TUGAS TBB USIA BELAJAR BAHASA 1
Click here to load reader
-
Upload
andiyannita-khrishandiri -
Category
Documents
-
view
147 -
download
6
Transcript of TUGAS TBB USIA BELAJAR BAHASA 1
MAKALAH
USIA BELAJAR BAHASA
DISUSUN OLEH :
DERY SAIFUL HAMZAH
LENI MAELANI
YANI SEPTIANI
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian bahasa sangat luas dan beragam. Bahasa adalah system lambang bunyi
yang arbitrer yang memungkinkan semua orang yang berada di sebuah budaya yang
diwariskan atau orang lain yang telah mempelajari system budaya tersebut untuk
berkomunikasi atau berinteraksi (Finocchiaro. 1964). Bahasa adalah sebuah system
komunikasi dengan bunyi yang berproses melalui organ pengucapan dan pendengaran
antara anggota suatu masyarakt yang diwariskan, serta memiliki makna yang konvensional
dan arbitrer (Pei, 1966). Jelas sekali dalam pengertiannya bahwa bahasa itu bukan hanya
system yang dipakai untuk berkomunikasi melainkan warisan dari setiap kebudayaan di
muka bumi ini. Bahasa bersifat konvensional karena berdasarkan kesepakatan bersama
juga arbitrer yaitu mana suka.
Bahasa tiap Negara berbeda-beda bahkan bahasa daerah dalam suatu Negara itu
pun berbeda-beda. Kita ambil contoh di Indonesia yang begitu kaya dengan kebudayaan
daerah setempatnya termasuk bahasa yang digunakan penduduk atau masyarakat
daerahnya masing-masing. Maka di Indonesia dikenal dengan istilah bahasa nasional yaitu
bahasa Indonesia dan bahasa ibu yaitu bahasa daerah. Berbagai macam bahasa itulah yang
menuntut kita untuk lebih mengenal teori-teori belajar bahasa.
Belajar adalah perubahan prilaku yang relative permanen sebagai hasil berlatih
yang disertai penguatan(Kimble, 1963). Belajar adalah proses pengaitan informasi baru
terhadap struktur kognitif yang sudah ada, proses bernalar dengan menggunakan logika
deduktif-induktif, hubungan-hubungan logis, rasional atau nonarbitrer (David Ausubel,
1968). Belajar adalah proses perkembangan mental-intelektual seseorang dalam upaya
mengadaptasikan dirinya terhadap lingkungannya (Jean Piaget, 1976). Dari pendapat di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar itu suatu proses untuk memeroleh ilmu.
Ada dua paham teori belajar bahasa, paham behavioristik dan paham kognitif.
Aliran linguistic yang mengadopsi paham behavioristik adalah aliran linguitik structural,
prinsip paham behavioristik menurut Moulton (1963) bahasa itu ujaran bukan tulisan,
berbahasa merupakan proses dengar-ucap, bahasa itu merupakan seperangkat kebiasaan,
belajar bahasa adalah belajar bahasa bukan belajar tentang bahasa, bahasa itu adalah
bahasa yang dituturkan penutur asli bukan seperti yang dipikirkan orang tentang
bagaimana seharusnya mereka berbicara, dan bahasa itu berbeda-beda baik kosakata
maupun sistemnya. Paham kognitif muncul di kalangan penganut tata bahasa transformasi
yang dimotori Chomsky (1957) dan Lois Bloom (1976). Belajar bahasa secara kognitif
merupakan proses kognitif seperti pengaitan informasi baru dengan informasi yang sudah
ada.
Belajar bahasa dipengaruhi oleh karakteristik pembelajar salah satunya usia.belajar
bahasa. Usia belajar bahasa atau sering disebut usia kritis belajar bahasa yakni usia optimal
untuk belajar bahasa kedua atau bahasa asing dengan cara alami. Dalam makalah ini akan
memaparkan lebih jauh apa itu usia kritis belajar bahasa , hubungan usia kritis belajar
bahasa dengan tahapan usia perkembangan mental-intelektual, dan hubungan usia kritis
belajar bahasa ini dengan sifat belajar.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
ISI
1. Usia Kritis Belajar Bahasa
Ada beberapa sebutan tentang usia kritis atau usia optimal. Oyma (1976) menyebutnya
dengan periode usia sensitive, Lenneberg (1967) menyebutnya dengan periode usia kritis.
Maksudnya sama yakni usia optimal untuk belajar bahasa kedua atau bahasa asing dengan
cara alami. Periode usia kritis ini merupakan sebuah hipotesis yang lahir dari berbagai
pengamatan yang didasari banyak kenyataan bahwa anak-anak lebih cepat dan lebih berhasil
dalam memungut bahasa di suatu masyarakat bahasa tertentu. Sementara itu orang tua mereka
mengalami banyak kesulitan untuk memungut bahasa tersebut.
Lenneberg (1967) berpendapat bahwa usia kritis belajar bahasa ini berada di antara
usia dua tahun dan usia pubertas. Sebelum usia dua tahun seseorang tidak mungkin belajar
bahasa karena kekurangan kedewasaan otak. Setelah usia pubertas seseorang akan mendapat
kesulitan dalam belajar bahasa, terutama dalam pengucapan karena berkurangnya plastisitas
tertentu untuk belajar bahasa secara alamiah.
Apabila dikaitkan dengan teori perkembangan bahasa dari Piaget, tentang usia paling
muda dalam belajar bahasa asing dari Lenneberg, ada kesesuaian atau kesamaannya. Jean
Piaget mencatat bahwa Tahapan Linguistik 1 (Holofrastik) diperoleh pada usia 2 tahun.
Sebelum usia tersebut anak baru dalam Tahapan Meraban.
Rosansky (1975) dan Krashen (1975) menghubungkan usia kritis ini dengan teori
perkembangan mental-intelektual Jean Piaget. Diungkapkannya bahwa permulaan tahapan
“operasi formal” istilah Piaget (usia 11 tahun) merupakan awal dari babak akhir periode usia
kritis belajar bahasa. Pada permulaan “operasi formal”, seseorang telah mampu
mengembnagkan kapasitas berpikir abstrak dan mampu mereflesikan kaidah-kaidah linguistic
yang digunakannya. Ia telah mampu mengambil jarak dengan bahasa yang diproduksinya. Ia
mampu mengamati tingkah laku linguistiknya. Akibatnya anak mampu menciptakan bahasa
sendiri secara abstrak. Hal ini merupakan pertanda bahwa belajar bahasa secara alami telah
terganggu.
Tylor (1974) dan Schumann (1975) menghubungkan periode usia kritis ini dengan
perubahan efektif seseorang pada permulaan pubertas. Dikemukakannya bahwa; (anak-anak
mempunyai kapasitas empatik yang lebih besar daripada orang dewasa, kapasitas empatik
merupakan factor penentu keberhasilan belajar bahasa secara alami), (anak-anak sebelum usia
pubertas belum mengembangkan hambatan-hambatan identitas diri, dan karenanya ia tidak
peduli dengan risiko salah dalam bereksperimen melalui pengetahuan bahasanya yang masih
sederhana itu), (anak-anak yang masih di bawah masa pubertas mempunyai motivasi
integrative yang kuat, artinya mereka belum mengembangkan sikap negative terhadap penutur
belajar bahasa yang dipelajarinya itu).
Hal-haal tersebut menunjukan bahwa anak-anak dalam usaha memperoleh bahasa
yang baginya baru itu menggunakan saringan kognitif dan afektif yang sangat rendah.
Sebaliknya, usia dewasa memiliki beberapa keuntungan kognitif afektif yang lebih baik
daripada usia anak-anak pada saat bahasa dipelajari di dalam kelas yang memberikan
penekanan terhadap kebenaran formal. Orang dewasa memiliki kelebihan kapasitas
penyimpanan ingatan, mempunyai kapasitas analitik yang lebih luas, dan dapat
mengembangkan motivasi instrumental sebagai dorongan untuk belajar dengan usaha keras
dalam situasi kelas belajar semacam itu.
Telah diamati secara luas bahwa anak-anak belajar bahasa telah mudah dan lebih
mahir daripada orang dewasa. Setelah tinggal di dalam masyarakat bahasa lain, anak-anak
tampaknya sangat mahir dalam memungut bahasa baru itu, sedangkan orang tuanya sering
tampak mengalami kesulitan dalam memperoleh tingkat kemahiran belajar bahasa yang sama
seperti anaknya. Dalam bagian ini kita akan mengkaji beberapa argumentasi biologi, kognitif,
afektif yang telah diajukan sebagai dukungan terhadap nosi priode kritis dan kemudian
mengkaji sejauh mana hipotesis periode kritis itu ditopang bukti dari studi-studi belajar
bahasa.
1.1 Argumentasi Biologis
Alat pertama untuk pembahasan tentang keberadaan usia optimal yang berdasarkan
Biologis untuk belajar bahasadiberikan oleh ahli neurologi Penfield dan Roberts. Mereka
berargumentasi bahwa kemampuan anak yang lebih besar untuk belajar bahasa dapat
dijelaskan dengan plastisitas yang lebih besar dari otak anak itu. Plastisitas otak anak itu
ditemukan berkurang manakala usia bertambah. Penfield dan Roberts (1959) menampilkan
bukti bahwa anak-anak mempunyai kapasitas menonjol untuk mempelajari kembali
keterampilan bahasa setelah kecelakaan atau penyakit merusak bidang ujaran dalam hemisfer
serebral dominan, biasanya hemisfer sebelah kiri.
Orang dewasa biasanya tidak mampu memeroleh kembali ujaran normal. Terdapat
banyak kasus anak-anak muda yang karena memeroleh luka dalam bidang ujaran,
mengalihkan fungai bahasanya ke hemisfer sebelahnya lagi. Kasus orang dewasa yang
melakukan hal tersebut jarang terjadi. Diargumentasikan bahwa alasan untuk hal tersebut
adalah hilangnya plastisitas otak. Penfield dan Roberts menarik rekomendasi waktu untuk
memulai persekolahan umum dalam bahasa kedua sesuai dengan tuntutan psikologi otak,
antara usia 4 dan 10 tahun. Akan tetapi hipotesis periode kritis biasanya dikaitkan dengan
Lenneberg yang berargumentasi antara usia 2 tahun dan pubertas. Sebelum usia 2 tahun,
belajar bahasa tidak mungkin karena kekurangan kedewasaan otak, sedangkan pada saat
pubertas fungsi bahasa ke hemisfer telah selesai, yang mengakibatkan hilangnya plastisitas
serebral yang diperlukan untuk belajar bahasa alamiah. Periode biologis inilah yang
bertanggung jawab atas kenyataan bahwa setelah pubertas bahasa harus diajarkan dan
dipelajari melalui usaha sadar dan keras.