Tugas Terstruktur p. Hayati
Transcript of Tugas Terstruktur p. Hayati
5/16/2018 Tugas Terstruktur p. Hayati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-terstruktur-p-hayati-55ab50f38fe58 1/8
TUGAS TERSTRUKTUR
PENGENDALIAN HAYATI
(AGT 417)
BAKTERI ENTOMOPATOGEN
Oleh:
Firda Nur Fitriani (A1L008156)
Janiti (A1L008160)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERALSOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2011
5/16/2018 Tugas Terstruktur p. Hayati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-terstruktur-p-hayati-55ab50f38fe58 2/8
I. PENDAHULUAN
Hama merupakan salah satu penyebab kerusakan yang dapat mengganggu
produktivitas tanaman, sehingga dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk
kematian maupun menurunkan kualitas hasil yang diharapkan. Untuk
mengendalikan serangan hama, cara yang paling sering digunakan adalah
pemakaian insektisida kimia, karena dianggap paling cepat dan ampuh mengatasi
gangguan hama. Namun, penggunaannya sering menimbulkan dampak negatif
berupa resistensi, resurjensi, dan sebagainya. Banyaknya informasi mengenai
dampak negatif atau kerugian yang ditimbulkan akibat penggunaaan insektisida
kimia yang tidak bijaksana, perhatian kemudian beralih untuk memanfaatkanmikroba sebagai agens pengendali serangga hama (Asmaliyah, 2001).
Pengendalian hayati merupakan teknik dasar yang penting dalam konsep
pengendalian hama, yakni dengan memanfaatkan musuh alami serangga hama itu
sendiri yang berupa predator, parasit dan patogen. Agen hayati yang paling banyak
digunakan adalah dari jenis bakteri, jamur dan virus. Untuk jenis bakteri dikenal
Bacillus thuringiesis, sedangkan untuk jamur dan virus yang lazim digunakan
masing-masing adalah Beauveria bassiana dan Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV).
Agensia pengendali hayati tersebut dapat dipadukan dengan komponen pengendali
lain seperti penggunaan varietas tahan, pengaturan jarak tanam, dan lain-lain
(Masmawati, 2007).
Dua kategori besar bakteri patogen adalah bakteri yang tidak membentuk
spora dan yang membentuk spora. Bakteri yang tidak membentuk spora terdapat
dalam saluran pencernaan serangga, merupakan patogen yang potensial menyerang
bagian pencernaan. Tingkat kematian karena bakteri patogen ini rendah. Sedangkan
bakteri pembentuk spora menginveksi larva, di dalam mesofagus membentuk spora
dan sporanya menyerang bagian tubuh serangga. Tingkat kematian karena bakteri
patogen ini tinggi (Anonim, 2008a). Bakteri entomopatogen menginfeksi dengan
dua cara, yaitu melalui lubang-lubang pernafasan yang ada pada kutikula larva
serangga dan melalui makanan serangga.
5/16/2018 Tugas Terstruktur p. Hayati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-terstruktur-p-hayati-55ab50f38fe58 3/8
Bakteri entomopatogen yang sampai sekarang banyak dimanfaatkan adalah
Bacillus thuringiensis yang termasuk dalam bakteri pembentuk spora. Salah satu
keunggulan B. thuringiensis sebagai agens hayati adalah kemampuan menginfeksi
serangga hama yang spesifik misalnya untuk mengendalikan serangga hama dari
golongan Ordo Lepidoptera, namun diketahui juga mampu menginfeksi ordo yang
lain seperti Ordo Diptera dan Coleoptera (Korlina, 2011).
B. thuringiensis adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik,
dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein
yang beracun bagi serangga. Sejak diketahuinya potensi dari protein kristal Bt
sebagai agens pengendali serangga, berbagai isolat Bt dengan berbagai jenis protein
kristal yang dikandungnya telah diidentifikasi. Sampai saat ini telah diidentifikasi
protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang
menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein
kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai tugas yang spesifik
sehingga tidak mematikan serangga yang bukan sasaran dan mudah terurai sehingga
tidak menumpuk dan mencemari lingkungan (Anonim, 2006 dalam Setiawan,
2008).
B. thuringiensis menghasilkan toksin yang memiliki daya racun terhadap
serangga hama tertentu. Spesifitas terhadap serangga tertentu dipengaruhi oleh
komponen kimiawi toksin sehinggga kisaran serangga sasarannya sempit. Toksin
yang dihasilkan tidak bersifat racun terhadap manusia (Lay, 1993 dalam Setiawan,
2008).
5/16/2018 Tugas Terstruktur p. Hayati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-terstruktur-p-hayati-55ab50f38fe58 4/8
II. ISI
A.Mekanisme kerja dan Gejala Infeksi B. thuringiensis
B. thuringiensis merupakan racun perut bagi serangga hama. Kristal
protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa pada
usus serangga. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan oleh enzim
pencerna protein serangga. Protein yang teraktifkan akan menempel pada protein
reseptor yang berada pada permukaan sel epitel usus. Penempelan tersebut
mengakibatkan terbentuknya pori atau lubang pada sel sehingga sel mengalami
lisis. Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dan mati
(Anonim, 2008b).
B. thuringiensis telah diproduksi dengan nama dagang Dipel WP, bakteri
ini sebagai bahan aktifnya. Insektisida biologi ini bekerja sebagai racun
lambung, berbentuk tepung dan dapat disuspensikan dengan air hingga berwarna
coklat kekuning-kuningan dan bersifat selektif untuk mengendalikan hama pada
tanaman kubis dan tomat terutama jenis hama ulat. Cara kerja Dipel WP yaitu
hama yang memakan daun/bagian tanaman yang mengandung Dipel WP akan
segera terganggu pencernaannya dan berhenti makan. Dalam waktu 1-3 hari
kemudian hama akan mati (Indrago, 1991 dalam Setiawan, 2008).
Gejala luar infeksi B. thuringiensis pada Lepidoptera adalah
penghilangan selera makan dan mobilitas larva berkurang dengan cepat setelah
aplikasi. Larva kelihatan kurang tanggap terhadap sentuhan. Setelah larva mati,
larva kelihatan mengerut dan perubahan warna pun semakin jelas terlihat. Tubuh
serangga yang mati menjadi lunak dan mengandung cairan. Kadang-kadang
terjadi penghancuran integuman (dinding tubuh serangga bagian luar) di beberapa bagian tubuh larva. Kemudian larva menjadi busuk (Steinhanus, 1951
dalam Setiawan, 2008).
B. Faktor yang mempengaruhi Infeksi Entomopatogen
B. thuringiensis menjadi tidak aktif bila diekspos langsung di bawah
sianar matahari. Di lapangan, cahaya merupakan faktor merugikan bagi spora
5/16/2018 Tugas Terstruktur p. Hayati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-terstruktur-p-hayati-55ab50f38fe58 5/8
bakteri ini, lama penyinaran 1 menit pengaruhnya berkurang 12%, 2 menit
berkurang 50%, dan 10 menit berkurang 99,9% (Falcon, 1971 dalam Setiawan,
2008). Suhu berpengaruh terhadap spora bakteri, serangga dan
perkembangannya. Spora B. thuringiensis jika dibiarkan pada suhu 50ºC
kemampuan hidup spora berkurang dan 50% spora akan rusak.
Seleksi bakteri, efisiensi bakteri untuk mengendalikan hama dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan spesies bakteri yang dipilih.
Seleksi bakteri adalah kekhususan inang, artinya bakteri dapat mematikan
serangga tertentu saja (Bugerjen dan Martouret, 1971 dalam Setiawan, 2008). B.
thuringiensis mempunyai sifat selektif tidak beracun terhadap hama bukan
sasaran atau manusia dan ramah lingkungan karena mudah terurai dan tidak
menimbulkan residu yang mencemari lingkungan (Anonim, 2006 dalam
Setiawan, 2008).
Selain bekerja secara mandiri, bakteri juga bekerja bersama makhluk hidup
lain dalam menjalankan fungsinya sebagai entomopatogen. Bakteri bekerja dengan
nematoda berupa simbiosis mutualisme. Bakteri yang bersimbiosis dengan NEP itu
adalah Xenorhabdus pada Steinernematidae dan Photorhabdus pada
Heterorhabditidae. Kedua jenis bakteri ini merupakan bakteri gram negatif,
fakultatif anaerob dan termasuk dalam familia Enterobacteriaceae. Bakteri inilah
yang akan membunuh serangga inang secara cepat, dalam waktu 24–48 jam.
Kematian serangga inang diakibatkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh kedua
bakteri tersebut. Bakteri akan berkembang secara cepat dalam tubuh serangga inang
yang telah mati dan menggunakannya sebagai nutrien (Zahro’in, 2011).
Serangga inang yang mati diakibatkan oleh Heterorhabditis (NEP) dengan bakteri simbionnya Photorhabdus dapat dikenali dengan adanya perubahan warna
menjadi oranye atau merah, dikarenakan pigmen yang dihasilkan oleh bakteri pada
serangga inang yang mati (cadaver ) dan dapat memendarkan cahaya pada waktu
yang pendek. Sedangkan gejala serangan terhadap inang yang mati karena serangan
Steinernema (NEP) dengan bakteri simbionnya Xenorhabdus, dapat dikenali
dengan adanya perubahan warna menjadi hitam kecoklatan/karamel, karena pigmen
5/16/2018 Tugas Terstruktur p. Hayati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-terstruktur-p-hayati-55ab50f38fe58 6/8
yang dihasilkan oleh bakteri pada serangga inangnya. Berdasar gejala tersebut,
dapat diketahui jenis NEP yang menyerang serangga inang yang dikenal dengan uji
gejala kutikula terhadap inang yang mati karena serangan NEP. Hubungan antara
nematoda dan bakteri ini disebut mutualistik karena keduanya baik bakteri maupun
NEP mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut (Zahro’in, 2011).
Pada dasarnya nematoda dapat membunuh serangga inang tanpa adanya
bakteri, akan tetapi ini terjadi sangat lambat, dan tidak akan dapat bereproduksi
tanpa memakan bakteri yang mensuplai nutrien seperti sterol. Dengan bakteri,
serangga inang akan terbunuh secara cepat dan cadaver (serangga yang mati) akan
terjaga dari bakteri lain karena adanya antibiotik yang diproduksi oleh bakteri.
Sedangkan keuntungan bagi bakteri adalah karena bakteri tidak bisa menyebar,
mencari inang dan menginvasi tubuh serangga, oleh sebab itu nematoda membawa
bakteri dalam tubuhnya masuk dalam tubuh serangga inang, dan selain itu bakteri
akan terlindung dari lingkungan yang tidak menguntungkan semisal adanya protein
anti bakteri (Zahro’in, 2011).
5/16/2018 Tugas Terstruktur p. Hayati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-terstruktur-p-hayati-55ab50f38fe58 7/8
III. PENUTUP
Simpulan
1. Bakteri yang diisolasi dari serangga berpenyakit sebagian besar adalah bakteri
yang tidak membentuk spora.
2. Bakteri entomopatogen yang sampai sekarang banyak dimanfaatkan adalah
Bacillus thuringiensis.
3. Salah satu keunggulan B. thuringiensis sebagai agensia hayati adalah selain
kemampuannya menginfeksi serangga hama yang spesifik, juga mampu
menginfeksi ordo yang lain.
4. Bakteri entomopatogen menginfeksi serangga melalui lubang pernafasan pada
kutikula dan makanan serangga.
5. Selain bekerja secara mandiri, bakteri juga bekerja bersama nematoda dalam
menjalankan fungsinya sebagai entomopatogen.
5/16/2018 Tugas Terstruktur p. Hayati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-terstruktur-p-hayati-55ab50f38fe58 8/8
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008a. Bakteri, Kapang, Nematoda, dan Mikrosporidia Patogen.
http://massofa.wordpress.com/2008/02/04/bakteri-kapang-nematoda-dan-mikrosporidia-patogen/. Diakses pada tanggal 22 November 2011.
Anonim. 2008b. Bioinsektisida Alternatif, Bacillus thuringiensis.
http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/02/bioinsektisida-alternatif-
bacillus-thuringiensis-bt/. Diakses pada tanggal 18 Desember 2011.
Asmaliyah. 2001. Prospek Pemanfaatan Insektisida Mikroba Bacillus thuringiensis
sebagai Alternatif dalam Pengendalian Hama.
Korlina, Eli. 2011. Pengembangan dan Pemanfaatan Agens Pengendali Hayati
(APH) Terhadap Hama dan Penyakit Tanaman. http://www.peipfi-komdasulsel.org/wp-content/uploads/2011/06/5-Ely-Korlina-Pengendalian-
hayatii.pdf . Diakses pada tanggal 22 November 2011.
Masmawati. 2007. Pemanfaatan Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan.
Setiawan, Ade. 2008. Uji Efikasi Beberapa Agensia Hayati Terhadap Hama
Perusak Daun Tembakau Deli di Sampali.
Zahro’in, Erna. 2011. Nematoda Entomopatogen APH Mematikan Tapi Ramah
Lingkungan.http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpsur/images/stories/proteksi/
web%204.pdf . Diakses pada tanggal 22 November 2011.