TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

38
1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai kota metropolitan dan juga sebagai pusat dari aktivitas masyarakat Ibu Kota, memiliki berbagai keragaman yang berada di masyarakat, salah satu keragaman tersebut dapat terlihat di bidang transportasi, baik transportasi pribadi maupun umum. Fariasi di dalam transportasi ini memiliki keragaman yang unik mulai dari yang modern sampai yang tradisional. Keberadaan alat transportasi ini kiranya memerlukan perhatian yang lebih, hal ini dikarenakan transportasi memiliki peranan yang penting dalam menaikan roda pertumbuhan ekonomi di Indonesia khususnya Jakarta, karena dengan lancarnya transportasi berarti lancar pula arus ekonomi. Transortasi tidak hanya memberikan manfaat di bidang ekonomi secara tidak langsung, tetapi juga

Transcript of TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

Page 1: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

1

LATAR BELAKANG

Jakarta sebagai kota metropolitan dan juga sebagai pusat dari aktivitas

masyarakat Ibu Kota, memiliki berbagai keragaman yang berada di masyarakat,

salah satu keragaman tersebut dapat terlihat di bidang transportasi, baik

transportasi pribadi maupun umum. Fariasi di dalam transportasi ini memiliki

keragaman yang unik mulai dari yang modern sampai yang tradisional.

Keberadaan alat transportasi ini kiranya memerlukan perhatian yang lebih, hal

ini dikarenakan transportasi memiliki peranan yang penting dalam menaikan

roda pertumbuhan ekonomi di Indonesia khususnya Jakarta, karena dengan

lancarnya transportasi berarti lancar pula arus ekonomi. Transortasi tidak hanya

memberikan manfaat di bidang ekonomi secara tidak langsung, tetapi juga dapat

memberikan manfaat secara langsung kepada setiap orang dan badan usaha

yang memang bergerak di sektor transportasi, baik yang secara langsung

memang diakui keberadaanya oleh hukum seperti angkutan bermotor umum

yang memang disediakan oleh perusahaan angkutan dengan berlandaskan

peraturan perundangan atas pembentukan usahanya, maupun yang tidak diakui

oleh hukum keberadaannya seperti angkutan umum yang disediakan oleh

perorangan tanpa izin khusus dalam pengoperasiannya.

Page 2: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

2

Keadaan jalan di Indonesia secara umum dan di kota-kota besar secara

khusus yang relatif sangat padat menimbulkan efek negatif bagi lingkungan

yang berupa pencemaran udara maupun suara, hal ini menimbulkan tumbuhnya

ide-ide baru yang sebenarnya klasik di masyarakat dalam penggunaan moda

transportasi, baik yang dipergunakan secara pribadi seperti pengguna sepeda

maupun yang dipergunakan sebagai sarana transportasi umum, salah satunya

adalah ojek-ojek sepeda yang menyediakan moda transportasi bagi umum

dengan menggunakan sepeda sebagai alat transportasinya. Penggunaan alat

transportasi yang menggunakan tenaga manusia di jalan pada dasarnya tidak

dilarang oleh pemerintah, tetapi bagaimana halnya dengan penggunaan alat

transportasi umum dengan menggunakan tenaga manusia, yang biasanya

dikenal dengan kendaraan multiguna? Ketiadaan pengaturannya secara khusus

dalam peraturan perundangan bagi kendaraan bertenaga manusia inilah yang

membuat kurangnya perlindungan hukum bagi pengguna jasa kendaraan

tersebut, yang sebenarnya memang masih sangat dibutuhkan bagi masyarakat

tidak hanya bagi penyedia jasa tetapi juga bagi pengguna jasa.

Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, penulis merasa tertarik

untuk mengulas kendaraan umum bertenaga manusia yang lebih dikhususkan

kepada ojek sepeda, yang akan penulis uraikan sesuai dengan peraturan

perundangan yang ada dan mengatur masalah lalulintas dan angkutan jalan. Hal

Page 3: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

3

ini bertujuan agar kita semua termasuk penulis mengerti bagaimana status

hukum mengenai keberadaan ojek sepeda sebagai alat transportasi umum di

Indonesia, yang keberadaanya telah sangat lama muncul dan masih bertahan

hingga saat ini.

POKOK PERMASALAHAN

Sebelum penulis menjabarkan lebih dalam mengenai Ojek sepeda ini, ada

baiknya penulis memberikan terlebih dahulu pokok permasalahan yang akan

penulis badas didalam tulisan ini, dengan tujuan agar penulis lebih terarah

dalam membuat analisis yang tepat untuk permasalahan ini, dengan pembahasan

sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan ojek sepeda sebagai alat angkutan umum menurut

UU No 22 Tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan.

2. Bagaimana tanggung jawab penyedia jasa ojek sepeda terhadap

penumpang dan pihak ketiga jika merasa dirugikan oleh penyedia jasa.

ANALISIS

Page 4: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

4

PENDAHULUAN :

Ojek sepeda, sudah marak menghiasi sudut Utara Ibu Kota sejak tahun tujuh

puluhan. Dahulu transportasi yang satu ini digunakan sebagai alat transportasi

utama, tapi di era milinium seperti saat ini mulai dilupakan. Untuk saat ini,

transportasi yang unik dan jarang ditemukan, dapat dinikmati di Terminal

Tanjung Priuk atau di perempatan Stasiun KA Jakarta Kota (Beos). Di tengah

kehadiran alat transportasi komersil modern di Ibukota Jakarta seperti bajaj,

taksi, angkot, bis kota, bahkan busway, rupanya sepeda bisa menjadi sandaran

sumber penghidupan bagi sejumlah orang. Para pengojek sepeda itu bisa kita

temui di daerah Stasiun Kota Jakarta Pusat.

Berlandaskan maraknya pertumbuhan ojek sepeda dimasyarakat, penulis akan

mencoba mengulasnya dalam lingkup hukum pengangkutan. Sebelum penulis

memberikan analisis mengenai ojek sepeda sebagaimana yang termuat didalam

pokok permasalahan diatas ada baiknya penulis memberikan definisi mengenai

“Pengangkutan“ menurut HMN Purwosudjipto sebagai berikut :

“adalah suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengguna

jasa dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

Page 5: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

5

pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat,

sedangkan kewajiban pengirim adalah membayar ongkos angkutan“

Dari definisi diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sifat perjanjian adalah timbal balik, antara penyedia jasa angkutan

dengan pengguna jasa yang masing-masing memiliki hak dan

kewajibanya sendiri-sendiri sebagaimana menjadi objek dari perjanjian

pengangkutan tersebut. Dimana dapat diuraikan kewajiban pengangkut

adalam menyelenggarakan pengangkutan dari satu tempat ketempat

tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan hak pengangkut adalah

menerima biaya angkutan, sedangkan kewajiban pengguna jasa adalah

membayar ongkos angkutan dengan mendapatkan haknya berupa

diangkut ketempat tujuan tertentu dengan selamat.

2. Penyelenggaraan pengangkutan didasarkan pada perjanjian, sebagaimana

diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih“

Page 6: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

6

Selain itu untuk terciptanya perjanjian yang sah menurut Undang Undang

harus melihat juga syarat sahnya perjanjian sebagaimana dinyatakan

dalam pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :

“untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, kata sepakat

mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu

perikatan; suatu hal yang tertentu dan sebab yang halal“

Kesimpulan dalam hal ini adalah perjanjian pengangkutan pada dasarnya

merupakan perjanjian biasa menurut KUH Perdata yang tidak

diisyaratkan hanya dalam bentuk tertulis tetapi juga cukup dengan lisan

saja.

3. Istilah menyelenggarakan pengangkutan berarti pengangkut tersebut

dapat dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh orang lain

atas perintahnya

KEDUDUKAN OJEK SEPEDA SEBAGAI ALAT ANGKUTAN UMUM

menurut UU No 22 Tahun 2009

Definisi angkutan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 3 UU No 22

Tahun 2009 adalah :

Page 7: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

7

“perpindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan

menggunakan kendaraan diruang lalu-lintas jalan”

Dalam hal ojek sepeda ini terjadinya perpindahan orang atau penumpang terjadi

dan memang menjadi tujuan pengguna jasa, hal inipun dilakukan di dalam

lingkup ruang lalulintas jalan sebagaimana diisyaratkan dalam pasal 1 angka 3

diatas, yang berarti memang benar bahwa dalam hal pengoperasian ojek sepeda

tersebut dapat dinyatakan sebagai angkutan sesuai yang tertera dalam peraturan

perundangan.

Dalam hal keberadaan ojek sepeda sebagai salah satu kendaraan yang

beroperasi di lingkungan jalan raya undang undang telah menyatakan bahwa

sarana angkutan di jalan dapat berupa angkutan bermotor maupun yang tidak

bermotor sebagaimana tertera dalam Pasal 1 angka 7 yang mensyaratkan bahwa

“kendaraan adalah suatu sarana angkutan dijalan yang terdiri atas kendaraan

bermotor dan kendaraan tidak bermotor“

Dalam pasal diatas dapat disimpulkan bahwa undang-undang telah mengakui

secara langsung bahwa sepeda sebagai kendaraan tidak bermotor sebagaimana

dinyatakan dalam pasal 1 angka 9 yang menyatakan bahwa :

“kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh

tenaga manusia dan/atau hewan“

Page 8: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

8

Merupakan salah satu dari sekian banyak jenis kendaraan yang diakui

keberadaanya sebagai kendaraan oleh undang-undang dan dapat beroperasi di

jalan selayaknya kendaraan lainnya yang ada juga termasuk kendaraan bermotor

yang digerakan oleh peralatan mekanik berupa mesin. Pengakuan oleh undang

undang ini berarti pengguna kendaraan tidak bermotor termasuk didalamnya

sepeda sebagaimana telah di jelaskan diatas harus tunduk pada undang undang

yang mengatur mengenai jalan raya, juga memiliki hak dan kewajiban yang

sama atau dibedakan oleh undang undang, dengan pengguna jenis angkutan lain

yang juga sama sama diakui oleh undang undang.

Penggolongan sepeda sebagai kendaraan tidak bermotor dapat di jelaskan

dengan melihat bahwa penggunaan sepeda masih memerlukan tenaga manusia

sebagai tenaga penggeraknya, walaupun pada dasarnya sepeda memiliki daya

gerak dari gear dan rantai, tetapi tetap tidak dapat di golongkan sebagai

kendaraan bemotor, dikarenakan tidak terdapatnya peralatan mekanik berupa

mesin.

Keluar dari konteks pokok masalah diatas, merasa perlu penulis juga turut

menyampaikan suatu hal sebagaimana terlihat dari definisi kendaraan bermotor

dan kendaraan tidak bermotor yang telah diisyaratkan dalam peraturan

Page 9: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

9

perundangan, mungkin pertanyaan baru akan muncul, seiring perkembangan

jaman dan tehnologi telah banyak saat ini produksi sepeda kayuh yang

didalamnya juga menggunakan peralatan mekanik yang dapat menggerakan

sepeda tanpa mengayuh sebut saja yang dikenal dimasyarakat dengan nama

“sepeda listrik“ yang memiliki dua tenaga penggerak sebagai alternatif pilihan

dalam mengoperasikan sepeda tersebut, yaitu tenaga kayuh manusia maupun

tenaga dinamo yang membutuhkan tenaga listrik untuk dapat bergerak,

kebimbangan pun dialami oleh penulis dalam melihat hal tersebut, tetapi dalam

tulisan ini penulis mencoba menyimpulkan bahwa sepeda listrik tersebut dapat

juga digolongkan dalam lingkup kendaraan bermotor, kesimpulan ini diambil

penulis dengan menyimpulkan jenis kendaraan bermotor yang telah

didefinisikan oleh undang undang, bahwa kendaraan tersebut digerakan oleh

peralatan mekanik berupa mesin, walaupun dinamo tidak dapat digolongkan

sebagai mesin, tetapi dinamo termasuk kedalam peralatan mekanik yang berarti

sepeda jenis sepeda listrik, walaupun dapat menggunakan alternatif tenaga

manusia sebagai tenaga penggerak tetapi tetap digolongkan dalam kendaraan

bermotor dengan melihat bahwa dinamolah yang berperan menggerakan

kendaraan ini.

Dalam undang undang No 22 tahun 2009 tidak ada pasal yang mendefinisikan

mengenai kendaraan tidak bermotor umum, yang diatur dalam peraturan

Page 10: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

10

perundangan hanyalah kendaraan bermotor umum sebagaimana tertera dalam

pasal 1 angka 10 yang menyatakan

“kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk

angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran“

Dengan adanya kata bermotor disini berarti ojek sepeda tidak termasuk dalam

definisi ini, kecuali juka undang undang hanya menyatakan kendaraan umum

saja tidak menyelipkan kata bermotor diantaranya. Ketiadaan definisi ini

mensyaratkan bahwa kendaraan yang dipergunakan bagi penyediaan angkutan

yang bersifat umum atau penyediaan angkutan yang diperuntukan bagi jasa

pengangkutan tidak dapat menggunakan kendaraan tidak bermotor, hal ini di

simpulkan dari dengan tidak diaturnya mengenai penggunaan kendaraan tidak

bermotor berarti juga tidak diaturnya hubungan pengangkutan antara penyedia

jasa dengan pengguna jasa.

Ketiadaan hubungan pengangkutan yang diakui oleh UU No 22 tahun

2009 bukan berarti serta merta perjanjian pengangkutan antara para pihak batal

demi hukum, hanya saja jenis perjanjiannya yang berbeda yang apabila diatur

bahwa jasa angkutan umum dapat menggunakan kendaraan tidak bermotor

maka jenis perjanjiannya merupakan perjanjian pengangkutan yang khusus

diatur dalam konteks hukum pengangkutan dan jika tidak diatur maka perjanjian

Page 11: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

11

tersebut hanya menjadi perjanjian biasa yang mengarah pada KUH Perdata. Hal

ini disimpulkan oleh penulis dikarenakan penyediaan jasa angkutan dengan

menggunakan kendaraan tidak bermotor tidak dilarang secara gamblang oleh

peraturan perundangan, yang berarti jika penyediaan jasa tersebut dilakukan

berarti tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku, dan perjanjian

yang telah disepakati tetap berjalan sebagaimana isinya hanya jenisnya yang

berbeda tetapi tetap perjanjian dalam konteks ini tidak harus dalam bentuk

tertulis tetapi dapat dalam bentuk tidak tertulis/atau lisan.

UU No 22 tahun 2009 memberikan definisi tentang perusahaan angkutan

umum yang diatur dalam pasal 1 angka 21 yang menyatakan :

“perusahaan angkutan umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa

angkutan orang dan atau barang dengan kendaraan bermotor umum“

Disini dapat disimpulkan bahwa yang dapat bergerak sebagai penyedia jasa

angkutan umum adalah perusahaan yang berarti badan usaha yang bersetatus

sebagai badan hukum yang dalam hukum indonesia dapat berupa Perseroan

Terbatas atau Koperasi dikarenakan hanya dua jenis badan itulah yang

memenuhi syarat sebagai badan usaha yang berbadan hukum dimana tidak

dapat hanya berupa badan usaha saja seperti Perseroan Terbatan, CV serta

Firma atau hanya berbentuk badan hukum saja seperti Yayasan yang bukan

Page 12: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

12

badan usaha tetapi badan sosial. Dalam konteks badan usaha berarti badan

tersebut bergerak menjalankan perusahaan yaitu untuk mencari keuntungan atas

usahanya bukan badan sosial yang dapat disimpulkan berupa badan yang

bergerak dibidang sosial bukan bertujuan mencari keuntungan. Selanjutnya

badan hukum yang mendapat status badan hukumnya didapat dari peraturan

perundangan yang menyatakan hal demikian. Kesimpulan dari badan usaha

yang berbadan hukum diatas yaitu bahwa badan tersebut menjalankan

perusahaan dengan bersetatus sebagai badan hukum.

Perusahaan pengangkutan tersebut juga harus menyediakan jasa angkutan

baik berupa orang saja, barang saja maupun keduannya sekaligus. Kata kata

harus menyediakan jasa angkutan tersebut yang menjadi lingkup usaha dari

perusahaan angkutan umum, yang berarti perusahaan tersebut harus

menyediakan jasa bukan menyediakan angkutan saja seperti jika kita telususri

yang telah lama marak berupa penyewaan kendaraan, yang sudah dapat

dipastikan tidak dapat disebut sebagai perusahaan angkutan umum.

Mengenai jenis kendaraan yang disediakan sebagai sarana angkutan

undang undang No 22 Tahun 2009 mensyaratkan bahwa perusahaan angkutan

umum tersebut harus menggunakan kendaraan bermotor umum sebagaimana

Page 13: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

13

dinyatakan dalam pasal 1 angka 21, yang berarti kendaraan tidak bermotor tidak

dapat dijadikan sarana angkutan oleh perusahaan angkutan tersebut termasuk

salah satunya sepeda yang marak digunakan sebagai ojek sepeda, yang mungkin

akan berbeda kesimpulannya jika sepeda dalam ojek sepeda tersebut telah

termodifikasi tenaga penggeraknya dengan dianmo sebagaimana sepeda listrik

yang telah penulis singgung sebelumnya. Selain jenis badan usahanya yang

diatur, juga jenis angkutan yang dipergunakan, usaha angkutan umum juga

harus memungut bayaran atas jasanya sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1

angka 10 mengenai kendaraan bermotor umum. Sebagai tambahan dalam hal

ini, penulis ingin juga menyampaikan bahwa perbedaan UU No 22 tahun 2009

dengan undang undang sebelumnya dapat terlihat salah satunya jenis angkutan

yang dapat dipergunakan untuk angkutan umum, dalam undang undang lama

sepeda motor walaupun termasuk dalam kendaraan bermotor tidak dapat di

pergunakan sebagai jenis angkutan umum, berbeda sekali dengan undang

undang baru yaitu UU No 22 tahun 2009 yang tidak melarang sepeda motor

dijadikan sarana transportasi kendaraan umum hanya saja dibawah koordinasi

perusahaan angkutan yang dinyatakan sah menjalankan usaha angkutan dan

telah legal menurut hukum untuk menjalankan usaha tersebut.

KESIMPULAN STATUS KEDUDUKAN OJEK SEPEDA SEBAGAI

ALAT ANGKUTAN UMUM menurut UU No 22 Tahun 2009

Page 14: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

14

Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dalam hal status kedudukan ojek

sepeda sebagai alat angkutan umum adalah sebagai berikut :

1. Bahwa sepeda sebagai alat transportasi merupakan kendaraan yang telah

digolongkan sebagai kendaraan tidak bermotor oleh peraturan

perundangan dikarenakan tenaga penggerak dari sepeda tersebut

menggunakan tenaga manusia bukan menggunakan tenaga mekanik

berupa mesin.

2. Dengan statusnya sebagai kendaraan tidak bermotor maka sepeda tidak

dapat dijadikan sebagai kendaraan umum, yang tunduk pada peraturan

perundangan yang khusus mengatur masalah pengangkutan, yang berarti

hak dan kewajiban dari penyedia jasa dan pengguna jasa tidak dilindungi

oleh perundangan yang mengatur masalah pengangkutan,. Tundunya

penyedia jasa dan pengguna jasa hanya ditentukan dan dilindungi sebatas

perjanjian menurut KUH Perdata dikarenakan perjanjian tidak batal

karena tidak ada larangan yang secara jelas melarang dalam peraturan

perundangan yang berlaku.

Page 15: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

15

3. Perusahaan angkutan umum harus berupa badan usaha yang berbadan

hukum sebagaimana diisyaratkan dalam undang undang, dengan media

pengangkutan berupa kendaraan bermotor serta harus memungut bayaran

atas jasanya.

TANGGUNG JAWAB PENYEDIA JASA OJEG SEPEDA TERHADAP

PENUMPANG DAN PIHAK KETIGA YANG DIRUGIKAN

Dalam hal tanggung jawab dalam hukum pengangkutan, ada baiknya

penulis menjelaskan terlebih dahulu sistem tanggung jawab yang berlaku dalam

lingkup hukum pengangkutan, yang terbagi dalam 4 jenis yang disesuaikan

dengan peraturan yang mengatur prihal tanggung jawab pengangkut/penyedia

jasa angkutan. Empat prinsip tanggung jawab itu adalah :

1. Prinsip tanggung jawab based on fault (prinsip tanggung jawab

berdasarkan kesalahan.

Prinsip ini didasarkan atas kesalahan yang diatur dalam pasal 1365 KUH

Perdata yang menyatakan

Page 16: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

16

”setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada

pihak lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian tersebut mengganti kerugian tersebut”

Pasal ini dikenal dengan padal mengenai perbuatan melawan hukum.

Dalam hal titik tolak perbuatan yang mencangkup perbuatan melawan

hukum tersebut telah ditafsirkan dalam yurisprudensi yaitu suatu

perbuatan yang :

a. Melanggar hak orang lain

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum yang berbuat

c. Bertentangan dengan kepatutan yang berada dalam masyarakat

tentang diri /atau barang orang lain

d. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik

Akibat terpenting yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata ini adalah

tanggung jawab pihak yang melawan hukum berupa kewajiban

membayar ganti rugi. Kesimpulannya tanggung jawab pada prinsip

tanggung jawab ini adalah tanggung jawab yang didasarkan atas

kesalahan yang harus dibuktikan oleh pihak yang menuntut kerugian,

Page 17: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

17

sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1865 KUH Perdata yang

menyatakan :

“setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atau

guna meneguhkan haknya sendiri atau membantah hak orang lain,

menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak

atau peristiwa tersebut“

2. Presumption Of Liability

Prinsip ini merupakan prinsip praduga bahwa pengangkut selalu

bertanggung jawab. Dalam prinsip ini tidak ada keharusan dari pihak

yang diruhgikan untuk membuktikan bahwa ada perbuatan melawan

hukum dari pihak pengangkut. Pendasaran prinsip ini berada pada

perjanjian pengangkutan, akan tetapi pengangkut dapat membebaskan diri

dari tanggung jawabnya, apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa :

a. Kerugian yang disebabkan oleh malapetaka yang selayaknya tidak

dapat dicegah atau dihindarinya atau berada diluar kekuasaanya;

b. Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk

menghindari timbulnya kerugian;

c. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya;

Page 18: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

18

d. Kerugian ditimbulkan oleh kesalahan atau kelalaian dari penumpang

sendiri atau karena cacat, sifat atau mutu barang yang diangkut.

Dalam prinsip ini pengangkut bertanggung jawab dengan tidak

mempersoalkan, apakah pengangkut bersalah atau tidak, atau dengan kata

lain unsure kesalahan tidak menentukan ada atau tidaknya tanggung

jawab pengangkut, dengan demikian maka dasar dari tanggung jawab ini

bukan berasal dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan

pengangkut, sehingga harus dicari dasar lain.

Beberapa alas an untuk mempergunakan prinsip ini didasarkan pada teori:

a. Pengangkut dalam menjalankan usahanya dapat menimbulkan bahaya

bagi pihak lain;

b. Pengangkut harus memikul resiko untuk usaha-usaha yang dijalaninya

c. Pengangkut mendapat keuntungan dari usahanya

d. Dipergunakan alat angkut, sehingga segala kerugian yang disebabkan

oleh alat angkut harus ditanggung oleh pengangkut.

3. Presumption Of Non Liability

Page 19: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

19

Praduga bahwa pengangkut selalu tidak bertanggung jawab, system

tanggung jawab ini biasanya dipergunakan untuk barang bawaan yang

berada didalam pengawasan penumpang sendiri. beban pembuktian

adanya tanggung jawab ini terletak pada penumpang dan tanggung jawab

ini baru ada apabila kesalahan dari pengangkut, dengan kata lain

pengangkut baru bertanggung jawab apabila penumpang dapat

membuktikan bahwa adanya perbuatan sengaja atau kesalahan berat dari

pengangkut

4. Absolute Liability

Prinsip tanggung jawab mutlak. Bahwa secara yuridis pengangkut harus

bertanggung jawab dengan tidak adanya beban pembuktian

Didasarkan pada system tanggung jawab seperti yang telah diuraikan

diatas, pertanyaan baru pun kembali bermunculan, sebagaimana telah diuraikan

mengenai permasalah kedudukan ojek sepeda sebagai angkutan yang dapat

difungsikan menjadi angkutan umum, undang undang No 22 tahun 2009 telah

mensyaratkan bahwa hanya kendaraan bermotorlah yang dapat difungsikan

menjadi angkutan umum yang dinyatakan dalam undang undang sebagai

angkutan bermotor umum, selain terbentur permasalahan mengenai kedudukan

Page 20: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

20

sepeda sebagai kendaraan tidak bermotor, para penyedia jasa juga tidak dapat

memenuhi syarat yang terkandung dalam peraturan perundangan yang berlaku,

yaitu mengenai perusahaan yang dapat menjalankan jasa angkutan umum, yang

telah diatur harus badan usaha yang berbadan hukum. Para penyedia jasa

layanan dalam hal ojek sepeda hanya sebatas perorangan, dengan kondisi yang

seperti itu sangat tidak memungkinkan bahwa ojek sepeda dapat diakui sebagai

angkutan umum.

Mengenai perlindungan hukum bagi pengguna jasa dan pihak ketiga

yang memungkinkan akan dirugikan apabila penyedia jasa ojek sepeda lalai

dalam menjalankan hal yang diperjanjikanya, maka tidak dapat penulis

menganalisisnya dari segi hukum pengangkutan di jalan dengan undang undang

No 22 Tahun 2009. Ketiadaan pengakuan dalam undang-undang diatas

mengenai status hukum ojek sepeda menuntun penulis mencoba mengulasnya

dari segi perdata, hal ini dikarenakan ini menyangkut perjanjian antara

pengguna jasa dengan penyedia jasa.

Dalam hal perjanjian yang telah dibuat antara pengguna jasa dengan

penyedia jasa, walaupun dalam hal hukum pengangkutan tidak diakui adanya

perjanjian pengangkutan tetapi menurut penulis perjanjian itu tetap masih

Page 21: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

21

berlaku sebagai perjanjian perdata biasa karena ketiadaan larangan yang

menimbulkan perbuatan penyewaan jasa angkutan dengan ojek sepeda menjadi

perbuatan melawan hukum. Dalam pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang

bagi mereka yang membuatnya”

Sedangkan mengenai syarat sahnya perjanjian dinyatakan dalam pasal 1320

KUH Perdata yang menyatakan :

““untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, kata sepakat mereka

yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu

hal yang tertentu dan sebab yang halal“

Dari dua pasal tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa :

1. Dalam pasal 1320 dinyatakan salah satu syaratnya adalah adanya kata

sepakat antara kedua pihak, yang dalam permasalahan ini yaitu pengguna

jasa dengan penyedia jasa ojek sepeda, kata sepakat disini tidak

dinyatakan secara jelas ataukah harus ditungkan secara tertulis atau cukup

hanya dengan lisan. Dengan ketiadaan pengaturan tersebut maka

kesepakatan itu dapat dibuat secara tertulis atau secara lisan saja.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa, perjanjian dalam pengangkutan

Page 22: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

22

ojek sepeda tersebut sudah dapat dikatakan telah memenuhi syarat

pertama sahnya perjanjian.

2. Dalam pasal 1320 dinyatakan salah satu syaratnya adalah adanya

kecakapan untuk membuat suatu perikatan, disinilah muncul pertanyaan

bagaimana jika pengguna jasa atau penyedia jasa ternyata tidak cakap

nenurut hukum, padahal perjanjian untuk ojek sepeda itu bukan masuk

kedalam perjanjian pengangkutan, tetapi masuk kedalam perjanjian biasa.

Walaupun seperti itu persyaratan pertama dan kedua itu hanya sebagai

syarat subjektif yang berarti akibat hukumnya bukan batal demi hukum

tetapi dapat dimintakan pembatalanya oleh pihak yang termasuk tidak

cakap menurut hukum.

3. Dalam pasal 1320 dinyatakan salah satu syaratnya adalah adanya objek

yang diperjanjikan, dengan meminta jasa dari pengendara ojek sepeda

berarti secara otomatis telah ada objek yang diperjanjikan, hal itu

dikarenakan terbit hak dan kewajiban seiring dari adanya kesepakatan

kedua pihak

Page 23: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

23

4. Dalam pasal 1320 dinyatakan salah satu syaratnya adalah perjanjian

haruslah karena sebab yang halal, yang berarti tidak dapat bertentangan

dengan undang-undang. Dalam UU No 22 tahun 2009 tidak ada larangan

yang menyatakan secara jelas hanya saja tidak diatur dan tidak diakui

oleh undang-undang mengenai adanya ojek sepeda, dengan kata lain

sebab adanya perikatan tersebut adalah termasuk sebab yang halal karena

tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

5. Dengan terpenuhinya syarat tersebut sebagaimana di nyatakan dalam

pasal 1320 KUH Perdata secara otomatis perjanjian tersebur telah

mengikat bagi kedua pihak. Hanya saja apabila terjadi kerugian bagi

pihak pengguna jasa dan pihak ketiga dikarenakan ketiadaan pengakuan

dalam hal pengangkutan maka harus diselesaikan dengan cara perdata

layaknya perjanjian lainnya.

Kesimpulan yang dapat diambil dalam hal tanggung jawab penyedia jasa ojek

sepeda apabila ia ternyata merugikan pengguna jasa dan pihak ketiga, maka

pengguna jasa dan pihak ketiga hanya dapat menuntutnya dengan pasal

mengenai perbuatan melawan hukum, yang berarti menggunakan system

Page 24: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

24

tanggung jawab based on fault yang sekaligus membebankan pengguna jasa dan

pihak ketiga untuk membuktikan kesalahan penyedia jasa ojek sepeda.

Page 25: TUGAS PENGANGKUTAN BRUR

25

Daftar Pustaka

http://www.hukumonline.com

http://www.facebook.com/?ref=home#!/klinik.hukumonline?ref=ts

www.kabarindonesia.com

Hukum Pengangkutan Darat. Dra. Siti Nurbaiti, SH, MH

Hukum Pengangkutan Tinjauan Terhadap Tanggung Jawab Pengangkut Untuk

Angkutan Multiguna. Dr. Elfrida R. Gultom, S.H., M.H.