Tugas Bu Astiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii (2)
Tugas Pmhp Bu Wahyu
-
Upload
yosephine-marcela-yulianni -
Category
Documents
-
view
209 -
download
6
Transcript of Tugas Pmhp Bu Wahyu
TUGAS
PENGENDALIAN MUTU HASIL PERIKANAN
“ORGANOLEPTIK”
Oleh;
Puji Widyastuti
K2F 009 081
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara organoleptik adalah cara
penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara
organoleptik dapat juga disebut dengan cara sensorik. Cara ini sangat cepat,
murah dan praktis untuk dikerjakan tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada
tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya. Cara pemeriksaan organoleptik
ini bersifat subjektif.
Uji organoleptik atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap suatu produk. Pengujian organoleptik penting dalam
penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan,
kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari roduk.
Syarat agar dapat disebut uji organoleptik adalah:
Ada contoh yang akan diuji
Ada panelis sebagai pemroses respon
Ada pernyataan respon yang jujur, yaitu respon yang spontan, tanpa
penalaran, imaginasi, asosiasi, ilusi atau meniru orang lain.
Penilaian Organoleptik
Penilaian dengan indra juga disebut Penilaian Organoleptik atau Penilaian
Sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan
indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan,
dihubungkan dengan penilaian secara obyektif, analisa data mejadi lebih
sistematis, demikian pula metoda statistik digunakan dalam analisa serta
pengambilan keputusan.
Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu
dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang
penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal
penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.
1. Panel
Untuk penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel
bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau sekelompok orang
yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif.
Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan subyektif dari para
panelis dengan orosedur sensorik tertentu yang harus dituruti.
Dalam penilaian organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panel-
panel ini dapat berbeda tergantung dari tujuannya. Ada 6 macam panel yang biasa
digunakan, yaitu : 1) Pencicip perorangan (individual expert). 2) Panel pencicip
terbatas (small expert panel). 3) Panel terlatih (trained panel). 4) Panel takterlatih
(untrained panel). 5) Panel agak terlatih. 6) Panel konsumen (consumer panel).
2. Laboratorium Penilaian Organoleptik
Laboratorium penilaian organoleptik adalah suatu laboratorium yang
menggunakan manusia sebagai alat pengukur berdasarkan kemampuan
penginderaannya. Laboratorium ini perlu persyaratan tertentu agar diperoleh
reaksi kejiwaan yang jujur dan murni tanpa pengaruh faktor-faktor lain.
1) Unsur-Unsur Penting dalam Laboratorium Penilaian Organoleptik
a) Suasana : meliputi kebersihan, ketenangan, menyenangkan, kerapihan, teratur
serta cara penyajian yang estetis.
b) Ruang : meliputi ruang penyiapan sampel / dapur, ruang pencicipan, ruang
tunggu para panelis dan ruang pertemuan para panelis
c) Peralatan dan Sarana : meliputi alat penyiapan sampel, alat penyajian sampel,
dan alat komunikasi (sistem lampu, format isian, format instruksi, alat tulis).
2) Persayaratan Laboratorium Penilaian Organoleptik
Untuk menjamin suasana tenang seperti tersebut di atas diperlukan persyaratan
persyaratan khusus di dalam laboratorium.
a) Isolasi : agar tenang maka laboratorium harus terpisah dari ruang lain atau
kegiatan lain, pengadaan suasana santai di ruang tunggu, dan tiap anggota perlu
bilik pencicip tersendiri
b) Kedap Suara : bilik pencicip harus kedap suara, laboratorium harus dibangun
jauh dari keramaian
c) Kadar Bau : ruang penilaian harus bebas bau-bauan asing dari luar (bebas bau
parfum/rokok panelis), jauh dari pembuangan kotoran dan ruang pengolahan.
d) Suhu dan Kelembaban : suhu ruang harus dibuat tetap seperti suhu kamar (20-
250C) dan kelembaban diataur sekitar 60%.
e) Cahaya : cahaya dalam ruang tidak terlalu kuat dan tidak terlalu redup.
3) Bilik Pencicip (Booth)
Bilik pencicip terdapat dalam ruang pencicipan, bilik ini berupa sekatan-sekatan
dengan ukuran panjang 60-80 cm dan lebar 50-60 cm. Bilik pencicip berupa bilik
yang terisolir dan cukup untuk duduk satu orang panelis. Hal ini dimaksudkan
agar tiap panelis dapat melakukan penilaian secara individual.
Tiap bilik pencicip dilengkapi dengan : a) Jendela (untuk memasukkan sampel
yang diuji); b) Meja (untuk menulis/mencatat kesan, tempat meletakkan sampel,
gelas air kumur); c) Kursi bundar ; d) Kran pipa air, penampung air buangan.
4) Dapur Penyiapan Sampel
Dapur penyiapan sampel harus terpisah tetapi tidak terlalu jauh dari ruang
pencicipan. Bau-bauan dari dapur tidak boleh mencemari ruang pencicipan.
Kesibukan penyiapan sampel tidak boleh terlihat atau terdengar panelis di ruang
pencicipan.
3) Bilik Pencicip (Booth)
Bilik pencicip terdapat dalam ruang pencicipan, bilik ini berupa sekatan-sekatan
dengan ukuran panjang 60-80 cm dan lebar 50-60 cm. Bilik pencicip berupa bilik
yang terisolir dan cukup untuk duduk satu orang panelis. Hal ini dimaksudkan
agar tiap panelis dapat melakukan penilaian secara individual.
Tiap bilik pencicip dilengkapi dengan : a) Jendela (untuk memasukkan sampel
yang diuji); b) Meja (untuk menulis/mencatat kesan, tempat meletakkan sampel,
gelas air kumur); c) Kursi bundar ; d) Kran pipa air, penampung air buangan.
4) Dapur Penyiapan Sampel
Dapur penyiapan sampel harus terpisah tetapi tidak terlalu jauh dari ruang
pencicipan. Bau-bauan dari dapur tidak boleh mencemari ruang pencicipan.
Kesibukan penyiapan sampel tidak boleh terlihat atau terdengar panelis di ruang
pencicipan.
3. Persiapan Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan tim kerjasama yang diorganisasi secara rapi
dan disiplin serta dalam suasana antusiasme dan kesungguhan tetapi santai. Hal
ini perlu agar data penilaian dapat diandalkan.
1) Organisasi Pengujian
Ada 4 unsur penting yang tersangkut dalam pelaksanaan pekerjaan pengujian
organoleptik, yaitu : pengelola pengujian (disebut penguji), panel, seperangkat
sarana pengujian dan bahan yang dinilai.
2) Komunikasi Penguji dan Panelis
Keandalan hasil penilaian atau kesan sangat tergantung pada ketepatan
komunikasi antara pengelola dengan panelis. Informasi diberikan secukupnya,
tidak kurang agar dapat dipahami panelis tetapi tidak berlebih supaya tidak bias.
Ada tiga tingkat komunikasi antara penguji dan panelis, yaitu :
a) Penjelasan umum tentang : pengertian praktis, kegunaan, kepentingan, peranan
dan tugas panelis. Hal ini diberikan dalam bentuk ceramah atau diskusi.
b) Penjelasan khusus : disesuaikan dengan jenis komoditi tertentu, cara pengujian,
dan tujuan pencicipan. Penjelasan ini diberikan secara lisan menjelang
pelaksanaan atau secara tulisan, 2 atau 3 hari sebelum pelaksanaan.
c) Instruksi : berisi pemberian tugas kepada panelis untuk menyatakan kesan
sensorik tiap melakukan pencicipan. Instruksi harus jelas agar mudah dipahami,
singkat agar cepat ditangkap artinya. Instruksi dapat diberikan secara lisan segera
sebelum masuk bilik pencicip, atau secara tulisan dicetak dalam format
pertanyaan. Format pertanyaan (questioner) : harus memuat unsur-unsur format
yang terdiri dari informasi, instruksi dan responsi. Format pertanyaan harus
disusun secara jelas, singkat dan rapi.
4. Metoda Pengujian Organoleptik
Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa kelompok:
Kelompok Pengujian Pembedaan (Defferent Test)
Kelompok Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test/Acceptance
Test)
Kelompok Pengujian Skalar
Kelompok Pengujian Diskripsi
Kelompok uji pembedaan dan uji pemilihan : banyak digunakan dalam
penelitian analisa proses dan penilaian hasil akhir. Kelompok uji skalar dan
uji diskripsi : banyak digunakan dalam pengawasan mutu (Quality Control).
Hal penting dalam uji pemilihan dan uji skalar : diperlukan sampel
pembanding. Yang perlu diperhatikan bahwa yang terutama dijadikan faktor
pembanding adalah satu atau lebih sifat sensorik dari bahan pembanding itu.
Jadi sifat lain yang tidak dijadikan faktor pembanding harus diusahakan sama
dengan contoh yang diujikan. Biasanya yang digunakan sebagai sampel
pembanding adalah komoditi baku, komoditi yang sudah dipasarkan, atau
bahan yang telah diketahui sifatnya.
1) Pengujian Pembedaan (Defferent Test)
Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat
sensorik atau organoleptik antara dua sampel. Meskipun dapat saja disajikan
sejumlah sampel, tetapi selalu ada dua sampel yang dipertentangkan.
Uji ini juga dipergunakan untuk menilai pengaruh beberapa macam perlakuan
modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan suatu industri, atau untuk
mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara dua produk dari komoditi
yang sama. Jadi agar efektif sifat atau kriteria yang diujikan harus jelas dan
dipahami panelis. Keandalan (reliabilitas) dari uji pembedaan ini tergantung dari
pengenalan sifat mutu yang diinginkan, tingkat latihan panelis dan kepekaan
masing-masing panelis. Pengujian pembedaan ini meliputi :
a) Uji pasangan (Paired comparison atau Dual comparation)
b) Uji segitiga (Triangle test)
c) Uji Duo-Trio
d) Uji pembanding ganda (Dual Standard)
e) Uji pembanding jamak (Multiple Standard)
f) Uji Rangsangan Tunggal (Single Stimulus)
g) Uji Pasangan Jamak (Multiple Pairs)
h) Uji Tunggal
2) Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test/Acceptance Test)
Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau
qualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji ini panelis
mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan
kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau qualitas
yang dinilai. Uji penerimaan lebih subyektif dari uji pembedaan.
Tujuan uji penerimaan ini untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau
sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Uji ini tidak dapat untuk
meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Hasil uji yang menyakinkan tidak
menjamin komoditi tersebut dengan sendirinya mudah dipasarkan
Beberapa perbedaan antara uji pembedaan dan uji penerimaan terlihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. Perbedaan antara Uji Pembedaan dan Uji Penerimaan
Uji Pembedaan Uji Penerimaan
1. Dikehendaki panelis yang peka 1. Dapat menggunakan panelis yang belum berpengalaman
2. Menggunakan sampel baku/ sampel pembanding
2. Tidak ada sampel baku / sampel pembanding
3. Harus mengingat sampel baku/ sampel pembanding
3. Dilarang mengingat sampel baku/ sampel pembanding
Uji penerimaan ini meliputi :
a) Uji kesukaan atau uji hedonik : pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan
pribadi suka atau tidak suka, disamping itu juga mengemukakan tingkat
kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala hedonik
ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat
kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisa statistik.
b) Uji mutu hedonik : pada uji ini panelis menyatakan kesan pribadi tentang baik
atau buruk (kesan mutu hedonik). Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari kesan
suka atau tidak suka, dan dapat bersifat lebih umum.
3) Pengujian Skalar
Pada uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya.
Besaran ini dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala
numerik. Besaran skalar digambarkan dalam: pertama, bentuk garis lurus berarah
dengan pembagian skala dengan jarak yang sama. Kedua, pita skalar yaitu dengan
degradasi yang mengarah (seperti contoh degradasi warna dari sangat putih
sampai hitam). Pengujian skalar ini meliputi :
a) Uji skalar garis
b) Uji Skor (Pemberian skor atau Scoring)
c) Uji perbandingan pasangan (Paired Comparation) : prinsip uji ini hampir
menyerupai uji pasangan. Perbedaannya adalah pada uji pasangan pertanyaannya
ada atau tidak adanya perbedaan. Sedang pada uji perbandingan pasangan,
pertanyaanya selain ada atau tidak adanya perbedaan, ditambah mana yang lebih,
dan dilanjutkan dengan tingkat lebihnya.
d) Uji perbandingan jamak (Multiple Comparision) : prinsipnya hampir sama
dengan uji perbandingan pasangan. Perbedaannya pada uji perbandingan pasangan
hanya dua sampel yang disajikan, tetapi pada uji perbandingan jamak tiga atau
lebih sampel disajikan secara bersamaan. Pada uji ini panelis diminta memberikan
skor berdasarkan skala kelebihannya, yaitu lebih baik atau lebih buruk.
e) Uji penjenjangan (uji pengurutan atau Ranking) : uji penjenjangan jauh
berbeda dengan uji skor. Dalam uji ini komoditi diurutkan atau diberi nomor
urutan, urutan pertama selalu menyatakan yang paling tinggi. Data penjenjangan
tidak dapat diperlakukan sebagai nilai besaran, sehingga tidak dapat dianalisa
statistik lebih lanjut, tetapi masih mungkin dibuat reratanya.
4) Pengujian Diskripsi
Pengujian-pengujian sebelumnya penilaian sensorik didasarkan pada satu sifat
sensorik, sehingga disebut “penilaian satu demensi”. Pengujian ini merupakan
penilaian sensorik yang didasarkan pada sifat-sifat sensorik yang lebih kompleks
atau yang meliputi banyak sifat-sifat sensorik, karena mutu suatu komoditi
umumnya ditentukan oleh beberapa sifat sensorik. Pada uji ini banyak sifat
sensorik dinilai dan dianalisa sebagai keseluruhan sehingga dapat menyusun mutu
sensorik secara keseluruhan. Sifat sensorik yang dipilih sebagai pengukur mutu
adalah yang paling peka terhadap perubahan mutu dan yang paling relevan
terhadap mutu. Sifat-sifat sensorik mutu tersebut termasuk dalam atribut mutu.
5. Beberapa Masalah Yang Memerlukan Informasi / Pemecahan Dari Segi
Organoleptik
1) Pengembangan Produk
Suatu produk baru yang khas maupun yang tiruan (imitasi) secara umum perlu
diketahui aseptabilitasnya. Untuk itu dapat dilakukan uji hedonik dan uji
pembedaan
2) Perbaikan Produk
Perbaikan produk dapat diukur secara obyektif maupun subyektif atau secara
organoleptik. Dalam uji ini perlu diketahui : apakah produk baru berbeda dan
lebih baik dari produk lama? Apakah produk baru lebih disukai dari produk lama?
3) Penyesuaian Proses
Termasuk dalam penyesuaian proses ialah penggunaan alat baru, pemakaian
bahan baru dan perbaikan proses. Tujuannya untuk efisiensi atau menekan biaya
pengolahan tanpa mempengaruhi mutu. Jadi uji yang digunakan adalah uji
pembedaan, uji skalar ataupun uji hedonik.
4) Mempertahankan Mutu
Masalah yang sangat penting dalam industri adalah mempertahankan mutu dan
keseragaman mutu. Agar hal tersebut dapat dicapai maka perlu diperhatikan
pengadaan bahan mentah, pengolahan / produksi dan pemasaran. Uji yang
digunakan adalah : uji pembedaan, uji skalar ataupun uji hedonik.
5) Daya Simpan
Selama penyimpanan atau pemasaran produk akan mengalami penurunan mutu
maka perlu dilakukan pengujian. Hasil uji ini sekaligus dapat menetapkan umur
simpan. Uji yang dapat dilakukan adalah uji pembedaan, uji skalar, uji hedonik,
dan uji diskripsi.
6) Pengkelasan Mutu
Dalam pengkelasan mutu perlu dilakukan sortasi yang teliti menurut kriteria baku
dan spesifikasi baku yang ditetapkan. Uji yang dipakai adalah uji skalar.
7) Pemilihan Produk atau Bahan Terbaik
Untuk keperluan suatu proses perusahaan perlu memilih salah satu atau lebih
bahan sejenis (varietas tertentu), maka uji yang dilakukan meliputi uji pembedaan,
uji penjenjangan, uji skalar dan uji diskripsi.
8) Uji Pemasaran
Uji pemasaran tidak dilakukan di dalam laboratorium melainkan di tempat umum,
di pasar atau di toko. Untuk itu digunakan uji pembedaan sederhana dan uji
hedonic
9) Kesukaan Konsumen
Diantara beberapa produk yang sama, ingin diketahui produk mana yang paling
disukai. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik
10) Seleksi Panelis
Uji organoleptik yang banyak digunakan untuk memilih anggota sampel adalah
uji pembedaan, uji skalar dan uji diskripsi.
Penentuan Kesegaran Ikan
Penentuan kesegaran ikan dapat di lakukan secara fisika, kimia, dan
mikrobiologi, diantara metode yang ada, lebih mudah, cepat, dan murah adalah
dengan menggunakan metode fisik.
Pengujian organoleptik ini mempunyai peranan penting dalam uji mutu
karena masih banyak faktor-faktor yang ada dalam makanan, tetapi tidak dapat
diukur dengan uji mikrobiologi dan kimia. Metode ini dapat digunakan untuk
mengetahui penyimpangan atau perubahan dalam produk perikanan. Disamping
itu pelaksanaan metodenya dilakukan dengan cepat dan memakai peralatan yang
sederhana (Junianto, 2003).
Menurut Nuraini (2008), metode organoleptik masih merupakan jalan
yang paling banyak digunakan untuk mengukur kesegaran ikan dan produk ikan.
Biasanya juga umumnya digunakan untuk menguji kualitas kesegaran ikan di
industri perikanan di Eropa adalah EU-scheme yang dikeluarkan sejak Januari
1976. Metode ini secara umum telah diterima sebagai metode untuk pengujian
organoleptik akan tetapi keabsahannya dipertanyakan karena tidak memperhatikan
perbedaan spesies, seolah semua spesies dianggap sama. Di Indonesia sampai saat
ini juga masih menggunakan standar SNI untuk pengujian organoleptik yang
sifatnya hampir sama dengan EU-scheme. Oleh karena itu sekarang ini telah
diperkenalkan suatu metode pengujian organoleptik yang berdasarkan pada
grading sistem dimana dapat dilakukan dengan cepat, akurat dan obyektif untuk
beberapa spesies ikan, metode ini dikenal dengan nama Quality Indeks Method
(QIM) (Kramer A. dan Twight, 1983).
Penggunaan alat-alat freshnes tester kurang popular karena hanya dapat
digunakan dengan tepat untuk ikan-ikan yang sejenis, dan sering menimbulkan
salah tafsir bagi pemakai yang masi awam. Alat ini pada dasarnya bekerja dengan
mengukur tahanan listrik ikan. Nilai tahanan daging ikan berubah menurut jenis
ikan. Dua jarum yang berjarak tertentu yang ditusukan pada ikan, lalu melalui
kedua jarum itu dalirkan listrik searah bertegangan rendah. Hasil pengukuran
tahanan itu, sesudah dikalibrasikan dengan jenis ikan, disajikan dalam penunjuk
jarum dalam skala berwarna hijau, kuning dan merah. Warna hijau merupakan
daerah “segar”, warna merah untuk daerah “busuk”, dan kuning berda diantara
keduanya. Freshnes tester jenis lain mengukur kekenyalan daging ikan. Daging
yang lebih segar lebih kenyal sehingga memberikan tekanan yang lebih besar
terhadap alat pengukur. Alat inipun hanya dapat digunakan untuk ikan-ikan yang
tidak berkulit keras. Pengalaman empiric diperlukan agar dapat menggunakan
alat-alat ini dengan benar.
Kualiatas Ikan
Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang
masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun
teksturnya. Dengan kata lain, ikan segar adalah
1. Ikan yang baru saja d tangkap dan belum mengalami proses pengawetan
maupun pengolahan lebih lanjut.
2. Ikan yang belum mengalami perubahan fisik maupun kimia tau yang
masih mempunyai sifat sama ketika di tangkap.
Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik,
semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan
menurunkan kesegarannya.
Faktor-faktor yang menentukan mutu ikan segar dipengaruhi, antara lain:
1. Cara penangkapan ikan
2. Pelabuhan perikanan
3. Berbagai faktor lainnya, yaitu mulai dari pelelangan, pengepakan,
pengangkutan, pengolahan.
Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang kualitasnya
baik dan tidak. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat
kelas mutu, yaitu ikan yang tingkat kesegarannya sangat baik sekali (prima), ikan
yang kesegarannya baik (advanced), ikan yang kesegarannya mundur (sedang),
ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk).
Parameter Kesegaran Ikan
Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas factor-faktor
fisikawi, sensoris/ organoleptik/ kimiawi, dan mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat
dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan
metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu sebagai berikut.
1. Kenampakan Luar
Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram.
Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi.
Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak
ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin
suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi
lebih lanjut dan berkembangnya mikrobia.
2. Lenturan Daging Ikan
Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan
kembali ke bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan
belum terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk
jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang
rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturan.
3. Keadaan Mata
Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan
kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada ecerahan matanya.
4. Keadaan Daging
Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar,
berdaging kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan
segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan
basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan
kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik. Setelah ikan mati,
beberapa jam kemudian daging ikan menjadi kaku. Karena kerusakan pada
jaringan dagingnya, maka makin lama kesegarannya akan hilang, timbul cairan
sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan kekenyalan
tekstur.
5. Keadaan Insang dan Sisik
Warna insang dapat dikatakan sebagai indicator, apakah ikan masih segar
atau tidak. Ikan yang masih segar berwarna merah cerah, sedangkan ikan yang
tidak segar berwarna coklat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil
oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti,
bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah
gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika
sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan
tersebut masih segar.
Tolak Ukur Pemeriksaan Ikan secara Organoleptik
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), penilaian mutu ikan segar
dengan menggunakan indera manusia memerlukan pedoman yang tertentu untuk
mengurangi kesubyektifan hasilnya, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang
sangat mendekati nilai obyektif dan tidak jauh berbeda dari penilaian yang
dilakukan oleh penguji mutu yang lain.
Menurut Junianto (2003), adapun ciri – ciri ikan segar adalah:
1. Mata: Pupil hitam menonjol dengan kornea, bola mata cembung dan
cemerlang atau cerah.
2. Insang: Warna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya lender, tidak
tercium bau yang menyimpang (off odor)
3. Tekstur Daging : Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas, serta padat atau
kompak.
4. Keadaan kulit dan lendir : Warnanya sesuai dengan aslinya dan cemerlang,
lendir dipermukaan jernih, transparan, dan baunya segar khas menurut
jenisnya.
5. Keadaan perut dan sayatan daging : Perut tidak pecah masih utuh dan warna
sayatan daging cemerlang serta jika ikan dibelah daging melekat kuat pada
tulang terutama rusuknya.
6. Bau : Spesifikasi menurt jenisnya dan segar seperti bau rumput laut.
Sedangkan ciri – ciri ikan busuk adalah ;
1. Mata : pupil mutu kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata
cekung, dan keruh.
2. Insang : warna merah coklat sampai keabu-abuan, bau menyengat, lendir
tebal.
3. Tekstur daging : Daging elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan dengan
jari maka bekas tekanannya lama hilang.
4. Keadaan kulit dan lendir : warnanya sudah pudar dan memucat, lendir tebal
dan menggumpal serta lengket, warnaya berubah seperti pitih susu.
5. Keadaan perut dan sayatan daging : Perut sobek, warna sayatan daging
kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta
jika dibelah daging mudah lepas.
6. Bau : bau menusuk seperti asam asetat dan lama-kelamaan berubah menjadi
bau busuk yang menusuk hidung.
Menurut Junianto (2003), berdasarkan uji organoleptik selain score sheet
hal penting lainnya adalah panelis. Adapun pengertian panelis adalah suatu alat
analistis yang digunakan untuk menera mutu. Nilai panelis tergantung kepada
ketelitian yang diberikan. Panelis harus berpengalaman dan peka terhadap
perkembangan dan perubahan-perubahan atribut mutu produk. Pelaksanaan uji
organoleptik memerlukan beberapa panelis. Tidak semua orang dapat dijadikan
panelis yang baik. Panelis ini dipilih secara sistematik atas dasar ketajaman alat
indera dan kemudian diberi latihan yang cukup untuk menjalani beberapa testing
yang diberikan.
Perlakuan pada praktikum organoleptik, yang pertama kali langsung
dilihat adalah kenampakan ikan secara umum, yang terdiri dari mata, insang, dan
lendir pada permukaan tubuh ikan. Pengamatan secara organoleptik berhubungan
dengan relativitas dari panelis yang menilai. Antara panelis yang satu dengan
yang lain memiliki penilaian yang berbeda terhadap sampel yang diuji. Pengujian
organoleptik dengan metode scoring test menggunakan skala satu sebagai nilai
terendah dan angka sembilan untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk
adalah kurang dari tujuh artinya bila produk yang diuji memperoleh nilai sama
atau lebih kecil daripada tujuh maka produk tersebut dinyatakan tidak lolos
standar. Pendapat ini diperkuat oleh Mishra (2009), pengamatan organoleptik
digunakan untuk menilai kelayakan produk tersebut jika dikonsumsi. Daging ikan
segar terlihat bahwa tekstur dagingnya lebih elastis sedangkan pada daging ikan
simpan lebih lunak dan cenderung rusak. Dilihat dari segi warna daging, ikan
segar lebih cerah dan warna daging ikan mundur mutu lebih pucat.
Menurut Muljanah et al., (2009), untuk nilai organoleptik perlakuan suhu
berpengaruh nyata terhadap bau dan penerimaan produk. Lama waktu
penyimpanan menyebabkan meningkatnya kandungan TVB, TBA, pH, aW, serta
jumlah bakteri selai ikan serta nilai organoleptik (warna, bau,rasa, dan
penerimaan) pada suhu kamar, sedangkan suhu dingin hanya berbeda nyata pada
penerimaan. Lama peyimpanan berpengaruh terhadap penurunan abu, protein,
lemak dengan laju penurunan yang lebih cepat pada selai yang disimpan pada
suhu kamar dibandingkan dengan suhu dingin.
Metode Penentuan Kesegaran Ikan secara Kimiawi
Penentuan kesegaran ikan secara kimia dapat dilakukan dengan beberapa
cara diantaranya sebagai berikut:
a. Analisis pH Daging Ikan
Ikan yang sudah tidak segar pH dagingnya tinggi (basa) dibandngkan ikan
yang masih segar. Hal itu karean timbulnya senyawa-senyawa yang
bersifat basa misalnya amoniak, trimetilamin, dan senyawa volatile
lainnya.
Pemeriksaan Kesegaran Ikan di Laboratorium
Di laboratorium dapat dilakuakan penyelidikan mutu kesegaran dengan
lebih teliti dan secara obyektif. Namun demikian cara ini, selain banyak
memerlukan waktu, juga banyak makan biaya, sehingga hanya dipakai dalam
keadaan tertentu. Inipun hanya dilakukan terhadap beberapa contoh ikan, dan
bukan terhadap semua ikan. Penelitian kesegaran ikan di laboratorium dapat
dikelompokan menjadi dua:
a. Pemeriksaan untuk menemukan seberapa jauh tingkat pembusukan
sudah berlangsung sudah berlangsung, dilakukan dengan pengukuran
kadar trimetil-amin (TMA), total basa yang mudah menguap (total
volatil base, TVB), jumlah hitung bakteri (total plate count, TPC), dan
kadar garam tetrazolium. Metode ini telah menjadi kuno dan kuirang
penting karena tuntutan konsumen dewasa ini telah bergeser ke ikan-
ikan yang lebih segar.
b. Pemeriksaan yang lebih rinci untuk menentukan derajat kesegaran ikan
yang belum menampakan tanda-tanda pembusukan. Sasarannya hanya
ikan-ikan yang relatif masih sangat segar. Dalam pemeriksaan ini,
yang diukur adalah nilai K yang dihitung berdasarkan jumlah ATP dan
hasil-hasil uraiannya, dengan rumus berikut yang dikembangkan oleh
Saito dan Arai (1957) dan dimodifikasi oleh Uchiyama et al. (1970)
dan Karube et al. (1984)
K = I + Hx
ATP+ADP+IMP+I+Hx X 100%
ATP = adenosine triphosphate
ADP = adenosine diphosphate
IMP = inosine monophosphate
I = inosine
Hx = hypoxanthine
Secara organoleptik nilai mutu ikan dinyatakan dengan angka skor yang
diberikan panelis pada sampel yang diuji. Angka skor dimulai dari angka 10
(untuk nilai yang paling bagus) kemudian menurun satu angka untuk setiap
adanya penurunan nilai mutu, akhirnya sampai pada angka nol (untuk nilai yang
paling buruk). Penilaian berdasarkan panca indra dengan berpedoman dengan
suatu standar sifat-sift fisik ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Assik, Abu. 1995. Perubahan Nilai Mutu Organoleptik Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang disimpan beku. [Jurnal Ilmiah] di akses tanggal 15 april 2012.
Evy, L dan Edy A. 1993. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Jaya,Indra dan Dewi Kartika. 2006. Aplikasi Metode Akustik untuk Uji Kesegaran Ikan. FPIK IPB. Bogor. [Jurnal Ilmiah] diakses tanggal 15 april 2012.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Depok.
Mishra, B,et.al. 2009. Investigation of Organoleptic Characteristics in the Development of Soft Chews of Calcium Carbonate as Mineral Supplement. Banaras HinduUniversity. India.
Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
D, Susiwi.2009. Penilaian Organoleptik. Universitas Indonesia. Jakarta. [jurnal ilmiah] diakses tanggal 15 april 2012.