Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi...

20
Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa Muhammad Fida Helmi 13703040 60 BAB IV DATA DAN ANALISA IV.1 Data dan Analisa Produk Alumnium Foam Utuh IV.1.1 Variasi Temperatur Proses Terhadap Densitas Produk Tabel IV. 1 Data densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran Tahap I : Variasi rasio pencampuran pada temperatur tetap sekitar 750 0 C No W Aluminium (gr) W CaCO 3 (gr) W Al-powder (gr) Rasio CaCO 3 : Al-powder Temp proses ( 0 C) Densitas foam bulk (gr/cc) 1 157 4.7 0 10:0 750 2.41 2 186 5.58 0.56 10:1 763 1.16 3 187 5.61 1.68 10:3 750 0.83 4 181 5.43 2.72 10:5 753 1.04 Densitas Al Foam bulk terhadap rasio penambahan aluminium powder 0.6 1 1.4 1.8 2.2 2.6 0 1 2 3 4 5 6 Rasio penambahan Al powder per sepuluh berat CaCO 3 Densitas Al Foam bulk (gr/cc) Gambar IV. 1 Grafik densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran Hasil pengujian densitas untuk produk foam dengan variasi rasio foaming agent, yang diperlihatkan pada tabel IV.1 dan gambar IV.1, menunjukkan tingkat denstitas paling rendah dimiliki oleh produk dengan rasio CaCO 3 :aluminium powder = 10:3,. Terjadi kecenderungan naiknya densitas pada penambahan rasio aluminium powder terhadap CaCO 3 diatas 10:3, hal yang sama juga terjadi ketika rasionya dikurangi atau tidak dicampur dengan aluminium powder sama sekali.

Transcript of Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi...

Page 1: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 60

BAB IV DATA DAN ANALISA

IV.1 Data dan Analisa Produk Alumnium Foam Utuh

IV.1.1 Variasi Temperatur Proses Terhadap Densitas Produk

Tabel IV. 1 Data densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran Tahap I : Variasi rasio pencampuran pada temperatur tetap sekitar 7500C

No W Aluminium (gr)

W CaCO3 (gr)

W Al-powder (gr)

Rasio CaCO3: Al-powder

Temp proses (0C)

Densitas foam bulk (gr/cc)

1 157 4.7 0 10:0 750 2.41 2 186 5.58 0.56 10:1 763 1.16 3 187 5.61 1.68 10:3 750 0.83 4 181 5.43 2.72 10:5 753 1.04

Densitas Al Foam bulk terhadap rasio penambahan aluminium powder

0.6

1

1.4

1.8

2.2

2.6

0 1 2 3 4 5 6Rasio penambahan Al powder per sepuluh berat CaCO3

Den

sita

s A

l Foa

m b

ulk

(gr/c

c)

Gambar IV. 1 Grafik densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran

Hasil pengujian densitas untuk produk foam dengan variasi rasio foaming agent, yang

diperlihatkan pada tabel IV.1 dan gambar IV.1, menunjukkan tingkat denstitas paling

rendah dimiliki oleh produk dengan rasio CaCO3:aluminium powder = 10:3,. Terjadi

kecenderungan naiknya densitas pada penambahan rasio aluminium powder

terhadap CaCO3 diatas 10:3, hal yang sama juga terjadi ketika rasionya dikurangi

atau tidak dicampur dengan aluminium powder sama sekali.

Page 2: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 61

Analisa Pengaruh Rasio CaCO3 : Al powder Terhadap Densitas Produk Foam Proses foaming pada pembuatan produk aluminium, didasarkan pada dekomposisi

CaCO3 membentuk CaO dan CO2. Gas karbondioksida yang dihasilkan dari proses

tersebut mempunyai tekanan yang cukup untuk menghasilkan gelembung, sampai

akhirnya terbentuklah porositas pada produk. Tingkat keberhasilan foaming salah

satunya terletak pada kemampuan foaming agent untuk terdispersi secara merata

pada aluminium cair sehingga menghasilkan porositas secara homogen disetiap

bagian produk.

Akan tetapi, CaCO3 memiliki keterbatasan untuk terbasahi oleh aluminium cair, atau

dengan kata lain memiliki wettabiliy yang rendah. Meskipun tingkat densitasnya

mendekati aluminium, dikarenakan surface energy partikel CaCO3 sudah cukup stabil

(rendah), menjadikannya tidak mudah untuk terbasahi oleh aluminium cair. Untuk itu,

diperlukan agen pendispersi (dispersant agent) berupa aluminium powder. Cara kerja

aluminium powder adalah sebagai jembatan penghubung antara partikel CaCO3

dengan aluminium cair. Partikel aluminium powder mampu menempel dan

mengelilingi partikel CaCO3 dengan baik, karena tingkat surface energy-nya terhadap

volume yang tinggi. Kemudian, perlindungan oleh lapisan serpih aluminium powder ini

memberikan kesempatan pada partikel CaCO3 untuk terdispersi secara merata,

sebelum akhirnya mencair sepenuhnya pada aluminium cair.

Melalui analisis lebih lanjut, ternyata reaksi foaming agent tidak sepenuhnya

didasarkan pada dekomposisi CaCO3(s) membentuk CaO(s) dan CO2(g) saja. Tetapi,

terdapat reaksi lain yang mengikutinya, yaitu reaksi antara CaCO3 dan aluminium

cair. Oleh karena itu, rasio pencampuran rasio foaming agent berpengaruh dalam

menentukan kontak antara keduanya.

Pada foaming agent tanpa campuran aluminium powder (10:0), tidak terjadi proses

foaming. Hal ini dikarenakan CaCO3 tidak mampu terdispersi kedalam aluminium cair.

CaCO3 yang dituangkan kedalam aluminium cair hanya menggumpal diatas

permukaan.

Pada rasio CaCO3:Al powder = 10:1, jumlah serpih aluminium powder yang sedikit

tidak sepenuhnya mampu menempel pada partikel CaCO3. Sebagai akibatnya CaCO3

akan teraglomerasi dengan partikelnya sendiri, sedangkan aluminium powder

Page 3: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 62

menempel pada aglomerat tersebut. Oleh karena itu, campuran foaming agent akan

memiliki aglomerat yang lebih besar. Pada saat proses foaming, aglomerat tersebut

akan menghasilkan gas CO2 yang lebih banyak sehingga membentuk gelembung

yang juga lebih besar. Tetapi, saat pencampuran, aglomerat tersebut tidak dapat

terdispersi dengan baik kedalam aluminium cair sehingga terdapat densitas yang

tinggi pada bagian bawah produk.

Penambahan rasio CaCO3:Aluminium powder = 10:3, menghasilkan produk

aluminium fomm yang paling optimal. Melalui rasio ini, foaming agent mampu

menghasilkan porositas yang tersebar merata dan densitas yang paling rendah.

Pada penambahan rasio CaCO3:Aluminium powder = 10:5, partikel CaCO3 dapat

dikelilingi aluminium powder dengan lebih baik. Hal ini menjadikan dispersi lebih

mudah dibanding pada rasio 10:1. Tetapi perlu dicermati, bahwa lapisan aluminium

powder disekitar aglomerat CaCO3 yang terlalu tertutup, ternyata tidak cukup baik

untuk proses foaming. Lapisan tersebut justru menjadi penghalang reaksi antara

CaCO3 dengan aluminium cair. Reaksi yang kurang cepat menyebabkan campuran

foaming agent akan bergerak keatas sehingga tidak terjadi penumbuhan gelembung

yang terdistribusi merata. Hasilnya adalah densitas foaming yang tinggi dibagian

bawah foam. Berikut ini perbandingan gambaran mikro foaming agent antara rasio

10:3 dan 10:5.

a) b)

Gambar IV. 2 a) foaming agent dengan rasio campuran CaCO3 : Aluminium powder = 10:3,

b) foaming agent dengan rasio campuran = 10:5

Aluminium PowderCaCO3

Page 4: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 63

IV.1.2 Variasi Temperatur Proses Terhadap Densitas Produk

Tabel IV. 2 Data densitas aluminium foam terhadap temperatur Tahap II : Variasi temperatur pada rasio pencampuran tetap 10:3

No W Aluminium (gr)

W CaCO3 (gr)

W Al-powder (gr)

Rasio CaCO3: Al-powder

Temp pouring (0C)

Densitas foam bulk (gr/cc)

5 181 5.43 1.63 10:3 795-800 1.59 3 187 5.61 1.68 10:3 750-760 0.83 6 175.5 5.27 1.58 10:3 700 0.90 7 225.27 6.76 2.07 10:3 655 1.25

Densitas Al Foam bulk terhadap temperatur proses

0

0.5

1

1.5

2

600 650 700 750 800 850

Temperatur tuang foaming agent (0C)

Dens

itas

Al F

oam

bul

k (g

r/cc

)

Gambar IV. 3 Grafik densitas aluminium foam terhadap temperatur Hasil pengujian, disajikan dalam tabel IV.2 dan gambar IV.3, memperlihatkan nilai

densitas aluminium foam utuh terkecil didapatkan saat temperatur penuangan

foaming agent adalah 7550C. Terjadi kecenderungan naiknya densitas, yaitu ketika

temperatur penuangan dilakukan pada temperatur diatas 7550C. Pengamatan proses

foaming pada temperatur 8000C memperlihatkan pengembangan yang lebih tinggi

daripada pada temperatur 7550C, namun kemudian foam mengempes secara

signifikan.

Analisa Pengaruh Temperatur Terhadap Densitas Produk Foam Proses keberhasilan foaming tergantung pada berbagai macam faktor, termasuk

diantaranya adalah tingkat viskositas. Pada proses pembuatan aluminium foam,

seperti halnya rute direct melting yang dilakukan oleh ALPORASTM, lazim

ditambahkan Ca ataupun MnO2 sebagai thickening agent untuk menambah tingkat

viskositas sebelum penambahan foaming agent[10]. Tingkat viskositas diperlukan

Page 5: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 64

untuk mempertahankan bentuk gelembung agar tidak pecah dan rusak, dengan cara

memberi pengaruh pada surface tension.

Pada penuangan foaming agent di temperatur 8000C, tingginya temperatur sangat

mempengaruhi rendahnya tingkat viskositas aluminium cair. Ketika terjadi kenaikan

temperatur, maka aluminium cair akan mengembang dengan cepat. Hal ini,

disebabkan tegangan permukaan (surface tension) untuk mempertahankan bentuk

spherical dan luas area gelembung terkecil, mampu dilebihi oleh tekanan yang

dihasilkan oleh dekomposisi foaming agent. Seiring dengan itu, tingkat viskositas

tidak mampu lagi menahan tekanan sehingga terjadi pemecahan gelembung (cell

rupture). Pemecahan ini menyebabkan gas CO2 lepas keluar, diikuti oleh

memadatnya alumunium pada bagian atas produk. Selain gas CO2 yang dapat keluar

melalui permukaan atas foam, gas tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya

penggabungan sel (cell coalescence) sehingga didapatkan pori yang lebih besar, dan

cenderung memanjang.

Gambar IV. 4 Hasil uji TGA untuk dekomposisi CaCO3 [10]

Menurut hasil uji TGA Thermogravity Analysis, yang pernah dilakukan oleh

Universitas Cambridge, dekomposisi CaCO3 menjadi CaO dan gas CO2 di atmosfer

udara terjadi pada range temperatur antara 700-8500C [10]. Akan tetapi, temperatur

dekomposisi ternyata dapat menjadi lebih rendah, ketika CaCO3 bereaksi dengan

aluminium cair.

Pada proses pembuatan alumnium foam ini, CaCO3 secara termodinamika

terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya

penurunan tekanan parsial CO2, akibat reaksi lain yang dibantu oleh kenaikan

Page 6: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 65

temperatur. Dari penjelasan ini, maka dapat dimengeri bahwa ketika temperatur

penuangan foaming agent sekitar 8000C, maka CaCO3 akan terdekomposisi secara

spontan, yang ditandai oleh pengembangan (foaming) yang cepat.

Kombinasi antara rendahnya tingkat viskositas dan cepatnya dekomposisi CaCO3,

menyebabkan pengembangan yang lebih cepat dan tinggi pada temperatur proses

8000C. Dari kombinasi itu pula, bentuk sel tidak dapat dipertahankan lagi setelah

proses foaming mencapai tingkat maksimum, sehingga yang terjadi adalah

pengempesan foam.

Pada pembuatan sampel aluminium foam dengan temperatur 6500C dan 7000C juga

memperlihatkan adanya kecenderungan naiknya densitas. Rendahnya temperatur

membuat viskositas terlalu tinggi. Hal ini pun berperan dalam mengurangi

keseragaman distribusi foaming agent saat dimasukkan kedalam aluminium cair.

Kemudian, saat temperatur 6500C diperkirakan telah terjadi dekomposisi gas yang

ditandai dengan pengembangan aluminium cair. Meskipun saja, diakibatkan tingkat

viskositas yang terlalu tinggi, maka gelembung tidak mampu untuk membesar lebih

lanjut.

Kesimpulan sementara, pengaruh temperatur berkaitan erat dengan hubungan

terbalik antara tingkat viskositas dengan tingkat dekomposisi CaCO3. Dengan tingkat

viskositas yang tinggi dan diikuti oleh pembentukan gas yang rendah, maka densitas

yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Maka, dari data yang tersaji, hasil optimal

dimana densitas yang diperoleh paling rendah, didapatkan melalui proses foaming

pada temperatur 7500C.

Page 7: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 66

IV.2 Gambaran Hasil Proses Foaming IV.2.1 Gambaran & Analisa Proses Foaming Pada Variasi Rasio Foaming Agent

10:0 10:1 10:3 10:5

T=7500C

Gambar IV. 5 Penampang melintang Aluminium foam pada variasi rasio foaming agent

Gambar IV.5 memperlihatkan perbandingan penampang melintang dari empat produk

dengan temperatur proses yang sama (7500C), tetapi dengan rasio pencampuran

foaming agent yang berbeda. Hanya produk dengan rasio 10:3 yang mampu

mengembangkan foam secara baik sehingga mempunyai porositas pada bagian

bawah produk. Tergambar secara jelas, terdapat bagian necking yang memisahkan

bagian produk yang mempunyai porositas dan tidak. Pada bagian necking ini, fraksi

porositas cukup kecil, dan mempunyai bentuk pori yang bulat sempurna namun

berukuran kecil.

Prediksi awal untuk produk foam dengan rasio 10:5, menjelaskan bahwa saat

pengadukan, foaming agent sempat terdispersi sampai ke bagian bawah aluminium

cair. Hal ini dibuktikan dari jejak porositas berukuran kecil dan berbentuk irregular.

Penjelasannya adalah karena granul foaming agent yang terbentuk cukup kecil, maka

meskipun dapat terdispersi mencapai bagian bawah, tetapi tidak dapat menghasilkan

gelembung yang cukup besar. Seiring dengan proses foaming, terdapat gradien

Page 8: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 67

tekanan dan temperatur yang lebih besar pada bagian bawah. Ini menyebabkan

gelembung tersebut memampat dan bergerak ke atas.

Pada produk dengan rasio 10:1, partikel CaCO3 tidak terlapisi semua oleh aluminium

powder sehingga menyebabkan campuran foaming agent tidak dapat terdispersi

sampai kebagian bawah aluminium cair. Sedangkan tanpa penggunaan aluminium

powder pada campuran foaming agent, menyebabkan CaCO3 tidak dapat terdispersi

kedalam aluminium cair sehingga hanya menggumpal pada permukaan atas produk.

Pada produk dengan rasio 10:0, terlihat dengan jelas gumpalan CaCO3 yang tidak

mampu terdispersi kedalam aluminium cair. Hal ini membuktikan pentingnya

penambahan aluminium powder sebagai agen pendispersi.

Pada temperatur proses 7550C, ketiga produk yang dihasilkan tidak memperlihatkan

adanya kerusakan sel yang terlalu berat. Kerusakan sel berupa lepasnya gas keluar

yang diakibatkan cell rupture pada bagian atas, tidak terjadi secara signifkan.

Porositas pada bagian atas juga menunjukkan bahwa, proses foaming dapat terjadi

untuk mengekspansi aluminium cair menjadi foam. Pada ketiga gambaran

penampang melintang diatas, ketiga produk cukup memperlihatkan keseragaman pori

yang terbentuk.

Page 9: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 68

IV.2.2 Gambaran dan Analisa Proses Foaming Pada Variasi Temperatur 6500C 7000C 7500C 8000C

Rasio = 10:3

Gambar IV. 6 Penampang melintang Aluminium foam pada variasi temperatur proses

Gambar IV.6 memperlihatkan penampang melintang dari produk foam berdasarkan

pengaruh temperatur proses. Pada produk dengan temperatur 6500C dan 8000C,

tidak terdapat pori pada bagian bawah produk, karena viskositas yang terlalu tinggi

menghambat terdispersinya foaming agent.

Pada temperatur 8000C, tidak terdapat porositas di bagian bawah foam. Pada kondisi

ini, viskositas yang terlalu tinggi justru menyebabkan pori yang telah terbentuk

menjadi rusak dan memadat. Hal ini terjadi karena porositas yang telah terbentuk,

bergerak keatas dengan mudah pada tingkat viskositas yang rendah. Pada kedua

temperatur itu pun, distribusi pori sangatlah besar, terdapat kisaran (range) yang

cukup jauh pada bagian atas, tengah dan bawah penampang produk.

Pada kedua produk 6500C dan 8000C, terjadi penumpukan aluminium padat dibagian

atas foam. Terdapat perbedaan yang mendasar dari karakteristik penumpukan

diantara keduanya. Pada produk 8000C, terlihat bekas pori besar yang sebelumnya

pernah terbentuk dan kemudian pipih memadat. Hal ini mengindikasikan terjadinya

kegagalan berupa pecahnya sel atas ataupun penggabungan sel, akibat viskositas

yang terlalu rendah dan dekomposisi yang terlalu cepat.

Page 10: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 69

Sedangkan pada produk 6500C, memang terdapat bekas pori berukuran kecil yang

pernah terbentuk, namun berbentuk pipih terlipat. Pada bagian atas produk 6500C

pula ternyata masih banyak terlihat adanya foaming agent yang tidak bereaksi

dengan indikasi bercak putih yang terdapat pada celah lipatan aluminium.

Gambaran yang berbeda terjadi pada produk dengan temperatur proses sebesar

7000C dan 7500C. Keduanya secara sekilas mempunyai pori yang tersebar cukup

merata pada setiap bagian produk, juga pada bagian bawah. Meskipun saja, pada

produk dengan temperatur 7000C, porositas pada bagian bawah masih kurang

daripada pada produk dengan temperatur 7500C. Pada bagian atas, juga terdapat

pori, sehingga secara kuantitas, densitas kedua produk ini terbukti lebih rendah

daripada produk lainnya.

Page 11: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 70

IV.2.3 Pola Struktur Hasil Foaming Selama tahapan holding dan cooling pada proses foaming, terdapat fenomena

pengaturan struktur sel yang kemudian akan mempengaruhi gambaran penampang

melintang produk. Pada tahapan ini, ekspansi proses foaming berada dalam keadaan

liquid state menuju solid state. Terdapat pula deformasi pada pori yang kemudian

akan menghasilkan pola struktur yang terlihat pada penampang melintang produk.

Pola struktur hasil foaming akan diwakili oleh produk dengan rasio 10:3 dan

temperatur proses 7500C, yang memperlihatkan proses foaming terbaik.

Gambar IV. 7 Pola struktur hasil foaming; a)atas, b)samping, c)tengah, d)bawah

Penampang melintang foam memperlihatkan struktur yang mewakili penyusunan

gelembung untuk menjadi sel dalam sistem foam. Gelembung berawal dari gas yang

dihasilkan oleh foaming agent yang sebelumnya terdispersi dalam keseluruhan

aluminum cair. Aluminium cair kemudian akan mengalami pengembangan, yang

Page 12: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 71

merupakan fenomena pembesaran dan pergerakan gelembung. Proses foaming

memiliki arah ke atas dan dari tengah kesamping.

Bagian bawah foam, diwakili oleh gambar D, memperlihatkan sel yang berbentuk

bulat (spherical) dengan luas pori berbanding luas daerah yang relatif kecil. Dinding

sel terlihat tebal jika dibandingkan dengan luas sel yang terbentuk. Pada bagian

tengah foam, diwakili gambar C, sel berbentuk polyhedral atau tidak bulat sempurna.

Bentuk polyhedral ini juga terlihat terdistorsi atau terelongasi sesuai arah foaming.

Pada bagian ini, ukuran sel terlihat jauh lebih besar daripada yang terdapat di bagian

bawah.

Sedangkan bagian samping foam yang menempel di dinding crucible (gambar B)

menunjukkan perbedaan besar pori pada lapisan terluar dan lapisan yang lebih

dalam. Lapisan terluar yang menempel pada crucible mempunyai sel polyhedral tetapi

relatif lebih kecil daripada sel yang terletak lebih kedalam. Pada sel yang terletak lebih

dalam ini, memiliki bentuk sel polyhedral yang lebih besar namun terlihat terelongasi

sesuai arah pengembangan foam. Akibatnya, bentuk sel polyhedral mempunyai

aspek rasio yang besar (rasio diameter maks/min) >>1. Seringkali, lapisan terluar ini

cukup tipis, karena hanya memiliki satu lapisan sel saja.

Kemudian pada bagian atas foam yang digambarkan pada A, terlihat bentuk sel yang

memipih tegak lurus dengan arah foam. Lapisan kedua dibawah sel yang memipih ini,

lalu mempunyai bentuk polyhedral yang menyerupai bentuk tengah foam, akan tetapi

ukurannya lebih kecil. Seringkali terlihat bentuk polyhedral lebih mendekati equiaksial

(bulat sempurna).

Analisa Pola Struktur Hasil Foam a. Pemodelan Deformasi Sel Foam Foam memiliki kekuatan luluh geser. Dibawah titik luluh ini, deformasi yang terjadi

adalah elastis. Ketika tegangan melebihi titik luluh, maka foam akan terdeformasi

secara plastis, dan shear rate akan bergantung pada tingkat viskositas[20]. Pada

gambar IV.8, diperlihatkan model sederhana dari proses deformasi sel foam. Ketika

surface tension seragam, maka terdapat tiga lapisan yang bertemu, sehingga sudut

yang dibentuk adalah 1200. Namun, ketika regangan gesernya mencapai nilai luluh,

maka akan terdapat lapisan lain yang bertemu. Pertemuan lapisan itu juga

Page 13: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 72

merupakan akibat dari terdistorsinya sel, sehingga pada skala makro akan berbentuk

polyhedral, seperti halnya terlihat pada bagian tengah produk foam.

Gambar IV. 8 Pemodelan deformasi sel [20]

Kekuatan luluh geser merupakan fungsi dari ukuran sel dan volume liquid yang

mengelilingi sel. Meskipun, memang sulit untuk menentukan kekuatan luluh yang

sebenarnya, terutama ketika batas sisi datar yang mengelilingi sel terlalu tebal, maka

kita hanya dapat memperkirakan saja.

b. Struktur Sel Pada Bagian Dinding Model deformasi sel pada bagian permukaan telah dijelaskan oleh Wenzel [20],

diperlihatkan pada gambar IV.9. Pada model ini, lapisan liquid padat (label A)

menempel pada dinding crucible. Kemudian lapisan sel selanjutnya (label B) terletak

dekat setelah lapisan A. Berdasarkan teori aliran viscous (viscous flow), kecepatan

aliran pada bagian antarmuka dengan dinding crucible adalah nol. Asumsikan bahwa

kekuatan geser pada lapisan padat ditentukan oleh aliran geser lapisan C dan bagian

antarmuka yang tidak bergerak. Maka, pergeseran lapisan B memerlukan tegangan

geser yang cukup.

Gambar IV. 9 Pemodelan deformasi dan slip pada bagian dinding[20]

Gelembung dapat bergerak dengan pergesaran sisi datar diatas lapisan liquid yang

padat. Karenanya, dari sini akan terlihat adanya gradien kecepatan. Bedasarkan

Page 14: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 73

model Wenzel[20] ini, kecepatan lapisan B sangat bergantung pada ketebalan dinding

sel dan viskositas liquid. Misal ketika laju ekspansinya rendah, tarikan kisi sel yang

berikatan dengan lapisan liquid padat akan mendapat deformasi elastis. Oleh karena

itu, bentuknya menjadi polyhedral namun tidak sampai terelongasi. Sedangkan slip

kisi sel disamping lapisan liquid padat adalah pergerakan viscous. Bentuk sel pada

lapisan B ditentukan oleh tingkat viskositas lokal pada bagian kisi sel yang menempel

pada lapisan liquid padat terluar.

c. Struktur Sel Pada Permukaan Atas Gambar IV.10 memperlihatkan bagaimana permukaan baru muncul mengembang

pada permukaan atas selama ekspansi proses berlangsung. Karena pengaruh

tekanan, sel B tertekan sehingga menembus celah antara sel A dan C dengan

mekanisme inter-cell sliding.

Mekanisme inter-cell sliding terjadi karena terdapat gradien tekanan sepanjang arah

vertikal. Kemudian, karena pengaruh tekanan akibat dekompsosi foaming agent ini

pula, sel-sel pada bagian atas permukaan akan mengalami tarikan kesamping. Hal ini

menjadikan tekanan pada bagian bawah lebih besar daripada daerah diatasnya.

Maka dari itu, tekanan sel B yang lebih besar daripada sel A dan C, memaksa sel B

untuk mengisi celah tersebut.

Gambar IV. 10 Inter-cell slip pada bagian atas foam[20]

Page 15: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 74

IV.3 Data dan Analisa Sampel Kubus Produk Alumnium Foam IV.3.1 Densitas Produk Kubus Aluminium Foam

Tabel IV. 3 Data densitas spesimen aluminium kubus Densitas Aluminium Foam Kubus (30 X 30 X 30 mm2)

No Rasio

CaCO3 : Al-powder Temp

pouring (0C) Densitas kubus

Aluminium foam (gr/cc)

2 10:3 750-760 0.416

5 10:3 700 0.401

6 10:3 655 0.406

Densitas Kubus Al Foam terhadap temperatur tuang foaming agent

0.35

0.375

0.4

0.425

0.45

625 650 675 700 725 750 775Temperatur tuang foaming agent

(0C)

Den

sita

s ku

bus

Al F

oam

(g

r/cc

)

Gambar IV. 11 Grafik densitas spesimen aluminium kubus

Pada preparasi sampel uji ini, bentuk kubus berdimensi 30 X 30 X 30 mm3 diambil

dari bagian tengah produk aluminium foam utuh. Hasil yang didapatkan menunjukkan

nilai densitas yang berdekatan, berbeda dengan densitas pada produk aluminium

foam secara utuh. Hal ini, menunjukkan bahwa struktur sel pada bagian tengah

produk tidak terlalu banyak berbeda dalam hal perbandingan area pori dan ketebalan

selnya.

IV.3.2 Analisa Distribusi Morfologi Sel Dari keenam produk yang dibuat berdasarkan parameter rasio foaming agent dan

temperatur, berdasarkan distribusi dan struktur selnya, maka hanya 3 produk yang

dapat dibuat sampel berbentuk kubus. Ketiga sampel kubus ini memiliki densitas yang

relatif sama, akan tetapi distribusi morfologi sel yang berbeda.

Page 16: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 75

Gambar IV. 12 Morfologi sel spesimen kubus, a&d)7500C, b&e)7000C, c&f)6500C

Gambar IV.12, merupakan gambaran dua dimensi dari porositas yang terdapat pada

ketiga produk alumnium foam. Dengan nilai densitas yang relatif sama,

mengindikasikan rasio volume dinding sel dan volume kubus yang sama untuk

ketiganya. Maka dari itu, pembedaan yang mungkin adalah dari jumlah pori yang

terbentuk, diameter pori, luas pori tebal dinding sel, aspek rasio, dan arah sudut sel.

Pada sisi yang sama, tampilan distribusi morfologi disajikan dalam 4 macam kriteria,

sebagai berikut.

a. Distribusi Diameter Rata-Rata Porositas Statistik dan histogram berikut memperlihatkan distribusi garis yang melewati titik

centroid dan menghubungkan antar sisi yang dimiliki oleh setiap porositas.

Diameter Rata-rata (mm) Status T=6500C T=7000C T=7500C

Min 0.09 0.09 0.09 Max 7.71 8.47 5.98 Range 7.62 8.38 5.89 Mean 0.88 0.82 0.91 Std.Dev 1.01 1.08 0.90 Sum 429.28 406.68 513.18 Samples 486 494 562

Page 17: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 76

Gambar IV. 13 Statistik dan histogram diameter rata-rata porositas

b. Distribusi Luas Area Porositas Statistik dan histogram berikut menyajikan distribusi luas area porositas, dan persen

jumlah luas porositas terhadap luas penampang kubus.

Luas Area Porositas (mm2) Status T=6500C T=7000C T=7500C

Min 0.01 0.01 0.01 Max 40.49 55.68 21.32

Range 40.48 55.67 21.31 Mean 1.31 1.35 1.22

Std.Dev 3.58 4.55 2.72 Sum 637.60 667.99 687.63

Samples 486 494 562 total area 968.00 873.30 978.13

% area 65.87 76.49 70.30

Page 18: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 77

Gambar IV. 14 Statistik dan histogram luas area porositas

c. Distribusi Aspect Ratio Porositas Statisik dan histogram berikut menyajikan distribusi rasio antara diameter max /

diameter min porositas, nilainya selalu lebih besar dari 1.

Aspect Ratio Status T=6500C T=7000C T=7500C

Min 1.02 1.02 1.00 Max 6.24 12.60 10.94 Range 5.22 11.58 9.94 Mean 1.91 2.08 1.91 Std.Dev 0.79 1.06 0.93 Sum 928.65 1026.86 1075.91 Samples 486 494 562

Gambar IV. 15 Statistik dan histogram aspect ratio porositas

Page 19: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 78

d. Distribusi Arah Sel Statistik dan histogram berikut menyajikan distribusi sudut yang dibentuk diameter

max porositas terhadap sumbu vertikal. Arah Sel Terhadap Sumbu

Vertikal Status T=6500C T=7000C T=7500C

Min 0.05 0.00 0.20 Max 180.00 178.85 180.00 Range 179.95 178.85 179.80 Mean 91.46 91.59 95.48 Std.Dev 48.79 46.99 48.73 Samples 486 494 562

Gambar IV. 16 Statistik dan histogram sudut sel porositas

Page 20: Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa · 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV 2008 Data dan Analisa

Muhammad Fida Helmi 13703040 79

IV.3.3 Analisa Cacat Produk Kisaran distribusi morfologi sel atau porositas produk yang terlalu besar tidak hanya

dipengaruhi oleh parameter temperatur atau rasio pencampuran foaming agent.

Terdapat berbagai hal yang juga mempengaruhi, diantaranya cacat saat proses

dilakukan, penjelasannya sebagai berikut:

Fenomena Penggabungan Sel

Gambar IV. 17 Mekanisme penggabungan sel karena pengaruh surface tension. [10]

Gambar IV.17 memperlihatkan mekanisme terjadinya penggabungan sel. Pertama

kita melihat gambar a, dimana terdapat dua gelembung yang berdekatan. Akibat

pengaruh surface tension, maka terjadi penipisan dinding sel. Surface tension

menyebabkan berpindahnya atom-atom pada permukaan dinding sel menuju daerah

pertemuan sel (plateau border). Hal ini terjadi karena efek surface tension mendorong

agar interfacial energy antara fasa gas dan liquid mempunyai nilai terkecil dengan

cara membulatkan bentuk gelembung (aspect ratio=1).

Ketika penipisan berlangsung secara kontinyu, maka terdapat batasan ketebalan

kritis. Saat ketebalan kritis, yang dipengaruhi oleh viskositasnya, dilampaui oleh efek

penipisan tadi, maka yang terjadi selanjutnya adalah pecahnya dinding sel. Terjadinya

penyatuan dua gelembung, menyebabkan surface area yang terbentuk menjadi dua

kali lipatnya. Maka, efek surface tension kembali bekerja dengan mendorong atom-

atom yang berada pada dinding sel untuk bergerak kembali ke plateau border.

Akibatnya, terjadi penggabungan dan pembulatan menjadi sebuah sel.

Pada proses foaming dengan menggunakan CaCO3, terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi penggabungan sel terjadi. Faktor utama tentunya keberadaan surface

tension dan tekanan yang dihasilkan oleh gas saat dekomposisi. Kedua faktor tadi

didukung oleh viskositas aluminium cair dan terbentuknya oksida pada dinding sel.

Viskositas berpengaruh pada tingkat surface tension, sedangkan oksidasi selain