Tugas Psikologi FUAD
-
Upload
ahmad-fuad-zamzamy -
Category
Documents
-
view
339 -
download
5
Transcript of Tugas Psikologi FUAD
Sebagai alat interaksi verbal, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara
eksternal. Secara internal kajian dilakukan terrhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari
struktur internal bahasa itu, mulai dari strukutur fonologi, morfologi, sintaksis, sampai
wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor
atau hal-hal yang ada diluar bahasa, seperti faktor sosial, psikologi, etnis, seni, dan
sebagainya.
Kajian eksternal bahasa melahirkan disiplin baru yang merupakan kajian antara dua
bidang ilmu atau lebih. Umpamanya sosiolinguistik yang merupakan kajian antara
sosiolinguistik dan linguistik, psikolinguistik yang merupakan kajian antara psikolinguistik
dan linguistik, dan neurolinguistik yang merupakan kajian antara neurologi dan linguistik.
Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah menyebabkan perlunya dilakukan
kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin ini diperlukan untuk
mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan manusia yang semakin kompleks.
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa.
Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara mekanistik, tetapi juga
berlangsung secara mentalistik. Artinya, kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses
atau kegiatan mental (otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa,
studi linguistik perlu dilengkap dengan studi antardisiplin antara linguistik dan psikologi,
yang lazim disebut psikolinguistik. Untuk memahami dengan lebih baik apa psikolingusitik
itu terlebih dahulu perlu dibicarakan apa studi psikologi dan apa studi linguistik itu meskipun
secara singkat.
1. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos.
Kata psyche berarti “jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi
psikologi, secara harfiah berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa. Dulu
ketika psikologi masih berada atau merupakan bagian dari ilmu filsafat, definisi bahwa
psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan. Dalam kepustakaan kita
pada tahun lima puluhan pun nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan kata psikogi.
Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena bidang ilmu ini memang tidak
meneliti jiwa atau roh atau sukma, sehingga istilah itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut, psikologi lebih membalas atau mengkaji sisi-sisi
manusia dari segi yang bisa diamati. Mengapa? Karena jiwa itu bersifat abstrak, sehingga
tidak dapat diamati secara empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi
secara indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamaati melalui gejala-
gejalanya seperti orang yang sedang sedih akan berlaku murung, dan orang yang gembira
tampak dari gerak-geriknya yang riang atau dari wajahnya yang berbinar-binar. Meskipun
demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui keadaan jiwa seseorang
dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang kita jumpai seseorang yang
sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah
tetapi tetap tenang atau malah tertawa.
Walai besar kemungkinan gerak-gerik lahir seseorang belum tentu menggambarkan
keadaan jiwa yang sebenarnya, namun, secara tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai
satu bidang ilmu yang mencoba mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan
mengkaji hakikat rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu, dan mengkaji hakikat
proses-proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi belakangan ini
juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu yang mencoba mengkaji
proses akal manusia dan segala menifestasinya yang mengatur perilaku manusia itu. Tujuan
pengkajian akal ini adalah untuk menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku
manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah terbagi menjadi beberapa aliran sesuai
dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah dikenal adanya psikologi yang mentalistik,
yang behavioristik dan kognitifistik. Psikologi yang mentalistik melahirkan aliran yang
disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi kesadaran adalah mencoba mengkaji
proses-proses akal manusia dengan cara mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu,
psikologi kesadaran lazim juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan
suatu proses akal dengan cara melihat ke dalam diri sendiri setelah suatu rangsangan terjadi.
Psikologi yang kognifistik dan lazim disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji
proses-proses kognitif manusia secara ilmiah. Yang dimaksud proses kognitif adalah proses-
proses akal (pikiran, berfikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang oleh psikologi kognitif adalah bagaimana cara manusia
memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan, mengeluarkan, dan menggunakan
pengetahuannya, termasuk perkembangan dan penggunaan pengetahuan bahasa.
Perbedaannya dengan psikologi kesadaran (yang bersandar pada mentalisme tradisional)
adalah bahwa menurut paham mentalisme proses-proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif (yang merupakan mentalisme
modern) proses-proses akal itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa
adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku yang muncul sebagai hasil proses akal seperti
ini disebut perilaku atau tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu
sendiri.
2. Linguistik
Secara umum linguistik lazim diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang
mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Pakar lingustik disebut linguis. Namun, perlu
dicatat kata linguis dalam bahasa Inggris juga berarti orang yang mahir menggunakan
beberapa bahasa, selain bermakna pakar linguistic. Seorang linguis mempelajari bahasa
bukan dengan tujuan utama untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk
mengetahui secara mendalam mengenai kaidah-kaidah struktur bahasa, beserta dengan
berbagai aspek dan segi yang menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan
penggunaan bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan membuat lebih baik.
Sebaliknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa belum
tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa. Orang seperti ini
lebih tepat disebut seorang pologlot “berbahasa banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot
“berbahasa satu”.
Menurut objek kajiannya, kajian linguistik dapat dibagi atas dua cabang besar, yaitu
linguistic mikro dan linguistic makro. Objek kajian linguistic mikro adalah struktur internal
bahasa itu sendiri, mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adalah dalam hubungannya dengan faktor-faktor diluar bahasa
seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi dan neurologi. Berkaitan dengan faktor-
faktor diluar bahasa itu muncullah bidang-bidang seperti sosiolinguistik, psikolinguistik,
neurolinguistik, dan etnolinguistik. Linguistik disini dipandang sebagai disiplin ilmu
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan.
Menurut tujuannya kajiannya, linguistik dapat dibedakan atas dua bidang besar yaitu
linguistik teoritis dan linguistik terapan. Kajian teoritis hanya ditujukan untuk mencari atau
menemukan teori-teori linguistik belaka. Hanya untuk membuat kaidah-kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan kaidah-kaidah
linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam pengajaran bahasa penerjemah, penyusunan
kamus, dan sebagainya.
Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah linguistik. Yang pertama
linguistik sejarah, mengkaji perkembangan dan perubahan suatu bahasa atau sejumlah
bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak. Yang kedua sejarah linguistik,
mengkaji perkembanagn ilmu linguistik baik mengenai tokoh-tokohnya, aliran-aliran
teorinya, maupun hasil-hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi, linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang
mencoba mempelajari hakikat bahasa, struktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh,
bagaimana bahasa itu bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini
tampak yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
3. Psikolinguistik
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan linguistik,
yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri, dengan prosedur
dan metode yang berlainan. Namun keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek
formalnya. Hanya objek materialnya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa.
Sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Maka cara dan
tujuannya juga berbeda.
Kerja sama antara kedua disiplin itu disebut linguistic psychology dan ada juga yang
menyebutnya psychology of language. Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis di antara kedua ilmu itu, lahirlah satu disiplin ilmu baru
yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu antardisiplin antara psikologi dan linguistik.
Istialh psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku
Psycholinguistic : A Survey of Theory dan Research Problems yang disunting oleh Charles
E. Osgood dan Thomas A. Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika
seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis tujuan
utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima
dan secara lengkap bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan
pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat strukutr
bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat-kalimat dalam penuturan itu. Dalam prakteknya
psikolinguistikmencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-
masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan
membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia,
gagap, dan sebagainya; serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti
bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
4. Subdisiplin Psikolinguistik
a. Psikolinguistik Teoritis
Subdisiplin ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses-proses mental
manusia dalam berbahasa, misalnya dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata,
rancangan sintaksis, rancangan wacana dan rancangan intonasi.
b. Psikolingistik perkembangan
Subdisiplin ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa
pertama maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan
fonologi, proses pemerolehan semantik, dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang,
bertapah dan terpadu.
c. Psikolinguistik Sosial
Subdisiplin ini berkenaan dengan aspek-aspek sosial bahasa. Bagi suatu masyarakat
bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan satu gejala dan identitas sosial saja, tetapi juga
merupakan suatu ikatan batin dan nurani yang sukar ditinggalkan.
d. Psikolinguistik Pendidikan
Subdisiplin ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di
sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran kemahiran
berbahasa dalam pengetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses
memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.
e. Psikolinguistik-Neurologi (Neuropsikolinguistik)
Subdisiplin ini mengkaji hubungan antar bahasa, berbahasa, dana otak manusia. Para pakar
nurologi telah berhasil menganalisis struktur otak itu.
f. Psikolinguistik Eksperiman
Subdisiplin ini meliput dan melakukan eksperiman dalam semua kegiatan bahasa dan
berbahaya pada suatu pihak dan perilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada orang lain.
g. Psikolinguistik Terapan
Subdisiplin ini berkaitan dengan penerapan dati teman-temannya enam subdisiplin
psikolinguistik di atas kedalam bidang-bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termasuk
sub disiplin ini adalah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran
bahasa, pengajaran membaca neurologi, psikiatri, komunikasi, dan susastra.
Induk Disiplin Psikolinguistik
Karena nama psikolinguistik merupakan gabungan dari psikologi dan linguistik,
maka muncul pertanyaan : apa induk disiplin psikolinguistik itu, linguistik atau psikologi.
Beberapa pakar berpendapat, psikolinguistik berinduk pada psikologi karena istilah itu
merupakan nama baru dari psikologi bahasa yang telah dikenal beberapa waktu sebelumnya.
Namun, di Amerika Serikat pada umumnya, psikolinguistik dianggap sebagai cabang
dari linguistik, meskipun Noam Chomsky, tokoh ;inguistik generatif transformasi yang
terkenal itu, cenderung menempatkan psikolinguistik sebagai cabang psikologi. Di Perancis
pada tahun enam puluhan psikolinguistik dikembangkan oleh pakar psikologi, sedangkan di
Inggris psikolinguistik dikembangkan oleh pakar linguistik yang bekerja sama dengan
beberapa pakar psikologi dari Inggris dan Amerika Serikat. Di Rusia psikolinguistik telah
dikembangkan oleh pakar linguistik pada Institut Linguistik Moskow sebagai suatu ilmu
disiplin mandiri, tetapi penerapannya lenih banyak diambil oleh linguistik. Di Indonesia
psikolinguistik dikembangkan di bidang linguistik pada fakultas-fakultas pendidikan bahasa,
dan belum pada program nonkependidikan bahasa.
Sejarah Perkembangan Psikolinguistik
Pada abad yang silam terdapat dua aliran dilsafat yang saling bertentangan dan yang
sangat mempengaruhi perkembangan linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran
empirisme yang erat kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan
kajian terhadap data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis
unsur-unsur pembentukannya sampai yang sekecil-kecilnya. Maka aliran ini disebut bersifat
atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan positivisme. Aliran kedua dikenal
dengan nama rasionalisme. Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan
menyatakan bahwa faktor-faktor yang ada didalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa
memahami perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik, dan
biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan mentalisme.
Psikolinguistik dalam Linguistik
Von Humboldt (1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba
mengkaji hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia psikologi. Caranya
dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa-bahasa yang berlainan dengan tabiat-tabiat
bangsa-bangsa penutur bahasa itu (bandingkan dengan pendapat Edward sapir pada uraian
berikutnya). Dari perbandingan itu diperoleh kesimpulan bahwa bahasa (tata bahasa) suatu
masyarakat menentukan pandangan hidup masyarakat menentukan pandangan hidup
masyarakat penutur bahasa itu. Tampaknya, Von Humboldt sangat dipengaruhi oleh aliran
rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu yang sudah siap untuk dipotong-
potong dan diklasifikasikan seperti aliran empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu
merupakan satu kegiatan yang memiliki prinsip-prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913, pakar linguistik berkebangsaan Swiss, telah
berusaha menerangkan apa sebenarnya bahasa itu (linguistik), dan bagaimana keadaan
bahasa itu di dalam otak (psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa
yaitu langage (bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu yang
bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat konkret). Dia menegaskan
objek kajian linguistik adalah langue, sedangkan objek kajian psikologi, maka kedua disiplin,
yakni linguistik, yakni linguistik dan psikologi harus digunakan. Hal inilah dikatakannya
karena dia beranggapan segala sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat
psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah
mengikutsertakan psikologi dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat
memberikan dasar ilmiah yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba
mengkaji hubungan bahasa (linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau
berkesimpulan bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan
struktur pemikiran manusia (bandingkan dengan Von Humboldt di atas). Beliau juga
menekankan bahwa linguistik dapat memberikan sumbangan yang penting kepada psikologi
Gestalt, dan sebaliknya psikologi Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
Leonard Bloomfield (1887-1949), pakar linguistik bangsa Amerika, dalam usahanya
menganalisis bahasa telah dipengaruhi oleh dua aliran psikologi yang saling bertentangan,
yaitu mentalisme dan behaviorisme. Pada mulanya beliau menganalisis bahasa menurut
prinsip-prinsip mentalisme (yang sejalan dengan teori psikologi Wundt). Di sini beliau
berpendapat bahwa berbahasa dimulai dari melahirkan pengalaman yang luar biasa, terutama
sebagai penjelmaan dari adanya tekanan emosi yang sangat kuat. Jika melahirkan
pengalaman dalam bentuk bahasa ini karena adanya tekanan emosi yang sangat kuat, maka
muncullah ucapan (kalimat) ekslamasi. Jika pengalaman ini lahir oleh keinginan
berkomunikasi ini bertukar menjadi keinginan untuk mengetahui maka muncullah ucapan
(kalimat) interogasi. Kemudian, sejak 1925, Bloomfield meninggalkan psikologi mentalisme
Wundth, lalu menganut paham psikologi behaviorisme dalam teori bahasanya yang kini
dikenal sebagai linguistik struktural atau linguistik taksonomi.
Otto Jesperson, pakar linguistik berkebangsaan Denmark telah menganalisis bahasa
menurut psikologi mentalistik yang juga sedikit berbau behaviorisme. Jesperson berpendapat
bahwa bahasa bukanlah satu wujud dalam pengertian satu benda seperti sebuah meja atau
seekor kucing, melainkan satu fungsi manusia sebagai lambang-lambang didalam otak yang
melambangkan pikiran atau yang membangkitkan pikiran itu. Dia juga berpendapat bahwa
berkomunikasi harus dilihat dari sudut perilaku.
Kerja Sama Psikologi dan Lingustik
Kerja sama secara langsung antara disiplin linguistik dan psikologi sebenarnya sudah
dimulai sejak 1860, yaitu oleh Heyman Steinthal, seorang ahli psikologi yang beralih
menjadi ahli linguistik dan Moritz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli
psikologi dengan menerbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalah psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi. Jurnal tersebut berjudul Zeithschrift fur
Volkerpsychologiee und Sprach Wissenschaft (jurnal psikologi sosial dan linguistik.
Dasar-dasar psikolinguistik menurut beberapa pakar di dalam buku yang disunting
oleh Osgood dan Sebeok adalah:
1. Psikolinguistik adalah satu teori linguistik berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai
sebuah sistem elemen yang saling berhubungan erat.
2. Psikolinguistik adalah suatu teori pembelajaran (menurut teori behaviorisme) berdasarkan
bahasa yang dianggap sebagai satu sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan
isyarat dengan perilaku.
3. Psikolinguistik adalah suatu teori informasi yang menganggap bahasa sebagai sebuah alat
untuk menyampaikan suatu benda.
Bahasa dan Berbahasa
Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah
proses penyampaian informasi dalam komunikasi itu.
1. Hakikat Bahasa
Para pakar linguistik biasanya mendefinisikan bahasa sebagai satu sistem lambang
bunyi yang bersifat arbitrer, yang kemudian lazim ditambah dengan yang digunakan oleh
sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Chaer,
1994). Bagian utama dari definisi di atas menyatakan hakikat bahasa itu, dan bagian
tambahan menyatakan apa fungsi bahasa itu.
2. Asal-Usul Bahasa
F.B Condillac seorang filsuf bahasa Perancis berpendapat bahwa bahasa itu berasal
dari teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri yang dibangkitkan oleh
perasaan atau emosi yang kuat.. Sebelum adanya teori Condillac, orang (terutama ahli
agama) percaya bahwa bahasa itu berasal dari Tuhan. Namun teori Condillac dan
kepercayaan kaum agama ini ditolak oleh Von Herder, seorang ahli filsafat bangsa Jerman,
yang mengatakan bahwa bahasa adalah tidak mungkin berasal dari Tuhan karena bahasa itu
sedemikian buruknya dan tidak sesuai dengan logika karena Tuhan Maha Sempurna.
Menururt Von Herder bahasa itu terjadi dari proses onomatope, yaitu peniruan bunyi alam.
Bunyi-bunyi alam yang ditiru ini merupakan benih yang tumbuh menjadi bahasa sebagai
akibat dari dorongan hati yang sangat kuat untuk berkomunikasi.
3. Fungsi-Fungsi Bahasa
Jawaban tradisional tentang fungsi bahasa adalah bahwa bahasa itu adalah alat
interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan konsep, atau juga
perasaan (Chaer, 1995). Menurut Wardhaugh (1972) seorang pakar sosiolinguistik fungsi
bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Karena bahasa digunakan
manusia dalam segala tindak kehidupan, sedangkan perilaku dalam kehidupan itu sangat luas
dan beragam, maka fungsi-fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan
banyaknya tindak dan perilaku serta keperluan manusia dalam kehidupan.
4. Struktur Bahasa
Struktur menyagkut masalah hubungan antara unsur-unsur didalam satuan ujaran,
misalnya antara fonem dengan fonem di dalam kata, antara kata-kata dengan kata di dalam
frase, atau juga antara frase dengan frase di dalam kalimat. Sedangkan sistem berkenaan
dengan hubungan antara unsur-unsur bahasa pada satuan-satuan ujaran yang lain. Fakta
bahwa predikat terletak di belakang subjek dalam bahasa Indonesia adalah masih struktur,
sedangkan fakta adanya verba aktif dan verba pasif adalah masalah sistem (Chaer, 1994).
Hubungan Berbahasa, berfikir, dan berbudaya
Berbahasa adalah penyampaian pikiran atau perasaan dari orang yang berbicara
mengenai masalah yang dihadapi dalam kehidupan budayanya.
Wilhelm Von Humboldt, sarjana Jerman abad ke-19, menekankan adanya
ketergantungan pemikiran manusia pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan budaya
suatu masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri. Mengenai bahasa itu sendiri
Von Humboldt berpendapat bahwa substansi bahasa itu sendiri dari dua bagian. Bagian
pertama berupa bunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran yang belum terbentuk oleh
ideenform atau innereform.
Edward Sapir (1884-1939) linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir sama
dengan Von Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah belas
kasih bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya bermasyarakat.
Menurut Sapir telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian didirikan di
atas tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah, tidak ada dua buah bahasa yang
sama sehingga dapat dianggap mewakili satu masyarakat yang sama.
Jean Piaget, sarjana Perancis berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa.
Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan
leksikon bahasa; bukan sebaliknya.
L.S. Vygotsky, sarjana berkebangsaan Rusia berpendapat bahwa adanya satu tahap
perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran
sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua garis perkembangan ini saling bertemu, maka
terjadilah secara serentak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Pikiran berbahasa
berkembang melalui beberapa tahap. Mula-mula kanak-kanak harus mengucapkan kata-kata
untuk dipahami. Kemudian bergerak ke arah kemampuan mengerti atau berpikir tanpa
mengucapkan kata-kata itu. Lalu, dia mampu memisahkan kata-kata yang berarti dan yang
tidak berarti.
Noam Chomsky mengajukan kembali teori klasik yang disebut hipotesis nurani.
Sebenarnya teori ini tidak secara langsung membicarakan hubungan bahasa dengan
pemikiran, tetapi kita dapat menarik kesimpulan mengenai hal itu karena Chomsky sendiri
menegaskan bahwa pengkajian bahasa membukakan persfektif yang baik dalam pengkajian
proses mental manusia. Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa-dalam adalah
nurani. Artinya, rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu seorang kanak-kanak mulai
mempelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep
dengan struktur bahasa-dalam yang bersifat universal. Peralatan konsep ini tidak ada
kaitannya dengan belajar atau pembelajaran, misalnya dengan aksi atau perilaku seperti yang
dikatakan Piaget, dan tidak ada hubungannya dengan apa yang disebut kecerdasan. Jadi
bahasa dan pemikiran adalah dua buah sistem yang berasingan, dan mempunyai otonomi
masing-masing. Seorang anak yang dungu pun akan lancar berbahasa hampir pada jangka
waktu yang sama dengan seorang kanak-kanak yang normal.
Eric Lennerberg mengajukan teori yang disebut Teori Kemampuan Bahasa Khusus.
Menurut Lennerberg banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia menerima warisan
biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang khusus
untuk manusia, dan yang tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran.
Bukti bahwa manusia telah dipersiapkan secara biologis untuk berbahasa menurut
Lennerberg adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan berbahasa yang sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan
fonologi manusia, seperti bagian-bagian otak tertentu yang mendasari bahasa.
2. Jadwal perkembangan bahasa yang sama yang berlaku bagi semua kanak-kanak normal.
Semua kanak-kanak bisa dikatakan mengikuti strategi dan waktu pemerolehan bahasa yang
sama, yaitu lebih dahulu menguasai prinsip-prinsip pembagian dan pola persepsi.
3. Perkembangan bahasa tidak dapat dihambat meskipun pada kanak-kanak yang mempunyai
cacat tertentu seperti buta, tuli atau memiliki orang tua pekak sejak lahir. Namun, bahasa
kanak-kanak ini tetap berkembang dengan hanya sedikit kelambatan.
4. Bahasa tidak dapat diajarkan pada makhluk lain. Hingga saat ini belum pernah ada
makhluk lain yang mampu menguasai bahasa, sekalupun telah diajar dengan cara-cara yang
luar biasa.
5. Setiap bahasa, tanpa terkecuali, didasarkan pada prinsip-prinsip semantik, sintaksis, dan
fonologi yang universal.
Brunner memperkenalkan teori yang disebut Teori Instrumentalisme yaitu bahasa
adalah alat pada manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu.
Bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis. Brunner
berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama. Oleh karena
itu keduanya mempunyai bentuk yang sangat serupa, maka keduanya dapat saling
membantu. Selanjutnya bahasa dan pikiran adalah alat untuk berlakunya aksi.
Teori-Teori Linguistik
Teori Ferdinand De Saussure menjelaskan bahwa perilaku bertutur atau tindak tutur
(speech act) sebagai satu hubungan antara dua orang atau lebih, seperti antara A dengan B.
Perilaku bertutur ini terdiri dari dua orang bagian kegiatan yaitu bagian luar dan bagian
dalam. Bagian luar dibatasi oleh mulut dan telinga sedangkan bagian dalam oleh jiwa atau
akal yang terdapat dalam otak pembicara dan pendengar.. Jika A berbicara maka B
pendengar, dan B jika berbicara maka A menjadi pendengar.
Menurut De Saussure linguistik murni mengkaji langue, bukan parole maupun
langage. Teori linguistik De Saussure telah mengikutsertakan parole. Alasan De Saussure
mengkaji parole adalah:
1. Langue bersifat sosial sedangkan parole bersifat individual. Kedua sifat ini saling
bertentangan. Langue berada di dalam otak. Belajar langue bersifat sosial dalam pengertian
sinkronik, sedangkan parole bersifat idiosinkronik karena ditentukan secara perseorangan.
2. Langue itu bersifa abstrak dan tersembunyi di dalam otak sedangkan parole selalu
bergantung pada kemauan penutur dan bersifat intelektual.
3. Langue adalah pasif sedangkan parole adalah aktif.
Teori Noam Chomsky
Menurut Chomsky untuk dapat menyusun tata bahasa dari suatu bahasa yang masih
hidup (masih digunakan dan ada penuturnya) haruslah ada satu teori mengenai apa yang
membentuk tata bahasa itu. Teori umum itu adalah satu teori ilmiah yang disusun
berdasarkan satu korpus ujaran yang dihasilkan oleh para bahasawan asli bahasa itu.
Menurut Chomsky perkembangan teori linguistik dan psikologi yang sangat penting dan
perlu diingat dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut:
1. Aspek kreatif penggunaan bahasa
2. Keabstrakan lambang-lambang linguistik
3. Keuniversalan struktur dasar linguistik
Teori Pembelajaran Dalam Psikologi
Teori stimulus-respons adalah teori yang memiliki dasar pandangan bahwa perilaku
itu, termasuk perilaku berbahasa, bermula dengan adanya stimulus (rangsangan, aksi) yang
segera menimbulkan respons (reaksi, gerak balas). Teori ini berasal dari hasil eksperimen
Ivan. P. Pavlop, seorang psikologi Rusia terhadap seekor anjing.
Menurut teori Pembiasaan Klasik kemampuan seseorang untuk membentuk respons-
respons yang dibiasakan berhubungan erta dengan jenis sistem yang digunakan. Teori ini
percaya adanya perbedaan-perbedaan yang dibawa sejak lahir dalam kemampuan belajar.
Teori penghubungan (connection theory) diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike
(1874-1919), seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Thorndike membuat
eksperimen dengan menempatkan seekor kucing di dalam sebuah sangkar besar , sangkar itu
dapat dibuka dari dalam dengan menekan sebuah engsel. Dalam usahanya untuk keluar
kucing itu mencakar-cakar ke sana ke mari; lalu secara kebetulan kakinya menginjak engsel
sehingga pintu sangkar pun terbuka dan dia bisa keluar. Eksperimen ini diulang dan kucing
itu berperangai yang sama. Setelah eksperimen itu dilakukan berturut-turut jumlah waktu
yang diperlukan oleh kucing untuk membuka pintu sangkar itu semakin sedikit; dan akhirnya
dia dapat membuka pintu sangkar itu dengan segera tanpa harus mencakar dulu ke sana ke
mari. Dari eksperimen dengan kucing itu, Thorndike berpendapat bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses menghubung-hubungkan di dalam sistem dan tidak ada
hubungannya dengan insight atau pengertian.
Menurut behaviorisme yang dianut oleh Watson tujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan sedikitpun tidak ada kaitannya
dengan kesadaran. Yang dapat dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda
atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas
(respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian. Maka
dalam hal pembelajaran menurut Watson tidak ada perbedaan antara manusia dan hewan.