TUGAS PERBANKAN

24
TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM PERBANKAN Tindak Pidana Money Loundry Disusun oleh: HELMI AZHAR FAHRI / E1A113106 / E KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

description

perbankan di indonesia

Transcript of TUGAS PERBANKAN

Page 1: TUGAS PERBANKAN

TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM PERBANKAN

Tindak Pidana Money Loundry

Disusun oleh:

HELMI AZHAR FAHRI / E1A113106 / E

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

Page 2: TUGAS PERBANKAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Money Laundry ( Pencucian Uang )” sebagai tugas

mata kuliah Hukum Perbankan.

Tak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Hj. Rochani

Urip Salami, SH, MS selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Perbankan atas

bimbingan dan sarannya.

Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya serta pembaca pada umumnya.

Purwokerto,

Penulis

Helmi Azhar Fahri

NIM.E1A113106

Page 3: TUGAS PERBANKAN

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 4

1.1 LATAR BELAKANG.................................................................... 4

1.2 RUMUSAN MASALAH................................................................ 6

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN............................................................. 7

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 8

BAB III PENUTUP......................................................................................... 14

4.1 KESIMPULAN............................................................................... 14

4.2 SARAN.............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

Page 4: TUGAS PERBANKAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak pemerintah mengeluarkan aturan dalam bidang ekonomi salah satunya

Undang Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka sejak itu pula dunia

perbankan mengalami perkembangan yang pesat. Persyaratan yang mudah menyebabkan

setiap orang bisa mendirikan perbankan. Dampak dari aturan dalam bidang perbankan di

samping memberikan keuntungan atau kebaikan terdapat pula dampak negatif yaitu

perkembangan kejahatan ekonomi khususnya kejahatan perbankan, baik bank sebagai korban

maupun bank sebagai pelaku.

Terdapat perbedaan penggunaan istilah misalnya kejahatan di bidang perbankan,

kejahatan perbankan, kejahatan terhadap perbankan dan tindak pidana perbankan. Kejahatan

perbankan bisa diartikan sebagai tindak pidana di bidang perbankan yang dalam pengertian

ini mencangkup segala perbuatan yang melanggar hukum yang ada kaitannya dengan bisnis

perbankan. Dalam pengertian ini pula tercakup bank sebagai pelaku dan sebagai korban.

Terhadap istilah seperti ini, banyak orang yang tidak sependapat. Sebagian orang berpendapat

sebagai kejahatan di bidang perbankan, kejahatan perbankan, kejahatan terhadap perbankan

dan tindak pidana perbankan.

Dalam buku1 “Tindak Pidana Bidang Perbankan“ merumuskan tindak pidana

perbankan sebagai segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan

kegiatan - kegiatan dalam menjalankan usaha bank. Rumusan seperti ini menurut penulis

kurang komprehensif, karena masih banyak kegiatan - kegiatan perbankan yang tidak ter-

cover. Oleh karena itu, hendaknya rumusan tindak pidana perbankan harus luwes yaitu segala

perbuatan yang bertentangan dengan aturan perundang - undangan dan kebiasaan - kebiasaan

yang berhubungan dengan dunia perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah

segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam

menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun bank sebagai sarana. Sedangkan

tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank.

1 Buku karangan Moch. Anwar (Tindak Pidana Bidang Perbankan)

Page 5: TUGAS PERBANKAN

Kejahatan di bidang perbankan adalah kejahatan apapun yang menyangkut perbankan.

Misalnya pencucian uang yang selanjutnya disebut money laundering, seseorang merampok

bank adalah kejahatan di bidang perbankan, jadi pengertiannya sangat luas. Sedangkan

kejahatan perbankan adalah bentuk perbuatan yang telah diciptakan oleh undang-undang

perbankan yang merupakan larangan dan keharusan, misalnya larangan mendirikan bank

gelap dan pembocoran rahasia bank.

Perbedaan istilah ini menyebabkan atau berpengaruh terhadap penegakan hukum,

kejahatan perbankan akan ditindak melalui ketentuan pidana, sedangkan kejahatan di bidang

perbankan ditindak melalui undang-undang di luar undang - undang perbankan. Secara

sederhana bisa dirumuskan bahwa tindak pidana perbankan adalah jenis perbuatan melanggar

hukum yang berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank, baik sebagai sasaran

maupun bank sebgai sarana, sedangkan tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana

yang dilakukan oleh bank.

Kecermatan menentukan suatu perbuatan merupakan tindak pidana perbankan atau

tindak pidana di bidang perbankan perlu dilakukan. Hal ini mengingat dalam proses atau

hukum acara terjadi perbedaan antara satu dengan yang lainnya.

Kegiatan pencucian uang hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya

globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik

(electronic funds transfer), dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar

akan mengalir atau bahkan bergerak melampaui batas negara dengan memanfaatkan faktor

rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Demikian pula tidak hanya

aspek hukum yang terkait dari kejahatan ini, tetapi juga aspek non hukum lainnya seperti

ekonomi, politik, dan sosial budaya

Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun perusahaan

dalam batas wilayah negara maupun melintasi batas wilayah negara lain semakin

meningkat. Kejahatan dimaksud berupa perdagangan minuman keras, judi, perdagangan

gelap senjata, korupsi, penyelundupan. Agar tidak mudah dilacak oleh penegak hukum

mengenai asal - usul dana kejahatan tersebut, maka pelakunya tidak langsung menggunakan

dana dimaksud tapi diupayakan untuk menyamarkan atau menyembunyikan asal usul dana

tersebut dengan cara tradisional, misalnya melalui kasino, pacuan kuda atau memasukkan

dana tersebut ke dalam sistem keuangan atau perbankan. Upaya untuk menyembunyikan atau

menyamarkan asal-usul dana yang diperoleh dari tindak pidana dimaksud dikenal dengan

money laundering

Page 6: TUGAS PERBANKAN

Saat ini pelaku tindak kejahatan mempunyai banyak pilihan mengenai di mana

dan bagaimana mereka menginginkan uang hasil kejahatan menjadi kelihatan ‘bersih’ dan

‘sah menurut hukum’. Perkembangan teknologi perbankan internasional yang telah

memberikan jalan bagi tumbuhnya jaringan perbankan lokal atau regional menjadi suatu

lembaga keuangan global telah memberikan kesempatan kepada pelaku money laundering

untuk memanfaatkan jaringan layanan tersebut yang berdampak uang hasil transaksi ilegal

menjadi legal dalam dunia bisnis di pasar keuangan internasional. Saat ini kegiatan pencucian

uang telah melewati batas yuridiksi yang menawarkan tingkat kerahasiaan yang tinggi atau

menggunakan bermacam mekanisme keuangan dimana uang dapat ‘bergerak’ melalui bank,

money transmitters, kegiatan usaha bahkan dapat dikirim ke luar negeri sehingga menjadi

clean-laundered money.

Kejahatan  money laundering  tidak hanya merupakan permasalahan di

bidang penegakan hukum, namun juga menyangkut ancaman keamanan nasional dan

internasional suatu negara. Sehubungan dengan hal tersebut upaya untuk mencegah dan

memberantas praktik pemutihan uang telah menjadi perhatian internasional yang antara lain

dilakukan dengan melakukan kerjasama bilateral maupun multilateral.

1.2 Rumusan Masalah

Dari Latar belakang di atas dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan

pembahasan, sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan tindak pidana Money Laundering ?

2. Apa dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana Money Laundering ?

3. Bagaimana hukum pidana mengatur tentang tindak pidana Money Laundering ?

1.3 Tujuan Pembahasan

Page 7: TUGAS PERBANKAN

1. Agar mengetahui pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang ( Money

Loundering )

2. Agar mengetahui perkembangan Tata Cara Tindak Pidana Money Loundering

BAB II

Page 8: TUGAS PERBANKAN

PEMBAHASAN

A. Tindak Pidana Money Laundering

Pengertian pencucian uang atau money laundering adalah proses atau perbuatan yang

menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram. Jadi uang haram tersebut dengan

cara-cara tertentu dikaburkan atau disembunyikan asal-usulnya untuk kemudian dikatakan

sebagai uang yang sah atau uang halal. Yang dimaksud dengan pencucian uang ( money

laundering )2 adalah perbuatan mentransfer atas harta kekayaan yang diduga merupakan hasil

dari perbuatan tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal

- usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Lembaga

perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki nilai teramat penting.

Dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan dapat mempengaruhi perekonomian suatu

negara. Namun karena pengaruhnya yang sangat besar maka tantangan terhadap dunia

perbankan ini sangat riskan. Termasuk berbagai kejahatan yang dilakukan oleh bank,

kemudian bank sebagai korban kejahatan, dan bank sebagai sarana antara keduananya,

sebuah medium halus yang berdiri kokoh di antara hak publik dan kode etik rahasia bank.

Telah kita ketahui bersama bahwa dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar

biasa, bahkan mengancam stabilitas ekonomi negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini

sangat mempengaruhi perkembangan berbagai kejahatan berat, seperti drugs trafficking,

korupsi, illegal logging, dan sebagainya. Sejak Juni 2001 Indonesia ditempatkan dalam daftar

non-cooperative countries and territories ( NCCTs ) atau lebih dikenal dengan istilah black

list. Adalah Financial Action Task Force on Money Laundering yang menempatkan

Indonesia dalam daftar tersebut. Terdapat 25 kriteria yang dapat digunakan untuk

menempatkan suatu negara dalam daftar ini. Untuk Indonesia dari 25 kriteria dapat

dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar, yaitu:

1. Banyaknya hambatan dalam pengaturan di bidang keuangan untuk

mencegah atau memberantas tindak pidana pencucian uang. Misalnya,

sebelum 2002 untuk sektor non-bank ketentuan KYC ( know your

2 UU Tindak Pidana Pencucian Uang No. 25 Tahun 2002

Page 9: TUGAS PERBANKAN

customer ) belum ada, demikian halnya dengan ketentuan fit and proper

yang juga belum ada.

2. Hambatan di bidang sektor riil atau sektor-sektor non keuangan seperti

tidak adanya keseragaman dalam sistem administrasi kependudukan di

Indonesia sehingga semua orang bisa memiliki lebih dari satu identitas, hal

ini tentu saja mempersulit pendeteksian kegiatan pencucian uang.

3. Kurangnya kerjasama internasional antara Indonesia dengan negara lain,

baik dalam bentuk ekstradisi, mutual assistance ataupun memorandum of

understanding ( MoU ).

4. Kurangnya sumber daya untuk mencegah dan memberantas kejahatan

pencucian uang. Dalam UU TPPU No. 15 Tahun 2002 disebutkan 15

macam tindak pidana yang dinamakan predicate crime, terdiri dari:

Korupsi, Penyuapan, Penyelundupan barang, Penyelundupan tenaga kerja,

Penyelundupan imigran, Perbankan, Narkotika, Psikotropika,

Perdagangan budak, Wanita dan anak, Perdagangan senjata gelap.

Penculikan, Terorisme pencurian, Penggelapan dan penipuan.

Predicate crime merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk ke tindak

pidana asal, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung

yang digunakan untuk memperoleh hasil tindak pidana berupa harta

kekayaan yang berjumlah Rp. 500 juta atau lebih atau nilai yang setara

yang akan dilakukan pencucian uang, sebagaimana diatur dalam UU TPPU

No. 15 Tahun 2002 pasal 2.

Tindak pidana pencucian uang termasuk tindak pidana yang independen, artinya

terpisah dari tindak pidana asalnya ( predicate crime ) karena tindak pidana asal bisa terjadi

di mana-mana. Maksudnya adalah, selain tindak pidana asal yang dilakukan di Indonesia,

tindak pidana asal yang dilakukan di luar negeri kemudian hasil uangnya dibawa ke

Indonesia untuk dikaburkan asal-usulnya sehingga seolah-olah merupakan uang yang sah

dapat dituntut berdasarkan UU TPPU, ini dengan catatan di negara asal tempat kejadian,

predicted crime tersebut merupakan tindak pidana juga. Jadi dalam hal ini terjadi double

crime. Secara umum proses pencucian uang dapat dikelompokkan dalam tiga tahap, antara

lain:

Page 10: TUGAS PERBANKAN

1. Tahap pertama adalah penempatan (placement), yaitu upaya menempatkan

uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem perbankan.

2. Tahap kedua adalah transfer (layering), suatu upaya untuk mentransfer

harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah masuk ke dalam

sistem perbankan. Pada tahap ini terdapat rekayasa untuk memisahkan

uang hasil kejahatan dari sumbernya melalui pengalihan dana hasil

placement atau layering sehingga seolah – olah menjadi harta kekayaan

yang sah. Dengan kata lain, uang hasil tindak pidana yang telah melalui

tahap placement atau layering dialihkan ke dalam kegiatan tertentu

sehingga tampak seperti tidak berhubungan dengan tindak pidana asal yang

menjadi sumber uang tersebut.

B. Dampak yang Ditimbulkan dari Tindak Pidana Money Laundering

Dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar biasa, bahkan mengancam

stabilitas ekonomi negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini sangat mempengaruhi

perkembangan berbagai kejahatan berat, seperti drugs trafficking, korupsi, illegal logging,

dan sebagainya. Di bidang ekonomi pencucian uang dapat merongrong sektor swasta yang

sah karena biasanya pencucian uang dilakukan dengan menggunakan perusahaan (front

company) untuk mencampur uang haram dengan uang sah sehingga bisnis yang sah kalah

bersaing dengan perusahaan tersebut. Bagi pemerintah sendiri dampak ikutan selanjutnya

adalah meningkatnya kejahatan - kejahatan di bidang keuangan dan menimbulkan biaya

sosial yang tinggi terutama untuk biaya dalam meningkatkan upaya penegakan hukumnya.

Secara umum proses pencucian uang ini dapat dikelompokkan dalam tiga tahap, yakni :

1. Penempatan ( placement ), yakni upaya menempatkan uang tunai yang

berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan, terutama sistem

perbankan. Dalam proses ini terdapat pergerakan fisik uang tunai baik

melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain,

penggabungan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang

yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah atau cara - cara lain seperti

pembukaan

Page 11: TUGAS PERBANKAN

deposito, pembelian saham - saham atau juga mengkonversikannya ke

dalam mata uang lain.

2. Transfer ( layering ), yakni upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang

berasal dari tindak pidana ( dirty money ) yang telah berhasil masuk ke

dalam sistem keuangan melalui penempatan ( placement ). Dalam proses ini

terdapat rekayasa untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari sumbernya

melalui pengalihan dana hasil placement ke beberapa rekening atau lokasi

tertentu lainnya dengan serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain

untuk menyamarkan atau mengelabui sumber dana haram tersebut.

Layering dapat pula dilakukan dengan transaksi jaringan internasional baik

melalui bisnis yang sah atau perusahaan - perusahaan yang memiliki nama

dan badan hukum namun tidak memiliki kegiatan apapun. Dengan

dilakukannya layering, akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat

mengetahui asal usul kekayaan tersebut.

3. Menggunakan harta kekayaan ( integration ), yakni suatu upaya

menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah

berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui placement atau layering

sehingga seolah - olah menjadi harta kekayaan halal ( clean money ) untuk

kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kegiatan kejahatan. Dalam

proses ini uang yang telah di”cuci” melalui placement atau layering

dialihkan ke dalam kegiatan - kegiatan resmi ( legal ) sehingga tampak

seperti tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang

menjadi sumber dari uang tersebut. Kendala lainnya adalah karena transaksi

pencucian uang ini tidak lagi dilakukan dengan cara tradisional, namun

telah menggunakan sarana perbankan dengan teknologi yang tinggi dan

tidak hanya dilakukan dalam lingkup domestik, tetapi juga dilakukan

antarnegara.

Ketiga tahapan pencucian uang tersebut pada dasarnya dilakukan untuk menciptakan

”disassociation” antara uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat serta tindak

pidananya, sehingga proses hukum konvensional akan mengalami kesulitan dalam melacak si

penjahat dan menemukan jenis tindak pidananya. Sebagaimana diketahui, harta kekayaan dari

hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari kejahatan itu sendiri. Apabila hasil kejahatan

dapat ditelusuri, maka akan secara mudah diidentifikasi pihak-pihak yang terkait ( pelaku

Page 12: TUGAS PERBANKAN

tindak pidana ) dan pada akhirnya teridentifikasi tindak pidananya. Dengan kata lain,

pendekatan anti pencucian uang ini, ”gap” antara hasil tindak pidana, perbuatan pidana dan

pelaku tindak pidana akan di-association-kan kembali yang pada akhirnya aparat penegak

hukum dengan mudah menjerat si penjahat melalui penelusuran hasil kejahatan itu sendiri .

C. Hukum yang Mengatur Tindak Pidana Money Laundering

Dari sisi penegakan hukum, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk

pencegahan dan pemberantasan berbagai tindak pidana, seperti tindak pidana korupsi.

Berbagai upaya tersebut antara lain penerbitan Keppres No. 228 Tahun 1967, pembentukan

TGTPK dan KPKPN dan terakhir adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi

( KPK ). Namun demikian, dengan upaya ini belum dapat dikatakan kita telah berhasil

mengatasi permasalahan penegakan hukum, tercermin dari publikasi yang memuat

pemeringkatan negara terkorup yang dikeluarkan oleh Transparancy International dan PERC

( Political and Economic Research Consulting ) yang selalu menempatkan Indonesia dalam

posisi terburuk. Sementara itu, Country Manager International Finance Corporation ( IFC ),

German Vegarra dalam laporan Doing Business in 2006 yang disusun International Finance

Corporation ( IFC ) dan Bank Dunia ( World Bank ) menyatakan bahwa dari hasil survey

kemudahan berbisnis di 166 negara, Indonesia menduduki peringkat bawah. Survei yang

dilakukan mencakup tujuh paket indikator iklim bisnis, yaitu memulai bisnis,

mempekerjakan, menghentikan pegawai, menetapkan kontrak kerja, mendaftarkan property,

memperoleh kredit, melindungi investor dan menutup usaha. Di samping itu, indikator lain

adalah pembayaran pajak, lisensi usaha dan perdagangan antar batas Negara. Hal-hal yang

melemahkan posisi Indonesia ( tahun lalu Indonesia masuk urutan 115 negara dari 145 negara

) adalah tingkat kesadaran membayar pajak, dan jumlah hari serta prosedur untuk

menetapkan kontrak cukup lama, yaitu 570 hari dengan 34 prosedur ( sementara Malaysia

hanya 300 hari dan 31 prosedur, dan Singapura hanya 69 hari dengan 23 prosedur ). Apa

yang telah dilakukan di atas masih terbatas dalam lingkup korupsi dan belum menyentuh

tindak pidana lain khususnya tindak pidana yang menghasilkan uang atau harta kekayaan

seperti penyuapan, penyelundupan, perbankan, pasar modal, dan lainnya, baik yang

melibatkan sektor pemerintahan maupun swasta. Diakui atau tidak bahwa dalam

pemberantasan tindak pidana selama ini menghadapi kendala baik teknis maupun non teknis.

Pendekatan dalam pemberantasan tindak pidana – tindak pidana selama ini lebih menitik

Page 13: TUGAS PERBANKAN

beratkan bagaimana menjerat pelaku tindak pidana dengan mengidentifikasi perbuatan pidana

yang dilakukan. Sejak April 2002 telah diperkenalkan sistem penegakan hukum yang relatif

baru sebagai salah satu alternatif dalam memecahkan persoalan di atas bukan hanya karena

metode yang digunakan berbeda dengan penegakan hukum secara konvensional tetapi juga

memberikan kemudahan dalam penanganan perkaranya. Sistem dimaksud adalah rezim anti

pencucian uang ( Money Loundering ), dimana pengungkapan tindak pidana dan pelaku

tindak pidana lebih difokuskan pada penelusuran aliran dana atau uang haram ( follow the

money trial ) atau transaksi keuangan. Pendekatan ini tidak terlepas dari suatu pendapat

bahwa hasil kejahatan ( proceeds of crime ) merupakan “life blood of the crime”, artinya

merupakan darah yang menghidupi tindak kejahatan sekaligus titik terlemah dari rantai

kejahatan yang paling mudah dideteksi. Upaya memotong rantai kejahatan ini selain relatif

mudah dilakukan juga akan menghilangkan motivasi pelaku untuk melakukan kejahatan

karena tujuan pelaku kejahatan untuk menikmati hasil kejahatannya terhalangi atau sulit

dilakukan.

Page 14: TUGAS PERBANKAN

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pengertian pencucian uang atau money laundering adalah proses atau perbuatan yang

menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram. Jadi uang haram tersebut dengan

cara - cara tertentu dikaburkan atau disembunyikan asal - usulnya untuk kemudian dikatakan

sebagai uang yang sah atau uang halal. Yang dimaksud dengan pencucian uang atau money

loundering3 adalah perbuatan mentransfer atas harta kekayaan yang diduga merupakan hasil

dari perbuatan tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal

- usul harta kekayaan sehingga seolah - olah menjadi harta kekayaan sah. Dampak yang

ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar biasa, bahkan mengancam stabilitas ekonomi

negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini sangat mempengaruhi perkembangan

berbagai kejahatan berat, seperti drugs trafficking, korupsi, illegal logging, dan sebagainya.

Setelah Indonesia memiliki UU No. 15 Tahun 2002, ternyata Indonesia masih dimasukkan

dalam daftar NCTTs oleh FATF dengan alasan bahwa masih terdapat beberapa kelemahan

dalam UU No. 15 Tahun 2002, yaitu : Mengenai dasar penetapan nilai uang minimal Rp 500

juta untuk bisa dikatagorikan sebagai tindak pidana money laundering. Mengenai 15

kejahatan yang bisa dikatagorikan sebagai tindak pidana money laundering, dimana bagi

komunitas internasional pembatasan tersebut dirasakan tidak cukup. Masalah jangka waktu

pelaporan ketika diketahui adanya transaksi keuangan yang mengarah pada money

laundering. Terhadap beberapa kelemahan tersebut, FATF telah mendesak pemerintah

Indonesia untuk melakukan amandemen terhadap UU No. 15 Tahun 2002, namun ternyata

sampai saat ini amandemen tersebut belum dapat diselesaikan sehingga mengakibatkan tetap

dimasukkannya Indonesia dalam daftar NCCTs.

3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang No. 25 Tahun 2002,

Page 15: TUGAS PERBANKAN

4.1 SARAN

Untuk memberantas Tindak Pidana kasus pemutihan uang ( Money Laundering ),

perlu ada kerjasama antara Pemerintah, aparat Kepolisian, Masyarakat, dan Para pelaku

Bisnis. Karena kejahatan jenis ini cukup berbahaya dan menimbulkan kerusakan

perekonomian yang cukup parah. Kewaspadaan harus tetap ditingkatkan karena kejahatan

jenis ini dapat digolongkan kejahatan terselubung. Sebagai salah satu entry bagi masuknya

uang hasil tindak kejahatan, bank harus mengurangi risiko digunakannya sebagai sarana

pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau

transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang

mencurigakan ( suspicious transactions ) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa

bank. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your

Customer Principle ( KYC Principle ) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja

penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka

penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan

dengan nasabah dan counter - party.

Page 16: TUGAS PERBANKAN

DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan. Kencana Media Group, Semarang 2010

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta 2008

Sytan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan

Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang diakses pada hari minggu 12 Oktober 2014

wastika, Benny. 2011. Penerapan Asas Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana        

Pencucian Uang. FH UI: Jakarta.

Iza, Fadri. 1994. “Seminar Nasional Pemutihan Uang Hasil Kejahatan ( Money Laundering 

Crime ), www.Legalitas.org

www.wordpress.com