Tugas Vi Review Reklamasi Tambang
description
Transcript of Tugas Vi Review Reklamasi Tambang
TUGAS VI REVIEW TAMBANG TERBUKA
REKLAMASI TAMBANG
Dibuat Sebagai Syarat Tugas Mata Kuliah Tambang Terbuka
Pada Jurusan Teknik Pertambangan
Yohannes H Panjaitan
03091402033
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2013
A. Latar Belakang
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata,memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai
peruntukannya. Pasca tambang adalah kegiatan terencana, sistematis,dan
berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruhkegiatan usaha pertambangan
untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut
kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
Prinsip Lingkungan Hidup Yang Wajib Dipenuhi Dalam
Melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang :
a. Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah,air laut, tanah
dan udara :
- Kualitas air yang ada pada lahan bekas tambang harus memenuhi
ketentuan baku mutu
- Kualitas tanah pada lahan bekas tambang subur dan menjadi media
tanam yang baik.
- Kualitas udara di lahan bekas tambang dan sekitarnya, berkualitas baik
bagi makhluk hidup
b. Perlindungan Keanekaragaman hayati
- Berbagai jenis tanaman di sekitar lokasi tambang dapat tumbuh subur
pada lahan bekas tambang
- Berbagai jenis binatang dan hewan dapat hidup dan berkembang biak
pada lahan bekas tambang.
- Simbiosis alamiah pada lahan bekas tambang pulih kembali.
Gambar
keanekaragaman hayati yang harus dijaga
c. Penjaminan stabilitas dan keamanaan timbunan batuan penutup, kolam
tailing, lahan bekas tambang dan struktur buatan lainnya
- Semua lahan bekas tambang yang berupa lereng harus terjamin
stabilitas dan keamanannya
- Semua lahan bekas aktivitas tambang harus dipastikan tidak
berpotensi bahaya bagi lingkungan di sekitarnya
- Semua lahan bekas aktivitas tambang harus dijamin tidak akan
menimbulkan bencana.
d. Pemanfaatan lahan bekas tambang
- Semua lahan bekas tambang harus ada manfaatnya
- Semua lahan bekas aktivitas tambang harus memiliki manfaat
(ekonomi, ekologi, sosial, perlindungan)
- Adanya manfaat hanya dapat dicapai apabila ada perencanaan yang
baik dan jelas.
gambar pemanfaatan lahan bekas tambang
e. Memperhatikan nilai‐nilai sosial dan budaya setempat
- Masyarakat di sekitar lahan bekas tambang tidak merasa resah,
khawatir, apalagi takut akan potensi bahaya.
- Masyarakat merasakan manfaat ekonomi dan sosial
dari lahan reklamasi.
- Lahan yang direklamasi tidak menjadi obyek sengketa antar
masyarakat setempat.
f. Perlindungan terhadap kuantitas air tanah
- Air tanah pada lokasi bekas tambang telah pulih secara kuantitas
- Air tanah pada lokasi bekas tambang dan sekitarnya dapat
dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.
- Wajib dilakukan pemantauan tinggi muka air tanah pada
lahan bekas tambang
B. Dampak Negatif Pertambangan
Sumber daya alam yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya merupakan salah satu modal dasar
dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan
nasional dengan memperhatikan kelestariannya. Salah satu kegiatan dalam
memanfaatkan sumberdaya alam tersebut alah kegiatan pertambangan
bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor
penyumbangan devisa negara yang terbesar. Akan tetapi kegiatan
pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan yang cukup besar antara lain berupa :
- Penurunan produktivitas tanah.
- Terjadinya erosi dan sedimentasi.
- Terjadinya gerakan tanah/ longsoran.
- Gangguan terhadap flora dan fauna.
- Perubahan iklim mikro.
- Permasalahan sosial
Dampak negatif usaha pertambangan terhadap lingkungan tersebut
perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lingkungan di luar batas
kewajaran.
Kegiatan Pertambangan dan Aspek Lingkungan
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks
dan sangat rumit, sarat risisko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang,
melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan aturan regulasi yang
dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan
mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan
perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang.
Pada saat membuka tambang, sudah harus difahami bagaimana menutup
tambang.
Rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai rencana
tata guna lahan pasca tambang Tahapan kegiatan perencanaan tambang
meliputi penaksiran sumberdaya dan cadangan, perancangan batas
penambangan (final/ultimate pit limit), pentahapan tambang, penjadwalan
produksi tambang, perancangan tempat penimbunan (waste dump design),
perhitungan kebutuhan alat dan tenaga kerja, perhitungan biaya modal dan
biaya operasi, evaluasi finansial, analisis dampak lingkungan, tanggung
jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) termasuk
pengembangan masyarakat (Community Development) serta Penutupan
tambang. Perencanaan tambang, sejak awal sudah melakukan upaya yang
sistematis untuk mengantisipasi perlindungan lingkungan dan
pengembangan pegawai dan masyarakat sekitar tambang (Arif, 2007).
Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan
sebagai berikut :
- Eksplorasi
- Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan
- Pengolahan bijih dan operasional pabrik pengolahan
- Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya
- Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi
- Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman
Contoh kerusakan lingkungan akibat tambang
Pengaruh pertambangan pada aspek lingkungan terutama berasal
dari tahapan ekstraksi dan pembuangan limbah batuan, dan pengolahan
bijih serta operasional pabrik pengolahan.
C. Dasar hukum
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 78 TAHUN 2010
TENTANG
REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 1 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Reklamasi dan Pascatambang;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG.
Upaya pengendalian dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap
lingkungan hidup dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan
sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan.
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
c. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang.
d. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341).
e. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.
g. Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi
Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan,
Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.
h. SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri kehutanan Nomor :
996 K/05/M. PE/1969 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan
Undang-undang No. 429/K.pts. II/1939 Pertambangan dan Energi
dalam Kawasan Hutan.
i. SKB menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan
Nomor : 1101. K/702/M. PE/1991 tentang Pembentukan Team
koordinasi 36/Kpts.II/1991
Tetap Departemen Pertambangan dan Energi dan Departemen
Kehutanan dan perubahan Tatacara Pengajuan Izin Usaha
Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
j.Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
No.0185.K/008/M.PE/1988 tentang Pedomanan Teknis Penyusunan
Penyajian Informasi Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan untuk
Kegiatan di Bidang Pertambangan Umum dan Bidang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi dan Sumberdaya Panas Bumi.
k. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
1158.K/008/M.PE/1989 tentang Ketentuan Pelaksanaan Analsis
Dampak Lingkungan dalam Usaha Pertambangan dan Energi.
l. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
1211.K/008/M/PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Umum.
D. Perencanaan Reklamasi
Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik,
agar dalam pelaksanaannyadapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki.
Dalam hal ini reklamasi harus disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan
reklamasi harus sudah disiapkan sebelum melakukan operasi
penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan
operasi penambangan. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam
perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan.
b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan.
c. Memeindahkan dan menempatkantanah pucuk pada tempat tertentu dan
mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi.
d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai
tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat
pembuangan.
e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam
aktivitas penambangan.
h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak
memungkinkan untuk agar ditanami dengan tanaman pionir yang
akarnya mampu menembus tanah yang keras.
i. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang
diperuntukan bagi vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali
dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi.
j. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan
k. Memeantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang
diharapkan.
PEMERIAN LAHAN
Pemerian lahan pertambangan merupakan hal yang terpenting
untuk merencanakan jenis perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Jenis
perlakuan reklamasi dipengaruhi oleh berbagai faktor utama :
1. Kondisi Iklim,
2. Geologi,
3. Jenis Tanah,
4. Bentuk Alam,
5. Air permukaan dan air tanah,
6. Flora dan Fauna,
7. Penggunaan lahan,
8. Tata ruang dan lain-lain.
Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian
lapangan. Dari berbagai faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama
curah hujan dan jenis tanah merupakan faktor yang terpenting.
PELAKSANAAN REKLAMASI
Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai
dengan rencana tahunan pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah
disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam
melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan bertanggung
jawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati tercapai.
Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang
mempengaruhi pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya
merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil dan teknik vegetasi.
Pekerjaan teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan
akhir (SPA), bangunan pengendali lereng, check dam, penengkap oli bekas
(“oil cather”) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistem penanaman
(“monokultur, multiple croping”), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi
setempat, “cover crop” (tanaman penutup) dan lain-lain. Pelaksanaan
reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
a) Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang,
pengaturan bentuk tambang (“landscaping”), pengaturan/penempatan
bahan tambang kadar rendah (“low Grade”) yang belum
dimanfaatkan.
b) Pengendalian erosi dan sedimentasi.
c) Pengelolaan tanah pucuk (“top soil”)
d) Revegatasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas
tambang untuk tujuan lainnya.
Gambar
persiapan kembali tanah penutup
PERSIAPAN LAHAN
1. Pengamatan Lahan Bekas Tambang
Kegiatan ini meliputi :
a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak
digunakan di lahan yang akan direklamasi,
b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun
dan berbahaya dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan,
c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat
khusus,
d. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen,
e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan
direklamasi.
2. Pengaturan Bentuk Lahan
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan
hidrologi setempat. Krgiatan ini meliputi :
a. Pengaturan bentuk lereng
- Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi kecepatan air
limpasan (“run off”), erosi dan sedimentasi serta longsor,s
- Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras
b. Pengaturan saluran pembuangan air
- Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk
mengatur air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi
kerusakan lahan akibat erosi.
- Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan
(topografi) dan luas areal yang direklamasi.
PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI
Pengendalian erosi meruoakan hal yang mutlak dilakukan selama
kegiatan penambangan dan setelah penambangan. Erosi dapat
mengakibatkan berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya endapan lumpur
dan sedimentasi di alur-alur sungai. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya erosi oleh air adalah : curah hujan, kemiringan lereng
(topografi), jenis tanah, tata guna tanah (perlakuan terhadap tanah) dan
tanaman penutup tanah.
Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah
sebagai berikut :
1. Meminimasikan areal terganggu dengan ;
- Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan rekalmasi,
- Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan,
- Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan,
- Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan
2. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan :
- Pembuatan teras-teras
- Pembuatan saluran diversi (pengelak)
- Pembuatan SPA
- Dam pengendali
3. Meningkatkan infiltrasi (peresapan air tanah)
- Dengan penggaruan tanah searah kontur,
- Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah
meningkat sebagai media perakaran tanah,
- Pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll.
4. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi penambangan
- Penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai
dengan perlakuan yang berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa
Tambang,
- Membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak
mengandung sedimen,
- Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan
permanen yang dilengkapi dengan saluran pengelak,
- Letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air mudah
ditampung dan dibelokkan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan
terlalu curam,
- Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan
bendungansebaiknya sedimen dikeruk dan dapat dipakai sebagai
lapisan atas tanah,
- Dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan
saluran pelimpah (“Spillways”) untuk menangani keadaan darurat dan
saluran pembuatan (“decant”, “syohon”), dan lainnya yang dianggap
perlu,
- Kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, check
dam dari beton, kayu atau dalam bentuk lain seperti pada gambar 3.21.
Pengendalian erosi selengkapnya supaya mengacu pada pedoman
teknis yang telah ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jendral
Pertambangan Umum No. 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Erosi Pada Kegiatan Pertambangan Umum.
Bentuk terasering pada lereng tambang
PENGELOLAAN TANAH PUCUK
Maksud dari pengelolaan ini untuk mengatur dan memisahkan
tanah pucuk dengan lapisan tanah lain. Hal ini karena tanah pucuk
merupakan media tumbuh bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor
penting untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman pada kegiatan
reklamasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk adalah :
1. Penggunaan profil tanah dan identifikasi pelapisan tanah tersebut
sampai endapan bahan galian,
2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan
ditempatkan pada tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan
tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter,
3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan
tanah pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0.15 m,
4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengadung racun
dianjurkan lebih tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan
khusus dengan cara mengisolasi dan memisahkannya,
5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah
untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah,
6. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) dipertimbangkan :
7. Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi
sehingga perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman
dengan segera.
- Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka
terhadap erosi.
Jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan
tanah bawah (sub soil),
- Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (“cover crop”)
yang cepat tumbuh dan menutup permukaan.
8. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila :
- Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil),
- Sangat berlempung (60% lempung),
- Mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00,
- Mengandung khlorida 3%, dan
- Mempunyai elctrikal conductivity (ec) 400 miliseimens/meter.
- Pengelolaan tanah pucuk pada areal yang akan direklamasi
REVEGETASI
Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan
rancangan teknis tanaman, persiapan lapangan, pengadaan
bibit/persemaian, pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan tanaman.
1. Penyusunan Rancangan Teknis tanaman
Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan
revegetasi yang menggambarkan kondisi lokasi, jenis tanaman yang akan
ditanam, uraian jenis pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan
tenaga kerja, kebutuhan biaya dan tata waktu pelaksanaan kegiatan.
Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi
biofisik dan sosial ekonomi setempat. Kondisi geofisik meliputi topografi
atau bentuk lahan, iklim, hidrologi, kondisi vegetasi awal dan vegetasu
asli. Sedangkan data sosial ekonomi yang perlu mendapat perhatian antara
lain demografi, sarana, prasaran, dan eksesbilitas yang ada.
Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada penanaman
jenis tumbuhan asli. Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai
dengan iklim dan kondisi tanah setempat saat ini. Sehingga, perlu selalu
mengikuti perkembangan pengetahuan mengenai jenis-jenis tanaman yang
cocok untuk keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu konsultasi
dengan instansi yang berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang
cocok.
2. Persiapan Lapangan
Pada umumnya persiapan lapangan meliputi pekerjaan
pembersihan lahan, pengolahan tanah dan kegiatan perbaikan tanah.
Kegiatan tersebut sangat penting agar keberhasilan tanaman dapat tercapai.
a. Pembersihan lahan
Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentu dalam
persiapan lapangan. Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari
tanaman pengganggu (alang-alang, liliana, dll), dengan tujuan agar
tanaman pokok dapat tumbuh baik tanpa ada persaingan dengan tanaman
pengganggu dalam hal mendapatkan unsur hara, sinat matahari, dll.
b. Pengolahan lahan
Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan
mudah menembus tanah dan mendapatkan unsur hara yang diperlukan
dengan baik, diharapkan pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang
diinginkan.
c. Perbaikan tanah
Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu
mendapat perhatian khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan
gypsum, kapur, mulsa, pupuk (organik maupun anorganik). Dengan
perlakuan tersebut diharapkan dapat memperbaiki persyaratan tumbu
tanaman.
1) Penggunaan Gypsum
a) Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang
mengandung banyak lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak
tanah (“crusting”) pada tanah padat (“hard-setting soil”). Penggunaan
gypsum akan menggantikan ion sodium dengan ion kalsium, sehingga
dapat meningkatkan struktur tanah, meningkatkan daya resap tanah
terhadap air, aerasi (udara), pengurangan kerak tanah dan dengan pelindian
(“leaching”) akan mengurangi kadar garam.
b) Bila lapisan tanah bagian bawah (sun soil) yang diperbaiki, maka dibuat
alur garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap, jika tanah kerak yang
diperbaiki, sebarkan gypsum pada lapisan permukaan saja.
c) Pengguanaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk
memperbaiki tanah kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan untuk
mengolah lapisan bagian bawah yang bersifat lempung.
d) Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan tanah
dengan gypsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat mana
tumbuh-tumbuhan sudah mampu menghasilkan bahan-bahan organik yang
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan.
2) Penggunaan kapur
a) Kapur digunakan khsusunya untuk mengatur pH, akan tetapi dapat juga
memperbaiki struktur tanah.
b) Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman
dan mengatur zat-zat racun.
c) Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu gamping, kapur
dolomit. Kapur tohor (“hydrated lime”) jarang digunakan.
d) Kapur atau batu kapur giling kasar (“coarsely crushed”) dan kapur
dolomit mempunyai daya kerja yang lebih lambat, akan tetapi
pengaruhnya dalam menetralisir pH lebih lama dibandingkan dengan
kapur tohor.
e) Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika
kesinambungan kenaikan pH dibutuhkan.
f) Kapur tohor akan berpengaruh menrurunkan kemampuan jenis pupuk
yang mengandung nitrogen. Karena itu penggunaanya harus terpisah.
g) Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis
tanah dan kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur
sebanyak 2,5 – 3,5 ton/ha pada tahun yang memiliki pH > 5,0 akan
menaikan pH kurang lebih 0,5.
3) Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya
a) Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah sebagai upaya
perbaikan kondisi tanah. Tanaman penutup berumur pendek dapat juga
dipergunakan sebagi mulsa.
b) Mulsa berfungsi mengendalikan erosi, mempertahankan kelembaban
tanah dan mengatur suhu permukaan tanah.
c) Pada umumnya penggunaan mulsa terbatas pada lokasi yang
memerlukan revegetasi yang cepat, perlindungan tempat-tempat tertentu
(seperti tanggul) atau jika perbaikan tanah atau media akan dibutuhkan.
d) Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa atau lokasi
yang luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha.
e) Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian digunakan
sebagai mulsa yang penggunaannya bergantung dari ketersediaan dan
harganya. Bahan-bahan baik digunakan sebagai mulsa, antara lain tumbuh-
tumbuhan yang tergusur pada waktu pengupasan tanah, potongan-
potongan kayu dan serbuk gergaji, limbah pabrik pengolahan dan
penggergajian kayu, ampas pabrik gula tebu dan berbagai kulit jenis
kacang-kacangan.
f) Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan
nitrogen yang terjadi pada saat mulsa segar mulai membusuk/terurai.
g) Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat pertanian
(misalnya penyebar pupuk kandang) atau dengan alat khusus.
h) Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan-bahan
mulsa (Biasanya jerami atau batang padi) yang dicampur dengan bijih
tumbuhan.
4. Pupuk
a) Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan
kondisi dan maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya.
b) Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang
rendah namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan
pertumbuhannya.
c) Reaksi setiap tumbuhan bervariasi, anggota dari rumpun
“proteseae”sensitif terhadap peningkatan kandungan fosfor dan
kemungkinan menimbulkan efek yang kurang baik.
d) Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan
tulang dan sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah sifat
tanah.
e) Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan
sesuai dengan hasil analisis tanah.
f) Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi
makro (yaitu nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung
belerang, kalsium, dan magnesium.
g) Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau
keracunan, harus meminta saran dari ahli tanah.
h) Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebihan
yang dapat mengakibatkan pencemaran air, khususnya pada daera tanah
pasiran.
i) Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada
jarak 10 – 15 cm di bawah atau di sebelah tiap lubang semaian pada waktu
penanaman. Harus dicegah kontak langsung antara pupuk dengan akar
semaian.
3. Pengadaan Bibit/Persemaian
Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat memenuhi melalui
pembelian bibit siap tanam, atau melalui pengadaan bibit. Apabila melalui
pengadaan bibit harus mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Pengadaan benih
Benih adalah tanaman atau bagian yang digunakan untuk
memperbanyak dan atau mengembangkan tanaman (UU No. 12 Tahun
1992).
Benih yang akan dipergunakan untuk keperluan revegetasi
diperoleh dengan cara mengeumpulkan dari sumber benih yang ada atau
membeli dari perusahaan pengada/pengedar yang telah ditunjuk secara
resmi.
Benih tersebut harus memenuhi syarat :
1) Diketahui secara jelas asal-usulnya
2) Bermutu tinggi/benih unggul
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengumpulkan benih/biji antara
lain:
1) Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum
biji tersebut matang.
2) Menghindari buah yang menunjukan adanya tanda serangan serangga
atau gangguan jamur.
3) Mengumpulkan biji yang sudah matang :
a. Kelompok biji berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lain-lain)
Menunjukan kematangan bila warnanya berubah hijau kecoklatan.
b. Kelompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak
dan berubah warna bila sudah matang.
c. Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari hijau
ke coklat, jadi rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi hitam dan
mengkilat.
4) Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong
plastik, gunakan kantong kain atau kertas.
Apabila membeli biji perlu diperhatikan :
a. Penjual biji mempunyai reputasi baik/penyalur resmi.
b. Biji komersil dan yang dibeli harus terbungkus dalam kemasan berlabel
sehingga terjamin tingkat perkembangannya dan jelas asal serta tanggal
pengambilan biji.
Pengambilan biji dilakukan dengan cara :
a. Memeberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan jenis
biji, tanggal pengumpulan, lokasi dan sebagainya.
b. Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu dan bubuhi
dengan serbuk anti serangga dan jamur.
c. Biji disimpan pada temperatur di bawah 20o C dan kelembaban yang
rendah. Biji tumbuhan tropis mungkin mati pada temperatur di bawah
10oC.
b. Pembuatan persemaian.
1) Pemilihan lokasi persemaian
Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yang
ada/dekat dengan sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta
cukup mendapat cahaya matahari. Kondisi ekologisnya mendekati calon
areal penanaman.
2) Tahapan dan Kegiatan Pembuatan Persemaian
a) Perlakuan pendahuluan
Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodoks) beri
diberi perlakuan khusus sebelum disemaikan.
b) Penaburan benih
Benih yang berukuran halus sebelum ditabur terlebih dahulu
dicampur dengan pasir halus, tanah halus atau yang telah dihancurkan,
sedangkan benih yang berukuran lebih besar dapat ditabur langsung di
bedeng tabur atau dalam kantong semai.
c) Penyapihan
Penyapihan dilakukan untuk memindahkan bibit siap sapih dari
bak perkecambahan ke dalam pot yang telah diisi media sapih dan di
laksanakan di rumah pertumbuhan.
d) Pemeliharaan bibit
Untuk memperoleh bibit yang baik perlu dilakukan penyiraman,
pemupukan, penyulaman, penyiangan rumput, pemotongan akar serta
pemberantasan hama dan penyakit.
e) Permanenan dan Pengangkutan Bibit
Bibit yang dipanen adalah bibit yang telah memenuhi persyaratan
- pertumbuhan normal (batang lurus, daun lebar/hijau dan telah
mencapai tinggi minimal 20 cm)
- Kaya perakaran dan telah membentuk gumpalan dengan media
pertumbuhannya
- Tidak terserang hama penyakit
4. Pelaksanaan Penanaman
Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan
tanaman, pemasangan ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanaman dan
penanaman.
a. Pemasangan arah larikan
Arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur atau pada daerah
relatif datar mengikuti arah Timur – Barat.
b. Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir
tanaman mengikuti jarak tanam yang ditetapkan 2 x 3 m.
c. Distribusi Bibit
Dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau
dilakukan setelah penanaman ajir.
d. Pembuatan Lubang dan Penanaman Tanaman
Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm, sedangkan
teknik penanamannyadengan terlebih dahulu melepas plastik
(pot/poolybag) pada bibit yang tersedia. Sebelum bibit ditanam diamati
dahulu apakah bibit yang tersedia cukup baik (memenuhi syarat)
umpamanya daun-daunnya segar/sehat dan tidak rusak, demikian pula
keadaan media tanamnya.
Penanaman harus dilakukan dan selesai sore hari.
Tanamkan bibit secara tegak lurus dan cukup padat, untuk
memastikan tekan dengan kaki pada sekitar tanaman.
5. Pemeliharaan
Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan
berkurang bila tidak dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan
tanaman dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman sedemikian
rupa sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum bagi pertumbuhan
tanaman.
Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama yang dilakukan yaitu kegiatan :
Penyulaman, pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran, dan
pemupukan. Sedangkan pada tahun kedua dilakukan pberupa penyiangan,
pengendalian gulma, pendangiran dan pemupukan.
a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau rusak, tidak
sehat/merana untuk memperoleh prosentase tumbuh tanaman > 95% dan
harus dilakukan 15 – 30 hari sesudah penanaman.
b. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma, bertujuan untuk mengurangi atau
ememperkecil persaingan akar antara tanaman pokok dengan tanaman
pengganggu. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual berupa
penyiangan dan pendangiran atau kimiawi berupa penyemprotan bahan
kimia/herbisida, tergantung pada kondisi lapangan, keadaan tanah, jenis
gulma dan jenis tanaman.
c. Pemupukan
Dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan
peningkatan riap. Dalam menentukan jenis, dosis dan waktu pemupukan
perlu pertimbangan jenis tanaman dan kesuburan tanahnya serta terlebih
dahulu dilakukan analisa tanah.
d. Pengendalian Hama dan Penyakit
1) Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi hanya
dilakukan pada keadaan yang sangat mendesak, yang cenderung
menggagalkan rehabilitasi hutan secara keseluruhan.
2) Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengikuti petunjuk
penggunaan/perlakuan secara tepat dan benar.
3) Pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi tidak dibenarkan pada
kawasan pelestarian alam.
4) Pencegahan terhadap kebakaran dan penggembalaan liar.
a. Kebakaran hutan dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan
tegakan, produktivitas dan kualitas tanaman
b. Beberapa usaha pencegahan terhadap kebakaran yang dapat dilakukan
antara lain : pembersihan lahan dari bahan yang mudah terbakar, memilih
jenis tanaman yang tahan kebakaran, dan memberikan penerangan dan
penyuluhan tentang pencegahan kebakaran kepada masyarakat sekitar.
Pencegahan terhadap penggembalaan liar dilakukan melalui
penerangan dan penyuluhan, pemberian bibit makanan ternak dan apabila
dianggap perlu dapat dilakukan pembuatan pagar pengaman.
REKLAMASI PADA INFRASTRUKTUR DAN BEKAS BUKAAN
TAMBANG
1. Jalan dan Jalan Tambang
Perencanaan desain dan konstruksi jalan tambang baik yang
permanen maupun sementara harus mempertimbangkan rencana
kegiatannya lebih lanjut bila pelaksanaan reklamasi telah dilakukan
dikemudian hari. Pada gambar dperlihatkan contoh pembuatan galian yang
baik.
a. Perencanaan
Jalan umum dan jalan tambang diselaraskan dengan rencana
pembukaan daerah pertambangan, hal akan mempermudah rencana
selanjutnya apabila kegiatan pertambangan telah selesai.
Perencanaan jalan harus memperhatikan keamanan operasi
penambangan, hindari pembuatan jalan sejajar yang tidak perlu,
demikian pula bundaran, jalan pintas dan lain-lain.
Pada daerah gersang atau jarang pepohonan, perencanaan jalan
umum dan jalan tambang dilakukan sedemikian rupa agar tumbuh-
tumbuhan atau panorama alam tidak mengurangi daya penglihatan.
Sedapat mungkin perencanaan jalan umum dan jalan tambang
harus disesuaikan dengan keadaan topografi untuk menghindari
mengalirnya air ke badan jalan yang dapat mengakibatkan jalan selalu
basah.
b. Rancang Bangun dan Pekerjaan Konstruksi
Pada waktu mendesain jalan tambang, harus disesuaikan untuk
beberpa lama jalan itu diperlukan dan peralatan apa saja yang
memerlukan jalan itu.
Sedapat mungkin dihindari pemakaian alat-alat berat pada jalan
yang dipergunakan utnuk kegiatan eksplorasi dan dihindari sejauh
mungkin menggangu tanah pucuk serta akar-akar pohon yang ada.
Memanfaatkan kayu dari pohon-pohon bekas tebangan sebagai
badan jalan dan stabilitas lereng jalan.
Permukaan jalan dapat mengkontaminasikan air larian, maka
dalam rancang bangun maupun pekerjaan konstruksi harus
memperhitungkan hal tersebut apabila curah hujan tinggi. Persyaratan
atau kelengkapan dari suatu jalan yang baik, misalnya untuk
mengendalikan erosi perlu dipertahankan dalam pengerjaanya.
Pada daerah datar, termasuk daerah yang sulit/kering,
pengendalian air permukaan sangat penting baik yang berasal dari
permukaan jalan atau daerah sekitarnya (lihat gambar 3.32).
Pada jalan yang berada ditebing (lereng yang curam), aliran alir
harus disalurkan keparit-parit yang dibuat disisi jalan maupun pada
tempat tertentu pada tebing curan tersebut seperti gambar 3.33 untuk
menghindari terjadinya erosi yang dapat mengakibatkan kelongsoran.
Dinding lereng diperkuat agar tidak cepat longsor atau tererosi
serta pemasangan gorong-gorong pada setiap ujung saluran air.
c. Reklamasi
Konfirmasikan apakah pihak yang berkepentingan (pemilik
kehutanan dan lain-lain) masih memerlukan jalan tersebut atau tidak
pada waktu yang akan datng.
Pasangalah pintu atau penghalang untuk pencegah penggunaan
jalan oleh orang-orang yang tidak berkeprentingan.
Tebarkan tanah pucuk dan garu utnuk melonggarkan tanah
yang padat sehingga mudah untuk penyemaian bibit tanaman, hal ini
akan sekaligus juga menghambat atau mencegah penggunaan jalan
yang memang sudah ridak dikehendaki serta dapat segera dilakukan
revegetasi (lihat gambar 3.34).
Bongkar gorong-gorong, selokan dan konstruksi semi
permanen/sementara lainnya, biarkan alir mengalir secara alami.
Apabila konstruksi penguat dinding lereng atau pekerjaan
potong timbun (“cut and fill”) dan sebaginya menjadikan daerah-
daerah berlereng tidak stabil untuk jangka waktu lama, maka perlu
dibentuk lagi kontur yang memadai dengan menggunakan material dari
badan jalan, sehingga diperoleh lereng yang lebih stabil dan memenuhi
persyaratan sebagai lahan siap revegetasi.
Pemeliharaan jalan-jalan tertentu sehingga jalan masuk
peralatan reklamasi sesuai rencana rehabilitasi daerah bekas tambang
adalah tetap dilakukan selama jalan tersebut dilakukan.
2. Lubang Bekas Tambang
Apabila penambangan secara terbuka diterapkan pada umumnya
akan meninggalkan lubang atau cekungan pada akhir penambangan,
Terjadinya lubang-lubang ini dapat diminimalkan apabila penimbunan
kembali tanah penutup dilakukan dengan segera dan merupakan bagian
dari pekerjaan penambangan. Lubang-lubang tambang yang tidak dapat
dihindari, dan berdasarkan perhitungan tidak dapat ditimbun kembali,
maka lubang-lubang tersebut haruslah dalam kondisi dari lubang/cekungan
tersebut. Alternatif pemanfaatannya antara lain :
a. Waduk
Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk
dan keluar) merupakan faktor penentu.
b. Habitat satwa liar atau budidaya
Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding
yang terjal umumnya tidak cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya
aliran tanah, bentang alam serta habitat binaan memerlukan penelitian
yang komprehensif.
c. Tempat penimbunan bahan tambang
Dengan pertimbangan ekonomi, maka lubang yang akan dipilih
adalah yang dekat dengan kegiatan pengupasan tanah/batuan penutup.
Penelitian pola air tanah dan kemungkinan pencemaran oleh mineral
buangan perlu dilakukan. Alternatif pemanfaatan lubang bekas tambang
harus didahului denagn penelitian mengenai kelayakan lokasi tersebut
terhadap satwa liar atau budidaya.
KRITERIA KEBERHASILAN REKLAMASI
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi
lahan bekas tambang, perlu mengacu pada kriteria sebagai berikut :
PENATAAN LAHAN
1. Pengisian kembalian lahan bekas tambang
a. Luas areal yang diisi kembali (ha), > 90 % dari areal yang seharusnya
diisi.
b. Jumlah bahan/material pengisi (m3), > 90 % dari jumlah tanah
penututup yang digali.
2. Pengaturan permukaan lahan (regrading)
a. Luas areal yang diatur (ha), > 90 % dari luas areal yang ditimbun
kembali.
b. Kemiringan lereng (%), < 8 % untuk tanaman pangan.
c. Tinggi, lebar dan panjang ters (m), disesuaikan dengan bentuk teras dan
kemiringan lereng.
3. Penaburan/penempatan tanah pucuk
a. Luas daerah yang diatur (ha), > 90 % dari areal yang harus diisi.
b. Jumlah tanah pucuk yang yang ditabur, > 90 % dari tanah pucuk yang
digali dan disimpan.
c. Ketebalan tanah pucuk (cm), > 80 % dari ketebalan tanah pucuk semula
pada areal tersebut.
d. Perbaikan kualitas tanah melalui pengapuran (ton/ha), sehingga pH
tanah menjadi 5,0 – 7,0 dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi
gembur.
PENGENDALIAN EROSI DAN PENGELOLAAN TAMBANG
1. Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah, dan kualitasnya
sesuai dengan rencana.
2. Pengelolaan limbah, pelaksanaannya sesuai dengan rencana
REVEGETASI
1. Pengadaan bibit/benih
a. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi atau fungsi lahan
b. Jumlah (batang/kg), sesuai dengan rencana.
2. Penanaman
a. Jumlah areal yang ditanami (ha), > 90 % dari areal yang telah diatur
kembali.
b. Jumlah yang ditanam (batang), sesuai dengan rencana.
c. Jarak tanam (m x m), sesuai dengan rencana.
3. Pemeliharaan
a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuai dengan jumlah yang mati.
b. Pemupukan, jenis dan dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai
dengan rencana.
c. > 90 % tanaman bebas dari gulma, hama dan penyakit.
4. Tingkat pertumbuhan tanaman
a. Tanaman tumbuh subur (sehat dan tidak merana)
b. Jumlah tanaman yang ditanam prosentase jadinya > 80 %.