontrol positif Alopurinol (4). P. pellucida umumnya dikonsumsi dengan
cara diseduh, tetapi ada juga yang mengkonsumsinya sebagai lalapan
segar. Herba suruhan mengandung alkaloid, saponin, polifenol, kalsium
oksalat, lemak, dan minyak atsiri (5).
Khan A, Rahman M dan Islam S juga telah membuktikan bahwa P.
pellucida mempunyai aktivitas antipiretik dengan cara menghambat
3
prostaglandin (6). Sehingga diduga bahwa herba suruhan memiliki
aktivitas sebagai analgetika, maka penelitian ini dilakukan dengan menguji
kebenaran khasiat analgetika pada pemberian ekstrak etanol herba
suruhan (kecuali akarnya) pada mencit jantan dengan menggunkan
metode kimia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka telah dilakukan penelitian
untuk mengetahui efek analgetika ekstrak etanol suruhan (Peperomia
pellucida (L). H.B.K. terhadap mencit jantan (Mus musculus) dengan
menggunakan metode kimia. Penelitian ini bertujuan untuk untuk
mengetahui kebenaran khasiat analgetik setelah pemberian suspensi
ekstrak etanol dari herba suruhan pada mencit jantan (Mus musculus)
dengan menghitung jumlah geliat setiap 5 menit selama 30 menit.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida (L). H.B.K.)
II.1.1 Klasifikasi Tanaman (7).
Klasifikasi tanaman Suruhan (Peperomia pellucida (Linnaeus) H. B.
Kunth) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Magnoliidae
Bangsa : Piperales
Suku : Piperaceae
Marga : Peperomia
Jenis : Peperomia pellucida (Linnaeus) H.B.Kunth
II.1.2 Nama Asing dan Daerah
Sumatera : Ketumpangan ayer (Melayu)
Jawa : Saladaan (Sunda) Sladanan, Suruhan (Jawa)
Maluku : Gofu goroho (Ternate)
Makassar : Kaca-kaca
4
5
II.1.3 Morfologi Tanaman.
Tinggi batang 20 sampai 40 cm, berair, bercabang, bulat, tebalnya
sekitar 5 mm, warnanya hijau pucat. Daun tunggal letaknya berseling,
bentuk bundar telur melebar dengan ujung meruncing, pangkalnya
membentuk jantung, tepi rata, panjang 1-3 cm, permukaan atas hijau
pucat mengkilap, permukaan bawahnya lebih muda dan agak kelabu.
Bunga tersusun dalam rangkaian berbentuk bulir yang panjangnya 1-6
cm, warnanya hijau, di ujung tangkai dan ketiak daun. Buah berbentuk
bulat, ujung runcing, sangat kecil dengan diameter kurang dari 1 mm
tersusun seperti buah lada, berbentuk bujur dan berwarna hijau ketika
muda dan coklat apabila matang mempunyai minyak sari apabila dimasak.
Herba ini tumbuh menegak (8).
II.1.4 Tempat Tumbuh
Herba Suruhan (P. pellucida) tumbuh liar dan biasanya
menggerombol. Mudah dijumpai di kebun, di halaman rumah, tepi jalan, di
pinggiran selokan, dan di tempat lain yang lembab atau berair.
II.1.5 Kegunaan
Herba Suruhan menunjukkan aktivitas agen antibakteri
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa,
dan Escherichia coli. Herba suruhan juga biasa digunakan sebagai
analgetik, obat asam urat (4), antipiretik (6), dan memberikan efek
neurofarmakologi (9).
6
II.2 Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah obat jadi atau obat berbungkus yang
berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan
galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai
data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan
pengalaman (10).
II.3 Nyeri dan Analgetika
II.3.1 Patofisiologi Nyeri
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering.
Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi
serta sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal
yang tidak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha
bebas darinya. Pada beberapa penyakit, misalnya pada tumor ganas
dalam fase akhir, meringankan nyeri kadang-kadang merupakan satu-
satunya tindakan yang berharga (11).
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala yang fungsinya memberi
tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan,
infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan
mekanisme atau kimiawi, panas atau listrik yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (1).
Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung saraf
bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini rangsang
dialirkan melalui saraf sensoris ke sistem saraf pusat (SSP), melalui
7
sumsum tulang belakang ke talamus optikus kemudian ke pusat nyeri
dalam otak besar dimana rangsang terasa sebagai nyeri (12).
Berdasarkan tempat terjadinya, nyeri dibedakan menjadi 2 yaitu:
nyeri somatik dan nyeri viceral. Nyeri somatik dibagi dua kualitas yaitu
nyeri permukaan dan nyeri dalam. Bila nyeri berasal dari kulit rangsang
yang bertempat dalam kulit maka rasa yang terjadi disebut nyeri
permukaan, sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang,
atau dari jaringan ikat disebut nyeri dalam (11).
Nyeri permukaan yang terbentuk kira-kira setelah tertusuk dengan
jarum pada kulit, mempunyai karakter yang ringan, dapat dilokalisasi
dengan baik dengan hilang cepat setelah berakhirnya rangsang. Nyeri ini
dapat dikatakan nyeri pertama. Nyeri pertama sering diikuti nyeri kedua
khususnya pada intensitas rangsang yang tinggi. Sifatnya menekan dan
membakar yang sukar untuk dilokalisasi dan lambat hilang. Nyeri ini
disebut nyeri lama (11).
Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamin,
serotonin, plasmakinin (antara lain bradikinin) dan prostaglandin, juga ion-
ion kalium. Zat-zat tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi radang
dan kejang-kejang dari jaringan otot yang selanjutnya mengaktifkan
reseptor nyeri. Plasmakinin merupakan peptida (rangkaian asam-asam
amino) yang terbentuk dari protein-protein plasma, sedangkan
prostaglandin merupakan zat yang mirip asam lemak dan terbentuk dari
asam-asam lemak esensial. Kedua zat tersebut berkhasiat sebagai
8
vasodilatator kuat dan memperbesar permeabilitas (daya hablur) kapiler
dengan akibat terjadinya radang dan udema (1).
Selain sistem penghantar nyeri, masih terdapat sistem penghambat
nyeri tubuh sendiri pada tingkat yang berbeda, terutama dalam batang
otak dan dalam sumsum tulang belakang, mempersulit penerusan impuls
nyeri sehingga menurunkan rasa nyeri. Endorfin sebagai agonis system
penghambat nyeri tubuh sendiri telah diidentifikasikan sebagai polipeptida
dan oligopeptida. Minimum sebagian merupakan bagian pecahan hormon
yang berasal dari hipofisis yaitu -lipotropin yang tidak berkhasiat
analgetika, termasuk golongan endorfin. Yang termasuk endorfin: -
endorfin dengan 31 asam amino, - dan - endorfin (fragmen dari -
endorfin), dimorfin dengan 17 atau 18 asam amino, pentapeptida metionin
enkefalin (met-enkefalin dan leu-enkefalin), yang terdiri atas 5 asam amino
ujung dari endorfin (met-enkefalin) serta 5 asam amino ujung dari dinorfin
(leu-enkefalin) (11).
Endorfin bekerja pada reseptor yang sama, disebut reseptor opiat,
sehingga menunjukkan kerja farmakodinamika yang sama seperti opiat,
dan karena sifat peptidanya maka farmakokinetiknya berbeda. Endorfin
melalui kerja pada prasinaptik menurunkan pembebasan neurotransmiter
lain khususnya senyawa P sebagai pembawa impuls nyeri somatik
sehingga jumlah potensial aksi yang diteruskan menurun (11).
9
Gambar 1. Mediator Yang Dapat Menimbulkan Rangsangan Nyeri Setelah Kerusakan Jaringan (11).
Zat nyeri yang mempunyai potensi kecil adalah ion hidrogen. Pada
penurunan nilai pH di bawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat
pada kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Demikian halnya dengan
ion kalium yang keluar dari ruang intrasel setelah terjadi kerusakan
jaringan dan dalam interstisium pada konsentrasi >20 mmol/liter
menimbulkan rasa nyeri. Sedangkan histamin pada konsentrasi relatif
tinggi (10-8 g/l ) terbukti sebagai zat nyeri.
Asetilkolin pada konsentrasi rendah mensensibilisasi reseptor nyeri
terhadap zat nyeri lain sehingga senyawa yang dalam konsentrasi yang
sesuai secara sendiri tidak berkhasiat, dapat menimbulkan nyeri. Pada
10
konsentrasi tinggi, asetilkolin bekerja sebagai nyeri yang berdiri sendiri.
Serotonin merupakan senyawa yang menimbulkan nyeri yang paling
efektif dari kelompok transmitter. Kelompok senyawa penting lainnya
adalah kinin, khususnya bradikinin yang termasuk senyawa penyebab
nyeri terkuat. Prostaglandin yang dibentuk lebih banyak dalam peristiwa
nyeri, mensensibilitasi reseptor nyeri dan juga menjadi penentu dalam
nyeri lama (11).
Cara pemberantasan nyeri (1):
1. Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer
oleh analgetika perifer atau oleh anastetik lokal.
2. Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris,
misalnya dengan anastetik lokal.
3. Menghalangi pusat nyeri dalam sistem syaraf pusat dengan
analgetika sentral (narkotik) atau dengan anastetik umum.
II.3.2 Analgetika
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapetik
meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi
umum. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri atas dua tahap yaitu tahap
penerimaan perangsang sakit dibagian otak besar dan tahap reaksi
emosional dari individu terhadap perangsang ini. Obat penghilang nyeri
(analgetika) mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi
ambang kesadaraan akan rasa sakit, sedangkan narkotika menekan
reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh perangsang sakit itu (11).
11
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi 2 kelompok
besar, yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.
II.3.3 Penggolongan Analgetika
A. Analgetika Narkotik (1).
Zat ini mempunyai daya penghalau nyeri yang kuat sekali dengan
titik kerja yang terletak di sistem saraf sentral, mereka umumnya
menurunkan kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan
menimbulkan perasaan nyaman (euforia), serta mengakibatkan
ketergantungan fisik dan psikis (ketagihan, adiksi) dengan gejala-gejala
abstinensia bila pengobatan dihentikan. Analgetika narkotik atau analgesik
opioid merupakan kelompok obat yang mempunyai sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Termasuk golongan obat ini yaitu:
1) Obat yang berasal dari opium-morfin,
2) Senyawa semi sintetik morfin,
3) Semi sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme aksi dari obat-obat golongan ini adalah menghambat
adenilat siklase dari neuron, sehingga terjadi penghambatan sintesis
c-AMP (siklik Adenosin Mono Phosphat), selanjutnya menyebabkan
perubahan keseimbangan antara neuron noradrenergik, serotonik dan
kolinergik. Mekanisme kerja yang sesungguhnya belum benar-benar
jelas (11).
12
B. Analgetika Non Narkotik (1)
Analgetika non-narkotik bersifat tidak adiktif dan kurang kuat
dibandingkan dengan analgetika narkotik. Obat-obat ini juga dinamakan
analgetika perifer, tidak menurunkan kesadaran dan tidak mengakibatkan
ketagihan secara kimiawi. Obat-obatan ini digunakan untuk mengobati
nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat dibeli bebas. Obat-obatan ini
efektif untuk nyeri perifer pada sakit kepala, dismenore (nyeri menstruasi),
nyeri pada inflamasi, nyeri otot, dan arthritis ringan sampai sedang.
Kebanyakan dari analgetika menurunkan suhu tubuh yang tinggi,
sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgetika seperti aspirin,
mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan. Efek samping
dari analgetika yang paling umum adalah gangguan lambung, kerusakan
darah, kerusakan hati, dan juga reaksi alergi di kulit.
Analgetika secara kimiawi dibagi atas 4 golongan yaitu :
1) Golongan salisilat
a. Asetosal
b. Salisilamid
c. Natrium salisilat
2) Golongan pirazolon
a. Antipirin
b. Aminopirin
c. Fenilbutazon
13
3) Golongan antranilat
a. Glafenin
b. Asam mefenamat
c. Ibuprofen
4) Golongan p-aminofenol
a. Fenasetin
b. Paracetamol
II.4 Uraian Bahan
II.4.1 Asam Mefenamat
Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi non steroid
bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan
tubuh dengan menghambat enzim siklooksiginase sehingga mempunyai
efek analgesik, antiinflamasi dan antipiretik.
Gambar 2. Asam N-2,3-xililantranilat. Struktur Kimia Asam Mefenamat. (Sumber : Direktorat Jenderal Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia. Edisi IV. 1995. Jakarta, hal. 43).
14
II.4.1.1 Uraian Kimia (13).
Nama resmi : Acidum Mefenamicum
Sinonim : Benzoic acid, 2-[(2,3-etilfenil) amino], N-(2,3 Xyly)
anthranilic acid, ponstan.
Rumus molekul : C15H15N3NO2
II.4.1.2 Farmakodinamika (13).
Asam mefenamat mempunyai sifat analgesik, tetapi efek
antiinflamasinya lebih sedikit dibandingkan dengan aspirin, karena terikat
kuat pada protein plasma maka interaksi terhadap antikoangulan harus
diperhatikan.
II.4.1.3 Farmakokinetika (13).
Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna,
99% obat terikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai
dalam 2 jam setelah pemberian oral, dan waktu paruh dalam plasma
2-4 jam.
II.4.1.4 Efek Samping dan Intoksikasi (13).
Efek samping yang paling sering terjadi (kira-kira terjadi pada 25%
dari seluruh pasien) melibatkan sistem gastrointestinal. Biasanya berupa
dispepsia atau ketidaknyamanan gastrointestinal bagian atas, diare yang
mungkin berat dan disertai pembengkakan perut, serta perdarahan
gastrointestinal. Sakit kepala, pusing, mengantuk, tegang dan gangguan
penglihatan juga umum terjadi.
15
II.4.2 Asam Asetat
Asam asetat asam asetat mempunyai rumus molekul CH3COOH,
dengan berat molekul 60,05. Asam asetat mengandung tidak kurang dari
36,0% dan tidak lebih dari 37,0% b/b C2H4O2. Pemerian cairan jernih,
tidak berwarna, bau khas, menusuk dan rasa asam yang tajam (14).
II.5 Metode Pengujian Analetika
Penggunaan metode yang berbeda dari stimulasi yang
menghasilkan sakit memberikan teknik yang dapat digunakan untuk
membedakan antara analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.
Empat kategori besar dari stimulasi analgetika yang telah ditemukan
dan digunakan dalam mengevaluasi kelompok aktivitas analgetika
adalah: mekanik, listrik, panas, dan kimia. Metode panas, mekanik, dan
listrik digunakan untuk mengevaluasi aktivitas analgetika narkotik,
sedangkan metode induksi kimia digunakan untuk mengevaluasi
analgetika non narkotik. Sifat antagonis non narkotik ditentukan dengan
melihat daya menghilangkan rasa sakit atau analgetika akibat pemberian
asam asetat secara i.p. pada mencit percobaan. Gejala sakit pada mencit
sebagai akibat pemberian asam asetat adalah: adanya kontraksi dari
dinding perut, kepala dan kaki ditarik ke belakang sehingga abdomen
menyentuh dasar dari ruang yang ditempatinya, gejala ini dinamakan
geliat (writhing) (15).
16
II.6 Metode Ekstraksi Bahan Alam
II.6.1 Pengertian dan Tujuan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok,
diluar pengaruh cahaya matahari langsung (16).
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat
aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan dan
termasuk biota laut (17). Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik
komponen kimia yang terdapat dalam suatu simplisia. Zat-zat aktif
tersebut berada di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda
demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dan
pelarut tertentu dalam mengekstraksinya (18).
Zat aktif yang terkandung dalam tanaman maupun hewan biasanya
lebih larut dalam pelarut organik (19). Proses terekstraksinya zat aktif
dalam tanaman adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dan pelarut organik di luar sel (19). Maka larutan terpekat akan
berdifusi ke luar sel, dan proses ini berulang terus sampai tejadi
keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam sel dan di luar sel.
II.6.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain,
17
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia
berupa tanaman utuh, bagian tanaman, dan eksudat tanaman. Simplisia
hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat yang
dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni.
II.6.3 Ekstraksi secara Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur yang terlindung oleh cahaya.
Keuntungan penyarian dengan cara maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Maserasi
dilakukan dengan cara memasukan 10 bagian simplisia atau campuran
simplisia dengan derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana,
dituangi dengan 75 bagian penyari dan ditutup, serta dibiarkan selama 5
hari, terlindung dari cahaya sambil sekali-kali diaduk, diserkai dan peras,
cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya sampai diperoleh 100
bagian. Pindahkan dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk dan
terlindung dari cahaya selama 2 hari (17).
II.6.4 Etanol
Etanol merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan flavonoid,
alkaloid, tanin, dan saponin (20). Etanol tidak menyebabkan
pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat
terlarut. Keuntungan lain dari etanol mampu mengendapkan albumin dan
18
menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan sebagai cairan
pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya
campuran etanol-air. Etanol (96%) sangat efektif dalam menghasilkan
jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengganggu hanya skala
kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi, selain itu ekstrak etanol
sulit ditumbuhi kapang dan kuman, dan tidak beracun (21).
19
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
alat Maserasi, penangas air, jarum suntik peroral, jarum suntik
intraperitonial 1 ml, timbangan mencit, stop watch, alat-alat gelas,
timbangan analitik, alat rotavapor, oven, dan kandang pengamatan.
Bahan yang digunakan untuk uji daya analgetika dengan rangsang
kimia terdiri dari esktrak etanol herba suruhan, tablet Asam Mefenamat
sebagai penghambat nyeri (kontrol positif), asam asetat 1% sebagai
induktor nyeri, CMC-Na 1% (kontrol negatif), etanol 96 % dan aquadest.
Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih berjenis kelamin
jantan dengan berat badan antara 20-30 gram, berumur antara 2-3 bulan,
dalam kondisi sehat (22).
III.2 Penyiapan Sampel Penelitian
III.2.1 Penyiapan Sampel
Sampel herba suruhan (P.pellucida) diambil dari lingkungan sekitar
kampus UNHAS Tamalanrea, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10. Herba
yang diambil dibersihkan dari kotoran dan dicuci dengan air mengalir,
dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan,
terlindung dari sinar matahari langsung. Sampel yang digunakan
dideterminasi di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia UNHAS.
19
20
III.2.2 Ekstraksi Sampel
Herba Suruhan kering sebanyak 200 g dimasukan dalam bejana
maserasi kemudian ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 2,5 liter
dan didiamkan terendam selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Bejana
maserasi ditutup rapat dan disimpan dalam tempat yang terlindung dari
sinar matahari langsung. Filtrat disaring dengan kain saring, ampas
diekstraksi kembali dengan menggunakan pelarut etanol dilakukan
sebanyak 3 kali. Ekstrak cair yang diperoleh dikisatkan dengan rotavapor
sampai diperoleh ekstrak kental, lalu diangin-anginkan untuk
mendapatkan ekstrak kering (23).
III.2.3 Penetapan Dosis Asam Mefenamat
Dosis Asam Mefenamat ditentukan berdasakan faktor konversi
dosis manusia. Dosis lazim Asam Mefenamat adalah 500 mg satu kali
pakai. Pemberian dosis didasarkan pada berat badan orang dewasa rata-
rata 70 kg. Konversi dosis manusia (70 kg) ke mencit (20 g) adalah
0,0026, jadi dosis Asam Mefenamat untuk mencit 20 g adalah 1,3 mg/20
g BB atau 65 mg/kg BB (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2).
III.2.4 Perhitungan Volume Pemberian Asam Mefenamat
Dosis Asam Mefenamat untuk mencit ditentukan berdasarkan faktor
konversi berat badan manusia ke berat badan mencit adalah 65 g/kgBB.
Dosis untuk mencit 20 g adalah 1,3 mg. Untuk volume pemberian Asam
mefenamat adalah 0,13 ml (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2).
21
Stok larutan asam mefenamat dibuat dengan konsentrasi 1 % b/v
yang berarti 1 g asam mefenamat dilarutkan dengan aquades steril hingga
100 ml (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2)
III.2.5 Penetapan Dosis Ekstrak Etanol Herba Suruhan
Berdasarkan penggunaan herba suruhan kering sebagai obat
tradisional penghilang nyeri mempunyai dosis sekali minum yaitu 30 g
(25). Rata-rata berat manusia Indonesia adalah 50 kg, dikonversikan ke
bobot manusia berat 70 kg adalah 42 g. Faktor konversi manusia (70 kg)
adalah 0,0026 g, jadi dosis herba suruhan kering untuk mencit 20 gram
5,46 g/kg BB. Rata-rata randemen ekstrak etanol herba suruhan terhadap
bobot herba kering adalah 11% (lampiran 7), sehingga dapat diperoleh
dosis ekstrak etanol herba suruhan untuk mencit 20 g adalah 0,6 g/kg BB.
Dosis tersebut dijadikan acuan untuk orientasi penetapan dosis.
Kemudian dosis dikalikan 2, hasil perkalian dosis tersebut dijadikan dosis
pertama untuk pembuatan 3 peringkat dosis, sehingga dosis yang
diperoleh adalah 1,2 g/kg BB, 2,4 g/kg BB, dan 4,8 g/kg BB (lampiran 6).
III.3 Pembuatan Bahan Penelitian
III.3.1 Pembuatan Larutan Natrium CMC 1 %
Sebanyak 1 g Na-CMC dimasukan sedikit demi sedikit kedalam 50
ml air suling panas (suhu 700C) sambil diaduk dengan pengaduk elektrik
hingga terbentuk larutan kolodial dan dicukupkan volumenya hingga 100
ml dengan aquades dalam labu takar 100 ml (24).
22
III.3.2 Pembuatan Suspensi Asam Mefenamat
Asam Mefenamat sebanyak 20 tablet ditimbang dan dihitung bobot
rata-rata. Setelah itu, semua tablet Asam Mefenamat dimasukkan
kedalam lumpang dan digerus sampai menjadi serbuk. Ditimbang 1 g
Asam Mefenamat serbuk kemudian disuspensikan dalam Na-CMC 1%
sedikit demi sedikit sambil diaduk, dicukupkan volumenya sampai 100 ml.
(Perhitungan konversi dosis dan pembuatan suspensi asam mefenamat
dapat dilihat pada lampiran 2).
III.3.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Herba Suruhan
Suspensi dibuat dengan mendispersikan ekstrak etanol herba
suruhan dengan larutan koloidal Natrium CMC 1% b/v sebagai pembawa.
Dibuat dalam konsentrasi 1,2 g/kg BB; 2,4 g/kg BB; dan 4,8 g/kg BB
(Lampiran 6).
III.3.4 Pembuatan penginduksi Asam Asetat
Induksi rasa nyeri secara kimiawi digunakan asam asetat 1% yang
dilarutkan dalam NaCl 0,9% dengan cara disuntikkan secara
intraperitoneal yang diberikan 30 menit setelah pemberian suspensi
ekstrak etanol herba suruhan uji secara oral (25).
III.4 Pelaksanaan Uji Efek Analgetika Pada Mencit
III.4.1 Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus)
yang sudah dewasa, sehat dan aktivitas normal dengan bobot badan
23
antara 20-30 gram. Hewan tersebut diadaptasikan dengan lingkungan
sekitarnya selama 1-2 minggu. Mencit jantan disiapkan sebanyak 15 ekor
yang dibagi dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari 3 ekor (26).
III.4.2 Uji Analgetika
Mencit sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu ditimbang dan
dipuasakan selama 5 jam. Setiap kelompok diberi perlakuan secara
peroral sebagai berikut :
a. Kelompok I (Na-CMC) sebagai kontrol negatif
b. Kelompok II (Asam Mefenamat) sebagai kontrol positif dengan dosis
65 mg/kg BB yang disuspensikan dalam Na-CMC 1%.
c. Kelompok III diberikan suspensi ekstrak etanol herba suruhan dengan
dosis 1,2 g/kg BB.
d. Kelompok IV diberikan suspensi ekstrak etanol herba suruhan dengan
dosis 2,4 g/kg BB.
e. Kelompok V diberikan suspensi ekstrak etanol herba suruhan dengan
dosis 4,8 g/kg BB.
Perangsang nyeri diberikan secara intra peritonial pada menit ke 30
setelah diberi perlakuan dosis tunggal peroral, yaitu dengan pemberian
asam asetat 1% dosis 262,5 mg/kg BB.
III. 5 Pengumpulan Data dan Cara Analisis Data
Pengamatan dan Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung
timbulnya writhing atau geliat yang ditunjukkan dengan bagian abdomen
24
menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik ke
belakang setiap 5 menit selama 30 menit.
Data penelitian berupa jumlah geliat kumulatif pada masing-masing
kelompok perlakuan digunakan untuk menghitung daya analgetika yang
dinyatakan sebagai % proteksi dengan rumus sebagai berikut :
(27).
Setelah data persen proteksi diperoleh kemudian dilakukan test
Kolmogorov-Smirnov, test ini dilakukan untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Jika data terdistribusi
normal maka dilanjutkan uji homogenitas varian. Jika varian homogen
maka dilanjutkan dengan analisis statistik parametrik yaitu analisis varian
(ANAVA) satu jalan dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan SPSS
versi 17,0 for windows. Uji ANAVA bertujuan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan yang bermakna atau tidak antar kelompok perlakuan,
kemudian dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference) untuk
mengetahui perbedaan bermakna (signifikasi) atau tidak antar dua
kelompok perlakuan yang dibandingkan.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Data uji analgetika ekstrak etanol Herba Suruhan (Peperomia
pellucida (L.) H.B.K.) terhadap mencit jantan sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil pengamatan jumlah geliat mencit setelah pemberian Na-CMC 1%, Suspensi asam mefenamat, suspensi ekstrak etanol herba suruhan dosis 1,2 g/kg BB, 2,4 g/kg BB, dan 4,8 g/kg BB.
Kelompok kontrol negatif (Na-CMC 1%)
Mencit BB (g) Na-CMC (ml)
As. Asetat (ml)
Jumlah geliat (Selang waktu 5 menit selama
1 jam) Jumlah
5 10 15 20 25 30 1 22 0,55 0,55 5 15 25 20 13 12 90 2 22 0,55 0,55 4 12 24 19 14 13 86 3 20 0,5 0,5 6 13 27 22 17 13 98
Total 274 Jumlah Komulatif 91,33
Kelompok kontrol positif (Asam Mefenamat 1%) 1 20 0,13 0,5 2 7 13 10 5 2 39 2 22 0,14 0,55 2 5 9 11 7 4 38 3 20 0,13 0,5 3 7 9 12 5 3 39
Total 116 Jumlah Komulatif 38,67
Kelompok ekstrak etanol herba suruhan dosis I (1,2 g/kg BB) 1 20 0,5 0,5 3 7 10 6 3 5 34 2 24 0,6 0,6 4 8 12 7 5 2 38 3 20 0,5 0,5 2 7 13 7 6 2 37
Total 109 Jumlah Komulatif 36,33
Kelompok ekstrak etanol herba suruhan dosis II (2,4 g/kg BB) 1 22 0,55 0,55 1 4 9 11 3 2 30 2 20 0,5 0,5 2 5 8 9 5 2 31 3 22 0,55 0,55 2 3 6 11 9 1 32
Total 93 Jumlah Komulatif 31
Kelompok ekstrak etanol herba suruhan dosis III (4,8 g/kg BB) 1 20 0,5 0,5 2 3 6 7 4 3 25 2 20 0,5 0,5 1 2 7 5 4 3 22 3 22 0,55 0,55 2 4 5 6 3 1 21
Total 68 Jumlah Komulatif 22,67
25
26
IV. 2 Pembahasan
Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang fungsinya memberi tanda
tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi
kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan
mekanisme atau kimiawi, panas atau listrik yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode kimia
(siegmud test) yang menggunakan mencit jantan sebagai hewan uji dan
asam asetat sebagai perangsang terbentuknya prostaglandin dan
menimbulkan rasa nyeri pada mencit. Metode ini cukup peka untuk
pengujian analgetika, obat yang mempunyai efek analgetika lemahpun
dapat memberikan hasil positif. Sebelum perlakuan, masing-masing
mencit dipuasakan selama kurang lebih 8 jam untuk menghindari
kemungkinan adanya pengaruh makanan terhdap kandungan bahan yang
berkhasiat pada herba suruhan yang dapat mempengaruhi efek analgetika
yang ditimbulkan. Selain itu, untuk memudahkan selama pemberian
ekstrak herba suruhan secara oral pada mencit.
Mencit putih jantan digunakan dengan alasan kondisi biologisnya
stabil bila dibandingkan dengan mencit betina yang kondisi biologisnya
dipengaruhi masa siklus estrus. Disamping keseragaman jenis kelamin,
hewan uji digunakan juga mempunyai keseragaman berat badan (antara
20-30 gram), dan umur (3-4 bulan). Hal ini bertujuan untuk memperkecil
variabilitas biologis antar hewan uji yang digunakan, sehingga dapat
27
memberikan respon yang relatif lebih seragam terhadap rangsang kimia
yang digunakan dalam penelitian ini. Pengelompokan hewan uji dilakukan
secara acak, maksudnya adalah setiap anggota dari masing-masing
kelompok perlakuan memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan
sampel.
Uji efek analgetika ekstrak herba suruhan dilakukan dengan
pemberian suspensi ekstrak etanol secara peroral dengan volume
pemberian 0,5 ml/20 g BB dalam beberapa konsentrasi, kemudian
disuntikan secara intra peritonial asam asetat sebanyak 0,25 ml/kg BB.
Pemberian asam asetat akan memacu prostaglandin sehingga
menimbulkan rasa nyeri pada hewan percobaan, hal ini ditandai dengan
adanya geliat dari mencit.
Penelitian ini menggunakan Asam Mefenamat sebagai pembanding
dengan maksud untuk membandingkan efektivitas ekstrak herba suruhan
dari beberapa konsentrasi dengan Asam Mefenamat yang selama ini
digunakan sebagai obat analgetika. Asam mefenamat digunakan sebagai
pembanding karena obat ini memiliki aktivitas dengan jalan menghambat
enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat.
Penelitian ini menggunakan 3 peringkat dosis sediaan uji yaitu 1,2
g/kg BB, 2,4 g/kg BB, 4,8 g/kg BB berdasarkan hasil uji orientasi dan 2
kelompok kontrol, yaitu kelompok kontrol positif menggunakan suspensi
asam mefenamat 1% dan kontrol negatif menggunakan 1% suspensi Na-
CMC. Kontrol positif berfungsi untuk membandingkan daya analgetika
28
dengan sampel yang diteliti, juga dapat digunakan untuk membuktikan
kevalidan dari metode yang digunakan.
Hasil jumlah geliat kumulatif mencit tiap 5 menit selama 30 menit
dapat dilihat pada tabel 2. Perlakuan suspensi Asam Mefenamat dan
suspensi ekstrak etanol herba suruhan dengan dosis 1,2 g/kg BB, 2,4
g/Kg BB, dan 4,8 g/Kg BB mempunyai efek analgetika. Suatu obat
dikatakan mempunyai aktivitas analgetika bila mampu menurunkan jumlah
geliat mencit sebesar lebih besar 50% dari jumlah geliat pada kelompok
kontrol negatif.
Tabel 2. Jumlah geliat kumulatif mencit tiap 5 menit selama 30 menit setelah mendapat perlakuan ekstrak etanol herba suruhan dosis 1,2 g/Kg BB, 2,4 g/Kg BB, 4,8 g/kg BB, kontrol (+), dan kontrol (-) setelah diinduksi dengan asam asetat dosis 262,5 mg/kg BB.
Kelompok perlakuan Jumlah geliat kumulatif mencit tiap 5 menit selama 30 menit x ± SE
1 2 3 Kontrol (-) 90 86 98 94,00 ± 4,01 Kontrol (+) 39 38 39 38,67 ± 0,34 Dosis 1,2 g/Kg BB 34 38 37 36,33 ± 1,20 Dosis 2,4 g/Kg BB 30 31 32 31,00 ± 0,58 Dosis 4,8 g/Kg BB 25 22 21 22,67 ± 1,20
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa jumlah geliat
kumulatif mencit pada semua kelompok yang mendapatkan perlakuan
ekstrak etanol herba suruhan dan suspensi asam mefenamat mengalami
penurunan dibandingkan terhadap kelompok kontrol negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak herba suruhan mampu mengurangi
timbulnya geliat mencit sebagai respon nyeri yang ditimbulkan oleh
pemberian asam asetat 1% (v/v) dosis 262,5 mg/kg BB sebagai
perangsang nyeri.
29
Data jumlah geliat kumulatif mencit masing-masing kelompok
perlakuan selanjutnya dibuat persen proteksi, hasil dapat dilihat pada
tabel 3 dan gambar 3 dimana setiap kelompok perlakuan menunjukan
persen proteksi yang berbeda-beda pada tiap peringkat dosisnya.
Presentase rata-rata tertinggi dosis 4,8 g/Kg BB yaitu 75,88%. Pada dosis
2,4 g/kg BB dan dosis 1,2 g/kg BB ekstrak etanol herba suruhan juga
mempunyai aktivitas sebagai analgetika karena persen proteksinya lebih
dari 50%.
Jumlah kumulatif rata-rata geliat mencit berkurang dengan semakin
bertambahnya dosis, hal ini diperjelas dengan grafik yang terdapat pada
gambar 3 yang memperlihatkan semakin tingginya gambar batang seiring
dengan meningkatnya dosis.
Tabel 3. Presentase proteksi pada mencit jantan kelompok perlakuan ekstrak etanol herba suruhan dosis 1,2 g/Kg BB, 2,4 g/Kg BB, 4,8 g/kg BB dan kontrol (+) terhadap kontrol negatif.
Kelompok perlakuan
Replikasi persen proteksi geliat x ± SE 1 2 3
Kontrol (+) 58,51 59,57 58,51 58,86 ± 0,35 Dosis 1,2 g/Kg BB 63,83 59,57 60,64 61,35 ± 1,28 Dosis 2,4 g/Kg BB 68,08 67,02 65,96 67,02 ± 0,61 Dosis 4,8 g/Kg BB 73,40 76,59 77,66 75,88 ± 1,28
Gambar 3. Grafik presentase proteksi rata-rata pada mencit jantan kelompok perlakuan ekstrak etanol herba suruhan dosis I – III dan kontrol (+).
Keterangan : Dosis I 1,2 g/Kg BB Dosis II 2,4 g/Kg BB Dosis III 4,8 g/Kg BB
58,86% 61,35% 67,02%
75,88%
30
Tabel 3 diketahui bahwa semua dosis dapat menurunkan jumlah
geliat nyeri lebih dari 50% terhadap kontrol negatif, dengan kata lain
semua dosis tersebut memiliki aktivitas sebagai analgesik. Gambaran
yang menunjukan hubungan antara dosis dan daya analgetik herba
suruhan dapat dilihat pada gambar 3.
Pada grafik tersebut tampak bahwa daya analgetik kelompok
perlakuan herba suruhan dosis 4,8 g/kg BB lebih besar daripada daya
analgetik asam mefenamat 65 mg/kg BB, yaitu 75,88 ± 1,28% dan 58,86 ±
0,35%. Daya analgetik semakin meningkat mulai dari dosis 1,2 g/kg BB,
2,4 g/kg BB dan 4,8 g/kg BB. Hasil pengujian ini juga menunjukkan bahwa
daya analgetik terbesar di antara kelompok lain yang mendapatkan
perlakuan ekstrak herba suruhan dihasilkan oleh dosis 4,8 g/kg BB
sebesar 75,88 ± 1,28%.
Data yang diperoleh diketahui bahwa masing-masing kelompok
perlakuan menghasilkan rata-rata geliat kumulatif yang berbeda-beda
dan untuk mengetahui data itu berbeda signifikan atau tidak maka
dilakukan analisis statistik dengan uji ANAVA satu jalan menggunakan
SPSS version 17 for windows, dilanjutkan uji LSD dengan taraf
kepercayaan 95%.
Persen proteksi analgetika yang diperoleh terlebih dahulu diuji
normalitasnya dengan uji Klomogorov-Smirnov untuk mengukur apakah
data memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik
parametrik. Dari tabel One-sample Klomogrov-Smirnov test diperoleh
31
angka probabilitas atau Asymp. Sig. (2-tailed). Nilai ini dibandingkan
dengan 0,05 (dalam kasus ini menggunakan taraf signifikansi atau α
adalah 5%) untuk pengambilan keputusan dengan pedoman jika nilai
signifikansi kurang dari 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal dan
jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka distribusi data adalah
normal. Pada tabel 3 hasil uji memperlihatkan data terdistribusi normal
dengan nilai sebesar 0,802 (0,802>0,05).
Tabel 4. Keputusan Uji Normalitas Data
Nama Variabel Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) Taraf signifikansi Keputusan
Analgetika 0,802 0,05 Normal Dosis 0,897 0,05 Normal
Dari tabel 4 diketuhui data terdistribusi normal maka dilanjutkan uji
homogenitas varian dengan menggunakan significance level α sebesar
5%, Jika probabilitas kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika probabilitas
lebih besar 0,05 maka H0 diterima. Nilai Levene Statistic atau Levene
hitung adalah 2.312 dengan probabilitas sebesar 0,153. Oleh karena
probabilitas lebih besar dari α (0,153 > 0,05) maka H0 diterima yang
berarti tidak ada perbedaan (sama) daya analgetika yang dihasilkan dan
dosis yang diberikan kepada mencit percobaan. Dengan demikian asumsi
kesamaan varian untuk uji One-Way ANOVA sudah terpenuhi.
Hasil uji statistik parametrik analisis varian (ANAVA) satu jalan
diperoleh hasil yang signifikan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan
0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
rata-rata persen proteksi tiap kelompok perlakuan memang benar-benar
32
berbeda. Hasil uji LSD persen proteksi antar kelompok perlakuan dari
kontrol (+) dengan ekstrak etanol pada mencit dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 5. Uji LSD persen proteksi antar kelompok perlakuan kontrol (+) dengan ekstrak etanol.
P (signifikan)
Kontrol (+) Dosis 1,2 g/kg BB
Dosis 2,4 g/kg BB
Dosis 4,8 g/kg BB
Kontrol (+) 0,108 0,000* 0,000*
Dosis 1,2 g/kg BB 0,000* 0,000*
Dosis 2,4 g/kg BB 0,000*
Dosis 4,8 g/kg BB Keterangan :
* = berbeda bermakna (p<0,05)
= tidak dibandingkan
= berbeda tidak bermakna (p>0,05)
Hasil uji LSD persen proteksi antara 2 kelompok perlakuan (tabel 4)
menunjukan bahwa ekstrak etanol dosis 1,2 g/Kg BB mempunyai persen
proteksi berbeda tidak bermakna (p>0,05) dengan kontrol positif. Berarti
ekstrak etanol dosis 1,2 g/kg BB dengan kontrol positif mempunyai daya
analgetika yang hampir sama, hal ini dimungkinkan karena selisih
perbedaan yang terjadi relatif kecil. Pada dosis 2,4 g/Kg BB dan 4,8 g/Kg
BB mempunyai persen proteksi yang berbeda bermakna dengan kontrol
positif namun pada dosis tersebut mempunyai aktivitas analgetika yang
lebih kuat dari kontrol positif dosis 65 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan
bahwa perbedaan aktivitas analgetika yang terjadi karena pemberian
dosis yang berbeda.
33
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa suspensi ekstrak etanol
herba suruhan berkhasiat sebagai analgetika, dimana semakin tinggi
dosis maka aktivitas analgetikanya semakin besar. Pada dosis 1,2 g/kg
BB mempunyai aktivitas analgetika rata-rata sebesar 61,35% dan Asam
Mefenamat dosis 65 mg/kg BB sebesar 58,86%, keduanya memiliki
aktivitas analgetik yang hampir sama. Perbandingan potensi efek
analgetik ekstrak etanol herba suruhan dosis 1,2 g/kg BB memiliki potensi
yang lebih baik dibandingkan dengan suspensi asam mefenamat dosis 65
mg/kg BB, karena dengan dosis yang kecil sudah mampu memberikan
aktivitas analgetika. Dosis 4,8 g/Kg BB dalam penelitian ini memberikan
proteksi analgetika yang terbaik, karena efek analgetika yang dihasilkan
adalah yang tertinggi yaitu 75,88 ± 1,28 dibanding dengan dosis yang lain.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa seluruh kelompok konsentrasi
suspensi ekstrak etanol herba suruhan memiliki aktivitas sebagai
analgetika. Hal ini diduga merupakan efek dari flavonoid sebagai salah
satu zat aktif herba suruhan yang dapat menghambat prostaglandin dan
menghambat aktivitas enzim lipooksigenase yang merupakan jalur
pertama menuju hormon eikosanoid.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Ekstrak etanol herba Suruhan (Peperomia pellucida (Linnaeus) H.
B. Kunth) hasil maserasi mempunyai aktivitas sebagai analgetika pada
mencit putih jantan. Ekstrak etanol herba Suruhan dengan dosis 1,2 g/kg
BB, 2,4 g/kg BB, dan 4,8 g/kg BB mempunyai persen proteksi rata-rata
sebesar 61,35%; 67,02%; dan 75,88%. Semakin meningkatnya dosis
ekstrak etanol herba Suruhan yang digunakan, maka presentase daya
analgetika yang dihasilkan juga semakin meningkat.
V.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek analgetika ekstrak
dari Herba Suruhan dengan menggunakan metode pengujian yang
berbeda.
2. Perlu dilakukan uji kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak
etanol herba suruhan sehingga dapat diketahui senyawa aktif yang
terdapat dalam herba Suruhan (Peperomia pellucida (Linnaeus) H. B.
Kunth) yang bertanggung jawab terhadap efek analgetika.
34
35
Daftar Pustaka
1. Tan HT, dan Rahardja K. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya. Edisi V. PT. Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. 2002. Hal. 293, 295-296
2. Model W. 1972 Drugs of Choice 1973. Ed. 1972-1973. CV Misbay Company. London. 1973. Hal 185.
3. Pudjiastuti B, Dzulkarnain dan Widyawati L. Uji Analgetik Daun Kemuning (Murraya panicuata JACK) Pada Mencit Putih. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1986. Hal. 7
4. Sumardiyanto, Tugiyanti, Kurniati Z, dan Endriyanti F. Infusa Heba Suruhan Sebagai Obat Asam Urat. Buletin Penalaran Mahasiswa 2003. Vol. 34. No. X.
5. Dalimartha S. Herbal Untuk Pengobatan Reumatik. Penebar Swadaya. Jakarta. 2008. Hal. 78.
6. Khan A., Rahman M., and Islam S. Antipyretic Activity of Peperomia pellucida Leaves in Rabbit. Turk J Biol. 8 May 2007; 32(2008); pp. 37-41.
7. Toshiyuki G. Medical Herb Index In Indonesia. 2rd ed. PT. Eisai
Indonesia. 1995. Hal. 21.
8. Dalimatrtha S. Resep Tumbuhan Obat Untuk Asam Urat. Jakarta 2008. Hal. 51.
9. Khan A., Rahman M., and Islam S. Neuropharmacological Effects of Peperomia pellucida Leaves in Mice. Daru. 17 Nov 2007; Vol. 16(1); pp. 35-40.
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 179 Tahun 1976 Tentang Peraturan Kesehatan. Mentri Kesehatan. Jakarta. 1976.
11. Mutschler, E. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi. Diterjemahkan oleh Widianto, M. B., dan Ranti, A. S., Edisi V. ITB, Bandung. 1991. Hal. 28-30; 177-183; 194-197.
12. Anief M. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. Penerbit Universitas Gadjah Mada, 1996. Yogyakarta. Hal. 9.
35
36
13. Meo ML. Uji Perbandingan Efek Beberapa Analgetika Pada Mencit Jantan (Mus musculus) dengan Metode Singmud. Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin. Makassar. 2003. Hal. 12-14.
14. Direktorat Jenderal Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia. Edisi IV. 1995. Jakarta. 45.
15. Domer, F. R, Charles, C, Springfield, T, Animal Experimental in Pharmacological Analysis, Edisi III. 1971. USA, 237-317.
16. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia. Edisi III, Departemen Kesehatan RI. 1979. Jakarta, 9.
17. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Sediaan Galenik. 1986. Departemen Kesehatan RI., Jakarta, 25.
18. Gennaro, A.R. Remington’s Pharmaceutical Sciences. 18th Edition. 1990. Mack Publishing Company, Easton-Pensiylvania, Hal. 1047.
19. Kresno, S.B. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi III, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. (1996). pp. 3-4, 26, 33.
20. Ansel, H. C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Universitas Indonesia Press, Jakarta. 1989. Hal. 605-607.
21. Voigt. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. diterjemahkan oleh Dr. rer. nat. Soendani N. S. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1995. Hal. 564-567.
22. Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica. Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka. Jakarta 1991. Hal. 3-4.
23. Direktorat Jendral POM. Materia Medika Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1997. Hal. XX.
24. Parrot EL. Pharmaceutical Technology Fundomental Pharmaceutics. Burgess Publishing Company. Minneapolis. 1979. Hal. 353.
25. Yan T, Xiao-MZ, Shu-JW, Yang Y, and Ying-LC. Analgesic Activity of Myricetin Isolated from Myrica rubra Sieb. Et Zucc. Leaves. Arch Pharm Res. April 2009. Volume 32 (4); pp. 527-533.
37
26. Puspitasari H, Listyawati S, Widiyani T. Aktivitas Analgetik Ekstrak Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan. Biofarmasi. Agustus 2003. Vol. I (2); 50-57.
27. Tuhu PFS. Efek Analgetika Ekstrak Etanol Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L) pada Mencit Jantan. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. 2008. Hal. 29-31.
28. Van Steenis. CGGJ. Flora. Cetakan kesebelas. PT. Pradnya Paramita.
Jakarta. 2006.
38
Lampiran 1 Cara Kerja Pengamatan
Dipuasakan selama 8 jam dengan tetap diberi minum
Kelompok I
Kontrol (-) Na-CMC 1%
(p.o)
Diinduksi asam asetat 1% dengan volume pemberian 0,5 ml tiap 20 g BB mencit (i.p)
Kelompok IV Ekstrak etanol Herba Suruhan
dosis 2,4 g/kg BB
(p.o)
Kelompok III Ekstrak etanol Herba Suruhan
dosis 1,2 g/kg BB
(p.o)
Pembahasan dan Kesimpulan
Hasil kmulatif geliat
Ditunggu 30 menit
Kelompok V Ekstrak etanol Herba Suruhan
dosis 4,8 g/kg BB
(p.o)
Kelompok II
Kontrol (+) Suspensi Asam Mefenamat 1%
(p.o)
Diamai jumlah geliat masing-masing kelompok tiap 5 menit selama 30 menit
Analisis data
15 Mencit Jantan (Mus musculus)
Dibagi 5 kelompok perlakuan (tiap kelompok 3 ekor mencit)
39
Lampiran 2 Perhitungan Konversi Dosis dan Pembuatan
Suspensi Asam Mefenamat
Stok suspensi asam mefenamat 1% b/v = 1 g/100 ml = 1000 mg/100 ml Dosis Asam Mefenamat : 500 mg/kg BB Faktor Konversi manusia (70 kg) ke mencit (20 g) = 0,0026 Dosis mencit 20 g : 500 mg x 0,0026 mg = 1,3 mg/20 g BB
: 1,3 mg 20 g Untuk mencit 30 g : 30 g 20 g Volume pemberian : : = 0,13 ml Tersedia tablet asam mefenamat 500 mg/tablet. Volume pemberian : 1 ml Untuk 100 ml suspensi : 100 ml 1 ml Berat 20 tablet : 13,07 g Berat rata-rata 1 tablet : 0,6535 g (653,5 mg) Berat yang diperlukan : 195 mg => 0,195 g Yang ditimbang : Berat yang diinginkan Berat etiket Yang ditimbang : 195 mg 500 mg Jadi, sebanyak 0,254865 g serbuk asam mefenamat (yang setara dengan 0,195 mg asam mefenamat) ditimbang dan disuspensikan dengan larutan kolodial Natrium CMC 1% sampai 100 ml. Jadi, volume pemberian ke mencit adalah = x 0,13 ml
X 1,3 mg = 1,95 mg
Dosis untuk mencit Konsentrasi suspensi asam mefenamat 1,3 mg 1 g/100 ml
X 653,5 mg = 254,865 mg 0,254865 g
X berat rata-rata
X 1,95 mg = 195 mg
BB 20
X 1000 mg = 65 g/kg BB
40
Lampiran 3 Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan
Hewan dan
BB Rata-rata Mencit 20 mg
Tikus 200 g
Marmut 400 g
Kelinci 1,5 kg
Kucing 2,0 kg
Kera 4,0 kg
Anjing 12,0 kg
Manusia 70,0 kg
Mencit 20 mg 1,0 7,0 12,29 27,8 26,7 64,1 124,2 387,9
Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 60,5
Marmut 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
Kelinci 1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2
Kucing 2,0 kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
Kera 4,0 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
Anjing 12,0 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
Manusia 70,0 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,36 0,16 0,32 1,0
41
Lampiran 4 Volume Maksimum Larutan Obat yang Diberikan pada Hewan
Jenis hewan
dan BB Cara pemberian dan volume maksimum dalam milimeter
i.v i.m i.p s.c p.o Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5 – 1,0 1,0 Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0 – 5,0 2,0 – 5,0 5,0 Hamster (50 mg) - 0,1 1,0 – 5,0 2,5 2,5 Marmut (250 g) - 0,25 2,0 – 5,0 5,0 10,0 Merpati (300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0 Kelinci (2,5 kg) 5,0 – 10,0 0,5 10,0 – 20,0 5,0 – 10,0 20,0 Kucing (3 kg) 5,0 – 10,0 1,0 10,0 – 20,0 5,0 – 10,0 50,0 Anjing (5 kg) 10,0 – 20,0 5,0 20,0 – 50,0 10,0 10 - 00 Keterangan : Didistribusikan kedaerah yang lebih luas. BB : Berat badan i.v : Intra vena i.m : Intra muscular s.c : Subcutan p.o : Peroral
42
Lampiran 5 Perhitungan Dosis Asam Asetat
Volume pemberian asam asetat = 0,5 ml Berat jenis = 1,050 kg/l = 1050 mg/ml Stok larutan asam asetat : 1 % v/v : 1 ml/100 ml : 0,005 ml/0,5 ml : 0,005 ml/20 g BB Dosis asam asetat untuk mencit 20 g = X 0,005 ml = 0,25 ml/kg = 0,25 ml/kg BB x 1050 mg/ml = 262,5 mg/kg BB Jadi, volume pemberian ke mencit adalah = x 0,5 ml
1000 20
BB 20
43
Lampiran 6 Perhitungan Dosis dan Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol
Herba Suruhan (Peperomia pellucid (L). H.B.K)
Perkiraan dosis awal untuk mencit = 5,46 g/kg BB = 5,46 g/kg BB x 11% = 0,6 g/kg BB dosis awal (dikali 2) Volume pemberian untuk masing-masing mencit 20 g = 0,5 ml = 0,012 mg = 12 g/0,5 ml = 24 mg/ml Dibuat stok sebanyak 5 ml = 120 mg/5 ml Jadi stok awal ekstrak etanol herba suruhan adalah 120 mg/5 ml 1. Dosis I = 1,2 g/kg BB
1,2 g/kg BB = 0,024 g/20 g mencit = 0,024 g/0,5 ml = 24 mg/0,5 ml = 48 mg/ml = 240 mg/5 ml
2. Dosis II = 2,4 g/kg BB 2,4 g/kg BB = 0,048 g/20 g mencit = 0,048 g/0,5 ml = 48 mg/0,5 ml = 96 mg/ml = 480 mg/5 ml
3. Dosis III = 4,8 g/kg BB 4,8 g/kg BB = 0,096 g/20 g mencit = 0,096 g/0,5 ml = 96 mg/0,5 ml = 192 mg/ml = 960 mg/5 ml
Jadi, volume pemberian ke mencit adalah = x 0,5 ml
BB 20
44
Lampiran 7 Perhitungan Berat Randemen
Berat ekstrak yang diperoleh (gram)
Berat sampel (gram) Berat ekstrak yang diperoleh adalah 22 gram, dan berat sampel yang ditimbang adalah 200 gram, maka :
22 gram 200 gram
X 100% = Randamen =
X 100% = 11% Randamen =
45
Lampiran 8 Perhitungan Jumlah Kumulatif Geliat Mencit
A. Kelompok Kontrol Negatif (Na-CMC 1%)
Mencit BB (g) Na-CMC (ml)
As. Asetat (ml)
Jumlah geliat (Selang waktu 5 menit selama
1 jam) Jumlah
5 10 15 20 25 30 1 22 0,55 0,55 5 15 25 20 13 12 90 2 22 0,55 0,55 4 12 24 19 14 13 86 3 20 0,5 0,5 6 13 27 22 17 13 98
Total 274 Jumlah Komulatif 91,33
% Proteksi :
B. Kelompok Kontrol Positif (Asam Mefenamat)
Mencit I = 100 – ( x 100%) = 58,51%
Mencit II = 100 – ( x 100%) = 59,57%
Mencit III = 100 – ( x 100%) = 58,51%
C. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis I (1,2 g/kg BB)
% Proteksi Mencit I = 100 – ( x 100%) = 63.83%
39 94
38 94
39 94
34 94
46
Mencit II = 100 – ( x 100%) = 59,57%
Mencit III = 100 – ( x 100%) = 60,64%
D. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis II (2,4 g/kg BB)
% Proteksi Mencit I = 100 – ( x 100%) = 68,08%
Mencit II = 100 – ( x 100%) = 67,02%
Mencit III = 100 – ( x 100%) = 65,96%
E. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis III (4,8 g/kg BB)
% Proteksi Mencit I = 100 – ( x 100%) = 73,40%
Mencit II = 100 – ( x 100%) = 76,59%
Mencit III = 100 – ( x 100%) = 77,66%
38 94
37 94
30 94
31 94
32 94
25 94
22 94
21 94
47
Lampiran 9 Perhitungan % Proteksi
1. Kelompok Kontrol Positif (Asam Mefenamat)
= 100 – ( x 100%) = 58,86%
2. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis I (1,2 g/kg BB)
= 100 – ( x 100%) = 61,35%
3. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis II (2,4 g/kg BB)
= 100 – ( x 100%) = 67,02%
4. Kelompok Ekstrak Etanol Herba Suruhan Dosis III (2,8 g/kg BB)
= 100 – ( x 100%) = 75,88%
38,67 94
36,33 94
31,00 94
22,67 94
48
Lampiran 10 Perhitungan Standar Deviasi (SD) dan Standar Eror
1. Untuk perlakuan kontrol positif dosis 65 mg/kg BB diperoleh data
kumulatif geliat mencit sebagai berikut :
Hewan uji X x x – x I x – x I2 x ± SE 1 39 0,33 0,11 2 38 38,67 -0,67 0,44 38,67 ± 0,34 3 39 0,33 0,11
Jumlah 0,67
SD = 1
_
N
XXi
= 13
67,0
SD = 267,0
SD = 34,0 = 0,58
SE = N
SD
SE = 358,0
SE = 73,158,0
SE = 0,34
49
2. Untuk perlakuan Dosis 1,2 g/kg BB diperoleh data kumulatif geliat
mencit sebagai berikut :
Hewan uji X x x – x I x – x I2 x ± SE 1 34 -2,33 5,43 2 38 36,33 1,67 2,79 36,33 ± 1,20 3 37 0,67 0,45
Jumlah 8,67
SD = 1
_
N
XXi
= 13
67,8
SD = 267,8
SD = 34,4 SD = 2,08
SE = N
SD
SE = 308,2
SE = 73,108,2
SE = 1,20
50
3. Untuk perlakuan Dosis 2,4 g/kg BB diperoleh data kumulatif geliat mencit sebagai berikut :
Hewan uji X x x – x I x – x I2 x ± SE
1 30 -1 1 2 31 31,00 0 0 31,00 ± 0,58 3 32 1 1
Jumlah 2
SD = 1
_
N
XXi
= 13
2
SD = 22
SD = 1 SD = 1
SE = N
SD
SE = 3
1
SE = 73,11
SE = 0,58
51
4. Untuk perlakuan Dosis 4,8 g/kg BB diperoleh data kumulatif geliat mencit sebagai berikut :
Hewan uji X x x – x I x – x I2 x ± SE
1 25 2,33 5,43 2 22 22,67 -0,67 0,45 22,67 ± 1,20 3 21 -1,67 2,79
Jumlah 8,67
SD = 1
_
N
XXi
= 13
67,8
SD = 267,8
SD = 33,4 SD = 2,08
SE = N
SD
SE = 308,2
SE = 73,108,2
SE = 1,20
52
5. Untuk perlakuan kontrol negatif diperoleh data kumulatif geliat mencit sebagai berikut :
Hewan uji X x x – x I x – x I2 x ± SE
1 90 -4 16 2 86 91,33 -8 64 94 ± 3,53 3 98 4 16
Jumlah 96
SD = 1
_
N
XXi
= 13
96
SD = 2
96
SD = 33,37 SD = 11
SE = N
SD
SE = 3
11
SE = 73,1
11
SE = 3,53
53
LAMPIRAN 11 Hasil Uji Kolmogrof-Smirnov untuk Uji Normalitas, Homogenitas,
ANAVA Dan LSD Data Persen Proteksi Perlakuan.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Analgetika Dosis
N 12 12
Normal Parametersa,,b Mean 65.7783 2.5000
Std. Deviation 6.98030 1.16775
Most Extreme Differences Absolute .186 .166
Positive .186 .166
Negative -.149 -.166
Kolmogorov-Smirnov Z .644 .574
Asymp. Sig. (2-tailed) .802 .897
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
54
Oneway Descriptives
Analgetika
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif 1% 3 58.8633 .61199 .35333 57.3431 60.3836 58.51 59.57
Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB 3 61.3467 2.21618 1.27951 55.8414 66.8520 59.57 63.83
Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB 3 67.0200 1.06000 .61199 64.3868 69.6532 65.96 68.08
Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB 3 75.8833 2.21618 1.27951 70.3780 81.3886 73.40 77.66
Total 12 65.7783 6.98030 2.01504 61.3433 70.2134 58.51 77.66
55
Test of Homogeneity of Variances
Analgetika
Levene Statistic df1 Df2 Sig.
2.312 3 8 .153
ANOVA
Analgetika
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 513.329 3 171.110 60.457 .000
Within Groups 22.642 8 2.830
Total 535.971 11
56
Post Hoc Test Multiple Comparisons
Analgetika
LSD
(I) Dosis (J) Dosis
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif 1% Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB -2.48333 1.37362 .108 -5.6509 .6842
Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB -8.15667* 1.37362 .000 -11.3242 -4.9891
Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB -17.02000* 1.37362 .000 -20.1876 -13.8524
Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB Kontrol Positif 1% 2.48333 1.37362 .108 -.6842 5.6509
Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB -5.67333* 1.37362 .003 -8.8409 -2.5058
Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB -14.53667* 1.37362 .000 -17.7042 -11.3691
Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB Kontrol Positif 1% 8.15667* 1.37362 .000 4.9891 11.3242
Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB 5.67333* 1.37362 .003 2.5058 8.8409
Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB -8.86333* 1.37362 .000 -12.0309 -5.6958
Dosis Ekstrak 4,8 g/kg BB Kontrol Positif 1% 17.02000* 1.37362 .000 13.8524 20.1876
Dosis Ekstrak 1,2 g/kg BB 14.53667* 1.37362 .000 11.3691 17.7042
Dosis Ekstrak 2,4 g/kg BB 8.86333* 1.37362 .000 5.6958 12.0309
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
57
Lampiran 12 Gambar Tanaman Suruhan
(Peperomia pellucida (L.) H. B. K)
58
Lampiran 13 Geliat Mencit
59
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN Kampus UNHAS Tamalanrea, Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Telp. 0411-588566 (Fax 0411-588586)
Determinasi Tanaman
Suruhan (Peperomia pellucida (L.) H. B. K.
Determinasi dilakukan dengan berpedoman pada buku Flora (Dr.
C.G.G.J. van Steenis, dkk 2006) di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar. Hasil determinasinya
sebagai berikut:
Suku : Piperaceae
1b., 2b., 3. a . . . . (4. peperomia)
Marga : Peperomia
1b., 4a., 5.a, 6.a. . . . (P. pellucida (L.) H. B. K.)
Berdasarkan hasil determinasi dapat diperoleh kepastian bahwa
tanaman yang dideterminasi dan akan digunakan dalam penelitian ini
adalah jenis tanaman Suruhan dengan nama spesies Peperomia pellucida
(L.) H. B.K.
Makassar, Februari 2010
Kepala Laboratorium Farmakognosi Fitokimia
Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt. NIP. 19641231 199002 1 005