UAS Isu Kontemporer
-
Upload
andy-setiawan -
Category
Documents
-
view
140 -
download
3
Transcript of UAS Isu Kontemporer
UJIAN AKHIR SEMESTER
ISU KONTEMPORER DALAM DESAIN
TANGGAPAN ATAS PRESENTASI
“EKONOMI KREATIF INDONESIA DAN ACFTA”
ANDI SETIAWAN
27109027
PROGRAM MAGISTER DESAIN
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
MEI 2010
1. Paparan Presentasi
Salah satu langkah Cina dalam memperkuat posisi ekonominya adalah
dengan mengadakan berbagai macam perjanjian perdagangan bebas dengan
negara lain. Salah satunya adalah dengan ASEAN. Kesepakatan Cina dan ASEAN
untuk pasar bebas bersama ini dinamakan ACFTA (ASEAN China Free Trade
Agreement). Kesepakatan pembentukan perdagangan bebas ACFTA diawali oleh
kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit di Brunei Darussalam pada
November 2001 . Hal tersebut diikuti dengan penandatanganan Naskah Kerangka
Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A Comprehensive Economic
Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh pada
November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA
dalam 10 tahun dengan suatu fleksibilitas diberikan kepada negara tertentu seperi
Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. Pada bulan November 2004, peserta
ASEAN-China Summit menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang
(The Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Juli 2005.
Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN5 (Indonesia, Thailand, Singapura,
Philipina, Malaysia) dan China sepakat untuk menghilangkan hambatan tarif
masuk terhadap 90% komoditas pada tahun 2010. Untuk negara ASEAN lainnya
pemberlakuan kesepakatan dapat ditunda hingga 2015.1
Menyikapi kesepakatan tersebut Indonesia mencoba untuk membangun
industrinya agar bisa mengambil manfaat sebesar besarnya. Salah satu bidang
industri yang dikembangkan adalah industri kreatif. Menurut Departemen
Perdagangan Republik Indonesia, industri kreatif didefinisikan sebagai industri
yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk
menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.2 Karena berbasis
pada kreatifitas, maka industri ini lebih mengedepankan sisi ide, gagasan,
1 Artikel online : http://blogs.unpad.ac.id/yogix/2010/02/22/apa-itu-acfta/. Diakses : 15 Mei 2010
2 Artikel online : http://www.indonesiakreatif.net/tentang-ekonomi-kreatif/industri-kreatif/definisi-industri-kreatif/. Diakses: 15 Mei 2010
1
keunikan, humor, selera, yang semuanya bermuara di ranah estetika. Departemen
Perdagangan telah menetapkan 14 bidang usaha yang termasuk kelompok industri
kreatif, yaitu : periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan,
desain, desain fesyen, video film dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni
pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak,
televisi dan radio, serta riset dan pengembangan.3 Kontribusi industri kreatif
terhadap pembangunan perekonomian nasional yaitu memberi sumbangan
sebesar 6,3 persen kepada Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini dilihat cukup
signifikan mengingat pasar dalam negeri yang masih sangat besar, sehingga
kedepannya industri kreatif ini diharapkan semakin besar sumbangannya terhadap
perekonomian nasional.
Beberapa studi kasus atas usaha industri kreatif memberikan gambaran
tentang peluang pengembangannya kedepan. Studi kasus yang pertama adalah
industri batik. Seiring meningkatnya serbuan tekstil impor dari Cina yang salah
satunya adalah tekstil bermotif batik, hal ini cukup meresahkan produsen batik
dalam negeri. Walaupun tekstil bermotif batik berbeda dengan batik, akan tetapi
bagi konsumen awam, sulit untuk membedakan keduanya. Sehingga
dikhawatirkan hal ini akan menrunkan tingkat penjualan batik karena kalah
bersaing dengan tekstil Cina bermotif batik. Dalam kasus ini pemerintah berusaha
untuk melabelisasi batik agar membedakan dengan tekstil bermotif batik dari
Cina. Dari sini peluang batik untuk berkembang akan jauh lebih besar.
Studi kasus selanjutnya adalah periklanan. Masuknya banyak komoditi
Cina, menuntut produsen dalam negeri bekerja keras meningkatkan pemasaran
produknya. Media iklan dilihat sebagai sarana yang ampuh untuk meningkatkan
penjualan produk. Sehingga bisnis periklanan dinilai akan terus berkembang
pesat. Studi kasus selanjutnya adalah desain industri, dalam dunia desain industri
tantangan atas hadirnya produk Cina dirasa cukup berat. Akan tetapi ada
beberapa kelompok usaha desain industri yang dinilai akan mampu bersaing,
yaitu: 1. Industri yang memiliki cukup aset berbasis kelokalan, 2. Industri yang 3 Departemen Perdagangan. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. 2008. Hal. 4.
2
tidak memiliki aset berbasis kelokalan tapi produk yang dihasilkan cukup unik
(memiliki diferensiasi kokoh) sehingga tidak gampang diserang oleh produk
murah Cina, 3. Industri yang memiliki kompetensi berbasis kelokalan dan
produknya tak sensitif terhadap harga murah karena memiliki diferensiasi yang
kokoh.
Studi kasus yang lain adalah bidang arsitektur, strategi penyedia jasa
Arsitektur dan Desain Interior dalam menghadapi ACFTA adalah :
mengembangkan keahlian teknis, menggali potensi kekayaan lokal sehingga
menjadi ahli dalam desain yang berbasis budaya lokal, mewajibkan setiap
desainer dan arsitek mengikuti sertifikasi keahlian, menghimbau agar desainer
dan arsitek ikut mendukung program 'aku cinta indonesia' dengan mengusulkan
penggunaan produk-produk indonesia dalam desainnya. Dengan usaha tersebut
arsitek dan desainer dalam negeri bisa bersaing dalam kerangka ACFTA bahkan
persaingan global.
Dari studi kasus diatas didapatkan gambaran bahwa industri kreatif
mempunyai peluang yang cukup besar untuk tampil dalam persaingan ekonomi
menghadapi ACFTA. Industri yang berbasis menjual gagasan kreatif ini
setidaknya akan mampu bersaing dengan produk asing, karena potensi kekhasan
Indonesia yang dapat dijual. Yang diperlukan adalah sinergi antara kaum
intelektual, pihak swasta serta pemerintah, untuk bersama sama menentukan arah
pengembangan industri kreatif.
2. Tanggapan atas Presentasi
3
Di era globalisasi saat ini determinasi ekonomi sebagai sarana untuk
memperoleh kekuasaan menjadi semakin kuat. Dengan berkurangnya peran
kekuatan militer setelah ambruknya blok komunis, maka permasalahan ideologi
politik menjadi tidak relevan lagi dalam mempengaruhi peta kekuatan negara-
negara di dunia. Sebagai gantinya penguasaan atas potensi ekonomi semakin
menunjukkan perannya. Saat ini kita melihat munculnya “calon-calon” negara
super power baru, yang hadir lebih karena kekuatan ekonominya, seperti Cina dan
India. Walaupun peningkatan perekonomian akan diiringi dengan peningkatan
kekuatan militernya, akan tetapi negara-negara tersebut tampil mendominasi dunia
lebih karena kekuatan perekonomiannya. Negara dengan kekuatan ekomomi yang
besar akan mempunyai posisi tawar yang kuat dalam melakukan diplomasi di
tingkat dunia.
Melihat kasus yang terjadi di Cina, industri menjadi tulang punggung
dalam meningkatkan perekonomian negara tersebut. Perencanaan yang matang
disertai pelaksanaan dan pengawasan yang ketat menjadikan Cina sebagai contoh
sukses negara yang mampu menjadi kekuatan dunia baru. Widyahartono
mengatakan pembangunan ekonomi Cina dilandasi prinsip berkelanjutan dan
gradualisme jadi tidak melakukan lompatan jauh (great leap). Dimulai dengan
kawasan timur/pantai Cina yang mengalami kemajuan spektakuler di bawah
kepemimpinan Deng Xiao Ping sebagai negarawan Cina yang dikagumi dunia
sejak tahun 1992 dengan memotivasi rakyat di kawasan Timur meningkatkan
pendapatan per kapita tiga kali lipat dengan mengangkat keluar sekitar 300 juta
manusia dari lembah kemiskinan.4
Cina mengandalkan industri manufakturnya, dengan berbagai kebijakan
investasi yang menarik, membuat banyak investor dari negara maju membangun
basis produksinya di Cina. Ditambah dengan ongkos buruh yang kompetitif,
sumber daya alam, kejelasan regulasi, kestabilan politik, serta kesiapan
infrastruktur membuat negara maju tertarik untuk berinvestasi di Cina.
Selanjutnya berbagai macam investasi ini dimanfaatkan Cina untuk menuju
4 Artiel online :http://indonesiafile.com/content/view/502/78/. Diakses : 12 Mei 2010
4
kemandirian industrinya dengan menerapkan kebijakan alih teknologi. Dimulai
dengan membeli lisensi atas produk-produk negara maju, pada perkembangannya
Cina mampu mengembangkan industri dalam negerinya dengan memproduksi
sendiri berbagai komoditi yang seratus persen dihasilkan dan didesain oleh bangsa
Cina. Mulai dari alat elektronik, telepon seluler, motor, mobil, hingga pesawat
tempur, sebagian besar sudah bisa diproduksi secara mandiri oleh Cina, setelah
sebelumnya mengambil lisensi produk dari negara lain. Strategi ini telah
menjadikan Cina dalam tempo dua dekade berubah menjadi “super power
ekonomi” baru di dunia.
Beberapa komoditas produksi Cina, walaupun secara desain masih mirip dengan produk lisensinya, tetapi membuktikan mereka mampu membuat produk tersebut dengan kemampuan
lokal.Sumber : http://indomiliter.wordpress.com/2009/02/20/mig-21-fishbed-pencegat-paling-populer-sejagad/
http://www.gminsidenews.com/forums/f19/chinese-car-look-alikes-thread-39004/
Demikian halnya dengan India, negara ini mulai membangun industrinya
pada awal 90-an. Saat itu pemerintah India sangat memperhatikan peningkatan
kualitas SDM nya, sehingga saat ini SDM India cukup unggul dalam menguasai
teknologi, khususnya teknologi informasi. Keunggulan inilah yang menjadikan
industri berbasis teknologi menjadi sangat maju di India. Dalam sebuah artikelnya
Kompas mengetengahkan di India untuk sekolah S-1, hanya butuh uang kuliah
tidak sampai Rp 2 juta. Untuk S-2 tidak sampai Rp 4 juta, dan untuk S-3 tidak
sampai Rp 6 juta. Semua biaya pendidikan itu dari tahun pertama kuliah sampai
selesai. Meskipun berbiaya murah, mutu sekolah di India sangat tinggi. Dengan
kualitas sebagus itu, India mudah melambungkan cita-cita. Kapal perang
mutakhir, kapal penumpang, dan pesawat terbang dengan mudah mereka buat.
5
Sepeda motor, mobil, truk sampai kereta api dengan sekejap dapat dibuat. Begitu
pula membuat mesin-mesin presisi, traktor, komputer, jam tangan, dan
sebagainya.5
Sedikit berbeda dengan Cina, India tidak memiliki sumber daya alam
yang besar, dan sampai saat inipun masih terus berjuang mengatasi berbagai
konflik politik internal maupin perbatasan. Akan tetapi situasi ini tidak
mengurangi semangat India untuk mengembangkan industri sebagai basis
perekonomiannya. India mulai mengembangkan industrinya berbasis pada
industri pengetahuan, dengan berkonsentrasi pada pengembangan perangkat lunak
komputer, dan teknologi informasi.India membangun pusat industri perangkat
lunak di Bangalore, yang karena reputasinya disebut silicon valley nya asia. Disitu
berbagai macam layanan yang berbasis teknologi informasi diberikan oleh
perusahaan India kepada berbagai perusahan di dunia. Bahkan boleh dikatakan
negara negara Eropa, dan Amerika bersandar pada ahli-ahli India untuk
mengembangkan kemajuan teknologi informasi mereka. India sadar bahwa
potensinya tidak memungkinkan untuk mengembangkan industri berbasis
manufaktur seperti halnya Cina. Oleh sebab itu India masuk dengan industri
berbasis teknologi informasi, yang menuntut presisi tinggi. Baru setelah teknologi
tersebut dikuasai mereka mengembangkan industri mereka sendiri. Dan saat
inipun India sukses memproduksi berbagai komoditas seperti motor, mobil,
hingga persenjataan militer.
Evolusi industri yang dilakukan oleh kedua negara tersebut telah berhasil
meletakkan landasan yang kokoh bagi produksi berbagai macam komoditas
industri mereka, sehingga langkah selanjutnya tinggal bagaimana membuka pasar
seluas luasnya untuk memperkuat ekspansi ekonomi mereka. Pembukaan pasar
yang ditandai dengan berbagai perjanjian pasar bebas bersama, contohnya
ACFTA antara Cina dan negara ASEAN, atau pasar bebas bilateral antara India
dan Thailand, akan dilihat selalu menguntungkan Cina dan India, karena
5 Artikel online :http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/29/05211491ekonomi.india.berpotensi.
terkuat.di.dunia.. Diakses : 12 Mei 2010
6
kekuatan produksi mereka yang sangat tinggi. Sedangkan negara negara mitra,
dalam hal ACFTA, adalah ASEAN, akan selalu berada dalam kondisi was was,
karena khawatir akan mengalami defisit perdagangan.
Hal ini juga yang dirasakan Indonesia ketika ACFTA secara efektif di
berlakukan semenjak 1 Januari 2010. Banyak pihak yang merasa Indonesia akan
tersandera perekonomiannya oleh Cina, mengingat betapa besar kekuatan produk
Cina yang akan masuk Indonesia. Ditengah kekhawatiran tersebut beberapa pihak
menggagas peran sebuah industri yang tidak berbasis manufaktur, akan tetapi
berbasis ide gagasan, yaitu industri kreatif. Industri ini dianggap akan mampu
bersaing dengan Cina karena tidak mengandalkan modal dan produk massal, akan
tetapi berbasis ide gagasan.
Akan tetapi benarkah industri kreatif bagi Indonesia mampu untuk
bersaing dalam tatanan ekonomi global saat ini? Menurut catatan Fahruddin
Salim, negara yang dianggap pertama kali menaruh perhatian serius pada industri
atau ekonomi kreatif adalah Inggris pada 1997. Hasil pemetaan negara itu
memperlihatkan bahwa industri ini menyumbang 7,9% pada PDB negara itu,
tumbuh 9% pada 1999-2000 dibandingkan dengan total ekonomi sebesar 2,8%.
Nilai ekspornya 8,7 miliar pound atau 3,3% dari total ekspor 2000, tumbuh 13%
dalam periode 1997-2000, sementara ekspor barang dan jasa tumbuh hanya 5%.6.
Disini kita melihat bahwa sumbangan industri kreatif melebihi sumbangan
industri manufaktur dalam perekonomian Inggris. Industri manufaktur menurun
produktifitasnya karena persaingan dengan negara industri baru seperti Cina dan
India, sehingga justru industri kreatiflah yang masih bisa berkembang. Industri
kreatif di Inggris bisa berkembang tentunya karena dukungan industri manufaktur
yang sudah mapan serta kualitas SDM yang baik di dukung sistem pendidikan
yang mengarahkan kepada kreatifitas.
Dua hal diatas, yaitu kekuatan industri manufaktur dan sistem pendidikan
berorientasi kreatifitas, yang tidak kita temui di Indonesia. Industri manufaktur
6 artikel online : http://www.abigarin.co.cc/2009/09/industri-kreatif-itu-tahan-banting-di.html. diakses : 15 Mei 2010
7
kita belum berkembang dengan baik untuk mendukung ide-ide segar dari para
insan kreatif di tanah air. Jika adapun, industri enggan untuk mencoba
mengembangkan kekuatan desain sebagai bagian dari peningkatan nilai tawar
produk mereka. Sehingga yang muncul adalah usaha kreatif skala UKM yang
terbatas kapasitas produksinya. Dikatakan bahwa industri kreatif merupakan
industri berbasis ide dan bukan modal, akan tetapi kekuatan modal tidak bisa
dielakkan ketika berbicara masalah penguasaan pasar. Kekuatan modal lah yang
akan mampu memproduksi barang secara masif dan mempromosikannya secara
masif pula, dan hal ini akan menghambat usaha skala UKM untuk berkembang
walaupun tidak akan mematikannya.
Hal lain yang membuat industri kreatif di Indonesia di sangsikan
keunggulannya adalah masalah kesadaran pelaku bisnis kreatif akan Hak atas
Kekayaan Intelektual. Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) sejatinya merupakan
komoditas negara maju (barat) agar segala macam temuan dan hasil kreatifitasnya
terus bisa menghasilkan keuntungan bagi mereka (dengan membayar royalty
kepada pemegang hak). Industri kreatif berbasis ide tentunya sangat berkaitan
dengan penemuan dan karya cipta, yang seharusnya bisa memiliki nilai tambah
dengan adanya HKI. Haryanto mengatakan, Amerika Serikat merupakan contoh
negara yang sangat memperhatikan masalah HKI, karena sejak pertengahan
1990-an industri berbasis HKI menjadi pemasok devisa terbesar, menggantikan
peran industri mobil, penerbangan dan bahkan minyak. Tahun 1997 industri
berbasis hak cipta menyumbang $66,85 milyar, melampaui industri elektronik
yang menyumbang $54,29 atau perusahaan pesawat terbang dengan $48,64.7
Tanpa adanya kesadaran akan HKI maka industri kreatif di Indonesia hanya akan
bertahan menjadi usaha produksi skala menengah, tanpa bisa mendatangkan
keuntungan signifikan terhadap perekonomian negara. Industri kreatif seharusnya
menjual ide dan karya cipta, hal itu akan mudah terwujud jika semua karya dan
invensi tersebut dilindungi HKI-nya, karena nilai royaltinya melebihi nilai
komoditas barang itu sendiri.
7 Artikel online : http://www.haki.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1081821177&3. Diakses: 15 Mei 2010
8
3. Kesimpulan
Negara ekonomi baru seperti Cina dan India telah terbukti mempunyai
kekuatan pondasi yang kokoh dalam membangun industrinya. Kekuatan tersebut
mampu menekan negara lain dalam kerjasama pembentukan pasar bebas bersama.
Kondisi ini membuat negara seperti Indonesia merasa khawatir akan runtuh
perekonomiannya karena serbuan produk asing. Dalam situasi semacam ini,
munculnya industri kreatif diharapkan mampu menjadi pendorong bagi penguatan
ekonomi lokal dalam menghadapi serbuan produk asing. Akan tetapi industri atau
ekonomi kreatif di Indonesia tidak akan mampu untuk mengangkat perekonomian
negara karena beberapa faktor.
Faktor pertama adalah belum mapannya industri manufaktur Indonesia
sebagai penunjang industri kreatif yang mulai tumbuh. Sehingga kapasitas
produksinya akan terbatas, kedua belum adanya SDM yang didukung sistem
pendidikan yang berbasis kreatifitas. Hal ini menyebabkan terbatasnya insan
kreatif di Indonesia.
Faktor selanjutnya adalah lemahnya kesadaran akan HKI dikalangan pelaku
industri kreatif di Indonesia. Padahal keuntungan dari royalti HKI ini nilainya
justru lebih besar dari pada nilai komoditas itu sendiri.
Daftar Pustaka
2010. Apa itu ACFTA?. Artikel online :
http://blogs.unpad.ac.id/yogix/2010/02/22/apa-itu-acfta/. Diakses tanggal :
15 Mei 2010
Damalis, Kiting. 2009. Industri Kreatif Itu Tahan Banting di Masa Krisis, artikel
online : http://www.abigarin.co.cc/2009/09/industri-kreatif-itu-tahan-
banting-di.html. Diakses tanggal : 15 Mei 2010
9
Haryanto, Ignatius. 2004. Monopoli Pengetahuan. artikel online :
http://www.haki.lipi.go.id/utama.cgi?Artikel&1081821177&3. Diakses
tanggal : 15 Mei 2010.
Moderator. 2009. Tentang Ekonomi Kreatif. Artikel online :
http://www.indonesiakreatif.net/tentang-ekonomi-kreatif/industri-kreatif/
definisi-industri-kreatif/ Diakses tanggal : 15 Mei 2010
Sanda, Abun, Ekonomi India Berpotensi Terkuat di Dunia, Artikel online :
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/29/05211491. Diakses tanggal :
12 Mei 2010
Tim Penyusun. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia : Jakarta.
Widyahartono, Bob. 2008. Tiga Serangkai Kekuatan Ekonomi Baru Asia, artikel
online :http://indonesiafile.com/content/view/502/78/. Diakses : 12 mei
2010
10