Tugas SL Family Folder

download Tugas SL Family Folder

of 24

description

tugas praktek family folder

Transcript of Tugas SL Family Folder

LAPORAN KASUS ISPA DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA

LAPORAN KASUS ISPA DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA JULI 2012

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPuskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat ditengah tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan lainya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri). Fungsi puskesmas adalah mengembangkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan oleh puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public health service). Fungsi puskesmas menurut keputusan menteri kesehatan republik Indonesia No.128/MENKES/SK/II/2004, adalah sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Penyakit ISPA dibagi dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dab pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rhinitis, faringitis, tonsillitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20-30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi.B. Rumusan MasalahMasalah yang dapat dirumuskan dari kasus ini adalah:1. Faktor risiko apa saja yang ditemukan pada pasien ISPA2. Evaluasi terapi dalam rangka pengobatan ISPA non pneumonia3. Bagaimana fungsi keluarga menurut ilmu kedokteran keluarga dalam mendukung penyembuhan pasien.4. Bagaimana peran dokter puskesmas, paramedis serta kader kesehatan terhadap penyakit ISPA. 5. Mengetahui intervensi apa yang dapat dilakukan untuk menangani ISPA non pneumonia.

C. Tujuan Penulisan1. Mengetahui dan memahami tentang penyakit ISPA dan penyebabnya serta menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran secara komprehensif dan holistik dan peran aktif dari pasien dan keluarga.2. Untuk memenuhi tugas Skill Lab Family Folder pada blok community medicine.

D. Manfaat Penulisan1. Untuk membantu puskesmas mengatasi penyakit ISPA di wilayah kerjanya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ISPAISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut :1. InfeksiAdalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernafasanAdalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

3. Infeksi AkutAdalah Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru paru) dan organ adneksa saluran pernafasan, dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu :1. ISPA non pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek 2. ISPA pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).

B. Klasifikasi ISPADalam menentukan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok untuk umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dan kelompok untuk umur kurang 2 bulan.1. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun klasifikasi di bagi atas: a. Pneumonia beratb. Pneumoniac. Bukan pneumonia

2. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan klasifikasi dibagi atas :a. Pneumonia beratb. Bukan pneumoniaKlasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis.Pola tatalaksana ISPA yang diterapkan dimaksudkan untuk tatalaksana penderita pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa. Hal ini berarti penyakit yang penanggulangannya dicakup oleh Program P2 ISPA adalah pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa, sedangkan penyakit ISPA lain seperti pharyngitis, tonsillitis, dan otitis belum dicakup oleh program ini. Menurut tingkatannya pneumonia di klasifikasikan sebagai berikut :1. Pneumonia berata. Ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).b. Berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 tahun sampai < 5 tahun.c. Sementara untuk kelompok usia < 2 bulan, klasifikasi pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast brething), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest indrawing). 2. Pneumoniaa. Berdasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. b. Batas nafas cepat (fast brething) pada anak usia 2 bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali atau lebih permenitc. Anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit.

3. Bukan PneumoniaMencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold), phryngitis, tonsilitas, otitis atau penyakit ISPA non pnumonia lainnya.

Untuk tatalaksana penderita di rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagi kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dikenal pula diagnosis pneumonia sangat berat yaitu batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.

C. Faktor Risiko Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :1. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumoniaa. Umur < 2 bulanb. Laki-lakic. Gizi kurangd. Berat badan lahir rendahe. Tidak mendapat ASI memadaif. Polusi udarag. Kepadatan tempat tinggalh. Imunisasi yang tidak memadaii. Membedong anak (menyelimuti berlebihan)j. Defisiensi vitamin Ak. ISPA yang terjadi pada anak kecil terutama apabila anak tersebut mengalami gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. ISPA tersebut dapat berlanjut menjadi pneumonia.l. Risiko terutama meningkat pada anak-anak yang menderita infeksi silang, beban imunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak terdedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.

2. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumoniaa. Umur < 2 bulanb. Tingkat sosial ekonomi rendahc. Gizi kurangd. Berat badan lahir rendahe. Tingkat pendidikan ibu yang rendahf. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendahg. Kepadatan tempat tinggalh. Imunisasi yang tidak memadaii. Menderita penyakit kronisSecara umum terdapat 3 faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.1. Faktor lingkungana. Pencemaran udara dalam rumahAsap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 10 tahun.

b. Ventilasi rumahVentilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

c. Kepadatan hunian rumahKepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

2. Faktor individu anaka. Umur anakSejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 12 bulan.

b. Berat badan lahirBerat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

c. Status giziMasukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh: umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.

d. Vitamin ASejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.

e. Status ImunisasiBayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.

3. Faktor perilakuFaktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

D. Etiologi ISPASebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini disebabkan oleh virus dan tidak dibutuhkan terrapin antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita, bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik.

E. Cara Penularan ISPA Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya.

F. Pengobatan1. Pneumonia beratDirawat di Rumah Sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.

2. PneumoniaDiberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila pasien tidak mungkin diberikan kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

3. Bukan pneumoniaTidak diberikan antibiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam dapat diberikan oabat penurun panas yaitu parasetamol.

4. Untuk penanganan dirumah dapat dilakukan :a. Kompres air hangat, seka tubuh pasien agar panas badan dapat menguap.b. Tidak boleh menggunakan selimut atau pakaian tebal dan badan tidak boleh menggunakan minyak urut dan sebagainya agar panas badan dapat menguap.c. Beri Asi, makanan dan minuman yang bergizi (makanan yang berlemak).d. Dapat diberikan obat batuk tradisional : 1 gelas air hangat + 1 sendok madu + sedikit lemon/jeruk nipis peras.e. Rajin membersihkan hidung yang tersumbat.

G. Pencegahan dan Pemberantasan1. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :a. Menjaga agar keadaan gizi tetap baikb. Imunisasi (campak, DPT)c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungand. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPAe. Pemberian ASI eksklusif (antibodi)f. Berhenti merokok atau hindari asap rokokg. Nutrisi adekuat unuk meningkatkan daya tahan tubuhh. Tingkatkan akivitas fisik/berolahraga teraturi. Hindari stress karena dapat menurunkan daya tahan tubuhj. Istirahat yang cukup.

2. Pemberantasan yang dilakukan adalah :a. Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan kepada para ibub. Pengelolaan kasus yang disempurnakanc. Imunisasi

H. Pelaksanan Pemberantasan ISPATugas pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematian akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan petugas puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktivitas kader akan sangat membantu menemukan kasusu-kasus pnemonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke Rumah Sakit.

I. Tugas Dokter PuskesmasSebagai berikut : 1. Membuat renca aktivitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana tenaga yang tersedia.2. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat/paramedis.3. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke Rumah Sakit bila dianggap perlu.4. Memberikan pengobatan khusus peneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke Rumah Sakit.5. Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. Perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang dirumah.6. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi wewenang mengobati penderita penyakit ISPA.7. Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus ISPA serta dapat memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA.8. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA.9. Mendeteksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktivitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

J. Paramedis Puskesmas Puskesmas Pembantu1. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.2. Melakukan konsultasi kepada dokter puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti pneumonia berat, penderita dengan wheezing dan stridor.3. Bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter, melatih kader.4. Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.5. Melukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pemimpin puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.

K. Kader Kesehatan1. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.2. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu di lakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.3. Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek(bukan pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.4. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.5. Atas pertimbangan dokter puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat di beri wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol.6. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.

L. Peran Keluarga/Masyarakat terhadap Penyakit ISPA Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.

BAB IIIMATERI DAN METODA

A. MateriMateri yang dievaluasi dalam laporan ini adalah ISPA non pneumonia yang terjadi pada pasien anak Iqbal.

B. MetodaData yang diperlukan dalam pengumpulan data ini adalah data subyektif pada pasien ISPA non pneumonia dengan wawancara langsung pada pasien dan keluarganya tentang pola hidup yang selama ini dilakukan dengan menggunakan alat berupa daftar pertanyaan.

BAB IVDATA KUNJUNGAN RUMAH PASIEN

Nama: Iqbal Maulana PutraUmur : 23 bulan Jenis : Laki-lakiAlamat: Jalan Semeru Raya No. 12, RT. 8, RW. 10.

Keluhan utama : Batuk berdahak, sejak 1 hari yang lalu Keluhan tambahan : Tenggorokan gatal,tidak ada nafsu makanRiwayat penyakit sekarang : Batuk berdahak, tenggorokan gatalRiwayat penyakit dahulu : Sering mengalami batuk berdahak

Pemeriksaan fisik :TTV :Suhu : 36,50 CPernapasan : 26 kali/menitNadi : 80 kali/menit

Diagnosis penyakit : ISPA non pneumonia

Hasil dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

BAB VHASIL DAN PEMBAHASANA. Analisis kasusSeorang pasien anak laki-laki Iqbal umur 23 bulan datang ke Puskesmas Grogol 1 dengan keluhan batuk berdahak sejak 1 hari yang lalu, tenggorokan gatal dan tidak ada nafsu makan. Kondisi pasien tampak sehat tidak ada demam dan tidak ada keluhan sesak napas ataupun tarikan dinding dada kedalam juga tidak bernapas lebih cepat dari napas normal sesusianya. Pasien datang diantar oleh ibunya dan bersama-sama dengan kakanya berobat di Puskesmas Grogol 1. Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan didapati hasilnya normal. Pada tanggal 9 Juli 2012 setelah pasien pulang berobat dari Puskesmas, maka kami langsung melakukan kunjungan rumah untuk melakukan anamnesis dan melihat kondisi rumah pasien. Disana kami mendapat keterangan bahwa penyakit yang pasien derita adalah penyakit yang sering diderita oleh pasien juga keluarga pasien yang tinggal serumah dengan pasien, secara bergantian. B. Riwayat keluarga1. Kakak pasien juga menderita penyakit yang sama sejak 2 hari yang lalu tetapi disertai dengan sakit kepala.2. Nenek pasien menderita hipertensi saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah didapatkan hasil 180/120 mmHg, neneknya mengeluhkan bahwa badannya sering terasa lemas dan gemetaran.

3. Analisis kunjungan rumah1. Kondisi pasienKondisi pasien dalam keadaan baik, tidak ada demam, tidak ada keluhan sesak napas ataupun tarikan dinding dada kedalam juga tidak bernapas lebih cepat dari napas normal sesusianya

2. PendidikanAyah pasien bersekolah sampai tingkat SMP sedangkan ibu pasien bersekolah sampai tingkat SD.

3. Keadaan rumaha. LokasiRumah pasien terletak di pemukiman padat penduduk di dalam gang kecil. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain hanya dipisahkan oleh tembok masing-masing rumah, jadi antara rumah satu dengan yang lain sangat berdempet sekali.

b. KondisiJenis bangunan rumah pasien adalah permanen. Rumah terbuat dari bata dan diplester, lantainya terbuat dari keramik, beratap seng. c. Luas rumah4 x 13 m2, dua lantai.

4. Pembagian rumahRumah dibagi menjadi 5 ruangan, 4 ruangan dibawah yaitu 1 ruang keluarga merangkap ruang tidur kedua anaknya, 1 kamar tidur untuk ayah dan ibu serta nenek pasien, 1 ruang dapur dan ada tangga unuk naik keatas loteng, 1 kamar mandi merangkap kakus, tempat mencuci piring dan mencuci pakaian, 1 ruangan tidur dilantai 2 (loteng) untuk om dan tante pasien yang kadang-kadang jika datang ke Jakarta menginap sementara di rumah pasien. Karena keterbatasan ruangan maka ruang keluarga difungsikan sebagai ruang tidur dan ruang tidur ayah dan ibu pasien digabung dengan ruang tidur nenek pasien.

5. Ventilasi dan flapona. Terdapat ventilasi pada rumah pasien, tetapi beberapa ventilasi, yaitu ventilasi yang terdapat diruang tidur ayah, ibu dan nenek pasien tidak difungsikan dengan semestinya malahan ditutup dengan alasan saat turun hujan maka air hujan dapat masuk kedalam rumah lewat ventilasi tersebut, sedangkan beberapa ventilasi lainnya yang berada di kamar tersebut, di ruang keluarga dan di dalam kamar mandi tidak dirawat, banyak sekali terdapat debu yang menempel pada kasa yang ditempel di ventilasi rumah pasien.b. Terdapat 1 flapon yang dibuka tepat diatas tempat tidur ayah dan ibu pasien dengan alasan agar mendapat udara.

6. PencahayaanPencahayaan didalam rumah kurang karena hanya terdapat 2 jendela di ruang keluarga.

7. KebersihanRumah tampak sangat tidak rapi dan kurang bersih. Banyak terdapat pakaian yang tergantung, peralatan-perlatan dapur yang tidak disusun rapi dan diletakkan tidak pada tempatnya. Kaca jendela yang ada tidak digunakan sebagaimana mestinya karena tidak dibuka tetapi ditutup dan horden yang digunakan untuk menutup jendela tidak dicuci-cuci.

8. Sanitasi dasarSumber air minum berasal dari air leding, dan air tersebut digunakan untuk keperluan memasak, mencuci dan mandi. Terdapat satu kamar mandi permanen merangkap kakus, tempat mencuci piring dan pakaian.

4. Analisa keluarga1. Keadaan biologisa. Dalam keluarga pasien saat ini yang menderita ISPA non pneumonia adalah pasien dan kaka pasien. Penyakit batuk berdahak adalah penyakit yang paling sering diderita oleh keluarga ini masing-masing secara bergantian.b. Pola makan keluarga kurang karena samapi jam 11.00 WIB tidak ada satupun dari keluarga termasuk pasien sendiri yang sudah sarapan ataupun makan siang.c. Pola istirahat keluarga baik karena biasanya sebelum jam 22.00 WIB sudah beristirahat. d. Kebersihan perorangan sedang/cukup baik. e. Penyakit keturunan yang ditemukan adalah hipertensi karena nenek pasien menderita hipertensi.f. Jumlah anggota keluarga tetap ada 5 orang.

2. Keadaan sosiologisa. Hubungan antara keluarga baik karena anggota keluarga sering berkumpul di ruang keluarga untuk menonton dan bercerita bersama. Terlihat masing-masing anggota keluarga pasien berbahagia.b. Hubungan keluarga dengan orang lain atau tetangga baik, terlihat keluarga pasien sering bercengkrama/berkomunikasi dengan tetangga-tetangga mereka.c. Keluarga pasien juga turut ikut serta dalam kegiatan sosial di tempat mereka tinggal, seperti pengajian dan penyuluhan di posyandu terdekat.

3. Keadaan ekonomiAyah pasien sebagai tulang punggung keluarga dengan pekerjaannya sebagai pedagang korang di terminal bus grogol, sedangkan ibu pasien hanyalah seorang ibu rumah tangga. 4. Keadaan religiusSemua anggota keluarganya menjalankan ibadah mereka dengan baik. Keluarga pasien tetap mengikuti kegiatan keagamaan, seperti acara pengajian yang dilangsungkan oleh lingkungannya.

Foto bersama pasien dan ibu pasien

Foto bersama nenek pasien

BAB VIPENUTUP

A. KesimpulanPasien anak laki-laki berusia 23 bulan menderita ISPA non pneumonia dikarenankan memiliki faktor risiko seperti lingkungan rumah yang padat penduduk, ventilasi rumah yang kotor, jendela yang tidak dibuka, horden yang tidak dicuci, rumah yang kebersihannya tidak terjaga, jumlah penghuni rumah yang melebihi kapasitas rumah, pola makan yang kurang baik mengakibatkan sirkulasi udara rumah yang tidak cepat terganti, daya tahan tubuh rendah sehinga mudah untuk terserang ISPA tidak hanya pasien tetapi juga keluarga pasien. B. SaranKepada puskesmas atau dokter puskesmas dalam memberantas ISPA diwilayah kerjanya :1. Membuat renca aktivitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana tenaga yang tersedia.2. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat/paramedis.3. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke Rumah Sakit bila dianggap perlu.4. Memberikan pengobatan khusus peneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke Rumah Sakit.5. Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. Perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang dirumah.6. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi wewenang mengobati penderita penyakit ISPA.7. Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA.8. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA.9. Mendeteksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktivitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, Depkes RI, 2001.2. Mukono, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Pernafasan, 1997.

28