UAS Audience 2.0

15
 1 Tugas UJIAN AKHIR SEMESTER Mata Kuliah Kajian Teoritik Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi dan Media FISIPOL UGM 2011 Oleh : Lisa Lindawati (4044) AUDIENCES STILL ALIVE (Pergeseran Konsep Audiens di Era New Media) ABSTRAKSI Kehadiran new media membawa tantangan tersendiri bagi kajian media. William Merrin (2009) menawarkan sebuah wacana mengenai perlunya mengembang kan media studies 2.0 sebagai pengganti media studies 1.0. Salah satu yang menjadi perhatian dari media studies 2.0 adalah perubahan konsep audiens. Merrin menganggap bahwa konsep audiens yang dipahami pada media studies 1.0 sudah tidak mampu lagi menggambarkan ataupun menjelaskan fenomena new media. Tulisan ini mencoba untuk mendeskripsikan ‘nasib audiens’ di era new media, terkait den gan dua pilihan, bahwa audiens menurut pemahaman lama sudah tidak hidup lagi. Atau, sebenarnya audiens masih hidup tetapi mengalami ‘nasib’ yang berbeda. PENDAHULUAN Perkembangan teknolo gi informasi dan komunikasi membawa tantangan bagi kajian media. Hal ini dikarenakan perkembangan tersebut mampu melahirkan bentuk media baru, yang sering disebut dengan new media. Kehadiran media baru ini membawa perubahan pada proses produksi, distribusi, dan konsumsi pesan media. Proses yang selama ini dipahami berjalan l inear berubah menjadi lebih kompleks. Salah satu poin yang kentara dalam perubahan pola tersebut adalah dikotomi antara sender  dan receiver , yang selama ini dipahami sebagai organisasi media (sender)  dan audiens (receiver).  Saat ini, hubungan satu arah antara media dengan audiens menjadi pengertian yang terlalu sederhana. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi yang memungkinkan interaktivitas komunikasi antara sender-receiver . Bahkan, pada media interaktif, perbedaan

Transcript of UAS Audience 2.0

Page 1: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 1/15

 

1

Tugas UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah Kajian Teoritik

Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi dan Media

FISIPOL UGM 2011

Oleh : Lisa Lindawati (4044)

AUDIENCES STILL ALIVE

(Pergeseran Konsep Audiens di Era New Media)

ABSTRAKSI

Kehadiran new media membawa tantangan tersendiri bagi kajian media. William Merrin

(2009) menawarkan sebuah wacana mengenai perlunya mengembangkan media studies

2.0 sebagai pengganti media studies 1.0. Salah satu yang menjadi perhatian dari media

studies 2.0 adalah perubahan konsep audiens. Merrin menganggap bahwa konsep

audiens yang dipahami pada media studies 1.0 sudah tidak mampu lagi 

menggambarkan ataupun menjelaskan fenomena new media. Tulisan ini mencoba

untuk mendeskripsikan ‘nasib audiens’ di era new media, terkait dengan dua pilihan,

bahwa audiens menurut pemahaman lama sudah tidak hidup lagi. Atau, sebenarnya

audiens masih hidup tetapi mengalami ‘nasib’ yang berbeda.

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa tantangan bagi kajian media. Hal

ini dikarenakan perkembangan tersebut mampu melahirkan bentuk media baru, yang sering

disebut dengan new media. Kehadiran media baru ini membawa perubahan pada proses

produksi, distribusi, dan konsumsi pesan media. Proses yang selama ini dipahami berjalan linear

berubah menjadi lebih kompleks. 

Salah satu poin yang kentara dalam perubahan pola tersebut adalah dikotomi antara sender  dan receiver , yang selama ini dipahami sebagai organisasi media (sender) dan audiens

(receiver). Saat ini, hubungan satu arah antara media dengan audiens menjadi pengertian yang

terlalu sederhana. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi yang memungkinkan

interaktivitas komunikasi antara sender-receiver . Bahkan, pada media interaktif, perbedaan

Page 2: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 2/15

 

2

antara sender-receiver , media-audiens, menjadi sulit untuk dipetakan. Saat ini, setiap orang

mempunyai kesempatan untuk memproduksi pesan atau informasi melalui media. Partisipasi

aktif individu dalam media menjadikan kontrol informasi tidak lagi menjadi hak pemilik media.

Fenomena ini membawa tantangan berat bagi audiens yang selama ini dipahami sebagai

receiver pesan media. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah konsep audiens masih

‘berlaku’ dalam era new media? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tulisan ini mencoba

menyusun argumennya dengan memperhatikan pada dua hal. Pertama, karakter yang melekat

pada audiens. Kedua, relasi antara audiens dengan media yang pada awalnya dipahami sebagai

sender dan receiver .

Langkah pertama adalah dengan memaparkan perkembangan konsep audiens dalam kajian

media. Penelusuran historis menjadi salah satu strategi untuk menjelaskan. Berikutnya, penulis

akan memaparkan mengenai perubahan yang terjadi terhadap audiens terkait dengan

perkembangan teknologi. Dalam pemaparan ini, penulis mencoba untuk mengidentifikasi

penyebab dan bentuk dari perubahan tersebut. Penulis mencoba menggali lebih dalam pada

aspek ekonomi media yang menempatkan audiens sebagai ‘ wageless labour ’ . Sebagai penutup,

penulis memberikan rekomendasi untuk memikirkan ulang mengenai pentingnya perubahan

konsep audiens dalam kajian media. Menurut pemahaman penulis, audiens media masih hiduptetapi mempunyai peran yang berbeda. Bukan hanya sebagai receiver  pasif tetapi justru

menjadi ‘pekerja’ aktif bagi pemilik media.

PERKEMBANGAN KONSEP AUDIENS

Pada awalnya, konsep audiens didefinisikan secara sederhana. “Audience simply refers to the

readers of, viewers of, listenerts to one or other media channel or of this or that of type of 

content or performance” . (Mc Quail, 1997). Untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai

term ‘audience’ , berikut dijelaskan oleh McQuail mengenai perkembangan konsep audiens yang

berjalan beriring dengan perkembangan media.

Audiens muncul pertama kali pada masa Yunani, dimana ada pertunjukkan teater atau

pertunjukan musikal. Beberapa karakter audiens pada masa itu antara lain, (1) penonton atau

Page 3: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 3/15

 

3

pendengar yang terorganisir dan terencana, seperti juga pertunjukkan itu sendiri; (2)

pertunjukkan yang menghadirkan audiens bersifat publik dan popular; (3) sekuler, untuk

membedakan dengan event keagamaan yang juga menghadirkan orang dalam jumlah besar; (4)

voluntary , dimana individu melakukan sesuatu berdasarkan pilihan dan keinginan; (5) spesifik

pada penulis, penampil, atau spektator tertentu; (6) Physical locatedness, dimana kehadiran

audiens maupun performer bersifat fisik dalam ruang dan waktu yang sama.

Pengertian audiens berkembang pada era perkembangan media cetak. Dalam masa ini, audiens

dipahami sebagai pembaca ‘setia’ media cetak tertentu. Dalam konteks ini, audiens terpisah

secara ruang dan waktu dengan produsen media maupun dengan audiens lainnya. Hal yang

menyatukan audiens media cetak adalah preferensi media yang sama. Konsep ini kembali

berkembang seiring dengan kehadiran media elekronik, terutama Film. Kehadiran Film

mengembalikan konsep audiens seperti pada awal kemunculannya, yaitu keterikatan ruang dan

waktu antara audiens dengan performer (dalam hal ini penayangan film). Perkembangan ini

melahirkan konsep ‘mass audience’  yang merujuk pada pengertian penerimaan pesan yang

sama oleh individu dalam jumlah besar. Perbedaan dengan audiens teater adalah, tidak ada

interaksi langsung antara audiens dengan performer, “the main difference from the theater was

that there was no live performance (aside from the musical accompaniment) and the show was

always and everywhere the same”(McQuail, 1997). Selanjutnya, pengertian audiens kembali

bergeser seiring dengan kemunculan media elektronik seperti televisi dan radio. Audiens

dipahami beradasarkan teknologi yang digunakan, dimana audiens didefinisikan sebagai

individu-individu yang mengakses alat resepsi pesan tertentu.

Kemunculan konsep audiens sangat terkait erat dengan perkembangan komunikasi massa,

dimana media (komunikasi massa) tersebut melahirkan apa yang disebut dengan ‘mass

audiences’ . Mosco and Kaye (2000: 33 dikutip oleh Napoli, 2008) ‘the term audience has over 

time become embedded within the literature of mass communication studies’. Wright (1960

dikutip oleh Napoli, 2008) menekankan tiga elemen penting dari komunikasi massa. (1) konten

berskala luas, heterogen, dan mempunyai audiens yang anonim; (2) konten ditransmisikan

Page 4: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 4/15

 

4

secara luas dan mencapai audiens secara serentak; (3) komunikator tergabung dalam

organisasi yang kompleks dan melibatkan biaya besar dalam produksi kontennya.

Terkait dengan karakter media massa tersebut, McQuail membedakan konsep mass dengan

group, crowd , dan  public. Dalam pengertian McQuail, group adalah sekumpulan orang-orang

dimana diantara mereka mengetahui satu sama lain dan berinteraksi dalam konteks sosial

tertentu. Anggota group juga mempunyai kesadaran akan keanggotaan mereka dan

mempunyai sebuah nilai bersama. Struktur dari group relatif jelas dan bertahan dalam jangka

waktu lama. Berbeda dengan group, keanggotaan crowd bersifat temporer dan tidak mengikat.

Komposisinya tidak stabil dan terus berubah. Crowd  disatukan oleh suatu perhatian yang

sifatnya spontan. Sedangkan  public didefinisikan oleh McQuail sebagai kelompok individu yang

identik dengan kepentingan politik tertentu. Mereka berkumpul untuk membahas sebuah isu

publik tertentu, dengan mengutarakan opini, kepentingan, kebijakan, atau tujuan tertentu

untuk membuat suatu perubahan.

Berbeda dengan ketiga definisi tersebut, mass merupakan kumpulan orang yang besar, dimana

keanggotaannya tidak bisa diidentifikasi dengan jelas, dan tidak mempunyai akar atau awal

yang bisa diprediksi. Anggota dalam mass tidak mengenai satu dengan yang lainnya. Namun,

mereka disatukan oleh suatu objek atau kepentingan tertentu yang berada diluar lingkunganatau kontrol dari masing-masing individu. Karakter tersebut mempunyai kesamaan dengan

konsep audiens yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu (1) mencakup jumlah orang yang

besar; (2) tidak saling mengenal satu sama lain; (3) komposisinya mudah berubah dan kurang

dapat diidentifikasi, terdistribusi, dan heterogen; (4) digerakkan oleh suatu norma atau

peraturan tertentu; (5) tidak ada aksi yang sifatnya individual, tetapi terpengaruh oleh kondisi

diluar dari individu itu sendiri.

Hal senada diungkapkan sebelumnya oleh Eliot Freidson (1953 dikutip oleh Napoli, 2008) yang

memetakan 4 poin utama definisi mass audience. (1) heterogen; (2) terdiri dari individu yang

tidak mengenal satu sama lain; (3) anggotanya terpisah secara ruang; (4) tidak mempunyai

pemimpin yang jelas dan pengorganisasian yang relatif longgar.

Page 5: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 5/15

 

5

Selain memahami audiens sebagai mass, McQuail juga memberikan alternatif pemahaman.

Pertama, audiens sebagai mass seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kedua, audiens

sebagai group dimana anonimitas yang dipahami pada pengertian mass dianggap tidak berlaku.

Pemahaman audiens sebagai mass berhadapan dengan beberapa keberatan. Menyebut

audiens sebagai mass mencerminkan depersonalisasi, irrasional, manipulasi, dan penurunan

budaya atau standar moral. Namun, permasalahan ini sebenarnya bukan pada penyebutannya

tetapi pada asumsi yang mendasari dalam melihat audiens. “The real pr oblem was not the

existence of the “masses”, but the tendency to treat people as if they were masses”  (Williams,

1961 dikutip oleh McQuail, 1997 : 7). Keberatan terhadap pengertian audiens sebagai mass 

memunculkan asumsi baru yang meilhat audiens sebagai group. Dalam konteksnya sebagai

group, audiens dianggap tidak sepenuhnya dapat dimanipulasi oleh media. Audiens mempunyaikekuatan untuk memilih dan menyaring pesan yang mereka peroleh dari media. Selain itu,

audiens juga tidak dianggap sepenuhnya anonim, tetapi sebagai sebuah kesatuan yang terikat

dalam konteks sosial psikologis tertentu. Peran opinion leader  dan pengaruh dari lingkungan

menjadi salah satu penghambat pengaruh media secara langsung.

Ketiga, audiens sebagai market, yang lebih mengarah pada kepentingan ekonomi pemilik

media. Hal ini berkembang seiring dengan perkembangan industri media yang mengarah pada

profit. Dengan mekanisme berlangganan maupun dengan sistem penghitungan rating, concern 

kajian audiens mengarah pada media consumption daripada media reception. Pengertian Ketiga

ini akan menjadi salah satu basis pengembangan argumen untuk menjelaskan fenomena

audiens pada era new media.

Selain memahami dari karakter dalam tubuh audiens itu sendiri, audiens dapat dipahami pula

dari hubungan antara sender-receiver . Hal ini terkait kemunculan audiens yang identik dengan

media massa, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika audiens muncul karena adanya

media massa, otomatis pengertian audiens dapat dihubungkan dengan relasi antara audiens

dengan media itu sendiri.

Page 6: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 6/15

 

6

McQuail memaparkan paling tidak ada tiga bentuk relasi antara audiens dengan media.

Pertama, audience as target , yang merujuk pada pengertian bahwa audiens adalah tujuan akhir

dari proses penyampaian pesan. Komunikasi antara media dan audiens berjalan searah.

“The audience cannot easily talk back to the producers and senders of mass media

message. The communicative relationship involve is typically calculative and nonmoral,

with no real commitment or attachment on either side. There is also often a large social 

distance between a more powerful, expert, or prestigeful media source and the audience

member.” (McQuail, 1997)

Kedua, audience as participants. Merujuk pada pengertian Carey (1975 dikutip oleh McQuail),

komunikasi adalah proses sharing dan partisipasi untuk meningkatkan communality  antara

sender-receiver , bukan hanya sekedar berdasarkan pada kepentingan sender . Ketiga, Audience

as spectators, dimana sender tidak mempunyai tendensi spesifik kepada audiens. Sender hanya

bermaksud mendapatkan atensi dari audiens. ”S  pectatorship is temporary but not deeply 

involving. It implies no ‘transfer meaning’ or sharing or deepening of ties between sender and 

receiver”  (Elliott, 1972 dikutip oleh McQuail, 1997 : 42). Model ketiga ini tidak terlalu populer

dalam kajian media.

Ketiga bentuk hubungan antara media dan audiens menunjukkan bahwa audiens tidak dapat

diartikan secara sederhana sebagai receiver  pesan media. Sehingga, konsep audiens masih

mempunyai peluang untuk berkembang dalam era new media. Konsep audiens sebagai

partisipan menjadi salah satu konsep awal yang dapat membantu menjelaskan fenomena

tersebut. Pada pemaparan berikutnya, akan dijelaskan mengenai perubahan audiens dan

kemampuan konsep audiens bermetamorfosis dalam menangkap fenomena terkini.

PERUBAHAN AUDIENS

Berikut ini adalah beberapa dimensi pokok dari Audiens (McQuail, 1997 : 150) yang dapat

menjadi landasan untuk melihat perubahan bentuk audiens di era new media. (1) Degree of 

activity or passivity ; (2) Degree of interactivity and interchangeability ; (3) Size and Duration; (4)

Locadness in space; (5) Group Character (Social/cultural identity); (6) Simultaneity of contact 

with source; (7) Heterogeneity of composition; (8) Social relations between sender and receiver ;

(9) Message vs social/behavioural definition of situation ; (10) Degree of social presence; (11)

Page 7: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 7/15

 

7

Sociability of context of use. Tulisan ini tidak akan membahas dengan detail perubahan yang

terjadi pada kesebelas dimensi tersebut. Penulis akan fokus pada beberapa elemen saja,

terutama pada relasi antara sender dan receiver .

Pada pemaparan ini akan dijelaskan tiga poin penting terkait dengan perubahan audiens.

Pertama, penyebab dan bentuk perubahan yang terjadi. Pemaparan ini untuk memetakan

penyebab primer dan sekuder perubahan yang terjadi pada audiens. Selain itu, akan dijelaskan

pula mengenai bentuk-bentuk perubahan yang terjadi, dimana bentuk perubahan tersebut

berimplikasi pada karakter dan relasi dengan media, yang akan dijelaskan pada poin berikutnya.

Kedua, implikasi pada karakter audiens di era new media terkait dengan relasi antara pemilik

media (yang dipahami sebagai sender ) dan audiens (yang dipahami sebagai receiver ).

Faktor Pendorong

Faktor yang dianggap dominan mendorong perkembangan media adalah teknologi. Teknologi

dianggap menjadi salah satu sumber perubahan. Namun, perubahan tersebut juga didorong

oleh faktor sosial ekonomi. Paling tidak ada dua perubahan seiring dengan perkembangan

teknologi dan kapitalisme global. Pertama, kapasitas dan volume informasi yang semakin

meningkat memberikan lebih banyak pilihan kemungkinan bagi audiens. Kedua, perubahan

yang sifatnya kualitatif, yaitu munculnya fleksibilitas penggunaan media dan kontrol ada di

tangan audiens

Kehadiran new media membawa perubahan pada pemahaman terhadap audiens. McQuail

menyampaikan empat perubahan penting yang mempengaruhi audiens. Pertama,

perkembangan teknologi satelit memungkinkan transmisi pesan yang lebih luas dan lebih

beragam. Hal ini meningkatkan pilihan masyarakat terhadap media. Kedua, perkembangan

teknologi rekaman menggeser time control  dari media kepada audiens. Ketiga,

transnasionalization of television melahirkan worldwide audiences. Keempat, interaktivitas

yang ditawarkan oleh computer based system memungkinkan pengguna media melakukan

kontrol terhadap lingkungan informasi. Teknologi ini dianggap mampu menyeimbangkan peran

Page 8: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 8/15

 

8

receiver  dan sender  dalam kontrol pesan. Selain itu, kehadiran teknologi baru ini melahirkan

audiens yang terfragmentasi.

Sonia Livingstone (1999) memaparkan beberapa hal baru yang ditawarkan oleh new media

terkait dengan audiens. Pertama, multiplication of personally owned media. Kecenderungan ini

lebih mengarah pada perubahan sosial dibandingkan dengan perubahan teknologi. Kedua,

diversifikasi bentuk dan konten media. Ketiga, convergence forms of information service.

Keempat, interactive communication 

Berikut ini beberapa bentuk relasi antara media dengan audiens dalam era new media

(McQuail, 1997).

Tabel 1.Bentuk relasi antara media dengan audiens

Control Of Information Store

Control of time and

subject

Central Individual

Central ALLOCUTION REGISTRATION

Individual CONSULTATION CONVERSATION

Pertama, Allocution adalah bentuk relasi seperti pada traditional media, dimana kontrol ada di

tangan sender . Model ini mempunyai karakter terbatasnya kemungkinan ‘feedback’  dan

komunikasi antara sender-receiver . Komunikasi berjalan satu arah (one-way communication) 

Kedua, Consultation,individu mempunyai kesempatan untuk memilih pesan yang sesuai dengan

kepentingan dan kenyamanan. Hanya saja, pilihan tersebut terbatas pada pilihan yang

disediakan oleh sender . Secara umum model consultation membebaskan individu untuk

membuat ‘menu informasi’nya sendiri, sehingga dengan demikian sulit untuk membentuk

sebuah shared experiences dari audiens.

Ketiga,  Conversation, dapat terjadi pada computer based interactive system, dimana peran

sender-receiver  sulit untuk dibedakan. Model ini memungkinkan keterlibatan dan ‘feedback’  

Page 9: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 9/15

 

9

dalam skala yang luas. Dalam pengertian ini, McQuail mengatakan “these are not really 

audiences, but they  are sets of media users”  (1997 : 39). Model ini merupakan model yang

paling tepat untuk menggambarkan kecenderungan terkini.

Keempat , Registration, individu mempunyai kontrol dalam information storage, namun tetap

ada di bawah pengawasan dan kontrol dari sender . Penggunaan ‘ people meter’ menjadi salah

satu contoh model ini. Model ini memungkinan membentuk  private audiences dan  private

exchange dalam akses informasi.

Kehadiran new media juga secara signifikan membawa perubahan pola produksi, distribusi,

maupun konsumsi pesan. Lebih jauh lagi, kehadiran teknologi baru ini dianggap ‘mengancam’

eksistensi dari media massa, yang berpengaruh pada eksistensi audiens.  “The concept of mass

medium is equally threatened, because no one will be obliged to accept the same package of 

information at the same time as anyone else”  (McQuail, 1997). Seperti telah disinggung

sebelumnya bahwa kemunculan audiens sangat erat kaitannya dengan perkembangan media

massa. Sehingga, ketika media massa menghadapi krisis, otomatis pengertian audiens juga ada

di ‘persimpangan jalan’. “without a mass medium there is no single, collective, audience – only 

chance similiarities of patterns of media use” ( McQuail, 1997)

Akibat lain yang dimunculkan oleh new media terhadap media massa adalah berkurangnya

peran institutional communicator dalam kontrol informasi. Napoli (2008) menyebutnya dengan

‘de-institutionalization of mass communication’  (Napoli, 2008). Fenomena ini disebabkan

semakin terbuka lebar kesempatan bagi setiap individu untuk membentuk medianya sendiri

dan memproduksi pesannya sendiri. Sehingga, peran organisasi media semakin terpinggirkan,

meskipun belum berarti hilang. Eksistensinya tetap bertahan di tengah masyarakat. Hanya saja,

tidak lagi dapat mendominasi informasi yang mengalir dalam masyarakat. “the traditional 

institutional communicator is now of marginal relevance to the concept of mass

communication, only that it has no status of exclusivity within the concept”. (Napoli, 2008)

Ada tiga komponen penting yang mendorong evolusi audiens terjadi (Philip M. Napoli, 2008).

Pertama, transformasi dinamika konsumsi media. Meningkatnya fragmentasi dalam lingkungan

media meningkatkan otonomi audiens dalam berinteraksi dengan media. Kedua, perubahan

Page 10: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 10/15

 

10

sistem informasi audiens (audience information systems) yang merujuk pada mekanisme

perolehan informasi yang mempengaruhi perilaku audiens. “The changing nature of audience

information systems provides important new inputs into how media organizations can

conceptualize (and monetize) their audience  “(Anand & Peterson, 2000 dikutip oleh Napoli,

2008). Ketiga, Resistensi dan Negosiasi Stakeholder dalam merespon perubahan audiens.

Dalam hal ini, ada upaya dari para pihak berkepentingan untuk memanfaatkan kecenderungan

audiens new media sebagai ‘alat’ meningkatkan keuntungan. Hal ini memperkuat pandangan

audiences as a market . Untuk poin ketiga ini akan dijelaskan lebih lanjut pada sub judul

berikutnya.

Karakter New Media Audiences 

Perubahan-perubahan yang terjadi terkait dengan media baru, membawa perubahan pada

karakter audiens, terkait dengan relasi antara media dengan audiens. Pada awalnya, relasi

antara media dengan audiens adalah relasi antara sender dan receiver . Media berperan sebagai

produsen yang mentrasmisikan pesan kepada audiens. Dalam konteks ini, audiens bersifat pasif 

menerima pesan yang dikirimkan oleh media. Terkait dengan kategori yang diberikan oleh

McQuail (1997), audiens berperan sebagai target. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan

teknologi yang tidak memungkinkan adanya komunikasi langsung antara sender  dan receiver .

Komunikasi hanya berjalan satu arah saja. Namun, perkembangan teknologi mampu

mengalahkan keterbatasan tersebut. Pada era digital, beriring perkembangan computer based 

system, bentuk media interaktif mulai berkembang. Hal ini memungkinkan audiens mempunyai

kesempatan memberikan  feedback kepada sender  (media). Audiens berperan bukan sekedar

menjadi target tetapi juga partisipan. Bahkan, saat ini, peran audiens sebagai partisipan

semakin menguat. Kehadiran new media memungkinkan setiap orang menjadi produsen pesan

yang dapat disebarkan dalam skala luas. McQuail (1997) memberi gambaran perubahan

tersebut,

“the typical audience role can cease to be that of passive listeners, consumer, receiver,

or target. Instead, it will encompass any of following : seeker, consultant, browser,

respondent, interlucor, conversationalist”. 

Page 11: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 11/15

 

11

Perkembangan tersebut membuat relasi antara media dan audiens tidak hanya sekedar sender -

receiver . “Mass communication is now a much more egalitarian process, in which the masses

can now communicate to the masses”  (Fonio, et al., 2007 dikutip oleh Napoli, 2008). Bentuk

komunikasi conversation (lihat tabel 1) mendominasi dalam new media.

Berikut ini adalah tahapan perkembangan fragmentasi audiens untuk menunjukkan tingkat

kontrol audiens terhadap informasi (lihat figur 1). Pada model pertama  (Unitary Model),

audiens terikat dan tergantung pada sumber informasi tertentu. Dalam tahapan ini, media

mempunyai kontrol informasi yang lebih besar terhadap audiens. Karakter audiens bersifat

homogen, sehingga pesan yang disampaikan juga bersifat homogen. Tahapan kedua, Pluralism

Model  menunjukkan mulai ada keragaman audiens, tetapi masih dalam kontrol sumber yang

sama. Tahapan ketiga, core peryferi model  menunjukkan mulai berkurangnya kontrol sumber

terhadap audiens. Dalam tahapan ini, audiens mulai mempunyai power untuk mencari

alternatif sumber yang lain. Dan karakter ini semakin lama semakin menguat dengan kehadiran

media baru, yang melahirkan fragmentasi audiens. Dalam tahapan keempat ini, audiens sudah

tidak dapat dikontrol oleh sumber karena mempunyai banyak alternatif sumber, bahkan

mampu menjadi sumber itu sendiri.

Figure 1.Empat Tahapan Fragmentasi Audiens

Unitary Model

Pluralism Model

(Diversity in unity)

Core-Perifery model

(Unity in diversity) Fragmentation

Page 12: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 12/15

 

12

 AUDIENCES AS MARKET 

Perkembangan konsep audiens akibat dari perkembangan media membawa beberapa

konsekuensi menarik. Telah banyak disinggung sebelumnya, audiens tidak bisa lagi dipahami

sebagai receiver , tetapi lebih pada perannya sebagai partisipan. Namun, kecenderungan ini

dilihat oleh penulis tidak sepenuhnya berdampak positif pada audiens. Derajat interaktivitas

yang lebih tinggi dalam media baru dianggap mempunyai peluang untuk menyeimbangkan

kekuasaan audiens dengan media, yang selama ini berperan sebagai pengontrol. Partisipasi

aktif dari audiens dianggap sebagai ‘kejayaan’ baru bagi individu-individu yang selama ini hanya

bertindak sebagai audiens pasif saja. Hanya saja, ada beberapa hal lain yang membuat

optimisme itu menjadi kabur.

Napoli (2008) dalam artikel berjudul Revisiting Mass Communivation and The “Work” of the

 Audience in the New Media Environment mengkaitkan perkembangan audiens pada era new 

media yang sebenarnya tidak terlepas dari kepentingan bisnis para pemilik media. Napoli

(2008) memberikan istilah ‘prosumers’ and ‘produsage’ untuk menunjukkan keaktifan audiens

dalam memproduksi pesan. Dalam jurnalnya, Napoli berpendapat bahwa pesan tersebut adalah

bagian dari komoditas. Lebih lanjut, Napoli menjelaskan,

“the mass audience not only as receivers of messages, but also as senders, and when wealso look at how the place of the audience as mass communicators is now being

integrated into our media system, we are confronted with the issue of the ‘work’ that the

audience engages in in the new media environment” (Napoli, 2008). 

Model ‘user generated content’  misalnya, dimana audiens diberi kebebasan untuk

memproduksi informasi di dalamnya, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menarik para

pengiklan yang mengincar para konsumen online. “The audience engaging in ‘watching as

wor king’ merits extension in an environment of interactive media and user -generated content ”

(Philip M. Napoli, 2008). Selain itu, para marketer mempunyai kepentingan memanfaatkan

network yang terbentuk di dalamnya untuk mempromosikan produk secara gratis, salah

satunya dengan mengandalkan teknik ‘word of mouth’ . Dalam artikelnya, Napoli menyatakan

bahwa saat ini audiens tidak hanya sekedar menonton tetapi juga ‘bekerja’. Dallas Smythe

Page 13: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 13/15

 

13

(1977 dikembangkan oleh Napoli 2008) dalam tulisannya memaparkan, “they work to create

the demand for advertised goods which is the purpose of the monopoly capitalist advertisers”. 

Pandangan tersebut didasari paling tidak oleh dua alasan berikut. Pertama, lingkungan new 

media memberdayakan audiens untuk berperan sebagai receiver  sekaligus sender  dalam

komunikasi massa, dimana kerja kreatif dari audiens tersebut mempunyai nilai ekonomi yang

dapat dijadikan sumber penghasilan bagi organisasi media. Kedua, bukan hanya peran audiens

sebagai kontributor pesan media yang dapat menghasilkan keuntungan, tetapi juga ‘kerelaan’

dari audiens untuk berkeja sebagai   freelance marketer yang mendukung kinerja penyedia

konten. Teknik ‘word of mouth’  alias ‘ getok tular ’ menjadi salah satu strategi yang jitu dalam

pemasaran masa kini. Dalam hal ini, audiens berperan sebagai ’ wageless labour ’. 

Menurut Napoli (2008) kecenderungan baru ini disebabkan oleh dua hal yang saling terkait,

yaitu perkembangan teknologi dan kapitalisme global. Revolusi komunikasi bukan hanya

sekedar perubahan pada bagaimana pesan didistribusikan atau perubahan distribusi perhatian

audiens karena adanya fragmentasi, diferensiasi, dan spesialiasi. McQuail (1997) memberikan

penekanan bahwa poin utamanya adalah perubahan argumen yang menjatuhkan konsep mass

audience, yang benar-benar terjadi di abad ini. Bandini (1995 dikutip oleh McQuail,1997 : 129-

30) mengungkapkan bahwa kehadiran audiens itu sendiri adalah bentukan dari penemu-

penemu teknologi.

Perkembangan terknologi tersebut bertemu dengan faktor penyebab kedua, social and 

economic forces. Kapitalisme global menguatkan asumsi audiences as market . Audiens

dimengerti sebagai pengguna dan pembeli teknologi. Dalam konteks ini, ada dua hal

paradoksial yang terjadi bersamaan, tetapi tetap mengarah pada perolehan keuntungan media.

“On the one hand, they encourage the growth of even larger audiences as a result of 

media concentration and because large audiences are good for cash flow and certain

kinds of advertising. On the other hand, they create many new specialized audiences

willing to pay high prices for new media products and channels.”  

Page 14: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 14/15

 

14

PENUTUP

Jika pertanyaannya adalah apakah audiens masih hidup? Jawabannya adalah iya, audiens masih

hidup. Hanya saja mengalami nasib yang berbeda dengan ‘kawan’ lamanya. Dalam

perkembangan new media, pengertian audiens tidak bisa lagi berlandaskan dikotomi antara

sender-receiver , karena pengertian tersebut sangat terbatas. Jika pengertian tersebut

dipertahankan, maka audiens dapat benar-benar mati suatu saat nanti. Namun, kenyataannya

adalah audiens bermetamorfosis menjadi bentuk yang baru, bahkan mungkin tetap bertahan

dengan konsep yang lama, dengan tampilan yang baru.

Dengan pemaparan diatas, penulis lebih memilih untuk mendefinisikan audiens berlandaskan

dikotomi antara pemilik media dan media user . Dikotomi ini akan mempermudah pemetaan

pada era user-generated content  yang sebenarnya berinduk pada media tertentu, dimana

media tersebut dimiliki oleh pihak tertentu. Dengan dikotomi semacam ini, kita tidak perlu lagi

menghiraukan siapa produsen pesan, dan siapa penerima pesan. Audiens dan pemilik media

sama-sama bisa menjalankan peran tersebut. Dengan dikotomi antara media dan media user ,

akan lebih kentara siapa yang berdiri sebagai media dan siapa yang berdiri sebagai audiens,

yaitu individu-individu yang memanfaatkan media tertentu untuk medium berkomunikasi dan

sharing informasi.

Poin kedua dari tulisan ini adalah, bahwa ada konsep audiens yang masih bertahan hingga era

new media. Konsep yang tak lekang oleh waktu, seperti juga praktik kapitalisme yang semakin

lama semakin menguat. Pandangan McQuail yang melihat audiens sebagai market tetap

relevan digunakan hingga saat ini. Pada awalnya, audiens ‘dipekerjakan’ dengan membayar

langganan atau dijual kepada pengiklan. Saat ini, trennya bergeser. Audiens tidak hanya

sekedar dijual ataupun membayar tetapi ‘dipekerjakan’ tanpa mendapat bayaran. Audiens

berperan sebagai produsen maupun konsumen, dimana hasil produksi dan praktik konsumsi

tersebut dijadikan komoditas bagi para pemilik media.

Page 15: UAS Audience 2.0

5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 15/15

 

15

DAFTAR REFERENSI

BUKU

McQuail, Denis. 1997. Audience Analysis . London : Sage Publication.

JURNAL/ARTIKEL/WEBSITE

Livingstone, Sonia. 1999. New Media New Audiences?. 

http://www.sagepub.co.uk/journal.aspx?pid=105720. Diunduh tanggal 1 Juli 2011.

Merrin, William. 2009. Media Studies 2.0 : Upgrading and Open-sourcing the discipline.

http://www.atypon-link.com/INT/doi/abs/10.1386/iscc.1.1.17_1. Diunduh tanggal 1 Juli

2011.

Napoli, Philip M.. 2008. Revisiting Mass Communication and The Work of The Audience in The

New Media Environment .

http://www.fordham.edu/images/undergraduate/communications/revisiting%20mass%

20communication.pdf. Diunduh tanggal 1 Juli 2011.

Napoli, Philip M.. 2008. Toward A Model of Audience Evolution : New Technologies and The

Transformation of Media Audiences. 

http://www.fordham.edu/images/undergraduate/communications/audience%20evoluti

on.pdf. Diunduh tanggal 1 Juli 2011.