UJI DAYA ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI BAWANG MERAH …eprints.ums.ac.id/20006/9/naskah_publikasi.pdf ·...
Transcript of UJI DAYA ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI BAWANG MERAH …eprints.ums.ac.id/20006/9/naskah_publikasi.pdf ·...
0
UJI DAYA ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI
BAWANG MERAH (Allium ascalonicum.L) TERHADAP
Candida albicans ATCC 10231 SECARA IN VITRO
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran
Diajukan Oleh:
Muhammad Hidayatullah
J500080110
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
1
NASKAH PUBLIKASI
2
ABSTRAK
MUHAMMAD HIDAYATULLAH, J500080110, 2012. UJI DAYA ANTIFUNGI
MINYAK ATSIRI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum.L) TERHADAP
Candida albicans ATCC 10231 SECARA IN VITRO.
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh:
M.Hidayatullah., M. Amin Romas, dr., DSMK, Ganda Anang. S, dr.
Latar Belakang: Pada keadaan normal, Candida albicans merupakan saprofit
yang terdapat pada rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan, mukosa
genital, dan di bawah kuku. Akan tetapi, jika pertumbuhan candida tidak
terkontrol akan menyebabkan Candidiasis. Pemilihan obat herbal oleh masyarakat
pada saat sekarang semakin meningkat. Bawang merah (Allium ascalonicum.L)
sebagai salah satu tanaman obat tradisional yang mengandung minyak atsiri yang
mempunyai aktifitas antifungi.
Tujuan: Untuk mengetahui daya antifungi minyak atsiri bawang merah terhadap
Candida albicans ATCC 10231 secara in vitro.
Metode: Penelitian ini adalah eksperimen laboratoris dengan metode post test
control group design only. Subyek penelitian adalah minyak atsiri bawang merah.
Sebagai sampel adalah Candida albicans ATCC 10231. Minyak atsiri dengan
konsentrasi 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v diuji daya antifungi
terhadap Candida albicans ATCC 10231 menggunakan metode modifikasi kirby
bauer. Pada Sabouraud Dekstrosa Agar dibuat sumuran yang kemudian diisi
minyak atsiri dengan berbagai konsentrasi, akuades steril sebagai kontrol negatif,
dan nistatin sebagai kontrol positif yang telah diolesi biakan jamur yang telah
distandarisasi dengan 5.0 Mc Farland. Diinkubasi pada suhu kamar selama 1-2
hari kemudian diukur diameter zona hambat yang terbentuk. Data penelitian
dianalisis secara statistik menggunakan SPSS 17.0.
Hasil: Minyak atsiri Bawang Merah mempunyai daya antifungi yang efektif
terhadap Candida albicans pada konsentrasi 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v.
Dengan masing-masing 13.5 mm, 14. 5mm, dan 18mm. Pada hasil mann whitney
dengan perbandingan kontrol positif, didapatkan pada konsentrasi 20% v/v
(0.850) p (Asymp.Sig.) > 0.05. Sehingga minyak atsiri dengan konsentrasi 20%
v/v efektif sebagai antifungi terhadap Candida albicans ATCC 10231.
Kesimpulan: Minyak atsiri Bawang Merah dengan konsentrasi 20% v/v, 40%
v/v, dan 80% v/v efektif menghambat pertumbuhan Candida albicans ATCC
10231 pada media SDA. Sedangkan Minyak Atsiri Bawang Merah dengan
konsentrasi 5% v/v dan 10% v/v tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan
Candida albicans ATCC 10231 pada media SDA.
Kata Kunci: Minyak atsiri - Bawang Merah (Allium ascalonicum. L) - Antifungi
- Candida albicans – Nistatin
3
ABSTRACT
MUHAMMAD HIDAYATULLAH, J500080110, 2012. ANTIFUNGAL TEST OF
SHALLOTS (Allium ascalonicum.L) ESSENTIAL OIL AGAINST Candida
abicans ATCC 10231 IN VITRO.
Medical Faculty, Muhammadiyah University of Surakarta
By:
M.Hidayatullah., M. Amin Romas, dr., DSMK, Ganda Anang. S, dr.
Background: Candida albicans is saprofit microorganism in the mouth cavity,
respiratory tract, gastrointestinal tract, genital mucosal, and under nails. Infection
of candida’s is called Candidiasis. Recently, herbal medicine are well know.
Shallots (Allium ascalonicum.L) one of traditional plants contain essential oil
which have antifungal activity. This study intend to determine effectiveness
shallots essential oil as antifungal for Candida albicans ATCC 10231 on SDA.
Objective: To determine the effectiveness antifungal of shallots (Allium
ascalonicum.L) essential oil for Candida albicans ATCC 10231 in vitro.
Method:This study was a laboratory experimental with post test control group
design only. Subject was shallots essential oil, and sample was Candida albicans
ATCC 10231. This subject with concentrations 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40%
v/v, and 80% v/v was tested for sample by the kirby bauer modification method.
Using SDA, wells containing extract with various concentrations, sterile distilled
water as the negative control, and nystatin as the positive control that has been
smeared with fungal culture and standardized with 0.5 Mc Farland. Incubated at
room temperature for 1-2 days and then measured the inhibition zone diameter.
This research data was statistically analyzed by SPSS 17.0.
Result: Shallots (Allium ascalonicum.L) essential oil effective as antifungal
against Candida albicans at concentrations 20% v/v, 40% v/v, and 80% v/v. Each
with 13.5 mm, 14. 5mm, dan 18mm. In mann whitney test with positive control
comparison p. (Asymp.Sig.) > 0.05 in concentration 20% v/v (p (Asymp.Sig.) =
0.850). That’s mean, in concentration 20% v/v efective as antifungal against
Candida albicans ATCC 10231.
Conclusion: Shallots essential oil concentrations 20% v/v, 40% v/v, and 80% v/v
effective to inhibit Candida albicans ATCC 10231 on SDA medium. But shallot
essential oil in concentrations 5% v/v and 10% v/v isn’t effective to inhibit the
growth of Candida albicans ATCC 10231 on SDA medium.
Key Words: Essential oil - Shallots (Allium ascalonicum.L) - Antifungal -
Candida albicans - Nystatin
4
I. PENDAHULUAN
Keberadaan tanaman sebagai obat sudah dikenal sejak ribuan tahun
lampau. Bukti sejarah ini terukir di helaian lontar, dinding-dinding candi, dan
kitab masa lalu. Resep ini diwariskan turun-temurun, yang tadinya hanya
dikenal kalangan tertentu kemudian menyebar hingga masyarakat luas.
Sekarang modernisasi mentautkan tanaman obat dengan dunia farmasi.
Berdasarkan penggunaan tradisional dan berbagai penelitian ilmiah, tanaman
tersebut memiliki berbagai efek farmakologis dan bioaktivitas penting mulai
dari potensi sebagai agen anti penyakit infeksi sampai penyakit degeneratif
seperti imunodefisiensi, hepatitis, arthritis, stroke, osteoporosis bahkan kanker.
Di sisi lain pengobatan dengan senyawa tunggal (single entity) atau senyawa
isolat murni maupun sintesis belum memberikan kesembuhan optimal. Di
samping itu juga bahan isolat murni maupun sitesis ini mempunyai efek
samping yang relatif berbahaya serta biaya yang mahal. Maka masyarakat
berupaya untuk mencari obat alternatif, terutama dari herbal (Saifudin, 2011;
Ismawan, 2010).
Tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional dapat berupa buah,
sayur-mayur, bumbu dapur, tanaman hias dan bahkan tanaman liar yang
tumbuh di sembarang tempat. Salah satu tanaman yang dapat dipakai sebagai
obat tradisional adalah bawang merah (Allium ascalonicum. L), bagian
tanaman ini yang biasa digunakan umbinya. Umbi bawang merah mengandung
Minyak atsiri dan senyawa Flavonoid (Flavon-glikosida) yang berfungsi
sebagai antifungi. Dari beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa
bawang merah berfungsi sebagai antifungi pada Genus Candida, Malassezia,
dan Dermatofita sehingga dapat mengatasi Candidiasis (Melcher dan Subroto,
2006).
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan global baik di
negara maju dan terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Salah
satunya adalah infeksi jamur (mikosis), yang semakin dikenal sebagai
penyebab morbiditas dan mortalitas pada pasien rawat inap di rumah sakit
terutama yang imunokompromis. Indonesia sebagai negara berkembang belum
5
sepenuhnya berhasil membasmi infeksi jamur dan kini dihadapkan pada
masalah baru dengan hadirnya infeksi HIV/AIDS. Penyakit ini secara potensial
mendesak status imun penderita ke arah imunokompromis sehingga infeksi
jamur dapat tumbuh kembang dengan subur (Nasronudin, 2006).
Data-data penyakit kulit akibat jamur yang pernah dilaporkan oleh
pusat-pusat pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa insidensi penyakit
jamur kulit merupakan insiden nomor tiga setelah penyakit kulit karena bakteri
dan penyakit kulit karena alergi. Khususnya untuk kandidiasis, biasanya
menyerang segala usia baik laki-laki maupun wanita. Tetapi menurut data, 70%
penderitanya adalah wanita. Pada tahun 1990 menunjukan 15% penduduk New
Zealand terkena Kandidiasis. Di Amerika Serikat 80 juta penduduk menderita
gangguan kesehatan yang disebabkan Candida. Di Indonesia dilaporkan 84%
dari penderita AIDS yang dirawat di RSCM sampai tahun 2000 juga menderita
Kandidiasis oral yang disebabkan Candida albicans (Siregar, 2002).
Kandidiasis, merupakan mikosis dengan insidens tertinggi pada infeksi
oportunistik yang bersifat akut atau sub akut disebabkan oleh Candida. Hal
tersebut disebabkan karena jamur tersebut merupakan bagian dari mikroba
flora normal yang beradaptasi dengan baik pada inang manusia, terutama
saluran cerna, saluran urogenital, dan kulit. Penelitian-penelitian menunjukkan
bahwa sedikitnya 60% isolat yang diambil dari sumber infeksi adalah Candida
albicans. (Nasronudin, 2006; Rosalina dan Osman Sianipar, 2006).
Sehubungan dengan adanya indikasi minyak atsiri dari bawang merah
(Allium ascalonicum. L) mempunyai daya antifungi tapi belum diteliti lebih
jauh dan belum diketahui efek parameter serta belum ditentukan standar baku
parameter, maka pada penelitian ini akan dilakukan pengujian daya
antifunginya terhadap Candida albicans.
6
II. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental
laboratorik dengan menggunakan metode modifikasi kirby bauer dengan
analisa post test control group design only karena penulis memberikan
perlakuan terhadap subjek dan menggunakan kontrol positif maupun
negatif kemudian mengevaluasi hasil akhir (Notoatmodjo, 2010).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April 2012 di
Laboratorium Biomedik II Sub Lab Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah minyak atsiri dari bawang
merah (Allium ascalonicum. L) dengan konsentrasi 5% v/v, 10% v/v, 20%
v/v, 40% v/v, dan 80% v/v.
D. Estimasi Besar Sampel
Rumus Federer
Keterangan:
n = besar sampel
t = banyaknya perlakuan
(Andries, 2009)
Dengan menggunakan perhitungan rumus Federer maka estimasi
besar sampel yang akan dicobakan adalah:
(7 - 1) (n - 1) ≥ 15
6 (n - 1) ≥ 15
6n - 6 ≥ 15
6n ≥ 21
n ≥ 3,5
Melalui perhitungan tersebut maka besar sampel minimal yang
diperlukan pada penelitian ini adalah 3,5 kali atau dibulatkan menjadi 4
kali replikasi.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Konsentrasi konsentrasi minyak atsiri dari bawang merah
(Allium ascalonicum. L) dengan skala variabel rasio.
2. Variabel terikat
Zona hambat pertumbuhan Candida albicans dengan skala
variabel rasio.
(t - 1) (n - 1) ≥ 15
7
3. Variabel luar
a. Variabel luar terkendali
1) Suhu inkubasi
2) Lama inkubasi
3) Cara isolasi kuman
4) Media pembiakan
5) Umur biakan Candida albicans
6) Jumlah koloni Candida albicans
7) Pengekstraksian
8) Volume pengenceran ekstrak
9) Sterilitas alat dan bahan
10) Ketelitian pengukuran dan pengamatan
b. Variabel luar tidak terkendali
1) Kecepatan pertumbuhan Candida albicans
2) Umur tanaman
3) Penjemuran
F. Definisi Operasional
1. Minyak atsiri dari bawang merah (Allium ascalonicum. L)
Diambil dari umbi bawang merah yang diperoleh melalui metode
destilasi (water destilation).
2. Zona hambat pertumbuhan Candida albicans
Adalah daya antifungi minyak atsiri dari bawang merah (Allium
ascalonicum. L) terhadap Candida albicans yang dilihat dari zona
bening pada masing-masing media Sabouraud Dekstrosa Agar.
G. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
a. Alat Destilasi
1) Destilator (1 Set)
2) Pemanas / Kompor
3) Beker Glass
4) Corong
5) Aquadest
b. Alat uji daya antifungi
1) Ohse kolong
2) Tabung reaksi
3) Cawan petri
4) Alat pembuat sumuran
5) Autoklaf
6) Inkubator
2. Bahan
a. Bahan utama berupa umbi bawang merah (Allium ascalonicum. L)
b. Bahan uji daya antifungi
1) media Sabouraud Dekstrosa Agar
2) larutan nistatin
8
3) standar 0.5 Mc Farland
4) NaCl 0,9%
c. Biakan jamur berupa Candida albicans ATCC 10231
d. Bahan mikromulsi berupa Tween 18
H. Cara Kerja
1. Stem Candida albicans ATCC 10231 ambil 1-2 ose oleskan pada
permukaan SDA inkubasi pada suhu kamar selama 1-2 hari.
2. Ambil 1-2 koloni jamur suspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair
inkubasi pada suhu 37 oC selama 5 jam.
3. Suspensi jamur ditambah dengan NaCl sampai kekeruhan tertentu
sesuai dengan standar 5.0 Mc Farland (108 CFU/ml).
4. Celupkan kapas lidi steril ke dalam suspensi jamur tekan-tekan
pada dinding tabung sampai kapas tidak terlalu basah oleskan pada
permukaan SDA.
5. Buat sumuran diameter 6 mm beri larutan sebanyak 0,05 ml sesuai
kelompok perlakuan (minyak atsiri bawang merah, akuades steril, serta
nistatin).
6. Inkubasi pada suhu kamar selama 1-2 hari ukur diameter zona
hambat.
I. Analisis Data
Data dalam penelitian ini akan diuji dengan uji non parametrik
Kruskall-Wallis dan Mann Whitney. Data diolah dengan SPSS 17.0 for
Windows (Sugiyono, 2005).
9
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Replikasi
Diameter zona bening
Kontrol (-)
aquadest
steril
Kontrol (+)
Nistatin
Minyak Atsiri Bawang Merah
5%
v/v
10%
v/v
20%
v/v
40%
v/v
80%
v/v
1 6 13 7 11 15 15 17
2 6 13 7 13 13 14 17
3 6 14 8 11 13 15 19
4 6 13 7 12 13 14 20
Rata-rata 6 13.25 7.25 11.75 13.5 14.5 18.5
Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter zona bening Minyak Atsiri Bawang
Merah terhadap Pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231
dengan Metode Modifikasi Kirby-bauer
B. Hasil Analisis Data
1. Uji normalitas data
Hasil analisis menunjukkan Saphiro Wilk hitung = 0, 920
ternyata mempunyai nilai p (sig.) = 0,035. Nilai p tersebut < 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa distribusi data yang ada tidak normal.
Sehingga memerlukan penghitungan dengan kaidah-kaidah non-
pareamertrik yaitu dengan menggunakan Uji Non-Parametrik Mann
Whitney.
2. Uji homogenitas data
Hasil analisis menunjukkan Levene test hitung = 6.147 ternyata
mempunyai nilai p (sig.) = 0,001. Nilai p tersebut < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa varians data yang ada tidak homogen. Sehingga uji
Anova tidak dapat.
3. Uji non parametrik Kruskal Wallis
Pada uji ini didapatkan nilai p (asymp. sig.) = 0,000. Nilai p
tersebut < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
daya antifungi yang bermakna antara ketujuh kelompok perlakuan.
4. Uji non parametrik Mann Whitney
Pada uji yang dilakukan dengan pembanding kontrol negatif (-)
didapatkan pada konsentrasi ekstrak 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40%
v/v, dan 80% v/v nilai p (asymp. sig.) berturut-turut 0.011, 0.013,
0.011, 0.013, dan 0.013. Nilai p tersebut < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kelima konsentrasi tersebut mempunyai daya
antifungi yang berbeda bermakna secara statistik.
10
Pada uji yang dilakukan dengan pembanding kontrol positif (+)
didapatkan pada konsentrasi ekstrak 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40%
v/v, dan 80% v/v nilai p (asymp. sig.) berturut-turut 0.015, 0.044,
0.850, 0.032. dan 0.17. Pada konsentrasi 5% v/v, 10% v/v, 40% v/v,
dan 80% v/v Nilai p yang didapat < 0.05. Maka jika dibandingkan
dengan kontrol positif (+) didapatkan perbedaan yang bermakna secara
statistik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya antifungi pada
konsentrasi tersebut masih kurang efektif. Namun pada konsentrasi
20% v/v, nilai p (asymp. sig.) = 0.850. Nilai tersebut > 0.05 yang
menunjukan secara statistik terdapat perbedaan tidak bermakna.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 20% v/v potensi
daya antifungi yang dimiliki tidak jauh berbeda jika dibandingkan
dengan kontrol positif. Dengan kata lain, secara statistik pada minyak
atsiri bawang merah konsentrasi 20% v/v mempunyai efektifitas
antifungi terhadap Candida albicans yang paling efektif.
C. Pembahasan
Pada tabel. 1 menunjukkan hasil pengukuran diameter zona bening
minyak atsiri bawang merah terhadap pertumbuhan Candida albicans
ATCC 10231 dengan Metode Sumuran (mm). Metode ini lebih umum
digunakan pada pengujian daya antifungi karena lebih efektif dalam
menghambat pertumbuhan jamur. Diameter zona bening merupakan
petunjuk kepekaan jamur uji dimana semakin luas zona bening maka
semakin baik pula daya antifungi yang dimiliki (Jawetz et al, 2007).
Diameter zona bening minyak atsiri bawang merah sudah terlihat
dari konsentrasi yang terkeci yaitu 5% v/v. Minyak atsiri bawang merah
dengan konsentrasi 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v
didapatkan rata-rata diameter zona bening berturut 7.25 mm, 11.75 mm,
13.5 mm, 14. 5mm, dan 18.5mm. Jika dibandingkan dengan kontrol positif
yaitu nistatin yang mempunyai rata-rata diameter zona bening 13.25mm
maka konsentrasi 5% v/v dan 10% v/v kurang efektif. Dan pada
konsentrasi 20% v/v, 40% v/v dan 80% v/v dapat dikatakan efektif karena
mempunyai rata-rata diameter zona bening yang lebih besar dibandingkan
dengan kontrol positif Nistatin. Zona bening meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi, maka semakin luas
zona bening yang berarti semakin tinggi efektifitas untuk menghambat
pertumbuhan jamur (Sulistiyawati & Mulyati, 2009).
Pada tabel.2 yang merupakan uji statistik Non-parametrik Mann
Whitney didapatkan bahwa daya antifungi minyak atsiri bawang merah
dengan konsentrasi 20% v/v bermakna signifikan jika dibandingkan dengan
kontrol positif Nistatin. Pada konsentrasi 20% v/v diameter zona bening
mendekati dan lebih besar daripada nistatin, sehingga dapat disimpulkan
bahwa minyak atsiri bawang merah dengan konsentrasi 20% v/v efektif
untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans.
Pada umumnya Candida albicans dalam keadaan normal merupakan
saprofit dalam rongga mulut orang sehat, saluran pencernaan, saluran
11
pernapasan bagian atas, mukosa vagina, dan di bawah kuku di mana berada
dalam keseimbangan dengan flora bakteri sehingga dapat menjadi sumber
infeksi endogen. Invasi jamur ini diawali dengan bentuk adaptif jamur
(khamir) yang terhirup atau menempel pada tubuh. Jamur ini akan menjadi
patogen jika terdapat kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya
multiplikasi dan menghasilkan mikotoksik. (Baker, 2006; Wahyuningsih
dkk, 2008; Siregar, 2002).
Membran sel Candida albicans terdiri dari lipid dan protein yang
berfungsi sebagai sawar yang berfungsi untuk mencegah perpindahan air
atau zat larut air dari satu ruang ke ruang lainnya. Ergostero merupakan
lapisaan sterol yang berfungsi membantu permeabilitas membran serta
mengatur sebagian besar sifat cair dari jamur (Guyton & Hall, 2002).
Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif.
Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada
membran sel jamur atau ragi, terutama ergosterol. Akibat terbentuk ikatan
antara sterol dan antibiotik ini terjadi perubahan permeabilitas membran sel
sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul (Setiabudy dan Bahry,
2007).
Molekul hidrofobik penyusun minyak atsiri akan menyerang
ergosterol pada membran sel jamur sehingga menyebabkan perubahan
permeabilitas membran dan kerusakan membran yang akhirnya molekul-
molekul sel jamur akan keluar sehingga menyebabkan kematian sel.
Molekul minyak atsiri juga dapat mengganggu kerja enzim-enzim yang
terikat pada membran sel khamir, sehingga mengganggu pembentukan
membaran sel. Dengan kata lain minyak atsiri dapat membunuh dan
menghambat pertumbuhan jamur (Ridawati dkk, 2011).
Selain itu bawang merah juga mempunyai beberapa manfaat lain
seperti menurunkan demam (antipiretik), meredakan sakit kepala,
melegakan hidung tersumbat (dekongestan), mengencerkan dahak
(saponin), mengatasi perut kembung, dan membantu penyembuhan luka
(Jaelani, 2007).
Beberapa faktor lain yang berperan terhadap kualitas minyak atsiri
adalah kualitas tanah di mana tanaman yang tumbuh, suhu di wilayah
tersebut, iklim / jumlah tahunan curah hujan di mana tanaman tumbuh,
ketinggian tanaman hidup, distilasi proses, kesenjangan waktu antara panen
tanaman dan penyulingan, penyimpanan minyak setelah ekstraksi, jenis
peralatan distilasi digunakan dll (Ross Watson and R.Predy, 2010)
Pada penelitian ini terbukti bahwa Minyak Atsiri Bawang Merah
(Allium ascalonicum.L) mempunyai daya antifungi terhadap Candida
albicans mulai pada konsentrasi 5% hingga pada konsentrasi 80%, tetapi
pada konsentrasi 20% v/v, 40% v/v dan 80% v/v yang dapat dikatakan
efektif karena mempunyai rata-rata diameter zona bening yang lebih besar
dibandingkan dengan kontrol positif Nistatin.
12
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Minyak Atsiri Bawang Merah (Allium ascalonicum.L) dengan
konsentrasi 20% v/v, 40% v/v dan 80% v/v terbukti efektif dalam
menghambat pertumbuhanCandida albicansATCC 10231 pada media
SDA.
B. Saran
1. Penjemuran Bawang Merah harus pada tempat yang mempunyai
sirkulasi udara yang baik atau pada tempat yang terbuka dan
langsung dibawah terik matahari
2. Perlu dilakukan penelitian tentang kadar minyak atsiri Bawang
Merah secara spesifik.
3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih jelas tentang senyawa yang
terdapat pada Bawang Merah.
4. Perlu dilakukan penelitian tentang pembuatan sediaan Minyak
Atsiri Bawang Merah yang efektif dan aman digunakan untuk
pengobatan.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, baik secara in vitro maupun
in vivo mengenai daya antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah
untuk mengetahui toksisitas dan konsentrasi yang paling aman dan
efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.
6. Perlu dilakukan uji daya antifungi Minyak Atsiri Bawang Merah
dengan menggunakan metode maupun jamur uji yang lain.
13
V. DAFTAR PUSTAKA
Aak,p. 1998. Pedoman Bertanam Bawang. Yogjakarta:KANISIUS
Andries, G. 2009. Efek Neuroterapi Kumis Kucing (Acalypha indica Linn)
pada Otot Gastroknemius Katak Bufo melanosticus.Volume 1. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 26-28.
Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press. Pp.
l377-378.
Ansel, Howard C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: Beberapa
Macam Preparat: Tinktur, Ekstrak Encer, Ekstrak, Air Amonia, Asam
Encer, Spiritus, dan Sediaan Radiofarmasi. Jakarta: UI-Press. pp. 605-
619.
Backer, C.A. and Bakhuizen, R.C.B. 1968. Flora of Java Volume I dan III.
Groningen: P. Noordhoff.
Baker, S.E. 2006. Aspergillus niger Genomics: Past, Present, and Into the
Future: Medical Mycology. 44: 517-521.
Bakan, J.A. 1995. Microemulsions : Swarbick, J. Boylan, C.J. Encyclopedia Of
Pharmaceutical Technology. Vol. 9. New York: Marcell Dekker. Inc.
Pp. 379-387.
Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Depkes RI. pp. 6-8, 10.
Ebadi, M. 2002. Pharmacodynamic Basic of Herbal Medicine: Alkaloids:
Manuka and Fungal Diseases: Flavonoids. New York: CRC press. pp:
179-84, 189-92, 393-403.
Gandjar dkk, indrawati. 2006. MIKOLOGI: Dasar dan Terapan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. pp: 25-26
Gillespie, Stephen H dan Bamford, Kathleen B. 2008. At a Glance
Mikrobiologi Medis dan Infeksi, Edisi Ketiga. Jakarta: PENERBITAN
ERLANGGA
Guyton & Hall. 2002. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. pp. 14-7.
14
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit: Kandidosis. Jakarta: Hipokrates. pp.
81-82.
Harmita dan Radji, M. 2004. Analisis Hayati. Jakarta: Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia. pp. 62-63.
Ismawan, B. 2010. Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah & Cara Racik
Volume 08. Bogor: Trubus Swadaya. pp. 1.
Jaelani. 2007. Khasiat Bawang Merah. Yogyakarta: KANISIUS. pp. 34-35
Jawetz et.al. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama: Mikologi
Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika. pp. 342-346.
Jawetz, Melnick, Adelberg’s. 2007. Medical Microbiology 24th
Edition:
Medical Mycology. New York: Mc Graw Hill Companies. pp. 642-645.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta :Balai Pustaka.
Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 5: Obat Antijamur.
Jakarta: EGC. pp. 753-759.
Kuswadji. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5: Kandidosis. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 106-109.
Lachman, L., Lieberman, A.H., Konig, L.J.1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi II. Jakarta : UI Press. pp. 1029-1088.
Liebermen, Hebert, A. Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms
: Disperse System Vol. 2. New York: Marcel Dekker. Inc. pp. 336 –
339.
Lutony, T. L. dan Rahmayati Y. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak
Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. hlm 109-113.
Maryani, Herti dan Kristiana, Lusi. 2006. Sehat Dengan Ramuan Tradisional:
Tanaman Obat untuk Influenza. Jakarta:Agro Media Pustaka
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta: UI Press. Pp. 940-1010, 1162, 1163, 1170.
15
Melcher, Heinrich dan Subroto, M.A. 2006. Gempur Penyakit dengan Herbal
Papua. Jakarta:Agro Media Pustaka.
Milton J. 1995. Lawrence. M. Jayne and Rees Gareth D. 2000. Microemulsion-
Based Media as Novel Drug Delivery Systems Advanced Drug Delivery
Reviews. Pp. 45,1,89,121.
Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., Fisher, B.D. 2001. Farmakologi
Ulasan Bergambar Edisi 2: Obat-Obat Antijamur. Jakarta: Widya
Medika. pp. 341-347.
Nasronudin. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 3: Infeksi
Jamur. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 1793-
1799.
Prianto, J.L.A., Tjahaya, P.U., Darwanto. 2006. Atlas Parasitologi Kedokteran:
Kandidiasis Vagina. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. pp. 241-
242.
Rahayu,Estu dan Berlian,Nur. 2004. Bawang Merah, Cet:X. Jakarta: Penebar
Swadaya
Ridawati dkk. 2011. Aktivitas Antifungal Minyak Atsiri Jinten Putih terhadap
Candida parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis
MP27, DAN C. etchellsii MP18
Rosalina & Osman Sianipar. 2006. Berkala Kesehatan Klinik Volume 12
Nomor 2 Desember 2006: Insidensi Candidiasis: Tinjauan Klinis dan
Laboratoris. pp. 128-132.
Ross Watson and R.Predy. 2010. Bioactive Foods in Promoting Health: Fruits
and Vegetables.United Kingdom: Academic Press. Pp. 58
Saifudin, A. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
pp. 1-11.
Santoso, Hieronymus Budi. 2008. Ragam & Khasiat Tanaman Obat.
Jakarta:AgroMedia Pustaka
Setiabudy, R. dan Bahry, B. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5: Obat
Jamur. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 571-
584.
16
Sumardjo, D.D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC
Sulistyawati, D. & Mulyati, S. 2009. Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun
Jambu Mete (Anacardium occidentale, L.) terhadap Candida albicans.
Biomedika. 2(1): 47-51.
Pitojo, Setijo. 2003. Seri Penangkaran: Benih Bawang Merah. Yogyakarta:
Kanisius.
Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi Kedua:
Kandidiasis. Jakarta: EGC. pp. 31-35.
Siregar, R.S. 2002. Penyakit Jamur Kulit, Edisi 2. Jakarta: EGC
Siswandono dan Soekardjo, B. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga
University Press.
Soedarmadi. 2007. Infeksi Menular Seksual: Kandidosis Vulvovaginal. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 171-176.
Spicer, W.J. 2000. Clinical Bacteriology, Mycology, and Parasitology:
Aspergillus and Candida. Edinburgh: Churchill Livingstone. pp. 62-63.
Stringer, J.L. 2008. Konsep Dasar Farmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa
Edisi 3: Obat-Obat Antifungi. Jakarta: EGC. pp. 211-216.
Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sutanto, I., Ismid, I.S., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. 2009. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran Edisi 4: Kandidosis. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 356-362.
Tambayong, J. 2001. Farmakologi untuk Keperawatan. Jakarta: Widya
Medika. pp. 37-38.
Tjampakasari, C.R. 2006. Cermin Dunia Kedokteran Volume 151:
Karakteristik Candida albicans. pp. 33-36.
Tjitrosoepomo, G.2007. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta:
UGM Press.
17
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat, dan
Penggunaannya Edisi 6. Jakarta: Elex Media Computindo.
Van Steenis, C.G.G.J. 2005. Flora. Jakarta: PT.Pradnya Paramita
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. pp. 560-561.
Wahyuningsih, R., Rozalyani, A., Jannah, S.M.E., Amir, I., Prihartono, J. 2008.
Majalah Kedokteran Indonesia Volume 58 Nomor 4 April 2008:
Kandidemia pada Neonatus yang Mengalami Kegagalan Terapi
Antibiotik. pp. 110-115.
Wolff, K., Johnson, R.A., Suurmond, D. 2005. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology 5th
Edition: Candidiasis. New York:
Mc Graw Hill Companies. pp. 716-728.