Tutorial 4 Kel 7

78
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL KEEMPAT BLOK PMBS 3 Disusun Oleh Kelompok Tutorial 7 Andina Selia Nur Angga Alpiyansyah Anggia Shinta Wijaya Kusuma Belinda A.B Berta Yolanda S Bianti Nur A. Satria Darma Syafik A.A. Tanika S.P. Larega PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 1

description

hiujnkj

Transcript of Tutorial 4 Kel 7

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL KEEMPATBLOK PMBS 3

Disusun OlehKelompok Tutorial 7Andina Selia NurAngga AlpiyansyahAnggia Shinta Wijaya KusumaBelinda A.BBerta Yolanda SBianti Nur A.Satria DarmaSyafik A.A.Tanika S.P. Larega

PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG2012Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah laporan tutorial keempat blok PMBS 3 ini tentang febris ini dapat terwujud sesuai dengan yang direncanakan. Sesuai dengan judulnya makalah ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pegangan dalam memahami dan mengetahui tentang febris..Makalah ini di tulis dalam rangka memenuhi tugas tutorial yang harus melaporkan hasil tutorial padab hari senin dan kamis dalam bentuk laporan. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih atas segala pengarahan yang telah diberikan sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik.

Sesuai dengan pribahasa yang berbunyi Tiada Gading Yang Tak Retak maka kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik dari manapun akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat baik bagi kami sendiri maupun pembacanya.Wassalamualaikum wr wb

Bandar Lampung, 7 juni 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iKATA PENGANTARiiDAFTAR ISI iiiSKENARIO KASUS 1 EPITAKSIS2MEKANISME DEMAM7DHF 14 PATOGEGENESIS BAKTERI, VIRUS, JAMUR, PARASIT21INFLAMASI AKUT DAN KRONIS 36PROTEIN DALAM VIRUS DENGUE 46Aedes aegypti................................................................................................ 48

Skenario Kasus

FebrisNy. datang ke UGD RS membawa anaknya yang berusia 6 tahun yang mengalami mimisan disertai demam tinggi. Demam tinggi dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Demam tinggi terus menerus dan terkadang disrtai menggigil. Dokter yang memeriksa mengatakan kemungkinan anaknya tersebut menderita DHF.Dokter menjelaskan bahwa febris bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit. Masing-masing mikroorganisme tersebut memiliki mekanisme yang berbeda dalam menimbulkan penyakit.DHF merupajan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan memiliki gejala klinik yang bersifat akut. Virus Debgue memiliki beberapa protein yang berperan sebagai antigen yang akan dapat menimbulkan gejala klinik dalam tubuh penderita.

Mengapa Bisa Terjadi Mimisan(Epistaksis)EpidemiologiEpistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia 50 tahun.Perdarahan hidungRongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area)Fisiologi hidungEpistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang arteri sfenopalatina.Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.

Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari littles area/pleksus kiesselbach (gambar 3) yang berada pada dinding depan dari septum hidung.Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah : Trauma minor : mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa, penggunaan steroid inhalasi melalui hidungPenyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.KomplikasiKomplikasi yang dapat timbul : sinusitis septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung) deformitas (kelainan bentuk) hidung aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah) kerusakan jaringan hidung infeksi

Bagaimanakah Mekanisme Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38C (100,4F), diukur pada oral >37,8C, dan bila diukur melalui aksila >37,2C (99F). (Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatrics Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38 C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3 C. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui. (Sherwood, 2001). Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNF (Tumor Necrosis Factor ), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002). Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNF, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006). Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006). Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi (Sherwood, 2001). Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun (Lubis, 2009). Demam pada anak dapat diukur dengan menempatkan termometer ke dalam rektal, mulut, telinga, serta dapat juga di ketiak segera setelah air raksa diturunkan, selama satu menit dan dikeluarkan untuk segera dibaca (Soedjatmiko, 2005). Menurut AAP (American Academy of Pediatrics) tidak menganjurkan lagi penggunaan termometer kaca berisi merkuri karena kebocoran merkuri dapat berbahaya bagi anak dan juga meracuni lingkungan. Pengukuran suhu mulut aman dan dapat dilakukan pada anak usia di atas 4 tahun, karena sudah dapat bekerjasama untuk menahan termometer di mulut. Pengukuran ini juga lebih akurat dibandingkan dengan suhu ketiak (aksila). Pengukuran suhu aksila mudah dilakukan, namun hanya menggambarkan suhu perifer tubuh yang sangat dipengaruhi oleh vasokonstriksi pembuluh darah dan keringat sehingga kurang akurat. Pengukuran suhu melalui anus atau rektal cukup akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dan paling sedikit terpengaruh suhu lingkungan, namun pemeriksaannya tidak nyaman bagi anak (Faris, 2009). Pengukuran suhu melalui telinga (infrared tympanic) tidak dianjurkan karena dapat memberikan hasil yang tidak akurat sebab liang telinga masih sempit dan basah (Lubis, 2009). Pemeriksaan suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak dianjurkan karena tidak akurat sehingga tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu mencapai tingkat yang membahayakan. Pengukuran suhu inti tubuh yang merupakan suhu tubuh yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengukur suhu dalam tenggorokan atau pembuluh arteri paru. Namun hal ini sangat jarang dilakukan karena terlalu invasif (Soedjatmiko, 2005). Menurut Breman (2009), adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah suhu oral antara 35,5-37,5 C, suhu aksila antara 34,7-37,3 C, suhu rektal antara 36,6-37,9 C dan suhu telinga antara 35,5-37,5 C. Suhu tubuh yang diukur di mulut akan lebih rendah 0,5-0,6 C (1 F) dari suhu rektal. Suhu tubuh yang diukur di aksila akan lebih rendah 0,8-1,0 C (1,5- 2,0F) dari suhu oral. Suhu tubuh yang diukur di timpani akan 0,5-0,6 C (1F) lebih rendah dari suhu aksila (Soedjatmiko, 2005). Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, demam mempunyai manfaat melawan infeksi. Namun demam juga akan memberikan dampak negatif diantaranya terjadi peningkatan metabolisme tubuh, dehidrasi ringan, dan dapat membuat anak sangat tidak nyaman. Penanganan demam sebaiknya tidak hanya berpatokan dengan tingginya suhu, tetapi apabila anak tidak nyaman atau gelisah sehingga dapat mengganggu penilaian, demam perlu diobati (Faris, 2009). Menurut Ismoedijanto (2000), tindakan umum penurunan demam adalah diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun. Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi/regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Lagipula, pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dihirup pernafasan, dapat menyebabkan koma (Soedjatmiko, 2005). Tindakan simptomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam. Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Beberapa golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun tidak menyebabkan hipotermia bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal, ibuprofen (Ismoedijanto, 2000). Demam 39C, anak cenderung tidak nyaman dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik (Plipat et al, 2002). Menurut Soetjatmiko (2005), obat antipiretik tidak diberikan jika suhu dibawah 38,3 C kecuali ada riwayat kejang demam. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun kombinasi keduanya. Pemberian obat-obat tradisional juga dipercaya dapat meredakan demam. Obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman obat (herbalis) ini tak kalah ampuhnya sebagai pengusir demam. Malah, obat-obatan tradisional memiliki kelebihan, yaitu toksisitasnya relatif lebih rendah dibanding obat-obatan kimia.Menurut Faris (2009), sebaiknya orangtua mempertimbangkan untuk menghubungi/mengunjungi dokter bila: 1. demam pada anak usia di bawah 3 bulan 2. demam pada anak yang mempunyai penyakit kronis dan defisiensi sistem imun 3. anak gelisah, lemah, atau sangat tidak nyaman 4. demam berlangsung lebih dari 3 hari (> 72 jam) Petunjuk lainnya untuk membawa anak ke dokter tergambar dalam pedoman yang diajukan oleh Rumah Sakit Anak di Cincinnati, tampilan anak demam dibagi atas: 1. Tampilan baik : a. anak bisa senyum, tidak gelisah, sadar, makan baik, menangis kuat namun dapat dibujuk b. tidak ada tanda-tanda dehidrasi c. perfusi perifer baik, ekstremitas kemerahan dan hangat d. tidak ada kesulitan bernafas 2. Tampilan sakit, mulai dipertimbangkan untuk ke dokter : a. masih bisa tersenyum, gelisah dan menangis, kurang aktif bermain, nafsu makan berkurang b. dehidrasi ringan atau sedang c. perfusi perifer masih baik 3. Tampilan toksik merupakan gambaran klinis yang sejalan dengan kriteria sindrom sepsis antara lain letargi, tanda penurunan perfusi jaringan atau adanya

hipo/hiperventilasi, atau sianosis, harus segera dibawa ke dokter (Soedjatmiko, 2005). Menurut NAPN bahwa demam pada bayi di bawah 8 minggu harus mendapat perhatian khusus dan mungkin membutuhkan perawatan rumah sakit. Bila anak tampak baik, kemungkinan infeksi bakteri < 3%. Bila tampak sakit, kemungkinan infeksi bakteri 26%, dan bila tampak toksik, kemungkinan infeksi bakteri 92%. Dianjurkan oleh AAP, bila anak berumur 37,9 C, bayi berumur 3-6 bulan dengan suhu >38,3 C atau berumur lebih >6 bulan dengan suhu >39,4 C, segera menghubungi dokter. Bila anak berumur >1 tahun, demam tetapi masih bisa makan, minum, tidur, dan bermain seperti biasa, tidak perlu segera ke dokter, cukup dengan pengobatan di rumah oleh keluarga.

ANTIPIRETIK Demam pada anak merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan kecemasan, stres, dan fobia tersendiri bagi orangtua. Oleh karena itu, ketika anak demam orangtua seringkali melakukan upaya-upaya untuk menurunkan demam anak. Salah satu upaya yang sering dilakukan orangtua untuk menurunkan demam anak adalah pemberian obat penurun panas/antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (Soedibyo, 2006). Penelitian Crocetti menemukan 85% orangtua di Baltimore Maryland membangunkan anaknya untuk memberikan antipiretik. Empat belas persen orangtua memberikan asetaminofen dan ibuprofen secara selang seling. Di Oldham Inggris hampir semua orangtua membangunkan anaknya pada malam hari untuk memberikan antipiretik. Antipiretik yang digunakan sebagian besar parasetamol (64%). Pada penelitian Kramer 53% orangtua membangunkan anaknya untuk memberikan antipiretik. Antipiretik yang sering digunakan adalah asetaminofen dan aspirin (Soedjatmiko, 2005). Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asetosal) (Wilmana dan Gan, 2007). Oleh karena itu antipiretik yang akan dibahas lebih lanjut ketiga jenis obat tersebut.

DHF (Dengue Hemoragic Fever)Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995).Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I IV dengan infestasi klinis dengan 5 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994).

1. Virus dengueVirus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).2. VektorVirus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).3. HostJika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).Patofsiologi Virus DangueVirus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).\Manifestasi Klinis1. DemamDemam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990).2. PerdarahanPerdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. (Soedarto, 1990). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993). Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995).3. HepatomegaliPada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederta, 1995).4. Renjatan (Syok)Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (Soedarto, 1995).Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :o Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.o Asiteso Cairan dalam rongga pleura ( kanan )o Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah muntah, diare maupun obstipasi dan kejang kejang. (Soedarto, 1995).EtiologiVirus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang terdiri dari 4 tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (baca : virus dengue tipe 1-4). infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang bersangkutan pada masa yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas yang sementara dan parsial terhadap infeksi virus lainnya. Wabah dengue juga telah dissertai Aedes albopictus, Aedess polinienssiss, Aedess sscuttellariss tetapi vector tersebut kurang efektif dan kurang berperan karena nyamuk-nyamuk tersebut banyak terdapat didaerah perkebunan dan semak-semak, sedangkan Aedes aegypti banyak tinggal di sekitar pemukiman penduduk.Adapun ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah

a. Berbadan kecil, warna hitam dan belang-belang

b. Menggigit pada siang hari, yaitu rentang waktunya antara Pkl 08.00 10.00 pagi.

c. Gemar hidup di tempat yang gelap dan lembab dan di baju-baju yang bergantungan

d. Badannya mendatar saat hinggap

e. Jarak terbangnya kurang dari 100 meter

f. Banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas dan sebagainya.Klasifikasia. Derajat IDemam disertai gejala klinis lain tanpa perdarahan spontan, uji rumpeleede positf dan mudah memar.

b. Derajat IITanda pada derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit berupa ptekiae dan ekimosis, epistaksis, muntah darah (hematemesis), melena, perdarahan gusi.

c. Derajat IIIDitemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, gelisah.

d. Derajat IVSyok berat dimana nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur, kulit lembab dan dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru. Merupakan manifestasi syok dan seringkali berakhir dengan kematian.PatofisiologiVirus dengue ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang mempunyai 4 tipe yaiyu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dimana keempat jenis ini dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bermaca-macam dari asimptomatis sampai fatal. Dengue fever merupakan manifestasi klinis yang ringan, sedang Dengue Haemorrhagic Fever merupakan manifestasi klinis yang berat.

Setelah virus masuk ke dalam tubuh, maka akan terjadi replikasi virus kemudian akan terjadi viremia yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh , sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot dan sendi, ruam atau bintik merah pada kulit, hiperemi tenggorokan dan pada keadaan yang lebih berat mungkin akan terjadi pembesaran kelenjar getah bening, hepatomegali dan splenomegali.

Gigitan nyamuk yang pertama mungkin tidak menimbulkan gejala atau dapat juga terjadi dengue fever yaitu reaksi tubuh ringan yang merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi akan berat jika penderita mengalami infeksi berulang (ke-2) terutama jika oleh virus yang berbeda pada infeksi yang pertama sehingga terjadi reaksi antigen-antibody dan akan menimbulkan kompleks antigen-antibody (kompleks virus-antibody). Keadaan ini dapat menyebabkan beberapa hal yaitu:a. Aktivasi system komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoxin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dindingpembuluh darah dan terjadinya perembesan plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini menyebabkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan (syok).b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepakan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami metamorfosis akan dimusnahkan oleh system retikuloendotel dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahanc. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadipembekuan intravascular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukkan anafhilatoxin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Kemudian meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadinya perembesan plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular.

Tanda dan gejalaa. Demam tinggi dan mendadak dan terus menerus selama 2-7 harib. Manifestasi perdarahan : uji rumpeleede positif, ptekiae, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melenac. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, nyeri ulu hatid. Nyeri sendi , nyeri kepala, nyeri otot, rasa sakit di daerah belakang bola mata (retro orbita), hepatomegali, splenomegalie. Kadang ditemui keluhan batuk pilek dan sakit menelan.7. Pemeriksaan diagnostika. Labotatorium1) Daraha) Trombositb) Hemoglobinc) Hematokritd) Elektrolit serume) Pemeriksaan gas darah2) Urineb. Pemeriksaan radiologyc. USG

8. Penatalaksanaan medisa. Pemberian minum 1- 2 liter per hari, pemberiaan oralit, jus buah juga baik untuk mengatasi kekurangan volume cairanb. Antipiretikc. Kompres hangatd. Monitor TTV dan tanda-tanda perdarahane. Antibioticf. Diazepam, jika kejangg. Pemberian cairan intravena (Ringer Lactat, Nacl 0,9 %, Dextrose 5 %)h. Bila hematokrit meningkat beri cairan plasma (Dekstran, albumin 5 %)i. Pemberian tranfusi darahj. Jika asidosis metabolic beri natrium Bikarbonat9. Komplikasia. Syok hipovolemikb. Anoksia jaringanc. Asidosis metabolic

Bagaimanakah patogenesis Bakteri?Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit, patogen oportunistik, nonpatogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu penyakit (Salmonella spp.). Patogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh E. coli menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan (diperlemah). Nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi patogen. Namun bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang semula nonpatogen, berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang terkompromi.Patogenesisinfeksibakteridiawalipermulaan proses infeksihinggamekanismetimbulnyatandadangejalapenyakit1. Infeksi: pertumbuhandanperbanyakanmikrobapada/dalamtubuhmanusiadengan/tanpamenimbulkanpenyakit. 2. Patogen: mikroorganisme yang dapatmenimbulkanpenyakit3. Patogenisitas: kemampuanageninfeksiuntukmenimbulkanpenyakit4. Virulensiadalahkemampuankuantitatifageninfeksiuntukmenimbulkanpenyakit, ukuran PATOGENISITAS suatumikroba

Step patogenesis bakteri

1. Bakterimasukkedalamtubuh

Organ Tempat Perlekatan Bakteri

Kulit

BakteritidakbisaterpenetrasipadaselkulitygsehatBeberapamikrobadapatmenyerangmelaluifolikelrambut&kelenjarkeringatBeberapa fungi dapattumbuhpadakulitkarenamampumemproduksienzimkeratinase

Organ dalam

Mikrobadapatlangsungberadhesipada organ di bawahkulitataumembranmukosamelaluirute parenteral. Ex: injeksi, gigitan, luka, sayatan, bedahdsbBeberapamikrobahanyadptmenimbulkanpenyakitapabilamasuk via rute parenteral Ex: Streptococcus pneumoniaemenyebabkan pneumonia bilaterhirup; jikatertelantidakmenimbulkanpenyakit.

2. Adhesi-Kolonisasi

Proses adhesi adalah merupakan tahap awal infeksi bakteri yang berperan dalam kolonisasinya pada permukaan sel inang. Adhesi bakteri pada permukaan sel memperpendek jarak antara bakteri dengan permukaan tubuh sehingga mempermudah toksin atau metabolit lain yang dihasilkan bakteri untuk melekat pada reseptornya di permukaan sel inang. Dalam proses adhesi dikenal dua bentuk yaitu (a) adhesi yang bersifat nonspesifik dan (b) adhesi yang bersifat spesifik. Pada adhesi yang nonspesifik, perlekatan tidak melibatkan peran reseptor permukaan. Proses adhesi disebabkan karena adanya sifat hidrofobisitas agen dan perbedaan muatan listrik permukaan bakteri dengan permukaan sel inang sehingga perlekatan umumnya tidak kuat dan bersifat ireversibel. Sedangkan pada adhesi spesifik, perlekatan diperantarai oleh reseptor permukaan sel inang yang mampu berikatan dengan antigen permukaan bakteri. Antigen permukaan ini secara umum disebut adhesin dan dapat berupa fimbria, pili, kapsul atau komponen struktural bakteri lainnya (Wibawan dan Lmmler, 1991; Wibawan et al., 1992a&b; Wibawan, 1993; Shutter et al., 1996). Dari sisi inang, keberadaan reseptor adhesi pada permukaan selnya menentukan keberhasilan proses adhesi.Pada adhesi S. aureus, dapat ditunjukkan bahwa bakteri yang memiliki hemaglutinin melekat pada sel epitel ambing dalam bentuk kelompok-kelompok kecil (cluster) dengan jumlah berkisar antara 2 hingga 5 cluster per sel epitel ambing. Sedangkan pada bakteri yang tidak memiliki hemaglutinin tidak dijumpai adanya adhesi bakteri pada sel epitel ambing. Fenomena yang serupa dijumpai pula pada adhesi S. agalactiae (Wibawan et al., 1999b).Menarik untuk dikaji adalah suatu kenyataan tentang keberadaan hemaglutinin yang sangat rendah pada S. aureus yang diisolasi dari manusia (hanya 2 isolat dari 32 isolat) sedangkan S. aureus yang diisolasi dari susu sapi perah penderita mastitis seluruhnya menunjukkan aktivitas hemaglutinasi (Wibawan et al., 1999b). Hal yang serupa terjadi pula pada S. agalactiae , bakteri yang diisolasi dari sapi sebagian besar menunjukkan aktivitas hemaglutinasi (Wibawan et al., 1993; Wahyuni, 1998) tetapi tidak atau hanya sebagian kecil bakteri yang diisolasi dari manusia menunjukkan aktivitas ini (Kurl et al., 1989). Dari pengamatan ini dapat dikatakan bahwa hemaglutinin merupakan tanda (marker) bagi bakteri yang sangat mengandalkan kemampuan adhesi dalam proses infeksinya. Pada jenis bakteri lain, S. equi subsp. zooepidemicus kemampuan adhesinya diperantarai oleh asam hyaluronat (Utama, 1998; Wibawan et al., 1999a).MATERI DAN METODAPreparasi Antiserum Hemaglutinin.Hemaglutinin yang sebelumnya telah diisolasi dan dimurnikan (@ 300-500 g) disuspensikan dalam adjuvan (1:1) dan disuntikkan ke kelinci secara intra vena. Penyuntikan ke-dua dilakukan setelah 1 minggu dan serum dipanen 2 minggu kemudian. Spesifikasi serum diuji dengan menggunakan uji imundifusi, koaglutinasi menggunakan S. aureus Cowan I atau dengan teknik Dot-Blot (Wibawan dan Lmmler, 1990).Paralel dengan cara di atas serum spesifik terhadap hemaglutinin dapat dilakukan dengan menyuntikkan eritrosit ayam yang telah mengikat hemaglutinin ke ayam itu sendiri, seperti yang telah dilaporkan sebelumnya (Wahyuni, 1998).

Peran Antibodi Hemaglutinin sebagai Anti AdhesinPeran antibodi spesifik hemaglutinin sebagai anti adhesin dapat dilakukan dalam uji hambat adhesi menggunakan biakan sel ambing. Uji adhesi dilakukan menurut Valentin-Weigand et al. (1988) dengan sedikit modifikasi. Untuk ini, masing-masing bakteri diinkubasikan dengan antiserum hemaglutinin (1ml suspensi bakteri 109 bakteri/ml HBSS+100 l antisera) selama 1 jam dalam suhu 370C. Setelah dicuci 2X dengan 3 ml HBSS, bakteri diinkubasi dengan sel epitel dengan perbandingan (sel epitel : bakteri = 1: 1000), selama 1 jam dalam penangas suhu 370 C. Preparat diwarnai dengan HE (mikroskop biasa) atau dengan FITC (mikroskop ultra violet). Jumlah bakteri yang melekat pada permukaan sel epitel kemudian dibandingkan dengan sediaan bakteri yang tidak memperoleh perlakuan (kontrol).Fagositosis dan Peran Antibodi Hemaglutinin sebagai OpsoninPeran antibodi spesifik hemaglutinin sebagai opsonin, dipelajari dalam uji fagositosis yang akan diterangkan kemudian. Ikatan antibodi hemaglutinin secara spesifik pada permukaan bakteri yang memiliki hemaglutinin diharapkan akan membuat bakteri lebih mudah dieliminasi oleh PMN, baik PMN yang belum dipresensitisasi maupun yang sudah dipresensitisasi dengan komponen bakteri terpilih. Aktivitas dan kapasitas fagositosis PMN sebelum dan sesudah sensitisasi dibandingkan dan demikian pula aktivitas dan kapasitas fagositosis PMN terhadap bakteri yang diopsonisasi maupun yang tidak diopsonisasi (Wibawan dan Lmmler, 1991).Presensitisasi PMN secara in vivoPresensitisasi PMN atau makrofag dilakukan dengan jalan menyuntikkan S. aureus ke tikus secara intra peritoneal. Booster dilakukan setelah seminggu penyuntikan pertama. Pada minggu ketiga makrofag dan PMN dipanen dari cairan peritonium. Suspensi makrofag dan peritonium dicuci 2X menggunakan 3 ml HBSS, dihitung jumlahnya dan selanjutnya dapat digunakan untuk uji fagositosis (Sanjaya dan Wibawan, 1999).

Uji FagositosisUji fagositosis dilakukan dengan cara mengikubasikan 0.5 ml bakteri yang sebelumnya telah ditentukan jumlahnya (bakteri 109 bakteri/ml HBSS) dengan 0.5 ml suspensi makrofag dan PMN (106 sel/ml HBSS), direaksikan pada suhu 37C selama 1 jam. Setelah dicuci 2x dengan HBSS, suspensi diwarnai dengan methylen-blue, proses fagositosis diamati di bawah mikroskop cahaya. Nilai fagositosis kemudian diekspresikan dalam aktivitas dan kapasitas fagositosis. Aktivitas fagositosis adalah jumlah makrofag dan PMN yang menunjukkan proses fagositosis untuk setiap 100 makrofag dan PMN (dinyatakan dalam %). Kapasitas fagositosis adalah jumlah bakteri yang terfagositosis oleh 50 PMN yang menunjukkan aktivitas fagositosis (Wibawan et al., 1999b).Adhesi merupakan tahap inisiasi dari proses kolonisasi bakteri. Adhesi bakteri ini pada permukaan sel epitel ambing diduga bersifat spesifik, artinya proses tersebut diperantarai oleh reseptor hemaglutinin pada permukaan sel epitel ambing yang berikatan secara khas dengan hemaglutinin pada permukaan sel bakteri. Seperti telah dinyatakan di atas, biakan sel epitel ambing dapat dipreparasi dari reruntuhan sel epitel dalam susu sapi dan dapat dipasase berulangkali tanpa kehilangan viabilitasnya. Biakan sel epitel ambing ini kemudian dapat digunakan dalam uji adhesi dan juga sebagai sumber reseptor hemaglutinin. Berdasarkan hal tersebut di atas maka selanjutnya dilakukan pula isolasi dan karakterisasi reseptor hemaglutinin.

Peran Antibodi Hemaglutinin sebagai Anti AdhesinPreinkubasi bakteri-bakteri yang memiliki hemaglutinin (S. agalactiae dan S. aureus) dengan antiserum hemaglutinin yang homolog mampu menurunkan nilai adhesi pada permukaan sel (Tabel 2).Tabel 2. Uji hambat adhesi bakteri pada permukaan kultur sel epitel ambing menggunakan antiserum hemaglutinin homolog atau reseptor hemaglutinin homolog dengan teknik pewarnaan Giemsa.* jumlah sel bakteri yang adhesi pada 20 sel epitel ambing. P< 0.001Preinkubasi bakteri dengan antiserum hemaglutinin heterolog tidak menyebabkan penurunan nilai adhesi. Hal ini menunjukkan bahwa hemaglutinin sebagai adhesin hanya mampu dihambat aktivitasnya secara spesifik oleh antiserum yang homolog.

Fagositosis dan Peran Antibodi Hemaglutinin sebagai OpsoninPada umumnya bakteri S. agalactiae dan S. aureus yang diisolasi dari kasus mastitis subklinik mudah difagositosis oleh sel radang polimorf (PMN) karena bakteri ini umumnya tidak memiliki kapsul. Keberadaan kapsul ditentukan dengan teknik soft-agar untuk S. agalactiae dan serum soft-agar untuk S. aureus. Bakteri S. agalactiae dan S. aureus yang tidak berkapsul tumbuh kompak pada masing-masing media.Preinkubasi bakteri dengan antiserum hemaglutinin homolog menyebabkan peningkatan nilai fagositosis. Keberadan antiserum pada permukaan sel bakteri menyebabkan bakteri lebih mudah difagositosis oleh sel PMN karena bakteri terdapat dalam bentuk teropsonisasi

3. InvasiProses bakteri masuk kedalam sel inang ata jaringan dan menyebar keseluruh tubuh. IntraselulerBila mikroba benar benar berpenestrasi dalam sel inang dan hidup didalamnya

EkstraselulerApabila mikroba merusak barier jaringan untuk menyebar kedalam tubuh.

4. Kehidupanintraseluler

5. Perusakan organ/jaringan

Virulensi adalah ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ke tubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit, atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi.

KERENTANAN INANG

Kerentanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada kondisi fisiologis dan imunologis inang dan virulensi bakteri. Pertahanan inang terhadap infeksi bakteri adalah mekanisme nonspesifik dan spesifik (antibodi). Mekanisme nonspesifik dilakukan oleh sel-sel neutrofil dan makrofag. Perkembangan imunitas spesifik seperti respons antibodi memerlukan waktu beberapa minggu. bakteri flora normal kulit dan permukaan mukosa juga memberi perlindungan terhadap kolonisasi bakteri patogen. Pada individu sehat, bakteri flora normal yang menembus ke tubuh dapat dimusnahkan oleh mekanisme humoral dan seluler inang. Contoh terbaik tentang kerentanan adalah AIDS, di mana limfosit helper CD4+ secara progresif berkurang 1/10 oleh virus imunodefisiensi (HIV). Mekanisme resistensi dipengaruhi oleh umur, defisiensi, dan genetik. Sistem pertahanan (baik spesifik maupun nonspesifik) orang lanjut usia berkurang. Sistem imun bayi belum berkembang, sehingga rentan terhadap infeksi bakteri patogen. Beberapa individu memiliki kelainan genetik dalam sistem pertahanan.

Resistensi inang dapat terkompromi oleh trauma dan penyakit lain yang diderita. Individu menjadi rentan terhadap infeksi oleh berbagai bakteri jika kulit atau mukosa melonggar atau rusak (terluka). Abnormalitas fungsi silia sel pernafasan mempermudah infeksi Pseudomonas aeruginosa galur mukoid. Prosedur medis seperti kateterisasi dan intubasi trakeal menyebabkan bakteri normal flora dapat masuk ke dalam tubuh melalui plastik. Oleh karena itu, prosedur pengantian plastik kateter rutin dilakukan setiap beberapa jam (72 jam untuk kateter intravena). Banyak obat diproduksi dan dikembangkan untuk mengatasi infeksi bakteri. Agen antimikroba efektif melawan infeksi bakteri jika sistem imun dan fagosit inang turut bekerja. Namun terdapat efek samping penggunaan antibiotik, yaitu kemampuan difusi antibiotik ke organ nonsasaran (dapat mengganggu fungsi organ tersebut), kemampuan bertahan bakteri terhadap dosis rendah (meningkatkan resistensi), dan kapasitas beberapa organisme resisten terhadap multi-antibiotik.

Bagaimanakah Patogenesis Virus ?

Adalah hubungan antara hospes dan pejamu yang akhir nya menimbulkan suatu penyakit. Tahapan nya diantaranya adalah:1. Masuknya virus dan replikasi primerMelalui

2. Penyebaran virus dan tropisme selTropisme adalah pergerakan dalam pertumbuhan sel (umumnya pada sel tumbuhan) yang menyebabkan pergerakan organ tumbuhan utuh menuju atau menjauhi sumber rangsangan (stimulus). Apabila pergerakan pertumbuhan menuju ke arah sumber rangsangan maka disebut tropisme positif, sedangkan pergerakan pertumbuhan yang menjauhi sumber rangsangan disebut tropisme negatif Secara etimologis, tropisme berasal dari bahasa Yunani "tropos" yang memiliki makna "berputar". Saat ini telah ditemukan beberapa macam tropisme berdasarkan sumber stimulus atau rangsangannya

3. ViremiaViremia merupakan proses masuknya virus ke dalam tubuh.Virus masuk sama seperti mekanisme antigen yang lain melalui attachmentg (menempel) pada sel inang, penetration (melubangi membran sel untuk memasukkkan materi genetik DNA/RNA) dan replikasi (memperbanyak informasi genetik)

4. Penyembuhan dri infeksi5. Pelepasan virus infeksius ke lingkungan

PATOGENESIS JAMUR DAN PARASITInfeksi Jamur Fokal

AspergillosisAspergillus fumigatus dan kelompok Mucor paling sering mencapai susunansaraf pusat lewat paru 50%.

KlinisGambaran klinis aspergillosis otak biasanya berupa proses desak ruang,jarang berbentuk meningitis. Manifestasi aspergillosis biasanya berbentuk absestunggal dengan kapsul yang tegas (single well-encapsulated abcess). Pada pasienyang immunocompromised abses bisa tunggal bisa multiple dan nampak di daerahsirkulasi anterior dan posterior, pada keadaan lain pada pasien yangimmunocompromised bisa ditemukan trombosis vaskuler dan infark, selain itu jugapernah dilaporkan adanya aneurisma mikotik yang lokasinya berbeda denganbakterial aneurisma yaitu bahwa mikotik aneurisma terletak lebih kearah proksimaldari cabang pembuluh darah besar.

Pemeriksaan penunjangPada CT Scan nampak sebagai masa soliter,hipodens dengan penyangatanberbentuk cincin. Pada CT Scan nampak masa hipodens dengan sedikit penyangatansehingga menyulitkan pengukuran secara tepat. Pada beberapa keadaan ditemukanperdarahan. Gambaran liquor serebrospinal tidak khas, protein sedikitmeninggi,kadar gula seringkali normal, leukositosis ringan. Hasil kultur umumnyanegatif.

PengobatanInfeksi aspergillus pada susunan saraf pusat sulit diobati,kadang diperlukandosis ampoterisin B yang lebih tinggi dari biasanya. Prognosa biasanya jelek.

MucormycosisDalam kelompok ini terdapat tiga jenis yaitu Mucor, Rhizopus dan Absidia danyang paling sering menimbulkan infeksi adalah Rhizopus.PatogenesaRhizopus merupakan flora normal di nasofaring, dan menjadi patogen padapasien yang mengalami ketoasidosis diabetikum serta cepat menjadi bentukrhinocerebral (80-90%). Abses otak karena penyebaran dari paru hanya ditemukanpada pasien yang immunocompromised. Infark otak bisa disebabkan karena oklusivaskuler. Mucormycosis rhinocerebral dimulai dari sinus paranasal dan menyebarsampai daerah orbita.

KlinisKeluhan awal biasanya nyeri kepala, nyeri daerah mata dan periorbita denganpembengkakan, selain itu ditemukan optalmoplegi eksterna dan proptosis. Tajampenglihatan menurun akibat sumbatan pada arteri sentralis retina. Penyebaranintrakranial lewat orbita dapat menimbulkan ensefalitis dandiikuti pembentukanabses.

Pemeriksaan penunjangHasil pemeriksaan liquor seringkali normal

PengobatanAmpoterisin B(0.5-0.6 mg/koagulan bb dalam dextrose 5%/4 jam), dankadang dengan pembedahan.

PragnosaBerbeda dengan penyakit jamur lain, pada mucormycosis cepat terjadikematian biasanya dalam waktu 10 hari.

INFEKSI PARASIT DIFUS

TrichinosisTrichinosis adalah infestasi usus dan jaringan (pada manusia dan binatangmenyusui) yang disebabkan oleh cacing bulat Trichinella spiralis. Tuan rumah (host)cacing ini adalah babi dan kadang beruang. Dalam jumlah yang banyak cacing inimenyebabkan diare dan saat migrasi larvae ke jaringan menyebabkan myositis,demam, eosinofilia, myocarditis dan kadang ensefalitis. Larvae trichinellamenyebabkan nekrose otot dan klasifikasi fokal. Larvae ini mampu bertahan sampai5-10 tahun setelah encystasi. Bila mengenai otak membentuk granulomatus noduldan vaskulitis pembuluh darah kecil.

KlinisBerat ringannya gejala tergantung dari jumlah larvae. Semua jaringan sarafdapat terkena invasi cacing ini, termasuk saraf tepi. Invasi di susunan saraf pusatmeneybabkan kejang, delirium dan psikosa.

Pemeriksaan jantungDiagnosa trichinella ditentukan oleh adanya leukositosis eosinofilik, tesserologi antibodi , x foto otot dan biopsi.Liquor biasanya normal. Pencegahan denganmerebus ulang (refraining) daging sebelum dimakan.

PengobatanThiabendazole 25 mg/koagulan bb/hari, selama 7 hari dan kortikosteroidmengurangi reaksi inflamasi.

PrognosaMortalitas mencapai 2% pada kasus sistemik, sedang pada infeksi susunansaraf pusat mencapai 10%.

ToxoplasmosisToxoplasmosis gondii merupakan protozoa obligat intraselluler pada manusia,kucing dan burung.

PatogenesaOrganisme ini mauk ke dalam tubuh manusia lewat makanan yangterkontaminasi. Sebagian besar infeksi bersifat asimtomik, dan gejala baru munculsetelah daya tahan tubuh menurun.

KlinisManifestasi klinis umumnya adalah limfadenopati generalisata, dan bilamencapai otak menimbulkan meningoensefalitis. Defisit neurologis fokalberhubungan dengan lesi/nekrose parenkim otak atau pembentukan jaringan parut.Diagnosa ditegakkan lewat peemriksaan serologi dan biopasi. Toxoplasma dapatmenetap sepanjang usia host toxoplasma congenital terjadi lewat pasasetransplasenta dengan gejala korioretinitis dan kejang atau menetap tanpa gejala.

Pemeriksaan penunjangPada CT Scan nampak gambaran abses multifokal dengan kontrasEnhancement

PengobatanTerapi spesifik dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Dosispirimetamin hari pertama 75 mg selanjutnya 25 mg dengan sulfadiazin 1 gr setiap 6jam ditambah asam folat 10 mg/hari, sedikitnya selama 3-6 minggu. Selamapemberian obat ini pasien harus banyak minum untuk menghindari kristaluria.Prgnosa tergantung saat penyakit ditemukan.

AmebiasisEntamoeba histolytica menghuni kolon dan menyebabkan disentri. Komplikasiekstraintestinal yang sering adalah abses hati, pleurisy, pneumonia, pericarditis danmeningoensefalitis.

PatogenesaOrganisme mencapai otak lewat embolisasi. Entamoeba menyebabkannekrose, dengan reaksi radang ringan pada parenkim otak, udem, kejang dankadang pembentukan abses. Diagnosa lewat pemeriksaan fases dan biopsi jaringan .Amebiasis susunan saraf pusat jarang terdiagnosa saat pasien masih hidup.

PenangananPenanganan dengan pemberian obat amebicid seperti metronidazol dengandosis 35-50 mg/koagulan bb selama 5-10 hari.

INFEKSI PARASIT FOKALCysticercosisCysticerosis merupakan penyakit akibat parasit/larva dari Taenia solium yangmempunyai afinitas khusus terhadap jaringan saraf dan menimbulkan bermacamsindroma tergantung dari lokasi dalam neuraxis.

PatogenesaManusia dan babi dapat terserang larva pada jaringan tubunhya. Penularanlewat makan daging yang tidak dimasak dengan baik. Saat ini diketahui paling tidakada lima tipe cycticercosis otak. Lokasi cysticerosis adalah recemose meningobasal,cystic parenchimal, cerebromeningeal, ventricular dan spinal. Gambaran khasrecemose cycticercosis adalah vesikel kecil yang multipel (encysted larvae) di ruangsubarakmoid, terutama di sisterna basalis. Gejala lain adalah parese saraf otak danhidrosefalus. Larva bersifat iritatif dan menyebabkan proses desak ruang sehinggamenimbulkan araknoiditis dan sumbatan daerah sisterna. Bentuk khas lesiintraparenkim adalah kista multipel yang kadang mengalami kalsifikasi. Karenasifatnya yang iritatif maka mudah menimbulkan kejang dan defisit sensorimotor. SOLakibat cysticercosis tidak berbahaya.

DiagnosaDiagnosa cysticerosis dibuat berdasarkan gambaran radiologis dantesserologis. Gambaran darah tepi adalah eosinofilia. Pada liquor ditemukan pleositosiseosinofilia, dengan kadar gula dan protein normal.

PengelolaanPenanganan dengan pengangkatan kista, sedang obat untuk kista parenkimaladalah praziquantel (10-20 mg/koagulan bb) atau albendazol (400 mg), sedangcacingnya sendiri dapat dikeluarkan dari usus dengan pemberian niclosamide (2 gr).

Echinococcosis (hydatid disease)Echinococcosis adalah penyakit parasistik yang disebabkan oleh infestasi kistaechinococcus granulosa, cacing pita anjing. Host perantara cacing ini adalah domba,unta dan sapi.

PatogenesaPeneybaran penyakit dari saluran cerna lewat aliran darah menyerang hati,paru, tulang dan otak. Larva membentuk kista tunggal yang cepat membesar.Setelah beberapa bulan dinding kista akan berdiferensiasi menjadi lapisan dalam(internal germinal layer) dari kista berikutnya,akibatnya kista akan semakin besarberisi cairan dan partikel parasit yang dikenal sebagai hydatid sand. 3% kasusechinococcosis sistemik sampai otak, dengan kista yang seliter, besar dan lokasinyasuperfisial.

KlinisGejala awal biasanya adalah tekanan tinggi intrakranial.

DiagnosaDiagnosa ditegakkan lewat pemeriksaan darah eosinofilla dan tes intradermal(Casoni intradermal skin test) dan tes fixasi komplemen (Weinberg).

PengelolaanPengangkatan kista saat operasi harus hati-hati, karena bila pecah akanmenyebarkan kista karena dalam kista terdapat larva hydatid hidup. Tilangtengkorak dan vertebrata dapat rusak oleh adanya kista dan saat operasi kista sulitdiangkat secara utuh.

ParagonimiasisParagonimiasis disebabkan oleh infeksi cacing paru Paragonimus westermani.Pada manusia paragonimiasis berbentuk meningoensefalitis karena granulomatosismultipel. Host primer adalah krustasea, dan manusia sebagai perantara.

DiagnosaDiagnosa ditegakkan dengan ditemukannya telur dari sputum atau feses.Pada CT Scan nampak granuloma intraserebral yang sering mangalami kalsifikasi.

PengobatanPengobatan dengan bithionol (30-50 mg/koagulan selang sehari selama 10 15 kali pemberian) danreaksi granuloma.Inflamasi Akut dan KronisINFLAMASI AKUT

Reaksi lokal jaringan hidup terhadap kerusakan sel dengan cara memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh berupa reaksi vaskuler, neurologis, humoral dan seluler.Etiologi inflamasi- infeksi mikroba- materi fisik- materi kimia- jaringan nekrotik- reaksi imunologisTujuan positif inflamasi-Untuk menahan dan memisahkan kerusakan sel-menghancurkan mikroorganisme-menginaktifkan toksin-mempersiapkan perbaikan jaringanNegatif-menyebabkan reaksi hipersensitifitas-mengancam jiwa-menyebabkan kerusakan organ progresif-pembentukan jaringan parutKomponen yang terlibat dalam inflamasi1. Sel-sel didalam pembuluh darah- PMN-Limfosit- Monosit- Faktor penggumpal darah- Eosinofil- Basofil2. Sel-sel jaringan ikat-sel mast-fibroblas-makrofag

3. ECM-serabut elastis-serabut kolagen-proteoglikanProses inflamasi1. persiapan berbagai bentuk fagosit pada sel yang mengalami kerusakan2. terbentuknya berbagai antibodi3. terjadilah edema sebagai bentuk untuk menetralkan dan mencairkan iritan4. pembentukan jaringan fibrin, granulasi dan fibrosis untuk membatasi daerah kerusakan5. proses penyembuhanCiri-ciri inflamasi akut1. kerusakan terjadi dengan durasi yang singkat2. terjadi pengeluaran cairan3. terjadi migrasi PMNTanda-tanda utama terjadinya inflamasi akut1.Panas (kalor) : Terjadi peningkatan aliran darah dan meningkatnya metabolisme seluler 2.Kemerahan (Rubor) : Terjadi Pelebaran pembuluh darah dan peningkatan aliran darah3.Pembengkakan (tumor) : Terjadi pelebaran pembuluh darah, keluarnya cairan, kemotaksis, dan peningkatan metabolisme seluler4.Nyeri (dolor) : Dilepaskannya mediator yang larut, terjadi kemotaksis dan peningkatan metabolisme seluler5. Kehilangan fungsi Mediator kimia pada inflamasi akut- Mediator dapat dibentuk dari plasma sel ataupun dari sel- Mediator yang dibentuk dari plasma masih dalam bentuk prekursor yang harus diaktifkan terlebih dahulu, sedangkan mediator dari sel berada terpisah didalam granula yang dapat langsung disekresikan atau disintesis.- mediator terbentuk karena rangsangan produk mikrobial- Mediator yang telah dikeluarkan dari sel akan segera terinaktivasi oleh enzim, dihambat dan bahkan dihilangkan-hampir seluruh mediator memiliki potensial untuk menghasilkan efeksampingStadium Inflamasi Akut1. Respon neurologisMelibatkan sistem saraf simpatis yang menyebabkan pembuluh darah berkontriksi1. Respon Vaskuler-Vasodilatasi- Edema-Pain

2. Respon seluler Marginasi dan pavementing leukosit emigrasi leukosit: -rolling-aktivasi-adesi-transmigrasi kemotaksis :Proses pengikatan chemotactic agent dengan permukaan leukosit yang spesifik. Hal tersebut dikarenakan peningkatan kalsium sitosolik dan aktivitas GTPase fagositosisTerdiri dari tiga langkah:-Pengenalan dan pengikatan-Engulfment (proses memakan)-killing and destroying4. Inflamatory eksudasi-serous-fibrous5. resolution- totally healed- terbentuk jaringan parut dan pus- menjadi inflamasi kronisInflamasikronikInflamasi kronik (atau disebut juga radang kronik) merupakan peradangan yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama (lebih lama jika dibandingkan dengan radang akut). Berbeda dengan radang akut, radang kronik ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: Infiltrasi sel-sel mononuklear meliputi sel limfosit, sel plasma dan makrofag yang predominan. Destruksi jaringan, yang sebagian besar diatur oleh sel-sel radang. Repair (perbaikan) melibatkan angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dan fibrosis (pembentukan jaringan parut).Penyebab radang kronikRadang kronik dapat bersifat primer, tetapi ada kalanya merupakan kelanjutan dari radang akut. Pada radang kronik primer, beberapa keadaan yang dapat menjadi etiologi adalah:

1. Infeksi virusInfeksi intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit dan makrofag untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.2. Infeksi mikroba persistenPajanan mikroba yang patogenisitasnya lemah namun berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang berpuncak pada reaksi granulomatosa (salah satu contoh radang kronik). Contohnya pada infeksi Treponema pallidum.3. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksikAgen-agen asing dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam jangka waktu yang lama. Agen tersebut dapat berupa agen endogen (seperti jaringan adiposa yang nekrotik, kristal asam urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen (seperti materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang tertanam).4. Penyakit autoimunRespons imun terhadap antigen dan jaringan tubuh sendiri yang berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan radang kronik, contohnya adalah penyakit arthritis rheumatoid atau sklerosis multipel.5. Penyakit spesifik yang etiologinya tidak diketahuiContohnya kolitis ulseratif (penyakit radang kronik usus)6. Penyakit granulomatosa primerSeperti penyakit Crohn, sarkoidosis, reaksi terhadap berilium.Sedangkan pada radang kronik yang timbul dari radang akut, progresi (perkembangan) dari radang akut atau kegagalan resolusi (perbaikan) adalah hal yang memicu terjadinya radang kronik. Jenis radang akut yang paling sering berkembang menjadi radang kronik adalah radang akut supuratif. Pus yang membentuk rongga abses serta pembuangannya yang tidak lancar (bisa juga disertai dengan penebalan dinding abses) akan menyebabkan organisasi pus sehingga tumbuh jaringan granulasi yang pada akhirnya digantikan oleh jaringan parut fibrosa.Pembentukan radang kronik dari radang akut bisa juga disebabkan oleh adanya materi-materi asing yang tidak tercerna (resisten) selama radang akut. Contohnya adalah keratin dari kista epidermal yang sobek atau potongan kecil tulang yang terdapat di dalam sekestrasi osteomyelitis. Benda asing ini akan menimbulkan reaksi radang kronik yang spesifik yaitu radang granulomatosa dan menyebabkan terbentuknya sel datia yaitu sel berinti banyak yang terbentuk dari makrofag.Gambaran makroskopik radang kronikGambaran makroskopik umum yang sering ditemukan pada radang kronik adalah:1. Ulkus kronik, yaitu ulkus yang dasarnya dibatasi oleh jaringan granulasi dan fibrosa, contohnya pada ulkus peptik kronik lambung dengan luka pada mukosa.2. Rongga abses kronik, yaitu rongga yang terbentuk oleh pus pada radang supuratif. Contohnya osteomyelitis.3. Penebalan dinding rongga viskus, contohnya penebalan dinding pada kolesistitis kronik. Penebalan biasanya bersamaan dengan infiltrat sel radang kronik.4. Radang granulomatosa, yaitu kumpulan histiosit epiteloid sebagai akibat tidak dapat dihancurkannya substansi tertentu oleh makrofag. Contohnya pada penyakit tuberkolosis paru.5. Fibrosis, yaitu proliferasi jaringan fibroblas setelah sel-sel radang kronik menghilang/mereda.Gambaran mikroskopik radang kronikPada radang kronik dapat ditemukan gambaran mikroskopik sebagai berikut. Infiltrat seluler terdiri dari limfosit, sel plasma dan makrofag. Beberapa eosinofil polimorf mungkin dapat ditemukan, tetapi neutrofil polimorf (yang lazimnya terdapat pada radang akut) jarang ditemukan. Beberapa makrofag dapat membentuk sel datia berinti banyak. Cairan eksudat sedikit ditemukan, tetapi mungkin ditemukan produksi jaringan ikat baru yang berasal dari jaringan granulasi. Mungkin juga ditemukan kejadian perusakan jaringan yang berkelanjutan, yang bersamaan dengan proses regenerasi dan perbaikan jaringan. Nekrosis jaringan mungkin merupakan gambaran yang mencolok, terutama pada keadaan granulomatosa seperti tuberkulosis.Makrofag pada radang kronikMakrofag merupakan sel yang relatif besar dengan diameter sekitar 30m, bergerak dengan cara ameboid, memberikan respons terhadap rangsangan kemotaksis tertentu (sitokin dan kompleks antigen-antibodi) dan mempunyai kemampuan fagositik untuk mencerna mikroorganisme dan sel debris. Bila dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki jangka waktu hidup yang lebih lama dan kemampuan mencerna material yang lebih banyak jenisnya. Selain itu, makrofag dapat membatasi organisme (agen asing) yang hidup andaikata tidak mampu membunuhnya dengan enzim lisosom, contohnya adalah pada Mikobakterum tuberkulosis dan Mikobakterium lepra. Apabila makrofag kemudian ikut serta dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme tersebut, makrofag sering mengalami kematian dan melepaskan enzim lisosomnya sehingga menyebabkan nekrosis yang meluas.Makrofag pada jaringan yang mengalami radang berasal dari monosit darah yang telah bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan mengalami perubahan (aktivasi) di dalam jaringan. Karena itu makrofag merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear. Pada jaringan ikat makrofag tersebar secara difus, sedangkan di organ dijumpai makrofag yang khas seperti sel Kupffer (hati), sel mikroglia (otak) atau makrofag alveolus (paru).Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan diperlihatkan dalam bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktivasi ini diinduksi oleh sinyal-sinyal, mencakup sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T yang tersensitisasi (IFN ), endotoksin bakteri, berbagai mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin.Makrofag yang sudah teraktivasi (siap untuk menjalankan proses fagositosis) akan menghasilkan produk sebagai berikut:

Protease asam dan protease netralProtase asam dan protease netral merupakan mediator kerusakan jaringan pada peradangan. Komponen komplemen dan faktor koagulasiMakrofag teraktivasi dapat mengeluarkan komponen komplemen dan faktor koagulasi, meliputi protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor jaringan. Spesies oksigen reaktif dan NOSpesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba. Metabolit asam arakhidonatMetabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator dalam proses peradangan. SitokinSitokin seperti IFN dan , IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF ) serta berbagai faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks ekstraselular.Pada radang kronik, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat peradangan. Limfosit teraktivasi akan mengeluarkan IFN- yang akan mengaktivasi makrofag. Makrofag teraktivasi, selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan mediator-mediator lain, juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit, sehingga dengan demikian akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit, yang menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan terbentuknya fokus radang. Selain itu makrofag juga dapat berfusi menjadi sel besar berinti banyak disebut sel Datia.

Limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mastSelain makrofag, pada peradangan kronik juga ditemukan limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast.Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang merekrut monosit. Limfosit dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan peradangan yang diperantarai nonimun (infark atau trauma jaringan). Telah disebutkan di atas bahwa aktivasi limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag, menyebabkan terjadinya fokus radang akibat proliferasi dan akumulasi makrofag di tempat cedera.Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-B yang mengalami diferensiasi akhir. Sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di tempat radang atau melawan komponen jaringan yang berubah.Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atau bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE yang berkaitan khusus dengan alergi. Kedatangan eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti yang digunakan oleh neutrofil dan juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil mengandung suatu protein disebut MBP (major basic protein), yaitu suatu protein kationik bermuatan besar dan bersifat toksik terhadap bakteri.Adapun sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi oleh IgE terhadap antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel mast akan mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan perubahan vaskular pada radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin seperti TNF yang berperan pada respons kronik yang lebih besar.Kerjasama seluler pada radang kronikInfiltrat jaringan limfositik pada radang kronik meliputi dua jenis utama limfosit, yaitu limfosit-B dan limfosit-T. Limfosit-B, pada saat kontak dengan antigen, cepat berubah menjadi sel plasma, yang merupakan sel khusus yang sesuai untuk produksi antibodi. Sedangkan limfosit-T bertanggung jawab pada sel perantara imunitas. Pada saat kontak dengan antigen, limfosit-T memproduksi berbagai faktor pelarut yang disebut sitokin yang memiliki sejumlah aktivitas penting: Pengumpulan makrofag ke dalam areaTelah diketahui bahwa makrofag dikumpulkan ke daerah lesi terutama dipengaruhi oleh faktor penghambat migrasi (migration inhibition factors = MIF) yang akan mengikat makrofag dalam jaringan. Faktor pengaktif makrofag (makrofag activation factors = MAF) merangsang makrofag memakan dan membunuh bakteri. Produksi mediator radangLimfosit-T memproduksi sejumlah mediator radang, termasuk sitokin, faktor kemotaksis untuk neutrofil, dan faktor lain yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Pengumpulan limfosit lainInterleukin merangsang limfosit lain untuk membelah dan memberikan kemampuan membentuk sel perantara respons imun terhadap berbagai antigen. Limfosit-T juga bekerja sama dengan limfosit-B membantunya untuk mengenali antigen. Destruksi sel targetFaktor-faktor seperti perforin diproduksi untuk menghancurkan sel lain melalui perusakan membran selnya. Produksi interferonInterferon , diproduksi oleh sel-T teraktivasi, mempunyai sifat antivirus dan pada saat tertentu mengaktifkan makrofag. Interferon dan , diproduksi oleh makrofag dan fibroblas, yang mempunyai sifat antivirus dan sel pembunuh alami yang aktif (activate natural killer cells = NK cells) dan makrofag.

Protein dalam virus dengueVirus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu virus dengue tipe 1(DEN 1), virus dengue tipe 2 (DEN 2), virus dengue tipe 3 (DEN 3) dan virus dengue tipe 4 (DEN 4). Perbedaan dari ke 4 serotipe adalah terdapatnya perbedaan antigen, sehingga antibodi yang dihasilkan masing-masing serotipe akan menimbulkan kekebalan pada jangka panjang pada serotipe yang sejenis (Kinney et al., 2005).Genom virus dengue merupakan untai RNA tunggal linier yang berukuran 11 Kb yang dilengkapi dengan cap tipe 1 pada ujung 5 yaitu m7GpppA. Ujung 3 tidak dilengkapi dengan poliA. Translasi pr otein diinisiasi dari kodon AUG yang pertama dari ujung 5. Genom virus dengue mengkode Open Reding Frame (ORF) yang ditranslasi tanpa terputus. ORF virus dengue terletak diantara daerah noncoding 3 dan 5, terdiri dari gen struktural (C, PrM, E) dan non-struktural (NS1, NS2A, NSB, NS3, NS4A, NS4B, NS5) (Gambar 3.) yaitu :.1. Gen CoreMerupakan gen menyandi protein core yang menjadi protein pertama kali disintesis, terdiri dari 112-127 asam amino, bermuatan positif karena sebagian besar tersusun oleh residu Lys dan Arg. Karena sifat muatannya diperkirakan protein C berinteraksi dengan molekul RNA virion yang beruatan negatif (Chang, 1997).2. Gen PrMGen PrM menyandi protein Pre-membran/membran yang merupakan prekursor protein M yang dijumpai dalam sel virion belum matang, sedangkan protein M yang dijumpai diluar sel pada virion matang (Chang, 1997). Protein PrM merupakan glikoprotein yang berukuran 18-19 KDa dan mengalami pemotongan pada situs proteolisis spesifik menjadi M dengan ukuran 7-9 KDa.3. Gen EGen E menyandi protein envelop yang berukuran 53-54 KDa yang menjadi struktur utama virus homotrimer pada permukaan virus matang, Protein E berperan penting dalam sejumlah aktivitas biologis yaitu diantaranya perakitan virion, pelekatan reseptor, mediasi fusi membran dan sebagai target utama antibodi netralisasi (Chang, 1997).4. Gen NS1Gen NS1 menyandi glikoprotien yang berukuran 42-50 KDa terdiri dari 353-354 asam amino dan berfungsi dalam proses maturasi virion (Chang, 1997).5. Gen NS2AGen NS2A menyandi protein NS2A berukuran 22 KDa, diperkirakan berperan dalam proses replikasi yang terikat pada membran.6. Gen NS2BGen NS2B menyandi protein NS2B yang berukuran 14 KDa membentuk kompleks dengan NS3 dan dibutuhkan sebagai kofaktor pada fungsi serine protease NS3.7. Gen NS3Gen NS3 menyandi protein NS3 dengan ukuran 67-70 KDa berfungsi sebagai protease viral yang aktif dalam proses paska-translasi poliprotein, selain itu juga berfungsi sebagai helikase viral (Hencahal and Putnak, 1990).8. Gen NS4A dan Gen NS4BGen NS4A dan NS4B menyandi protein NS4A (16.0-16.4 KDa) dan NS4B (27-28 KDa) fungsinya belum teridentifikasi, akan tetapi diduga protein tersebut berhubungan dengan lokalisasi komleks NS3 dan NS5 (Chang, 1997).9. Gen NS5Gen NS5 menyandi protein paling besar yaitu 103-104 KDa diperkirakan berfungsi sebagai RNA-dependent RNA Polimerase dan metal transferase yang mengindikasikan bahwa NS5 juga terlibat dalam pembentukan caping (Lindenbach and Rice, 2001).

Aedes aegyptiNyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang. Nyamuk Aedes aegypti hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat umum dan mampu terbang sampai 100 meter. Umur nyamuk Aedes aegypti rata rata 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya dapat hidup 2 3 bulan (Depkes RI, 2004).

Perilaku dan Siklus Hidup Aedes aegypti bersifat aktif pada pagi hingga sore hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah dengue kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini. Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah, berulang kali menusukkan proboscisnya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar. Beberapa tempat pembiakan nyamuk Aedes aegypti adalah : 1. Lingkungan perumahan 1. Luar Rumah, seperti : Tayar buruk, tempurung kelapa, botol/gelas pecah yang mengandung air, saluran air hujan, tempayan, pohon pisang, pohon keladi, parit yang tersekat. Nyamuk Aedes aegypti seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 6 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva.Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah.

Referensi1. Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 56-63.2. Underwood JC. Patologi Umum dan Sistematik Vol 1. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1999. p. 247-54.3. Epistaxis.RCH CPG. Diakses tanggal 17 juni 2007. Diunduh dari http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=97494. Kucik CJ, Clenney T. Management of epistaxis. Diakses tanggal 25 juni 2007. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/20050115/305.html5. Evans J. Epistaxis. Diakses tanggal 24 juni 2007. Diunduh dari http://www.emedicine.com/emerg6. Patologi Anatomi Robin7. Mikrobiologi Jawetz8. Journal USU9. Jornal UNAIR10. Journal Unud

3