TUGAS TERSTRUKTUR IMUNOLOGI
-
Upload
rieka-triyanapuri -
Category
Documents
-
view
77 -
download
3
Transcript of TUGAS TERSTRUKTUR IMUNOLOGI
1
TUGAS TERSTRUKTUR IMUNOLOGI
RESPON IMUN TERHADAP VAKSIN INFLUENZA
PADA REMAJA
Disusun oleh :
Febriana P Tyas
G1F011062
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2013
2
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. 2
BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………………………..... 3
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………..... 3
1.2 TUJUAN………………………………………………………….. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 4
BAB 3. PEMBAHASAN……………………………………………………… 9
BAB 4. PENUTUP…………………………………………………………….. 13
4.1 KESIMPULAN…………………………………………………… 13
4.2 SARAN …………………………………………………………... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 14
3
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sistem imun merupakan sistem perlindungan tubuh dari pengaruh luar
yang membahayakan. Terdiri atas rangkaian rumit yang berisi sel, jaringan, serta
organ-organ yang menyatu satu sama lain untuk melawan benda asing yang masuk ke
dalam tubuh.Penyakit influenza atau lebih dikenal dengan flu, pada anak remaja
umumnya tidak berat, tetapi anak remaja sekolah merupakan yang paling sering
terkena. Populasi remaja cukup besar, menurut World Health Organization (1995),
seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10–19 tahun. Influenza pada remaja
ditinjau dari besarnya populasi dan tingginya aktivitas, merupakan disease burden
karena dapat mempengaruhi komunitas (WHO, 1995).
Seiring dengan perubahan antara anak, remaja, dan dewasa, fungsi
fisiologis dan kekebalan tubuh mengalami perubahan pula, sehingga akan
menimbulkan perbedaan respons terhadap penyakit. Masa remaja terdiri atas 3
periode, remaja awal (10–12 tahun) disebut juga tweenage, pertengahan (13–15
tahun), dan akhir (16–19tahun) disebut teenage, masing-masing mempunyai
karakteristik fungsi psikobiologis seiring dengan perubahan seksualnya. Respons
imun pada tiga periode remaja mempunyai karakteristik yang khas bila
dihubungkandengan jenis kelamin, usia, ras serta genetik perubahan hormonal, dan
aktivitas timus. Perubahan yang sangat pesat terutama terjadi pada saat teenage. Hal
tersebut menyebabkan perbedaan jumlah sel yang berperan dalam membentuk
kekebalan tubuh. Beberapa penelitian pada remaja dan dewasa dengan menggunakan
flow cytometry mengungkapkan bahwa jenis kelamin dan usia mempengaruhi jumlah
sel yang berperan terhadap imunitas tubuh (IDAI,2008).
1.2 TUJUAN
1. Agar dapat mengetahui identifikasi influenza
2. Agar dapat mengetahui mekanisme respon imun terhadap virus influenza
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
a. PENGERTIAN VIRUS
Virus menginfeksi dan membelah diri dalam sel penjamu dan mampu
mengarahkan mesin sel untuk mensintesis partikel infeksi baru. Luas infeksi dan
patologi tergantung dari jumlah virion yang menginfeksi pejamu dan kerusakan fisik
dan trauma yang berhubungan dengan proses infeksi (Baratawidjaja, 2010).
Virus merupakan organisme obligat, umumnya terdiri atas potongan
DNA atau RNA yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein. Respon imun
terhadap protein virus melibatkan sel B dan sel T. antigen virus yang emnginduksi
antibody dapat menetralkan virus dan sel T sitotoksik yang spesifik merupakan
imunitas paling efisien pada imuntas proteksi terhada virus (Baratawidjaja, 2010).
b. RESPON IMUN TERHADAP VIRUS
Virus merupakan obligat intraseluler yang berkembangbiak didalam sel,
sering menggunakan mesin sintesis asam nukleat dan protein pejamu. Dengan
reseptor permukaan sel, virus masuk kedalam sel dan dapat menimbulkan kerusakan
sel dan penyakit melalui berbagai mekanisme. Hal tersebut disebabkan oleh replikasi
virus yang mengganggu sintesis protein dan fungsi sel normal serta efek sitopatik
virus. Virus non sitopatik dapat menimbulkan infeksi laten dan DNA virus menetap
dalam sel pejamu dan memproduksi protein yang dapat atau tidak menggagu fungsi
sel (Baratawidjaja, 2010).
5
IFN diproduksi oleh sel terinfeksi virus memiliki 3 efek penting. IFN-α
dan IFN-β menginduksi lingkungan antiviral terhadap sel sekitar (mencegah
transkripsi dan translansi virus). IFN-γ mengaktifkan makrofag dan sel NK
meningkatkan regulasi MHC. Sel NK membunuh sel terinfeksi virus tanpa bantuan
molekul MHC-1, tetapi melalui ADCC. Makrofag, fakosit memakan virus dan
fragmen sel dan memproduksi IFN. CD8+ menghancurkan peptide virus yang
dipresentasikan molekul MHC-1 yang juga merusak sel. CD4+ mengaktifkan
makrofag dan membantu pembentukan antibody dan respon sel Tc (Baratawidjaja,
2010).
b.1 Imunitas Nonspesifik dan Seluler
Prinsip mekanisme imunitas non spesifik terhadap virus adalah
mencegah infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN tipe 1 dan sel NK dan yang
membunuh sel yang terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produksi RNA yang
merangsang sel terinfeksi untuk sekresi iFN tipe 1, mungkin melalui ikan dengan
TLR. IFN tipe 1 mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel sekitarnya yang
6
menginduksi lingkungan anti-viral. IFN-α dan IFN-β mencegah replikasi virus dalam
sel yang terinfeksi (Baratawidjaja, 2010).
Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan
merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon imun
spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak mengekspresikan MHC-
1. Untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan bantuan molekul MHC-1
(Baratawidjaja, 2010).
b.2 Imunitas Spesifik
Imunitas Spesifik Humoral
Respon imun terhadap virus tergantung dari lokasi virus dalam pejamu.
Antibody merupakan efektor dalam imunitas spesifik humoral terhadap infeksi virus.
Antibody diproduksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase ekstraseluler. Virus
dapat ditemukan ekstraseluler pada awal infeksi sebelum virus masuk kedalam sel
atau bila dilepas oleh sel terinfeksi yang dihancurkan ( khusus untuk virus sitopatik).
Antibody dapat menetralkan virus, mencegah virus menempel pada sel dan masuk ke
dalam sel penjamu (Baratawidjaja, 2010).
Antibody dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatkan eliminasi
partikel virus oleh fagosit. Aktifitas komplemen juga ikut berperan dalam
meningkatkan fagositosis dan menghancurkan virus dengan envelop lipid secara
langsung. lgA yang disekresi di mukosa berperan terhadap virus yang masuk tubuh
melalui mukosa saluran napas dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio bekerja
untuk menginduksi imunitas mukosa tersebut (Baratawidjaja, 2010).
Imunitas Spesifik Seluler
Virus berhasil masuk ke dalam sel, tidak lagi rentan terhadap efek
antibody. Respon imun terhadap virus intraseluler terutama tergantung dari sel CD8+
atau CTL yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi fisiologik utaa CTL ialah
7
pemantauan terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus
mengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis endogen
yang berhubungan dengan MHC-1 dalam setiap sel yang bernukeus. Untuk
diferensiasi penuh, CD8+ memerlukan sitokin yang diproduksi sel CD4+ Th dan
konstimulator yang diekspresikan pada sel terinfeksi. Bila sel yang terinfeksi adalah
sel jaringan dan bukan APC, sel terinfeksi dapat dimakan oleh APC professional
seperti sel dendritic yang selanjutnya memproses antigen virus dan
mempresentasikannya bersama molekul MHC-1 ke sel CD8+ naïf di KGB. Sel yang
akhir akan berpoliferasi secara massif yang kebanyakan merupakan sel spesifik
untuk beberapa peptide virus. Sel CD8+ naïf yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi
sel CTL efektor yang dapat membunuh setiap sel bernukleus yang terinfeksi. Efek
antivirus utama CTL adalah membunuh sel terinfeksi (Baratawidjaja, 2010).
Patologi yang diinduksi virus merupakan efek direk yang menimbulkan
kematian sel pejamu dan kerusakan jaringan. Hamper semua virus tanpa envelop
menimbulkan infeksi akut dan kerusakan. Lisis sel terjadi selama terjadi replikasi dan
penyebaran virus ke sel sekitar. Kerusakan patologi sebetulnya sering lebih
merupakan akibat respons imun aktif terhadap antigen virus dan epitopnya pada
permukaan sel terinfeksi (Baratawidjaja, 2010).
8
Gambar kerusakan patologis imun oleh inveksi virus.
Kerusakan jaringan diawali oleh respons terhadap antigen virus yang
dilepas dan antigen virus yang dipresentasikan oleh MHC pada permukaan sel
penjamu yang terinfeksi. Antigen yang dilepas menimbulkan respon antibody (kiri),
diendapkan pada permukaan sel sasaran terinfeksi dan destruksi seluler dengan
bantuan komplemen. Sel Th melepas sitokin yang membantu sel Tc membunuh sel
sasaran (kanan) (Baratawidjaja, 2010).
9
BAB 3. PEMBAHASAN
Virus influenza menyerang saluran napas bagian atas dan saluran napas
utama pada manusia, kuda, babi, burung dan anjing laut. Berikut ini adalah gambar
dari struktur virus influenza :
Envelop dilapisi tonjolan-tonjolan neuraminidase dan hemaglutinin.
Lapisan dalam matriks protein mengelilingi nukleokapsid yang terdiri atas 8 molekul
ssRNA yang berhubungan dengan nucleoprotein. 8 benang RNA menjadi 10 protein
(Baratawidjaja, 2010).
Ada tiga dasar influenza A, B, dan C yang dapat dibedakan berdasarkan
nucleoprotein dan matriks proteinnya. Tipe A merupakan tipe tersering berperan pada
pendemi, terutama pada manusia, tipe B menimbulkan penyakit pada manusia dan
tidak pada hewan dan dapat menimbulkan epidemi. Tipe C hanya menimbulkan
penyakit ringan pada manusia. Variasi antigenic dalam hemaglutin dan
neuraminidase membedakan subtipe tipe A (Dhamayanti, 2012).
Sifat yang dapat membedakan virus adalah variabilitas. Virus dapat
mengubah antigen permukaannya secara lengkap sehingga respon imun terhadap
infeksi virus yang disebabkan oleh epidemi virus berikutnya. Dua mekanisme yang
berbeda dapat menimbulkan variasi antigen dalam HA dan NA (antigenic drift dan
antigenic shift). Antigenic drift dilibatkan dalam sejumlah mutasi spontan yang
10
terjadi perlahan dan menghasilkan perubahan mirror pada HA dan NA. Antigenic
shift ditimbulkan oleh adanya perubahan yang cepat pada HA mungkin juga pada NA
yang berbeda dai HA dan NA pada virus yang ada sebelum epidemi dan
beberapagalur influenza.
Gambar dua mekanisme dalam terjadinya variasi antigen permukaan
influenza (Baratawidjaja, 2010).
Imunisasi influenza merupakan salah satu strategi untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas akibat penyakitinfluenza. Vaksin influenza yang beredar
berdasarkan rekomendasi WHO terdiri atas tiga tipe virus yaitu dua subtipe A dan
satu tipe B. Virus influenza mudah sekali berubah sehingga setiap tahun terjadi
11
perubahan galur virus yang terkandung dalam vaksin. Saat ini di Indonesia sudah
digalakkan program imunisasi terutama pada anak yang termasuk dalam Program
Pengembangan Imunisasi (PPI). Di samping itu, banyak usaha imunisasi lain yang
tidak termasuk dalam PPI (non PPI), salah satunya ialah imunisasi influenza.
Menurut SatuanTugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (Satgas Imunisasi
IDAI), vaksin influenza merupakan salah satu vaksin yang direkomendasikan untuk
anak dan remaja saat ini. Di Indonesia, hampir sebagian besar remaja belum
mendapat imunisasi influenza. Untuk itu program imunisasi pada remaja sangat
diperlukan, sehingga perlu diketahui tingkat kekebalan remaja terhadap influenza
(Dhamayanti, 2012).
Pada subjek yang dilakukan sebagai sampel digunakan sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu pada remaja pertengahan dan remaja akhir.
Sebelum dilakukan influenza, sebagian besar subjek telah mempunyai antibody kadar
proteksi terhadap ketiga tipe virus influenzayakni A/H1N1; B/H3N2; C, masing-
masing 85,5%; 90,8%;dan 57,3%. Setelah vaksinasi,kadar antibodi HI seluruh subjek
telah mencapai kadar proteksi terhadap virus influenza A. Satu orang subjek
kelompok remaja akhir, GMT pasca vaksinasi terhadap virus influenza B tidak
mencapai kadar proteksi. Sebelum diberikan vaksin influenza, hampir sebagian besar
remaja telah mempunyai antibodi protektif terhadap ketiga jenis virus influenza. Hal
ini dapat diartikan bahwa remaja merupakan populasi yang paling mudah terinfeksi.
Pada penelitian ini sebagian besar subjek pravaksinasi telah mempunyai kadar
proteksi, tetapi masih ada yang belum terlindungi, sehingga program imunisasi
influenza masih perlu dilakukan pada remaja. Secara umum, imunisasi memberikan
manfaat yang cukup besar bila dikaitkan dengan pencegahan pandemik, imunisasi
dapat mengurangi terjadinya reassorment. Vaksin influenza baik digunakan bila nilai
serokonversi HI>1:40 di atas 40% (18). Hal ini berarti indikator respons imun
ditentukan dengan nilai serokonversi (seroconversion rate), semakin baik vaksin
maka makin tinggi nilai serokonversinya. Pada penelitian ini, serokonversi telah
12
mencapai lebih dari nilai standar terhadap ketiga tipe virus yang menunjukkan bahwa
imunisasi influenza sangat bermanfaat (Dhamayanti, 2012).
Pada umumnya, respons imun kelompok remaja pertengahan dan remaja
akhir mengalami peningkatan terhadap ketiga jenis virus, meskipun perbedaan ini
secarastatistik tidak seluruhnya bermakna. Respons imun kelompok remaja
pertengahan lebih baik dibandingkan dengan remaja akhir. Kadar HI pravaksinasi
pada kelompok remaja pertengahan lebih rendah secara bermakna dibandingkan
dengan remaja akhir. Hal ini karena umumnya kelompok remaja pertengahan adalah
pelajar SMP yang aktivitas bermain diluar lebih sedikit dibandingkan dengan remaja
akhir, sehingga kontak dengan virus influenza lebih sedikit. Hal ini menunjukkan
bahwa kelompok remaja pertengahan lebih responsif terhadap vaksin influenza. Hasil
penelitian ini menyimpulkan, vaksinasi influenza pada remaja menghasilkan kadar
protektif. Respons imun remaja pertengahan dan akhir tidak berbeda, namun remaja
pertengahan tampak lebih responsive (Dhamayanti, 2012).
Virus dapat menghindarkan diri dari pengawasan system imun melalui
berbagai mekanisme sebagai berikut :
a. Virus mengubah antigen (mutasi)
Antigen yang merupakan sasaran antibody atau sel T berjumlah sangat besar
yang terdiri atas galur yang berbeda genetiknya. Variasi antigen tersebut
menjadikan virus dapat menjadi resisten terhadap reson imun yang
ditimbulkan oleh infeksi terdahulu, misalnya pandemic influenza.
b. Beberapa virus menghamabat presentasi antigen protein sitosolik yang
berhubungan dengan MHC-1. Akibatnya, sel terinfeksi virus tidak dapat
dikenali dan dibunuh sel CD8+/ CTL. Sel NK mungkin masih dapat
membunuh sel terinfeksi dengan virus teradaptasi tersebut, mengikat sel NK
dapat diaktifkan tanpa bantuan molekul MHC-1
(Baratawidjaja, 2010).
13
BAB 4. PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Virus merupakan organisme obligat, umumnya terdiri atas potongan DNA
atau RNA yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein.
Respon imun terhadap protein virus melibatkan sel B dan sel T. antigen virus
yang emnginduksi antibody dapat menetralkan virus dan sel T sitotoksik yang
spesifik merupakan imunitas paling efisien pada imuntas proteksi terhada virus.
Virus influenza menyerang saluran napas bagian atas dan saluran napas
utama. Banyak terjadinya virus influenza biasanya terjadi pada anak remaja
pertengahan.
4.2 SARAN
Didalam makalah ini perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap factor-faktor
yang berpengaruh terhadap virus influenza yang kebanyakan menyerang remaja pada
usia pertengahan. Hal ini perlu dilakukan karena hasil penelitian yang dilakukan
terhadap sampel yaitu remaja didapatkan hasil yang signifikan pada kasus influenza
remaja pertengahan diman harus dikaji lebih lanjut fakto-faktor yang menyebabkan
hal tersebut.
14
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Gama, K., Rengganis, Iris, 2010, Imunologi Dasar Edisi 9, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Barr, I.G., McCauley, J., Cox, N., 2010, Epidemiological, Antigenic and Genetic
Characteristics of SeasonalInfluenza A(H1n1), A(H3n2) and B
Influenza Viruses: Basis for the WHO Recommendation on
theComposition of Influenza Vaccines for Use in the2009–2010
Northern Hemisphere Season, Vaccine, 28 (5): 1156–1167.
Dhamayanti, M., Rusmil, K., dan Idjaradinata, P, 2012, Respon Imun terhadap
Vaksin Influenza pada Remaja. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 27 (2),
102-106.