UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI...

88
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI EFEKTIVITAS TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT SKRIPSI NINDYA NURFITRIANI AZHAR 1111102000095 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2015

Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI...

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEKTIVITAS TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUMAH SAKIT

TNI ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO

JAKARTA PUSAT

SKRIPSI

NINDYA NURFITRIANI AZHAR

1111102000095

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2015

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEKTIVITAS TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUMAH SAKIT

TNI ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO

JAKARTA PUSAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NINDYA NURFITRIANI AZHAR

1111102000095

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2015

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Nindya Nurfitriani Azhar

NIM : 1111102000095

Tanda Tangan :

Tanggal : September 2015

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik
Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik
Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

vi

ABSTRAK

Nama : Nindya Nurfitriani Azhar

Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Efektivitas Terapi Oksigen Hiperbarik Pada Pasien

Diabetes Melitus di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr.

Mintohardjo Jakarta Pusat

Diabetes merupakan suatu penyakit heterogen yang gejalanya ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut.

Selain dengan obat-obatan kimia, pengembangan teknologi dilakukan untuk penyembuhan berbagai macam penyakit termasuk penyakit diabetes yaitu terapi

oksigen hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi di mana pasien berada di ruangan bertekanan tinggi dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar daripada udara atmosfir normal. Penelitian ini untuk mengetahui

efektivitas pengobatan diabetes dengan menggunakan terapi oksigen hiperbarik. Dalam penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan melakukan

observasi pengendalian gula darah pada pasien diabetes yang menggunakan terapi oksigen hiperbarik. Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata kadar HbA1c pasien yang menggunakan obat sebesar 9,37±1,38% sedangkan setelah terapi oksigen

hiperbarik 7,5± 1,109%. Dan rata-rata kadar GDS pasien yang menggunakan obat sebesar 249,21±39,71% sedangkan setelah terapi oksigen hiperbarik 158,7± 48,82%.

Hal ini menunjukan terapi DM Tipe 2 dengan OAD dan oksigen hiperbarik, kadar HbA1c dan kadar GDS pasien dapat dikendalikan mendekati normal.

Kata Kunci : Diabetes mellitus, kadar HbA1c, kadar GDS, terapi oksigen hiperbarik.

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

vii

ABSTRACT

Name : Nindya Nurfitriani Azhar

Study Program : Pharmacy

Title : Effectiveness Test of Hyperbaric Oxygen Therapy In

Diabetes Mellitus Patient in Rumah Sakit TNI Angkatan

Laut Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

Diabetes is a heterogeneous disease which characterized with the increased blood glucose that caused by the deficiency of relative insulin or absolute. Beside the use of

chemical drug, the development of technology can be conducted to recover the several diseases particularly diabetes disease by using hyperbaric oxygen therapy.

The hyperbaric oxygen therapy is a therapy in which the patient located in high pressure room and breathed with pure oxygen (100%) at the air pressure greater than the normal pressure atmosphere. The objective of this research is to study the

effectiveness of diabetes treatment by using hyperbaric oxygen therapy. In this research is used cross sectional design that conducted the observation to control the

blood glucose at the diabetes patient who used the hyperbaric oxygen therapy. The result in this research showed that the average of HbA1c patient that using the drug is 9,37±1,38%, while, after using the hyperbaric oxygen therapy is 7,5± 1,109%. The

average of GDS patient by using the drug is 249,21±39,71%, whilst, after finishing the hyperbaric oxygen therapy is 158,7± 48,82%. The result indicated that the DM

therapy type 2 with OAD and the hyperbaric oxygen therapy, the level of HbA1c and the level of GDS patient can be controlled related to the normal condition.

Key words: Diabetes mellitus, HbA1c levels, levels of GDS, hyperbaric oxygen therapy.

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan

segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini tentu banyak berbagai kesulitan dan halangan

yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, bantuan, dan bimbingan

berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt. sebagai Pembimbing I dan Bapak Drs.

Fakhren Kasim, MH.Kes., Apt. sebagai Pembimbing II yang telah

memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan dukungan moral selama masa

perkuliahan, penelitian, hingga penulisan skripsi.

2. Bapak Dr. H Arif Sumantri, SKM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. atas dedikasi dan profesionalitas beliau sebagai

ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. sebagai Dosen Pembimbing

Akademik yang telah memberikan nasehat, waktu, dan dukungan moral

selama masa perkuliahan, penelitian, hingga penulisan skripsi.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan

bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

ix

6. Bapak Ari, dan seluruh civitas RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang telah

memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Haryanto dan Ibunda Sari Asri serta adik

yang sangat saya sayangi Kayla Amira Azhar yang selalu ikhlas memberikan

dukungan moral, material, nasehat, serta lantunan doa yang tiada pernah putus

di setiap waktu.

8. Teman-teman di Program Studi Farmasi 2011: Indah, Elsa, Puji,Ageng, Ani,

Nova, Annisa, Anissa, Anis, Ices, Ika, Aditya, Andis, Tari, Miyadah, Happy,

Aci, Brasti, Hala, Syaiful, serta teman-teman Farmasi 2011 beng-beng atas

semangat dan kebersamaan kita selama 4 tahun kita bersama.

9. Randi Herlambang yang selalu hadir memberi semangat dan dukungan tanpa

henti, yang selalu menemani suka duka, yang selalu memotivasi dan

menginspirasi.

10. Tiara, Erna, Rina,Agung, yang selalu menginspirasi dan menguatkan saya.

Terima kasih atas persaudaraan dan pertemanan yang berkesan selama ini.

11. Linda, Mba Rica, Tia, Mba Ita, Mba Nun, Tisa, Mba Dani, Firdha, Yane,

Henny, Karina, Kasa, Swara, Rani, Galih Fitri, Ari, Manda, Diah Ayu, terima

kasih atas dukungan, motivasi, dan kebersamaannya selama ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan

penulisan.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah

SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan

penulis nantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

Ciputat, September 2015

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nindya Nurfitriani Azhar

NIM : 1111102000095

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya

dengan judul :

UJI EFEKTIVITAS TERAPI HIPERBARIK PADA PASIEN DIABETES

MELITUS DI RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT DR.

MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Tanggal : September 2015

Yang menyatakan,

(Nindya Nurfitriani Azhar)

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...............................................................................

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………

ABSTRAK ...............................................................................................

ABSTRACT .............................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................

DAFTAR ISI ...........................................................................................

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

DAFTAR TABEL ...................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................. 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 1.4.1 Secara Teoritis ............................................................ 1.4.2 Secara Metodologi ......................................................

1.4.3 Secara Aplikatif .......................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 2.1 Diabetes Melitus ………………..………………...………....

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus …………………...……...... 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus …………….....…….…..

2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus …………………...……...... 2.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus ……………...……….. 2.1.5 Gejala Diabetes Melitus ……………………...………

2.1.6 Faktor Risiko Diabetes Melitus ……………………… 2.1.7 Diagnosis Diabetes Melitus ……………………...…...

2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus …………………...…… 2.1.9 Penatalaksanaan Diabetes Melitus ………………...… 2.1.10 Penggolongan Obat Diabetes Melitus ……………......

2.2 Hiperbarik Oksigen …………………….......……………......

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

x

xi

xiii

xiv

xv

1

1 4 4

4 4

5 5 5

5 5

6

6

6 6

10 11 12

13 14

15 18 21

28

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

xii

2.2.1 Sejarah Terapi Oksigen Hiperbarik ………………......

2.2.2 Definisi Terapi Oksigen Hiperbarik …………...…….. 2.2.3 Indikasi-indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ……...…

2.2.4 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik …...……... 2.2.5 Protap Terapi Oksigen Hiperbarik ………………...… 2.2.6 Klasifikasi Ruang Hiperbarik …………………….......

2.3 Hiperbarik Center RUMKITAL Dr. Mintohardjo …….…….

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS .............................................................................................

3.1 Kerangka Konsep …………………………...…………….....

3.2 Definisi Operasional ………………………………………... 3.3 Hipotesis ………………………………………………….....

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN …………………………….

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………..

4.2 Desain Penelitian …………………………………………… 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………..

4.3.1 Populasi ………………………………………........... 4.3.2 Sampel ………………………………………….........

4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel …......

4.4 Prosedur Penelitian ………………………………………..... 4.4.1 Pengumpulan Data ……………………………..........

4.4.2 Pengolahan Data …………………………………...... 4.4.3 Analisis Data ………………………………...............

BAB V HASIL …...........................................………………………….

5.1 Hasil Penelitian ………………………………......................

5.1.1 Jumlah Pasien Berdasarkan Karakteristik Pasien ....... 5.1.2 Kondisi Pasien yang Menggunakan OAD dan

Setelah Terapi Oksigen Hiperbarik ..............................

BAB VI PEMBAHASAN ….........................………………………….

6.1 Pembahasan ….....……………………………...................... 6.1.1 Karakteristik Pasien ..................................................... 6.1.2 Kondisi Pasien yang Menggunakan Obat

Antidiabetes dan Setelah Terapi Oksigen Hiperbarik

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN …........................………….

7.1 Kesimpulan ….....……………………………....................... 7.2 Saran ….....…………………………….................................

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….

LAMPIRAN ............................................................................................

28

30 35

35 36 39

40

43

43

44 46

47

47

47 47

47 48 48

48 48

49 49

51

51

51 52

59

59 59

60

65

65 65

66

70

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan DM tipe 2 .................................... 20

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.................................................... 43

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.

Tabel 2.2. Tabel 2.3.

Tabel 3.2. Tabel 5.1.

Tabel 5.2.

Tabel 5.3.

Tabel 5.4.

Tabel 5.5.

Tabel 5.6.

Kadar Gula Darah Sewaktu dan Puasa............................

Kriteria Pengendalian DM .............................................. Target Pelaksanaan Diabetes Melitus .............................

Definisi Operasional ........................................................ Distribusi Pasien DM Tipe 2 Berdasarkan Karakteristik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-

Maret 2015 ...................................................................... Distribusi kondisi pasien selama menggunakan OAD di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-Februari 2015 .................................................................... Distribusi kondisi pasien sebelum dan setelah terapi

OHB di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-Februari 2015 .........................................................

Rekapitulasi pasien yang menggunakan terapi oksigen hiperbarik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-Maret 2015 ...................................................

Frekuensi terapi oksigen hiperbarik dan jenis OAD pada

keadaan pasien keluar yang terkendali di RUMKITAL

Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-Februari 2015 …...

Frekuensi terapi oksigen hiperbarik dan jenis OAD pada

keadaan pasien keluar yang tidak terkendali di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-

Februari 2015 …………………………………………….

15

15 19

44

51

52

54

56

56

58

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Surat Permohonan Izin Penelitian Dari UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Prodi Farmasi ............................ Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian Dari

RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat .............. Pasien Diabetes yang Menggunakan Obat Antidiabetes dan Terapi Oksigen Hiperbarik di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat .............. Uji Paired Samples T-Test dari Hasil Data HbA1c

dan GDS Pasien Sebelum dan Setelah Terapi Oksigen Hiperbarik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat Periode Januari 2014-Februari 2015 .....

71

72

73

76

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan global yang

insidennya semakin meningkat. Diabetes adalah suatu penyakit heterogen yang

gejalanya ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebabkan oleh defisiensi

insulin relatif atau absolut (Mycek, J. Mary, 2001). Diabetes melitus adalah

penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal.

Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin

baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe

I yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe

II yaitu diabetes yang didapat setelah dewasa (ADA, 2011).

Sebanyak 346 juta orang di dunia menderita diabetes, dan diperkirakan

mencapai 380 juta jiwa pada tahun 2025 (WHO, 2011). Dan sekitar 60% jumlah

pasien tersebut terdapat di Asia. Jumlah ini diasumsikan akan meningkat tiga kali

lipat pada tahun 2030 (Hilary King et al, 2004). Prevalensi diabetes di Indonesia

berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen. Diabetes

melitus yang berdasarkan wawancara juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen

(2007) menjadi 2,4 persen (2013). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter

tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara

(2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis

dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara

(3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen (Rikesda,

2013).

Peningkatan terjadi akibat bertambahnya populasi penduduk usia lanjut

dan perubahan gaya hidup, mulai dari pola makan/jenis makanan yang

dikonsumsi sampai berkurangnya kegiatan jasmani. Hal ini terjadi terutama pada

kelompok usia dewasa ke atas pada seluruh status sosial-ekonomi (Zahtamal dkk,

2007). Penyakit diabetes melitus sering menimbulkan komplikasi berupa stroke,

gagal jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi jika

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

anggota badan menderita luka gangren (Nuh Huda, 2010). Prevalensi penyakit

diabetes melitus yang terus menerus meningkat, mengharuskan pemerintah

Indonesia untuk senantiasa tanggap dalam penanganan dan pengobatan untuk

pasien diabetes melitus.

Ada 4 hal penting yang perlu dijalankan agar pasien diabetes dapat hidup

sehat kembali yang disebut dengan empat pilar pengendalian diabetes (Edukasi,

pengaturan makan, olahraga, obat seperti tablet atau insulin) (Kariadi,2009).

Namun pada kenyataannya angka kematian dan komplikasi dari penyakit diabetes

melitus tetap saja tinggi. Upaya yang dilakukan yaitu memberikan penyuluhan

dan pendidikan kesehatan (edukasi) tentang perawatan dan pengobatan penyakit

diabetes melitus secara mandiri. Edukasi ini mencakup perencanaan makan (diet),

kegiatan olah raga, pemakaian obat oral dan insulin secara tepat. Pemantauan

kadar gula dalam darah dan urin serta meningkatnya motivasi penderita diabetes

melitus untuk kontrol secara teratur yang bertujuan menghilangkan gejala,

mencegah komplikasi akut dan kronik, mengurangi komplikasi yang sudah ada,

mengobati penyakit penyerta, menciptakan dan mempertahankan kesehatan tubuh,

memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi angka kematian (Soegondo, 1995).

Kemajuan teknologi dalam bidang ilmu pengetahuan kedokteran

menghasilkan metode–metode baru dalam upaya penyembuhan penyakit,

termasuk penyakit diabetes. Salah satu pengembangan teknologi tersebut adalah

terapi oksigen hiperbarik. Telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap

metode pengobatan terapi hiperbarik dalam bidang medis.

Terapi oksigen hiperbarik diperkenalkan pertama kali oleh Behnke pada

tahun 1930. Saat itu angkatan laut Amerika Serikat (US Navy) memulai penelitian

terhadap terapi hiperbarik untuk mengobati penyakit dekompresi dan emboli

udara pada arteri yang dialami oleh para penyelam militer. Terapi oksigen

hiperbarik hanya diberikan kepada para penyelam untuk menghilangkan gejala

penyakit dekompresi yang timbul akibat perubahan tekanan udara saat menyelam,

sehingga fasilitas terapi tersebut sebagian besar hanya dimiliki oleh beberapa

Rumah Sakit TNI AL dan Rumah Sakit yang berhubungan dengan pertambangan

(Nuh Huda, 2010).

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Terapi hiperbarik oksigen adalah terapi dimana penderita harus berada

dalam suatu ruangan bertekanan tinggi dan bernafas dengan oksigen murni

(100%) pada tekanan udara lebih besar daripada udara atmosfir normal, yaitu

sebesar 1 ATA (Atmosfir Absolut) sama dengan 760 mmHg. Pemberian oksigen

tekanan tinggi untuk terapi dilaksanakan dalam chamber atau RUBT (Ruang

Udara Bertekanan Tinggi) (Lakesla, 2009 dalam T Nuh Huda, 2010).

Konsentrasi O2 yang digunakan dalam terapi oksigen hiperbarik berbeda

dengan O2 yang digunakan dalam tabung oksigen yang biasa karena pada

pemberian O2 di hiperbarik disertai tekanan tinggi yaitu 2,4 atm yang akan

membantu distribusi O2 dengan cepat dan terpenuhi dengan baik pada organ

tubuh. Sedangkan O2 dalam tabung oksigen tidak disertai tekanan tinggi.

Pada tahun 2003, The American Society of Hyperbaric Medicine

(Underwater and Hyperbaric Medical Society, UHMS) mempublikasikan

indikasi–indikasi untuk terapi oksigen hiperbarik yang disetujui oleh komite

tersebut berdasarkan bukti ilmiah yang ada, seperti emboli udara, keracunan

karbon monoksida, keracunan karbon monoksida dan sianida, anemia karena

pendarahan, penyakit dekompresi, abses intrakranial, infeksi nekrosis jaringan

lunak, osteomyelitis refraktur, luka bakar dan lain-lain.

Tahun 2010 Rady dwipayana, dkk meneliti tentang efek hiperbarik pada

cedera otot pada tikus putih dan hasilnya hiperbarik oksigen meningkatkan

terjadinya jaringan granulasi dan proliferasi fibroblas pada penyembuhan cedera

otot fleksor pada tikus putih. Pada tahun yang sama T. Nuh Huda meneliti tentang

pengaruh hiperbarik oksigen terhadap perfusi perifer luka gangren penderita

diabetes melitus, hasilnya ada perubahan menjadi lebih baik pada luka tetapi

tidak signifikan. Mayor Laut (K) Tituk Harnanik, dokter dan Kepala

Subdepartemen Faal Penyelaman TNI AL Armada Timur mengatakan, terapi

hiperbarik oksigen mampu mempercepat kesembuhan dan mengurangi dosis obat

yang diminum penderita diabetes.

Secara teori terapi OHB dapat meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap

insulin dan menimbulkan hipoglikemik pada penderita diabetes melitus, di mana

terapi HBO pada 2,4 atmofir absolut menimbulkan penurunan kadar gula darah

(Ishihara, 2007).

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Salah satu Rumah Sakit yang memiliki fasilitas terapi hiperbarik ini adalah

RUMKITAL Dr. Mintohardjo. Di RUMKITAL Dr. Mintohardjo ini terapi

hiperbarik banyak digunakan untuk penyembuhan pada pasien diabetes.

Walaupun sudah banyak digunakan dalam penyembuhan diabetes bagi pasien di

Rumah Sakit TNI AL Mintohardjo, tetapi belum pernah dilakukan penelitian

sebelumnya mengenai efektivitas dari penggunaan terapi hiperbarik bagi pasien

diabetes di RUMKITAL Dr. Mintohardjo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas menunjukan bahwa pengobatan pada pasien

diabetes melitus selama ini banyak menggunakan obat-obatan kimia.

Sebagaimana diketahui obat-obatan kimia mempunyai banyak efek samping.

Untuk menghindari efek samping dari penggunaan obat kimia dan mempercepat

proses penyembuhan dapat dicari teknologi baru untuk pengobatan diabetes

melitus. Teknologi hiperbarik sudah dikenal dapat menyembuhkan beberapa

penyakit termasuk diabetes.

Di RUMKITAL Dr. Mintohardjo mempunyai alat hiperbarik yang sudah

digunakan untuk pengobatan diabetes, tetapi belum diketahui lebih lanjut

efektivitas pengobatan diabetes dengan terapi hiperbarik dibandingkan hanya

dengan penggunaan obat kimia di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi

hiperbarik pada pasien diabetes melitus di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada

bulan Januari 2014 hingga Maret 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengidentifikasi fungsi dari penggunaan terapi hiperbarik terhadap

pasien diabetes.

Untuk mengetahui apakah penggunaan terapi hiperbarik lebih efektif

dibandingkan hanya penggunaan obat antidiabetes.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta

wawasan tentang penggunaan terapi hiperbarik, khususnya bagi pasien diabetes

melitus.

1.4.2 Secara Metodologi

Metode penelitian ini dapat menjadi referensi untuk diaplikasikan pada

penelitian farmasi klinis sejenis.

1.4.3 Secara Aplikatif

Secara aplikatif hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan

pertimbangan ataupun kebijakan dalam pengobatan diabetes melitus di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang berjudul “Uji Efektivitas Terapi Oksigen Hiperbarik pada

Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo

Jakarta”, terbatas hanya membahas pada pasien diabetes yang menggunakan obat

antidiabetes dan terapi oksigen hiperbarik dengan mengamati kadar HbA1c dan

GDS dari data rekam medis pasien di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta.

Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan pendekatan retrospektif.

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2015 di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo Jakarta Pusat.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis dengan multietiologi yang ditandai dengan tingginya kadar

gula darah (hiperglikemia) disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,

lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi

insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-

sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya

sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

Diabetes Melitus (DM) atau penyakit kencing manis merupakan suatu

penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah)

melebihi nilai normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200

mg/dl dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126 mg/dl

(Misnadiarly, 2006).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

WHO (World Health Association) membagi DM menjadi dua kelas, yaitu

kelas klinis dan kelas risiko statistik.

a) Kelas klinis

Jika hasil pemeriksaan kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal.

Kelas klinis dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

1) Diabetes Melitus, seseorang termasuk kelompok penderita Diabetes

Melitus jika kadar glukosa darah dalam keadaan puasa lebih dari 140

mg/dl, atau dua jam sesudah makan (post prandial) kadarnya lebih

dari 200 mg/dl. Diabetes Melitus sendiri terbagi lagi menjadi empat,

yakni sebagai berikut:

DM tipe 1 (DM tergantung insulin/DMTI) = insulin dependent

DM/IDDM. Kelompok ini adalah penderita penyakit DM yang

sangat tergantung pada suntikan insulin. Kebanyakan penderitanya

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

masih muda dan tidak gemuk. Gejala biasanya timbul pada masa

anak–anak dan puncaknya pada usia remaja. Begitu penyakitnya

terdiagnosis, penderita langsung memerlukan suntikan insulin

karena pankreasnya sangat sedikit atau sama sekali tidak

membentuk insulin. Umumnya penyakit berkembang ke arah

ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. Tipe ini

disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi

kekurangan produksi/sekresi insulin absolut. IDDM umumnya

diderita oleh orang–orang di bawah umur 30 tahun, dan gejalanya

mulai tampak pada usia 10–13 tahun. Penyebab IDDM belum

begitu jelas, tetapi diduga kuat disebabkan oleh infeksi virus yang

menimbulkan autoimun yang berlebihan untuk membunuh virus.

Akibatnya sel–sel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus,

tetapi juga merusak sel–sel Langerhans. Faktor genetik juga

menentukan kerentanan sel-sel beta terhadap infeksi virus.

DM tipe II (DM tidak tergantung insulin/DMTT) = non insulin

dependent DM = NIDDM. Kelompok Diabetes Melitus tipe II tidak

tergantung insulin. Kebanyakan timbul pada penderita berusia di

atas 40 tahun. Penderita DM tipe II inilah yang terbanyak di

Indonesia. Data sementara menyebabkan, hampir 90% penderita

diabetes di Indonesia adalah penderita NIDDM dan umumnya

disertai dengan kegemukan dan kegagalan pankreas mensekresi

insulin (defisiensi insulin) untuk mengkompensasi resistensi

insulin. Pengobatannya diutamakan dengan perencanaan menu

makanan yang baik dan latihan jasmani secara teratur. NIDDM

diduga disebabkan oleh faktor genetik dan dipicu oleh pola hidup

yang tidak sehat, tetapi munculnya terlambat. Dengan pola hidup

modern saat ini, prevalensi NIDDM semakin meningkat dengan

penderita yang berusia di bawah 40 tahun. DM tipe II dibagi lagi

menjadi dua, penderita tidak gemuk (non obese), penderita gemuk

(obese).

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DM terkait malnutrisi (DMTM) = malnutrition related DM

(MRDM). Diabetes Melitus yang terkait dengan malnutrisi

biasanya terjadi di negara–negara berkembang di kawasan tropis

yang sebagian besar penduduknya masih berpendapat perkapita

rendah sehingga terjadi gangguan atau kekurangan makan

(malnutrisi) dan tidak didapati adanya ketosis. DMTM dibagi lagi

menjadi dua, yakni fibrocalculous pancreatic DM (FCPD) dan

protein deficient pancreatic DM (PDRD).

Diabetes Melitus tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau

sindrom tertentu, misalnya penyakit pankreas, penyakit hormonal,

obat-obatan atau bahan kimia lain, kelainan insulin atau

reseptornya, sindrom genetik tertentu, dan penyebab lain yang

belum diketahui. Diabetes Melitus tipe ini adalah penderita yang

mengalami diabetes melitus akibat komplikasi penyakit yang

dideritanya. Misalnya, penderita mengidap penyakit pankreas

sehingga fungsi organ tersebut terganggu dan tidak mampu

menghasilkan hormon insulin akibatnya kadar gula darahnya

meningkat, efek samping konsumsi obat-obatan untuk

menyembuhkan penyakit lain, dan sebagainya.

2) Gangguan toleransi glukosa (GTG)

Penderita GTG ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa

darah pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang nilainya berada di

daerah perbatasan, yaitu di atas normal, tetapi di bawah nilai

diagnostik untuk diabetes melitus. Penderita GTG sangat berisiko

untuk menjadi penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin dan

terserang penyakit kardiovaskuler, seperti penyakit jantung koroner

dan stroke.

3) DM pada kehamilan (Gestational DM)

Gestational Diabetes Melitus merupakan penyakit diabetes melitus

yang muncul pada saat mengalami kehamilan padahal sebelumnya

kadar glukosa darah selalu normal. Diabetes Melitus pada masa

kehamilan dapat menimbulkan dampak yang buruk untuk janin dalam

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kandungan jika tidak segera dilakukan pengobatan dengan benar.

Kelainan yang dapat timbul pada bayi, misalnya kelainan bawaan,

gangguan pernafasan, bahkan kematian janin. Umumnya diabetes tipe

ini akan diderita selama masa kehamilan dan kembali normal setelah

melahirkan. Meski begitu, terdapat sejumlah kasus yang tidak

terkendali sehingga diabetes melitus dapat berkembang lebih lanjut

pasca melahirkan.

Oleh karena bisa berkembang lebih lanjut, diabetes tipe ini harus

ditangani secara ekstra. Caranya dengan berkonsultasi ke dokter ahli

secara rutin, diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar

glukosa darah yang tinggi, dan didukung perencanaan makan yang

baik. Perencanaan makan harus memperhatikan kebutuhan kalori

perhari, komposisi zat makanan, dan kebutuhan vitamin serta

mineral.

Penderita Gestational DM sebaiknya melakukan pengukuran HbA1c.

Kadar HbA1c yang meningkat pada 12 minggu pertama kehamilan

menandakan adanya kehamilan dengan diabetes melitus yang dapat

meningkatkan risiko cacat lahir (kelainan kongenital). Jika pada

kehamilan dini kadar HbA1c lebih besar dari 12% risiko keguguran

(abortus) juga semakin meningkat. Keracunan kehamilan yang berat,

air ketuban berlebih, hipertensi, janin tumbuh besar, kematian janin

dalam kandungan, dan gawat janin adalah faktor yang mempersulit

persalinan ibu hamil dengan diabetes melitus. Oleh karenanya, ibu

hamil yang terkena diabetes melitus harus melahirkan di Rumah Sakit

untuk mengurangi risiko kematian bayi dan ibu.

b) Kelas Risiko Statistik

Kelas ini mencakup mereka yang mempunyai kadar glukosa dalam batas

toleransi normal, tetapi mempunyai risiko lebih besar untuk mengidap

diabetes melitus. Orang–orang yang termasuk dalam kelas ini antara lain:

Toleransi glukosa pernah abnormal,

Kedua orang tua mengidap DM, dan

Pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg.

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

American Diabetes Association (ADA) juga menggolongkan penyakit

Diabetes Melitus ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

DM tipe 1 (IDDM)

DM tipe II (NIDDM)

DM dengan kehamilan

DM tipe lain, terdiri dari defek genetik fungsi sel beta (MODY, DNA

mitokondria), defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas

(pankreatitis, tumor/pankreatektomi, pankreatopati fibrokalkulus),

endokrinopati (akromegali, sindroma cushing, feokromositoma,

hipertiroideisme), obat zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindrom

genetik lain yang berkaitan dengan DM.

2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus

Penyebab diabetes melitus menurut American College of Clinical

Pharmacy berdasarkan klasifikasinya adalah:

1) Diabetes Melitus (DM) tipe 1

Diakibatkan oleh hancurnya sel β pankreas sehingga menyebabkan

produksi insulin berkurang. Hampir 5%-10% yang menderita DM tipe 1.

Dikenal sebagai insulin independent diabetes atau juvenile onset diabetes.

Prevalensi di America 0,12% atau sekitar 340.000 penderita pasien DM.

Biasanya diderita oleh anak-anak atau orang dewasa muda. Biasanya pada

anak-anak, gejala onsetnya lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa

tua.

2) Diabetes Melitus tipe 2

Diakibatkan karena adanya resistensi insulin akibat kerusakan eksresi

insulin. Hampir 90%-95% yang mederita DM tipe 2. Dikenal sebagai

insulin non insulin dependent diabetes atau adult onset diabetes. Prevalensi

di Amerika 7,8% atau sekitar 23,6 juta. Penderita DM tipe 2 ini biasanya

menderita obesitas.

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3) MODY ( Maturity-Onset Diabetes of the Young)

Diakibatkan karena penyakit genetik yang disebabkan oleh melemahnya

aksi insulin. Biasanya diderita pada umur dibawah 25 tahun dan termasuk

DM tipe 1 dan tipe 2.

4) Diabetes Gestational

Terjadi intoleransi glukosa selama masa kehamilan. Prevalensi 1%-14%

pada wanita hamil. Hanya terjadi pada trimester ketiga.

5) Prediabetes

Lemahnya toleransi glukosa. Lemahnya glukosa puasa.

6) Tipe DM lain

Kerusakan genetik pada fungsi sel β atau aksi insulin. Penyakit pada

pankreas (seperti, pankreatitis, neoplasia, dan cystic fibrosis). Induksi

kimia atau obat (seperti, glukokortikoid, asam nikotinat, penghambat

protease, dan antipsikosis atipikal).

2.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus

Secara normal insulin dihasilkan oleh sel pankreas. Dalam keadaan sehat

pankreas secara spontan akan memproduksi insulin saat gula darah tinggi. Proses

awalnya adalah jika kadar gula darah rendah, maka glukagon akan dibebaskan

oleh sel alfa pankreas, kemudian hati akan melepaskan gula ke darah yang

mengakibatkan kadar gula normal. Sebaliknya jika kadar gula darah tinggi, maka

insulin akan dibebaskan oleh sel beta pankreas, kemudian sel lemak akan

mengikat gula yang mengakibatkan gula darah kembali normal (Black & Hwak,

2005).

Patofisiologi DM secara klinis dibagi 2 yaitu DM tipe 1 dan 2. DM tipe 1

disebabkan kurangnya sekresi insulin. Kelainan dasar pada DM tipe 2 yaitu

resistensi insulin dan kegagalan pankreas mensekresi insulin (defisiensi insulin)

untuk mengkompensasi resistensi insulin.

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.5 Gejala Diabetes Melitus

Gejala diabetes melitus tipe I dan tipe II tidak banyak berbeda. Hanya pada

diabetes melitus tipe I, gejalanya lebih ringan dan prosesnya lambat, bahkan

kebanyakan orang tidak merasakan adanya gejala. Akibatnya, penderita baru

mengetahui menderita diabetes melitus setelah timbul komplikasi, seperti

penglihatan menjadi kabur atau bahkan mendadak buta, timbul penyakit jantung,

penyakit ginjal, gangguan kulit dan saraf, atau bahkan terjadi pembusukan pada

kaki (gangren). Berikut ini adalah gejala yang umumnya dirasakan penderita

diabetes melitus (Tobing dr. Ade, 2008):

Sering buang air kecil. Tingginya kadar gula dalam darah yang

dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau cairan tubuh maka

buang air kecil menjadi lebih banyak. Bahkan tidur di malam hari kerap

terganggu karena harus bolak–balik ke kamar kecil.

Haus dan banyak minum. Banyaknya urin yang keluar menyebabkan

cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan akan air (minum) meningkat.

Fatigue (lelah). Rasa lelah muncul karena energi menurun akibat

berkurangnya glukosa dalam jaringan/sel. Kadar gula dalam darah yang

tinggi tidak bisa optimal masuk dalam sel disebabkan oleh menurunnya

fungsi insulin sehingga orang tersebut kekurangan energi.

Rasa lelah, pusing, keringat dingin, ridak bisa konsentrasi, disebabkan oleh

menurunnya kadar gula. Setelah seseorang mengonsumsi gula, reaksi

pankreas meningkat (produksi insulin meningkat), menimbulkan

hipoglikemik (kadar gula rendah).

Meningkatnya berat badan. Berbeda dengan diabetes melitus tipe 1 yang

kebanyakan mengalami penurunan berat badan, penderita tipe 2 seringkali

mengalami peningkatan berat badan. Hal ini disebabkan terganggunya

metabolisme karbohidrat karena hormon lainnya juga terganggu.

Gatal. Gatal disebabkan oleh mengeringnya kulit (gangguan pada regulasi

cairan tubuh) yang membuat kulit mudah luka dan gatal. Akibatnya, energi

panas meningkat (damp heat) menyebabkan timbulnya iritasi di kulit

(gatal).

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gangguan immunitas. Meningginya kadar glukosa dalam darah

menyebabkan pasien diabetes sangat sensitif terhadap penyakit infeksi.

Hal ini disebabkan oleh menurunnya fungsi sel–sel darah putih. Infeksi

yang sering muncul pada pasien diabetes melitus ialah infeksi kandung

kemih, infeksi kulit (acne), infeksi jamur (candidiasis), dan infeksi saluran

pernafasan.

Gangguan mata. Penglihatan berkurang disebabkan oleh perubahan cairan

dalam lensa mata. Pandangan akan tampak berbayang disebabkan adanya

kelumpuhan pada otot mata.

Polyneuropathy. Gangguan sensorik pada saraf periferal (kesemutan) di

kaki dan tangan.

2.1.6 Faktor Risiko Diabetes Melitus

Penyakit DM kebanyakan adalah penyakit keturunan, bukan penyakit

menular. Meskipun demikian tidak berarti penyakit ini pasti menurun pada anak.

Berikut ini adalah urutan yang menunjukan siapa saja yang mempunyai

kemungkinan akan menderita penyakit DM yaitu (Misnadiarly, 2006):

Kedua orang tuanya mengidap penyakit DM.

Salah satu orang tuanya atau saudara kandungnya mengidap penyakit

DM.

Salah satu anggota keluarga (nenek, paman, bibi, keponakan, sepupu)

mengidap DM.

Pernah melahirkan bayi dengan berat badan lahir >4 kg.

Pada waktu pemeriksaan kesehatan pernah ditemukan kadar glukosa

darah melebihi antara 140–200 mg/dl.

Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun).

Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg).

Kegemukan (BB(kg)) >120% BB idaman atau IMT >27 (kg/m2)).

Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau Trigliserida >250 mg/dl).

Menderita penyakit lever (hati) kronik atau agak berat.

Terlalu lama minum obat–obatan, mendapat suntikan atau minum

tablet golongan kortikosteroid (sering digunakan oleh penderita asma,

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penyakit kulit, penyakit reumatik, dan lain–lain) misalnya, prednison,

oradexon, kenacort, rheumacyl, kortison, hidrokortison.

Terkena infeksi virus tertentu misalnya virus morbili, virus yang

menyerang kelenjar ludah, dan lain–lain.

Terkena obat–obatan antiserangga (insektisida).

2.1.7 Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis klinis khas DM pada umumnya adalah bahwa terdapat keluhan

khas DM yaitu, poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia

(banyak makan), dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan

keluhan lainnya seperti, kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensia pada pria,

prioritis vulva pada wanita (Misnadiarly, 2006).

Kriteria diagnosis diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa

menurut ahli diabetes di Surabaya tahun 1987 merupakan modifikasi dari kriteria

diagnosis diabetes melitus yang ditetapkan di WHO tahun 1985 seperti berikut:

1) Diagnosis diabetes melitus apabila:

Terdapat gejala-gejala diabetes melitus ditambah dengan

Salah satu dari, GDP 120 mg/dL, 2 jam PP 200 mg/dL, atau

glukosa darah acak > 200 mg/dL.

2) Diagnosis diabetes melitus apabila:

Tidak terdapat gejala-gejala diabetes melitus, tetapi

Terdapat 2 hasil dari, GDP 120 mg/dL, 2 jam PP 200 mg/dL atau

random 200 mg/dL.

3) Diagnosis gangguan toleransi glukosa (GTG) apabila, GDP< 120

mg/dL dan 2 jam PP 140-200 mg/dL.

4) Untuk kasus meragukan dengan hasil GDP< 120 mg/dL dan 2 jam

PP> 200 mg/dL, maka ulangi pemeriksaan laboratorium sekali lagi,

dengan persiapan minimal 3 hari dengan diet karbohidrat lebih dari

150 gram perhari dan kegiatan fisik seperti biasa, kemungkinan

hasilnya adalah:

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DM, apabila hasilnya sama atau tetap, yaitu GDP< 120 mg/dL dan

2 jam PP 200 mg/dL, atau apabila hasilnya memenuhi kriteria I

atau II.

GTG, apabila hasilnya cocok dengan kriteria III.

Tabel 2.1. Kadar gula darah sewaktu dan puasa

Bukan

DM

Belum

pasti DM

DM

Kadar gula darah

sewaktu (mg/dl)

Plasma vena darah

kapiler

<110 <90

110 – 199 90 – 199

≥200

≥200

Kadar gula darah puasa

(mg/dl)

Plasma vena darah

kapiler

<110 <90

110 – 125 90 – 109

≥126 ≥110

[Sumber : Hendromartono, 1999]

Tabel 2.2. Kriteria pengendalian DM

Pemeriksaan glukosa darah plasma vena (mg/dl) Baik Sedang Buruk

Puasa 80 – 109 110 – 139 140

2 jam pp 110 – 159 160 – 199 >200

HbA1c % 4 – 6 6 – 8 >8

Tekanan darah < 140 / 90 < 160 / 95 >160/95 [Sumber : Hendromartono, 1999]

Hemoglobin A1c (HbA1c)/Glycosylated Haemoglobin adalah apabila

hemoglobin dipisahkan secara kromatografi melalui perubahan kation akan

berubah menjadi HbA0, HbAIa1, HbAIa2, HbA1b, HbA1c (Boucher, 1988 dalam

Nuh Huda, 2010). Pengukuran HbA1c/Glycosylated Haemoglobin telah diterima

secara obyektif dan menjadi indeks quantitative pengukuran kadar glukosa darah

selama 6-10 minggu dan nilai pengukuran tersebut akan meningkat pada penderita

Diabetes Melitus (Nuh Huda, 2010).

2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi penyakit diabetes melitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

komplikasi yang bersifat akut dan kronis (menahun). Komplikasi akut merupakan

komplikasi yang harus ditindak cepat atau memerlukan pertolongan dengan

segera. Adapun komplikasi kronis merupakan komplikasi yang timbul setelah

penderita mengindap diabetes melitus selama 5–10 tahun atau lebih (Tobing dr.

Ade, 2008).

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetika (DKA), koma nonketosis

hiperglikemia. Sementara komplikasi kronis meliputi komplikasi mikrovaskuler

(komplikasi di mana pembuluh–pembuluh rambut kaku atau menyempit sehingga

organ yang seharusnya mendapatkan suplai darah dari pembuluh–pembuluh

tersebut menjadi kekurangan suplai) dan komplikasi makrovaskuler (komplikasi

yang mengenal pembuluh darah arteri yang lebih besar sehingga terjadi

aterosklerosis) (Tobing dr. Ade, 2008).

Berikut beberapa kerusakan dan gangguan yang terjadi akibat komplikasi

penyakit diabetes melitus (Tobing dr. Ade, 2008):

Kerusakan pada pembuluh darah (vasculopathy), kerusakan pada dinding

pembuluh darah akan mengakibatkan masalah pada jantung dan otak, serta

gangguan pada pembuluh darah di kaki. Akibatnya, makro dan

mikrovaskuler sirkulasi akan terganggu, peningkatan tekanan darah, dan

infark hati dan cerebral.

Gangguan fungsi jantung, gangguan pada pembuluh darah akan

mengakibatkan aliran darah ke jantung terhambat atau terjadi iskemia

(kekurangan oksigen di otot jantung), timbul angina pectoris (sakit di

daerah dada, lengan, dan rahang), bahkan pada akhirnya bisa

menyebabkan serangan jantung.

Gangguan fungsi pembuluh otak, pasien sering merasakan berat di

belakang kepala, leher, dan pundak, pusing (vertigo), serta pendengaran

dan penglihatan terganggu. Jika hal ini dibiarkan, gangguan neurologis

akan muncul, misalnya dalam bentuk stroke yang disebabkan oleh

penyumbatan atau pendarahan.

Tidak stabilnya tekanan darah, tidak stabilnya atau seimbangnya tekanan

darah yakni kadang tinggi atau rendah banyak terjadi pada pasien diabetes

melitus. Tekanan darah tinggi disebabkan oleh buruknya kondisi

pembuluh darah dan memburuknya fungsi ginjal.

Gangguan pada sistem saraf, neuropathy adalah salah satu komplikasi

diabetes melitus. Kerusakan pada sistem saraf ini lebih mengacu pada

saraf sensorik (saraf perasa), menimbulkan rasa sakit, kesemutan, serta

baal (mati rasa) pada kaki dan tangan. Kerusakan pada sistem motorik

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memang lebih sedikit, gangguan ini termanefestasi pada berkurangnya

tenaga otot dan volume dari jaringan otot.

Gangguan mata (retinopathy), disebabkan memburuknya kondisi mikro

sirkulasi sehingga terjadi kebocoran pada pembuluh darah retina. Hal ini

bahkan bisa menjadi salah satu penyebab kebutaan. Retinopathy

sebenernya merupakan kerusakan yang unik pada diabetes karena selain

oleh gangguan mikrovaskuler, penyakit ini juga disebabkan adanya

biokimia darah sehingga terjadi penumpukan zat–zat tertentu pada jaringan

retina.

Katarak dan glaukoma (meningkatnya tekanan pada bola mata) juga

merupakan salah satu dari komplikasi mata pada pasien diabetes. Oleh

karenanya, selain mengontrol kadar gula darah, mengontrol mata pada

dokter mata secara rutin juga mutlak dilakukan oleh pasien diabetes.

Gangguan ginjal (nefropathy), sebab utama gangguan ginjal pada pasien

diabetes adalah buruknya mikrosirkulasi. Gangguan ini sering muncul

paralel dengan gangguan pembuluh darah di mata. Penyebab lainnya

adalah proses kronis dari hipertensi yang akhirnya merusak ginjal.

Kebanyakan pasien sebelumnya tidak memiliki keluhan ginjal.

Gangguan pada kaki karena diabetes melitus, kaki adalah bagian tubuh

yang paling sensitif pada pasien diabetes melitus. Ada beberapa faktor

yang berperan dalam perubahan ini, yaitu terhambatnya sirkulasi

menimbulkan rasa sakit pada betis kaki sewaktu berjalan, gangren

(gangguan makro dan mikrosirkulasi vasculopathy), gangguan pada saraf

(neuropathy), yakni kerusakan pada saraf di otot, kulit, dan kerusakan

saraf autonom yang mengganggu regulasi keringat, dan sensitif terhadap

infeksi di kaki.

Gangguan pada otot dan sendi–sendi, terhambatnya ruang gerak sendi dan

otot banyak diderita pada orang tua. Namun, kini gejala tersebut juga

kerap dirasakan pada pasien usia muda yang menderita diabetes melitus

tipe 2.

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.9 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penilaian klinis pada pasien setelah menegakkan diagnosis diabetes

melitus, lakukan terapi komplikasi metabolik akut dan terapi hipoglikemik seumur

hidup, pemeriksaan untuk mencari kerusakan pada organ setiap 6–12 bulan

penglihatan (retinopati dan katarak), sistem kardiovaskuler (denyut nadi perifer,

tanda–tanda gagal jantung, hipertensi), sistem saraf (neuropati sistem saraf

otonom dan saraf sensoris perifer) dan kaki (ulkus, gangren, dan infeksi). Fungsi

ginjal (kreatinin dan albuminuria) harus diperiksa.

Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi dan harus

memungkinkan pasien menjalani hidup normal, hal ini membutuhkan edukasi dan

dukungan kepada pasien.

Usaha memaksimalkan prognosis tergantung pada kontrol glukosa darah

secara optimal dan menyingkirkan faktor–faktor risiko kardiovaskuler seperti

merokok, hipertensi (usahakan tekanan darah <130/80 mmHg), dan

hiperlipidemia. Kontrol kadar glukosa yang optimal dengan sendirinya dapat

memperbaiki kadar kolesterol, namun apabila kadar kolesterol tetap tinggi setelah

ini, terapi penurunan lipid secara agresif dengan statin dapat dilakukan. Hampir

semua orang yang menderita diabetes dan memiliki penyakit vaskuler seharusnya

mendapat terapi statin (Davey Patrick, 2005).

Karena penting bagi pasien untuk pemeliharaan pola makan yang teratur,

maka penatalaksanaan dapat dilakukan dengan perencanaan makanan. Tujuan

perencanaan makanan dan dalam pengelolaan diabetes adalah untuk

mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas normal, menjamin

nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil dan janinnya,

dan mencapai dan mempertahankan berat badan idaman (Waspadji, dkk, 2002).

Latihan jasmani yang teratur memegang peran penting terutama pada DM

tipe 2. Manfaatnya adalah memperbaiki metabolisme atau menormalkan kadar

glukosa darah dan lipid darah, meningkatkan kerja insulin, membantu

menurunkan berat badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri,

dan mengurangi risiko kardivaskuler (Waspadji, dkk, 2002).

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menggunakan obat hipoglikemik oral, dapat dijumpai dalam bentuk

golongan sulfonilurea, golongan biguanida, dan inhibitor glukosidase alfa

(Waspadji, dkk, 2002).

Menurut American College of Clinical Pharmacy merekomendasikan

beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan

penatalaksanaan DM.

Tabel 2.3. Target Pelaksanaan Diabetes Melitus

Parameter Kadar Ideal yang Diharapkan

Kadar plasma glukosa puasa 70 – 130 mg/dl

Kadar plasma glukosa setelah makan < 180 mg/dl

Kadar hemoglobin A1c <7%

Kadar HDL >45 mg/dl = pria , >50 mg/dl = wanita

Kadar LDL 100 – 129 mg/dl

[Sumber: American College of Clinical Pharmacy, 2013]

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.1. Algoritma Penatalaksanaan DM tipe 2 (Dipiro Et, al,2009)

Edukasi/nutrisi/olahraga

Target:HbA1c ≤ 6,5

– 7,0 % (penurunan

0,5-1,0%), GDS :

110 – 130 mg/dl,

GDPP : 140 - 180

Pilihan

monoterapi lain:

Pioglitazone,

Rosiglitazone,

Nateglinid,

Akarbose/insulin,

Insuln analog

Monoterapi/kombinasi

awal sulfonylurea dan

atau metformin

Target tercapai

Di cek HbA 1 c

tiap 3-6 bulan

Target

tidak

tercapai

setelah 3

bulan

Kombinasi lain:

Metformin/sulfonilurea

dengan

pioglitazone/rosiglitazon

atau akarbose/miglitol

Metformin dengan

nateglinid/insulin/insulin

analog

(monoterapi/kombinasi)

Target tercapai

Terapi dilanjutkan atau

dicek HbA 1 c tiap 3-6

bulan

Kombinasi

sulfonilurea

Target tercapai

Target tidak tercapai setelah

3-6 bulan

Insulin kerja menengah atau 1x perhari glargin. Sebelum pemberian insulin

kerja regular atau lispro/aspart tambah 3 kombinasi antidiabetik oral atau diganti

untuk memisah dosis insulin/insulin analog terapi berkunjung ke endorinologis.

Awal Intervensi

Terapi dilanjutkan atau

dicek HbA 1 c tiap 3-6 bulan

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.10 Penggolongan Obat Diabetes Melitus

Menurut American College of Clinical Pharmacy, 2013 dalam istiqomah,

2013, terdapat 9 golongan antidiabetes oral (ADO) DM tipe 2 dan telah

dipasarkan di Indonesia yakni golongan: sulfonilurea, meglitinid, biguanid,

penghambat α-glukosidase, tiazolidindion, penghambat dipeptidyl peptidase-4,

sekuestran asam empedu, bromokriptin, dan produk kombinasi. Kesembilan

golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol hanya

dengan diet dan latihan fisik saja.

1) Sulfonilurea

Mekanisme kerjanya dengan mengikat reseptor pada sel beta

pankreas, membentuk membran depolarisasi dengan stimulasi sekresi

insulin. Generasi pertama yaitu, tolbutamide, klorpropamid. Generasi

kedua yaitu:

a) Gliburid dengan dosis 2,5-5,0 mg 1 atau 2x sehari dengan dosis

maksimal per hari 20 mg, gliburid dengan dosis 1,5-3 mg 1 atau 2x

sehari dengan dosis maksimal per hari 12 mg.

Contoh sediaan seperti Glibenkamid (generik), Abenon (Heroic),

Clamega (Emba Megafarma), Condiabet (Armoxindo), Daonil

(Aventis).

Memiliki efek hipoglikemik yang poten sehingga pasien perlu

diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Gliburid

dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit di ekskresi melalui

empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Gliburid efektif dengan

pemberian dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih

keluar dari serum setelah 36 jam. Diperkirakan memiliki efek terhadap

agregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan

pada pasien gangguan ginjal dan hati (Handoko dan Suharto, 1995).

b) Glipizid dengan dosis 5 mg 1 atau 2x sehari (extended release) dengan

dosis maksimal per hari 40 mg.

Contoh sediaan seperti Diamicron (Darya Varia), Glibet (Dankos),

Glicab, Glidabet.

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mempunyai efek hipoglikemik sedang sehingga tidak begitu sering

menyebabkan efek hipoglikemik. Mempunyai efek antiagregasi

trombosit yang lebih poten. Dapat diberikan pada penderita gangguan

fungsi hati dan ginjal (Soegondo, 1995b).

c) Glimepirid dengan dosis 1-2 mg 1x sehari dengan dosis maksimal per

hari 8 mg, contoh sediaan seperti Amaryl. Memiliki waktu mula kerja

yang pendek dan waktu kerja yang lama, sehingga umum diberikan

dengan cara pemberian dosis tunggal. Untuk pasien yang berisiko

tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau

yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Dibandingkan

dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek

hipoglikemik pada awal pengobatan (Soegondo, 1995b).

d) Glibenklamid dengan dosis 2,5-5 mg/hari dengan dosis maksimal

perhari 15 mg.

e) Glikuidon dengan dosis 15 mg/hari dengan dosis maksimal perhari 60

mg. Contoh sediaan seperti Gluronerm (Boehringer ingelhem).

Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan

serangan hipoglikemik. Karena hampir seluruhnya diekskresi melalui

empedu dan usus, maka dapat diberikan pada pasien gangguan ginjal

dan hati yang agak berat (Soegondo, 1995b).

Efek merugikan secara umum seperti hipoglikemia, penambahan

berat badan. Dan efek yang jarang terjadi seperti ruam kulit, sakit kepala,

mual, muntah, dan fotosintesis.

Kontraindikasinya seperti hipersensitivitas dengan sulfonamide,

pasien dengan tidak sadar menderita hipoglikemi, fungsi ginjal tidak

berfungsi baik (glipizid merupakan pilihan yang lebih baik daripada

gliburid atau glimepirid pada pasien yang geriatri atau memiliki

kelemahan pada ginjal karena obat atau metabolit aktif tidak dapat

dieliminasi di dalam ginjal).

Efikasi dari sulfonamida ini seperti reduksi 1%-2% HbA1c, dan

semua pengobatan untuk mengobati hiperglikemia. Interaksi obat yang

terjadi dengan obat sulfonilurea dapat meningkatkan risiko hipoglikemia

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sewaktu pemberian obat hipoglikemik sulfonilurea antara lain dengan:

alkohol, fenformin, sulfonamida, salisilat, fenilbutazon, oksifenbutazon,

probenezide, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin,

steroida anabolitik, fenfluramin, dan klofibrat.

2) Meglitinid

Mekanisme kerja dari golongan meglitinid sama dengan sulfonilurea

yaitu, meningkatkan sekresi insulin dari pankreas tetapi onset lebih cepat

dan waktu durasi lama.

Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai

dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karena itu harus diberikan

beberapa kali sehari sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan

metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien

dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-

hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna.

Reaksi alergi juga pernah dilaporkan.

Efek merugikan seperti hipoglikemia (lebih kecil dibandingkan

dengan sulfonilurea), berat badan berkurang, infeksi pernapasan

meningkat. Kontraindikasi seperti hipersensitivitas, penggunaan repaglinid

dengan gemfibrozil dapat meningkatkan konsentrasi repaglinid. Efikasi

seperti reduksi 0,5%-1,5% HbA1c (repaglinid menunjukan penurunan

HbA1c lebih dari nateglinid), lebih efektif pada postprandial glukosa.

Obat golongan meglitinid seperti:

Repaglinid, dosis lazim 0,5-1 mg 15 menit sebelum makan. Dosis

maksimum per hari 16 mg.

Contoh sediaan, Prandin/NovoNorm/GlucoNorm (Novo Novdisk).

Merupakan turunan asam benzoat. Mempunyai efek hipoglikemik

ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian

per oral, dan diekskresi secara cepat melalui ginjal. Efek samping

yang mungkin terjadi adalah keluhan saluran cerna (Soegondo,

1995b).

Nateglinid, dosis 120 mg sebelum makan. Dosis 60 mg jika HbA1c

mendekati tujuan yang diinginkan.

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Contoh sediaan, Starlix (Novartis Pharma AG).

Merupakan turunan fenilalanin, cara kerja mirip dengan repaglinid.

Diabsorpsi cepat setelah pemberian per oral dan diekskresi

terutama melalui ginjal. Efek samping yang dapat terjadi pada

penggunaan obat ini adalah keluhan infeksi saluran nafas atas

(ISPA) (Soegondo, 1995b).

3) Biguanid (Metformin)

Mekanisme kerjanya mereduksi glukoneogenesis hati, juga

menimbulkan efek yang menguntungkan sehingga meningkatkan

sensitivitas insulin. Dosis lazim 500 mg 1 atau 2x sehari, dengan dosis

maksimum perhari 2250 mg. Dapat meningkatkan interval pemakaian

mingguan. Menurunkan dosis lazim dan titrasi lambat pada gastrointestinal

(GI).

Efek merugikan secara umum seperti mual, muntah, dan diare. Efek

yang jarang terjadi seperti menurunkan konsentrasi vitamin B12, asidosis

laktat. Gejala asidosis laktat termasuk mual, muntah, meningkatkan laju

respirasi, sakit perut, syok, dan takikaardia. Kontraindikasi seperti

kelemahan pada ginjal, usia 80 tahun atau lebih, risiko tinggi mengalami

penyakit kardiovaskuler, dan kelemahan hati. Efikasi yang terjadi seperti

reduksi 1%-2% HbA1c, mereduksi TG dan kehilangan berat badan, dan

menjadi pertimbangan terapi lini pertama karena kontraindikasi yang

sedikit. Interaksi obat seperti mengganggu absorpsi vitamin B12,

berinteraksi dengan simetidin dengan menurunkan klirens metformin di

ginjal.

Contoh sediaan, metformin (generik), benoformin (Benofarma),

bestab (Yekatria). Metformin, satu-satunya golongan biguanid yang masih

digunakan sebagai obat antidiabetes oral. Bekerja menurunkan kadar

glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel-sel

otot. Obat ini dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%.

Menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi

glikogenolisis dan glukoneogenesis (Soegondo, 1995b).

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4) Penghambat α-glukosidase

Mekanisme kerja obat ini dapat memperlambat absorpsi

polisakarida, dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat

kerja enzim α-glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah

peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM. Karena

kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan

menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan

sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa

postprandialnya sangat tinggi. Obat golongan ini diberikan pada waktu

mulai makan dan absorpsi buruk.

Dua obat yang tergolong obat ini yaitu:

a) Akarbose

Akarbose dapat diberikan dalam terapi kombinasi dengan

sulfonilurea, metformin, atau insulin. Interaksi obat yang terjadi

seperti diperlemah oleh kolestiramin, absorben usus, enzim

pencernaan. Contoh sediaan, Glucobay (Bayer), Precose.

Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang

berserat mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan

glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan bersama insulin,

atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan

hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada

pemberian sukrosa, polisakarida, dan maltosa (Departemen

Farmakologi dan Terapi Universitas Indonesia, 2007).

b) Miglitol

Miglitol biasanya diberikan dalam terapi kombinasi dengan obat-

obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea. Contoh sediaan,

Glycet.

Dosis lazimnya 25 mg 3x sehari bersamaan dengan makan.

Maksimal perhari 300 mg. Efek merugikan seperti diare dan sakit perut.

Meningkatkan enzim di hati dengan meningkatnya dosis akarbosa.

Kontraindikasi seperti inflamasi pada perut, ulserasi usus kecil, obstruksi

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pencernaan. Efikasi yang terjadi, reduksi 0,5%-0,8% HbA1c. Tidak efektif

pada pasien dengan diet karbohidrat rendah.

5) Tiazolidindion

Mekanisme kerjanya seperti proliferasi peroksisom mengaktifkan

reseptor gamma antagonis. Dan meningkatkan sensitivitas insulin dan

produksi metabolisme glukosa. Efek merugikan seperti kehilangan berat

badan, retensi cairan, fraktur tulang, meningkatkan risiko gagal jantung,

dan meningkatkan infark miokardia. Kontraindikasinya seperti kelemahan

ginjal dan gagal jantung.

Efikasi seperti reduksi 0,5-1,4% HbA1c. Keduanya meningkatkan

HDL-C, tetapi pioglitazon mempunyai efek yang lebih baik untuk

mereduksi LDL-C dan TG bila dibandingkan dengan rosiglitazon.

Dua golongan obat ini adalah:

Pioglitazon, dosis lazim 15 mg 1x sehari dengan dosis maksimum

perhari 45 mg.

Rosiglitazon, dosis lazim 1-2 mg 1x sehari dengan dosis

maksimum perhari 8 mg.

6) Penghambat dipeptidyl peptidase-4

Mekanisme kerjanya seperti menghambat kerusakan glukagon like

peptide (GLP 1), dapat meningkatkan sekresi insulin 1. Efek merugikan

seperti infeksi saluran urin, sakit kepala, hipoglikemia. Kontraindikainya

seperti hipersensitivitas dan memiliki riwayat pankreatitis. Efikasi pada

reduksi 0,5-0,8% HbA1c.

Ada 2 golongan obat ini:

Sitagliptin, dosis 100 mg 1x sehari. Efek samping pada beberapa

kondisi dapat menyebabkan pankreatitis akut, angioderma, sindrom

steven johnson dan anafilaksis.

Saxagliptin, dosis 5 mg 1x sehari.

7) Sekuestran asam empedu

Mekanisme kerjanya menurunkan konsentrasi glukosa belum

diketahui, selain itu asam empedu digunakan untuk managemen kolesterol.

Dosisnya 625 mg 1x sehari atau 625 mg 2x sehari.

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Efek merugikan dari obat ini seperti konstipasi, dispepsia, mual, dan

muntah. Efikasi dari obat ini seperti reduksi 0,3%-0,5% HbA1c.

Kontraindikasi dari obat ini adalah pada pasien obstruksi perut, serum TG

lebih besar dari 500 mg/dL. Pasien dengan keadaan tidak dapat menelan,

disfasia, dan serum TG dengan konsentrasi lebih dari 300 mg/dL.

8) Bromokriptin

Mekanisme kerja dari obat ini belum diketahui dengan pasti. Dosis

lazimnya 0,8 mg 1x sehari, bersamaan dengan makanan. Dan dosis

maksimumnya perhari 4,8 mg. Efek merugikan obat ini mual, muntah,

malas, sakit kepala, hipotensi, dan kelaparan. Kontraindikasinya sebaiknya

tidak digunakan pada pasien migrain. Efikasi obat ini reduksi 0,1%-0,6%

HbA1c.

9) Produk kombinasi

Metformin dengan gliburid, glipizid, sitagliptin, repaglinid,

pioglitazon, dan rosiglitazon. Selain itu glimepirid dengan pioglitazon atau

rosiglitazon.

Insulin

Kategori insulin menurut American College of Clinical Pharmacy dan

Farmakologi & Terapi:

Insulin kerja cepat, insulin regular, onsetnya 30-60 menit, dengan waktu injeksi

sebelum makan 30 menit, puncak kerja obat 2-3 jam, dengan durasi 4-6 jam.

Insulin kerja sangat cepat, insulin aspart/lispro/glulisin, onsetnya 5-20 menit,

dengan waktu injeksi sebelum makan 15 menit, puncak kerja obat 1-3 jam,

dengan durasi 3-5 jam.

Insulin kerja menengah, NPH Lente, onsetnya 1-2 jam, dengan waktu injeksi

sebelum makan tidak tersedia, puncak kerja obat 4-8 jam, dengan durasi 10-20

jam.

Insulin kerja panjang, Detemir, Glargine, onsetnya 2-4 jam atau 1-2 jam,

dengan waktu injeksi sebelum makan tidak tersedia, puncak kerja obat 6-8 jam,

dengan durasi 6-24 jam.

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kebutuhan insulin pada pasien DM umumnya berkisar antara 5–150 IU

sehari, tergantung keadaan pasien. Selain faktor tersebut, untuk penetapan dosis

perlu diketahui kadar glukosa darah puasa dan dua jam sesudah makan serta kadar

glukosa dalam urin empat porsi, yaitu antara jam 7-11, jam 12-16, jam 16-21, dan

jam 21-7.

Dosis terbagi insulin digunakan pada DM:

Tidak stabil dan sukar dikontrol

Bila hiperglikemi berat sebelum makan pagi tidak dapat dikoreksi

dengan insulin dosis tunggal perhari

Pasien yang membutuhkan insulin lebih dari 1000 IU perhari. Pada

pasien ini diet karbohidrat sebaiknya dibagi menjadi 6-7 kali

pemberian.

Dosis awal pasien DM muda 0,7-1,5 IU/kg berat badan. Untuk terapi awal,

regular insulin dan insulin kerja sedang merupakan pilihan dan diberikan 2 kali

sehari. Untuk DM dewasa yang kurus 8-10 IU insulin kerja sedang diberikan 20-

30 menit sebelum makan pagi dan 4 IU sebelum makan malam. Dosis

ditingkatkan secara bertahap sesuai hasil pemeriksaan glukosa darah dan urin

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

2.2 Hiperbarik Oksigen (HBO)

2.2.1 Sejarah Terapi Oksigen Hiperbarik

Pada tahun 1921, Dr. Cunningham mulai mengemukakan teori dasar

tentang penggunaan hiperbarik oksigen untuk mengobati keadaan hipoksia. Dr.

Orville Cunningham, seorang professor dalam bidang anestesi, mendirikan sebuah

bangunan bernama Steel Ball Hospital pada tahun 1928. Bangunan tersebut terdiri

atas 6 lantai dan diameter 64 kaki. Bangunan tersebut mempunyai tekanan 3

atmosfer. Tetapi Rumah Sakit tersebut ditutup pada tahun 1930 karena tidak

mempunyai bukti ilmiah yang cukup yang mengindikasikan terapi tersebut untuk

memperingan penyakit (Neuman S Tom, 2008).

Angkatan laut Amerika Serikat (US Navy) memulai penelitian terhadap

terapi oksigen hiperbarik pada tahun 1930an untuk mengobati penyakit

dekompresi dan emboli udara pada arteri yang dialami oleh para penyelam militer.

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Karena hasil yang baik pada tahun 1940, US Navy menetapkan terapi oksigen

hiperbarik sebagai terapi standar untuk para penyelam militer yang menderita

penyakit dekompresi dan emboli udara pada arteri. Pada tahun yang sama, standar

keamanan dan indikasi terapi oksigen hiperbarik dibuat. Pada tahun 1850an,

Bertin dari Eropa membuat chamber hiperbariknya sendiri dan menulis buku

pertama yang membahas tentang teknologi medik dengan oksigen hiperbarik.

Pada tahun 1956, terapi oksigen hiperbarik pertama kali digunakan pada penyakit

yang tidak berhubungan dengan penyelaman. Pada waktu yang bersamaan,

banyak peneliti yang mulai tertarik dengan penelitian terapi dengan oksigen ini.

Tetapi yang pertama kali menggunakan terapi oksigen hiperbarik dan disebut

dengan bapak dari terapi oksigen hiperbarik adalah seorang dokter bedah

berkebangsaan Belanda, Ita Boerema, yang melakukan operasi di dalam kamar

bertekanan tinggi. Pada tahun 1960 dan 1970, terapi oksigen hiperbarik mulai

digunakan untuk berbagai penyakit (Neuman S Tom, 2008).

Pada tahun 1662, pendeta berkebangsaan Inggris bernama Henshaw mulai

tertarik dengan pengobatan dengan terapi oksigen hiperbarik. Ia membangun

sebuah struktur bernama domicillium yang digunakan untuk mengobati

bermacam–macam penyakit. Kamar tersebut diberikan tekanan. Pada tahun 1875,

Forlanini dari Itali yang pertama menemukan treatment oksigen hiperbarik untuk

artificial pneumothotaks; tuberkulosis. Ide mengobati pasien dibawah tekanan

tinggi dikembangkan lagi oleh dokter bedah berkebangsaan Perancis bernama

Fontaine pada tahun 1879. Dia memperkenalkan ruang operasi hiperbarik mobile,

muat untuk 12 orang (Neuman S Tom, 2008). Sejak saat itu, terapi hiperbarik

terus dikembangkan dan diperluas penggunaannya untuk bidang kesehatan.

Mengetahui besarnya manfaat terapi hiperbarik dalam penyembuhan

berbagai penyakit sudah selayaknya terapi hiperbarik dijadikan salah satu terapi

pengobatan baru yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Di Indonesia,

perawatan untuk terapi oksigen hiperbarik ini masih sangat sedikit. Hanya

daerah–daerah tertentu yang memiliki ruang hiperbarik. Dan masih banyak tenaga

kesehatan khususnya di bidang kedokteran belum mengenal dan mengerti manfaat

terapi hiperbarik.

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Di Indonesia sendiri, terapi oksigen hiperbarik pertama kali dimanfaatkan

pada tahun 1960 oleh Lakesla yang bekerjasama dengan RS AL Dr. Ramelan,

Surabaya. Hingga saat ini fasilitas tersebut merupakan yang terbesar di Indonesia.

Adapun beberapa rumah sakit lain yang memiliki fasilitas terapi oksigen

hiperbarik adalah (Nuh Huda, 2010):

RS PT Arun, Aceh

RS AL Dr. Midiyatos, Tanjung Pinang

RS AL Dr. MINTOHARDJO, Jakarta

RS Pertamina, Cilacap

RS Panti Waluyo, Solo

Lakesla TNI AL, Surabaya

RSU Sanglah, Denpasar, dll

2.2.2 Definisi Terapi Oksigen Hiperbarik

Hiperbarik berasal dari kata hyper berarti tinggi, bar berarti tekanan.

Dengan kata lain terapi hiperarik adalah terapi dengan menggunakan tekanan

yang tinggi. Pada awalnya terapi hiperbarik hanya digunakan untuk mengobati

decompression sickness, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan

tekanan lingkungan secara mendadak sehingga menimbulkan sejumlah

gelembung nitrogen dalam cairan tubuh baik dalam sel maupun di luar sel, dan hal

ini dapat menimbulkan kerusakan di setiap organ dalam tubuh, dari derajat ringan

sampai berat bergantung pada jumlah dan ukuran gelembung yang terbentuk.

Seiring dengan berjalannya waktu, terapi hiperbarik berkembang fungsinya untuk

terapi bermacam–macam penyakit, beberapa diantaranya seperti, stroke, multiple

sclerosis, cerebral edema, keracunan karbon monoksida dan sianida, trauma

kepala tertutup, gas ganggrene, peripheral neuropathy,osteomyelitis, sindroma

kompartemen, diabetic neuropathy, migraine, myocardial infarction (Guyton. A.

C. & Hall. JE, 2006).

Hiperbarik oksigen (HBO) adalah suatu cara terapi di mana penderita

harus berada dalam suatu ruangan bertekanan, dan bernafas dengan oksigen 100%

pada suasana tekanan ruangan yang lebih besar dari 1 ATA (Atmosfer Absolute)

(Lakesla, 2009 dalam T Nuh Huda, 2010).

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tidak terdapat definisi yang pasti akan tekanan dan durasi yang digunakan

untuk sesi terapi oksigen hiperbarik. Umumnya tekanan minimal yang digunakan

adalah sebesar 2,4 atm selama 90 menit. Banyaknya sesi terapi tergantung pada

kondisi pasien dengan rentang satu sesi untuk keracunan ringan karbon

monoksida hingga enam puluh sesi atau lebih untuk lesi diabetik pada kaki.

(Hanabe, 2004).

Terapi oksigen hiperbarik dilakukan dalam 10 hari untuk 1 sesi. Penentuan

frekuensi terapi yang dilakukan pasien sesuai dengan pemeriksaan pada pasien

setelah terapi. Apabila hasil pemeriksaan sudah sesuai target penyembuhan

penyakit, maka terapi dapat dihentikan. Terapi oksigen hiperbarik dilakukan pada

tekanan 2,4 atm selama 90 menit. Tiap 30 menit terapi, pasien diberikan waktu

istirahat selama 5 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari keracunan oksigen

pada pasien (Lakesla, 2009 dalam T Nuh Huda, 2010).

Oksigen 100% diberikan dengan menggunakan masker, sementara gas

disekitar tubuh merupakan udara normal yang terkompresi pada tekanan yang

sama. Di dalam RUBT posisi penderita bisa duduk/tiduran (Mahdi, 1999 dalam

Samsudin, 2003). RUBT merupakan suatu tabung yang terbuat dari plat baja yang

dibuat sedemikian rupa sehingga mampu diisi udara tekan mulai dari 1 ATA

(Atmosfer Absolute) sampai beberapa ATA, tergantung jenis dan penggunaannya

(Mahdi, 1999 dalam Samsudin, 2003).

Aspek fisika

Untuk praktisnya, komposisi udara disederhanakan menjadi 21% O2, 79%

N2. Tekanan total dari campuran gas ini pada permukaan air laut adalah 760

mmHg (Jain, 1999).

Hukum Dalton mengatakan, tekanan gas pada suatu campuran gas

berbanding lurus dengan proporsi gas tersebut terhadap total volume campuran

gas itu, tekanan parsial suat gas = tekanan absolut x proporsi terhadap volume

total gas. Jadi tekanan parsial oksigen (PO2) di udara adalah 760 x 21 / 100 = 160

mmHg.

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hukum boyle: Apabila temperatur tetap, volume gas berbanding terbalik

dengan tekanannya. Oleh karena itu gas-gas yang terdapat pada rongga-rongga

tubuh volumenya akan terpengaruh oleh keadaan hiperbarik.

Aspek fisiologi

Aspek fisiologi dari terapi HBO mencakup beberapa hal yaitu sebagai

berikut:

a. Fase Respirasi

Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi,

transportasi, utilisasi, dan diffusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang

tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu

organisme mendapatkan kondisi yang optimal. Efek fisiologis dapat

dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan

oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut

dalam plasma (Mahdi, 2009).

Seperti diketahui, kekurangan oksigen pada tingkat sel menyebabkan

terjadinya gangguan kegiatan basal yang pokok untuk hidup suatu

organisme. Untuk mengetahui kegunaan HBO dalam mengatasi hipoksia

seluler, perlu dipelajari fase–fase pertukaran gas sebagai berikut:

1) Fase Ventilasi

Fase ini merupakan penghubung antara fase transportasi dan

lingkungan gas di luar. Fungsi dari saluran pernafasan adalah

memberikan O2 dan membuang CO2 yang tidak diperlukan dalam

metabolisme. Gangguan yang terjadi dalam fase ini akan menyebabkan

hipoksia jaringan. Gangguan tersebut meliputi gangguan membran

alveoli, atelektasis, penambahan ruang rugi, ketidakseimbangan

ventilasi alveolar, dan perfusi kapiler paru (Pennefather, 2002).

2) Fase Transportasi

Fase ini merupakan penghubung antara lingkungan luar dengan

organ-organ (sel dan jaringan). Fungsinya adalah menyediakan gas

yang dibutuhkan dan membuang gas yang dihasilkan oleh proses

metabolisme. Gangguan dapat terjadi pada aliran darah lokal atau

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

umum, hemoglobin, dan shunt anatomis atau fisiologis. Hal ini dapat

diatasi dengan merubah tekanan gas di saluran pernafasan (Kindwall &

Whelan, 1999).

3) Fase Utilisasi

Pada fase utilisasi terjadi metabolisme seluler, fase ini dapat

terganggu apabila terjadi gangguan pada fase ventilasi maupun

transportasi. Gangguan ini dapat diatasi dengan hiperbarik oksigen,

kecuali gangguan itu disebabkan oleh pengaruh biokimia, enzim, dan

cacat atau keracunan (Kindwall & Goldman, 1998).

4) Fase Difusi

Fase ini adalah fase pembatas fisik antara ketiga fase tersebut dan

dianggap pasif, namun gangguan pada pembatas ini akan

mempengaruhi pertukaran gas.

b. Pada Fase Transportasi dan Utilisasi Oksigen

1) Efek kelarutan oksigen dalam plasma

Pada tekanan barometer normal, oksigen yang larut dalam plasma

sangat sedikit. Namun pada tekanan oksigen yang aman 3 ATA, dimana

PO2 arterial mencapai ±2000 mmHg, tekanan oksigen meningkat 10–

13 kali dari normal dalam plasma. Oksigen yang larut dalam plasma

sebesar ±6 vol % (6 ml O2 per 100 ml plasma) yang cukup untuk

memberi hidup meskipun tidak ada darah (Grim et al, 2009).

2) Haemoglobin

1 gr Hb dapat mengikat 1,34 ml O2, sedangkan konsentrasi normal

dari Hb adalah ±15 gr per 100 ml darah. Bila saturasi Hb 100% maka

100 ml darah dapat mengangkut 20,1 ml O2 yang terikat pada Hb (20,1

vol %). Pada tekanan normal setinggi permukaan laut, dimana PO2

alveolar dan arteri ±100 mmHg, maka saturasi Hb dengan O2±97%

dimana kadar O2 dalam darah adalah 19,5 vol %. Saturasi Hb akan

mencapai 100% pada PO2 arteri antara 100–200 mmHg (Grim et al,

2009).

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saat terapi oksigen hiperbarik, hemoglobin pada pembuluh darah

vena juga tersaturasi penuh sehingga tekanan oksigen meningkat pada

pembuluh darah. Difusi oksigen bergantung pada perbedaan tekanan

sehingga oksigen akan dialirkan ke jaringan dari pembuluh darah

(Hanabe, 2004).

Oksigen dalam darah diangkut dalam bentuk larut dalam cairan

plasma dan bentuk ikatan dengan hemoglobin. Bagian terbesar berada

dalam bentuk ikatan dengan hemoglobin dan hanya sebagian kecil

dijumpai dalam bentuk larut. Dalam HBO, oksigen bentuk larut

menjadi amat penting, hal ini disebabkan sifat dari oksigen bentuk larut

lebih mudah dikonsumsi oleh jaringan lewat difusi langsung dari pada

oksigen yang terikat oksigen lewat sistem hemoglobin (Guritno, 2005).

3) Utilisasi O2

Utilisasi O2 rata–rata tubuh manusia dapat diketahui dengan

mengukur perbedaan antara jumlah O2 yang ada dalam darah arteri

waktu meninggalkan paru-paru dan jumlah O2 yang ada dalam darah

vena diarteri pulmonalis. Darah arteri mengandung ±20% oksigen,

sedangkan darah vena mengandung ±14% vol oksigen sehingga 6 vol

% oksigen dipakai oleh jaringan (Lakesla, 2009 dalam T Nuh Huda,

2010).

4) Efek kardiovaskuler

Pada manusia, oksigen hiperbarik menyebabkan penurunan curah

jantung sebesar 10–20%, yang disebabkan oleh terjadinya bradikardia.

Tekanan darah umumnya tidak mengalami perubahan selama

pemberian hiperbarik oksigen. Pada jaringan yang normal HBO dapat

menyebabkan vasokonstriksi sebagai akibat naiknya PO2 arteri. Efek

vasokonstriksi ini kelihatannya merugikan, namun perlu diingat bahwa

pada PO2 ±2000 mmHg, oksigen yang tersedia dalam tubuh adalah 2

kali lebih besar daripada biasanya. Pada keadaan dimana terjadi edema,

efek vasokonstriksi yang ditimbulkan oleh hiperbarik oksigen justru

dikehendaki karena dapat mengurangi edema (Hanabe, 2004).

Hiperbarik pada jaringan normal akan menyebabkan vasokonstriksi

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tetapi hal ini dikompensasi dengan peningkatan oksigen dalam plasma

dan aliran darah mikrovaskular. Vasokonstriksi ini mempunyai efek

mengurangi edema jaringan post trauma yang berkontribusi terhadap

terapi crush injures, compartment syndromes, dan luka bakar (Hanabe,

2004).

c. Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan produksi oksigen radikal bebas

yang mengoksidasi protein dan membran lipid, merusak DNA, dan

menghambat fungsi metabolik bakteri. Terapi oksigen metabolik terutama

efektif untuk kuman anaerob dan memfasilitasi sistem peroksidase yang

tergantung pada oksigen dimana sel darah putih membunuh bakteri

(Hanabe, 2004).

2.2.3 Indikasi-indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik

Indikasi–indikasi untuk terapi oksigen hiperbarik (Moore E James, 2014):

Keracunan karbon monoksida, keracunan karbon monoksida dan sianida

Clostridial myositis dan myonecrosis (gas gangren)

Crush injury compartment syndrome, dan iskemi traumatik akut lainnya

Penyakit dekompresi

Penyembuhan yang dipercepat pada beberapa luka yang bermasalah, dan

lain-lain.

Selain ada indikasi pada penggunaan terapi, terdapat efek samping dari

terapi oksigen hiperbarik seperti barotrauma, intoksikasi oksigen. Intoksikasi

oksigen seperti pucat, keringat dingin, twitching, mual, muntah, dan kejang

(Lakesla, 2009).

2.2.4 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik

Kontraindikasi absolut, yaitu penyakit pneumothorak yang belum

ditangani (Lakesla, 2009 dalam T Nuh Huda, 2010).

Kontraindikasi relatif meliputi keadaan umum lemah, tekanan darah

sistolik >170 mmHg atau <90 mmHg. Diastole >110 mmHg atau <60 mmHg.

Demam tinggi >38ᵒ C, ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), sinusitis,

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Claustropobhia (takut pada ruangan tertutup), penyakit asma, emfisema dan

retensi CO2, infeksi virus, infeksi aerob seperti TBC, lepra, riwayat kejang,

riwayat neuritis optic, riwayat operasi thorak dan telinga, wanita hamil, penderita

sedang kemoterapi seperti terapi adriamycin, bleomycin (Lakesla, 2009 dalam T

Nuh Huda, 2010).

2.2.5 Protap Terapi Oksigen Hiperbarik

Persiapan Terapi Oksigen Hiperbarik (Lakesla, 2009 dalam T Nuh Huda,

2010):

a. Pasien diminta untuk menghentikan kebiasaan merokoknya 2 minggu

sebelum proses terapi dimulai. Tobacco mempunyai efek vasokonstriksi

sehingga mengurangi penghantaran oksigen ke jaringan.

b. Beberapa medikasi dihentikan 8 jam sebelum memulai terapi oksigen

hiperbarik antara lain vitamin c, morfin, dan alkohol.

c. Pasien diberikan pakaian yang terbuat dari 100% bahan katun dan tidak

memakai perhiasan, alat bantu dengar, lotion yang terbuat dari bahan dasar

petroleum, kosmetik, bahan yang mengandung plastik, dan alat elektronik.

d. Pasien tidak boleh menggunakan semua zat yang mengandung minyak

atau alkohol (yaitu, kosmetik, hair spray, cat kuku, deodoran, lotion,

cologne, parfum, salep) dilarang karena berpotensi memicu bahaya

kebakaran dalam ruang oksigen hiperbarik.

e. Pasien harus melepaskan semua perhiasan, cincin, jam tangan, kalung,

sisir rambut, dan lain-lain sebelum memasuki ruangan untuk mencegah

goresan akrilik silinder dari ruang hiperbarik.

f. Lensa kontak harus dilepas sebelum memasuki ruang karena pembentukan

potensi gelembung antara lensa dan kornea.

g. Pasien juga tidak diperbolehkan membawa koran, majalah, atau buku

untuk menghindari percikan api karena tekanan oksigen yang tinggi

berisiko menimbulkan kebakaran.

h. Sebelum pasien mendapatkan terapi oksigen hiperbarik, pasien dievaluasi

terlebih dahulu oleh seorang dokter yang menguasai bidang hiperbarik.

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Evaluasi mencakup penyakit yang diderita oleh pasien, apakah ada

kontraindikasi terhadap terapi oksigen hiperbarik pada kondisi pasien.

i. Sesi perawatan hiperbarik tergantung pada kondisi penyakit pasien. Pasien

umumnya berada pada tekanan 2,4 atm selama 90 menit 2 jam kemudian

diselingi pasien keuar dari ruangan hiperbarik agar komplikasi oksigen

hiperbarik dapat dihindari.

j. Terapi oksigen hiperbarik memerlukan kerja sama multidisiplin sehingga

satu pasien dapat ditangani oleh berbagai bidang ilmu kedokteran.

k. Pasien dievaluasi setiap akhir sesi untuk perkembangan hasil terapi dan

melihat apakah terdapat komplikasi hiperbarik pada pasien.

l. Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan pasien bernafas secara normal

(jangan menelan udara) dan menghindari makan besar atau makanan yang

memproduksi gas atau minum sebelum perawatan.

Prosedur penatalaksanaan hiperbarik oksigen adalah sebagai berikut

(Lakesla, 2009 dalam T Nuh Huda, 2010):

a. Sebelum terapi hiperbarik oksigen

Dokter jaga HBO dan perawat (tender) melaksanakan:

1) Anamnesis:

Identitas, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,

kontraindikasi absolut dan relatif untuk terapi HBO.

Indikasi HBO:

Beberapa indikasi penyakit yang bisa diterapi dengan HBO adalah

penyakit dekompressi, emboli udara, keracunan gas CO, HCN, H2S,

infeksi seperti gas gangren, osteomyelitis, lepra, mikosis, pada bedah

plastik, dan rekonstruksi seperti luka yang sulit sembuh, luka bakar,

operasi reimplantasi dan operasi cangkok jaringan. Keadaan trauma

seperti crush injury, compartment syndrome dan cidera olahraga.

Gangguan pembuluh darah tepi, berupa shock dan lain-lain. Bypass

jantung dan nyeri tungkai iskemik, bedah ortopedi seperti fracture non

union, cangkok tulang, osteoradionekrosis. Keadaan neurologik

seperti, stroke, multiple sclerosis, migrain, edema cerebri, multi infrak

demensia, cedera medula spinalis, abses otak, dan neuropati perifer.

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kondisi masa rehabilitasi seperti hemiplegi spastik stroke, paraplegi,

miokard insufisiensi kronik dan penyakit pembuluh darah tepi.

2) Pemeriksaan fisik lengkap

3) X–foto thorak PA

4) Pemeriksaan tambahan bila dianggap perlu, yaitu:

a) EKG

b) Bubble detector untuk kasus penyelaman

c) Perfusi dan PO2 transcutaneus

d) Laboratorium darah

e) Konsultasi dokter spesialis

5) Menerangkan manfaat, efek samping, proses dan program terapi

HBO, yaitu:

a) Terapi dilaksanakan di dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi.

b) Cara adaptasi terhadap perubahan tekanan, manuver valsava atau

equalisasi.

c) Bernafas menghirup O2 100% melalui masker selama 3 x 30 menit

untuk tabel terapi Kindwall atau sesuai tabel terapi kasus

penyelaman.

d) Efek samping seperti, barotrauma, intoksikasi oksigen,

memodulasi nitrit oksida pada sel endotel untuk meningkatkan

VEGF (vascular endothelial growth factor) sehingga memicu

fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan yang akan

memacu kolagen sintesis pada proses remodeling yaitu salah satu

proses dalam penyembuhan luka.

e) Selama terapi didampingi oleh seorang perawat.

f) Menandatangani inform concern.

b. Selama Terapi Hiperbarik Oksigen

1) Selama proses kompresi, Tender membantu adaptasi peserta terapi

HBO terhadap peningkatan tekanan lingkungan.

2) Selama proses menghirup O2 100%

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a) Observasi tanda–tanda intoksikasi oksigen seperti pucat, keringat

dingin, twitching, mual, muntah, dan kejang. Bila terjadi hal

demikian maka perawat akan memberitahukan kepada petugas di

luar bahwa terapi dihentikan sementara sampai menunggu kondisi

penderita baik kembali, kemudian penderita dikeluarkan dan

diberikan perawatan sampai kondisi adekuat.

b) Observasi tanda–tanda vital dan keluhan peserta terapi HBO.

c) Untuk kasus penyelaman, observasi sesuai keluhan, yaitu

gangguan motorik dan sensorik, rasa nyeri.

d) Mengamati tanda–tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen

dan komplikasi atau efek samping yang ditemui dalam HBO.

3) Selama proses dekompresi perawat membantu adaptasi peserta terapi

HBO terhadap pengurangan tekanan lingkungan dengan Valsava

maneuver, menelan ludah atau minum air putih.

a) Jika pasien mengalami nyeri ringan sampai sedang, hentikan

dekompresi hingga nyeri reda. Jika nyeri ringan sampai sedang

tidak lega, pasien harus dikeluarkan dari ruang dan diperiksa oleh

dokter THT.

b) Perlu diingatkan bahwa Valsava maneuver hanya untuk digunakan

selama dekompresi dan mereka perlu bernafas normal selama

terapi (tidak menahan nafas).

c. Setelah Terapi Hiperbarik Oksigen

Dokter dan perawat jaga HBO melaksanakan anamnesis setelah terapi,

evaluasi penyakit, evaluasi ada tidaknya efek samping. Bila kondisi baik

maka pasien akan dikembalikan ke ruang perawatan seperti semula.

2.2.6 Klasifikasi Ruang Hiperbarik

Menurut klasifikasi dari National Fire protection Association (NFPA-99

Health care Facilities) United states, ruangan hiperbarik dibagi:

a) Kelas A–untuk Manusia, (multiplace chamber) atau ruangan hiperbarik

yang diperuntukan bagi manusia dengan jumlah lebih dari satu orang

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dimana ruangan tersebut lebih dari 1 ruangan bisa dua, tiga, atau lebih,

sehingga jika terjadi kendala atau masalah pada salah satu pasien atau

peserta terapi dapat dilakukan penanganan dengan baik tanpa mengganggu

pasien yang lain. Selain itu juga masalah kontaminasi penyakit maupun

hal lain dapat dipisahkan dengan baik. Alat hiperbarik seperti ini adalah

yang terbaik jika akan melayani pasien lebih dari 1 orang dalam satu kali

pelayanan, sehingga baik tenaga perawat yang menemani di dalam

maupun di luar, paramedis maupun dokter ahli hiperbarik dapat

memberikan bantuan langsung ke dalam jika terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan.

Biasanya digunakan pada pasien dengan kondisi umum yang buruk atau

yang menggunakan alat bantuan, multiplace chamber dipilih karena

mempunyai keuntungan yaitu alat–alat bantu tersebut dapat dimasukan ke

dalam chamber dan perawat dapat ikut memonitor kondisi pasien tersebut.

Kamar tipe A dapat dimasuki oleh beberapa orang pasien sekaligus dan

dapat disertai dengan perawat atau pendamping yang mengobservasi

pasien dan membantu di saat gawat darurat. Pasien dalam multiplace

chamber menghirup oksigen 100% melalui masker (Richard A. Neubauer,

1998).

b) Kelas B-untuk Manusia, (monoplace chamber) dengan satu ruangan untuk

satu pasien. Biasanya pasien sendiri di dalam ruangan dan tidak ditemani

oleh tenaga medis. Tenaga medis hanya mengawasi dan memantau dari

luar. Semua instruksi, peralatan pendukung, dan kendali ada di luar.

Pada kamar tipe B pasien tidak menggunakan masker untuk menghirup

oksigen 100% karena udara di dalam chamber tersebut telah dialiri oleh

oksigen 100% (Richard A. Neubauer, 1998).

c) Kelas C-untuk Binatang bukan untuk Manusia.

2.3 Hiperbarik Center RUMKITAL Dr. Mintohardjo

Terapi Oksigen Hiperbarik RUMKITAL Dr. Mintohardjo

memperkenalkan kepada masyarakat umum dan sejawat dokter tentang

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tersedianya fasilitas Terapi Oksigen Hiperbarik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo

Jakarta.

RUMKITAL Dr. Mintohardjo menjadi rumah sakit rujukan untuk

angkatan laut walaupun begitu RUMKITAL Dr. Mintohardjo juga menerima

pasien umum. Pelayanan Terapi Oksigen Hiperbarik RUMKITAL Dr.

Mintohardjo dimulai pada pukul 07.30-15.00 dari hari Senin sampai hari Jumat

kecuali hari libur nasional. Terapi dilakukan selama 10 hari dalam 1 sesi. Dalam 1

hari terapi dilakukan selama 90 menit dengan istirahat 5 menit tiap 30 menit

terapi.

Pada tahun 1969, RUMKITAL Dr. Mintohardjo memiliki chamber

pertama yang bernama Kurimoto. Chamber ini digunakan untuk tes bagi calon

penyelam. Pada tahun 1978, RUMKITAL Dr. Mintohardjo memiliki chamber

Oceanering yang digunakan untuk terapi di bidang militer.

Sekarang terdapat 4 buah multiple chamber tetapi yang digunakan terapi

hanya 2 buah, sisanya masih dalam tahap persiapan. Multiple chamber tersebut

ada yang memiliki AC (air conditioner) dan ada yang tanpa AC (air conditioner).

Chamber dengan fasilitas AC bernama Ambalat dan yang non AC bernama Rote

Island.

Dokter yang bekerja di bagian terapi hiperbarik berjumlah 6 orang.

Sebagian telah bergelar S2 hiperbarik, sisanya masih dalam pendidikan

spesialisasi.

Rata–rata jumlah kunjungan per hari adalah 72–78 orang. Pasien berasal

dari seluruh Indonesia terutama Jakarta. Harga sekali terapi adalah 180 ribu

Rupiah. Penyakit yang sering diterapi dengan terapi hiperbarik oksigen di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo diantaranya seperti, stroke, sudden deafness,

diabetes melitus, gangrene akibat diabetes melitus, luka bekas operasi, luka yang

sulit sembuh, ulkus yang sulit sembuh, fraktur terbuka, fraktur yang sulit sembuh,

luka bakar, vertigo, autis, dan decompression sickness. Jumlah kasus dari masing–

masing penyakit di atas berubah dari waktu ke waktu. Selain untuk terapi berbagai

penyakit, fasilitas hiperbarik juga digunakan dalam bidang angkatan laut seperti,

tes ketahanan tekanan pada anggota baru angkatan laut, tes ketahanan tekanan

secara rutin pada anggota lama angkatan laut, dan res ketahanan tekanan pada

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

awak kapal selam. Fasilitas hiperbarik juga digunakan untuk kebugaran tubuh.

Pasien dapat melakukan aktivitas fisik sewaktu di dalam chamber yang diberi

tekanan hiperbarik. Untuk kasus emergensi, fasilitas hiperbarik dapat dilakukan

24 jam.

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Gambar3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Hemoglobin

A1c/

hemoglobin

terglikosilasi

Rekam Medik Pasien Diabetes Melitus yang

menggunakan terapi oksigen hiperbarik

Januari 2014-Februari 2015

Hemoglobin

A1c/

hemoglobin

terglikosilasi

Memenuhi Kriteria

Inklusi dan Ekslusi

Terapi Oksigen Hiperbarik Terapi Obat Diabetes

Melitus

Kadar Gula

darah KadarGula

darah

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

N

o.

Nama

Variabel

Definisi

Operasional

Cara

Pengukuran

Hasil Pengukuran

1. Pasien Pasien rawat inap

penderita diabetes

mellitus di

RUMKITAL Dr.

Mintohardjo Jakarta

Membaca data

rekam medis

pasien

Pasien menderita

diabetes melitus

2. Terapi

Oksigen

Hiperbarik

Suatu alat yang

digunakan untuk

terapi penyakit

diabetes melitus

Pemberian

oksigen 100%

di dalam ruang

udara

bertekanan

tinggi pada 2,4

ATA 3x30

menit selama

perawatan DM

Dilakukan terapi

oksigen hiperbarik

3. Obat

Antidiabetes

Obat-obatan kimiawi

yang digunakan untuk

pengobatan penyakit

diabetes mellitus

Membaca data

rekam medis

pasien

Pasien mendapatkan

obat antidiabetes

4. Kadar HbA1c Kadar Hemoglobin

A1c pada pasien DM.

Terkendali menurut

Dipiro et all, 2009:

≤6,5-7,0%

Membaca data

rekam medis

pasien

1. Terkendali

2. Tidak terkendali

5. Kadar gula

darah

Kadar gula darah pada

pasien DM.

Terkendali menurut

Dipiro et all, 2009:

Membaca data

rekam medis

pasien

1. Terkendali

2. Tidak terkendali

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

110-130 mg/dL

6. Usia Rentang usia pasien

penderita diabetes

melitus yang berobat

ke RUMKITAL Dr.

Mintohardjo Jakarta

Membaca data

rekam medis

pasien

Usia menurut DEPKES

RI, 2009:

1. 5-11 tahun: masa

kanak-kanak

2. 12-16 tahun: masa

remaja awal

3. 17-25 tahun: masa

remaja akhir

4. 25-35 tahun: masa

dewasa awal

5. 36-45 tahun: masa

dewasa akhir

6. 46-55 tahun: masa

lansia awal

7. 55-65 tahun: masa

lansia akhir

8. 65-sampai di atas:

manula

7. Jeniskelamin Kondisi fisik yang

menentukan status

seseorang laki-laki

atau perempuan

Membaca data

rekam medis

pasien

1. Laki-laki

2. Perempuan

8. Efektivitas Seberapa baik terapi

hiperbarik yang

diberikan dapat

menyembuhkan

pasien. Efektif apabila

HbA1c dan GDS

terkendali.

Mengamati

dan mencatat

status pasien

dari data

rekam medis

1. Efektif

2. Tidak efektif

Keterangan: DM: diabetes mellitus, HbA1c: Hemoglobin terglikosilasi, GDS: guladarah

sewaktu, ATA: atmosferabsolut

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3 Hipotesis

Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah, yang

didukung oleh kajian teoritis, maka hipotesis yang dapat dikemukakan

adalah sebagai berikut:

Penggunaan oksigen bertekanan tinggi (HBO) sebesar 2,4 ATA 3x30

menit/hari selama perawatan pasien diabetes melitus dapat

menurunkan kadar HbA1c.

Penggunaan oksigen bertekanan tinggi (HBO) sebesar 2,4 ATA 3x30

menit/hari selama perawatan pasien diabetes melitus dapat

menurunkan kadar gula darah.

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo dengan

alamat Jl. Bendungan Hilir No. 17 Jakarta Pusat 10210. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Maret 2015.

5.2 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder, yakni

berupa catatan rekam medis pasien diabetes melitus yang menggunakan terapi

oksigen hiperbarik dan menggunakan obat antidiabetes di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo Jakarta Pusat pada bulan Januari 2014 sampai Maret 2015.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross sectional,

yaitu pengumpulan data variable untuk mendapatkan gambaran pengaruh terapi

oksigen hiperbarik terhadap diabetes, efektivitas penggunaan terapi oksigen

hiperbarik dan lamanya penggunaan terapi oksigen hiperbarik untuk pengobatan

diabetes melitus. Metode pendekatan yang digunakan adalah retrospektif yaitu

penelitian berdasarkan rekam medis pasien, melihat kebelakang peristiwa yang

terjadi di masa lalu, dalam hal ini dilihat dari rekam medis pasien periode 2014

sampai 2015. Analisa dilakukan secara deskriptif yaitu dengan menggambarkan

pengaruh terapi oksigen hiperbarik pasien diabetes melitus.

5.3 Populasi dan Sampel Penelitian

5.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien rawat inap

penderita diabetes melitus yang menjalani terapi hiperbarik di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo Jakarta Pusat pada periode Januari 2014 sampai Maret 2015 yaitu

sebanyak 44 rekam medis pasien.

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria

inklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu

semua rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai

penelitian yaitu sebanyak 30 rekam medis pasien.

5.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel

a) Kriteria inklusi penelitian ini adalah:

1) Pasien yang menderita diabetes melitus yang menggunakan obat

antidiabetes dan terapi hiperbarik.

2) Pasien dewasa, usia ≥ 25 tahun.

b) Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:

1) Pasien yang tidak memiliki data rekam medis lengkap dan jelas.

Lengkap dan jelas, seperti terdapat nomor rekam medis, identitas

pasien (nama, jenis kelamin, dan usia), tanggal perawatan, kadar gula

darah pasien, kadar HbA1c, data penggunaan obat (Jenis, regimen

dosis, dan aturan penggunaan), data penggunaan terapi oksigen

hiperbarik (Frekuensi, aturan penggunaan), dan hasil laboratorium di

ruang Administrasi Medis.

2) Pasien rawat jalan (bukan pasien rawat inap)

4.4 Prosedur Penelitian

4.4.1 Pengumpulan Data

a) Penelusuran data pasien diabetes melitus yang menggunakan terapi

hiperbarik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat dari bulan

Januari 2014 sampai Februari 2015.

b) Data dikumpulkan dengan melakukan observasi data rekam medis yang

memenuhi kriteria inklusi.

c) Pengambilan dan pencatatan data hasil rekam medis berupa nomor rekam

medis, identitas pasien (nama, jenis kelamin, dan usia), tanggal perawatan,

kadar gula darah, HbA1c, diagnosa, dan lain-lain.

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4.2 Pengolahan Data

Editing data

Sebelum melakukan penilaian terhadap data mentah, terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan kembali kebenaran data yang diperoleh dan

mengeluarkan data yang tidak memenuhi kriteria penelitian.

Coding data

Peneliti melakukan coding terhadap data yang terpilih dari proses seleksi

untuk mempermudah analisis di program Microsoft Excel. Coding berupa

kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas

beberapa kategori.

Entry data

Peneliti memasukan data yang telah dilakukan proses coding ke dalam

program Microsoft Excel dalam bentuk tabel.

Cleaning data

Kegiatan pembersihan data dilakukan untuk mengecek kembali sebelum

dilakukan analisis lebih lanjut.

4.4.3 Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Data-data yang

telah dilakukan pengolahannya dengan benar selanjutnya dianalisis menggunakan

program Microsoft Excel dan program SPSS versi 16.0 untuk memperoleh

gambaran efektivitas dari terapi hiperbarik pada pasien diabetes melitus. Variabel

dianalisis dengan analisa univariat dan bivariat.

1) Analisa univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis

setiap variabel penulis. Tujuannya untuk melihat sebaran data setiap

variabel. Analisis univariat dilakukan terhadap variabel yang ikut dalam

penelitian:

Karakteristik pasien

a) Jenis kelamin

b) Usia

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penggunaan antidiabetik

Penggunaan terapi oksigen hiperbarik

2) Analisa bivariat

Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan/berkorelasi dan untuk melihat kemaknaan antara

variabel.

Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah uji T

dependent/Paired samples T-Test karena sampel pada penelitian ini terdiri

dari satu kelompok dan dilihat kadar HbA1c beserta kadar gula darahnya

sebelum dan sesudah diberikan terapi hiperbarik.

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

HASIL

5.1 Hasil Penelitian

Didapatkan 30 data rekam medis dari populasi total 44 rekam medis pasien

diabetes rawat inap di RUMKITAL Dr Mintohardjo Jakarta Pusat Periode Januari

2014 sampai Maret 2015 yang menggunakan obat dan terapi hiperbarik dan

memenuhi kriteria inklusi penelitian.

5.1.1 Jumlah Pasien Berdasarkan Karakteristik Pasien

Hasil pengamatan data rekam medis berdasarkan karakteristik pasien,

yaitu jenis kelamin dan usia pasien diabetes yang menggunakan obat dan terapi

oksigen hiperbarik di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat selama Januari

2014 sampai Maret 2015 dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi pasien DM Tipe 2 berdasarkan karakteristik

pasien di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-Februari 2015

No Karakteristik N %

1 Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

26 4

86,67 13,33

2 Usia

36-45 46-55 56-65

>65

1 9 15

5

3,33 30 50

16,67 Keterangan:N: jumlah. Pembagian usia berdasarkan DEPKES RI, 2009

Pada tabel 5.1, terlihat bahwa pasien berkelamin laki-laki mempunyai

persentase sebesar 86,67%, sedangkan pasien perempuan 13,33%. Pada kelompok

usia, persentase usia 56-65 tahun mencapai 50%, usia 46-55 tahun mencapai 30%,

usia >65 tahun mencapai 16,67%, dan persentase terkecil pada usia 36-45 yaitu

3,33%.

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.1.2 Kondisi Pasien yang Menggunakan Obat Antidiabetes dan Setelah

Terapi Oksigen Hiperbarik

Hasil pengamatan data rekam medis tentang hasil kondisi pasien diabetes

yang menggunakan obat dan telah menjalani terapi oksigen hiperbarik di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat selama Januari 2014 sampai Maret

2015, dapat dilihat pada tabel 5.2 dan tabel 5.3.

Tabel 5.2. Distribusi kondisi pasien selama menggunakan OAD di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-Februari 2015

No Nama Jenis OAD GDS (mg/dL) HbA1c (%) Keadaan

Pasien

(T/TT) Awal Minggu 1 Minggu 2 Awal Minggu 1 Minggu 2

1. Tini Metformin + Glimepirid

233 227 215 9,7 9,0 8,7 TT

2. Didi Metformin + Glimepirid

294 289 280 12,5 12,0 11,5 TT

3. Umar Metformin + Glimepirid

241 236 230 10,0 9,8 9,5 TT

4. Harto Metformin+ Glimepirid

229 224 220 9,9 9,0 8,5 TT

5. Budhi Inj. novorapid 247 240 - 9,5 8,9 - TT

6. Faruk Inj. novorapid 223 215 - 10,2 9,5 - TT 7. Agus Metformin 235 215 211 120 11,2 10,6 TT

8. Iwan Metformin 226 220 218 10,5 10,0 9,7 TT 9. Sry Glimepirid +

Metformin + Inj. novorapid +

Inj. lantus

311 297 - 10,9 10,5 - TT

10. Teguh Metformin 254 219 200 10,5 9,5 9,1 TT 11. Radilah Inj novorapid 325 318 309 13,7 13,0 12,8 TT

12. Djoko Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

380 375 360 11,7 10,8 10,2 TT

13. Imlati Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. Lantus

291 285 - 11,9 10,5 - TT

14. Bambang P

Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

305 292 289 12,8 12,0 11,8 TT

15. Aries Inj novorapid 312 228 - 10,4 9,5 - TT

16. Sutanmiwati

Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid +

323 319 - 123 11,9 - TT

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Inj. lantus

17. Sjafrie Metformin + Glimepirid

247 234 228 13,2 12,9 12,6 TT

18. Milla Metformin + Glimepirid + Inj. novorapid

309 300 285 10,9 10,3 9,7 TT

19. Niluh Metformin + Glimepirid + Inj novorapid

258 243 - 12,0 10,5 - TT

20. I gusti made

Metformin + glimepirid + Inj novorapid

251 242 235 11,7 10,3 7,8 TT

21. C. Budhi Metformin + Glimepirid + Inj novorapid

219 210 - 10,6 8,5 - TT

22. Haryono Metformin + Glimepirid + Inj novorapid

256 245 - 10,9 9,9 - TT

23. Eddy Metformin + Glimepirid

247 228 212 12,3 11,0 9,9 TT

24. Bambang

Inj novorapid + Inj lantus

301 285 - 11,5 8,0 - TT

25. Adam Inj novorapid + Inj lantus

252 249 235 12,1 11,7 11,5 TT

26. Risyof Inj novorapid + Inj lantus

230 272 - 11,5 9,0 - TT

27. Taufik Inj novorapid + Inj lantus

327 310 - 11,0 10,9 - TT

28. Bambang W

Metformin + Glimepirid

382 370 362 10,1 9,8 9,0 TT

29. Saleh Inj novorapid + Inj lantus

328 320 - 11,7 11,5 - TT

30. Supri Inj novorapid + Inj lantus

317 298 280 9,9 8,9 8,0 TT

Keterangan: HbA1c: Hemoglobin terglikosilasi, GDS:glukosa darah sewaktu, OAD: obat antidiabetes, Tidak ada GDS dan HbA1c yang terkendali selama penggunaan OAD. Terkendali apabila HbA1c: ≤6,5-7,0%, GDS: 110-130mg/dL (Dipiro et al, 2009).

Pada tabel 5.2, terlihat bahwa tidak ada keadaan pasien yang terkendali

yaitu kadar HbA1c >7% dan GDS >140mg/dL. Hal ini menunjukan penggunaan

OAD belum dapat mengendalikan kadar HbA1c dan GDS pasien.

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.3. Distribusi kondisi pasien sebelum dan sesudah terapi OHB di

RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-Februari 2015

No Nama Freku

ensi

OHB

(sesi)

Jenis OAD Sebelum Terapi

Hiperbarik

Sesudah Terapi

Hiperbarik

Keadaan

Pasien

Keluar

(T/TT) HbA1c

(%)

GDS

(mg/dL)

HbA1c

(%)

GDS

(mg/dL)

1 Tini 1 Metformin + Glimepirid

8,6 215 6,4 130 T

2 Didi 4 Metformin + Glimepirid

11,2 278 7,0 116 T 11,7 262 7,0 130

10,2 243 7,0 122

9,7 230 6,9 112

3 Umar 2 Metformin + Glimepirid

9,4 226 6,8 130 T

8,6 210 6,4 115

4 Harto 2 Metformin+ Glimepirid

8,1 216 7,0 129 T

9,2 218 6,7 120

5 Budhi 2 Inj. novorapid 8,9 240 7,0 130 T

7,8 235 6,9 129

6 Faruk 2 Inj. novorapid 9,5 215 7,0 128 T

8,3 220 6,8 129

7 Agus 1 Metformin 10,7 210 6,8 128 T

8 Iwan 1 Metformin 9,7 218 6,6 125 T

9 Sry 2 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

10,2 278 6,5 129

T 7,6 220 6,5 125

10 Teguh 1 Metformin 9,1 199 6,9 130 T

11 Radilah

3 Inj novorapid 12,6 309 9,8 260 T 8,8 280 9,7 200

7,9 258 6,9 124

12 Djoko 2 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

10,1 360 8,0 227 TT 11,7 309 8,3 209

13 Imlati 2 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

10,7 284 9,6 219 T 8,9 207 7,0 118

14 Bamba

ng P

2 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

11,8 288 7,8 232

T 7,8 209 6,5 130

15 Aries 1 Inj novorapid 9,2 226 6,9 128 T

16 Sutan

miwati

5 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

11,8 319 8,2 251

T 10,5 288 8,5 250

9,7 254 8,9 200

8,1 220 7,0 127

8,1 209 6,8 115

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17 Sjafri 2 Metformin + Glimepirid

12,6 226 9,7 200 T

8,1 208 6,9 118

18 Milla 2 Metformin + Glimepirid + Inj. novorapid

9,5 284 8,9 200

T 8,1 207 6,7 120

19 Niluh 1 Metformin + Glimepirid + Inj novorapid

10,4 243 7,0 130

T

20 I gusti made

2 Metformin + glimepirid + Inj novorapid

7,8 232 6,5 113 TT 8,1 278 9,7 204

21 C, budhi

2 Metformin + Glimepirid + Injnovorapid

8,4 207 6,4 129 T 7,7 211 6,7 117

22 Haryo-

no

2 Metformin + Glimepirid + Inj novorapid

9,9 245 8,8 210

TT 8,9 277 8,7 212

23 Eddy 2 Metformin + Glimepirid

9,8 211 9,8 200 T

8,1 205 7,0 124

24 Bambang W

2 Inj novorapid + Inj lantus

7,8 284 8,9 219 T

7,8 265 6,4 123

25 Adam 2 Inj novorapid + Inj lantus

11,5 234 6,6 130 T

9,3 207 6,9 129

26 Risyof 2 Inj novorapid + Inj lantus

8,9 270 7,0 130 T

8,7 248 6,5 128

27 Taufik 2 Inj novorapid + Inj lantus

10,7 307 9,7 264 TT

11,2 276 8,9 208

28 Bamba

ng

2 Metformin + Glimepirid

8,9 360 8,0 227 TT

8,7 267 8,5 210

29 Saleh 2 Inj novorapid + Inj lantus

11,3 319 7,9 260 T

8,4 232 7,1 119

30 Supri 2 Inj novorapid + Inj lantus

7,8 278 6,4 121 T

7,6 219 6,3 130 Rata-rata 9,37 249,217 7,5 158,7

Standar Deviasi 1,38 39,706 1,109 48,82

Keterangan: OHB: oksigen hiperbarik, atm:atmosfer absolut, wkt: waktu, HbA1c: Hemoglobin terglikosilasi, GDS:glukosa darah sewaktu, T: terkendali, TT: tidak terkendali, Terkendali apabila HbA1c: ≤6,5-7,0%, GDS: 110-130mg/dL (Dipiro et al, 2009), Tekanan pada terapi OHB: 2,4 atm, Waktu terapi OHB: 90 menit/sesi.

Dari tabel 5.3, terlihat bahwa rata-rata kadar HbA1c pasien sebelum terapi

sebesar 9,37± 1,38% dan sesudah diterapi sebesar 7,5± 1,109%. Rata-rata GDS

pasien sebelum terapi sebesar 249,21± 39,71% dan sesudah diterapi sebesar

158,7± 48,82%. Hal ini menunjukan adanya perubahan kadar HbA1c dan GDS

yang mendekati normal setelah penggunaan terapi. Data yang telah diperoleh

kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan uji Paired samples T-Test

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lihat pada lampiran 4), mendapatkan hasil yang bermakna yaitu (p≤0,05) yang

menunjukan adanya perubahan kadar HbA1c dan GDS pada pasien diabetes

sebelum dan sesudah terapi oksigen hiperbarik.

Tabel 5.4. Rekapitulasi pasien yang menggunakan terapi oksigen hiperbarik

di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode Januari 2014-Maret 2015

Penilaian Klinis N % Keterangan

Terkendali 25 83,3 Efektif

Tidak Terkendali 5 16,7 Tidak Efektif

Jumlah 30 100 Keterangan:N: jumlah, Efektif apabila penilaian klinis terkendali, Tidak efektif apabila penilaian klinis tidak terkendali, Terkendali apabila HbA1c: ≤6,5-7,0% , GDS: 110-130mg/dL (Dipiro et al, 2009)

Dari tabel 5.4, terlihat bahwa keadaan pasien keluar yang terkendali adalah

83,3% dan 16,7% tidak terkendali.

Tabel 5.5. Frekuensi terapi oksigen hiperbarik dan jenis OAD pada keadaan

pasien keluar yang terkendali di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode

Januari 2014-Februari 2015

Frekuensi

Terapi

Hiperbarik

Jenis OAD SebelumTerapi

Hiperbarik

Sesudah Terapi

Hiperbarik

N %

HbA1c

(% )

GDS

(mg/dL)

HbA1c

(% )

GDS

(mg/dL)

1 sesi

Metformin +

Glimepirid

8,6 215 6,4 130 1 4

2 sesi

9,4 8,6

226 210

6,8 6,4

130 115

4

16 8,1 9,2

216 218

7,0 6,7

129 120

8,9 7,8

240 235

7,0 6,9

130 129

9,5 8,3

215 220

7,0 6,8

128 129

4 sesi

11,2

11,7

10,2

9,7

278

262

243

230

7,0

7,0

7,0

6,9

116

130

122

112

1

4

2 sesi

Inj. Novorapid + Inj. Lantus

7,8 7,8

284 265

8,9 6,4

219 123

5

20

11,5 9,3

234 207

6,6 6,9

130 129

8,9 8,7

270 248

7,0 6,5

130 128

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11,3 8,4

319 232

7,9 7,1

260 119

7,8 7,6

278 219

6,4 6,3

121 130

2 sesi

Metformin + Glimepirid + Inj. Novorapid + Inj.

Lantus

10,2 7,6

278 220

6,5 6,5

129 125

3

12 10,3 8,9

284 207

9,6 7,0

219 118

11,8 7,8

288 209

7,8 6,5

232 130

5 sesi 11,8 10,5 9,7 8,1 8,1

319 288 254 220 209

8,2 8,5 8,9 7,0 6,8

251 250 200 127 115

1

4

1 sesi

Inj. Novorapid + Glimepirid + Metformin

10,4 243 7,0 130 1 4

2 sesi

9,5 8,1

284 207

8,9 6,7

200 120

3

12 8,4 7,7

207 211

6,4 6,7

129 117

1 sesi Inj. Novorapid

9,2 226 6,9 128 1 4

2 sesi 8,9 7,8

240 235

7,0 6,9

130 129

2

8

9,5 8,3

215 220

7,0 6,8

128 129

3 sesi 12,6 8,8 7,9

309 280 258

9,8 9,7 6,9

260 200 124

1

4

1 sesi

Metformin

10,7 210 6,8 128 3

12 9,7 218 6,6 125

9,1 199 6,9 130

Jumlah 25 100 Keterangan:OAD: obat antidiabetes, HbA1c: Hemoglobin terglikosilasi,

GDS:glukosa darah sewaktu, N: jumlah

Pada tabel 5.5, terlihat bahwa frekuensi penggunaan OHB dan jenis OAD

pada keadaan pasien keluar yang terkendali di RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang

memiliki tingkat kesembuhan paling tinggi adalah pada frekuensi penggunaan

terapi oksigen hiperbarik selama 2 sesi dengan Inj. Novorapid + Inj. Lantus

sebesar 20 %.

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.6. Frekuensi terapi oksigen hiperbarik dan jenis OAD pada keadaan

pasien keluar yang tidak terkendali di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Periode

Januari 2014-Februari 2015

Frekuensi

Terapi

Hiperbarik

Jenis OAD SebelumTerapi

Hiperbarik

Sesudah Terapi

Hiperbarik

N %

HbA1c

(% )

GDS

(mg/dL)

HbA1c

(% )

GDS

(mg/dL)

2 sesi Metformin +

Glimepirid

8,9

8,7

360

267

8,0

8,5

227

210

1 20

2 sesi Inj. Novorapid + Inj. Lantus

10,7 11,2

307 276

9,7 8,9

264 208

1 20

2 sesi

Metformin + Glimepirid +

Inj. Novorapid + Inj. Lantus

10,1 11,7

360 309

8,0 8,3

227 209

1 20

2 sesi

Inj. Novorapid + Glimepirid +

Metformin

9,9 8,9

245 277

8,8 8,7

210 212

2

40

7,8 8,1

232 278

6,5 9,7

113 204

Jumlah 5 100 Keterangan:OAD: obat antidiabetes, HbA1c: Hemoglobin terglikosilasi,

GDS:glukosa darah sewaktu, N: jumlah.

Pada tabel 5.6, terlihat bahwa frekuensi penggunaan OHB dan jenis OAD

pada keadaan pasien keluar yang tidak terkendali di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo yaitu paling banyak terdapat pada frekuensi penggunaan terapi

oksigen hiperbarik selama 2 sesi dengan injeksi novorapid + glimepirid +

metformin sebesar 40%.

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengumpulan data

menggunakan metode retrospektif yaitu melihat data rekam medis pasien yang

terjadi di masa lalu. Data penelitian ini dikumpulkan dari medical record pasien

periode Januari 2014 sampai Maret 2015. Pencatatan data yang hanya diambil dari

medical record sangat terbatas sehingga masih ada data yang diperlukan untuk

mendukung analisis dalam penelitian ini tetapi tidak tercantum dalam medical

record tersebut. Kedua hal di atas (desain penelitian deskriptif dan pengumpulan

data secara retrospektif) merupakan keterbatasan dalam penelitian ini.

6.1 Pembahasan

6.1.1 Karakteristik Pasien

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pasien laki-laki lebih

banyak menderita DM daripada pasien perempuan. Hasil tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuh Huda di Surabaya tahun 2011,

yang menyatakan diabetes lebih banyak diderita oleh laki-laki sebesar

65% pasien dan perempuan 35% pasien.

Tidak ada hipotesa yang menyebutkan bahwa jenis kelamin

berhubungan dengan angka kejadian diabetes, tetapi kecenderungan

kearah laki-laki lebih benyak menderita diabetes lebih diakibatkan oleh

pola makan yang susah diatur daripada perempuan (Tjokroprawiro, 2007).

b. Usia

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pasien diabetes yang

menggunakan obat antidiabetes dan terapi oksigen hiperbarik paling

banyak terdapat pada kelompok usia 56-65 tahun.

Terlihat bahwa penderita diabetes mulai rentan dan sering terjadi

pada usia 46 tahun ke atas hingga 65 tahun. Pada usia ini, umur sangat erat

kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi

glukosa semakin tinggi. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30

tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia.

Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan

dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi

homeostatis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah

sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan

target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang

mempengaruhi kadar glukosa (Goldberg dan Coon dalam Rochman,

2006).

Menurut Waspadji 2008 dalam Sri Wahyuni 2010, dibandingkan

dengan usia yang lebih muda, usia lanjut mengalami peningkatan produksi

insulin glukosa dari hati, cenderung mengalami resistensi insulin, dan

gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel beta pankreas.

Proses penuaan juga menjadi penyebab akibat penyusutan sel-sel beta

pankreas yang progresif sehingga sekresi insulin semakin berkurang dan

kepekaan reseptornya turut menurun. Penyebab lain diduga akibat infeksi

virus sewaktu muda (WHO, dalam istiqomah 2013). Menurut WHO

setelah usia 30 tahun maka kadar glukosa akan naik 1-2 mg/dL pada saat

puasa dan akan naik 5,6-13 pada 2 jam setelah makan (Sudoyo, 2006).

6.1.2 Kondisi Pasien yang Menggunakan Obat Antidiabetes dan Sesudah

Terapi Oksigen Hiperbarik

Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara statistik dengan

menggunakan uji Paired Samples T-Test (lihat pada lampiran 4) mendapatkan

hasil yang bermakna yaitu (p≤0,05), ini menunjukan adanya perubahan kadar

HbA1c dan GDS pada pasien diabetes sebelum dan sesudah terapi oksigen

hiperbarik.

Hasil penelitian ini menunjukan adanya perubahan berupa penurunan

kadar HbA1c yang menandakan adanya perbaikan kadar glukosa darah pasien.

Pada pasien diabetes yang terkontrol dengan baik (gula darah normal) akan terjadi

penurunan proses glikosilasi hemoglobin, sehingga terjadi penurunan HbA1c

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Prihartini, 2001). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Budhiarto tahun 1983 yang menyebutkan penurunan yang bermakna dari HbA1c

pada pasien diabetes yang semula tidak baik dan menjadi lebih baik dengan

menggunakan terapi HBO (Prihartini, 2001).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian indra, 2000 yang

menggunakan terapi oksigen hiperbarik pada pasien diabetes tanpa menggunakan

obat antidiabetes yang hasilnya adalah terjadi penurunan kadar glukosa darah dan

HbA1c akibat efek oksigen bertekanan tinggi atau terjadi efek hipoglikemia pada

penggunaan oksigen bertekanan tinggi. Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan

sensitivitas jaringan terhadap insulin dan menimbulkan hipoglikemik pada

penderita diabetes, di mana terapi oksigen hiperbarik pada 2,4 atmosfer absolut

menimbulkan penurunan kadar gula darah (Ishihara, 2007). Efek hipoglikemik

tersebut dihipotesakan terjadi karena oksigen bertekanan tinggi menginhibisi

hormon anti insulin, meningkatkan sekresi C-peptidase dan sensitivitas sel

reseptor insulin di jaringan untuk mengoreksi keseimbangan asam basa (Ishihara,

2007).

Pada penderita DM, terjadi gangguan keseimbangan antara glukosa ke

dalam sel, glukosa yang disimpan di hati, dan glukosa yang dikeluarkan dari hati.

Keadaan ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat dan

kelebihannya akan keluar melalui urin. Jumlah urin banyak dan mengandung gula.

Penyebab keadaan ini hanya 2. Pertama, pankreas tidak mampu lagi membuat

insulin. Kedua, sel tubuh tidak memberi respon terhadap kerja insulin sebagai

kunci untuk membuka pintu sel sehingga tidak dapat masuk ke dalam sel (Hans

Tandra, 2008).

Terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan jumlah molekul oksigen

yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan maupun pori-pori atau jaringan

luar tubuh. Dengan meningkatnya oksigen yang dihirup, maka jumlah oksigen

yang terlarut di dalam darah semakin meningkat. Oksigen diangkut oleh darah ke

seluruh sel-sel dan jaringan tubuh. Banyak fungsi-fungsi sel dan jaringan tubuh

yang tergantung pada oksigen, sehingga meningkatkan kemampuan sel-sel dan

jaringan tubuh untuk membelah atau bergenerasi, membunuh kuman penyakit,

dan meningkatkan metabolisme pada sel yang akan menghasilkan banyak manfaat

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bagi tubuh (Samsudin, 2003). Pada penderita diabetes dimana terjadi penurunan

sensitivitas atau kerusakan sel Langerhans yang menyebabkan gula darah tidak

terkontrol, dengan adanya peningkatan suplai O2 mengakibatkan perbaikan

metabolisme pada sel Langerhans yang sekaligus meningkatkan sensitivitas sel

Langerhans dalam merangsang pengeluaran insulin untuk mengontrol kadar gula

darah. Insulin meningkatkan transport glukosa dalam sel. Insulin meningkatkan

transport glukosa dalam beberapa detik sampai beberapa menit yang menunjukan

kerja langsung insulin pada membran sel sendiri (Indra, 2000). Penelitian Price

tahun 1995 menyatakan penurunan kadar gula darah terjadi karena meningkatnya

metabolisme tubuh sehingga kecepatan pemakaian glukosa juga meningkat.

Berdasarkan pengamatan pada tabel 5.4, tentang rekapitulasi pasien yang

menggunakan terapi oksigen hiperbarik didapatkan hasil paling banyak adalah

keadaan pasien keluar yang terkendali. Penilaian dinyatakan terkendali apabila

HbA1c ≤6,5-7,0% dan GDS 110-130 mg/dL. Penilaian tersebut sesuai dengan

algoritma penatalaksanaan DM Tipe 2 menurut Dipiro et al, 2009.

Berdasarkan pengamatan pada tabel 5.5, frekuensi penggunaan terapi

oksigen hiperbarik dan obat antidiabetes yang memiliki tingkat kesembuhan yang

paling banyak adalah lama penggunaan terapi 2 sesi dengan kombinasi obat Inj.

Novorapid + Inj. Lantus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Dedov tahun 1994 yang menjelaskan bahwa dalam penelitiannya pada penderita

diabetes selama 1 tahun yang diukur kadar glukosa darahnya tiap 2 bulan

menyatakan penggunaan oksigen tekanan tinggi secara berulang 2 kali dengan

interval 6 bulan dapat mencegah kenaikan kadar glukosa darah kembali dan ini

lebih efektif daripada hanya sekali (Prihartini, 2001). Pada penelitian Dedov, hasil

yang lebih efektif akan terjadi bila penggunaan terapi oksigen hiperbarik

dilakukan berulang, 2 atau 3 kali atau lebih dan untuk memperpanjang perbaikan

kadar glukosa darah penderita diabetes dapat berhasil sampai setengah tahun pada

3 kali terapi dengan interval 4 bulan (Prihartini, 2001).

Injeksi Novorapid termasuk ke dalam golongan insulin rapid acting (kerja

cepat) dan injeksi lantus termasuk ke dalam golongan insulin long acting (kerja

panjang). Penggunaan insulin kerja cepat dikarenakan efeknya yang dapat bekerja

cepat, seringkali mulai menurunkan kadar glukosa darah 20 menit setelah

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penyuntikan. Namun efek insulin kerja cepat hanya sebentar, karena itu

diperlukan insulin kerja panjang untuk membuat kadar glukosa darah menjadi

stabil sepanjang hari. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil

(Sudoyo, 2006).

Obat Antidiabetes oral pada pasien diabetes melitus yang menggunakan

terapi oksigen hiperbarik adalah metformin + glimepirid. Glimepirid merupakan

obat yang termasuk ke dalam golongan sulfonilurea. Mekanisme kerja glimepirid

yaitu dengan menstimulasi ekskresi insulin dan metformin pun bekerja untuk

mengurangi glukoneogenesis hepatik, meningkatkan sensitifitas insulin, serta

mengurangi absorbsi glukosa pada saluran cerna.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, kombinasi kedua obat tersebut

merupakan kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja yang sinergis,

sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada

pengobatan tunggal masing-masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun

pada kombinasi dosis rendah. Kombinasi dengan dosis maksimal dapat

menurunkan glukosa darah yang lebih banyak. Pemakaian kombinasi dengan

sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan

hasil penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) hanya

50% pasien diabetes mellitus tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan

pengobatan tunggal metformin atau sulfonilurea sampai dosis maksimal

(Soegondo, 2005).

Selain penggunaan beberapa obat antidiabetes oral dan insulin, pemakaian

obat antidiabetes oral dengan injeksi juga dapat digunakan oleh pasien diabetes

yang tidak berhasil dikelola dengan obat antidiabetes oral dosis maksimal atau

terdapat kontraindikasi dari obat tersebut. Pemakaian obat antidiabetes oral

dengan insulin yang paling banyak digunakan adalah kombinasi metformin +

glimepirid dengan injeksi novorapid + injeksi lantus dengan pemberian 2 sesi

terapi oksigen hiperbarik dan kombinasi injeksi novorapid dengan glimepirid +

metformin dengan pemberian 2 sesi terapi oksigen hiperbarik. Kombinasi obat

antidiabetes oral dengan insulin diberikan bila sasaran kadar glukosa darah belum

tercapai. Kombinasi obat antidiabetes oral dengan insulin yang banyak

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dipergunakan adalah kombinasi antidiabetes oral dengan insulin basal (insulin

kerja cepat atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang

tidur.

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Terapi diabetes melitus tipe 2 dengan menggunakan obat antidiabetes dan

oksigen hiperbarik, kadar HbA1c pada pasien dapat dikendalikan

mendekati normal.

b. Terapi diabetes melitus tipe 2 dengan menggunakan obat antidiabetes dan

oksigen hiperbarik, kadar GDS pada pasien dapat dikendalikan mendekati

normal.

7.2 Saran

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas terapi oksigen

hiperbarik yang digunakan pada pasien diabetes di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo dengan menggunakan metode prospektif.

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

American College of Clinical Pharmacy. 2013. Pharmacotherapy Review Programfor Advanced Clinical Pharmacy Practice and Impaired Glucose Tolerance in Indonesia.

American Diabetes Association Diagnosis and classification of diabetes. 2011.

Diabetes Care, vol, Suppl 1. Anonim. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus, 8-76,

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta.

Black. J & Hawk. J. 2005. Medical Surgical Nursing. 7th ed. St. Louis. Elsevier

Sounders. Black & Hawks, 2009; National Collaborating Centre for Chronic Conditions.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Erlangga. Jakarta.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-

2025. Jakarta. Dwipayana rady. 2010. The effect of hyperbaric oxygen on the healing of rat’s

flexor muscle injury. Surabaya.

Grim. Et al. 2009. Hyperbaric Oxygen Therapie. Terdapat dalam http://www.hbotofaz.org/research/hbot.htm diakses pada 2 maret 2010 10.00 WIB.

Guritno, M. 1997. Prosedur pengobatan oksigen hiperbarik. Lembaga Kesehatan

Kelautan. Surabaya. GuytonAC, 1997. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Edisi 19, Ahli Bahasa: Iyan

Darmawan, Jakarta: EGC, hlm 487-495.

Guyton. A. C. & Hall. JE. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th ed. WB. Saunders. Philadelphia.

Hanabe. I. 2004. Society for Safety of Hyperbaric Medicine in ECHM Proceeding of the 1st European Consensus Conference on Hyperbaric Medicine. Lille.

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hendromartono, 1999. Consensus in the management of diabetes mellitus

(Perkeni 1998). Naskah Lengkap Surabaya Diabetes UPDATE-VI 1999, Surabaya Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD dr. Soetomo-FK Unair, hal 1-

14. Surabaya. Hilary, King, Sicree Richard, Green Anders, Roglic Gojka, Wild Sarah. 2004.

Global Prevalence of Diabetes: Estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes care vol 27 number 5 : 1047 – 1053.

Huda Nuh. T. 2010. Pengaruh Hiperbarik Oksigen terhadap Perfusi Perifer Luka

Gangren pada penderita Diabetes Melitus di RS AL Dr. RAMELAN

Surabaya. Balai PenerbitFK-UI. Depok.

Ishihara. A. 2007. Hyperbarik Exposure in Rat Muscle and Nerve. Laboratory Of Metabolism. Graduate School of Human Genomic Drug Discovery Science. Kyoko University. Japan.

Jain. KK. 1999. Oxsygen Toxicity. Textbook of Medicine 3rd revised Edition.

Hogrefe and Huber Publishing Inc. Joseph, T. Dipiro, Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gry R. Matzkee, Barbara G.

Wells, L. Michael Polsey (Eds.). 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Edisi ke-7, New York: Mc Graw-Hill Medical

Publishing Division. Kariadi, Sri Hartini. 2009. Diabetes? Siapa Takut!! Panduan Lengkap Untuk

Diabetisi, Keuarganya dan Profesional Medis. Bandung.

Kindwall. EP. & Goldman. RW. 1998. Hyperbaric Medicine Procedures. 6th ed. St. Luke Hospital. Mylwaukee.

Kindwall. EP. & Whelan HT. 1999. The Physiologic Effect Of The Hyperbaric Oxygen. Hyperbaric Medicine Practice 2nd. Best Publishing Co.

Mahdi, H. Et al. 2009. Ilmu Kesehatan Bawah Air dan Hiperbarik . Lembaga

Kesehatan Keangkatan Lautan (LAKESLA). Surabaya.

Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus : Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal gejala,

menanggulangi, dan mencegah komplikasi Ed. 1. Pustaka Populer Obor. Jakarta.

Moore E James, dkk. 2014. Biomedical Technology and Devices. Second Edition. CRC Press. U.S.

Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika. Jakarta.

Neubauer, RA & Walker, M. 1998. Hyperbaric Oxygen Therapy. Avery Publishing Group Inc. New York.

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Neuman S Tom & Stephen R. Thom. 2008. Physiology and medicine of

hyperbaric oxygen therapy. United States of America.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pennefather, J. 2002. Hyperbaric Equipment; Diving & Subquatic Medicine. Oxford University Press. London.

PERKENI. 2007. Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Price ME, Stabler CM, Kemper GB, 1995. Evaluation of glucose monitoring

devices in the hyperbaric chamber. Military Medicine, 1995, 160 (30): 143-6.

Samsudin Moh. 2003. Pengaruh Oksigen Hiperbarik terhadap tekanan intra okuler mata normal. Semarang.

Soegondo. 1995. Penyuluhan Sebagai Komponen Terapi Diabetes, Diabetes

Melitus Penatalaksanaan Terpadu. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta.

Soegondo S. 2005. Prinsip Pengobatan Diabetes, Obat Hipoglikemik Oral dan

Insulin. Balai Penerbit FK UI. Depok. Sudoyo, Aru W, Dr.dr.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tandra Hans. 2008. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang diabetes:

panduan lengkap mengenal & mengatasi diabetes dengan cepat dan

mudah. PT: Gramedia. Jakarta.

Tjokroprawiro, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press. Surabaya.

Tobing dr. Ade, dkk. 2008. Care Your Self : Diabetes Mellitus. PenebarPlus+. Jakarta.

Wahyuni sri. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes

melitus daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007 (analisis data sekunder

Rikesda 2007). Jakarta.

Waspadji, S, dkk. 2002.Komplikasi Kronik Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Widiyanti Prihatini. 2001. Pengaruh Oksigen Hiperbarik Terhadap Agregasi

Trombosit pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Surabaya.

Wijayanto Indra. 2000. Pengaruh HBO pada diabetes melitus melalui pengukuran HbA1c. Surabaya.

World Health Organization. 1999. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications Report of a WHO Consultation

Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance. Geneva.

World Health Organization. 2011. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications Report of a WHO Consltation.

WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance. Geneva. Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, dan Restuastuti, T. 2007. Faktor-faktor Risiko

Pasien Diabetes Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat. Jakarta. Vol. 23, No. 3. Hal. 142-147.

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

73 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Pasien diabetes yang menggunakan obat antidiabetes dan terapi hiperbarik

di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

No

Nama

L

/

P

Usia

(thn)

Obat

Antidiabetes

Dosis

Freku

ensi

OHB

(sesi)

Sebelum Terapi

Hiperbarik

Setelah Terapi

Hiperbarik

Keadaan

Pasien

Keluar

(T/TT) HbA1c (%) GDS(mg

/dL)

HbA1c (%) GDS(mg/

dL) 1 Tini P 77 Metformin +

Glimepirid 3x500 mg 1x2 mg

1 8.6 215 6,4 130 T

2 Didi L 75 Metformin + Glimepirid

3x500 mg 1x2 mg

4 11.2 278 7,0 116 T 11.7 262 7,0 130

10.2 243 7,0 122 9.7 230 6,9 112

3 Umar L 70 Metformin + Glimepirid

3x500 mg 1x2 mg

2 9.4 226 6,8 130 T 8.6 210 6,4 115

4 Harto L 55 Metformin+ Glimepirid

3x500 mg 1x2 mg

2 8.1 216 7,0 129 T 9.2 218 6,7 120

5 Budhi L 55 Inj. novorapid 3x8 ui 2 8.9 240 7,0 130 T

7.8 235 6,9 129 6 Faruk L 56 Inj. novorapid 3x8 ui 2 9.5 215 7,0 128 T

8.3 220 6,8 129 7 Agus L 56 Metformin 3x500 mg 1 10.7 210 6,8 128 T

8 Iwan L 56 Metformin 3x500 mg 1 9.7 218 6,6 125 T 9 Sry P 61 Glimepirid +

Metformin + Inj. novorapid +

Inj. lantus

1x2 mg 3x500 mg 3x12 ui 1x12 ui

2 10.2 278 6,5 129 T

7.6 220 6,5 125

10 Teguh L 49 Metformin 3x500 mg 1 9.1 199 6,9 130 T

11 Radila L 44 Inj novorapid 3x12 ui 3 12.6 309 9,8 260 T

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

74 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

h 8.8 280 9,7 200 7.9 258 6,9 124

12 Djoko L 69 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

1x2 mg 3x500 mg 3x12 ui 1x12 ui

2 10.1 360 8,0 227 TT

11.7 309 8,3 209

13 Imlati P 70 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

1x2 mg 3x500 mg 3x12 ui 1x12 ui

2 10.7 284 9,6 219 T

8.9 207 7,0 118

14 Bambang P

L 61 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

1x2 mg 3x500 mg 3x12 ui 1x12 ui

2 11.8 288 7,8 232 T

7.8 209 6,5 130

15 Aries L 46 Inj novorapid 3x8 ui 1 9.2 226 6,9 128 T

16 sutanmiwati

L 60 Glimepirid + Metformin +

Inj. novorapid + Inj. lantus

1x2 mg 3x500 mg 3x12 ui 1x12 ui

5 11.8 319 8,2 251

T 10.5 288 8,5 250

9.7 254 8,9 200 8.1 220 7,0 127

8.1 209 6,8 115

17 Sjafrie L 61 Metformin + Glimepirid

3x500 mg 1x2 mg

2 12.6 226 9,7 200 T 8.1 208 6,9 118

18 Milla P 55 Metformin + Glimepirid + Inj. novorapid

3x500 mg 1x2 mg 3x12 ui

2 9.5 284 8,9 200 T

8.1 207 6,7 120

19 Niluh L 50 Metformin + Glimepirid + Inj novorapid

3x500 mg 1x2 mg 3x8 ui

1 10.4 243 7,0 130 T

20 I gusti made

L 60 Metformin + glimepirid +

3x500 mg 1x2 mg

2 7.8 232 6,5 113 TT

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

75 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Inj novorapid 3x8 ui 8.1 278 9,7 204 21 C.

budhi L 61 Metformin +

Glimepirid + Inj novorapid

3x500 mg 1x2 mg 3x8 ui

2 8.4 207 6,4 129 T

7.7 211 6,7 117

22 Haryo-no

L 58 Metformin + Glimepirid + Inj novorapid

3x500 mg 1x2 mg 3x8 ui

2 9.9 245 8,8 210 TT

8.9 277 8,7 212

23 Eddy L 61 Metformin + Glimepirid

3x500 mg 1x2 mg

2 9.8 211 9,8 200 T 8.1 205 7,0 124

24 Bambang W

L 55 Inj novorapid + Inj lantus

3x10 ui 1x12 ui

2 7.8 284 8,9 219 T

7.8 265 6,4 123 25 Adam L 58 Inj novorapid +

Inj lantus 3x8 ui

1x12 ui 2 11.5 234 6,6 130 T

9.3 207 6,9 129 26 Risyof L 53 Inj novorapid +

Inj lantus 3x8 ui

1x12 ui 2 8.9 270 7,0 130 T

8.7 248 6,5 128 27 Taufik L 60 Inj novorapid +

Inj lantus 3x12 ui 1x12 ui

2 10.7 307 9,7 264 TT

11.2 276 8,9 208 28 Bamba

ng w L 61 Metformin +

Glimepirid 3x500 mg 1x2 mg

2 8.9 360 8,0 227 TT

8.7 267 8,5 210 29 Saleh L 57 Inj novorapid +

Inj lantus 3x12 ui 1x12 ui

2 11.3 319 7,9 260 T

8.4 232 7,1 119 30 Supri L 52 Inj novorapid +

Inj lantus 3x12 ui 1x12 ui

2 7.8 278 6,4 121 T

7.6 219 6,3 130 Rata-rata 9,37 249,214 7,5 158,7

Standar Deviasi 1,38 39,7 1,109 48,8 Keterangan:L: laki-laki, P: perempuan, OHB: oksigen hiperbarik, atm:atmosfer absolut, thn: tahun, wkt: waktu, HbA1c: Hemoglobin terglikosilasi, GDS:glukosa darah sewaktu, TK: terkendali, TTK: tidak terkendali, Terkendali apabila HbA1c: ≤6,5-7,0%, GDS: 110-130mg/dL (Dipiro et al, 2009)

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29274/1/NINDYA... · uin syarif hidayatullah jakarta. uji efektivitas terapi oksigen hiperbarik

76 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Uji Paired Samples T-Test dari Hasil Data HbA1c dan GDS Pasien Sebelum dan Sesudah Terapi Oksigen Hiperbarik

di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat Periode Januari 2014-Februari 2015

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 GDS_sbl - GDS_ssd 9.05167E1 31.95415 4.12526 82.26204 98.77130 21.942 59 .000

Keterangan:

p≤0,05 = menunjukan signifikan statistik kadar GDS pada pasien sebelum dan sesudah terapi oksigen hiperbarik

menunjukan terjadi perubahan kadar GDS pada pasien sebelum dan sesudah terapi oksigen hiperbarik

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 HbA1c_sbl - HbA1c_ssd 1.87000 1.32873 .17154 1.52675 2.21325 10.901 59 .000

Keterangan:

p≤0,05 = menunjukan signifikan statistik kadar HbA1c pada pasien sebelum dan sesudah terapi oksigen hiperbarik

menunjukan terjadi perubahan kadar HbA1c pada pasien sebelum dan sesudah terapi oksigen hiperbarik