Tutorial KEP
-
Upload
anisah-noviariyanti -
Category
Documents
-
view
15 -
download
1
description
Transcript of Tutorial KEP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa
mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi
kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat
ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Selain gizi kurang, secara
bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang
semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kata lain saat ini Indonesia tengah
menghadapi masalah gizi ganda. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada
tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain
itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya
pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.2
Investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM karena
akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Investasi gizi juga berperan penting
untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan
SDM.2
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan
kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak
13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak
memiliki kategori sangat pendek. 1
Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut
WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh
karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang
ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi
buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk
dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi
dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat
Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa
komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.4
1
B. Pengertian dan Dasar Diagnosis KEP
Kurang Energi Protein atau Kurang Kalori Protein adalah keadaan kurang gizi pada
anak yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan protein. Balita usia 6-59 bulan
merupaka golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah
masalah kurang energi protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia.4
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP diklasifikasikan
menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi
kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan
dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis, didapatkan juga kelainan
biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu
kwarshiorkor, marasmus, dan marasmus-kwarshiorkor, walaupun demikian,
penatalaksanaannya tetap sama.3
Klasifikasi KEP
1. KEP ringan / gizi kurang adalah bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda
sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema,
nafsu makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang
dan perlu diberikan PMT Pemulihan.4
Pada pemeriksaan fisik KEP ringan biasanya ditemukan gangguan pertumbuhan,
anemia ringan, dan berkurangnya aktivitas dan konsentrasi.3
2. KEP berat / gizi buruk tanpa komplikasi adalah bila dalam pemeriksaan pada anak
didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada
kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5
cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi
buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan.3
3. KEP berat / gizi buruk dengan komplikasi adalah bila hasil pemeriksaan anak
ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada seluruh
tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan
disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia,
pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan
kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu
penanganan secara rawat inap.3
Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan: 3
a. Kwashiorkor
2
- Perubahan mental sampai apatis
- Anemia
- Edema simetris, terutama pada kedua punggung kaki (dorsum pedis), dapat
sampai seluruh tubuh
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Gangguan sistem gastrointestinal
b. Marasmus:
- Wajah seperti orang tua
- Perubahan mental, cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
- Kadang-kadang disertai bradikardi
c. Marasmik-Kwashiorkor:
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor
dan Marasmus
- terlihat sangat kurus
- Edema nutrisional, simetris
- BB/TB < -3 SD
- Lingkar lengan atas < 11,5 cm
Patofisiologi 5
1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat
KEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi dalam waktu
yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya umur, infeksi, status
nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan.
Pada keadaan puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang mempunyai
tujuan untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi energi dari
3
makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya aktivitas,
pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu akan terjadi
penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh terutama di ekstaselular.
Hormon cortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress. Sekresi insulin akan
menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer. Aktivitas insulin-growth faktor 1
serta efektor metabolik pertumbuhan yang mempengaruhi hormon pertumbuhan juga
berkurang. Efek keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak,
degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang
berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan
penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump.
2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein
Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga enzim
yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga terjadi proses
pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan memberikan asam
amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di dalam hepar, terdapat
pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis albumin, transferrin dan
apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein lain akan dijaga.
3. Perubahan Elektrolit
Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi
peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan total
potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit lain juga
akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium.
Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan dengan
tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan
dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan
kematian mendadak (sudden death).
4. Interaksi dengan Infeksi
Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan protein
yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan mikroba lain.
Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging unggas, ikan,
susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak
dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk
menjaga infeksi.
4
Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi protein
fase akut. Produksi protein fase akut dan perubahan metabolik pada infeksi diperantarai
oleh sitokin, lipid-derived factor termasuk prostaglandin, leukotrien, dan platelet
aktivating factor. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga
meningkat seperti glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin. Sebagai tambahan bahwa
perubahan efek metabolisme terhadap infeksi sesuai dengan status nutrisinya.
5. Sitokin
Sintesin sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain. Sitokin berperan
dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada kanker.
Pada anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi dan
menumpulnya respon febrile.
6. Protein Fase Akut
Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein tersebut adalah
di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada anak malnutrisi berat
akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti albumin, prealbumin, fibronektin
dan retinol binding protein. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya sistesis
protein dalam hepar.
7. Kwashiorkor
Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang terjadi adalah
akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa
kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan protein dan edema tidak tergantung dari
albumin.
8. Perubahan Organ dan Sistem
PEMERIKSAAN PENUNJANG 3, 4, 5
Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus Darah Tepi,
Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL, Trigliserida, Fe, TIBC,
Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin, Indeks Protrombin dan Biakan
Urin : Kultur, Urea N, Hidroksiprolin
Apus Rektal
Tes mantoux
Radiologi (dada, AP, Lateral)
EKG
Ciri-ciri biokimia dan histopatologis dari KEP berat
5
Penemuan biokimia umum sebagai berikut :
1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang pada KEP
edematus, dan normal atau rendah pada marasmus.
2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor daripada
marasmus.
3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada kwashiorkor dan
biasanya normal pada marasmus.
4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor.
5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih.
6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen rendah.
Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat, meskipun
mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit.
Penelitian histopatologis menunjukkan atrofi nonspesifik, terutama pada jaringan
dengan angka turnover sel yang besar seperti mukosa usus, sumsum tulang merah, dan epitel
testikular, sedangkan pada vili usus dan enterosit kehilangan penampakan columnarnya.
Perubahan kulit terdiri atas atrofi dermal, ekimosis, ulserasi, dan deskuamasi hiperkeratosis,
terlihat pada daerah yang iritasi. Hepar pada kwashiorkor besar dengan infiltrasi lemak;
lemak periportal terlihat pertama dan berlanjut sejalan dengan meningkatnya kehebatan
penyakit.
ALUR PEMERIKSAAN DAN PENEMUAN KASUS
Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk menentukan
langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk
berdasarkan kategori yang telah ditentukan :
1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak
di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan
jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat,
media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif
(operasi timbang anak).
2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang
berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari
posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis,
semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia
6
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak
diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau
makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak
sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB
atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan
baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan
penanganan secara rawat jalan.
4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat
kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm
(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi
medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,
demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk
dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.
5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -
3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada
komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT
Pemulihan.
6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki),
dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat
jalan.
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan
anak dengan pemberian PMT pemulihan.
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT
pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat
badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu
makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.
Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat pada bagan
berikut :
7
LANGKAH PELAKSANAAN
A. PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK
Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
8
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase
transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor,
Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI
BURUK
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP
berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika
anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair
2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air
9
gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan
glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten.
2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini
anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa
lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga
agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan
lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai
menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak
pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal
dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh
kembali pada keadaan hipothermia.
Tidak dibenarkan
penghangatan anak dengan menggunakan
botol berisi air panas
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan
dehidrasi adalah :
Ada riwayat diare sebelumnya
Anak sangat kehausan
Mata cekung
Nadi lemah
Tangan dan kaki teraba dingin
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
10
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali
tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral
dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan
sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4).
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan
NaCL dengan perbandingan 1:1.
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya :
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan
keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Berikan :
- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP
bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn,
Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak
Contoh bahan makanan sumber mineral
11
JANGAN OBATI EDEMA DENGAN PEMBERIAN DIURETIKA
Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam
Sumber Cuprum : daging, hati.
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat, bayam, daging
tanpa lemak.
5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh
karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik
spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
12
7
7
7
O
7
7
7
77
7
KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya
UMUR
ATAU
BERAT
BADAN
KOTRIMOKSASOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 kali sehari selama 5 hari
AMOKSISILI
N
Beri 3 kali
sehari
untuk 5
hari
Tablet
dewasa
80 mg trimeto
prim + 400
mg
sulfametok
sazol
Tablet Anak
20 mg trimeto
prim + 100 mg
sulfametok
sazol
Sirup/5ml
40 mg trimeto
prim + 200 mg
sulfametok
sazol
Sirup
125 mg
per 5 ml
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12
bulan
(6 - < 10 Kg)
½ 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml
Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan
Catatan :
Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit
infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi
lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah
Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang
dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan
metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera
rujuk ke rumah sakit
13
6. mulai pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
a) Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma
basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai
prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu
lemah berikan dengan sendok/pipet
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian
formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½
dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik
( dibutuhkan ketrampilan petugas )
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
14
BILA DIARE BERLANJUT ATAU MEMBURUKANAK SEGERA DIRUJUK KE RUMAH SAKIT
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan
pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema ,
mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
b) Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100
ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi
1. frekwensi nafas
2. frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25
kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume
15
pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti
di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan
sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
16
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75 FORMULA WHO
100 ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)
MAKANAN KELUARGA
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe).
Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada
minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan
infeksinya.
Berikan setiap hari :
Tambahan multivitamin lain
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau
sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
UMUR
DAN
BERAT BADAN
TABLET BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg +
0,25 mg Asam Folat
Berikan 3 kali sehari
SIRUP BESI
Sulfas ferosus 150 ml
Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan
(7 - < 10 Kg)
¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5
tahun
½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis
tunggal sebagai berikut :
17
UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT
(125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A
9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)
10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di
rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah
setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan
aktifitas bermain.
18
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5)
dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI )
sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA GIZI BURUK
Malnutrisi energi protein menghasilkan berbagai perubahan dalam tubuh termasuk
profil hematologi. Penelitian di Nigeria tahun 2012 menyimpulkan bahwa profil hematologi
anak manutrisi energi dan protein berbeda dengan anak normal. Jumlah sel darah merah yang
rendah menyebabkan anemia normokromik normositik, mikrositik hipokromik, atau
makrositik. Anemia terkait malnutrisi disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : defisiensi
zat besi, dan atau penurunan produksi sel darah merah karena adapsi massa otot tubuh yang
mengecil, defisiensi eritopoietin, defisiensi vitamin (asam folat, B12), atau mineral mikro
(Cu, Zn), infeksi dan penyakit kronis (Saka et al, 2012).
Perubahan sel darah merah dapat berkaitan dengan adaptasi dari kebutuhan
metabolisme oksigen yang lebih rendah dan penurunan massa otot tubuh. Perubahan tersebut
juga berpengaruh pada perubahan volume plasma sesuai dengan air pada intraseluler dalam
tubuh. Sebuah konsekuensi dari perubahan level hematrokit dan hemoglobin ketika
penurunan keduanya dalam cairan intraseluler yang merupakan tanggung jawab yang terlihat
pada MCHC (Saka et al, 2012).
Anemia pada malnutrisi berat biasanya bersifat normokromik dan tidak disertai oleh
retikulositosis meskipun cadangan Fe cukup adekuat. Penyebab anemia pada anak yang
asupan proteinnya tidak adekuat adalah karena menurunnya sintesis eritopoeietin, sedang
apabila tidak mengasup protein sama sekali karena timbul stem cell pada sumsum tulang
belakang yang tidak berkembang, dan juga penurunan produksi eritopoeietin. Anemia zat gizi
19
Fe ditandai dengan Hb rendah (hipokromia) dan sel darah merah kecil (mikrositosis),
menurunnya MCV (Mean Corpuscular Hemoglobin), MCH (Mean Corpuscular
Concentration), dan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration). Anemia zat gizi
asam folat dan B12 berkaitan dengan membesarnya sel darah merah atau meningkatnya
MCV, MCH, namun MCHC normal. Anemia secar umum dapat menyebabkan gejala klinis
seperti pucat, mudah lelah, takikardia, sesak napas, yang akan mempengaruhi produktifitas.
Bagian tubuh yang terlihat pucat antara lain : telapak tangan, kuku, konjungtiva palpebral.
Anemia berat dapat menyebabkan hipoksia (Arisman, 2009 dan Supariasa, 2012).
Anemia gizi berkaitan dengan kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan
Hb, baik karena kekurangan asupan atau gangguan adsorbsi. Fe dan protein berfungsi untuk
pembentukan Hb, vitamin B6 (piridoksin) sebagai katalisator sintesis hem di dalam molekul
Hb, vitamin C mempengaruhi adsorbsi dan pelepasan besi dan transferrin ke dalam jaringan
tubuh, asam folat sebagai pembawa carbon dalam pembentukan hem, untuk pembentukan sel
darah merah dalam sumsum tulang belakang dan untuk pendewasaannya, vitamin B12 untuk
mengubah folat menjadi bentuk aktif, Zn sebagai pembentuk enzim dalam metabolisme,
sintesis DNA dan RNA, serta vitamin E yang mempengaruhi stabilitas membran sel darah
merah (Almatsier, 2002).
Pada penatalaksanaan anak gizi buruk, diberikan suplementasi zat gizi pada hari
pertama fase stabilisasi hingga fase rehabilitasi. Suplementasi ditujukan tidak hanya untuk
memperbaiki anemia, namun juga untuk meningkatkan status imunitas dan fungsi fisiologis
tubuh lainnya. Akan tetapi, hanya suplementasi Fe yang tidak diberikan pada fase stabilisasi
dan transisi. Fe diberikan pada fase rehabilitasi ketika berat badan bayi atau anak sudah mulai
naik, atau penyakit infeksi sudah mulai membaik. Hal tersebut berkaitan dengan efek
suplementasi Fe yang akan memperburuk tingkat infeksi (WHO, 2013).
Fe berfungsi sebagai nutrisi yang penting dalam metabolisme manusia dan mikroorganisme
baik pathogen, bakteri, jamur, dan protozoa untuk pertumbuhan dan poliferasi sel. Sebagai
strategi pertahanan, host atau penderita infeksi telah mengembangkan mekanisme untuk
mengurangi ketersediaan Fe yang dapat digunakan untuk perkembangbiakan pathogen.
Pergantian terapi ditujukan untuk mempertahankan oksigenasi sistemik yang memadai dan
meningkatkan eritopoiesis. Selain fungsi untuk transportasi oksigen dan jalur metabolic, Fe
memainkan peran penting dalam fungsi kekebalan tubuh manusia dengan meningkatkan
aktivasi limfosit dan proliferasi sel. Namun apabila kelebihan Fe, dapat melemahkan efek
20
tersebut dan menghambat neutrophil fagositosis dan proliferasi (Cherayil, 2011).
Homeostasis Fe dijaga melalui regulasi adsorbsi pada usus duabelas jari dan perombakan
cadangan Fe. Dalam konsisi normal, Fe tidak tersedia secara langsung untuk digunakan oleh
host agar tidak digunakan oleh pathogen. Sekitar 75% dari Fe host terdapat di Hb eritrosit,
dan sisanya disimpan dalam intraseluler sebgai ferritin atau terikat pada protein ekstraseluler
seperti transferrin (Cherayil, 2011).
Infeksi dan inflamasi mengubah homeostasis Fe melalui mekanisme imun yang akan
membatasi suplai Fe yang tersedia. Sitokin merangsang hepcidin protein fase akut untuk
menekan penyerapan Fe, yang disertai peningkatan cadangan Fe pada retikuloendotelial.
Strategi ini berfungsi sebagai pertahanan yang efektif terhadap pathogen, dan suplementasi
Fe selama infeksi akan menghalangi strategi pelindung tersebut (Cherayil, 2011).
Oleh karena itu suplementasi Fe diberikan pada fase rehabilitasi. Perlu koordinasi dengan
tenaga medis lain mengenai suplementasi Fe. Penatalaksanaan dietetic adalah memberikan
asupan makanan dan minuman sesuai dengan kebutuhan gizi dan kondisi bayi dan anak gizi
malnutrisi. Pemberian makanan pada fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi menggunakan
formula F75, F100, F135 yang mengandung mineral mix sebagai tambahan sumber asupan
mikronutrien. Kandungan formula tersebut tidak mengandung Fe. Saat memasuki fase
rehabilitasi, bayi >6bulan – 2 tahun telah mendapat makanan tambahan ASI (MPASI) dan >2
tahun telah mengonsumsi makanan lokal sehingga pemilihan bahan makanan sangat
diperhatikan untuk mencukupi makro dan mikronutrien yang dibutuhkan untuk tumbuh kejar
dan memperbaiki kondisi medis termasuk anemia (Kemenkes, 2011).
Pemberian makanan untuk mengatasi dan menghindari anemia zat gizi Fe adalah dengan
mengonsumsi bahan makanan sumber Fe terutama Fe heme karena nilai bioavailbilitasnya
lebih tinggi dari pada Fe non heme, mengonsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan
adsorbsi Fe, serta menghindari mengonsumsi bahan makanan yang dapat mengahambat
penyerapan Fe bersamaan dengan sumber Fe. Bahan makanan sumber Fe heme berasal dari
hewani seperti daging, hati, susu, telur, ikan, sedang sumber non heme berasal dari nabati dan
tumbuhan seperti sayuran hijau (bayam, sawi, kangkung, daun papaya, daun ketela), kentang,
umbi, gandum. Zat gizi yang dapat mempercepat adsorbsi Fe adalah vitamin C yang
terkandung dalam buah dan sayur serta mencukupi kebutuhan protein. Zat gizi yang dapat
mengahambat penyerapan Fe adalah asam fitat atau asam oksalat (daun ketela pohon dan
beberapa di sayuran), polifenol seperti tannin serta cafein (teh, kopi). Bahan makanan sumber
Fe juga mengandung zat gizi lain seperti asam folat, vitamin B6, B12, Zn. Guna mencukupi
21
kebutuhan mikronutrien lainnya, perlu mengonsumsi bahan makanan yang bervariasi dan
seimbang (Almatsier, 2002; Arisman, 2009).
Salah satu intervensi untuk menangani defisiensi zat gizi mikro adalah dengan
pemberian fortifikasi. Fortifikasi makanan dengan mikronutrien bubuk yang dilakukan di
rumah merupakan intervensi yang efektif dalam menurunkan prevalensi anemia dan
defisiensi Fe pada anak usia 6 – 23 bulan. Pemberian fortifikasi mikronutrien bubuk yang
dilakukan di rumah dapat menurunkan anemia hingga 31% dan defisiensi Fe 51% pada balita
di Nigeria (De-Regil et al, 2013). Pelaksanaan program intervensi tersebut merupakan hal
kompleks yang dapat berdiri sendiri, atau pun merupakan bagian atau berdampingan dengan
program gizi atau kesehatan yang lain baik yang berhubungan dengan gizi maupun tidak,
seperti program cuci tangan, atau program di sekolah (Pena-Rosas et al, 2012).
Intervensi lain yang dapat dicoba adalah pemberian susu dengan prebiotik. Penelitian di
Indonesia tahun 2013 memberikan intervensi susu dengan probiotik Lactobacillus reuteri dan
Lactobacillus casei pada anak usia 1 – 6 tahun. Probiotik dapat meningkatkan resistensi
saluran intestinal terhadap infeksi dan meningkatkan penyerapan zat gizi seperti Ca, Fe, dan
Zn. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa intervensi susu dengan probiotik
Lactobacillus reuteri secara signifikan meningkatkan berat badan, merubah z-score BB/U dan
BB per bulan, tinggi badan, dan kecepatan pertumbuhan. Sedang intervensi susu dan
probiotik Lactobacillus casei secara signifikan dapat meningkatkan kecepatan penambahan
berat badan per bulan. Intervensi probiotik (apapun jenisnya) dan susu skim (tinggi kalsium)
regular tidak mempengaruhi peningkatan status Fe dan Zn (Agustina et al, 2013).
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2010.
Kementerian Kesehatan RI. 2010.
2. Badan Perencanaan Pembanguanan Nasional Rencana Aksi Nasional Pangan dan
Gizi 2006-2010. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007.
3. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. 2010
4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Bina Gizi dan
KIA. 2011.
5. Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed.
Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
23
24