tugas UU 44 Pasal 10,20,30,40,50,60
-
Upload
ardiansyahbinyahya -
Category
Documents
-
view
37 -
download
7
description
Transcript of tugas UU 44 Pasal 10,20,30,40,50,60
Tugas Manajemen Dan Kebijakan Kesehatan
Dr. dr. Noer Bahry Noor, M. Sc
REVIEW KEBIJAKAN
UNDANG-UNDANG NO. 44 TAHUN 2009
TENTANG RUMAH SAKITPASAL 10, 20, 30, 40, 50, 60
OLEH
DARMAYANITA WENTY
P1806212010
MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
UNDANG-UNDANG NO. 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
(Pasal 10, 20, 30, 40, 50, 60)
BAB V
PERSYARATAN
Bagian Ketiga
Bangunan
Pasal 10
1) Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
2) Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit terdiri atas ruang:
a. rawat jalan;
b. ruang rawat inap;
c. ruang gawat darurat;
d. ruang operasi;
e. ruang tenaga kesehatan;
f. ruang radiologi;
g. ruang laboratorium;
h. ruang sterilisasi;
i. ruang farmasi;
j. ruang pendidikan dan latihan;
k. ruang kantor dan administrasi;
l. ruang ibadah, ruang tunggu;
m. ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
n. ruang menyusui;
o. ruang mekanik;
p. ruang dapur;
q. laundry;
r. kamar jenazah;
s. taman;
t. pengolahan sampah; dan
u. pelataran parkir yang mencukupi.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis bangunan
Rumah Sakit sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
JENIS DAN KLASIFIKASI
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 20
1) Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi
Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
2) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikelola oleh Pemerintah, PemerintahDaerah, dan badan hukum
yang bersifat nirlaba.
3) Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah
Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan
Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4) Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan
menjadi Rumah Sakit privat.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK
Bagian Kedua
Hak Rumah Sakit
Pasal 30
1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:
a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia
sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;
b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan;
d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan;
g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah
Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan
sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan
Peraturan Menteri.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana
dmaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IX
PENYELENGGARAAN
Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 40
1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.
2) Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu
lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar
akreditasi yang berlaku.
3) Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 50
1) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah ditetapkan oleh
Menteri.
2) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
3) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit selain rumah sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit dengan memperhatikan
besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Ketiga
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
Pasal 60
Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1)
bertugas :
a. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;
b. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di wilayahnya;
c. mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-
undangan;
d. melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada Badan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia;
e. melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah
Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan
f. menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Isu dan Masalah Publik
Undang Undang RI no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit sudah
diberlakukan. Namun pembentukannya dari sisi teori kebijakan masih dapat diperdebatkan
apalagi dihubungkan keterikaitannya dengan beberapa peraturan atau kebijakan yang lain,
seperti misalnya berikut ini; 1. Sudah menjadi kerancuan sejak dulu, bahwa apapun produk
peraturan yang berkenaaan dengan kesehatan, semestinya mengacu atau berpedoman pada
Sistem Kesehatan Nasional. Tapi sebagaimana diketahui bahwa Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) kita malah berada pada tataran kebijakan setingkat Menteri, jauh dibawah Undang
Undang yang seharusnya ditetapkan oleh DPR. Tidak seperti di Indonesia, di negara-negara
yang telah maju bidang kesehatannya, seperti di Amerika dan di Singapura, semua produk
kebijakan di bidang kesehatan mengacu pada satu sistem, yakni sistem yang sudah disepakati
secara nasional, sehingga produk kebijakan yang dibuat menjadi terintegrasi dan sistematis.
Termasuk juga Undang Undang tentang Rumah Sakit ini menjadi rancu karena sama sekali
tidak terungkap secara eksplisit tentang Sistem Kesehatan Nasional Indonesia. Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Tujuan Kebijakan
Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat
Lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah
sakit, dan rumah sakit.
Tipe pendekatan dalam setiap siklus kebijakan
Pendekatan analisis kelayakan dimana dalam pasal ini melakukan pendekatan untuk
melihat dan menganalisis sejauh mana kelayakan operasional penyelenggaraan sebuah
rumah sakit.
Pendekatan berbasis analisis biaya efektifitas dimana dalam hal ini instansi rumah
sakit perlu memperhatikan dana yang terdapat di rumah sakit untuk memenuhi
persyaratan dan standar yang ditetapkan
Pendekatan berbasis daya tanggap dimana tenaga medis dan paramedis disebuah
instansi rumah sakit perlu adanya kehatian-hatian dalam mengambil suatu tindakan
kedokteran
Pendekatan berbasis pemerataan, dimana dalam hal ini rumah sakit dibagi dalam
bentuk baik statis, bergerak maupun lapangan disesuaikan dengan kondisi dan
kejadian yang sedang berlangsung.
Pendekatan berbasis efektifitas dan efisiensi dimana dalam hal ini dengan penetapan
pembentukan badan pengawas rumah sakit oleh menteri. Pendekatan ini bertujuan
melihat sejauh mana sebuah rumah sakit berkembang .
Masalah yang timbul akibat kebijakan
Kebijakan UU no 44 tahun 2009 yang ditetapkan oleh pemerintah akan memberikan
dampak langsung kepada semua yang terlibat, baik pemerintah, praktisi kesehatan dan
tentunya juga kepada masyarakat secara luas. Perilaku yang muncul dapat berupa perilaku
positif yang muncul karena setuju dengan kebijakan tersebut bahwa dapat mengembangkan
kualitas rumah sakit di masa yang akan datang, serta perilaku negatif yang muncul karena
ketidaksetujuan dengan kebijakan tersebut, perilaku negatif yang muncul biasanya berasal
dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atas undang-undang ini.
Resistensi (menolak, berlawanan/melakukan perlawanan) terhadap kebijakan
Disahkannya UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit tidak telepas dari berbagai
kontroversi, salah satu diantaranya yaitu sikap menolak atau resistensi. Setiap kebijakan yang
dibuat oleh siapa pun pasti akan menimbulkan resistensi atau penolakan, Umumnya,
resistensi terjadi bila ada beberapa pihak yang merasa dirugikan akan suatu kebijakan,
terlebih jika suatu kebijakan tidak berjalan dengan baik.
Prediksi keberhasilan
Pada penerapan undang-undang ini diprediksi terjadi peningkatan mutu dan
jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang layak dan memadai untuk semua kalangan
masyarakat. Prediksi keberhasilan menggunakan pendekatan prediktif yaitu memberikan
informasi tentang konsekuensi di masa yang datang baik berupa keberhasilan maupun
kegagalan apabila kebijakan UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit di berlakukan.
Kesimpulan – rekomendasi
Setiap kebijakan dan undangundang akan terdapat yang menerima dan resisten. Pada
penerapan undang-undang ini diprediksi terjadi peningkatan mutu kualitas dan jangkauan
pelayanan Rumah Sakit yang layak dan memadai untuk semua kalangan masyarakat.
Terciptanya kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dalam pengawasan dan pembinaan
nonteknis rumah sakit
No Rekomendasi kebijakan Implikasi kebijakan Pelaksana/instansi terkait
1
Pelatihan standar pelayanan paripurna untuk meningkatkan kinerja tenaga medin dan non medis dalam pelayanan .
Untuk meningkatkan kinerja
para pengambil kebijakan
yang ada di rumah sakit.
Tim ISO manajemen mutu rumah sakit Indonesia
2
Mensosialisasi Undang Undang nomor 44 tahun 2009 ini kepada masyarakat
Dilakukan dengan berbagai
cara agar efektif dan
terinformasikan baik agar
masyarakat memahami.
Depkes, Depdagri, Dinkes, Organisasi Perumahsakitan, Organisasi Profesi
3 Aturan mengenai batasan kerugian yang dialami pasien atas kelalaian
Tujuan kebijakan ini adalah untuk mengontrol suatu rumah sakit dalam
Pemerintah / Kementrian Kesehatan / Departemen Kesehatan, Stakeholder
tenaga kesehatan dirumah sakit dan sanksi
menjalankan segala kegiatannya.
rumah sakit
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif ...............................................................................................
Bab 1 Kajian Kebijakan .......................................................................................
1.1. Masalah dasar.....................................................................................
Macam...........................................................................................
Nilai...............................................................................................
Karakteristik..................................................................................
Aktor..............................................................................................
Isu publik ......................................................................................
1.2. Tujuan yang ingin dicapai (tertulis dan tersirat)...............................
1.3. Substansi kebijakan (isi utama)..........................................................
1.4. Ciri kebijakan....................................................................................
Kriteria kebijakan..........................................................................
Tipe pendekatan.............................................................................
Pasal yang bermasalah...................................................................
Bab 2 Konsekuensi dan Resistensi.........................................................................
2.1. Perilaku yang muncul.........................................................................
2.2. Resistensi............................................................................................
2.3. Masalah baru yang timbul ................................................................
Bab 3 Prediksi Keberhasilan..................................................................................
3.1. Prediksi “trade off”............................................................................
3.2. Prediksi keberhasilan..........................................................................
Bab 4 Kesimpulan dan Rekomendasi....................................................................
4.1. Kesimpulan ......................................................................................
4.2. Rekomendasi......................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................
BAB I
KAJIAN KEBIJAKAN
1.1 Masalah dasar
Macam
Di dalam Undang-undang No.44 bab V pasal 10 pasal 1, 2 dan 3 membahas
bagaimana persyaratan pembangunan Rumah sakit dilaksanakan berdasarkan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Untuk
mendirikan Rumah sakit diperlukan syarat-syarat kelengkapan berdirinya rumah sakit
seperti dicantumkan pada Bab V bagian ke tiga tentang bangunan pasal 10 yang
menjelaskan sebanyak 3 ayat yang meliputi persyaratan pembangunan Rumah sakit
harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang
paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan, ruangan yang harus ada pada sebuah Rumah
sakit, dan adapun Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis bangunan
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri. Apabila sebuah rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun
rumah sakit swasta tidak memenuhi persyaratan kelengkapan peralatan seperti yang
disebutkan maka dinyatakan tidak layak dan tidak diberikan izin mendirikan, dicabut
atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit.
Selain syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan sebuah rumah sakit,
Rumah sakit juga dibagi menjadi 2 berdasarkan pengelolaannya. Pada Bab VI jenis
dan klasifikasi bagian kesatu dijelaskan bahwa berdasarkan pengelolaannya Rumah
Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat. Adapun
Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan
Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan
Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
Pada Bab VIII kewajiban dan hak bagian kedua pasal 30 membahas tentang
hak Rumah Sakit. Dimana setiap Rumah sakit memiliki hak seperti menerima
imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sebagainya.
Pada Bab IX mengenai Penyelenggaraan pasal 40 bagian ketiga membahas
tentang akreditasi Rumah sakit. Dimana setiap Rumah Sakit wajib melakukan
akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali dalam rangka upaya untuk
meningkatkan mutu pelayanannya yang dilakukan oleh suatu tim independen baik
dari dalam maupun luar negeri. Pada pasal 50 membahas tentang besaran tarif kelas
III di Rumah Sakit dimana Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola
Pemerintah ditetapkan oleh Menteri sedangkan Rumah Sakit yang dikelola
Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Terakhir pada Bab XII mengenai pembinaan dan pengawasan pasal 60 bagian
ketiga tentang badan pengawas Rumah Sakit Indonesia dimana pasal tersebut
membahas kelanjutan dari pasal 59 tentang tugas Badan Pengawas Rumah Sakit
propinsi yaitu mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien serta Rumah Sakit
dan sebagainya.
Nilai
Undang-undang no.44 tahun 2009 tentang rumah sakit :
Pasal 10 terkandung nilai agar dalam mendirikan sebuah Rumah Sakit harus
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam Undang-undang yaitu harus
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang
paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Pasal 20 terkandung nilai bahwa berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat
dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
Pasal 30 terkandung nilai tentang Hak dari Rumah Sakit
Pasal 40 terkandung nilai agar dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali
dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar
negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
Pasal 50 terkandung nilai yaitu penentuan besaran tarif kelas III Rumah Sakit
baik yg dikelola pemerintah maupun pemerintah daerah
Pasal 60 mengandung nilai tentang tugas badan pengawas Rumah Sakit provinsi
dalam mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban baik pasien maupun Rumah
Sakit tersebut.
Karakteristik
Pasal 10 memiliki karakteristik mengatur yakni mengatur agar dalam mendirikan
sebuah Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam
Undang-undang yaitu harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dan bangunan
Rumah Sakit tersebut harus memiliki ruangan yang sudah ditetapkan dalam
Undang-undang.
Pasal 20 memiliki karakteristik mangatur yakni mengatur bahwa berdasarkan
pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan
Rumah Sakit privat. Dimana Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba dan diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30 memiliki karakteristik mengatur yakni mengatur bahwa setiap Rumah
Sakit memiliki Hak yang diatur dalam Undang-undang yaitu menentukan jumlah,
jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah
Sakit, menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif,
dan penghargaan melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan dan sebagainya.
Pasal 40 memiliki karakteristik mengatur yakni mengatur agar dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali dilakukan oleh suatu lembaga independen
baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku.
Pasal 50 memiliki karaktristik mengatur yakni mengatur bahwa yaitu penentuan
besaran tarif kelas III Rumah Sakit baik yg dikelola pemerintah maupun
pemerintah daerah. Dimana Rumah Sakit yang dikelola pemerintah ditetapkan
oleh menteri sedangkan pemerintah daerah ditetapkan oleh peraturan daerah.
Pasal 60 memiliki karakteristik fungsi alokasi yakni memfungsikan sebuah badan
pengawas untuk membentuk dewan pengawas terhadap rumah sakit sehingga
rumah sakit tetap mengikuti peraturan perundang-undangan.
Aktor
Pada pasal 10 undang-undang no.44, yang menjadi pengendali atau aktornya
adalah pihak rumah sakit (direktur, dokter dan manajemen rumah sakit, dan
segenap jajarannya) karena menyangkut persyaratan dalam membangun sebuah
Rumah sakit serta memiliki ruangan-ruangan yang memadai yang diatur dalam
undang-undang.
Pada pasal 20, yang menjadi pengendali atau aktornya adalah pemerintah,
Dimana Rumah sakit publik dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
badan hukum yang bersifat nirlaba dan diselenggarakan berdasarkan pengelolaan
Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 30, yang menjadi pengendali atau aktornya adalah pihak rumah sakit
(direktur, dokter dan manajemen rumah sakit, dan segenap jajarannya) karena
menyangkut hak setiap Rumah sakit seperti menerima imbalan jasa pelayanan
serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan melakukan kerjasama
dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan serta tata kelola
Rumah Sakit.
Pada pasal 40, yang menjadi pengendali atau aktornya adalah pihak rumah sakit
(direktur, dokter dan manajemen rumah sakit, dan segenap jajarannya) dimana
pasal ini membahas tentang Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali dilakukan oleh suatu lembaga independen
baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku.
Pada pasal 50, yang menjadi pengendali atau aktornya adalah pemerintah,
pemeritah daerah dan pimpinan Rumah sakit. Pada pasal ini membahas tentang
penentuan tarif kelas III Rumah Sakit Dimana Rumah Sakit yang dikelola
pemerintah ditetapkan oleh menteri sedangkan pemerintah daerah ditetapkan oleh
peraturan daerah. Tarif dapat juga ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit dengan
memperhatikan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pada pasal 60, yang menjadi pengendali atau aktornya adalah pemilik rumah
sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat yang
menjadi dewan pengawas,rumah sakit. Dengan mengacu pada peraturan mentri.
Isu Publik
Pasal 10 : seiring dari banyaknya Rumah sakit yang berdiri, sehingga tidak
terawasi mutunya sehingga harus memperhatikan persyaratan bangunan Rumah
sakit dimana dalam mendirikan sebuah Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan dalam Undang-undang yaitu harus dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan
pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan dan bangunan Rumah Sakit tersebut harus memiliki ruangan-ruangan
yang memadai seperti yang ditetapkan dalam Undang-undang.
Pasal 20 : Pemerintah diharapkan berkomitmen terhadap perbaikan kualitas
pelayanan dan mutu kesehatan, untuk itu Rumah sakit dibagi berdasarkan jenis
pelayanan dan pengelolaannya. Adapun berdasarkan pengelolaannya Rumah
Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat. Rumah
Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan menteri dan peraturan pemerintah.
Pasal 30 : agar Rumah Sakit dapat meningkatkan mutu pelayanannya maka
setiap Rumah sakit diberikan Hak-hak sebagaimana diatur dalam peraturan
menteri dan peraturan pemerintah
Pasal 40 : menghindari pengelolaan manajemen rumah sakit yang buruk. Rumah
sakit harus melakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali yang
dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar
negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku dalam upaya peningkatan
mutu pelayanannya.
Pasal 50 : Menghindari penyalahgunaan wewenang dalam penentuan besaran
tarif kelas III Rumah sakit maka Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang
dikelola Pemerintah ditetapkan oleh Menteri. Sedangkan Besaran tarif kelas III
Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Pasal 60 : Menghindari kasus penyalagunaan wewenang maka dibentuklah
dewan pengawas yang bersifat independen dan bertanggungjawab kepada pemilik
rumah sakit sehingga ada yang menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;
menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis; menilai dan
menyetujui pelaksanaan rencana anggaran; mengawasi pelaksanaan kendali
mutu dan kendali biaya; mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban
pasien; mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan
mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundang- undangan.
1.2 Tujuan yang ingin dicapai
Tujuan yang ingin dicapai pada pasal 10 undang-undang no.44 adalah untuk
membentuk sebuah rumah sakit baik rumah sakit pemerintah daerah ataupun
swasta yang prima yang bisa bertanggungjawab membuat rumah sakit yang
layak, memenuhi persyaratan bangunan, melindungi rumah sakit, memberikan
pelayanan yang baik dengan fasilitas yang lengkap, distribusi informasi serta
mengikuti hukum dan peraturan perundang-undangan.
Tujuan yang ingin dicapai pada pasal 20 adalah untuk dapat mengklasifikasikan
Rumah Sakit berdasarkan pengelolaannya yaitu Rumah sakit publik dan Rumah
sakit privat
Tujuan yang ingin dicapai pada pasal 30 adalah untuk menegaskan secara hukum
bahwa Rumah sakit mempunyai hak-hak yang diatur dalam peraturan menteri dan
peraturan pemerintah
Tujuan yang ingin dicapai pada pasal 40 adalah untuk mengatur agar rumah sakit
dapat menyelenggarakan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali
dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar
negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku dalam upaya peningkatan
mutu pelayanannya.
Tujuan yang ingin dicapai pada pasal 50 adalah untuk mengatur penentuan tarif
kelas III Rumah Sakit baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh
pemerintah daerah
Tujuan yang ingin dicapai pada pasal 60 adalah agar terbentuk dewan pengawas
untuk mengawasi kegiatan operasional sebuah rumah sakit . Merupakan suatu
unit nonstruktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada
pemilik Rumah Sakit yang diatur peraturan menteri.
1.3 Substansi Kebijakan
Substansi kebijakan pasal 10 undang-undang no.44 adalah menjelaskan tentang
persyaratan teknis bangunan Rumah sakit yang diatur dalam peraturan menteri
Substansi kebijakan pasal 20 undang-undang no.44 adalah memberikan
menjelaskan mengenai pengklasifikasian Rumah Sakit berdasarkan
pengelolaannya yaitu Rumah sakit publik dan Rumah sakit privat
Substansi kebijakan pasal 30 adalah memberikan menjelaskan mengenai Hak-
hak dari Rumah sakit. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan
kesehatan diatur dengan peraturan menteri sedangkan mengenai insentif pajak
diatur dengan peraturan pemerintah
Substansi kebijakan pasal 40 adalah memberikan penekanan bahwa setiap Rumah
sakit wajib menyelenggarakan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun
sekali dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari
luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku dalam upaya peningkatan
mutu pelayanannya.
Substansi kebijakan pasal 50 adalah menentukan besaran tarif kelas III Rumah
Sakit adapun yang dikelola oleh pemerintah ditentukan oleh menteri sedangkan
yang dikelola oleh pemerintah daerah ditetapkan denga peraturan daerah
Substansi kebijakan pasal 60 adalah menjelaskan tentang tugas Badan Pengawas
Rumah Sakit Provinsi yaitu mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien,
mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit, mengawasi penerapan
etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan, melakukan
pelaporan hasil pengawasan kepada Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia,
melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada
Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan serta menerima
pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.
1.4 Ciri Kebijakan
Kriteria Kebijakan
Kriteria kebijakan pasal 10 UU No.44 tahun 2009 adalah adalah menekankan
tentang persyaratan Rumah sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan adapun
bangunan tersebut terdiri dari ruang yang diatur dengan peraturan menteri
Kriteria kebijakan pasal 20 UU No.44 tahun 2009 adalah menekankan tentang
pembagian Rumah Sakit berdasarkan pengelolaannya yaitu Rumah sakit publik
dan Rumah sakit privat. Rumah sakit publik dapat dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Kriteria kebijakan pasal 30 UU No.44 tahun 2009 adalah menekankan bahwa
Rumah Sakit mempunyai Hak-hak yang harus dipenuhi. Adapun ketentuan lebih
lanjut mengenai promosi layanan kesehatan diatur dengan peraturan menteri
sedangkan mengenai insentif pajak diatur dengan peraturan pemerintah
Kriteria kebijakan pasal 40 UU No.44 tahun 2009 adalah menekankan bahwa
Rumah Sakit wajib mengadakan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun
sekali dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari
luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku dalam upaya peningkatan
mutu pelayanannya dan diatur dalam peraturan menteri
Kriteria kebijakan pasal 50 UU No.44 tahun 2009 adalah menekankan tentang
penetapan besaran tarif kelas III Rumah Sakit adapun yang dikelola oleh
pemerintah ditentukan oleh menteri sedangkan yang dikelola oleh pemerintah
daerah ditetapkan denga peraturan daerah
Kriteria kebijakan pasal 60 UU No.44 tahun 2009 adalah adalah menekankan
pada aspek pengawasan rumah sakit dimana dalam hal ini perlu adanya
pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan penyelenggaraan operasional
rumah sakit agar senantiasa berada dalam ranah hukum dan peraturan dan tidak
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tipe pendekatan
Pasal 10 UU No 44 tahun 2009 menggunakan pendekatan deskriptif dan prediktif.
Deskriptif karena menjelaskan persyaratan bangunan Rumah Sakit sehingga
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna,
pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan serta prediktif karena diharapkan kedepannya
ketersediaan ruangan-ruangan yang sesuai standar yang mampu menunjang
pengembangan rumah sakit sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap masyarakat
Pasal 20 UU No 44 tahun 2009 menggunakan pendekatan menggunakan
pendekatan deskriptif dimana dijelaskan bahwa berdasarkan pengelolaannya
Rumah sakit dibagi atas dua yaitu Rumah sakit publik dan Rumah sakit privat.
Pasal 30 UU No 44 tahun 2009 menggunakan pendekatan pendekatan deskriptif,
yakni mengatur hak Rumah sakit untuk mengelolah rumah sakit baik secara
manajemen juga secara klinis
Pasal 40 UU No 44 tahun 2009 menggunakan pendekatan menggunakan
pendekatan deskriptif, yakni mengatur kewajiban rumah sakit untuk melakukan
akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali dilakukan oleh suatu
lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar
akreditasi yang berlaku dalam upaya peningkatan mutu pelayanannya
Pasal 50 UU No 44 tahun 2009 menggunakan pendekatan 2009 menggunakan
pendekatan deskriptif dimana dijelaskan mengenai penetapan besaran tarif kelas
III Rumah sakit baik yang dikelola oleh pemerintah maupun pemerintah daerah
Pasal 60 UU No 44 tahun 2009 menggunakan pendekatan menggunakan
pendekatan deskriptif yang menjelaskan bahwa tugas dan fungsi Badan
pengawasan rumah sakit dilakukan oleh dewan pengawas rumah sakit dan badan
Pengawas Rumah Sakit Indonesia.untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
Pasal yang bermasalah
Pasal yang berpotensi menimbulkan masalah adalah pasal Pasal 20 yang
membahas tentang tata kelola RS dan tata kelola klinis. Tidak dijelaskan standar
tata kelola yang tepat, dan tidak ada sanksi jika tidak dilaksanakan. Hal ini
menyebabkan sulitnya pasal ini untuk dimengerti apalagi untuk penerapannya atau
setiap Rumah Sakit yang menentukan standarnya masing-masing, Hal ini cukup
membingunkan karena jika Rumah Sakit tidak menerapkan pengelolaannya
dengan baik maka akan berdampak pada kualitas pelayanan yang natinya akan
diberikan kepada masyarakat.
BAB II
KONSEKUENSI DAN RESISTENSI
2.1. Perilaku yang muncul
Kebijakan UU no 44 tahun 2009 yang ditetapkan oleh pemerintah akan memberikan
dampak langsung kepada semua yang terlibat, baik pemerintah, praktisi kesehatan dan
tentunya juga kepada masyarakat secara luas. Perilaku yang muncul dapat berupa perilaku
positif yang muncul karena setuju dengan kebijakan tersebut dan perilaku negatif yang
muncul karena ketidaksetujuan dengan kebijakan tersebut.
Dengan adanya pasal 10 UU no 44 tahun 2009, menimbulkan perilaku positif sebab
pasal ini mendorong untuk meningkatkan kualitas dari bangunan Rumah sakit yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna,
pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan serta prediktif karena diharapkan kedepannya ketersediaan
ruangan-ruangan yang sesuai standar yang mampu menunjang pengembangan rumah
sakit sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat
Dengan adanya pasal 20 UU no 44 tahun 2009, menimbulkan perilaku positif sebab
menekankan tentang pembagian Rumah Sakit berdasarkan pengelolaannya yaitu
Rumah sakit publik dan Rumah sakit privat. Rumah sakit publik dapat dikelola oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Dengan adanya pasal 30 UU no 44 tahun 2009, menimbulkan perilaku positif, Rumah
Sakit tidak hanya mempunyai kewajiban namun juga mempunyai Hak-hak yang harus
dipenuhi. Sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
Dengan adanya pasal 40 UU no 44 tahun 2009, menimbulkan perilaku positif dimana
rumah sakit harus mengikuti prosedur dalam meningkatkan mutu pelayanannya yaitu
dengan melakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali dilakukan
oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan
standar akreditasi yang berlaku. Ini dapat menjamin bahwa suatu rumah sakit yang
telah beroperasi telah di periksa secara rinci oleh pemerintah dan yang memberi
rekomendasi sehingga layak untuk beroprasi dan memberikan pelayanan.
Dengan adanya pasal 50 UU no 44 tahun 2009, menimbulkan perilaku positif, Rumah
Sakit dapat menentukan besaran tarif kelas III Rumah Sakit adapun yang dikelola oleh
pemerintah ditentukan oleh menteri sedangkan yang dikelola oleh pemerintah daerah
ditetapkan denga peraturan daerah. , tetapi Perilaku negatif juga muncul karena tidak
disebutkan secara rinci ataupun spesifik batasan besaran tarif yang dapat digunakan
sehingga dapat muncul oknum-oknum yang tidak betanggung jawab yang dapat
merugikan pasien.
Dengan adanya pasal 60 UU no 44 tahun 2009, menimbulkan perilaku positif dimana
adanya dewan pengawas rumah sakit yang independen menyebabkan pihak rumah
sakit senantiasa meningkatkan kualitas pelayanannya karena adanya badan pengawas
yang senantiasa membina dan mengawasi kegiatan penyelenggaraan rumah sakit.
2.2. Resistensi
Disahkannya UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit tidak telepas dari berbagai
kontroversi, salah satu diantaranya yaitu sikap menolak atau resistensi. Setiap kebijakan yang
dibuat oleh siapa pun pasti akan menimbulkan resistensi atau penolakan, Umumnya,
resistensi terjadi bila ada beberapa pihak yang merasa dirugikan akan suatu kebijakan,
terlebih jika suatu kebijakan tidak berjalan dengan baik. Berikut ini merupakan sikap
resistensi terhadap Undang undang no 44 tahun 2009, yaitu:
Pasal 10 UU no. 4 tahun 2009
1. Bentuk Resistensi
Pasal 10 ini menjelaskan tentang persyaratan teknis dalam pendirian bangunan
Rumah sakit. Bentuk resistensi, pasal ini menjelaskan bahwa untuk mendirikan suatu
rumahsakit harus dapat memenuhi persyaratan teknis, salah satu pasal yang menjadi
syarat berdirinya rumah sakit adalah kesediaan ruangan ruangan yang memadai.
dimana jika tidak dipenuhi maka izin bisa dicabut dan tidak diperpanjang lagi
2. Aktor Resistensi
Aktor resistensi, berasal dari pihak rumah sakit yang kesulitan dalam memenuhi
persyaratan peralatan dan sumber daya manusia, karena biaya yang tinggi
3. Sumber Resistensi
Sumber resistensi berasal dari tingginya biaya yang diperlukan untuk
mempertahankan peralatan agar tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
4. Intensitas Resistensi
Intensitas resistensi, akan tetap terjadi selama rumah sakit tidak memiliki biaya
yang cukup untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Pasal 20 UU no 44 tahun 2009
1. Bentuk resistensi
Pasal ini membahas tentang tata kelola Rumah sakit dimana berdasarkan
pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah
Sakit privat. Dalam pasal ini dijelaskan keharusan penerapan tata kelola yang baik
tanpa memberikan sanksi apabila tidak dilaksankannya pengelolaan tersebut.
2. Aktor resistensi
Masyarakat yang kemungkinan memperoleh dampak penurunan kualitas pelayanan
kesehatan; tenaga kesehatan yang juga akan dirugikan akibat terbatasnya ruang
gerak mereka akibat pengelolaan/sistem manajemen rumah sakit yang buruk yang
tidak ditegaskan dalam sebuah sanksi.
3. Sumber Resistensi
Resistensi bersumber dari akibat tidak dicantumkannya sanksi atas pelanggarab
pasal 20 UU no 44 tahun 2009 tersebut
4. Intensitas Resitensi
Sikap resistensi terhadap pasal ini dimungkinkan akan terjadi selama batas waktu
yang tidak ditentukan sampai adanya revisi Undang-undang atau dibuat peraturan
pendukung lainnya menyangkut sanksi atas ketidakpatuhan suatu RS akan Pasal 20
UU no 44 tahun 2009.
Pasal 30 UU no 44 tahun 2009
1. Bentuk Resistensi
Pasal 46 UU no 44 tahun 2009. Membahas tentang hak rumah sakit secara hukum
bahwa setiap Rumah sakit mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi, adapun
ketentuan lebih lanjut mengenai hak Rumah sakit diautur oleh peraturan menteri dan
peraturan pemerintah.
2. Aktor Resistensi
Aktor resistensi berasal dari pihak Rumah sakit dan pemerintah
3. Sumber resistensi
Resistensi bersumber dari perilaku pemerintah yang kurang memahmi sistem rumah
sakit
4. Intensitas Resistensi
Sikap resistensi terhadap pasal ini dimungkinkan akan terjadi selama batas waktu
yang tidak ditentukan sampai adanya revisi Undang-undang atau dibuat peraturan
pendukung lainnya menyangkut batasan tindakan kelalaian, atau dijelaskan
mengenai standar operasional prosedur yang telah ditetapkan untuk menangani
pasien.
Resistensi Undang-undang no.44 pasal 40 :
1. Bentuk resistensi
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.
2. Aktor resistensi
Akreditasi Rumah sakit dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam
maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
3. Sumber resistensi
Sumber resistensi berasal dari pihak Rumah sakit yang tidak melakukan akreditasi
tersebut sehingga mutu pelayanan kepada masyarakat menurun.
4. Intensitas resistensi
Terhadap pasal 40 akan terjadi selama diperlukan.
Resistensi Undang-undang no.44 pasal 50 :
1. Bentuk resistensi
Dengan adanya penentuan besaran tarif kelas III Rumah sakit dimana Rumah sakit
yang dikelola pemerintah ditetapkan oleh menteri sedangkan Rumah sakit yang
dikelola daerah ditetapkan oleh peraturan daerah.
2. Aktor resistensi
Actor resistensi adalah menteri dan pemerintah daerah yang menentukan besaran
tariff kelas III Rumah sakit
3. Sumber resistensi
Sumber resistensi berasal dari pihak rumah sakit sehingga tidak ada penyalahgunaan
kekuasaan dalam menentukan tarif Rumah sakit agar masyarakat mendapatkan
pelayanan yang berkualitas
4. Intensitas resistensi
Terhadap pasal 50 akan terjadi selama diperlukan.
Resistensi Undang-undang no.44 pasal 60 :
1. Bentuk resistensi
Dengan adanya pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan yang
dibentuk oleh pemilik yang bersifat independen dan bertanggungjawab .kepada
pemilik rumah sakit.
2. Aktor resistensi
Dewan pengawas rumah sakit yang berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1
(satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
3. Sumber resistensi
Dari pasal 60 yakni peraturan tentang pengawasan dan pembinaan nonteknis rumah
sakit.
4. Intensitas resistensi
Terhadap pasal 60 akan terjadi selama diperlukan.
2.3. Masalah baru yang timbul
Dengan diundangkannya kebijakan ini maka dimungkinkan akan timbul
masalah baru ketika penjelasan dan hal-hal spesifik mengenai beberapa pasal yang
bermasalah tidak di carikan solusi yang dapat berupa direvisinya undang-undang
ataupun dibuat undang-undang pendukung yang baru. Masalah yang timbul dapat
berasal dari berbagai pihak baik pemerintah, investor, rumah sakit, tenaga kesehatan,
dan masyarakat.
Masalah dapat muncul karena kurangnya penjelasan pada UU, sehingga
banyak pihak yang menafsirkan secara berbeda. Pada pasal 10 mengenai persyaratan
teknis bangunan Rumah sakit, karena tidak meratanya peralatan-peralatan canggih,
distribusi ke daerah tersendat sehingga hanya rumah sakit di kota yang memiliki
peralatan canggih yang mahal dan susah dijangkau oleh masyarakat di daerah dan
ekonomi rendah. Pada pasal 20 mengenai pembagian Rumah sakit berdasarkan
pengelolaannya menjadi Rumah sakit publik dan rumah sakit privat, tetapi tidak
disertakan sanksi ketika tidak dilaksanakan pengelolaan tersebut. Hal ini dapat
menimbulkan masalah, dimana dikhawatirkan terdapat rumah sakit yang menentukan
standarnya sendiri dalam beroperasi sehingga tidak optimal dalam memberi
pelayanan. Pada pasal 30 mengenai hak-hak dari Rumah sakit. Dimana selain
tanggung jawab hukum Rumah sakit juga mempunyai hak yang harus dipenuhi
sebagaimana dibahas dalam peraturan menteri dan peraturan pemerintah. Masalah
yang mungkin timbul adalah korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Pada pasal 40
mengenai kewajiban Rumah sakit untuk melakukan akreditasi minimal 3 (tiga) tahun
sekali dalam rangka meningkatkan mutu pelayanannya. Masalah yang timbul adalah
tidak adanya sanksi yang jelas jika tidak dilakukan akreditasi tersebut. Pada pasal 50
mengenai penentuan tarif kelas III Rumah sakit dimana ditetapkan oleh menteri dan
peraturan daerah, masalah yang timbul adalah peluang korupsi terbuka karena tidak
ada standar tarif dan penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan pasien. Pada
pasal 60 masalah yang mungkin muncul adalah terjadi nepotisme, karena dewan
pengawas dipilih oleh pemilik rumah sakit, sehingga dapat terjadi kongkalikong
antara struktural dan dewan pengawas dalam manajemen yang tidak sehat, karena
hanya memilih dari relasi dan keluarganya.
BAB III
PREDIKSI KEBERHASILAN
Pada bahasan prediksi ini menggunakan pendekatan prediktif untuk memberikan
informasi tentang konsekuensi dimasa mendatang, baik berupa keberhasilan maupun
kegagalan pada penerapan Undang-undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3.1. Prediksi “Trade-Off”
Analisis Trade-off menawarkan bantuan untuk mendapatkan sebuah kebijakan yang
akomodatif melalui proses analisis kebijakan publik yang melibatkan banyak ragam
stakeholders dengan banyak kepentingan sehingga dalam pengelolaan berbagai kepentingan
ini harus dilakukan secara bijak dan tidak ada yang dimenangkan atau dikalahkan (win-win
solution). Metode ini sangat signifikan manfaatnya dalam kebijakan yang menyangkut
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan serta kebijakan lain yang menyangkut
kepentingan publik.
Prediksi “trade off” undang-undang no.44 pasal 10 yakni pelayanan kesehatan yang
paripurna sesuai dengan standar yakni pelayanan yang mengemban tugas memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualiatas serta sebagai komunikator dan motivator kepada
masyarakat. Dengan sitem rujukan yang baik, pelayanan yang adil, merata dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat bisa tercapai. Sehingga banyak digunakan untuk sebagai
slogan pemerintah menjelang pemilu untuk mendapat simpati rakyat dengan slogan
kesehatan gratis.
Prediksi “trade off” undang-undang no.44 pasal 20 yakni berdasarkan pengelolaannya
Rumah sakit di bagi menjadi Rumah sakit public dan Rumah sakit privat. Agar tidak
saling tumpang tindih dimana Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan Rumah sakit public tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
Prediksi “trade off” undang-undang no.44 pasal 30 yakni rumah sakit memiliki hak yang
harus dipenuhi. Dengan dipenuhinya hak –hak Rumah sakit dapat meningkatkan mutu
pelayanan dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
Prediksi “trade off” undang-undang no.44 pasal 40 yakni rumah sakit harus
menyelenggarakan Akreditasi minimal 3 (tiga) tahun sekali. Diharapkan dapat
memperbaiki manajemen rumah sakit sehingga dapat terus mengalami peningkatan
kualitas.
Prediksi “trade off” undang-undang no.44 pasal 50 yakni penentuan tarif kelas III Rumah
sakit yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah, membuat pasien lebih aman
apabila terjadi malpraktek sehingga dapat meminta pertanggungjawaban rumah sakit,
dan Rumah Sakit harus bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
di Rumah Sakit.
Prediksi “trade off” undang-undang no.44 pasal 60 yakni kerjasama antara pemerintah
dalam hal ini pihak rumah sakit dengan masyarakat. Sehingga dapat bersama-sama
mengawasi operasional rumah sakit.
3.2. Prediksi keberhasilan
Prediksi keberhasilan dari pemberlakuan kebijakan sangat besar, dimana Undang-undang
ini dibuat untuk menjamin pemenuhan hak pasien akan pelayanan kesehatan di RS yang
berkualitas
Prediksi keberhasilan undang-undang no.44 pasal 10 yakni pemerataan layanan
masyarakat bisa lebih optimal
Prediksi keberhasilan undang-undang no.44 pasal 20 yakni pengelolaan yang baik
pada Rumah sakit public dan Rumah sakit privat.
Prediksi keberhasilan undang-undang no.44 pasal 30 yakni semua rumah sakit dapat
terpenuhi Hak-haknya sehingga kualitas pelayanan meningkat dan kesejahteraan
tenaga kesehatan.
Prediksi keberhasilan undang-undang no.44 pasal 40 yakni setiap rumah sakit
mengalami peningkatan layanan
Prediksi keberhasilan undang-undang no.44 pasal 50 yakni besaran tarif kelas III
Rumah sakit yang sesuai dengan kemampuan masyarakat tidak mampu
Prediksi keberhasilan undang-undang no.44 pasal 60 yakni adanya pengawas yang
dapat menetukan arah kebijakan, memantau dan mengawasi rumah sakit
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan (kesimpulan kajian Bab 1 – Bab 3)
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya
kesehatan. Tujuan yang ingin dicapai dari undang-undang ini adalah agar melalui rumah sakit
seluruh masyarakat Indonesia terjamin haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
baik dan bermutu serta mampu diakses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah
sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; meningkatkan mutu dan mempertahankan
standar pelayanan rumah sakit; dan untuk memberikan kepastian hukum kepada pasien,
masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Rancangan kebijakan ini merupakan kebijakan yang relatif baru untuk mengantisipasi
kebijakan tentangt pembangunan Rumah sakit tanpa izin dan persyaratan yang dimaksud.
Masih terdapat resistensi terhadap penerapan undang-undang ini dari berbagai kepentingan
terutama pihak medis.
Pada penerapan undang-undang ini diprediksi terjadi peningkatan mutu dan
jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang layak dan memadai untuk semua kalangan
masyarakat.
4.2 Rekomendasi
- Pelatihan standar pelayanan paripurna untuk meningkatkan kinerja tenaga medin dan non
medis dalam pelayanan sehingga mutu rumah sakit dapat ditinggkatkan oleh Tim ISO
manajemen mutu rumah sakit Indonesia dengan tujuan kegiatan adalah untuk
meningkatkan kinerja para pengambil kebijakan yang ada di rumah sakit.
- Mensosialisasi Undang Undang nomor 44 tahun 2009 ini kepada masyarakat oleh
praktisi rumah sakit pemerintah maupun swasta dilakukan melalui, depkes, depdagri,
dinkes, organisasi perumahsakitan, organisasi profesi melalui edaran kepala departement,
seminar, maupun work shop. bisa dilakukan dengan berbagai cara agar efektif dan
terinformasikan baik.
- Aturan mengenai batasan kerugian yang dialami pasien atas kelalaian tenaga kesehatan
dirumah sakit oleh kementrian kesehatan, aparat pemerintah dan pakar serta sanksi bagi
rumah sakit yang tidak melakukan pengelolaan rumah sakit dengan baik oleh kementrian
kesehatan, pemerintah dan stakeholder rumah sakit. Dengan tujuan kebijakan ini adalah
untuk mengontrol suatu rumah sakit dalam menjalankan segala kegiatannya. Dalam hal
ini pengelolaan yang baik akan meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan serta
meminimalisir komplai, keluhan,kritikan bahkan tuntutan atas buruknya pelayanan
rumah sakit. Didalamnya tertuang sanksi yang tegas atas buruknya pengelolaan RS atau
ketika RS tidak menjalankan prosedur pengelolaan sesuai yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anom, Eka, Dll, 2011. Kajian terhadap UU no 44 Tahun 2009. http://anekakawan.blogspot.com/2011/01/kajian-thd-uu-no44-th-2009-tentang.html. Diakses tanggal 10 November 2012
Anonim. 2011. Penjelasan UU no. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. http://kapuaskab.go.id/rsud/index.php?option=com_content&view=article&id=20&Itemid=26. Diakses tanggal 10 November 2012
Anonim. 2011 Klasifikasi Rumah Sakit. http://b11nk.wordpress.com/2011/02/07/klasifikasi-rumah-sakit/ Diakses tanggal 10 November 2012
Rahmad. 2011. Penerapan UU no. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Terkait Bidang Kesehatan Lingkungan. http://Regulasikesehatan.Wordpress.Com. Diakses tanggal 10 November 2012
Undang – Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.