UJI DAYA HAMBAT FRAKSI ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) TERHADAP Shigella dysentriae
-
Upload
imam-prayitno -
Category
Documents
-
view
61 -
download
11
description
Transcript of UJI DAYA HAMBAT FRAKSI ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) TERHADAP Shigella dysentriae
0
UJI DAYA HAMBAT FRAKSI ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia
pandurata) TERHADAP Shigella dysentriae
PROPOSAL
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan program
DIII Farmasi
Diajukan oleh:
Maria Tri Indraswari
NIM :12347 FA
AKADEMI FARMASI NASIONAL
SURAKARTA
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan
karena bermanfaatdan kegunaannya besar bagi manusia dalam hal
pengobatan. Dalam tanaman ada banyak komponen kimia yang dapat
digunakan sebagai obat. Pada saat ini, banyak orang yang kembali menggunakan
bahan-bahan alam yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan
menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan
alami. Ada banyak pengobatan dengan bahan alam yang dapat dipilih
sebagai solusi mengatasi penyakit yang salah satunya ialah penggunaan
ramuan obat berbahan herbal (Kardinan dan Kusuma, 2004). Adanya
kecenderungan untuk kembali ke alam (back to nature), termasuk juga dalam
bidang pengobatan, menurut kita untuk melakukan pengkajian dan penelitian
terhadap tanaman obat.
Salah satu tanaman asli indonesia yang berkhasiat sebagai obat adalah
temu kunci (Boesenbergia pandurata). Kandungan yang terdapat dalam rimpang
temu kunci antara lain adalah minyak atsiri (sineol, kamfer, d-borneol, zingiberin,
d-penin, sequiterpen), kurkumin, zedoarin, zat pati (Oswald, 1981), damar,
(Sukarto, 1977), saponin dan flavonoid (Hutapea, 1991), pinostrobin dan
pinocembrin (Hertani, 2007). Rimpang temu kunci juga memiliki khasiat sebagai
obat batuk kering, sariawan, kurap, cacingan (Heyne, 1987) dan antidiare
(Sukarto, 1977).
Temukunci (Boesenbergia pandurata) merupakan salah satu tanaman
herbal yang banyak ditemukan di negara-negara Asia beriklim tropis. Tanaman ini
dapat digunakan dalam memasak dan juga sebagai tanaman obat. Rizoma
temukunci memiliki aktivitas biologi, yaitu antibakteri, antibisul, anti-
peradangan, antioksidan, dan antitumor (Zaeoung et al.2004)
1
2
Disentri basiler adalah penyakit yang endemis di Indonesia, hal ini antara
lain disebabkan oleh sanitasi lingkungan yang belum memadai (Anonim, 1994).
Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella dysentriae, Campylobacter
jejuni, Eschericha coli, dan Entamoeba hystolitica. Disentri berat umumnya
disebabkan oleh Shigella dysentriae. Shigella dysentriae merupakan bakteri gram
negatif yang bersifat aerob atau fakultatif anaerob yang dapat menyebabkan
penyakit shigellosis atau disentri basiler. Penyakit ini ditandai dengan infeksi usus
akut atau radang usus yang disertai diare, buang air besar bercampur darah, lendir
dan nanah (Dewi, dkk., 2013). Shigella dysentriae merupakan bakteri patogen
tipe1 (basil shiga), memproduksi eksotosin yang dapat mempengaruhi saluran
pencernaan dan susunan saraf pusat. Toksin ini dapat menyerang lapisan usus
besar, menyebabkan pembengkakan, timbul nanah pada dinding usus dan diare
berdarah (Jawetz et al., 1996) paragraf ini letaknya dibalik dengan paragraf di
bawah
Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti Indonesia, karena sering timbul dalam bentuk
Kejadian Luar Biasa (KLB), karena diare sering kali menyebabkan kematian.
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab
kematian peringkat ke-13 dengan prporsi 3,5% di Indonesia (Kemenkes RI,
2011). Berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian
peringakat ke-3 setelah TB dan Pneumonia (Depkes RI, 2007). Penyakit ini
merupakan salah satu masalah utama di Indonesia, angka kesakitan penyakit diare
dari tahun ketahun semakin meningkat (Liza, 2012). Menurut Depkes RI (2012)
pada minggu ke 52 kasus terbanyak adalah diare akut sebesar 3,8% kasus dengan
proporsi 2,8%. Pada bulan januari u2013 kasus terbanyak adalah kasus diare akut,
sebesar 44 kasus dengan proporsi 2,7%. Menurut WHO tahun 2009, shigellosis
adalah endemik di seluruh dunia yang bertanggung jawab untuk sekitar 120 juta
kasus disentri parah dengan darah dan lendir dalam tinja. Sekitar 1,2 juta orang
diperkirakan meninggal akibat infeksi Shigella setiap tahun,dengan 60% dari
kematian yang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun (WHO,2009).
3
Berdasarkan ulasan tersebut dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
daya hambat fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) terhadap bakteri
Shigella dysentriae dengan menggunakan berbagai konsentrasi fraksi etanol dan
menggunakan Ciprofloxacin sebagai kontrol positif.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae?
2. Apakah kemampuan penghambatan fraksi etanol temu kunci
(Boesenbergia pandurata) dapat menyamai kemampuan penghambatan
antibiotik Ciprofloxacin?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia
pandurata) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae.
2. Mengetahui kemampuan penghambatan fraksi etanol temu kunci
(Boesenbergia pandurata) yang paling berpotensi dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae dalam menyamai kemampuan
penghambatan antibiotik Ciprofloxacin.
D. Manfaat Penelitian
Memberi informasi kepada masyarakat tentang manfaat temu
kunci (Boesenbergia pandurata) sebagai antibakteri khususnya terhadap
Shigella dysentriae.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Temu Kunci (Boesenbergia pandurata)
1. Nama tanaman temu kunci
a. Nama ilmiah
Boesenbergia pandurata
b. Nama lokal
Tamu konci (Makasar), Kunci (Jawa Tengah), Tumukunci (Ambon)
c. Nama inggris
Fingerroot
2. Klasifikasi
Klasifikasi rimpang temu kunci (Boesenbergia pandurata) menurut
Kardono, dkk (2003):
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Boesenbergia
Spesies : Boesenbergia pandurata
4
5
Gambar 1. Rimpang temu kunci (Data Primer)
1. Morfologi
Berdasarkan morfologi, temukunci berbentuk silinder, memiliki
panjang 6-10 cm, memiliki untaian-untaian, ujung runcing, berwarna
coklat terang pada sisi luar dan kuning pada sisi dalam, dan berbau harum.
Daunnya pendek, terdiri atas 3-4 daun, panjang tulang daun 12-25 cm,
ujung daun elips, panjang daun 10-30 cm dengan lebar 5-10 cm.
Herba, semusim, tinggi + 50 cm. Semu, membentuk rimpang,
kuning keputih - putihan. Tunggal, lanset, ujung lancip,tepi rata, pangkal
meruncing, panjang 12 - 50cm, lebar 5 - 11cm, pertulangan menyirip,
tangkai 7 - 16cm, beralur, hijau. Majemuk, bentuk tandan atau
bulir,melekat pada tandan, ujung kelopak rata, tajuk bentuk tabung,
panjang 50 - 52mm, bagian atas berbelah, bentuk lanset, panjang + 12mm,
lebar ± 4mm, mahkota bentuk tabung, bergerigi, panjang 2 - 18 mm,
merah atau putih kekuningan. Serabut, putih kekuningan.
Tanaman ini banyak tumbuh dari daerah tropis dataran rendah.
Waktu berbunganya pada bulan Januari-Februari, April-Juni. Daerah
distribusi dan habitat tanaman ini adalah tumbuh liar pada dataran rendah,
di hutan-hutan jati. Tanaman ini tumbuh baik pada iklim panas dan lembab
pada tanah yang relatif subur dengan pertukaran udara dan tata air yang
6
baik. Pada tanah yang kurang baik tata airnya (sering tergenang air, atau
becek pertumbuhan akan terganggu dan rimpang cepat busuk).
Perbanyakannya temu kunci dapat dilakukan dengan pemotongan rimpang
menjadi beberapa bagian (tiap bagian terdapat paling sedikit 2 mata tunas)
dan penanaman dilakukan pada jarak tanam 3000 cm.
B. Bakteri
Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan
tersebar luas dibandingkan dengan organisme lainnya dibumi. Bekteri
umumnya merupakan organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariot,
tidak mengandung klorofil, serta berukuran mikroskopik (Murniati,2011)
C. Shigella dysentri
1. Definisi Shigella dysentri
Genus Shigella ditemukan sebagai penyebab bacillary disentri oleh ahli
mikrobiologi Jepang, Kiyoshi Shiga pada 1898. Shigella adalah penyakit yang
ditularkan melalui makanan atau air. Bakteri Shigella dysenteriae dapat
menyebabkan penyakit disentri basilar. Disentri basilar adalah infeksi usus
besar oleh bakteri patogen genus Shigella. Shigella dysenteriae merupakan
penyebab penyakit yang paling ganas dan menimbulkan epidemi hebat di
daerah tropis dan subtropis. Shigella dysenteriae adalah bakteri tidak
berflagel, gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang dengan beberapa
kekecualian tidak meragikan laktosa tetapi meragikan karbohidrat yang
lainnya, menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas. Habitat
alamiah S.dysentriae terbatas pada saluran pencernaan manusia dan dapat
menimbulkan infeksi disebut disentri basiler (Jawetz et al., 2005).
2. Morfologi
Bentuk : Cocobasil
Susunan : Tunggal
Warna : Merah
7
Sifat : Gram negatif
Bakteri S. dysentriae adalah bakteri yang memiliki morfologi batang
ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bersifat
fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobic. Bentuk koloni
S. dysentriae konveks, bulat, tranparan dengan pinggir-pinggir utuh
mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Bakteri ini sering
ditemukan pada perbenihan diferensial karena ketidakmampuannya
meragikan laktosa (Jawetz et al., 2005).
Shigella sp mempunyai sussunan antigen kompleks. Terdapat
banyak tumpang tindih dalam sifat serologic berbagai spesies dan sebagian
besar bakteri ini memiliki antigen O yang juga dimiliki oleh bakteri enteric
lainnya. Antigen somatic O dari Shigella sp adalah lipopolisakarida.
Kekhususan serologiknya tergantung pada polisakarida dan terdapat lebih
dari 40 serotipe. Klasifikasi Shigella sp didasarkan pada sifat-sifat
biokimia dan antigeniknya (Jawetz et al,. 2005).
3. Klasifikasi
Klasifikasi Shigella dysentriae menurut (Jawetz et al,. 2005) :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Classis : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Shigella
Spesies : Shigella dysentriae
4. Patologi
Shigellosis disebut juga Disentri basiler, disentri sendiri artinya
salah satu dari berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan usus,
terutama kolon dan disertai nyeri perut, tenesmus dan buang air besar yang
sering mengandung darah dan mukus. Habitat alamiah bakteri disentri
8
pencernaan, dan invasi bakteri ke dalam darah sangat jarang. S.dysentriae
menimbulkan penyakit yang sangat menular dengan dosis infeksi bakteri
S.dysentriae adalah kurang dari 103 organisme dan merupakan golongan
Shigella sp yang cenderung resisten terhadap antibiotik (Jawetz et al.,
2005).
Proses patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lendir,
mikroabses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung
mengakibatkan nekrosis selaput lendir, ulserasi superfisial, pendarahan,
pembentukan “pseudomembran” pada daerah ulkus. Ini terdiri dari fibrin,
lekosit, sisa sel, selaput lendir yang nekrotik, dan bakteri. Waktu proses
patologik berkurang, jaringan granulasi akan mengisi ulkus sehingga
terbentuk jaringan parut (Jawetz et al., 2005). S.dysentriae dapat
menyebakan 3 bentuk diare:
Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah,
mukus dan pus
Kombinasi antara disentri klasik dengan tinja yang konsisten
lembek disertai darah, mukus, pus dengan watery diarrhea.
D. Uji Aktivitas Antibakteri
Metode uji kepekaan antimikroba dibagi menjadi dua tipe
berdasarkan teknik yang diterapkan dalam sistem-sistem tersebut,
diantaranya:
1. Metode Difusi Cakram
Teknik difusi merupakan metode kuantitatif yang dapat
digunakan untuk mengukur zona hambat pertumbuhan bakteri terhadap
suatu antimikroba. Uji kepekaan ini adalah yang paling sering digunakan
karena pelaksanaannya mudah dan tidak mahal, serta pengukurannya
tidak sulit. Metode difusi ini memiliki beberapa modifikasi:
9
a. Cara Kirby Bauer
Cara ini dilakukan dengan melakukan streaking inokulum standar
organismenya pada permukaan medium Mueller Hinton agar dalam
lempeng gelas (patri disk), kemudian cakram antibiotik yang
terimpregnasi dengan agen antimikroba ditempelkan pada
permukaannya dan diinkubasi dengan suhu 35°-37º C selama 24 jam.
Setelah itu, dilakukan pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan
bakteri di sekitar cakram antibiotik (Suswati dan Mufida, 2009).
b. Cara Sumuran
Mirip dengan cara Kirby bauer. Perbedaannya adalah fungsi
cakram antibiotik diganti dengan sumuran yang diisi larutan antibiotik
yang terimpregnasi dengan agen antimikroba. Kemudian diinkubasi pada
suhu 35°-37º C selama 24 jam. Setelah itu, dilakukan pengukuran
diameter zona hambat pertumbuhan bakteri di sekitar sumuran (Suswati
dan Mufida, 2009).
c. Cara Pour Plate
Metode ini tidak dilakukan streaking tetapi dengan mencampurkan
bahan kuman dengan agar base 1,5% pada suhu 50° C sampai
homogen kemudian dituangkan pada media Mueller Hinton agar.
Setelah membeku, diletakkan cakram antibiotik di permukaannya lalu
diinkubasi pada suhu 35º-37° selama 15-20 jam. Kemudian dilakukan
pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan bakteri di sekitar
cakram antibiotik (Suswati dan Mufida, 2009)
E. Antibakteri
1. Aktivitas antibakteri
Antibakteri adalah zat yang membunuh bakteri atau menekan pertumbuhan
dan reproduksi mereka, sampai saat ini, antibakteri masih merupakan salah
10
satu obat yang paling sering dugunakan. Aktivitas suatu zat yang bersifat
antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti konsentrasi
bahan, pH, komposisi medium, suhu, jenis bakteri penguji dan
kemampuan antibakteri untuk mengurangi dalam medium, berdasarkan
jenis daya tahan kerjanya terhadap bakteri, zat antibakteri dibagi menjadi
dua kelompok yaitu bakteriostatik dan bakterisidal. Zat bakterisidal adalah
zat-zat yang dapat membunuh bakteri karena daya kerjanyayang cepatdan
mematikan, sedangkan zat yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri
disebut bakteriostatik (Widya,2008). Antimikroba yang ideal harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic).
b. Tidak menimbulkan terjadinya resisten dari mikroorganisme petogen.
c. Tidak menimbulkan efek samping (side effect) yang buruk pada tubuh,
seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung dan sebagainya.
d. Tidak menganggu kesimbangan flora normal tubuh seperti flora usus
atau flora kulit (Jawetz, dkk., 2005)
2. Mekanisme Kerja Antibakteri
Secara umum mekanisme kerja antibakteri dapat dibagi atas
(Widya, 2008).
a. Penghambatan pertumbuhan oleh analog
Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain
dengan adanya kompetitor berupa antimetabolit, yaitu substansi yang
secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme (Prastiwi S,
2008), dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri
memerlukan kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral
sehingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil (Setiaji, 2009).
3. Ciprofloxacin
11
Ciprofloxasin adalah antibiotik yang termasuk golongan
fluorokuinolon. Golongan fluorokuinolon merupakan golongan kuinolon
baru dengan atom fluor pada cincin kuinolon. Golongan fluorokuinolon
aktif sekali terhadap Enterobacteriaceae, Shigella sp, Salmonella sp,
Vibrio sp, H. Influenza, serta banyak bakteri lainnya. Mekanisme kerja
golongan fluorokuinolon adalah dengan menghambat kerja DNA girase
pada kuman dan bersifat bakterisidal. Fluorokuinolon diserap dengan
cepat melalui saluran cerna. Semua flurokuinolon mencapai kadar
puncaknya 1-2 jam setelah pemberian obat. Kebanyakan flurokuinolon
dimetabolisme di hati dan disekresikan di ginjal (Ganiswarna, 2005).
F. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan suatu senyawa kimia dari suatu bahan
alam dengan menggunakan pelarut tertentu. Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak
yaitu sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara
melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat menggunakan pelarut yang
sesuai (Ansel,1989).
Faktor-faktor yang berpengaruh adalam proses ekstraksi adalah lama
ekstraks, suhu dan jenis pelarut yang digunakan (khopkar,2003). Pertimbangan
yang perlu diperhatikan dalam memilih suatu pelarut adalah sifat pelarut tersebut
karena senyawa polare akan melarutkan senyawa polar demikian sebaliknya
pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar dan pelarut semipolar akan
cenderung melarutkan senyawa semipolar (Priyatmoko., 2008).
Ekstraksi bisa dilakukan dengan metode atau cara yang sesuai dengan sifat
dari bahan mentah tersebut karena itu merupakan faktor utama yang harus
dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi (Voigh,1995). Cara yang bisa
dilakukan adalah :
12
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses penarikan senyawa kimia secara sederhana dengan
cara merendam simplisia atau tumbuhan pada suhu kamar dengan
menggunakan pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi lunak dan larut.
Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari, sambil diaduk sesekali. Sampel
yang direndam dengan pelarut tadi disaring dengan kertas saring untuk
mendapatkan maseratnya. Maseratnya dibebaskan dari pelarut dengan
menguapkan secara in vacuo dengan rotary evaporator.
b. Perkolasi
Proses penarikan dengan cara melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat
pada simplisia dalam suatu perkolator. Perkolasi bertujuan supaya zat
berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat
yang tahan dan tidak tahan pemanasan.
c. Digestasi
Proses yang sama seperti maserasi dengan menggunakan pemanasan pada suhu
30° C. Cara ini dilakukan untuk simplisia yang pada suhu biasa tidak tersari
dengan baik. Jika pelarut yang dipakai mudah menguap pada suhu kamar dapat
digunakan alat pendingin tegak, sehingga penguapan dapat dicegah.
d. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dari suatu simplisia nabati dengan air
pada suhu 90° C selama 15 menit, kecuali dinyatakan lain, dilakukan dengan
derajat kehalusan tertentu dimasukkan kedalam panci dan ditambahkan air
secukupnya, panaskan diatas penangas air selama 15 menit, dihitung mulai
suhu mencapai 90° C sambil diaduk, serkai selagi panas melalui kain flanel,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume
infus yang dikehendaki.
e. Dekokta
Suatu proses penarikan yang hampir sama dengan infus, perbedaannya pada
dekokta digunakan pemanasan selama 30 menit dihitung mulai suhu mencapai
13
90° C. Cara ini dapat dilakukan untuk simplisia yang mengandung bahan aktif
yang terhadap pemanasan.
f. Sokletasi
Merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan memakai alat soklet.
Pada cara ini pelarut dan simplisia ditempatkan secara terpisah. Sokletasi
digunakan untuk simplisia dengan khasiat relatif stabil dan tahan terhadap
pemanasan. Prinsip sokletasi adalah penarikan zat secara terus menerus
sehingga penyarian lebih sempurna dengan pelarut yang relatif sedikit. Jika
penyarian telah selesai maka pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat
tersari. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap
atau mempunyai titik didih yang rendah (Voigt,1995).
G. Hipotesis
Fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) mampu menghambat
bakteri Shigella dysentriae.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Karya tulis ilmiah ini menggunakan jenis penelitian eksperimental, yaitu
dengan melihat zona hambat fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata)
terhadap pertumbuhan Shigella dysentriae dengan konsentrasi 0,5% b/v, 1 % b/v ,
2% b/v , 3% b/v , 4% b/v kemudian hasil dianalisis menggunakan software SPSS 16.
B. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional
Akademi Farmasi Nasional Surakarta dan Laboratorium Mikrobiologi
Akademi Farmasi Nasional Surakarta.
2. Waktu
Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2014 sampai
Januari 2015.
C. Objek penelitian
Objek penelitian adalah daya antibakteri fraksi etanol temu kunci
(Boesenbergia pandurata ) terhadap Shigella dysentriae.
D. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah rimpang temu kunci
(Boesenbergia pandurata) yang berasal dari daerah Karangpandan,
Karanganyar, Jawa Tengah.
15
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah fraksi etanol temu kunci
(Boesenbergia pandurata) dengan seri konsentrasi 0,5% b/v, 1 % b/v , 2% b/v ,
3% b/v , 4% b/v
E. Variabel penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah fraksi etanol temu
kunci (Boesenbergia pandurata) dengan konsentrasi 0,5% b/v, 1 % b/v , 2% b/v , 3% b/v , 4% b/v
2. Variabel terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah diameter zona hambat
fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) terhadap pertumbuhan
bakteri Shigella dysentriae.
3. Variabel terkontrol
Dalam proses preparasi sampel hingga proses uji daya hambat
fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) diusahakan selalu steril
dan aseptis untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
14
16
F. Kerangka pikir
Persiapan alat
Pembuatan fraksi etanol temu kunci
Uji daya hambat fraksi etanol temu kunci terhadap Shigella dysentri pada
seri konsentrasi
Kontrol (-) air suling
0,5% b/v 1% b/v 2% b/v 3% b/v 4% b/v Kontrol (+) ciprofloxacin
Diameter zona hambat
Analisis data
Kesimpulan
17
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
G. Instrumen Penelitian
1. Alat
Timbangan analitik (Ohaus, EP 254), labu ukur (Pyrex), pipet
ukur (Pyrex), kain flannel, beaker glass (Pyrex), autoklaf (All
American series C0007529), alat soxhlet (Pyrex), jangka sorong
(Vermier calliper 150x0,02/6x1/1000), lampu spiritus, kapas lidi steril,
kompor listrik, oven (Memmert), inkubator (Memmert), ohse lurus,
ohse bulat, obyek glass, cawan petri steril (Pyrex).
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
rimpang temu kunci, kloroform, etanol 96%, media mueller hinton (MH),
aquadest, NA miring, NaCl 0,9% steril, standar Neflometer Mc Farland
no. 5.
3. Bakteri
Biakan murni Shigella dysentri dari Balai Laboratorium Kesehatan,
Yogyakarta.
H. Cara kerja
1. Sterilisasi
Alat-alat gelas disterilkan dalam oven pada suhu 1750C selama 90
menit. Ohse disterilkan dengan cara dipanaskan diatas api langsung
sampai berwarna merah. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu
1210C selama 15 menit.
2. Penyiapan sampel
a. Pengumpulan dan penyiapan bahan
Sampel berupa temu kunci (Boesenbergia pandurata) yang
diambil di Karangpandan, Karanganyar, Jawa tengah. Temu kunci
yang diambil, dibersihkan dari kotoran yang menempel, dicuci dengan
18
air mengalir setelah itu dikeringkan dengan sinar matahari
menggunakan bantuan kain hitam yang sebelumnya diangin-
anginkan terlebih dahulu. Setelah kering maka rimpang diserbuk
dan siap untuk diteliti.
b. Pembuatan fraksi etanol temu kunci
Serbuk temu kunci seberat 30 gram kemudian dimasukkan ke
dalam alat soxhlet , ditambahkan kloroform 150 ml. Serbuk temu
kunci yang telah ditambahkan kloroform dipanaskan menggunakan
kompor listrik selama 1- 2 jam disari hingga warna penyari bening.
Ampas serbuk kemudian di angin – anginkan hingga kering dan bau
kloroform hilang. Serbuk disari kembali dengan etano 96% hingga
warna penyari bening. Hasil penyarian diuapkan hingga kental, yang
selanjutnya disebut sebagai fraksi etanol. Lakukan pengenceran untuk
konsentrasi 0,5% b/v, 1 % b/v , 2% b/v , 3% b/v , 4% b/v .
3. Penyiapan media
Media yang dibutuhkan adalah Mueller hinton (MH), NA
miring, standar Neflometer Mc Farland seri tabung nomor 5.
4. Regenerasi bakteri
Biakan murni Shigella dysentri dari NA miring diambil
sebanyak 1 ohse, kemudian digoreskan diatas NA miring secara aseptik
kemudian tabung ditutup dengan kapas dan diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 370C.
5. Uji daya antibakteri
Inokulasikan koloni sampel bakteri Shigella dysentri yang telah
a. diregenerasikan pada media NA miring ke dalam NaCl 0,9% steril,
kemudian bandingkan kekeruhan yang terjadi dengan standar Neflometer
Mc farland seri tabung nomor 5 hingga diperoleh kekeruhan yang sama.
Suspensi bakteri yang telah sama dengan standar Neflometer Mc
farland kemudian diinokulasikan secara perataan menggunakan kapas
lidi steril pada media Mueller hinton (MH). Biarkan mengering
19
kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit, kertas saring yang
telah dicelup fraksi etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dengan
konsentrasi 0,5% b/v, 1 % b/v , 2% b/v , 3% b/v , 4% b/v dan diletakkan pada
permukaan Mueller hinton (MH) yang telah diinokulasikan suspensi
bakteri. Kontrol positif menggunakan disk antibiotik Ciprfloxacin pada
Mueller hinton (MH),
kontrol negatif menggunakan kertas cakram yang dicelupkan air suling
steril. Inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Daerah bening di sekitar
kertas saring menunjukkan hasil uji positif mampu menghambat
pertumbuhan bakteri. Diameter daerah bening yang diperoleh kemudian
diukur menggunakan jangka sorong.
I. Analisa data
Pengamatan diameter zona hambat metode kertas saring ditunjukkan oleh
zona bening disekitar kertas saring. Hasil positif ditunjukan dengan adanya
zona bening disekitar kertas saring, sedangkan hasil negatif ditunjukan
dengan tidak terbentuknya zona bening disekitar kertas saring. Diameter zona
hambat yang diperoleh kemudian dianalisis statistika dengan menggunakan
software SPSS 16.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, edisi revisi. Staf Pengajar Fakultas Universitas Indonesia. Jakarta
Ansel, H.C. 1989. Pengatur Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press. Jakarta
Depkes RI. 2007. Buletin Diare Final, http://www.depkes.go.id/buletin%20Diare_Final(1)pdf. Diakses pada 27 Agustus 2014
Dewi Kusuma, Joharman, Lia Yulia. 2013. Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Etanol dengan Sediaan Sirup Herbal Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap Pertumbuhan Bakteri Shigella dysentriae In Vitro. Jurnal Berkala kedokteran vol 9. No.2 . http:// ejournal.unlam.ac.id/index.php/bk/artcle/view/html
Ganiswarna, S. G. 2005. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Grasindo. Jakarta
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, diterjemahkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Hutapea, J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia I. Balitbangkes Departemen Kesehatan Republik Indonesia . Jakarta
Jawetz, Melrick & Adelberg. 1996. Mikrobiologi kedokteran edisi 20. EGC. Jakarta
Kardinan, Kusuma F. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan Alami. Argomedia Pustaka. Jakarta
Kardono, L.B.S., N. Artanti, I.D. Dewiyanti, and T. Basuki. 2003. Selected Indonesian medicinal plants. Monographs and Descriptions. Vol. 1. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Volume 2 Triwulan 2 2011
Khopkar, S.M . 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta
21
Liza. 2012. Faktor- Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku Masyarakat Yang Menggunakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dengan Kejadian Diare Kampung Talang Kabupaten Agam Tahun 2012. Penelitian, http://repository.unand.ac.id/17876/. Diakses tanggal 27 September 2014
Murniati, Margareta. 2011. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Daun Tempuyung (Sonchus arventis) dan Daun Krokot (Portucala oleraceae) terhadap Pertumbuhan Shigella dysentriae , Karya Tulis Ilmiah, Akademi Farmasi Nasional Surakarta. Surakarta
Oswalt, T.T . 1981. Tumbuhan Obat Bagi Pecinta Alam. Penerbit Bharata Karya Aksara. Jakarta
Priyatmoko, W. 2008. Aktivitas Antibakteri karang linak hasil
transplantasi (sinularia sp.) pada dua kedalaman berbeda diperairan pulau pramuka Kepulaluan Seribu, DKI Jakarta, (Skripsi). Program Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor
Sukarto . 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Suswati, E., Mufida, D. C., dan Shodikin, A. M. 2009. Diktat Mikrobiologi Bakteri Enterobacter. Jember: Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gajah Mada Universitas press. Yogyakarta
WHO, Diarrhoeal Diseases (Update February 2009), http://www.who.int/vacciine_research/diseases/diarhoeal/en/index6.html. Diakses tanggal 28 September 2014
Zaeoung, S., A. Plubrukarn, dan N. Keawpradub. 2004. Cytotoxic and free radical scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes. Di dalam: Songklanakarin J. Sci. Technol