TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

93
Interpretasi Data pada Pemicu NO. INDIKATOR HASIL PEMERIKSAAN NILAI NORMAL KET 1. Hemoglobi n 13 gr/dl 14-16 gram/dl Anemia 2. Eritrosit 4,2 juta/ul 4,5-5,5 juta/ul Menurun 3. Leukosit 5.200/ul 4000-11000/ul Normal 4. Trombosit 120.000/ul 150.000- 400.000/ul Menurun 5. Hitung jenis leukosit Basofil: 0% Easinofil: 3% Netrofil batang: 1% Netrofil segmen: 40% Limfosit : 41% Monosit: 15 % Basofil: 0-2% Easinofil: 0-6% Netrofil batang: 0-5% Netrofil segmen: 40-70% Limfosit : 20-50% Monosit: 4-8 % Normal Normal Normal Normal Normal Meningka t 6. Hematokri t 38 % 40-50% Menurun 7. LED 18 mn/1jam 0-10 mm/jam Meningka t 8. IgG (+) - Pernah terpapar penyakit yang sama sebelumn ya

description

FK UPR

Transcript of TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Page 1: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Interpretasi Data pada Pemicu

NO. INDIKATOR HASIL

PEMERIKSAAN

NILAI NORMAL KET

1. Hemoglobin 13 gr/dl 14-16 gram/dl Anemia

2. Eritrosit 4,2 juta/ul 4,5-5,5 juta/ul Menurun

3. Leukosit 5.200/ul 4000-11000/ul Normal

4. Trombosit 120.000/ul 150.000-400.000/ul Menurun

5. Hitung jenis

leukosit

Basofil: 0%

Easinofil: 3%

Netrofil batang: 1%

Netrofil segmen: 40%

Limfosit : 41%

Monosit: 15 %

Basofil: 0-2%

Easinofil: 0-6%

Netrofil batang: 0-5%

Netrofil segmen: 40-70%

Limfosit : 20-50%

Monosit: 4-8 %

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Meningkat

6. Hematokrit 38 % 40-50% Menurun

7. LED 18 mn/1jam 0-10 mm/jam Meningkat

8. IgG (+) - Pernah

terpapar

penyakit

yang sama

sebelumnya

9. IgM (-) - -

10. Sediaan apus

darah tipis

(+) trofozoit

plasmodium vivax

- Infeksi

malaria

p. vivax

11. Tes widal H : 1/160 Positif jika : ≥1/320 Negatif

12. PCT 0,2 ng/mL <0,1 ng/ml Meningkat

13. CRP 15 mg/L <5 mg/L Meningkat

Hematologi Rutin

Hematologi rutin adalah pemeriksaan rutin dan lengkap yang mencakup sel-sel darah dan

bagian-bagian lain dari darah, yang meliputi pemeriksaan haemoglobin, jumlah eritrosit,

hematokrit, MCV, MCH, MCHC, RDW, leukosit, hitung jenis dan trombosit.

Hemoglobin

Page 2: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L

Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L

Deskripsi:

Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan

karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua

unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen

merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut

oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan

oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34 mL

oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah.

Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan anemia sel

sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar sel

darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel

darah merah, dikeluarkan satu anion HCO3). Penetapan anemia didasarkan pada nilai

hemoglobin yang berbeda secara individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya

ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12

gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total hemoglobin lebih

penting daripada jumlah eritrosit.

Implikasi klinik :

Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat

besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.

Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar),

penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah

dataran tinggi.

Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka bakar.

Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons

terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.

Faktor pengganggu

Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb demikian juga Hct

dan sel darah merah.

Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb

Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai aktif)

Page 3: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat peningkatan volume plasma

Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang dapat meningkatkan

Hb termasuk gentamisin dan metildopa

Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb

Hal yang harus diwaspadai

1. Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah merah. Kondisi

gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan penurunan nilai ketiganya.

2. Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan kematian. Nilai

>20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat hemokonsenstrasi.

Eritrosit

Nilai normal: Pria: 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 SI unit: 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L

Wanita: 3,8-5,0 x 106 sel/mm3 SI unit: 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L

Deskripsi :

Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan

mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit yang berbentuk cakram

bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat dengan

Hb dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel berubah bentuk agar lebih

mudah melewati kapiler yang kecil. Jika kadar oksigen menurun hormon eritropoetin akan

menstimulasi produksi eritrosit. Eritrosit, dengan umur 120 hari, adalah sel utama yang

dilepaskan dalam sirkulasi. Bila kebutuhan eritrosit tinggi, sel yang belum dewasa akan

dilepaskan kedalam sirkulasi. Pada akhir masa hidupnya, eritrosit yang lebih tua keluar dari

sirkulasi melalui fagositosis di limfa, hati dan sumsum tulang (sistem retikuloendotelial).

Proses eritropoiesis pada sumsum tulang melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Hemocytoblast (prekursor dari seluruh sel darah);

2. Prorubrisit (sintesis Hb);

3. Rubrisit (inti menyusut, sintesa Hb meningkat);

4. Metarubrisit (disintegrasi inti, sintesa Hb meningkat;

5. Retikulosit (inti diabsorbsi);

6. Eritrosit (sel dewasatanpa inti).

Implikasi klinik :

Page 4: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

• Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat anemia, serta respon

terhadap terapi anemia

• Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan fungsi ginjal,

talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus.

Hematokrit

Hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah. Ada 2 cara pemeriksaan

hematokrit yaitu cara Wintrobe dan cara mikrometode. Cara Wintrobe, dengan langkah

langkah pemeriksaan sebagai berikut:

1. Ambil kapiler atau darah EDTA, darah heparin atau darah oksalat lalu masukkan ke dalam

tabung Wintrobe hingga tanda 100 di atas.

2. Masukkan tabung ke dalam sentrifuge yang cukup besar lalu pusingkan selama 30 menit

dengan kecepatan 3000 rpm

3. Bacalah hasilnya dengan memperhatikan:

a. Plasma di atas (kuning) dibandingkan dengan kaliumbikromat dan intensitasnya disebut

satuan. Satu satuan adalah 1:10000

b. Ketebalan lapisan putih (lekosit dan trombosit)

c. Volume sel-sel darah merah.

Nilai normal: Pria : 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5

Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45

Deskripsi:

Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.

Implikasi klinik:

Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi

hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan Hct

sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.

Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru

kronik, polisitemia dan syok.

Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit

normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.

Page 5: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil), nilai

Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume yang lebih

kecil, walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.

Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.

Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.

Nilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan jender. Nilai normal untuk bayi lebih tinggi

karena bayi baru lahir memiliki banyak sel makrositik. Nilai Hct pada wanita biasanya

sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Juga terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada kelompok umur lebih dari

60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah yang lebih rendah pada kelompok umur ini.

Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai Hct.

Hal yang harus diwaspadai

Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian; Hct >60% terkait dengan

pembekuan darah spontan.

Leukosit

Nilai normal : 3200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/L

Deskripsi:

Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit

organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibodi. Ada dua

tipe utama sel darah putih:

• Granulosit: neutrofi l, eosinofi l dan basofi l

• Agranulosit: limfosit dan monosit

Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam jaringan limfatikus

(limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke organ dan jaringan. Umur leukosit

adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino dibutuhkan dalam pembentukan

leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi, penyimpanan dan pelepasan leukosit.

Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang belum dewasa di sumsum

tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit, myelosit (ditemukan di sumsum

tulang), metamyelosit dan bands (neutrofi l pada tahap awal kedewasaan), dan akhirnya,

neutrofi l. Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast (belum dewasa) kemudian

berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit (sel dewasa).

Page 6: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum dewasa) kemudian tumbuh

menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel dewasa).

Implikasi klinik:

Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3 mengindikasikan

gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit yang sangat tinggi (di atas

20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita kanker post-operasi (setelah

menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan leukosit walaupun tidak dapat dikatakan

infeksi.

• Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofi l). Bila tidak ditemukan anemia

dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia

• Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.

• Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin,

leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.

• Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat meningkatkan

jumlah sel darah putih

• Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3. Penyebab leukopenia antara

lain:

1. Infeksi virus, hiperplenism, leukemia.

2. obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)

3. Anemia aplastik/pernisiosa

4. Multipel mieloma

• Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofi l; Pewarnaan asam untuk eosinofi l;

Pewarnaan basa untuk basofi l

• Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnya sedikit, jumlah

tertinggi adalah pada sore hari

• Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun)

10.000-20.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun

• Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilai leukosit

Sel Darah Putih Differensial

Nilai Normal :

Page 7: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Deskripsi:

• Neutrofi l melawan infeksi bakteri dan gangguan radang

• Eosinofi l melawan gangguan alergi dan infeksi parasit

• Basofi l melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif

• Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri

• Monosit melawan infeksi yang hebat

Trombosit

Nilai normal : 170 – 380. 103/mm3 SI : 170 – 380. 109/L

Deskripsi

Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi setelah

kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang.

Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi

dan 1/3 nya terdapat di limfa.

Implikasi klinik:

• Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera, trauma,

sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.

• Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP), anemia

hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple myeloma dan multipledysplasia

syndrome.

• Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat menyebabkan

trombositopenia

Page 8: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

• Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan spontan dalam jangka

waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis.

• Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.

• Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah platelet.

• Faktor pengganggu

• Jumlah platelet umumnya meningkat pada dataran tinggi; setelah olahraga, trauma atau

dalam kondisi senang, dan dalam musim dingin

• Nilai platelet umunya menurun sebelum menstruasi dan selama kehamilan

• Clumping platelet dapat menurunkan nilai platelet

• Kontrasepsi oral menyebabkan sedikit peningkatan

Laju Endap Darah

Laju endap darah adalah kecepatan pengendapan eritrosit, oleh karena itu untuk

mengukurnya diperlukan darah dengan anti koagulan. LED atau juga biasa disebut

Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah ukuran kecepatan endap eritrosit,

menggambarkan komposisi plasma serta perbandingan eritrosit dan plasma. LED dipengaruhi

oleh berat sel darah dan luas permukaan sel serta gravitasi bumi. Ada 2 cara pemeriksaan

LED yaitu cara Wintrobe dan cara Westergren. Cara Wintrobe, dengan langkah langkah

sebagai berikut:

1. Ambil darah EDTA atau darah oksalat

2. Dengan menggunakan pipa Wintrobe, masukkan darah ke dalam tabung Wintrobe hingga

tanda 0 mm. Cegah terjadinya gelembung udara.

3. Biarkan tabung Wintrobe dalam posis tegak lurus selama 60 menit

4. Bacalah tinggi lapisan plasma dalam milimeter dan catat sebagai LED.

Nilai LED normal adalah pria: < 10 mm/jam dan wanita: < 15 mm/jam

Sediaan Hapusan Darah

Sediaan hapusan darah penting untuk pemeriksaan keadaan trombosit, keadaan eritrosit dan

keadaan lekosit. Cara membuat sediaan hapusan darah dapat menggunakan kaca obyek dan

menggunakan kaca penutup. Dengan cara:

1. Sentuhlah setetes kecil darah (diameter maksimal 2 mm) kira-kira 2 cm dari tepi kaca

obyek. Darah yang dipakai adalah darah kapiler, darah heparin atau darah EDTA.

2. Letakkan kaca obyek dengan darah di sebelah kanan

Page 9: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

3. Dengan tangan kanan, letakkan kaca obyek lain di kiri tetes darah, lalu gerakkan ke kanan

sampai menyentuh darah

4. Tunggu darah menyebar sampai ½ cm dari sudut kaca penggese

5. Geser kaca ke kiri dengan sudut 30-45o, jangan menekan ke bawah

6. Biarkan sediaan mengering di udara

7. Tulis nama klien dan tanggal pada bagian sediaan yang tebal

8. Setelah hapusan darah selesai, dilanjutkan dengan pewarnaan dengan berbagai cara

misalnya pewarnaan Wright dan Giemsa.

Hasil Pewarnaan Giemsa Hasil Pewarnaan Wright

Implikasi klinik

• nilai meningkat terjadi pada: kondisi infeksi akut dan kronis, misalnya tuberkulosis,

arthritis reumatoid, infark miokard akut, kanker, penyakit Hodkin’s, gout, Systemic

Lupus Erythematosus (SLE), penyakit tiroid, luka bakar, kehamilan trimester II dan III.

Peningkatan nilai LED > 50mm/ jam harus diinvestigasi lebih lanjut dengan melakukan

pemeriksaan terkait infeksi akut maupun kronis, yaitu: kadar protein dalam serum dan

protein, immunoglobulin, Anti Nuclear Antibody (ANA) Tes, reumatoid factor.

Sedangkan peningkatan nilai LED >100mm/jam selalu dihubungkan dengan kondisi

serius, misalnya: infeksi, malignansi, paraproteinemia, primary macroglobulinaemia,

hiperfi brinogenaemia, necrotizing vaskulitis, polymyalgia rheumatic.

• nilai menurun terjadi pada: polisitemia, gagal jantung kongesti, anemia sel sabit, Hipofi

brinogenemia, serum protein rendah Interaksi obat dengan hasil laboratorium: etambutol,

kuinin, aspirin, dan kortison.

Tes Widal Typoid

Page 10: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Tes Widal merupakan serologi baku dan rutin digunakan. Hasil positif Widal akan

memperkuat dugaan terinfeksi Salmonella typhi pada penderita. Demam tifoid disebabkan

oleh infeksi bakteri Salmonella enterica, terutama serotype Salmonella typhi (S. typhi).

Bakteri ini termasuk kumanGram negatif yang memiliki flagel, tidak berspora, motil,

berbentuk batang,berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O, H

dan Vi.

Pada uji Widal, akan dilakukan pemeriksaan reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum

penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan

flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.

Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer anti bodi dalam

serum. Uji Widal dapat memberikan hasil yang berbeda-beda antara lain karena uji ini

merupakan tes imunologik dan seharusnya dilakukan dalam keadaan yang baku, Salmonella

thypi mempunyai antigen O dan H yang sama dengan Salmonella lainnya, maka kenaikan

titer antibodi ini tidak spesifik untuk Salmonella thypi, penentuan hasil positif mungkin

didasarkan atas titer antibodi dalam populasi daerah endemis yang secara konstan terpapar

dengan organisme tersebut dan mempunyai titer antibodi yang mungkin lebih tinggi daripada

daerah non endemis pada orang yang tidak sakit sekalipun. Tidak dihasilkannya antibodi

terhadap Salmonella karena rendahnya stimulus yang dapat merangsang timbulnya antibodi,

sehingga antibodi terganggu. Pemeriksaan serologi Widal juga tergantung pada waktu

pengambilan spesimen dan kenaikan titer agglutinin terhadap antigen Salmonella thypi.

Kenaikan titer antibodi tes serologi Widal pada umumnya paling baik pada minggu kedua

dan ketiga, yaitu 95,7%, sedangkan kenaikan titer pada minggu pertama adalah hanya 85,7%.

Karena hal ini sehingga saat pengambilan spesimen perlu diperhatikan. Pemeriksaan tes

serologi Widal memerlukan dua kali pengambilan spesimen, yaitu pada masa akut dan masa

konvalesen dengan interval waktu 10-14 hari.

Diagnosis ditegakkan dengan melihat adanya kenaikan titer lebih atau sama dengan 4 kali

titer masa akut, tetapi pada pelaksanaan dilapangan pengambilan spesimen menggunakan

spesimen tunggal. Kenaikan titer aglutinin yang tinggi pada spesimen tunggal, tidak dapat

membedakan apakah infeksi tersebut merupakan infeksi baru atau lama, juga kenaikan titer

aglutini terutama aglutinin H tidak mempunyai anti diagnostik yang penting untuk demam

tifoid, namun masih dapat membantu dalam menegakkan diagnosis tersangka demam tifoid

pada penderita dewasa yang berasal dari daerah non endemik atau pada anak umur kurang

dari 10 tahun di daerah endemik, sebab pada kelompok penderita ini kemungkinan mendapat

Page 11: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

kontak dengan S. typhi dalam dosis subinfeksi masih amat kecil. Pada orang dewasa atau

anak di atas 10 tahun yang bertempat tinggal di daerah endemik, kemungkinan untuk

menelan S. typhi dalam dosis subinfeksi masih lebih besar sehingga uji Widal dapat

memberikan ambang atas titer rujukan yang berbeda-beda antar daerah endemik yang satu

dengan yang lainnya, tergantung dari tingkat endemisitasnya dan berbeda pula antara anak di

bawah umur 10 tahun dan orang dewasa. Dengan demikian, bila uji Widal masih diperlukan

untuk menunjang diagnosis demam tifoid, ambang atas titer rujukan, baik pada anak maupun

orang dewasa perlu ditentukan.

Diagnosis demam tifoid tergantung pada isolasi Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang,

daerah terinfeksi lainnya, atau lesi. Deteksi antibodi dari kultur darah masih menjadi pilihan

utama dari diagnosis.

Deskripsi

Tes ini mengukur tingkat antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H. Tingkat antibodi

diukur menggunakan pengenceran serum ganda. Biasanya antibodi O akan muncul pada hari

ke 6-10 dan antibodi H pada hari ke 10-12 setelah onset penyakit. Tes ini dilakukan pada

serum akut (kontak pertama dengan pasien). Sensitivitas dan spesifi sitas tes ini tidak tinggi

(sedang). Tes ini memberikan hasil negatif pada 30% kasus yang mungkin disebabkan oleh

penggunaan antibiotik sebelumnya. Hasil positif palsu dapat terjadi akibat reaksi silang

epitop dengan enterobakteriase. Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada penyakit seperti

malaria, tifus, bakteremia yang disebabkan oleh mikroba lain dan sirosis.

Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan tingkat antibodi pada populasi normal untuk

menentukan ambang titer antibodi yang dianggap bermakna. Demam tifoid terdiagnosa bila

hasil titer antibodi antara serum kovalesen empat kali lipat dibandingkan serum akut,

misalnya: titer antibodi 1/80 pada fase akut menjadi 1/320 pada fase kovalesen (recovery).

Walaupun ada keterbatasan tes ini berguna, karena murah dibandingkan dengan tes diagnosis

baru. Tes ini tidak perlu dilakukan bila telah dilakukan pemeriksaan kultur bakteri S. typhi.

Tes diagnostik terbaru Tes diagnostik terbaru adalah IDL Tubex dari Swedia, Typidot dari

Malaysia, dan dipstik tes yang dikembangkan di Belanda. Prinsip : IDL tubex mendeteksi

IgM O9 dan hasil didapat setelah beberapa menit. Tes Tubex berdasarkan studi awal

menunjukkan sensitifi tas dan spesifi sitas yang lebih baik dibandingkan tes Widal. Typidot

mendeteksi antibodi Ig M dan Ig G terhadap antigen S. typhi 50 kD dan hasilnya didapatkan

sekitar 3 jam. Sedangkan Typidot M mendeteksiIgM saja. Typidot merupakan gold standar

Page 12: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

yang memiliki sensitifitas dan spesifi sitas mendekati 100%. Studi evaluasi menunjukkan

Typidot M lebih baik dibandingkan metode kultur. Dipstik tes mendeteksi ikatan antara IgM

S. typhi terhadap lipopolisakarida (LPS) S. typhi. Dipstik tes adalah tes alternatif yang cepat

dan mudah untuk mendiagnosis demam tifoid terutama di daerah yang tidak mempunyai

fasilitas untuk kultur. Hasil tes dapat diperoleh dalam 1 hari.

*Referensi

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta:

Kemenkes RI, 2011.

2. Rachman AF. Uji Diagnostik Tes Serologi Widal Dibandingkan dengan Kultur Darah

Sebagai Baku Emas Untuk Diagnosis Demam Tifoid Pada Anak Di RSUP dr. Kariadi

Semarang. [Skripsi] Semarang: Undip, 2011.

Pasien mengeluhkan demam tinggi, berkeringat, pucat, sakit kepala, dan muntah.

Perbedaan infeksi yang disebabkan oleh parasit, virus, bakteri, dan jamur, dijelaskan secara

singkat, berikut :

Infeksi bakteriContoh: Demam Tifoid

Infeksi virusContoh: Demam

Berdarah Dengue

Infeksi parasitContoh: Malaria

Infeksi Jamurhistoplasmosis

Berdasarkan cirikhas demamnya

Demam step-ladder temperature chart (seperti anak tangga), dengan karakteristik:

- Pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.

- Pada minggu kedua, suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam), dengan sedikit penurunan suhu pada pagi hari.

- Pada minggu ketiga, suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal

Demam tinggi mendadak ( 38,5 oC - 40oC ) 2-7 hari.

Infeksi virus Dengue → Masa akut (Hari 1,2,3): muncul gejala-gejala. Demam 2 hari pertama dapat dipastikan DD dengan pemeriksaan lab Ns 1 Ag dengue → Masa kritis (Hari 4,5,6): suhu tubuh mulai turun, jumlah trombosit turun dan darah mengental. Kritis karena dapat terjadi perdarahan dan syok → Masa

Plasmodium Falciparum (36-48jam) demam bisa terjadi setiap hari

Plasmodium Vivax (48 jam) demam terjadi selang waktu 1 hari (setiap 3 hari/tertiana)

Plasmodium Malariae (72 jam) demam timbul selang waktu 2 hari (setiap 4 hari/kuartana)

Plasmodium Ovale (48 jam) demam terjadi selang waktu 1 hari (setiap 3 hari/tertiana)

Demam berkepanjangan antara 10 hari sampai 3 minggu

Page 13: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

kembali di akhir minggu.

- Pada minggu keempat, stadium penyembuhan.

pemulihan (Hari 7,8)

Keluhan Penyerta selain demam

1) Anoreksia2) Mual3) Muntah4) Nyeri kepala5) Perut kembung dan

rasa tidak nyaman pada perut

6) Nyeri otot7) Diare8) Lidah tifoid9) Epistaksis

Nyeri kepala Nyeri belakang bola

mata Nyeri otot dan nyeri

sendi Flushing ( muka

panas kemerahan), ruam kulit

Mual, muntah Nyeri perut, karena

ada pembengkakan hati.

perdarahan ( bintik-bintik merah di kulit)

Manifestasi Leukopenia (jumlah angka lekosit di bawah nilai normal).

Angka Trombosit masih dalam rentang normal, atau menurun(Trombositopenia).

a) Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

b) Nafsu makan menurun.c) Mual-mual kadang-

kadang diikuti muntah. d) Sakit kepala yang berat,

terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.

e) Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.

f) Malaria berat, kejang-kejang dan penurunan.

g) Trias malariah) Demam berulang :

stadium kedinginan, stadium panas, stadium berkeringat

i) Splenomegalyj) Anemia disertai malaisek) hepatomegali

Penurunan berat badan, sesak nafas, letargi, batuk, hepatosplenomegali, adenopati, pneumonia, dan secara laboratorik ditemukan pansitopenia.

Relaps Pada pasien demam tifoid dapat terjadi relaps. Umumnya relaps ditandai dengan timbulnya kembali keluhan serta gejala dari demam tifoid disertai bakteriemia dan kelainan patologik di traktus intestinal. Suhu meninggi kembali dan mencapai puncak lebih cepat yaitu pada hari ke-2 atau ke-3. Relaps

Virus dengue terdiri atas 4 serotipe, dan sekali terkena hanya akan memberi kekebalan terhadap serotipe yang menyerang seumur hidup. Meski begitu, kekebalan terhadap serotipe yang lain tidak ada. Jadi, bisa terkena infeksi dengue lebih dari sekali.

1. Pada infeksi oleh P.vivax/P.ovale, sesudah serangan yang pertama berakhir atau disembuhkan, dengan adanya siklus eksoeritrositik (EE) sekunder atau hipnozoit dalam sel hati, suatu saat kemudian penderita bisa mendapat serangan malaria yang kedua (disebut: malaria sekunder). Berulangnya serangan malaria yang bersumber dari siklus EE sekunder pada malaria vivax atau ovale disebut relaps. Umumnya relaps terjadi beberapa bulan (biasanya>24minggu) sesudah malaria primer, disebut long-term

Infeksi kedua dapat menyebabkan reaksi jaringan yang lebih kuat dengan menimbulkan rongga sehingga menyebabkan batuk berdarah. Sehingga penyerta pada infeksi berakibat pada pembengkakan hati, limpa dan

Page 14: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

biasanya terjadi pada hari ke 7-10 setelah afebril, ada juga yang terjadi 3 minggu setelah afebril dan ada pula yang relaps setelah 3 bulan obat kloramfenikol dihentikan. Limpa yang tetap teraba adalah gejala penting dari kecenderungan terjadinya relaps. Banyaknya kasus pasien demam tifoid yang relaps diakibatkan oleh beberapa faktor terutama sistem pengobatan yang tidak efektif.

relapse.2. Pada malaria karena

P.falciparum dan P. malariae, relaps dalam pengertian seperti diatas tidak terjadi, karena kedua spesies ini tidak memiliki siklus EE sekunder dalam hati. Kemungkinan berulangnya serangan malaria pada kedua jenis malaria ini disebabakan oleh kecenderungan parasit malaria bersisa dalam darah, yang kemudian membelah diri bertambah banyak sampai bisa menimbulkan gejala malaria sekunder. Kekambuhan malaria seperti ini disebut rekrudesensi. Pada malaria karena P.falciparum rekrudesensi terjadi dalam beberapa hari atau minggu (biasanya <8 minggu) sesudah serangan malaria primer, disebut short termrelapse.

kelenjar getah bening.

*Referensi

1. Inawati. Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma Edisi Khusus

Desember 200.p.31-36

2. Widodo, J. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Tifoid. Ed.4. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.

3. Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta : Rumah Sakit Panti Rapih

Sleman; [Diakses 11 April 2016]. Available from: http://www.pantirapih.or.id

4. DR. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), MtropPaed. “Mungkinkah Anak Terkena DBD

Berulang? “. Jakarta : FKUI/RSCM Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Penyakit

Infeksi dan Pediatri Tropis; [Diakses 11 April 2016]. Available from:

http://www.parenting.co.id.

5. Soedarno,Sumarmo S.,Garna, Herry.,Hadinegoro,Sri Rejeki S.,dkk.Buku Ajar Infeksi dan

Pediatri Tropis. Edisi 2. Badan Penerbit IDAI: Jakarta. 2010.

Page 15: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Pemeriksaan Laboratorium yang diperlukan pada kasus infeksi.

1) Air seni /Urine

Pada dasarnya urine manusia yang sehat tidak mengandung kuman, namun dalam keadaan

abnormal atau akibat terjadinya infeksi dapat ditemukan berbagai macam  jasad

renik misalnya bakteri gonorrhoe, coli dan lain-lain serta parasit baik jamur

candida maupun flagellata trichomonas vaginalis.

Untuk pemeriksaan mikrobiologi diperlukan minimal 10 ml urine yang didapat dengan cara

aseptic dengan wadah steril. Pengambilan specimen urine pada pemeriksaan mikrobiologi

dilakukan dengan cara Supra Pubic Fungsi, Midstream dan Cateter. Pemeriksaan mikrobiologis

dan Cultur / biakan urine menggunakan sedimen urine.

2) Darah/ Blood

Pemeriksaan mikrobiologi darah untuk mengetahui septisemia/ bacterimia/Parasitemia/Viremia.

Pemeriksaan parasitologi pada pemeriksaan mikroskopis Plasmodium malaria dan Mikrofilaria

yaitu cacing darah penyebab penyakit kaki gajah atau elephantiasis . Pada pemeriksaan kaki

gajah pengambilan sampel darah dilakukan pada ujung jari waktu malam hari hingga

subuh.

Sebagian besar diagnose penyakit menular menggunakan bahan darah (serum) untuk

pemeriksaan Immunologi atau serologi dimana diidentifikasi anti gen atau anti body yang

spesifik terhadap mikrobnya.

Pemeriksaan bakteri misalnya Gaal Cultur/Widal, ASTO, TPHA, dll. Oleh parasit misalnya

pemeriksaan Toksoplasma, Malaria,Filaria dll. Oleh virus misalnya DBD, Campak,

Chikungunya, hepatitis, rubella, HIV dll.

Pemeriksaan Hematologi

Ilmu yang mempelajari segala sesuatu mengenai darah

Volume darah: laki-laki ±5,6 L; perempuan ±4,5 L atau 7 – 8% berat badan

Komposisi:

45% sel darah

55% plasma:

90% air

10% protein, vitamin, lemak, karbohidrat, garam, enzim

Terdiri atas:

o Pemeriksaan hematologi rutin

Pemeriksaan yang dilakukan tanpa indikasi

Page 16: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

o Pemeriksaan hematologi khusus

Pemeriksaan lanjutan jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan rutin

Pemeriksaan Hematologi Rutin pada Infeksi

Infeksi Akut

Pada umumnya kadar Hb tidak terpengaruh

Infeksi DHF –- hemokonsentrasi:

---- Hb , hematokrit

Infeksi Kronik

Anemia defisiensi Fe:

Gangguan recycle Fe: TBC

Perdarahan kronik (kehilangan Fe): ankylostomiasis

Hitung Leukosit

o Normal: 5.000 – 10.000/L

Jumlah leukosit dipengaruhi:

Produksi dalam sumsum tulang

Kecepatan masuk ke sirkulasi

Perpindahan ke marginating pool

Kecepatan keluar jaringan

o Leukositosis : > 10.000/l

10.000 – 15.000/l : leukositosis ringan

15.000 – 20.000/l : leukositosis sedang

20.000 – 50.000/l : leukositosis berat

> 50.000/l : reaksi leukemoid

pada infeksi bakteri

Jika akut dan berat, disertai netrofilia dengan tanda degenerasi netrofil:

Granulasi toksik, Dohle bodies

Vakuolisasi

Inti piknotik

o Leukopenia

Infeksi virus

Respiratory Syncytial Virus (RSV), Parvovirus B19, Influenza A/ B,

Hepatitis A & Hepatitis B

Page 17: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Rubeola, Varicella, Rubella, Infectious Mononucleosis (Infeksi virus

Epstein-Barr)

HIV

DEMAM DENGUE!

o Infeksi bakteri :

Sindroma Sepsis

Tuberkulosis

Demam Enterik (Demam Tifoid dan Paratifoid)

Laju Endap Darah (LED)

o Ukuran kecepatan pengendapan sel darah dalam plasmanya, dinyatakan

dalam mm/jam

o Cara Westergreen, nilai normal:

Laki-laki: 0 – 10 mm/jam

Perempuan: 0 – 15 mm/jam

o Pada infeksi : LED cepat

Inflamasi : reumatik fever, reaumatik akut, TBC kronik

Degenerasi jaringan : nekrosis, infark

Kadar protein plasma : hipoalbuminemia, hiperglobulinemia

Hitung Jenis Leukosit

Cara: dari sediaan hapus darah tepi

Nilai normal :

Basofil : 0 – 1 %

Eosinofil : 1 – 3 %

Netrofil Batang : 2 – 6 %

Netrofil Segmen : 50 – 70 %

Limfosit : 20 – 40 %

Monosit : 2 – 8 %

Page 18: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Gambar Hitung Jenis Leukosit

Eosinofilia

Infeksi Bakteri:

Demam "Scarlet" dari infeksi Streptococcus

Infeksi Parasit:

Ascariasis, Ankylostomiasis, Strongyloidiasis, Trichinosis,

Visceral larva migrans, Filariasis, Malaria, Scabies, Schistosomiasis,

Pneumocystis carinii (tanda HIV-AIDS)

Infeksi Fungus:

Aspergillosis, Coccidioidomycosis

Netrofilia

Infeksi Bakteri:Streptococcus, Staphylococcus, Neisseria, E. Coli,

Pseudomonas, C.diphtheriae, T. pallidum (sifilis)

Infeksi Virus: Herpes Zoster, Varicella, Rabies, Poliomyelitis,

Mononucleosis infectiosa

Infeksi Fungus: Actinomycosis, Coccidioidomycosis

Limfositosis

Infeksi Bakteri:

Pertussis, TBC, Brucelosis,

Demam Enterik (Tifoid)

Sifilis

Infeksi Virus

Limfosit "atypical": Cytomegalovirus (CMV), Hepatitis A,B,C,

Mononukleosis infeksiosa

Page 19: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Limfosit biasa: Rubeola, Rubella, Varicella, Parotitis (Mumps),

& banyak virus lain

Infeksi Parasit: Toxoplasmosis

Monositosis

Infeksi Bakteri:

TBC

Endokarditis bakteri

Demam Enterik (Tifoid)

Sifilis, Bruselosis

Infeksi Virus: Mononucleosis infectiosa

Infeksi Parasit: Malaria

Trombositosis

Cara hitung:

Manual: kamar hitung, larutan rees ecker atau amonium oksalat

Otomatis: hematology analyzer

Normal : 150.000 – 400.000/L

Pada infeksi dapat terjadi:

TROMBOSITOSIS REAKTIF (Ex: Infeksi bakteri)

ROMBOSITOPENIA (Ex: Infeksi virus (Dengue))

3) Tinja/Feses

Untuk memastikan adanya pencemaran atas suatu kejadian luar biasa misalnya

kasus diare, muntah berak yang disebabkan antara lain oleh bakteri Coli, Cholera

serta bakteri pathogen lain misalnya Salmonella dan Shigella. Kuman kuman

patologis pada tinja ini mudah mati pada suhu kamar sehingga untuk dapat

diidentifikasi dilaboratorium harus dimasukkan pada media transport bakteri

(Amies, Stuart, Carry dan Blair, dll) dan bila tidak memungkinkan mendapatkan

tinja dapat dilakukan dengan rectal / anal swab.

Pemeriksaan parasitologi pada kecacingan dengan menemukan cacing atau telur

cacing pada tinja, menemukan amoeba atau protozoa lain penyebab dysentri.

Pada tersangka Polio atau AFP ( Acut Flacid Paralisis) dimana terjadi kelumpuhan

yang mendadak pada anak dilakukan juga pengambilan specimen Tinja untuk

mengidentifikasi /isolasi virus penyebabnya.

4) Dahak/Sputum

Page 20: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Pemeriksaan sputum sebagian besar dilakukan untuk diagnose infeksi TBC yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculose, cara pengambilan specimen

sebanyak 3 kali atau sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS). Pemeriksaan sputum

dilakukan juga untuk diagnose kuman lain penyebab ISPA misalnya kuman Klebsiella ,

Pneumonia dan lain-lain.

5) Kerokkan kuku, kulit, dan potongan rambut

Bahan pemeriksaan ini diambil untuk pemeriksaan parasitologi jamur

superfacialis (permukaan)

6) Reitz serum

Disebut juga bubur jaringan ,diambil dengan melakukan sayatan dengan scalpel

pada permukaan kulit dan mengambil cairannya yang diduga terinfeksi

Mycobacterium leprae penyebab penyakit lepra atau kusta.

Dilakukan pada beberapa tempat

7) Cairan Pleura

Cairan yang berasal dari rongga paru-paru diambil untuk pemeriksaan terhadap

bakteri maupun parasit jamur penyebab infeksi .

8) Cairan Otak /LCS liquor Cerebro Spinal)

Cairan yang diambil pada tulang belakang dengan lumbal fungsi untuk mengetahui adanya

infeksi bakteri /Parasit /virus pada selaput otak misalnya pada kasus meningitis.

9) Nanah / Pus

Pengambilan Nanah dapat dilakukan dengan apusan maupun aspirasi untuk

mengetahui kuman penyebab infeksi maupun resistensi obat.

10) Usap/Apusan/Swab

Pada pengambilan swab diperlukan lidi kapas atau Dacron plastic steril dan

kadang digunakan juga media cultur. Usap Mata/ Conjungtiva swab dilakukan

pada infeksi bakteri pada mata atau conjungtivitis misalnya pada kasus Blenorrhoe

pada neonatus.

Usap Vaginal swab / uretra swab dilakukan untuk pemeriksaan bakteriologi,

parasitologi maupun virologi pada infeksi uretra atau vagina posterior dan anterior

Usap Dubur /Rectal swab/anal swab dilakukan bila tidak memungkinkan

mendapatkan tinja, pada kasus infeksi cacing Kremi yang disebabkan oxyuris

vermicularis pengambilan specimen perianal (sekitar dubur) dengan menggunakan

selotape dilakukan pada malam hari.

Usap tenggorok /Oropharing dan Usap Hidung/ nasopharing swab

Page 21: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Usap tenggorok dilakukan pada kasus infeksi bakteri Corynebacterium diptheriae,

virus Flu burung, maupun campak

11) Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan terhadap serum penderita untuk membuktikan adanya infeksi

berdasarkan reaksi antigen antibody.

Teknik pemeriksaan:

Kualitatif: rapid test --- hasil positif atau negatif

Semikuantitatif: berdasarkan titer antibodi

Kuantitatif: immunoassay

ELISA

ELFA

ECLIA

RIA

Tes serologi infeksi

Penanda inflamasi/infeksi

Contoh: CRP, sitokin

Deteksi Antigen

Contoh: HBsAg, HBeAg

Deteksi Antibodi

Contoh: IgM dan IgG

Deteksi Antigen

Mendeteksi bagian dari struktur mikroba:Misal pada infeksi virus Hepatitis

Antigen permukaan virus : HBsAg

Antigen envelope : HBeAg

Antigen inti : HBcAg

Deteksi Antibodi

- Mendeteksi antibodi yang dibentuk oleh tubuh akibat adanya infeksi

- Dapat berarti:

Sedang terinfeksi saat ini : IgM

Infeksi di masa lalu: IgG

Memiliki imunitas terhadap infeksi tertentu

Contoh sedang terinfeksi saat ini

- Antibodi spesifik :

Page 22: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

IgM Dengue

IgM anti Hbc

Antibodi tdk spesifik:

Tes Widal : utk tifoid

ASTO : utk Streptococcus

VDRL : utk sifilis

Contoh infeksi masa lalu

Anti HAV

IgG Dengue

Contoh mempunyai imunitas

Anti HBs

*Referensi

Rofinda ZD. Diagnosis Hematoserologis pada Infeksi. Bagian Patologi Klinik FK

Unand/RSUP Dr.M.Djamil [materi kuliah]. Padang, 2014. Available from:

http://repository.unand.ac.id

Rumple Leed Test

Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan pada DBD ialah perdarahan kulit, uji

Tourniquet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Uji

Tourniquet merupakan tes yang sederhana untuk melihat gangguan pada vaskuler maupun

trombosit. Tes ini akan positif bila ada gangguan pada vaskuler maupun trombosit.

Uji Tourniquet sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai sebagai uji

presumtif, oleh karena tes ini positif pada hari-hari pertama demam pada 53% penderita DBD

tanpa renjatan yang dirawat di Bagian Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

dalam tahun 1985-1986. Petekie merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering

dijumpai, yaitu pada 51% penderita.

Di daerah endemis DBD, uji Tourniquet merupakan pemeriksaan penunjang presumtif bagi

diagnosis DBD apabila dilakukan pada anak yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa

sebab yang jelas.

Sebagian orang mungkin menunjukkan hasil positif tergantung pada tekstur, ketipisan, dan

suhu kulit, sehingga uji Tourniquet ini bukan merupakan satu-satunya pemeriksaan yang

Page 23: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis DBD. Untuk memastikannya perlu dilakukan

pemeriksaan laboratorium darah.

Prinsip pemeriksaan :

Vena dibendung sehingga tekanan darah di dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang

kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya

sehingga tampak titik merah kecil pada permukaan kulit, titik tersebut dikenal dengan

petechiae.

Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test)

Rumple leed test (percobaan lpembendungan) dimaksudkan untuk menguji ketahanan kapiler

darah menggunakan pembendungan pada vena sehingga darah akan menekan dinding kapiler.

Jika dinding kapiler kurang kuat ,maka darah dari kapiler keluar dan merembes dalam

jaringan sekitarnya sehingga tampak bercak petechiae.

Petechiae adalah bintik-bintik merah akibat perdarahan didalam kulit,warna terkadang

bervariasi dari merah menjadi biru/ungu. Petechiae umumnya muncul pada kaki bagian

bawah tetapi bisa muncul diseluruh tubuh. Petechiae mungkin terlihat pada pasien-pasien

dengan jumlah platelet yang sangat rendah. Petechiae terjadi kerena perdarahan keluar dan

pembuluh – pembuluh darah yang kecil sekali di bawah kulit atau selaput lendir,petechiae

umumnya tidak jelas dan menyakitkan.

Pemeriksaan dilakukan dengan menahan tekanan manset atau tensi sebesar setengah dari

jumlah tekanan sistol dan tekanan diastol. Sistole adalah bunyi yang pertama terdengar,

diastole adalah bunyi yang menghilang diantara bunyi yang berdetak cepat, atau dapat pula

dikatakan bunyi yang terakhir didengar. Kemudian tekanan manset tersebut dipertahankan

selama sepuluh menit.

Pembendungan dilakukan pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan

antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit.

Jika percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup dipertahankan selama

5 menit. Setelah waktunya tercapai  bendungan dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda

stasis darah lenyap. Kemudian diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler,

pada daerah garis tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku.

Pemeriksaan dinyatakan positif bila ditemukan perdarahan atau petechiae sebanyak 10 buah

dalam waktu 10 menit. Pemerikssan dinyatakan negatif bila dalam waktu 10 menit tidak

timbul petechiae pada area pembacaan, atau timbul petechiae kurang dari 10 buah.

Page 24: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi petekie, berarti

percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu dilakukan sendiri. Pada

penderita yang telah terjadi purpura secara spontan, percobaan ini juga tidak perlu dilakukan.

Kesalahan sering terjadi saat pemeriksaan, kesalahan tersebut antara lain saat membuat

daerah pengamatan. lingkaran ini harus dibuat, diukur dengan benar, sekian jari dari fossa

cubiti, dengan diameter penampang sebesar 5 cm menggunakan penggaris. Selain itu, bila

dalam waktu kurang dari 10 menit sudah tampak lebih dari 10 buah petechiae, maka

percobaan dihentikan. Bila setelah 10 menit tidak timbul peteciae, percobaan dihentikan dan

tunggu selama 5 menit. Bila tak ada perubahan penilaiaannya negatif. Sebelum percobaan

dihentikan apakah ada bekas gigitan nyamuk pada daerah pembacaan, yang mungkin

menyebabkan hasil menjadi positif palsu.

Bila hasil pemeriksaan dinyatakan positif, orang yang diperiksa kemungkinan terjadi

gangguan vaskuler maupun trombolik. Adanya gangguan ini dapat menimbulkan penyakit

atau keluhan tertentu, antara lain penyakit arteri koroner yang berat, gumpalan kecil dari

trombosit bisa menyumbat arteri yang sebelumnya telah menyempit dan memutuskan aliran

darah ke jantung, sehingga terjadi serangan jantung. Keluhan lain yaitu, mudahnya timbul

memar pada kulit. Seseorang bisa mudah memar karena kapiler yang rapuh di dalam

kulit. Setiap pembuluh darah kecil ini robek maka sejumlah kecil darah akan merembes dan

menimbulkan bintik-bintik merah di kulit (peteki) atau cemar ungu kebiruan (purpura).

Faktor yang mempengaruhi Rumple leede test (Arifin,2012) :

1. Perempuan yang menstruasi

2. Post menstrual dengan sedikit hormone

3. Kulit rusak karena akan meningkatkan kerapuhan kapiler.

4. Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan untuk mengukur ketahanan

kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit.

Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini berhasil positif.

Mekanisme demam.

Suhu normal tubuh manusia berkisar antara 36.5-37.2 ˚C. Suhu subnormal yaitu <36.5

˚C,hipotermia merupakan suhu <35 ˚C. Demam terjadi jika suhu >37.2 ˚C. hiperpireksia

merupakan suhu ≥41.2 ˚C. Terdapat perbedaan pengukuran suhu di oral, aksila, dan rectal

sekitar 0.5 ˚C; suhu rectal > suhu oral > suhu aksila.

Page 25: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Tujuan dari pengaturan suhu adalah mempertahankan suhu inti tubuh sebenarnya pada set

level 37˚C. Demam (pireksia) merupakan keadaan suhu tubuh meningkat melebihi suhu

tubuh normal. Apabila suhu tubuh mencapai ±40°C disebut hipertermi.

Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan diopsonisasi (harfiah=siap

dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah, limfosit, makrofag (sel kupffer di hati).

Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6,

8, dan 11, interferon α2 dan γ, Tumor nekrosis factor TNFα (kahektin) dan TNFβ

(limfotoksin),macrophage inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ

sirkumventrikularotak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam pada

organ ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis

(OVLT) (daerah hipotalamus) melalui pembentukan prostaglandin PGE₂. Ketika demam

meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level yang tiba-tiba neningkat),

pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit sehingga kulit menjadi dingin (perasaan

dingin), produksi panas juga meningkat karena menggigil (termor). Keadaan ini berlangsung

Page 26: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

terus sampai nilai sebenarnya mendekati set level normal (suhu normal). Bila demam turun,

aliran darah ke kulit meningkat sehingga orang tersebut akan merasa kepanasan dan

mengeluarkan keringat yang banyak. Pada mekanisme tubuh alamiah, demam bermanfaat

sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan IL-1 yang akan mengaktifkan sel T.

Suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan sel T dan B terhadap organisme

patogen. Konsentrasi logam dasar di plasma (seng, tembaga, besi) yang diperlukan untuk

pertumbuhan bakteri dikurangi. Selanjutnya, sel yang rusak karena virus, juga dimusnahkan

sehinga replikasi virus dihambat. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera

setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme

menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan

metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolism, peningkatan frekuensi denyut jantung

(8-12 menit ¹/˚C) dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan⁻

sakit kepala, peningkatan gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi

otak), pada keadaan tertentu demam menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi

(delirium karena demam) serta kejang.

*Referensi

1. Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.

2. Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV . Jakarta :

EGC.

Tipe Demam Fase-fase dan gejala klinis Contoh

Demam Septik

- Suhu badan berangsur naik sangat tinggi sekali pada malam hari

- Turun kembali ke normal pada pagi hari- Sering disertai menggigil dan berkeringat

TBC berat, reaksi obat

Demam Remiten

- Suhu badan turun tiap hari tetapi tidak kembali ke suhu normal

- Perbedaan suhu lebih dari 1 derajat

Sepsis, demam tifoid stadium lanjut, reaksi

Page 27: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

obat

Demam Intermiten

- Suhu badan turun ke normal selama beberapa jam dalam satu hari

- Bila terjadi tiap hari à quotidian- Bila terjadi tiap 2 hari sekali à tersiana- Bila terjadi tiap 3 hari sekali à kuartana

Malaria, reaksi obat

Demam Kontinyu

- Demam terus menerus tanpa pernah mencapai suhu normal- Variasi suhu sepanjang hari tidak lebih dari 1 derajat

TB Miliaris, pneumonia lobaris, demam tifoid permulaan, reaksi obat

Demam Siklik

Kenaikan suhu badan selama beberapa hari diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula

Demam berdarah

Tipe Demam Lain Karakteristik Contoh

Demam Belum Terdiagnosis (Fever Unknown Origin)

- Demam terus menerus selama 3 minggu - Suhu badan di atas 38,3 °C- Penyebab belum diketahui walaupun telah diteliti

selama 1 minggu secara intensif dengan lab dan penunjang lainnya

Demam Dibuat-Buat (Facitious Fever)

Pasien sengaja berusaha dengan berbagai cara agar suhu badan yang akan dicatat lebih tinggi dari suhu badan sesungguhnya

Gangguan psikiatri, sering pada wanita dan paramedis

*Referensi

1. Silbernagl dan Stefan. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2007.

2. Gandahusada, Prof. dr. Srisasi. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI, 2007.

3. Sudoyo,W Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:FKUI,2006.

4. Bickley, Lynn S. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta:

EGC, 2008.

Fase-fase pada demam tergantung pada tipenya, antara lain:

a) Demam Septik

Page 28: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Pagi Siang Sore Malam Pagi353637383940 TBC berat

b) Demam Intermitten

012345 Malaria

CATEGORY1 2 3 4

- Bila terjadi tiap hari à quotidian- Bila terjadi tiap 2 hari sekali à tersiana- Bila terjadi tiap 3 hari sekali à kuartana

c) Demam Remitten

Page 29: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

senin selasa rabu kamis jumat sabtu37.5

38

38.5

39

39.5 Demam tifoid stadium lanjut

d) Demam Kontinyu

e) Demam Siklik

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Hari83637383940

Demam berdarah

senin selasa rabu kamis jumat sabtu37.5

38

38.5

39

39.5 Pneumonia lobaris

Page 30: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

f) Demam Origin

minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 436

36.537

37.538

38.539

39.540

g) Demam Dibuat-Buat (Facitious Fever)

Suhu dan fase tidak bisa diketahui pasti

*Referensi

1. Silbernagl dan Stefan. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2007.

2. Gandahusada, Prof. dr. Srisasi. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI, 2007.

3. Sudoyo,W Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2006.

4. Bickley, Lynn S. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta:

EGC, 2008.

Mekanisme muntah.

Toksin dilepaskan berupa GP1 à GP1 merangsang pelepasan TNF alpha, IL 1, IL 6, IL 3

dengan mengaktivasi makrofag à IL 3 mengaktivasi sel mast à pelepasan histamin (H2)à

peningkatan asam lambung à nausea à terstimulasi trigger zone kemoresptor à muntah .

Mekanisme pucat.

Warna merah darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di dalah sel darah

merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang di bentuk oleh rantai globin alpha

dan rantai globin beta. Saat produksi rantai globin berkurang maka hemoglobin yang di

bentuk juga berkurang. Selain itu berkurangnya rantai globin beta mengakibatkan rantai

globin alpha berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang

Page 31: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

menyebebkan darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin menyebabkan

pucat.

Pasien mengeluhkan pusing.

Pusing atau sakit kepala adalah nyeri di beberapa bagian kepala dan tidak terbatas pada

daerah distrib usi saraf manapun. Sakit kepala juga dikenal sebagai cephalalgia atau

chepalgia. Chepalgia berasal dari bahasa yunani “kephale” berarti kepala dan “algos” yang

berarti sakit.

Pada tahun 2007, menurut International Headache Society menyepakati sistem klasifikasi

untuk sakit kepala. Ada tiga kategori utama dari sakit kepala :

Sakit kepala primer

Migran, sakit kepala tension, sakit kepala cluster dan sakit kepala primer lainnya

Sakit kepala sekunder

Sakit kepala dikaitkan dengan trauma leher, sakit kepala dikaitkan dengan gangguan

intrakranial atau gangguan vaskular servikal, sakit kepala dikaitkan dengan gangguan

inrakranial non vaskular, sakit kepala disebabkan suatu benda atau efek suatu zat , sakit

kepala karena infeksi, sakit kepala karena gangguan homeostasis, sakit kepala karena

gangguan psikiatrik, sakit kepala atau nyeri wajah dikaitkan dengan gangguan

tengkorak, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur tengkorak wajah

atau lainnya.

Cranial neuralgia, nyeri diwajah, dan sakit kepala lainnya.

Cranial neuralgia dan penyebab utama nyeri wajah, sakit kepala neuralgia kranial, nyeri

wajah pusat atau primer lainnya.

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala

adalah sebagai berikut :

Peregangan atau pergeseran pembuluh darah intrakranium atau ekstrakranium

Traksi pembuluh darah

Kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot)

Peregangan periosteum (nyeri lokal)

Degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya

artritis vertebra servikalis)

Defisiensi enkefalin (peptida otak mirip-opiat bahan aktif pada endorfin)

Page 32: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Sistem saraf simpatis pada dasarnya bertanggung jawab atas pengendalian neural

pembuluh darah kranium dan ekstrakranium.

*Referensi

1. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. PATOFISIOLOGI. Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. EDISI 6. EGC: 2013.

Mekanisme berkeringat dan menggigil.

Menggigil adalah suatu respon terhadap penurunan suhu inti yang disebabkan oleh pajanan

terhadap dingin, hipotalamus meningkatkan aktivitas otot rangka untuk menghasilkan lebih

banyak panas. Dengan bekerja melalui jalur-jalur desendens yang berakhir di neuron motorik

yang mengontrol rangka, hipotalamus mula-mula meningkatkan tonus rangka sehingga dalam

waktu singkat mulailah menggigil.

Proses terjadinya keringat diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus dapat menghasilkan

bradikinin yang bekerja mempengaruhi kegiatan kelenjar keringat. Jika hipotalamus

mendapatkan rangsangan, misalnya peubahan suhu maka rangsangan tersebut akan

diteruskan oleh saraf simpatik ke kelenjar keringat. Selanjutnya kelenjar keringat akan

menyerap air garam dan sedikit urea dari kapiker darah dan kemudian mengirimnya ke

permukaan kulit dalam bentuk keringat.

*Referensi

1. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta : EGC, 2012.

Penyakit endemik di Kalimantan Tengah.

1) Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue banyak terjangkit didaerah tropis dan subtropis. Lebih dari

40% penduduk dunia hidup didaerah endemis demam dengue, dan Asia menempati

urutan pertama dalam jumlah penderita demam dengue tiap tahun. Hal ini mungkin

disebabkan oleh karena curah hujan di asia yang sangat tinggi terutama di Asia Timur

dan Selatan ditambah dengan sanitasi lingkungan yang kurang bagus. Jumlah

kecamatan Kejadian Luar Biasa DBD di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2012

sebanyak 14 kecamatan dan 21 desa. Jumlah kasus DBD dalam 3 tahun terakhir

sebelum 2012 dari terus meningkat, tahun 2008 sebanyak 952 kasus (44,64 per

Page 33: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

100.000 penduduk), tahun 2009 sebanyak 1.332 kasus (61 per 100.000 penduduk) dan

pada tahun 2010 berjumlah 1.397 kasus, dengan Incidence Rate per 100.000 penduduk

63,2. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan yang cukup signifikan kasus DBD

sebanyak 1413 kasus (dengan IR 61,9 per 100.000 penduduk) bila dibandingkan pada

tahun 2011yaitu 684 kasus (30,4 per 100.000 penduduk). Selain itu jumlah kasus

DBD yang meninggal pada tahun 2012 meningkat tajam sebanyak 22 kasus dengan

CFR 1,6% bila dibandingkan pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus dengan CFR 1,2%.

Hal ini menunjukan agar penanganan kasus DBD segera ditangani. Data selengkapnya

pada tabel lampiran 23 dan 50. Kasus dan Insidence Rate DBD di Provinsi

Kalimmantan Tengah tahun 2008-2012 terlihat pada gambar berikut.

Gambar Kasus dan Insidence Rate DBD di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008-2012

Gambar diatas memperlihatkan Insidence Rate tahun 2012 mencapai 61,9 per 100.000

penduduk dengan kasus meninggal sebanyak 22 orang atau CFR sebesar 1,6 persen.

Angka ini meningkat jika dibandingkan tahun 2011 (30,4 per 100.000 penduduk),

masih jauh dari target nasional yaitu <20/100.000 penduduk.

2) Malaria

Penyakit Malaria menyebar cukup merata di Indonesia, terutama diluar wilayah Jawa-

Bali. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, kasus baru dan prevalensi Malaria masih

cukup tinggi terutama di Indonesia Timur. Kasus malaria lebih banyak terjadi di

perdesaan, menyerang semua kelompok umur dan golongan masyarakat dengan tingkat

pendidikan rendah. Jumlah kasus malaria Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2012

dari sediaan darah diperiksa 25.147 ditemukan positif malaria sebesar 6723 kasus

Page 34: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

dengan jumlah meninggal 7 dengan Case Fatality Rate 0,03%. Perkembangan kasus

malaria di Kalimantan Tengah dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar Annual Parasite Incidence (API) Provinsi Kalimantan Tengah

Tahun 2006 – 2012

3) Tuberkolosis (TB)

Tuberkolosis adalah penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri bernama mycobacterium

tuberculosis yang bersifat sistemik (menyeluruh) sehingga mengenai hampir seluruh

organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan infeksi

pertamakali terjadi. Jumlah kasus TB Paru pada tahun 2012 di Kalimantan Tengah

sebesar 1.522kasus. Terjadi penurunan jumlah kasus bila dibandingan dengan kasus

tahun 2011 sebesar 2.668 kasus. Dari kasus tersebut 94,35% merupakan kasus baru

dengan prevalensi 62,9 per 100.000 penduduk dan jumlah kematian 16 dan kematian

per 100.000 penduduk 0,7. Jumlah perkiraan kasus baru pada tahun 2012 sebesar 4796

kasus dan 29,7% merupakan TB Paru BTA Positif. Angka ini masih rendah

dibandingkan dengan target 70%. Dibandingkan tahun 2011 Angka penemuan kasus

meningkat CDR 28,28%. Tahun 2012 sebesar 91,88 meningkat dibandingkan tahun

2011 sebesar 87,02%. Meningkatnya angka success rate tersebut menunjukkan bahwa

program pengobatan TB paru di masyarakat cukup berhasil karena adanya petugas

kesehatan dilapangan, PMO dan kesadaran masyarakat terkait pengobatan TB paru.

Page 35: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Gambar Case Detection Rate (CDR) dan Success Rate (SR)Penderita TB Provinsi

Kalimantan Tengah Tahun 2006-2012

4. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Kasus ISPA tersebar di semua kelompok umur, hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2007 di Provinsi Kalimantan Tengah bahwa Prevalensi ISPA

berdasarkan Diagnosis Nakes (D) sebesar 7,04 dan berdasarkan Diagnosis Nakes dan

Gejala (D/G) sebesar 24,03. Prevalensi Pnemonia (D) sebesar 0,35 dan D/G sebesar

1,17. Perkiraan penderita ISPA balita pada tahun 2012 sebanyak 21.737 balita.

Penderita ditemukan dan ditangani sebanyak 771 kasus (3,55%). Perkiraan kasus

sedikit menurun dibandingkan tahun 2011 diperkirakan 22.302 (10%) kasus dari

223.018 jumlah Balita yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. Jumlah penderita

pnemonia Balita yang ditemukan dan ditangani pada tahun tahun 2012 sebanyak 771

(3,55%) masih rendah dan dibawah target 10%. Jumlah tersebut sedikit meningkat

dibandingkan tahun 2011 sebanyak 735 (3,5%). Trend kasus pnemonia dari tahun

2008-2012 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Page 36: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Gambar Kasus Pnemonia dari Tahun 2008-2012 di Provinsi Kalimantan Tengah

*Referensi

1. Profil kesehatan provinsi Kalimantan Tengah tahun 2012.

Berdasarkan keluhan dan hasil pemeriksaan lengkap pasien mengalami infeksi oleh

parasit Plasodium.

MALARIA

A. Definisi

Penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan

ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah dan memberikan gejala

berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali.

B. Epidemiologi

Malaria tersebar di lebih dari 100 negara di benua Asia, Amerika Selatan, Afrika,

Oseania, dan Karibia. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria

dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Sekitar 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah

yang berpotensi tertular malaria. Daerah endemis malaria di Indonesia adalah kawasan timur,

mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara, Maluku, Irian Jaya, dan Lombok

sampai Nusa Tenggara Timur. Infeksi terbanyak disebabkan oleh Plasmodium falciparum

dan vivax.

C. Etiologi

Page 37: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Plasmodium terdiri dari banyak spesies tetapi yang memiliki kemaknaan klinis penyakit

yakni Plasmodiumvivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Daur hidup

Plasmodium terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles

betina sebagai hospes definitif dan fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh vertebrata termasuk

manusia.Plasmodium knowlesi, sebuah spesies yang terdapat di Asia Tenggara, terutama di

Kalimantan. Plasmodium Knowlesi dapat ditularkan oleh nyamuk dari kera ke manusia.

Parasit ini melipat gandakan dirinya setiap hari. Apabila jumlah parasit dalam darah sudah

sangat banyak dapat menyebabkan malaria sangat berat sampai kematian pada manusia.

D. Klasifikasi

a) Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)

Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai

dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering

terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk

eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil

yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang

memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:

Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium

Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan

banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi

trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan

angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan

Black Water Fever).

b) Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)

Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih

kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula

coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon

Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/

rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan

punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi

namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada

Page 38: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan

hipertensi.

c) Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)

Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya

hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat

di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya

oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari

semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun

periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10

kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

d) Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)

Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang

diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium

Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid.

Terdiri dari 12-24 merozoitovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval

hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis

ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam

berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria

tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia,

splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

E. Faktor resiko

a) Travelling dan migrasi dari area endemic malaria

b) Transfusi darah dan auto transmisi

Page 39: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

F. Patofisiologi

Gambar Patofisiologi malaria

Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Patofisiologi malaria adalah

multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :

1) Penghancuran eritrosit.

Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit,

tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung

parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular

yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal

ginjal.

2) Mediator endotoksin-makrofag.

Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif

endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan

patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari

rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor

Page 40: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

(TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang

terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam,

hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory

distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat

juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan

eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada

anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,

hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

3) Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.

Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-

tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan

bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang

mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam,

sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit

yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge)

yang membendung kapiler dalam alam-alat dalam.Protein dan cairan merembes melalui

membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema

jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya

histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada

empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.

Page 41: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Gambar Patogenesis malaria

Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada

umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut

saling terkait satu sama lain, dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi

mulai dari yang paling berat ,yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat),

malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik. Tanda

dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain usia

penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang

kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat

mengacaukan diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih

untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence –

nyarendah.

G. Manifestasi klinis

Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan

interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari

demam. Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut:

a) Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

Page 42: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

b) Nafsu makan menurun.

c) Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

d) Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium

Falciparum.

e) Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.

f) Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

g) Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol

adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat

kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.

Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:

a) Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium panas, dan

stadium berkeringat

b) Splenomegali (pembengkakan limpa)

c) Anemi yang disertai malaise

Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan,

yaitu:

a. Stadium dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak

dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut

yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit

kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang.

Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

b. Stadium Demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah,

kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering

terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan

dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.

Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya

merozoit darah ke dalam aliran darah.

Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48

jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam

sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria,

fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval

Page 43: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya

tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul

pada penderita.

c. Stadium Berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya

basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu

normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa

lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.

Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung

pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi

pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan

oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada

pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan

tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut.

Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian

paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang gejalanya mirip kolera

atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya

hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau

hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang

warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka

yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.

Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana (P. falciparum, P.

vivax, dan P. ovale) dan setiap tiga hari untuk parasit quartan (P. malariae). Karakteristik

parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya terhadap populasi

manusia. P. falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara dengan jumlah

penderita yang lebih banyak, demikian juga yang meninggal dibandingkan dengan

daerah-daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. P. vivax dan P. ovale memiliki

tingkatan hynozoites yang dapat tetap dorman dalam sel hati untuk jangka waktu tertentu

(bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan menginvasi darah. P. falciparum dan P. vivax

kemungkinan mampu mengembangkan ketahanannya terhadap obat antimalaria.

H. Pemeriksaan fisik

1) Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)

2) Sclera ikterik

3) Anemia

Page 44: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

4) Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

5) Pada malaria berat di temukan suhu rektal (>400C, nadi cepat dan lemah, tekanan

darah sistolik <70 mmHG (dewasa) dan <50 mmHg (anak) , takipnea, penurunan

kesadaran, manifestasi perdarahan, tanda dehidrasi, tanda anemia berat, ikterik, ronki

pada paru , hepatomegaly, splenomegali, gagal ginjal dengan oliguria hingga anuria,

dan gangguan neurologis.

I. Pemerikasaan penunjang

1) Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis dengan mikroskop untuk menentukan ada

tidaknya, spesies, stadium, kepadatan dan jenis Plasmodium (semikuantatif,

kuantatif).

2) Diagnosis cepat (RDT – rapid diagnostic test) yakni HRP-2 (histidine rich protein 2)

yang diproduksi tropozoit, skizon dan gametosit muda P.Falciparum, serta aldose dan

p-LDH (parasite lactate dehydrogenase) yang di produksi ke empat Plasmodium

aseksual dan seksual. Untuk membedakan infeksi P.Falciparum/ Vivax.

3) Pemeriksaan untuk malaria berat : darah perifer lengkap, kimia darah, EKG, Foro

toraks, analisis cairan serebrospinalis, biakan darah uji serologi, dan urinalisis.

J. Komplikasi :

1) Anemia berat : Hemolisis diseritropoiesis

2) Malaria serebral

3) Edema tungkai : hipoalbuminemia

4) Gagal ginjal akut

5) Hipoglikemia, Asidosis metabolic

6) Kelainan neuropsikiatri

7) Edema paru

K. Tatalaksana :

a) Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit, pra-eritrosit : proguanil,

pirimetamin

b) Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit: Primakuin

c) Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit : kina, klorokuin, amodiakuin

d) Gametozid yang menghancurkan bentuk seksual: primakuin (untuk semua jenis

plasmodium) dan kina, klorokuin, amodiakuin (tidak efektif untuk P.Falciparum)

e) Sporontozid yang mencegah gametosit dalam darah membentuk ookista dan sporozoit

dalam nyamuk : primakuin, proguanil

L. Prognosis

Page 45: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Prognosis malaria tergantung kepada jenis malaria yang menginfeksi. Malaria tanpa

komplikasi biasanya akan membaik dengan pengobatan yang tepat. Tanpa pengobatan,

infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat berlanjut dan menyebabkan relaps

sampai 5 tahun. Infeksi Plasmodium malariae bisa bertahan lebih lama dari pada

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Infeksi Plasmodium falciparum dapat

menyebabkan malaria serebral yang selanjutnya dapat mengakibatkan kebingungan mental,

kejang dan koma. Prognosis untuk infeksi Plasmodium falciparum lebih buruk dan dapat

berakhir dengan kematian dalam 24 jam sekiranya tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

M. Pencegahan

Dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk,

pengendalian vektor dan kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan

dengan menggunakan kelambu berinsektisida, repelan, kawat kasa nyamuk dll.Obat yang

digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis 100 mg/hari. Obat ini

diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di daerah tersebut sampai 4 minggu, dan

setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan

tidak boleh diberikan lebih dari 6 bulan.

*Referensi

1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV.

Jakarta: Media Aesculapius, 2014:728-32

Diagnosis banding.

Demam Tifoid

A. Definisi

Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella enteric

serotype typhi atau paratyphi. Nama lain penyakit ini adalah enteric fever, tifus, dan

paratifus abdominalis. Tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin)

mengandung S.typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid tanpa gejala klinis.

B. Epidemiologi

Demam tifoid dan paratiroid bersifat endemik dan sporadik di Indonesia. Demam tifoid

dapat ditemukan sepanjang tahun dengan insidens tertinggi pada anak-anak. Sumber

Page 46: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

penularan S.typhi ada dua yakni pasien dengan demam tifoid dan karier. Transmisi

terjadi melalui air yang tercemar S.typhi pada daerah endemik sedangkan pada daerah

nonendemik, makanan yang tercemar karier merupakan sumber penularan utama.

C. Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi bioserotipe A,

B, atau C. Kedua spesies Salmonella ini berbentuk batang, berflagel, aerobik, serta

gram negatif.

D. Patogenesis dan Patofisiologi

S.typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.

Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian masuk ke usus halus,

mencapai jaringan limfoid plak Peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi.

S.typhimemiliki fimbria khusus yang dapat menempel ke lapisan epitel plak Peyeri

sehingga bakteri dapat difagositosis. Setelah menempel, bakteri memproduksi protein

yang mengganggu lapisan brush border usus dan memaksa sel usus untuk membentuk

kerutan membran yang akan melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan

menyebrang melewati sitoplasma sel usus dan dipresentasikan ke makrofag.Kuman

memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan sistem imun

seperti polisakarida kapsul Vi, penggunaan makrofag sebagai kendaraan, dan gen

Salmonella pathogenicity island-2 (SPI-2).Setelah sampai kelenjar getah bening

mesenterika, kuman kemudian masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus sehingga

terjadi bakteremia pertama yang asimtomatik. S.typhi juga bersarang dalam sistem

retikuloendotelial terutama hati dan limpa, dimana kuman meninggalkan sel fagosit,

berkembang biak, dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi bakteremia kedua

dengan gejala sistemik. S.typhi menghasilkan endotoksin yang berperan dalam

inflamasi lokal jaringan tempat kuman berkembang biak, merangsang pelepasan zat

pirogen, dan leukosit jaringan sehingga muncul demam dan gejala sistemik lain.

Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri.

Apabila proses patologis semakin berkembang, perforasi dapat terjadi.

E. Manifestasi Klinis

Masa tunas sekitar 10-14 hari. Gejala yang timbul bervariasi:

Pada minggu pertama, muncul tanda infeksi akut seperti demam, nyeri kepala,

pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak

nyaman di perut, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi berpola seperti anak

Page 47: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

tangga dengan suhu makin tinggi dari hari ke hari, lebih rendah pada pagi hari dan

tinggi pada sore hari.

Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif,

lidah tifoid (kotor di tengah, tepi, dan ujung berwarna merah, disertai tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran, dan yang lebih

jarang, berupa roseolae.

F. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Darah Perifer

Leukopenia/normal/leukositosis, anemia ringan, trombositopenia, peningkatan laju

endap darah, peningkatan SGOT/SGPT.

2) Uji Widal

Deteksi titer antibodi terhadap S.typhi, S.paratyphi yakni aglutinin O (dari tubuh

kuman) dan aglutinin H (flagela kuman). Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada

akhir minggu pertama demam, puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi

dalam beberapa minggu dengan peningkatan aglutinin O terlebih dahulu baru

diikuti aglutinin H. Aglutinin O menetap 4-6 bulan sedangkan aglutinin H menetap

9-12 bulan. Titer antibodi O > 1:320 atau antibodi H > 1:640 menguatkan diagnosis

pada gambaran klinis yang khas.

3) Uji TUBEX

Uji semikuantitatif kolometrik untuk deteksi antibodi anti S.typhi O9. Hasil positif

menunjukkan infeksi Salmonella serogroup D dan tidak spesifik S.typhi. Infeksi

S.paratyphi menunjukkan hasil negative. Sensitivitas 75-80% dan spesifisitas 75-

90%.

Tabel Penilaian TUBEX

Skor Interpretasi Keterangan

<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi tifoid

aktif

3 Borderline Tidak dapat disimpulkan

4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif

>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

4) Uji Typhidot

Page 48: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Deteksi IgM dan IgG pada protein membrane luar S.typhi. Hasil positif diperoleh 2-

3 hari setelah infeksi dan spesifik mengidentifikasi IgM dan IgG terhadap S.typhi.

Sensitivitas 98%, spesifisitas 76,6%.

5) Uji IgM Dipstick

Deteksi khusus IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau darah dengan

menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida S.typhi dan anti IgM

sebagai control. Sensitivitas 65-77% dan spesifisitas 95-100%. Akurasi diperoleh

bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbul gejala.

6) Kultur Darah

Hasil positif memastikan demam tifoid namun hasil negatif tidak menyingkirkan.

G. Tata Laksana

Istirahat dan perawatan untuk mencegah komplikasi.

Diet lunak dan terapi suportif (antipiretik, anti-emetik, cairan yang adekuat).

Antibiotik, dengan pilihan antara lain:

- Kloramfenikol 4 x 500 mg/hari per oral/IV hingga 7 hari bebas demam;

- Tiamfenikol 4 x 500 mg;

- Kotrimoksazol 2 x 960 mg selama 2 minggu;

- Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu;

- Seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½ jam per infus sekali

sehari, selama 3-5 hari;

- Golongan fluorokuinolon:

o Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari;

o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari;

o Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari.

- Kombinasi antibiotik diberikan pada tifoid toksik, peritonitis atau perforasi,

syok septik;

- Pada kehamilan: ampisilin, amoksisilin, seftriakson.

H. Komplikasi

Demam tifoid dapat memiliki komplikasi pada berbagai sistem organ:

1) Komplikasi intestinal: perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik;

2) Komplikasi kardiovaskular: syok, miokarditis, trombosit, tromboflebitis;

Page 49: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

3) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi intravaskular

diseminata, sindrom uremia hemolitik;

4) Komplikasi paru: pneumonia, empyema, pleuritis;

5) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis, kolelitiasis;

6) Komplikasi ginjal: glomerulonephritis, pielonefritis, perinefritis;

7) Komplikasi tulang: osteomielitits, periostitis, spondylitis, artritis;

8) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,

sindrom Guillain-Barre, psikosis, sindrom katatonia.

I. Prognosis

Tifoid yang tidak diobati memiliki angka mortalitas yang mendekati 20%.

Mortalitas hampir tidak ada pada pengobatan segera.

Angka kematian yang tinggi tetap ada di banyak negara endemik akibat

pengobatan tertunda atau tidak tepat.

J. Pencegahan

1) Orang yang mengunjungi atau tinggal di daerah sangat endemik sebaiknya

mendapatkan vaksin tifoid. Terdapat tiga jenis vaksin dan seluruhnya memberikan

perlindungan sekitar 70% selama 3 tahun.

- Vaksin whole-cell mati: dua suntikan penting untuk paket primer. Efek samping

lokal dan sistemik umum terjadi. Vaksin ini murah.

- Polisakarida kapsular Vi: suntikan tunggal, reaksi lokal, dan sistemik minimal.

Respons imun suboptimal pada anak-anak berusia < 18 bulan. Vaksin polisakarida

Vi konjugat memberikan perlindungan sekitar 90% pada anak berusia > 2 tahun

dan mungkin lebih sesuai pada bayi.

- Vaksin oral hidup yang dilemahkan Ty 21a: 3 kapsul selama 5 hari. Sebenarnya

bebas dari efek samping namun mahal. Tidak sesuai untuk anak-anak berusia < 5

tahun.

2) Di negara endemik tifoid, tindakan paling penting adalah penyediaan air yang

aman diminum, pembuangan ekskret yang aman, serta edukasi masyarakat

mengenai higiene.

*Referensi

1. Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Media Aesculapius, 2014.

Page 50: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

2. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-White RT. Lecture Notes: Penyakit

Infeksi. Ed. 6. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.

Demam Berdarah Dengue

A. Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan

demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu,

gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura,

echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali,

trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.

B. Epidemiologi

DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi, yang ditemukan

pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, saat ini dapat ditemukan di

sebagian besar negara di Asia.Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah

meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar kasus DBD menyerang

anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan

penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1 % (WHO, 2008). Di

Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 30 tahun

terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 139.695 kasus, dengan

angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per 100,000 penduduk. Total kasus

meninggal adalah 1.395 kasus /Case Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008a).

Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200

kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Depkes RI, 2008 )

C. Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue

yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang

dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe,

yaitu; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan

antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk

terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan

yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.

D. Patofisiologi

Page 51: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom

renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD

adalah :

1) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat

replikasi virus pada monosit atau makrofag. ipotesis ini disebut dengan antibodi

dependent enchancement (ADE);

2) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon

imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan

memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi

IL-4, IL-5, IL- 6, dan IL-10;

3) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus

dan sekresi sitokin oleh makrofag;

4) Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan

C5a.

5) Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti

lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag

yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus

bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue

menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan

interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga

disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating

factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan

terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh

kompleks virusantibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

a. Supresi sumsum tulang

b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gangguan fungsi trombosit

terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-

tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.

Page 52: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya

koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi

koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur intrinsik

(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia

namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).

E. Manifestasi klinis

Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik yang

meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue, atau demam berdarah dengue

termasuk sindrom syok dengue (DSS). Penyakit demam dengue biasanya tidak

menyebabkan kematian, penderita sembuh tanpa gejala sisa. Sebaliknya, DHF

merupakan penyakit demam akut yang mempunyai ciri-ciri demam, manifestasi

perdarahan, dan berpotensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan

kematian. Gambaran klinis bergantung pada usia, status imun penjamu, dan strain

virus.

F. Pemeriksaan penunjang

a) Demam Berdarah Dengue (DBD) Diagnosa DBD ditegakkan jika ada 2 kriteria

klinis ditambah dengan 2 kriteria laboratoris (Tabel 1). Kasus DBD yang menjadi

lebih berat, menjadi kasus Dengue Shock Syndrome (DSS).

Tabel Kriteria Klinik dan Laboratoris DBD

Kriteria klinis

Demam tinggi mendadak, terus menerus selama 2-7 hariTerdapat manifestasi perdarahan seperti torniquet positif,

petechiae, echimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis,perdarahan gusi dan hematemesis dan atau melena

Pembesaran hatiSyok ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi turun,

tekanan darah turun, kulit dingin dan lembab terutama di ujung jari dan ujung hidung, sianosis sekitar mulut, dan gelisah.

Kriteria lab. Trombositopenia (100.000ul atau kurang) dan Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih

G. Terapi

Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif yaitu

pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.

1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :

a. Istirahat total di tempat tidur.

b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air ditambah

garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau

Page 53: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

minum, muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus

diberikan.

c. Berikan makanan lunak

d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan

kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan

jangan diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.

e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

2. Penatalaksanaan pada pasien syok :

a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat

dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.

b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam,

serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama

selanjutnya tiap 24 jam.

Nilai normal Hemoglobin :

Anak-anak : 11,5 – 12,5 gr/100 ml darah

Laki-laki dewasa : 13 – 16 gr/100 ml darah

Wanita dewasa : 12 – 14 gr/100 ml darah

Nilai normal Hematokrit :

Anak-anak : 33 – 38 vol %

Laki-laki dewasa : 40 – 48 vol %

Wanita dewasa : 37 – 43 vol %

c. Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka

diberi transfusi darah.

H. Faktor resiko

Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu agent (virus), host

(pejamu), dan lingkungan, yaitu :

1. Agent (penyebab penyakit) adalah semua unsur atau elemen hidup atau mati yang

kehadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan

dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimuli untuk mengisi dan

memudahkan terjadinya suatu roses penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent

dalam penyebaran DBD adalah virus dengue

2. Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit

DBD. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia yaitu :

Page 54: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan

dan cara pemberantasan yang dilakukan, hal ini berkaitan dengan pengetahuan.

Hasil penelitian Nicolas Duma (2007) di kecamatan Baruga kota Kendari ada

hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan dengan kejadian DBD.

Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Arsunan dan Wahiduddin (2003) di

kota Makassar yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dengan kejadian DBD. Hasil penelitian Kasnodiharjo (1997) di

Subang Jawa Barat menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai latar

belakang pendidikan atau buta huruf, pada umumnya akan mengalami

kesulitan untuk menyerap ide-ide baru dan membuat mereka konservatif

karena tidak mengenal alternatif yang lebih baik.

Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit

DBD. Hasil penelitian Soegeng Soegijanto (2000) di Jawa Timur dari tahun

1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus DBD terbanyak adalah pada

kelompok umur 5-9 tahun. Tetapi pada tahun 1998 dan 2000 proporsi kasus

pada kelompok umur 15-44 tahun meningkat, keadaan tersebut perlu

diwaspadai bahwa DBD cenderung meningkat pada kelompok umur remaja

dan dewasa.Hal ini sesuai dengan Suroso bahwa di Indonesia pada tahun

1995-1997 proporsi kasus DBD telah bergeser ke usia ≥ 15 tahun. Hasil

penelitian Fitri (2005) di Pekanbaru proporsi penderita terbanyak lebih sering

pada kelompok umur ≥ 15 tahun.

Jenis kelamin, berdasarkan penelitian Widyana (1998) di Bantul pada tahun

1997 menemukan bahwa proporsi penderita perempuan lebih tinggi dibanding

laki-laki yaitu sebesar 52,6 %. Hasil serupa juga di peroleh oleh Enny dkk

(2003) di Jakarta pada tahun 2000 sebagian besar penderita adalah perempuan

(58,2%). Namun secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis

kelamin penderita DBD dan sampai sekarang tidak ada keterangan yang dapat

memberikan jawaban dengan tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin pada

penderita DBD. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

Djelantik di RSCM Jakarta (1998) menyatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara angka insiden laki-laki dan perempuan.

3. Lingkungan, lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah :

Tempat penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat perindukan

nyamuk Aedes aegypti. Hasil penelitian Yukresna dengan desain penelitian

Page 55: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

case control di kota Medan mendapatkan kondisi tempat penampungan air

mempunyai hubungan dengan kejadian DBD dengan OR 5,706 (CI 95% 1,59

– 20,39).

Ketinggian tempat suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap

perkembangbiakan nyamuk dan virus DBD. Di wilayah dengan ketinggian

lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes

aegypti.

Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal) tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak

terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas, dalam

tempo singkat akan menetas, dan kelembaban udara juga akan meningkat yang

akan berpengaruh bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa dimana selama

musim hujan jangka waktu hidup nyamuk lebih lama dan berisiko penularan

virus lebih besar. Dari hasil pengamatan penderita DBD yang selama ini

dilaporkan di Indonesia bahwa musim penularan DBD pada umumnya terjadi

pada musim hujan yaitu awal dan akhir tahun. Hasil penelitian Fitri kasus

penyakit DBD di kota Pekanbaru akan lebih tinggi pada saat curah hujan

tinggi yaitu diatas 300 mm. Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan

diatas normal) tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada

musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat

menetas, dalam tempo singkat akan menetas, dan kelembaban udara juga akan

meningkat yang akan berpengaruh bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa

dimana selama musim hujan jangka waktu hidup nyamuk lebih lama dan

berisiko penularan virus lebih besar. Dari hasil pengamatan penderita DBD

yang selama ini dilaporkan di Indonesia bahwa musim penularan DBD pada

umumnya terjadi pada musim hujan yaitu awal dan akhir tahun. Hasil

penelitian Fitri kasus penyakit DBD di kota Pekanbaru akan lebih tinggi pada

saat curah hujan tinggi yaitu diatas 300 mm.

Kebersihan lingkungan / sanitasi lingkungan, dari penelitian Yukresna di kota

Medan dengan desain penelitian case control yang mendapatkan bahwa

kebersihan lingkungan mempunyai hubungan dengan kejadian DBD dengan

OR 2,90 (CI 95% 1,63-5,15). Penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan

Seogeng, yang menyatakan bahwa kondisi sanitasi lingkungan berperan besar

dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypt.

Page 56: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

I. Pencegahan

Pengembangan vaksin untuk penyakit DBD masih sulit, karena proteksi terhadap 1-2

virus dengue akan meningkatkan risiko penyakit DBD menjadi lebih berat (WHO,

2008). Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus

dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestic

antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi komplek imun yang tinggi . Oleh

karena itulah, maka pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dilakukan secara

promotif dan preventif, dengan pemberantasan nyamuk vektor (hewan perantara

penularan).

J. Klasifikasi

Tabel klasifikasi DBD

penyakit derajat gejala Lab.

DD

Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, myalgia, rthralgia.

• Leukopenia• Trombositopenia,

tidakDitemukan bukti kebocoran

plasma• Serologi dengue

positif

DBD

I Gejala diatas ditambah uji bendung positif

Trombositopenia, bukti ada kebocoran plasma

II Gejala diatas ditambah pendarahan spontan

III Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)

IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak

terukur.* DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok Syndrome (DSS)

*Referensi

1. Hanim D., et al. 2013. “Program Pengendalian Penyakit Menular: Demam Berdarah

Dengue”. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Available at

http://fk.uns.ac.id/static/filebagian/dbd.pdf.

Page 57: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

2. Yuswulandary. 2010. “Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)”. Medan: Fakultas

Kedoktertan Universitas Sumatera Utara. Available at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16366/2/chapter%20ii.pdf.

Hubungan keluhan yang dialami pasien dengan pemicu.

Gambar Mekanisme Keluhan pada Pemicu

Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat

toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut,

tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara

pertahanan tubuh” antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya

(fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan

mengelurkan “senjata” berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya

interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar,

selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk

mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan

adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus

akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat

Page 58: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin

akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus

selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Suhu di luar

tubuh sekarang berada dibawa dari suhu dalam tubuh dalam artian disini terjadi peningkatan

suhu dalam tubuh, keadaan ini memberikan ketidak seimbangan diluar dan di dalam tubuh

dan akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk

menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak atau dapat diberikan selimut.. Literature

lainyya menjelaskan bahwa kontraksi otot (menggigil) memberikan dampak berupa

penurunan suplai darah ke jaringan. Dengan demikian tubuh akan mengeluarkan panas

berupa keringat. Terjadinya pucat pada pasien dikarenakan anemia. Pada infeksi parasit

malaria terjadi penghancuran eritrosit baik yang terinfeksi ataupun tidak sebagai efek dari

infeksi dan proses fagositosis untuk pertahanan tubuh. Motion atau infeksi juga dapat

mempengaruhi pusat muntah di daerah medulla oblongata yaitu nucleus salitarius. Sehingga

memberikan efek muntah pada pasien.

*Referensi

1. Despopoulos & Sibernagl. Color Atlas of Physiology chapter 9. Elsevier : Philadelpia,

2003. available at : www.who.int/topics/malaria/en/. diakses tanggal 11 April 2016.

Respon imun yang berperan.

1) DBD

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi

antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi

virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent

enhancement (ADE);

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun

seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi

interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6

dan IL-10;

Page 59: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.

Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi

sitokin oleh makrofag;

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya

C3a dan C5a.

2) Malaria

Kekebalan pada malaria merupakan keadaan kebal terhadap infeksi yang berhubungan

dengan penghancuran parasit dan terbatasnya per tumbuhan dan perkembangbiakan

parasit tersebut. Imunitas terhadap malar ia sangat kompleks, melibatkan hampir

seluruh komponen system imun baik spesifik maupun non-spesifik, imunitas humoral

maupun seluler, yang timbul secara alami maupun didapat (acquired) akibat infeksi

atau vaksinasi. Imunitas spesifik timbulnya lambat. Imunitas hanya bersifat jangka

pendek (short lived) dan kemungkinan tidak ada imunitas yang permanen dan

sempurna. Pada malaria terdapat kekebalan bawaan dan kekebalan didapat. Pada daerah

endemik, janin dilindungi oleh sistem antibodi maternal dan anak sangat berisiko bila

diserang apabila telah disapih. Daya imunitas pada anak yang selamat pada serangan

pertama akan selalu dirangsang oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi selama anak

tinggal di daerah endemik malaria. Daya imunitas malaria adalah spesies spesifik,

seseorang yang imun terhadap malaria vivax akan terserang penyakit malaria lagi bila

terinfeksi oleh malaria falciparum. Orang yang berkulit hitam akan tahan terhadap

infeksi malaria vivax dari pada orang yang berkulit putih, sedangkan malaria

falciparum pada orang hitam tidak begitu berbahaya.Antibodi pada tubuh hospes mulai

diproduksi oleh sistem imun saat hospes manusia pertama kali terinfeksi parasit

malaria. Antibodi bekerja langsung atau bekerja sama dengan bagian sitem imun yang

lain untuk mengenali molekul antigen yang terdapat pada permukaan parasit untuk

membunuh parasit malaria. Respon imun dari hospes yang timbul akibat suatu penyakit

ditandai dengan adanya reaksi radang, hal tersebut bergantung pada derajat

infeksinya.Saat P. vivax memproduksi 24 merozoit setiap 48 jam akan menghasilkan

4,59 milyard parasit dalam waktu 14 hari, sehingga hospes akan tidak tahan bila

organisme terus berbiaktanpa dikontrol. Pada malaria dapat terjadi perkembangan suatu

proteksi imun, terjadinya relaps dan timbulnya penyakit erat hubungannya dengan

rendahnya titer antibodi atau peningkatan kemampuan parasit melawan antibodi

tersebut. Tetapi hal tersebut bergantung pada perbedaan genetic dari populasi

Page 60: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

schizont.Secara alami produksi antibodi berlangsung lambat sehingga individu menjadi

sakit ketika terinfeksi. Namun, imun memiliki memori untuk pembentukan antibodi,

maka respon sistem imun untuk infeksi selanjutnya menjadi lebih cepat. Setelah

paparan infeksi berulang, individu mengembangkan imunitas yang efektif mengontrol

parasitemia yang dapat mengurangi gejala klinis dan komplikasi yang membahayakan

bahkan dapat menimbulkan kematian. Level atau kadar antibodi juga semakin

meningkat dengan adanya setiap paparan infeksi dan menjadi lebih efektif dalam

membunuh parasit.Perlawanan tubuh terhadap parasit Plasmodium atau respon imunitas

dilakukan oleh imunitas seluler yaitu limfosit T dan dilakukan oleh imunitas humoral

melalui limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper (CD 4+) dan

sitotoksis (CD 8+). Limfosit adalah sel yang cukup berperan dalam respon imun karena

mempunyai kemampuan untuk mengenali antigen melalui reseptor permukaan khusus

dan membelah diri menjadi sejumlah sel dengan spesifitas yang identik, dengan masa

hidup limfosit yang panjang menjadikan sel yang ideal untuk respons adaptif. Eritrosit

yang telah terinfeksi Plasmodium akan ditangkap oleh antigen presenting cell (APC)

dan dibawa ke sitoplasma sel dan terbentuk fagosom yang akan bersatu dengan lisosom

sehingga terbentuk fagolisosom.Fagolisosom mengeluarkan mediator yang akan

mendegradasi antigen Plasmodium menjadi peptida-peptida yang akan berasosiasi

dengan molekul MHC II (majorhistocompatibilit y complex ) dan dipresentasikan ke sel

T C D . Saat berlangsungnya proses tersebut APC mengeluarkan interleukin-12 (IL-12),

Ikatan antara CD40 ligand (CD40L) dan CD40 saat presentasi antigen memperkuat

produksi IL- 12. IL-12 ini akan mempengaruhi proliferasi sel T yang merupakan

komponen seluler dan imunitas spesifik dan selanjutnya menyebabkan aktivasi dan

deferensiasi sel T.Berdasarkan sitokin yang dihasilkan dibedakan menjadi dua subset

yaitu Th1 dan Th2. Th-1 Menghasilkan IFN-γ dan TNF-á yang mengaktifkan

komponen imunitas seluler seperti makrofag, monosit, serta sel NK,9 sedangkan subset

yang kedua adalah Th2 yang menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Sitokin berperan

mengaktifkan imunitas humoral. CD 4+ berfungsi sebagai regulator dengan membantu

produksi antibodi dan aktivasi fagosit-fagosit lain, sedangkan CD 8+ berperan sebagai

efektor langsung untuk fagositosis parasit dan menghambatperkembangan parasit

dengan menghasilkan IFN-γ. Pada saat Plasmodium masuk ke dalam sel-sel tubuh dan

mulai dianggap asing oleh tubuh maka epitop-epitop antigen dari parasit Plasmodium

akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan sebagai sel penyaji antigen

kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+, kemudian berdeferensiasi menjadi sel Th-1

Page 61: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

dan Th-2. Sel Th-2 akan menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig

(Imunoglobulin) oleh limfosit B. Ig meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag.

3) Tifoid

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui

makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam

lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon

imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel

epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman

dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque

Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya

melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam

sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar

ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini

kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau

ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang

Page 62: TUGAS PEMICU 2 MODUL INFEKSI DAN IMUNOLOGI (MALARIA)

mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala

penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.

*Referensi

1. Yunarko Rais.Respon Imun terhadap Infeksi Parasit Malaria.[Jurnal Vektor Penyakit,

Vol. 8 No. 2, 2014.]. [di akses 8 April 2016]

2. Sutanto Inge, Is Suhariah Ismid, Pudji K. Sjarifuddin, Saleha Sungkar. Parasitologi

Kedokteran. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2011.

3. Baratawidjaja, K, G, dkk, Imunologi Dasar, Edisi 8, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta. 2009.

Pasien pernah mengalami sakit yang sama.

Serangan malaria yang pertama terjadi sebagai akibat infeksi parasit malaria, disebut malaria

primer (berkorelasi dengan siklus sizogoni dalam sel darah merah). Pada infeksi oleh

P.vivax/P.ovale, sesudah serangan yang pertama berakhir atau disembuhkan, dengan adanya

siklus eksoeritrositik (EE) sekunder atau hipnozoit dalam sel hati, suatu saat kemudian

penderita bisa mendapat serangan malaria yang kedua (disebut: malaria sekunder).

Berulangnya serangan malaria yang bersumber dari siklus EE sekunder pada malaria vivax

atau ovale disebut relaps. Umumnya relaps terjadi beberapa bulan (biasanya>24minggu)

sesudah malaria primer, disebut long-term relapse. Pada malaria karena P.falciparum dan P.

malariae, relaps dalam pengertian seperti diatas tidak terjadi, karena kedua spesies ini tidak

memiliki siklus EE sekunder dalam hati. Kemungkinan berulangnya serangan malaria pada

kedua jenis malaria ini disebabakan oleh kecenderungan parasit malaria bersisa dalam darah,

yang kemudian membelah diri bertambah banyak sampai bisa menimbulkan gejala malaria

sekunder. Kekambuhan malaria seperti ini disebut rekrudesensi. Pada malaria karena P.

falciparum rekrudesensi terjadi dalam beberapa hari atau minggu (biasanya <8 minggu)

sesudah serangan malaria primer, disebut short termrelapse. Karena suatu mekanisme yang

belum begitu jelas, kekambuhan terjadi dalam rentang waktu jauh lebih lama. Bisa terjadi

beberapa tahun atau bahkan puluhan tahun sejak serangan pertama.

*Referensi

1. Arsin AA. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Masagena Press [KDT].

Makassar, 2012. Available from: http://repository.unhas.ac.id. [diakses 10 April 2016].