Tutorial KEP

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Selain gizi kurang, secara bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kata lain saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah gizi ganda. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi. 2 Investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM karena akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Investasi gizi juga berperan penting untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan SDM. 2 Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. 1

description

jwkjkq

Transcript of Tutorial KEP

Page 1: Tutorial KEP

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa

mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi

kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat

ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Selain gizi kurang, secara

bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang

semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kata lain saat ini Indonesia tengah

menghadapi masalah gizi ganda. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada

tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain

itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya

pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.2

Investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM karena

akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Investasi gizi juga berperan penting

untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan

SDM.2

Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan

kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak

13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama

menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak

memiliki kategori sangat pendek. 1

Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut

WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh

karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah

dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang

ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi

buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk

dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi

dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat

Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa

komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.4

1

Page 2: Tutorial KEP

B. Pengertian dan Dasar Diagnosis KEP

Kurang Energi Protein atau Kurang Kalori Protein adalah keadaan kurang gizi pada

anak yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan protein. Balita usia 6-59 bulan

merupaka golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah

masalah kurang energi protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia.4

Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP diklasifikasikan

menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi

kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan

dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis, didapatkan juga kelainan

biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu

kwarshiorkor, marasmus, dan marasmus-kwarshiorkor, walaupun demikian,

penatalaksanaannya tetap sama.3

Klasifikasi KEP

1. KEP ringan / gizi kurang adalah bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda

sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema,

nafsu makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang

dan perlu diberikan PMT Pemulihan.4

Pada pemeriksaan fisik KEP ringan biasanya ditemukan gangguan pertumbuhan,

anemia ringan, dan berkurangnya aktivitas dan konsentrasi.3

2. KEP berat / gizi buruk tanpa komplikasi adalah bila dalam pemeriksaan pada anak

didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada

kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5

cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi

buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan.3

3. KEP berat / gizi buruk dengan komplikasi adalah bila hasil pemeriksaan anak

ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada seluruh

tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan

disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia,

pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan

kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu

penanganan secara rawat inap.3

Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan: 3

a. Kwashiorkor

2

Page 3: Tutorial KEP

- Perubahan mental sampai apatis

- Anemia

- Edema simetris, terutama pada kedua punggung kaki (dorsum pedis), dapat

sampai seluruh tubuh

- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa

rasa sakit, rontok

- Pembesaran hati

- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau

duduk

- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna

menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)

- Gangguan sistem gastrointestinal

b. Marasmus:

- Wajah seperti orang tua

- Perubahan mental, cengeng, rewel

- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada

daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)

- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas

- Kadang-kadang disertai bradikardi

c. Marasmik-Kwashiorkor:

- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor

dan Marasmus

- terlihat sangat kurus

- Edema nutrisional, simetris

- BB/TB < -3 SD

- Lingkar lengan atas < 11,5 cm

Patofisiologi 5

1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat

KEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi dalam waktu

yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya umur, infeksi, status

nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan.

Pada keadaan puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang mempunyai

tujuan untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi energi dari

3

Page 4: Tutorial KEP

makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya aktivitas,

pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu akan terjadi

penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh terutama di ekstaselular.

Hormon cortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress. Sekresi insulin akan

menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer. Aktivitas insulin-growth faktor 1

serta efektor metabolik pertumbuhan yang mempengaruhi hormon pertumbuhan juga

berkurang. Efek keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak,

degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang

berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan

penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump.

2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein

Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga enzim

yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga terjadi proses

pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan memberikan asam

amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di dalam hepar, terdapat

pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis albumin, transferrin dan

apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein lain akan dijaga.

3. Perubahan Elektrolit

Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi

peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan total

potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit lain juga

akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium.

Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan dengan

tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan

dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan

kematian mendadak (sudden death).

4. Interaksi dengan Infeksi

Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan protein

yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan mikroba lain.

Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging unggas, ikan,

susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak

dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk

menjaga infeksi.

4

Page 5: Tutorial KEP

Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi protein

fase akut. Produksi protein fase akut dan perubahan metabolik pada infeksi diperantarai

oleh sitokin, lipid-derived factor termasuk prostaglandin, leukotrien, dan platelet

aktivating factor. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga

meningkat seperti glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin. Sebagai tambahan bahwa

perubahan efek metabolisme terhadap infeksi sesuai dengan status nutrisinya.

5. Sitokin

Sintesin sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain. Sitokin berperan

dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada kanker.

Pada anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi dan

menumpulnya respon febrile.

6. Protein Fase Akut

Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein tersebut adalah

di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada anak malnutrisi berat

akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti albumin, prealbumin, fibronektin

dan retinol binding protein. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya sistesis

protein dalam hepar.

7. Kwashiorkor

Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang terjadi adalah

akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa

kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan protein dan edema tidak tergantung dari

albumin.

8. Perubahan Organ dan Sistem

PEMERIKSAAN PENUNJANG 3, 4, 5

Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus Darah Tepi,

Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL, Trigliserida, Fe, TIBC,

Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin, Indeks Protrombin dan Biakan

Urin : Kultur, Urea N, Hidroksiprolin

Apus Rektal

Tes mantoux

Radiologi (dada, AP, Lateral)

EKG

Ciri-ciri biokimia dan histopatologis dari KEP berat

5

Page 6: Tutorial KEP

Penemuan biokimia umum sebagai berikut :

1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang pada KEP

edematus, dan normal atau rendah pada marasmus.

2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor daripada

marasmus.

3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada kwashiorkor dan

biasanya normal pada marasmus.

4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor.

5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih.

6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen rendah.

Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat, meskipun

mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit.

Penelitian histopatologis menunjukkan atrofi nonspesifik, terutama pada jaringan

dengan angka turnover sel yang besar seperti mukosa usus, sumsum tulang merah, dan epitel

testikular, sedangkan pada vili usus dan enterosit kehilangan penampakan columnarnya.

Perubahan kulit terdiri atas atrofi dermal, ekimosis, ulserasi, dan deskuamasi hiperkeratosis,

terlihat pada daerah yang iritasi. Hepar pada kwashiorkor besar dengan infiltrasi lemak;

lemak periportal terlihat pertama dan berlanjut sejalan dengan meningkatnya kehebatan

penyakit.

ALUR PEMERIKSAAN DAN PENEMUAN KASUS

Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk menentukan

langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk

berdasarkan kategori yang telah ditentukan :

1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak

di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan

jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat,

media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif

(operasi timbang anak).

2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang

berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari

posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis,

semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia

6

Page 7: Tutorial KEP

berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak

diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau

makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.

3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak

sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB

atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan

baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan

penanganan secara rawat jalan.

4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat

kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm

(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi

medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,

demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk

dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.

5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -

3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada

komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT

Pemulihan.

6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda

komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki),

dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat

jalan.

7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda komplikasi

medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan

anak dengan pemberian PMT pemulihan.

8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT

pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda

komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat

badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu

makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.

Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat pada bagan

berikut :

7

Page 8: Tutorial KEP

LANGKAH PELAKSANAAN

A. PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK

Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:

1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5. Obati/cegah infeksi

6. Mulai pemberian makanan

7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)

8. Koreksi defisiensi nutrien mikro

9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

8

Page 9: Tutorial KEP

Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase

transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana

yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor,

Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.

Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:

No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1 Hipoglikemia

2 Hipotermia

3 Dehidrasi

4 Elektrolit

5 Infeksi

6 MulaiPemberian

makanan

7 Tumbuh kejar

(Meningkatkan

Pemberian Makanan)

8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe

9 Stimulasi

10 Tindak lanjut

B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI

BURUK

1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)

Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP

berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika

anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair

2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air

9

Page 10: Tutorial KEP

gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan

glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten.

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini

anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa

lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga

agar anak tetap dapat bernafas.

Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan

lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai

menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak

pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal

dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh

kembali pada keadaan hipothermia.

Tidak dibenarkan

penghangatan anak dengan menggunakan

botol berisi air panas

3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan

dehidrasi adalah :

Ada riwayat diare sebelumnya

Anak sangat kehausan

Mata cekung

Nadi lemah

Tangan dan kaki teraba dingin

Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah :

10

Page 11: Tutorial KEP

Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali

tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral

dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan

sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4).

Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat

menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,

lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan

NaCL dengan perbandingan 1:1.

4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit

Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit

diantaranya :

Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.

Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan

keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.

Berikan :

- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam

- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan

penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP

bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn,

Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak

Contoh bahan makanan sumber mineral

11

JANGAN OBATI EDEMA DENGAN PEMBERIAN DIURETIKA

Page 12: Tutorial KEP

Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam

Sumber Cuprum : daging, hati.

Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.

Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.

Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat, bayam, daging

tanpa lemak.

5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi

Pada menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh

karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik

spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :

12

7

7

7

O

7

7

7

77

7

KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya

Page 13: Tutorial KEP

UMUR

ATAU

BERAT

BADAN

KOTRIMOKSASOL

(Trimetoprim + Sulfametoksazol)

Beri 2 kali sehari selama 5 hari

AMOKSISILI

N

Beri 3 kali

sehari

untuk 5

hari

Tablet

dewasa

80 mg trimeto

prim + 400

mg

sulfametok

sazol

Tablet Anak

20 mg trimeto

prim + 100 mg

sulfametok

sazol

Sirup/5ml

40 mg trimeto

prim + 200 mg

sulfametok

sazol

Sirup

125 mg

per 5 ml

2 sampai 4 bulan

(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml

4 sampai 12

bulan

(6 - < 10 Kg)

½ 2 5 ml 5 ml

12 bln s/d 5 thn

(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml

Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan

Catatan :

Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit

infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi

lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah

Sakit Umum.

Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang

dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan

metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera

rujuk ke rumah sakit

13

Page 14: Tutorial KEP

6. mulai pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk

a) Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali

anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.

Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang

sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma

basal saja.

Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan

jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai

prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :

- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

- Energi : 100 kkal/kg/hari

- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari

- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)

- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO

75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu

lemah berikan dengan sendok/pipet

- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal

pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak

Keterangan :

Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian

formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)

Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½

dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik

( dibutuhkan ketrampilan petugas )

Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari

14

BILA DIARE BERLANJUT ATAU MEMBURUKANAK SEGERA DIRUJUK KE RUMAH SAKIT

Page 15: Tutorial KEP

Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan

pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam

Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)

Pantau dan catat :

- Jumlah yang diberikan dan sisanya

- Banyaknya muntah

- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja

- Berat badan (harian)

- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema ,

mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik

7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :

b) Fase Transisi (minggu ke 2)

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk

menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi

makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)

dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100

ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat

digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.

Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,

biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi

1. frekwensi nafas

2. frekwensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25

kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume

15

Page 16: Tutorial KEP

pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti

di atas.

3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan

sering.

- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari

- Protein 4-6 gram/kg bb/hari

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO

100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi

untuk tumbuh-kejar.

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :

- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan

sering

- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari

- Protein 4-6 g/kgbb/hari

Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan

Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi

untuk tumbuh-kejar.

- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :

- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.

Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.

Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

16

Page 17: Tutorial KEP

TAHAPAN PEMBERIAN DIET

FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI

FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75 FORMULA WHO

100 ATAU PENGGANTI

FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.

Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe).

Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada

minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan

infeksinya.

Berikan setiap hari :

Tambahan multivitamin lain

Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau

sirup besi dengan dosis sebagai berikut :

Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi

UMUR

DAN

BERAT BADAN

TABLET BESI/FOLAT

Sulfas ferosus 200 mg +

0,25 mg Asam Folat

Berikan 3 kali sehari

SIRUP BESI

Sulfas ferosus 150 ml

Berikan 3 kali sehari

6 sampai 12 bulan

(7 - < 10 Kg)

¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)

12 bulan sampai 5

tahun

½ tablet 5 ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis

tunggal sebagai berikut :

17

Page 18: Tutorial KEP

UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT

(125mg/tablet)

(DOSIS TUNGGAL)

4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet

9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet

1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet

3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet

Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis

Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A

200.000 IU 100.000 IU

6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul

12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional

Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,

karenanya berikan :

- Kasih sayang

- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan

- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari

- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh

- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah

Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di

rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.

Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah

setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan

aktifitas bermain.

18

Page 19: Tutorial KEP

Nasehatkan kepada orang tua untuk :

- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas

- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-

Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5)

dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di

posyandu/puskesmas.

- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat

- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu

- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal

- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI )

sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA GIZI BURUK

Malnutrisi energi protein menghasilkan berbagai perubahan dalam tubuh termasuk

profil hematologi. Penelitian di Nigeria tahun 2012 menyimpulkan bahwa profil hematologi

anak manutrisi energi dan protein berbeda dengan anak normal. Jumlah sel darah merah yang

rendah menyebabkan anemia normokromik normositik, mikrositik hipokromik, atau

makrositik. Anemia terkait malnutrisi disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : defisiensi

zat besi, dan atau penurunan produksi sel darah merah karena adapsi massa otot tubuh yang

mengecil, defisiensi eritopoietin, defisiensi vitamin (asam folat, B12), atau mineral mikro

(Cu, Zn), infeksi dan penyakit kronis (Saka et al, 2012).

Perubahan sel darah merah dapat berkaitan dengan adaptasi dari kebutuhan

metabolisme oksigen yang lebih rendah dan penurunan massa otot tubuh. Perubahan tersebut

juga berpengaruh pada perubahan volume plasma sesuai dengan air pada intraseluler dalam

tubuh. Sebuah konsekuensi dari perubahan level hematrokit dan hemoglobin ketika

penurunan keduanya dalam cairan intraseluler yang merupakan tanggung jawab yang terlihat

pada MCHC (Saka et al, 2012).

Anemia pada malnutrisi berat biasanya bersifat normokromik dan tidak disertai oleh

retikulositosis meskipun cadangan Fe cukup adekuat. Penyebab anemia pada anak yang

asupan proteinnya tidak adekuat adalah karena menurunnya sintesis eritopoeietin, sedang

apabila tidak mengasup protein sama sekali karena timbul stem cell pada sumsum tulang

belakang yang tidak berkembang, dan juga penurunan produksi eritopoeietin. Anemia zat gizi

19

Page 20: Tutorial KEP

Fe ditandai dengan Hb rendah (hipokromia) dan sel darah merah kecil (mikrositosis),

menurunnya MCV (Mean Corpuscular Hemoglobin), MCH (Mean Corpuscular

Concentration), dan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration). Anemia zat gizi

asam folat dan B12 berkaitan dengan membesarnya sel darah merah atau meningkatnya

MCV, MCH, namun MCHC normal. Anemia secar umum dapat menyebabkan gejala klinis

seperti pucat, mudah lelah, takikardia, sesak napas, yang akan mempengaruhi produktifitas.

Bagian tubuh yang terlihat pucat antara lain : telapak tangan, kuku, konjungtiva palpebral.

Anemia berat dapat menyebabkan hipoksia (Arisman, 2009 dan Supariasa, 2012).

Anemia gizi berkaitan dengan kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan

Hb, baik karena kekurangan asupan atau gangguan adsorbsi. Fe dan protein berfungsi untuk

pembentukan Hb, vitamin B6 (piridoksin) sebagai katalisator sintesis hem di dalam molekul

Hb, vitamin C mempengaruhi adsorbsi dan pelepasan besi dan transferrin ke dalam jaringan

tubuh, asam folat sebagai pembawa carbon dalam pembentukan hem, untuk pembentukan sel

darah merah dalam sumsum tulang belakang dan untuk pendewasaannya, vitamin B12 untuk

mengubah folat menjadi bentuk aktif, Zn sebagai pembentuk enzim dalam metabolisme,

sintesis DNA dan RNA, serta vitamin E yang mempengaruhi stabilitas membran sel darah

merah (Almatsier, 2002).

Pada penatalaksanaan anak gizi buruk, diberikan suplementasi zat gizi pada hari

pertama fase stabilisasi hingga fase rehabilitasi. Suplementasi ditujukan tidak hanya untuk

memperbaiki anemia, namun juga untuk meningkatkan status imunitas dan fungsi fisiologis

tubuh lainnya. Akan tetapi, hanya suplementasi Fe yang tidak diberikan pada fase stabilisasi

dan transisi. Fe diberikan pada fase rehabilitasi ketika berat badan bayi atau anak sudah mulai

naik, atau penyakit infeksi sudah mulai membaik. Hal tersebut berkaitan dengan efek

suplementasi Fe yang akan memperburuk tingkat infeksi (WHO, 2013).

Fe berfungsi sebagai nutrisi yang penting dalam metabolisme manusia dan mikroorganisme

baik pathogen, bakteri, jamur, dan protozoa untuk pertumbuhan dan poliferasi sel. Sebagai

strategi pertahanan, host atau penderita infeksi telah mengembangkan mekanisme untuk

mengurangi ketersediaan Fe yang dapat digunakan untuk perkembangbiakan pathogen.

Pergantian terapi ditujukan untuk mempertahankan oksigenasi sistemik yang memadai dan

meningkatkan eritopoiesis. Selain fungsi untuk transportasi oksigen dan jalur metabolic, Fe

memainkan peran penting dalam fungsi kekebalan tubuh manusia dengan meningkatkan

aktivasi limfosit dan proliferasi sel. Namun apabila kelebihan Fe, dapat melemahkan efek

20

Page 21: Tutorial KEP

tersebut dan menghambat neutrophil fagositosis dan proliferasi (Cherayil, 2011).

Homeostasis Fe dijaga melalui regulasi adsorbsi pada usus duabelas jari dan perombakan

cadangan Fe. Dalam konsisi normal, Fe tidak tersedia secara langsung untuk digunakan oleh

host agar tidak digunakan oleh pathogen. Sekitar 75% dari Fe host terdapat di Hb eritrosit,

dan sisanya disimpan dalam intraseluler sebgai ferritin atau terikat pada protein ekstraseluler

seperti transferrin (Cherayil, 2011).

Infeksi dan inflamasi mengubah homeostasis Fe melalui mekanisme imun yang akan

membatasi suplai Fe yang tersedia. Sitokin merangsang hepcidin protein fase akut untuk

menekan penyerapan Fe, yang disertai peningkatan cadangan Fe pada retikuloendotelial.

Strategi ini berfungsi sebagai pertahanan yang efektif terhadap pathogen, dan suplementasi

Fe selama infeksi akan menghalangi strategi pelindung tersebut (Cherayil, 2011).

Oleh karena itu suplementasi Fe diberikan pada fase rehabilitasi. Perlu koordinasi dengan

tenaga medis lain mengenai suplementasi Fe. Penatalaksanaan dietetic adalah memberikan

asupan makanan dan minuman sesuai dengan kebutuhan gizi dan kondisi bayi dan anak gizi

malnutrisi. Pemberian makanan pada fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi menggunakan

formula F75, F100, F135 yang mengandung mineral mix sebagai tambahan sumber asupan

mikronutrien. Kandungan formula tersebut tidak mengandung Fe. Saat memasuki fase

rehabilitasi, bayi >6bulan – 2 tahun telah mendapat makanan tambahan ASI (MPASI) dan >2

tahun telah mengonsumsi makanan lokal sehingga pemilihan bahan makanan sangat

diperhatikan untuk mencukupi makro dan mikronutrien yang dibutuhkan untuk tumbuh kejar

dan memperbaiki kondisi medis termasuk anemia (Kemenkes, 2011).

Pemberian makanan untuk mengatasi dan menghindari anemia zat gizi Fe adalah dengan

mengonsumsi bahan makanan sumber Fe terutama Fe heme karena nilai bioavailbilitasnya

lebih tinggi dari pada Fe non heme, mengonsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan

adsorbsi Fe, serta menghindari mengonsumsi bahan makanan yang dapat mengahambat

penyerapan Fe bersamaan dengan sumber Fe. Bahan makanan sumber Fe heme berasal dari

hewani seperti daging, hati, susu, telur, ikan, sedang sumber non heme berasal dari nabati dan

tumbuhan seperti sayuran hijau (bayam, sawi, kangkung, daun papaya, daun ketela), kentang,

umbi, gandum. Zat gizi yang dapat mempercepat adsorbsi Fe adalah vitamin C yang

terkandung dalam buah dan sayur serta mencukupi kebutuhan protein. Zat gizi yang dapat

mengahambat penyerapan Fe adalah asam fitat atau asam oksalat (daun ketela pohon dan

beberapa di sayuran), polifenol seperti tannin serta cafein (teh, kopi). Bahan makanan sumber

Fe juga mengandung zat gizi lain seperti asam folat, vitamin B6, B12, Zn. Guna mencukupi

21

Page 22: Tutorial KEP

kebutuhan mikronutrien lainnya, perlu mengonsumsi bahan makanan yang bervariasi dan

seimbang (Almatsier, 2002; Arisman, 2009).

Salah satu intervensi untuk menangani defisiensi zat gizi mikro adalah dengan

pemberian fortifikasi. Fortifikasi makanan dengan mikronutrien bubuk yang dilakukan di

rumah merupakan intervensi yang efektif dalam menurunkan prevalensi anemia dan

defisiensi Fe pada anak usia 6 – 23 bulan. Pemberian fortifikasi mikronutrien bubuk yang

dilakukan di rumah dapat menurunkan anemia hingga 31% dan defisiensi Fe 51% pada balita

di Nigeria (De-Regil et al, 2013). Pelaksanaan program intervensi tersebut merupakan hal

kompleks yang dapat berdiri sendiri, atau pun merupakan bagian atau berdampingan dengan

program gizi atau kesehatan yang lain baik yang berhubungan dengan gizi maupun tidak,

seperti program cuci tangan, atau program di sekolah (Pena-Rosas et al, 2012).

Intervensi lain yang dapat dicoba adalah pemberian susu dengan prebiotik. Penelitian di

Indonesia tahun 2013 memberikan intervensi susu dengan probiotik Lactobacillus reuteri dan

Lactobacillus casei pada anak usia 1 – 6 tahun. Probiotik dapat meningkatkan resistensi

saluran intestinal terhadap infeksi dan meningkatkan penyerapan zat gizi seperti Ca, Fe, dan

Zn. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa intervensi susu dengan probiotik

Lactobacillus reuteri secara signifikan meningkatkan berat badan, merubah z-score BB/U dan

BB per bulan, tinggi badan, dan kecepatan pertumbuhan. Sedang intervensi susu dan

probiotik Lactobacillus casei secara signifikan dapat meningkatkan kecepatan penambahan

berat badan per bulan. Intervensi probiotik (apapun jenisnya) dan susu skim (tinggi kalsium)

regular tidak mempengaruhi peningkatan status Fe dan Zn (Agustina et al, 2013).

22

Page 23: Tutorial KEP

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2010.

Kementerian Kesehatan RI. 2010.

2. Badan Perencanaan Pembanguanan Nasional Rencana Aksi Nasional Pangan dan

Gizi 2006-2010. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007.

3. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. 2010

4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Bina Gizi dan

KIA. 2011.

5. Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed.

Pennsylvania : W. B. Saunders Company.

23

Page 24: Tutorial KEP

24