tugas pc

10
1. Penggunaan Obat Rasional Penggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine (RUM) merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan bia ya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu, dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. Kampanye POR oleh WHO dilatarbelakangi oleh dua kondisi yang bertolak  belakang. Kondisi pertama menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50% obat-obatan di dunia diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, tidak efektif, dan tidak efisien. Bertolak  belakang dengan kondisi kedua yaitu kenyataan bahwa sepertiga dari jumlah penduduk dunia ternyata kesulitan mendapatkan akses memperoleh obat esensial. Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. I ndikator 8 Tepat dan 1 Waspada tersebut adalah Tepat diagnosis, Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara dan lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek Samping Obat. Beberapa pustaka lain merumuskannya dalam bentuk 7 tepat tetapi penjabarannya tetap

description

tugas pc

Transcript of tugas pc

1. Penggunaan Obat RasionalPenggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine (RUM) merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu, dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif.Kampanye POR oleh WHO dilatarbelakangi oleh dua kondisi yang bertolak belakang. Kondisi pertama menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50% obat-obatan di dunia diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, tidak efektif, dan tidak efisien. Bertolak belakang dengan kondisi kedua yaitu kenyataan bahwa sepertiga dari jumlah penduduk dunia ternyata kesulitan mendapatkan akses memperoleh obat esensial.

Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada tersebut adalah Tepat diagnosis, Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara dan lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek Samping Obat. Beberapa pustaka lain merumuskannya dalam bentuk 7 tepat tetapi penjabarannya tetap sama. Melalui prinsip tersebut, tenaga kesehatan dapat menganalisis secara sistematis proses penggunaan obat yang sedang berlangsung. Penggunaan obat yang dapat dianalisis adalah penggunaan obat melalui bantuan tenaga kesehatan maupun swamedikasi oleh pasien. Berikut ini adalah penjabaran dari Indikator Rasionalisasi Obat yaitu 8 Tepat dan 1 Waspada:

1.Tepat Diagnosis Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol. Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran sebagai second opinon untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis.

2. Tepat pemilihan obat Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin.

3.Tepat indikasiPasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter. Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri.

4. Tepat pasienObat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari.

5.Tepat dosisDosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu.

6. Tepat cara dan lama pemberianCara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet parasetamol dapat diganti dengan sirup. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi. Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat.

7. Tepat hargaPenggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik yang sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.l

8. Tepat informasiKejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya berwarna merah9. Waspada efek sampingPemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar.

Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye POR diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan.

2. Tabel 3-3Kategori Masalah Yang Terkait Dengan Terapi Obat1. Pasien yang sedang dalam masa pengobatan, membutuhkan terapi awal obat baru atau obat tambahan2. Pasien diberikan terapi obat yang seharusnya tidak diberikan dengan kondisi pasien3. Pasien diberikan terapi obat yang salah4. Pasien diberikan terapi obat dengan dosis yang lebih kecil daripada dosis yang seharusnya5. Pasien mengalami efek samping obat pada saat dilakukan terapi obat6. Pasien diberikan terapi obat dengan dosis obat yang lebih besar daripada dosis yang seharusnya7. Terjadi masalah lain pada saat terapi obat akibat dari penggunaan obat yang tidak tepat

3. Tabel 3-4Masalah Terapi Obat yang Potensial1. Diperlukannya terapi obat tambahan pada pasien beresiko tinggi karena adanya perkembangan dari terapi obat.2. Pasien yang mengalami resiko tinggi akibat adanya pemberian obat yang tidak diperlukan untuk terapi pengobatan3. Pasien yang megalami resiko tinggi akibat adanya pemberian obat yang salah 4. Pasien yang mengalami resiko tinggi akibat diberikannya dosis obat yang kurang dari dosis seharusnya.5. Pasien yang mengalami resiko tinggi akibat perkembangan dari pengobatan sehingga membutuhkan obat tambahan untuk mengurangi reaksi efek samping dari pengobatan6. Pasien yang mengalami resiko tinggi akibat perkembangan pengobatan karena jumlah obat yang diberikan terlalu banyak.7. Pasien yang mengalami resiko tinggi perkembangan pengobatan karena ketidak patuhan terhadap resep yang diberikan atau tidak rekomendasi terapi obat.

4. Tabel 3-5Penyebab Masalah Terapi Obat1. Indikasi yang tepat untuk pengobatan : Membutuhkan terapi obat tambahan Pasien dengan kondisi awal pengobatan mendapatkan terapi obat baru (Indikasi yang tidak diobati) : terapi awal essensial hipertensi tidak dapat diobati dengan golongan diuretik tiazid Memiliki penyakit kronis memerlukan terapi pengobatan terus menerus : hipertensi yang kurang terkontrol karena kegagalan penambahan beta-bloker pada tiazid Memiliki kondisi pengobatan yang memerlukan kombinasi farmakoterapi untuk mendapatkan hasil yang sinergis / potensial : pasien dengan penyakit tukak lambung diberi pengobatan ranitidine selama 6 minggu, namun tetap mengelukhan sakit perut setelah makan malam, memerlukan obat sinergis (ppi) Menerima terapi obat yang tidak perlu Pasien menerima obat yang tidak ada indikasi medis yang valid pada saat ini : antibiotic untuk infeksi akibat virus Masalah penggunaan obat yang dapat menyebabkan kecanduan / dapat menimbulkan reaksi pada obat : pasien tukak usus 12 jari yang sudah sembuh pada tahap pertama dengan ranitidin, masih memiliki keadaan perut yang tidak nyaman akibat kebiasaan mengkonsumsi kopi dan nikotin. Kondisi medis yang lebih baik diobati dengan terapi non-obat : bypass arteri coroner pada keadaan angina yang parah Mendapatkan terapi obat ganda : sediaan transdermal (koyok) dan oral dari golongan nitrat.

2. Obat yang paling efektif: pasien menerima obat yang salah satu atau dosis terlalu rendah. Menerima obat yang salah Bentuk sediaan tidak sesuai. Contoh: obat antihipertensi sustained release pada pasien dengan kolostomi. Adanya kontraindikasi. Contoh: beta blocker diberikan pada penderita asma. Kondisi pasien sukar disembuhkan. Contoh: dosis tinggi steroid inhalasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang tidak responsive terhadap steroid. Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien. Contoh: pada pasien osteoarthritis tanpa peradangan akan lebih efektif bila diberikan analgetik biasa daripada nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAID) jangka panjang. Obat yang lebih efektif tersedia. Contoh: obat hipoglikemia golongan statin lebih efektif daripada golongan fibrat untuk hiperlipidemia primer. Dosis terlalu rendah Dosis obat salah. Contoh: dosis rendah ACE inhibitor pada pasien gagal jantunglebih bermanfaat dari dosis yang lebih tinggi. Adanya toleransi. Contoh: disebabkan oleh kegagalan untuk mengamati 8 jam periode bebas nitrat. Durasi tidak sesuai. Contoh: 3 hari penggunaan antibiotic untuk pasien PPOK dengan infeksi paru berulang. Kehilangan efek obat karena kesalahan penyimpanan. Contoh: penyimpanan di tempat dingin untuk vaksin. Penggunaan obat yang tidak benar. Contoh: penggunaan inhaler yang tidak benar. Pengurangan penyerapan akibat interaksi obat. Contoh: pembentukan kelat dari tetrasiklin dan besi.

3. Obat yang paling aman: pasien mengambil atau menerima terlalu banyak obat yang benar atau pasien secara klinis mengalami reaksi obat yang merugikan. Terlalu banyak obat yang tepat Dosis terlalu tinggi untuk indikasi tertentu. Contoh: 5 mg bendroflumethiazide untuk hipertensi. Salah dosis. Contoh: lebih dari 4 gram parasetamol per hari untuk orang dewasa. Durasi tidak sesuai. Contoh: 10 hari penggunaan antibiotic untuk infeksi saluran kemih (ISK) yang tidak berat. Peningkatan kadar serum akibat interaksi obat. Contoh: penggunaan teofilin dan siprofloksasin akan meningkatkan toksisitas teofilin. Reaksi obat yang merugikan Obat yang tidak aman bagi pasien. Contoh: kontrasepsi oral bagi pasien dengan riwayat deep vain thrombosis (DVT). Reaksi alergi. Contoh: anafilaksis dengan penisilin. Interaksi obat. Contoh: beta blocker dan verapamil akan menyebabkan atrioventrikular (AV) block. Dosis meningkat terlalu cepat. Contoh: peningkatan dosis fenitoin (kinetika order nol). Efek yang tidak diinginkan. Contoh: ototoksisitas dengan penggunaan aminoglikosida.

4. Kepatuhan dan kenyamanan pasien Produk tidak tersedia-masalah persediaan local atau nasional Produk tidak terjangkau oleh pasien atau pelayanan kesehatan pemerintah Pasien tidak bisa menelan. Pasien stroke dengan disfagia Instruksi tidak dipahami, diingat atau bahkan disetujui oleh pasien Pengobatan tidak dilakukan karena keyakinan, budaya atau alas an lain.

6 contoh dari masalah yang terkait dengan terapi obat

5. Interaksi obat antara kontrasepsi oral dengan antibiotik

Amoxicillin merupakan induktor enzim P450, obat kontrasepsi juga dimetabolisme oleh ezim P450, sehingga jika dikombinasi dapat meningkatkan metabolisme obat kontrasepsi oral, sehingga jumlah dalam darah menurun dan efek kontrasepsinya berkurang

Obat yang melewati usus harus polar, oleh karena itu perlu dikonjugasi terlebih dahulu di hati (ikatan konjugasi). Sedangkan, obat saat didistribusikan dalam darah ikatannya harus dilepas, proses ini disebut dengan dekonjugasi. Setelah obat di dekonjugasi, obat sudah bisa didistribusikan di dalam darah dan membentuk ikatan protein plasma. Pada proses dekonjugasi tersebut membutuhkan flora normal. Bila kontrasepsi oral diberikan bersama antibiotik yang berspektrum luas, maka antibiotik tersebut akan mengganggu flora-flora normal yang ada di dalam usus, sehingga kontrasepsi oral tidak dapat di dekonjugasikan dan tidak dapat didistribusikan dalam darah. Jadi, efektifitas dari kontrasepsi oral menurun.Obat-obat siklus enterohepatik seperti kontrasepsi oral membutuhkan flora normal, jadi tidak boleh diberikan dengan antibiotik spektrum luas.

TUGAS PHARMACEUTICAL CARE

Disusun Oleh :

SILVIA WAHYU WIDIARTI2013001267KELAS B

PROGRAM APOTEKERFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS PANCASILAJAKARTA2014