Tutorial Gizi Buruk
-
Upload
muhammad-gufran -
Category
Documents
-
view
101 -
download
3
description
Transcript of Tutorial Gizi Buruk
SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan
GEA Dehidrasi Ringan Sedang
Disusun Oleh:
Victor Julius
Pembimbing:
dr. William, Sp.A
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gastroenteritis akut adalah suatu sindroma akut berupa diare dan / atau muntah
atau kembung disertai panas, keadaan umum yang terganggu, dan biasanya disebabkan
oleh infeksi. Diare masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
negara berkembang. Diare pada anak menyebabkan kematian lebih dari 1,6-2,5 juta
kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5 dari seluruh penyebab kematian.
Terdapat banyak penyebab diare pada anak. Survei kesehatan rumah tangga di Indonesia
menunjukan penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5% pada tahun 1986
menjadi 13,95% pada 1995. Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan
pada kelompok balita berdasarkan survei serupa yaitu 40% pada 1972 menjadi 16%
pada 1986 dan 7,5% pada 2001.
Diare juga erat kaitannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya
kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan
berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak. Oleh karena itu penanganan
diare memerlukan penanganan yang serius. Gizi buruk masih merupakan masalah serius
di Indonesia, walaupun pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya.
Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score
WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi 7,2% pada tahun 1992 dan
mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Gizi buruk ini sering disebut juga kurang
energi protein (KEP) berat. Terdapat 3 bentuk KEP berat secara klinis yaitu marasmus,
kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor. Hal ini dapat terjadi karena asupan kalori
yang inadekuat (kurangnya asupan energi dan protein dalam makanan yang tidak
memenuhi angka kecukupan gizi). Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka
kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% Infeksi Saluran
Pernafasan Akut, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32% penyebab lain.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien :
• Nama : An. HA
• Umur : 1 Tahun 8 bulan
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Jl. Lambung Mangkurat RT 10
• Anak : Tunggal
Identitas Orang Tua
• Nama Ayah : Tn. S
• Umur : 24 tahun
• Pekerjaan : Swasta
• Pendidikan Terakhir : SMP
• Ayah perkawinan ke : 1
• Nama Ibu : Ny. J
• Umur : 29 tahun
• Pekerjaan : IRT
• Pendidikan Terakhir : SMP
• Ibu perkawinan ke : 1
Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu dan ayah pasien pada tanggal 18 Februari
2014 pukul 09.00 WITA. Pasien masuk RS tanggal 13 Februari 2014.
Keluhan utama
BAB Cair
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke rumah sakit dikarenakan BAB cair yang sudah dialami sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Dalam sehari pasien bisa buang air besar sebanyak
3
sepuluh kali dan dalam sekali buang air besar volumenya bisa mencapai 1/2 gelas aqua.
Konsistensi cair disertai ampas, berwarna kuning, tidak ada lendir (-), darah (-), busa (-).
Pasien sempat mengalami demam 2 hari SMRS yang menyertai timbulnya berak cair.
Demam terus naik namun tidak disertai kejang. Dua hari sebelum pasien masuk rumah
sakit, pasien mengalami penurunan nafsu makan, dan hanya mau minum susu sedikit.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sudah sering masuk ke rumah sakit dikarenakan mencret. Sejak pasien
lahir, pasien sudah keluar masuk rumah sakit dikarenakan mencret kurang lebih sudah
10 kali. Pasien juga memiliki riwayat kejang demam saat berusia 8 bulan. Kejang
sebanyak 1 kali dengan durasi < ½ jam dan tidak pernah dialami lagi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala serupa.
Riwayat Kebiasaan : Pasien diberi ASI hanya selama 1 minggu kemudian diganti susu formula. Susu
formula yang diberikan berganti-ganti.
Saat usis 6 bulan pasien diberi susu formula sekitar 10 kali dalam sehari dengan
jumlah 50 cc setiap kali minum. Pasien minum susu formula hingga kini.
Pasien mulai makan bubur saat usia 6 bulan. Bubur yang diberi ibu pasien yaitu nasi
yang dihancurkan ditambah wortel dan kentang. Dalam sehari pasien makan 3 kali
dan dapat menghabiskan sekitar 1 piring setiap kali makan.
Riwayat Sosio-Ekonomi Keluarga :
• Pasien tinggal dan dirawat oleh kedua orang tua.
• Dalam satu rumah dihuni oleh 3 orang, yaitu: ayah, ibu, dan pasien
• Sumber air: PDAM
• Listrik: PLN
• Pasien memiliki jaminan kesehatan BPJS.
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir : 2800 gr
4
Panjang badan lahir : 48 cm
Berat badan sekarang : 5,5 kg (Tanggal 13-02-2014)
Berat badan sekarang : 5,7 kg (Tanggal 18-02-2014)
Tinggi badan sekarang : 64 cm
Gigi keluar : 1 Tahun
Tersenyum : 5 Bulan
Miring : 1 Tahun
Tengkurap : 1 Tahun 3 Bulan
Duduk : Belum Bisa Duduk
Merangkak : Belum Bisa Merangkak
Berdiri : -
Berjalan : -
Berbicara 2 suku kata : -
Masuk TK : -
Sekarang kelas : -
Makan Minum anak :
ASI : Diberikan sejak lahir
Dihentikan : Sejak usia 1 Minggu
Alasan : ASI tidak mau keluar lagi dan Ibu sakit
Susu sapi/buatan : Sejak usia 1 minggu
Jenis susu : Laktogen
Takaran :
Buah : -
Bubur susu : Bubur nasi
Tim saring : -
Makanan padat, lauknya : -
Pemeliharaan Prenatal
Pemerlihara Prenatal : Bidan
Periksa di : Praktek Bidan
Penyakit Kehamilan : -
Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin + Antibiotik
5
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : RS Dirgahayu
Persalinan ditolong oleh : Dokter Sp.OG
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : SC
Alasan : Terlilit tali pusar
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : Dokter anak
Keadaan anak : Gizi Buruk
Keluarga berencana : Tidak
IMUNISASI
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG - //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio - - - - - -
Campak - - //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT - - - //////////// - -
Hepatitis B - - - ////////// - -
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 18 Februari 2014
Kesan umum : Sakit Ringan
Kesadaran : E4M6V5
Tanda Vital
Frekuensi nadi : 102 x/menit
Frekuensi napas : 51 x/menit
Temperatur : 36,2o C
Berat badan : 5,7 kg
6
Panjang Badan : 64 cm
Lingkar kepala : 35 cm
Status Gizi : Gizi Buruk
Rumus Behrman : BB ideal 11,2 Kg Status gizinya 49,1% Gizi Buruk
Lingkar Kepala : 35 cm
Lingkar Lengan Atas : 9,5 cm
Status Gizi:
Gizi Buruk: BB/PB, Z-score:
PB: 64 cm; BB: 5,7 kg, standar deviasi (SD) = -3 (<70%) Gizi Buruk
7
Kepala
Rambut : Hitam
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks Cahaya (+/+),
Pupil: Isokor (3mm/3mm).
Hidung : Sumbat (-), Sekret (-), PCH (-)
Telinga : Bersih, Sekret (-)
Mulut : Lidah bersih, faring Hiperemis(-), mukosa bibir basah,
pembesaran Tonsil (-/-)
Leher
Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB colli (-/-)
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan asimetris, retraksi ICS & trakea (+)
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : bronkovesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
9
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1,S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Palpasi : Soefl, organomegali (-), turgor kulit baik.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 13 Februari 2014
DL Nilai
Hb 9,4 g/dL
Leukosit 16.800
Trombosit 236.000
Hematokrit 29,2 %
GDS 108
Natrium 128
Kalium 4
Chloride 101
10
Diagnosis Kerja : Gizi Buruk Tipe Marasmus + GEA Dehidrasi ringan sedang
Terapi Awal Tanggal 13 Februari 2014
IVFD RL 75 cc/KgBB/5 jam
Inj. Cefotaxime 3 X 150 mg
Interzinc 1X1
PCT 3 X 1/2 cth
11
Prognosis : Dubia
Lembar Follow-Up
Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan
14-2-2014
BB 5,5 Kg
S: BAB cair > 6x, batuk (+),
pilek (-)
O: CM, N 148 x/I, RR 42 x/It:
37,3oC, Anemis (-/-) Ikterik
(-/-) Mata Cowong (+/+)
Sianosis (-) Rhonki (-/-) Whz
(-/-) BU (+) Kesan Normal
Akral hangat
A: Gizi buruk + Dehidrasi
ringan sedang
IVFD RL 75 cc/KgBB/5 jam
→ 21 tpm
IVFD RL 100 cc/KgBB/24
jam → 7 tpm
Inj. Cefotaxime 3 X 150 mg
Interzinc Syr 1X1
PCT 3 X 1/2 cth
Vitamin A 100.000 IU 1 X 1
Susu F 75
15-2-2014 S: BAB cair > 3x, batuk (+),
pilek (-)
O: CM, N 148 x/I, RR 42 x/It:
37,3oC, Anemis (-/-) Ikterik
(-/-) Mata Cowong (+/+)
Sianosis (-) Rhonki (-/-) Whz
(-/-) BU (+) Kesan Normal
Akral hangat
A: Gizi buruk + Dehidrasi
ringan sedang
IVFD RL 100 cc/KgBB/24
jam → 7 tpm
Inj. Cefotaxime 3 X 150 mg
Interzinc 1X1
PCT 3 X 1/2 cth
Vitamin A 100.000 IU 1 X 1
Ambroxol Syrp 3 X 1/2 cth
Susu F 75
17-2-2014 S: BAB cair (+), batuk (+),
pilek (-)
O: CM, N 138 x/I, RR 41 x/It:
37,1oC, Anemis (-/-) Ikterik
(-/-) Mata Cowong (+/+)
Sianosis (-) Rhonki (-/-) Whz
IVFD RL 100 cc/KgBB/24
jam → 7 tpm
Inj. Cefotaxime 3 X 150 mg
Interzinc 1X1
PCT 3 X 1/2 cth
12
(-/-) BU (+) Kesan Normal
Akral hangat
A: Marasmus + GEA
Vitamin A 100.000 IU 1 X 1
Ambroxol Syrp 3 X 1/2 cth
Susu F 75
18-2-1-2014
BB : 5,7 kg
PB : 64
S: Diare (-), Demam (-), Batuk
(+), berdahak, Pilek (-),
O: CM, N 128 x/I, RR 36 x/It:
37,1oC, Anemis (-/-) Ikterik
(-/-) Mata Cowong (+/+)
Sianosis (-) Rhonki (-/-) Whz
(-/-) BU (+) Kesan Normal
Akral hangat
A: Gizi buruk + Dehidrasi
ringan sedang
IVFD RL 75 cc/KgBB/5 jam
Inj. Cefotaxime 3 X 150 mg
Interzinc 1X1
PCT 3 X 1/2 cth
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
GASTROENTERITIS AKUT
DEFINISI
Gastroenteritis akut adalah suatu sindroma akut berupa diare dan / atau muntah
atau kembung disertai panas, keadaan umum yang terganggu, dan biasanya disebabkan
oleh infeksi. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
13
darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering
frekuensi BAB lebih dari 3-4 kali per hari.
ETIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi
pada anak terutama usia dibawah 5 tahun. Faktor resiko yang menigkatkan penularan
enteropatogen antara lain:
Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan
Tidak memadainya penyediaan air bersih
Pencemaran air oleh tinja
Kurangnya sarana kebersihan
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
Gizi buruk
Imunodefisiensi
Menderita campak dalam 4 minggu terakhir
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa factor yaitu,
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi:
- infeksi bakteri: Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya
- infeksi virus: enteovirus (polimyelitis, virus echo, coxsackie), adeno virus,
rota virus, astrovirus, dll)
- infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongyloides), protozoa
(entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur
(candida albicans).
b) Infeksi Parenteral
Infeksi parenteral ialah infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan
makanan seperti otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringits,
14
bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur di bawah dua tahun.
2. Faktor malaborsi
a. Malaborsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan: makanan basi, makanan beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
Gangguan osmotic
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena peningkatan isi rongga usus.
Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
PATOGENESIS
Penyakit diare pada anak biasanya sering disebabkan oleh rotavirus. Virus
ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak. Potogenesis diare
yang disebabkan oleh rotavirus dapat diuraikan sebagai berikut:
15
a. Virus masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman.
b. Virus sampai kedalam sel epitel usus halus dan menyebabkan infeksi serta jonjot-
jonjot (villi) usus halus.
c. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang
berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang. Sehingga fungsinya
masih belum baik.
d. Villi-villi mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan
dengan baik.
e. Cairan makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus.
f. Terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap
terdorong keluar usus melalui anus, sehingga terjadi diare.
Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur
dengan empedu. Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.
Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus.
Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin
terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin
sekali iritasi terjadi pada usus halus.
Manifestasi klinis
Gejala klinis utama adalah diare akut yang ditandai oleh bertambahnya frekuensi
buang air besar, bentuk dan konsistensi tinja yang lain dari biasanya, dengan atau
tanpa adanya dehidrasi. Gejala lain seperti:
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri Abdomen
e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
f. Fontanel Cekung
g. Kehilangan berat badan
16
h. Tidak nafsu makan
i. Lemah
Derajat Dehidrasi
Ringan <5 % Sedang 5-9 % Berat 10 %
Tekanan Darah Normal Normal sampai sampai
Tekanan Nadi Normal Normal sampai
Frekuensi Jantung Normal Naik Takikardia
Kulit Normal Turgor Menurun Turgor Menurun
Fontanela Normal Normal Cekung
Membrana Mukosa Sedikit Kering Kering Kering
Ekstremitas TerperfusiPengisian kembali ke
kapiler lambat
Dingin, Berbintik
(mottled)
Status Mental Normal Normal sampai lesu Lesu, koma
Keluaran Urin Sedikit Mengurang Mengurang Tidak Ada
Haus
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja
• makroskopik dan mikroskopik
• pH, dan clinitest
• bila perlu, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi (culture dan
sensitivity test)
b. Pemeriksaan analisa gas darah
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
d. Pemeriksaan serum elektrolit
17
e. Pemeriksaan kadar glukosa darah bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia
2. pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
Penatalaksanaan
18
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi (zat
gizi), atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa
protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian yakni gizi
buruk karena kekurangan protein (kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau
kalori (marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi
pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut.
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila
pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar
WHO, dia bergizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut bergizi kurang yang
bersifat kronis. Apabila jauh di bawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi
buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat.
1. Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul di antaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati,
iga gambang dan perut cekung, serta otot paha mengendor (baggy pant). Anak
tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan karena masih
merasa lapar.
Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi tetapi kekurangan protein, walaupun
di bagian tubuh lainnya terutama pantat terlihat adanya atrofi. Tampak sangat
kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
20
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c) Wajah membulat dan sembab
d) Pandangan mata anak sayu
e) Pembesaran hati. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian di
samping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan kelainan
biokimiawi terlihat pula.
2. Patofisiologi Gizi Buruk
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja
terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel
kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang
atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang
mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul
lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh
waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangan protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika
terjadi kekurangan protein maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
21
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL maka lemak
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi
dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga
defisiensi multinutrien. Ketika ditekan maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi
pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik.
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang
kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang
tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus
adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang: marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.
Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
22
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian
ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus. Kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan tambahan yang
kurang akan menimbulkan marasmus
3. Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara
tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian
adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi
secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital
dan faktor ekologi.
1) Penilaian secara langsung
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering
digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai
indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan
keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan
memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh
sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak misalnya
terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan
yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat
23
badan yang bersifat labil menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan
status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status).
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau,
juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa, 2002).
2) Penilaian Secara Tidak Langsung
1. Survei konsumsi makanan
2. Statistik vital
3. Faktor ekologi
4. Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya
KEP. Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP III
disebut KEP berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan
keduanya. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut
dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung
dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris
dan keadaan klinis.
Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun
1999 dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP
I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah
WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut umur.
Klasifikasi KEP menurut Depkes RI
Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)
Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U
Normal Gizi Baik 80 % – 120 % Median BB/U
KEP I Gizi Sedang 70 % – 79,9 % Median BB/U
KEP II Gizi Kurang 60 % – 69,9 % Median BB/U
24
KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U
Sumber: Depkes RI(1999:26)
Sedangkan Klasifikasi Kurang Energi Protein menurut standar WHO
Klasifikasi
Malnutrisi sedang Malnutrisi Berat
Edema Tanpa edema Dengan edema
BB/TB -3SD s/d -2 SD < -3 SD
TB/U -3SD s/d -2 SD < -3 SD
5. Terapi Penyakit
Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase
stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit
ada 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemi
2. Atasi/cegah hiportemia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrient mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus terampil
memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase.
Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun
Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan
25
a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu
tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan
memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan
(tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak
mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk
ke RSU kabupaten.
b. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah di bawah 360 C.
Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah
ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut
(Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi
sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran
suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak
sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap
agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia. Tidak dibenarkan
penghangatan anak dengan menggunakan botol berisi air panas.
26
c. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi
buruk dengan dehidrasi adalah :
Ada riwayat diare sebelumnya
Anak sangat kehausan
Mata cekung
Nadi lemah
Tangan dan kaki teraba dingin
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap
30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut
ReSoMal.
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 %
dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
KEP berat/gizi buruk yang dirujuk ke RSU harus dilakukan tindakan
pra rujukan untuk mengatasi hipoglikemi, hipotermi, dan dehidrasi.
d. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Jangan obati edema dengan pemberian diuretika.
Berikan :
Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
27
Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita
KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung
mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk
makanan lumat/lunak
e. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya
infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP
berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis
sebagai berikut :
Umur
Atau
Berat Badan
KOTRIMOKSASOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 Kali Sehari Selama 5 Hari
AMOKSISILIN
Beri 3 Kali
Sehari
Untuk 5
Hari
Tablet dewasa
80 mg trimeto
prim + 400 mg
sulfametok
sazol
Tablet Anak
20 mg trimeto
prim + 100
mg
sulfametok
sazol
Sirup/5ml
40 mg trimeto
prim + 200
mg
sulfametok
sazol
Sirup
125 mg
per 5 ml
2 sampai 4
bulan
(4 - < 6 kg)
¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12
bulan
(6 - < 10 Kg)
½ 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5
thn
(10 - < 19 Kg)
1 3 7,5 ml 10 ml
28
Catatan :
Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit
infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak
menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk
ke Rumah Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan
berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati.
Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare
berlanjut segera rujuk ke rumah sakit , bila diare berlanjut atau memburuk,
anak segera dirujuk ke rumah sakit.
f. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu:
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
29
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan
dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang
dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar
dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
Energi : 100 kkal/kg/hari
Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak
terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
30
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut
melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas )
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap
jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
Jumlah yang diberikan dan sisanya
Banyaknya muntah
Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan
edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat
badan naik
g. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100
ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram
31
per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan
keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein
yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. Frekwensi nafas
2. Frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi
> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi
volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan
volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
Protein 4-6 gram/kg bb/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan
sering
Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
Protein 4-6 g/kgbb/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh-kejar.
Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi
32
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
Tahapan Pemberian Diet
Fase stabilisasi : Formula who 75 atau pengganti
Fase transisi : Formula who 75 formula who 100 atau
pengganti
Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti)
Makanan keluarga
h. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan
mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat
besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik
(biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya.
33
Berikan setiap hari :
Tambahan multivitamin lain
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat
atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
Umur
Dan
Berat Badan
Tablet Besi/Folat
Sulfas Ferosus 200 Mg +
0,25 Mg Asam Folat
Berikan 3 Kali Sehari
Sirup Besi
Sulfas Ferosus 150 Ml
Berikan 3 Kali Sehari
6 sampai 12 bulan
(7 - < 10 Kg)
¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5
tahun
½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan
dosis tunggal sebagai berikut :
Umur Atau Berat Badan Pirantel Pamoat (125mg/Tablet)
(Dosis Tunggal)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A.
i. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku, karenanya berikan :
Kasih sayang
34
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)
j. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat
dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di
desa.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat
lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara
teratur di posyandu/puskesmas.
pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yangtinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi; seringtidak dapat dibedakan antara kematian karena
infeksi atau karena malnutrisi sendiri.
Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam
beberapa hal walaupun kelihatannyapengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif
kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari
set-sel tubuh akibat under nutrition.
35
Teori Fakta
Anamnesis
BAB > 3 kali perhari disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi
cair dengan atau tanpa lendir dan
darah yang berlangsung kurang dari
satu minggu
Terutama menyerang anak usia < 5
tahun.
Tidak mendapatkan ASI secara penuh
untuk 4-6 bulan pertama kehidupan
Tidak memadainya penyediaan air
bersih
Pencemaran air oleh tinja
Kurangnya sarana kebersihan
Penyiapan dan penyimpanan makanan
yang tidak higienis
Gizi buruk
Imunodefisiensi
Menderita campak dalam 4 minggu
terakhir
Pasien sudah mengalami BAB cair
selama dua hari dengan frekuensi >
10x
Usia pasien 1 Tahun 8 Bulan
Tidak mendapatkan ASI sejak usia 1
minggu
Gambaran Klinis
Terdapat dua atau lebih tanda dibawah
ini:
Rewel, gelisah
Mata cekung
Minum dengan lahap, haus
Cubitan kulit kembali lambat
Saat dilakukan pemeriksaan pada tanggal
18 Februari 2014 tidak ditemukan tanda
dehidrasi lagi. Namun saat pasien pertama
datang, semua gejala klinis ditemukan.
37
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja
• Makroskopik dan mikroskopik
• pH, dan clinitest
• Bila perlu, lakukan
pemeriksaan biakan dan uji
resistensi (culture dan
sensitivity test)
Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan kadar ureum dan
kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal
Pemeriksaan serum elektrolit
Pemeriksaan kadar glukosa darah bila
terdapat tanda-tanda hipoglikemia
Pasien diperiksakan DL dan GDS dengan
hasil:
Hb : 9,4
Leukosit : 16.800
Trombosit : 391.000
Hct : 29,2%
Na :128
K : 4
Cl : 101
GDS : 108
Penatalaksanaan :
Beri larutan oralit pada 3 jam
pertama, beri sesuai dengan berat
badan anak usia 4-12 bulan dengan
BB 6-10 Kg sebanyak 400-700
ml/KgBB
Berikan tablet Zinc selama 10 hari
jika umur diatas 1 tablet 20 mg/hari
Yang didapatkan oleh pasien:
IVFD RL 100 cc/KgBB/24 jam → 7
tpm
Inj. Cefotaxime 3 X 150 mg
Interzinc 1X1
PCT 3 X 1/2 cth
Vitamin A 100.000 IU 1 X 1
Ambroxol Syrp 3 X 1/2 cth
Susu F 75
Gizi Buruk
Teori Fakta
Anamnesis
Riwayat pemberian ASI tidak adekuat
Hilangnya nafsu makan
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien
tidak mendaptkan ASI sejak usia satu
minggu dan 2 hari terakhir nafsu makan
38
Asupan makanan dan minuman berkurang
beberapa hari terakhir
Kontak dengan pasien campa dan TB
Sakit dalam 3 bulan terakhir
Batuk kronik
menurun
Etiologi
1. Masukan makanan yang kurang
2. Penyakit, Infeksi
3. Gangguan metabolik
Pasien mendapatkan asupan makanan
yang kurang karena pasien mengalami
penurunan nafsu makan selama sakit.
Pasien hanya mendapatkan ASI
sampai usia 1 minggu, sehingga
menurunkan imunitas dan mengurangi
asupan gizi yang masuk.
Pasien juga menderita penyakit infeksi,
yakni diare akut yang sudah diderita
selama 2 hari SMRS
Gambaran Klinis
- Pertumbuhan anak terganggu
- Anak menjadi malas, dan merasa
lemas karena kekurangan tenaga
untuk bergerak dan melakukan
aktivitas.
- Sistem imunitas dan antibodi menurun
sehingga anak mudah terserang
infeksi seperti batuk, pilek dan diare
- Gangguan fungsi otak seperti
perkembangan IQ dan motorik yang
terhambat
- Perilaku yang tidak tenang, cengeng
dan apatis.
- Rambut kepala mudah dicabut dan
tampak kusam, kering, halus, jarang
Berat badan pasien kurang dari berat
badan normal anak usia 1,8 tahun
Pasien hanya berdiam diri diatas kasur
dan tidak ada kemauan untuk bermain
seperti anak umur 1,8 tahun pada
umumnya
Pasien apatis dan menangis histeris
bila ditimbang berat badan
Tidak terlihat lemak dibawah kulit dan
otot
39
dan berubah warna.
- Muka seperti orang tua (berkerut),
- Tidak terlihat lemak dan otot di bawah
kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
- Iga gambang dan perut cekung, serta
otot paha mengendor (baggy pant).
- Anak tampak sering rewel dan banyak
menangis meskipun setelah makan
karena masih merasa lapar.
Diagnosis
BB/TB < -3 SD atau <70% median
Anak tampak sangat kurus (Visible
severe wasting) dan tidak mempunyai
jaringan lemak bawah kulit terutama
pada kedua bahu, lengan, pantat dan
paha
Tulang iga tampak jelas
Pasien memenuhi kriteria diagnosis gizi
buruk
Penatalaksanaan :
Atasi/cegah hipoglikemi
Atasi/cegah hiportemia
Atasi/cegah dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan
elektrolit
Obati/cegah infeksi
Mulai pemberian makanan
Fasilitas tumbuh-kejar (catch up
growth)
Koreksi defisiensi nutrient mikro
Lakukan stimulasi sensorik dan
dukungan emosi/mental
Siapkan dan rencanakan tindak lanjut
setelah sembuh
IVFD RL 100 cc/KgBB/24 jam → 7
tpm
Inj. Cefotaxime 3 X 150 mg
Interzinc 1X1
PCT 3 X 1/2 cth
Vitamin A 100.000 IU 1 X 1
Ambroxol Syrp 3 X 1/2 cth
• Susu F 75
40
Perhitungan Kebutuhan Gizi
Fase Rehabilitasi (An. HA/20 Bulan/BB 5,5 kg)
Kebutuhan kalori = 150-220 kkal/kgBB/hari 825-1210 kkal/hari
Kebutuhan protein = 4-6 gr/kgBB/hari 22-33 gr/hari
Kebutuhan cairan 150-200 ml/kgBB/hari 825-1100 ml/hari
DAFTAR PUSTAKA
1. Munoz FM, Starke JR. Tuberculosis. Dalam: Berhman, RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-17.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2004. h. 958-72.
41
2. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas Kesehatan Dalam
Rangka Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah Sakit, BLK Cimacan,
Oktober 1981.
3. Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 1997
4. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. Pedoman
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk
Pelaksanaan PMT pada Balita, Jakarta 1997.
5. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Jakarta : 2008
6. Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Anak Kementrian Kesehatan RI.Panduan
Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi
Kurang. Jakarta : 2011
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan anak Gizi
Buruk. Jakarta : 2011
8. Departemen Kesehatan RI. 1993. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks
Keluarga. Jakarta: Departemen Kesehatan.
9. Hambleton, Garry. 1995. Manual Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: Binarupa Aksara
10. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
11. Neilson, Joan.1987. Perawatan Bayi Tahun Pertama/Joan Nelson;Alih
bahasa,Yustina Rostiawati dan Gianto Widianto. Jakarta: Arcan
12. Wyeth. Permata Hatiku. Mitra Gizi Keluarga
42