Tugas Perbankan Syariah

11
1.1 Latar Belakang Pada dasawarsa 1990-an, dunia perbankan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup spektakuler dengan dimungkinkannya pendirian perbankan yang berbasis nonbunga (non-interest banking). Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebuah bank islam pertama dinegeri ini, didirikan pada tahun 1992. Sekalipun pendirian bank ini didasarkan pada undang undang perbankan waktu itu yang memperbolehkan semua bank beroperasi atas dasar bunga nol persen, namun niat dan dorongan untuk mendirikan bank tersebut merupakan kristalisasi dari keinginan berbaga kalangan untuk mewujudkan sebuah impian: mendirikan bank Islam di Indonesia. Tentu saja langkah ini merupakan kemajuan yang patut disambut dengan sukacita terutama oleh kalangan muslim yang sejak lama berkeinginan merealisasikan tujuan yang luhur ini.

Transcript of Tugas Perbankan Syariah

Page 1: Tugas Perbankan Syariah

1.1 Latar BelakangPada dasawarsa 1990-an, dunia perbankan di Indonesia mengalami perkembangan

yang cukup spektakuler dengan dimungkinkannya pendirian perbankan yang berbasis

nonbunga (non-interest banking). Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebuah bank

islam pertama dinegeri ini, didirikan pada tahun 1992. Sekalipun pendirian bank ini

didasarkan pada undang undang perbankan waktu itu yang memperbolehkan semua

bank beroperasi atas dasar bunga nol persen, namun niat dan dorongan untuk

mendirikan bank tersebut merupakan kristalisasi dari keinginan berbaga kalangan

untuk mewujudkan sebuah impian: mendirikan bank Islam di Indonesia. Tentu saja

langkah ini merupakan kemajuan yang patut disambut dengan sukacita terutama oleh

kalangan muslim yang sejak lama berkeinginan merealisasikan tujuan yang luhur ini.

Page 2: Tugas Perbankan Syariah

PEMBIAYAAN

A. Al Musyarakah Al Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha

tertentu dimana masing masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise)

dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai

kesepakatan. Ada dua jenis dalam Al Musyarakah ini yaitu Musyarakah pemilikan

dan Musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan,

wasiat atau kondisi lainnyayang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang

atau lebih. Dalam Musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam

sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.

Sedangkan Musyarakah Akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang

atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal Musyarakah.

Musyarakah akad terbagi menjadi : al-inan, al-mufawadhah, al-a’maal, al-wujuh dan

al-mudharabah. Namun beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk

kategori al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak)

musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk dalam

al-musyarakah. Manfaat dalam al-Musyarakah sendiri yaitu sebagai berikut :

A. Bank akan menikamati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan

usaha nasabah meningkat.

B. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah

pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank,

sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

C. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha

nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

D. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar benar halal,

aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar

terjadi itulah yang akan dibagikan.

E. Prinsip bagi hasildalam Mudharabah/Musyarakah ini berbeda dengan prinsip

bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu

jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan

sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Page 3: Tugas Perbankan Syariah

B. Al MudharabahMudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian

memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan

kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja

sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan

seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan

usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yabng dituangkan dalam

kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu

bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena

kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas

kerugian tersebut. Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu

mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.

A. Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja

sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak

dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan

fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta

(lakukanlah sesukamu) dan shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan

sangat besar.

B. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted

mudharabah/speficied mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah.

Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.

Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si

shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.

Page 4: Tugas Perbankan Syariah

C. Al Muzara’ahAl Muzara’ah adalah kerja sama pengelolahan pertanian antara pemilik lahan dna

penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si

penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu

(persentase) dari hasil panen. Al Muzara’ah seringkali didentikkan dengan

mukahabarah. Diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut:

Muzara’ah : benih dari pemilik lahan

Mukhabarah : benih dari penggarap

D. Al Musaqah Al Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si

penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai

imbalan, si penggarap behak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

JASA

A. Al Wakalah

Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.

Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Cotoh kalimat”aku

serahkan urusanku kepada Allah” mewakili pengertian istilah tersebut. Akan tetapi,

yang dimaksud sebagai al-wakalah dalam hal ini adalah, perlimpahan kekuasaan oleh

seseorang kepada yang lain dalam hal hal yang diwakilkan.

B. Al Kafalah

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak

ketiga untuk memenuhi kewajiaban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam

pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang

dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Dari

segi jenisnya kafalah dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kafalah bin-nafs, kafalah

bil-maalkafalah bit-taslim, kafalah al-munjazah, dan kafalah al-muallaqah.

C. Al-Hawalah

Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain

yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan

pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan

muhal’alaih atau orang yang berkewajiban membayar hutang. Secara sederhana, hal

Page 5: Tugas Perbankan Syariah

itu dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil),

sedangkan B masih mempunyai piutang pada C (muhal’alaih). Begitu B tidak mampu

membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C.

Dengan demikian, C yang harus membayar utang B ke A, sedangkan utang C

sebelumnya pada B dianggap selesai. Akad hawalah dapat memberikan banyak sekali

manfaat dan keuntungan, diantaranya :

1. Memungkingkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan simultan.

2. Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan

3. Dapat menjadi salah satu fee-based income/sumber pendapatan nonpembiayaan

bagi bank syariah.

D. Ar-Rahn

Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas

pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.

Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil

kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa

rahn adalah semcam jaminan utang atau gadai. Manfaat yang diambil oleh bank dari

prinsip ar-rahn adalah sebagai berikut :

1. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain main dengan fasilitas

pembiayaan yang diberikan bank.

2. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa

dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena

ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.

3. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan

sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama didaerah-daerah.

E. Al-Qardh

Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta

kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam

literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwuiatau akad saling

membantu dan bukan transaksi komersial. Berikut ini adalah manfaat dari Al-Qardh

yaitu ;

1. Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat

talangan jangka pendek.

Page 6: Tugas Perbankan Syariah

2. Al-Qardh Al-hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bank syariah

dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial di samping misi

komersial.

3. Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan

meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.

JENIS TABUNGAN SYARIAH

Seseorang yang ingin menabung dibank syariah dapat memilih antara akad al-

wadi’ah atau al mudharabah. Meskipun jenis produk tabungan dibank syariah

mirip dengan bank konvensional yaitu giro, tabungan dan deposito, namun dalam

bank syariah terdapat perbedaan perbedaan yang prinsipil seperti yang dijelaskan

berikut :

1. Giro

Pada umumnya, bank syariah menggunakan akad al-wadi’ah pada

rekening giro. Nasabah yang membuka rekening giro berarti melakukan akad

wadi’ah (titipan). Dalam fiqih muamalah, wadi’ah dibagi menjadi dua macam,

yaitu wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah. Akad wadi’ah

yad al amanah adalah akad titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima

titipan (dalam hal ini bank) tidak wajib mengganti jika terjadi kerusakan.

Biasanya, akad ini diterapkan bank pada titipan murni, seperti safe deposit

box. Dalam hal ini, bank hanya akan bertanggung jawab atas kondisi barang

(uang) yang dititipkan.

Adapaun wadi’ah yad adh-dhamanah adalah tiipan yang dilakukan

dengan kondisi penerima ttipan bertanggung jawab atas nilai (bukan fisik) dari

uang yang dititipkan. Bank syariah menggunakan akad wadi’ah yad adh-

dhamanah untuk rekening giro

2. Tabungan

Bank Syariah menerapkan dua akad dalam tabungan, yaitu wadi’ah

dan mudharabah. Tabungan yang menerapkan akad wadi’ah mengikuti prinsip

prinsip wadi’ah yad adh-dhamanah seperti yang dijelaskan diatas. Artinya,

tabungan ini tidak mendapatkan keuntungan karna ia titipan dan dapat diambil

sewaktu waktu dengan menggunakan buku tabungan atau dengan media lain

Page 7: Tugas Perbankan Syariah

yaitu ATM. Tabungan yang berdasarkan akad wadi’ah ini tidak mendapat

keuntungan dari bank karna sifatnya titipan. Akan tetapi, bank tidak dilarang

apabila ingin memberikan semacam hadiah/bonus.

Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip

prinsip akad mudharabah. Diantaranya sebagai berikut. Pertama, keuntungan

dari dana yang digunakan harus dibagi antara shahibul maal (dalam hal ini

nasabah) dan mudharib (dalam hal ini bank). Kedua, adanya tenggang waktu

antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk

melakukan investasi dengan menggunakan dana itu diperlukan waktu yang

cukup.

3. Deposito

Bank syariah menerapkan akad mudharabah untuk deposito. Seperti

dalam tabungan, dalam hal ini nasabah (deposan) bertindak sebagai shahibul

maal dan bank selaku mudharib. Spenerapan mudharabah terhadap deposito

dikarenakan kesesuaian yang terdapat diantara keduanya. Misalnya, seperti

yang dikemukakan diatas bahwa akad mudharabah mensyaratkan adanya

tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana itu bisa

diputarkan. Enggang waktu ini merupakan salah satu sifat deposito, bahkan

dalam deposito terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari, dan

seterusnya.