Tugas Teknik Karakterisasi Material
-
Upload
melinda-wardani -
Category
Documents
-
view
184 -
download
18
Transcript of Tugas Teknik Karakterisasi Material
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Torsion testing
machine”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas untuk mengikuti Semester mata
kuliah Teknik karakterisasi material di jurusan Fisika FMIPA UNP.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua,
terutama bagi penulis sendiri. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dengan
demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca.
Padang, 24 Februari 2013
Penulis
Melinda wardani
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Material dapat berupa bahan logam dan nonlogam. Bahan logam ini terdiri dari
logam ferro dan nonferro. Bahan logam ferro di antaranya besi, baja, dan besi cor,
sedangkan logam nonferro (bukan besi) antara lain emas, perak, dan timah putih. Bahan
nonlogam dapat dibagi menjadi bahan organik (bahan yang berasal dari alam) dan
bahan anorganik.
Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat
kimia, dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam untuk
menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Yang termasuk sifat mekanis pada
logam, antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas, kekakuan,
plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat pengerjaan.
Sifat mekanik secara umum ditentukan melalui pengujian destruktif dari sampel
material pada kondisi pembebanan yang terkontrol. Sifat mekanik yang paling baik
adalah didapat dengan melakukan pengujian prototipe atau desain sebenarnya dengan
aplikasi pembebanan yang sebenarnya. Namun data spesifik seperti ini tidak mudah
diperoleh sehingga umumnya digunakan data hasil pengujian standar seperti yang telah
dipublikasikan oleh ASTM (American Society of Mechanical Engineer).
Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk menentukan
respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi pada saat
dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan seberapa jauh
perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas fenomena atomik
maupun mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk atau ukuran benda uji) dari material
terhadap pembebanan tersebut.
Pengujian puntir (torsi) merupakan jenis pengujian yang lebih spesifik
dibandingkan pengujian-pengujian terdahulu (tarik, kekerasan dan impak). Walaupun
karakteristik mekanis material telah dapat diketahui dari hasil uji tariknya, pengujian
puntir mampu memberikan informasi penting tambahan mengenai modulus elastisitas
dalam arah geser (shear), kekuatan luluh puntir dan modulus pemuluran (rupture).
Pengujian ini umumnya dilakukan pada material-material yang getas seperti baja
perkakas dan pada komponen-komponen hasil fabrikasi seperti poros, as roda dan
sebagainya (full-scale test). Untuk melakukan uji puntir atau torsi ini maka digunakan
alat “torsion testing machine”
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu torsi
2. Untuk mengetahui prinsip yang mendasari uji torsi
3. Untuk mengetahui cara kerja alat uji torsi (torsion testing machine)
4. Untuk mengetahui sampel dan persiapan sampel yang akan digunakan untuk
uji torsi
5. Untuk mengetahui cara melakukan karakteristik data yang diperoleh yaitu
mencakup : pengolahan data dan interpretasinya.
dT
F
F
BAB II
PEMBAHASAN
A. TORSI
Suatu batang dijepit dengan kuat pada salah satu ujungnya dan ujung yang
lainnya diputar dengan suatu torsi (momen puntir, twisting moment) T = Fd yang
bekerja pada bidang tegaklurus sumbu batang seperti terlihat pada . Batang tersebut
dikatakan dalam kondisi kena torsi. T adalah torsi (Nm), F adalah gaya (N) dan d adalah
diameter lengan putar (m). Alternatif lain untuk menyatakan adanya torsi adalah dengan
dua tanda vektor dengan arah sejajar sumbu batang.(Anonim.2005)
1) Momen kutub inersia
Untuk suatu batang bulat berlobang (pipa) dengan diameter luar Do dan diameter
dalam Di, momen kutub inersia (polar moment of inertia) penampang melintang
luasnya, biasanya dinotasikan dengan I, diberikan dengan:
I = π32
¿ (3.1)
Momen kutub inersia untuk batang bulat tanpa lubang (batang pejal) dapat
diperoleh dengan memberi nilai Di = 0. Kuantitas dari J merupakan sifat matematis dari
geometri penampang melintang yang muncul dalam kajian tegangan pada batang atau
poros bulat yang dikenai torsi.
2) Torsi tegangan geser
Baik untuk poros pejal maupun poros berlubang yang dikenai momen puntir T
torsi tegangan geser (torsional shearing stress) τ pada jarak p dari titik pusat poros
dinyatakan dengan:
τ=TpJ
B. PRINSIP UJI TORSI
1) Sifat-sifat mekanik yang didapat selama pengujian puntir, yaitu:
Modulus Elastisitas Geser
Kemampuan material unutk mempertahankan bentuknya di daerah elastis yang
di sebabkan oleh tegangan geser. Perbandingan antara tegangan dan regangan
geser pada daerah elastis.
Keterangan : G = modulus elastisitas geser
τ = tgangan geser
γ = regangan geser
L = panjang spesimen
I = momen inersia
Kekuatan Luluh Puntir (Torsional yield strength)
Batas tegangan sebelum mengalami deformasi plastis yang disebabkan oleh
tegangan geser. Untuk menentukannya maka perbandingan panjang bagian
penampang yang menyempit terhadap diameter luar harus sekitar 8-10 kali.
Selain itu pada uji puntir dapat menggunakan metode offset dengan ketentuan
0.04 rad/m untuk grafik momen puntir terhadap sudut puntir.
Modulus Pecah (Modulus of rupture)
Kekuatan geser puntir maksimum, karena tegangan geser terbesar terjadi di
permukaan batang. Untuk benda silinder padat dimana J = π D4
32 maka besarnya
modulus pecah terbesar yaitu
Keterangan ;τu = modulus pecah
D = diameter spesimen
2) Prinsip pengujian
Benda uji puntir umumnya memiliki penampang lintang silinder, karena bentuk
ini mewakili geometri paling sederhana dalam penghitungan tegangan yang terjadi pada
material. Dalam batas elastis tegangan geser bervariasi secara linier dari nol di bagian
pusat lingkaran hingga mencapai maksimum pada permukaan terluar benda uji.
Pengujian dilakukan dengan mencengkam salah satu ujung benda uji silinder pada grip
pemegang (chuck), sementara ujung lainnya diberikan pembebanan melalui kepala
beban. Deformasi diukur dengan alat pengukur sudut puntir (twisting) yang dinamakan
troptometer. Penentuan deformasi didasarkan atas perpindahan sudut (angular
displacement) dari suatu titik yang berada dekat ujung benda uji terhadap posisi suatu
titik dengan elemen longitudinal yang sama di ujung lainnya.( Akhmad herman
yuwono:2009)
Gambar 1.1. Pengujian puntir pada benda uji silinder pejal(Akhmad herman
yuwono:2009)
Momen luar yang ditimbulkan pada salah ujung benda uji mendapat tahanan dari
tegangan geser material. Tegangan tersebut bernilai nol pada pusat benda uji dan
meningkat secara linier dengan penambahan jarak terhadap titik pusat. Kondisi
kesetimbangan antara momen pemuntir luar dan momen reaksi dari material
menghasilkan:
………….. (1.1)
dengan r2dA adalah momen inersia polar dari benda uji dan biasa dinotasikan dengan J.
sehingga …………..(1.2)
dan ………………….(1.3)
dimana τ adalah tegangan geser (N/mm2), MT momen puntir (N-mm), r jarak radial dari
pusat (mm) dan J momen inersia polar yang tergantung geometris benda (mm4).
Untuk benda uji silinder pejal dimana J = πD4/32 maka tegangan maksimum yang
terjadi
pada permukaan adalah:
...................(1.4)
sementara benda uji silinder tubular J = π/32(Do4- Di4) dengan Do diameter luar dan Di
diameter dalam, tegangan geser maksimum adalah:
....................(1.5)
Besarnya regangan geser γ ditentukan oleh sudut puntiran θ (dalam satuan radian)
…………….(1.6)
dimana L adalah panjang benda uji pada Gambar 1.1. Pada saat pengujian maka
pengukuran yang dilakukan adalah momen puntir MT dan sudut puntir θ untuk
memperoleh diagram seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.2 berikut:
Gambar 1.2. Diagram momen puntir-sudut puntir (( Akhmad herman
yuwono:2009))
Pada daerah elastis, sebagaimana halnya hukum Hooke pada uji tarik, maka tegangan
geser dapat dianggap proporsional dengan regangan gesernya. Konstanta
proporsionalitas dalam hal ini adalah modulus kekakuan/elastisitas dalam geseran, G
menghasilkan persamaan:
τ = Gγ (1.7)
Substitusi persamaan (1.2) dan (1.6) ke persamaan menghasilkan persamaan untuk
modulus geser sebagai fungsi dari geometri benda uji, momen puntir dan sudut puntir:
.....................................(1.8)
Keadaan tegangan internal yang terjadi pada suatu titik pada permukaan benda uji puntir
pejal ditunjukkan oleh Gambar 4.3 berikut:
Gambar 1.3. Keadaan tegangan pada benda uji silinder pejal yang mengalami momen
puntir
Tegangan geser maksimum terjadi pada dua bidang yang saling tegak lurus,
tegak lurus terhadap sumbu longitudinal yy dan sejajar dengan sumbu longitudinal xx.
Tegangan utama σ1 dan σ3 menghasilkan sudut 45o terhadap sumbu longitudinal dan
setara nilainya dengan tegangan-tegangan geser. σ1 adalah tegangan tarik sementara σ3
tegangan tekan. Tegangan intermediat σ2 adalah nol. Keadaan tegangan inilah yang
dapat dipakai untuk menjelaskan bentuk perpatahan pada benda uji ulet dan getas.
Logam ulet akan mengalami kegagalan karena mekanisme geser yang terjadi sepanjang
salah satu bidang tegangan geser maksimum. Umumnya bidang perpatahan tegak lurus
terhadap sumbu longitudinal, lihat Gambar 1.4.a.
Gambar 1.4. Jenis kegagalan material dalam pembebanan puntir (Ahmad Herman
Yuwono.2009)
(a) kegagalan ulet akibat mode geser) dan (b) kegagalan getas akibat mode tarik
Material getas akan mengalami kegagalan dalam pembebanan puntir sepanjang
bidang yang tegak lurus terhadap arah tegangan tarik maksimum. Karena bidang ini
memotong sudut antara dua bidang tegangan geser dan membentuk sudut 45o terhadap
arah-arah longitudinal dan transversal, maka perpatahan akan berbentuk heliks, seperti
diperlihatkan oleh Gambar 1.4 b
Pengujian puntir memiliki kelebihan daripada pengujian tarik dalam hal
pengukuran dasar mengenai plastisitas material. Nilai regangan yang besar mampu
diperoleh dalam uji puntir tanpa komplikasi terjadinya penciutan (necking) dalam
penarikan ataupun penggembungan (barreling) karena efek gesekan dalam penekanan
Patahan yang terjadi pada spesimen dapat berupa patah getas atau ulet. Berikut
ini adalah perbandingan antara kedua jenis patahan :
3) Persyaratan rotasi
Parameter berikutnya yang akan dihitung adalah perpindahan sudut total untuk
direkam. Sudut puntir, θ, dapat dihitung untuk bahan elastis linier sesuai dengan
persamaan (2):
.............................2( GLENN E. VALLEE:2006)
dimana
J = momen inersia polar salib sectional
L = panjang spesimen
T = torsi yang bekerja pada penampang
G = modulus elastisitas geser
4) Tampilan alat
Konsep dasar dari pengoperasian mesin ditunjukkan gambar 1.
Gambar 1 - Skema tata letak mesin torsi(GLENN E. VALLEE:2006)
Pengukuran torsi digunakan untuk spesimen yang sesuai dan sudut puntir dapat
terhubung ke drive train. rotating hub tidak terpasang pada slide-T untuk
memungkinkan gerak sepanjang sumbu spesimen untuk mencegah beban aksial dari
berkembang sebagai panjang spesimen menurun selama berliku-liku.non-rotating hub
juga akan mencakup alat pengukur strain torsi sensor digunakan untuk mengukur torsi
diterapkan.Rotating Hub akan didorong menggunakan sproket drive dihubungkan ke
drive train. Sudut puntir spesimen akan ditentukan oleh pengukuran rotasi pusat rotasi
E. Drive Train
Beberapa motor dan sistem penggerak dinilai berdasarkan torsi diperlukan dan
spesimen geometri. Sebuah motor DC memiliki pengurangan gigi integral dan kontrol
kecepatan eksternal dipilih berdasarkan biaya, ukuran, kinerja, dan kehandalan.
Kecepatan controller dipilih untuk menyediakan cara untuk menyesuaikan kecepatan
ujian karena sulit untuk memilih komersial Yang tersedia sproket set yang bisa
mengembangkan kecepatan rotasi yang tepat yang diinginkan dalam pengujian.. motor
ini mengembangkan torsi output dari 500 di-lb pada kecepatan 13 rpm.
Sebuah sproket dan rantai drive dipilih sebagai sambungan tahan lama antara
poros output motor dan hub berputar yang memuat spesimen uji. Sebuah roda gigi set
terdiri dari 2 inci sproket mengemudi diameter dan didorong inci diameter 12 sproket
ditemukan yang akan mencapai rasio roda gigi dari 6:1.Hal ini mengakibatkan
kecepatan rotasi sebesar 2,2 rpm yang jatuh dalam ASTM spesifikasi, dan torsi
penggerak 3000 di-lb. Torsi ini jauh di atas 442 diambang lb didirikan sebelumnya dan
dianggap lebih dari mampu mempertahankan
kecepatan sudut konstan selama semua pengujian. Torsi yang dikembangkan oleh mesin
tersebut telah dipindahkan ke spesimen yang menggunakan grips Thread ke tetap dan
berputar hub. Standard 1/2 Standar 1 / 2 bor inci terbukti merupakan cara murah
memegang spesimen dan sangat efektif asalkan flat adalah mesin pada ujung spesimen
untuk mencegah selip.
5) Pengukuran torsi dan Sudut puntir
1. Pengukuran Torsi
Torsi ini dipakai pada benda uji diukur dengan menggunakan strain gauge yang
dipasang ke non-rotating hub, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.hub ini dibuat
dari baja dan 4340 terdiri dari 4 inci diameter mounting flange, inci diameter 0,625
dikurangi bagian yang dipasang, bagian dari diameter meningkat digunakan untuk
dimasukkan ke dalam bantalan dan bagian berulir yang digunakan untuk melampirkan
pegangan spesimen.
Persamaan (1) digunakan untuk menentukan diameter bagian pengurangan hub
yang diperlukan untuk mencegah menghasilkan di bawah maksimum torsi yang
dikembangkan oleh mesin.hub itu terbungkus dalam perumahan sheet metal dengan
jelas plastik penutup atas yang digunakan untuk memfasilitasi tampilan pengukur torsi
dan untuk posisi . Terminal konektor strain gauge
Gambar 3 - Tampak Atas dari Load Cell Majelis Torque
Telah diketahui bahwa stres prinsip maksimum terjadi di poros dimuat di torsi
murni
occurs at a 45° with respect to the torsional axis. terjadi pada 45 ° terhadap sumbu torsi.
Prinsip ini stress sama besarnya untuk tegangan geser maksimum dalam poros. Oleh
karena itu, strain gauge elemen tunggal memiliki 1 / 8inch mengukur panjang inci
dipasang pada bagian pengurangan hub non berputar di sudut a ° 45 Untuk merekam
regangan maksimum yang pokok, jika dikalikan dengan modulus elastisitas bahan, akan
menghasilkan ukuran maksimum di-pesawat tegangan geser yang terjadi di gauge. torsi
menerapkan ke hub, dan oleh karena itu spesimen, kemudian bisa diselesaikan dengan
menggunakan persamaan (1).Strain gauge tunggal dipilih untuk kesederhanaan dan
memberikan resolusi yang memadai untuk pengukuran regangan. Beberapa alat
pengukur tidak digunakan sebagai kompensasi temperatur tidak akan diperlukan dan
lentur sample yang dicegah oleh keselarasan dari grips.
strain gauge dihubungkan ke micromeasurements galur indikator memiliki
tampilan digital, dan torsi itu dikalibrasi dengan menerapkan serangkaian torsi
menggunakan kunci torsi dan merekam regangan yang dihasilkan.Indikator ini
kemudian terhubung ke saluran 1 dari penyimpanan digital osiloskop.
2. Pengukuran sudut Puntir
Sudut puntir diukur menggunakan potensiometer variabel yang dioperasikan
dari sebuah DC 5V power supply. potensiometer ini dihubungkan ke disk berputar yang
dihubungi hub pada itu sproket didorong, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.
Potensiometer ini mampu membuat sepuluh rotasi lengkap dengan output lengkap 5
volt. Potensiometer itu tetap ke ayunan lengan untuk memungkinkan untuk
dipindahkan jauh dari hub dan manual diputar kembali ke posisi nol sebelum memulai
tes. Jika rotasi potensiometer adalah untuk melebihi 10 bergiliran, disk berputar hanya
akan terpeleset di hub dan tidak ada kerusakan pada potensiometer akan hasil.
Rangkaian potensiometer terhubung ke saluran 2 dari osiloskop penyimpanan dan
dikalibrasi dengan merekam tegangan output pada setiap 10 derajat rotasi hub tetap
lebih dari 10 revolusi dari potensiometer tersebut.
Gambar 4 - Potensiometer Majelis yang digunakan untuk pengukuran sudut puntir
Prosedur:
1. Persiapkan sampel uji kawat (panjang 300-350 mm).
2. Pastikan bahwa oil dumper tersedia dalam jumlah yang memadai.
3. Atur skala pendulum sesuai dengan beban yang diinginkan (6 kg-m atau 3 kg-m).
4. Pasang beban tersebut
5. Periksa dan pasang jarum penunjuk momen puntir pada skala nol.
6. Pasang kertas pencatat pada silindernya.
7. Lakukan uji coba terlebih dahulu pada kertas dan silinder pencatat tersebut.
8. Pasang sampel uji dengan baik. Putarlah grip pemegang ke arah yang sesuai.
Pastikan pengencangan yang dilakukan tidak terlalu rendah maupun terlalu besar.
Gunakan alat bantu bila perlu.
9. Atur jarum penunjuk sudut puntir pada skala nol.
10. Atur jarum penunjuk momen puntir pada skala nol.
11. Atur penunjuk jumlah puntiran
12. Tariklah tuas main switch pada dinding tembok ke posisi on
13. Nyalakan tombol hijau untuk memulai pengujian.
14. Amati dan catat momen torsi pada penambahan sudut puntir:
• tiap 30o selama dua putaran
• tiap 60o selama putaran ke 3 dan 4.
• tiap 90o untuk satu putaran selanjutnya.
• tiap 120o untuk satu putaran selanjutnya.
• tiap 180o untuk satu putaran selanjutnya.
• tiap 360o hingga benda uji putus.
Keuntungan uji puntir dibandingkan dengan uji tarik :
a. Hasil pengukuran yang diberikan mengenai plastisitas lebih mendasar
b. Langsung memberikan grafik tegangan geser terhadap regangan geser
c. Tidak terjadi kesulitan karena timbulnya necking (pada uji tarik) ataupun barreling (pada uji tekan)
d. Laju regangan yang diperoleh konstan dan besar
Kerugian uji puntir dibandingkan dengan uji tarik :
a. Pengolahan data menjadi kurva tegangan–regangan geser membutuhkan usaha yang
tidak sedikit
b. Jika spesimen yang digunakan adalah batang padat, maka akan timbul gradien
tegangan yang cukup curam sepanjang penampang lintang spesimen sehingga
mempersulit pengukuran.
6) interpretasi data
Spesimen yang digunakan adalah jenis baja ST 60 dengan bentuk uji standar ASTM.
Jenis baja ST 60 yang dipilih memiliki tensile strenght antara 600-720 N/mm2. Sesuai
BKI Volume III (Rules For Machinery Installations) 2006 (Section 4), mensyaratkan
bahwa material untuk poros baling-baling memiliki tensile strenght antara 400-800
N/mm2.
Uji Puntir merupakan salah satu jenis pengujian material dengan sifat merusak
(destructive test). Tujuannya adalah untuk mengetahui sifat material berupa kekuatan
puntir setelah menerima tegangan puntir. Pengkondisian yang ditentukan terhadap
benda uji/ spesimen adalah dengan membuat dua jenis kondisi material seperti halnya
uji rotary bending sebelumnya. Yaitu kondisi spesimen tanpa takik dan dengan diberi
takik jenis U (sebagai asumsi poros mengalami cacat, bisa akibat aus, awal retak, dsb).
Setelah selesai melakukan pengujian seperti di atas, maka diperoleh data-data pengujian
sebagai berikut : Tahap pertama
Telah diketahui dari hasil pengujian dan olah data sebelumnya bahwa pengkondisian
material dengan pemberian takik sangat berpengaruh terhadap kekuatan material.
Analisanya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kekuatan puntir material ditunjukkan dengan nilai tegangan gesernya. Hasil
perhitungan data didapatkan nilai di bawah
Jadi, kondisi material yang diasumsikan cacat dengan diberi takik akan
mempercepat terjadinya kegagalan material akibat puntiran.
2. Konsentrasi tegangan yang terpusat pada daerah takik, memiliki nilai sebesar
1,2 kali dari tegangan merata.
3. Melihat sudut puntir maksimum rata-rata pada spesimen tanpa takik sebesar
15940 atau sekitar 4 putaran puntir lebih, maka dapat disimpulkan bahwa
material mempunyai sifat ulet (ductile).
DAFTAR PUSTAKA
GLENN E. VALLEE.2006. Design and development of an economical Torsion testing
machine. Western New England College Springfield Massachussets:WWW.google.com
Ahmad Herman Yuwono.2009.Praktikum Karakterisasi Material 1 Pengujian
Merusak:Fakultas Teknik Material Dan Metalurgi UI
Sukanto Jatmiko,dkk.2012.Analisa kekuatan puntir dan kekuatan lentur putar poros baja ST 60 sebagai aplikasi perancangan bahan poros baling-baling kapal.Bandung : UNPAD