Tugas Struktur Dan Pola Ruang Mr Agam Edit Cicilia
-
Upload
hendri-subagio -
Category
Documents
-
view
61 -
download
5
description
Transcript of Tugas Struktur Dan Pola Ruang Mr Agam Edit Cicilia
Gambar 1. Peta rencana Struktur Ruang Kabupaten Klaten RTRW)Sumber: RTRW Kabupaten Klaten 2011-2031
ANALISA STRUKTUR DAN POLA RUANGKABUPATEN KLATEN
Struktur dan pola ruang merupakan pembahasan vital dalam perencanaan wilayah. Struktur ruang yang terdiri dari elemen titik dan garis menunjukkan bentuk dasar dan persebaran kegiatan disuatu wilayah. Sedangkan pola ruang yang terdiri dari elemen bidang menunjukkan luas lahan dari kegiatan dan bentuk utuh ruang wilayah. Berikut hasil analisa terhadap struktur ruang dan pola ruang Kabupaten Klaten.
1. STRUKTUR RUANG
1.1. PENETAPAN RENCANA STRUKTUR RUANG - RTRW KABUPATEN KLATEN
Rencana Struktur Ruang Kabupaten Klaten sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten Tahun 2011 – 2031 meliputi Rencana Sistem Perkotaan (yang meliputi Pusat Kegiatan Wilayah / PKW, Pusat Kegiatan Lokal / PKL, Pusat Kegiatan Lokal Promosi / PKLp, dan Pusat Pelayanan Kawasan) serta Fungsi dan Lokasi untuk masing – masing Orde Perkotaan yang telah ditetapkan, sebagaimana pada Gambar 1 dan Tabel 1.
Tabel 1. Penetapan Rencana Struktur Ruang - RTRW Kabupaten KlatenSumber : RTRW Kabupaten Klaten Tahun 2011-2032
1.2. SEBARAN PUSAT KEGIATAN (SIMPUL) EKSISTING
Sebaran Pusat Kegiatan (simpul) diperoleh melalui identifikasi kawasan pusat kegiatan tiap kecamatan yang biasanya ditandai dengan jumlah dan jenis sarana dan prasarana berskala lokal maupun regional serta keberadaan pusat-pusat administrasi yang berada di kawasan tersebut. Berdasarkan hasil analisis skalogram yang dilakukan Kelompok Klaten PW12 untuk menentukan orde – orde sistem perkotaan eksisting, kecamatan-kecamatan dengan Orde I dan Orde II tersebar disepanjang jalan arteri Jogja-Solo. Dilihat dari sisi pemusatan penduduk, terjadi pemusatan penduduk di wilayah perkotaan yang posisinya berada juga disepanjang jalan arteri Jogja-Solo. Hal tersebut disebabkan karena adanya pemusatan sarana umum dengan hirarki layanan tinggi juga di wilayah perkotaan. Akan tetapi jika ditinjau dari ketersediaan fasilitas umum disetiap kecamatan persebarannya secara kuantitas sudah merata dan dengan daya layan yang juga sudah sesuai dengan jumlah penduduk minimal yang dilayani. Akan tetapi jika ditinjau dari segi jenis sarana yang memiliki hirarki skala layanan regional memang terpusat di wilayah perkotaan di sepanjang jalan arteri Jogja – Solo.
Mengacu pada teori lokasi kegiatan yang dikemukakan oleh Hoover (Hoover dalam Marsudi Djojodipuro, 1992) disebutkan bahwa lokasi mempunyai peran penting bagi pelaku aktivitas ekonomi, daerah yang mempunyai tingkat aksesibilitas tinggi cenderung mempunyai perkembangan yang cukup pesat. Peran jaringan jalan dalam suatu sistem kota di satu sisi adalah memberikan dukungan pelayanan pada perkembangan kota, di sisi lain mengarahkan dan menstimulir perkembangan kota khususnya dalam hal penyediaan sarana prasarana kota.
Hasil analisis struktur ruang untuk sistem perkotaan eksisting Kabupaten Klaten dengan metode skalogram dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2 - 3.
Gambar 2. Peta Sistem Perkotaan Kabupaten Klaten (Metode Skalogram)Sumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
Tabel 2. Perhitungan Skalogram Kabupaten KlatenSumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
Tabel 3. Hasil Perhitungan Skalogram untuk Penentuan Orde Sistem Perkotaan Kabupaten KlatenSumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
Tabel 4. Perbandingan Sistem Perkotaan Eksiting dan Penetapan RTRW Kabupaten KlatenSumber: hasil analisis kelompok Klaten PW12, 2015
1.3. PERBANDINGAN HIERARKI SIMPUL EKSISTING DAN RTRW KAB. KLATEN
Kelompok Klaten PW12 mencoba membandingkan penentuan lokasi sistem perkotaan Kabupaten Klaten berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten Tahun 2011 – 2031 (Gambar 1 dan Tabel 1) dengan sistem perkotaan eksisting yang ditentukan berdasarkan hasil analisis menggunakan metode skalogram terhadap data penduduk dan ketersediaan sarana di Kabupaten Klaten (Gambar 2 dan Tabel 2 - 3).
NO. SISTEM PUSAT KEGIATAN
ORDEKECAMATAN
RTRW EKSISTING1. Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW)I Klaten Selatan, Klaten
Tengah dan Klaten Utara
Klaten Tengah, Klaten Selatan, Klaten Utara dan Delanggu
2. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
II Prambanan dan Delanggu
Prambanan dan Ceper
3. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp)
III Wedi, Pedan dan Jatinom
Cawas, Wonosari, Jogonalan, Bayat, Tulung, Juwiring dan Wedi
4. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
IV Bayat, Cawas, Ceper, Gantiwarno, Jogonalan, Juwiring, Kalikotes, Karanganom, Karangdowo, Karangnongko, Kebonarum. Kemalang, Manisrenggo, Ngawen, Polanharho, Trucuk, Tulung, Wonosari
Gantiwarno, Manisrenggo, Trucuk, Jatinom, Pedan, Polanharjo, Karangdowo, Ngawen, Karanganom, Kalikotes, Kemalang, Kebunarum, Karangnongko
Menurut hasil analisis skalogram, diketahui bahwa Kecamatan Klaten Utara, Kecamatan Klaten Tengah dan Kecamatan Klaten Selatan pada kondisi eksisting berdasarkan ketersediaan sarana umum menduduki Orde I yang sesuai dengan penetapan orde I pada RTRW Klaten. Akan tetapi Kecamatan Delanggu berdasarkan hasil analisa skalogram berdasarkan kelengkapan sarana eksisting yang ada ternyata juga masuk dalam sistem perkotaan Orde I. Dan pada orde II, selain Kecamatan Prambanan yang memang sudah ditetapkan berdasarkan RTRW Kabupaten Klaten, ada Kecamatan Ceper yang berdasarkan ketersediaan sarana eksisting masil dalam sistem perkotaan Orde II. Lalu karena pesatnya perkembangan kecamatan yang ada pada kondisi eksisting, maka juga terdapat perbedaan lokasi sistem perkotaan orde III atau Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) yaitu Kecamatan Cawas, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Jogonalan, Kecamatan Bayat, Kecamatan Tulung, Kecamatan Juwiring dan Kecamatan Wedi. Hal ini karena kecamatan-kecamatan ini memiliki fasilitas terlengkap atau skor yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Klaten serta wilayahnya dilalui oleh Jaringan Jalan Arteri Yogyakarta Solo maupun
Jalan Kolektor sehingga memiliki kemudahan aksesibilitas yang mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah.
1.4. KONEKTIVITAS DAN AKSESIBILITAS
Berdasarkan Peta Sistem Perkotaan Eksisting Kabupaten Klaten (Metode Skalogram), dimana setiap simpul terhubung oleh link berupa jaringan jalan, Kabupaten Klaten termasuk dalam kategori simple conectivity, artinya tiap simpul sudah terhubung dengan jaringan prasarana jalan meskipun hanya masuk kelas jalan lokal. Untuk Orde I dan II yang berkembang secara linier pada jalur jalan arteri Jogja – Solo sudah terwadahi kebutuhan mobilitas masyarakat melalui jalan arteri, mengingat memang orde I dan II merupakan pusat – pusat pelayanan yang harus memiliki aksesibilitas dan konektivitas tertinggi. Akan tetapi untuk pusat kegiatan orde II kecamatan ceper hanya terwadahi oleh jaringan jalan kolektor akan tetapi tetap mampu mewadahi mobilitas yang ada mengingat wilayahnya yang berdekatan dengan jalan arteri. Sedangkan untuk pusat kegiatan orde III, baru kecamatan Cawas dan Tulung yang terwadahi kebutuhan dukungan aksesibilitas dan konektivitas antar wilayahnya dengan Jaringan Jalan Kolektor, dimana untuk Kecamatan Wonoasari, Juwiring, Bayat dan Wedi baru terhubung dengan jaringan jalan lokal. Sedangkan untuk wilayah – wilayah orde IV kebutuhan konektivitas dan aksesibilitas antar wilayah seluruhnya telah terwadahi oleh jaringan jalan lokal.
1.5. KETERKAITAN ANTAR SIMPUL
Guna mengetahui keterkaitan antar simpul wilayah kecamatan di Kabupaten Klaten maka telah dilakukan analisis dengan metode gravitasi dimana analisa ini menggambarkan pola keterkaitan antar wilayah kecamatan secara terukur (kuantitatif) berdasarkan data jumlah penduduk dan jarak antar simpul. Adapun hasil perhitungan analisa gravitasi dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan analisis Gravitasi antar simpul, sebagian besar intensitas hubungan antar simpul pusat pelayanan (sistem perkotaan) di Kabupaten Klaten lemah / tidak merata. Wilayah – wilayah dengan orde sistem perkotaan tinggi (orde I dan II) ternyata hanya memiliki keterkaitan yang tinggi dengan wilayah – wilayah terdekatnya. Salah satu penyebabnya adalah karena jaringan jalan yang ada kurang mampu menampung mobilitas penduduk antar simpul kegiatan (terkait hirarki jalan), dimana sebagian besar simpul yang ada terkoneksi hanya dengan jaringan jalan lokal.
Tabel 5. Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi untuk Mengukur Keterkaitan (Interaksi) Antar Kecamatan di Kabupaten Klaten
Sumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
Keterangan : = Sangat Rendah = Rendah = Sedang = Tinggi = Sangat Tinggi
Prambanan Gantiwarno Wedi Bayat Cawas Trucuk Kalikotes Kebonarum Jogonalan Manisrenggo Karangnongko Ngawen Ceper Pedan Karangdowo Juwiring Wonosari Delanggu Polanharjo Karanganom Tulung Jatinom KemalangKlaten Selatan
Klaten Tengah
Klaten Utara
1 Prambanan 64,796 0.0000009 19.67 19.24 5.44 2.88 5.47 23.94 35.44 35.43 58.55 11.64 9.81 2.20 2.67 2.31 2.37 2.49 3.19 2.58 4.26 3.24 5.52 29.08 32.07 22.71 16.512 Gantiwarno 66,099 0.0000009 153.87 33.13 9.64 13.63 43.41 44.63 64.26 11.43 21.11 15.63 2.93 2.07 2.86 2.42 3.10 4.08 3.21 11.48 4.45 8.26 25.58 90.86 41.18 22.423 Wedi 64,665 0.0000009 41.02 10.73 11.81 215.01 221.06 62.86 11.18 20.65 44.93 4.94 5.22 4.02 4.12 4.07 6.23 4.58 9.95 5.14 14.88 25.02 355.57 203.96 57.914 Bayat 45,111 0.0000009 49.29 69.66 23.89 24.56 11.55 4.97 7.44 27.18 6.45 7.23 5.19 4.87 3.03 3.18 2.58 4.99 3.47 6.03 7.25 22.22 22.66 45.765 Cawas 41,498 0.0000009 60.85 12.19 8.89 4.65 2.70 3.70 7.80 7.96 52.61 13.49 5.30 3.17 3.34 4.52 7.22 3.14 5.47 4.34 6.58 5.80 13.136 Trucuk 58,649 0.0000009 63.68 14.26 7.10 2.70 6.12 7.80 31.84 18.94 10.13 7.21 4.77 5.13 2.34 5.91 2.74 4.59 6.10 13.87 17.51 33.627 Kalikotes 59,111 0.0000009 65.98 25.54 8.08 42.48 223.62 8.02 7.46 5.21 5.34 5.82 8.90 6.03 18.25 9.71 26.66 22.87 81.26 331.45 211.768 Kebonarum 60,774 0.0000009 531.71 18.69 43.67 82.77 8.25 6.06 4.47 4.58 4.95 7.23 5.12 13.78 7.89 19.04 38.09 334.17 766.74 96.779 Jogonalan 38,884 0.0000009 17.22 49.68 27.02 2.97 3.14 2.42 2.48 2.66 3.75 2.75 6.75 4.09 8.78 46.08 213.81 122.64 34.83
10 Manisrenggo 49,197 0.0000009 27.93 4.19 1.07 1.37 1.26 1.29 1.50 1.85 2.56 6.06 4.27 8.67 103.64 10.82 7.66 6.3911 Karangnongko 51,102 0.0000009 14.38 2.50 2.86 2.36 2.42 2.57 3.42 2.66 22.72 9.55 47.04 430.62 70.25 40.29 20.3412 Ngawen 37,831 0.0000009 9.13 7.23 4.54 4.65 5.16 8.63 5.34 46.71 7.07 21.07 9.93 52.00 212.13 240.9413 Ceper 21,717 0.0000009 43.83 10.42 2.99 1.62 8.37 4.52 19.70 1.59 9.80 4.12 5.48 7.61 15.3714 Pedan 35,878 0.0000009 55.79 39.70 9.81 11.43 6.20 13.18 3.77 8.26 4.72 4.92 7.07 12.1715 Karangdowo 43,197 0.0000009 26.89 8.68 9.85 6.10 7.50 2.91 5.40 3.90 4.04 4.94 7.6416 Juwiring 44,258 0.0000009 48.42 68.23 22.29 8.74 3.23 6.16 4.28 4.14 5.06 7.8317 Wonosari 43,759 0.0000009 105.40 27.89 6.73 2.72 4.93 3.69 4.47 5.52 6.9518 Delanggu 42,822 0.0000009 109.19 15.73 14.88 9.85 5.64 5.87 8.44 14.5219 Polanharjo 45,330 0.0000009 24.88 38.89 14.20 7.10 4.24 5.72 8.9920 Karanganom 49,389 0.0000009 25.63 247.53 22.16 10.86 17.31 78.6421 Tulung 46,712 0.0000009 58.53 13.84 6.40 9.21 11.9022 Jatinom 50,117 0.0000009 38.01 14.68 25.29 35.4723 Kemalang 84,268 0.0000009 28.96 21.70 13.3824 Klaten Selatan 54,986 0.0000009 693.72 87.5525 Klaten Tengah 56,072 0.0000009 357.1126 Klaten Utara 63,688 0.0000009
INTERAKSI ANTAR KECAMATANNO KECAMATAN
JML PENDUDUK
KONSTANTA
Gambar 3. Peta Kelerengan Kabupaten KlatenSumber: RTRW Kabupaten Klaten 2011-2032
2. POLA RUANG
2.1. ANALISA KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DI KAB. KLATEN
Guna mengevaluasi kondisi pola ruang (pemanfaatan lahan) di Kabupaten Klaten, maka terlebih dahulu dilakukan analisa kesesuaian lahan untuk pembangunan di Kabupaten Klaten. Penentuan Kawasan Lindung dan Budidaya sebagai dasar untuk analisa kesesuaian lahan dimaksud mengacu pada SK Mentan No.837/KPTS/UM/11/1980 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan SK Mentan No. 683/KPTS/UM/8/1981 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan produksi. Hasil dari analisa dimaksud berupa Pembuatan peta kesesesuaian lahan (Gambar 6) yang dilakukan dengan melakukan analisis overlay antara Peta Kelerengan (Gambar 3), Peta Jenis Tanah (Gambar 4), dan Peta Curah Hujan (Gambar 5).
Gambar 4. Peta Jenis Tanah Kabupaten KlatenSumber: RTRW Kabupaten Klaten 2011-2032
Gambar 5. Peta Curah Hujan Kabupaten KlatenSumber: RTRW Kabupaten Klaten 2011-2032
Gambar 6. Peta Kesesuaian lahan Kabupaten KlatenSumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
2.2. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN RENCANA POLA RUANG BERDASARKAN RTRW KABUPATEN KLATEN
Kelompok Klaten PW12 melakukan evaluasi terhadap rencana pola ruang Kabupaten Klaten berdasarkan RTRW Kabupaten Klaten Tahun 2011 – 20131 jika dibandingkan dengan hasil analisa kesesuaian lahan untuk pembangunan di Kabupaten Klaten sebagaimana telah diuraikan pada subbab sebelumnya. Dan sebagai bahan evaluasinya dioverlaykan antara peta rencana pola ruang RTRW (Gambar 7) dengan peta kesesuaian lahan (Gambar 6). Kemudian ditemukan bahwa ada beberapa hasil evaluasi berdasarkan overlay tersebut antara lain : (1) sesuai; (2) sesuai bersyarat; (3) tidak sesuai (Gambar 8 dan Tabel 6).
Gambar 7. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten KlatenSumber : RTRW Kabupaten Klaten 2011-2031
Gambar 8. Peta Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Klaten
Sumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
No. Rencana Kesesuaian Lahan Total
Tabel 6. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Klaten Sumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
Penggunaan Lahan RTRW
Un Developable Developable
Kawasan Lindung (ha)
Kawasan Fungsi
Penyangga, Hutan
Produksi (ha)
Budidaya Tanaman Tahunan, HPK (ha)
Kawasan Tanaman
Semusim dan Permukiman
(ha)
1. Cagar Budaya - - 9,00 67,52 76,522. Industri - 56,80 0,04 1.094,20 1.151,043. Kawasan Hutan 104,28 383,58 618,39 1.029,73 2.135,984. Kawasan Rawan
Bencana Alam Geologi
17,02 127,56 - - 144,58
5. Pariwisata - 1,76 - 32,43 34,196. Permukiman 53,16 2.162,59 149,06 27.936,48 30.301,297. Pertambangan - 65,05 - 3,14 68,198. Pertanian 98,18 1.903,89 15,29 28.496,60 30.513,959. Ruang Terbuka
Hijau6,96 476,05 1,52 4.128,01 4.612,54
10. Taman Nasional Gunung Merapi
695,01 18,31 - - 713,32
974,60 5.195,59 793,28 62.788,11
Keterangan penggunaan lahan rencana:= sesuai : 65.248,94 hektar (93,54%)
= sesuai bersyarat : 162,95 hektar (0,23%)
= tidak sesuai : 4.339,71 hektar (6,22%)
Berdasarkan tabel di atas, lahan yang developable seluas 68.730,14 hektar; dan rencana pemakaian lahan yang developable berdasarkan RTRW seluas 68.776,99 hektar. Artinya ada rencana pemakaian lahan developable yang akan terlampaui seluas 46,84 hektar atau 0,07%.
Sedangkan luas lahan yang Undevelopable adalah 974,60 hektar, dan rencana pemakaian lahan yang tidak sesuai di lahan Undevelopable seluas 151,34 hektar.
Rencana pemakaian lahan yang tidak sesuai di lahan developable seluas 4.188,33 ha di kawasan Fungsi Penyangga, HP dan 0,04 ha di kawasan Budidaya tanaman tahunan, HPK.
Untuk penggunaan lahan di lokasi yang sesuai bersyarat pada kesesuaian lahan Developable seluas 162,95 ha, yang berarti penggunaan lahan di lokasi tersebut masih diperbolehkan tetapi tetap harus mempertimbangkan kemampuan lahan, kelestarian lingkungan, dan persyaratan-persyaratan tertentu.
Gambar 9. Peta pola ruang eksisting Kabupaten KlatenSumber: RTRW Kabupaten Klaten 2011-2031
Gambar 10. Peta Hasil Evaluasi Pola Ruang Eksisting Kabupaten KlatenSumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
2.3. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DAN POLA RUANG EKSISTING KABUPATEN KLATEN
Kelompok Klaten PW12 juga melakukan evaluasi anatara kesesuaian lahan dengan pola ruang eksisting Kabupaten Klaten. Dan sebagai bahan evaluasinya dioverlaykan antara peta pola ruang eksisting (Gambar 9) dengan peta kesesuaian lahan (Gambar 6). Kemudian ditemukan bahwa ada beberapa hasil evaluasi pemanfaatan lahan berdasarkan overlay tersebut antara lain: (1) sesuai; (2) sesuai bersyarat; (3) tidak sesuai (Gambar 10 dan Tabel 7).
No. Penggunaan Lahan Eksisting
Kesesuaian Lahan
Total
Un Developable
Developable
Kawasan Lindung (ha)
Kawasan Fungsi
Penyangga, Hutan
Produksi (ha)
Budidaya Tanaman Tahunan, HPK (ha)
Kawasan Tanaman
Semusim dan Permukiman
(ha)
Tabel 7. Evaluasi Pola Ruang Eksisting Kabupaten Klaten Sumber : Hasil Analisis Kelompok Studio Klaten PW12, 2015
1. Cagar Budaya - - 9,00 67,52 76,522. Industri - 2,26 - 363,11 365,373. Kawasan Hutan - 10,37 475,15 150,01 635,534. Pariwisata - 2,96 - 37,29 40,255. Permukiman 53,94 2.048,95 147,88 22.723,66 24.974,426. Pertanian 225,65 3.049,81 160,71 38.789,18 42.225,357. Ruang Terbuka
Hijau- 62,58 0,56 621,06 684,20
8. Taman Nasional Gunung Merapi
695,01 18,31 - - 713,32
9. TPA Jomboran - - - 1,03 1,03974,60 5.195,24 793,30 62.752,86 69.715,99
Keterangan penggunaan lahan rencana:= sesuai : 64.175,55 hektar (92,05%)
= sesuai bersyarat : 159,83 hektar (0,23%)
= tidak sesuai : 5.380,61 hektar (7,72%)
Berdasarkan tabel di atas, lahan yang developable berdasarkan analisis kesesuaian lahan seluas 68.730,14 hektar; dan pemakaian lahan eksisting pada lahan yang developable seluas 68.741,38 hektar. Artinya telah ada pemakaian lahan developable yang terlampaui seluas 11,24 hektar atau 0,02%.
Sedangkan luas lahan Undevelopable berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan adalah 974,60 hektar, dan pemakaian lahan yang tidak sesuai pada lahan Undevelopable adalah seluas 279,59 hektar.
Untuk penggunaan lahan di lokasi yang sesuai bersyarat pada kesesuaian lahan Developable seluas 159,83 ha, yang berarti penggunaan lahan di lokasi tersebut masih diperbolehkan tetapi tetap harus mempertimbangkan kemampuan lahan, kelestarian lingkungan, dan persyaratan-persyaratan tertentu.
2.4. ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
A. CARRYING CAPACITY RATIO
Analisa daya dukung (Carrying Capacity Ratio/CCR) memerlukan dua variabel pokok yaitu (1) potensi lahan yang tersedia, termasuk luas lahan dan (2) jumlah penduduk. Rumus matematis sederhana penghitungan Carrying Capacity Rasio yaitu :
Keterangan:
CCR = Carrying Capacity Ratio
A = jumlah total area yang dapat digunakan untuk kegiatan pertanian (Luas panen)
r = frekuensi panen per hektar per tahun
H = jumlah KK (Rumah Tangga)
h = persentase jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan (KK Pertanian)
F = ukuran lahan pertanian rata-rata yang dimiliki petani
Hasil analisis Carrying Capacity Ratio Kabupaten Klaten sebagai berikut:
Luas panen di Kabupaten Klaten pada tahun 2014 = 1.226.994,4 ha (sebagian lebih dari 1 kali panen dalam 1 tahun)
Jumlah KK yang tinggal di pedesaan = 348.514 KK
Ukuran lahan rata-rata yang dimiliki petani per KK = 0,5 ha
Maka:
= 6,57
Kesimpulan:
Kemampuan daya dukung (CCR) > 1
Berdasarkan kuantitas lahan, masih memiliki kemampuan untuk mendukung kebutuhan pokok penduduk Kabupaten Klaten dan masih mampu menerima tambahan penduduk.
Pembangunan di Kabupaten Klaten masih dimungkinkan bersifat ekspansif dan eksploratif lahan.
B. DAYA DUKUNG LAHAN
Menurut Yeates (1980) daya dukung lahan dapat diidentifikasi dari daya tampung dan dihitung berdasarkan luasan fungsi lahan dibagi dengan jumlah penduduk eksisting dihitung dari kebutuhan lahan per kapita sebagai berikut (Muta’ali, 2012) :
A = L/P
A = Daya dukung lahan
L = Luas lahan (ha)
P = Populasi penduduk (jiwa)
Apabila nilai daya dukung lahan (A) tersebut melebihi nilai konsumsi lahan yang ditentukan (standar Yeates, Tabel 4.6) maka dikatakan populasi penduduk pada wilayah tersebut sudah melebihi daya dukung lingkungannya (di luar ambang batas).
No.Populasi Penduduk
(jiwa) Konsumsi lahan (ha/jiwa)
1 10.000 0,1002 25.000 0,0913 50.000 0,0864 100.000 0,0765 250.000 0,0706 500.000 0,0667 1.000.000 0,0618 2.000.000 0,057
NO KECAMATAN JUMLAH
PENDUDUK (2014)
LUAS (Ha)
DAYA DUKUNG LAHAN
KETERANGAN
1 Bayat 74.836 4.236 0,057 di bawah ambang batas
2 Cawas 70.071 3.621 0,052 di bawah ambang batas
3 Ceper 53.061 2.575 0,049 di bawah ambang batas
4 Delanggu 52.034 2.004 0,039 di bawah ambang batas
5 Gantiwarno 49.631 2.663 0,054 di bawah ambang batas
6 Jatinom 51.388 3.663 0,071 di bawah ambang batas
7 Jogonalan 48.084 2.708 0,056 di bawah ambang batas
8 Juwiring 49.739 3.097 0,062 di bawah ambang batas
9 Kalikotes 23.861 1.397 0,059 di bawah ambang batas
10 Karanganom 66.804 2.563 0,038 di bawah ambang batas
11 Karangdowo 70.626 3.077 0,044 di bawah ambang batas
12 Karangnongko 73.735 2.975 0,040 di bawah ambang batas
13 Kebonarum 68.260 1.037 0,015 di bawah ambang batas
14 Kemalang 41.052 5.881 0,143 di bawah ambang batas
15 Klaten Selatan 50.804 1.527 0,030 di bawah ambang batas
16 Klaten Tengah 47.245 955 0,020 di bawah ambang batas
17 Klaten Utara 50.070 1.119 0,022 di bawah ambang batas
18 Manisrenggo 42.082 3.098 0,074 di bawah ambang batas
19 Ngawen 54.507 1.816 0,033 di bawah ambang batas
20 Pedan 68.271 2.000 0,029 di bawah ambang batas
21 Polanharjo 62.049 2.548 0,041 di bawah ambang batas
22 Prambanan 58.712 2.602 0,044 di bawah ambang batas
23 Trucuk 87.526 3.471 0,040 di bawah ambang batas
24 Tulung 41.905 3.435 0,082 di bawah ambang batas
Tabel 8. Standar Konsumsi Lahan Per KapitaSumber: Yeates, 1980 dalam Muta’ali (2012)
NO KECAMATAN JUMLAH
PENDUDUK (2014)
LUAS (Ha)
DAYA DUKUNG LAHAN
KETERANGAN
25 Wedi 64.290 2.636 0,041 di bawah ambang batas
26 Wonosari 48.610 3.330 0,069 di bawah ambang batas
Jumlah 1.469.253 70.035
Daya dukung lahan setiap kecamatan masih di bawah standar konsumsi lahan per hektar yang berarti populasi penduduk di setiap kecamatan belum melebihi daya dukung lingkungan, namun alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tetap harus dikontrol agar nilai daya dukung lahan tidak melebihi standar nilai konsumsi lahan.
Tabel 9. Daya Dukung Lahan Per KecamatanSumber: Hasil Analisis 2015