Tugas PBL Blok 26 Dina

24
Program Pemberantasan DHF di PKM Dinna Mulyani* 10-2009-046 Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telephone : (021) 5694-2061 Fax : (021)- 563 1731 Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DHF) pada saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh menteri Kesehatan Republik Indonesia. DHF telah ditetapkan menjadi salah satu penyakit menular yang harus dilaporkan dalam wakti satu kali dua puluh empat jam. Hal ini disebabkan karena angka kematian yang tinggi, angka kesakitan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, daerah yang terjangkit semakin meluas khususnya di daerah perkotaan yang padat dan adanya beberapa Kejadian Luar Biasa (KLB) yang  berdampak pada bidang pariwisata. Penyakit DHF dalam dua puluh tahun terakhir merupakan penyakit yang menimbulkan keresahan masyarakat karena menyerang terutama pada anak-anak dan terjadinya kematian yang mendadak sesudah demam tinggi yang timbul mendadak, serta menyerang beberapa anggota keluarga secara bersamaan atau selang beberapa hari dan penyakit ini sulit diramalkan kesudahannya. 1

Transcript of Tugas PBL Blok 26 Dina

Program Pemberantasan DHF di PKM

Dinna Mulyani*10-2009-046Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Telephone : (021) 5694-2061Fax : (021)- 563 1731

PendahuluanDemam Berdarah Dengue (DHF) pada saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh menteri Kesehatan Republik Indonesia. DHF telah ditetapkan menjadi salah satu penyakit menular yang harus dilaporkan dalam wakti satu kali dua puluh empat jam. Hal ini disebabkan karena angka kematian yang tinggi, angka kesakitan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, daerah yang terjangkit semakin meluas khususnya di daerah perkotaan yang padat dan adanya beberapa Kejadian Luar Biasa (KLB) yang berdampak pada bidang pariwisata.Penyakit DHF dalam dua puluh tahun terakhir merupakan penyakit yang menimbulkan keresahan masyarakat karena menyerang terutama pada anak-anak dan terjadinya kematian yang mendadak sesudah demam tinggi yang timbul mendadak, serta menyerang beberapa anggota keluarga secara bersamaan atau selang beberapa hari dan penyakit ini sulit diramalkan kesudahannya.1Penyebab penyakit DHF adalah virus dengue yang termasuk dalam group B arbovirus. Sebelum pertengahan abad ke-20 virus dengue dikenal hanya menyebabkan penyakit demam dengue (demam klasik) dengan gejala utama yaitu demam tinggi, nyeri pada sendi atau anggota tubuh, kadang-kadang timbul ruam makulo-papular dan sembuh dalam waktu 5 hari dengan atau tanpa pengobatan. DHF pertama kali dilaporkan di Manila pada tahun 1953. Pada saat wabah menyerang anak-anak dengan tanda demam tinggi disertai perdarahan dan shock. Tahun-tahun berikutnya menyebar ke Asia Tenggara dan ke Kepulauan Pasific.Vektor penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti yang banyak terdapat di perkotaan dan Aedes Albopictus (transmitan co-vector) di perdesaan.Penularan DHF berkaitan dengan musim penghujan khususnya pada permulaan dan pada akhir musim penghujan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya tempat perindukan nyamuk Aedes aegypty di luar rumah sehingga populasi nyamuk Aedes aegypti yang meningkat.EpidemiologiI. Faktor agentPenyakit DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod Bone Virus (Arbo virus) kelompok flavivirus dari famili flaviviridae yang terdiri dari empat serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.1-6 Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijvdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts).1 Disebut demikian karena demam yang terjadi meghilang dalam lima hari dan disertai nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian.1 Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat yaitu DHF yang ditemukan di Manila, Filipina.1 Kemudian menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968, penyakit DHF dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.

2Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia yang diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4.2 DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DHF sangat kompleks yaitu:1a) Pertumbuhan penduduk yang tinggib) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendalic) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemisd) Peningkatan sarana transportasiII. Faktor nyamuk penularNyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopticus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah perdesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.Nyamuk Aedes aegypti dewasa warna dasarnya hitam dengan belang-belang putih pada badan terutama pada kaki. Pada thorax ada tanda khas berupa bulu-bulu putih membentuk gambaran lire.Nyamuk tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus tersebut. Orang itu (carrier) tidak harus orang yang sakit demam berdarah sebab orang yang mempunyai kekebalan tidak akan tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit walaupun dalam darahnya terdapat virus dengue. Dengan demikian orang tersebut dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue akan berada dalam darah manusia selama 1 minggu.7 Biasanya orang dewasa mempunyai kekebalan dengan virus ini. Nyamuk aedes aegypti bersifat endo dan eksofagik. Aktif menghisap darah pada siang hari dengan dua puncak waktu yaitu pada jam 8.00-12.00 dan pada jam 15.00-17.00.2- Beristirahat pada benda-benda tergantung dan perabot-perabot yang terlindungi dari cahaya matahari atau pada tumbuhan-tumbuhan di luar rumahDi alam bebas nyamuk dewasa hidup kurang lebih 10 hari. Jarak terbang nyamuk kurang lebih 30 meter dalam radius lebih kurang 100 meter.43Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti ialah tempat-tempat yang mengandung air jernih. Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam berdarah ialah tempat umum seperti rumah sakit, puskesmas, selolah, hotel atau tempat penginapan yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga khususnya kebersihan tempat-tempat penampungan air (bak mandi, WC, dan lain-lain)Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan seperti:8a) Infeksi saluran napasContoh: Common cold, TBC, influenza, pertusisb) Infeksi pada kulitContoh: Skabies, ring worm, impetigo, dan lepra.c) Infeksi akibat infestasi tikusContoh: Pes dan leptospirosis.d) ArthropodaContoh: dengue, malaria, dan kaki gajah.e) KecelakaanContoh: bangunan rumah, terpeleset, patah tulang, dan gegar otak.f) MentalContoh: neurosis, gangguan kepribadian, psikosomatis, dan ulkus peptikum.Terdapat kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan yaitu:8a) Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahunb) Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baikc) Dapat mencegah terjadi pengembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk, lalat, tikus, dan sebagainyad) Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (kawasan industri) dengan jarak minimal 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau serta bebas banjirIII. HostKarakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit DHF. Pada beberapa penelitian menunjukan bahwa anak-anak lebih rentan tertular penyakit yang berpotensi mematikan ini.

4Di daerah endemik, mayoritas kasus penyakit DHF terjadi pada usia kurang dari 15 tahun.9 Sebuah studi retrospektif di Bangkok yang dilaporkan WHO pada bulan Mei-November 1962 menunjukan bahwa pada populasi 870.000 anak-anak usia di bawah 15 tahun diperkirakan 150.000-200.000 mengalami demam ringan akibat infeksi virus dengue.9Di Indonesia, penderita penyakit DBD terbanyak berusia 11 tahun. Secara keseluruhan, tidak terdapat perbedaan kelamin penderita tetapi angka kematian lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki.2Anak-anak cenderung lebih rentan daripada kelompok usia lain. Salah satu penyebabnya adalah faktor imunitas yang relatif rendah dibandingkan orang dewasa. Selain itu, pada kasus-kasus berat, yakni DHF derajat 3 dan 4, komplikasi terberat yang kerap muncul yaitu syok yang relatif lebih banyak dijumpai pada anak-anak dan sering kali tidak tertangani dan berakhir dengan kematian penderitaPendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan. Hasil penelitian Nicolas Duma pada tahun 2007 di Kecamatan Baruga kota Kendari, ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan dengan kejadian DHF.IV. EnvironmentDi awal Musim hujan (September hingga Februari) meningkatkan populasi nyamuk.5 Hal ini disebabkan karena terdapat genangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng bekas, ban bekas, maupun benda-benda lain yang mampu menampung sisa air hujan. Di Indonesia musim kering pun populasinya tetap banyak karena orang cenderung menampung air dan di daerah sulit air orang menampung air di dalam bak air atau drum sehingga nyamuk dan jentik selalu ada sepanjang tahun.5Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berkembang biak di genangan air bersih yang tidak terkontak langsung dengan tanah. Vektor penyakit DHF diketahui banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas, dan sebagainyaDi daerah Urban berpenduduk padat, puncak penderita penyakit DBD adalah bulan Juni atau Juli bertepatan dengan awal musim kemarau

5Management Program DHFI. PerencanaanPerencanaan suatu program bisa kita pakai analisis situasi berdasarkan data sebelumnya seperti penanggulangan DHF, pengobatan DHF kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam upaya pencegahan DHF. Jika program terdahulu berhasil, program tersebut bisa kita pakai untuk acuan kita untuk merencanakan program sekarang yang sedang direncanakan. Dalam membuat perencanaan diperlukan dokumen yang menjadi acuan dalam pembuatan perencanaan yang berkaitan dengan penanggulangan DHF. Selain itu perencanaan anggaran perlu diperhitungkan secara cermat demi kelancaran progam tersebut. Dalam menyusun perencanaan diperlukan data-data dari puskesmas seperti:a) Jumlah kasus sebelumnyab) Data jumlah penderitac) Jumlah pendudukd) Besar wilayahe) Jumlah rumahf) Jumlah tenaga yang adag) Sarana yang adah) Data situasi DHF sebelumnyai) Angka Bebas JentikRendahnya angka bebas jentik sangat berhubungan erat dengan peningkatan kasus DBD dan diharapkan dengan meningkatnya cakupan Angka Bebas Jentik dapat menekan insiden Penyakit DHFII. PengorganisasiLangkah-langkah yang ditempuh dalam pengorganisasian petugas yang terlibat dalam penanggulangan DBD adalah dengan cara menyebarkan informasi terkait dengan kasus. Setelah informasi disebarkan maka masing-masing petugas kelurahan akan langsung turun ke lapangan. Informasi bisa didapat dari warga yang melapor ataupun media massa.Untuk melaksanakan kegiatan di lapangan, semua Puskesmas Kelurahan memiliki koordinator DBD, petugas jumanti di setiap RT, dan petugas fogging tiap wilayah. 6Petugas kecamatan tinggal mengkoordinir saja. Petugas tersebut akan melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang sudah ditetapkan dari awal. Contoh: petugas fogging, kalau penyelidikan epidemiologi positif maka segera dilakukan foggingIII. Pelaksanaana) Penyelidikan epidemiologi (PE)Tenaga untuk melaksanakan Penyelidikan epidemiologi adalah petugas DBD yang dibantu oleh jumantik serta masyarakat. Setelah data kasus diterima kemudian diinformasikan ke kelurahan sesuai dengan alamat kasus, petugas puskesmas kelurahan yang akan melaksanakan PE. PE dilakukan jika ada kasus baik yang bersumber dari internet maupun yang langsung dilaporkan oleh warga. PE dilaksanakan di rumah pasien DHF dan rumah-rumah di sekitar penderita DHF. Hasil dari kegiatan PE berupa laporan dapat mengetahui perlu atau tidaknya fogging di daerah tersebutb) Pengendalian vektor DHFAda beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam pengendalian arthopoda antara lain:6-81. Pengendalian lingkunganPengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthopoda karena hasilnya dapat bersifat permanen serta tidak merusak keseimbangan alam dan tidak mencemari lingkungan. Pengendalian lingkungan dibagi menjadi 2 macam yaitu: Modifikasi lingkunganCara ini berkaitan dengan mengubah sarana fisik dan hasilnya bersifat permanen. Contoh modifikasi lingkungan yaitu: Pengaturan sistim irigasi Penimbunan tempat-tempat yang dapat menampung air dan tempat-tempat pembuangan sampah Penimbunan tempat pengaliran air yang menggenang menjadi kering Pengubahan rawa menjadi sawah Pengubahan hutan menjadi pemukiman

7 Manipulasi lingkunganCara ini berkaitan dengan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik yang telah ada supaya tidak terbentuk tempat-tempat perindukan atau tempat istirahat serangga dan bersifat tidak permanen. Contohnya adalah melancarkan got yang tersumbat2. Pengendalian kimiaPada pendekatan ini dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida. Pengendalian kimia untuk DHF dapat dilaksanakan dengan menggunakan mineral oils, paris green, insektisida sintetis seperti chlorpyrofos, abate, dan malathion. Kebaikan cara pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera, meliputi daerah yang luas sehingga dapat menekan populasi serangga dalam waktu singkat. Penggunaan insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan serta kematian beberapa pemangsa dan organisme yang bukan target. Selain itu, pengendalian kimia dengan cara penyemprotan banyak ditolak oleh penduduk setempat. Hal ini disebabkan karena khawatir binatang peliharaaan mati.3. Pengendalian fisikPada cara pengendalian ini digunakan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan, dan penggunaan alat listrik untuk pengadaan angin, penyinaran yang dapat membunuh atau mengganggu kehidupan serangga. Di Indonesia, cara ini dapat dilihat di hotel, restoran, dan pasar swalayan yang memasang hembusan angin keras di pintu masuk. Memasang lampu kuning dapat menghalau nyamuk.4. Pengendalian biologiPengendalian biologi bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. Pengendalian ini dilakukan dengan memperbanyak pemangsa dan parasit sebagai musuh alami bagi serangga. Beberapa parasit yang bertujuan mengendalikan larva yaitu: Nematoda (Romanomersis iyengari merupakan cacing yang dapat menembus badan larva nyamuk dan hidup sebagai parasit hingga larva mati dan mencari hospes baru) Bakteri8 Protozoa (Pleistophora culicis dan Nosema algerae dapat menjadi parasit larva nyamuk) Jamur (Tolypocladium cylindrosporum dan Culicinomyces clavisporus yang bertujuan untuk pengendalian larva Anopheles, Aedes, Culex, Simulium, dan Culicoides) Virus dapat dipakai sebagai pengendali larva nyamuk. Arthopoda juga dapat dipakai sebagai pengendali nyamuk dewasa. Predator atau pemangsa yang baik untuk pengendalian larva nyamuk terdiri dari: IkanBeberapa jenis ikan yang cocok untuk pengendalian larva ialah: Panchax panchax (ikan kepala timah)

Gambar 1. Kepala ikan timah

Gambar 2. Kepala ikan timah Lebistus reticularis ( Guppy = water ceto)

Gambar 3. Ikan guppy9

Gambar 4. Ikan guppy Gambusia affinis (ikan gabus)

Gambar 5. Ikan gabus Poecilia reticulata

Gambar 6. Poecilia reticulata

Gambar 7. Poecilia reticulata10 Trichogaster trichopterus

Gambar 8. Trichogaster trichopterus

Gambar 9. Trichogaster trichopterus Cyprinus carpio (ikan karpa)

Gambar 10. Cyprinus carpio

Gambar 11. Cyprinus carpio11 Tilapia nilotica

Gambar 12. Tilapia nilotica

Gambar 13. Tilapia nilotica Puntious binolatus

Gambar 14. Puntious binolatus

Gambar 15. Puntious binolatus Rasbora lateristriata

Gambar 16. Rasbora lateristriata12

Gambar 17. Rasbora lateristriata Larva nyamuk yang berukuran lebih besar Larva capung

Gambar 18. Larva capung

Gambar 19. Larva capung CrustaceaeContohnya adalah mesacyclops yang terdapat pada gambar 20.

Gambar 20. Mesacyclops135. Pengendalian genetikDalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan yaitu: Steril male techniquePerusakan DNA di dalam kromosom tanpa mengganggu proses pematangan dengan zat kimia (preparat TPA atau dengan radiasi Cobalt 60, antimitotik, antimetabolit, dan bazarone) atau cara radiasi, Setelah dilakukan perusakan DNA, serangga tersebut dilepaskan di aam bebas, tempat populasi serangga bahaya tadi. Citoplasmic incompatibilityDilakukan dengan cara mengawinkan antar strain nyamuk sehingga sitoplasma telur tidak dapat ditembus sperma dan tidak terjadi pembuahan. Chorosomal translocationRadiasi yang dapat mengubah letak susunan dalam kromosom. Hybrid strerilityMengawinkan serangga antar spesies terdekat akan mendapatkan keturunan jantan yang steril.Untuk pengendalian antilarva dapat kita terapkan 3 pengendalian yaitu pengendalian lingkungan, pengendalian kimia, dan pengendalian biologi.Dalam upaya pengendalian terhadap nyamuk dewasa, beberapa merode di bawah ini dapat dilakukan yaitu:1. Residual spray yang terdapat pada tabel 1Tabel 1 Pengendalian nyamuk dengan insektisidaResidual sprayDosis g/m2Durasi (bulan)

DDT1-226-12

Lindane0,53

Malathion23

Sesuai dengan kepustakaan no.2. Space sprayPenyemprotan ruangan ini dapat menggunakan ekstrak pyrethrum maupun residual insektisida.

14

3. Pengendalian genetikCara-cara untuk melakukan pengendalian genetik di antaranya steril male technique, cytoplasmic incompatibility, chromosom translocation, dan sex distortion.Untuk pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan tindakan-tindakan berikut ini yaitu:1. Pemasangan mosquito net (kelambu)2. Pelaksanaan screening3. Penggunaan repellent (kimia)Repellent (penolak nyamuk) yang digunakan mengandung zat kimia seperti diethyltoluamide, indalon, atau dimethyl karbote.Pengendalian vektor DHF adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk menekan kepadatan nyamuk dan jentik nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit DHF di rumah atau bangunan yang meliputi perumahan, perkantoran, tempat umum, sekolah, gudang, dan sebagainya.Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai saat ini. Vektor demam berdarah dengue khususnya Aedes aegyti sebenarnya mudah diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbang maksimal nyamuk ini hanya 100 meter. Tetapi karena vektor tersebut tersebar luas maka untuk keberhasilan pemberantasan perlu dilakukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.Langkah-langkah kegiatan berhubungan dengan pengendalian vektor demam berdarah dengue yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI yaitu:11. Survalensi tempat perindukan vektor Pendataan rumah/bangunan di wilayah kerja Pemeriksaan tempat perindukan vektor pada rumah atau bangunan Pengolahan data hasil pemeriksaan tempat perindukan vektor Rekomendasi kepada petugas kesehatan dan sektor terkait Laporan kepada atasan langsung dan sektor terkait Penyebarluasan (sosialisasi informasi) hasil survalensi atau pengamatan

152. Pengendalian vektor Investigasi rumah atau bangunan dan lingkungan yang berpotensi jentik di wilayah kerja melalui survey lingkungan Menentukan jenis pengendalian vektor sesuai dengan permasalahan di wilayah kerja Melakukan pemberantasan vektor3. Penyuluhan dan pergerakan masyarakat Melakukan identifikasi masalah sesuai dengan sasaran Menentukan jenis media penyuluhan sesuai dengan sasaran Menentukan materi penyuluhan pengendalian vektor Melaksanakan penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam rangka pengendalian vektor khususnya tempat perindukan Menghimpun umpan balik yang diberikan oleh sasaran4. Sosialisasi, advokasi, dan kemitraan Melakukan pertemuan untuk sosialisasi terhadap lintas program, lintas sektor terkait, swasta, dan masyarakat Menentukan jumlah dan jenis pedoman yang akan disosialisasikan Melakukan advokasi terhadap pengambilan keputusan di tingkat kecamatan maupun kabupaten atau kota Menjalin kerja sama baik terhadap lintas sektor maupun swasta Hasil sosialisasi dilaporkan kepada atasan langsung dan sektor terkait 5. Monitoring dan evaluasi Pemantauan secara terus menerus terhadap hasil survalensi tempat perindukan Pembinaan teknis terhadap pemerintah (dinas kesehatan, puskesmas), swasta, dan masyarakat6. Peningkatan SDM Menentukan jenis pelatihan yang sesuai dengan peserta yang dilatih Melaksanakan pelatihan pengendalian vektor

16Langkah-langkah kegiatan penanggulangan kasus demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas meliputi penyelidikan epidemiologi (PE) yaitu pendarian penderita atau tersangka DHF lainnya dan pemeriksaan jentik di rumah penderita atau tersangka dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter (di rumah penderita dan 20 rumah sekitarnya) serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan. Dari hasil PE bila ditemukan penderita DHF lain atau ada jentik dan penderita panas tanpa sebab yang jelas > 3 orang maka dilakukan penyuluhan mengenai 3M, tindakan larvadisasi, pengasapan. Apabila tidak ditemukan maka hanya dilakukan penyuluhan dan kegiatan 3MDalam hal pemberantasan vektor, langkah kegiatannya meliputi pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DHF) dengan cara 3M dan pemeriksaan jentik berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali tiap desa atau kelurahan endemis pada 100 rumah atau bangunan yang dipilih secara acak yang merupakan evaluasi hasil kegiatan PSN DHF yang telah dilakukan masyarakat. Kegiatan ini harus ditunjang dengan pelaksanaan promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan tentang penyakit demam berdarah dengue dan kegiatan evaluasi yang dilakukan secara aktif yaitu melalui supervisi dan secara pasif melalui laporan hasil kegiatan.c) Pemeriksaan jentik berkala di sekolah dan kelurahanPemeriksaan jentik berkala dilaksanakan di sekolah-sekolah dan kelurahan-kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Pemeriksaan jentik berkala di sekolah dilakukan oleh petugas UKS yang ada di sekolah-sekolah. Pemeriksaan jentik berkala di kelurahan dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di kantor kelurahan.d) Kunjungan rumah penderita DHFPuskesmas melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita DHF untuk mengkaji lebih lanjut masalah DHF yang ada di wilayah tersebut seperti melakukan pemeriksaan terhadap anggota keluarga yang menderita DHF. Selain itu, petugas kesehatan juga memeriksa 10 rumah yang ada di samping kiri, samping kanan, depan, dan belakang dari rumah pasien. Apabila didaptkan kasus di antara rumah yang diperiksa maka puskesmas akan melakukan fogging di daerah tersebut.

17e) Melakukan foggingMelakukan fogging dengan malanthion untuk membunuh nyamuk dewasa setidak-tidaknya 2 kali dengan jarak waktu 10 hari. Pengasapan hanya dilakukan bila di lokasi ditemukan 3 kasus positif DHF dengan radius 100 meter (40 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk DHF.9 Misalnya di daerah yang terkena wabah dan di daerah endemi DHF yang indeks kepadatan nyamuknya relatif tinggi dengan cara pemantauan kepadatan populasi nyamuk. Pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa (stadium jentik) dilakukan dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam atau di luar rumah dari 100 rumah yang terdapat di daerah pemeriksaanf) Pemantauan dan pelaksanaan PSN di sekolahPemantauan dan pelaksanaan PSN di sekolah dilakukan oleh petugas UKS. Petugas UKS akan membuat kartu dan mereka diberikan tugas untuk memeriksa jentik di rumah masing-masing seminggu sekali. Apabila terdapat jentik di rumah, mereka harus menulisnya di kartu yang dibagikan. Kartu tersebut dikumpulkan kepada petugas UKS kemudian dibuat laporan kepada puskesmas setiap 3 bulan sekaliIV. PengawasanMetode pengawasan dibagi menjadi 2 macam yaitu:a) Pengawasan langsung (dilakukan ketika ada kegiatan penanggulangan DHF).Waktu pengawasan dilaksanakan ketika kegiatan berlangsungb) Pengawasan tidak langsung (melalui laporan kegiatan)Waktu pengawasan dilakukan setiap bulannya dari hasil laporan kegiatan.Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan membuat mini lokakarya. Mini lokakarya ini dilaksanakan dengan mempresentasikan semua hasil kegiatan Puskesmas. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan setiap bulan, 3 bulan sekali, atau 6 bulan sekali. Evaluasi bertujuan untuk membandingkan hasil yang ada dengan indikator yang ingin dicapai saat perencanaan.V. AbatisasiTeknik abatisasi ini lebih mudah dilaksanakan daripada fogging. Tujuannya agar kalau sampai telur nyamuk menetas, jentik nyamuk tidak akan menjadi nyamuk dewasa.

18Semua TPA (Tempat Penampungan Air) yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk abate seduai dengan dosis 1 sendok makanan penuh (10 gram) abate (temephos) atau altosid untuk 100 liter air.1,8,10 Bubuk abate dapat diperoleh di Puskesmas atau di apotik.Bubuk abate juga diberikan pada bak mandi. Konsekuensinya adalah kita jangan menyikat bak/TPA tersebut selama kurang lebih 3 bulan. Hal ini disebabkan lapisan abate yang sudah terbentuk di dinding yang berpotensi membunuh jentik nyamuk ini mampu bertahan sampai 3 bulan. Jika dinding TPA atau bak mandi disikat sebelum 3 bulan maka lapisan abate tersebut akan terkelupas dan hilang. Meskipun abatisasi bisa dilakukan pada semua tempat penampungan air namun secara bijaksana kita bisa melakukan abatisasi pada tempat-tempat yang potensi nyamuk bersarang dan bertelur yaitu pada tempat-tempat yang jarang digunakan atau diganti airnya. Untuk tempat-tempat lain bisa dilakukan pengurasan setiap hari. Preventifa) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)PSN yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penularan demam berdarah dengan cara 3M Plus yaitu:a) Menguras secara teratur (seminggu sekali), mengganti air secara teratur tiap kurang dari 1 minggu pada vas bunga, tempat minum, atau menaburkan abate ke TPA untuk mencegah pertumbuhan jentik dan membunuh telur.b) Menutup rapat-rapat tempat perkembangbiakan nyamuk penularJenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokan sebagai berikut:71. Tempat penampungan air (TPA)Tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari seperti tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain2. Bukan tempat penampungan air (non TPA)Tempat-tempat menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas (kaleng, botol, ban, pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga, perangkat semut, penampung air dispenser, dan lain-lain

193. Tempat penampungan air alamiahLubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, dan lain-lain.Mekanisme penularan penyakit melalui air dibagi menjadi 4 macam yaitu:81. Waterborne mechanismDi dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan seperti kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis.2. Waterwashed mechanismMekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan yaitu: Infeksi melalui alat pencernaan seperti diare pada anak-anak Infeksi kulit dan mata seperti skabies dan trachoma Penularan melalui binatang pengerat seperti penyakit leptospirosis3. Water-based mechanismPenyakit ini ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agens penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air seperti skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis. 4. Water-related insect vector mechanismAgen penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air seperti filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.c) Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik, dan barang-barang lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamukd) Plus adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk dengan cara:9,101. Proteksi diri untuk mencegah terjadinya gigitan nyamuk Aedes AegyptiTidak seperti nyamuk yang lain, nyamuk ini menggigit pada siang hari. Untuk mencegah hal ini bisa menggunakan salep (repellent) atau minyak yang dioles di bagian tubuh yang terbuka. Selain menggunakan salep yang diperuntukkan mencegah gigitan nyamuk, kita juga menggunakan minyak sereh. 20Cara lain adalah dengan menggunakan kawat nyamuk (kawat kasa) di lubang-lubang angin di atas pintu-pintu dan jendela rumah agar nyamuk tidak bisa masuk ke dalam rumah kita. Selain itu dapat dilakukan dengan cara tidur dengan kelambu dan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida malathion.2. Jangan mempunyai kebiasaan meletakkan pakaian di gantungan yang terbuka seperti di belakang pintu kamar. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap pada pakaian atau kain tersebut3. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen4. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk 5. Mengusir nyamuk dengan obat nyamukPromosi Kesehatana) AvokasiAdvokasi berkaitan erat dengan pemerintahan. Jika terjadi wabah penyakit dan tidak bisa diatasi biasanya dapat bekerja sama dengan pemerintahan seperti kecamatan.b) MediasiSelain melalui instansi pemerintah, untuk menyukseskan program penangggulangan DHF kita memerlukan mediasi oleh tokoh-tokoh yang diseganin di daerah tersebut seperti pemuka agama, kepala sukuc) EdukasiPenyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dipadukan dengan penyuluhan kebersihan lingkungan lainnya seperti sampah, pembuangan air limbah, dan lainnya yang dilakukan secara intensif, berkesinambungan, dan dengan sasaran yang luas baik melalui media massa (TV, radio, surat kabar, internet) dan melalui penyuluhan dengan memberikan ceramah kepada kelompok-kelompok masyarakat (Posyandu dan Usaha Kesehatan Sekolah). Selain itu penyuluhan juga dilakukan untuk pertolongan pertama terhadap penderita DHF seperti:1. Beri minum sebanyak mungkin2. Kompres agar panasnya turun3. Berikan obat penurun panas

214. Segera bawa ke Puskesmas atau rumah sakit bila: Tidak bisa minum, muntah terus menerus Bertambah parah Kesadaran menurun dan hilang kesadaran Kejang Nyeri ulu hati dan gelisah Ekstremitas atas dan bawah teraba dingin Pendarahan hidung dan gusi Muntah dan BAB berwarna hitam5. Segera lapor ke RT atau RW atau sarana pelayanan kesehatan terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DHFPemberdayaan MasyarakatPemberdayaan mayarakat dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan dan mengajak masyarakat di sekitar tempat tinggal untuk menjadi pemantau jentik sendiri (self jumantik) serta selalu bergotong royong menjaga kebersihan lingkungan dan rumah khususnya melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DHF. Jumantik merupakan singkatan dari Juru Pemantau Jentik. Dalam rangka pemberantasan sarang nyamuk DHF, Departemen Kesehatan RI memunculkan gagasan tentang Jumantik. Jumantik adalah orang-orang yang bertugas melakukan pemantauan secara rutin terhadap ada atau tidaknya jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air di sekitar rumah. Setiap orang pun bisa menjadi jumantik.Selain itu, bagi pelajar bisa menjadi Wamantik (Siswa atau Mahasiswa Pemantau Jentik). Tugas wamantik adalah melakukan pengamatan mengenai keberadaan jentik-jentik nyamuk di lingkungan sendiri seperti kamar mandi di sekolah, di rumah, di tempat wisata, toilet tempat umum, dan sebagainya.Kejadian Luar BiasaTujuh kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) menurut Permenkes 1501 tahun 2010 yaitu:1a) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerahb) Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama tiga kurun waktu dalm jam, hari, atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya

22c) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnyad) Jumlah penderita baru dalam periode wakti satu bulan menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnyae) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian sakit per bulan pada tahun sebelumnyaf) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case fatality rate) dalam satu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang samag) Angka proporsi penyakit penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih daripada satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang samaDaftar Pustaka1. Tata laksana DBD. Diunduh dari www.depkes.go.id, 16 Juni 2012.2. Yuswulandary. Penyakit DBD. Edisi 2010. Diunduh dari www.usu.ac.id, 16 Juni 2012.3. Djaenudin N, Ridad A. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: EGC; 2009.p.316-7.4. Anies. Manajemen berbasis lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2006.p.61-9.5. Okti H. Demam berdarah dengue. Edisi ke-5. Yogyakarta: Kanisius; 2008.p.8.6. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Parasitologi kedokteran. Dalam: Haedojo, Zulhasril, penyunting. Pengendalian vektor. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.p.275-8.7. Indonesia Departemen Kesehatan. Pedoman kerja puskesmas. Jilid ke-3. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2004.p. G-24-5.8. Budiman C. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2009.p.34-6, 41-2, 165-6.9. Genis G. Apa yang dokter anda tidak katakan tentang demam berdarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka; 2009.p.14-5.10. Nyoman K. Manual pemberantasan penyakit menular. Edisi ke-7. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2000.p.200-5.

23

11. Erik T. Flu, HFMD, diare pada pelancong, malaria, demam berdarah, tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2004.p.93-5.

24